BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak dapat dimakan dan dihasilkan oleh alam, yang dapat
bersumber dari bahan nabati atau hewan. Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau
triasilgliserol, kedua istilah ini berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu
lemak dan minyak, pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak
bersifat cair. Sebahagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan
gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak, karena itu biasanya terdengar
ungkapan lemak hewani dan minyak nabati. Asam karboksilat yang diperoleh dari
hidrolisis suatu lemak dan minyak, yang disebut asam lemak mempunyai rantai
hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang (Fessenden dan Fessenden, 1994).
Menurut Ketaren (1986), lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang
termasuk pada golongan lipid yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta
tidak larut di dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non polar misalnya
kloroform (CHCl3), benzene dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut
dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas
yang sama dengan pelarut tersebut.
Berdasarkan ikatan kimianya, lemak dalam minyak goreng dibagi dua lemak jenuh
dan tidak jenuh. Pembagian jenuh dan tidak jenuh ini punya arti penting karena
berpengaruh terhadap efek peningkatan kolesterol darah (Djatmiko, 1973, Luciana
dkk, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Lemak dan minyak dapat dibedakan berdasaran kejenuhannya seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Asam lemak berdasarkan kejenuhannya.
Jenis Asam Rumus Molekul Sumber (Asal) Asam Lemak Jenuh Asam Butirat CH3(CH2)2COOH Lemak susu sapi
Asam Palmitat CH3(CH2)14COOH Lemak hewani dan nabati Asam Stearat CH3(CH2)16COOH Lemak hewani dan nabati
Asam lemak tidak Jenuh Asam Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH Minyak kacang dan jagung Asam oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH Lemak hewani dan nabati Asam Linoleat CH3(CH3)4CH=CHCH2CH=CH Minyak biji kapas
(CH2)7COOH
Asam Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CH Minyak Perilla
CH2= CH(CH2)7CO2H
Sumber: Ketaren,1986.
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal
pada rantai karbonnya, mempunyai rantai zig zag yang dapat cocok satu sama lain
sehingga gaya tarik vanderwaals tinggi dan biasanya berwujud padat. Sedangkan
asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan
rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak dengan lebih dari satu ikatan atau
dua tidak lazim, terutama terdapat pada minyak nabati, minyak ini disebut
poliunsaturate (trigliserida tidak jenuh ganda) cenderung berbentuk minyak
Universitas Sumatera Utara
(Djatmiko, 1973, Fessenden dan Fessenden, 1994).
Minyak goreng mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak
jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam miristat, asam
palmitat, asam laurat, dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak
goreng mengandung asam oleat dan asam linoleat (Soedarmo, 1985 dan Simson,
2007).
Lemak tidak jenuh banyak dijumpai didalam minyak goreng yang berasal dari
biji zaitun, kacang, jagung, wijen, bunga matahari dan kedelai. Adapun minyak sawit
yang merupakan bahan dasar utama minyak goreng yang saat ini banyak beredar
mengandung lemak tidak jenuh hampir sama dengan kandungan lemak jenuhnya,
dengan kata lain bukan termasuk minyak goreng tak sehat seperti yang diyakini
sebagian orang (Soedarmo, 1985).
Sayangnya, manfaat lemak tidak jenuh sebagai penurun kolesterol akan
berkurang meskipun tidak seluruhnya jika digunakan untuk menggoreng (suhu pada
saat menggoreng umumnya sekitar 1800 C). Ini terjadi karena panas pada proses
penggorengan dapat merusak strukur kimia ikatan tak jenuhnya.
Menurut Luciana (2005), minyak goreng agar tidak kehilangan manfaatnya
sebagai penurun kolesterol dapat digunakan sebagai salad dressing. Karena tidak
melibatkan proses pemanansan tinggi, maka manfaatnya sebagai penurunan
kolesterol tidak hilang. Contoh penggunaan lain suhunya relative tidak setinggi
penggorengan adalah minyak tumis.
