4
Konflik antara KPU Kota dengan Panwas Kota Konflik antara KPU Kota dan Panwas Kota dilatarbelakangi, pertama oleh kurang akuratnya data pemilih. Data pemilih diambil dari data di Kantor Catatan Sipil, namun masih banyak menyimpan kesalahan. Panwas menemukan kasus ada penduduk yang belum 17 tahun telah terdaftar sebagai pemilih, sementara itu ada warga yang sudah berhak memilih tidak terdaftar sebagai pemilih. Beberapa warga melaporkan ke Panwas setelah ditetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) bahkan saat menjelang pemilihan yaitu ketika didistribusikan kartu pemilih. Menurut Ketua Panwas Kota, dibandingkan dengan data Pimilihan Gubernur (Pilgub) tahun 2005, data untuk Pilkada jauh lebih meningkat. Data Pilgub berjumlah 67 ribu, sementara data Pilkada 73 ribu, bertambah 10 %. Pertambahan warga yang mempunyai hak pilih ini mengundang pertanyaan Panwas, “apakah pertumbuhan penduduk Kota Payakumbuh dalam kurun waktu 2 tahun sedemikian tinggi ?” Bagi pemilih yang tidak mendapat kartu pemilih dimungkinkan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk mencoblos. Catatan yang ada di Panwas, ada sekitar 100 warga yang tidak mendapat kartu pemilih. \ Masalah kedua, terkait dengan jumlah pemilih, terdapat perbedaan antara KPU Kota dengan Panwas. Perbedaan tersebut terkait dengan masalah jumlah pemilih di daerah perbatasan. Masalahnya mereka berdomisili di daerah Kabupaten Limapuluh Kota tapi mereka memiliki KTP Kotamadya Payakumbuh. Masalah itu timbul karena peraturan perundangan yang terkait dengan pemilihan kepala daerah tidak mengatur masalah penduduk perbatasan. Karena yang menjadi patokan adalah KTP, maka ketika ada pemilihan di Kabupaten Limapuluh Kota mereka terdaftar sebagai pemilih di Kabupaten tersebut. Hal itu terjadi karena mereka mempunyai dua KTP, yakni KTP Kota Payakumbuh dan KTP Kab. Limapuluh Kota. Wilayah perbatasan tersebut adalah wilayah antara Kota Payakumbuh Utara dengan Kabupaten Limapuluh Kota yakni Api-Api yang statusnya tidak jelas. Pejabat Provinsi pun tidak berani mengambil keputusan yang tegas dengan batas wilayah itu, dan masalah tersebut diserahkan ke Kabupaten Limapuluh Kota dan Kotamadya Payakumbuh. Namun, di tingkat kabupaten dan kota tidak dibicarakan secara tuntas. Hal itu karena wilayah administratif bisa dibagi, akan tetapi wilayah kesukuan tidak bisa dibagi. Karena orang-orang tersebut berdomisili di Payakumbuh, mereka mengaku orang Payakumbuh, walaupun secara administratif masuk ke Kabupaten Limapuluh Kota. Untuk mengatasi masalah ini maka telah bertemu pihak KPUD, Panwas, Muspida Kota Payakumbuh dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Limapuluh Kota. Hasilnya adalah bahwa penduduk di Api-Api tidak boleh menggunakan hak pilihnya untuk Pilkada Kota Payakumbuh. Konflik antara KPUD dengan PKS pada Pencalonan Walikota/Wakil Walikota Konflik pada proses pencalonan terjadi antara KPUD dengan pasangan calon dari PKS. KPUD menetapkan aturan bahwa pakaian calon adalah memakai Pakaian Sipil Lengkap (PSL). Namun pasangan calon dari PKS memakai pakaian adat. Terjadi misinterpretasi antara KPUD dengan PKS. KPUD menetapkan bahwa pakaian calon baik dalam pendaftaran calon di KPUD dengan pakaian digambar untuk kampanye sama yakni berpakaian PSL. Sementara PKS bersikeras bahwa pakaian PSL hanya digunakan saat pendaftaran saja, sementara gambar untuk kepentingan kampanye bisa memakai pakaian adat. Namun begitu KPUD mengalah dan membiarkan calon dari PKS memakai pakaian adat sesuai dengan ciri partai PKS yang bercirikan Islam. Konflik antar Anggota Partai Pendukung Calon dengan Panwas pada Masa Kampanye

