Upload
ditjen-pp-dan-pl
View
105
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KINERJA
DIREKTORAT SURVEILANS, IMUNISASI, KARANTINA
DAN KESEHATAN MATRA
TAHUN 2014
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2015
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman i
KATA PENGANTAR
Sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2416
tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan
Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntablitas Kinerja di Lingkungan Kementerian
Kesehatan, maka puji syukur Allah SWT bahwa Direktorat Surveilans, Imunisasi,
Karantina, dan Kesehatan Matra telah menyusun Laporan Kinerja tahun 2014.
Laporan Kinerja yang berisi pelaporan kinerja Direktorat Simkarkesma selama
periode waktu Januari s/d Desember 2014 ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada semua pihak untuk dipergunakan sebagai bahan evaluasi dan
perencanaan dalam pelaksanaan kegiatan surveilans, iImunisasi, karantina dan
kesehatan matra pada tahun ke depan. Semoga dapat bermanfaat dalam
peningkatan kinerja program.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
keberhasilan pelaksanaan kegiatan Simkarkesma tahun 2014, serta semua pihak
yang telah membantu tersusunnya LAKIP ini. Kritik dan saran membangun sangat
kami harapkan demi lebih meningkatkan kinerja Dit. Simkarkesma.
Jakarta, Januari 2015
Direktorat Surveilans, Imunisasi,
Karantina dan Kesehatan Matra
DIREKTUR
dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes
NIP. 196203301997032001
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman ii
RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan
Matra (Dit. Simkarkesma) Tahun 2014 ini merupakan pertanggungjawaban
Direktur Simkarkesma kepada Direktur Jenderal PP dan PL dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, seperti yang diamanahkan dalam
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah. Penyusunan LAKIP ini mengacu pada Permenkes Nomor
2416/Menkes/Per/XII/2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan
Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja di Lingkungan
Kementerian Kesehatan.
Dit. Simkarkesma memiliki 5 (lima) indikator kinerja seperti yang diamanahkan
dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.
Dari Renstra tersebut, Dit. Simkarkesma memiliki 10 (sepuluh) indikator kinerja
dalam Rencana Aksi Program PP dan PL. Selain itu juga memiliki 1 (satu)
indikator yang termasuk dalam kinerja keberhasilan MDG’s. Realisasi capaian
kinerja untuk masing-masing indikator adalah sbb: 1) Indikator persentase bayi
usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap adalah 89,0% ; 2)
Indikator persentase desa yang mencapai UCI adalah 75,0% ; 3) Indikator
persentase faktor risiko potensial PHEIC yang terdeteksi di pintu masuk negara
adalah 100% ; 4) Indikator presentase penanggulangan KLB < 24 Jam adalah
90,1% ; 5) Indikator persentase terlaksananya penanggulangan faktor risiko
dan pelayanan kesehatan pada kondisi matra adalah 100,16% ; 6) Indikator
persentase anak usia sekolah dasar yang mendapat imunisasi adalah 91,0% ;
7) Indikator penemuan kasus non-polio AFP rate per 100.000 anak < 15 th
adalah 100,5% ; 8) Indikator persentase alat angkut yang diperiksa sesuai
standar kekarantinaan adalah 100% ; 9) Indikator persentase bebas vektor
penular penyakit di perimeter area (House Index = 0) dan buffer area (House
Index < 1) di lingkungan pelabuhan, bandara dan pos lintas batas darat adalah
56,31% ; 10) Indikator persentase setiap kejadian PHEIC di wilayah episenter
pandemi dilakukan tindakan karantina ≤ 24 jam setelah ditetapkan oleh
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman iii
pemerintah adalah 100% ; 11) Indikator persentase anak usia 0-11 bulan yang
mendapat imunisasi campak adalah 94,5%.
Dukungan dana dalam pelaksanaan kegiatan Dit. Simkarkesma tahun 2014
untuk mencapai target indikator nasional adalah bersumber dari APBN, PHLN
dan Dekonsentarsi (termasuk dana untuk kantor daerah). Total keseluruhan
anggaran sebesar Rp 499.285.316.000,-. Realisasi penggunaan anggaran
sebesar Rp. 424.572.283.293,- (85,03%).
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman iii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar i
Ringkasan Eksekutif ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel iv
Daftar Grafik v
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Maksud dan Tujuan 2
C. Dasar Hukum 3
D. Tugas Pokok dan Fungsi 3
E. Struktur Organisasi 4
F. Sistematika Penulisan 6
BAB II. PERENCANAAN dan PERJANJIAN KERJA 8
A. Perencanaan Kinerja 8
1. Rencana Aksi Kegiatan 8
2. Rencana Kinerja Tahun 2014 9
B. Perjanjian Kinerja 11
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 12
A. Pengukuran Kinerja 12
B. Analisis Pencapaian Kinerja 14
1. Indikator Persentase Penanggulangan KLB < 24 Jam 14
2. Indikator Penemuan Kasus Non-Polio AFP Rate Per 27
100.000 anak < 15 Tahun
3. Indikator Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan Yang Mendapat 31
Imunisasi Dasar Lengkap
4. Indikator Persentase Desa Yang Mencapai UCI 36
5. Indikator Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan Yang Mendapat
Imunisasi Campak 40
6. Indikator Persentase Anak Usia Sekolah Dasar Yang
Mendapat Imunisasi 43
7. Indikator Persentase Faktor Risiko Potensi PHEIC
Yang Terdeteksi di Pintu Masuk Negara 36
8. Indikator Persentase Alat Angkut yang Diepriksa Sesuai
Standar Kekarantinaan 54
9. Indikator Persentase Bebas Vektor Penular di Perimeter
Area (House Index = 0) dan Buffer Area (House Index < 0)
di Lingkungan Pelabuhan, Bandara, dan Pos Batas Darat 58
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman iv
10. Indikator Persentase Setiap kejadian PHEIC di wilayah
Episenter Pandemi Dilakukan Tindakan Karantina < 24 jam
Setelah ditetapkan Pemerintah 62
11. Indikator Persentase Terlaksananya Penanggulangan
Faktor Risiko dan Pelayanan Kesehatan Pada Kondisi Matra 70
C. Sumber Daya 77
1. Struktur Organisasi 77
2. Sumber Daya Manusia 77
3. Sumber Daya Anggaran 80
BAB IV. KESIMPULAN 81
LAMPIRAN:
1. Penetapan Kinerja Tahun 2014
2. Rencana Kinerja Tahunan
3. Surat Keputusan Direktur Simkarkesma tentang
Tim Penyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
4. Realisasi Anggaran Tahun 2014 per Output
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Program/Kinerja Dit. Simkarkesma Tahun 2010 - 2014
Tabel 2.2 Rencana Kinerja Dit. Simkarkesma tahun 2014
Tabel 3.1 Target dan Capaian Indikator Program/Kinerja Dit. Simkarkesma
Tahun 2014
Tabel 3.2 Target dan Realisasi Indikator Dit. Simkarkesma Tahun 2010 -
2014
Tabel 3.3 Alokasi Pagu dan Realisasi Anggaran Tahun 2014
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman vi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 Tren Pencapaian Indikator Penanggulangan KLB < 24 Jam
Tahun 2010 - 2014
Grafik 3.2 Tren Penemuan Kasus Non-Polio AFP Rate Per 100.000 Anak <
15 Th Pada Tahun 2010 - 2014
Grafik 3.3 Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan Yang Mendapat Imunisasi Dasar
Lengkap Tahun 2010
Grafik 3.4 Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan Yang Mendapat Imunisasi Dasar
Lengkap Tahun 2010-2014
Grafik 3.5 Persentase Desa Yang Mencapai UCI Tahun 2014
Grafik 3.6 Persentase Desa Yang Mencapai UCI Tahun 2010 – 2014
Grafik 3.7 Persentase Bayi 0-11 Bulan Yang Mendapat Imunisasi Campak
Tahun 2014
Grafik 3.8 Persentase Bayi 0-11 Bulan Yang Mendapat Imunisasi Campak
Tahun 2010 - 2014
Grafik 3.9 Persentase Anak Usia Sekolah dasar Yang Mendapat Imunisasi
Tahun 2010 - 2014
Grafik 3.10 Persentase Faktor Risiko Potensial PHEIC Yang Terdeteksi di
Pintu Masuk Negara Pada Tahun 2010 - 2014
Grafik 3.11 Persentase Alat Angkut Yang Diperiksa Sesuai Standar
Kekarantinaan Tahun 2010 - 2014
Grafik 3.12 Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit di Perimeter Area
(HI=0) di Lingkungan Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas Batas
Darat Tahun 2014
Grafik 3.13 Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit di Buffer Area (HI<0)
di Lingkungan Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas Batas Darat
Tahun 2014
Grafik 3.14 Persentase Setiap Kejadian PHEIC di Wilayah Episenter Pandemi
Dilakukan Tindakan Karantina ≤ 24 Jam Setelah Ditetapkan
Pemerintah Tahun 2014
Grafik 3.15 Persentase Terlaksananya Penanggulangan Faktor Risiko dan
Pelayanan Kesehatan Pada Wilayah Kondisi Matra Tahun 2014
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman vii
Grafik 3.16 Persentase Distribusi Pegawai Per Bagian Dit. Simkarkesma
Tahun 2014
Grafik 3.17 Persentase Distribusi Pegawai Per Jabatan Dit. Simkarkesma
Tahun 2014
Grafik 3.18 Persentase Distribusi Pegawai Per Golongan Dit. Simkarkesma
Tahun 2014
Grafik 3.19 Persentase Distribusi Pegawai Per Pendidikan Dit. Simkarkesma
Tahun 2014
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Dimaksud agar peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Dalam
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJK)
2005-2025 dalam tahap ke-2 (2010-2014), kondisi pembangunan kesehatan
diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan sumber
daya manusia, seperti: meningkatknya derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh kembang
optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk, serta menurunnya kesenjangan antar individu,
kelompok masyarakat, dan daerah.
Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra (selanjutnya
disebut Dit. Simkarkesma) merupakan salah satu unit kerja yang berada di
bawah struktur Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (selanjutnya disebut Ditjen PP dan PL). Seperti yang diamanahkan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tatakerja Kementerian Kesehatan bahwa Dit. Simkarkesma
memiliki ruang lingkup tugas yang meliputi surveilans dan respon kejadian luar
biasa (KLB), imunisasi, karantina kesehatan dan kesehatan pelabuhan, serta
kesehatan matra.
Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB memfasilitasi penyediaan informasi
dan analisis surveilans khususnya penyakit potensi wabah yang menjadi dasar
untuk pelaksanaan respon. Sub Direktorat Imunisasi memfasilitasi pelaksanaan
program imunisasi dasar. Sub Direktorat Karantina Kesehatan dan Kesehatan
Pelabuhan memfasilitasi kegiatan cegah tangkal penyakit-penyakit yang
menjadi perhatian internasional, serta seluruh kegiatan pendukungnya
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 2
khususnya di wilayah pelabuhan, bandara dan lintas batas. Sub Direktorat
Kesehatan Matra memfasilitasi upaya penanggulangan masalah kesehatan
masyarakat yang terjadi pada lingkungan matra akibat perjalanan (travel
health), berkumpul massal (mass gathering) atau pengungsian
(refugees/IDP’s).
Untuk penyediaan informasi kinerja guna pengelolaan kinerja. Dalam rangka
meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil
guna, bersih dan bertanggungjawab, serta sebagai wujud pertanggungjawaban
instansi pemerintahan yang baik, maka perlu disusun Laporan Kinerja
merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang
dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran.
Hal tersebut seperti yang sudah diamanahkan dalam Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 53 tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata
Cara Reviu Atas laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Juga telah diamanahkan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja di lingkungan Kemeterian Kesehatan.
Hal itu pula yang dilakukan oleh Direktur Simkarkesma, yaitu menyusun
Laporan Kinerja tahun 2014 yang merupakan bentuk pertanggungjawaban
secara tertulis kepada Direktur Jenderal PP dan PL seperti yang diamanahkan
dalam Pernyataan Penetapan Kinerja Dit. Simkarkesma tahun 2014 untuk
mewujudkan good governance dan sekaligus result oriented government.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penyusunan Laporan Kinerja Dit. Simkarkesma tahun 2014 adalah
merupakan bentuk pertanggungjawaban secara tertulis yang memuat hasil
pencapaian pelaksanaan kegiatan Tahun Anggaran 2014 yang harus
dipertanggungjawabkan oleh Direktur Simkarkesma, Dit. Jen. PP dan PL,
Kementerian Kesehatan RI.
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 3
Tujuan dari penyusunan Laporan Kinerja ini adalah:
1. Memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas
kinerja yang telah dan seharusnya dicapai.
2. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi instansi pemerintah
untuk meningkatkan kinerjanya.
C. DASAR HUKUM
1. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
2. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas laporan
Kinerja Instansi Pemerintah.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tatakerja Kementerian Kesehatan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja di lingkungan Kemeterian Kesehatan.
D. TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Berdasarkan Permenkes 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan
Tatakerja Kementerian Kesehatan bahwa Dit. Simkarkesma mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan dan penyusunan norma
standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pengendalian penyakit menular langsung.
Dalam melaksanakan tugas tersebut Dit. Simkarkesma menyelenggarakan
fungsinya, yaitu :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang surveilans dan respon
kejadian luar biasa, imunisasi, karantina kesehatan, kesehatan
pelabuhan, dan kesehatan matra ;
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 4
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang surveilans dan respon kejadian
luar biasa, imunisasi, karantina kesehatan, kesehatan pelabuhan, dan
kesehatan matra ;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
surveilans dan respon KLB, imunisasi, karantina kesehatan, dan
kesehatan matra ;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis serta kerjasama/kemitraan
di bidang surveilans dan respon kejadian luar biasa, imunisasi,
karantina kesehatan, kesehatan pelabuhan, dan kesehatan matra ;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan
di bidang surveilans dan respon kejadian luar biasa, imunisasi,
karantina kesehatan, kesehatan pelabuhan, dan kesehatan matra ;
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
E. STRUKTUR ORGANISASI DIT. SIMKARKESMA
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Dit. Simkarkesma memiliki
struktural sebagai berikut:
a. Sub Direktorat Surveilans dan Respon Kejadian Luar Biasa
b. Sub Direktorat Imunisasi
c. Sub Direktorat Karantina Kesehatan dan Kesehatan Pelabuhan
d. Sub Direktorat Kesehatan Matra
e. Sub Bagian Tata Usaha
Selama periode tahun 2014 struktur organisasi Dit. Simkarkesma berganti
kepemimpinan sebanyak 2 kali, yaitu : Periode 1 Januari s/d 17 Oktober 2014
dan Periode 18 Oktober s/d 31 Desember 2014.
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 5
Gambar struktur organisasi Dit. Simkarkesma
periode 1 Januari s/d 17 Oktober 2014
Gambar struktur organisasi Dit. Simkarkesma
Priode 18 Oktober s/d 31 Desember 2014
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 6
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Laporan Kinerja Dit. Simkarkesma tahun 2014 ini menjelaskan pencapaian
kinerja Direktorat selama Tahun 2014. Capaian kinerja tersebut dibandingkan
dengan rencana kinerja (penetapan kinerja) sebagai tolok ukur keberhasilan
tahunan organisasi. Analisis atas capaian kinerja terhadap rencana kinerja
memungkinkan diidentifikasinya sejumlah celah kinerja bagi perbaikan kinerja di
masa yang akan datang. Dengan kerangka pikir seperti itu, sistimatika
penyajian LAKIP Dit. Simkarkesma tahun 2014 adalah sebagai berikut:
a. Bab I : Pendahuluan
Menyajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada
aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issued)
yang sedang dihadapi organisasi.
b. Bab II : Perencanaan Kinerja
Menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun yang
bersangkutan.
c. Bab III : Akuntabilitas Kinerja
c.1. Capaian Kinerja Organisasi
Menyajikan analisis capaian kinerja organisasi untuk setiap kinerja
sasaran strategis sesuai dengan hasil pengukuran kinerja. Analisis
capaian kinerja sbb:
- Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini.
- Membandingkan antara realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun
ini dengan tahun lalu dan beberapa tahun terakhir.
- Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan
target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan
strategis organisasi.
- Membandingkan realisasi kinerja tahun ini dengan standar nasional.
- Analisis penyebab keberhasilan / kegagalan atau peningakatan /
penurunan kinerja serta alternatif solusi yang telah dilakukan.
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 7
- Analisis atas efisensi penggunaan sumber daya.
- Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun
kegagalan pencapaian pernyataan kinerja.
c.2. Realisasi Anggaran
Menguraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan
kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja.
d. Bab IV : Penutup
Menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta
langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk
meningkatkan kinerja.
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 8
BAB II
PERENCANAAN dan PERJANJIAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA
Perencanaan kinerja merupakan kinerja yang direncanakan sebagai penjabaran
dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana strategis yang
akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan tahunan.
Perencanaan kinerja menggambarkan kebijakan, strategi, sasaran strategis dan
target indikator program/kegiatan yang ingin dicapai dalam tahun ini maupun
tahun kemarin.
1. Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Simkarkesma
Berdasarkan dokumen lima tahunan Rencana Aksi Program (selanjutnya disebut
RAP) Ditjen PP dan PL Tahun 2010-2014, yang merupakan rencana aksi Dit.
Simkarkesma adalah pencapaian target 10 indikator program/kinerja. (Tabel 2.1)
Tabel 2.1
10 Indikator Program/Kinerja Dit. Simkarkesma Tahun 2010 - 2014
No Indikator Kinerja
Target
2010 2011 2012 2013 2014
1 Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar
lengkap 80 82 85 88 90
2 Persentase desa yang mencapai UCI 80 85 90 95 100
3 Persentase faktor risiko potensial PHEIC yang terdeteksi di
pintu masuk negara 70 80 100 100 100
4 Persentase Penanggulangan KLB <24 jam 68 73 80 90 100
5 Persentase terlaksananya penanggulangan faktor risiko dan
pelayanan kesehatan pada kondisi matra 60 65 70 75 80
6 Persentase anak usia sekolah dasar yang mendapat imunisasi 98 98 98 98 98
7 Penemuan kasus Non-Polio AFP rate per 100.000 anak < 15 th ≥2 ≥2 ≥2 ≥2 ≥2
8 Persentase alat angkut yang diperiksa sesuai standar
kekarantinaan 70 80 100 100 100
9 Persentase bebas vektor penular penyakit di perimeter area
(House Index = 0) dan buffer area (House Index < 1) di
lingkungan pelabuhan, bandara dan pos lintas batas darat
30 60 100 100 100
10 Pesentase setiap kejadian PHEIC di wilayah episenter pandemi
dilakukan tindakan karantina < 24 jam setelah ditetapkan oleh
pemerintah
100 100 100 100 100
11 Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi
campak 80 85 88 90 92
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 9
2. Rencana Kinerja Direktorat Simkarkesma Tahun 2014
Rencana kinerja Dit. Simkarkesma untuk tahun 2014, seperti telah ditetapkan
dalam Rencana Aksi Program (RAP) Ditjen PP dan PL Tahun 2010-2014 serta
dalam dokumen Rencana Kinerja Tahun 2014 yang telah ditandatangani oleh
Direktur Simkarkesma adalah pencapaian target 10 indikator program/kinerja
Simkarkesma. (Tabel 2.2)
Tabel 2.2
Rencana Kinerja Dit. Simkarkesma Tahun 2014
Sasaran
Strategis Indikator Kinerja
Target
2014
Meningkatnya
pembinaan di
bidang
surveilans,
imunisasi,
karantina dan
kesehatan
matra
Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar
lengkap 90
Persentase desa yang mencapai UCI 100
Persentase faktor risiko potensial PHEIC yang terdeteksi di pintu
masuk negara 100
Persentase Penanggulangan KLB <24 jam 100
Persentase terlaksananya penanggulangan faktor risiko dan pelayanan
kesehatan pada kondisi matra 80
Persentase anak usia sekolah dasar yang mendapat imunisasi 98
Penemuan kasus Non-Polio AFP rate per 100.000 anak < 15 th ≥2
Persentase alat angkut yang diperiksa sesuai standar kekarantinaan 100
Persentase bebas vektor penular penyakit di perimeter area (House
Index = 0) dan buffer area (House Index < 1) di lingkungan pelabuhan,
bandara dan pos lintas batas darat
100
Pesentase setiap kejadian PHEIC di wilayah episenter pandemi
dilakukan tindakan karantina < 24 jam setelah ditetapkan oleh
pemerintah
100
Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi campak 92
Berdasarkan rencana kinerja tersebut, ditentukan kebijakan dan strategi dalam
program pembinaan surveilans, imunisasi, karantina dan kesehatan matra.