Universitas Sumatera Utara
Lemak dan minyak merupakan senyawa organik yang penting bagi kehidupan
makhluk hidup. Adapun fungsi lemak dan minyak ini antara lain:
a. Memberikan rasa gurih dan aroma yang spesifik (bau yang khas).
b. Sumber energi yang efektif dibandingkan dengan protein dan karbohidrat karena
lemak dan minyak jika dioksidasi secara sempurna akan menghasilkan 9 kalori /
liter lemak atau minyak. Sedangkan protein dan karbohidrat hanya menghasilkan 4
kalori tiap 1 gram protein dan karbohidrat.
c. Karena titik didih minyak yang tinggi, maka minyak biasanya digunakan untuk
menggoreng makanan dimana bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian
besar air yang dikandungnya atau menjadi kering.
d. Memberikan konsistensi empuk, halus dan berlapis dalam pembuatan roti.
e. Memberikan tekstur yang lembut dan lunak dalam pembuatan es krim.
f. Minyak nabati adalah bahan utama pembuatan margarin.
g. Lemak hewani adalah bahan utama pembuatan susu dan mentega.
h. Mencegah timbulnya penyumbatan pembuluh darah.
(Ketaren, 1986 dan Winarno, 1988).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan
gliserol. Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linoleat
terdapat dalam minyak goreng merupakan trigliserida yang dapat digunakan sebagai
bahan baku alternatif pembuatan sabun cuci piring cair menggantikan asam lemak
Universitas Sumatera Utara
bebas jenuh yang merupakan produk samping proses pengolahan minyak goreng
(Djatmiko, 1973 dan Ketaren, 1986).
Masing – masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan
rantai karbon panjang antara C12 (asam laurat) hingga C18 (asam Stearat) yang
mengandung lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran
trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan kalium
hidroksida membebaskan gliserol (Ketaren, 1986).
2.2 Kandungan Minyak Goreng
Kandungan minyak goreng dibalik warnanya yang bening kekuningan, minyak
goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak dari
minyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak (Luciana, 2005).
Sebagian besar lemak dalam makanan (termasuk minyak goreng) berbentuk
trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan berubah menjadi satu molekul gliserol dan
tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai semakin
banyak asam lemak bebas yang dihasilkan (Morton dan Varela, 1988), pada proses
oksidasi lebih lanjut, asam lemak bebas ini akan menyebabkan lemak atau minyak
menjadi bau tengik (Ketaren,1986). Biasanya untuk menghilangkan atau
memperlambat oksidasi yang menyababkan bau tengik ini, minyak goreng ditambah
dengan vitamin A, C, D atau E (Luciana, 2005). Standar mutu minyak goreng dapat
dilihat di Tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Standar Mutu Minyak Goreng
Disamping lemak, minyak goreng juga mengandung senyawa – senyawa
No Kriteria Uji Persyaratan
1. Bau Normal 2. Rasa Normal 3. Warna Muda Jernih 4. Cita Rasa Hambar 5. Kadar Air max 0,3% 6. Asam Lemak Bebas max 0,3% 7. Titik Asap max 2000 8. Bilangan Iodin 45 – 51
(sumber : SNI 3741 – 1995 Standar Mutu Minyak Goreng)
2.3 Jenis Bahan Pangan yang Digroreng
Tahu dan tempe adalah makanan sehari – hari di Indonesia baik sebagai lauk
pauk ataupun sebagai makanan sembilan. Tahu dan tempe adalah makanan yang
bergizi, berprotein tinggi dan mudah dicerna dalam tubuh (Rona, 1992). Komposisi
tahu dan tempe dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel. 2.3 Komposisi Tahu dan Tempe
No Komponen didalam 100 g tahu didalam 100 g tempe
1. Energi 72 kalori - 2. Air 84,9 % 64% 3. Protein 7,8% 18,3% 4. Lemak 2,3% 4,0% 5. Serat - - 6. Abu 0,7% - 7. Vitamin 0,1% 50% 8. Karbohidrat - 12,7%
(Sumber : Depkes, 1994)
Jika bahan yang digoreng berupa tahu dan tempe maka kulit bagian luar
akan mengkerut. Kulit atau kerak tersebut dihasilkan akibat proses dehidrasi bagian
Universitas Sumatera Utara
13
luar bahan pangan pada waktu menggoreng. Pembentukannya terjadi akibat panas
dari lemak sehingga merupakan air yang terdapat pada bagian luar bahan. Pada kadar
air 35 atau kurang akan terbentuk kerak dan bahan pangan akan menjadi masak
(Ketaren, 1986).
