41

Profil Keluarga Papua Tahun 2014

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Profil Keluarga Papua Tahun 2014
Page 2: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

i Profil Keluarga Papua 2014

i

KATA PENGANTAR

Berkat Bimbingan dan Penyertaan Tuhan Yang Maha Kuasa, Profil Keluarga

Provinsi Papua tahun 2014 telah selesai disusun tepat waktu, hal ini sejalan

dengan Tupoksi Perwakilan BKKBN Provinsi Papua sebagai institusi pemerintah

yang menangani bidang Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan

Keluarga (KKBPK), berkewajiban menyediakan data dasar berupa Profil Keluarga

tersebut. Profil Keluarga pada jangka panjang, hendaknya tidak saja memotret

situasi keluarga di tingkat Provinsi, namun juga mengerucut semakin detail pada

tingkat kabupaten/kota, distrik bahkan bila memungkinkan sampai tingkat

kampung. Tujuannya, agar secara spesifik dapat dipetakan permasalahan

keluarga terjadi pada wilayah yang mana. Dengan demikian, akan lebih

memudahkan penentu kebijakan terkait dalam mengidentifikasi sekaligus

menangani wilayah manakah yang memiliki permasalahan.

Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dimana Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tidak hanya

mempunyai tugas fungsi penyelenggaraan bidang keluarga berencana saja tetapi

juga mencakup bidang penyerasian kebijakan kependudukan, kerjasama dan

pendidikan kependudukan, pendidikan dan latihan kependudukan dan

peningkatan penyediaan data informasi kependudukan. Profil Keluarga Provinsi

Papua Tahun 2014 merupakan sebagian kecil dari potret kondisi keluarga-

keluarga, yang nantinya menjadi pedoman dan acuan bagi para pemangku

kepentingan dan mitra kerja dalam menyelenggarakan program di Provinsi Papua.

Kami sampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada Koalisi

Kependudukan Provinsi Papua, Koalisi Muda Kependudukan Provinsi Papua dan

para Mitra kerja SKPD di Provinsi Papua, Perwakilan SKPD KB Kabupaten/Kota di

Provinsi Papua dan semua pihak yang telah berkontribusi hingga Profil Keluarga

Provinsi Papua tahun 2014 tersusun dengan baik.

Akhir kata, kami mengharapkan masukan secara konstruktif terhadap

dokumen ini, terutama menyangkut variabel-variabel yang dibahas dalam buku

Profil Keluarga Provinsi Papua.

Jayapura, Juli 2014

Drs. NERIUS AUPARAY, M.Si

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua

Page 3: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

ii Profil Keluarga Papua 2014

ii

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi ……………………………………………………………………………………….. ii

Daftar Tabel ……………………………………………………………………………………….. iii

Bagian I. Pendahuluan ………..……………………………………….……………… 1

a. Latar belakang ……………..……………………………………………... 1

b. Tujuan ………………………………………………………………………… 3

c. Landasan hukum ………………………………………………………….. 3

d. Konsep dan definisi ………………………………………………………. 3

Bagian II. DINAMIKA PENDUDUK …………………………………………………. 8

a. Jumlah penduduk …………………………………………………………. 8

b. Jumlah keluarga …………………………………………………………… 11

c. Rasio dan jenis kelamin ………………………………………………… 14

d. Rata-rata jumlah anggota keluarga ………………………………… 15

e. Pola perkawinan …………………………………………………………… 16

f. Angka perceraian …………………………………………………………. 16

g. Status keluarga ……………………………………………………………. 17

h. Pendapatan …………………………………………………………………. 18

i. Migrasi dan mobilitas ……………………………..……………………… 19

j. Pendidikan, rata-rata lama sekolah ………………………………… 21

k. Pekerjaan …………………………………………………………………….. 22

l. Kesehatan …………………………………………………………………….. 23

m. Agama ……………………………………………………………………….. 25

Bagian III KELUARGA DALAM MASYARAKAT ADAT PAPUA….. 26

a. Sebaran suku-suku di Papua .…………………………………. 26

b. Keluarga dan perannya……………… ............................ 27

1. Penggambaran adat/budaya …..…………………………… 27

2. Fungsi keluarga dan kelahiran……..………………………. 28

3. Tanggungjawab anak laki-laki ..............…............... 29

4. Sistim Matapencaharian masyarakat lokal ............... 29

5. Perkawinan .......................................................... 32

c. Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Papua…………… 34

Bagian IV PENUTUP ………………………………………………………………………. 36

DAFTAR BACAAN .................................................................................. 37

Page 4: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

iii Profil Keluarga Papua 2014

iii

DAFTAR TABEL/GRAFIK/GAMBAR

Halaman

Tabel 1. Persebaran suku bangsa berdasarkan wilayah administrasi ………. 27

Grafik 1. Pertumbuhan penduduk Papua ……………………………………………….. 10

Grafik 2. Tren TFR menurut SDKI 1991-2012 ………………………………………… 11

Grafik 3. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga (ART) ………………………… 15

Grafik 4. Persentase tahapan Keluarga sejatera tahun 2009-2013 ………...... 18

Diagram 1. Jumlah penduduk per jenis kelamin di Papua tahun 2010 ………….. 8

Diagram 2. Jumlah keluarga 29 kabupaten/kota di Papua tahun 2013 …………. 12

Diagram 3. Rasio jenis kelamin di Papua tahun 2010 …………………………………. 14

Diagram 4. Jumlah perkara perceraian yang diterima PTA Papua tahun 2013 17

Diagram 5. Laju pertumbuhan penduduk 29 kabupaten/kota di Papua tahun 2010 ……………………………………………………………………………………..

19

Diagram 6. Persentase migrasi risen 29 kabupaten/kota di Papua tahun 2010 ……………………………………………………………………………………..

20

Diagram 7. Jumlah angkatan kerja 2010 dan 2011 ……………………………………. 22

Diagram 8. Penduduk Per Agama …………………………………………………………….. 25

Gambar 1. Peta pesebaran penduduk di Provinsi Papua …………………………….. 9

Gambar 2. Data tahapan keluarga sejahtera di Provinsi Papua tahun 2013 …. 13

Page 5: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

1 Profil Keluarga Papua 2014

1

Bagian Pertama

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di tengah-tengah kompleksitas kultural yang muncul melalui

serangkaian perubahan akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK), kualitas kehidupan bersama dalam keluarga semakin mengalami

penurunan. Kegagalan moral terus menggerogoti keluarga dan manusia

semakin tidak peduli, bahkan menihilkan segala persoalan yang berkaitan

dengan moral kehidupan bersama.

Isu Keluarga merupakan isu yang sangat strategis dan bersifat lintas

sector, sehingga pengintegrasian berbagai aspek keluarga ke dalam

perencanaan pembangunan kependudukan dan bagaimana pembangunan

kependudukan itu dicapai, akan menjadi pekerjaan besar yang harus

diwujudkan. Dalam hal ini, upaya mewujudkan keterkaitan perkembangan

keluarga dalam kependudukan sebagai dinamika penduduk dengan berbagai

kebijakan pembangunan menjadi prioritas penting agar ke depan

pengelolaan perkembangan kependudukan dapat mewujudkan adanya

keseimbangan yang serasi antara kuantitas dan kualitas penduduk,

pengarahan mobilitas dan penataan persebarannya yang didukung upaya-

upaya perlindungan dan pemberdayaan keluarga serta peningkatan

pemahaman dan pengetahuan tentang wawasan kependudukan bahkan

sejak usia dini.

Disadari data kependudukan memegang peranan penting dalam

menentukan kebijakan, perencanaan pembangunan, dan evaluasi hasil-hasil

pembangunan, baik bagi pemerintah maupun pihak lain termasuk dunia

usaha. Karena itu ketersediaan data perkembangan kependudukan sampai

tingkat lapangan menjadi faktor kunci keberhasilan pelaksanaan program-

program kependudukan. Untuk itu pengembangan system informasi

kependudukan yang bisa diakses dan dimanfaatkan berbagai pihak yang

berkepentingan untuk tujuan intervensi yang berbeda-beda merupakan

Page 6: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

2 Profil Keluarga Papua 2014

2

kebutuhan utama untuk segera diaplikasikan, sehingga data kependudukan

yang tersedia makin lengkap dan akurat, mudah dan tepat dalam

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Informasi perkembangan kependudukan merupakan informasi

strategis dan sangat dibutuhkan berbagai pihak, terutama pemerintah

dalam menentukan kebijakan dan perencanaan pembangunan. Demikian

juga para pelaku bisnis, dalam merencanakan strategi pengembangan

usahanya juga menggunakan informasi kependudukan.

