10
Ibu Jangan Pergi Lagi Karya : Rif’atin Hubaya Laela Safitri Maemunah menatap kalender yang menempel di dinding kamarnya. Matanya meneliti angka-angka yang berderet rapi itu. Ah, seminggu lagi, desis Maemunah dalam hati. Kemudian Maemunah membalikkan badan. Melangkah lesu ke tepi ranjang. Duduk terpekur di sana. Kini tatapan mata Maemunah beralih ke sebuah figura yang terpajang di meja belajar. Diraihnya figura tua itu. Ada foto ibu, Maemunah, dan Ahmad di dalamnya. Itu adalah foto kenang-kenangan ketika mereka berlibur ke pantai. Dalam foto itu ibu tersenyum manis sekali. Ah, melamunkan ibu Maemunah jadi terharu. Rasanya tak sabar menunggu saat itu tiba. Saat yang telah lama dinanti- nantikan Maemunah. Sudah dua tahun Maemunah dan Ahmad adik lelakinya, berpisah dengan ibu. Rasanya berat sekali. Rasa kangen selalu hinggap di hati Maemunah. Ketika teman-teman sebayanya bermanja dengan ibunya, Maemunah hanya bisa melamun. Ketika semua orang bersukacita di hari lebaran. Maemunah dan Ahmad merasa ada yang kurang lengkap di antara mereka.

Ibu jangan pergi lagi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sepenggal karangan pribadi

Citation preview

Page 1: Ibu jangan pergi lagi

Ibu Jangan Pergi LagiKarya : Rif’atin Hubaya Laela Safitri

Maemunah menatap kalender yang menempel di dinding kamarnya.

Matanya meneliti angka-angka yang berderet rapi itu. Ah, seminggu lagi, desis

Maemunah dalam hati. Kemudian Maemunah membalikkan badan. Melangkah

lesu ke tepi ranjang. Duduk terpekur di sana. Kini tatapan mata Maemunah beralih

ke sebuah figura yang terpajang di meja belajar. Diraihnya figura tua itu. Ada foto

ibu, Maemunah, dan Ahmad di dalamnya. Itu adalah foto kenang-kenangan ketika

mereka berlibur ke pantai. Dalam foto itu ibu tersenyum manis sekali. Ah,

melamunkan ibu Maemunah jadi terharu. Rasanya tak sabar menunggu saat itu

tiba. Saat yang telah lama dinanti-nantikan Maemunah.

Sudah dua tahun Maemunah dan Ahmad adik lelakinya, berpisah dengan

ibu. Rasanya berat sekali. Rasa kangen selalu hinggap di hati Maemunah. Ketika

teman-teman sebayanya bermanja dengan ibunya, Maemunah hanya bisa

melamun. Ketika semua orang bersukacita di hari lebaran. Maemunah dan Ahmad

merasa ada yang kurang lengkap di antara mereka.

Dua tahun lalu, ibu pergi ke Arab saudi. Jadi tenaga kerja Indonesia di

sana. Sebenarnya Maemunah dan Ahmad keberatan saat itu . mereka pasti

kesepian jika ditinggal ibu dalam waktu yang lama. Tapi Maemunah dan Ahnad

harus menerima kenyataan. Sejak Bapak pergi jauh, Ibu yang harus menjadi ulang

punggung keluarga.

Bapak meninggal ketika Maemunah kelas 4 SD. Suatu sore, sebuah mobil

nyelonong menghantam grobak bakso milik Bapak yang sedang berhenti di tepi

jalan . kata beberapa saksi mata, mobil itu mendadak pecah ban di tengah jalan.

Page 2: Ibu jangan pergi lagi

Sopirnya tak bisa mengendalikan kemudi hingga akhirnya menabrak gerobak

bakso Bapak. Maemunah sedih sekali mendapat kabar bahwa Bapak jadi korban

dalam kecelakaan itu. Dia ta menyangka begitu cepat Tuhan memanggil Bapak.

Setelah Bapak pergi Ibu memboyong Maemunah dan Ahmad ke rumah

kakek . Letaknya di luar kota. Belum genap setahun tinggal di sana, Maemunah

harus merasakan kehilangan lagi. Ibu dan beberapa tetangga sekitar rumah kakek,

ingin mencari kerja di Saudi Arabia. Setelah mencari informasi kesana-kemari dan

mengurus persyaratan yang diperlukan, akhirnya Ibu berangkat juga.

“ Mae,Ibu pergi demi masa depan kita. Setelah dua tahun di sana, Ibu pasti

kembali. Uang tabungan Ibu selama bekerja bisa jadi modal usaha, juga bisa

membiayai pendidikan kalian.”

“ Tapi Saudi Arabia itu kan jauh, Bu. Bagaimana kalau terjadi apa-apa?”

