Breeding Soudness Examination

Embed Size (px)

Citation preview

Breeding Soudness Examination (BSE) Learning Objective 1. Bagaimana cara pemeriksaan BSE? 2. Hormon reproduksi jantan! Pembahasan 1. Cara pemeriksaan BSE A. Pengertian BSE Breeding Soundness Examination (BSE) adalah Evaluasi terhadap kemampuan pejantan menghasilkan semen yang fertil hingga bisa membuntingi betina. Breeding Soundness dilakukan oleh dokter hewan dan pemeriksaan dapat dilakukan pada saat bull baru, secara rutin sekali setahun dan setidaknya 30-60 hari sebelum breeding season. B. Tujuan BSE Memilih pejantan yang fertil untuk dikoleksi semennya. Mengeliminasi pejantan yang infertil dan mengidentifikasi penyebab infertilnya. Mengevaluasi potensi genetik yang akan dihasilkan C. Pemeriksaan Breeding oundness Examination (BSE) dibagi menjadi 3 yaitu: a) Evaluasi fisik Evaluasi fisik meliputi penampilan keseluruhan dari bull tersebut. Pemeriksaan dilakukan secara internal dan eksternal. 1) Eksternal Kondisi tubuh harus bagus SKT memenuhi standart, tidak terlalu gemuk atau kurus. Misalnya untuk bull SKT idealnya adalah 3 untuk skor antara 1-5 dan 6 untuk skor 1-9.

Evaluasi bentuk scrotum Gambar Bentuk skrotum yang biasa dijumpai pada sapi jantan. (A) skrotum dg bagian tepinya lurus, (B) skrotum normal, (C) bentuk skrotum melebar dengan ujung runcing (Coulter, 1987). Produksi sperma hanya terjadi ketika suhu agak lebih rendah dari tubuh. Bentuk scrotum dapat mempengaruhi produksi sperma. Sebagai contoh sapi jantan yang mempunyai bentuk scrotum dan testis menempel atau melekat pada tubuh memiliki masalah dengan pengaturan suhu sehingga dapat menyebabkan subfertil. Sebagai alternative, sapi jantan dengan scrotum yang terlalu menggantung dapat menyebabkan subfertil yang lebih besar karena kecenderungan mengayun dan rusak. Palpasi scrotum, testis dan epididimis - Hal-hal yang perlu di evaluasi antara lain suhu, ukuran, textur, kekenyalan, dan keserasian antara testis dan epididimis yang seharusnya dapat dibedakan. - Testis dapat secara bebas digerakkan dalam skrotum. - Caput dan cauda epididimis bisa dengan mudah dipalpasi. Namun, corpus epididimis sulit dipalpasi karena berada di bagian medial (Arthur, 2008) Penis dan preputium dapat mendeteksi sample bakteri. Mengamati mating behaviour (libido/ sex drive) - Faktor yang mempengaruhi sex drive antara lain: 1. Umur 2. Sexual experience

3. Social dominance - Ada hubungan antara libido tinggi dan kesuburan. Bull dengan libido yang tinggi effisien untuk mendeteksi sapi betina estrus. - Bull libido tinggi dengan kualitas semen intrinsiknya bagus akan banyak dikoleksi semennya dan mengakibatkan jumlah sperma habis. - Lingkar skrotum dan keabnormalan sperma tidak dapat dihubungkan dengan ukuran libido. - Sangat mungkin sesekali, bull dengan libido tinggi namun tidak mempunyai kualitas semen yang cukup untuk membuahi ovum.(Arthur, 2008) Pemeriksaan kesehatan secara lengkap dari fisik atau kondisi hewan. Sapi jantan harus mempunyai bentuk yang baik dan penglihatan yang baik. Sapi tersebut harus mampu berjalan dengan jarak yang panjang, kepincangan, radang sendi (Arthritis), tapak kaki abses dan penyakit pada telapak kaki tidak hanya mempengaruhi kemampuan kawin tetapi juga mempengaruhi produksi sperma apabila sapi jantan menghabiskan waktu dengan berbaring.