Dalam Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang

perkembangan kependudukan dan pembangunan telah memperkokoh

upaya pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana

(KB) dalam mendukung pembangunan nasional jangka panjang menuju

penduduk tumbuh seimbang 2015 dan mewujudkan keluarga kecil bahagia

dan sejahtera. Dalam undang-undang dimaksud juga memberikan

gambaran bahwa aspek-aspek kependudukan secara fungsional

membentuk satu kesatuan ekosistem. Demikian arah kebijakan pemerintah

menyelenggarakan pembangunan senantiasa memperhatikan aspek

kependudukan sebagai ”pembangunan berwawasan kependudukan dan

berkelanjutan”, yang mana kebijakan ini perlu didukung dengan kebijakan

yang menyangkut pengendalian penduduk.

Pada saat ini diharapkan terjadi pergeseran paradigma yang

mengedepankan pola pembangunan yang berwawasan kependudukan.

Pembangunan yang demikian secara khusus di Provinsi Papua

mengandung dua makna, pertama: pembangunan yang disesuaikan

dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada; kedua: pembangunan

sumber daya manusia, yaitu pembangunan yang lebih menekankan kualitas

sumber daya manusia berbasis kontekstual dibandingkan peningkatan

infrastruktur semata.

Berkaitan dengan tugas dan fungsinya tersebut, serta agar

dapat memberikan gambaran informasi yang akurat berkaitan dengan

informasi keluarga bagi pihak-pihak yang terkait dan masyarakat pada

Page 7: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

3 Profil Keluarga Papua 2014

3

umumnya, maka dilakukan penyusunan buku profil keluarga.

B. TUJUAN

Memberikan gambaran berkaitan dengan informasi tentang Keluarga

serta perkembangannya di Provinsi Papua sampai dengan tahun 2013 bagi

pihak-pihak yang terkait dan masyarakat pada umumnya.

C. LANDASAN HUKUM

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan

K ependudukan dan Pembangunan Keluarga;

Peraturan Presiden (Peppres) Nomor 62 tahun 2010 tentang Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional;

Peraturan Kepala (Perka) BKKBN Nomor 72 tahun 2011 tentang

Struktur Kelembagaan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional;

Peraturan Kepala (Perka) BKKBN Nomor 82 tahun 2011 tentang

Struktur Kelembagaan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional Provinsi

D. KONSEP DAN DEFINISI

Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan orang Asing yang

bertempat tinggal di Indonesia (Undang-Undang RI Nomor 52 Tahun

2009);

Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah,

struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan

kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya,

agama serta lingkungan penduduk setempat (Undang-Undang RI Nomor

52 Tahun 2009);

Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga

adalah upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang

Page 8: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

4 Profil Keluarga Papua 2014

4

dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk

(Undang-Undang RI Nomor 52 Tahun 2009);

Perkembangan kependudukan adalah kondisi yang berhubungan

dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan

dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan (Undang-

Undang RI Nomor 52 Tahun 2009);

Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan

nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan,

produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan,

sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan

menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertakwa, berbudaya,

berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak (Undang-Undang RI

Nomor 52 Tahun 2009);

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami

istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan

anaknya (Undang-Undang RI Nomor 52 Tahun 2009);

Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga

berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat (Undang-Undang

RI Nomor 52 Tahun 2009);

Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan

usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,

perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk

mewujudkan keluarga yang berkualitas (Undang-Undang RI Nomor 52

Tahun 2009);

Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan

perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri,

memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung

jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Undang-

Undang RI Nomor 52 Tahun 2009);

Page 9: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

5 Profil Keluarga Papua 2014

5

Kematian atau mortalitas menurut WHO adalah suatu peristiwa

menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang

bias terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup;

Ratio Jenis Kelamin adalah suatu angka yang menunjukkan

perbandingan jenis kelamin antara banyaknya penduduk laki-laki dan

penduduk perempuan di suatu daerah pada waktu tertentu;

Mobilitas penduduk permanen (migrasi) adalah perpindahan

penduduk dengan tujuan untuk nenetap dari suatu tempat ke tempat lain

melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/ negara

(migrasi internasional);

Mobilitas penduduk non permanen (circucaltion/sirkuler) adalah

perpindahan penduduk dengan tujuan untuk tidak menetap dari suatu

tempat ke tempat lain melewati batas administratif. Mobilitas penduduk

non permanen dibagi menjadi dua yaitu ulang alik nglaju (commuting)

dan menginap/mondok;

Penduduk musiman merupakan salah satu jenis mobilitas penduduk

non permanen yang bekerja tidak pada daerah domisilinya dan menetap

dalam kurun waktu lebih dari satu hari tetapi kurang dari satu tahun dan

dilakukan secara berulang;

Mobilitas penduduk ulang-alik atau nglaju adalah gerak penduduk

dari daerah asal ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan

kembali ke daerah asal pada hari yang sama;

Migrasi kembali (return migration) adalah banyaknya penduduk yang

pada waktu diadakan pendataan bertempat tinggal di daerah yang sama

dengan tempat lahir dan pernah bertempat tinggal di daerah yang

berbeda;

Migrasi semasa hidup (life time migration) adalah bentuk migrasi

dimana pada waktu diadakan pendataan tempat tinggal sekarang

berbeda dengan tempat kelahirannya;

Migrasi risen (rencent migration) adalah bentuk migrasi melewati batas

wilayah administrasi (kampung/distrik/kabupaten/provinsi) dimana pada

Page 10: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

6 Profil Keluarga Papua 2014

6

waktu diadakan pendataan bertempat tinggal di daerah yang berbeda

dengan tempat tinggal lima tahun yang lalu.

Urbanisasi adalah suatu proses bertambahnya konsentrasi penduduk di

perkotaan dan atau proses perubahan suatu daerah perdesaan menjadi

perkiraan, balk secara fisik maupun ukuran-ukuran spasial dan/ atau

bertambahnya fasilitas perkotaan, serta lembaga-lembaga sosial,

maupun perilaku masyarakatnya.

Penduduk Usia Kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun sampai

dengan 64 tahun.

Angka Partisipasi Angkatan Kerja adalah proporsi angkatan kerja

terhadap penduduk usia kerja.

Pengangguran adalah orang yang termasuk angkatan kerja, namun

pada saat pendataan/survey atau sensus tidak bekerja dan sedang

mencari kerja.

Angka Pengangguran adalah proporsi jumlah pengangguran terhadap

angkatan kerja.

Bukan Angkatan Kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke bawah dan

penduduk berusia 64 tahun ke atas.

Lahir hidup adalah suatu kelahiran bayi tanpa memperhitungkan

lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-tanda

kehidupan pada saat dilahirkan, misalnya ada nafas, ada denyut jantung

atau denyut tali pusar atau gerakan otot.

Lahir mati adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur

paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan

pada saat dilahirkan.

Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate/TFR) adalah rata-rata

banyaknya anak yang akan dimiliki oleh seorang vvanita pada masa

reproduksinya jika ia mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung.

Angka Kematian Bayi Baru Lahir adalah banyaknya kematian baru

lahir, usia kurang dari satu bulan (0-28) hari pada suatu periode per

1.000 kelahiran hidup pada pertengahan periode yang sama.

Page 11: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

7 Profil Keluarga Papua 2014

7

Angka Kematian Bayi Lepas Baru Lahir adalah banyaknya kematian

bayi lepas baru lahir (usia 1-11 bulan) pada suatu periode per 1.000

kelahiran hidup pada pertengahan periode yang sama.

Angka Kematian Bayi/IMR adalah banyaknya kematian bayi usia

kurang dari satu tahun (9-11 bulan) pada suatu periode per 1.000

kelahiran hidup pada pertengahan periode yang sama.

Angka Kematian Ibu/MMR adalah banyaknya kematian ibu pada

waktu hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan per 100.000

kelahiran hidup, tanpa memandang lama dan tempat kelahiran yang

disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya.

Angka Kematian Kasar adalah banyaknya kematian yang terjadi pada

suatu tahun tertentu untuk setiap 1000 penduduk.

Page 12: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

8 Profil Keluarga Papua 2014

8

Bagian Kedua

DINAMIKA PENDUDUK

A. JUMLAH PENDUDUK

Di Provinsi Papua, berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2010,

dengan jumlah penduduk 2.833.381 jiwa terdiri dari penduduk Laki-laki

1.505.883 jiwa (53,15%) dan penduduk Perempuan 1.327.498 jiwa (46,85%).

Provinsi Papua yang memiliki luas 316.550,07 km² atau 17,04 persen dari luas

Indonesia dan terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota, penduduk berdasarkan

tempat tinggal hampir 70 persen berdomisili di kampung dan pedalaman,

selebihnya bertempat tinggal di perkotaan.