Kebijakan yang diterapkan Dit. Simkarkesma adalah:
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 10
1. Menyusun NSPK;
2. Memperkuat jejaring kegiatan baik perencanaan, pelaksanaan di lapangan
dan monitoring evaluasi untuk mendukung akselerasi pencapaian imunisasi,
Surveilans, Karantina dan Kesehatan Matra;
3. Peningkatan kapasitas inti diarahkan pada kemampuan deteksi dan respon
KLB/ PHEIC dalam rangka pelaksanaan penuh IHR 2005 pada tahun 2014;
4. Mengoptimalkan peran daerah dalam implementasi otonomi untuk
mendukung program surveilans dan respon KLB, imunisasi, karantina
kesehatan pelabuhan, dan kesehatan matra;
Strategi yang dilaksanakan oleh Dit. Simkarkesma dalam pencapaian target
indikator program/kinerja adalah:
1. Melaksanakan review dan memperkuat aspek legal;
2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi;
3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program;
4. Mengembangkan (investasi) sumberdaya manusia;
5. Jejaring kerja;
6. Memperkuat logistik dan distribusi manajemen;
7. Surveilans dan aplikasi teknologi informasi;
8. Melaksanakan monitoring, evaluasi, supervisi dan bimbingan teknis;
9. Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan.
Kebijakan dan strategi ini sejalan dengan Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2010-2014, terutama dalam hal menurunkan angka kesakitan
akibat penyakit menular dan diharapkan akan mampu mewujudkan target indikator
pada tahun 2014, yaitu:
1. Sebanyak 90% bayi di Indonesia yang berusia 0-11 bulan mendapat
imunisasi dasar lengkap;
2. Seluruh (100%) desa di Indonesia sudah mencapai Universal Child
Immunization (UCI);
3. Seluruh (100%) faktor risiko Potensial Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC) terdeteksi di pintu masuk negara;
4. Seluruh (100%) KLB ditanggulangi < 24 jam;
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 11
5. Sebanyak 80% faktor risiko pada kondisi matra dapat ditanggulangi;
6. Sebanyak 98% anak usia sekolah dasar mendapat imunisasi;
7. Penemuan kasus non-polio AFP per 100.000 anak usia kurang dari 15
tahun > 2;
8. Seluruh (100%) alat angkut diperiksa sesuai standar kekarantinaan;
9. Seluruh (100%) perimeter area dan buffer area di lingkungan pelabuhan,
bandara dan pos lintas batas darat bebas vektor penular penyakit;
10. Seluruh (100%) kejadian PHEIC di wilayah episenter pandemi dilakukan
tindakan karantina < 24 jam setelah ditetapkan oleh pemerintah
B. PERJANJIAN KINERJA
Perjanjian kinerja adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari
pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah
untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja.
Dengan demikian secara substansi, perjanjian kinerja merupakan komitmen
penerima amanah atau kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah atas
kinerja terukur tertentu berdasarkan sumber daya yang tersedia. Kinerja yang
disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas tahun ini, tetapi
termasuk kinerja (outcome) yang seharusnya terwujud akibat kegiatan tahun-
tahun sebelumnya. Dengan demikian diharapkan terwujud kesinambungan kinerja
setiap tahunnya. (Dokumen terlampir).
Tujuan penyusunan Perjanjian Kinerja ini adalah:
1. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dan pemebri amanah untuk
meningkatkan integritas, akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur;
2. Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur;
3. Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi dan sebagai dasar pemebri pengharagaan dan sanksi;
4. Sebagai dasar pemberi amanah untuk melakukan monitoring, evaluasi dan
supervisi atas perkembangan/kemajuan kinerja penerima amanah;
5. Sebagai dasar dalam penetapan kinerja pegawai.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 12
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan antara realisasi kinerja
dan target kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja ini diperlukan untuk
mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil
dilakukan oleh Dit. Simkarkesma dalam kurun waktu Januari s/d Desember 2014.
(Tabel 3.1).
Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan gambaran kepada
pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam
rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen
Renstra, Rencana Aksi Program (RAP) dan Penetapan Kinerja. Selanjutnya dapat
ditindaklanjuti dalam perencanaan kegiatan di tahun mendatang agar kegiatan
yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan hasil capaian yang sesuai dengan
target yang ditetapkan.
Tabel 3.1
Target dan Capaian Indikator Program/Kinerja Dit. Simkarkesma Tahun 2014
No Indikator Kinerja 2014 Capaian % kinerja
1 Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar
lengkap 90 80,1 89,0
2 Persentase desa yang mencapai UCI 100 75,0 75,0
3 Persentase faktor risiko potensial PHEIC yang terdeteksi di pintu masuk
negara 100 100 100
4 Persentase Penanggulangan KLB <24 jam 100 90,1 90,1
5 Persentase terlaksananya penanggulangan faktor risiko dan pelayanan
kesehatan pada kondisi matra 80 80,13 100,16
6 Persentase anak usia sekolah dasar yang mendapat imunisasi 98 89,2 91,0
7 Penemuan kasus Non-Polio AFP rate per 100.000 anak < 15 th ≥ 2 2,01 100,5
8 Persentase alat angkut yang diperiksa sesuai standar kekarantinaan 100 100 100
9
Persentase bebas vektor penular penyakit di perimeter area (House
Index = 0) dan buffer area (House Index < 1) di lingkungan pelabuhan,
bandara dan pos lintas batas darat
100 56,31 56,31
10
Persentase setiap kejadian PHEIC di wilayah episenter pandemi
dilakukan tindakan karantina < 24 jam setelah ditetapkan oleh
pemerintah
100 100 100
11 Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi campak 92 87,9 94,5
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 13
Pada tabel 3.2 di bawah ini adalah hasil pengukuran kinerja dari setiap indikator
program/kinerja berdasarkan perbandingan antara target dengan realisasi kinerja
mulai tahun 2010 s/d 2014, yaitu:
Tabel 3.2
Target dan Realisasi Indikator Dit. Simkarkesma Tahun 2010 s/d 2014
No. Indikator Kinerja 2010 2011 2012
2013
2014
T C
%
Knja T C
%
Knja T C
%
Knja T C
%
Knja
T
C
%
Knja
1
Persentase bayi usia 0-11
bulan yang mendapat
imunisasi dasar lengkap
80 88.9 111.1 82 88,9 108.4 85 86,8 102.1
88
90
102,2
90 80,1 89,0
2 Persentase desa yang
mencapai UCI 80 75.3 94.1 85 74.1 87.2 90 79,3 88,1
95 82 86,3
100
75,0
75,0
3
Persentase faktor risiko
potensial PHEIC yang
terdeteksi di pintu masuk
negara
70 78 111.4 80 99.4 124.3 100 97.8 97.8
100
100
100
100
100
100
4
Persentase
Penanggulangan KLB <24
jam
68 61 89.7 73 70 95.9 80 79.9 99.9
90
90,35
100,3
100
90,1
90,1
5
Persentase terlaksananya
penanggulangan faktor
risiko dan pelayanan
kesehatan pada kondisi
matra
60 60 100 65 65 100 70 70 100
75
76,58
102,1
80
80,13
100,1
6
6
Persentase anak usia
sekolah dasar yang
mendapat imunisasi
95 89.8 94.5 98 89.8 95.7 98 91,9 93,8
98 93,4 95,3
98 89,1 91,0
7
Penemuan kasus Non-
Polio AFP rate per
100.000 anak < 15 th
≥2 > 2.22 100 ≥2 2.5 100 ≥2 2.59 100 ≥2
2,41
2,41
≥2
2,01
100,5
8
Persentase alat angkut
yang diperiksa sesuai
standar kekarantinaan
70 65.2 93.1 80 91.4 114.3 100 79,2 79,20
100
100
100
100
100
100
9
Persentase bebas vektor
penular penyakit di
perimeter area (House
Index = 0) dan buffer area
(House Index < 1) di
lingkungan pelabuhan,
bandara dan pos lintas
batas darat
30 43.2 144 60 15.6 26 100 53,5 53,5
100
52,02
52,02
100
56,31
56,31
10
Pesentase setiap kejadian
PHEIC di wilayah
episenter pandemi
dilakukan tindakan
karantina < 24 jam
setelah ditetapkan oleh
pemerintah
100 100 100 100 100 99.4 100 100 100
100
100
100
100
100
100
11
Persentase anak usia 0-11
bulan yang mendapatkan
imunisasi campak
80 93,6 117 85 93,6 110,1 88 99,3 112,8
90
97,9
108,7
92
87,9
94,5
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 14
B. ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA
Selama tahun 2014 Dit. Simkarkesma telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk
pencapaian target program/kinerja. Berikut ini adalah hasil pengukuran kinerja
termasuk upaya-upaya yang dilakukan, keberhasilan, permasalahan, dan strategi
menghadapi kendala.
B.1. Indikator : Persentase Penanggulangan KLB < 24 Jam
a. Definisi Operasional :
Angka yang menunjukkan persentase upaya penanggulangan suatu KLB penyakit
dalam waktu kurang dari 24 jam sejak terjadinya KLB oleh petugas kesehatan
setempat (bidan desa, perawat, dokter, petugas surveilans, dll). Tindakan
penanggulangan adalah melakukan minimal salah satu dari kegiatan berikut : 1)
Penyelidikan epidemiologi; 2) Penatalaksanaan penderita yang mencakup
kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk
tindakan karantina; 3) pencegahan dan atau pengebalan; 4) pemusnahan
penyebab penyakit; 5) penanganan jenazah akibat wabah; 6) penyuluhan kepada
masyarakat; 7) upaya penanggulangan lainnya, antara lain berupa meliburkan
sekolah untuk sementara waktu, menutup fasilitas umum untuk sementara waktu,
melakukan pengamatan secara intensif/surveilans (Permenkes 1501/2010).
b. Cara Perhitungan :
Jumlah KLB ditanggulangi < 24 jam pada tempat dan periode waktu tertentu
-------------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah KLB yg terjadi pada tempat dan periode waktu yang sama
c. Capaian Indikator
Indikator Persentase Penanggulangan KLB <24 Jam pada tahun 2014 mencapai
90.1% dari taget indikator nasional sebesar 100%, sehingga realisasi kinerja
sebesar 90,1%. Seperti terlihat pada grafik 3.1 di bawah ini.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 15
Grafik 3.1
Tren Pencapaian Indikator Penanggulangan KLB < 24 Jam Tahun 2010 – 2014
Sumber Data : Data KLB s.d Minggu 1 Tahun 2015
Dari grafik diatas terlihat bahwa pencapaian pada tahun 2010-2013 terlihat tren
yang meningkat mulai dari 61% sampai 90,35%. Pada tahun 2014 capaian
indikator sebesar 90,1%. Capaian indikator tersebut dipengaruhi oleh lokasi
tempat kejadian KLB, akses fasilitas kesehatan, kompetensi petugas kesehatan
dalam menilai risiko KLB serta kelengkapan laporan. Sampai dengan minggu 1
Januari 2015 terdapat 7 Provinsi yang belum mengirimkan laporannya yaitu
Provinsi Aceh, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Maluku,
Papua dan Papua Barat. Alasan belum dikirimkan laporan karena Kabupaten/Kota
belum mengirimkan laporannya ke provinsi dikarenakan pergantian petugas
surveilansnya.
Anggaran untuk pencapian indikator <24 jam Rp. 1.732.727.000,-, realisasi
anggaran Rp. 1.015.041.351,- (sampai dengan 31 Desember 2014). Satu
kegiatan besar yaitu pertemuan Validasi Data yang ke 2, rencana akan
dilaksanakn di awal Desember 2014 namun kegiatan tersebut tidak dilaksanakan
karena adanya kebijakan dari Menpan yang tidak memungkinkan untuk
penyelenggaraan kegiatan tersebut.
d. Upaya Mencapai Target Indikator
Pencapaian target indikator Persentase Penanggulangan KLB < 24 jam tahun
pada tahun 2014 merupakan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan,
antara lain:
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 16
i. NSPK surveilans epidemiologi dan respon KLB
a) Penyusunan Permenkes 45 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan
b) Penyusunan buku data surveilans dan respon KLB tahun 2013
c) Penyusunan Pedoman PD3I
d) Penyusunan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Virus
Ebola
e) Penyusunan Pedoman Pengendalian Legionellosis
− Penyusunan Pedoman Surveilans Sentinel Legionella
− Kapasitas Penguatan Laboratorium
− Implementasi Sistem Surveilans Sentinel Legionella (5 Kab)
− Supervisi dan Monitoring Surveilans Legionella
− Evaluasi dan Koordinasi Pertemuan Sistem Surveilans Sentinel
Legionella
f) Pencetakan, penggandaan, dan disitribusi buku
Tahun 2014 dilakukan pencetakan, penggandaan, dan distribusi buku
sebagai berikut :
− Buku data surveilans dan respon KLB Tahun 2013; 1000 eks
− Buku pedoman sistem kewaspadaan dini dan respon; 400 eks
− Buku algoritme diagnosis penyakit dan respon; 400 eks
− Banner KIE dan Surveilans dan Respon KLB ; 12 buah
− Buletin Epidemiologi; 2500 eks
− Leflet, poster, name tag, dan sertifikat ; 1 paket
ii. Pengembangan sistem surveilans dan respon KLB
a) SKDR merupakan salah satu sistem surveilans yang digunakan dalam
rangka mendeteksi adanya ancaman KLB. Replikasi Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) sampai pada tahun 2014 telah
dilakukan di 32 Provinsi (termasuk Kalimantan Utara). Rangkaian kegiatan
dalam replikasi SKDR adalah sosialisasi dan advokasi, TOT, pelatihan
bagi petugas kabupaten/kota, dan pelatihan bagi petugas Puskesmas.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 17
b) Sosialisasi dan Advokasi SKD
Sosialisasi SKDR dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada para
pengambil keputusan di tingkat provinsi baik di Dinas Kesehatan dan
sektor terkait lainnya untuk mendapat dukungan komitmen dan
pendanaan operasional. Pada tahun 2014 sosialisai SKDR dilaksanakan
di 7 Provinsi yang pendanaannya bersumber dari APBN yaitu: Sumatera
Utara, Bangka Belitung, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat,
Gorontalo, dan Papua. Provinsi Kalimantan Utara pendanaanya
bersumber dari dana PHLN.
c) Pelatihan SKDR bagi petugas Dinas Kesehatan Provinsi (TOT)
Pelatihan dilaksanakan bagi petugas surveilans di 7 Provinsi yang telah
tersosialisasi pada tahun 2014, pelaksanaan kegiatan dilakukan di
Jakarta. Pelatihan ini bertujuan untuk melatih petugas surveilans provinsi
agar dapat memahami, menganalisa dan mampu mengoprasionalkan
aplikasi SKDR dan dapat melatih petugas surveilans kab/kota.
d) Pelatihan SKDR bagi petugas teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pelatihan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk melatih seluruh petugas
dinas kesehatan kabupaten/kota agar dapat memahami, menganalisa dan
mampu mengoprasionalkan aplikasi SKDR dan melatih petugas surveilan
puskesmas. Pelatihan ini dilakukan pada masing-masing provinsi yang
sumber dananya berasal dari dana pusat yang diserahkan ke provinsi
melalui mekanisme dekonsentrasi. Narasumber dari pelatihan ini
merupakan gabungan dari petugas provinsi yang telah dilatih dan juga dari
pusat.
e) Tahun 2014 pelatihan SKDR bagi petugas surveilans puskesmas telah
dilaksanakan di 105 kabupaten dari 7 provinsi (Provinsi Sumatera Utara,
Bangka Belitung, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat,
Gorontalo, dan Papua). Waktu pelatihan dilaksanakan setelah pelatihan di
tingkat kabupaten/kota. Narasumber berasal dari petugas kabupaten/kota
yang terlatih dan atau petugas surveilans provinsi yang terlatih.
f) Pertemuan evaluasi SKDR tingkat nasional.
Pertemuan evaluasi SKDR tingkat nasional dilaksanakan di Bandung
(Jawa Barat) yang dihadiri oleh 32 Dinkes Kesehatan Provinsi dan 32
Dinkes Kabupaten/Kota yang telah Implementasi SKDR. Pertemuan ini
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 18
bertujuan untuk memperoleh gambaran umum hasil pelaksanaan,
hambatan dan tantangan dalam implementasi SKDR. Setelah dirumuskan
hambatan dan tantangannya, maka akan disusun strategi pada masing-
masing provinsi sebagai tindak lanjut atas hambatan dan tantangan yang
ada. Pada pertemuan ini provinsi yang telah mengimplementasikan SKDR
memprentasikan hasil kinerjanya. Presentasi dilakukan secara panel, oleh
provinsi yang memiliki kinerja terbaik yaitu: Lampung, D.I. Yogyakarta,
Jambi, Bali dan NTB. Panel kedua presentasi oleh 7 provinsi replikasi
SKDR tahun 2014 yaitu: Gorontalo, Sulawesi Barat, Papua, Sumatera
Utara, Kalimantan Tengah, Bengkulu dan Bangka Belitung.
Pada akhir pertemuan disusun rencana tindak lanjut untuk tahun 2015
sebagai peningkatan kinerja SKDR di Indonesia yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kinerja SKDR tahun 2015 yang optimal di seluruh
puskesmas, Dinas Kesehatan kabupaten/Kota dan Provinsi. Membuat
analisa mengenai tantangan/hambatan, peluang/kekuatan, serta
menentukan target tahun 2015 (kelengkapan dan ketepatan laporan
puskesmas, kabupaten/kota dan alert yang direspon) sesuai dengan
format Goal Setting 2015 terlampir.
2. Kinerja SKDR Kabupaten/Kota dan Provinsi dinilai dari persentase
pencapaian indikator yang telah ditetapkan sendiri oleh provinsi dan
kabupaten/kota.
3. Rekap Goal Setting 2015 yang telah dikompilasi oleh provinsi diemail
ke pusat ([email protected]) paling lambat akhir Desember
2014.
4. Mulai awal tahun 2015 seluruh kabupaten/kota di 32 provinsi yang
telah implementasi SKDR membuat rekap jumlah alert yang muncul,
jumlah alert yang diverifikasi dan jumlah alert yang menjadi KLB
menurut jenis penyakit setiap minggu sebagaimana terlampir (file:
verifikasi alert.xls) dan dikirim bersama file export melalui email ke:
5. Analisis berupa bulletin maupun power point setiap kabupaten/kota,
provinsi dan pusat dibuat minimal 1 bulan sekali, kemudian
disampaikan kepada atasan dan bawahannya.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 19
6. Setiap 3 bulan sekali, subdit surveilans akan membuat dan
mengirimkan feedback kinerja SKDR yang ditujukan kepada semua
Kepala Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/kota secara resmi.
7. Subdit Surveilan dan Respon KLB, Direktorat Simkar dan Kesma akan
melakukan advokasi dan sosialisasi kepada B/BTKL di seluruh
Indonesia untuk mendapatkan dukungan dalam membantu
pemeriksaan sample/ specimen alert tertentu yang muncul dalam
SKDR
8. Petugas surveilans Dinas Kesehatan Provinsi di 24 provinsi yang
mengimplementasikan SKDR di tahun 2013 akan menginstal software
windows server dan SKDR berbasis Web setelah kembali dari
pertemuan ini.
9. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi yang menggunakan
software SKDR lama dapat bermigrasi ke software SKDR berbasis
Web, mulai tahun 2015 akan melakukan sosialisasi atau pelatihan bagi
petugas puskesmas. Sumber dana ini dapat menggunakan dana APBN
atau APBD 1 atau APBD 2.
g) Tahun 2014 sampai dengan Minggu ke-53 sinyal penyakit yang dilaporkan
sebanyak 74.408 dan sinyal yang direspon sebanyak 2729 (3,67%). Dari
seluruh sinyal tersebut tercatat sebanyak 120 kasus (0,16%) yang menjadi
KLB.
h) Pelatihan Tim Gerak Cepat
Pelatihan ini bertujuan melatih tenaga surveilans provinsi dalam
melakukan respon cepat terhadap penyakit berpotensial KLB. Tahun 2014
pelatihan TGC di laksanakan di Provinsi NTT, sehingga sudah 30 Provinsi
dan 374 Kab/Kota yang dilatih TGC. Provinsi yang belum mendapatkan
pelatihan TGC sebanyak 4 provinsi yaitu : Maluku Utara, Kalimantan
Utara, Papua dan Papua Barat. Kegiatan ini melibatkan lintas program
(Subdit ISPA, Subdit Zoonosis, RSPI, Promkes, BUK, Litbangkes) dan
lintas sektor (Dinas Kesehatan Hewan).
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 20
iii. Asistensi teknis penyelidikan epidemiologi
Kegiatan ini dilakukan untuk bimbingan dan pembinaan pada provinsi dan
kabupaten/kota yang sedang melakukan penyelidikan epidemiologi, namun
masih memerlukan bantuan dari pusat untuk upaya teknis
penanggulangannya. Beberapa penyelidikan epidemiologi yang telah
dilakukan antara lain :
a. Monitoring dan evaluasi pengendalian KLB PD3I di provinsi Maluku,
Lampung, DI Jogjakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Timur,
Jawa Barat, Bali dan Banten.
b. Monitoring dan evaluasi kasus suspek penyakit virus Ebola di provinsi
DKI, Sumatera Utara dan Jawa Timur.
iv. Asistensi teknis penguatan sistem kewaspadaan dini & respon KLB.
Kegiatan Asistensi teknis berupa bimbingan teknis pusat ke daerah, dengan
sasaran utama daerah yang mengalami banyak KLB, pencapaian target
penanggulangan KLB <24 jam rendah, daerah yang baru melaksanakan
SKDR, atau ada permintaan bimbingan teknis dari daerah.
v. Pertemuan koordinasi penyakit potensial KLB di tingkat pusat
Kegiatan ini dilakukan untuk melakukan koordinasi dengan lintas program
terkait untuk meningkatkan koordinasi dalam upaya pengendalian KLB. Pada
pertemuan ini telah dilaksanakan sebanyak 4 kali dan menghasilkan standar
operasional prosedur (SOP) surveilans berbasis kejadian untuk menangkap
seluruh kejadiaan yang dilaporkan sebagai KLB.
Tahapan yang dilakukan dalam SOP adalah :
a. Menerima dan mencari informasi dari masyarakat.
b. Melakukan verifikasi terhadap informasi yang diterima secara formal dan
informal untuk memastikan kebenaran informasi tersebut.
c. Melakukan analisis atau kajian dari data yang diperoleh dengan koordinasi
LP/LS.
d. Memberikan umpan balik tindakan apa yang perlu dilakukan segera.
e. Diseminasi informasi kepada LP dan LS terkait tindak lanjut.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 21
Pertemuan ini melibatkan lintas program terkait yaitu: Subdit P. ISPA, Subdit
P. Zoonosis, Subdit PPTTU, Subdit PASD, Subdit P. Diare, Subdit P.
Arbovirosis, Subdit P. Vektor, Subdit P. Malaria, BPOM, Balitbangkes, Ditjen
BUK, Ditjen BIGIKIA, Ditjen Binfar dan Posko KLB.
vi. Pertemuan review kinerja petugas surveilans Kabupaten/Kota di Provinsi dan
Pusat (Review meeting of DSO performance on EID/AI -Surveillance and
response at National and Distric level).
Review kinerja DSO bertujuan untuk mendapat informasi kinerja, dan
masalah-maslah serta upaya-upaya alternatif untuk meningkatkan kinerja
DSO dalam rangka penguatan pelaksanaan surveilans dan respon KLB di
tingkat kabupaten/kota.
Pertemuan review kinerja petugas surveilans Kab/Kota tingkat Nasional di
laksanakan di Batam dengan mengundang 10 provinsi DSO yaitu: Sumatera
Utara, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan,
Permasalahan/Hambatan dalam Kegiatan DSO adalah :
a. Kegiatan DSO telah dilakukan oleh semua DSO di 10 provinsi namun
masih perlu dilakukan secara optimal.
b. SMS gateway belum dimanfaatkan secara optimal, sebagai sarana
komunikasi yang cepat dengan DSO.
c. Koordinasi dengan lintas program dan sektor terkait belum berjalan
dengan baik.
Rekomendasi:
a. Untuk melakukan review kegiatan DSO di tingkat Nasional minimal dua
kali dalam setahun.
b. SMS gateway digunakan untuk melaporkan update laporan dan jika ada
perubahan format SMS gateway.
c. Untuk update informasi, kebijakan baru dan penyakit zoonosis harus
diinformasikan kepada provinsi dan kabupaten/kota tepat waktu.
d. Melakukan Advokasi kepada pemerintah daerah selaku pengambil
keputusan/kebijakan untuk mendapatkan dukungan kebutuhan
operasional DSO.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 22
Rencana Tindak Lanjut:
a. Melakukan pelatihan surveillance kepada Petugas kabupaten/kota di 10
Provinsi.
b. Melaksanakan evaluasi kinerja DSO pada 10 Provinsi
c. Bimbingan teknis untuk menanggapi peringatan dalam 10 provinsi dan
200 kabupaten / kota.
vii. Alat dan bahan investigas dan penanggulangan KLB
Pengadaan logistik dalam rangka investigasi dan penanggulangan KLB
difteri sebagai buffer stock meliputi :
- Pengadaan Anti Difteri Serum (ADS) 990 (@Vial 5 ml )
- Bufferstock ADS tahun 2014 sebanyak 1.463 vial
- Reagen Campak berupa :
Enzygnost Anti Measles virus : 90 Kit
Enzygnost Anti Rubella : 80 Kit
Suplementary Reagen for Enzygnost : 80Kit
- Alat Pengambil Specimen Campak dan AFP:
Push button blood :1.300 buah
Blood collection needle : 6.000 buah
Blood coll tubes/vacutainer : 5.400 buah
Pipette : 6.000 buah
Cryotube : 6.000 buah
Holder : 900 buah
Tourniquet : 900 buah
Urine cont : 900 buah
Stool cont : 3.600 buah
Amies media : 2.700 buah
viii. Laporan investigasi dan penanggulangan KLB
- Monitoring dan Evaluasi pengendalian KLB PD3I
ix. Data penyakit menular dan potensial KLB
- Sewa jaringan lease line
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 23
x. Laporan, rencana tindak lanjut, kesepakatan hasil monitoring dan evaluasi
surveilans epidemiologi.
a. Asistensi teknis penguatan sistem kewaspadaan dini & respon KLB.
Kegiatan asistensi teknis penguatan sistem kewaspadaan dini dan respon
KLB berupa bimbingan teknis pusat ke daerah, dengan sasaran utama
daerah yang mengalami banyak KLB, pencapaian target penanggulangan
KLB <24 jam rendah, daerah yang baru melaksanakan SKDR, atau ada
permintaan bimbingan teknis dari daerah.
b. Monitoring and supervision Field Epidemiology Trainning Pograme (FETP
– WHO)
- Monitoring dan Supervisi Mahasiswa FETP UI dan UGM angkatan 2012
- Monitoring dan Supervisi Mahasiswa UGM angkatan 2013
c. FETP (Secretariat Operational, Coordinating Meeting and Supervision)
FETP Sekretariat telah dibentuk dan bekerja di Ditjen PP dan PL
Kemenkes RI untuk memfasilitasi koordinasi dengan stakeholder,
termasuk kementerian dan universitas. Merupakan bagian dari jaminan
kualitas dan proses pemantauan, FETP perlu mengarakan rapat
koordinasi reguler antara Kemenkes, universitas pelaksana dan ahli dari
luar.
d. Field Supervisor Workshop
Sesuai dengan persyaratan akreditasi TEPHINET, mahasiswa harus
dibimbing oleh supervisor lapangan yang memenuhi syarat untuk
mendukung proyek lapangan tersebut. Supervisor lapangan harus
memiliki pengalaman dalam bidang-bidang berikut ini:
1. Manajemen, desain, dan analisis sistem surveilans kesehatan
masyarakat
2. Investigasi wabah dan epidemiologi lainnya
3. Strategi pencegahan dan pengendalian penyakit
4. Epidemiologi kecelakaan kerja dan penyakit
5. Pengalaman mengawasi para profesional kesehatan masyarakat.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 24
Untuk menjaga kualitas dan meningkatkan kapasitas pembimbing
lapangan, maka pertemuan pembimbing lapangan diadakan setiap tahun
dengan berbagai materi pengembangan yang relevan juga sesi diskusi
untuk saling berbagi pengalaman dan pemecahan masalah yang mungkin
timbul di lapangan.
e. Laboratory Curricula Alignment Workshop
Kegiatan ini adalah untuk mendiskusikan penambahan komponen
mengenai Laboratorium dalam kurikulum mahasiswa FETP. Dasar
pertimbangannya adalah mahasiswa FETP perlu memahami prinsip-
prinsip dan praktek komponen laboratorium yang mendukung surveilans
penyakit dan investigasi wabah dasar. Keterkaitan ini merupakan bagian
penting yang akan menghasilkan peningkatan pengawasan dan
penanggulangan wabah, dan dapat menghasilkan program yang lebih
baik, serta memperkuat jaringan sistem kesehatan. Meskipun siswa FETP
dan alumni tidak laboratorians, namun mereka perlu memahami pra-
analitik, analitik dan pasca-analitik dasar laboratorium. Ini termasuk
konsep dasar manajemen laboratorium dan kebijakan, desain sistem
laboratorium dan prinsip-prinsip untuk melakukan serta
menginterpretasikan isolasi dan subtyping bakteri, serologi, polymerase
chain reaction (PCR) metode, dan aliran cytometry (HIV). Untuk ini, siswa
akan menghabiskan empat hari di laboratorium BTKL daerah (BTKL
Jakarta untuk UI dan BTKL Jogjakarta untuk mahasiswa UGM) untuk
mempelajari dasar-dasar ini selama satu semester courseblock.
f. Surveilans Epidemiologi - WHO
National Scientific Conference on Epidemiology (NSCE)
Konferensi Ilmiah Nasional Epidemiologi telah dilaksanakan dan
melibatkan semua lembaga seperti perguruan tinggi, Kemenkes, lembaga
internasional dan pemangku kepentingan lainnya. Sebelumnya sudah
pernah dilaksanakan untuk pertama kalinya pada tahun 2010, pada
konferensi ini memberikan kesempatan pada siswa FETP untuk
mempresentasikan karya mereka di depan khalayak nasional dan
internasional.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 25
Tahun 2014 Konferensi Ilmiah Epidemiologi Lapangan ke-4 di fokuskan
pada peran laboratorium untuk mendiagnosis penyakit yang berpotensial
KLB. Dengan ini, mahasiswa FETP dan alumni dapat menyadari strategi
nasional, inisiatif dan diterapkan aspek ilmu laboratorium dalam praktek
dalam pengendalian penyakit. Sejumlah sesi pada konferensi
menekankan tema sistem surveilans berbasis laboratorium, baik itu
kesehatan manusia dan hewan, dalam hal ini juga memantau pentingnya
laboratorium dalam konteks One Health.
Konferensi ini juga diharapkan memberikan kontribusi pada upaya
pengendalian penyakit dan masalah kesehatan di Indonesia. Konferensi
ini melibatkan praktisi, akademisi dan stakeholder baik pusat maupun
daerah, mahasiswa FETP dan alumni. Konferensi ini akan memberikan
kontribusi penting untuk pekerjaan epidemiologi di Indonesia, khususnya
dalam keberlanjutan FETP dan kolaborasi FETP dengan sistem berbasis
laboratorium.
e. Masalah Dihadapi
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target indikator persentase
penanggulangan KLB < 24 jam pada tahun 2014 masih menghadapi
masalah/kendala, antara lain:
i. Sebagian KLB terjadi di daerah sulit dijangkau, sehingga perlu waktu menuju
lokasi dan terbatasnya sarana komunikasi, seperti di Papua, Papua Barat,
Maluku, Maluku Utara dan NTT.
ii. Terbatasnya jumlah, kualitas dan distribusi tenaga surveilans.
iii. Belum optimalnya komitmen petugas surveilans untuk melakukan respon
terhadap sinyal yang ada di SKDR.
iv. Kapasitas laboratorium dasar (SDM, sarana, dana) di puskesmas belum
memadai untuk konfirmasi alert yang muncul dalam SKDR.
v. Kurangnya keterlibatan LS/LP, organisasi masyarakat, profesi, swasta dan
masyarakat.
vi. Belum semua daerah melaporkan KLB serta terlambatnya penemuan kasus
KLB yang berdampak pada terlambat upaya penanggulangannya.
vii. Keterbatasan dana untuk penanggulangan KLB khususnya di daerah.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 26
viii. Belum optimalnya keberlanjutan kinerja indikator pemenuhan kapasitas inti di
Pintu Masuk Negara sebagaimana dipersyaratkan dalam annex 1b IHR
(2005) meski Indonesia mengajukan telah menyatakan implementasi penuh
IHR (2005).
ix. Munculnya penyakit emerging yang menjadi Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD), dan sampai saat ini belum
ada unit khusus yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan penyakit
tersebut.
x. Munculnya penyakit emerging yang sangat jarang sampai saat ini belum ada
unit khusus yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan penyakit
tersebut.
f. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan capaian dan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2014, ada
beberapa strategi sebagai tindak lanjut dari permasalahan yang ada, yaitu:
i. Replikasi SKDR di 8 Provinsi yaitu di Sumatera Utara, Bangka Belitung,
Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Papua dan
Kalimantan Utara.
ii. Sudah terbentuk/dilatih Tim gerak Cepat (TGC) di 30 provinsi dan 374
kabupaten/kota rawan KLB.
iii. Memperkuat petugas surveilans Kabupaten/Kota (DSO) sebanyak 400 orang
dari 200 kab/kota di 10 provinsi (provinsi prioritas/banyak KLB).
iv. Mengembangkan sarana komunikasi (SMS gateway) dengan nomor 0812
1329 9997, 0812 1329 9996
v. Mengembangkan surveilans berbasis kejadian (event based surveillance)
untuk menangkap rumors verifikasi terkait dengan KLB.
vi. Memperkuat SDM bidang epidemiologi ( FETP).
vii. Mempertahankan kinerja Surveilans AFP dan CBMS.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 27
B.2. Indikator : Penemuan Kasus Non-Polio AFP Rate Per 100.000 anak
< 15 Tahun
a. Definisi Operasional
Jumlah kasus lumpuh layuh akut (AFP) non polio yang ditemukan diantara
100.000 penduduk berusia < 15 tahun di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
b. Cara Perhitungan
Jumlah kasus AFP non polio yang ditemukan
------------------------------------------------------ x 100%
Jumlah penduduk usia <15 Tahun
c. Capaian Indikator
Capaian indikator Penemuan Kasus Non-Polio AFP Rate Per 100.000 anak <15
Tahun dengan target > 2 pada tahun 2014 adalah sebesar 2,01. (Seperti pada
grafik 3.2)
Grafik 3.2
Tren Penemuan Kasus Non-Polio AFP Rate Per 100.000 anak <15 Th
Tahun 2010 – 2014
Sumber Data : Surveilans AFP EPI-WHO, s.d Minggu ke 1 tahun 2015
Pada grafik 3.2 di atas terlihat bahwa tren pencapaian indikator penemuan kasus
non-polio AFP rate per 100.000 anak <15 tahun dari tahun 2010 - 2014 melebihi
target yang ditetapkan. Tahun 2014 target yang dicapai (2,01) s.d minggu 1 tahun
2015, angka tersebut masih dapat berubah sampai akhir bulan maret tahun 2015,
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 28
karena kelengkapan laporan dari setiap provinsi belum lengkap. Provinsi yang
kelengkapan laporannya masih dibawah target yaitu Riau, Kalimantan Timur,
Kalimantan Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat.
Untuk mendukung capian indikator Penemuan Kasus Non-Polio AFP Rate Per
100.000 anak <15 tahun, anggaran kegiatan yang bersumber dari APBN total Rp.
222.310.000,- realisasi anggaran Rp. 139.001.600,- dan anggaran yang
bersumber dari PHLN total Rp. 4.390.057.000,- realisasi anggaran adalah
Rp.3.464.287.816,- (sampai dengan 31 Desember 2014).
d. Upaya Dilakukan
Pencapaian target indikator pada tahun 2014 merupakan pencapaian yang cukup
baik dan hal ini merupakan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan dalam
penyelenggaraan kegiatan surveilans dan respon KLB khususnya dalam kegiatan
penemuan kasus non-polio AFP, antara lain:
i. Penyusunan pedoman penanggulangan penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I)
Pertemuan ini diselenggarakan dalam rangka perencanaan pengendalian
dan evaluasi pelaksanaan kegiatan PD3I atau masalah-masalah kesehatan
serta kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
yang disebabkan oleh PD3I. Pedoman ini membahas tentang draf
surveilans campak dan rubella, difteri, tetanus neonatorum, Hib, dan
pertusis.
ii. Pertemuan petugas khusus pengendalian penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PKP-PD3I)
Kegiatan ini bertujuan untuk review kegiatan surveilans PD3I termasuk
kinerja surveilans AFP, menyusun rencana kerja dan sosialisasi program
kerja 2014 serta membangun komitmen untuk mencapai target surveilans
PD3I. Dukungan operasionalisasi kegiatan dilapangan mulai tahap
penemuan kasus, pengiriman spesimen, kunjungan ulang dan resume
medik, pertemuan review kegiatan dan bimbingan teknis ke
kabupaten/kota.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 29
iii. Pertemuan pokja ahli surveilans AFP
Pokja Ahli S-AFP membahas kasus pending AFP untuk mendapatkan
klasifikasi final, polio atau bukan polio (menetapkan diagnosis akhir). Hasil
pembahasan menjadi salah satu bahan laporan Tim Sertifikasi Nasional
kepada Tim Sertifikasi Erapo regional.
iv. Pertemuan tim sertifikasi nasional
Pertemuan Tim Sertifikasi Nasional rutin dilaksanakan setiap tahun untuk
membahas segala permasalahan seputar eradikasi polio di Indonesia,
sekaligus menyiapkan laporan tahunan perkembangan eradikasi polio di
Indonesia untuk dilaporkan kepada WHO-SEARO.
v. Pertemuan koordinasi jaringan laboratorium polio campak nasional
Pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan koordinasi
laboratorium polio dan campak nasional. Secara khusus, tujuan pertemuan
adalah :
- Mengevaluasi kinerja pemeriksaan spesimen AFP dan campak di
laboratorium rujukan nasional yaitu : BBLK Surabaya, Laboratorium
Biofarma Bandung, Pusat BTDK Balitbangkes Jakarta, dan BLK Yogya
(hanya campak)
- Meningkatkan kesiapan laboratorium polio dan campak nasional dalam
mendukung program eradikasi polio dan eliminasi campak nasional.
- Menyiapkan strategi lain dalam pembiayaan laboratorium nasional
- Menyusun Strategi pengembangan laboratorium campak nasional.
vi. Pertemuan Surveilans Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Pertemuan ini bertujuan untuk memantau kecenderungan kejadian kasus
CRS di Indonesia. Pertemuan ini melibatkan 13 Rumah Sakit pendidikan
sebagai Rumah Sakit sentinel yang ditunjuk untuk pelaksanaan surveilans
CRS di 10 Provinsi yaitu: Sulawesi Selatan, Sulawsi Utara, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Jawa Barat, Jogjakarta, DKI Jakarta, Bali, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan. Tujuan khusus pertemuan CRS adalah:
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 30
- Terlaksananya Pengumpulan data CRS di Rumah Sakit yang menjadi
lokasi sentinel.
