Upload
imam-hidayat
View
364
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RUKHSAH PUASADosen Pengampu: DR. Nawari Issmail, M.Ag
TUGAS AGAMA II
KERINGANAN DALAM PUASA
PUASA
"Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari sejak terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari yang disertai niat.”(Sabiq, Fiqh as-Sunnah I, hlm 364).
Al-Sharfani dalam Subul as-Salam menambahkan bahwa puasa atau menahan diri tersebut tidak
hanya sebatas menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa tetapi juga menahan diri dari
hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa seperti perbuatan dan perkataan sia-sia, dusta, jorok
dan bertengkar, semacamnya, dari sejak terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari
yang disertai niat.
RUKUN PUASA
NIAT(Mahzab Syafi’i dan Maliki)
Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari sejak terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari. (Al-Qur'an surat Al-Baqarah: 187)
SYARAT PUASA
Muslim,yaitu orang yang beragama Islam
Mumayyiz,yaitu orang yang sudah dewasa(baligh) dan berakal(aqil)
Kuat berpuasa(qadir) tidak sedang sakit, bepergian jauh, bukan orang tua renta, ibu hamil atau baru melahirkan
Sucidari haid, nifas atau pun wiladah
Dikerjakan pada hari yang dibolehkan berpuasa, tidak pada hari yang diharamkan berpuasa, seperti pada dua hari raya Ied dan hari Tasyrik.
Hal yang Membatalkan Puasa
Makan Minum
Hubungan seksual
Muntah dengan sengaja
Haid dan Nifas
Gila saat sedang puasa
Hal yang Dapat Mengurangi Nilai Puasa
Mengerjakan hal-hal yang memang dibenci oleh Allah SWT
Bertengkar
Berkata jorok
Berperilaku curang
Berbuat sesuatu yang tidak ada manfaatnya dan semacamnya.
RUKHSAH PUASAKEMUDAHAN DALAM PUASA
Secara etimologi, rukhshah berarti
kemudahan, kelapangan, dan kemurahan.
Sedangkan kata rukhshah menurut terminologi adalah “sesuatu hukum yang
diatur syara’ karena ada satu udzur yang berat dan menyukarkan” atau
“hukum yang telah ditetapkan untuk memberikan kemudahan bagi mukallaf
pada keadaan tertentu yang menyebabkan kemudahan.”
Dalam ibadah puasa terdapat beberapa udzur atau penyebab berlakunya
hukum ruhkshah bagi mukallaf yang telah menerima kewajiban
melaksanakan ibadah puasa ramadhan, yaitu sebagai berikut:
Banyak hadits shahih membolehkan musafir untuk tidak puasa, dan Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang berfirman, yang artinya: “Dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu, pada hari yang lain. Allah mengendaki kemudahan bagimu dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu” [Al-Baqarah : 184].
1. MUSAFIR
2. SAKIT
Allah membolehkan orang yang sakit untuk berbuka sebagai rahmat dari-Nya, dan kemudahan bagi orang yang sakit tersebut. Sakit yang membolehkan berbuka adalah sakit yang apabila dibawa berpuasa akan menyebabkan suatu madharat atau menjadi semakin parah penyakitnya atau dikhawatirkan terlambat kesembuhannya. sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surah Al-Baqarah : 184 di atas.
Ibnu Qudamah berkata, “Ahlul ilmi sepakat bahwa wanita haid dan nifas tidak halal untuk berpuasa, bahkan keduanya harus berbuka di bulan Ramadhan dan mengqadhanya. Bila keduanya tetap berpuasa maka puasa tersebut tidak mencukupi keduanya (tidak sah)….” (Al-Mughni, kitab Ash-Shiyam, Mas’alah wa Idza Hadhatil Mar’ah au Nafisat)
3. HAID DAN NIFAS
4. WANITA HAMIL DAN MENYUSUI
Adapun jika mereka wanita hamil dan menyusui sanggup melaksanakan shaum tetapi khawatir berbahaya bagi kandungannya dan bayinya, maka ia mendapatkan rukhsoh untuk berbuka dengan kewajiban qodho dan membayar fidyah.
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata : “Kakek dan nenek yang lanjut usia, yang tidak mampu puasa harus memberi makan setiap harinya seorang miskin” [Hadits Riwayat Bukhari 4505, Lihat Syarhus Sunnah 6/316, Fathul bari 8/180. Nailul Authar 4/315. Irwaul Ghalil 4/22-25
5. Kakek dan Nenek yang Sudah Lanjut Usia
“Orang-orang yang tidak mampu puasa harus mengeluarkan
fidyah makan bagi orang miskin” [Al-Baqarah : 184].
KESIMPULAN
Ibadah puasa terutama puasa ramadhan diwajibkan Allah SWT kepada setiap orang
Islam yang sudah memenuhi seluruh persyaratan yaitu seorang muslim yang berakal,
baligh, sehat, dan mabit/mukim (menetap di tempat tinggalnya). Meskipun demikian, Allah
SWT selalu memberikan peraturan sesuai dengan kondisi dan kemampuan hamba-Nya.
Karena itulah, Allah SWT juga memberikan rukhsah(keringanan) kepada orang-orang
yang wajib berpuasa akan tetapi tidak memungkinkan untuk melaksanakan sebagaimana
mestinya. Namun ada aturan-aturan dan syarat-syarat tertentu yang memperbolehkan
mukallaf untuk memperoleh rukshah. Oleh karena itu sangat penting bagi pemeluk agama
Islam untuk memahami aturan-aturan dan syarat-syarat yang mengatur tentang rukhsah
dalam berpuasa.