Artikel Nilai Dan Norma Sosial

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel Nilai Dan Norma Sosial

Konflik antara KPU Kota dengan Panwas KotaKonflik antara KPU Kota dan Panwas Kota dilatarbelakangi, pertamaoleh kurang akuratnya data pemilih. Data pemilih diambil dari data di KantorCatatan Sipil, namun masih banyak menyimpan kesalahan. Panwas menemukankasus ada penduduk yang belum 17 tahun telah terdaftar sebagai pemilih,sementara itu ada warga yang sudah berhak memilih tidak terdaftar sebagaipemilih.Beberapa warga melaporkan ke Panwas setelah ditetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) bahkan saat menjelang pemilihan yaitu ketika didistribusikan kartu pemilih. Menurut Ketua Panwas Kota, dibandingkan dengan data Pimilihan Gubernur (Pilgub) tahun 2005, data untuk Pilkada jauh lebih meningkat. Data Pilgub berjumlah 67 ribu, sementara data Pilkada 73 ribu, bertambah 10 %. Pertambahan warga yang mempunyai hak pilih ini mengundang pertanyaan Panwas, “apakah pertumbuhan penduduk Kota Payakumbuh dalam kurun waktu2 tahun sedemikian tinggi ?” Bagi pemilih yang tidak mendapat kartu pemilih dimungkinkan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk mencoblos. Catatan yang ada di Panwas, ada sekitar 100 warga yang tidak mendapat kartu pemilih.\

Masalah kedua, terkait dengan jumlah pemilih, terdapat perbedaan antara KPU Kota dengan Panwas. Perbedaan tersebut terkait dengan masalah jumlah pemilih di daerah perbatasan. Masalahnya mereka berdomisili di daerah Kabupaten Limapuluh Kota tapi mereka memiliki KTP Kotamadya Payakumbuh. Masalah itu timbul karena peraturan perundangan yang terkait dengan pemilihan kepala daerah tidak mengatur masalah penduduk perbatasan. Karena yang menjadi patokan adalah KTP, maka ketika ada pemilihan di Kabupaten Limapuluh Kota mereka terdaftar sebagai pemilih di Kabupaten tersebut. Hal itu terjadi karena mereka mempunyai dua KTP, yakni KTP Kota Payakumbuh dan KTP Kab. Limapuluh Kota. Wilayah perbatasan tersebut adalah wilayah antara Kota Payakumbuh Utara dengan Kabupaten Limapuluh Kota yakni Api-Api yang statusnya tidak jelas. Pejabat Provinsi pun tidak berani mengambil keputusan yang tegas dengan batas wilayah itu, dan masalah tersebut diserahkan ke Kabupaten Limapuluh Kota dan Kotamadya Payakumbuh. Namun, di tingkat kabupaten dan kota tidak dibicarakan secara tuntas. Hal itu karena wilayah administratif bisa dibagi, akan tetapi wilayah kesukuan tidak bisa dibagi. Karena orang-orang tersebut berdomisili di Payakumbuh, mereka mengaku orang Payakumbuh, walaupun secara administratif masuk ke Kabupaten Limapuluh Kota. Untuk mengatasi masalah ini maka telah bertemu pihak KPUD, Panwas, Muspida Kota Payakumbuh dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Limapuluh Kota. Hasilnya adalah bahwa penduduk di Api-Api tidak boleh menggunakan hak pilihnya untukPilkada Kota Payakumbuh.