Diagram-1

Total : 2.833.381

Sumber : BPS, SP 2010

Pertumbuhan penduduk Provinsi Papua periode 1980-2010 terus

mengalami kenaikan, dengan laju pertambahan penduduk (LPP) yang sangat

menonjol pada periode 2000-2010 yang mencapai 5,39 persen/tahun.

Page 13: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

9 Profil Keluarga Papua 2014

9

Meskipun penduduk terus bertambah, namun kepadatan penduduk masih

rendah hanya 9 jiwa/km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Jayapura 339

jiwa/km2, sedangkan kepadatan terendah terjadi di Kabupaten Mamberamo

Raya yang hanya 1 jiwa/km2.

Gambar 1.

Persebaran penduduk Provinsi Papua menurut topografi wilayah

sesuai hasil Sensus Penduduk tahun 2010 dapat dibagi menjadi tiga (3)

wilayah, yaitu:

Wilayah Pegunungan (Kabupaten Jayawijaya, Paniai, Puncak Jaya,

Yahukimo, Pegunungan Bintang, Tolikara, Nduga, Lanny Jaya,

Mamberamo Tengah, Yalimo, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya dan Deiyai)

dengan jumlah penduduk 1.392.970 jiwa (49,16%) terdiri dari laki-laki

736.312 jiwa (52,86%) dan perempuan 656.658 jiwa (47,14%)

Wilayah Dataran Sulit (Kabupaten Boven Digul, Mappi, Asmat, Waropen,

Supiori, Mamberamo Raya) dengan jumlah penduduk 272.897 jiwa

(9,63%) yang terdiri dari laki-laki 144.635 jiwa (52,99%) dan perempuan

128.262 jiwa (47,01%).

Page 14: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

10 Profil Keluarga Papua 2014

10

Wilayah Dataran Mudah (Kabupaten Merauke, Jayapura, Nabire,

Kepulauan Yapen, Biak Numfor, Mimika, Sarmi, Keerom dan Kota

Jayapura) dengan jumlah Penduduk sebesar 1.167.514 jiwa (41,21%)

yang terdiri dari penduduk laki-laki 624.936 jiwa (53,53%), dan

perempuan 542.578 jiwa (46,47%).

Peningkatan LPP Provinsi Papua dalam kurun waktu 2000-2010

terutama karena migrasi daripada pertumbuhan alami dengan faktor fertilitas

dan mortalitas. Fakta LPP yang menonjol di Provinsi berdasarkan kondisi

obyektif geografis menunjukkan bahwa LPP daerah pegunungan sangat besar

(7,46) dibandingkan dengan pesisir sulit (3,99) dan pesisir mudah (3,67).

Grafik-1

Sumber :SP 1980, 1990, 2000, 2010

Angka Kelahiran Total (TFR) di Provinsi Papua berdasarkan SDKI

1994, SDKI 1997, dan SDKI 2007 menunjukkan kecenderungan menurun.

SDKI 1994 melaporkan angka TFR sebesar 3,15 anak per wanita, kemudian

meningkat menjadi 3,38 anak pada SDKI 1997, dan pada SDKI 2007 angka

fertilitas menurun pada level 2,9 anak per wanita, yang berarti telah

menunjukkan keberhasilan dalam menekan angka kelahiran.

Jika dibandingkan dengan TFR Nasional, Provinsi Papua masih ada di

atas angka TFR Nasional sebesar 2,8 (SDKI 2007) yang menunjukkan bahwa

Page 15: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

11 Profil Keluarga Papua 2014

11

pelaksanaan Program KB di Provinsi Papua masih harus terus ditingkatkan

dalam penurunan angka kelahiran total. Sementara TFR Provinsi Papua sesuai

hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 sebesar 2,87, namun berdasarkan hasil

SDKI 2012 meningkat menjadi 3,5 (TFR di perkotaan 2,9 sedangkan di

pedesaan 3,8). Terjadinya kenaikan TFR dan belum maksimalnya pelaksanaan

program KB di Provinsi Papua ini sangat dipengaruhi perubahan kebijakan

kependudukan secara kelembagaan yang menyebabkan pelaksanaan program

KB di daerah tidak optimal.

Grafik-2

Sumber : SDKI tahun 1991, 1994, 1997, 2002/03, 2007, 2012

B. JUMLAH KELUARGA

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu

dan anaknya. Demikian pengembangan kualitas keluarga menjadi penting

diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu oleh masyarakat dan keluarga

dengan dukungan pemerintah secara berkelajutan. Tujuannya untuk

mewujudkan keluarga kecil bahagia, sejahtera, bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, produktif, mandiri dan memiliki kemampuan untuk membangun diri

sendiri dan lingkungannya.

Page 16: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

12 Profil Keluarga Papua 2014

12

Di Provinsi Papua, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,

jumlah keluarga juga bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan pendataan

Perwakilan BKKBN Provinsi Papua tahun 2013, jumlah keluarga di Provinsi

Papua tercatat sebanyak 567.548 Keluarga.

Diagram-2

Sumber : BKKBN, Profil Hasil Pendataan Keluarga 2013

Informasi mengenai komposisi rumah tangga menurut jenis kelamin

kepala rumah tangga dan jumlah anggota rumah tangga adalah penting

karena berkaitan dengan aspek kesejahteraan rumah tangga. Rumah tangga

yang dikepalai wanita, misalnya, biasanya lebih miskin dari rumah tangga

yang dikepalai pria. Rumah tangga yang jumlah anggotanya banyak, pada

umumnya tingkat kepadatannya lebih tinggi yang biasanya berkaitan dengan

kondisi kesehatan yang kurang memadai dan mengalami kesulitan secara

ekonomi.

Berdasarkan hasil SDKI tahun 2012, tentang komposisi rumah tangga

di Provinsi Papua menunjukkan bahwa 88,4 persen rumah tangga dikepalai

oleh pria, sedangkan 11,6 persen rumah tangga dikepalai wanita. Proporsi

rumah tangga yang dikepalai wanita di daerah perkotaan dan pedesaan

hampir sama (masing-masing 13,2 persen dan 11 persen).

Page 17: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

13 Profil Keluarga Papua 2014

13

Gambar. 2

Berdasarkan status kesejahteraannya, keluarga-keluarga di Provinsi

diklasifikasikan atas 5 kelompok, yaitu:

Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS)

Keluarga Sejahtera I

Keluarga Sejahtera II

Keluarga Sejahtera III

Keluarga Sejahtera III Plus

keluarga Pra Sejahtera merupakan cerminan keluarga sangat miskin dan

miskin.

Di provinsi Papua selama lima tahun terakhir (2008-2013), jumlah

keluarga Pra Sejahtera semakin banyak. Pada tahun 2008 jumlah Keluarga

Pra Sejahtera 98.491 keluarga, lima tahun kemudian (2013) bertambah

sebanyak 158.100 (160,5%) keluarga menjadi 256.591 keluarga.

Page 18: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

14 Profil Keluarga Papua 2014

14

Pertambahan jumlah Keluarga Pra Sejahtera ini mengindikasikan

proses pembangunan daerah yang sedang berlangsung belum berpihak dan

memberikan pengaruh signifikan bagi kelompok masyarakat miskin (Pra

Sejahtera), karena lebih memprioritaskan pembangunan fisik dari pada non

fisik untuk membangun wilayah-wilayah kabupaten pemekaran baru. Fakta ini

secara tidak langsung juga menjadi pemberat dan mempengaruhi nilai IPM

Papua yang saat ini berada pada rangking 33 di Indonesia.

C. RASIO JENIS KELAMIN

Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hasil SP

2010 di Provinsi Papua, menunjukkan penduduk laki-laki lebih banyak dari

penduduk perempuan dengan angka Sex Ratio (SR) 113. Ini berarti tiap 100

penduduk perempuan terdapat 113 penduduk laki-laki. Rasio jenis kelamin

tertinggi di Kabupaten Mimika (130) dan terendah di Kabupaten Dogiyai (102).

Diagram-3

Sumber : BPS, SP 2010

Page 19: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

15 Profil Keluarga Papua 2014

15

D. RATA-RATA JUMLAH ANGGOTA KELUARGA

Hasil SDKI pada tahun 2012 yang menunjukkan bahwa secara

keseluruhan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga di Provinsi Papua

adalah 4,3 orang. Ukuran jumlah anggota rumah tangga di daerah pedesaan

dan perkotaan adalah sama (masing-masing 4,3 orang). Namun hal yang

menonjol dan perlu menjadi perhatian adalah masih terdapat rumah tangga

dengan banyak anggota (sembilan orang atau lebih) di daerah perkotaan dan

daerah pedesaan (masing-masing 4,5 persen).

Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan laporan Provinsi Papua dalam

Angka 2013, di Provinsi Papua menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang

berstatus Kepala Rumah Tangga (KRT) sebanyak 658.794 jiwa, dengan rata-

rata jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) 4.30 jiwa dan berbeda antara

perkotaan dan perkampungan. Rata-rata ART di perkampungan 4,25 jiwa lebih

sedikit dibandingkan rata-rata ART di perkotaan 4,43 jiwa.

Grafik-3

Sumber : Papua Dalam Angka 2013

Mengacu pada slogan BKKBN “dua anak cukup” yang secara khusus

di Provinsi Papua dengan pertimbangan kondisi sosial-ekonomi-budaya secara

obyektif, maka strategi pengembangan program keluarga berencana

dilaksanakan melalui pendekatan yang kontekstual dengan mengedepankan

Page 20: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

16 Profil Keluarga Papua 2014

16

kualitas kesehatan Ibu dan Anak, kualitas keluarga melalui penjarangan

kelahiran, jumlah rata-rata anggota keluarga yang ideal, walaupun sudah

menunjukkan ke arah yang diinginkan namun belum optimal, yaitu dalam satu

keluarga hanya terdiri dari 4 orang yang terdiri dari dua anak dan bersama ayah

dan ibu.

E. POLA PERKAWINAN

Berdasarkan status perkawinan, penduduk di Provinsi Papua yang

berumur 10 tahun ke atas dibedakan atas belum kawin, kawin, cerai hidup dan

cerai mati. Dari 2.283.735 jiwa penduduk berumur 10 tahun ke atas sebagian

besar (59,54 persen) berstatus kawin dan 36,13 persen berstatus belum kawin.

Sementara yang berstatus cerai hidup dan cerai mati masing-masing 1 persen

dan 3,34 persen.

Data SDKI menunjukkan perkembangan median umur kawin pertama

di Provinsi Papua yang linear. Median umur kawin pertama naik dari 20,9 tahun

pada SDKI tahun 1991 terus meningkat dan menjadi 23,3 tahun pada SDKI

tahun 2012. Median umur kawin pertama Papua lebih tinggi jika dibandingkan

dengan rata-rata nasional 19,8 tahun. Rendahnya umur pertama kali kawin

sangat berpengaruh terhadap peluang hamil dan melahirkan lebih besar dan

akan berdampak pada pertumbuhan penduduk alami.

F. ANGKA PERCERAIAN

Saat pernikahan berlangsung pastilah pasangan mempelai dan

keluarga besarnya sangat berharap agar pernikahan tersebut langgeng sampai

ajal menjemput. Namun harapan tersebut tidak selalu terwujud, setidaknya

tampak dari data perceraian yang dipublikasikan Kantor Wilayah Kementerian

Agama Provinsi Papua, bahwa jumlah kasus perceraian dan gugat cerai di tahun

2013 sebanyak 1.625 kasus. Angka perceraian dan gugat cerai ada

kecenderungan naik dibandingkan tahun sebelumnya.

Trend perceraian yang meningkat terjadi di PA Jayapura (329 kasus)

Provinsi Papua mengindikasikan bahwa ketahanan keluarga yang semakin

Page 21: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

17 Profil Keluarga Papua 2014

17

rapuh yang disebabkan berbagai faktor dan sudah waktunya untuk dicari

pemecahan permasalahannya.

Diagram-4

Sumber : Laporan Tahunan Pengadilan Tinggi Agama Jayapura 2013

G. STATUS KELUARGA

Perkembangan kesejahteraan keluarga di Provinsi Papua belum

mencapai keadaan ideal. Keadaan ideal yang dimaksud adalah jumlah keluarga

Pra Sejahtera/Pra KS dan KS1 harus semakin berkurang dan keluarga berstatus

KS II, KS III dan KS III+ harus semakin bertambah seiring dengan proses

pembangunan yang semakin maju dan merata, apalagi didukung dengan

pemekaran wilayah kabupaten yang terus terjadi sejak tahun 2000-an yang

semakin memperpendek rentang kendali pembangunan.

Perkembangan kesejahteraan yang terjadi di Provinsi Papua adalah

jumlah keluarga Pra Sejahtera/Pra KS dan KS1 berkurang dari 452.036 keluarga

pada tahun 2012 menjadi 444.005 keluarga pada tahun 2013. Dua kelompok

keluarga ini seharusnya/idealnya semakin berkurang karena mencerminkan dan

rentan terhadap kemiskinan (penduduk miskin), sedangkan penduduk miskin

mencapai 33,11 persen. Sementara itu, jumlah keluarga berstatus KS II, KS III

dan KS III+ dalam waktu yang sama bertambah dari 115.182 keluarga pada

Page 22: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

18 Profil Keluarga Papua 2014

18

tahun 2012 menjadi 123.543 keluarga pada tahun 2013. Fakta ini menunjukkan

bahwa tingkat kesejahteraan keluarga di Papua dari tahun ke tahun meningkat

walaupun dalam peningkatannya hanya kecil, bahkan keluarga yang berstatus

KS-II, KS-III dan KS-III+ dari tahun 2011 trennya selalu mengalami

peningkatan.

Grafik-4

Sumber : Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2011, 2012 & 2013

H. PENDAPATAN

Meningkatnya pendapatan per kapita dari tahun ke tahun merupakan

salah satu indikator keberhasilan pembangunan nasional/daerah. Peningkatan

pendapatan per kapita dapat ditelusuri dari perbandingan Laju Pertumbuhan

Ekonomi (LPE) dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP). Jika di suatu

daerah/negara terjadi kondisi LPE lebih besar dari LPP, maka pendapatan per

kapita di daerah/negara tersebut bertambah. Sebaliknya jika LPE lebih rendah

dari LPP, berarti pendapatan per kapita di daerah/negara tersebut berkurang.

Sejak pemberlakukan Otonomi Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua

tahun 2001, roda pembangunan daerah di Provinsi Papua terus bergulir dengan

LPE rata-rata 5,67% per tahun pada tahun 2010. PDRB per kapita menurut

harga konstan tahun 2010 sebesar Rp 31,78 juta per tahun. Pada periode yang

sama (2000-2010) jumlah penduduk terus bertambah dengan LPP sebesar

5,39% per tahun.

59,02

47,37 45,21

26,0832,32 33,02

10,81 13,79 15,32

3,17 5,02 5,080,93 1,5 1,37

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

2011 2012 2013

Persentase Tahapan Keluarga Sejahtera Tahun 2011-2013

Pra KS KS I KS II KS III KS III+

Page 23: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

19 Profil Keluarga Papua 2014

19

Diagram-5

Sumber : BPS, SP 2010

Dari fakta ini terungkap bahwa selama periode 2000-2010 LPE lebih

besar dari LPP dan disertai dengan pendapatan per kapita yang semakin tinggi.

Oleh karena itu, upaya pemerintah menekan LPP serendah mungkin, harus

tetap didukung, karena upaya tersebut bermuara pada pemenuhan kebutuhan

dasar (ketahanan pangan) dan peningkatan kemakmuran masyarakat.

I. MIGRASI DAN MOBILITAS

Migrasi masuk (seumur hidup maupun risen) ke Provinsi Papua

cenderung menuju ke ibukota kabupaten/kota dan menetap untuk

mendapatkan peluang kerja, dan yang tidak berhasil biasa kembali ke daerah

asalnya, atau menuju ke kota distrik atau daerah pedalaman di Papua untuk

berwirausaha. Migrasi ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah

tujuan, sekaligus sebagai media untuk memperbaiki standar hidup dan

kesejahteraan.

Para migran yang datang ke Provinsi Papua dengan berbagai

pengetahuan dan modal, karena wilayah ini memiliki daya tarik utama, berupa

peluang kerja, pendidikan, bisnis dan peluang-peluang lain. Namun tidak

Page 24: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

20 Profil Keluarga Papua 2014

20

selamanya semua migran memiliki pengetahuan tinggi dan bermodal, karena

ketika berpindah ke daerah lain melalui bantuan keluarga dan teman di daerah

tujuan. Hal ini memperlihatkan masih banyak migran di daerah tujuan yang

hidup miskin, miskin IPTEK dan miskin modal, yang justru tidak mendorong

perkembangan di daerah tujuan tetapi menjadi beban masyarakat dan daerah

tujuan.

Secara khusus migrasi dari daerah-daerah pemekaran baru di Provinsi

Papua didominasi migrasi risen (seseorang berbeda provinsi tempat tinggal

sekarang dengan provinsi tempat tinggalnya lima tahun yang lalu), yang

mencapai 5,33 persen, terutama di kabupaten Sarmi yang mencapai 17,22

persen.