- Mendeteksi dan mengisolasi bayi dengan CRS yang tepat.
- Terlaksananya analisis data CRS.
- Tersdiseminasinya hasil analisi/ informasi kepada unit terkait.
- Terwujudnya pengambilan keputusan dengan menggunakan data
surveilans.
e. Masalah Dihadapi
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target indikator persentase penemuan
kasus non-polio AFP rate per 100.000 anak <15 Tahun pada tahun 2014 masih
menghadapi masalah/kendala, antara lain:
i. Beberapa provinsi mengalami penurunan kinerja surveilans AFP diantaranya
Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat,
hal ini disebabkan motivasi, etos kerja dan keterampilan PKP PD3I yang
memerlukan pendampingan.
ii. Proporsi penemuan kasus kasus AFP dengan diagnosa penyakit yang
identik dengan Polio (misalnya: Guillare Barre Syndrome, Transversa
Myelitis, Cerebral Palsy) masih perlu peningkatan, hal identik dengan
menurunnya proporsi penemuan kasus AFP di rumah sakit.
iii. Kelengkapan dan ketepatan laporan mingguan baik di puskesmas maupun di
Rumah Sakit yang masih rendah, menunjukkan masih rendahnya upaya
surveilans aktif Rumah Sakit.
iv. Belum maksimalnya komitmen dan dukungan pemangku program surveilans
PD3I baik di provinsi maupun di kabupaten/kota, hal ini sejalan dengan masih
terbatasnya dukungan pendanaan operasional.
v. Banyaknya temuan kasus AFP yang digolongkan pada kasus menggantung
karena ketidak lengkapan Form Pelacakan (FP). Total kasus pending:
163(data minggu 1 tahun 2015)
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 31
f. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan capaian dan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2014, ada
beberapa strategi sebagai tindak lanjut dari permasalahan yang ada, yaitu:
i. Melanjutkan strategi operasionalisasi surveilans PD3I termasuk dukungan
terhadap fungsi PKP-PD3I.
ii. Meningkatkan fungsi review, asistensi dan bimbingan teknis lapangan.
iii. Melakukan sosialisasi dan komunikasi dengan rumah sakit dan klinisi
khususnya dokter spesialis anak dan dokter spesialis syaraf, termasuk
pertemuan review program.
iv. Menguatkan fungsi kontak person rumah sakit dan peran petugas
surveilans Kabupaten/kota untuk melakukan surveilans aktif rumah sakit.
v. Melaksanakan pertemuan dengan pemangku program surveilans
khususnya kepala bidang yang membidangi surveilans di dinas kesehatan
provinsi.
B.3. Indikator : Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan yang Mendapat
Imunisasi Dasar Lengkap
a. Definisi Operasional
Jumlah bayi 0-11 bulan yang bertahan hidup (surviving infant) yang mendapat
imunisasi dasar lengkap meliputi: 1 dosis BCG, 4 dosis Polio, 3 dosis DPT-HB
(atau DPT-HB-Hib), serta 1 dosis campak selama kurun waktu 1 tahun.
b. Cara Perhitungan
Jumlah bayi 0 -11 bulan yang bertahan hidup (surviving infant) yang mendapat
imunisasi dasar lengkap di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu
-----------------------------------------------------------------------------------------------x 100%
Jumlah seluruh bayi yang bertahan hidup (surviving infant) di suatu wilayah pada
kurun waktu yang sama
c. Capaian Indikator
Capaian indikator persentase bayi usia 0-11 bulan yang bertahan hidup (surviving
infant) yang mendapat imunisasi dasar lengkap pada tahun 2014 adalah sebesar
80,1% dari target 90%, sehingga persentase pencapaian kinerjanya sebesar
89,0% (seperti grafik 3.3 di bawah ini)
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 32
Grafik 3.3
Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan yang Mendapat Imunisasi Dasar Lengkap
Selama periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 capaian kinerja, target
dan realisasi imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-11 bulan menunjukan
gambaran sebagai berikut:
1. Pada tahun 2010, realisasi capaian indikator sebesar 88,9% dari target
indikator nasional sebesar 80%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 111,1%.
2. Pada tahun 2011, realisasi capaian indikator sebesar 88,9% dari target
nasional sebesar 82%, sehingga capaian capaian realisasi kinerja 1 adalah
sebesar 108,4%.
3. Pada tahun 2012, realisasi capaian indikator sebesar 86,8% dari target
indikator nasional sebesar 85%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 102,1%.
4. Pada tahun 2013, realisasi capaian indikator sebesar 90% dari target
indikator nasional sebesar 88%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 102,1%.
5. Pada tahun 2014, realisasi capaian indikator sebesar 80,1% dari target
indikator nasional sebesar 90%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 89,0%.
Hal tersebut diatas sebagimana tergambar dalam grafik 3.4 di bawah ini:
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 33
Grafik 3.4 Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan yang Mendapat Imunisasi Dasar Lengkap
Tahun 2010 - 2014
d. Upaya Mencapai Target Indikator
Keberhasilan dalam upaya pencapaian indikator merupakan hasil dari upaya-
upaya yang telah dilaksanakan dalam mencapai target indikator bayi usia 0-11
bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap, antara lain:
i. Monitoring dan evaluasi kegiatan imunisasi
a. Assesment Effective Vaccine Management (EVM) di Provinsi dengan
nilai terendah.
EVM adalah penilaian formal terhadap fasilitas penyimpanan vaksin
untuk menilai kelemahan dalam pemanfaatan peralatan dan prosedur
operasional, serta untuk melakukan perbaikan yang diperlukan di tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota serta Puskesmas agar dapat memenuhi 10
kriteria penilaian.
b. Pelaksanaan Data Quality Selfassetment (DQS) di Provinsi, Kab/Kota,
dan Puskesmas terpilih.
Penilaian kuantitatif Akurasi data cakupan imunisasi menurut antigen
BCG, DPT/HB3 dan Campak dengan DQS, akurasi terendah ditemukan
pada tingkat desa/kelurahan ke Puskesmas yang berbanding terbalik
dengan tingginya over reporting serta rendahnya under reporting. Hal ini
menunjukan permasalahan pencatatan dan pelaporan di tingkat
desa/kelurahan (Puskesmas).
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 34
c. Rekapitulasi, analisa dan penyusunan laporan hasil kegiatan monev.
Laporan kegiatan merupakan bukti kegiatan telah selesai dilaksanakan
atau koreksi awal kemungkinan keberhasilan suatu kegiatan.
d. Pertemuan koordinasi dengan stakeholder (Technical Working
Group/TWG).
Pertemuan Technical Working Group (TWG) dilaksanakan setiap bulan
(12 kali per tahun) bertujuan untuk melakukan koordinasi serta
mendapatkan masukan dan dukungan dari lintas program/lintas sektor
terkait serta mitra (WHO,Unicef, dll) untuk kemajuan program imunisasi.
Pada kegiatan ini juga dibahas masalah-masalah yang dihadapi
program imunisasi dan alternatif pemecahannya bersama-sama.
e. Pertemuan koordinasi dengan tim ahli (Technical Advisorry Group/TAG)
untuk kajian teknis.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi ilmu
pengetahun tentang penyakit seperti penambahan tentang adanya
vaksin baru seperti: Rotavirus, IVP, Hib, dll.
Dan juga munculnya kembali penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I), seperti Difteri, Campak, Polio, maka untuk
menindaklanjuti penyakit yang timbul di masyarakat perlu dibentuk
wadah sebagai tempat konsultasi dan sharing pengetahuan
penatalaksanaan penyakit PD3I tersebut, dalam pertemuan koordinasi
dengan Tim Ahli/TAG (Technical advisory group) untuk memperoleh
masukan, saran, ilmu pengetahuan baru, penatalaksanaan kasus dan
rekomendasi terkait PD3I dalam menyusun kajian teknis. Pertemuan
TAG diikuti oleh jajaran Kemenkes, Dinas Kesehatan, anggota TAG,
Ahli/Pakar keilman PD3I, Komnas dan Komda PP KIPI, BPOM, WHO,
serta UNICEF.
f. Validasi logistik imunisasi.
Sebelum didistribusikan ke provinsi, vaksin disimpan pada gudang
produsen. Untuk memantau bahwa vaksin tersimpan dalam kondisi
baik, jumlah sesuai dengan catatan administrasi, maka dilakukan
kunjungan ke coldroom (gudang vaksin). Validasi logistik dilakukan
setiap 3 bulan oleh pengelola vaksin dari subdit imunisasi bersama
dengan petugas dari gudang.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 35
g. Pengolahan data cakupan imunisasi dan penyusunan umpan balik.
Kegiatan Pengolahan data cakupan imunisasi dan penyusunan
feedback bertujuan untuk mendapatkan hasil analisis dan kesimpulan
data cakupan imunisasi selanjutnya didiseminasikan pada dinas
kesehatan dan kepala daerah provinsi sebagai bahan evaluasi program.
h. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Imunisasi
- Penyusunan bahan KIE imunisasi
Kegiatan KIE imunisasi untuk menyediakan materi informasi,
komunikasi dan edukasi tentang program imunisasi dasar rutin
pada bayi, imunisasi rutin pada anak sekolah, imunisasi TT pada
WUS. Diharapkan masyarakat lebih memahami pentingnya imunisasi
sehingga tidak ada penolakan dalam pelayanan imunisasi.
- Penggandaan dan pendistribusian bahan KIE.
- Pencetakan revisi juknis pelaksanaan imunisasi.
i. Introduksi vaksin baru
- Penyusunan, penggandaan dan pendistribusian bahan KIE imunisasi
DPT-HB-Hib.
- Penggandaan dan pendistribusian petunjuk teknis pelaksanaan
imunisasi DPT-HB-Hib dan imunisasi lanjutan pada anak batita
(Prov, Kab/Kota, dan Puskesmas).
- Penyusunan tools monitoring pelaksanaan imunisasi DPT-HB-Hib.
e. Masalah Dihadapi
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target indicator persentase bayi 0-11 bulan
tahun 2014 yang mendapat imunisasi dasar lengkap masih menghadapi
masalah/kendala, antara lain:
i. Adanya kekosongan vaksin di daerah karena terlambatnya proses
pengadaan di tingkat pusat.
ii. Terlambatnya laporan capaian dari provinsi sehingga rekapitulasi laporan di
pusat belum 100%.
iii. Rendahnya komitment dari Pemerintah Daerah, terutama dalam penyediaan
anggaran operasional imunisasi.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 36
iv. Rendahnya kompetensi petugas imunisasi akibat
- Mutasi petugas terlatih
- Petugas tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
- Tugas rangkap dari petugas.
v. Kurangnya sarana coldchain (terutama lemari es dan vaksin carrier) untuk
tingkat puskesmas.
vi. Kesulitan akibat kendala geografis, menyebabkan disparritas cakupan antar
wilayah yang mengakibatkan timbulnya daerah kantong KLB.
vii. Penolakan imunisasi oleh kelompok masyarakat tertentu, terkait:
- Hambatan budaya (masyarakat beranggapan bahwa bayi yang belum
berumur 40 hari tidak boleh keluar rumah)
- Kehalalan vaksin
- Rendahnya pengetahuan (sebagian masyarakat beranggapan bahwa
imunisasi menyebabkan anaknya demam /sakit)
viii. Kurang optimalnya peran lintas sektor dan lintas program terkait (KIA, Gizi,
kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, Organisasi profesi dll).
f. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan capaian dan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2014, ada
beberapa strategi yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 sebagai tindak lanjut
dari permasalahan yang ada, adalah:
i. Mendorong proses pengadaan yang lebih awal sehingga kekosongan vaksin
di daerah tidak terjadi.
ii. Advokasi kepada Pemerintah daerah dalam peningkatan komitment terhadap
pelaksanaan imunisasi
a. Penyediaan tenaga terlatih
b. Penyediaan anggaran operasional
c. Penyediaan sarana coldchain serta pemeliharannya
iii. Penguatan pemanfaatan PWS (Pemantauan Wilayah Setempat)
iv. Peningkatan kerjasama lintas program ,lintas sektor terkait , organisasi
profesi dll
v. Pendampingan daerah dalam pelaksanaan intensifikasi rutin.
vi. Perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 37
vii. Pelaksanaan imunisasi melalui strategi Sustaineble Outreach Services
(SOS).
viii. Pelaksanaan imunisasi tambahan untuk meningkatkan imunisasi dasar
lengkap (sweeping, DOFU, Back log fighting).
ix. Penyediaan dan penyebarluasan KIE.
B.4. Indikator : Persentase Desa yang Mencapai UCI
a. Definisi Operasional
Desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi yang ada di desa/kelurahan
tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap.
b. Cara Perhitungan
Jumlah desa/kelurahan UCI di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu
-----------------------------------------------------------------------------------------------x 100%
Seluruh desa/kelurahan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama
c. Capaian Indikator
Indikator persentase desa yang mencapai UCI merupakan data tahunan, yang
diperoleh berdasarkan hasil selama setahun. Berdasarkan progress data tahun
2014, capaian indikator adalah 75% dari target yang ditetapkan sebesar 100%
sehingga realisasi kinerja sebesar 75%.
Grafik 3.5
Persentase desa yang mencapai UCI Tahun 2014
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 38
Selama periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 capaian kinerja, target
dan realisasi desa yang mencapai UCI menunjukan gambaran sebagai berikut:
1. Pada tahun 2010, realisasi capaian indikator sebesar 75,3% dari target
indikator nasional sebesar 80%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 94,1%.
2. Pada tahun 2011, realisasi capaian indikator sebesar 74,1% dari target
nasional sebesar 85%, sehingga capaian capaian realisasi kinerja 1 adalah
sebesar 87,2%.
3. Pada tahun 2012, realisasi capaian indikator sebesar 79,3% dari target
indikator nasional sebesar 90%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 88,1%.
4. Pada tahun 2013, realisasi capaian indikator sebesar 82% dari target
indikator nasional sebesar 95%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 86,3%.
5. Pada tahun 2014, realisasi capaian indikator sebesar 75% dari target
indikator nasional sebesar 100%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 75%.
Hal tersebut diatas sebagimana tergampar dalam grafik 3.6 di bawah ini.
Grafik 3.6
Persentase desa yang mencapai UCI Tahun 2010- 2014
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 39
d. Upaya Mencapai Target Indikator
Kegiatan yang telah dilakukan dalam upaya mencapai target indikator persentase
desa yang mencapai UCI selama tahun 2014 yaitu pelaksanaan Gerakan
Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN) Universal Child of Immunization (UCI)
berupa :
I. Pertemuan evaluasi kegiatan wasor Provinsi dan Kabupaten regional Barat
dan Timur.
II. Pertemuan ini adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja wasor provinsi
dan kabupaten/kota yang telah ditentukan dan dilatih sebelumnya.
III. Advokasi dan koordinasi dalam rangka tahun intensifikasi imunisasi rutin
dalam pencapaian UCI desa.
IV. Kegiatan ini berupa pertemuan dalam rangka penyamaan persepsi,
melakukan advokasi dan koordinasi untuk mencapai UCI desa.
V. Pertemuan evaluasi dan perencanaan tahun intensifikasi imunisasi (GAIN
UCI).
VI. Merupakan pertemuan yang mengundang Kabid/Kasie yang membawahi
imunisasi, pengelola imunisasi dan KOMDA KIPI dari 33 provinsi di
Indonesia untuk melakukan evaluasi dan perencanaan program Imunisasi
setahun mendatang.
VII. Advokasi/asistensi dalam rangka IRI atau penanggulangan penolakan
imunisasi dengan lintas sektor terkait (MUI, Profesi, dll).
VIII. Kegiatan ini berupa pendampingan, advokasi dan sosialisasi program
imunisasi ke daerah dan pemangku kebijakan dalam rangka mendukung
pencapaian intensifikasi imunisasi rutin maupun UCI Desa.
IX. Seminar dalam rangka Pekan Imunisasi Dunia (PID)
Merupakan suatu kegiatan seminar sehari tentang imunisasi dengan
narasumber dari Menteri Kesehatan, para pakar imunisasi dan tokoh
masyarakat. Peserta diikuti oleh LS/LP, organisasi profesi bidan, perawat,
dokter dan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat dari berbagai
Universitas di Jakarta.
X. Koordinasi dengan LS/LP terkait
Kegiatan ini adalah kegiatan menghadiri pertemuan dengan LS/LP dalam
rangka melakukan koordinasi untuk kelancaran pelayanan program di
lapangan.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 40
XI. Monitoring kegiatan imunisasi dalam rangka pencapaian UCI desa
Merupakan kegiatan pendampingan bagi provinsi Papua dan Papua
Baratdalam rangka pencapaian UCI Desa.
XII. Investigasi lapangan dan pengendalian kejadian luar biasa penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (KLB PD3I):
Pendampingan investigasi lapangan pengendalian KLB.
− Metode pelaksanaan kegiatan adalah dengan melakukan kunjungan
lapangan diderah yang terjadi KLB PD3I.
− Tahapan kegiatan dengan melakukan kajian epidemiologis, koordinasi
serta kunjungan lapangan.
XIII. Tempat pelaksanaan kegiatan sesuai alokasi dana yang tersedia, yaitu di
Provinsi Jawa Timur, Provinsi NTT, dll.
XIV. Kegiatan Surveilans Epidemiologi (SE)
XV. Asistensi KOMNAS Ke KOMDA KIPI
Asistensi KOMNAS ke KOMDA KIPI merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk menjalin suatu jejaring dengan para pihak dan pakar yang terkait
dalam penanganan KIPI. Kegiatan ini dilakukan oleh perwakilan KOMNAS
KIPI di provinsi.
XVI. Audit kasus KIPI
Audit kasus KIPI merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membuat kajian
kausalitas bagi kasus KIPI yang diterima KOMNAS KIPI selama tahun 2014.
e. Masalah Dihadapi
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target indikator capaian cakupan desa UCI
tahun 2014 masih menghadapi masalah/kendala, antara lain:
i. Keterlambatan pengadaan vaksin, alat suntik dan safety box yang
menyebabkan terhambatnya pelayanan imunisasi di lapangan.
ii. Hambatan / kendala geografis
iii. Banyaknya penduduk “musiman” (akan meninggalkan wilayah pada musim
tertentu, misalnya untuk berladang, berkebun dll)
iv. Adanya kampanye negatif imunisasin terkait dengan isue bahwa vaksin
haram
v. Rendahnya kualitas petugas.
vi. Rendahnya kualitas pencatatan dan pelaporan.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 41
f. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan capaian dan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2014, ada
beberapa strategi yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 untuk meningkatkan
cakupan UCI desa adalah: sebagai tindak lanjut dari permasalahan yang ada,
adalah:
I. Advokasi dalam meningkatkan komiten pemerintah desa.
II. Perbaikan perencanaan dan monitoring logistik (vaksin, alat suntik dan safety
box)
III. Perbaikan mekanisme pengadaan logistik imunisasi.
IV. Pelaksanaan imunisasi daerah sulit bersamaan dengan pelaksanaan
program lain (strategi SOS).
V. Pendekatan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat dalam menanggulangi
kampanye negatif imunisasi.
