33
MEMOBILISASI KEMUAKAN

Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

  • Upload
    iro-ni

  • View
    2.708

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Part of V/A Memobilisasi kemuakan by Grimloc Records Bandung download the audio here -> https://www.dropbox.com/sh/hc87zzciuh05jsk/hcyQKE9GK0

Citation preview

Page 1: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

MEMOBILISASI KEMUAKAN

Page 2: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

This is dedicated for those who bled for passion,

wept for ideas and gasped for the very air we share

like it was the �rst day where everything was worth �ghting for

GRIMLOC RECORDS & NETWORK OF FRIENDS

Page 3: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Singkat kata, Pemilu sebentar lagi. Foto-foto caleg dan logo-logo partai bertebaran di mana-mana, dan logika demokrasi kotak suara bergema di seantero negeri.

Tak ada yang berubah, terlebih bagi mereka yang di pelosok sana yang jauh dari pantauan kamera kelas menengah, yang berjuang hidup mati untuk keberlangsungan hidup mereka, dan apapun yang pemilu hasilkan tidak akan merubah nasib mereka. Negara tetap lalai, represif dan tetap menjadi perpanjangan tangan dari monster-monster korporasi yang melahap, menggurita tanpa banyak disadari.

Di luar demokrasi kotak suara yang mayoritas yakini hari ini, ada model demokrasi lain yang bergerak dan hidup di luar sana. Sebagian menyebutnya demokrasi partisipatoris, sering pula disebut demokrasi langsung. Dari Porsea hingga Kulon Progo, perjuangan mereka memberikan inspirasi, seperti halnya momen krisis lainnya.

Demokrasi yang tak membutuhkan perwakilan elit untuk bersuara, demokrasi yang tak perlu bergenit-genit memproduksi rayuan-rayuan dan janji-janji surgawi yang kita sama-sama tahu mustahil terjadi. Demokrasi yang memperjuangkan langsung kebutuhan mereka yang berjuang, bukan demokrasi yang bekerja bagi mereka yang diuntungkan. Demokrasi yang tak perlu representasi.

Tanpa perlu basa basi, bacaan ini hanya pengantar, sebuah pengenalan yang sangat awal untuk menjawab pertanyaan, lalu jika bukan demokrasi lalu apa? jika sesudah tidak mencoblos lalu apa? apa yang ditawarkan sebagai pintu wacana oleh orang-orang yang tak lagi menganggap bahwa demokrasi parlementer bukan sesuatu yang mereka pilih.

KONTRA-WACANA DEMOKRASI KOTAK SUARA

Page 4: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Adalah Pemilu yang berulang yang membuat kami membuat sesuatu yang berulang ini; memberitakan dan meyakinkan kawan-kawan lain untuk mempertanyakan demokrasi kotak suara dan mencari alternatifnya diluar sana. Dan kami rasa jika ada momen mengkampanyekan demokrasi langsung, ini lah saatnya, ketika foto-foto caleg dan logo-logo partai bertebaran di mana-mana, dan logika demokrasi kotak suara bergema di seantero negeri.

Yang agak berbeda kali ini kami mencoba untuk mendistribusikannya lebih luas lagi, keluar jejaring yang selama ini kami kenal, tak lain agar ide ini menjadi bahan perdebatan di antara kawan-kawan dan lebih banyak kawan lain mulai mengaplikasikannya dan bereksperimen dalam kehidupan sehari-hari pasca hari pencoblosan. Dari hal yang kecil hingga yang monumental. Persis seperti halnya bagaimana kami mengorganisir kompilasi ini, secara desentralis dan intens. Sengaja kami membuat kompilasi yang berisi band-band yang ada di lingkaran kami, di kota kami, di komunitas kami untuk kemudian dapat mengajak kawan-kawan lain membuat kompilasi mereka sendiri sebagai media ekspresi dari komunitas kalian di hari-hari ke depan.

Diluar sana perang sudah dimulai jauh hari lalu, antara mereka yang ingin mendominasi dan mereka yang menolak dihegemoni. Lepas dari keputusan apakah kalian ingin terlibat atau tidak. Kami meyakini, apapun dapat digunakan sebagai senjata, jika memakainya dengan baik. So this is our ammo, locked and loaded. Terima kasih dan respek kami pada semua yang telah terlibat, berkontribusi musik dan tulisan, mewartakan dan mendistribusikan kompilasi dan wacana ini seluas-luasnya.

Salam Pembebasan,Ingobernables!

Page 5: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

partiesguilty the

THE WORDS

Demokrasi Langsung : Sebuah Alternatif Anti-Otoritarian

Mengapa Demokrasi Perwakilan Bukanlah Demokrasi?

Tak Ada Demokrasi Dalam Kotak Suara

Golongan Putih: Dari Alienasi ke Oposisi

01

02

03

04

Page 6: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Demokrasi Langsung : Sebuah Alternatif Anti-Otoritarian

diterbitkan pertama kali di: Jurnal Kontinum #1 Januari 2008

Page 7: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Pertanyaan pertama yang mesti diajukan dalam memahami demokrasi langsung (direct democracy) adalah apakah

seseorang akan menghianati kepentingannya saat ia dapat mewakili dirinya?

Berbeda dengan demokrasi perwakilan yang memberikan kekuasaan hampir mutlak pada politisi untuk memutuskan

apa saja, dalam demokrasi langsung semua proses pengambilan keputusan diselenggarakan dari bawah.

Keputusan tersebut akan dibawa oleh delegasi yang mendapat langsung komunitas, dimana delegasi tersebut terikat oleh pemberi. Artinya delegasi tidak punya hak untuk merubah keputusan. Keterikatan ini akan menjaga bahwa keputusan yang diambil tetap utuh tidak terdistorsi oleh kepentingan seseorang (seperti dalam demokrasi perwakilan).

Delegasi dapat di-recall diganti atau ditarik oleh pemberi setiap saat jika ada alasan yang cukup untuk mengganti mereka misalnya delegasi tidak menjalankan fungsinya, atau tidak mematuhi kesepakatan sebelumnya (tentu hal tersebut berdasarkan kesepakatan seluruh anggota komunitas). Demokrasi langsung bertumpu pada sistem delegasi bukan perwakilan (representasi). Hal mendasar yang membedakan kedua sistem adalah delegasi hanya dipil ih untuk melaksanakan keputusan tertentu sementara perwakilan dapat melakukan apa saja.

Berbeda dengan di Yunani dan Romawi kuno, demokrasi langsung yang kami maksud tentu tidak mengenal

diskriminasi tentang siapa saja yang berhak untuk ikut dalam rapat dan mengambil keputusan. Untuk mencapai sebuah masyarakat merdeka mesti dibangun dengan metode-metode dan sistem yang merdeka pula. Oleh karenanya semua anggota komunitas mesti berhak terlibat secara partisipatif dan setara.

Masalah utama yang disoroti dalam demokrasi langsung adalah adanya segelintir orang yang berkuasa atas mayoritas lainnya. Sekumpulan orang di DPR memiliki kekuasaan yang hampir mutlak dalam menentukan nasib hidup keseluruhan masyarakat. Dalam demokrasi langsung hal tersebut dibuang jauh-jauh dengan menyelenggarakan sistem pengambilan keputusan yang berasal dari bawah, baik dengan voting maupun alternatif atau gabungan keduanya.

Titik tekan dari demokrasi langsung adalah siapa yang “mengusulkan” ide-ide dan siapa yang “menyetujui”nya. Sementara dalam demokrasi perwakilan, masyarakat tak pernah ditanya apa gagasan dan idenya. Masyarakat

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 05

Page 8: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

hanya ditempatkan untuk bersikap “setuju” atau “tidak setuju” terhadap gagasan dan ide yang telah disiapkan bagi mereka. Demokrasi langsung dilandaskan pada gagasan yang realistis bahwa “masyarakat paham bagaimana mengatur diri mereka sendiri”. Ini yang membuat demokrasi langsung sangat berbeda dengan demokrasi perwakilan yang korup dan elitis itu. Kita tidak butuh kaum spesialis untuk memberitahu bagaimana menjalankan tempat kerja atau komunitas kita. Begitu pun juga dalam upaya mewujudkan sebuah revolusi sosial, masyarakat tidak membutuhkan sebuah kelompok atau partai yang berhak memerintah kemana sebuah gerakan sosial harus menuju. Pada dasarnya kita dapat menempuhnya tanpa sebuah komando sentral, yang kita butuhkan adalah wadah untuk dapat bertindak otonom dan saling bekerjasama.

