Transcript

UNIVERSITAS INDONESIA

Pemikiran Politik Indonesia

“Pemikiran Ir. Soekarno Di Era Demokrasi Terpimpin dan

Mohammad Hatta Di Era Demokrasi Liberal”

Disusun oleh:

Ardhito Triahmadi (1306396100)

Cristian Fernandes (1306396082)

Muhammad Kemal Hasan (1306396113)

Nadia Raissa (1306396095)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Ilmu Politik

Depok

Oktober 2014

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Demokrasi terpimpin adalah mulai muncul dan

berkembang pada saat pertengahan tahun 1958 pasca

berakhirnya masa demokrasi parlementer pada tahun 1958.

Demokrasi terpimpin adalah sebuah system yang mengacu

langsung pada keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh

pemimpin Negara. Demokrasi terpimpin. Era demokrasi

terpimpin di Indonesia terjadi pada saat masa

kepemimpinan Presiden Soekarno.

Demokrasi terpimpinan pada pelaksananaanya banyak

mengundang kontroversi, mengapa? Karena pada saat itu

demokrasi terpimpin sudah mulai mengarah ke pemerintahan

ala otoriter dimana. Karena pada pelaksanaannya,

demokrasi terpimpin dicirikan dengan dominasi presiden,

terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya

pengaruh komunis, meluasnya peranan TNI, dan melarang

propaganda anti NASAKOM. Di era demokrasi terpimpin

jugalah ada banyak pelarangan-pelarangan pengutaraaan

pendapat yang menentang asas demokrasi terpimpin

sehingga tidak aman bagi mereka untuk berbicara.

Kemudian selain demokrasi terpimpin ada demokrasi

liberal, berbeda dengan demokrasi terpimpin demokrasi

liberal yang terkesan cenderung otoritarian, demokrasi

liberal lebih cenderung kepada kebebasan atas hak hak

individu dan pemerintah. Sehingga setiap kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintahan itu sendiri harus

berdasarkan kebebasan individu dan sesuai dengan

konstitusi saat itu. Lalu di Indonesia kapan terjadi masa

demokrasi liberal? Sebelum masa demokrasi terpimpin ada

yang disebut masa demokrasi parlementer yang juga bisa

dikatakan juga sebagai masa demokrasi liberal.

Dalam masa demokrasi parlementer yang terjadi pada

saat berkakhirnya era Indonesia serikat tahun 1950 sampai

munculnya demokrasi terpimpin dengan Undang Undang Dasar

Sementara. Disebut liberal karena pada saat itu kebebasan

lebih terlihat, seperti mendirikan partai politik yang

bebas dan berkurangnya fungsi presiden yang pada saat itu

hanya dianggap sebagai kepala Negara. Di era liberal lah

pemilu pertama di Indonesia terjadipada tahun 1955. Lalu

siapa tokoh liberal pada saat itu? Mohammad Hatta

dianggap cukup liberal karena sangat menjunjung tinggi

demokrasi dan kebebasan terhadap system politik di

Indonesia.

Lalu bagaimana pemikiran kedua tokoh tersebut yang

dihasilkan pada demokrasi terpimpin untuk Ir. Soekarno

dan demorasi liberal untuk Moh. Hatta karena pada

dasarnya kedua masa tersebut sangat berkaitan satu sama

lain. Karena pada mulai muncul tanda tanda demokrasi

terpimpin Hatta mengajukan pengunduran diri sebagai Wakil

Presiden saat itu karena perbedaan pendapat mengenai

paham demokrasi. Untuk itulah kami berusaha menjelaskan

apa saja yang menjadi pemikiran mereka pada saat itu.

Rumusan masalah:

1. Bagaimana pemikiran Ir. Soekarno dalam masa

demokrasi terpimpin?

2. Bagaimana pemikiran Moh. Hatta dalam masa demokrasi

liberal?

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

Ir. Soekarno

Soekarno (1901-1970) adalah keturunan penganut

ajaran theosofi Jawa, dan Ibunya adalah penganut agama

Hindu Bali1. Soekarno merupakan seorang siswa yang

mendapat pendidikan barat sekuler yang kemudian aktif

dalam kegiatan politik ketika usianya memasuki dewasa.