B.5. Indikator : Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan yang Mendapatkan
Imunisasi Campak
a. Definisi Operasional
Jumlah bayi 0-11 bulan yang bertahan hidup (surviving infant) yang mendapat
imunisasi campak.
b. Cara Perhitungan
Jumlah bayi 0 -11 bulan yang bertahan hidup (surviving infant) yang mendapat
imunisasi Campak di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu
--------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah seluruh bayi 0 -11 bulan yang bertahan hidup (surviving infant) di suatu
wilayah pada kurun waktu yang sama.
c. Capaian Indikator :
Berdasarkan data per 16 November 2014, pencapaian indikator Persentase Bayi
0-11 Bulan yang Mendapat Imunisasi Campak adalah sebesar 87,9 % atau
persentase kinerja sebesar 94,5 % dari target yang ditetapkan pada tahun 2014
yakni sebesar 92%. Dapat dilihat pada grafik 3.7.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 42
Grafik 3.7
Persentase bayi 0-11 bulan yang mendapat imunisasi campak tahun 2014
Selama periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 capaian kinerja, target
dan realisasi indikator anak usia 0-11 bulan yang mendapat Imunisasi Campak
menunjukan gambaran sebagai berikut:
1. Pada tahun 2010, realisasi capaian indikator sebesar 93,6% dari target
indikator nasional sebesar 80%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 117%.
2. Pada tahun 2011, realisasi capaian indikator sebesar 93,6% dari target
nasional sebesar 85%, sehingga capaian capaian realisasi kinerja 1 adalah
sebesar 110,1%.
3. Pada tahun 2012, realisasi capaian indikator sebesar 99,3% dari target
indikator nasional sebesar 88%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 102,8%.
4. Pada tahun 2013, realisasi capaian indikator sebesar 97,9% dari target
indikator nasional sebesar 90%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 108,7%.
5. Pada tahun 2014, realisasi capaian indikator sebesar 87,9% dari target
indikator nasional sebesar 92%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 94,5%.
Hal tersebut diatas sebagimana tergampar dalam grafik 3.8 di bawah ini.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 43
Grafik 3.8
Persentase Bayi 0-11 Bulan yang Mendapat Imunisasi Campak
Tahun 2010-2014
d. Upaya Mencapai Target Indikator
Berbagai upaya (kegiatan) dalam mencapai Persentase Bayi 0-11 Bulan yang
Mendapat Imunisasi Campak tahun 2014, antara lain:
a. Monitoring dan evaluasi kegiatan imunisasi
− Assesment Effective Vaccine Management (EVM) di provinsi dengan
nilai terendah.
− Pelaksanaan Data Quality Self assessment (DQS) di provinsi, kab/kota,
dan Puskesmas terpilih.
− Rekapitulasi, analisa dan penyusunan laporan hasil kegiatan monev.
b. Pertemuan koordinasi dengan stakeholder meeting (Technical Working
Group/TWG).
c. Pertemuan koordinasi dengan tim ahli (Technical Advisorry Group/TAG)
untuk kajian teknis.
d. Validasi logistik imunisasi
e. Pengolahan data cakupan imunisasi dan penyusunan umpan balik.
e. Masalah Dihadapi
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target indicator persentase Bayi 0-11
Bulan yang Mendapat Imunisasi Campak tahun 2014 masih menghadapi
masalah/kendala, antara lain:
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 44
i. Masih rendahnya komitment dari Pemerintah Daerah, terutama dalam
penyediaan anggaran operasional imunisasi.
ii. Rendahnya kompetensi petugas imunisasi akibat
a. Mutasi petugas terlatih
b. Petugas tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
c. Tugas rangkap dari petugas.
iii. Kurangnya sarana coldchain (terutama lemari es dan vaksin carrier) untuk
tingkat puskesmas.
iv. Kesulitan akibat kendala geografis, menyebabkan disparritas cakupan antar
wilayah yang mengakibatkan timbulnya daerah kantong KLB.
v. Penolakan imunisasi oleh kelompok masyarakat tertentu, terkait:
a. Hambatan budaya (masyarakat beranggapan bahwa bayi yang belum
berumur 40 hari tidak boleh keluar rumah).
b. Kehalalan vaksin.
c. Rendahnya pengetahuan (sebagian masyarakat beranggapan bahwa
imunisasi menyebabkan anaknya demam /sakit).
vi. Kurang optimalnya peran lintas sektor dan lintas program terkait (KIA, Gizi,
kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, Organisasi profesi dll).
f. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan capaian dan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2014, ada
beberapa strategi yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 sebagai tindak lanjut
dari permasalahan yang ada, adalah:
i. Advokasi kepada Pemerintah daerah dalam peningkatan komitment terhadap
pelaksanaan imunisasi:
a. Penyediaan tenaga terlatih
b. Penyediaan anggaran operasional
c. Penyediaan sarana coldchain serta pemeliharannya
ii. Penguatan pemanfaatan PWS (Pemantauan Wilayah Setempat)
iii. Peningkatan kerjasama lintas program ,lintas sektor terkait , organisasi
profesi dll
iv. Pendampingan daerah dalam pelaksanaan intensifikasi rutin.
v. Perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 45
vi. Pelaksanaan imunisasi melalui strategi Sustaineble Outreach Services
(SOS)
vii. Pelaksanaan imunisasi tambahan untuk meningkatkan imunisasi dasar
lengkap (sweeping, DOFU, Back log fighting)
viii. Penyediaan dan penyebarluasan KIE.
B.6. Indikator : Persentase Anak Usia Sekolah Dasar yang Mendapat
Imunisasi
a. Definisi Operasional
Jumlah siswa kelas 1 SD/MI (atau yang sederajad) yang mendapat imunisasi DT
(Difteri Tetanus) dan campak, jumlah siswa kelas 2 dan 3 SD/MI (atau yang
sederajad) yang mendapat imunisasi (Tetanus Difteri) Td di satu wilayah kerja
pada kurun waktu 1 tahun.
b. Cara Perhitungan :
➢ Imunisasi campak
Jumlah anak kelas 1 SD dan MI yang mendapat imunisasi campak
------------------------------------------------------------------------------------ x 100%
Jumlah murid kelas 1 SD dan MI seluruhnya
➢ Imunisasi DT
Jumlah anak kelas 1 SD dan MI yang mendapat Imunisasi DT
------------------------------------------------------------------------------ x 100%
Jumlah murid kelas 1 SD dan MI seluruhnya
➢ Imunisasi TD
Jumlah anak kelas 2 dan 3 SD dan MI yang mendapat Imunisasi TD
------------------------------------------------------------------------------------ x 100%
Jumlah murid kelas 2 dan 3 SD dan MI seluruhnya
c. Capaian Indikator
Berdasarkan data per 16 November 2014, pencapaian indikator presentasi anak
usia sekolah dasar yang mendapat imunisasi adalah sebesar 89,1% dari target
nasional sebesar 98%. Realisasi kinerja pada tahun 2014 yakni sebesar 91%.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 46
Selama periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 capaian kinerja, target
dan realisasi indikator anak usia sekolah dasar yang mendapat imunisasi
menunjukan gambaran sebagai berikut:
1. Pada tahun 2010, realisasi capaian indikator sebesar 89,8% dari target
indikator nasional sebesar 95%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 94,5%.
2. Pada tahun 2011, realisasi capaian indikator sebesar 89,8% dari target
nasional sebesar 98%, sehingga capaian capaian realisasi kinerja 1 adalah
sebesar 95,7%.
3. Pada tahun 2012, realisasi capaian indikator sebesar 91,9% dari target
indikator nasional sebesar 98%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 93,8%.
4. Pada tahun 2013, realisasi capaian indikator sebesar 93,4% dari target
indikator nasional sebesar 98%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 95,3%.
5. Pada tahun 2014, realisasi capaian indikator sebesar 89,1% dari target
indikator nasional sebesar 98%, sehingga capaian realisasi kinerja adalah
sebesar 91%.
Hal ini seperti dapat terlihat pada grafik 3.9 di bawah ini.
Grafik 3.9
Persentase Anak Usia Sekolah Dasar yang Mendapat Imunisasi Tahun 2010-2014
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 47
d. Upaya Mencapai Target Indikator
Pencapaian indikator merupakan hasil dari upaya-upaya yang telah dilaksanakan
dalam penyelenggaraan kegiatan imunisasi pada anak sekolah, yaitu monitoring
pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di Provinsi yang bermasalah
(capaian rendah).
e. Masalah Dihadapi
Penyelenggaraan kegiatan imunisasi pada anak sekolah pada tahun 2014
menghadapi masalah/kendala, antara lain:
I. Masih adanya sekolah yang menolak pelaksanaan kegiatan imunisasi pada
anak sekolah.
II. Kurangnya sosialisasi kepada pihak sekolah maupun orang tua murid.
III. Terbatasnya tenaga pelaksana di lapangan untuk memberikan pelayanan
secara bersamaan.
IV. Masih adanya ketidak sesuaian jumlah vaksin yang dibutuhkan dengan yang
tersedia sehingga mengalami kekurangan vaksin.
f. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan capaian dan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2014, ada
beberapa strategi sebagai tindak lanjut dari permasalahan yang ada, yaitu:
I. Peningkatan sosialisasi dan advokasi serta pengetahuan kepada pihak
sekolah, guru dan orang tua murid terutama pada sekolah yang menolak.
II. Penyediaan buku petunjuk teknis pelaksanaan BIAS bagi petugas kesehatan
di provinsi, kabupaten/kota maupun puskesmas.
III. Peningkatan kapasitas SDM dengan memberikan pelatihan perencanaan
dan pengelolaan manajemen vaksin dan logistik.
B.7. Indikator : Persentase Faktor Risiko Potensial PHEIC yang
Terdeteksi Di Pintu Masuk Negara
a. Definisi Operasional :
Faktor risiko (alat angkut, vektor dan pelaku perjalanan) yang berpotensi PHEIC
terdeteksi di pintu masuk negara (pelabuhan, bandara dan pos lintas batas darat)
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 48
b. Cara Perhitungan :
c. Capaian Indikator
Indikator Persentase Faktor Risiko Potensial PHEIC yang Terdeteksi di Pintu
masuk negara pada tahun 2014 realisasi mencapai 100% dari target 100%.
Realisasi dari indikator ini sesuai dengan target yang ditentukan. Seperti dalam
grafik 3.10.
Grafik 3.10
Persentase Faktor Risiko Potensial PHEIC
yang Terdeteksi di Pintu masuk negara pada tahun 2012-2014
Target pengawasan faktor risiko PHEIC melalui alat angkut beserta awak dan
penumpang dapat dilakukan dengan optimal. Hal ini ditunjukkan bahwa semua
parameter kewaspadaan dapat dilakukan pengawasan. Tidak ada perbedaan
capaian jika dibandingkan tahun sebelumnya (2013), dengan pencapaian realisasi
sebesar 100%.
Presentase faktor risiko potensial PHEIC yang terdeteksi di pintu masuk negara.
Semua faktor risiko potensial PHEIC di pintu masuk negara harus terdeteksi
100%, sehingga tidak ada factor risiko yang masuk ke dalam wilayah. Sejak tahun
2012 sampai saat ini, targetnya adalah semua faktor risiko terdeteksi (100%).
Jumlah Alat angkut (kapal & pesawat)+penumpang (kapal & pesawat)+(awak kapal &
kapten & personil penerbang) datang dari luar negeri yang terdeteksi KKP
---------------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Alat angkut (kapal & pesawat)+penumpang (kapal & pesawat)+(awak kapal & kapten
& personil penerbang) datang dari luar negeri
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 49
d. Upaya Mencapai Target Indikator
Keberhasilan dalam pencapaian indikator Faktor Risiko Potensial PHEIC yang
Terdeteksi Di Pintu Masuk Negara tahun 2014 merupakan hasil dari upaya-upaya
yang telah dilaksanakan dalam penyelenggaraan kegiatan Karantina Kesehatan
dan Kesehatan Pelabuhan. Secara mendasar bahwa kegiatan pencapaian
indikator ini dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) yang merupakan
unit pelaksana teknis Ditjen PP dan PL. Kegiatan di pusat mendukung
pelaksanaan pencapaian kegiatan sesuai tupoksi dan dijabarkan dalam rencana
kerja anggaran tahunan sebagai berikut :
i. Penyusunan NSPK program karantina kesehatan dan kesehatan pelabuhan.
Dilakukan pertemuan penyusunan Draf Peraturan Menteri Kesehatan (PMK)
tentang 1). Surveilans Di Pintu Masuk Negara, 2). Sistem Surveilans
terintegrasi di wilayah dan Pintu Masuk Negara, 3). Pedoman Rencana
Kontijensi di Wilayah dan Pintu Masuk Negara, 4). Penyusunan Petunjuk
Tehinis Vaksinasi Meningitis Meningokokus di Rumah Sakit, 5). Penyusunan
Pedoman Tata Laksana Polio di Pintu Masuk Negara dan 6). Penetapan
Negara Terjangkit.
Adapun draf PMK lainnya masih akan berproses dan diharapkan akan
finalisasi pada tahun 2015 adalah 1). Surveilans Di Pintu Masuk Negara, 2).
Sistem Surveilans terintegrasi di wilayah dan Pintu Masuk Negara, 3).
Pedoman Rencana Kontijensi di Wilayah dan Pintu Masuk Negara
ii. Sosialisasi NSPK program karantina kesehatan dan kesehatan pelabuhan
Dilakukan sosialisasi dan uji coba di 12 KKP yaitu 1). KKP Kelas III
Lhokseumawe, 2). KKP Kelas II Kendari, 3). KKP Kelas II Manado, 4). KKP
Kelas I Surabaya, 5). KKP Kelas I Soekarno Hatta, 6). KKP Kelas II Banten,
7). KKP Kelas III Palangkaraya, 8). KKP Kelas III Dumai, 9). KKP Kelas IV
Yogjakarta, 10). KKP Kelas II Banjarmasin, 11). KKP Kelas II Bandung, dan
12). KKP Kelas II Palu. Kemudian dilakukan Revisi dan finalisasi, dengan
produk final yang sudah diundangkan yaitu Kepmenkes No
026/Menkes/SK/II/2014.
iii. Simulasi penanggulangan KKMMD
Simulasi penanggulangan KKMMD telah dilaksanakan di 2 pintu masuk
negara pada tahun 2014 dengan pembiayaan dari DIPA Dit. Simkarkesma
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 50
yaitu di, Bandara Internasional Soekarno Hatta, dan Pelabuhan Laut Waisai
Raja Ampat, selain itu Simulasi Penanggulangan PHEIC juga dilaksanakan
dengan pembiayaan dari DIPA masing-masing KKP yaitu di 1). Pelabuhan
Laut Banyuwangi Jawa Timur, 2). Pelabuhan Laut Tanjung Balai Karimun
Kepulauan Riau, 3). Pelabuhan Laut Teluk Bayur Sumatera Barat, 4).
Pelabuhan Laut Bitung, Pelabuhan laut Tanjung Mas Semarang Jawa
Tengah, 6). Pelabuhan Laut Lembar NTB dan 7). PLBD Motaain NTT.
iv. Peningkatan kapasitas jiwa korsa dan kekarantinaan kesehatan
Kegiatan Peningkatan Kapasitas Jiwa Korsa dan Kekarantinaan Kesehatan
(Diklat Kekarantinaan Kesehatan) diselenggarakan pada tanggal 9 Maret –
20 Mei 2014 dengan bekerjasama dengan Kolat Koarmabar Angkatan Laut
serta BBPK Cilandak. Adapun Peserta kegiatan ini sejumlah 90 orang dari 49
KKP di seluruh Indonesia. Pada Kegiatan ini peserta dilatih kesigapan,
kepemimpinan dan jiwa korsanya serta dilatih mengenai teknis
kekarantinaan kesehatan.
v. Peningkatan kapasitas jiwa korsa petugas kantor kesehatan pelabuhan dan
simulasi penanggulangan Ebola.
Kegiatan peningkatan kapasitas jiwa korsa petugas kantor kesehatan
pelabuhan diselenggarakan pada tanggal 7 – 13 Nopember 2014 bersamaan
dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional ke 50 bekerjasama dengan
Kolat Koarmabar TNI AL dan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan
Setjen Kemenkes. Peserta kegiatan ini sejumlah 68 orang dari 20 Kantor
Kesehatan Pelabuhan di seluruh Indonesia. Pada kegiatan ini ditunjukkan
kesigapan, kepemimpinan dan jiwa korsa para petugas Kantor Kesehatan
Pelabuhan yang menggambarkan sikap saat bertugas di lapangan. Kegiatan
ini dirangkaikan dengan pelaksanaan simulasi nasional penanggulangan
importasi penyakit virus Ebola di Indonesia.
vi. Penyusunan rencana kontijensi penanggulangan KKMMD
Penyusunan rencana kontijensi telah dilaksanakan di 13 pintu masuk negara
sepanjang tahun 2014, dengan 2 rencana Kontijensi disusun dengan dana
DIPA Dit. Simkarkesma yaitu di Pelabuhan Laut Waisai Papua Barat dan
PLBD Motaain NTT, sementara Rencana Kontijensi yang disusun dengan
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 51
dana DIPA masing-masing KKP yaitu Pelabuhan Laut Tanjung Balai Karimun
Kepulauan Riau, Pelabuhan Laut Banyuwangi Jawa Timur, Pelabuhan Laut
Palangkaraya Kalimantan Tengah, Bandara Supadio Kalimantan Barat,
Pelabuhan Laut Bitung Sulawesi Utara, Pelabuhan Sampit Kalimantan
Tengah dan Pelabuhan Laut Yos Sudarso Papua.
vii. Alat kesehatan imunisasi
a. Pengadaan alat pengendali mutu vaksin
- Vaksin Carrier (2.515 buah)
- Alat pemantau suhu otomatis coldroom (9 buah)
b. Penguatan peralatan pengendali mutu vaksin di KKP dalam rangka Umrah
dan perjalanan internasional lainnya:
- Cold Chain (15 unit)
- Transport box active (5 unit)
- Transport box passive (20 unit)
viii. Kendaraan khusus evakuasi penyakit menular dalam rangka respon cepat
KKMMD.
Kendaraan Khusus Evakuasi Penyakit Menular 5 Unit yang didistribusikan ke
KKP Denpasar Provinsi Bali, KKP Palembang Provinsi Sumatera Selatan,
KKP Sorong Provinsi Papua Barat, KKP Tarakan Provinsi Kalimantan Utara
dan KKP Pekanbaru Provinsi Riau.
ix. Pencetakan buku ICV atau profilaksis dengan security printing untuk pelaku
perjalanan internasional (700.000 buah)
x. Pencetakan dokumen kesehatan dengan security printing dalam rangka
pengawasan lalu lintas alat angkut, orang dan barang :
- Buku Kesehatan Kapal (54.315 Unit)
- Sertifikat SSSCC/SSCEC (196.750 Lembar)
- Port Health Quarantine Clearance (1 Paket)
- Certificate of Pratique (1 Paket)
- Surat Keterangan Pengujian Kesehatan (82.550 lembar)
- Plakat Peningkatan Mutu Kesehatan (Higiene Sanitasi) (14.050 lembar)
- Sertifikat Ijin Penyehatan Makanan dan Jasa Boga (11.150 Lembar)
- Sertifikat Hapus Serangga (15.500 Lembar)
- Sertifikat Pengawasan Kualitas Air (40.950 lembar)
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 52
- Sertifikat Pengawasan P3K Kapal (61.700 lembar)
- Surat Ijin Angkut Jenazah (35.150 lembar)
- Surat Ijin Angkut Orang Sakit (41.650 lembar)
- Surat Keterangan Laik Terbang Penumpang (10.000 lembar)
- Karcis Poliklinik (150.000 lembar)
xi. Pencetakan buku peraturan dan perundangan karkes dan kespel : Undang-
Undang/PP/Permen (1.500 buku).
xii. Pencetakan bahan pendukung pengawasan lalu lintas orang dalam rangka
kesiapsiagaan menghadapi KKMMD:
- Leaflet (15.000 lembar)
- HAC (745.000 lembar)
- Banner (490 lembar)
- Booklet IHR 2005 (1.500 buku)
xiii. Upaya pengendalian faktor risiko PHEIC di pintu masuk negara
a. Koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program karantina kesehatan
dengan LP/LS.
b. Bimbingan teknis program karantina dan kesehatan pelabuhan.
c. Monitoring implementasi IHR 2005 di pintu masuk negara.
d. Monitoring program karantina kesehatan dan kesehatan pelabuhan pada
situasi Khusus.
xiv. Upaya penyelenggaraan program karantina dan kesehatan pelabuhan
a. Pertemuan koordinasi pelaksanaan program Karkespel di pintu masuk
negara
Pertemuan ini telah diselenggarakan tanggal 11 – 14 Mei 2014 dan
dihadiri oleh perwakilan dari 49 KKP di Indonesia.
b. Rapat koordinasi program Karkespel
Dilakukan rapat koordinasi LP/LS di kantor, rapat evaluasi mingguan
program Karkespel serta rapat koordinasi dengan LP/LS di luar kantor.
c. Advokasi dan sosialisasi implementasi IHR 2005, terdiri atas kegiatan:
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 53
� Rapat Pokja IHR 2005, dilaksanakan sebanyak 3 kali yaitu:
- Pada 11 – 12 Februari 2014, rapat pokja Surveilans dan Pokja Point
of Entry serta Pokja Bahan Berbahaya dan Komunikasi Risiko
dengan agenda persiapan Rapat Komnas Implementasi IHR 2005
untuk menyatakan Indonesia sudah siap Implementasi penuh IHR;
- Pada 10 – 11 Juli 2014, rapat seluruh pokja dalam rangka pengisian
kuesioner self assessment implementasi IHR 2005 tahun 2014 serta
penyusunan rencana kerja dalam rangka mempertahankan
implementasi penuh
- Pada 18 November 2014, rapat seluruh anggota pokja dan Komnas
IHR 2005 dalam rangka pembahasan rencana kerja / roadmap
mempertahankan implementasi penuh IHR 2005
� Komnas IHR
Pertemuan anggota Komnas Implementasi IHR 2005 dilaksanakan
pada 14 Februari 2014 dengan agenda kesepakatan menyatakan
Indonesia siap implementasi penuh pada tahun 2014.