Demokrasi langsung berlaku di tempat kerja maupun di dalam komunitas, kompleks pemukiman, kampus dan organisasi lainnya. Pengoperasian sebuah pabrik, kantor atau sebuah sekolah misalnya dijalankan melalui sebuah rapat umum seluruh anggota tanpa kecuali. Para peserta rapat mengambil suara dengan cara mengangkat tangan atau menulis di lembar suara untuk sampai pada keputusan, atau jika memungkinkan dapat menempuh jalur (mufakat). Rapat ini menentukan rencana, aturan, solusi atas sebuah masalah, sikap kolektif, dan juga delegasi yang akan memegang _lterna dari kolektif. Pada intinya proses ini mengembalikan _lterna secara otonom kepada anggota komunitas bagaimana sebuah sistem sosial dijalankan secara berimbang dan demokratis.

Secara luas, sebuah masyarakat dapat diorganisir dalam tatanan yang demokratis, setara dan harmonis tanpa mesti terjebak dalam sistem politik yang otoritarian, hirarkis dan tersentral. Unit-unit terkecil dalam masyarakat harus dijamin haknya untuk otonom secara penuh dalam menentukan nasibnya sendiri. Masing-masing dari

unit/komunitas atau organisasi tersebut akan mengirim delegasinya pada 'dewan atau badan' untuk membahas hal-hal yang perlu yang berkaitan dengan hubungan antar komunitas atau wilayah. Pengambilan keputusan dalam skala yang besar dalam demokrasi langsung biasanya diwujudkan dalam bentuk “dewan” delegasi yang terpilih. Delegasi memiliki peranan atau pun kedaulatan untuk menyajikan keinginan kelompok mereka di dalam dewan berdasarkan _lterna dari komunitas masing-masing.

Banyak yang beranggapan demokrasi langsung sudah tidak relevan atau sangat sulit diterapkan dengan populasi dan geografi seperti sekarang ini. Namun lagi-lagi hal ini t e r j e b a k p a d a l o g i k a u m u m b a h w a s e b u a h pengorganisasian masyarakat mesti terintegrasi secara luas. Padahal salah satu ciri otoritarian sistem politik dominan adalah karakter sentralistiknya dalam organisasi sosial yang luas. Secara umum demokrasi langsung mengusung otonomi penuh bagi wilayah atau komunitas dan mengadvokasi proses politik yang terdesentralisasi. Sementara parlemen dan pemerintah dalam sistem yang kita kenal sekarang adalah institusi yang membawa spirit hirarkis, sentralistik dan otoritarian. Dengan sendirinya demokrasi langsung merombak struktur sosial secara radikal karena mengubah logika sentralistik yang ada dalam demokrasi perwakilan menjadi desentralisasi.

Satu-satunya cara membuktikan kebenaran dari keunggulan demokrasi langsung adalah mencoba realisasi alternatif ini. Menata sebuah tatanan sosial ke dalam jaringan federasi tanpa pola sentralistik, hirarkis dan otoritarian. Demokrasi langsung adalah salah satu perangkat mewujudkan hal tersebut.

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 06

Page 9: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Mengapa Demokrasi Perwakilan Bukanlah Demokrasi?diterbitkan pertama kali di: Jurnal Kontinum #1 � Januari 2008

Page 10: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Saat itu untuk memutuskan sesuatu masyarakat berkumpul di pusat kota untuk membahas sebuah isu dan mengambil keputusan secara langsung tanpa perwakilan. Forum pengambilan keputusan tersebut kurang lebih seperti forum warga dimana keputusan yang dihasilkan bersama akan mengikat seluruh warga. Anggapan ini menjadi baku dan mapan sehingga membangun sebuah sudut pandang dan kerangka logis atas pemahaman kita atas demokrasi. Bahwa apa yang pernah terjadi di Yunani dan Romawi Kuno adalah contoh terbaik demokrasi.

Apa yang dulu berkembang di Yunani dan Romawi bukanlah seperti yang kita yakini sebagai bukti praktek demokrasi yang ideal. Di Yunani, demokrasi memang berlangsung secara langsung, diputuskan secara langsung oleh rakyat tanpa diwakili siapapun. Namun, kita mesti melihat fakta lain bahwa yang berhak untuk datang berpartisipasi dan mengambil keputusan bukanlah keseluruhan warga kota. Sebuah Undang-undang yang dibuat pada abad 5 SM di Solon menyebutkan bahwa yang berhak duduk dalam “ecclesia” (dewan rakyat) hanyalah mereka yang memiliki kekayaan paling tidak 5000 drakhma dan memiliki tanah sekian hektar. Hal yang sama juga terjadi di Romawi Kuno, saat parlemen yang

dinamakan Senat dibentuk sebagai hasil dari penggulingan Raja Tarquinius Superbus. Namun Senat Romawi yang juga disebut sebagai contoh penerapan demokrasi klasik yang ideal itu hanya boleh dimasuki oleh para bangsawan dan keturunannya.

Jadi apa yang kita maksudkan dengan demokrasi jika yang memiliki hak, berpartisipasi, dan mengontrol proses politik hanya segelintir dari populasi yang ada? Walaupun prosesnya berlangsung secara langsung, namun 'demokrasi' di Athena dan Romawi jelas-jelas melarang lapisan sosial tertentu untuk ikut serta dalam proses politik. Hanya yang pria, warga asli, bukan budak, dan memiliki kekayaan seperti disebutkan dalam peraturan, yang dapat mengikuti proses politik.

Mitos lain berkembang berabad-abad setelahnya. Demokrasi perwakilan dianggap sebagai perkembangan sejarah dari demokrasi langsung ala Yunani dan Romawi karena keterbatasan demokras i model k las ik . Keterbatasan tersebut seperti perkembangan populasi masyarakat yang terus meningkat, sehingga sangat sulit mengumpulkan jutaan orang sekaligus untuk membahas sebuah masalah. Untuk menyiasatinya jumlah orang-orang yang berkumpul mesti disusutkan jumlahnya.

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 08

Kita masih sering menganggap bahwa demokrasi pertama kali dipraktekkan di Yunani Kuno dan Romawi Kuno. Demokrasi klasik ini

disebut-sebut sebagai prototipe demokrasi modern dan sering menjadi acuan bahwa pernah ada masa dimana kedaulatan betul-betul

dipegang, dikendalikan dan dijalankan oleh rakyat.

Page 11: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 09

“Dewan Rakyat” yang pada mulanya beranggotakan seluruh warga diperciut menjadi “dewan rakyat” yang anggotanya hanya puluhan atau ratusan orang saja. Tentu saja karena diperciut, hanya sebagian kecil saja yang bisa ikut mengambil keputusan. Untuk menentukan siapa saja yang bisa duduk di dewan te r sebu t sebaga i represen ta s i warga l a i n , diselenggarakanlah Pemilihan Umum (Pemilu).

Padahal jika ditelusuri, konsep representasi (perwakilan) ini muncul dari watak feodalisme (Eropa). Bermula ketika banyaknya rakyat yang memprotes kebijakan kalangan bangsawan waktu itu yang kerapkali menaikkan pajak. Karena tidak mungkin mereka semua bicara satu persatu dengan ra ja , asp iras i mereka mest i disalurkan lewat wakil-wakilnya (representatives).

Konsep parlemen lahir di Perancis, mulanya disebut curia regis atau dewan penasehat raja. Kata parlemen sendiri berasal dari bahasa Perancis 'parler' yang berarti berbicara karena orang dalam dewan penasehat tersebut a k t i fi t a s u t a m a n y a a d a l a h berbicara. Sesaat setelah menaklukkan Inggris konsep tersebut dibawa serta dan melebar disana. Jadilah parlemen pertama di dunia di kerajaan Inggris Raya, yang komposisinya adalah pejabat-pejabat kerajaan, bendahara, pengusaha, bangsawan, uskup, dan para gubernur/adipati (Lord, Duke) yang menguasai wilayah tingkat dua.

Berkaitan dengan perkembangan politik jaman itu raja tidak bisa seenaknya memberlakukan sebuah aturan seperti besarnya pajak atau keputusan perang. Kekuasaan seorang raja dalam feudalisme Eropa relatif terbatas, berbeda dengan konsep raja dalam budaya-budaya Timur. Sehingga ia tidak bisa seenaknya menarik pajak atau memutuskan berperang tanpa berkonsultasi dengan parlemen dan meminta dukungan kepada para gubernur yang memiliki banyak pasukan atau uang karena wilayahnya kaya. Secara militer, raja juga tidak

memiliki tentara reguler, maka jika ingin berperang harus merekrut petani-petani dari daerah-daerah di kerajaannya, dengan terlebih dahulu meminta i j in majikan langsungnya yakni para adipati.

Meski posisi adipati berada di bawah raja, tetapi secara politik m e r e k a l e b i h b e r k u a s a d i wilayahnya karena memegang kese t i aan dar i r akya t loka l ketimbang raja. Sehingga para adipati dan kaum bangsawan ini memiliki posisi tawar yang tinggi. Mereka bisa saja mensabotase rencana perang raja dengan tidak muncul bersama pasukannya pada

saat apel siaga. Dan tentu saja petani-petani yang direkrut ini harus diberi makan dan untuk itu diperlukan uang.