Soekarno lahir ketika pada masa permulaan era kebangkitan

dan pergerakan nasional, yaitu pada tanggal 6 Juni 1901

di Lawang Seketeng, Surabaya. Bagi bangsa Indonesia abad

ke-19 merupakan zaman yang gelap. Sebaliknya zaman itu

bagi mereka di belahan bumi lain adalah zaman penuh

semangat di dalam pasang naiknya revolusi kemanusiaan2.

Ibunya bernama Idayu Nyoman Ray dan ayahnya bernama R.

Soekemi Sosrodihardjo, kemudian kakaknya bernama

Soekarmini. “Aku adalah anak dari seorang ibu kelahiran

Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idayu, merupakan

keturunan bangsawan. Raja Singaraja yang terakhir adalah

paman ibuku”, ujar Soekarno3.

1 Badri Yatim, Soekarno Islam dan Nasionalisme, hlm 1.2 Cindy Adams, Bung Karno penyambung Lidah Rakyat, hlm 21.3 Ibid, hlm 23.

Pendidikan formal Soekarno dijalani di Desa Tulung

Agung, disana Soekarno dibimbing oleh guru serta ayahnya

dalam hal pendidikan, hingga pada tahapan diluar kelas

pun soekarno masih tetap belajar membaca dan menulis atas

perintah dari ayahnya. Setelah pindah sekolah ke sekolah

Angka Loro di Sidoarjo, dan kemudian pada usia 12 tahun

pindah ke Sekolah Angka Satu di Mojokerto dan duduk di

kelas 6, hingga akhirnya di sana Soekarno menjadi murid

yang pandai.

Setelah mengalami perkembangan yang sangat cepat,

Soekarno kemudian pindah sekolah ke Europeese Lagere

School (ELS) di Mojokerto dan turun ke kelas lima.

Disamping belajar di sekolah itu, Soekarno juga mengambil

“les” pelajaran bahasa Perancis di brynette de la Roche

Brune. Setelah lulus di ELS Mojokerto, kemudian

pendidikannya dilanjutkan ke Hogere Burger School (HBS)

Surabaya, sebenarnya sekolah ini adalah sekolah yang

sangat sulit dimasuki oleh para pribumi, namun karena

Soekarno mampu membayar mahal, maka Soekarno pun masuk

sekolah ini dan kemudian di sekolah ini Soekarno mengenal

teori marxisme dari seorang gurunya, yaitu C. Hartough

yang menganut paham sosial demokrat4.

Dalam perjalanan Soekarno pada masa kecil dan

sekolahnya, dapat diterangkan bahwa Soekarno dibesarkan4 Badri Yatim, Op.cit, hlm 9.

di dua kota, yaitu Surabaya dan Bandung. Kedua kota

tersebut tentu memberikan pengaruh tersendiri bagi

kepribadian Soekarno. Dalam bagian lain, kedua kota ini,

seperti kota-kota besar di pantai utara pulau Jawa, tidak

mendapat pengaruh kuat dari kebudayan tradisional Jawa.

Sarekat Islam atau Partai Komunis Indonesia, yang

berorientasi internasional, berkembang di kota-kota

seperti Surabaya, Bandung, Jakarta, dan Semarang. Tetapi

keduanya tidak begitu berkembang di Yogyakarta. Hal

seperti itu tidak berubah setelah Soekarno tampil dalam

arena politik di akhir tahun 1920-an5.

Pemikiran Ir. Soekarno dan demokrasi terpimpin

Ir. Soekarno tentunya memiliki hubungan yang sangat

erat dengan demorkasi terpimpin. Sebagaimana yang sudah

dijelaskan sebelumnya, demokrasi terpimpin lahir pada

masa kepemimpinan beliau. Demokrasi terpimpin pada saat

itu lahir atas dasar keinginan untuk mencapai stabilitas

politik setelah dianggap gagal pada saat era demokrasi

liberal sebelumnya. Ada banyak hal yang dilakukan oleh

Ir. Soekarno dalam mewujudkan dan melaksanankan demokrasi

terpimpin yang diawali dengan adanya pengeluaran Dekrit

Presiden 5 Juli 1959, Presiden Soekarno pada saat itu

juga segera membentuk kabinet kerja deng Ir. Juanda

sebagai menteri pertamanya.5 Ibid, hlm 17.

