Upload
manafhsb
View
331
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Padangsidimpuan telah dapat menyelesaikan penyusunan publikasi
Perkembangan Indikator Tingkat Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-
2014.
Dalam publikasi ini disajikan indikator-indikator yang menggambarkan kondisi
kesejahteraan rakyat yang mencakup aspek Kependudukan; Pendidikan; Kesehatan; Fertilitas
dan Keluarga Berencana; Kemiskinan dan IPM; Pola dan Taraf Konsumsi; Ketenagakerjaan;
Perumahan; Pekerjaan Umum; Perhubungan dan Pariwisata; Pertanian,, Perkebunan,
Perikanan, dan Peternakan; Perdagangan dan Industri; PDRb, Inflasi, dan Pendapatan Asli
Daerah; dan Keamanan.
Diharapkan publikasi ini mampu memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai
aspek kesejahteraan rakyat di kota Padangsidimpuan sehingga dapat menjadi dasar dan
acuan untuk menentukan arah kebijakan serta sebagai alat penilaian dan pemantauan
terhadap pencapaian program pembangunan yang telah dilaksanakan di kota
Padangsidimpuan.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah menyumbangkan tenaga dan pemikirannya
sehingga publikasi ini dapat terwujud. Akhirnya semua kritik dan saran, sangat kami hargai
untuk perbaikan publikasi ini di masa yang akan datang.
Padangsidimpuan, Desember 2015 Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kota Padangsidimpuan Kepala,
Iswan Nagabe Lubis, S.Sos, MM
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI Ii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vii 1. PENDAHULUAN 2
1.1. Latar Belakang 2 1.2. Tujuan 2 1.3. Sumber Data 2 1.4. Sistematika Penyajian 3
2. METODOLOGI 4 2.1. Kependudukan 5 2.2. Pendidikan 5 2.3. Kesehatan 6 2.4. Fertilitas dan Keluarga Berencana 7 2.5. Kemiskinan dan IPM 8 2.6. Pola dan Taraf Konsumsi 8 2.7. Ketenagakerjaan 8 2.8. Perumahan 9
2.9. Pekerjaan Umum 11
2.10. Perhubungan dan Pariwisata 11
2.11. Pertanian, Perkebunan, Perikanan, dan Peternakan 12
2.12. Perdagangan dan Industri 12
2.13. PDRB, Inflasi, dan Pendapatan Asli Daerah 12
2.14. Keamanan 13
3. KEPENDUDUKAN 14 3.1. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin 15 3.2. Kepadatan dan Distribusi Penduduk 16 3.3. Angka Beban Ketergantungan 18 3.4. Kepemilikan Akte Kelahiran 19
4. PENDIDIKAN 22 4.1. Kualitas Pendidikan Penduduk 24
4.1.1. Angka Partisipasi Sekolah 24 4.1.2. Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 27 4.1.3. Rata-rata Lama Sekolah 28 4.1.4. Angka Melek Huruf 28
4.2. Sarana Pendidikan 30 4.2.1. Rasio Ketersediaan Sekolah terhadap Penduduk Usia Sekolah 30 4.2.2. Rasio Jumlah Guru Terhadap Jumlah Murid 31 4.2.3. Rasio Jumlah Guru/Murid per Kelas Rata-rata 32
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
iii
Halaman
5. KESEHATAN 34 5.1. Derajat dan Status Kesehatan Penduduk 35
5.1.1. Angka kesakitan (Morbidity Rate) 35 5.1.2. Angka Harapan Hidup 37 5.1.3. Tingkat Imunitas dan Gizi Balita 37 5.1.4. Status Gizi Balita 39
5.2. Pelayanan Kesehatan 40 5.2.1. Penolong Kelahiran 40 5.2.2. Tenaga dan Sarana Kesehatan 42
6. FERTILITAS DAN KELUARGA BERENCANA 44
6.1. Usia Perkawinan Pertama 45 6.2. Jumlah Anak Masih Hidup 46 6.3. Partisipasi Keluarga Berencana 47
7. KEMISKINAN DAN IPM 49 7.1. Kemiskinan 50 7.2. Pembangunan Manusia 51
8. POLA DAN TARAF KONSUMSI 54
8.1. Pola Konsumsi 55
9. KETENAGAKERJAAN 57 9.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 59 9.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 60 9.3. Karakteristik Penduduk Bekerja 60
9.3.1. Lapangan Pekerjaan 60 9.3.2. Status Pekerjaan 61
10. PERUMAHAN 63
10.1. Kondisi Rumah 65 10.2. Fasilitas Rumah 67
11. PEKERJAAN UMUM 70 11.1. Proporsi Panjang Jalan dalam Kondisi Baik 71 10.2. Jaringan Irigasi 72
12. PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA 73 12.1. Perhubungan 74 12.2. Pariwisata 74
13. PERTANIAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN 76 13.1. Tanaman Pangan 77 13.2. Tanaman Sayuran 78 13.3. Tanaman Buah 79 13.4. Tanaman Perkebunan 79 13.5. Perikanan 80 13.5. Peternakan 81
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
iv
Halaman
14. PERDAGANGAN DAN INDUSTRI 83 14.1. Perdagangan 84 14.2. Perkembangan Usaha 84 14.3. Koperasi 85 14.4. Industri 86
15. PDRB, INFLASI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH 87 15.1. Pendapatan Domestik Regional Bruto 88 15.2. Inflasi 91 15.3. Pendapatan Asli Daerah 92
16. KEAMANAN 94 16.1. Angka Kriminalitas 95 16.2. Rasio Polisi Pamong Praja 97
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin per Kecamatan di Padangsidimpuan, 2014 16
Tabel 3.2. Jumlah Desa/Kelurahan, Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Padangsidimpuan, 2014 17
Tabel 3.3. Angka Beban Ketergantungan Penduduk Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 19
Table 3.4. Persentase Anak Berusia 0-17 Tahun menurut Kepemilikan Akte Kelahiran di Padangsidimpuan, 2011-2014 20
Table 3.5. Persentase Anak Berusia 0-17 Tahun menurut Alasan Tidak Memiliki Akte Kelahiran di Padangsidimpuan, 2014 21
Tabel 4.1. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 26
Tabel 4.2. Perbandingan Jumlah Sekolah Berdasarkan Penduduk Usia Sekolah Kota Padangsidimpuan, 2014 31
Tabel 4.3. Perbandingan Jumlah Guru dan Murid Berdasarkan Jenjang Pendidikan Kota Padangsidimpuan, 2014 32
Tabel 4.4. Perbandingan Jumlah Guru, Murid Terhadap Kelas Berdasarkan Jenjang Pendidikan Kota Padangsidimpuan, 2014 32
Tabel 5.1. Rata-rata Lama Pemberian ASI bagi Balita di Padangsidimpuan, 2011-2014 38
Tabel 5.2. Persentase Balita yang Pernah Dimunisasi menurut Jenis Imunisasi di Sumatera Utara, 2011-2014 39
Tabel 5.3. Jumlah Tenaga Kesehatan dan Rasio Tenaga Kesehatan di Padangsidimpuan, 2011-2014 42
Tabel 5.4. Jumlah Sarana Kesehatan dan Rasio Sarana Kesehatan di Padangsidimpuan, 2011-2014 43
Tabel 6.1. Persentase Wanita Berusia 10 Tahun ke Atas yang Pernah Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 46
Tabel 6.2. Persentase Wanita Berusia 10 Tahun ke Atas yang Pernah Kawin Menurut Jumlah Anak di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 47
Tabel 6.3. Persentase Wanita Berusia 15-49 Tahun ke Atas yang Pernah Kawin Menurut Partisipasi KB Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 48
Tabel 6.4. Persentase Wanita Berusia 15-49 Tahun ke Atas yang Pernah Kawin Menurut Alat/Cara KB Yang Digunakan di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 48
Tabel 7.1. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, dan Garis Kemiskinan di Padangsidimpuan, 2011-2013 50
Tabel 7.2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Padangsidimpuan, 2011-2013 51
Tabel 7.3. Tingkatan Status dan Kriteria Pembangunan Manusia 52
Tabel 8.1. Persentase Penduduk Menurut Golongan Pengeluaran Perkapita Sebulan Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 55
Tabel 8.2. Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Makanan dan Bukan Makanan Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 56
Tabel 9.1. Jumlah dan Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Seminggu yang Lalu di Padangsidimpuan, 2011-2014 59
Tabel 10.1. Kondisi Perumahan di Padangsidimpuan, 2011-2014 66
Tabel 10.2. Kondisi Fasilitas Rumah di Padangsidimpuan, 2011-2014 67
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
vi
Tabel 10.3. Persentase Rumah Tangga di Padangsidimpuan menurut Sumber Air Minum, 2011-2014 68
Tabel 10.4. Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Penampungan Akhir Kotoran dan Daerah Tempat Tinggal di Padangsidimpuan, 2011-2014 68
Tabel 11.1. Proporsi Panjang Jaringan Jalan Berdasarkan Kondisi Jalan di Padangsidimpuan, 2011-2014 72
Tabel 12.1. Sarana Perhubungan dan Transportasi di Padangsidimpuan, 2011-2014 74
Tabel 12.2. Indikator Sektor Pariwisata di Padangsidimpuan, 2011-2014 75
Tabel 13.1. Produktivitas Komoditi Tanaman Pangan di Padangsidimpuan, 2011-2014 77
Tabel 13.2. Produktivitas Komoditi Tanaman Sayur-sayuran di Padangsidimpuan, 2011-2014 78
Tabel 13.3. Produktivitas Komoditi Tanaman Buah-buahan di Padangsidimpuan, 2011-2014 79
Tabel 13.4. Produktivitas Komoditi Tanaman Perkebunan Rakyat di Padangsidimpuan, 2011-2014 79
Tabel 13.5. Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Perikanan di Padangsidimpuan, 2011-2014 80
Tabel 13.6. Jumlah Produksi Komoditi Perikanan Menurut Jenis Ikan di Padangsidimpuan, 2011-2014 81
Tabel 13.7. Populasi dan Produktivitas Komoditi Peternakan di Padangsidimpuan, 2011-2014 81
Tabel 14.1. Statistik Usaha Perdagangan di Kota Padangsidimpuan, 2013-2014 84
Tabel 14.2. Perkembangan Usaha di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 85
Tabel 14.3. Standar Proses Pengurusan Perizinan di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 85
Tabel 14.4. Perkembangan Koperasi di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 86
Tabel 14.5. Jumlah Usaha dan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Industri di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 86
Tabel 15.1. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Dasar 2010 di Padangsidimpuan, 2011-2014 (Juta Rp) 89
Tabel 15.2. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun Dasar 2010 di Padangsidimpuan, 2011-2014 (Juta Rp) 89
Tabel 15.3. Distribusi Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Dasar 2010 di Padangsidimpuan, 2011-2014 (%) 90
Tabel 15.4. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun Dasar 2010 di Padangsidimpuan, 2011-2014 (%) 91
Tabel 15.5. Laju Inflasi Kumulatif Menurut Kelompok di Padangsidimpuan, 2011-2014 (%) 92
Tabel 15.6. Laporan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Menurut Sumber Pendapatan di Padangsidimpuan, 2011-2014 92
Tabel 16.1. Banyaknya Peristiwa Kejahatan/Pelanggaran Yang Dilaporkan Menurut Jenis Kejahatan/Pelanggaran di Padangsidimpuan, 2011-2014 95
Tabel 16.2. Banyaknya Peristiwa Kejahatan/Pelanggaran Yang Ditangani Menurut Jenis Kejahatan/Pelanggaran di Padangsidimpuan, 2011-2014 96
Tabel 16.3. Statistik Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padangsidimpuan, 2011-2014 98
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Grafik 3.1. Persentase Komposisi Penduduk Kota Padangsidimpuan Menurut Golongan
Umur, 2014 18
Grafik 4.1. Perkembangan Tingkat Partisipasi Sekolah Penduduk Padangsidimpuan, 2011-2014 25
Grafik 4.2. Persentase Penduduk Padangsidimpuan menurut Pendidikan Tertinggi Ditamatkan, 2011-2014 27
Grafik 4.3. Persentase Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Padangsidimpuan dan Sumatera Utara, 2011-2014 28
Grafik 4.4. Perkembangan Tingkat Buta Huruf Penduduk Padangsidimpuan, 2011-2014 29
Grafik 4.5. Tingkat Buta Huruf Penduduk Padangsidimpuan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2014 30
Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Morbiditas Penduduk Padangsidimpuan, 2011-2014 36
Grafik 5.2. Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri dengan Cara Pengobatannya Kota Padangsidimpuan, 2014 36
Grafik 5.3. Perkembangan AHH Padangsidimpuan, 2010-2014 37
Grafik 5.4. Jumlah Balita Dengan Status Gizi Buruk di Padangsidimpuan, 2011-2014 40
Grafik 5.5. Pesentase Balita menurut Penolong Kelahiran di Padangsidimpuan, 2011-2014 41
Grafik 7.1. Trend Persentase Penduduk Miskin Padangsidimpuan, 2009-2013 51
Grafik 7.2. Perbandingan IPM Padangsidimpuan, 2010-2014 53
Grafik 9.1. Perkembangan TPAK Padangsidimpuan, 2011-2014 60
Grafik 9.2. Persentase Penduduk Bekerja di Padangsidimpuan menurut Lapangan Usaha, 2011-2014 61
Grafik 9.3. Persentase Penduduk Bekerja di Padangsidimpuan menurut Status Pekerjaan Utama, 2014 62
Grafik 10.1. Persentase Penduduk Bekerja di Padangsidimpuan menurut Status Pekerjaan Utama, 2014 65
Grafik 10.2. Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Padangsidimpuan, 2011-2014 69
Grafik 15.1. Struktur Ekonomi Kota Padangsidimpuan, 2014 88
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
1. Pendahuluan
2
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pembangunan merupakan komitmen seluruh bangsa Indonesia yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945, dan secara eksplisit telah dituangkan dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan
selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Pada dasarnya tujuan pembangunan
adalah untuk kesejahteraan rakyat. Berbagai program pembangunan telah dilaksanakan oleh
pemerintah, baik di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, perumahan, lingkungan hidup,
politik dan lain sebagainya.
Perencanaan, implementasi dan evaluasi hasil pembangunan, akan berjalan dengan baik
apabila didukung dengan data dan informasi statistik yang baik. Berdasarkan data dan informasi
yang dikemas melalui suatu indikator makro, perencanaan pembangunan dan evaluasi terhadap
program pembangunan yang telah dilaksanakan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Berlandaskan pola pikir demikian, diperlukan gambaran mengenai kondisi indikator kesejahteraan
rakyat untuk melihat berbagai indikator keluaran pembangunan.
1.2. Tujuan
Penulisan Perkembangan Indikator Tingkat Kesejahteraan Rakyat Padangsidimpuan Tahun
201-1-2014 dimaksudkan untuk memberikan informasi yang jelas mengenai kondisi setiap aspek
utama kesejahteraan rakyat di Padangsidimpuan. Indikator ini dapat dijadikan sebagai pedoman
yang tepat untuk memonitor pencapaian kesejahteraan rakyat.
Melalui analisis indikator utama kesejahteraan rakyat ini, diharapkan perencana dan
pelaksana maupun pengamat mendapatkan gambaran mengenai kondisi berbagai dimensi
kehidupan yang ada sebagai hasil dan target pembangunan di masa mendatang. Selanjutnya,
rencana maupun kebijakan yang disusun akan bersifat efektif dan efisien, utamanya untuk segera
melaksanakan suatu aksi nyata terhadap suatu kondisi yang berdasarkan indikator-indikator yang
ada. Pada akhirnya usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat
terwujud sesuai dengan yang dicita-citakan.
1.3. Sumber Data
Data yang digunakan sebagai dasar analisis besumber dari data primer Badan Pusat
Statistik (BPS) yang berasal dari sensus dan survei, yaitu Sensus Penduduk (SP), Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Angkatan kerja Nasional (Sakernas) dan survei lainnya yang
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
1. Pendahuluan
3
telah dilaksanakan serta data sekunder yang berasal dari produk administrasi dinas/instansi
terkait di lingkungan Pemerintah Kota Padangsidimpuan.
1.4. Sistematika Penyajian
Penyajian data dan analisis dalam publikasi ini dikelompokkan ke dalam sembilan bagian,
yaitu:
Bagian pertama merupakan pendahuluan yang memaparkan latar belakang, maksud dan tujuan,
sumber data dan sistematika penyajian publikasi Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat
Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014. Bagian kedua berisi penjelasan teknis yang berisi
konsep definisi yang digunakan. Selanjutnya, pada bagian-bagian berikutnya disajikan data dan
penjelasan untuk beberapa bidang yang merupakan bagian dari indikator kesejahteraan rakyat
yaitu: kependudukan; pendidikan; kesehatan; konsumsi dan pengeluaran rumah tangga;
ketenagakerjaan; perumahan; pekerjaan umum; perhubungan dan pariwisata; pertanian,
perkebunan, perikanan, dan peternakan; perdagangan dan industri; PDRB, Inflasi, dan
Pendapatan Asli Daerah; dan Kemanan.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
2. Metologi
5
METODOLOGI 2.1. Kependudukan
Tipe daerah, penentuan suatu desa termasuk daerah perkotaan atau perdesaan
berdasarkan indikator komposit (indikator gabungan) yang terdiri dari: kepadatan penduduk,
persentase rumah tangga tani, dan jumlah fasilitas perkotaan.
Variabel kepadatan penduduk mempunyai skor antara 1-8, nilai satu adalah desa dengan
kepadatan kurang dari 500 orang per km2, nilai dua adalah desa dengan kepadatan antara 500-
1.249 orang per km2, dan seterusnya sampai dengan nilai delapan yaitu desa dengan kepadatan
lebih besar atau sama dengan 8.500 orang per km2.
Skor persentase rumah tangga pertanian berkisar antara 1-8. Nilai satu jika desa tersebut
memiliki 70 persen atau lebih rumah tangga pertanian, nilai dua jika 50-69,99 persen, dan
seterusnya sampai dengan 8, jika desa mempuyai 5 persen rumah tangga pertanian atau kurang.
Skor untuk jenis fasilitas perkotaan adalah 1 dan 0. Desa-desa yang tidak memiliki fasilitas
perkotaan namun jaraknya masih relatif dekat atau mudah mencapainya maka desa tersebut
dianggap setara dengan desa yang memiliki fasilitas dan diberi skor 1.
Jumlah nilai dari ketiga variabel tersebut kemudian digunakan untuk menentukan apakah
suatu desa termasuk daerah perkotaan atau perdesaan. Desa dengan nilai gabungan mencapai
10 atau lebih digolongkan sebagai desa perkotaan sedangkan desa dengan skor maksimum 9
dikategorikan sebagai perdesaan.
Penduduk adalah setiap orang, baik warga negara Republik Indonesia maupun warga negara
asing yang berdomisili di dalam wilayah Republik Indonesia selama enam bulan atau lebih atau
mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap.
Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per kilometer persegi.
Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki dengan
penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu yang dinyatakan dalam banyaknya
penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan.
Angka beban ketergantungan adalah perbandingan antara penduduk usia tidak produktif (di
bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan penduduk usia produktif (antara 15 sampai 64
tahun).
2.2. Pendidikan
Sekolah adalah kegiatan belajar di sekolah formal dan non formal (Paket A, B, dan C) mulai
dari pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, termasuk pendidikan yang disamakan.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
2. Metodologi
6
Tidak/belum pernah sekolah adalah mereka yang tidak atau belum pernah bersekolah di
sekolah formal, misalnya tamat/belum tamat Taman Kanak-Kanak tetapi tidak melanjutkan ke
Sekolah Dasar.
Masih bersekolah adalah mereka yang sedang mengikuti pendidikan di pendidikan dasar,
menengah atau tinggi.
Tidak sekolah lagi adalah mereka yang pernah bersekolah tetapi pada saat pencacahan tidak
bersekolah lagi.
Tamat sekolah adalah menyelesaikan pendidikan pada kelas atau tingkat terakhir suatu
jenjang pendidikan yang pernah diikuti (ditamatkan) oleh seseorang yang sudah tidak sekolah lagi
atau sedang diikuti oleh seseorang yang masih sekolah.
Jenjang pendidikan tertinggi yang pernah/sedang diduduki (ditamatkan) adalah jenjang
pendidikan yang pernah diduduki (ditamatkan) oleh seseorang yang sudah tidak sekolah lagi atau
sedang diduduki oleh seseorang yang masih sekolah.
Dapat membaca dan menulis adalah mereka yang dapat membaca dan menulis surat/kalimat
sederhana dengan sesuatu huruf. Orang buta yang dapat membaca dan menulis huruf braille dan
orang cacat yang sebelumnya dapat membaca dan menulis kemudian karena cacatnya tidak
dapat membaca dan menulis, digolongkan dapat membaca dan menulis. Sedangkan orang yang
hanya dapat membaca saja tetapi tidak dapat menulis, dianggap tidak dapat membaca dan
menulis (buta huruf).
Angka partisipasi sekolah merupakan rasio antara anak yang sedang bersekolah pada
kelompok umur tertentu terhadap jumlah penduduk pada kelompok umur yang sama.
Angka partisipasi murni digunakan untuk melihat partisipasi penduduk kelompok usia
standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. APM di suatu jenjang
pendidikan didapat dengan membagi jumlah siswa atau penduduk usia sekolah yang sedang
bersekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang sekolah
tersebut.
Angka partisipasi kasar didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah
(atau jumlah siswa), tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang pendidikan tertentu dengan
jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut.
Rata-rata lama sekolah merupakan jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15
tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani.
2.3. Kesehatan
Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang merasa terganggu oleh kondisi
kesehatan, kejiwaan, kecelakaan, atau lainnya. Seseorang yang menderita penyakit kronis
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
2. Metodologi
7
dianggap mempunyai keluhan kesehatan walaupun pada waktu survei (satu bulan terakhir) yang
bersangkutan tidak kambuh penyakitnya.
Konsultasi adalah datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk membincangkan masalah
kesehatan, termasuk konsultasi KB dan konsultasi ke dokter.