� Advokasi/Sosialisasi Assesment Implementasi IHR 2005 di pintu masuk
dan wilayah.
Telah dilaksanakan kegiatan Advokasi dan Sosialisasi Implementasi
IHR (2005) di 4 Provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa
Tenggara Barat, Provinsi DIY da, Provinsi Riau.
� Rapat koordinasi program Karkespel
Dilakukan rapat koordinasi LP/LS di kantor, rapat evaluasi mingguan
program Karkespel serta Rapat Koordinasi dengan LP/LS di Luar
Kantor
xvi. Bahan kesehatan
- Alat Pelindung Diri (1 paket/1000 set)
- Vaksin Yellow Fever (4.608 dosis)
xvii. Sosialisasi pengawasan polio di pintu masuk negara
Telah dilaksanakan kegiatan Sosialisasi pengawasan Polio (sebagai penyakit
PHEIC) bagi petugas Kantor Kesehatan pelabuhan yang dilaksanakan di dua
regional yaitu untuk regional Indonesia Timur dilaksanakan di Denpasar pada
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 54
tanggal 3 – 7 Desember 2014 dengan peserta dari 24 KKP dan regional
Indonesia Barat dilaksanakan di Bandung pada 10 – 14 Desember 2014
e. Masalah Dihadapi
Secara kuantitas pelaksanaan kegiatan telah dapat dicapai, namun demikain
secara kualitas masih banyak hal yang perlu penguatan. Pelaksanaan kegiatan
untuk mencapai target indikator Faktor Risiko Potensial PHEIC yang Terdeteksi Di
Pintu Masuk Negara tahun 2014 yang berpengaruh terhadap aspek kualitas,
antara lain:
I. Keterbatasan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) baik secara kualitas
maupun kuantitas.
II. Belum optimalnya dukungan lintas sektor di pelabuhan/bandara dan PLBDN
untuk pelaksanaan fungsi kekarantinaan kesehatan.
III. Belum optimalnya Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria dalam mendukung
kegiatan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk negara.
IV. Terbatasnya komunikasi dan jejaring kerja baik di tingkat pusat maupun di
pintu masuk negara.
V. Belum optimalnya system informasi pelayanan kekarantinaan di pintu masuk
negara.
VI. Belum optimalnya system informasi manajemen dalam rangka pelaporan dan
pengumpulan data bidang kekarantinaan kesehatan dari KKP di pintu masuk
negara ke tingkat pusat.
f. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan analisis kualitas dan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2014,
ada beberapa strategi sebagai tindak lanjut dari permasalahan yang ada, yaitu:
I. Peningkatan kualitas SDM melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat);
Peningkatan kemampuan SDM di pintu Masuk Negara Dalam Deteksi dan
Respon PHEIC bagi petugas KKP; Peningkatan kemampuan SDM di pintu
masuk negara melalui Simulasi Penanggulangan PHEIC.
II. Mendorong agar proses finalisasi RUU Karantina Kesehatan dan peraturan
perundangan terkait kekarantinaan kesehatan dapat berjalan dan menjadi
prioritas.
III. Penyempurnaan/revisi terhadap pedoman, petunjuk pelaksanaan dan juknis
kekarantinaan kesehatan dan kesehatan pelabuhan.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 55
IV. Pemenuhan sarana dan prasarana peralatan teknis untuk mendukung
kegiatan pemeriksaan.
V. Mengoptimalisasi peran fungsi Sekretariat Komnas IHR guna pendampingan
dan penguatan implementasi penuh IHR (2005).
VI. Peningkatan jejaring kerja melalui komunikasi, koordinasi dengan Lintas
Sektor dan Lintas Program.
VII. Pengembangan sistem informasi kesehatan pelabuhan (SIM Kespel) dalam
rangka penerbitan dokumen kesehatan.
VIII. Pengoptimalisasian Sistem Informasi Manajemen dan bagi pengelola SIM
Kespel diharuskan lebih aktif lagi dalam memonitor kelengkapan laporan
KKP agar sistem pelaporan kegiatan KKP ke Pusat bisa secara rutin dan
lengkap.
B.8. Indikator : Persentase Alat Angkut yang Diperiksa Sesuai Standar
Kekarantinaan
a. Definisi operasional
� Alat angkut adalah pesawat udara, kapal, kereta api, kendaraan
bermotor atau alat angkut lainnya yang digunakan dalam melakukan
perjalanan internasional yang berasal dari luat negeri.
� Alat Angkut yang diperiksa KKP adalah pesawat udara, kapal,
kereta api, kendaraan bermotor atau alat angkut lainnya yang
digunakan dalam melakukan perjalanan internasional yang berasal
dari luar negeri dan telah diperiksa oleh KKP.
� Dokumen Kesehatan adalah surat keterangan kesehatan yang
berkaitan dengan kekarantinaan yang dimiliki oleh setiap alat angkut,
awak, penumpang, barang dan pelintas batas sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
� Pengawasan dan pemeriksaan kekarantinaan alat angkut dan
dokumen kesehatan alat angkut adalah pemeriksaan alat angkut
dan dokumen kesehatan alat angkut yang dilaksanakan melalui
kegiatan pemeriksaan langsung/tidak langsung oleh petugas
kesehatan, untuk kapal dengan dikeluarkannya Free Pratique dan
untuk pesawat dengan adanya pemeriksaan Gendec.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 56
� Alat Angkut Yang Diperiksa Sesuai Standar Kekarantinaan
adalah alat angkut yang datang dari Luar Negeri yang telah
dilakukan pemeriksaan oleh petugas kesehatan terhadap Dokumen
Karantina Kesehatan, Awak Kapal (Nakhoda, ABK) dan faktor risiko
sampai dikeluarkannya Free Pratique untuk kapal dan pemeriksaan
Kapten, Personil Penerbang dengan melalui pemeriksaan Gendec
untuk pesawat.
b. Cara Penghitungan
Jumlah Alat angkut datang dari LN yg diperiksa KKP
(COP+Gendec/HPAGD)
----------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah Seluruh Alat angkut datang dari LN
Catatan:
CoP adalah Certificate of Pratique.
Gendec/HPAGD adalah General declaration/ Health part aircraft general
declaration.
c. Capaian Indikator
Pada tahun 2014 realisasi mencapai sebesar 100%. Realisasi ini sesuai dengan
target yang ditetapkan sebesar 100%.
Grafik 3.11
Indikator Presentase Alat Angkut yang Diperiksa
Sesuai Standar Kekarantinaan Tahun 2012-2014
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 57
Realisasi pada tahun 2013 sebesar 100,46 % dan target 100% (capaian realisasi
dibandingkan target sebesar 100%). Realisasi Indikator Persentase Alat Angkut
yang Diperiksa Sesuai Standar Kekarantinaan tahun 2014 yaitu 100% dan target
100% dengan capaian realisasi dibandingkan target sebesar 100%. Pada alat
angkut juga harus diperiksa sesuai dengan standar kekarantinaan, sehingga factor
risiko dapat terdeteksi di pintu masuk negara. Sejak tahun 2013 dan 2014, target
yang ditetapkan tercapai 100%.
d. Upaya Mencapai Target Indikator
Keberhasilan dalam pencapaian indikator Persentase Alat Angkut yang Diperiksa
Sesuai Standar Kekarantinaan tahun 2014 merupakan hasil dari upaya-upaya
yang telah dilaksanakan, antara lain:
i. Penyusunan NSPK program program karantina kesehatan dan kesehatan
pelabuhan
Dilakukan pertemuan penyusunan Draf Peraturan Menteri Kesehatan (PMK)
tentang Surveilans Di Pintu Masuk Negara, Sistem Surveilans terintegrasi di
wilayah dan Pintu Masuk Negara, Pedoman Rencana Kontijensi di Wilayah
dan Pintu Masuk Negara, Penyusunan Petunjuk Tehinis Vaksinasi Meningitis
Meningokokus di Rumah Sakit, Penyusunan Pedoman Tata Laksana Polio di
Pintu Masuk Negara dan Penetapan Negara Terjangkit.
ii. Sosialisasi dan ujicoba NSPK program karantina kesehatan dan kesehatan
pelabuhan
Setelah dilakukan penyusunan draf, dilakukan sosialisasi dan uji coba di 12
KKP yaitu KKP Kelas III Lhokseumawe, KKP Kelas II Kendari, KKP Kelas II
Manado, KKP Kelas I Surabaya,KKP Kelas I Soekarno Hatta, KKP Kelas II
Banten, KKP Kelas III Palangkaraya, KKP Kelas III Dumai, KKP Kelas IV
Yogjakarta, KKP Kelas II Banjarmasin, KKP Kelas II Bandung, dan KKP
Kelas II Palu. Kemudian dilakukan Revisi dan finalisasi, dengan produk final
yang sudah diundangkan yaitu Kepmenkes No 026/Menkes/SK/II/2014.
Adapun draf PMK lainnya masih akan berproses dan diharapkan akan
finalisasi pada tahun 2015 adalah Surveilans Di Pintu Masuk Negara, Sistem
Surveilans terintegrasi di wilayah dan Pintu Masuk Negara, Pedoman
Rencana Kontijensi di Wilayah dan Pintu Masuk Negara.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 58
iii. Tenaga terlatih bidang surveilans, imunisasi, karantina dan kesehatan matra
a. Peningkatan kapasitas jiwa korsa dan kekarantinaan kesehatan
Kegiatan peningkatan kapasitas jiwa korsa dan kekarantinaan kesehatan
(Diklat Kekarantinaan Kesehatan) diselenggarakan pada tanggal 9 Maret
– 20 Mei 2014 dengan bekerjasama dengan Kolat Koarmabar Angkatan
Laut serta BBPK Cilandak. Adapun Peserta kegiatan ini sejumlah 90
orang dari 49 KKP di seluruh Indonesia. Pada Kegiatan ini peserta dilatih
kesigapan, kepemimpinan dan jiwa korsanya serta dilatih mengenai teknis
kekarantinaan kesehatan.
b. Peningkatan kapasitas jiwa korsa petugas kantor kesehatan pelabuhan
Kegiatan peningkatan kapasitas jiwa korsa petugas kantor kesehatan
pelabuhan diselenggarakan pada tanggal 7 – 13 Nopember 2014
bersamaan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional ke 50
bekerjasama dengan Kolat Koarmabar TNI AL dan Pusat
Penanggulangan Krisis Kesehatan Setjen Kemenkes. Peserta kegiatan ini
sejumlah 68 orang dari 20 Kantor Kesehatan Pelabuhan di seluruh
Indonesia. Pada kegiatan ini ditunjukkan kesigapan, kepemimpinan dan
jiwa korsa para petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan yang
menggambarkan sikap saat bertugas di lapangan.
iv. Upaya pengendalian faktor risiko PHEIC di pintu masuk negara
a. Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi Program Karantina Kesehatan
dengan LP/LS
b. Bimbingan Teknis Program Karantina dan Kesehatan Pelabuhan
c. Monitoring Implementasi IHR 2005 di Pintu Masuk Negara
d. Monitoring Program Karantina Kesehatan dan Kesehatan Pelabuhan pada
Situasi Khusus
v. Pertemuan koordinasi pelaksanaan program Karkespel di pintu masuk
negara
Pertemuan ini telah diselenggarakan tanggal 11 – 14 Mei 2014 dan dihadiri
oleh perwakilan dari 49 KKP di Indonesia.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 59
vi. Rapat koordinasi program Karkespel
Dilakukan rapat koordinasi LP/LS di kantor, rapat evaluasi mingguan
program Karkespel serta rapat koordinasi dengan LP/LS di luar kantor.
B.9. Indikator : Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit di Perimeter
Area (House Index = 0) dan Buffer Area (House Index < 0)
Di Lingkungan Pelabuhan, Bandara, Pos Lintas Batas
Darat
a. Definisi Operasional
� Vektor yang dimaksud ini adalah serangga (nyamuk) yang dapat berperan
dalam penularan penyakit tertentu
� Bebas Vektor adalah kondisi lingkungan dimana tidak diketemukan
keberadaan vektor.
� Perimeter Area adalah wilayah kerja Pelabuhan dan atau Bandara sesuai
Peraturan Pemerintah
� Buffer Area adalah Wilayah Penyangga di luar wilayah pelabuhan yang
panjangnya 400 meter dari batas wilayah Pelabuhan
� Pelabuhan adalah pelabuhan laut atau pelabuhan yang terletak pada sungai
dan danau, tempat kapal yang melakukan perjalanan internasional datang
dan berangkat
� Bandar Udara adalah Bandara yang melayani kedatangan dan
keberangkatan penerbangan Internasional
� Pos Lintas Batas Darat (PLBD) adalah Pintu masuk melalui darat di suatu
negara termasuk yang digunakan oleh kendaraan darat dan kereta api.
� House Indek adalah Persentase antara rumah dimana ditemukan jentik
terhadap seluruh rumah yang diperiksa
� Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit Di Perimeter Area (HI=0) dan
Buffer Area (HI <1) di Lingkungan Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas
Batas Darat adalah Persentase kondisi lingkungan dimana tidak
diketemukan keberadaan vektor di Perimeter Area dan/atau Buffer Area
terhadap seluruh Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas Batas Darat yang
diperiksa.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 60
b. Cara Penghitungan
� Indikator Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit di Perimeter Area
(HI=0) di Lingkungan Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas Batas Darat
adalah :
Persentase Bebas Vektor Penular
Penyakit di Perimeter area HI=0 = ∑ KKP HI Perimeter area = 0 x 100%
Pelabuhan, Bandara, PLBD ∑ KKP yg melapor
� Indikator Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit di Buffer Area (HI<1) di
Lingkungan Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas Batas Darat adalah:
c. Capaian Indikator
Indikator Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit Di Perimeter Area (HI=0) dan
Buffer Area (HI<1) di Lingkungan Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas Batas Darat
pada tahun 2014, untuk HI di Perimeter Area (HI=0) realisasi mencapai 56,31%
dengan target 100%. Sedangkan HI di Buffer Area (HI<1) hanya mencapai
56,31% dengan target 100%. Data ini berasal dari 49 KKP yang melaporkan.
Grafik 3.12
Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit Di Perimeter Area (HI=0) di
Lingkungan Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas Batas Darat Tahun 2014
0
20
40
60
80
100
Target Capaian %
Persentase Bebas
Vektor Penular di
Buffer Area HI < 1 di
Pelabuhan, Bandara,
PLBD
=
∑ KKP HI Buffer
Area <1
x 100% ∑ KKP yang
melapor
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 61
Grafik 3.13
Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit Di Buffer Area (HI <1) di Lingkungan
Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas Batas Darat Tahun 2014
0
20
40
60
80
100
Target Capaian %
Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit Di Perimeter Area (HI=0) realisasi
pada tahun 2013 sebesar 22,49% dan target 100% dengan capaian realisasi
dibandingkan target sebesar 22,49%, sedangkan realisasi indikator ini tahun 2014
yaitu 65,31%.
Persentase Bebas Vektor Penular Penyakit Di Buffer Area (HI<1) di Lingkungan
Pelabuhan, Bandara dan Pos Lintas Batas Darat tahun 2013 sebesar 26,53%
dengan target 100% dengan capaian realisai dibandingkan target 26,53%,
sedangkan realisasi indikator ini tahun 2014 yaitu sebesar 65,31%.
Untuk indikator presentase bebas vektor penular penyakit di perimeter area
(House Index = 0) dan buffer area (House Index < 1) di lingkungan pelabuhan,
bandara dan pos lintas batas darat, dari data table Indikator dan Realisasi Subdit
Karkes dan Kespel Dit. Simkarkesma Tahun 2010-2014, diketahui terjadi
peningkatan pada tahun 2014, sedangkan pada tahun 2012-2013 trendnya stabil.
d. Upaya Mencapai Target Indikator
Keberhasilan dalam pencapaian indikator Persentase Bebas Vektor Penular
Penyakit Di Perimeter Area (House Index = 0) dan Buffer Area (House Index < 0)
Di Lingkungan Pelabuhan, Bandara, Pos Lintas Batas Darat tahun 2014
merupakan hasil dari upaya-upaya yang telah dilaksanakan, antara lain:
i. Tenaga terlatih bidang surveilans, imunisasi, karantina dan kesehatan matra
Kegiatan peningkatan kapasitas jiwa korsa dan kekarantinaan kesehatan
(Diklat Kekarantinaan Kesehatan) diselenggarakan pada tanggal 9 Maret –
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 62
20 Mei 2014 dengan bekerjasama dengan Kolat Koarmabar Angkatan Laut
serta BBPK Cilandak. Adapun Peserta kegiatan ini sejumlah 90 orang dari 49
KKP di seluruh Indonesia. Pada Kegiatan ini peserta dilatih kesigapan,
kepemimpinan dan jiwa korsanya serta dilatih mengenai teknis
kekarantinaan kesehatan.
ii. Upaya pengendalian faktor risiko PHEIC di pintu masuk negara
a. Koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program karantina kesehatan
dengan LP/LS.
b. Bimbingan teknis program karantina dan kesehatan pelabuhan.
c. Monitoring implementasi IHR 2005 di pintu masuk negara.
d. Monitoring program karantina kesehatan dan kesehatan pelabuhan pada
situasi khusus.
iii. Upaya penyelenggaraan program karantina dan kesehatan pelabuhan
a. Pertemuan koordinasi pelaksanaan program Karkespel di pintu masuk
negara
diselenggarakan tanggal 11 – 14 Mei 2014 dan dihadiri oleh perwakilan
dari 49 KKP di Indonesia.
b. Rapat koordinasi program Karkespel
Dilakukan rapat koordinasi LP/LS di kantor, rapat evaluasi mingguan
program Karkespel serta rapat koordinasi dengan LP/LS di luar kantor
e. Masalah Dihadapi
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai target indicator Persentase Bebas Vektor
Penular Penyakit Di Perimeter Area (House Index = 0) dan Buffer Area (House
Index < 0) Di Lingkungan Pelabuhan, Bandara, Pos Lintas Batas Darat tahun 2013
masih menghadapi masalah/kendala, antara lain:
I. Belum optimalnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) baik secara
kualitas maupun kuantitas.
II. Belum meratanya distribusi jumlah SDM di seluruh KKP dan pintu masuk
Negara.