Diagram-6

Sumber : BPS, SP 2010

Jumlah penduduk yang makin banyak dan makin padat dalam waktu

singkat, sangat membingungkan pemerintah daerah setempat, karena muncul

tiba-tiba antri panjang pencari kerja, muncul perkampungan- perkampungan

kumuh, keterbatasan berbagai fasilitas terutama di daerah pemekaran baru.

Berbarengan dengan pertambahan jumlah penduduk tersebut, muncul berbagai

permasalahan sosial-ekonomi di perkotaan.

Page 25: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

21 Profil Keluarga Papua 2014

21

J. PENDIDIKAN, RATA-RATA LAMA SEKOLAH

Kinerja pembangunan pendidikan di Provinsi Papua meskipun

menunjukkan peningkatan, namun masih tergolong rendah (di bawah nasional).

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk usia 15 tahun ke atas tahun 2010

baru mencapai 6,66 tahun (naik sedikit dibanding RLS 2009 = 6,57 tahun) atau

rata-rata hanya tamat SD dan memasuki tingkat pendidikan SMP, namun belum

bisa menuntaskan program wajib belajar (Wajar) 9 tahun. Beberapa kota/

kabupaten yang angka RLS melebihi angka Provinsi dan dapat menuntaskan

Wajar 9 tahun di Kota Jayapura (10,88 tahun), kabupaten Biak Numfor (9,26

tahun) dan Jayapura (9,05 tahun).

Angka RLS terendah dan dapat diindikasikan anak usia sekolah SD

tidak dapat menyelesaikan pendidikan sekolah kecil (3 tahun) terdapat di

kabupaten Tolikara (2,94 tahun), Mamberamo Tengah (2,90 tahun), Nduga

(2,79 tahun), Puncak (2,79 tahun), Yalimo (2,72 tahun), Pegunungan Bintang

(2,45 tahun), Yahukimo (2,42 tahun), Deiyai (2,24 tahun) dan yang paling

terendah kabupaten Intan Jaya (1,81 tahun).

Kemampuan penduduk 15 tahun ke atas untuk dapat membaca dan

menulis (melek huruf) di Provinsi Papua AMH meningkat dari 75,58 persen

tahun 2009 menjadi 75,60% tahun 2010. Ini berarti, pembangunan pendidikan

di Papua masih terbebani dengan penduduk yang buta huruf sebanyak 24,4

persen.

Angka Melek Huruf (AMH) menurut kota/kabupaten, yang tertinggi

Kota Jayapura (99,10%), Kabupaten Biak Numfor (97,75%), Jayapura

(96,31%), Supiori (95,71%) dan kabupaten Keerom (91,12%) yang melebihi

rata-rata AMH Provinsi. AMH terendah di kabupaten Nduga (30,53%), Intan

Jaya (27,00%) dan kabupaten Deiyai (26,87%).

Rendahnya angka RLS dan AMH, terutama pada kabupaten-

kabupaten yang berada di wilayah pegunungan tengah Provinsi Papua, sangat

dipengaruhi oleh homogenitas penduduk (angka migrasi seumur hidup dan risen

non lokal rendah), menyebabkan daya saing rendah, proses pendidikan tidak

Page 26: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

22 Profil Keluarga Papua 2014

22

berkualitas serta rendahnya interaksi sosial yang dapat menjadi acuan dan

motivasi.

K. PEKERJAAN

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS 2011,

jumlah angkatan kerja Provinsi Papua adalah 1.536.728 orang meningkat 0.017

persen dibandingkan 2010. Dengan jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke

atas) sebanyak 1.952.967 orang, maka tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK) yang merupakan rasio antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah

penduduk usia kerja turun dari 80.99 persen pada 2010 menjadi 78,45 Persen

pada 2011. Jumlah penduduk bekerja naik 4,6 persen dari 1.456.545 orang

pada tahun 2010 menjadi 1.524.933 orang pada tahun 2011 dengan

penyerapan terbesar terjadi di sektor pertanian sebesar 72,8 persen dari total

pekerja.

Diagram-7

Sumber : Papua Dalam Angka 2012

Faktor pendorongnya adalah masih terjaganya iklim usaha

perkebunan kelapa sawit dan kakao yang merupakan program unggulan

sehingga mendorong kebutuhan terhadap tenaga kerja di sektor pertanian.

Jumlah pengangguran juga naik 12,8 persen dari 53.631 orang menjadi 60.501

orang. Secara keseluruhan, peningkatan jumlah pengangguran tersebut

Page 27: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

23 Profil Keluarga Papua 2014

23

mengakibatkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) naik dari 3,55 persen

menjadi 3,94 persen.

L. KESEHATAN

Di Provinsi Papua, Angka Harapan Hidup (AHH) mencapai 68,35

tahun, dengan AHH tertinggi di Kabupaten Mimika (69,87) dan Kota Jayapura

(68,34 tahun), sedangkan terendah di Kabupaten Merauke (62,25 tahun). AHH

di Provinsi Papua termasuk kategori sedang (standar harapan hidup paling tinggi

adalah 85 tahun), yang memberikan indikasi masih lambatnya peningkatan

kualitas fisik penduduk termasuk kemampuan untuk hidup lebih lama dan hidup

sehat.

Salah satu faktor yang mempengaruhi masih rendahnya AHH di

Provinsi Papua akibat rendahnya kesadaran penduduk (terutama penduduk

lokal) terhadap kesehatan karena sangat dipengaruhi pola hidup dengan

persepsi tentang sehat-sakit dan penyakit yang masih tradisional. Hal ini

ditunjukkan melalui rendahnya pemanfaatan tenaga medis bila dibandingkan

dengan penduduk migran, terutama dalam persalinan dan melakukan

pengobatan di fasilitas-fasilitas kesehatan yang disediakan pemerintah dan

swasta. Penduduk migran dengan pemahaman yang baik tentang pentingnya

upaya pengobatan, akan terpenuhi layanan kesehatan secara optimal sesuai

dengan kebutuhannya.

Sedangkan capaian Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian

Ibu (AKI) hingga saat ini belum menggembirakan. Capaiannya masih jauh lebih

tinggi di atas capaian nasional. Berdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKB Provinsi Papua 54 per 1.000

kelahiran hidup/kh, bahkan di daerah pendesaan mencapai 65 per 1.000 kh

(AKB nasional = 34 per 1.000 kelahiran hidup). Sementara itu, AKI berkurang

dari 320 per 100.000 kh (AKI nasional = 228 per 100.000 kh).

Tingginya AKB dan AKI Papua pertanda pembangunan kesehatan

belum dapat mengatasi permasalahan minimnya jumlah sarana dan prasarana

kesehatan, belum meratanya persebaran tenaga kesehatan antar wilayah,

Page 28: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

24 Profil Keluarga Papua 2014

24

masih rendahnya kinerja layanan kesehatan dan kurang mendukungnya

perilaku hidup masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat (PHBS). PHBS

ini tampak dari rendahnya asupan gizi dan pemeriksaan kesehatan pada masa

kehamilan dan pasca persalinan, pilihan tempat dan penolong persalinan,

apalagi persepsi masyarakat masih sangat dipengaruhi konsep sakit dan

penyakit yang masih tradisional.

Di Povinsi Papua terjadi hal menarik terkait dengan tempat

persalinan. Dari hasil SDKI 2012, rumah responden menjadi pilihan utama oleh

sebagian besar responden (70,2%) untuk tempat persalinan. Sedangkan

fasilitas pemerintah (21,1%) dan kesehatan swasta (5,9%) merupakan pilihan

berikutnya. Menariknya adalah pilihan rumah sebagai tempat persalinan

dilakukan oleh pasangan yang melahirkan anak pertama (ibu yang baru

pertamakali melahirkan), yang notabene tingkat resikonya relatif tinggi.

Hasil lain SDKI 2012 menunjukkan bahwa di Provinsi Papua sebanyak

47,3 persen kelahiran dalam masa lima tahun terakhir sebelum survei ditolong

oleh dkun bayi dan 30,2 persen oleh tenaga medis. Dengan adanya fakta dari

temuan data survei ini, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa tingginya

angka kematian ibu dan angka kematian anak di Provinsi Papua salah satu

disebabkan karena keputusan ibu dan anggota keluarga memilih rumah sebagai

tempat persalinan dan dukun bayi dan atau anggota keluarga sebagai penolong

persalinan. Tempat persalinan di rumah dan penolong persalinan dukun bayi,

memiliki tingkat resiko lebih tinggi dibanding fasilitas kesehatan. Resiko-resiko

yang dapat terjadi dalam persalinan antara lain pendarahan, infeksi, kejang-

kejang yang semuanya ini mengarah pada mortalitas dan morbiditas.