Rawat jalan atau berobat jalan adalah kegiatan atau upaya responden yang mempunyai
keluhan kesehatan untuk memeriksakan atau mengatasi gangguan/keluhan kesehatannya
dengan mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan modern atau tradisional tanpa
menginap, termasuk mendatangkan petugas medis ke rumah pasien, membeli obat atau
melakukan pengobatan sendiri. Rawat inap adalah kegiatan atau upaya responden yang
mengalami keluhan kesehatan dengan mendatangi tempat pelayanan kesehatan dan harus
menginap.
Angka Harapan Hidup adalah rata-rata lama hidup yang akan dicapai oleh bayi yang baru lahir
pada suatu daerah.
Air Susu Ibu adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi paling sesuai
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain mengandung zat kekebalan yang
emmeberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit, ASI juga mengandung enzim yang akan
membantu pencernaan.
Imunisasi didefenisikan sebagai suatu upaya untuk meninmbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Penolong kelahiran yang dimaksud adalah penolong terakhir dalam proses persalinan.
Rasio Tenaga Medis per Satuan Penduduk menunjukkan seberapa besar ketersediaan tenaga
kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada penduduk.
2.4. Fertilitas dan Keluarga Berencana
Anak lahir hidup adalah anak yang pada waktu dilahirkan menunjukkan tanda-tanda
kehidupan walaupun hanya beberapa saat saja, seperti jantung berdenyut, bernapas dan
menangis.
Metode kontrasepsi adalah cara/ alat kontrasepsi yang dipakai untuk mencegah kehamilan.
Peserta keluarga berencana (akseptor) adalah orang yang mempraktekkan salah satu metode
kontrasepsi.
Peserta keluarga berencana (akseptor) baru adalah orang yang baru pertama kali memakai/
mempergunakan metode kontrasepsi dan akseptor sesudah persalinan/keguguran.
Peserta keluarga berencana (akseptor) aktif adalah orang yang pada saat ini memakai
metode kontrasepsi untuk penjarangan kehamilan.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
2. Metodologi
8
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan yang istrinya berumur 15-49 tahun.
2.5. Kemiskinan dan IPM
Penentuan batas kemiskinan yang dilakukan oleh BPS mengacu pada konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan non maknan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah
menghitung Garis Kemiskinan (GK).
Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan
di bawah Garis Kemiskinan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran
masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, se,makin
jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.Indeks Keparahan Kemiskinan
memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin
tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Indeks Pembangunan Manusia adalah ukuran ringkas rata-rata capaian/keberhasilan dimensi
utama pembangunan manusia yaitu: umur panjang dan hidup sehat, mempunyai pengetahuan,
dan memiliki standar hidup yang layak.
2.6. Pola dan Taraf Konsumsi
Konsumsi/pengeluaran rumah tangga adalah pengeluaran untuk kebutuhan (konsumsi)
semua anggota rumah tangga. Secara umum pengeluaran rumah tangga dibagi menjadi
pengeluaran untuk makanan (pengeluaran untuk makanan, minuman, dan tembakau) dan bukan
makanan (pengeluaran untuk perumahan, aneka barang dan jasa, pakaian, pajak dan pesta, dll)
Pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan, mencakup seluruh jenis makanan termasuk
makanan jadi yang dikonsumsi di luar rumah, termasuk minuman, tembakau dan sirih dalam
jangka waktu sebulan.
Pengeluaran per kapita sebulan untuk bukan makanan, mencakup seluruh jenis pengeluaran
di luar makanan, minuman, tembakau dan sirih, mencakup perumahan, pendidikan, kesehatan,
pakaian, barang tahan lama, dan lain-lain..
2.7. Ketenagakerjaan
Angkatan kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun ke atas dan selama seminggu yang
lalu mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun untuk sementara tidak bekerja karena suatu
sebab seperti menungggu panen, sedang cuti dan sedang menunggu pekerjaan berikutnya
(pekerja bebas profesional seperti dukun dan dalang). Disamping itu termasuk pula dalam
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
2. Metodologi
9
pengangguran yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan/usaha tetapi sedang mencari
pekerjaan atau mempersiapkan usaha, sudah diterima kerja namun belum belum mulai bekerja
dan juga mereka yang sudah merasa putus asa dan tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun ke atas dan selama seminggu
yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga, dan tidak melakukan suatu kegiatan yang
dapat dimasukkan dalam kategori bekerja dan mencari kerja.
Kegiatan yang terbanyak dilakukan adalah kegiatan yang menggunakan waktu terbanyak
dibanding dengan kegiatan lainnya.
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan memperoleh atau membantu
memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam secara berturut-turut
dan tidak terputus dalam satu minggu, termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu
dalam usaha/kegiatan ekonomi.
Punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja adalah mempunyai pekerjaan tetapi selama
seminggu yang lalu tidak bekerja karena suatu sebab seperti sakit, cuti, menunggu panen, dan
mogok.
Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/perusa-haan/instansi tempat
seseorang bekerja atau pernah bekerja.
Status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam pekerjaan, misalnya berusaha
(sebagai pengusaha), buruh/karyawan, atau pekerja keluarga tidak dibayar.
Jam kerja adalah jumlah waktu (dalam jam) yang digunakan untuk bekerja.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah persentase penduduk yang termasuk dalam
angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (15 tahun ke atas).
Penduduk yang menganggur adalah mereka yang termasuk angkatan kerja dan tidak bekerja
tetapi sedang mencari pekerjaan termasuk menunggu pekerjaan bagi yang sudah diterima
bekerja tetapi selama seminggu yang lalu belum mulai bekerja.
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari persentase
jumlah yang menganggur dengan jumlah angkatan kerja.
2.8. Perumahan
Bangunan fisik adalah tempat perlindungan yang mempunyai dinding, lantai dan atap, baik
tetap maupun sementara yang digunakan untuk tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal.
Bangunan sensus adalah sebagian atau seluruh bangunan fisik yang mempunyai pintu
keluar/masuk sendiri.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
2. Metodologi
10
Luas lantai adalah luas lantai dari bangunan tempat tinggal atau jumlah dari setiap bagian
tempat tinggal yang ditempati oleh anggota rumah tangga dan dipergunakan untuk keperluan
hidup sehari-hari.
Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
fisik/sensus dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur.
Dinding adalah sisi luar/batas dari suatu bangunan atau penyekat dengan rumah tangga atau
bangunan lain.
Atap adalah penutup bagian atas bangunan yang melindungi orang yang mendiami
dibawahnya dari teriknya matahari, hujan dan sebagainya. Untuk bangunan bertingkat, atap yang
dimaksud adalah bagian teratas dari bangunan tersebut.
Air leding adalah sumber air yang berasal dari air yang telah diproses menjadi jernih sebelum
dialirkan kepada konsumen melalui instalasi berupa saluran air. Sumber air ini diusahakan oleh
PAM/PDAM/BPAM (Perusahaan Air Minum/Perusahaan Daerah Air Minum/Badan Pengelola Air
Minum).
Air sumur/mata air terlindung adalah bila lingkar mulut sumur/mata air tersebut dilindungi
oleh tembok paling sedikit 0,8 meter di atas tanah dan sedalam 3 meter di bawah tanah dan di
sekitar mulut sumur ada lantai semen sejauh 1 meter dari lingkar mulut/perigi.
Penentuan rumah tangga kumuh mengikuti penjelasan sebagai berikut:
a. Sumber air minum layak: Ledeng, air hujan, pompa/sumur terlindung, mata air terlindung
dengan jarak >= 10 meter dari penampungan kotoran, air hujan. Rumah tangga dianggap
kumuh jika tidak memiliki akses terhadap air minum layak (Bobot 15%).
b. Sanitasi layak: Mempunyai fasilitas buang air besar sendiri/bersama, kloset leher angsa
dan tangki septik pembuangan akhir kotoran. Rumah tangga dianggap kumuh jika tidak
memiliki akses terhadap sanitasi layak (Bobot 15%).
c. Sufficient living area: Luas lantai hunian perkapita > 7,2 meter persegi. Rumah tangga
dianggap kumuh jika menghuni rumah dengan luas lantai perkapita ≤ 7,2 meter persegi
(Bobot 35%).
d. Durability of housing dengan kriteria:
Jenis atap terluas ijuk/rumbia, daun dan lainnya.
Jenis dinding terluas bambu dan lainnya.
Jenis lantai terluas tanah.
Rumah tangga termasuk kategori kumuh apabila minimal 2 kriteria terpenuhi (Bobot
35%)
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
2. Metodologi
11
e. Jika dari seluruh kriteria 1-4 digabungkan, rumah tangga yang memiliki nilai kategori >
35% maka rumah tangga tersebut termasuk rumah tangga kumuh, sebaliknya jika
nilainya ≤ 35% dianggap tidak kumuh.
2.9 Pekerjaan Umum
Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik adalah panjang jalan dalam kondisi
baik dibagai dengan panjang jalan secara keseluruhan (nasional, provinsi dan
kabupaten/kota).
Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan
satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan
dan pembuangan air irigasi.
2.10 Perhubungan dan Pariwisata
Jumlah uji KIR angkutan umum adalah Jumlah Uji kir angkutan umum merupakan
pengujian setiap angkutan umum yang diimpor, baik yang dibuat dan/atau dirakit di
dalam negeri yang akan dioperasikan di jalan agar memenuhi persyaratan teknis dan laik
jalan.
Akomodasi adalah usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebgian daripadanya
khusus disediakan, dimana setiap orang dapat menginap dan memperoleh pelayanan
serta fasilitas lainnya dengan pembayaran. Akomodasi dibedakan antara hotel dan
akomodasi lainnya. Hotel apabila mempunyai restoran yang berada di bawah manajemen
hotel tersebut, sedangkan akomodasi lainnya tidak dilengkapi restoran.
Hotel berbintang adalah hotel yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
seperti persyaratan fiik, bentuk pelayanan yang diberikan, kualifikasi tenaga kerja, jumlah
kamar, dan lainnya.
Hotel tidak berbintang adalah hotel yang yang belum memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan tersebut.
Tingkat penghunian kamar (TPK) adalah persentase banyaknya malam kamar yang dihuni
terhadap banyaknya malam kamar yang tersedia.
Wisatawan adalah setiap pengunjung yang mengunjungi suatu daerah di luar tempat
tinggalnya, didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh
penghasilan di tempat yang dikunjungi, dan lamanya kunjungan tersebut tidak lebih dari
satu tahun.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
2. Metodologi
12
2.11 Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan
Data luas panenan tanaman pangan dicatat dari seluruh kecamatan setiap bulan oleh
aparat Dinas Pertanian Tanaman Pangan di Kecamatan.
Produksi per hektar padi, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang kedelai diperoleh melalui
sampel ubinan mewakili sekitar 100 hektar luas panen. Petugas pelaksanaan adalah
koordinator statistik kecamatan dan aparat dinas pertanian tanaman pangan di
kecamatan.
Bentuk produksi padi dan palawija adalah: padi dalam bentuk gabah kering giling, jagung
dalam bentuk pipilan kering, ubi kayu dan ubi jalar dalam bentuk keadaan ubi basah dan
kacang-kacangan dalam bentuk kacang kering.
2.12 Perdagangan dan Industri
Kemudahan perizinan adalah proses pengurusan perizinan yang terkait dengan persoalan
investasi relatif sangat mudah dan tidak memerlukan jangka waktu yang lama.
Lama proses perizinan adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu
perizinan (dalam hari)
2.13 PDRB dan Inflasi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang
dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara yang timbul
akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa memperhatikan
apakah faktor produksi yang dimiliki residen atau non-residen. Penyusunan PDRB dapat
dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan
pendapatan yang disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan (riil ).
PDRB atas dasar harga berlaku atau dikenal dengan PDRB nominal disusun berdasarkan
harga yang berlaku pada periode penghitungan, dan bertujuan untuk melihat struktur
perekonomian. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (riil) disusun berdasarkan
harga pada tahun dasar dan bertujuan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi.
IHK merupakan indikator inflasi di Indonesia. Sejak Januari 2014, IHK dihitung
berdasarkan Survei Biaya Hidup di 82 kota yang dilakukan tahun 2012. IHK mencakup 7
kelompok, yaitu: bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau;
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; sandang; kesehatan; pendidikan, rekreasi,
dan olahraga; transpor, komunikasi, dan ajsa keuangan. Persentase perubahan IHK
perbulan merupakan laju inflasi/deflasi setiap bulan.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
2. Metodologi
13
2.14 Keamanan
Angka Kriminalitas adalah rata-rata kejadian kriminalitas dalam satu bulan pada
tahun tertentu. Artinya dalam satu bulan rata-rata terjadi berapa tindak kriminalitas
untuk berbagai kategori seperti curanmor, pembunuhan, pemerkosaan, dan
sebagainya. Indikator ini berguna untuk menggambarkan tingkat keamanan
masyarakat, semakin rendah tingkat kriminalitas, maka semakin tinggi tingkat
keamanan masyarakat.
Angka kriminalitas dihitung berdasarkan delik aduan dari penduduk korban kejahatan
dalam periode 1 (satu) tahun, dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah tindak kriminal yang terjadi selama 1 tahun
Jumlah penduduk seluruhnya x10.000
Angka kriminalitas yang tertangani adalah penanganan kriminal oleh aparat penegak
hukum (polisi/kejaksaan). Angka kriminalitas yang ditangani merupakan jumlah
tindak kriminal yang ditangani selama 1 tahun terhadap 10.000 penduduk).
Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas
Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan
ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
Menghitung rasio jumlah polisi pamong praja per 10.000 penduduk digunakan rumus
sebagai berikut:
Jumlah polisi pamong praja
Jumlah pendudukx10.000
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
3. Kependudukan
15
KEPENDUDUKAN
Secara teoritis jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu kekayaan dan modal
dasar pembangunan, akan tetapi juga dapat memicu berbagai macam persoalan yang berkaitan
dengan penyediaan pangan, sandang dan papan. Kondisi ini menjadikan penduduk lebih
diposisikan sebagai beban pembangunan daripada sebagai modal pembangunan. Masalah
kependudukan yang saat ini dihadapi antara lain meliputi jumlah, komposisi, dan distribusi
penduduk yang tidak merata serta kualitas penduduk yang relatif masih rendah. Oleh sebab itu
untuk kebijakan pembangunan dan kependudukan yang diakukan oleh pemerintah adalah
mengendalikan pertumbuhan penduduk, mengarahkan mobilitas penduduk dan meningkatkan
kualitas penduduk yang didukung sistem informasi kependudukan yang handal, sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang lebih luas.
Salah satu cara untuk melihat sejauh mana beban tanggungan penduduk adalah dengan
melihat komposisi penduduk menurut struktur umur. ketidakseimbangan komposisi antara
kelompok umur produktif dengan non produktif akan menyebabkan permasalahan. Demikian
juga halnya dengan distribusi atau penyebaran penduduk antar wilayah, sangat dipengaruhi
tingkat pemerataan hasil pembangunan. Penduduk biasanya akan melakukan migrasi ke wilayah
yang terdapat fasilitas-fasilitas yang lebih baik dibanding wilayah yang ditempati sebelumnya.
Untuk itu aspek kependudukan perlu dipertimbangkan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan penduduk seperti: arus migrasi, angka kelahiran dan kematian. ketiga komponen
ini turut serta dalam perencanaan pembangunan ekonomi, sosial budaya, dan politik serta
pertahanan.
Data kependudukan sangat dibutuhkan baik oleh lembaga pemerintah maupun non
pemerintah. Dari data kependudukan dapat dibuat berbagai perencanaan kebutuhan fasilitas
penunjang kesejahteraan masyarakat, seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tempat
ibadah, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, dan fasilitas lainnya. Data kependudukan yang
terkait di antaranya data tentang jumlah penduduk, kepadatan, dan penyebaran penduduk serta
data struktur umur penduduk.
3.1. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil estimasi jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan tahun 2014 adalah
206.496 jiwa, terdiri dari 100.642 jiwa penduduk laki-laki dan 105.854 jiwa penduduk perempuan.
Jika dibandingkan dengan angka proyeksi tahun 2013 yang sebesar 203.146 jiwa berarti
mengalami kenaikan sebesar 3.350 jiwa, yang tersebar di seluruh wilayah Padangsidimpuan.
Dengan jumlah penduduk yang relatif besar dan pertambahan penduduk yang cukup tinggi,
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
3. Kependudukan
16
permasalahan kependudukan di Padangsidimpuan perlu mendapat perhatian yang cukup serius.
Oleh karena itu, upaya mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui kebijakan dan program
pembangunan yang sedang dan akan terus dilaksanakan harus berorientasi untuk menekan
jumlah penduduk melalui pengendalian tingkat kelahiran, disertai dengan peningkatan
kesejahteraan penduduk secara berkesinambungan dan bersinergis yang pada gilirannya
diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk. Hal ini sesuai dengan Inpres
Nomor 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan dan menempatkan
Program keluarga Berencana sebagai bagian strategis dari pembangunan nasional.
Tabel. 3.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin per Kecamatan
di Padangsidimpuan, 2014
Kecamatan Penduduk Rasio Jenis
Kelamin Laki-laki Perempuan Total (1) (2) (3) (4) (5)
Padangsidimpuan Tenggara 15.914 17.085 32.999 93,15
Padangsidimpuan Selatan 32.136 33.171 65.307 96,88
Padangsidimpuan Batunadua 10.294 10.378 20.671 99,19
Padangsidimpuan Utara 30.414 32.919 63.333 92,39
Padangsidimpuan Hutaimbaru 7.932 8.234 16.166 96,33
Padangsidimpuan Angkola Julu 3.952 4.068 8.020 97,15
Padangsidimpuan 2014 100.642 105.854 206.496 95,08
2013 98.999 104.147 203.146 95,06
2012 97.317 102.266 199.583 95,16
2011 95.470 100.627 196.097 94,88
Sumber: BPS Kota Padangsidimpuan
Pada Tabel 3.1 ditampilkan jumlah penduduk Padangsidimpuan dan sex rasio dari tahun
2011-2014. Secara absolut terlihat bahwa jumlah penduduk kota Padangsidimpuan terus
bertambah. Sedangkan menurut rasio jenis kelamin tahun 2011-2014 selalu di bawah 100 yag
berarti jumlah penduduk laki-laki masih lebih kecil daripada jumlah penduduk perempuan. Sama
halnya dengan rasio jenis kelamin per kecamatan juga terlihat pada tabel 3.1 bahwa rasio jenis
kelamin untuk masing-masing kecamtan adalah di bawah 100 yang berarti jumlah penduduk
perempuan untuk semua masing-masing kecamatan lebih banyak daripada jumlah penduudk
laki-laki. Besar kecilnya rasio jenis kelamin dipengaruhi oleh pola mortalitas dan migrasi
penduduk suatu daerah.
3.2. Kepadatan dan Distribusi Penduduk
Masalah kependudukan lainnya yang cukup serius adalah masih timpangnya penyebaran
penduduk antar daerah, sehingga kepadatan untuk masing-masing daerah belum merata.
Persebaran yang tidak merata berpengaruh terhadap daya tampung lingkungan/wilayah yang
semakin sempit, terjadi eksploitasi sumber alam secara berlebihan, penyediaan kebutuhan
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
3. Kependudukan
17
terhadap lapangan pekerjaan. Persebaran penduduk yang tidak merata ini menyebabkan tingkat
kepadatan penduduk antar wilayah juga berbeda. Kepadatan penduduk yang tinggi biasanya
terjadi di daerah perkotaan yang umumnya memiliki fasilitas yang dibutuhkan oleh penduduk.
ketidakmerataan atau ketimpangan sebaran penduduk tampak lebih jelas jika dikaitkan dengan
besarnya variasi luas antar daerah. Masalah sering timbul yang diakibatkan oleh kepadatan
penduduk terutama mengenai perumahan, kesehatan dan keamanan. Oleh karena itu, distribusi
penduduk harus menjadi perhatian khusus pemerintah dalam melaksanakan pembangunan.
Potret tingkat kepadatan penduduk yang tinggi umumnya terkonsentrasi di daerah kota
yang memiliki ketersedian fasilitas yang mencukupi dan memadai. Faktor inilah yang merupakan
pendorong penduduk untuk melakukan perpindahan (migrasi).
Tabel. 3.2. Jumlah Desa/Kelurahan, Luas Wilayah, Jumlah dan
Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Padangsidimpuan, 2014
Kecamatan Jumah
Desa/Kel.
Luas Wilayah (Km2)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan (jiwa/Km2)
(1) (2) (3) (4) (5)
Padangsidimpuan Tenggara 18 27,68631 32.999 1.191,89
Padangsidimpuan Selatan 10 15,81166 65.307 4.130,31
Padangsidimpuan Batunadua 15 38,74024 20.671 533,58
Padangsidimpuan Utara 16 14,08756 63.333 4.495,67
Padangsidimpuan Hutaimbaru 10 22,34189 16.166 723,57
Padangsidimpuan Angkola Julu 8 28,17914 8.020 284,61
Padangsidimpuan 2014 79 146,84680 206.496 1.406,20
2013 79 146,84680 203.146 1.374,03
2012 79 146,84680 199.583 1.340,86
2011 79 146,84680 196.097 1.308,65
Sumber: BPS Kota Padangsidimpuan
Sebaran penduduk antar kecamatan di kota Padangsidimpuan masih sangat timpang. Tabel
1.2 menunjukkan kota Padangsidimpuan yang mempunyai luas wilayah 146,85 km2 kepadatan
penduduknya mencapai 1.406,20 jiwa per km2 . Kecamatan dengan kepadatan terendah adalah
kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu yang hanya mencapai 284,61 jiwa per km2. Kecamatan
padangsidimpuan Utara merupakan kecamatan dengan luas wilayah terendah yaitu sekitar 14,09
km2 akan tetapi dengan kepadatan penduduk tertinggi yaitu mencapai 4.495,67 jiwa per km2.
Selanjutnya disusul dengan kecamatan Padangsidimpuan Selatan dengan luas wilayah sekitar
15,81 km2 dengan kepadatan penduduk 4.130,31 jiwa per km2. Hal ini dimungkinkan karena
kecamatan Padangsidimpuan Utara dan kecamatan Padangsidimpuan Selatan merupakan pusat
kehidupan, perekonomian, dan pemerintahan di kota Padangsidimpuan.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
3. Kependudukan
18
3.3. Angka Beban Ketergantungan
Pengelompokan penduduk menurut umur dapat digunakan sebagai dasar dalam
pengambilan kebijakan dan pembuatan program dalam mengatasi masalah-masalah di bidang
kependudukan. Struktur umur penduduk pada umumnya dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu
(a) kelompok umur muda, umur 0-14 tahun; (b) kelompok umur produktif, umur 15-64 tahun;
dan (c) kelompok umur tua, umur 65 tahun ke atas. Pada Tabel 3.2. dapat dilihat bahwa komposisi
penduduk berumur 0-14 tahun masih cukup tinggi walaupun persentasenya berangsur menurun
menjadi 33,24 persen pada tahun 2010 dibanding tahun 2000 yang sebesar 35,39 persen.