Maka da r i s i t u kedudukan pa r l emen yang beranggotakan para adipati, bangsawan, uskup dan pengusaha (istilahnya mereka yang “berfikiran jernih”) sedemikian penting secara politis karena menyediakan legitimasi bagi raja. Dan semenjak urusan yang

Jika ditelusuri, konsep representasi (perwakilan)

ini muncul dari watak feodalisme (Eropa).

Bermula ketika banyaknya rakyat yang memprotes

kebijakan kalangan bangsawan waktu itu yang

kerapkali menaikkan pajak.

Page 12: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 10

dibicarakan makin banyak dan rumit, penanganan urusan ini juga memerlukan pembagian tugas dalam parlemen. Parlemen yunior (House of Common) yang terdiri atas non-bangsawan perwakilan dari daerah-daerah menangani urusan pemerintahan sehari-hari, sedang Parlemen senior (House of Lords) yang terdiri atas para bangsawan mengurusi masalah yudikatif (asal mula sistem dua kamar/bikameral).

Dalam perkembangan selanjutnya, demokrasi perwakilan dimapankan dalam sistem demokrasi modern. Ciri-ciri utamanya adalah proses elektoral, pemilihan wakil melalui pemi lu d imana hal tersebut m e n j a d i b a t a s m a k s i m u m partisipasi seorang warga yang dapat ditoleransi. Bentuk-bentuk aksi langsung yang menyerang s i s tem pol i t i k dan ekonomi kapitalisme merupakan musuh dari demokrasi perwakilan karena akan m e r u n t u h k a n l e g i t i m a s i pemer in t ah dan pa r l emen, sehingga hal tersebut tidak dapat d i to le rans i o leh demokras i perwakilan.

Selain itu, pemilu adalah memilih wakil/representasi, dan bukan delegasi. Dalam parlemen, tidak ada pemeriksaan mandat dari konstituen atau pencabutan mandat (recall) karena semenjak seorang anggota parlemen terpilih,

hubungannya dengan pemilihnya secara formal telah putus. Lagipula dalam demokrasi perwakilan tak d ikena l adanya mandat dar i bawah yang memungkinkan rakyat memiliki hak veto untuk membatalkan sebuah keputusan. Tidak ada kewajiban secara hukum untuk berkonsultasi, menemui, atau meminta persetujuan dari para

pemilihnya. Ini adalah karakter otoritarian yang secara halus dan kasar bergantian dipraktekkan.

Jad i , dapat ter l ihat mengapa demokrasi perwakilan tidak lebih dari demokrasi semu. Secara m e n d a s a r s i s t e m t e r s e b u t m e n o p a n g k e k u a s a a n y a n g memojokkan masyarakat luas dengan tehn i k yang s ama : mengatasnamakan orang banyak. Mengganti pemerintahan korup dengan pemerintahan kerakyatan bagi sebagian orang mungkin terasa penuh harapan, namun semuanya tidak akan pernah membawa kita kemana-mana semen jak ha l tersebut tetap mengamputasi otonomi masyarakat untuk terus mendapatkan kontro l se luas mungkin. Inilah yang membuat

slogan-slogan semacam “Gulingkan SBY- JK”, “Bangun Pemerintahan Pro-Rakyat” terasa garing karena tak lebih dari upaya usang mengemas permen lama dengan bungkus baru.

Selain itu, pemilu adalah memilih wakil/

representasi, dan bukan delegasi. Dalam parlemen,

tidak ada pemeriksaan mandat dari konstituen

atau pencabutan mandat (recall) karena semenjak

seorang anggota parlemen terpilih, hubungannya

dengan pemilihnya secara formal telah putus.

Page 13: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

diterbitkan pertama kali di: Jurnal Kontinum #1 � Januari 2008

Tak Ada Demokrasi Dalam Kotak Suara

Page 14: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 12

Sepanjang tahun 2007, setidaknya 17 Pilkadal telah diselenggarakan di sejumlah daerah di Indonesia dan menyusul 49 lagi pada 2008 ini. Oleh banyak pihak, pemilihan kepala daerah, presiden dan anggota parlemen secara langsung disebut-sebut sebagai contoh bagaimana demokrasi di

Indonesia sedang menguat. Dengan kata lain rakyat semakin dilibatkan dalam gelanggang demokrasi. Benarkah demikian?

Anggapan bahwa demokrasi di Indonesia sedang menguat didasarkan pertama pada model pemilihan yang berlangsung secara langsung (one man one vote) dimana rakyat dapat secara bebas memilih kandidat yang akan mewakili atau memimpinnya. Kedua, pemilihan langsung tidak hanya berlangsung pada pemilihan presiden atau parlemen pusat, namun juga berlangsung sampai pada tingkatan terbawah, yakni pemilihan kepala daerah (Pilkada) baik Gubernur maupun Bupati/Walikota. Serta ketiga, dibentuknya lembaga pengawas pemilu, dan mengundang pengamat swasta/swadaya masyarakat bahkan luar negeri untuk meyakinkan bahwa proses pemilu berjalan dalam koridor demokrasi.

Jika dibandingkan dengan masa lampau, argumen tersebut membenarkan bahwa tatanan sekarang lebih demokratis, lebih transparan dan akomodatif. Terlebih beberapa perangkat lain dalam masyarakat modern turut diciptakan seperti Undang-undang Kebebasan Pers atau kebebasan berserikat. Sepertinya semua persyaratan telah dipenuhi untuk mencapai sebuah titik bernama 'demokratis' dan membenarkan pernyataan seorang pengamat politik bahwa dengan relatif lancarnya Pilkada-pilkada di seluruh

wilayah menyusul keberhasilan pilpres 2004 lalu, telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara demokratis terbesar di dunia.

Kericuhan sebagai ciri-ciri demokrasiJelas, kita tidak akan percaya begitu saja dengan anggapan-anggapan tersebut, terlebih jika memperhatikan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Mari ambil sebuah contoh hangat dimana pemberitaan media massa tentang Pilkadal di berbagai daerah memunculkan hal yang kemudian menjadi ciri dari penyelanggaraan 'pesta demokrasi' itu : kericuhan.

Tak bisa dipungkiri kericuhan, yang mengambil bentuk mulai dari pengerahan (mobilisasi) massa besar-besaran, protes dan perselisihan hasil pilkadal, demonstrasi menduduki kantor KPU, hingga kerusuhan dan bentrok fisik antar pedukung, menyertai hampir seluruh proses 'demokratik' tersebut. Kejadian-kejadian ini terus terjadi pada hampir semua proses pilkada, yang secara lambat laun menjadi kesimpulan dangkal, bahwa dalam demokrasi, kericuhan adalah hal lumrah dan wajar. Kericuhan bahkan kerusuhan yang telah merambat dan

Page 15: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 13

mengganggu kepentingan umum (bahkan menjalar kepada mereka yang tidak berkepentingan dengan urusan itu) dianggap sebagai hal lazim yang menurut bahasa para analis politik dipandang sebagai konsekuensi dan ongkos sosial (social cost).

Dari sini muncul sebuah pertanyaan mendasar: apakah sekelompok orang yang membela kandidat tertentu juga berarti membela kepentingan mereka sendiri? Apakah kepentingan mereka sama dengan kepentingan politisi itu? Bukankah mustahil sekelompok orang yang memiliki keinginan A akan mendukung orang berkeinginan bertolakbelakang dengan A. Sekelompok pedagang kaki lima yang akan digusur dan dilarang berjualan di jalan-jalan utama kota, pastilah menitipkan suara mereka kepada kandidat yang menolak penggusuran tersebut. Petani yang d irug ikan dengan masuknya beras impor tentu akan menitipkan aspirasinya ke wakil mereka yang akan menolak kebijakan tersebut. Begitu juga para pengusaha akan bersatu mendorong perwakilan mereka untuk membuat aturan yang me l i ndung i i n ve s t a s i nya dan menekan ongkos produksi.

Logikanya, jika masyarakat pada umumnya memiliki keinginan untuk kehidupan yang lebih baik, lantas mengapa yang terjadi adalah sebaliknya? Lapangan kerja menyusut, pengangguran berlipat, kelaparan dan kemiskinan meluas, rusaknya sistem sosial, dan menyusutnya kualitas hidup, disaat yang sama para politisi dan elit di parlemen maupun pemerintahan justru menikmati keistimewaannya secara politik maupun ekonomi, dengan semakin mapannya karir mereka. Siapakah yang mewakili siapa?