Ibu tersenyum sambil membelai rambut Maemunah. Ibu bisa merasakan

kecemasan dalam hati puterinya itu. Jauh di dalam lubuk hatinya, Ibu sendiri

merasa berat hati untuk berpisah dengan kedua anaknya. Tapi Ibu tidak ada

pilihan lain.

“ Jangan khawatir, Mae. Ibu janji akan mengirin surat dan menelepon dari

Saudi. Selama Ibu pergi, kalian harus rajin sembahyang dan mendo’akan Ibu, ya.”

Demikian pesan Ibu kepada Maemunah dan Ahmad menjelang

keberangkatan ke Surabaya.

Kata Ibu, Ibu akan di karantina selama tiga setengah bulan di Surabaya.

Selama di karantina itu, Ibu dan teman-temannya akan dilatih berbagai

keterampilan. Setelah itu barulah mereka diberangkatkan ke luar negeri.

Page 3: Ibu jangan pergi lagi

Waktu Ibu pergi, Maemunah masih kelas enam SD. Sekarang Maemunah

sudah kelas dua SMP. Ahmad tahun depan akan masuk SD. Hari-hari pertama

setelah Ibu pergi, Maemunah dan Ahmad masih merasa kehilangan. Tak ada yang

menemani dan mendongeng sebelum tidur. Tapi, lama kelamaan mereka mulai

terbiasa. Kakek dan Nenek sangat sayang kepada cucu-cucunya itu.

Ibu menepati janji. Selama di Saudi Arabia, Ibu rutin mengirim surat atau

menelepon. Dalam suratnya Ibu menjelaskan bahwa keadaannya di Saudi Arabi

baik-baik saja. Ibu bekerja di sebuah perusahaan makanan. Ternyata banyak juga

orang Indonesia yang bekerja di sana. Ibu jadi merasa seperti di negeri sendiri.

Selain itu, Ibu juga mengirimkan beberapa foto untuk mengobati kangen keluarga

di tanah air.

Maemunah bukannya tidak khawatir dengan keadaan Ibu. Lewat koran

atau berita televisi, dia tahu banyak TKI mengalami nasib buruk di luar negeri.

Ada yang diperlakukan tidak manusiawi oleh majikan, ada yang terpaksa

dipulangkan karena tak ada surat-surat resmi, bahkan ada yang pulang tinggal

nama.

Kadang kala jika tengah malam Maemunah terjaga dari tidur dan

mengingat Ibu, diam-diam meneteslah air mata Maemunah. Begitu besar

perjuangan dan pengorbanan Ibu. Semua dilakukan untuk membahagiakan anak-

anaknya. Di ujung tangisnya, Maemunah berjanji tidak akan mengecewakan Ibu.

Dia akan rajin belajar dan berbakti kepada Ibu.

*****

Page 4: Ibu jangan pergi lagi

“ Ibu pulang ! Ibu pulang ! “

Minggu pagi yang tenang mendadak heboh dengan teriakan Ahmad.

Maemunah yang sedang menonton film kartun di televisi, langsung bergegas ke

depan rumah. Kakek, Nenek, Bibi Nana, dan Paman Husen, tak ketinggalan.

Mereka seperti balap lari demi melihat Ibu.

Di depan rumah ada bis kecil. Ibu keluar dari dalam bis itu. Wajahnya

nampak letih. Namun begitu melihat Kakek, Nenek, Maemunah dan Ahmad,

wajah letih itu lenyap seketika digantikan senyum kegembiraan. Sopir travel dan

Paman Husen bahu membahu membawakan dua koper besar ke dalam rumah.

“ Ibu...” teriak Maemunah sambil menghambur ke pelukan Ibu. Ahmad

menyusul di belakangnya.

“ Ibu, Mae kangen.” Kata Maemunah sambil menangis sesengukan. Ibu

pun tak kuasa membendung air matanya. Dua tahun berpisah adalah saat-saat

yang menyiksa. Apalagi jika rindu tanah air dan keluarga itu datang tiba-tiba.

Penantian selama dua tahun akhirnya usai. Sekarang, Ibu telah pulang ke

Indonesia. Kembali bersama Maemunah dan Ahmad.

Hari itu menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Ibu, Maemunah

dan Ahmad. Mereka kunpul di ruang keluarga. Meski tak banyak kata yang

terucap dari bibir Kakek dan Nenek, namun keharuan terpancar jelas di wajah

mereka. Bibi Nana muncul dari dapur, membawakan segelas teh manis, air putih

dan panganan kecil khas Indonesia. Ibu bersemangat sekali mencicipinya.

Rupanya Ibu sangat rindu makanan khas Indonesia. Terutama yang pedas-pedas,

karena di sana jarang ada makanan yang pedas.