Sebaliknya ada peningkatan pada kelompok usia produktif dan usia tua. Hal ini menunjukkan
telah terjadi pergeseran dari penduduk muda ke penduduk tua.
Perubahan struktur penduduk tersebut, mempengaruhi angka beban ketergantungan
(dependency ratio) Padangsidimpuan. Pada tahun 2000 setiap 100 orang penduduk usia produktif
harus menanggung sekitar 63 penduduk usia tidak produktif. Pada tahun 2010 angka beban
ketergantungan turun menjadi 59,05 artinya setiap setiap 100 orang penduduk usia produktif
harus menanggung sekitar 59 penduduk usia tidak produktif. Kondisi dinilai suatu kemajuan dan
keberhasiln pembangunan bidang kependudukan. Jika dilihat lebih jauh, angka beban
ketergantungan itu lebih banyak disumbang oleh angka beban ketergantungan muda yang
mencapai 52,87 pada tahun 2010 dan 57,86 pada tahun 2000.
Gambar 3.1. Persentase Komposisi Penduduk Kota Padangsidimpuan
Menurut Golongan Umur, 2014
Sumber: BPS Kota Padangsidimpuan
Ukuran lainnya yang berhubungan dengan komposisi umur adalah angka beban
ketergantungan (depedency ratio). Angka beban ketergantungan didefenisikan sebagai beban
yang harus ditanggung oleh penduduk yang berada dalam usia produktif (usia 15-64 tahun)
secara ekonomi dalam menanggung penduduk yang tidak produktif (usia 0-14 dan 65 tahun ke
atas). Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai penduduk yang
31,82
3,2 1,40-14 Tahun
15-16 Tahun
65+ Tahun
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
3. Kependudukan
19
belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada orang tua atau orang lain yang
menanggungnya. Selain itu, penduduk berusia di atas 65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi
sesudah melewati masa pensiun. Penduduk usia 15-64 tahun adalah penduduk usia kerja yang
dianggap sudah produktif.
Tabel 3.3 Angka Beban Ketergantungan Penduduk Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
Angka Beban Tanggungan Anak 50,12 52,40 49,16 48,97
Angka Beban Tanggungan Tua 4,92 4,86 4,83 4,94
Angka Beban Tanggungan 55,03 57,26 53,99 53,91
Sumber: BPS Kota Padangsidimpuan
Pada tahun 2014 angka beban ketergantungan Kota Padangsidimpuan diperkirakan
sebesar 53,91 persen. Artinya setiap 100 penduduk produktif di Kota Padangsidimpuan harus
menanggung sekitar 54 orang penduduk tidak produktif juga hal ini merupakan suatu beban yang
harus ditanggung dan merupakan permasalahan tersendiri bagi setiap daerah, karena
menyangkut berbagai pemenuhan kebutuhan, seperti kesehatan, pendidikan, lapangan kerja,
dan lain-lain. Oleh karena itu angka beban ketergantungan ini dapat dijadikan salah satu ukuran
kemajuan suatu daerah.
Tabel 3.3 menunjukkan beban tanggungan penduduk usia produktif ini lebih banyak berasal
dari kelompok muda yaitu 48,97 yang artinya setiap 100 penduduk produktif di kota
Padangsidimpuan harus menanggung sekitar 49 orang penduduk berumur muda. Sedangkan
sisanya sebesar 4,94 persen merupakan beban ketergantungan penduduk tua yang artinya setiap
100 penduduk produktif di kota Padangsidimpuan harus menanggung sekitar 5 orang penduduk
berumur tua.
3.4. Kepemilikan Akte Kelahiran
Salah satu hal paling asasi yang melekat pada diri kita adalah akta kelahiran. Akta
kelahiran menjadi sangat asasi karena menyangkut identitas diri dan status kewarganegaraan. Ini
sudah menjadi hak asasi manusia (HAM) menyangkut hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh
negara. Seorang anak manusia yang lahir kemudian identitasnya tidak terdaftar maka kelak akan
mendapatkan masalah yang akan berakibat pada negara, pemerintah dan masyarakat. Akta
kelahiran akan ikut menentukan nasib di kelak kemudian hari. Misalnya, jika mencari kerja perlu
melampirkan akta kelahiran, apabila meneruskan sekolah perlu melampirkan akta kelahiran.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
3. Kependudukan
20
Namun persoalannya, tidak setiap orang memiliki akta kelahiran. Di berbagai daerah
masih banyak terjadi anak-anak Indonesia yang tidak mempunyai akta kelahiran karena
menganggap akta kelahiran tidak terlalu penting. Tetapi pemerintah dengan sangat jelas
memberikan perhatian khusus terhadap akta kelahiran, seperti yang tercantum di dalam Undang-
Undang Dasar (UUD) 45 pasal 28 ayat dua jelas sekali menyatakan setiap anak mempunyai hak
untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta hak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Kemudian di dalam berbagai undang-undang (UU) di bawah UUD 45,
baik UU tentang HAM maupun UU tentang Perlindungan Anak jelas menyatakan akta kelahiran
menjadi hak anak dan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya.
Kondisi di Padangsidimpuan terlihat pada Tabel 3.4. ada sekitar 21 persen anak berusia
0-17 tahun yang tidak memiliki akte kelahiran di tahun 2014. Kondisi ini berbeda jauh
dibandingkan kondisi tahun 2011 dimana ada 59,77 persen anak berusia 0-17 tahun yang tidak
mempunyai akte kelahiran.
Tabel 3.4. Persentase Anak Berusia 0-17 Tahun menurut Kepemilikan Akte Kelahiran
di Padangsidimpuan, 2011-2014
Status Kepemilikin 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
Punya dan Bisa Ditunjukkan 29,01 46,01 50,31 47,34
Punya namun Tidak Bisa Ditunjukkan
10,38 30,30 33,64 31,87
Tidak Punya 59,77 23,28 15,95 20,66
Tidak Tahu 0,84 0,41 0,11 0,13
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional,2011- 2014
Selanjutnya untuk mengetahui alasan terkait masih tingginya persentase anak berusia 0-
17 tahun di Padangsidimpuan yang tidak memiliki akte kelahiran, pada Tabel 3.5. disajikan
informasi persentase anak berumur 0-17 tahun menurut alasan utama tidak memiliki akte
kelahiran. Dari Tabel 3.5 diketahui bahwa pada umumnya alasan utama yang menyebabkan anak
tidak memiliki akte kelahiran selain karena masalah lainnya adalah disebabkan oleh karena
masalah biaya, kemudian disusul terkait kepedulian dan pengetahuan rumah tangga dalam
mengurus akte kelahiran. Bedasarkan informasi ini tentunya sangat penting bagi para pemangku
kepentingan untuk memikirkan cara atau program untuk meringankan biaya pengurusan akte
kelahiran dan menggiatkan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya mengurus akte dan
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
3. Kependudukan
21
menyampaikan tata cara pengurusan akte yang benar. Sehingga pada akhirnya tingkat kesadaran
masyarakat dalam mengurus akte menjadi tinggi dibarengi dengan proses pengurusan yang
mudah dan murah.
Tabel 3.5. Persentase Anak Berusia 0-17 Tahun menurut Alasan Tidak Memiliki Akte Kelahiran
dan Daerah Tempat Tinggal di Padangsidimpuan, 2014
Status Kepemilikan 2014
(1) (2)
Biaya mahal/tidak ada biaya 37,93
Perjalanan jauh 2,96
Tidak tahu kelahiran harus dicatat 2,83
Tidak tahu cara mengurusnya 3,52
Tidak merasa perlu 9,08
Lainnya 43,68
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2014
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
23
PENDIDIKAN
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan negara
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Demikian pula dijelaskan dalam Batang
Tubuh UUD 1945 pasal 28 dan pasal 31 yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan. Oleh sebab itu peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang
lebih berkualitas merupakan amanat yang harus dilaksanakan bangsa ini karena pendidikan
merupakan sarana untuk membentuk manusia terampil dan produktif sehingga dapat
mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan dapat mengembangkan
potensi diri sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang baik. Oleh karena itu, penddidikan diyakini mampu mencetak generasi penerus bangsa yang
berkualitas sehingga dapat mendukung kemajuan bangsa.
Peran pendidikan yang sangat penting tersebut menjadikan sektor pendidikan sebagai
sasaran utama dalam setiap program pembangunan. Tanpa pendidikan yang berkualitas,
program pembangunan tidak akan berjalan dengan lancar. Tinggi rendahnya kualitas sumber
daya manusia antara lain ditandai dengan unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan
dengan hasil kerja yang berkualitas secara perorangan dan kelompok. Beberapa cara untuk
menampilkan hasil kerja produktif di antaranya dengan mengasah pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan yang diperoleh melalui pendidikan formal. Titik berat pendidikan formal adalah
peningkatan mutu pendidikan dengan melalui perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan
dasar dan menengah serta perluasan layanan pendidikan tinggi. Demikian juga tidak kalah
pentingnya peningkatan ketersediaan informasi pendidikan merupakan salah satu sarana untuk
meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia.
Agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan kemampuan
masing-masing individu, maka pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan
pemerintah. Pada program pembangunan pendidikan nasional yang dilakukan saat ini telah pula
mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan internasional seperti Pendidikan Untuk Semua
(Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of Child) dan Millenium
Development Goals (MDGs) yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan sebagai salah
satu cara penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan sosial dan lainnya.
Untuk mendapatkan pendidikan yang memadai harus ditunjang suatu kemampuan baik itu
dari Pemerintah untuk dapat menyediakan sarana yang memadai dan juga ditunjang dengan
kemampuan masyarakat, karena sampai saat ini kemampuan pemerintah untuk menyediakan
pendidikan gratis bagi warganya masih belum terlaksana secara optimal.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
24
Masih rendahnya kemampuan pemerintah dan masyarakat selalu menjadi kendala dalam
dunia pendidikan. Realita ini senantiasa banyak ditemui di sekeliling kita, yaitu banyak sarana
pendidikan yang sangat tidak layak dan juga banyak anak-anak usia sekolah seharusnya belajar,
namun sudah harus bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Di tengah keterbatasan
inilah pemerintah mencanangkan Program Wajib Belajar Sekolah Dasar enam tahun pada tahun
1984 dan kemudian diikuti dengan Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun mulai tahun
1994. kebijaksanaan lain sebagai upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat
adalah melalui program di luar pendidikan formal, di antaranya melalui sekolah-sekolah program
jarak jauh.
Program atau kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan pada hakekatnya
bertujuan untuk memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk dapat sekolah.
Dengan demikian, tingkat pendidikan masyarakat diharapkan akan lebih baik dan utamanya
tingkat melek huruf terutama pada penduduk usia sekolah (7-24 tahun).
Keberhasilan program-program pembangunan pendidikan tentunya perlu dilihat atau
diukur keberhasilannya, sehingga diperlukan indikator-indikator untuk mengukur tingkat
keberhasilan tersebut. Dalam publikasi indikator pendidikan yang akan dibahas diantaranya
adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-Rata Lama Sekolah, dan
tingkat pendidikan yang ditamatkan. Selain itu juga akan dibahas kecukupan sarana pendidikan
di Padangsidimpuan.
4.1 Kualitas Pendidikan Penduduk
4.1.1. Angka Partisipasi Sekolah
Tingkat partisipasi sekolah merupakan indikator pendidikan yang menggambarkan
persentase penduduk yang masih sekolah menurut kelompok usia sekolah yaitu umur 7-12
tahun dan umur 13-15 tahun sebagai pendidikan dasar, 16-18 tahun pada pendidikan menengah
dan usia 19-24 tahun pada pendidikan tinggi. Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui
seberapa banyak penduduk usia sekolah yang dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan. Pada
umumnya, partisipasi pendidikan dasar masih cukup tinggi, dan angka ini akan semakin menurun
untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Partisipasi sekolah penduduk erat kaitannya antara lain terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat suatu daerah. Penyebab utama tidak/ putus sekolah yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat pada umumnya adalah masalah ekonomi keluarga yang kurang mendukung, di
samping karena faktor-faktor lain seperti faktor lingkungan, sarana dan prasarana di daerah
yang kurang mendukung dan faktor psikologis.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
25
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2011- 2014
Grafik 4.1. menunjukkan tingkat partisipasi sekolah penduduk Padangsidimpuan. Pada usia
7-12 tahun meningkat dari 98,15 persen pada tahun 2011 menjadi 98,28 persen pada tahun 2014
sedangkan pada kelompok umur 13-15 meningkat dari 93,58 persen menjadi 98,77 persen pada
tahun yang sama. Peningkatan juga terjadi pada kelompok umur 16-18 dan 19-24 tahun,
keduanya menunjukkan peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Pada kelompok umur 16-18
meningkat dari 75,83 persen pada tahun 2011 menjadi 80,69 persen pada tahun 2014 dan
kelompok umur 19-24 tahun meningkat dari 32,17 persen menjadi 42,61 persen pada tahun yang
sama.
Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan indikator daya
serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi jika dibandingkan maka APM
merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk
kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut.
APM di suatu jenjang pendidikan didapat dengan membagi jumlah siswa atau penduduk
usia sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan
dengan jenjang sekolah tersebut. Sedangkan APK didapat dengan membagi jumlah penduduk
yang sedang bersekolah (atau jumlah siswa), tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang
pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang
pendidikan tersebut.
7-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-24 tahun
2011 98,15 93,58 75,83 32,17
2012 98,84 94,59 84,79 31,03
2013 99,46 94,16 74,76 33,28
2014 98,28 98,77 80,69 42,61
0102030405060708090
100
%
Grafik 4.1. Perkembangan Tingkat Partisipasi Sekolah Penduduk Padangsidimpuan, 2011-2014
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
26
Angka Partipasi Murni (APM) yaitu:
APMht =
Eh,at
Ph,at x 100
Dimana:
h = jenjang pendidikan
t = tahun
Pht = jumlah penduduk yang mencapai jenjang pendidikan h pada tahun t
Pt = total jumlah penduduk pada tahun t
Angka Partipasi Kasar (APK) yaitu:
APKht =
Eht
Ph,at x 100
Dimana,
h = jenjang pendidikan
a = kelompok usia
t = tahun
Eht = adalah jumlah penduduk yang pada tahun t dari berbagai usia sedangsekolah pada
jenjang pendidikan h
Ph,at = adalah jumlah penduduk yang pada tahun t berada pada kelompok usia yaitu
kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan h
Jenjang pendidikan menurut kelompok usia sekolah : SD/MI = 7-12 tahun SMP/MTs = 13-15 tahun SMA/MA/SMK = 16-18 tahun
Tabel 4.1. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Jenjang Pendidikan 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
APK
SD 101,08 99,90 107,53 101,06
SMTP 105,87 90,73 85,91 89,42
SMTA 78,59 98,70 81,84 86,13
APM
SD 89,55 91,10 99,17 98,61
SMTP 76,30 66,83 83,02 84,11
SMTA 64,59 72,65 64,15 71,81
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2012-2013
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
27
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa tahun 2014 APM kota Padangsidimpuan pada umumnya
mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2011. Hal ini yang cukup menggembirakan
dimana target pemerintah dalam program Wajib Belajar 9 Tahun dapat dikategorikan berhasil
karena secara rata-rata 91,36 persen anak usia sekolah (7-15 tahun) telah/sedang duduk di
bangku sekolah.
4.1.2. Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Dunia pendidikan di Indonesia masih menghadapi permasalahan, salah satunya adalah
keluhan mengenai sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai dan tenaga pengajar
yang kurang berkualitas. Untuk itu berbagai cara dilakukan oleh pemerintah di antaranya dengan
mengembangkan kurikulum, sehingga diharapkan dapat menciptakan lulusan yang berkualitas
yang dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia. Gambaran mengenai peningkatan sumber
daya manusia dapat dilihat dari kualitas tingkat pendidikan penduduk dewasa.
Dari Grafik 4.4 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk di
Padangsidimpuan pada tahun 2011 sampai 2014 dapat dikatakan terjadi peningkatan. Pada tahun
2014 persentase penduduk 10 tahun ke atas yang berpendidikan minimal Diploma/Sarjana adalah
sebanyak 18,94 persen meningkat dibanding tahun 2011 yang sebesar 8,61 persen. Sebaliknya
penduduk yang berpendidikan maksimal SD kebawah mengalami penurunan dari 15,85 persen
pada tahun 2011 menjadi 15,13 persen pada tahun 2014.
2011 2012 2013 2014
Diploma/Sarjana 8,61 11,35 9,35 18,00
SLTA 31,25 31,09 33,92 27,28
SLTP 22,71 22,58 20,60 16,74
SD 21,58 20,16 21,98 22,85
SD Kebawah 15,85 14,82 14,15 15,13
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
Grafik 4.2. Persentase Penduduk Padangsidimpuan menurut Pendidikan Tertinggi Ditamatkan, 2011-2014
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
28
4.1.3. Rata-rata Lama Sekolah
Kualitas sumber daya manusia juga dapat diukur dengan menggunakan indikator rata-rata
lama sekolah. Rata-rata lama sekolah mengindikasikan sejauh mana tingkat pendidikan yang
dijalani seseorang. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang
pendidikan yang dijalani. Ratarata lama sekolah itu sendiri merupakan rata-rata jumlah tahun
yang dihabiskan penduduk berumur 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan
formal yang dijalani. Selain itu rata-rata lama sekolah juga sebagai salah satu indikator dari Indkes
Pembangunan Manusia (IPM).
Secara umum rata-rata lama sekolah penduduk Padangsidimpuan pada tahun 2014 sebesar
10,13 tahun. Hal ini berarti bahwa-bahwa rata-rata lama sekolah penduduk berumur 15 tahun ke
atas telah menyelesaikan pendidikan sampai kelas 3 SMP. Pencapaian angka ini relatif sama
dengan tahun sebelumnya yang sebesar 10,10 tahun. Berdasarkan kondisi tersebut maka program
wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah, untuk Padangsidimpuan sudah terpenuhi.
4.1.4. Angka Melek Huruf
Indikator makro yang sangat mendasar dari tingkat pendidikan adalah kemampuan
membaca dan menulis atau sebaliknya (buta huruf) untuk penduduk 10 tahun. Tingkat buta
huruf dapat dijadikan sebagai indikator tingkat pendidikan karena diasumsikan bahwa dengan
adanya kemampuan membaca dan menulis seseorang dapat mempelajari dan menyerap ilmu
pengetahuan. Oleh sebab itu melek huruf dapat dijadikan ukuran kesejahteraan sosial dan
kemajuan suatu bangsa.
10,04 10,05 10,10 10,13
9,61
8,72 8,79 8,93
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
12,00
2011 2012 2013 2014
Grafik 4.3. Persentase Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Padangsidimpuan dan Sumatera Utara , 2011-2014
Padangsidimpuan
Sumatera Utara
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
29
Selama periode 2011 sampai 2014, tingkat buta huruf penduduk Padangsidimpuan
menunjukkan penurunan, yaitu dari 1,4 persen pada tahun 2011 menjadi 0,25 persen pada tahun
2014. Hal yang cukup menarik adalah tingginya tingkat buta huruf perempuan dibanding laki-laki.
Pada tahun 2011 tingkat buta huruf perempuan mencapai 1,39 persen lebih rendah dibanding
laki-laki yang 1,40 persen. Kondisi tahun 2014 berbeda dengan tahun 2011 karena yaitu tingkat
buta huruf perempuan menjadi lebih tinggi yaitu 0,29 persen dibanding laki-laki sebesar 0,21
persen.
Pada Grafik 4.4 disajikan informasi tingkat buta huruf menurut kelompok umur. Tingkat
buta huruf di Padangsidimpuan terdapat pada kelompok umur 10-14 tahun, 25-40 tahun dan
65 tahun ke atas . Tingkat buta huruf tertinggi pada kelompok umur 65 tahun ke atas yaitu
mencapai 1,43 persen. Sedangkan tingkat buta huruf pada kelompok umur 10-14 tahun perlu
diwaspadai karena merupakan umur-umur usia sekolah dan usia produktif.
1,40
0,67
0,360,21
1,39
0,96
0,26 0,29
1,4
0,82
0,31 0,25
0
1
2
2011 2012 2013 2014
%
Grafik. 4.4. Perkembangan Tingkat Buta Huruf Penduduk Padangsidimpuan, 2011-2014
Laki-Laki Perempuan Laki+Perempuan
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
30
Grafik 4.5. Tingkat Buta Huruf Penduduk Padangsidimpuan Menurut
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2014
1,24
2,13
1,43
0,05
1,19
0,02
1,21
0
1
2
3
'10-14 15-24 25-40 41-64 65+Umur
%
laki perp. Laki+perp.
4.2. Sarana Pendidikan
Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa keberhasilan pendidikan sangat
dipengaruhi oleh sarana dan prasarana pendidikan, yaitu guru, buku dan bahan pelajaran, gedung
sekolah, kelas dan lainnya. Pada bagian ini akan diulas mengenai perkembangan kecukupan
sarana pendidikan di Padangsidimpuan melalui indikator-indikator yang sesuai, yaitu rasio murid-
guru dan rasio murid-kelas. Indikator tersebut dapat digunakan untuk mengukur pemerataan dan
perluasan akses pendidikan. Rasio murid-guru dapat memberikan gambaran mengenai besarnya
beban guru dalam mengajar sehingga apabila rasio murid-guru semakin tinggi maka semakin
banyak peserta didik yang harus diajar oleh seorang guru. Hal ini tentunya menjadi tidak efektif
dalam berlangsungnya proses pembelajaran dalam sekolah.
4.2.1 Rasio Ketersediaan Sekolah terhadap Penduduk Usia Sekolah
Rasio Ketersediaan Sekolah terhadap penduduk usia sekolah adalah indikator untuk
mengukur kemampuan jumlah sekolah dalam menampung penduduk usia pendidikan. Rasio ini
bisa diartikan jumlah sekolah berdasarkan tingkat pendidikan per 10.000 jumlah penduduk usia
pendidikan.