Abnormalitas pada sapi tersebut dapat mempengaruhi kualitas dan produksi semen. 2) Internal Pemeriksaan transrektal digunakan untuk mengevaluasi kesehatan organ atau saluran reproduksi sekunder sapi pejantan yang meliputi Uretra, prostate, vesikula

semilunalis, ampula dan vasdeferent. Untuk bull, stallion dan boar yang ukurannya besar dapat dilakukan palpasi transrectal. Namun, untuk ram, boar ukuran kecil dan anjing pemeriksaanya menggunakan digital examination (radiography).

Abnormalitas biasanya terjadi inflamasi pada vesikula seminalis, condisi tersebut dapat menyebabkan hewan pejantan menjadi infertile (Arthur, 2008). b) Diameter scrotum Ukuran diameter testis merupakan pelengkap dari pemeriksaan BSE. Diameter dari testis berhubungan langsung dengan kapasitas produksi semen. Setiap gram testis dapat memproduksi 15 juta sperma/hari. Total produksi sperma paling sedikit 6 milyar perhari. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa besarnya ukuran testis sapi jantan merupakan factor keturunan. Cara pengukuran pengukuran lingkar skrotum. Testis ditekan kebawah, meteran dilingkarkan pada bagian yang paling besar. (Perry & Patterson, 2001) Ukuran lingkar skrotum sapi jantan

Umur ( bulan ) 24

minimun lingkar skrotum ( cm ) 30 31 32 33 34

c) Evaluasi semen Bertujuan untuk mengetahui apakah jumlah normal spermatozoa dalam suatu ejakulat cukup untuk membuat kehamilan pada betina. Metode pengkoleksian semen Ada 4 metode pengkoleksian semen: a. Artificial Vagina (AV) / Vagina Buatan (VB)

b. Menggunakan Elektroejakulator Prinsip kerjanya yaitu memberi stimulus-stimulus elektrik yang secara teratur meningkat menjadi agak kuat dapat membangkitkan penis menjadi aktif, kontraksi ampula sehingga terjadi ejakulasi. Metode ini biasa dilakukan untuk hewan-hewan yang pincang atau luka-lika hingga tidak dapat berdiri. Selain itu ada faktor genetik yang perlu dipertimbangkan (Partodihardjo, 1987). c. Metode Masasse Metode masasse yaitu dengan cara mengurut-urut bagian saluram reproduksi hewan jantan yang mengandung semen, hingga semen mengalir melalui penis. Bagian utama yang diurut yaitu ampulla dan glandula vesicula seminalis. Metode ini yaitu hanya terbatas dilakukan pada hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda serta untuk sapi yang tua dan libidonya telah lemah itu dan untuk sapi

lumpuh/pincang. menggunakan

Selain

pengalama untuk

khusus dan

jari-jari

tangan

mengurut

menghafal letak-letak dari ampula maupun kelenjar lainnya juga diperlukan. d. Metode Koleksi Semen dari Vagina Betina Jarang dipakai, karena memilik banyak kekurangan yaitu dapat menularkan penyakit kelamin dari semen yang dideposisi di vagina akibat tercampur dengan mukus dari vagina. Motilitas semen Parameter standar untuk motilitas sperma tidak lebih dari 30%. Motilitas dari sperma tidak seharusnya digunakan sebagai ukuran kesuburan dari pejantan tersebut, hal ini dikarenakan

factor dari suhu, waktu, konsentrasi, kontaminasi dan metode evaluasi dapat mempengaruhi nilai motilitas semen. Morfologi semen Morfologi normal sperma adalah 70%. Abnormalitas dari semen dibagi menjadi 2 yaitu faktor utama dan faktor skunder, tergantung seperti apakah cacat yang terjadi didalam testis atau setelah sperma meninggalkan testis. Abnormalitas dapat terjadi dari berbagai factor seperti keturunan, kondisi yang stress, infeksi, meningkatnya suhu testis atau juga factor lain. Abnormalitas yang terjadi dapat bersifat sementara ataupun permanen, maka sapi pejantan harus diuji lagi 6 sampai 8 minggu kemudian (Anonim, 2009). Semen terdiri dari dua bagian, spermatozoa yang bersuspensi dalam suatu cairan atau medium semi geltinous yang disebut plasma semen. Spermatozoa dihasilkan di dalam testis sedangkan plasma semen adalah campuran sekresi yang dibuat oleh epididimis dan kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap. Produksi sperma di testis dan plasma semen oleh kelenjarkelenjar pelengkap dikontrol oleh hormon. Testis dipengaruhi oleh FSH dan LH sedangkan testis menghasilkan testosteron yang mengontrol perkembangan dan sekresi kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap. Perbedaan anatomik kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap pada beberapa jenis hewan menyebabkan pula perbedaan volume dan komposisi semen spesies-spesies tersebut. Semen sapi dan domba mempunyai volume yang kecil dengan konsentrasi sperma yang tinggi sehingga memberi warna krem. Semen kuda dan babi lebih banyak volumenya dengan konsentrasi sperma yang rendah sehingga warnanya keputih-putihan (Toelihere, 1981).