Apakah parlemen dan pemerintah muncul dari batu?Tentu saja tidak. Kita memilih anggota parlemen dan pemerintah kita dengan mencoblosnya saat Pemilu. Dalam demokrasi perwakilan, pemilu adalah titik maksimum dari partisipasi politik seorang warga. Seorang warga hanya dibutuhkan perannya sekali dalam lima tahun (lima menit, bahkan!), yaitu pada saat mencoblos. Setelah itu, semua urusan dan kontrol mutlak diserahkan pada siapa yang kita pilih. Ini berarti segera setelah para politisi itu kita pilih, maka mereka bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya selama lima tahun! Termasuk membuat berbagai rupa aturan dan kebijakan yang dapat menyengsarakan hidup para pemilihnya!

Bukanlah kebetulan jika semua politisi yang terpilih dapat dengan mudah melupakan janji-janji, program atau kontrak politiknya yang diumbar dalam kampanye. Sebaik apapun dia, setinggi apapun dedikasinya pada publik, sesuci apapun niatnya, persoalan pertama yang harus diselesaikannya begitu mencapai kursi kekuasaan adalah mempertahankan kekuasaan i t u . Da l am se t i ap kekuasaan, akan terbangun sebuah logika 'merawat diri' yang membuat siapapun, bahkan seseorang yang paling demokratis sekalipun, akan

menafikkan prinsip demokrasi apapila kekuasaannya terancam.Maka seperti selalu kita jumpai janji-janji dalam kampanye dapat dengan mudah dikhianati, ditelikung atau pun diulur-ulur. Alasan-alasan favorit para politisi adalah, “Saya tidak menyangka akan ada hal menghalangi saya untuk melaksanakan program yang saya janjikan”, “saya belum dapat memenuhi janji kampanye saya karena beberapa

Logikanya, jika masyarakat pada umumnya memiliki

keinginan untuk kehidupan yang lebih baik,

lantas mengapa yang terjadi adalah sebaliknya? Siapakah yang mewakili

siapa?

Page 16: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

hal yang tidak terduga”. Atau mungkin, “Saya berubah pikiran!”

Takhayul-takhayul DemokrasiTakhayul utama dari demokrasi perwakilan adalah setiap orang yang berpartisipasi dalam Pemilu berarti telah ikut menentukan jalannya pemerintahan, menentukan kemana uang publik digunakan, atau merancang aturan yang diterapkan. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Para anggota parlemen maupun pemerintah, entah yang berasal dari partai progresif dan selalu mengaku lebih maju dan revolusioner, atau orang paling baik hati sekali pun hanyalah kumpulan orang yang berasumsi mewakili sekelompok orang.

Dalam demokrasi perwakilan, keinginan masyarakat akan selalu terdistorsi oleh mekanisme yang ada. Sebagai contoh Kota Makassar Sulawesi Selatan yang berpenduduk 1.350.000 orang dengan jumlah anggota DPRD 45 orang, maka setiap 1 anggota parlemen mewakili 30.000 orang. Idealnya setiap orang anggota parlemen harus mampu mengetahui, menyerap dan menerjemahkan apa keinginan dan kemauan dari 30.000 orang yang diwakilinya untuk kemudian disalurkan dalam rapat-rapat dan sidang parlemen. Tetapi faktanya, tak pernah sekalipun keinginan 30.000 orang dapat tertampung dan terwadahi oleh satu orang anggota parlemen!

Untuk membuat sebuah kebijakan atau peraturan, kita tidak menemukan mekanisme dimana anggota parlemen atau pemerintah terlebih dahulu diharuskan untuk membawa persetujuan dari masyarakat terhadap aturan-aturan yang diberlakukan secara rinci pasal per pasal. Jika mereka melanggar kesepakatan, pemilihnya tidak bisa memecatnya sebagai wakil atau pemerintahnya.

Lantas, demokrasi perwakilan berjalan dengan memanipulasi keterwakilan. Inilah sistem yang sepenuhnya dijalankan dengan asumsi, bahwa ribuan bahkan jutaan orang di luar gedung parlemen, dan kantor pemerintah akan setuju terhadap keputusan-keputusan yang diambil. Kebijakan apapun diasumsikan akan disepakati oleh semua orang, yang telah mempercayakan nasib kehidupannya pada sekelompok orang yang memiliki hak istimewa hampir-hampir tanpa batas. Dengan mencoblosnya di pemilu, maka hal itu membuatnya memiliki legitimasi, persetujuan, dan pengakuan yang bagi pemerintah dan parlemen adalah alat yang legal untuk bertindak apa saja. Para anggota parlemen dan pemerintah selalu berpegangan bahwa mereka adalah wujud dari suara ribuan pemilihnya. Dalam hal apapun dan bagaimana pun! Dan Jika ada yang tidak setuju, dipersilahkan untuk menempuh jalur-jalur yang disediakan. Jika sekelompok orang menempuh jalur tersebut, ini akan memperkuat kesan bahwa mereka telah berpartisipasi dalam mengambil keputusan baru.

Kondisi seperti ini memberikan pembenaran bahwa jika keadaan menjadi buruk, maka kesalahan terletak pada person atau individu yang berada dalam sistem demokrasi ini. Pendeknya, segala morat-marit sosial yang terjadi di tingkatan sosial masyarakat adalah kesalahan dari para anggota parlemen, ketidakmampuan pemimpin dalam membentuk pemerintahan yang bersih dan tegas, mora l pol i t i s i dan pejabat yang korup, a tau ketidakberpihakan pada rakyat. Walaupun ini benar (bahwa kekuasaan tersebut korup, parlemen adalah rumah bordil, dan pemerintah jelaslah bobrok), tidak l an t a s member i kan j awaban u tuh te rhadap permasalahan tersebut. Masyarakat terus diilusi untuk terus menyelesaikan masalah dengan cara mengganti pemimpin, memilih anggota parlemen yang dirasa lebih

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 14

Page 17: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 15

bermoral dan lebih sensitif terhadap permasalahan rakyat. Tetapi berulang kali kita memilih pemimpin dan anggota parlemen, berulang kali pula kita menyaksikan bahwa pergantian o r ang , pemer i n t ahan , p a r t a i pemenang pemilu, toh tidak juga merubah kondisi ril masyarakat.

I n i l a h k e g a g a l a n d e m o k r a s i perwakilan. Tidak memungkinkan setiap orang merepresentasikan dirinya, padahal mereka adalah pihak yang paling mengenal dan paham ke ing inannya mas ing -mas ing . Keterwakilan justru memutasi fakta bahwa sumber masalah bukanlah pada sistem dan mekanisme yang ada tetapi lebih disebabkan karena orang-orang di parlemen atau para pemimpin tidak cakap dalam memahami keinginan pemilihnya. Korupsi misalnya, selalu dianggap hanya kebobrokan personal seorang pejabat dan tidak pernah dilihat lebih luas dan dalam sebagai konsekuensi dari gagalnya sebuah sistem dimana publik tidak memiliki kuasa dalam mengontrol pemerintahan.

Tak ada demokrasi dalam kotak suaraKeadaan yang terus memburuk telah membimbing kesadaran banyak orang untuk mengubah realitas sosial ke arah lebih baik. Dan kesadaran itu semestinya selalu berpijak pada bukti di masa lalu dan yang sementara berlangsung. Kebangkrutan dan krisis demokrasi

perwakilan tidak dapat direformasi untuk membawa kita ke arah yang lebih masuk akal, sebaik apapun komposisi orang-orang di parlemen dan pemerintah yang kita pilih untuk mewakili kita. Kotak suara dalam p e m i l u / p i l k a d a t i d a k p e r n a h menyediakan demokrasi sama sekali, melainkan alat untuk mencegah warga bertindak di luar toleransi.Saat para politisi dan partainya berlomba-lomba mengemas diri untuk tampil lebih menarik dan simpatik, terkesan pro rakyat dan progresif, mengumbar jargon dan janji-janji surga, kita masih juga percaya dengan ilusi-ilusi usang bahwa perubahan dapat diciptakan

dengan merebut kekuasaan, mengganti parlemen dan pemerintah dengan orang yang berpihak pada rakyat, adil d an memaham i pe r soa l an y ang ada . Tanpa menghancurkan sumber petakanya, masyarakat akan tetap sebagai penonton, yang terwakilkan, yang diasumsikan akan selalu sepakat dengan keputusan yang diambil wakilnya. Dan kalau pun tidak sepakat, kita dibolehkan protes selama hal tersebut tidak melebih titik maksimal dari yang dibolehkan.Dalam pemilu, kontrol atas hidup masih tetap bukan di tangan kita. Satu-satunya pilihan yang tersisa bagi kita adalah bertindak atas nama sendiri, atas nama komunitas sendiri. Dan demokrasi langsung masih merupakan alternatif realistis yang tersisa.][

Korupsi misalnya, selalu dianggap hanya

kebobrokan personal seorang pejabat dan tidak pernah dilihat lebih luas

dan dalam sebagai konsekuensi dari gagalnya

sebuah sistem dimana publik tidak memiliki

kuasa dalam mengontrol pemerintahan.