Tahun 2014 rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang pendidikan SD/MI lebih kecil
dibandingkan untuk jenjang pendidikan lainnya. Perbandingan ketersediaan sekolah SD/MI di
kota Padangsidimpuan adalah 1:130,09. Angka ini menunjukkan bahwa 1 sekolah SD menampung
130 siswa. Hal yang menarik juga adalah bahwa perbandingan ketersediaan sekolah SMP/MTs
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
31
lebih besar daripada perbandingan ketersediaan SMA/MA/SMK. Hal ini bisa diartikan bahwa
jumlah sekolah SMA/MA/SMK lebih banyak tersedia di Padangsidimpuan dibandingkan dengan
jumlah sekolah SMP/MTs.
Tabel 4.2. Perbandingan Jumlah Sekolah Berdasarkan Penduduk Usia Sekolah Kota Padangsidimpuan, 2014
Tingkat Pendidikan SD/MI SMP/MTs SMA/MA/SMK (1) (2) (3) (4)
1. Jumlah Sekolah 101 40 43
2. Jumlah Penduduk kelompok usia tertentu 13.139 6.814 7.078
3. Perbandingan Jumlah Sekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia tertentu
1:130,09 1:170,35 1:164,60
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan, dan BPS Kota Padangsidimpuan
Catatan: kelompok usia SD/MI = 7-12 tahun kelompok usia SMP/MTs = 13-15 tahun kelompok usia SMA/MA/SMK = 16-18 tahun
4.2.2 Rasio Jumlah Guru Terhadap Jumlah Murid
Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru berdasarkan tingkat pendidikan per
10.000 jumlah murid berdasarkan tingkat pendidikan. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan
tenaga pengajar juga mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu
pengajaran.
Selama kurun waktu tahun 2011-2014 rasio ketersediaan guru di kota Padangsidimpuan
mengalami pasang surut. Namun jika dibandingkan antara tahun 2011 dan tahun 2014
disimpulkan bahwa perbandingan jumlah muru terhadap murid mengalami peningkatan untuk
semua jenjang pendidikan. Pada tahun 2014 perbandingan jumlah guru dan murid pada tingkat
sekolah dasar adalah sebesar 19, untuk jenjang SMP sederajat sebesar 12 dan SMA sederajat 13
seperti terlihat pada Tabel 4.2. Hal ini berarti bahwa 1 guru SD/MI mengajar 19 murid SD, 1 guru
SMP/MTs mengajar 12 murid SMP/MTs, dan 1 guru SMA/MA/SMK mengajar 13 murid
SMA/MA/SMK. Jika dibandingkan dengan kondisi ideal dimana perbandingan guru dan murid
yang ideal masing-masing untuk jenjang SD (25), jenjang SMP (15) dan SMA (13) maka dapat
dikatakan bahwa pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA rasio murid-guru di
Padangsidimpuan sudah ideal.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
32
Tabel 4.3. Perbandingan Jumlah Guru dan Murid Berdasarkan Jenjang Pendidikan Kota Padangsidimpuan, 2014
Tingkat Pendidikan 2011 2012 2013 2014
-1 -2 -3 -4 -5
SD/MI
1. Jumlah Guru 2.055 1.493 1.630 1.501
2. Jumlah Murid 27.969 26.384 29.701 27.985
3. Perbandingan Jumlah Guru Terhadap Murid 13,61 17,67 18,22 18,64
SMP/MTs
1. Jumlah Guru 1.272 1.230 1.822 1.232
2. Jumlah Murid 14.383 14.382 18.235 14.229
3. Perbandingan Jumlah Guru Terhadap Murid 11,31 11,69 10,01 11,55
SMA/MA/SMK
1. Jumlah Guru 1.728 1.220 2.190 1.502
2. Jumlah Murid 18.254 17.712 27.163 19.270
3. Perbandingan Jumlah Guru Terhadap Murid 10,56 14,52 12,40 12,83
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan, dan BPS Kota Padangsidimpuan
4.2.3 Rasio Jumlah Guru/Murid per Kelas Rata-rata
Indikator selanjutnya adalah rasio guru-kelas dan murid-kelas yaitu perbandingan antara
jumlah guru/murid dengan daya tampung kelas di setiap jenjang pendidikan. Rasio guru-kelas
dan murid-kelas yang tinggi mencerminkan bahwa dalam suatu kelas makin tinggi jumlah
guru/siswa yang ada dalam kelas tersebut. Keadaan ini tentunya akan membuat suasan kelas
menjadi tidak nyaman. Informasi rasio guru/kelas dan murid/kelas menurut dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Perbandingan Jumlah Guru, Murid Tehadap Kelas Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Kota Padangsidimpuan, 2014
Tingkat Pendidikan 2011 2012 2013 2014
-1 -2 -3 -4 -5
SD/MI
1. Jumlah Guru 2.055 1.493 1.630 1.501
2. Jumlah Kelas 935 922 960 1.019
3. Rasio Guru/Kelas 2,20 1,62 1,70 1,47
4. Jumlah Murid 27.969 26.384 29.701 27.985
5. Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Kelas 29,91 28,62 30,94 27,46
6. Rasio Guru/Murid terhadap jumlah Kelas 1:2:29 1:2:29 1:2:31 1:1:28
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
4. Pendidikan
33
Tingkat Pendidikan 2011 2012 2013 2014
-1 -2 -3 -4 -5
SMP/MTs
1. Jumlah Guru 1.272 1.230 1.822 1.232
2. Jumlah Kelas 402 476 513 512
3. Rasio Guru/Kelas 3,16 2,58 3,55 2,41
4. Jumlah Murid 14.383 14.382 18.235 14.229
5. Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Kelas 35,78 30,21 35,55 27,79
6. Rasio Guru/Murid terhadap jumlah Kelas 1:3:36 1:3:30 1:4:36 1:2:28
SMA/MA/SMK
1. Jumlah Guru 1.728 1.220 2.190 1.502
2. Jumlah Kelas 278 267 266 319
3. Rasio Guru/Kelas 6,22 4,57 8,23 4,71
4. Jumlah Murid 18.254 17.712 27.163 19.270
5. Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Kelas 65,66 66,34 102,12 60,41
6. Rasio Guru/Murid terhadap jumlah Kelas 1:6:66 1:5:66 1:8:102 1:5:60
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan, dan BPS Kota Padangsidimpuan
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
5. Kesehatan
35
KESEHATAN
Masyarakat yang sehat akan menciptakan kehidupan yang berkualitas, karena kesehatan
merupakan modal berharga bagi seorang dalam melakukan akivitasnya. Oleh sebab itu kesehatan
menjadi salah satu aspek kesejahteraan dan menjadi fokus utama pembangunan manusia.
Selanjutnya pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara
mudah, murah dan merata. Melalui upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 36 tahun
2009 tentang kesehatan. Salah satu hak dasar rakyat adalah mendapat pelayanan kesehatan.
Dengan adanya upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik.
Bangsa yang memiliki tingkat derajat kesehatan yang tinggi akan lebih berhasil dalam
melaksanakan pembangunan.
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dikembangkan melalui Sistem kesehatan Nasional.
Pelaksanaannya diusahakan dengan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat yang diarahkan
terutama kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Selain itu upaya pencegahan
dan penyembuhan penyakit serta peningkatan pembangunan pusat-pusat kesehatan masyarakat
serta sarana penunjangnya terus dilakukan oleh Pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu, pos
obat desa, pondok bersalin desa serta penyediaan fasilitas air bersih. Oleh karena itu,
pembangunan yang sedang digiatkan pemerintah diharapkan dapat berakselerasi positif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat di antaranya adalah
kurangnya sarana pelayanan kesehatan, keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak memadai,
dan rendahnya konsumsi makanan bergizi. Tetapi faktor terpenting dalam upaya peningkatan
kesehatan ada pada manusianya sebagai subyek dan sekaligus obyek dari upaya tersebut.
Keberhasilan atas upaya-upaya yang telah dilakukan dalam bidnag kesehatan dapat diukur
dengan beberapa indikator kesehatan antara lain angka kesakitan, angka harapan hidup,
prevalensi balita kurang gizi dan indikator yang berkaitan dengan fasilitas kesehatan seperti
penolong kelahiran Kesehatan dan rasio tenaga kesehatan dengan penduduk.
5.1. Derajat dan Status Kesehatan Penduduk
5.1.1. Angka Kesakitan (Morbidity Rate)
Tingkat kesakitan/morbiditas didefinisikan sebagai persentase penduduk yang mempunyai
keluhan kesehatan dan mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-harinya dalam sebulan yang
lalu. Tingkat kesakitan ini selain secara umum, dapat juga keluhan menurut jenis penyakit.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
5. Kesehatan
36
Sejak tahun 2011, tingkat morbiditas di Padangsidimpuan menunjukkan pola yang menurun
yang berarti tingkat kesehatan penduduk Padangsidimpuan dapat dikatakan menaik. Pada tahun
2011 sebanyak 29,21 persen penduduk Padangsidimpuan mengalami keluhan kesehatan,
kemudian pada tahun 2010 dan 2011 turun menjadi 26,68 persen dan 25,44 persen dan
selanjutnya pada tahun 2013 menurun cukup jauh menjadi 21,14 persen, walaupun meningkat
sedikit dari tahun 2012 yang mencapai 20,55 persen. Jika dilihat menurut jenis kelamin, umumnya
perempuan lebih banyak menderita keluhan kesehatan.
Selanjutnya Grafik 5.2 menunjukkan persentase penduduk yang mengalami keluhan
kesehatan dan mengobati sendiri selama sebulan yang lalu. Berdasarkan data Susenas 2013
penduduk Padangsidimpuan yang mengalami keluhan kesehatan dan berobat sendiri, mayoritas
mengkonsumsi obat modern yaitu sebanyak 91,38 persen, kemudian yang mengkonsumsi obat
tradisional sebanyak 22,16 persen, dan menggunakan cara lainnya sebanyak 3,58 persen.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
2011 2012 2013 2014
%Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Morbiditas Penduduk
Padangsidimpuan, 2011-2013
Laki-Laki Perempuan Laki+ Perempuan
15,64
94,15
2,21
34,04
94,51
3,36
40,14
97,49
1,26
23,22
92,24
0,390
20
40
60
80
100
Obat Tradisional Obat Modern Lainnya
%Grafik 5.2 Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri dengan Cara
Pengobatannya Kota Padangsidimpuan, 2014
2011
2012
2013
2014
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
5. Kesehatan
37
5.1.2. Angka Harapan Hidup
Secara umum, tingkat kesehatan penduduk suatu wilayah juga dapat dinilai dengan melihat
Angka Harapan Hidup (AHH) penduduknya. Angka ini sekaligus memperlihatkan keadaan dan
sistem pelayanan kesehatan yang ada dalam suatu masyarakat, karena dapat dipandang sebagai
suatu bentuk akhir dari hasil upaya peningkatan taraf kesehatan secara keseluruhan. kebijakan
peningkatan kesehatan antara lain bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
membiasakan diri untuk hidup sehat, sehingga sangat membantu memperpanjang angka harapan
hidup penduduk. Di samping itu, adanya peningkatan taraf sosial ekonomi masyarakat
memungkinkan penduduk untuk memperoleh perawatan kesehatan yang lebih baik sehingga
dapat memperpanjang usia.
Kecenderungan meningkatnya angka harapan hidup seperti yang tergambar dalam Grafik
5.3 disebabkan membaiknya pelayanan kesehatan dan peningkatan kondisi sosial ekonomi,
sehingga memungkinkan terjadinya perbaikan gizi serta kesehatan dan lingkungan hidup yang
pada akhirnya berdampak pada peningkatan angka harapan hidup. Perkembangan angka harapan
hidup di Padangsidimpuan menurut kabupaten/kota terdapat pada Tabel 15 lampiran. Angka
harapan hidup tertinggi terdapat di Kota Pematangsiantar yaitu 72,54 tahun dan sebaliknya
Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu 66,76 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara makro
tingkat kesehatan masyarakat di Pematangsiantar adalah yang paling tinggi dan sebaliknya
Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki tingkat kesehatan yang paling rendah di
Padangsidimpuan.
5.1.3. Tingkat Imunitas Balita
Ibu yang sedang mengandung harus mulai memerhatikan asupan yang dimakannya dan
juga harus melakukan imunisasi, karena hal tersebut merupakan gizi dan imunisasi awal bagi
68,08
68,13
68,18
68,22
68,27
67,95
68
68,05
68,1
68,15
68,2
68,25
68,3
2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 5.3. Perkembangan AHH Padangsidimpuan, 2010-2013
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
5. Kesehatan
38
seorang anak. Setelah sang anak lahir hal yang perlu dilakukan adalah memberikan Air Susu Ibu
(ASI), karena ASI merupakan makanan pertama bayi yang berperan penting dalam proses
tumbuh kembang anak. ASI memiliki manfaat sangat besar untuk jangka panjang bagi bayi
karena memiliki kandungan nutrisi terbaik dan terlengkap dan mengandung protein dan zat-zat
gizi berkualitas tinggi. Selain itu ASI juga mengandung zat antibodi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi, dan mampu melindungi bayi dan alergi dan
diare serta penyakit infeksi lainnya. Melihat pentingnya ASI tersebut, Kementrian Kesehatan
mengeluarkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang
pemberian ASI secara ekslusif bagi bayi di Indonesia sejak bayi lahir sampai dengan bayi
berumur 6 (enam) bulan dan dianjurkan sampai anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian
makana tambahan yang sesuai.
Berdasarkan hasil Susenas seperti yang disajikan pada Tabel 5.1. diketahui bahwa pada
tahun 2014 di Padangsidimpuan rata-rata pemberian ASI pada balita adalah selama 16 bulan
dan meningkat dibanding tahun 2013 yang tercatat selama 14 bulan. Selanjutnya dilihat dari
pemberian ASI eksklusif, rata-rata di Padangsidimpuan seorang balita diberikan ASI eksklusif
selama 4 bulan, masih cukup jauh dari anjuran pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan akan
tetapi sudah meningkat dibandingkan tahun 2013 yang tercatat selama 3,95 bulan. Informasi
terkait rata-rata lama pemberian ASI menurut kabupaten/kota di Padangsidimpuan terdapat
pada Tabel 16 lampiran.
Tabel 5.1. Rata-rata Lama Pemberian ASI bagi Balita di Padangsidimpuan, 2012-2013
Lamanya disusui
Rata-rata Lama Pemberian ASI (Bulan)
2011 2012 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5)
0 bulan 0,36 1,63 0 0
1-5 bulan 8,94 6,55 15,46 9,42
6-11 bulan 21,26 20,30 14,53 14,98
12-17 bulan 31,20 32,41 26,48 29,17
18-23 bulan 15,48 21,26 27,00 20,013
24+ bulan 22,76 17,86 16,53 26,39
Rata-rata Pemberian Asi (bulan) 15,53 14,97 14,96 16,72
Rata-rata Pemberian Asi Ekslusif (bulan)
4,53 3,90 3,95 4,53
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2011-2014
Selain pemberian ASI hal penting lainnya terkait imunitas bayi adalah pemberian
imunisasi. Pemerintah telah memprogramkan lima imunisasi dasar lengkap yang diberikan
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
5. Kesehatan
39
sebelum anak berusia 1 tahun, yaitu Hepatitis B sebanyak 4 kali, BCG sebanyak 1 kali, Polio
sebanyak 4 kali, DPT sebanyak 3 kali, dan campak sebanyak 1 kali.
Dalam kurun waktu 4 tahun berdasarkan Susenas 2011 - 2014, terjadi penurunan balita
yang diimunisasi wajib, namun persentasenya masih di atas 70 persen. Hal ini perlu menjadi
perhatian penting pemerintah karena pemberian imunisasi merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan kesehatan balita.
Tabel 5.2. Persentase Balita yang Pernah Dimunisasi menurut Jenis Imunisasi di Padangsidimpuan, 2011-2014
Jenis Imunisasi
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
BCG 75,02 73,05 76,40 69,17
DPT 72,25 ,74,26 72,25 69,33
POLIO 76,04 76,14 67,58 4870,
CAMPAK 62,41 61,46 56,23 5557,
HEPATITIS B 67,57 69,63 64,63 6477,
Balita Yang Pernah Imunisasi (%)
80,59 78,27 77,41 71,52
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2012-2013
5.1.4. Status Gizi Balita
Selain pemenuhan gizi dan imusasi balita, program kecukupan gizi juga sangat penting,
karena kekurangan gizi pada balita akan mempengaruhi kecerdasan dan pertumbuhan anak.
Kasus gizi buruk yang ditemukan pada umumnya terjadi pada balita yang berasal dari keluarga
kurang mampu. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Padangsidimpuan,
ditemukan balita dengan status gizi buruk pada tahun 2011-2014 masing masing 9 anak, 10, anak,
11 anak, dan 10 anak. Walaupun persentase balita dengan status gizi buruk terhadap jumlah
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
5. Kesehatan
40
balita masin cenderung kecil (0,06-0,07%) akan tetapi kondisi ini tentunya harus menjadi
perhatian sangat serius bagi pihak terkait, jangan sampai hal ini terus memburuk.
5.2. Pelayanan Kesehatan
5.2.1. Penolong Kelahiran
Data komposisi penolong kelahiran bayi dapat dijadikan salah satu indikator kesehatan
terutama dalam hubungannya dengan tingkat kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan
secara umum. Dilihat dari kesehatan ibu dan anak, persalinan yang ditolong oleh tenaga medis
seperti dokter dan bidan dapat dianggap lebih baik dan aman jika dibanding ditolong oleh bukan
tenaga media seperti dukun, famili atau lainnya. Penanganan kelahiran bayi yang kurang baik
dapat membahayakan kondisi ibu dan bayi yang dilahirkan seperti pendarahan, kejang-kejang
atau situasi yang lebih berbahaya dapat mengakibatkan kematian pada bayi atau si ibu. Oleh
sebab itu, pemerintah selalu berupaya untuk memperluas akses, sarana pelayanan serta tenaga
kesehatan dengan cara meningkatkan jumlah dan kualitasnya. Salah satu upayanya adalah dengan
meningkatkan pelayanan kebidanan melalui penempatan bidan di desa-desa, seperti yang
tercantum dalam Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014 telah ditetapkan dalam Perpres No.
5 tahun 2010 yaitu meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM keesehatan yang
merata dan bermutu.
0
2
4
6
8
10
12
2011 2012 2013 2014
910
1110
Grafik 5.4. Jumlah Balita Dengan Status Gizi Buruk di Padangsidimpuan2011-2014
Gizi Buruk
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
5. Kesehatan
41
Pada periode 2011-2014 penolong kelahiran balita di Padangsidimpuan pada umumnya
adalah bidan, yaitu sekitar 80 persen ke atas. Tingginya persentase kelahiran yang ditolong oleh
bidan, sangat mungkin disebabkan ketersediaan dan tingkat kepercayaan terhadap bidan relatif
tinggi. Tenaga penolong kelahiran lainnya yang cukup tinggi adalah dokter, yang berarti
masyarakat mulai sedikit demi sedikit mengurangi peranan dukun. Dalam kurun waktu 2011-2014
terjadi peningkatan peran dokter dalam penolong kelahiran sehingga persentase penolong
kelahiran oleh dukun/lainnya semakin rendah. Pada tahun 2014 sebanyak 81,61 persen proses
kelahiran ditolong oleh bidan, kemudian 16,44 persen oleh dokter dan sisanya 1,95 persen
kelahiran masih ditolong dukun/lainnya.
Masih cukup besarnya peran dukun dalam membantu kelahiran balita perlu terus
mendapat perhatian. Usaha yang mungkin dapat dilakukan adalah menambah kekurangan tenaga
medis secara merata di daerah-daerah tertentu di Padangsidimpuan serta meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dukun bayi melalui pelatihan, agar mengerti tata cara menolong
kelahiran yang aman dan sehat. Karena tidak tertutup kemungkinan bahwa di daerah tertentu
masyarakat dengan alasan ekonomi dan pendidikan masih cenderung percaya kepada dukun
dibandingkan dengan tenaga medis.
Tenaga penolong kelahiran oleh dokter mulai mempunyai peran yang meningkat, dan
biasanya di daerah perkotaan atau hanya pada kasus tertentu saja proses kelahiran ditolong oleh
dokter yaitu jika bidan sudah merasa tidak mampu lagi karena terjadi masalah. Namun data
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kelahiran yang ditolong oleh dokter yaitu dari 12,45
persen pada tahun 2011 meningkat menjadi 16,44 persen pada tahun 2014.
84,44
83,26
80,57
81,61
3,11
4,45
0,80
1,95
12,45
12,29
18,63
16,44
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
2011
2012
2013
2014
%
Grafik 5.5. Pesentase Balita menurut Penolong Kelahiran di Padangsidimpuan,
2011-2014
Bidan/Tenaga Medis Dukun/Lainnya Dokter
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
5. Kesehatan
42
5.2.2. Tenaga dan Sarana Kesehatan
Ketersediaan tenaga dan sarana kesehatan yang memadai menjadi syarat penting
dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk melihat kecukupan tenaga kesehatan adalah rasio tenaga kesehatan terhadap
jumlah penduduk.
Berdasarkan data pada Tabel 5.3, tenaga kesehatan di Padangsidimpuan pada tahun
2014 berjumlah 424 orang atau setiap seratus ribu penduduk dilayani oleh 205 orang tenaga
kesehatan. Dirinci menurut jenis tenaga kesehatan tampak bahwa pada tahun 2014 setiap
100.000 penduduk Padangsidimpuan hanya dilayani oleh 15 dokter umum dan 5 dokter gigi
serta 4 dokter spesialis. Untuk tenaga bidan dan perawat, setiap 100.000 penduduk di
Padangsidimpuan dilayani masing-masing 74 dan 107 orang bidan dan perawat.
Berdasarkan target Indonesia Sehat yang dicanangkan tahun 2010 sebagai standar ideal
rasio tenaga kesehatan, terlihat bahwa keseluruhan target untuk masing-masing kategori
tenaga kesehatan masih berada dibawah target tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian
penting Pemerintah Kota Padangsidimpuan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat.