Page 5: Ibu jangan pergi lagi

Meski lelah, Ibu tetap bersemangat menceritakan pengalaman selama di

negeri unta. Perusahaan yang memberangkatkan Ibu ke Saudi Arabia adalah

perusahaan resmi yang diakui pemerintah, jadi Ibu tak mengalami kejadian buruk

seperti yang ada di koran atau televisi. Tak lupa Ibu membagikan buah tangan

alias oleh-oleh yang dibawa langsung Saudi Arabia. Sajadah, kurma, tasbih,

pernak-pernik khas Saudi Arabia dan barang khas Saudi lainnya. Ah. Seperti

orang baru pulang haji saja Ibu ini. Alhamdulillah, seluruh anggota keluarga

kebagian.

“ Ayo, sekarang kita makan bersana-sama. Nenek sudah siapkan pindang

ikan patin kedukaan Ibu kalian.” Kata Kakek sambil menggendong Ahmad. Ibu

senang sekali mendengarnya.

Ketika Ibu bangkit dari kursi , Maemunah bergelayut di pundak Ibu.

“ Ibu, Ibu jangan pergi lagi ya,” rajuknya manja.

“ Tidak sayang. Ibu janji tidak akan pergi lagi. Ibu sayang kalian semua.”

Jelas Ibu sambil mengusap kepala Maemunah dan Ahmad bergantian.

Semua yang ada dalam ruangan itu tersenyum bahagia.

“ Ayo, nanti lagi kangen-kangenannya. Sekarang kita makan dulu, ikan

pindangnya udah hampir dingin tuh” kata Bi Nana tiba-tiba muncul.

“ Serbuu ! seru Maemunah dan Ahmad berlari.

Suasana makan kali ini benar-benar berbeda. Ini adalah pertamakalinya

Maemunah makan bersama kembali dengan Ibu setelah selama dua tahun tidak

bersua. Maemunah membayangkan bagaimana dengan lebaran nanti. Ah, pasti

sangat membahagiakan pikir Maemunah dalam hati. Ia terus menempel di dekat

Ibu, sepertinya Maemunah sangat takut Ibu pergi lagi. Ia juga menepati janjinya

Page 6: Ibu jangan pergi lagi

untuk menjadi anak yang rajin dan berbakti sama Ibu . Yang lebih

membahagiakan lagi ketika pembagian raport.

“Ibu...Ibu...Ahmad ranking satu Bu” teriak Ahmad sepulang dari

pembagian raport .

“Oh, syukurlah. Ahmad hebat. Mau hadiah apa ?” tanya Ibu lembut

“ Mobi-mobilan!” seru Ahmad. Sudah lama Ia ingin memiliki mobil-

mobilan seperti Ari temannya.

“Baiklah, nanti kita pergi beli ya” kata Ibu.

Maemunah juga pulang dari pembagian raport dengan wajah gembira.

“ Bu, Mae dapat juara umum” katanya ketika duduk di dekat Ibu.

“ Alhamdulillah.. Anak-anak Ibu hebat” jawab Ibu.

“ Bu, Mae boleh minta satu hal sama Ibu?”

“ Tentu saja Nak, apa itu ?” tanya Ibu.

“ Ibu janji tidak akan pergi lagi” jawab Maemunah

“ Ya Allah Nak, iya Ibu tidak akan pergi lagi. Sekrang Ibu sudah dapat

modal untuk buka usaha” kata Ibu meyakihkan

Maemunah hanya tersenyum lalu pergi mengganti baju. Hari ini mereka

akan pergi berlibur ke pantai. Tampak raut bahagia terpancar pada wajah Ibu dan

Maemunah.

SELESAI

Page 7: Ibu jangan pergi lagi

Sinopsis

Saat duduk di kelas empat SD Maemunah sudah kehilangan Bapaknya.

Bapaknya meninggal tertabrak mobil ketika sedang berjualan bakso. Ibunya

kemudian membawa Maemunah dan adiknya Ahmad ke rumah nenek. Setelah

kematian Bapaknya, Ibunya terpaksa harus bekerja mencari nafkah untuk

membiayai hidup Maemunah dan Adiknya. Belum genap dua tahun tinggal di

rumah nenek lagi-lagi Memunah harus ditinggal Ibunya. Ibunya pergi ke Arab

Saudi sebagai tenaga kerja wanita demi mendapatkan uang untuk membiayai

pendidikan Maemunah dan Adiknya serta untuk mendapatkan modal usaha. Hari-

hari yang dilewati Maemunah pun menjadi berat dan sepi. Ia selalu merasa ada

yang kurang. Ia bahkan tekradang iri pada teman-temannya yang bermanja dengan

Ibunya. Namun, akhirnya hari-hari yang dinantikan Maemunah pun tiba. Ibu

pulang dari arab Saudi setelah dua tahun di sana. Maemunah sangat bahagia.