Salah satu kebijaksanaan pemerintah di bidang kesehatan adalah

dengan menyediakan berbagai infrastruktur dan pengadaan tenaga-tenaga

kesehatan, termasuk program Jaminan Kesehatan Papua (Jamkespa) dalam

usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan umum. Usaha ini ditujukan untuk

memperbaiki kesejahteraan rakyat, sekaligus dalam rangka usaha pembinaan

dan peningkatan mutu fiskal sumber daya manusia dan perwujudan “Gerbang

Mas Hasrat Papua” pada tahun 2018.

Page 29: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

25 Profil Keluarga Papua 2014

25

M. AGAMA

Jumlah penduduk penganut agama terbesar di Provinsi Papua adalah

Kristen Protestan 64 persen, kemudian agama Katolik 21,15 persen, Islam

14,57 persen, Hindu 0,17 persen dan Hindu 0,11 persen. Walaupun pemeluk

agama yang berbeda namun tingkat toleransi antar umat beragama di Provinsi

Papua cukup tinggi. Salah satu hal yang nampak dalam menjalankan ibadah dan

perayaan hari keagamaan masing-masing penganut berjalan lancar, bahkan

saling membantu dalam menjaga ketertiban.

Demikian juga halnya dalam pendirian dan pembangunan rumah

ibadah, relatif lancar setelah melalui rekomendasi Forum Komunikasi Umat

Beragama (FKUB).

Diagram-8

Sumber : BPS, SP 2010

Page 30: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

26 Profil Keluarga Papua 2014

26

Bagian Ketiga

KELUARGA DALAM MASYARAKAT ADAT PAPUA

A. Sebaran suku-suku di Papua

Secara antropologis masyarakat Papua adalah masyarakat yang plural

walaupun banyak suku bangsa atau etnik migran seperti dari Jawa, Madura,

Bugis, Makassar, Buton Batak, Manado, Bali, NTT, Maluku. Penduduk asli Papua

itu sendiri yang terbagi dalam lima (5) wilayah adat yaitu Saireri, Mamta, Me

Pago, La Pago dan Animha yang masing-masing memiliki subetnik, bahkan sub-

sub etnik sebagai berikut:

1. Wilayah Adat Mamta, yang membawahi kurang lebih 86 suku. Wilayah ada

ini berada di wilayah Papua bagian utara Jayapura (sebelah timur berbatasan

dengan Negara Papua New Guinea) sampai dengan Mamberamo (sebelah

barat), dan bagian selatan berbatasan dengan Pegunungan Jayawijaya.

2. Wilayah Adat Saireri yang membawahi kurang lebih 31 suku. Wilayah adat

ini di Teluk Cenderawasih, Biak, Yapen-Waropen sampai di Yeretuar.

3. Wilayah adat Anim-Ha yang membawahi kurang lebih 29 suku. Wilayah adat

ini berada di selatan Papua yang berbatasan sebelah barat dengan wilayah

adat Mi-Pago dan sebelah utara dengan wilayah adat La-Pago.

4. Wilayah Adat La-Pago yang membawahi kurang lebih 19 suku. Wilayah adat

ini berbatasan sebelah selatan dengan wilayah adat Anim-Ha, sebelah barat

dengan wilayah adat Mi-Pago, dan sebelah utara dengan wilayah ada

Mamta, dan sebelah timur dengan wilayah Negara Papua New Guinea (PNG).

5. Wilayah Adat Me-Pago yang membawahi kurang lebih 13 suku. Wilayah adat

ini berbatasan sebelah utara dengan wilayah adat Saireri dan wilayah adat

Mamta, sebelah barat dengan wilayah adat Domberai dan wilayah adat

Saireri, dan sebelah timur wilayah adat Anim-Ha.

Sedangkan sebaran suku bangsa berdasarkan wilayah admnistrasi

sebagai berikut:

Page 31: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

27 Profil Keluarga Papua 2014

27

Tabel 1. Persebaran Suku Bangsa Berdasarkan Wilayah Administrasi

No

Wilayah Administrasi

Suku dan sub-suku

1. Jayapura selatan Engros, Tobati, Injerau, Metu, Debi

2. Jayapura Utara Meterau, Kayu Injau, Kayu Batu

3. Abepura Nafri, Skouw,(Jambe, sai, mabo)

4. Arso Abrab, Manem, Merep, Awi (Beibwo)

5. Depapre Ormu, Tabla/ Tepra, Munggei

6 Bonggo Bonggo, Yarsum, Podena, Anus,

7 Nimboran Namblong, Kwanzu

Kemtuk Gresi Kemtuk, Gresi

8 Demta Sifari, Tarfia, Sou, Ambora, Muris Kecil, Muris besar,

Yakari, Soroyena, Demoi,

9 Kaureh Kaureh, Sause, Kasu, Takana

10 Tor Atas Foya, Mandes, Subar, Bonerif, Biyu, Daranto, Segar,

Bora-bora, Waf, Berik, Kwersupen

11 Sarmi Airoran, Samarokena, Kwerba, Sabori, Sobei

12 Senggi Find, Wrlef, Waina, Molof

13 Waris Walsa, Mii

14 Web Dra, Dubu, Emum, Nemnenda, Jibela yafanda

15 Unurum Unurum, Guay

16 Memberamo hilir Warembori, Pauwe, Warewek

17 Memberamo Tengah Bauzi, Nopuk

18 Memberamo Hulu Nisa, Karama

19 Pantai Timur Keder, Dabe, Nengke, Takar, Mawes

20 Sentani Dosai, Marib

21 Yapen Selatan Woriasi, Ambai, Serui Laut, Busamui, Ansus, Pom, Woi, Munggui, Marau, Pupui

22 Waropen Atas Tamakuri, Kerema, Sarobi, Siromi, Baudi, Kai, Taru, Demisa, Serui.

23 Paniai Mee, Windesi, Mor, Yaur, Yeretuar, Kiri-Kiri, Turu, Taori-kei, Fayu

24 Mimika Kamoro

25 Kimaam Riantama, Koneraw, Kimaghama, Ndom, Moembun

26 Merauke Malin, Anim, Marind, Mandobo, Muyu

27 Wamena Dani induk, dani wodo, Danib Kimin, Dani Wosi, Dani Bele, Dani Aikhe,Dani Jurang

28 Oksibil Kupal, Morop, Kesukmin, Walapkubun, Oktawat,

Oksibil

B. Keluarga dan perannya dalam perspektif adat Papua

1. Penggambaran adat/budaya

Di Papua terdapat lebih dari 220 suku dan sub-suku dengan bahasa

dan adat budaya berbeda satu dengan yang lain, akan tetapi juga

Page 32: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

28 Profil Keluarga Papua 2014

28

mempunyai banyak kesamaan dalam hal seperti: hidup dari berladang,

meramu, merotan, berburu, mengambil buah-buahan/hasil hutan,

mempunyai tanah dan hutan adat, melaksanakan upacara adat, mempunyai

fungsionaris adat, masih mengenal peradilan adat dan lain-lain (Rumbiak,

2000).

Suatu pandangan yang keliru manakala ada yang berpendapat bahwa

orang Papua itu terdiri dari satu suku saja atau satu bahasa dan satu adat

budaya. Kata Papua itu merupakan nama kolektif dari banyak suku-suku

Papua. Dengan demikian, pada suku Papua berlaku lebih dari 100 macam

adat dan hukum adat sesuai jumlah suku-suku Papua yang terdapat di

Papua. Bahkan, ternyata walaupun sama-sama dari salah satu suku Papua,

akan tetapi berbeda kampung, dapat terjadi ada perbedaan dalam adat dan

hukum adat termasuk bahasa.

2. Fungsi Keluarga dan Kelahiran

Keluarga dalam suku-suku di Papua difungsikan untuk membangun

tradisi kekerabatan dan kebersamaan. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan

masyarakat yang tinggal secara bersama dengan rukun dalam satu atap,

dalam honai, bewak dan sebagainya.

Sistem komunal dalam rumah betang ditunjukkan dengan sistem

kepemilikan bersama dalam pengelolaan rumah maupun tanah tempat

rumah betang berdiri. Semua keluarga yang mendiami rumah betang secara

bersama menguasai pula semua tanah di wilayah rumah betang. Hak

pengelolaan wilayah rumah betang merupakan hak sekunder, sedangkan

hak primer atau hak pengelolaan rumah juga dipegang setiap keluarga atau

kelompok keluarga kecil yang memiliki ikatan kekerabatan. Komunalisme

tersebut merupakan bukti adanya egalitarisme yang kokoh dalam keluarga

Papua.