2.4 Bahaya Minyak Goreng Bekas
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu
tinggi 1700 – 1800 C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa –
senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan
kesehatan manusia. Proses – proses tersebut menyebabkan minyak mengalami
kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan
kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan iodin
(IV), timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa, hanya kotoran dari bumbu
yang digunakan dan bahan yang digoreng (Ketaren, 1986).
Penggunaan minyak berkali – kali dengan suhu penggorengan yang cukup
tinggi akan mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan
meningkatkan warna coklat serta flavour yang tidak disukai pada bahan makanan
yang digoreng. Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan
akan menurunkan nilai gizi dan mutu bahan yang digoreng. Namun jika minyak
goreng bekas tersebut dibuang selain tidak ekonomis juga akan mencemari
lingkungan (Ketaren, 1986 dan Susinggih, dkk, 2005).
Universitas Sumatera Utara
14
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang
digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak,
serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam
minyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon,
alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir.
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi
polimerisasi, adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya
bahan menyerupai gum (gelembung) yang mengendap di dasar tempat penggoregan
(Ketaren, 1986).
Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorbsi dan masuk ke bagian
luar bahan yang digoreng dan mengisi ruangan kosong yang semula diisi oleh air.
Hasil penggorengan biasanya mengandung 5% - 40% minyak. Konsumsi minyak
yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan lemak dalam
pembuluh darah (Artherosclerosis)dan penurunan nilai cerna lemak (Luciana, 2005
dan Nur, 2008).
Berdasarkan penelitian sebelumnya disebutkan kemungkinan adanya senyawa
carcinogenic dalam minyak yang dipanaskan, dibuktikan dari bahan pangan berlemak
teroksidasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selan itu selama
penggorengan juga akan terbentuk senyawa Acrolein yang bersifat racun dan
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Luciana, 2005 dan Ratu, 2008).
Bahan pangan yang digoreng akan menggunakan minyak yang telah rusak akan
Universitas Sumatera Utara
15
mempunyai tekstur dan penampakan yang kurang menarik serta cita rasa dan bau
yang kurang enak (Ketaren, 1986 dan Ratu, 2008).
Sehubungan dengan banyaknya minyak goreng bekas dari sisa industri maupun
rumah tangga dalam jumlah tinggi dan menyadari adanya bahaya konsumsi minyak
goreng bekas, maka perlu dilakukan upaya –upaya untuk memanfaatkan minyak
goreng bekas tersebut agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan. Pemanfaatan
minyak goreng bekas ini dapat dilakukan pemurnian agar dapat digunakan kembali
sebagai media penggorengan atau digunakan sebagai bahan baku produk berbasis
minyak seperti sabun (Susinggih dkk, 2005).
2.5 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng
bekas, yang hasilnya dapat digunakan sebagai minyak goreng kembali atau sebagai
bahan baku produk untuk pembuatan sabun cuci piring cair. Tujuan utama pemurnian
minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang
kurang menarik dan memperpanjang daya simpan sebelum digunakan kembali
(Susinggih dkk, 2005).
Pemurnian minyak goreng ini meliputi 3 tahap proses yaitu:
1. Penghilangan bumbu (despicing)
2. Netralisasi
3. Pemucatan (bleaching)
Universitas Sumatera Utara
16
2.5.1 Penghilangan bumbu (despicing)
Penghilangan bumbu (despicing) merupakan proses pengendapan dan
pemisahan pemisahan kotoran akibat bumbu dan kotoran dari bahan pangan yang
bertujuan menghilangkan patikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti
protein, karbohidrat, garam, gula, dan bumbu rempah – rempah yang digunakan
untuk menggoreng bahan pangan. Alat yang digunakan untuk proses penghilangan
bumbu (despicing) pada percobaan ini adalah kertas saring.