Page 18: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Golongan Putih: Dari Alienasi ke Oposisi

Oleh AE Priyono, kami pinjam dari www.indoprogress.com edisi Maret 2014

Page 19: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 17

Kemenangan golput tetap bukan sebuah kemenangan politik. Itu karena golongan ini masih akan merupakan “passive-abstentious-voters,” pemilih pasif yang tak-hadir, atau yang keberadaannya tak punya siginfikansi politik. Demokrasi kita masih akan tetap dikendalikan partai-partai elitis.

Pemilu 2014 adalah pemilu besar di antara pemilu-pemilu lain yang pernah diselenggarakan di seluruh dunia. Pemilu ini akan memilih sekitar 19.700 kandidat legislatif yang tersebar di 2.450 daerah pemilihan. Pemilu ini juga akan diikuti oleh sekitar 186 juta pemilih.

Perludem (2014) menyebutkan kecenderungan naiknya jumlah pemilih yang tak mau menggunakan haknya sejak 1999 sampai 2009. Data KPU secara resmi juga memperlihatkan terus naiknya angka golongan putih, dari 8% (1999), 23% (2004), hingga 39% (2009). Beberapa pengamat memiliki proyeksi yang berbeda-beda mengenai angka golput pada 2014, yakni antara 40% hingga 70%-an. Perkiraan tertinggi dikemukakan oleh Tamrin Amal Tomagola, hingga 75%. Dengan mengambil angka moderat dari semua perkiraan itu, kita bisa menetapkan 57% sebagai proyeksi yang masuk akal.

Perkiraan semacam ini yang mungkin membuat Max Lane

mempunyai kesimpulan di atas. Pada pemilu 2009 lalu, angka golput melebihi perolehan suara di atas semua partai, termasuk Partai Demokrat yang mendapatkan suara paling unggul. Jadi, sejak lima tahun lalu golongan putih sebenarnya sudah “memenangkan pemilu.”

“Kemenangan” golput itu akan lebih terasa lagi jika kita melihat proyeksi berbagai pengamatan mengenai bakal merosotnya perolehan suara semua partai. Max Lane sendiri memprediksi, suara tertinggi pada pemilu 2014 akan diperoleh PDIP dengan angka sekitar 20%, merosot 14% dibanding perolehannya pada 1999; disusul Golkar yang merosot jadi 12%; lalu Partai Demokrat yang juga akan jeblok di bawah 10%.

Keseluruhan proyeksi di atas tampaknya mengisyaratkan kenyataan yang tak terbantahkan, bahwa kompetisi politik pada periode elektoral keempat sejak jatuhnya Suharto itu adalah kompetisi yang terjadi di kalangan elite lama. Empat partai besar (Golkar, PD, Gerindra, dan PDIP) serta dua partai menengah (PKB dan PPP) sebenarnya masih mewarisi pemilahan politik kepartaian peninggalan Orde Baru: kuning, merah, dan hijau. PDIP adalah kubu yang masih solid, yang akan dibayang-bayangi oleh pecahan partai Golkar (Golkar dan Gerindra) plus partai Demokrat. Sedangkan PKB dan PKB yang mewakili kubu Islam berada di papan bawah.

Max Lane meramalkan bahwa, seperti pada pemilu 2009 lalu, pemilu legislatif 2014 juga kembali akan dimenangkan Golongan Putih. Ini memang bukan

ramalan yang mengejutkan. Tetapi akan tetap mengherankan jika kita melihat beberapa kemungkinan statistik bahwa, meskipun kemenangan golput kali ini akan jauh lebih mutlak, namun fakta itu tetap tidak akan mengubah keadaan.

Page 20: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 18

Korupsi misalnya, selalu dianggap hanya

kebobrokan personal seorang pejabat dan tidak pernah dilihat lebih luas

dan dalam sebagai konsekuensi dari gagalnya

sebuah sistem dimana publik tidak memiliki

kuasa dalam mengontrol pemerintahan.

Kompetisi Elite Ahli Waris Orde BaruMari kita lihat bagaimana partai-partai warisan Orde Baru itu merancang kandidasi untuk perebutan posisi kepresidenan. Golkar jelas sekali adalah pelanjut par excellence Orde Baru. Baru-baru ini Ketuanya, Abu Rizal Bakri, bahkan menegaskan agar kader-kadernya tidak perlu minder dan justru harus bangga dengan kenyataan itu. Di lain kesempatan, Ical juga pernah mengatakan akan melanjutkan “Trilogi Pembangunan” jika ia terpilih jadi presiden.

Pendiri Partai Demokrat, Presiden SBY, juga adalah salah seorang jenderal Orde Baru. Di luar politisi Golkar yang pecah dan mendirikan partai-partai kecil – misalnya Hanura, Gerindra, PKPI, dan Nasdem – Partai Demokrat belakangan digunakan o leh SBY untuk membangun dinastinya sendiri. Ini terbukti ketika ia mencongkel Anas Urbaningrum dan merebut posisi sebagai Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina partai; serta menempatkan anaknya, Ibas, sebagai Sekjennya. Belakangan adik ipar SBY, Jenderal Edhie Pramono Wibowo, dianggap sebagai pilihan SBY untuk memenangkan konvensi partai dan menggantikannya jadi Presiden.

Dinasti lain ada di PDIP. Sejauh ini Megawati masih terus mempertimbangkan dirinya atau putrinya, Puan Maharani, untuk didampingi atau mendampingi Jokowi. Sebagai tokoh pengatrol suara partai, posisi Jokowi sangat menentukan untuk mencegah kemerosotan perolehan

suara PDIP. Itulah yang membuat harga tawar Jokowi sangat tinggi untuk posisi sebagai calon Presiden. Tapi dalam dua kemungkinan, tidak ada jaminan bahwa jika Jokowi naik dinasti Soekarno akan tetap dipertahankan; begitu juga sebaliknya apakah Jokowi bisa didikte terus menerus oleh Megawati.

Di urutan berikutnya, Gerindra, sudah mencalonkan ketuanya Prabowo Subianto sebagai calon Presiden.

Berbagai survai menyebutkan, d iband ingkan Ica l a tau Edh ie Pramono, Prabowo jauh lebih populer. Tetapi popularitas Prabowo yang didukung oleh mesin partai yang bekerja cepat, tetap akan dibayang-bayangi oleh masa-lalunya sebagai jenderal Orde Baru dengan berbagai kasus pelanggaran HAM.

Terakhir, PPP dan PKB adalah k e k u a t a n p o l i t i k y a n g t e r u s mengalami kemerosotan sehingga manuvernya makin terbatas untuk berbagai bargaining. Kemungkinan besar mereka bahkan mengalami kesulitan dalam berbagai negosiasi koalisi karena suaranya yang kecil.

Alhasil, apa yang sesungguhnya terjadi adalah perebutan kekuasaan di kalangan elite lama. Kehilangan patron besar tunggal yang menjadi protektor mereka di masa lalu, kini mereka saling berlomba untuk merebut posisi tertinggi itu. Oligarki pasca Orde Baru sama sekali tidak mengubah dasar-dasar kehidupan politik patronase yang telah dibangun Suharto selama tiga dasawarsa.

Menuju Politisasi Gerakan Putih

Page 21: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Seperti disebutkan Max Lane, praktek politik demokrasi elitis yang sepenuhnya dikuasai elite lama itu telah membuat rakyat kebanyakan mengalami alienasi. Kenyataan ini bisa dilihat secara kasat mata. Masyarakat luas makin menyadari bahwa pemilu hanya menjadi ajang para politisi korup untuk mendulang suara. Selama tiga kali periode elektoral (1999-2004, 2004-2009, 2009-2014), mereka menyaksikan praktek demokrasi semakin elitis, semakin jauh dari kepentingan rakyat.

Dengan persepsi yang meluas ini, pemilu – bahkan demokrasi – dianggap tidak relevan dengan masalah kehidupan sehar i-har i mereka. Mereka juga menyaksikan bahwa para politisi partai – yang berkolaborasi dengan birokrasi yang juga korup, dan kekuatan modal yang rakus dan agresif – ternyata hanya memanfaatkan demokrasi untuk menumpuk kekayaan dan menguber kekuasaan. Dalam pandangan mereka demokrasi mengalami malfungsi, karena telah disalahgunakan. Inilah yang bisa menjelaskan dua fenomena penting dalam demokratisasi Indonesia selama ini: pembajakannya oleh elite di satu pihak, dan apatisme publik di pihak lain.