Tabel 5.3. Jumlah Tenaga Kesehatan dan Rasio Tenaga Kesehatan di Padangsidimpuan, 2011-2014
Tenaga Kesehatan
Jumlah Jumlah
per 100.000 Penduduk
Target Indonesia
Sehat 2010 per 100.000 penduduk
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Dokter Umum 35 30 22 31 18 15 11 15 40
Dokter Gigi 14 13 8 11 7 7 4 5 11
Dokter Spesialis 9 9 11 8 5 5 5 4 6
Bidan 171 169 237 153 87 85 117 74 100
Perawat 293 154 275 221 149 77 135 107 118
Sumber: Padangsidimpuan Dalam Angka 2014
Keberadaan sarana kesehatan yang ada Padangsidimpuan selama 4 tahun terakhir
relatif tidak menunjukkan perubahan kecuali pada jenis sarana kesehatan Apotek dan Toko
Obat. Pada tahun 2014 jumlah sarana kesehatan setiap 100.000 penduduk Padangsidimpuan
adalah 1 rumah sakit, 4 Puskesmas, 14 Puskesmas pembantu, 6 BPU, 11 pos kesehatan desa, 66
Posyandu, 14 Apotek dan 15 Toko Obat (Tabel 5.4).
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
5. Kesehatan
43
Tabel 5.4. Jumlah Sarana Kesehatan dan Rasio Sarana Kesehatan di Padangsidimpuan, 2011-2014
Sarana Kesehatan Jumlah
Jumlah
per 100.000 Penduduk
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Rumah Sakit 3 3 3 3 2 2 1 1
Puskesmas 9 9 9 9 5 5 4 4
Puskesmas Pembantu 28 28 28 28 14 14 14 14
BPU 14 14 14 14 7 7 6 6
Pos Kesehatan Desa 21 22 22 22 11 11 11 11
Pos Pelayanan Terpadu 137 137 137 137 70 64 67 66
Apotek 19 20 20 28 10 10 10 14
Toko Obat 28 28 31 31 14 14 15 15
Sumber: Padangsidimpuan Dalam Angka 2014
Perkembangan sarana kesehatan seharusnya sejalan dengan perkembangan jumlah
penduduk sehingga rasio keberadaan sarana kesehatan tidak menurun. Seperti yang terlihat
pada tabel 5.4 rasio sarana kesehatan rumah sakit, puskesmas, BPU, dan posyandu mengalami
penurunan karena penduduk terus bertambah sedangkan jumlah sarana kesehatan jumlahnya
tetap.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
6. Fertilitas dan Keluarga Berencana
45
FERTILITAS DAN KELUARGA BERENCANA
Fertilitas merupakan salah satu komponen utama kependudukan yang menyebabkan
terjadinya perubahan penduduk selain kematian dan migrasi. Fertilitas menyangkut banyaknya
anak lahir hidup yang dilahirkan oleh wanita. Banyaknya anak yang dilahirkan sangat erat
kaitannya terhadap beban rumah tangga. Bagi rumah tangga dengan kondisi ekonomi yang
lemah, maka pembatasan jumlah anak merupakan salah satu cara untuk mencapai keluarga
sejahtera. Semakin banyak jumlah anak, berarti semakin besar tanggungan kepala rumah tanga
dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual anggota rumah tangganya. Bagi rumah tangga
terutama mereka dengan kondisi ekonomi yang lemah, maka pengaturan jarak kelahiran anak
sesudah yang dilahirkan dan kehamilan yang berikutnya merupakan salah satu cara bagi
tercapainya keluarga sejahtera.
Dalam upaya melakukan pembatasan jumlah anak yang akan dilahirkan yang menjadi
sasaran adalah usia antara 15-49 tahun. Hal ini disebabkan kemungkinan wanita melahirkan pada
usia tersebut cukup besar. Wanita yang berada pada usia tersebut disebut wanita usia subur
(WUS) dan pasangan usia subur (PUS) bagi yang berstatus kawin.
Hal lain yang cukup penting diperhatikan dalam melihat tingkat kelahiran ini adalah usia
wanita saat perkawinan pertama. Semakin muda usia saat perkawinan pertamanya, semakin
besar risiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu maupun anak karena belum matangnya rahim
wanita muda untuk memproduksi anak, atau karena belum siapnya mental menghadapi masa
kehamilan/kelahiran. Demikian pula sebaliknya, semakin tua usia saat perkawinan pertama,
semakin tinggi risiko yang dihadapi dalam masa kehamilan/melahirkan.
6.1. Usia Perkawinan Pertama
Usia perkawinan pertama mempunyai pengaruh cukup besar terhadap fertilitas yang
merupakan salah satu komponen pertumbuhan penduduk. Pada dasarnya ada dua macam
bentuk perkawinan. Pertama, menunjukkan perubahan status dari belum kawin menjadi
berstatus kawin. kedua, perubahan dari status cerai menjadi status kawin. Dalam kaitan dengan
sub bagian ini, defenisi yang digunakan adalah yang pertama, yaitu perubahan dari status belum
kawin menjadi kawin.
Wanita berumur 10 tahun ke atas yang melangsungkan perkawinan, akan melalui suatu
proses biologis, yaitu melahirkan sampai dengan masa menopause. Oleh karena itu, umur
perkawinan pertama dianggap mempengaruhi panjangnya masa reproduksi. Semakin muda
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
6. Fertilitas dan Keluarga Berencana
46
seorang wanita menikah, maka semakin panjang usia reproduksinya dan semakin besar pula
kemungkinannya melahirkan anak.
Berdasarkan Tabel 6.1 sebagian besar usia saat perkawinan pertama pada tahun 2014
adalah 19-24 tahun (55,51 persen) kemudian diikuti usia 25-34 tahun (19,26 persen) dan usia 17-
18 tahun (17,67 persen). Hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa masih ada sebanyak
6,16 persen wanita berumur 10 tahun ke Atas yang usia pada perkawinan pertamanya di bawah
17 tahun dan dinilai masih terlalu muda.
Tabel 6.1. Persentase Wanita Berusia 10 tahun ke Atas yang Pernah Kawin menurut Umur Perkawinan Pertama Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Usia Perkawinan Pertama
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (3) (4)
10 – 16 8,34 7,89 4,81 6,16
17 – 18 17,80 19,73 16,68 17,67
19 – 24 53,64 48,21 56,84 55,51
25 – 34 18,61 23,46 21,13 19,26
35 + 1,60 0,71 0,53 1,39
Rata-rata 21,33 21,40 21,66 21,29
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional,2011-2014
6.2. Jumlah Anak Masih Hidup
Jumlah anak yang ideal untuk program keluarga berencana (KB) tidak lagi ditargetkan
cukup 2 anak saja. Namun yang menjadi prioritas sekarang adalah penjarangan jarak kelahiran.
Tabel 6.2. menunjukkan bahwa pada tahun 2014 di Kota Padangsidimpuan, sekitar 21,82 persen
wanita berumur 10 tahun keatas yang pernah kawin mempunyai 2 orang anak yang masih hidup,
sekitar 18,78 persen yang mempunyai 4 orang anak, dan 17,01 persen dengan 3 orang anak.
Sedangkan persentase wanita berumur 10 tahun keatas yang pernah kawin mempunyai
maksimum 2 orang anak masih hidup hanya sebesar 35,35 persen. Sementara itu sekitar 4,16
persen wanita berumur 10 tahun keatas yang pernah kawin belum pernah melahirkan anak
hidup.
Berdasarkan hasil Susenas 2014, wanita berumur 10 tahun keatas dan berstatus pernah
kawin di Kota Padangsidimpuan rata-rata jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup dan masih
hidup adalah 3 sampai 4 orang anak.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
6. Fertilitas dan Keluarga Berencana
47
Tabel 6.2. Persentase Wanita Berusia 10 tahun ke Atas yang Pernah Kawin menurut Jumlah Anak di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Usia Perkawinan Pertama
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (3) (4)
0 5,64 6,99 6,26 4,16
1 13,01 12,28 11,31 9,37
2 18,97 16,04 24,47 21,82
3 15,45 21,01 20,02 17,01
4 17,44 17,66 13,39 18,78
5 10,96 12,85 9,61 10,83
6 6,45 6,53 8,96 8,28
7 6,35 3,08 3,45 3,85
8 3,29 1,97 1,36 3,15
9 1,73 0,46 0,95 1,70
10 0,71 1,13 0,22 1,04
Rata-rata 3,55 3,34 3,22 3,61
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional,2011-2014
6.3 Partisipasi Keluarga Berencana
Upaya penurunan tingkat fertilitas di Kota Padangsidimpuan telah dilakukan cukup lama.
Penurunan tersebut masih akan terus berlangsung tetapi dengan percepatan yang semakin
melambat. Pengalaman menunjukkan bahwa penurunan tingkat fertilitas dipengaruhi oleh
perubahan faktor sosial ekonomi masyarakat. Oleh karenanya, selain dikarenakan program KB,
penurunan fertilitas juga disebabkan oleh semakin tingginya tingkat pendidikan yang dicapai yang
nantinya akan mempengaruhi umur pada saat perkawinan pertama.
Pasangan suami dan isteri, dengan usia istri antara 15-49 tahun merupakan sasaran dari
program KB. Hal ini disebabkan pada usia tersebut seorang wanita sedang berada pada
kemungkinan terbesar untuk melahirkan, sehingga untuk mencapai sasaran atau tujuan yang
telah ditargetkan, perlu dilihat tentang alat/cara kontrasepsi yang digunakan para akseptor.
Berdasarkan hasil Susenas 2014 di kota Padangsidimpuan, ada 48,15 persen wanita
berumur 15-49 tahun dan berstatus kawin yang masih menggunakan/memakai alat/cara KB;
23,78 persen yang tidak menggunakan lagi dan 28,06 persen yang tidak pernah menggunakan.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
6. Fertilitas dan Keluarga Berencana
48
Tabel 6.3. Persentase Wanita Berusia 15-49 tahun ke Atas yang Pernah Kawin menurut Partisipasi KB Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Usia Perkawinan Pertama
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (3) (4)
Masih ber-KB 40,75 38,60 50,48 48,15
Tidak Menggunakan Lagi 23,76 32,05 21,48 23,78
Tidak Pernah Menggunakan 35,49 29,35 28,04 28,06
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional,2011-2014
Dari persentase wanita usia 15-49 tahun yang sedang menggunakan/memakai alat/cara
KB tersebut di tahun 2014 jika dirinci menurut alat/cara yang digunakan masing-masing adalah
suntik (54,57 persen), pil KB (14,42 persen) tradisional 14,36 persen, IUD/AKDR/Spiral (8,71
persen), dan susuk KB (5,15 persen). Tingginya persentase pemakaian alat/cara suntik secara
keseluruhan, disebabkan karena alat/cara tersebut sangat disukai dan mudah pemakaiannya.
Tabel 6.4. Persentase Wanita Berusia 15-49 tahun ke Atas yang Pernah Kawin menurut Alat/Cara KB Yang Digunakan di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Usia Perkawinan Pertama
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (3) (4)
MOW/Tubektomi 1,88 5,56 0,74 2,51
MOP/Vasektomi 0,23 0,00 0,00 0,00
IUD/AKDR/Spiral 8,57 6,36 8,61 8,71
Suntik 52,02 54,11 62,35 54,57
Susuk/Norplan Implan 14,46 7,67 10,62 5,15
Pil KB 17,51 21,50 9,41 14,42
Kondom 4,26 2,24 0,49 0,00
Intravag 0,00 0,00 0,00 0,00
Alat Modern Lainnya 0,79 0,00 0,63 0,28
Tradisional 0,28 2,57 7,16 14,36
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional,2011-2014
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
7. Kemiskinan dan IPM
50
KEMISKINAN DAN IPM 7.1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah yang terjadi pada seluruh negara yang tidak pernah dapat
diselesaikan secara tuntas, khususnya pada negara-negara berkembang. Indonesia sebagai salah
satu negara berkembang senantiasa dihadapkan dengan peliknya kemiskinan ini. Secara
ekonomi, kemiskinan merupakan suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang dialami
seseorang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal hidupnya. Terjadinya
kemiskinan ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain yaitu:
tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, kondisi geografis
dan lainnya. Selanjutnya standar kehidupan atau kebutuhan minimal itu juga berbeda antara satu
daerah dengan daerah lainnya, tergantung kebiasaan/adat, fasilitas transportasi dan distribusi
serta letak geografisnya.
Kebutuhan minimal tersebut meliputi kebutuhan untuk makanan terutama energi kalori
sehingga memungkinkan seseorang bisa bekerja untuk memperoleh pendapatan serta kebutuhan
minimal non-makanan yang harus dipenuhi. Penentuan batas garis kemiskinan yang dilakukan
oleh BPS mengacu pada kebutuhan minimal yang setara dengan kebutuhan energi sebesar 2.100
kilo kalori (kkal) per kapita per hari, ditambah dengan kebutuhan minimun non makanan. Patokan
2.100 kilo kalori ditentukan berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yang
menyatakan hidup sehat rata-rata setiap orang harus mengkonsumsi makanan minimal setara
2.100 kilo kalori per kapita per hari.
Tabel 7.1.Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, dan Garis Kemiskinan di Padangsidimpuan, 2011-2013
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
Jumlah penduduk Miskin (000Rp) 19,52 19,2 18,4 17,65
Persentase Penduduk Miskin 10,08 9,6 9,04 8,52
Garis kemiskinan 282.565 292.197 300,280 304.508
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional September, 2011-2014
Berdasarkan hasil Susenas, jumlah dan persentase penduduk miskin di Padangsidimpuan
menunjukkan kecenderungan penurunan. Pada tahun 2010 persentase penduduk miskin di
Padangsidimpuan sebesar 10,53 persen kemudian turun menjadi 10,08 persen pada tahun 2011.
Angka ini kembali turun masing-masing menjadi 9,6 % ; 9,04 % ; 8,52 % pada tahun 2012-2014.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
7. Kemiskinan dan IPM
51
Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, indikator lainnya yang juga sangat
penting untuk melihat kemiskinan di suatu daerah adalah kedalaman dan keparahan
kemiskinannya. kedalaman kemiskinan menggambarkan gap atau rata-rata selisih pengeluaran
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, sedangkan keparahan kemiskinan menunjukkan
variasi selisih pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Berdasarkan data pada
Tabel 7.1. pada tahun 2014, indeks kedalaman kemiskinan di Padangsidimpuan terus
menunjukkan penurunan.
Tabel 7.2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Padangsidimpuan, 2011-2013
Indeks 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) 1,44 1,03 0,90 0,90
Indeks keparahan kemiskinan (P2) 0,38 0,24 0,14 0,14
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional September, 2011-2014
7.2. Pembangunan Manusia
IPM merupakan indikator komposit tunggal yang mengukur tiga dimensi pokok
pembangunan manusia. Indeks ini dinilai mampu mencerminkan status kemampuan dasar (basic
capabilities) penduduk. ketiga kemampuan dasar itu adalah umur panjang dan sehat,
9,77
10,5310,08
9,69,04
8,52
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 7.1. Trend Persentase Penduduk MiskinPadangsidimpuan, 2009-2013
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
7. Kemiskinan dan IPM
52
berpengetahuan dan berketerampilan, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk
mencapai standar hidup layak.
Konsep pembangunan manusia berbeda dengan pembangunan yang memberikan
perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi, dengan diasumsikan bahwa pertumbuhan
ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Fakta menunjukkan bahwa banyak daerah
yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup baik namun memiliki kualitas pembangunan
manusia yang rendah. Hal ini mungkin terjadi karena tingkat pertumbuhan PDRB yang tinggi di
suatu daerah tersebut belum tentu dinikmati langsung oleh masyarakatnya.
Untuk melihat perkembangan IPM di kabupaten/kota, maka tingkatan status pembangunan
manusia dibedakan 4 kriteria yaitu tinggi, menengah atas, menengah bawah dan rendah. Jika
status pembangunan manusia masih berada pada kriteria rendah, hal ini mengindiaksikan kinerja
pembangunan manusia daerah tersebut masih memerlukan perhatian khusus untuk mengejar
ketinggalannya. Begitu juga jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria
menengah, berarti pembangunan manusia masih perlu ditingkatkan.
Tabel 7.3. Tingkatan Status dan Kriteria Pembangunan Manusia
Tingkatan Status Kriteria
(1) (2)
Rendah IPM < 50
Menengah bawah 50 ≤ IPM < 66
Menengah atas 66 ≤ IPM < 80
Tinggi IPM ≥ 80
Sumber: Laporan Pembangunan Manusia
Selama periode 1990-1996 kualitas pembangunan manusia di Padangsidimpuan terus
meningkat dan berada pada status menengah atas. Kondisi sebaliknya terjadi pada tahun 1999,
pengaruh krisis di segala sektor kehidupan telah mengakibatkan menurunnya kualitas manusia
secara nasional dan termasuk Padangsidimpuan. Pada tahun 1999 kualitas pembangunan
manusia Kota Padangsidimpuan mengalami kemunduran bahkan keterpurukan sehingga lebih
buruk dibanding tahun 1996. Hal ini dapat terlihat dari nilai IPM Kota Padangsidimpuan pada
tahun 1999 hanya 66,6. Kondisi tersebut disebabkan daya beli masyarakat Padangsidimpuan
sebagai salah satu komponen IPM jatuh terpuruk.
Kualitas pembangunan manusia di Padangsidimpuan menunjukkan peningkatan sejak
tahun 2010. Pada tahun 2010, IPM Padangsidimpuan mencapai 70,23 dan pada tahun 2014
menjadi 71,88.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
7. Kemiskinan dan IPM
53
Sejak tahun 1990 seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara, status pembangunan
manusianya telah berada pada kualitas menengah. Peningkatan IPM terus terjadi sejak tahun
2004, namun hingga tahun 2014, IPM Padangsidimpuan belum mencapai tingkat status tinggi,
IPM Padangsidimpuan masih berada dibawah 80.
70,2
71,171,4 71,7
71,9
64
66
68
70
72
74
2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 7.2. Perbandingan IPM Padangsidimpuan, 2010-2014
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
8. Pola dan Taraf Konsumsi
55
POLA DAN TARAF KONSUMSI
8.1. Pola Konsumsi
Pola konsumsi penduduk merupakan salah satu indikator sosial ekonomi masyarakat yang
sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan setempat. Budaya setempat dan perilaku
lingkungan akan membentuk pola kebiasaan tertentu pada sekelompok masyarakat di mana
mereka berada. Dengan menggunakan data pengeluaran dapat diungkapkan tentang pola
konsumsi rumah tangga secara umum menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk
makanan dan non makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna
menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk, makin rendah persentase pengeluaran untuk
makanan terhadap total pengeluaran makin membaik tingkat kesejahteraan penduduk.
Pola pengeluaran rumah tangga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan. Semakin
tinggi tingkat pendapatan, semakin tinggi pengeluaran bukan makanan. Pergeseran pola
pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan umumnya rendah,
sebaliknya untuk bukan makanan pada umumnya tinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok
penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan
pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan atau
menabung. Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk
mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, dan perubahan komposisinya digunakan sebagai
petunjuk perubahan tingkat kesejahteraan.
Berikut merupakan tabel persentase penduduk dengan golongan pengeluaran perkapita
sebulan kota Padangsidimpuan 2011-2014.
Tabel 8.1. Persentase Penduduk Menurut Golongan Pengeluaran Perkapita Sebulan Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2011-2014
Golongan Pengeluaran Per Kapita Sebulan
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
<200.000 1,82 0,32 0,07 1,12
200.000-299.999 13,94 9,54 2,10 3,93
300.000-399.999 15,85 16,54 15,53 11,65
400.000-499.999 14,07 15,69 21,62 14,58
>500.000 54,32 57,90 60,68 68,72
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
8. Pola dan Taraf Konsumsi
56
Pada tabel 8.1 terlihat bahwa persentase penduduk dengan golongan pengeluaran per
kapita sebulan paling tinggi (>500.000 rupiah) terus meningkat dari tahun 2011-2014. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tingginya tingkat kebutuhan konsumsi masyarakat yang antara lain
disebabkan oleh kenaikan harga komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Pada Tabel 8.2. disajikan data pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk makanan dan
bukan makanan tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Dari tabel tersebut terlihat bahwa rata-
rata pengeluaran per kapita penduduk Padangsidimpuan setiap tahunnya menunjukkan
peningkatan, yaitu dari 127.339 rupiah pada tahun 2000 meningkat menjadi 671.551 rupiah pada
tahun 2013. Jika dilihat persentase pengeluaran bukan makanan menunjukkan kecenderungan
meningkat yang berarti bahwa seiring peningkatan pendapatan masyarakat berimbas pada
perubahan pola konsumsinya.
Tabel 8.2. Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Makanan dan Bukan Makanan
Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Tahun Makanan Bukan Makanan Jumlah
Rupiah % Rupiah % Rupiah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2011 383.572 53,45 334.022 46,55 717.595 100,00
2012 385.963 54,27 325.282 45,73 711.245 100,00
2013 414.301 56,65 316.996 43,35 731.297 100,00
2014 425.791 54,70 352.572 45,30 778.363 100,00
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2011-2014
Persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran rumah tangga di
daerah perdesaan seharusnya lebih besar dibandingkan dengan daerah perkotaan. Keadaan ini
menunjukkan bahwa penduduk di daerah perdesaan masih cenderung menggunakan
pendapatan rumah tangganya untuk keperluan konsumsi makanan. Sedangkan di daerah
perkotaan, porsi untuk konsumsi makanan sudah mulai dialihkan kepada keperluan lain di luar
konsumsi makanan. Ini merupakan salah satu indikator bahwa kesejahteraan masyarakat di
daerah perkotaan relatif lebih baik dibanding di perdesaan.
Persentase pengeluaran untuk makanan di Padangsidimpuan relatif lebih tinggi
dibandingkan pengeluaran untuk bukan makanan. Tahun 2014 persentase pengeluaran perkapita
untuk non makanan penduduk Padangsidimpuan adalah 45,30 % dari total pengeluaran
perkapita. Hal ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2011 yang sebesar 46,55 % dari
total pengeluaran perkapita.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
9. Ketenagakerjaan
58
KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan merupakan permasalahan dan isu yang kompleks serta terus berkembang
yang tidak hanya menjadi masalah daerah namun telah menjadi masalah nasional bahkan
internasional. Permasalahan ketenagakerjaan yang terus menjadi perhatian di antaranya adalah
tingginya tingkat pengangguran, rendahnya perluasan kesempatan kerja yang terbuka serta
rendahnya kompetensi dan produktivitas tenaga kerja. Oleh sebab itu pembangunan
ketenagakerjaan dititikberatkan pada tiga masalah pokok, yakni perluasan dan pengembangan
lapangan kerja, peningkatan kualitas dan kemampuan tenaga kerja serta perlindungan tenaga
kerja.