2.5.2 Netralisasi
Netralisasi merupakan proses untuk menurunkan nilai asam lemak bebas (FFA)
dari minyak goreng bekas dengan mereaksikan asam lemak bebas (FFA) tersebut
dengan larutan basa. Sabun yang terbentuk pada awal proses netralisasi tidak dapat
larut dalam minyak dan dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Selain itu proses
netralisasi juga untuk menghilangkan bahan penyebab warna gelap, sehingga minyak
menjadi lebih jernih. Bahan yang digunakan untuk proses penetralisasian pada
percobaan ini adalah Kalium Hidroksida (KOH).
2.5.3 Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan (Bleaching) adalah usaha untuk menghilangkan zat warna
alami dan zat warna lain yang merupakan degradasi zat alamiah, pengaruh
logam dan warna akibat oksidasi (Ketaren, 1986 dan Susinggih dkk, 2005).
Pada percobaan ini karbon aktif yang digunakan berukuran 240 mesh 7,5% dari
berat minyak goreng bekas yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
17
2.6 Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil
pembakaran bahan yang mengandung karbon merupakan suatu bentuk arang yang
telah melalui aktivasi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan – bahan
kimia sehingga pori – porinya terbuka dan dengan demikian daya asorpsinya menjadi
lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang
aktif dapat direaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan
untuk sekali pakai (Ketaren, 1986 dan Wahyu, 2008).
Adsorpsi merupakan suatu proses di mana suatu partikel terperangkap ke
dalam stuktur suatu media seolah – olah menjadi bagian dari keseluruhan media
tersebut, proses ini dijumpai terutama dalam media karbon aktif (Ketaren, 1986).
Tempurung kelapa adalah salah satu bahan karbon aktif yang kualitasnya cukup baik
dijadikan karbon aktif.
Karbon aktif yang berasal dai serbuk gergaji dan lignite mempunyai struktur
yang rapuh dan berbentuk bubuk. Sedangkan karbon aktif yang berbentuk granule,
keras dan dipakai sebagai pengadsorpsi vapor biasanya berasal dari tempurung kelapa
(Ketaren, 1986). Arang aktif yang merupakan adsorpsi suatu padatan berpori, yang
sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing – masing berikatan secara
kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain
komposisi dan polaritas, strutur pori juga merupakan faktor yang penting
berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori – pori arang aktif
mengakibatkan luas permukaan semakin besar, dengan demikian kecepatan adsorpsi
Universitas Sumatera Utara
18
bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dapat digunakan arang aktif
yang telah dihaluskan dan sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serapnya
(Ketaren, 1986 dan Mediawiki, 2001).
Karbon aktif mengandung 5% - 15% air, 2% - 3% abu dan sisanya terdiri dari
karbon. Bahan baku karbon aktif dapat berasal dari bahan nabati atau turunannya dan
bahan hewani. Diantaranya adalah tempurung kelapa, serbuk gergaji, ampas tebu dan
bahan – bahan lain yang mengandung karbon.
Mutu karbon aktif yang dihasilkan dari tempurung kelapa adalah mempunyai
daya serap tinggi, kerena arang ini berpori – pori dengan diameter yang kecil,
sehingga mempunyai internal yang luas. Luas permukaan arang adalah 2 × 104 cm2 /
g, tetapi sesudah pengaktifan dengan bahan kimia mempunyai luas sebesar 5 × 106
sampai 1,5 × 107 cm2 / g (Hasanudin, 2008 dan Ketaren, 1986).
Menurut Susinggih, dkk (2005), Veronica & Yuliana (2008), bahwa adsorben
atau bahan penyerap berupa karbon aktif yang digunakan dapat meningkatkan
kembali mutu minyak goreng bekas, di mana karbon aktif akan bereaksi menyerap
warna yang membuat minyak bekas menjadi keruh. Cara pelarutan yang terbaik
adalah dengan menambahkan adsorben berupa karbon aktif sebanyak 10% dari bahan
minyak goreng bekas yang digunakan. Adsorben dilarutkan dalam minyak selama 1 –
1,5 jam pada suhu 1500 C, kemudian minyak disaring.
Keuntungan penggunan karbon aktif sebagai bahan pemucat minyak goreng
bekas karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan adsorben lain
Universitas Sumatera Utara
19
(bleaching earth, zeolit), sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah yang
kecil (Ketaren, 1986 dan Tini, 1994).