Bagaimanakah mengubah agar alienasi ini tidak berlarut-larut menumpuk menjadi ledakan yang destruktif? Bagaimanakah membuat pasivisme politik yang melumpuhkan ini mengalami transformasi menjadi gerakan publik yang kreatif dan secara politik signifikan?

Merebut kembali demokrasi dari tangan elite oligarkis adalah skenario besar yang harus dipikirkan agar golongan putih punya imaginasi mengenai tujuan mereka melakukan politisasi gerakannya. Kita tidak boleh membiarkan demokrasi hanya dipakai sebagai sarana kompetisi elite untuk berebut kuasa sesama

mereka sendiri. Demokrasi harus dikembalikan pada tujuan dasarnya untuk membangun sistem politik di mana rakyat menjadi berdaulat untuk mengurus dirinya sendiri; di mana kehidupan publik bisa dijaga dan dikembangkan oleh publik sendiri.

Imaginasi bahwa melalui demokrasi publik bisa bangkit itulah yang selama ini hilang dalam benak orang banyak. Menghidupkan kembali ruang publik untuk kepentingan publik menjadi langkah awal untuk menghidupkan kembali partisipasi publik. Partisipasi publik inilah persisnya yang selama ini absen dalam kehidupan demokrasi kita. Pada kenyataannya ruang-ruang publik kita justru telah dikuasai demi kepentingan mengejar profit atau memperbesar pengaruh politik oleh kepentingan-kepentingan yang sifat non-publik. Dengan kata lain, privatisasi ruang publik telah membuat publik terasing dari kehidupan publik.

Karena itu, bagaimana menjadikan kelompok-kelompok masyarakat mempunyai komunitas-publiknya masing-masing, berinteraksi dengan kelompok-kelompok lain di ruang-publik yang terbuka dan egaliter, untuk membahas isu-isu publik secara bersama, itulah yang perlu dirumuskan sebagai strategi politisasi gerakan politik putih.

Menolak pemilu adalah ja lan pertama untuk membangun imaginasi baru mengenai demokrasi popu la r, demokras i kerakya tan , demokras i partisipatoris, demokrasi deliberatif. Apa yang kita kenal sekarang sebagai demokrasi elektoral-elitis itu pada hakikatnya bukan demokrasi, tetapi oligarki dan plutokrasi. Di banyak tempat lain, demokrasi model representatif yang diwakili partai-partai juga sedang mengalami krisis. Gagasan “perwakilan” itu sendiri kini

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 19MEMOBILISASI KEMUAKAN | 18

Page 22: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

telah kehilangan makna karena partai-partai politik lama ternyata hanya bekerja demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kekuatan-kekuatan korporat yang berada di belakangnya. Semua praktek demokrasi yang seperti itu kini sedang digugat – sebuah gejala yang sebenarnya juga sedang menguat di di Indonesia.

Demikianlah, penguatan gerakan golongan putih harus diarahkan kembali untuk memperkuat keterlibatan dan partisipasi dalam kehidupan publik; dan dalam jangka panjang mentransformasikan demokrasi-representatif-el it is-yang-eksklusioner-dan-anti-publik menjadi demokrasi-delegatif-emansipatoris-yang-melibatkan-publik.

Dalam konteks itulah, adalah penting membangkitkan kesadaran publik untuk terus melakukan kontrol terhadap praktek politik demokrasi Indonesia. Dengan tema membongkar praktek demokrasi elektoral oligarkis, kelompok-kelompok democracy watch-dog itu harus bekerja ke arah tujuan-tujuan di atas, sambil: menciptakan imaginasi baru, diskursus baru, dan praktek alternatif untuk lahirnya demokrasi yang lebih susbstansial, yang melibatkan semua kekuatan sosial-politik yang tumbuh secara otentik dari kepentingan masyarakat banyak. Basisnya adalah delegasi-delegasi publik dengan kepentingan-kepentingan publiknya masing-masing.

Krisis Demokrasi Liberal di Tingkat Global: Relevansinya dengan Politisasi GolputEksperimen agar kekuatan publik bangkit dan menjadi basis politik baru dewasa ini sebenarnya juga sedang berlangsung di berbagai belahan dunia. Krisis demokrasi liberal bahkan sedang melanda negara-negara dengan sistem demokrasi yang sudah mapan. Demokrasi politik

liberal yang bersekutu dengan ekonomi kapitalis neoliberal telah menciptakan krisis partisipasi publik. Diadopsinya ideologi neoliberal untuk mentransformasi seluruh bangunan relasi-relasi sosial menjadi pasar-bebas telah membuat warganegara mengalami depolitisasi, mengubah political-citizen menjadi sekadar economical-consumers. Peranan politik warganegara dengan sengaja dilucuti untuk mengeliminasi potensi kritisnya terhadap tatanan yang berlaku.

Sementara itu persekutuan liberalisme politik dengan neoliberalisme ekonomi juga telah menciptakan akibat yang meluas di mana negara-negara dipreteli peran publiknya. Dalam doktrin politik demokrasi liberal, peran publik negara memang seharusnya diminalkan begitu rupa karena kepentingan publik akan diurus oleh mekanisme pasar. Tetapi doktrin ekonomi neoliberal yang dibangun dengan imaginasi bahwa dunia harus menjadi pasar-global telah membuat negara-negara akhirnya hanya menjadi agen-agen lokal bagi kepentingan korporasi-korporasi finansial global. Begitu krisis kapitalisme terjadi dalam skala dunia, maka akibat langsungnya secara telak juga akan menimpa setiap negara. Inilah yang menjelaskan mengapa krisis finansial global yang terjadi sejak 2008, telah membuat negara-negara demokrasi kapitalis juga langsung kolaps.

Di Eropa Selatan misalnya, tiga tahun lalu PM Yunani bahkan diganti oleh sebuah badan yang mewakili kepentingan IMF. Negara-negara nasional tunduk oleh dikte korporasi finansial global. Krisis ekonomi Spanyol dan Italia memaksa pemerintahnya menerapkan kebjakan “economic-austerity” yang sangat ketat – meningkatkan pajak dan mencabut semua subsidi – di tengah-tengah bangkrutnya perusahaan-perusahaan dan meluasnya pengangguran. Semua ini membuat rakyat

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 20

Page 23: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Eropa marah, sementara partai-partai politik tidak bisa melakukan apa-apa. Melalui apa yang disebut gerakan “indignados,” masyarakat Eropa Selatan kini bangkit melawan demokrasi kapitalis. Mereka menginginkan terjadinya perombakan struktur ekonomi-politik yang selama ini didikte oleh lembaga-lembaga finanasial global. Gerakan seperti ini pula yang sedang terjadi di Irlandia, Ukraina, Bulgaria, Boznia-Herzegovina, dan lain-lain.

Di Timur Tengah, di mana otoritarianisme bersekutu dengan, atau didikte oleh, negara-negara kreditor Barat yang menjadi agen IMF atau Bank Dunia, krisis kapitalisme global yang sama telah melahirkan apa yang disebut “Aarabellion” – sebuah revolusi yang memuncak di lapangan Tahrir (Cairo) dan menjungkalkan Hosni Mubarak. Bahkan rezim-rezim di bawah partai Islam moderat seperti di Turki juga telah membuat rakyat marah di lapangan Taksim (Istanbul), karena kebijakan-kebijakan neoliberalnya. Hampir pada saat yang bersamaan, perlawanan publik seperti itu juga terjadi di Brazil atau Argentina, seperti pada gejolak yang disebut gerakan “horizontalidad.” Gerakan ini meledak ketika rakyat berbondong-bondong untuk merebut kembali ruang-ruang publik dan menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan-kebijakan pasar bebas yang menyengsarakan.

MENGAPA persekutuan demokrasi liberal di Indonesia dengan kebijakan ekonomi neoliberal yang bergitu agresif diterapkan sejak naiknya SBY, belum juga menimbulkan akibat yang sama dengan yang terjadi di tingkat global itu? Sampai kapan kita masih akan terus membiarkan rezim predatorial pasca Orde Baru ini menjadi makin destruktif dan menghancurkan lingkungan alam dan lingkungan kehidupan sosial kita? Sampai kapan kita akan bersikap apatis terhadap partai-partai korup yang bersekutu

dengan birokrasi yang juga korup terus memfasilitas berbagai kejahatan korporatis di bawah dukungan negara neoliberal yang tak lain merupakan kaki tangan World Bank dan IMF ini? Apakah momentum perlawanan rakyat masih belum tiba?

Sambil menunggu matangnya situasi, ada baiknya kita memproyeksikan bahwa satu-satunya kemungkinan munculnya perlawanan itu akan datang dari korban, yakni publik politik Indonesia sendiri. Publik yang sadar politik harus dibangkitkan agar semakin tumbuh menguat. Dan seperti kita lihat pada semakin membesarnya jumlah golongan putih, modal politik kita adalah sikap oposisi mereka kepada partai-partai politik dan penyelenggara kekuasaan korup lainnya.