Secara teori, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang mampu bekerja
memproduksi barang dan jasa. Pada analisis ketenagakerjaan ini digunakan batasan bahwa
penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang terdiri dari angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (economically active) didefinisikan bagian dari
tenaga kerja yang benar-benar siap bekerja untuk memproduksi barang dan jasa. Mereka yang
siap bekerja ini terdiri dari yang benar-benar bekerja dan pengangguran. Tenaga kerja yang
termasuk kedalam bukan angkatan kerja (uneconomically active) adalah mereka yang bersekolah,
mengurus rumah tangga, penerima pendapatan (pensiunan) dan lain-lain.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia termasuk di Kota Padangsidimpuan diperkirakan
akan semakin kompleks. Indikasi ini terlihat di samping pertambahan penduduk usia kerja setiap
tahunnya yang terus meningkat sebagai implikasi dari jumlah penduduk yang cukup besar disertai
struktur umur yang cenderung mengelompok pada usia muda juga masih tingginya angka
pengangguran terutama pengangguran terbuka.
Untuk memberikan gambaran mengenai ketenagakerjaan di Kota Padangsidimpuan dalam
bagian ini akan disajikan kondisi ketenagakerjaan dilihat dari penduduk usia kerja, dan Tingkat
Partisipasi Angkatan kerja (TPAK), dan tingkat penganggguran. Selain itu, disajikan pula secara
singkat indikator-indikator ketenagakerjaan yang meliputi, status pekerjaan, lapangan pekerjaan,
jenis pekerjaan, serta jam kerja.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
9. Ketenagakerjaan
59
Tabel 9.1. Jumlah dan Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Seminggu yang Lalu di Padangsidimpuan, 2011-2014
Kegiatan 2011 2012 2013 2014
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Angkatan kerja 88.636 69,45 94.425 73,41 87.214 65,02 99.131 70,23
- Bekerja 80.830 63,33 85.837 66,73 81.287 60,60 92.893 65,81
- Pengangguran 7.806 6,12 8.588 6,68 5.927 4,42 6.238 4,42
,
Bukan Angkatan kerja 38.991 30,55 34.208 26,59 46.926 34,98 42.020 29,77
. . .
Jumlah 127.627 100 128.633 100 134.140 100 141.151 100
T P A K (%) 69,45 73,41 65,02 70,23
TPT (%) 8,81 9,10 6,80 6,29
Sumber: Sakernas Agustus 2011-2014
9.1. Tingkat Partisipasi Angkatan kerja (TPAK)
Pada tahun 2014, jumlah penduduk usia kerja di Padangsidimpuan adalah 141.151 orang
yang terdiri dari 99.131 angkatan kerja dan sisanya sebanyak 42.020 orang termasuk bukan
angkatan kerja. Selanjutnya TPAK merupakan indikator yang mampu menggambarkan sejauh
mana peran angkatan kerja di suatu daerah. Semakin tinggi nilai TPAK semakin besar pula
keterlibatan penduduk usia kerja dalam pasar kerja.
TPAK Padangsidimpuan tahun 2014 adalah sebesar 70,23 persen, artinya bahwa pada
tahun 2014 sebanyak 70,23 persen penduduk usia kerja di Padangsidimpuan siap terjun dalam
pasar kerja baik itu bekerja atau mencari kerja/mempersiapkan usaha atau dengan kata lain
berstatus sebagai penggangguran.
Jika dilihat perkembangannya, tingkat partisipasi angkatan kerja di Padangsidimpuan
menunjukkan kecenderungan naik turun. Pada tahun 2011, TPAK Padangsidimpuan 69,45 persen,
kemudian naik menjadi 73,41 persen pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 menurun menjadi
65,02 persen dan pada tahun 2014 meningkat kembali menjadi 70,23 persen. Namun jika dilihat
berdasarkan jenis kelamin dapat disimpulkan bahwa TPAK perempuan selalu lebih kecil daripada
TPAK laki-laki. Perbedaan ini disebakan karena perempuan cenderung kurang memilik akses
untuk memasuki dunia kerja yang kemungkinan karena sebagian besar perempuan usia produktif
berada pada posisi sebagai ibu rumah tangga.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
9. Ketenagakerjaan
60
9.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Pengangguran yang dianggap paling serius untuk diatasi adalah pengangguran terbuka,
yaitu angkatan kerja yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang mencari/mempersiapkan
pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka tahun 2014 di Padangsidimpuan sebesar 6,29 persen.
Angka ini menurun dibanding tahun 2013 dan 2012 yang masing-masing sebesar 6,80 persen dan
9,10 persen. kecenderungan menurunnya tingkat pengangguran terbuka ini tentunya sinyal positif
bagi kesejahteraan di Padangsidimpuan yang pada akhirnya akan dapat berakibat pada
menurunnya kerawanan sosial.
Pada umunya TPT di daerah kota memiliki TPT relatif tinggi dan umumnya diatas atau
mendekati 10 persen, sebaliknya di daerah kabupaten umumnya rendah. Hal ini dapat dipahami
bahwa di kabupaten pada umumnya merupakan daerah pertanian, dan tidak sulit untuk bekerja
walaupun hanya sebagai pekerja keluarga. Berbeda di kota dengan tingkat pendidikan yang relatif
lebih tinggi, penduduk usia kerja umumnya lebih selektif untuk mencari pekerjaan, selain karena
sudah terbatasnya lahan pertanian.
9.3. Karakteristik Penduduk Bekerja
9.3.1. Lapangan Pekerjaan
Sektor pertanian masih merupakan sektor yang sangat dominan bagi perekonomian
maupun penyerapan tenaga kerja di Padangsidimpuan. Perkembangan 7 tahun terakhir
menunjukkan bahwa sektor pertanian masih mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja. Pada
tahun 2007 sebanyak 47,60 persen penduduk Padangsidimpuan bekerja di sektor
agriculture/pertanian, kemudian diikuti sektor service (angkutan, perdagangan, keuangan dan
jasa) sebesar 39,41 persen dan sisanya 12,98 persen pada sektor manufacture
80,8986,57
74,3980,56
59,00 61,4156,48
60,75
69,4573,41
65,0270,23
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
2011 2012 2013 2014
%Grafik 5.1. Perkembangan TPAK Padangsidimpuan, 2011-2014
Laki-Laki Perempuan Laki+ Perempuan
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
9. Ketenagakerjaan
61
(pertambangan/penggalian, industri, listrik gas dan air serta bangunan) seperti yang terlihat pada
Grafik 9.1.
Pada tahun 2013 kondisinya relatif sama, yaitu pertanian masih mendominasi walaupun
menunjukkan penurunan yaitu 42,41 persen, diikuti sektor service sebesar 37,39 persen serta
sektor manufacture sebesar 20,20 persen. Besarnya peran sektor pertanian dalam perekonomian
Padangsidimpuan karena Padangsidimpuan memiliki potensi pertanian tanam pangan,
peternakan, perkebunan, kehutanan dan perikanan karena didukung oleh lahan yang cukup luas
dan subur.
Informasi pada lampiran Tabel 24 menunjukkan bahwa pertanian mendominasi lapangan
pekerjaan di seluruh kabupaten kecuali Kabupaten Deli Serdang yang didominasi sektor service.
Demikian juga untuk daerah perkotaan, sektor service sangat dominan utamanya perdagangan
dan jasa kecuali Kota Gunungsitoli yang masih didominasi sektor pertanian.
9.3.2. Status Pekerjaan
Status pekerjaan dibedakan menjadi 6 macam, yaitu berusaha sendiri, berusaha dengan
dibantu buruh tidak tetap, berusaha dibantu dengan buruh tetap, buruh/karyawan, pekerja bebas
serta pekerja keluarga. Klasifikasi status pekerjaan ini bermanfaat terutama untuk
membandingkan proporsi penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan tersebut.
Pada umumnya pekerja keluarga, pengusaha tanpa buruh dan pengusaha dengan bantuan
pekerja keluarga lebih menonjol pada sektor dan jenis pekerja yang relatif ‘tradisional’.
Sedangkan sektor dan jenis yang relatif modern, lebih banyak buruh atau karyawan dan
pengusaha dengan buruh tetap. Pekerja keluarga biasanya mengelompok pada sektor-sektor
pertanian, terutama di kalangan perempuan dan penduduk laki-laki berusia muda.
0 20 40 60 80 100
2011
2012
2013
2014
23,1
22,01
21,53
21,86
3,97
8,22
4,61
6,76
30,88
33,03
32,61
27,54
24,94
22,54
24,7
26,92
17,11
14,20
16,55
16,92
Grafik 9.1. Persentase Penduduk Bekerja di Padangsidimpuan menurut Lapangan Usaha, 2011-2014
Pertanian
Industri
Perdagangan Besar, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
Lainnya
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
9. Ketenagakerjaan
62
Pada umumnya penduduk Padangsidimpuan yang bekerja sebagai buruh/karyawan. Grafik
9.2. menunjukkan bahwa pada tahun 2014 sebanyak 39,16 persen pekerja di Padangsidimpuan
berstatus buruh/karyawan, kemudian diikuti pekerjaberusaha sendiri 21,55 persen dan 15,61
persen pekerja keluarga/pekerja tak dibayar.
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
2011
2012
2013
2014
23,33
20,09
23,44
21,55
15,37
17,12
13,48
14,39
4,94
4,79
5,56
3,99
38,51
34,07
36,47
39,16
3,77
5,67
4,54
5,29
14,08
18,27
16,50
15,61
Grafik 9.2. Persentase Penduduk Bekerja di Padangsidimpuan menurut Status Pekerjaan Utama, 2011-2014
Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap
Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan/Pegawai
Pekerja bebas di pertanian dan non pertanian Pekerja Tak Dibayar
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
10. Perumahan
64
PERUMAHAN
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia yang
berperan secara strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu
upaya membanguna manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri dan produktif. Oleh
karena itu, kebutuhan dasar akan rumah tempat tingal dengan lingkungan sekitarnya yang baik
dans ehat merupakan kebutuhan yang penting untuk dipenuhi.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman sebagai
penganti dari Undang-Undang No. 4 tahun 1992 yang mencantumkan bahwa salah satu tujuan
diselenggarakannya perumahan dan kawasan permukiman yaitu untuk menjamin terwujudnya
rumah layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana,
terpadu dan berkelanjutan. Oleh karena itu, penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman menjadi tugas bagi negara yang penyelenggaraan pembinaannya dilaksanakan oleh
pemerintah.
Manusia dan lingkungannya baik fisik maupun sosial merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Lingkungan fisik dapat berupa alam sekitar yang alamiah dan juga buatan. Untuk
melindungi diri dari kondisi alam, manusia berusaha membuat tempat perlindungan yang dikenal
dengan rumah atau tempat tinggal. Oleh sebab itu selain sandang dan pangan, papan
(perumahan) juga merupakan kebutuhan pokok manusia. Sampai saat ini permintaan rumah
terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Di pihak lain, terbatasnya lahan untuk
permukiman dan penawaran perumahan hanya dapat dijangkau oleh golongan masyarakat
tertentu. Hal ini merupakan kendala bagi sebagian besar masyarakat golongan menengah ke
bawah dalam memenuhi kebutuhan perumahannya sehingga menyebabkan banyak rumah
tangga menempati rumah yang kurang layak, baik dipandang dari segi kesehatan maupun
kepadatan penghuninya.
Secara umum, kualitas rumah tinggal menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu rumah
tangga, yaitu ditentukan oleh fasilitas rumah yang ada. Berbagai fasilitas yang mencerminkan
kesejahteraan rumah tangga tersebut di antaranya terlihat dari luas lantai, sumber air minum,
fasilitas tempat buang air besar dan lainnya. Demikian pula letaknya yang mudah untuk
menjangkau fasilitas lingkungan seperti sekolah, tempat berobat, pasar dan tempat rekreasi.
Dengan kondisi semacam ini, keadaan perumahan beserta lingkungannya dapat menggambarkan
tingkat kesejahteraan rumah tangga dan juga tingkat kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
10. Perumahan
65
10.1 Kondisi Rumah
Salah satu hal yang dapat dijadikan gambaran kondisi kesejahteraan penduduk dari sisi
perumahan adalah status kepemilikan rumah. Status kepemilikan rumah merupakan salah satu
indikator perumahan yang menunjukkan penguasaan rumah tangga terhadap rumah yang
ditempatinya.
Dari tahun 2011-2014 lebih dari lima puluh persen rumah tangga yang ada di
Padangsidimpuan mendiami rumah milik sendiri, dan sekitar dua puluh lima persen rumah tangga
masih menyewa/mengontrak, sedangkan sisanya mendiami rumah dinas/bebas sewa/rumah
orang tua/famili dan lainnya. Persentase rumah tangga yang menyewa/mengontrak masih cukup
besar sehingga perlu mendapat perhatian. Mereka yang masih menyewa/mengontrak adalah
rumah tangga baru atau mereka yang belum mampu memiliki rumah sendiri karena keterbatasan
pendapatannya.
Tingkat kelayakan kondisi tempat tinggal seseorang dapat dilihat dari kondisi rumah
tinggalnya. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kelayakan rumah
antara lain jenis lantai (bukan tanah), jenis dinding (tembok) dan jenis atap (asbes/seng/genteng).
ketiga indikator ini dianggap mempengaruhi keadaan kesehatan anggota rumah tangga yang juga
berdampak pada tingkat kesejahteraannya. Secara umum, semakin besar persentase nilai
indikator tersebut berarti semakin tinggi pula tingkat kesejahteraannya.
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
2011
2012
2013
2014
56,92
58,11
56,40
58,07
30,50
26,14
24,68
25,61
12,58
15,75
18,92
16,32
Grafik 10.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Status Kepemilikan Tempat tinggal di Padangsidimpuan, 2011-2014
Milik Sendiri Kontrak/Sewa Lainnya
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
10. Perumahan
66
Tabel. 10.1. Kondisi Perumahan di Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Rata-rata luas lantai perkapita (M2) 17,36 12,18 19,78 18,4
2. Rumah tangga dengan lantai bukan tanah (%) 98,32 99,38 99,25 100
3. Rumah tangga dengan dinding rumah Tembok (%) 58,53 58,29 63,09 59,85
4. Rumah tangga dengan atap beton, genteng, sirap dan seng (%) 99,07 99,32 100 100
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2011-2014
Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi perumahan di Padangsidimpuan
menunjukkan perbaikan. Hal ini diperlihatkan dengan semakin meningkatnya indikator kualitas
perumahan. Indikator pertama yang dapat dilihat adalah luas lantai per kapita. Luas lantai dapat
digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat karena
merupakan salah satu aspek yang dapat menggambarkan keadaan suatu tempat tinggal. Luas
lantai terkait dengan tingkat penghasilan rumah tangga, karena harga tanah yang semakin mahal
saat ini. Semakin luas lantai suatu rumah tangga, maka semakin tinggi pula tingkat ekonomi
rumah tangga. Pada tahun 2014 rata-rata rumah tangga di Padangsidimpuan memiliki luas lantai
per kapita sekitar 18,4 m2, meningkat dibanding tahun 2011 dan 2012 yang masing-masing
sebesar 17,36 m2 dan 12,18 m2 akan tetapi sedikit menurun dibanding tahun 2013 yang sebesar
19,78 m2 .
Selain luas lantai, jenis lantai terluas merupakan indikator kesejahteraan. Jenis lantai
terbuat dari tanah tentunya tidak memenuhi syarat kesehatan, karena dapat menjadi
bersarangnya kuman-kuman penyakit. Pada tabel 10.1 diketahui bahwa pada tahun 2014 rumah
tangga di Kota Padangsidimpuan seluruhnya sudah tinggal di rumah dengan lantai bukan tanah.
Kondisi ini merupakan kabar gembira bagi pemerintah kota Padangsidimpuan karena
menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat kota Padangsidimpuan.
Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kelayakan hunian sebuah
rumah adalah jenis dinding dan atap. Pada tahun 2014, sekitar 59,85 persen rumah tangga tinggal
di rumah dengan dinding tembok. Selain tembok bahan lain yang cukup dominan adalah kayu
yakni sekitar 38,78 persen. Pada tabel 10.1 juga terlihat bahwa di tahun 2013 dan 2014, seluruh
rumah tangga sudah tinggal di rumah dengan atap seng, beton dan genteng.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
10. Perumahan
67
10.2. Fasilitas Rumah
Rumah yang layak tidak hanya dilihat dari kondisinya tapi juga dari ketersediaan fasilitas
penunjang perumahan yang utama di antaranya adalah sumber penerangan utama yang
digunakan, kepemilikan fasilitas air minum, dan kepemilikan fasilitas jamban sendiri dengan
tangki septik. Fasilitas perumahan yang digunakan oleh rumah tangga dapat mencerminkan
tingkat kesehatan rumah beserta lingkungannya. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, rumah
tangga pengguna listrik semakin meningkat. Pada tahun 2014 sebanyak 99,54 persen rumah
tangga di Padangsidimpuan menggunakan listrik baik PLN maupun non PLN dan ini meningkat
dibanding tahun 2011, 2012 dan 2013 yang masing-masing sebesar 96,45; 98,7; dan 98,28
persen).
Tabel 10.2. Kondisi Fasilitas Rumah di Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Persentase rumah tangga dengan sumber penerangan listrik (%) 96,45 98,7 98,28 99,54
2. Rumah tangga yang memiliki fasilitas air minum sendiri (%) 65,94 67,27 74,13 62,48
3. Rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri (%) 62,98 70,59 66,63 68,36
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2011- 2014
Selanjutnya dari aspek sumber air minum, dapat dikatakan kondisinya masih jauh dari ideal.
Hal ini ditunjukkan, hanya sekitar dua per tiga rumah tangga di Padangsidimpuan yang memiliki
fasilitas air minum sendiri, sedangkan sisanya menggunakan secara bersama-sama bahkan tidak
memiliki. Demikian juga halnya dengan aspek ketersediaan fasilitas buang air besar (jamban),
hanya sekitar dua pertiga rumah tangga di Padangsidimpuan yang memiliki fasilitas jamban
sendiri, sedangkan sisanya menggunakan secara bersama-sama bahkan tidak memiliki. Selain
fasilitas kelayakan rumah dari aspek air minum dapat dilihat dari sumbernya karena kualitas air
yang digunakan terkait erat dengan tingkat kesehatan. Dibanding dengan sumber air lainnya, air
kemasan merupakan sumber air yang paling baik kualitasnya kemudian diikuti dengan air ledeng.
Pada tahun 2014 sebagian besar rumah tangga di Padangsidimpuan menggunakan sumber
air minum dari sumur yaitu mencapai 38,28 persen, air kemasan 28,77 persen dan ledeng 18,54
persen. Sumber air minum dari sumur masih merupakan sumber terbesar mengindikasikan
bahwa fasilitas air ledeng belum mencapai keseluruhan masyarakat. Hal ini menjadi perhatian
serius pemerintah kota Padangsidimpuan untuk terus meningkatkan tersedianya fasilitas air
bersih untuk masyarakat.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
10. Perumahan
68
Tabel 10.3. Persentase Rumah Tangga di Padangsidimpuan menurut Sumber Air Minum, 2011-2014
Sumber Air Minum 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Air kemasan 15,16 22,85 40,00 28,77
2. Ledeng 20,98 22,61 19,90 18,54
3. Sumur 57,66 40,05 36,16 38,28
4. Mata Air 6,20 11,70 3,65 14,25
5. Lainnya 0,00 2,79 0,29 0,16
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2011-2014
Selain sumber air minum dan listrik, fasilitas rumah lainnya yang sangat penting adalah
tempat buang air besar. Tempat buang air besar yang memenuhi syarat kesehatan adalah yang
menggunakan tangki septik sehingga limbah manusia tersebut tidak mencemari lingkungan,
terutama sumber air minum (pada sumur pompa atau sumur). Oleh karena itu tempat
penampungan akhir sangat penting bagi kesehatan lingkungan. Pada tahun Tangki septik
merupakan pilihan terbanyak rumah tangga di Padangsidimpuan yaitu sebesar 45,26 persen,
kemudian sungai yaitu sebesar 34,31, lainnya 15,20 persen, dan kolam/sawah 5,22 persen.
Tabel 10.4. Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Penampungan Akhir Kotoran dan Daerah Tempat Tinggal di Padangsidimpuan, 2011-2014
Tempat penampungan kotoran/tinja
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Tangki 45,47 52,18 60,92 45,26
2. Kolam/sawah 5,88 2,96 2,17 5,22
3. Sungai/Danau/Laut 38,22 37,92 33,60 34,31
4. Lainnya 10,43 6,94 3,30 15,20
J u m l a h 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional,2011- 2014
Jika dilihat dari status kepemilikan fasilitas tempat buang air besar, sebagian besar rumah
tangga di Padangsidimpuan sudah mempunyai fasilitas sendiri. Namun, penggunaan fasilitas
buang air besar bersama/umum/lainnya masih cukup tinggi dan perlu menjadi perhatian serius
pemerintah kota Padangsidimpuan.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
10. Perumahan
69
62,98
7,7812,25
16,99
70,59
3,88 12,59 12,94
66,63
5,77
13,46 14,14
68,36
4,39 10,3516,89
Sendiri Bersama Umum Lainnya
Gambar 10.3. Persentase Rumah Tangga menurut Kepemilikan Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Padangsidimpuan, 2011-2014
2011
2012
2013
2014
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
11. Pekerjaan Umum
71
PEKERJAAN UMUM
Urusan/bidang Pekerjaan Umum melaksanakan pelayanan publik yang bersifat
infrastuktur (fisik). Suatu fasilitas wilayah atau infrastruktur menunjang daya saing daerah dalam
hubungannya dengan ketersediaan (availability) dalam mendukung aktivitas ekonomi daerah di
berbagai sektor di daerah dan antar-wilayah.Melihat kondisi daerah kota Padangsidimpuan
terkait dengan urusan pekerjaan umum salah satunya dapat dilihat dari indikator kinerja antara
lain proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik, dan rasio jaringan irigasi.