III. Belum optimalnya pelaksanaan fungsi pengendalian vektor di pintu masuk
Negara.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 63
IV. Adanya perbedaan persepsi pada KKP dalam penerapan pengawasan
vektor.
V. Belum optimalnya norma, standar, pedoman dan kriteria dalam mendukung
kegiatan pengendalian vektor di pintu masuk Negara.
VI. Belum optimalnya jejaring kerja baik di tingkat pusat maupun di pintu masuk
negara;
VII. Belum optimalnya system informasi manajemen dalam rangka pelaporan dan
pengumpulan data dari KKP di pintu masuk negara ke tingkat pusat.
f. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan capaian dan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2013, ada
beberapa strategi sebagai tindak lanjut dari permasalahan yang ada, yaitu:
I. Peningkatan kualitas SDM melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat);
Peningkatan kemampuan SDM di pintu Masuk Negara Dalam Deteksi dan
Respon resiko PHEIC bagi petugas KKP;
II. Distribusi SDM di KKP yang lebih merata disesuaikan dengan volume beban
kerja;
III. Penyempurnaan/revisi terhadap pedoman, juklak dan juknis;
IV. Pemenuhan sarana dan prasarana peralatan teknis untuk mendukung
kegiatan pengendalian vektor;
V. Peningkatan jejaring kerja melalui perjanjian kerjasama dengan Lintas Sektor
dan Lintas Program;
VI. Pengoptimalisasian Sistem Informasi Manajemen dan bagi pengelola SIM
Kespel diharuskan lebih aktif lagi dalam memonitor kelengkapan laporan
KKP agar sistem pelaporan kegiatan KKP ke Pusat bisa secara rutin dan
lengkap, dan adanya feed back pelaporan.
B.10. Indikator : Persentase Setiap Kejadian PHEIC di wilayah Episenter
Pandemi Dilakukan Tindakan Karantina < 24 jam Setelah
Ditetapkan Pemerintah
a. Definisi Opearsional:
� Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (PHEIC)
adalah kejadian luar biasa dengan ciri-ciri merupakan risiko kesehatan
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 64
masyarakat bagi negara lain karena dapat menyebar lintas negara dan
berpotensi memerlukan respons internasional secara terkoordinasi.
� Episenter adalah Wilayah geografis yang menjadi pusat/awal terjadinya
suatu pandemi.
� Pandemi adalah wabah yang terjadi di banyak negara
� Wilayah Episenter Pandemi adalah Wilayah yang menjadi titik awal
terdeteksinya sinyal epidemiologis dan sinyal virologis yang merupakan
tanda terjadinya penularan suatu penyakit antar manusia yang dapat
menimbulkan terjadinya pandemi
� Tindakan Karantina adalah Tindakan pembatasan kegiatan dan/atau
pemisahan seseorang yang diduga terinfeksi penyakit meski belum
menunjukkan gejala penyakit terdiri atas Karantina Rumah dan Karantina
Wilayah.
� Pemerintah yang dimaksud adalah Menteri Kesehatan
� Karantina Rumah adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan
penghuni suatu rumah yang diduga terinfeksi penyakit meski belum
menunjukkan gejala penyakit, pemisahan barang, peralatan, hewan atau
apapun yang ada di rumah tersebut yang diduga terkontaminasi dari
orang/barang lain, sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
� Karantina rumah diberlakukan apabila : 1) Didalam rumah tersebut terdapat
suspek suatu pendemi setelah melalui penyelidikan surveilans dan ada
anggota keluarga yang kontak erat dengan suspek tersebut, 2) Mulai
dilaksanakan setelah ada sinyal epidemiologi yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah hal ini sesuai dengan UU no 4 th 1984 tentang wabah
penyakit menular dan PP no 40 th 1991 tentang penanggulangan wabah
penyakit menular, 3) Dengan sasaran anggota keluarga suspek, hewan dan
peralatan/barang yang diduga kontak dengan suspek.
� Karantina Wilayah adalah Pembatasan kegiatan dan /atau pemisahan
masyarakat dalam suatu wilayah geografis yang diduga terinfeksi penyakit
meski belum menunjukkan gejala penyakit, pemisahan barang, peralatan
hewan atau apapun yang ada di wilayah tersebut diduga terkontaminasi dari
orang/barang lain, sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 65
� Karantina Wilayah diberlakukan apabila : 1) Masyarakat dalam suatu wilayah
geografis diduga telah terinfeksi (meski belum menunjukkan gejala) penyakit
KLB yang berpotensi atau telah menimbulkan PHEIC, 2) Mulai dilaksanakan
melalui Keputusan Menkes berupa pernyataan telah terjadi KLB Episenter
pandemi dengan konfirmasi laboratorium atau sinyal virologi, 3) Sasaran
masyarakat, hewan, peralatan/barang yang ada di suatu wilayah diduga
terinfeksi.
� Setiap kejadian PHEIC di wilayah Episenter Pandemi Dilakukan Tindakan
Karantina < 24 jam Setelah ditetapkan Pemerintah adalah Jika satu bagian
tahapan tindakan Karantina sudah bisa dilaksanakan < 24 jam setelah
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
� Persentase Setiap kejadian PHEIC di wilayah Episenter Pandemi Dilakukan
Tindakan Karantina < 24 jam Setelah ditetapkan Pemerintah adalah
Persentase suatu kejadian yang berpotensi PHEIC di wilayah yang menjadi
titik awal terdeteksinya sinyal epidemiologis dan sinyal virologis dilakukan
Tindakan pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang diduga
terinfeksi penyakit meski belum menunjukkan gejala penyakit < 24 jam
setelah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
b. Cara Perhitungan
Cara penghitungan Indikator Setiap kejadian PHEIC di wilayah Episenter Pandemi
Dilakukan Tindakan Karantina < 24 jam setelah ditetapkan Pemerintah adalah:
� Tidak ada kejadian PHEIC di wilayah Episenter Pandemi berarti realisasi
dianggap 100%
� Jika ada kejadian PHEIC di wilayah Episenter Pandemi Dilakukan Tindakan
Karantina < 24 jam setelah ditetapkan Pemerintah berarti realisasi dianggap
tidak 100 %
� Jika ada kejadian PHEIC di wilayah Episenter Pandemi Dilakukan Tindakan
Karantina > 24 jam setelah ditetapkan Pemerintah berarti realisasi dianggap
tidak 100 %.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 66
Setiap kejadian
PHEIC di wilayah
Episenter Pandemi
Dilakukan
Karantina < 24 jam
setelah
ditetapkan
pemerintah
=
Setiap kejadian PHEIC di wilayah
Episenter Pandemi dilakukan
tindakan karantina < 24 jam
setelah ditetapkan pemerintah x
100
%
Seluruh Kejadian PHEIC di
wilayah Episenter Pandemi
c. Capaian Indikator
Target indikator pada tahun 2013 adalah 100%. Pada tahun 2014 tidak ada
kejadian PHEIC di wilayah Episenter Pandemi sehingga realisasi untuk indikator
ini 100% dengan tindakan karantina terhadap kejadian PHEIC harus bisa
dilakukan < 24 jam sebagai upaya agar tidak terjadi penyebaran /penularan yang
bisa menjadi ancaman global.
Grafik 3.14
Persentase Setiap kejadian PHEIC di wilayah Episenter Pandemi Dilakukan
Tindakan Karantina < 24 jam Setelah ditetapkan Pemerintah Tahun 2014
Perbandingan dengan Tahun 2013, capaian indikator tahun 2014 juga mencapai
100% dikarenakan tidak adanya kejadian PHEIC.
Pada tabel indikator dan realisasi Subdit Karkespel Dit. Simkarkesma Tahun
2010-2014, hanya pada tahun 2011 (capaian 99,4) yang kejadian PHEIC di
wilayah episenter pandemi dilakukan tindakan karantina > 24 jam setelah
ditetapkan oleh pemerintah, sementara pada tahun lainnya dilakukan tindakan ≤
24 jam.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 67
d. Upaya Mencapai Target
Meskipun tidak ada kejadian PHEIC selama tahun 2014, berbagai upaya dalam
menghadapi kejadian PHEIC tetap dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara
lain:
i. Tenaga terlatih bidang surveilans, imunisasi, karantina dan kesehatan matra
a. Simulasi penanggulangan KKMMD
Simulasi penanggulangan KKMMD telah dilaksanakan di 2 pintu masuk
negara pada tahun 2014 dengan pembiayaan dari DIPA Dit. Simkarkesma
yaitu di, Bandara Internasional Soekarno Hatta, dan Pelabuhan Laut
Waisai Raja Ampat, selain itu Simulasi Penanggulangan PHEIC juga
dilaksanakan dengan pembiayaan dari DIPA masing-masing KKP yaitu di
Pelabuhan Laut Banyuwangi Jawa Timur, Pelabuhan Laut Tanjung Balai
Karimun Kepulauan Riau, Pelabuhan Laut Teluk Bayur Sumatera Barat,
Pelabuhan Laut Bitung, Pelabuhan laut Tanjung Mas Semarang Jawa
Tengah, Pelabuhan Laut Lembar NTB dan PLBD Motaain NTT.
b. Peningkatan kapasitas jiwa korsa dan kekarantinaan kesehatan
Kegiatan peningkatan kapasitas jiwa korsa dan kekarantinaan kesehatan
(Diklat Kekarantinaan Kesehatan) diselenggarakan pada tanggal 9 Maret
– 20 Mei 2014 dengan bekerjasama dengan Kolat Koarmabar Angkatan
Laut serta BBPK Cilandak. Adapun Peserta kegiatan ini sejumlah 90
orang dari 49 KKP di seluruh Indonesia. Pada Kegiatan ini peserta dilatih
kesigapan, kepemimpinan dan jiwa korsanya serta dilatih mengenai teknis
kekarantinaan kesehatan.
c. Peningkatan kapasitas jiwa korsa petugas kantor kesehatan pelabuhan
Kegiatan peningkatan kapasitas jiwa korsa petugas kantor kesehatan
pelabuhan diselenggarakan pada tanggal 7 – 13 Nopember 2014
bersamaan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional ke 50
bekerjasama dengan Kolat Koarmabar TNI AL dan Pusat
Penanggulangan Krisis Kesehatan Setjen Kemenkes. Peserta kegiatan ini
sejumlah 68 orang dari 20 Kantor Kesehatan Pelabuhan di seluruh
Indonesia. Pada kegiatan ini ditunjukkan kesigapan, kepemimpinan dan
jiwa korsa para petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan yang
menggambarkan sikap saat bertugas di lapangan.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 68
d. Penyusunan rencana kontijensi penanggulangan KKMMD
Penyusunan rencana kontijensi telah dilaksanakan di 13 pintu masuk
negara sepanjang tahun 2014, dengan 2 rencana Kontijensi disusun
dengan dana DIPA Dit. Simkarkesma yaitu di Pelabuhan Laut Waisai
Papua Barat dan PLBD Motaain NTT, sementara Rencana Kontijensi yang
disusun dengan dana DIPA masing-masing KKP yaitu Pelabuhan Laut
Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau, Pelabuhan Laut Banyuwangi
Jawa Timur, Pelabuhan Laut Palangkaraya Kalimantan Tengah, Bandara
Supadio Kalimantan Barat, Pelabuhan Laut Bitung Sulawesi Utara,
Pelabuhan Sampit Kalimantan Tengah dan Pelabuhan Laut Yos Sudarso
Papua.
ii. NSPK karantina kesehatan dan kesehatan pelabuhan
a. Dilakukan pertemuan penyusunan Draf Peraturan Menteri Kesehatan
(PMK) tentang Surveilans Di Pintu Masuk Negara, Sistem Surveilans
terintegrasi di wilayah dan Pintu Masuk Negara, Pedoman Rencana
Kontijensi di Wilayah dan Pintu Masuk Negara. Adapun draf PMK tersebut
di atas masih akan berproses dan diharapkan akan menjadi PMK pada
tahun 2015 adalah Surveilans Di Pintu Masuk Negara, Sistem Surveilans
terintegrasi di wilayah dan Pintu Masuk Negara, Pedoman Rencana
Kontijensi di Wilayah dan Pintu Masuk Negara
b. Sosialisasi NSPK program karantina kesehatan dan kesehatan pelabuhan
Dilakukan sosialisasi dan uji coba di 12 KKP yaitu KKP Kelas III
Lhokseumawe, KKP Kelas II Kendari, KKP Kelas II Manado, KKP Kelas I
Surabaya,KKP Kelas I Soekarno Hatta, KKP Kelas II Banten, KKP Kelas
III Palangkaraya, KKP Kelas III Dumai, KKP Kelas IV Yogjakarta, KKP
Kelas II Banjarmasin, KKP Kelas II Bandung, dan KKP Kelas II Palu.
Kemudian dilakukan Revisi dan finalisasi, dengan produk final yang sudah
diundangkan yaitu Kepmenkes No 026/Menkes/SK/II/2014.
iii. Alat Kesehatan
a. Alat kesehatan imunisasi (vaksinasi internasional)
− Vaksin Carrier (2.515 buah)
− Alat pemantau suhu otomatis coldroom (9 buah)
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 69
b. Penguatan peralatan pengendali mutu vaksin di KKP dalam rangka Umrah
dan perjalanan internasional Lainnya
− Cold Chain (15 unit)
− Transport box active (5 unit)
− Transport box passive (20 unit)
c. Kendaraan khusus evakuasi penyakit menular dalam rangka respon cepat
KKMMD sebanyak 4 unit.
iv. Upaya pengendalian faktor risiko PHEIC di pintu masuk Negara.
Koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program karantina kesehatan dengan
LP/LS:
a. Bimbingan teknis program karantina dan kesehatan pelabuhan
b. Monitoring implementasi IHR 2005 di pintu masuk negara
c. Monitoring program karantina kesehatan dan kesehatan pelabuhan pada
situasi Khusus
v. Upaya penyelenggaraan program karantina dan kesehatan pelabuhan
a. Pertemuan koordinasi pelaksanaan program Karkespel di pintu masuk
negara diselenggarakan tanggal 11 – 14 Mei 2014 dan dihadiri oleh
perwakilan dari 49 KKP di Indonesia.
b. Advokasi dan sosialisasi implementasi IHR 2005
Rapat Pokja IHR 2005 Dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu:
- Pada 11 – 12 Februari 2014, rapat pokja Surveilans dan Pokja Point of
Entry serta Pokja Bahan Berbahaya dan Komunikasi Risiko dengan
agenda persiapan Rapat Komnas Implementasi IHR 2005 untuk
menyatakan Indonesia sudah siap Implementasi penuh IHR;
- Pada 10 – 11 Juli 2014, rapat seluruh pokja dalam rangka pengisian
kuesioner self assessment implementasi IHR 2005 tahun 2014 serta
penyusunan rencana kerja dalam rangka mempertahankan
implementasi penuh.
- Pada 18 November 2014, rapat seluruh anggota pokja dan Komnas
IHR 2005 dalam rangka pembahasan rencana kerja / roadmap
mempertahankan implementasi penuh IHR 2005.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 70
- Pertemuan anggota Komnas Implementasi IHR 2005 dilaksanakan
pada 14 Februari 2014 dengan agenda kesepakatan menyatakan
Indonesia siap implementasi penuh pada tahun 2014
c. Advokasi dan sosialisasi assesment implementasi IHR 2005 di pintu
masuk dan wilayah.
Telah dilaksanakan kegiatan advokasi dan sosialisasi implementasi IHR
(2005) di 4 Provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara
Barat, Provinsi DIY dan Provinsi Riau.
d. Rapat koordinasi program Karkespel
Dilakukan rapat koordinasi LP/LS di kantor, rapat evaluasi mingguan
program Karkespel serta rapat Koordinasi dengan LP/LS di luar kantor.
Analisis penyebab kegagalan atau keberhasilan program Karantina Kesehatan
dan Kesehatan Pelabuhan
� Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria dalam mendukung kegiatan
kekarantinaan kesehatan di pintu masuk negara disesuaikan dengan
perkembangan dinamika yang terjadi di masyarakat.
� Jejaring kerja baik di tingkat pusat maupun di pintu masuk negara yang
belum optimal.
� Sistem informasi manajemen dalam rangka pelaporan dan pengumpulan
data bidang kekarantinaan kesehatan dari KKP di pintu masuk negara ke
tingkat pusat perlu direvisi disesuaikan dengan perkembangan yang terkini.
� Anggaran yang dialokasikan ke subdit karkes dan kespel dipergunakan
sesuai dengan prioritas dan kemampuan SDM yang dimiliki oleh Subdit
Karkes dan Kespel.
� Peningkatan SDM di KKP secara bertahap, sehingga memiliki kemampuan
kekarantinaan kesehatan.
B.11. Indikator : Persentase Terlaksananya Penanggulangan Faktor Risiko
dan Pelayanan Kesehatan Pada Kondisi Matra
a. Definisi Operasional
Jumlah kab/kota yang telah melaksanakan pengendalian faktor risiko dan
pelayanan kesehatan matra (laut, udara, lapangan).
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 71
b. Cara Perhitungan
Jumlah Kabupaten/kota, KKP yang melaksanakan pengendalian faktor risiko
dan pelayanan kesehatan matra
--------------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah seluruh Kabupaten/kota , KKP dengan Kondisi Matra
c. Capaian Indikator
Capaian indikator persentase terlaksananya penanggulangan faktor risiko dan
pelayanan kesehatan pada wilayah kondisi matra capaian pada tahun 2014
sampai bulan Desember adalah sebesar 80,13%, sedangkan targetnya ditetapkan
sebesar 80%. (Seperti pada grafik 3.15)
Grafik 3.15
Persentase Terlaksananya Penanggulangan Faktor Risiko dan Pelayanan
Kesehatan pada Wilayah Kondisi Matra Tahun 2014
60%
65% 70%
75% 80%
43%
65% 70%
76.58% 80.13%
2010 2011 2012 2013 2014
Capaian Indikator Subdit Kesehatan Matra
TARGET CAPAIAN
Capaian indikator selama lima tahun sejak tahun 2010 sampai dengan 2014 selalu
mencapai target yang ditentukan kecuali pada tahun 2010. Terjadi penurunan
pencapaian indikator sebesar 1,9%, dimana pada tahun 2013 mencapai 102.11%,
sementara pada tahun 2014 sebesar 100.16%. Pencapaian indikator kesehatan
matra pada tahu 2014 sudah melebihi dari target yang ditetapkan, hal ini
disebabkan antara lain:
i. Tersedianya dana dekonsentrasi di beberapa provinsi untuk mendukung
upaya kesehatan matra
ii. Perhitungan pencapaian indikator dihitung berdasarkan laporan uapaya
kesehatan matra dari daerah. Indikator juga dihitung berdasrkan laporan
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 72
kegiatan yang telah dilaksanakan oleh subdit kesehatan matra pada saat
melakukan kunjungan ke daerah. Secara nasional indikator yang digunakan
adalah indikator pusat. Jumlah anggaran yang tersedia untuk mencapai
indikator tersebut adalah Rp 9.158.932.000, realisasi sebesar 6.439.039.462
(70,30%). Sehingga walaupun realisasi rendah, indikator tetap tercapai.
iii. Tersedianya peralatan dan logistik kesehatan matra seperti tenda, masker,
emergency kit, dan lain-lain, sebagai dukungan kepada daerah dalam
melaksanakan upaya kesehatan matra
d. Kegiatan Untuk Mencapai Target Indikator
Keberhasilan pencapaian indikator merupakan hasil dari upaya-upaya yang telah
dilaksanakan dalam penyelenggaraan kegiatan penanggulangan faktor risiko dan
pelayanan kesehatan pada wilayah kondisi matra, antara lain:
i. Pemantapan pemeriksaan laik terbang penumpang bagi dokter dan perawat
di KKP Bandara
Perbedaan tekanan udara antara kondisi di darat dan udara dapat
menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan pada penumpang saat
melakukan penerbangan. Pemeriksaan kelaiakan terbang penumpang salah
satu cara untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan selama masa
penerbangan. Oleh sebab itu, pada tahun 2014, subdit kesehatan matra
melaksanakan monitoring kegiatan pemeriksaan laik dilaksanakan di 4 lokasi
Kantor Kesehatan Pelabuhan yang memiliki bandara yaitu: KKP Denpasar,
KKP Palembang, KKP Manado, dan KKP Denpasar
ii. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan penyelaman bagi peselam
tradisional.