Konflik antara KPUD dengan PKS pada Pencalonan Walikota/Wakil WalikotaKonflik pada proses pencalonan terjadi antara KPUD dengan pasangan calon dari PKS. KPUD menetapkan aturan bahwa pakaian calon adalah memakai Pakaian Sipil Lengkap (PSL). Namun pasangan calon dari PKS memakai pakaian adat. Terjadi misinterpretasi antara KPUD dengan PKS. KPUD menetapkan bahwa pakaian calon baik dalam pendaftaran calon di KPUD dengan pakaian digambar untuk kampanye sama yakni berpakaian PSL. Sementara PKS bersikeras bahwa pakaian PSL hanya digunakan saat pendaftaran saja, sementara gambar untuk kepentingan kampanye bisa memakai pakaian adat. Namun begitu KPUD mengalah dan membiarkan calon dari PKS memakai pakaian adat sesuai dengan ciri partai PKS yang bercirikan Islam.

Konflik antar Anggota Partai Pendukung Calon dengan Panwas pada Masa KampanyeSebelum tahap kampanye dimulai banyak partai-partai pendukung pasangan calon tertentu yang melakukan pelanggaran yakni menempel atributatribut calon seperti poster, dan spanduk. Persiapan dari calon incumbent relatif sudah berjalan lebih dahulu, sementara pasangan calon yang lain baru memulai. Pendukung dari pasangan incumbent menggunakan kesempatan tersebut untuk menyebar poster, alat-alat peraga. Secara umum itu dianggap sebagai pelanggaran. Hal ini karena masuk dalam kategori kampanye yang sifatnya mengajak, memberitahu sehingga orang tertarik untuk memilih. Melihat pelanggaran-pelanggaran tersebut Panwas mengkajipelanggaran-pelanggaran itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait penyelenggaraan Pilkada. Namun menurut Ketua Panwas, hal tersebut sulit dijangkau karena menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 116 dinyatakan bahwa yang masuk pada kategori kampanye seperti yang diatur dalam Pasal 75 (2) yakni kampanye diluar dari waktu yang telah diatur KPUD. Rentang waktu antara tahap pendaftaran pemilih hingga tahap kampanye cukup panjang yakni sebulan. Waktu sebulan ini digunakan oleh para calon dan partai pendukungnya dengan aktivitasnya masing-masing. Selain itu, terjadi juga konflik antara tim kampanye pasangan Josrizal- Syamsul Bahri. Konflik itu terjadi saat berlangsungnya kampanye arak-arakanyang dilakukan oleh pendukung dan partai pengusung pasangan tersebut. Pawai tersebut melanggar Pasal 78 (J) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang melarang melakukan kampanye arak-arakan dengan pawai. Pihak kepolisian mengambil tindakan untuk memecah arak-arakan tersebut dan diarahkan ke 4 (empat) arah, sehingga tidak berkonvoi panjang. Arak-arakan hanya sekitar 20 – 30 mobil, arak-arakan tidak sempat masuk kota karena diblokir.

Page 2: Artikel Nilai Dan Norma Sosial

Namun sewaktu kasus ini diproses secara hukum, “ternyata kasus ini tidak bisa didekati dengan pasal 116 UU No. 32 Tahun 2004 yakni pasal tentang kampanye di luar jadwal”. Sehingga langkah yang diambil Panwas adalah; “pertama; tindakan preventif dalam arti memberikan pemahaman, sosialisasi, kesadaran pada pasangan calon untuk tidak melakukan hal-hal itu. Pasangan calon dan timnya diundang ke kantor Panwas kemudian dijelaskan aturan main pilkada. Kedua; menggunakan pendekatan persuasif. Apabila masih ada indikasi mengarah pada terjadinya pelanggaran, maka diberitahu, ditelpon, disurati agar tidak melakukan kembali. Apabila hal ini juga tidak berpengaruh, maka Panwas sebatas menertibkan semua atributatributpasangan calon atau partai pengusungnya.” Disinyalir, pada masa kampanye ini pasangan calon Josrizal-Syamsul Bahri juga banyak menggunakan fasilitas dan memoblisasi staf Pemerintah Kota untuk kepentingan kampanye. Tapi kritik dari partai pendukung pasangan calon lain tidak diperhatikan. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh salah satu fungsionaris partai Golkar dengan mangatakan; “Tapi kritik dari pendukung calon pasangan lain tidak mendapat tanggapan yang semestinya baik dari aparat kepolisian, demikian juga dengan Panwas yang tidak banyak berbuat atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di masa kampanye”.29 Sepengakuan Ketua Panwas, bahwa memang instruksi tertulis tidak ada tapi desas desus di masyarakat memang itu dikondisikan, terutama pada kampanye terakhir.”