11.1 Proporsi Panjang Jalan dalam Kondisi Baik
Salah satu kebutuhan masyarakat yang sangat krusial adalah tersedianya jalur transportasi
berupa jaringan jalan yang baik. Kebutuhan jalan memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun terhadap kondisi sosial budaya kehidupan
masyarakat. Infrastruktur jalan yang baik adalah modal sosial masyarakat dalam menjalani roda
perekonomian, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa
ketersediaan infrastruktur jalan yang baik dan memadai.
Kebijakan pembangunan yang tidak bertumpu pada pengembangan terhadap
kompatibilitas dan optimalisasi potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber
daya fisik (buatan) akan sulit mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Ini sering kita alami
dengan terjadinya banjir di jalur-jalur utama ekonomi yang disebabkan oleh pembangunan yang
kurang memperhatikan kapasitas sumber daya alam sehingga fungsi sistem sungai dan drainase
tidak memadai. Ini juga telah kita alami dengan terjadinya bottle neck (jaringan jalan yang
menyempit) di berbagai jaringan transportasi yang disebabkan oleh pembangunan yang tidak
memperhatikan tata guna lahan sehingga kapasitas sumber daya fisik (buatan) tidak lagi mampu
menampung perjalanan barang dan manusia yang dihasilkan oleh tata guna lahan.
Kinerja jaringan jalan berdasarkan kondisi dapat dikategorikan dengan jalan kondisi baik,
sedang, sedang rusak, rusak dan rusak berat. Proporsi kondisi jalan baik di Kota Padangsidimpuan
terus mengalami peningkatan, di mana pada tahun 2011 proporsi jalan kondisi baik mencapai
14,90 % namun pada tahun 2014 kondisi tersebut membaik menjadi 31,98 %. Sedangkan proporsi
jalan kondisi rusak mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2011 ke 2014 yaitu dari
32,50% menjadi 27,52%. Akan tetapi proporsi jalan kondisi rusak berat mengalami peningkatan
jika dibandingkan tahun 2011 ke tahun 2014, yaitu dari 17,00 % pada tahun 2011 menjadi 18,55
% pada 2014.
Berikut secara lengkap disajikan data mengenai panjang jaringan jalan di Kota
Padangsidimpuan berdasarkan kondisi selama kurun waktu 2011-2014.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
11. Pekerjaan Umum
72
Tabel 11.1. Proporsi Panjang Jaringan Jalan Berdasarkan Kondisi Jalan
di Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Kondisi baik 80 82,5 118,69 196,69
Proporsi kondisi baik (%) 14,90 15,36 22,10 31,98
2. Kondisi rusak sedang 191,2 219,46 132,97 134,97
Proporsi kondisi rusak sedang (%) 35,61 40,87 24,76 21,95
3. Kondisi rusak 174,5 168 171,26 169,26
Proporsi kondisi rusak (%) 32,50 31,29 31,89 27,52
4. Kondisi rusak berat 91,26 67,01 114,05 114,05
Proporsi kondisi rusak berat%) 17,00 12,48 21,24 18,55
Jalan secara keseluruhan 536,96 536,97 536,97 614,97
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Padangsidimpuan
11.2 Jaringan Irigasi
Salah satu infrastruktur yang sangat diperlukan untuk peningkatan produksi pertanian
khususnya produksi beras adalah Jaringan irigasi. Jaringan irigasi diperlukan untuk pengaturan
air, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Secara
operasional jaringan irigasi dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu jaringan irigasi primer,
sekunder dan tersier.
Panjang jaringan irigasi Kota Padangsidimpuan pada tahun 20114 sepanjang 109.966,12 m
yang terdiri dari 57.679,45 m jaringan irigasi primer dan 52.286,67 jaringan irigasi sekunder.
Daerah irigasi kota Padangsidimpuan tersebar di 54 daerah saluran irigasi dengan daerah irigasi
terluas di daerah irigasI Ujung Gurap yaitu dengan saruran irigasi primer 878 m dan saluran irigasi
sekunder 7.837 m.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
12. Perhubungan dan Pariwisata
74
PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA
12.1 Perhubungan
Transportasi merupakan urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai
fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan
suatu sistem yang terdiri dari sarana dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber
daya manusia. Oleh karena itu Sarana perhubungan dan transportasi sangat mendukung
kemajuan suatu daerah. Pada tahun 2014, Kota Padangsidimpuan telah memiliki 3 unit Terminal
Penumpang kelas C.
Tabel 12.1. Sarana Perhubungan dan Transportasi di Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Terminal Penumpang
Kelas A - - - -
Kelas B - - - -
Kelas C 3 3 3 3
2. Jumlah Kenderaan Bermotor Yang Terdaftar 1.236 2.460 1.385 2.740
Mobil Penumpang 1.276 1.390 1.405 1.405
Mobil Bus 90 75 50 35
Mobil Gerobak (Barang) 870 995 1.190 1.300
3. Jumlah Kenderaan Wajib Uji
Mobil Gerobak 410 245 238 190
Mobil Bus 58 32 34 66
Mobil Penumpang 236 458 265 252
Mobil Tangki 21 33 20 25
Sumber: Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Daerah Kota Padangsidimpuan
12.2 Pariwisata
Sektor pariwisata masih sangat potensial untuk dikembangkan ke depannya. Gambaran
kondisi pariwisata Kota Padangsidimpuan secara umum dapat dilihat dari indikator sebagai
berikut:
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
12. Perhubungan dan Pariwisata
75
Tabel 12.2. Indikator Sektor Pariwisata di Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Hotel dan Akomodasi Lainnya
Jumlah Hotel Bintang 1 2 2 2
Jumlah Hotel Melati & Penginapan Lainnya 28 25 25 24
Jumlah Kamar Hotel Bintang 40 110 110 110
Jumlah Kamar Hotel Melati & Lainnya 1.057 553 538 520
Jumlah Tempat Tidur Hotel Bintang 74 178 178 178
Jumlah tempat Tidur Hotel Melati & Lainnya 1.023 940 943 924
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) 52,41 47,91 44,46 45,64
3. Jumlah Wisatawan
Asing 1.238 1.238 1.120 1.268
Nusantara 85.369 94.899 86.478 96.393
Sumber: Dinas Pemuda, Olahraga, kebudayaan, dan Pariwisata Daerah Kota Padangsidimpuan dan Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan
Pada tahun 2012 hotel bintang di Kota Padangsidimpuan bertambah menjadi dua hotel
yang terdiri dari satu hotel bintang 2 dan satu hotel bintang 3. Sedangkan, jumlah hotel melati
dan penginapan lainnya memiliki tren menurun selama kurun waktu 2011-2014. Tingkat
Penghunian Kamar (TPK) Kota Padangsidimpuan mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebesar
44,46 persen menjadi 45,64 persen pada tahun 2014. Setelah sebelumnya mengalami penurunan
dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu 52,41 persen menjadi 47,91 persen pada tahun 2012.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
13. Pertanian, Perkebunan, Perikanan, dan Peternakan
77
PERTANIAN, PERKEBUNAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN
Sektor pertanian masih menjadi salah satu andalan masyarakat Kota Padangsidimpuan
sebagai mata pencaharian utama. Gambaran umum kondisi daerah Kota Padangsidimpuan
terkait dengan urusan pertanian antara lain dapat dilihat dari indikator produktivitas tanaman
padi, palawija, sayuran, buah-buahan, dan perkebunan.
13.1 Tanaman Pangan
Perkembangan luas panen dan produksi tanaman pangan di Kota Padangsidimpuan
tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 13.1. Produksi padi di Kota Padangsidimpuan adalah sebesar
46.637 ton. Jika dilihat dalam kurun waktu 2012-2014 angka ini terus mengalami penurunan
setelah dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan.
Untuk produksi tanaman jagung tahun 2014 sebesar 1.134 ton dengan luas panen 195
ha. Nilai produksi ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan nilai produksi pada tahun
2011. Hampir sama halnya dengan luas panen tanaman jagung yang mengalami penurunan di
setiap tahunnya pada periode 2011-2014.
Tabel 13.1. Produktivitas Komoditi Tanaman Pangan
di Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Padi
Luas Panen (Ha) 8.833 11.490 10.752 9.620
Produksi (Ton) 42.438 56.771 53.033 46.637
2. Jagung
Luas Panen (Ha) 242 238 200 195
Produksi (Ton) 1.449 1.332 1.199 1.134
3. Ubi Kayu
Luas Panen (Ha) 252 154 172 168
Produksi (Ton) 7.052 4319 4371 4047
4. Kacang Tanah
Luas Panen (Ha) 97 77 82 130
Produksi (Ton) 100 81 85 133
5. Ubi Jalar
Luas Panen (Ha) 75 85 58 99
Produksi (Ton) 939 1063 726 1240
6. Kacang tanah
Luas Panen (Ha) 70 72 35 64
Produksi (Ton) 75 78 39 67
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
13. Pertanian, Peternakan, Dan Perkebunan
78
Tabel 13.1 menampilkan perkembangan Luas Panen dan Produksi untuk beberapa komoditas
tanaman pangan yaitu: padi, jagung, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, dan kacang hijau.
13.2 Tanaman Sayuran
Perkembangan luas panen dan produksi tanaman sayuran di Kota Padangsidimpuan
tahun selama kurun waktu 2011-2014 dapat dilihat pada tabel 13.2 berikut ini.
Tabel 13.2. Produktivitas Komoditi Tanaman Sayur-Sayuran
di Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Kacang Panjang
Luas Panen (Ha) 90 85 70 103
Produksi (Ton) 414,90 405,60 361,97 532,61
2. Cabe
Luas Panen (Ha) 150 165 154 191
Produksi (Ton) 2.227,50 2.427,50 803,88 997,02
3. Tomat
Luas Panen (Ha) 130 133 66 103
Produksi (Ton) 3.061,50 3.161,50 481,93 752,11
4. Terung
Luas Panen (Ha) 115 110 75 95
Produksi (Ton) 332,35 336,35 247,20 313,12
5. Buncis
Luas Panen (Ha) 65 64 35 96
Produksi (Ton) 273,00 276,00 177,20 486,04
6. Ketimun
Luas Panen (Ha) 75 78 53 87
Produksi (Ton) 638,25 649,25 812,43 1.333,62
Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Daerah Kota Padangsidimpuan
Produksi kacang panjang di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 mengalami
peningkatan menjadi 532,61 ton. Setelah sebelumnya mengalami penurunan selama kurun
waktu 2011 hingga 2013. Demikian pula untuk produksi tanaman sayuran lainnya seperti cabe,
tomat, terung, buncis dan ketimun mengalami peningkatan pada tahun 2014 masing-masing
sebesar 997,02 ton, 752,11 ton, 313,12 ton, 486,04 ton dan 1.333,62 ton.
Komoditi tanaman sayuran yang mengalami peningkatan produktivitas selama kurun waktu
2011-2014 antara lain kacang panjang, terung, buncis dan ketimun. Sedangkan, komoditas cabe
dan tomat mengalami penurunan produktivitas yang cukup signifikan pada tahun 2013.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
13. Pertanian, Perikanan, Perkebunan, dan Peternakan
79
13.3 Tanaman Buah
Produksi komoditi tanaman buah-buahan di Kota Padangsidimpuan tahun selama kurun
waktu 2011-2014 dapat dilihat pada tabel 13.3 berikut ini.
Tabel 13.3. Produksi Komoditi Tanaman Buah-Buahan
di Padangsidimpuan, 2011-2014
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Mangga 2.350 2.350 2.420 2.360
2. Durian 765 765 780,35 775,40
3. Jambu Biji 680 680 695,40 590
4. Pepaya 380 380 406,45 390,50
5. Pisang 350 350 330,35 310,20
6. Salak 10.220 10.220 10.230 10.150
Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Daerah Kota Padangsidimpuan
Di Kota Padangsidimpuan, buah salak merupakan komoditi dengan jumlah produksi paling
besar. Selama tahun 2011-2014 produksinya mengalami fluktuasi tetapi perubahannya tidak
terlalu signifikan.
13.4 Tanaman Perkebunan
Tanaman karet mengalami penurunan produksi yang cukup signifikan pada tahun 2013
dan 2014 yaitu dari 1.119,52 ton menjadi 413 ton. Demikian juga untuk tanaman kelapa sawit
dan kulit manis, jumlah produksinya menurun signifikan dalam kurun tahun 2012-2013.
Sedangkan, komoditi kelapa dan cokelat mengalami kenaikan jumlah produksi yang cukup
signifikan yaitu masing-masing sebesar 1.144,29 ton dan 108,46 ton pada tahun 2014.
Tabel 13.4. Produksi Komoditi Tanaman Perkebunan Rakyat
di Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Karet
Luas Tanam (Ha) 2.017,00 2.003,00 1.031,10 1.119,10
Produksi (Ton) 1.026,52 1.119,52 413,00 371,70
2. Kelapa Sawit
Luas Tanam (Ha) 46,00 46,00 49,00 47,00
Produksi (Ton) 150,50 150,50 53,20 37,25
3. Kelapa
Luas Tanam (Ha) 427,00 427,00 434,00 475,00
Produksi (Ton) 1.072,77 1.061,10 1.090,20 1.144,29
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
13. Pertanian, Peternakan, Dan Perkebunan
80
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
4. Coklat
Luas Tanam (Ha) 122,00 122,00 129,00 133,10
Produksi (Ton) 98,10 91,03 98,57 108,46
5. Kulit Manis
Luas Tanam (Ha) 19,00 76,00 22,00 18,00
Produksi (Ton) 11,50 53,20 12,08 10,87
6. Kemiri
Luas Tanam (Ha) 51,00 90,00 52,00 52,00
Produksi (Ton) 175,00 244,26 214,37 192,93
7. Pinang
Luas Tanam (Ha) 48,00 48,00 29,00 31,90
Produksi (Ton) 50,97 50,97 34,54 32,00
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Daerah Kota Padangsidimpuan
13.5 Perikanan
Budidaya perikanan yang dilakukan di Kota Padangsidimpuan pada umumnya adalah
budidaya kolam. Perkembangan jumlah dan produksi untuk komoditi perikanan selama kurun
waktu 2011-2014 dapat dilihat dalam tabel 13.5.
Tabel 13.5. Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Perikanan
di Padangsidimpuan, 2011-2014
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Jumlah Produksi (ton) 248,73 359 401 440,5
2. Nilai Produksi (000Rp) 3.600.434 5.166.600 8.328.879 9.347.525
Pertumbuhan Jumlah Produksi (%) 44,33 11,70 9,85
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Daerah Kota Padangsidimpuan
Dalam kurun waktu 2011-2014, baik jumlah produksi maupun nilai produksi komoditas
budidaya perikanan mengalami peningkatan walaupun jika dilihat dari besar nilai pertumbuhan
produksinya mengalami penurunan. Pertumbuhan jumlah produksi paling besar terjadi di tahun
2012 yaitu 44,33 sedangkan tahun 2013 dan 2015 mengalami pertumbuhannya mengalami
perlambatan dibanding tahun sebelumnya.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
13. Pertanian, Perikanan, Perkebunan, dan Peternakan
81
Tabel 13.6. Jumlah Produksi Komoditi Perikanan Menurut Jenis Ikan
di Padangsidimpuan, 2011-2014
Jenis Ikan 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Ikan Mas (ton) 102,82 100,2 65,6 110,3
2. Nila (ton) 113,36 101,5 172,7 168,2
3. Lele (ton) 32,55 49,1 120,7 122,5
Pertumbuhan Jumlah Produksi (%)
1. Ikan Mas -2,55 -34,53 68,14
2. Nila -10,46 70,15 -2,61
3. Lele 50,84 145,82 1,49
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Daerah Kota Padangsidimpuan
Dilihat dari jenis ikan budidaya di Kota Padangsidimpuan dalam kurun waktu 2011-2014,
budidaya ikan lele yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya bahkan di tahun 2013
pertumbuhan jumlah produksi ikan lele mencapai 145,82 % dibandingkan tahun 2012.
13.6 Peternakan
Perkembangan jumlah populasi dan produksi untuk komoditi peternakan selama kurun
waktu 2011-2014 dapat dilihat dalam tabel 13.7. Pada tahun 2014, baik populasi maupun jumlah
produksi daging ternak besar mengalami penurunan. Untuk produksi daging sapi yaitu sebanyak
91,40 ton, daging kerbau 157,20 ton dan produksi daging kambing sebesar 2 ton.
Tabel 13.7. Populasi dan Produksi Komoditi Peternakan
di Padangsidimpuan, 2011-2014
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Sapi
Populasi (Ekor) 981 752 777 750
Produksi Daging (Ton) 255,11 307,00 95,60 91,40
2. Kerbau
Populasi (Ekor) 218 176 146 129
Produksi Daging (Ton) 147,60 161,20 164,50 157,20
3. Kambing
Populasi (Ekor) 1.984 2.205 2.089 2.021
Produksi Daging (Ton) 4,39 6,28 4,00 2,00
4. Ayam Petelur
Populasi (Ekor) 2.110 2.110 3.783 3.692
Produksi Telur (Ton) 19,50 19,50 28,40 27,20
5. Ayam Pedaging
Populasi (Ekor) 72.000 75.000 67.750 65.250
Produksi Daging (Ton) 552,00 604,90 390,00 385,00
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
13. Pertanian, Peternakan, Dan Perkebunan
82
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
6. Ayam Kampung
Populasi (Ekor) 70.915 66.784 67.749 67.520
Produksi Daging (Ton) 24,00 28,10 35,50 33,20
Produksi Telur (Ton 28,25 29,70 32,50 31,23
7. Itik Manila
Populasi (Ekor) 7.490 7.850 8.150 7.920
Produksi Telur (Ton) 54,50 56,20 60,80 57,40
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Daerah Kota Padangsidimpuan
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
14. Perdagangan dan Industri
84
PERDAGANGAN DAN INDUSTRI
14.1 Perdagangan
Sektor perdagangan berperan dalam mendukung kelancaran penyaluran arus barang dan
jasa, memenuhi kebutuhan pokok rakyat, serta mendorong pembentukan harga yang wajar.
Pembangunan perdagangan sangat penting dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi
dan pemerataan, dan memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam penciptaan lapangan
usaha serta perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan.
Sejalan dengan perkembangan industri di Kota Padangsidimpuan, secara langsung
mempengaruhi kegiatan perdagangan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi sarana
perdagangan yang ada di Kota Padangsidimpuan.
Tabel 14.1. Statistik Usaha Perdagangan di Kota Padangsidimpuan, 2013-2014
Komoditi 2013 2014
(1) (2) (3)
1. Jumlah Pasar 8 8
2. Jumlah Pedagang Tiap Pasar (pedagang)
Pasar Sangkumpal Bonang 1.239 1.239
Pasar Pajak Batu 411 411
Pasar Dalihan Natolu 138 138
Pasar Saroha 99 99
Pasar Tangsi Manunggang 74 74
Pasar Lubuk Raya 53 53
Pasar Pajak Buah 28 28
Pasar Kodok 1.532 1.670
3. Jumlah Pengunjung Pasar (pengunjung) 260.000 300.000
4. Jumlah Omzet Pedagang (juta Rp.) 192.150 196.750
Sumber: Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Daerah Kota Padangsidimpuan
14.2 Perkembangan Usaha
Jumlah Tanda Daftar Perusahaan (TDP) yang diterbitkan pada tahun 2012 sebanyak 249
usaha menurun dari tahun sebelumnya yang terbit sebanyak 297 usaha. Pada tahun 2013 jumlah
TDP yang terbit bertambah kembali menjadi 284 usaha. Sementara itu, jumlah surat izin usaha
perusahaan menurun secara signifikan pada tahun 2012 dari 275 surat izin usaha pada tahun
2011 menjadi 174 surat izin usaha. Kemudian meningkat kembali pada tahun 2013 sebanyak 233
surat izin usaha.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
14. Perdagangan dan Industri
85
Tabel 14.2. Perkembangan Usaha di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
Penerbitan Izin Usaha
Jumlah Tanda Daftar Perusahaan 297 249 284 209
Jumlah Surat Ijin Usaha Perusahaan 275 174 233 209
Sumber: Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Padangsidimpuan
Agar usaha dapat berkembang dengan baik harusnya didukung dengan proses penerbitan ijin
yang baik. Pemerintah Kota Padangsidimpuan melalui Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu telah
menetapkan lama pengurusan perizinan untuk masing-masing surat izin sebagai berikut:
Tabel 14.3. Standar Proses Pengurusan Perizinan
Kota Padangsidimpuan, 2014
Sumber: Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Padangsidimpuan
14.3 Koperasi
Selama tahun 2011 hingga 2014 jumlah unit koperasi di Kota Padangsidimpuan mengalami
peningkatan seperti yang terlihat pada tabel 14.4. Sedangkan, persentase koperasi yang aktif
mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga 2014 yaitu 76,19 persen pada tahun 2011, 62,24
persen di tahun 2012 kemudian menjadi 52,38 persen dan 51,39 persen pada tahun 2013 dan
2014.
Komoditi 2014
(1) (2)
Lama Pengurusan Perizinan
SIUP 5
TDP 5
IUI 8
TDI 8
IMB 13
HO 13
Jumlah Persyaratan Dokumen Perizinan
SIUP 10
TDP 9
IUI 12
TDI 7
IMB 8
HO 8
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
14. Perdagangan dan Industri
86
Jumlah simpanan pada tahun 2014 meningkat cukup signifikan dari tahun 2013 sebesar
4.059,5 (juta Rp) menjadi 13.289,5 (juta Rp). Sementara itu, jumlah anggota koperasi mengalalmi
kenaikan menjadi 10.780 anggota pada tahun 2013. Kemudian, mengalami penurunan menjadi
9.234 anggota pada tahun 2014.
Tabel 14.4. Perkembangan Koperasi di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
Jumlah Unit Koperasi 189 196 210 216
Jumlah Simpanan (juta Rp.) 3.232,9 4.246,8 4.059,5 13.289,5
Jumlah Anggota 7.695 8.320 10.780 9.234
Sumber: Dinas Koperasi, UKM, Perindag dan Pasar Daerah Kota Padangsidimpuan
14.4 Industri
Perkembangan industri selama tahun 2011 hingga 2014 di Kota Padangsidimpuan yang
ditinjau dari jumlah usaha dan tenaga kerja mengalalmi perubahan yang tidak terlalu signifikan.