Wilayah Indonesia yang sebagian besar merupakan lautan, membuat
banyaknya masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir berprofesi sebagai
nelayan peselam. Kebanyakan dari nelayan peselam tersebut menyelam
tanpa alat perlengkapan menyelam yang lengkap, sehingga para peselam
tersebut memiliki risiko untuk menderita panyakit dekompresi akibat
perbedaan tekanan udara di darat dan laut. Oleh karena itu diperlukan upaya
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan penyelaman bagi peselam
tradisional yang pada tahun 2014 dilaksanakan di lima lokasi yang memiliki
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 73
peselam tradisional yang terdapat di beberapa provinsi yaitu: Sumatera
Barat, Provinsi Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Papua
Barat.
iii. Lokasi situasi khusus dan pengungsi yang dikendalikan faktor risikonya
a) Penguatan SKD-KLB bagi kader kesehatan dan petugas puskesmas di
lokasi transmigrasi baru
Transmigrasi baik secara besar - besaran maupun dalam kelompok kecil
secara epidemiologis akan berdampak terhadap kesehatan transmigrasi
mapun penduduk yang berdekatan dengan lokasi yang akan dihuni. Pada
masa kondisi matra selama 6 bulan pertama sejak penempatan merupakan
masa-masa rawan terjadinya masalah kesehatan yang akan berisiko
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Oleh sebab itu, maka pada tahun
2014 subdit Kesehatan Matra telah melakukan pembinaan di 3 lokasi
transmigrasi yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Gorontalo, Provinsi
Sulawesi Tenggara, dan Provinsi Sulawesi Selatan
b) Pengumpulan data dasar kesehatan wisata
Banyaknya potensi dearah wisata di Indonesia memerlukan perhatian
khusus di bidang kesehatan. Kebutuhan dukungan kesehatan di lokasi
wisata, salah satunya dilakukan dengan cara pengumpuilan data dasar
kesehatan di lokasi wisata. Pada tahun 2014 dilakukan upaya peningkatan
kesehatan di lokasi wisata melalui kunjungan ke 5 lokasi di Indonesia.
Daerah yang dikunjungi adalah Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Nusa
Tenggara Barat, Prov Kepulauan Riau, Provinsi Sumatera Selatan.
c) Pendampingan Petugas pada Peningkatan Upaya Kesehatan multievent
Kegiatan-kegiatan pada event-event khusus baik skala internasional maupun
skala nasional melibatkan jumlah orang yang cukup banyak. Banyaknya
manusia yang berkumpul tersebut mengharuskan untuk dilaksanakannya
surveilans kesehatan matra untuk mencegah terjadinya penularan penyakit
yang akan mengakibatkan KLB. Oleh sebab itu, maka diperlukan upaya
pendampingan petugas pada acara-acara tersebut. Pada tahun 2014 upaya
pendampingan tersebut dilaksanakan di Batam, Sumatera Selatan,
Semarang, dan Sukoharjo.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 74
d) Pemantauan kesiapsiagaan arus mudik lebaran
Pemantauan pelayanan kesehatan mudik lebaran tahun 2014 dilaksanakan
oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan
Kota baik secara intsitusi masing-masing maupun terpadu dengan lintas
sektor terkait. Pemantauan dilakukan di pos pelayanan kesehatan di jalur
mudik di jalan raya, pelabuhan laut, bandar udara dan tempat-tempat
berkumpulnya pemudik seperti terminal bus, stasiun kereta api, rest area dan
tempat wisata. Pemantauan juga dilakukan di Posko Mudik Lebaran Ditjen
PP dan PL dengan menggunakan kamera CCTV di tempat-tempat yang
rawan kecelakaan di Pulau Jawa yang tersambung langsung dengan
Korlantas Polri.
Lokasi pemantauan merupakan wilayah yang menjadi jalur utama mudik
lebaran tahun 2014/1435 H dilakukan di 20 lokasi yaitu Lampung (KKP
Bakaheuni), Banten (KKP Banten), Jawa Barat (Dinkes Kabupaten Bandung,
Dinkes Kab Bogor, Dinkes Prov Jawa Barat), Jawa Tengah (Dinkes Provinsi
Jawa Tengah, Dinkes Kab. Purworejo, Dinkes Kab Brebes, Dinkes Kab
Batang, Dinkes Kota Surakarta, Dinkes Kab. Boyolali, KKP Yogyakarta,
Dinkes Kab Banyumas), dan Jawa Timur (Dinkes Provinsi Jawa Timur,
Dinkes Kab Lamongan, Dinkes Kab Bangkalan, Dinkes Kabupaten.
Mojokerto).
e) Pendampingan petugas pada kesiapsiagaan, RHA dan tanggap darurat
bencana dalam bidang PP & PL.
Indonesia merupakan negara yang memilki banyak daerah rawan bencana,
sedangkans Subdit Kesehatan Matra merupakan sekretariat pokja
penanggulangan krisis kesehatan bidang PP dan PL. Oleh sebab itu, maka
apabila terjadi kejadian bencana, maka dilakukan Rapid Health Assessment
untuk menidentifikasi kebutuhan kesehatan di lokasi bencana dan
pengungsian. Pada tahun 2014 dilaksanakan pendampingan dalam rangka
kesiapsiagaan, RHA dan tanggap darurat di 23 lokasi bencana yaitu
kesiapsiagaan bencana di Tamiang, Pekanbaru, Kampar, Palembang,
Sukabumi, Purwakarta, Subang, Karawang, Indramayu, Karo, Bekasi,
Bandung, Manado, Malang, DKI, Kediri, Bima, Jambi, Palangkaraya,
Banjarnegara, Banjarmasin, Manado, Ternate.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 75
f) Upaya penanganan Kesehatan TKIB di KKP Entry Point
Pendampingan petugas bagi TKIB di KKP:
Banyaknya Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri terutama di
Malaysia dan Singapura, menyebabkan banyak terjadinya masalah pada
para TKI tersebut, sehingga diperlukan upaya penanganan dalam rangka
peningkatan kesehatan bagi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB).
Pada tahun 2014, upaya tersebut dilaksanakan di empat KKP entry point
yaitu KKP Tanjung Pinang, KKP Batam, KKP Tarakan, dan KKP Makassar.
g) Penyiapan lapangan Sail Raja Ampat.
Beberapa upaya bidang penyiapan lapangan yang telah dilaksanakan adalah
dibagi dalam 2 tahap, yaitu:
Tahap Persiapan
� Rapat koordinasi bidang pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan :
− Rapat koordinasi PP dan PL di Jakarta : Maret – Agustus 2014
− Rapat koordinasi PP dan PL di Raja Ampat : Mei 2014
� Survei faktor risiko penyakit dan lingkungan oleh tim Ditjen PP dan PL,
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan - Pengendalian Penyakit
(BBTKL-PP) Ambon, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) kelas Sorong
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Raja Ampat (April-Agustus 2014).
� Kegiatan cegah tangkal penyakit dan pelayanan kesehatan di entry point
(KKP kelas III Sorong, KKP kelas II Ambon, KKP kelas III Bitung) bulan
Juni-Agustus 2014
� Penguatan surveilans penyakit melalui asistensi teknis penguatan SKD dan
respon KLB serta asistensi teknis verifikasi rumor (April, Mei, dan Agustus
2014)
� Pemantauan Media Lingkungan (air, tanah, udara, vektor, makanan,
minuman, manusia) melalui survey vektor Pemetaan, pengawasan dan
pengendalian vektor nyamuk dan lalat, Pengawasan TTU dan TPM, Kajian
Filariasis, dan Pengawasan kualitas lingkungan tempat wisata oleh Dit.
PPBB, BBTKL-PP Ambon, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Sorong,
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 76
Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Raja Ampat
� Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Perilaku melalui Pelatihan dan
workshop STBM dan Pelatihan Wira Usaha Sanitasi (Maret dan April 2014)
� Promosi dan Edukasi :
− Sosialisasi Kesehatan Matra dan Kesehatan Penyelaman
− Distribusi media KIE PP dan PL (leaflet, standing banner, dsb)
� Peningkatan kapasitas petugas kesehatan :
- Diklat Karantina Kesehatan
- Penyusunan Renkon Penanggulangan PHEIC
- Simulasi Penanggulangan Kedaruratan Kes. Masyarakat yg
meresahkan Dunia (PHEIC)
� Dukungan logistik bidang PP dan PL untuk Dinkes Kabupaten Raja Ampat,
Dinkes Provinsi Papua Barat, dan KKP Sorong: Water test Kit Microbiologi
(paket), Keramik Filter, Insektisida (Cypermetrin), Larvasida (Temepos),
Buku Saku DBD, Buku saku Malaria, Buku Pedoman Kelambu Malaria,
Bahan KIE Pengendalian Zoonosis (Roll Banner Leptospirosis, Roll Banner
Rabies, Roll Banner Flu Burung), Lembar fakta rabies, KIT Posbindu,
Emergency Kit Matra, Tenda Lapangan Situasi Khusus, Rompi dan topi
(atribut lapangan), Kantong Jenazah Kacamata Selam, Masker non bedah,
Paket obat, Oralit, dan RDT Malaria
e. Masalah Dihadapi
Dalam pelaksanaan kegiatan upaya Kesehatan Matra terdapat beberapa kendala
sebagai berikut:
I. Saat ini baru 5 Provinsi yang telah diberikan sosialisasi peraturan kesehatan
matra yang baru yaitu Permenkes No. 61 tahun 2013 tentang Kesehatan Matra
II. Berdasarkan hasil kunjungan ke beberapa Provinsi, belum semua provinsi
memiliki data mengenai jumlah populasi berisiko pada kondisi matra
III. Belum adanya pemetaan yang komprehensif mengenai wilayah yang memiliki
kondisi matra
IV. Terdapat beberapa NSPK yang belum tersedia untuk menjadi pedoman
kegiatan kesehatan matra di lapangan
V. Belum optimalnya sistem surveilans kesehatan matra
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 77
VI. Masih kurangnya peningkatan kapasitas dalam bidang kesehatan matra
VII. Belum optimalnya jejaring kerja dengan pemerintah daerah
VIII. Belum semua provinsi mndapatkan dana dekonsentrasi
f. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan capaian dan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2012, ada
beberapa strategi sebagai tindak lanjut dari permasalahan yang ada, yaitu:
I. Melakukan sosialisasi Permenkes No. 61 tahun 2013 tentang Kesehatan
Matra
II. Melakukan pemetaan wilayah dengan kondisi matra serta jumlah populasi
berisikonya dengan membuat surat edaran ke seluruh provinsi di Indonesia.
III. Penyusunan dan pencetakan NSPK Kesehatan Matra
IV. Membuat Pedoman Surveilans Kesehatan Matra dan mengaplikasikannya
dalam bentuk pembuatan sistem surveilans kesehatan matra
V. Melakukan kegiatan peningkatan kapasitas bagi petugas kesehatan di
seluruh tingkatan administratif terutama dalam bidang kesehatan matra
penyelaman
VI. Meningkatkan jejaring kerja dengan pemerintah daerah
VII. Memberikan dana dekonsentrasi ke semua provinsi
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 78
B. SUMBER DAYA 1. Struktur Organisasi
Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra dipimpin oleh
seorang Direktur yang membawahi 4 orang Kepala Sub Direktorat dan 1 orang
Kepala Sub Bagian Tata Usaha.
Bagan struktur organisasi Dit. Simkarkesma seperti pada gambar di bawah ini.
2. Sumber Daya Manusia
Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra memiliki sumber
daya manusia berjumlah 89 orang dengan 14 pejabat struktural dan 75 orang staf
(69 orang Jabatan Fungsional Umum dan 6 orang Jabatan Fungsional Teknis).
Distribusi pegawai per bagian di Dit. Simkarkesma adalah seperti dalam grafik
3.16 di bawah:
a. Subbag Tata Usaha : 28 orang
b. Subdit Surveilans dan Respon KLB : 16 orang
c. Subdit Imunisasi : 14 orang
d. Subdit Karkespel : 16 orang
e. Subdit Kesehatan Matra : 14 orang
TATA
USAHA
SUB
DIREKTORAT
KESEHATAN
MATRA
SUB
DIREKTORAT
IMUNISASI
SUB
DIREKTORAT
KARANTINA
KESEHATAN
DAN
KESEHATAN
PELABUHAN
SUB
DIREKTORAT
SURVEILANS
DAN
RESPON KLB
DIREKTORAT SURVEILANS,
IMUNISASI,
KARANTINA KESEHATAN
DAN KESEHATAN MATRA
JABATAN FUNGSIONAL
(EPIDEMIOLOG, SANITARIAN,
ENTOMOLOG)
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 79
Grafik 3.16 Persentase distribusi pegawai per bagian Dit. Simkarkesma Tahun 2014
Distribusi pegawai berdasarkan jabatan di Dit. Simkarkesma adalah : Pejabat
struktural sebesar 14,61% ; Pejabat Fungsional Teknis sebesar 7,87% ; dan
Pejabat Fungsional Umum sebesar 77,53%. Terlihat pada grafik 3.17 di bawah ini.
Grafik 3.17 Persentase distribusi pegawai per jabatan Dit. Simkarkesma Tahun 2014
Distribusi pegawai berdasarkan golongan di Dit. Simkarkesma adalah : Golongan
IV sebesar 8,99% ; Golongan III sebesar 89,89% ; dan Golongan II sebesar
1,12%. Terlihat pada grafik 3.18 di bawah.
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 80
Grafik 3.18 Persentase distribusi pegawai per golongan Dit. Simkarkesma Tahun 2014
Distribusi pegawai berdasarkan pendidikan di Dit. Simkarkesma adalah : Pasca
Sarjana (S.2) sebesar 42,70% ; Sarjana (S.1) sebesar 41,57% ; Diploma sebesar
6,74% ; dan SLTA sebesar 8,99%. Terlihat pada grafik 3.19 di bawah.
Grafik 3.19 Persentase distribusi pegawai per pendidikan
Dit. Simkarkesma Tahun 2014
LAKIP 2014_Dit. Simkarkesma halaman 81
3. Sumber Daya Keuangan Kegiatan program Dit. Simkarkesma didukung oleh sumber anggaran pembiayaan
dari:
a. APBN Pusat sebesar Rp. 158.666.818.000,-
b. APBN dekonsentrasi dan UPT sebesar Rp. 151.879.075.000,-
c. Bantuan Luar Negeri (BLN) sebesar Rp. 188.739.423.000,-
Jumlah total keseluruhan adalah sebesar Rp. 499.284.316.000,-
Realisasi belanja penggunaan anggaran adalah sebesar Rp.424.572.283.293,-
atau sebesar 85,03%.
Tabel 3.3 di bawah ini menunjukkan alokasi pagu dan realisasi anggaran tahun
2014. Secara terperinci realisasi anggaran per output terdapat dalam lampiran.
Tabel 3.3 Alokasi pagu dan realisasi anggaran tahun 2014
No ALOKASI PAGU REALISASI %
1 APBN PUSAT 158.666.818.000 136.855.149.130 86,25
2. BLN 188.739.423.000 181.450.502.424
97,80
3. DEKON + UPT 151.879.075.000 106.266.631.739 69,96
TOTAL 499.285.316.000 424.572.283.293 85,03
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 81
BAB IV
KESIMPULAN
Laporan Kinerja Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra
Tahun 2014 merupakan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi, kebijakan, program, dan kegiatan direktorat dari Direktur Simkarkesma
kepada Direktur Jenderal PP dan PL dan seluruh stakeholders yang terlilbat baik
langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan
khususnya di bidang Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan
Matra.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan
Kesehatan Matra sudah dapat merealisasikan target Indikator Kinerja Tahun 2014
dalam upaya mencapai sasaran program sebagaimana tercantum dalam Renstra
Kementerian Kesehatan 2010-2014 yang diatur dengan SK Menkes Nomor
HK.03.01/160/I/2010. Terdapat 11 (sebelas) indikator kinerja Direktorat Surveilans,
Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra. Dari semua indikator, terdapat 7 (tujuh)
indikator telah mencapai target yang ditetapkan pada tahun 2014. Terdapat 4 (empat)
indikator yang tidak mencapai target ditetapkan, yaitu: Indikator “Persentase desa yang
mencapai UCI” ; Indikator “Persentase Penanggulangan KLB <24 jam” ; Indikator
“Persentase anak usia sekolah dasar yang mendapat imunisasi” ; Indikator “Persentase
bebas vektor penular penyakit di perimeter area (House Index = 0) dan buffer area
(House Index < 1) di lingkungan pelabuhan, bandara dan pos lintas batas darat”.
Capaian indikator penanggulangan KLB < 24 jam sangat dipengaruhi oleh beberapa
hal, antara lain: Lokasi tempat kejadian KLB ; Akses fasilitas kesehatan ; Kompetensi
petugas kesehatan dalam menilai risiko KLB serta kelengkapan laporan. Hingga bulan
Januari 2015 ini masih 7 Prov belum mengirimkan laporannya, yatiu : Provinsi Aceh,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Maluku, Papua dan Papua
Barat.
Capaian indikator terkait imunisasi sangat dipengaruhi beberapa aspek, antara lain:
Keterlambatan vaksin pada pertengahan tahun 2014, menyebabkan jadwal imunisasi
terlambat ; Kendala geografis wilayah terutama daerah perbatasan dan kepulauan yang
menyebabkan disparitas cakupan antar wilayah, berakibat adanya kantong-kantong
Laporan Kinerja 2014_Dit. Simkarkesma Halaman 82
KLB ; Penolakan imunisasi (black campaign) oleh kelompok masyarakat tertentu,
terkait, misalnya : Hambatan budaya (masyarakat beranggapan bahwa bayi yang belum
berumur 40 hari tidak boleh keluar rumah), kehalalan vaksin, rendahnya pengetahuan
(imunisasi menyebabkan anaknya demam /sakit).
Beberapa upaya perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan kinerja Direktorat
Simkarkesma, khususnya untuk mencapai target nasional yang telah ditetapkan, antara
lain:
1. Replikasi SKDR di 8 Provinsi yaitu di Sumatera Utara, Bangka Belitung, Bengkulu,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Papua dan Kalimantan Utara.
2. Sudah terbentuk/dilatih Tim gerak Cepat (TGC) di 30 provinsi dan 374
kabupaten/kota rawan KLB.
3. Memperkuat petugas surveilans Kabupaten/Kota (DSO) sebanyak 400 orang dari
200 kab/kota di 10 provinsi (provinsi prioritas/banyak KLB).
4. Mengembangkan sarana komunikasi (SMS gateway) dengan nomor : 0812 1329
9997, 0812 1329 9996
5. Perbaikan perencanaan, monitoring dan mekanisme pemenuhan logistik (vaksin,
alat suntik dan safety box).
6. Pelaksanaan imunisasi daerah sulit bersamaan dengan pelaksanaan program
lain.
7. Pendekatan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat dalam menanggulangi
kampanye negatif imunisasi.
Keberhasilan yang telah dicapai tahun 2014 merupakan hasil kerja keras dari segenap
unsur di lingkungan Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra
dalam mengupayakan berbagai kegiatan secara optimal. Pencapaian di 2014 juga
merupakan awal untuk melanjutkan pelaksanaan kegiatan yang telah dicanangkan
pada pada periode berikutnya dan sekaligus menjadi barometer agar kegiatan-kegiatan
di masa mendatang dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien. Sedangkan
segala kekurangan dan hal-hal yang menghambat tercapainya target indikator kinerja
dan rencana kegiatan diharapkan akan dapat dicari solusi serta penyelesainnya dengan
mengedepankan profesionalisme dan ketentuan yang berlaku di lingkungan Ditjen PP
dan PL dan Kemenkes RI.