Konflik Terselubung antar Partai-Partai Pendukung Calon Walikota/Wakil WalikotaPada Masa Tenang, muncul praktek yang beraroma money politic yang dilakukan oleh pasangan calon incumbent. Pasangan calon tersebut membagibagikan uang insentif pada RT/RW yang dikatakan sebagai insentif hari raya.Ketua panwas merasakan ada kejanggalan dalam praktek tersebut. Terkait dengan posisi calon incumbent itu salah satu fungsionaris PKS mengatakan bahwa ; “Calon incumbent yang hanya mendapat cuti 14 hari menjelang pelaksanaan Pilkada sungguh merugikan pasangan calon yang lain. Semua sumberdaya yang ada di Pemerintah Kota yang masih dikuasainya dimanfaatkan untuk kepentingan memenangkan pencalonannya.”32 Terkait dengan peran aparat desa dalam hal ini para ketua Rukun Tetangga (RT), pihak PKS menaruh kecurigaan kepada ketua-ketua RT dalam hal pendaftaran pemilih. Kecurigaan tersebut yakni bahwa mereka dirasa kurang maksimal, kurang teliti, ada indikasi kesengajaan karena para RT dikooptasi oleh Walikota yang juga menjadi calon walikota. Pengakuan dari fungsionaris PKS tersebut bahwa “pada saat itu sudah diatasnamakan bahwa RT adalah di kubu incumbent, bahkan ada di daerah tertentu lurah sampai RT dikoop oleh incumbent, mungkin yang tidak setuju hanya beberapa orang.” PKS Payakumbuh berkeyakinan bahwa kalau ada incumbent mencalonkan diri menjadi calon kepala daerah, bisa dipastikan ada pengerahanpengerahan. PKS berkeberatan ketika incumbent tidak mengundurkan diri, karena posisinya sebagai kepala daerah akan dimanfaatkan untuk kepentingan dirinya. Menurutnya walaupun aturan itu berdasarkan UU yang legal, namun terasa tidak adil, semestinya mengundurkan diri. Kasus lain adalah kasus kampanye hitam yakni adanya selebaran yang mendiskreditkan Pasangan Benny-Hendri, tapi kasus itu segera ditangani oleh Panwas dan Polres Payakumbuh.34 Tindakan provokatif di masa tenang ini memang tidak mengakibatkan konflik yang melibatkan pihak-pihak tertentu, karena dalam tindakan provokatif ini pihak yang melancarkan aksi tidak menampakkan diri secara terang-terangan. Sehingga Panwas juga pihak kepolisian hanya bisa mengambil tindakan yang bersifat menormalkan keadaan.

Konflik antara Pendukung dan Pasangan Calon Terpilih denganPendukung dan Pasangan Calon yang Kalah dalam PilkadaPemungutan suara Pilkada Payakumbuh dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2007. Warga yang menggunakan hak pilihnya berjumlah 50.443 orang dari 73.032 Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sementara itu, sebanyak 22.589pemilih tidak menggunakan hak suaranya. Hasil Pilkada menunjukkan, pasangan Josrizal Zain - Syamsul Bahri unggul dengan 49 persen suara (24.788 pemilih). Disusul pasangan Masrul Malik - Risman Mukhtar dengan 10.828 pemilih (21,93 persen), pasangan Benny Mukhtar - Hendri 7.208 suara (15,77 persen) dan Ardi-Nasrullah 6.799 suara (12.88 persen).Sebelum pelantikan pasangan terpilih Josrizal Zain-Syamsul Bahri dilakukan, suasana konflik terlihat antara pasangan dan pendukung calon terpilih dan pasangan serta pendukung calon yang kalah dalam Pilkada. Tiga pasang calon yang kalah dalam Pilkada mengajukan protes karena telah terjadi beberapa kecurangan. Kecurangan itu misalnya “surat suara yang tidak terdistribusikan secara benar. Ada pemilih yang berhak memilih, tapi tak mendapatkan surat suara, ada pula yang malah mendapatkan surat suara ganda.”36