Page 33: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

29 Profil Keluarga Papua 2014

29

3. Tanggungjawab anak laki-laki

Keluarga suku Papua mengenal sistem parental bilateral, yaitu garis

keturunan diambil baik dari pihak ibu maupun pihak bapak. Dalam kehidupan

rumah tangga, sejak dulu kala, perempuan Papua lebih banyak mengerjakan

pekerjaan pada ruang domestik, sedangkan laki-laki mendominasi ruang

publik. Misalnya laki-laki bertanggung jawab pada masalah keamanan dan

keselamatan keluarga, mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, politik, dan

kegiatan sosial kemasyarakatan. Perempuan lebih banyak hanya terlibat

pada kegiatan ritual keagamaan.

Kehadiran seorang laki-laki memberikan simbol penting dalam

keluarga Papua, baik ia hadir sebagai menantu atau kelahiran seorang

anak laki-laki. Sejak kecil anak laki-laki dan perempuan sudah diajarkan

untuk bekerja dan mengerjakan pekerjaan sesuai jenis kelaminnya dan

sesuai ruang (domestik dan publik) yang dialami oleh ibu dan Bapak

masyarakat.

Pembedaan peran dan tanggungjawab

antara laki-Iaki dan

perempuan terjadi untuk waktu yang panjang. Akan tetapi seiring dengan

perkembangan zaman, telah terjadi pergeseran dari keadaan semula. Dalam

lingkungan masyarakat Papua sekarang ini, laki-laki dan perempuan Papua

cenderung memiliki peran dan tanggungjawab yang sama. Misalnya, dalam

pertemuan kampung tidak hanya dihadiri oleh kaum laki-laki tetapi juga

kamu perempuannya, karena adanya paham bahwa baik laki-laki maupun

perempuan memilik hak dan suara yang sama. Selain itu, laki-laki dan

perempuan juga memiliki andil yang sama dalam hal penjagaan keamanan.

4. Sistim Matapencaharian Masyarakat Lokal

Kebanyakan keluarga masyarakat lokal di Papua yang terkonsentrasi

terutama di daerah pinggiran dan pedalaman masih lemah secara ekonomi.

Keluarga-keluarga petani hanya mengolah sebagian kecil dari potensi alam

yang tersedia dengan teknologi sederhana untuk sekedar memenuhi

kebutuhan konsumtif keluarga tiap hari. Mereka belum berpikir untuk

Page 34: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

30 Profil Keluarga Papua 2014

30

mengolah dan memanfaatkan berbagai potensi alam tersebut lebih optimal

untuk ekonomi keluarga. Rumbiak (2000) menyatakan ethos kerja

masyarakat lokal Papua bersifat rutinitas-monoton dan improduktif ini tidak

memberikan dan meletakkan dasar ekonomi keluarga yang kuat, dan

selanjutnya tidak mendorong perbaikan kehidupan ekonomi bagi

keluarga-keluarga miskin.

Pemenuhan kebutuhan keluarga dalam masyarakat lokal di Papua

lebih dikaitkan dengan kondisi obyektif lingkungan geografis pemukiman

serta kepemilikan hak ulayat dan masih bersifat tradisional, sebagai berikut:

a. Tradisi Nelayan

Nelayan adalah matapencaharian utama dari masyarakat lokal di

kampung dataran rendah. Masyarakat kampung pada zaman sebelumnya

berinteraksi dengan lingkungan luar, dalam hal mencari dengan teknik

memancing dan berburu ikan dengan menggunakan sumpit seperti

tombak dan juga ada kearifan tradisional masyarakat membuat sarang

ikan dan pada waktu tertentu sarang ikan itu dibuka. Daerah yang

menjadi tempat untuk mencari ikan adalah muara-muara sungai dan di

pinggiran pohon bakau karena tempat tempat tinggal masyarakat

dikeliling oleh pohon bakau.

Dalam hal mencari ikan tidak terlepas dari alat transportasi yang

digunakan misalnya perahu atau kano yang terbuat dari batang pohon

besar isinya digarung membentuk lesung, pembuatan perahu (kano)

yang dilakukan masyarakat masih menggunakan cara tradisional. Selain

itu juga masyarakat akan membangun pondok (bivak) di pinggiran-

pinggiran sungai sebagi tempat sementara untuk peristirahatan atau

untuk mencari.

b. Tradisi Berburu

Tradisi berburu adalah pekerjaan sambilan bagi kaum laki-laki.

Tradisi berburu timbul karena adanya kebiasaan masyarakat

mengadakan pesta inisiasi bagi kaum laki-laki yang beranjak dewasa

dimana keluarga laki-laki yang akan diinisiasi mempersiapkan makan

Page 35: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

31 Profil Keluarga Papua 2014

31

siang untuk seluruh warga yang akan hadir, baik yang dari kampung

sendiri maupun kampung lain keluarga mempunyai kewajiban segala

macam makanan baik ikan maupun daging. Berburu dalam masyarakat

Papua biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki dan dilaksanakan sendiri

atau berdua dengan menggunakan anjing piaraan. Lahan tempat buruan

adalah lapanan rumput, lahan sagu atau hutan sagu karena di tempat

tersebut banyak terdapat binatang buruan seperti rusa, babi hutan, tikus

tanah, biawak dan sebagainya. Waktu pelaksanaan berburuh biasa di

lakukan kapan saja baik siang maupun malam.

Teknik berburu ada bermacam-macam yaitu; ada yang

menggunakan dengan anjing piaraan maupun dengan membuat

perangkap atau jerat maupun dengan mengusir atau menghalau.. Demi

memenuhi kebutuhannya, masyarakat khususnya kaum laki-laki harus

pergi berburu dengan waktu yang dibutuhkan juga cukup lama sekitar 1-

2 hari.

c. Tradisi Meramu

Pada dasarnya meramu merupakan kegiatan utama kaum

masyarakat nomaden setelah berburu, meramu biasanya dilakukan oleh

kaum wanita dan pria bersama-sama, tetapi yang berperan aktif dalam

kegiatan ini adalah kaum wanita biasanya barang yang di ramu adalah

biji-bijian, sagu dan juga binatang misalnya kerang sejenis keong dan

lain-lain.

Waktu kegiatan meramu dilakukan tidak menentu karena

tergantung dari makanan yang disimpan kalau makanan yang disimpan

habis dimakan, maka para wanita bergegas mencarinya lagi. Tempat

meramu dulunya tidak terlalu jauh tetapi sekarang masyarakat meramu

jauh dari pemukiman karena dampak pembangunan dengan waktu

meramu biasanya memakan waktu dua sampai tiga hari.

Page 36: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

32 Profil Keluarga Papua 2014

32

5. Perkawinan

Perkawinan dalam masyarakat Papua menempatkan kedua

mempelai dalam ikatan solidaritas yang utuh, kokoh, lestari, produktif, dan

subur. Solidaritas ini lahir dari kerjasama kedua belah pihak keluarga yang

dipersatukan oleh perkawinan. Resiprositas mas kawin, pembagian hak dan

kewajiban, pembagian kerja dan spesialisasi, penentuan peristilahan

menyebut dan menyapa, adat sopan santun antar kerabat, dan lain-lain.

Melalui perkawinan itu mempelai pria dan mempelai wanita

dianalogkan sebagai penyatuan maskulinitas daya lengit yang panas, terang,

lurus, tegas, dinamis, ekstrovert, dan promotif dengan feminitas daya bumi

yang sejuk, samar, silelis, menambah diri, reseptif, introvert, dan perhatian

sebuah oposisi biner dari perpaduan dua belah pihak. Suami menampilkan

peran seorang yang mengelola kebun ke rumah tangga ekonomi,

mengamankan kebun rumah tangga ekonomi. Kehadiran istri di sisi kanan

dan istri itu menimbulkan ketidakberdayaan suami yang dinotivasikan

kesemangatan kerja keras di kebun dan pengimbalan segala hak dan

kewajiban oleh suami.

Pemahaman perkawinan orang Papua seperti ini menciptakan

kelestarian keluarga. Suami dan istri menjalani sebuah kehidupan yang

melebihi kontak perkawinan yang bukan hanya sebatas pilihan jodoh oleh

orang tua, dan penyempurnaan ikatan percintaan, namun sosialisasi

kehidupan antara kedua gender yang mengaktualisasikan kepribadian untuk

bertahan hidup di lingkungan marginal yang harus dibudidayakan menurut

standar norma-norma sosial, budaya dan kepribadian yang mapan dari

generasi ke generasi.

Suami istri berbagai kewajiban sosial dan budaya untuk

melangsungkan semua pranata, tugas dan tanggung jawab secara penuh.