Pertama-tama Ir. Soekarno membentuk Dewan

Pertimbangan Agung (DPA) yang diketuai oleh presiden yang

beranggotakan 12 orang wakil politik, 8 utusan/wakil

daerah, 24 orang wakil golongan karya dan 1 wakil ketua.

Mereka dilantik pada saat perayaan proklamasi kemerdekaan

tahun 1959 dengan pidato beliau yang berupa “penemuan

kembali revolusi kita” yang sekaligus memperkenalkan

demokrasi terpimpin. DPA pada saaat itu mengusulkan

pidato tersebut untuk menjadi Garis-garis Besar Haluan

Negara (GBHN) yang berjudul Manifesto Politik Indonesia

(Manipol) yang berisi mengenai persoalan pokok dan

program umum revolusi Indonesia dengan inti nya yaitu

USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi

Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indoensia).

Pasca dibentuknya MPRS oleh Presiden Soekarno terjadi

perbedaan pendapat antara DPR dan beliau pada tahun

1960an yang kemudian membubarkan DPR hasil pemilu 1955.

Kemudian beliau berusaha ‘mengawinkan’ ketiga

paham/ideology untuk menjadi sebuah satu kesatuan yang

diterapkan dalam penetapan DPR baru yaitu DPR-GR(Gotong

Royong), diberi nama gotong royong karena pada saat itu

beliau menekankan kepada musyawarah mufakat, yang

ditunjuk langsung oleh Ir. Soekarno dan berisikan fraksi-

fraksi Nasionalis, Islam, dan Komunis (NASAKOM) yaitu

PNI, NU, dan PKI dengan masing masing perimbangan suara

golongan 94:67:81 yang tentunya dianggap sebagai sebuah

keuntungan bagi PNI dan PKI karena sebelumnya pada DPR

1955 mereka memiliki suara yang ketimbang lebih sedikit

dari Islam yaitu : 65:115:42.6 Keuntungan tersebut

merupakan buah hasil kebijakan yang dikeluarkan oleh Ir.

Soekarno pada saat itu. Tak hanya pada batas sini saja

beliau tetap berusaha lagi ‘mengawinkan’ ketiga hal

tersebut dalam Kabinet Gotong Royong, namun hal tersebut

ditolak oleh pihak agama dan TNI karena adanya komunis di

dalam kabinet sehingga beliau mengalihkan mereka ke

kedudukan lainnya.

Disinilah kita mengetahui bahwa ada penekanan pada

musyawarah dan mufakat dimana berdasarkan TAP MPRS no.

VIII tahun 1965 :

a. Bahwa sudah tiba waktunya merumuskan prinsip-

prinsip Musyawarah untuk Mufakat yang merupakan

inti Demokrasi Terpimpin sebagai pedoman umum

setiap lembaga permusyawaratan/perwakilan.

b. Bahwa Musyawarah untuk Mufakat yang telah

ditegakkan kembali harus dikembangkan dan

disempurnakan pelaksanaannya dalam ketatanegaraan

Indonesia untuk melaksanakan Amanat Penderitaan

Rakyat dan Tujuan Revolusi Nasional Indonesia,

6 S. M. Amin, hlm 195.

mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur, Masyarakat

Sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila;

c. Bahwa pelaksanaan Musyawarah untuk Mufakat

merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam

semua tahap Revolusi Indonesia, terutama sekali

dalam menghadapi tantangan-tantangan Revolusi

Nasional yang belum selesai dan untuk mencegah

timbulnya kembali unsur-unsur Demokrasi liberal;

d. Bahwa prinsip Musyawarah untuk mufakat telah

menjadi pegangan pokok bagi kehidupan partai-

partai politik dan bagi golongan karya dan lain-

lain unsur dalam masyarakat dalam penggalangan

persatuan nasional progresif revolusioner

berporoskan Nasakom.7

Tak hanya pada batas pengawinan ideology oleh Ir.