Dengan proyeksi seperti itu, kemungkinan-kemungkinan memperluas basis gerakan polit ik putih perlu mempertimbangkan agenda-agenda di bawah ini:

· Mengembangkan kekuatan publik melawan kelompok-kelompok plutokratik yang menguasai negara.

· Mencetuskan gerakan spontan sol idaritas horisontal, bukan melalui komando hirarkis kepartaian yang bersifat vertikal

· Membangun eksperimen-eksperimen demokrasi langsung untuk menciptakan alternatif atas demokrasi representatif

· Memperluas eksperimen untuk terciptanya proses-proses politik deliberatif menyangkut berbagai isu publik, bersandar pada aspirasi lokal, otonomi publik, dan perluasan partisipasi lintas-sektoral

· Mengembangkan gerakan pengembangan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan gerakan sosial lokal yang bersifat poliarkis.

MEMOBILISASI KEMUAKAN | 21

Page 24: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

GUGAT

EYES OF WAR

EYEFEELSIX

GODLESS SYMPTOMS

WRECK

AYPEROS

JAGAL SANGKAKALA

MILISI KECOA

RESIST

WETHEPEOPLE!

BARS OF DEATH

SSSLOTHHH

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

The Funeral

Believe Your Choice

Manifes

Yakin Takkan Memilih

We Drift Like Daendelions

Menolak

Tamak

Bukan Untukku!

Never Trust the Government

This World is Full of Idiots

All Cops Are Gods

Deep, Far and Beyond

Copyleft owned by the bands respectively. Grimloc Records. All Fights Deservewww.grimlocrecords.com | twitter.com/grimlocbdg

partiesguilty the

THE SOUNDS

Page 25: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

The FuneralGUGAT

Music & Lyrics: GugatRecorded, mixed & mastered at Extend Studio

by Toteng ForgottenGUGAT: Achi, Okid, Iman Komenk,

Oce, Bayu, Doel

01

Believe Your ChoiceEYES OF WAR Musik dan lirik oleh Eyes of War

Recording & mixing di Red Studio Bandung EYES OF WAR: Deriz, Badick, Gigon, Kaufan

02

angin pemberontakan menyerang langit dan b umiseribu masa silam menuding kepadaku

gelap mata bagai raga tak bernyawasampai kau ucap syarat

secara kasat mataberlari, berhenti, terdiam, membayang fana

desir udara merangkap kulit arikuselimuti yang terasing dari realita

saat ini deretan kenang silih menyilihmenunda pertanyaan jalan kehidupan

bulan retak langit tertumpah darahtungkup kehidupan yang diteror dunia

saat tubuh menggigil terhuyung kehenungan seperti telaga besar yang beku

sebaris angin mengiring rasa empatiberusaha mundur dan menjauh

Menolak apa yang kita tidak yakiniinjak mereka yang memaksaharus sejalan,tetap sejalanpercaya tanpa dipaksakanhanya kita yang tentukanjalan mana yang kita pilih

believe your choice true to the lineprove your self you will always true

Berdiri bersama disini untuk sesuatu yang kita yakinitak perlu takut ataupun ragu

tetap yakini apa yang kita percaya

BELIEVE YOUR CHOICE

Page 26: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Memilih untuk tidak memilih lebih baik berdalih dengarkan mereka bertasbih dengan mulut berbuih

[Soulkilaz]poster wakil rakyat memborbardir tanpa motor

layaknya porter tanpa eskalator meracuni otak bagai naratorseperti komposer penebar janji palsu

layaknya vibrator tanpa sensordispenser anti dahaga mineral pengilang haus para kuroptor

barter suara harta tahta bahkan nyawa menjadi terminator kotorpara carter calo iblis menjadi motor

pembabat plagiat bak terminator master penjilat jadi kompor, bakar akal sehat para sponsor

merger busuk politikus kamper dan tumbuh menjadi posporkremasi semua orasi para petinggi penuh janji basa basi tanpa nyali

televesi hanyalah agen multi level martketing tingkat tinggi penebar janji dan demokrasi hanya hirarki.

ManifesEYEFEELSIX

Music produced by Jay BeathustlerCo-produced by Morgue Vanguard

Lyrics written by Mindfreeza and SoulkilazScratchworks performed by DJ Evil Cutz

Recorded at Garputala, Mixed and Mastered at ChronicLab by DJ Scratchy

EYEFEELSIX are: Soulkilaz, Mindfreeza, Jay Beathustler, DJ Evil Cutz

03

Memilih untuk tidak memilih lebih baik berdalih dengarkan mereka bertasbih dengan mulut berbuih

[Mindfreeza ]Poly trick basi menukik kembali

Usik pagi lontar speak babiApik racik idiologi, umpan balik asumsi

Taktik promosi membidik akuisisiWacana serupa mulut berbusa, perkosa pengeras suara

Jargon tukang obat berdiploma, apik meracik formula

Roda agenda propaganda bergulir tanpa jeda, euphoria pesta birokrat melanda

Tanda pada demokrasi dibalut kain kafan diarak dalam kerandaLacur korporasi televisi, atur mediasi kaderisasi

Luntur esensi akreditasi, hancur digagahi demostfuckin crazyPudar nilai yang kalian takar,

bila setiap pembodohan telah kalian anggap benar.

Page 27: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Sistem usang dan kami terlena,Muntahkan busuk bualan, peduli negara kau jual,

Lembar suara hipnotis, rasuki jiwa raga,Derita bertubi, mengejar meregang.

*Racuni dan bius, mereka terbahak! - 2xBual kosong tercipta dan terus mengakar,

Angguk angguk tunduk seperti mereka minta,Muak muntah pendam amarah,

Sudah cukup ikuti, sudah cukup teracuni.**Untuk janji di tiap sudut lalu gunung yang kau jual,

Milik siapa, untuk siapa!

Yakin takkan memilih! - 2XYakin takkan memilih, takkan pernah teracuni. - 2X

muak dan muntah pendam amarah,Tak lagi teracuni, tak lagi memilih,

Percaya dikhianati, takkan terobati,Yakin takkan memilih, tak akan memilih..

Yakin takkan memilih!!

04

Yakin Takkan MemilihGODLESS SYMPTOMS

Musik dan lirik oleh Godless SymptomsDirekam live di Postweg Cafe Bandung 09/03/14

Mixing di Red Studio BandungGODLESS SYMPTOMS: Baruz, Tommy,

Goestie, Dicky, Luke

We Drift Like DaendelionsWRECK

05

Direkam di Bilik Studio Bandung, 22 Maret 2014.Dimixing oleh Ababil Ashari.

Musik dan lirik ditulis oleh WreckWRECK: Triyadi F, Heyipul, D Senjahari, Codename A.

I'm not talking about The Clash songs / that's all about old history, too long / I've got my own way to hit the ground / fly away, out of this world before I drowned / here, I'm jailed / restricted our lives like there's a hell inside of me / and why under a bright sun that looks just like a pain I lost / I look at my

funeral and there's no words? / but, when all hope has been left behind / I breathe in and shout a

survival sickness rhyme / You said: �Let's join with us and gimme your dignity, so I will pay your dreams!� /

I said: �Hey mister, eat a dick. I will mocking you. You're truly an asshole, bastards!�

Page 28: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Deretan lembaran kertas bergambar wajah dan selogan janji, berserakan di tempel di tembok jalanan.

Berbagai media iklan mereka lakukan.Kalian takan memberi perubahan yang berarti.

kami menolak untuk di bohongi.Kami menolak untuk tersodomi.Kami menolak untuk di dominasi

Kami menolak.Saat satu terpilih siap tertikam dan menjadi korban.

Budaya cerita pilu di negri yang semu.Isi dari kotak pilu hanya harapan yang sendu.

Tak usah kalian merayu..... kami tetap menolak.