Saat itu ketiga pasangan tersebut mengajukan protes ke KPUD, Panwas Kota dan KPUD Sumbar. Mereka juga menengarai ada permainan uang (money politics) pada saat menjelang pencoblosan. Setiap orang diberikan Rp10 ribu - Rp15 ribu untuk memilih pasangan tersebut. Namun sampai acara pelantikan Walikota/Wakil Walikota Payakumbuh dilaksanakan, ancaman ketiga pasangan yang gagal dalam Pilkada tidak direalisasikan. Bahkan Gubernur Gamawan Fauzi yang melantik Walikota/ Wakil Walikota memuji kesuksesan Pilkada Payakumbuh dan menyatakan bahwa Pilkada Payakumbuh patut diteladani oleh Kota/Kabupaten lain yang akan melaksanakan Pilkada.

Page 3: Artikel Nilai Dan Norma Sosial

Konflik antara Pemantau Pilkada dengan KPU Kota dan Panwas KotaSampai pada saat pelantikan terhadap pasangan calon terpilih dilakukan tanggal 22 September 2007, namun tahapan Pilkada Payakumbuh belum sepenuhnya sempurna dilalui. Satu hal yang belum dijalankan KPUD adalah pengumuman hasil audit dana kampanye pasangan calon kepala daerah kepada publik. Padahal, pengumuman ini mutlak dilakukan sesuai dengan pasal 84 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Akibatnya, sejumlah lembaga yang pernah memantau jalannya Pilkada Payakumbuh menilai, KPUD telah mengabaikan peraturan. Menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 83 dan 94, sumbangan dana kampanye yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan atau badan hukum swasta, mesti disampaikan pasangan calon kepada KPUD satu hari setelah dan sesudah masa kampanye berakhir.Selain itu, KPUD mesti mengumumkan pula laporan sumbangan dana setiap pasangan calon kepala daerah kepada masyarakat, melalui media massa. Pengumuman ini menurut Pasal 83 ayat 7 UU Nomor 32 tahun 2004 dilakukan KPUD satu hari setelah menerima laporan dari pasangan calon. Namun sampai 5 minggu setelah pemungutan suara KPU Kota belum menmpublikasikan, seperti yang disitir oleh Ketua Panwas kota bahwa; “namun sampai sekarang, KPUD belum juga mengumumkannya. Sehingga publik tidak tahu, apakah calon kepala daerah sudah menyerahkan laporan dana kampanyenya? Atau KPUD yang memang belum menyampaikan melalui media massa? Karena itu, kami harapKPUD tidak lengah.”Selain itu, pasca penghitungan suara, konflik yang melibatkan KPU Kota dengan Panwas Kota terkait dengan penyampaian informasi kegiatan Pilkada kepada publik. Diatur dalam UU No. 22 tahun 2007, juga UU No. 32Tahun 2004, dan PP No. 6 Tahun 2005 bahwa KPUD harus menyampaikan informasi kegiatannya kepada publik, tapi yang menjadi permasalahan adalah; bagaimana mekanisme yang ditempuh untuk menyampaikan kegiatannyakepada publik? bagaimana format penyampaian informasinya? Mempublikasinya dimana? menyangkut materinya, materi apa yang dilaporkan ke publik? Yang dimaksud dengan publik tersebut publik yang mana? Terabaikannya penyampaian informasi kegiatan ke publik ini oleh KPU Kota membuat Panwas tidak bisa menindaklanjuti, karena tidak jelas standar/ukuran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.