Plasma Semen Sekitar 90% volume semen sapi terdiri dari plasma semen. Malahan pada babi spermatozoa hanya membentuk 2-5% volume semen. Jumlah semen dan konsentrasi sperma antar spesies dan antar individu sangat berbeda-beda. Sifat-sifat fisik dan kimiawi semen sebagian besar ditentukan oleh plasma semen. Plasma semen mempunyai pH sekitar 7,0 dan tekanan osmotis sama dengan darah. Komposisi plasma semen : a. Natrium dan Kalium Konsentrasi kalium lebih tinggi di dalam sperma daripada di dalam plasma semen, sedangkan konsentrasi natrium sebaliknya. Ion-ion tersebut terutama kalum mempengaruhi daya tahan hidup sperma. b. Mucoprotein, peptida, asam-asam amino bebas, lipida, asam-asam lemak, vitamin-vitamin dan berbagai enzim dapat ditemukan di dalam plasma semen beberapa spesies. Suatu antiaglutinin, zat pelindung khusus terhadap aglutinasi kepala spermatozoa, telah ditemukan oleh beberapa peneliti dalam semen bebeerapa jenis hewan. c. Fruktosa Merupakan zat gula yang ditemukan di dalam semen sapi, domba dan babi dan berasal dari glukosa darah. Semen kuda hanya sedikit sekali mengandung fruktosa, sedangkan pada beberapa spesies misalnya kuda tidak mengandung sama sekali fruktosa. Konsentrasi fruktosa dalam semen sapi dan domba sangat tinggi dan merupakan makanan utama bagi spermatozoa. d. Asam sitrat Semen sapi mengandung asam sitrat dalam jumlah yang tinggi, tapi tidak dipakai oleh spermatozoa dan tidak penting untuk sumber energi. e. Ergothionin Suatu basa nitrogen yang mengandung sulfur, terdapat dalam jumlah yang cukup banyak di dalam semen kuda dan babi. Terutama dihasilkan oleh ampula pada kuda dan kelenjar vesikulares babi.

f. Prostalgandin Suatu hormon lokall yang dihasilkan di dalam prostat dan kelenjar vesikulares. Prostalgandin mungkin memegang peranan penting dalam pengosongan kelenjar-kelenjar prostat dan vesikulares. g. Air h. Calsium i. j. Magnesium Chlorida

k. Sorbitol Suatu alkohol gula, dapat dioksider menjadi fruktosa oleh sel-sel sperma untuk dikonsumsi kemudian. l. Inositol Sangat banyak di dalam semen babi, tetapi seperti asam sitrat, tidak dimetaboliser oleh spermatozoa. m. GPC (Glycerylphosporyl choline) Suatu basa Nittrogen, yang terdapat dalam konsentrasi yang besar pada ternak besar dan terutama dihasilkan oleh epididimis. GPC tidak dapat digunakan langsung oleh spermatozoa, tetapi suatu enzim di dalam sekresi saluran kelamin betina mampu merombaknya menjadi kesatuan yang lebih sederhana sehingga dapat dimanfaatkan oleh spermatozoa. Oleh karena itu, GPC mungkin merupakan suatu sumber energi bagi spermatozoa di dalam saluran kelamin betina. n. Plasmalogen (Toelihere, 1981). 2. Hormon reproduksi jantan