2.7 Sabun Cair
Sabun adalah salah satu karbon yang sangat komersial baik dari sisi
penggunaan dalam kehidupan sehari-hari maupun persaingan harga produk yang
memberikan pengembangan yang cukup baik. Sabun merupakan surfaktan yang
digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan.
Sabun merupakan garam lokal alkali (biasanya garam Kalium) dari asam
lemak, terutama mengandung garam C16 (asam palmitat) dan C18 (asam stearat)
namun juga dapat mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah
(Fessenden, 1994 dan Ketaren, 1986).
Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hirolisis lemak menjadi asam
lemak dan gliserol dalam KOH (minyak dipanaskan dengan KOH) sampai
terhidrolisis sempurna. Asam lemak yang berikatan dengan Kalium ini dinamakan
sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol, selain C12 dan C16, sabun juga
disusun oleh gugus asam karboksilat (Ketaren, 1986).
Sifat – sifat sabun yang dihasikan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari
komponen asam - asam lemak yang digunakan yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang
kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaannya karena dapat membuat iritasi
pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk
sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa.
Universitas Sumatera Utara
20
Sumber lemak dan minyak yang digunakan sebagai bahan dasar sabun dapat
berasal dari hewani (lemak babi dan lemak sapi) maupun dari nabati (tumbuhan
kelapa, palem dan minyak zaitun). Alkali yang digunakan pada percobaan ini adalah
larutan KOH yang dapat membuat sabun menjadi cair, sedangkan alkali yang
digunakan untuk membuat sabun padat digunakan larutan NaOH (Ketaren, 1986).
Sabun cuci piring cair bisa ditambah dengan parfum, dan berbagai jenis filler
yang lain tergantung tujuan. Sabun untuk mencuci merupakan sabun yang sedikit
larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut lemak, seperti gasoline, eter dan
benzena (Fessenden, 1994 dan Ida, 2005).
Terlalu besar bagian asam – asam lemak tidak jenuh menghasilkan sabun yang
mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan – alasan di atas, faktor ekonomis, dan
daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun terbatas
(Ketaren,1986 dan Parasuram, 1995). Reaksi saponifikasi dan struktur dasar senyawa
sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar.2.1 (Fessenden, 1994 & Ketaren,
1986).
Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi
O
CH2 - O – C – R CH2 - OH O
CH - O – C – R + 3KOH 3RCOOK + CH – OH O
CH2 - O – C – R CH2 – OH
1. Ester 2. Kalium Hidroksida 3. Garam Kalium 4. Alkohol (Minyak atau Lemak) (alkali) asam lemak (sabun) (gliserol)
dipanaskan
Universitas Sumatera Utara
21
2.8 Sabun Cuci Piring Cair Bertindak Membersihkan
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian
ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran
(biasanya lemak) dari piring dan alat lainnya (Lehninger, 1982).
Setiap molekul sabun memiliki gugus hidrofil dan hidrofob ditulis sebagai
RCOOK+. Bagian yang berperan aktif dalam sifat deterjennya (busa) ialah RCOO-.
Fungsi dari sabun ialah sebagai pembersih untuk menghilangkan kotoran dari piring
dan alat lainnya (Parasuram, 1995).
Sabun yang dilarutkan dalam air akan terurai kepada ion – ionnya, hal ini
menyebabkan tegangan permukaan air akan dikurangkan. Permukaan yang hendak
dibersihkan dapat dibasahi oleh air dengan lebih dulu. Buih air sabun akan membantu
mengapungkan kotoran dalam air, selain itu struktur sabun terdiri dari bahagian
hidrokarbon yang hanya larut dalam minyak akan mengepung kotoran berminyak dan
ion yang hanya larut dalam air di mana kotoran berminyak yang dikepung oleh ion
sabun itu akan terlepas dari permukaan yang dibersihkan dan tersebar di dalam air
(Djatmiko dan Widjaja, 1984).
Syarat mutu sabun cuci piring yang ditetapkan SNI 06 -3532 – 1994 dapat
dilihat pada Tabel 2.4.