Rincian jumlah usaha dan tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 14.5.
Tabel 14.5. Jumlah Usaha dan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Industri
di Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Industri Besar dan Sedang
Jumlah Usaha 4 4 4 4
Jumlah Tenaga Kerja 473 473 473 473
2. Industri Kecil dan Menengah
Jumlah Usaha 239 296 455 470
Jumlah Tenaga Kerja 1.303 1.407 4.160 4.245
Sumber: Dinas Koperasi, UKM, Perindag dan Pasar Daerah Kota Padangsidimpuan
Untuk industri besar dan sedang, jumlah usaha dan tenaga kerja tahun 2011-2014 sebanyak
4 usaha dengan tenaga kerja sebanyak 473 orang. Sementara itu, jumlah usaha industri kecil dan
menengah mengalami kenaikan dari tahun ke tahun yaitu 239 usaha pada tahun 2011 menjadi
470 usaha pada tahun 2014. Demikian halnya dengan jumlah tenaga kerja, mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dari 1.303 tenaga kerja pada tahun 2011 menjadi 4.245 tenaga
kerja pada tahun 2014.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
15. PDRB dan Inflasi dan Pendapatan Asli Daerah
88
PDRB, INFLASI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
15.1 Pendapatan Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro kegiatan
ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur ekonomi daerah,
peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya yang didasarkan pada PDRB atas dasar harga
berlaku. Disamping itu PDRB menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi baik secara total maupun
per sektor dengan membandingkan PDRB tahun berjalan terhadap tahun sebelumnya
menggunakan atas dasar harga konstan tahun 2010.
PDRB Kota Padangsidimpuan atas dasar harga berlaku tahun 2014 sebesar 3,95 trilyun
rupiah, meningkat 10,66 persen dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan atas dasar harga
konstan 2010 PDRB Kota Padangsidimpuan tahun 2014 sebesar 3,26 milyar rupiah atau
mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen dibanding tahun sebelumnya.
Gambar 15.1. Struktur Ekonomi Kota Padangsidimpuan, 2014
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor merupakan
sektor yang memberi peranan atau kontribusi yang terbesar terhadap PDRB tahun 2014 yaitu
sebesar 20,53 persen, peranan sektor tersebut mengalami sedikit kenaikan apabila dibanding
tahun 2013 yang sebesar 0,73 persen.
Sektor kedua yang memberi kontribusi yang terbesar adalah sektor konstruksi sebesar
12,76 persen, Sektor ketiga yang berperan dalam pembentukan PDRB tahun 2014 adalah sektor
pertanian yaitu sebesar 11,77 persen.
Pertanian; 11,77 Pertamb. &
Penggalian; 0,49
Industri Pengolahan; 4,07
Listrik&Gas; 0,14
Pengadaan Air, pengolahan
sampah Limbah; 0,19
Konstruksi; 12,76
perdagangan Besar dan
Eceran; 20,53 Transportasi dan
Pergudangan; 6,67
Akomodasi dan Makan minum;
6,18
Informasi dan Komunikasi; 2,27
Jasa keuangan dan Asuransi;
6,57
Real Estate; 4,14
Jasa perusahaan; 0,48
Administrasi Pemerintahan;
11,36
Jasa pendidikan; 10,83
Jasa Kesehatan dan kegiatan Sosial; 1,14
Jasa Lainnya; 0,42
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
15. PDRB dan Inflasi dan Pendapatan Asli Daerah
89
Tabel 15.1. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Dasar 2010 di Padangsidimpuan, 2011-2014 (Jutaan Rp.)
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 388.965,9 417 062,4 445 749,6 465 527,4
B Pertambangan dan Penggalian 14.995,0 16 527,0 18 243,0 19 231,0
C Industri Pengolahan 121.610,2 132 786,8 145 262,1 161 122,6
D Pengadaan Listrik dan Gas Jumlah Usaha 5.191,7 5 494,0 5 640,2 5 497,8
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
5.907,8 6 433,3 7 004,7 7 606,2
F Konstruksi 389.995,6 422 971,7 453 371,5 504 804,4
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
587.798,1 659 857,4 728 689,0 812 075,0
H Transportasi dan Pergudangan 176.997,2 196 163,8 230 970,6 263 864,2
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 168.415,2 189 302,6 214 203,9 244 302,9
J Informasi dan Komunikasi 74.759,0 80 588,0 86 500,0 89 823,0
K Jasa Keuangan dan Asuransi 167.498,2 204 697,1 238 067,4 259 945,4
L Real Estate 111.309,6 122 924,0 146 173,0 163 666,6
M, N Jasa Perusahaan 13.900,0 15 555,0 17 009,0 18 950,0
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
331.170,5 369.282,6 400.165,8 449.507,2
P Jasa Pendidikan 320.455,5 358.135,9 382.584,5 428.234,5
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 31.416,0 35.372,9 40.195,8 44.978,5
R,S,T,U Jasa Lainnya 11.588,0 13.210,0 14.900,0 16.704,0
Total PDRB 2.921.973,5 3 246 364,6 3 574 730,2 3 955 840,6
PDRB Perkapita 14.900,7 16.265,7 17.596,9 19.157,0
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan
Apabila PDRB dikaitkan dengan jumlah penduduk akan menggambarkan tingkat
pendapatan per kapita suatu wilayah. PDRB per kapita Kota Padangsidimpuan atas dasar harga
berlaku tahun 2014 sebesar 19,15 juta rupiah lebih tinggi bila dibanding tahun 2013 sebesar 17,59
juta rupiah.
Tabel 15.2. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun Dasar 2010 di Padangsidimpuan, 2011-2014 (Jutaan Rp.)
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 373.028,3 384.937,1 393.358,0 397.163,0
B Pertambangan dan Penggalian 14.090,0 14.527,0 14.980,0 15.500,0
C Industri Pengolahan 113.935,9 118.631,4 122.335,6 126.356,4
D Pengadaan Listrik dan Gas Jumlah Usaha 5.347,0 5.818,6 6.160,8 6.708,0
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
5.725,7 6.042,2 6.375,4 6.709,1
F Konstruksi 374.096,7 399.096,5 421.106,1 439.232,6
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
15. PDRB dan Inflasi dan Pendapatan Asli Daerah
90
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
574.991,7 623.440,8 672.381,6 717.672,0
H Transportasi dan Pergudangan 169.350,4 180.329,1 193.075,9 204.405,2
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 160.341,0 167.985,3 176.170,1 189.390,0
J Informasi dan Komunikasi 75.063,5 79.760,6 85.327,9 88.906,6
K Jasa Keuangan dan Asuransi 156.220,0 173.305,8 190.599,5 195.130,7
L Real Estate 106.309,6 112.824,0 120.173,0 128.753,3
M, N Jasa Perusahaan 13.400,0 14.055,0 14.617,0 15.385,4
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
299.312,9 306.481,3 319.116,4 338.854,6
P Jasa Pendidikan 306.576,2 322.548,8 338.676,8 358.004,9
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 29.386,3 31.174,3 33.260,9 35.306,4
R,S,T,U Jasa Lainnya 10.988,0 11.760,0 12.550,0 13.354,0
Total PDRB 2.788.163,2 2.952.717,7 3 120 264,9 3 276 832,2
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan
Tabel 15.3. Distribusi Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Dasar 2010 di Padangsidimpuan, 2011-2014 (%)
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13,31 12,85 12,47 11,77
B Pertambangan dan Penggalian 0,51 0,51 0,51 0,49
C Industri Pengolahan 4,16 4,09 4,06 4,07
D Pengadaan Listrik dan Gas Jumlah Usaha 0,18 0,17 0,16 0,14
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
0,20 0,20 0,20 0,19
F Konstruksi 13,35 13,03 12,68 12,76
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
20,12 20,33 20,38 20,53
H Transportasi dan Pergudangan 6,06 6,04 6,46 6,67
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,76 5,83 5,99 6,18
J Informasi dan Komunikasi 2,56 2,48 2,42 2,27
K Jasa Keuangan dan Asuransi 5,73 6,31 6,66 6,57
L Real Estate 3,81 3,79 4,09 4,14
M, N Jasa Perusahaan 0,48 0,48 0,48 0,48
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan jaminan Sosial
11,33 11,38 11,19 11,36
P Jasa Pendidikan 10,97 11,03 10,70 10,83
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,08 1,09 1,12 1,14
R,S,T,U Jasa Lainnya 0,40 0,41 0,42 0,42
Total PDRB 100,00 100.00 100.00 100.00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
15. PDRB dan Inflasi dan Pendapatan Asli Daerah
91
Tabel 15.4. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun Dasar 2010 di Padangsidimpuan, 2011-2014 (%)
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,46 3,19 2,19 0,97
B Pertambangan dan Penggalian 2,19 3,10 3,12 3,47
C Industri Pengolahan 3,57 4,12 3,12 3,29
D Pengadaan Listrik dan Gas Jumlah Usaha 8,63 8,82 5,88 8,88
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
5,53 5,53 5,52 5,23
F Konstruksi 6,07 6,68 5,51 4,30
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
5,00 8,43 7,85 6,74
H Transportasi dan Pergudangan 5,81 6,48 7,07 5,87
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,41 4,77 4,87 7,50
J Informasi dan Komunikasi 5,45 6,26 6,98 4,19
K Jasa Keuangan dan Asuransi 8,21 10,94 9,98 2,38
L Real Estate 6,96 6,13 6,51 7,14
M, N Jasa Perusahaan 5,74 4,89 4,00 5,26
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan jaminan Sosial
13,33 2,39 4,12 6,19
P Jasa Pendidikan 4,34 5,21 5,00 5,71
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,04 6,08 6,69 6,15
R,S,T,U Jasa Lainnya 8,34 7,03 6,72 6,41
Total PDRB 5,85 5,90 5,67 5,02
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan
15.2 Inflasi Selama kurun waktu 2011-2014 laju inflasi kumulatif meningkat secara signifikan pada
tahun 2013 yaitu sebesar 7,82. Hal ini terjadi karena mendekati akhir tahun 2013 terjadi gejolak
harga pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang memberikan andil yang
cukup besar terhadap nilai inflasi. Sedangkan, laju inflasi kumulatif terendah terjadi pada tahun
2012. Secara rinci perkembangan laju inflasi kumulatif menurut kelompok tahun 2011-2014
dapat dilihat pada tabel berikut.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
15. PDRB dan Inflasi dan Pendapatan Asli Daerah
92
Tabel 15.5. Laju Inflasi Kumulatif Menurut Kelompok
di Padangsidimpuan, 2011-2014 (%.)
Komoditi 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
A Bahan Makanan 3,59 0,06 10,81 8,67
B Makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 12,90 6,77 6,07 7,19
C Peruma-han, Air, Listrik, Gas, dan bahan bakar 2,50 6,53 6,32 7,23
D Sandang 13,85 5,93 1,85 2,52
E Kesehatan -0,34 3,56 2,92 4,1
H Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 2,58 6,04 5,71 1,43
I Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan -4,11 -0,65 14,88 12,06
Inflasi Umum 4,66 3,54 7,82 7,38
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan
15.3 Pendapatan Asli Daerah Selama kurun waktu 2011-2014 persentase realisasi terhadap anggaran Pendapatan Asli
Daerah yang diperoleh Kota Padangsidimpuan mengalami fluktuasi meskipun secara total
realisasi PAD yang diperoleh Kota Padangsidimpuan terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Pemerintah Kota Padangsidimpuan perlu memberikan perhatian serius terhadap
pencapaian realisasi PAD khususnya yang bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
karena kedua sumber tersebut merupakan sumber PAD terbesar untuk kota Padangsidimpuan.
Tabel 15.6. Laporan Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Menurut Sumber Pendapatan di Padangsidimpuan, 2011-2014
Sumber Pendapatan
Anggaran (Jutaan Rupiah)
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
Pajak Daerah 6.545,53 6.993,51 9.935,00 11.885,00
Retribusi Daerah 7.795,87 7.941,63 22.485,40 27.784,18
Retribusi Jasa Umum 5.400,01 5.298,01 18.735,40 24.884,18
Retribusi Jasa Usaha 1.782,26 1.753,62 2.353,00 2.028,00
Retribusi Perizinan Tertentu 613,60 890,00 1.397,00 872,00
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (Jumlah Laba Perusahaan Daerah)
5.872,66 6.022,66 6.410,00 5.556,83
Lain-lain PAD yang Sah 2.079,59 2.229,59 3.350,00 3.350,00
Total 22.293,65 29.131,89 42.180,40 48.576,01
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
15. PDRB dan Inflasi dan Pendapatan Asli Daerah
93
Tabel 15.6. Lanjutan
Sumber Pendapatan
Realisasi (Jutaan Rupiah)
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
Pajak Daerah 7.016,25 7.606,69 7.207,95 10.217,69
Retribusi Daerah 6.671,58 7.217,32 16.939,93 37.919,40
Retribusi Jasa Umum 5.281,25 5.812,97 15.181,24 36.217,97
Retribusi Jasa Usaha 787,18 865,58 1.011,78 1.099,81
Retribusi Perizinan Tertentu 603,15 538,78 746,91 601,62
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (Jumlah Laba Perusahaan Daerah)
5.872,66 5.983,58 7.178,79 5.556,83
Lain-lain PAD yang Sah 1.904,78 2.814,71 3.691,51 5.031,53
Total 21.465,27 23.622,31 35.018,18 58.725,45
Tabel 15.6. Lanjutan
Sumber Pendapatan
Persentase Realisasi (%)
2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
Pajak Daerah 107,19 108,77 72,55 85,97
Retribusi Daerah 85,58 90,88 75,34 136,48
Retribusi Jasa Umum 97,80 109,72 81,03 145,55
Retribusi Jasa Usaha 44,17 49,36 43,00 54,23
Retribusi Perizinan Tertentu 98,30 60,54 53,47 68,99
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (Jumlah Laba Perusahaan Daerah)
100,00 99,35 111,99 100,00
Lain-lain PAD yang Sah 91,59 126,24 110,19 150,19
Total 96,28 101,88 83,02 120,89
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
16. Keamanan
95
KEAMANAN
Situasi politik dan keamanan merupakan salah satu prioritas untuk mewujudkan stabilitas
penyelenggaraan pemerintahan terutama di daerah. Pemerintahan daerah dapat terselenggara
dengan baik apabila pemerintah dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat, menjaga
ketertiban dalam pergaulan masyarakat, serta menanggulangi kriminalitas sehingga kuantitas
dan kualitas kriminalitas dapat diminimalisir.
11.1 Angka Kriminalitas
Angka Kriminalitas adalah rata-rata kejadian kriminalitas dalam satu bulan pada tahun
tertentu. Artinya dalam satu bulan rata-rata terjadi berapa tindak kriminalitas untuk berbagai
kategori seperti curanmor, pembunuhan, pemerkosaan, dan sebagainya. Indikator ini berguna
untuk menggambarkan tingkat keamanan masyarakat, semakin rendah tingkat kriminalitas, maka
semakin tinggi tingkat keamanan masyarakat.
Tabel 16.1. Banyaknya Peristiwa Kejahatan/Pelanggaran Yang Dilaporkan Menurut Jenis Kejahatan/Pelanggaran di Padangsidimpuan, 2011-2014
Jenis Kriminal 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pembakaran 1 1 2 1
2. Kebakaran 12 1 1
3. Melanggar Kesopanan, Perzinahan 2 1
4. Perkosaan 27 29 48 31
5. Perjudian 76 48 101 52
6. Penculikan 1
7. Pembunuhan 1 3 1 2
8. Penganiayaan Berat 1
9. Penganiayaan Ringan 157 166 199 181
10. Pencurian Ringan 42 40 87 88
11. Pencurian dengan Kekerasan 6 4 12 11
12. Pencurian dengan Pemberatan 94 106 94 106
13. Penghinaan 19 14 22 14
14. Pemerasan 13 8 13 5
15. Penggelapan 44 37 35 49
16. Penipuan 63 50 67 52
17. Merusak 9 25 15 16
18. Kejahatan Ekonomi 14 2
19. Pencurian Bermotor 44 81 110 56
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
16. Keamanan
96
Jenis Kriminal 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
20. Kejahatan Narkotik 41 37 58 50
21. Penyelundupan 7
22. Kejahatan lain-lain 20 31 47 43
23. Pelanggaran KUHP 4
24. Pelanggaran Ekonomi 1
15. Kejahatan Surat-surat sejenis 7 8 10 11
Jumlah Kejahatan/Pelanggaran 683 696 937 772
Jumlah Penduduk 196.097 199.583 203.146 206.496
Angka Kriminalitas 34,83 34,87 46,12 37,39
Sumber: Kepolisian Resot Padangsidimpuan
Dari tabel 16.1 telihat bahwa angka kriminalitas di Kota Padangsidimpuan cenderung
meningkat yang berarti tingkat keamanan semakin menurun. Tahun 2011 angka kriminalitas di
Kota Padangsidimpuan adalah 34,93 sedangkan di tahun 2012 dan 2013 mengalami peningkatan
masing-masing menjadi 34,87 dan 46,12 dan di tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 37,39.
Untuk jumlah kejahatan/pelanggaran yang ditangani oleh pihak Kepolisian Resort
Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 16.2. Banyaknya Peristiwa Kejahatan/Pelanggaran Yang Ditangani Menurut Jenis Kejahatan/Pelanggaran di Padangsidimpuan, 2011-2014
Jenis Kriminal 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pembakaran 2
2. Kebakaran 12 1
3. Melanggar Kesopanan, Perzinahan 2
4. Perkosaan 11 18 80 23
5. Perjudian 71 47 90 53
6. Penculikan 1
7. Pembunuhan 1 3
8. Penganiayaan Berat
9. Penganiayaan Ringan 60 57 101 115
10. Pencurian Ringan 22 8 24 28
11. Pencurian dengan Kekerasan 6 1 4 6
12. Pencurian dengan Pemberatan 20 22 26 30
13. Penghinaan 4 9 11
14. Pemerasan 5 4 6 2
15. Penggelapan 9 11 9 22
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
16. Keamanan
97
Jenis Kriminal 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
16. Penipuan 20 7 18 23
17. Merusak 6 8 6 7
18. Kejahatan Ekonomi 4 3
19. Pencurian Bermotor 17 13 10
20. Kejahatan Narkotik 28 44 68 60
21. Penyelundupan 7
22. Kejahatan lain-lain 6 6 22 26
23. Pelanggaran KUHP 4
24. Pelanggaran Ekonomi 1
15. Kejahatan Surat-surat sejenis 3 5 3 7
Jumlah Kejahatan/Pelanggaran Yang Tertangani 297 265 486 427
Jumlah Penduduk 196.097 199.583 203.146 206.496
Angka Kriminalitas Yang Tertangani 15,15 13,28 23,92 20,68
Sumber: Kepolisian Resot Padangsidimpuan
Angka kriminalitas yang tertangani adalah penanganan kriminal oleh aparat penegak
hukum (polisi/kejaksaan). Angka kriminalitas yang ditangani merupakan jumlah tindak kriminal
yang ditangani selama 1 tahun terhadap 10.000 penduduk.
Dari tabel 16.2 telihat bahwa angka kriminalitas yang ditangani di Kota Padangsidimpuan
cenderung meningkat. Tahun 2011 angka kriminalitas yang tertangani di Kota Padangsidimpuan
adalah 15,15 sedangkan di tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 13,28 dan tahun 2013
mengalami peningkatan menjadi 23,92 yang kemudian meningkat kembali di tahun 2014 menjadi
20,68.
16.2 Rasio Jumlah Polisi Pamong Praja
Aparat penyelenggara keamanan selain dilakukan oleh Kepolisian Resort
Padangsidimpuan, juga dilakukan oleh aparat polisi pamong praja. Polisi Pamong Praja adalah
aparatur Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan
menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah. Jumlah polisi pamong praja dihitung dari jumlah aparatur pada satuan
polisi pamong praja yang ditetapkan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Satuan polisi pamong praja merupakan perangkat daerah yang dapat
berbentuk dinas daerah atau lembaga teknis daerah.
Perkembangan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan Tahun 2011-2014
16. Keamanan
98
Tabel 16.3. Statistik Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Padangsidimpuan, 2011-2014
Uraian 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Jumlah Polisi Pamong Praja 55 65 114 173
2. Cakupan Patroli Petugas Satuan Polisi Pamong Praja
3 kali/hari
dalam 156 hari 3 kali/hari
dalam 208 hari 3 kali/hari
dalam 260 hari
3. Jumlah Pelanggaran Ketertiban, Ketentraman dan Keindahan
80 96 34 30
4. Jumlah Penyelesaian Pelanggaran Ketertiban, Ketentraman dan Keindahan
60 65 34 30
5. Persentase Penegakan Peraturan Daerah 30 40 50 60
Jumlah Penduduk 196.097 199.583 203.146 206.496
Rasio Jumlah Polisi Pamong Praja per 10.000 penduduk 2,80 3,26 5,61 8,38
Rasio tingkat penyelesaian pelanggaran K3 75,00 67,71 100,00 100,00
Sumber: Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padangsidimpuan, Bagian Hukum Sekretariat Kota Padangsidimpuan, dan Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan
Rasio jumlah polisi pamong praja menggambarkan kapasitas pemda dalam memelihara
dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah. Semakin besar rasio jumlah polisi pamong praja maka akan semakin
besar ketersediaan polisi pamong praja yang dimiliki pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah .
Dari Tabel 16.3 terlihat bahwa rasio jumlah polisi pamong praja semakin meningkat dari
tahun 2010 hingga tahun 2014. Hal ini menjadi pendorong bagi Satuan polisi Pamong Praja Kota
Padangsidimpuan untuk meningktkan kinerja yang terbukti dengan tingkat penyelesaian
pelanggaran ketertiban, ketentraman, dan keindahan yang juga terus meningkat bahkan
mencapai seratus persen di tahun 2013 dan 2014. Dari tabel ini juga terlihat bahwa salah satu
bagian tugas Polisi Pamong Praja dalam hal penegakan Peraturan Daerah dan Keputusan kepala
Daerah semakin meningkat setiap tahunnya.