Setiap Pranata, tugas dan tanggung jawab selalu memerlukan sumbangan

material, tenaga, dan moril untuk kesejateraan ekonomi kelompok, berbagai

ritus intensifikasi, berbagai pantangan dan pelunasan utang piutang.

Page 37: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

33 Profil Keluarga Papua 2014

33

Jaminan itu satu-satu untuk itu suami selalu hampir menjalankan seluruh

kehidupan perkawinan di kebun, rumah tangga, keluarga dan kominitas.

Suami dan istri selalu ingat akan pesta perkawinan yang

dikeramatkan oleh otoritas kepemimpinan adat. Rasa malu yang

diinteriosasikan ke dalam diri sejak kanak-kanak, kesadaran diri yang utuh,

kewajiban sosial, saling ketergantungan tuntutan hak dan kewajiban

terhadap anak-anaknya menghadapi suatu istri pada kondisi prihatin yang

jika mengalami kekecewaan hampir selalu berakhir dengan pembunuhan diri

dengan minum racun atau menyewakan dirinya kepada ahli magis untuk di

bunuh secara magis.

Hubungan seksual dikendalikan melalui pantangan berhubungan

seksual selama masa kehamilan istri, setelah melahirkan, tabu pada masa

pingitan anak sebelum keluar rumah untuk pertama kali, dan masa

pembuatan kebun. Selama itu suami istri menjalani askes berhubungan

seksual yang ketat bersama pantangan lain terhadap fenomena alam,

tumbuhan, satwa, benda-benda budaya, dan asosiasi gender yang

berhubungan dengan hubungan seksual. Pada masa itu suami menghindari

semua hal yang diasosiasikan dengan feminitas. Dan istri menghindari

semua hal yang diasosiasikan dengan maskulinitas. Pantangan berhubungan

seksual, pantangan makan separasi gender,persinahan, dan pengambilan

hak dan kewajiban lain suami istri dibayarkan sebagai ganti rugi sosial.

Terhadap anak-anak disosialisasikan otoritas orang tua dan

hubungan saling ketergantungan. Otoritas orang tua itu berasal dari

ketergantungan anak-anak pada masa pranatal, kanak-kanak, masa

pendidikan di sekolah dan perkawinan yang sukses yang harus diimbali pada

masa usia senja orang tua.

Suami istri pada usia perkawinan itu banyak menciptakan hubungan

adoptif dengan anak-anak kerabatnya, terutama para anak-anak saudara

sekandung. Hubungan orang tua dengan anak adoptif itu lebih kental dari

pada hubungan orang tua kandung dengan anak kandung. Hubungan

Page 38: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

34 Profil Keluarga Papua 2014

34

adoptif itu adalah cara suami istri mengamankan untuk jaminan hidup di usia

senja yang tidak produktif, dan pembentukan kemitraan ekonomi yang kuat.

C. Upaya Penanggulangan Kemiskinan Keluarga Etnis Papua

Dalam penanggulangan kemiskinan secara khusus melalui pendekatan

keluarga lokal Papua, harus dilakukan secara kontekstual dengan upaya-upaya

sebagai berikut:

1. Pengembangan program terpadu yang komprehensif dan berkelanjutan

untuk menanggulangi kemiskinan, sekaligus meningkatkan kemajuan,

produktivitas dan kemandirian keluarga, dapat dilakukan melalui perbaikan

pendidikan, perbaikan kesehatan dan perbaikan ekonomi yang

mengedepankan pendekatan kontekstual.

2. Meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan bekerja adaptif

keluarga melalui pendekatan sekolah kampung (menggerakan potensi dan

sumber daya lokal) sehingga keluarga semakin produktif dan mandiri

mengelola ekonomi keluarga agar layak hidup. Demikian keluarga-keluarga

miskin mampu memperoleh pendapatan yang layak sehingga dapat hidup

layak dan dapat mampu membiayai kebutuhan hidup lain.

3. Meningkatkan kesehatan keluarga dengan mendorong perilaku hidup sehat,

maka kondisi fisik dan mentalnya segar dan sehat, untuk bisa bekerja keras

dengan produktivitas tinggi. Bila kesehatan terjamin, maka stamina kuat dan

tahan bekerja sekitar 10 jam tiap hari untuk melakukan pekerjaan apa saja

yang mendatangkan keuntungan.

4. Mendorong tumbuhnya budaya usaha dengan ethos kerja yang tinggi agar

keluarga mulai berusaha dengan memanfaatkan potensi lokal.

Kenyataannya budaya masyarakat belum memungkinkan untuk tidak

diterapkan program semacam itu karena tidak mempunyai harapan masa

depan sebagai akibat nilai harmoni keluarga, komunitarisme, rasa hormat

terhadap otoritas dan nepotisme yang tidak memberikan rangsangan dalam

mendukung progresivitas.

Page 39: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

35 Profil Keluarga Papua 2014

35

5. Pengembangan pelatihan-pelatihan keterampilan praktis dan berjenjang

secara terprogram untuk mendidik dan melatih para keluarga miskin lokal

Papua, agar menjadi mampu dan mandiri membangun keluarganya.

6. Mendorong sinergisitas keterpaduan kerja para pihak (pemerintah dan

swasta) dalam pembangunan sosial-ekonomi masyarakat sebagaimana

semangat membangun Papua mandiri dan sejahtera sebagai syarat penting

dan membangun keluarga-keluarga lokal Papua yang mampu ekonomi,

sehat jasmani dan rohani, berpendidikan tinggi dan bermoral tinggi.

Page 40: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

36 Profil Keluarga Papua 2014

36

Bagian Keempat

P E N U T U P

Keluarga adalah suatu lembaga yang terkecil dalam masyarakat yang

dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan

hidup yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang

serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan

masyarakat dan lingkungannya. Salah satu syarat yang harus dikembangkan dalam

keluarga untuk menjadi bahagia dan sejahtera adalah setiap keluarga harus mampu

menghayati, memiliki dan berperan dalam delapan (8) fungsi keluarga agar menjadi

keluarga berkualitas yang mandiri dan bermartabat, yaitu: fungsi agama, sosial-

budaya, cinta dan kasih sayang, perlindungan, reproduksi, pendidikan, ekonomi,

dan lingkungan.

Dengan adanya penyusunan profil Keluarga Papua ini diharapkan bisa

memberikan gambaran situasi keluarga di Papua dan sebagai bahan masukan

kepada komponen bidang teknis terkait dalam perencanaan pembangunan pada

periode berikutnya. Telaah yang lebih mendalam dari profil Keluarga ini

bermanfaat dalam memotret lebih dalam dan detail situasi keluarga di Papua.

Akhir kata, saran dan masukan dalam penyusunan profil keluarga Papua

ini sangat diperlukan demi penyempurnaan isi dan relevansi data profil ini terhadap

situasi keluarga di Papua, dalam upaya mengidentifikasi masalah-masalah yang ada

di tengah-tengah keluarga, serta merumuskan alternatif dan solusi

pemecahannya.-

Page 41: Profil Keluarga Papua Tahun 2014

37 Profil Keluarga Papua 2014

37

DAFTAR BACAAN

Achir, Agoes, Yaumil, C, Keluarga Sejahtera Sebagai Wahana Pengentasan Penduduk Dari Keterbelakangan, Warta Demografi, No. 5 Tahun ke 23,

LDFEUI, Jakarta, 1993.

Ananta, Aris, Promosi Kualitas Hidup, Suatu Cara Penentu Penanggulangan Kemiskinan, di Warta Demografi, No 4 Tahun ke 23, Lembaga Demografi,

Jakarta, Juli-Agustus, 1993. BKKBN, Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana, Direktorat

Tehnologi dan Dokumentasi, Jakarta, 2011.

BKKBN, Pendidikan Kependudukan, Direktorat Kerjasama Pendidikan Kependudukan, Jakarta, 2011.

BKKBN, Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2010-2012, Direktorat

Pelaporan dan Statistik, Jakarta, 2012.

BKKBN Papua, Laporan pendataan Keluarga Provinsi Papua tahun 2013,

Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, Jayapura, 2013. BKKBN Papua, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

Provinsi Papua tahun 2012, Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, Jayapura, 2014.

Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk (SP) 2010, diakses melalui

http://sp2010.bps.go.id/ Badan Pusat Statistik Provinsi Papua, Papua Dalam Angka 2012, 2013.

Jayapura

Sajogyo, Program Pembedayaan Ekonomi Keluarga, Warta Demografi, No. 4, Tahun ke 27, Lembaga Demografi FEUI, Jakarta, 1997.

Rumbiak Michael, Membangunan keluarga Irian yang maju, produktif dan

mandiri menyongsong era millenium ketiga di Irian Jaya, Pusat Studi

Kependudukan Universitas Cenderawasih, Jayapura, 2000.