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel.2.4 Syarat Mutu Sabun Cuci piring cair
No Uraian
1. Kadar Air (%) maks 15 2. Jumlah Asam Lemak (%) 64 – 70
3. Alkali bebas - dihitung dalam NaOH (%) maks 0,1 - dihitung sebagai KOH (%) maks 0,14
4. Asam lemak bebas atau lemak netral (%) < 2,5 5. Bilangan penyabunan 196 - 206 (Sumber: SNI 06-3532-1994)
2. 9 Bahan Pewarna
Bahan Pewarna yang digunakan pada pembuatan sabun cuci piring cair ini
menggunakan bahan alami dan buatan. Bahan alami ini sengaja dipilih dengan alasan
yang sangat nyata. Contohnya seperti pada kunyit, warna yang dihasilkan dari kunyit
akan sama dengan warna alami dari tumbuhan itu. Begitu juga dengan pandan yang
menghasilkan warna hijau muda, dan kunyit menghasilkan warna orange.
2.10 Penentuan Karakterisasi atau Mutu Sabun Cuci Piring Cair
2.10.1 Penentuan Uji Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul
minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C
pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai berat molekul
relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak
dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil. Bilangan
penyabunan = angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (mg) KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak, alkohol yang ada dalam
Universitas Sumatera Utara
23
KOH berfungsi untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisa dan mempermudah
reaksi dengan basa sehingga terbentuk sabun (Ketaren, 1986 dan PT. Agro, 2007).
2.10.2 Penentuan Uji Banyak Busa
Tujuan proses jumlah busa pada sabun Cuci cair untuk mengetahui seberapa
banyak busa yang dihasilkan dari larutan sabun yang beberapa menit. Analisa ini
dilakukan untuk sabun dibuat dari proses penyabunan yang dikocok dengan alat
shasker dalam kalium hidroksida campuran dari minyak goreng bekas yang telah
dimurnikan dengan proses bleaching. Larutan sabun yang dibuat dari proses
penyabunan dimasukkan ke dalam gelas ukur ditutup dengan plastik dan karet, lalu
dikocok dengan alat shaker untuk menghasilkan busa dari larutan sabun yang dibuat
dari proses penyabunan (Raskita, 2008).
2.10.3 Penentuan Uji Daya Cuci
Larutan sabun yang telah terbentuk dicoba uji daya cucinya dengan
melakukan pengujian langsung terhadap piring, gelas, dan lain- lain yang
mengandung lemak dan minyak. lalu dikelompokkan berdasarkan jenis kotorannya.
Dihitung jumlah larutan sabun yang dibutuhkan untuk setiap jenis kotoran (P. Asuh,
2008).
2.10.4 Penentuan Uji Kualitas Sabun Cuci Piring Cair dengan Penambahan
Pewarna Alami (Pandan, Sirih, Kunyit)
Larutan sabun yang telah terbentuk ditambah dengan pewarna makanan apple
green extra nomor 2093, lalu diamati ketahanannya terhadap penambahan
pewarna ini. Dilakukan perlakuan yang sama untuk pewarna alami : pandan,
Universitas Sumatera Utara
24
sirih, dan kunyit dalam campuran sabun tersebut. Dibandingkan ketahanannya
dengan pewarna alami, pewarna mana yang paling baik. (P.Asuh, 2008).
2.11 Penentuan Sifat Minyak dan Lemak
2.11.1 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lebih.
Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal
dari hidrolisa minyak atau karena proses pengolahan yang kurang baik, semakin
tinggi angka asam semakin rendah kualitasnya.
2.11.2 Penentuan Iodine Value (IV)
Bilangan iod mencerminkan ketidak jenuhan asam lemak penyusunan
lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk
senyawaan yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan
rangkap. Angka iod dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100
gram minyak atau lebih.
2.11.3 Penentuan Warna (colour)
Penentuan warna minyak goreng bekas adalah untuk mengetahui warna
minyak dari minyak goreng bekas dengan menggunakan alat lovibond Tintometer
Model E yang terdiri dari gelas – gelas berwarna 3 bagian yaitu warna merah (red/R),
kuning (yellow/Y), dan biru (blue/B).
Universitas Sumatera Utara