MenolakAYPEROS

06

Musick and Lyrics: AyperosRecorded at Tirgas Studio Bandung

Mixed by Diaz /Necrohell RoomAYPEROS : Decky, Vicky Crust,

Tony D, Garry

TamakJAGAL SANGKAKALA

Prod: Deepsmoke for Vessel & CrowbarWritten by: Jagal Sangkakala

JAGAL SANGKAKALA: Procezz, Deepsmoke, Jism, Alias, Luo Endo, Yansenist The Tru Aim

07

Kami muak konspirasi perlu terkuak (4X)

(Procezz)Mendikte langkah kritis,tertahan amukan picik puluhan laras pembodohan bangsat kapitalis, demokrasi terlanjur membuat kami muak,...

mreka hanyalah topeng pelindung tirani yg menunggu terkuak,

para penguasa peler kronis lo kering, politik layak ngentot yg slalu kalian paksa sanding,

kini butuh insulin komameredam benturan kenyataan yang luput dari propaganda

(Alias)Pesta para hyenna demokratis bertajuk pemiluBergelut berebut kursi bergengsi layak benalu

Buat Riau sebelas siaga satu Untuk para korban Kelas berat di atas Ring tinju

Bidik pencitraan instant benih benih anarkihapus logis helatan bisnis ideologi

Page 29: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Kala nasib negri di tangan oportunis banci Saatnya bangkit satukan kepalan resistansi

Reff

(Deepsmoke)Tak perlu kejutan atau shock terapi,

kini tikus rakus ajak kucing pesta mabuk dan sex orgygambaran negeri imitasi,

yang kaya amputasi alam dan pejabat SARAP berprestasiHaruskah trus kuterima?

Saat slogan otak marduk mreka siap pecahkan dubur sipir penjara?

Oh, no. Kalian budak segitiga, kami racuni anggurmu hingga semua mata kan terbuka!

(True Aim)Perhelatan pesta para bedebah, para penjilat nanahBathory wujud carera berkoar demokrasi gonoreaFantasi fiesta viva la vidaloca dalam ketiak garuda

Tebar cumshot pada setiap tahyul kotak suaraOrasi bisa hydra sehina acara uya kuya

Merajalela, layak kulit berkustaKalian adalah buruan yg siap kami bedah

Reff

(Ji$M)keputusan konyol oligarki serakah

semurah hantaman dengkul ustad tanpa sertifikasi dakwahyang terjadi hari ini adalah

kajian mewah perkara tanpa ritual jelangkung arwah pancasila

demokrasi importir tak perlu pemiluyang hanya lahirkan pemimpin bermental inlander bisu

demokrasi undang undang perampokmemasok kriminal yang sepantasnya kalian bacok

(Endo)Mencandu mandat layak madat

kubur harapan bagai mayatpartisipasi hanya kredo hasil cuci otak liturgi sesat memuja figur pencitraan

repetisi preseden busuk ini statement penolakanpengemis suara tuli aspirasi

alasan kenapa tak ada garuda di dada iniaku muak salahkan Tuhan atas semua kesialan

semua sebab wajah dikertas yang kau jadikan pilihan

Kami muak konspirasi perlu terkuak (2X)

Reff :Kami muak

Konspirasi perlu terkuakBongkar semua tamakBongkar semua tamak

Page 30: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Kau memang terlahir lebih duluTapi jalan hidup kita berbeda

Tak dapat kau dikte dan paksakanIni hidupku bukan hidupmu

Berpikirlah untuk dirimu sendiriPilihanmu bukan pilihanku

Persepsi baik dan buruk kita jelas tak samaTentukan yang terbaik untukmu, bukan untukku!

Bukan Untukku!MILISI KECOA

Musik & Lirik: Milisi KecoaLive recording at Odissey Studio oleh Bubu

Mixing oleh BabamMILISI KECOA: Acil, Ama, Cupy, Dani, Kadek

[email protected]

08

Never Trust GovernmentRESIST

09

Musik & Lirik: ResistLive recording at Odissey Studio

Mixing: Bubu & BabamBacking vocal: Ebi Doombray, Adi Error Brain

RESIST: Jured, Uki, Bobob, Kadek

Never trust government

Kita terlahir di dunia penuh dgn akal busuk.Dimana pohon berdiri menopang bumi.

Pohon terpotong menjadi uang.Air mengalir penuh dengan sampah kapital.

Dengan malam penuh dengan kebencian.Kulihat sudut sana penuh dengan gelandangan.

Tersudut tersungkur kemajuan jaman.Berharap dari langit tak pernah datang

We never trust govermentWe never trust goverment

Bomb....!!!!We never trust govermentWe never trust goverment

Page 31: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

10

This World is Full of IdiotsWETHEPEOPLE!

Music and lyrics written by Wethepeople!Recorded at Teargas Lab

Mixed and Mastered by Irsyad Ali So� at Teargas LabWETHEPEOPLE!: Abdul Aziz, Ar�an Firmansyah,

Trie Waskito, Whisnu Wardhana

The dumbest you can �nd / They never use their mind / They drool upon them self / They drool upon

them self / It's full of idiots.. the world it's full of idiots / It's full of idiots.. the world it's full of idiots.

*Di dunia ini banyak orang yang merasa dirinya paling pintar dan jenius, atau bahkan mungkin setiap manusia harus disebut orang yang pintar karna setiap ucapan dan tindakannya bisa merubah dan mempengaruhi lingkungan, dan memang orang pintar dan jenius ini sangat banyak jumlahnya sehingga mereka akhirnya saling bersaing untuk bisa menjadi tidak sama dengan orang lain (beda) hingga mereka lupa dengan manusia lainnya, ahh saya jadi ikutan bodoh menjelaskannya�

All Cops Are GodsBARS OF DEATH

11

Music produced by Morgue VanguardCo-produced by Jay Beathustler

Lyrics written by Morgue Vanguard and SarkaszScratchworks performed by The Cutmaster Evil Cut aka DJ-E

No loop machine used, all played live on turntablesMixed and Mastered at ChronicLab by DJ Scratchy

BARS OF DEATH are: Morgue Vanguard and Sarkasz

[Sarkasz] kami dewa mulai perempatan lampu merah

Kim jong Ill di korea hingga kalashnikov di cigondewahpetakan realita ala murdoch pada arus berita

dengan kemampuan Caligula dihadapan anus balitasekiri sandinista, kami jabat tangan ortega

siapapun pemimpinnya, kami hidup dengan omertaSebut kami John Gotti abdi la cosa nostra

Seloyal perompak somali dihadapan kotak pandoraSeloyal mercenary dihadapan uang sewa

Dan seloyal kyai yang berorasi dihadapan massakarena kalian hanyalah medium perantara

yang melegitimasi penjualan Ciremai sebagai syarat AFTAkami pastikan setiap upeti sampai jakarta

haur konengkan nusantara jika tak selesaikan perkarahingga tak ada lagi yang tersisa

hingga kami ambil alih semuanya, dan kalian hanyalah pemirsa[Morgue Vanguard]

kredo agama komando dan lencana, pseudo bhayangkara, moral berseragam dengan tarif sesuai selera

serupa pabrik romusha yang membutuhkan centengdemokrasi berada ditangan kami yang menggenggam beceng

Page 32: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung

Deep, Far and BeyondSSSLOTHHH

12

Live recorded at Odyssey Studio BandungMixed and mastered by Rayhan Sudrajat

Music and lyric by SSSLOTHHH SSSLOTHHH are Vinsensius, Syahroni and Dinar

Contact: +6282116000912 / [email protected]

penjaga vital pintu kapital, garda depan penjagalpelindung pesta CEO tempat elit kami berportal

pada pemadat yang rutin kami palak dan analkami tinggalkan marka makna kesaktian tuhan mega kolosal

korps kami imortal, jangan coba menjajalgeng motor adalah cunguk, kami raja sebenarnya diatas aspal

persetan bantuan hukum yang hafal ribuan pasalkami adalah hukum, maaf, kami tuhan dalam arsenaljangan coba tulis sampah yg menyudutkan kesatuankami ma�a yang dilegalkan, darklords adalah rekanan

kami adalah alasan mengapa ormas diperlukandan kedamaian takan datang bila kami dilenyapkan

[Morgue Vanguard]hukum hanya mitos, lihat apa yang sedang terjadi

belajar dari nasib para petani yang kami bui dari lahan pantai Kulon Progo hingga Mesuji kalian pikir siapa lagi yang selalu kami bekingi

[Sarkasz]Kami adalah rotasi bumi/yang dihuni prostitusi/

Dan adiksi karnivora diplomasi suku tutsi/Jika massa menjadi komoditas untuk berbagi kursi/

maka ilusi dan rasa takut adalah aset industri/represi berakumulasi, responsif di akulturasi/

kami bermain imaji dansa di moshpit Rosemary/teriakan anarki sampai kalian mati/

karena kalian tak bisa hidup tanpa pemimpin dan kami/[Morgue Vanguard]

serupa demonstran yang kami seret ke dalam kandangkami gelandang demokrasi hingga meradang

kalian aktivis kiri terlalu banyak bacotkami kirim sebatalyon ormas

ratakan semua muka kalian dengan got

A.C.A.G

Winds roar now forming vortexSpinnning without direction

when the moon embrace the largerit was reluctant to go and wraps more

long nights to be lived, very deep feels coldthe light was shame to rise but we continue

chattering about coming of the end

Page 33: Booklet part from V/A "Memobilisasi Kemuakan" by Grimloc Records Bandung