Soekarno beliau juga tidak lupa pada urusan perekonomian

bangsa. Pasca berakhirnya demokrasi liberal yang dianggap

masa runtuhnya stabilitas politk bangsa juga diikuti

dengan runtuhnya perekonomian juga. Hal pertama yang

dilakukan oleh Ir. Soekarno adalah membentuk Dewan

Perencanaan Nasional yang dibawah pimpinan wakil menteri,

Muh. Yamin yang kemudia berubah menjadi Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yang dipimpin langsung

oleh Presiden dengan tugas menyusun rencana pembangunan

7 TAP MPRS NO. VIII Tahun 1965

jangka panjang/pendek di seluruh wilayah Indonesia. Juga

ada upaya pengurangan inflasi dengan mencegah uang

beredar banyak. Kemudian munculah kebijakan yang

dikeluarkan oleh Presiden Soekarno mengenai “Dana

Revolusi yang didapat dari impor barang yang digunakan

untuk membiayai proyek-proyek mandataris MPRS dan proyek-

proyek yang direstui oleh Soekarno. Namun hal ini

menimbulakn kekacauan yang cukup besar seperti

meningkatnya inflasi dan membuat ekspor menjadi menurun

drastis.

Jika kita lihat dari hal-hal yang sudah dijelaskan

diatas sudah jelas apa saja yang menjadi buah pemikiran

Ir. Soekarno terhadap demokrasi dan kepemimpinan, jika

ditelaah bagi beliau terpimpin adalah dimana segala

keputusan berada dalam tangan pemimpin dan terpusat

(layaknya ayah dan anak, dimana ayah membuat perintah dan

anak harus menurutinya) seperti pembuatan kebijakan yang

menyangkut hajat hidup bangsa ini. Selain itu pemikiran

beliau mengenai pengawinan ideology yang beliau anggap

berhasil dilakukan namun tetap saja hal tersebut dapat

dikatakan hal yang tidak demokratis karena tidak melalui

proses-proses yang melibatkan rakyat. Buah pemikiran

beliau mengenai demokrasi terpimpin tersebut memang telah

banyak melahirkan penyimpangan penyimpangan di dunia

pemerintahan. Bahkan dapat kita katakana bahwa demokrasi

terpimpin adalah masa dimana sebuah usaha pemerintah yang

otoriter atau totaliter yang berkedok demokrasi8. Padahal

melalui pemikirannya Soekarno sendiri telah melanggar apa

sesungguhnya itu demokrasi dalam sebuah bangsa. Seperti

halnya pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membuat GBHN

berdasarkan pada Manifesto Politik RI (pidato beliau)

yang telah menggeser UUD 1945. Pada saat itu juga tidak

diadakan pemilu lagi saat demokrasi terpimpin melainkan

dipilih oleh Presiden pada saat itu melalui Ketetapan

Presiden. Juga adanya wacana pegangkatan beliau sebagai

Presiden Seumur hidup. Sehingga jika kita lihat pemikiran

Soekarno pada saat itu sudah mengarah kepada

kediktatoran, musyawarah dan mufakat dan anti ekonomi.

Mohammad Hatta

Mohammad Hatta lahir dengan nama Athar yang berarti

minyak wangi. Beliau lahir pada tanggal 12 Agustus 1902

di Bukittinggi. Di Athar yang dipanggil Atta lama

kelamaan berubah menjadi nama baru yaitu Hatta. Dan nama

Mohammad yang melekat pada ayahnya pun diletakkan pula di

depannya sehingga menjadi Mohammad Hatta1. Di kota kecil

yang indah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga

ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil meninggal saat

Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki

8 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan politik: teori belah bambu, masa demokrasi terpimpin, 1959-1965, Hlm 198.

enam saudara perempuan dan ia merupakan anak laki-laki

satu-satunya. Sejak mengenyam pendidikan di MULO (Meer

UItgebreid Lagere Ondewijs) di kota Padang, ia telah

tertarik pada pergerakan. Pada tahun 1916, dimana mulai

timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java,

Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon,

Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond.

Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari

pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan.

Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun

dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para

anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin.

Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya menjadi ciri

khas sifat-sifat Mohammad Hatta.

Tahun 1921 Hatta tiba di Belanda dan belajar pada

Handels Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai

anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini

berganti nama menjadi Indonesische Vereniging.

Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu

kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia

(PI). Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan,

Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar

pengikat antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini

berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Hatta lulus

dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada

tahun 1923. Hatta menyadari ia juga memiliki minat yang

besar di bidang politik dan akhirnya memperpanjang

rencana studinya.

Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta

terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926.

Pada kesempatan itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi

yang berjudul "Economische Wereldbouw en

Machtstegenstellingen" (Struktur Ekonomi Dunia dan

Pertentangan kekuasaan). Beliau mencoba menganalisis

struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk

landasan kebijaksanaan non-kooperatif.

Di tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama

"Indonesia", Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi

Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis.

Akhirnya, "Indonesia" secara resmi diakui oleh kongres.

Juli 1932, Hatta berhasil menamatkan studinya di Belanda

dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Kesibukan utama

Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi

untuk Daulat Ra’jat dan melakukan berbagai kegiatan

politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada

Partai Pendidikan Nasional Indonesia.

Februari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende,

Pemerintah Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya

kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para

pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan

kemudian dibuang ke Boven Digoel. Dalam masa tahanannya,

Hatta menulis buku berjudul “Krisis Ekonomi dan

Kapitalisme”. Pada Februari 1942, Hatta dan Sjahrir

dibawa ke Sukabumi. Tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah

Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal

22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Pada

masa pendudukan Jepang, Hatta diminta bekerja sama

sebagai penasehat. Hatta mengutarakan cita-cita bangsa

Indonesia untuk merdeka. Jepang selalu didesaknya untuk

memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada

bulan September 1944.

Awal Agustus 1945, PPKI (Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia), dengan Soekarno sebagai Ketua dan

Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua, mempersiapkan

proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda. Soekarno

meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas.

Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan perkataan

yang didiktekannya. Setelah hal tersebut selesai, mereka

membawanya ke tempat para anggota lainnya menanti. Saat

itu, Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut

ditandatangi oleh dua orang saja yaitu Soekarno dan

Mohammad Hatta.

Pemikiran Mohammad Hatta dan Demokrasi Liberal

Liberalisme mulai berkembang pesat pada abad ke-19

sampai dasawarsa kedua abad ke-20. Hal tersebut merupakan

saat dimana liberalisme klasik sedang berkembang pesat

dalam proses perpolitikan suatu Negara contohnya

Indonesia. Paham liberalisme itu sendiri diartikan

sebagai suatu tatanan demokrasi klasik dimana tatanan

pemerintahan yang lebih menekankan kepada perlindungan

hak-hak berpolitik warga Negara yang berstatus kelas-

kelas menengah ataupun kebawah untuk hidup bebas,

memperoleh hak kebebasan dalam hak memiliki dan memilih,

serta hal-hal yang berkaitan dengan menjunjung tinggi

kebebasan suatu warga Negara. Liberalisme yang berkembang

di era orde lama ketika sistem tersebut mulai dibawa oleh

Negara-negara di Eropa seperti Perancis, dinilai Hatta

merupakan liberalisme yang masih membatasi seseorang

dalam memaksimalkan apa yang seharusnya dapat

dikeluarkan.

Kita menerima fakta bahwa gagasan mengenai demokrasi

bermula di negara-negara Barat ,khususnya

Inggris,Amerika,dan Prancis. Gagasan demokrasi lalu

menyebar ke Asia,Afrika,dan Amerika Latin sebagai hasil

perkembangan sejarah Barat sebagai kekuatan kolonial

imperealistis di masa-masa selanjutnya. Akar tunjang

demokrasi Barat adalah paham liberalisme. Menurut Anatole

Mazour dan John Peoples, pengertian liberalisme tidaklah

sederhana karena konsepnya dapat berubah dari waktu ke

waktu. Sebagai produk era pencerahan , liberalism tumbuh

dan berkembang khususnya dari pemikiran para filsul

politik seperti,Adam Smith,Locke,dan Rousseau dengan

karya-karya mereka yang memuja kebebasan individu.

Liberalisme merupakan gerakan yang dimaksudkan untuk

melindungi kebebasan individu dalam mengeluarkan

pendapat,kebebasan beragama,dan kebebasan meraih peluang-

peluang ekonomi.

Demokrasi liberal merupakan kehidupan demokrasi di

Indonesia yang berlangsung pada periode tahun 1950-1959.

Demokrasi ini memang tidak berhubungan langsung dengan

liberalisme,namun tetap memiliki keterkaitan dengannya

sebagai paham kebebasan. Pada masa ini, peran partai

politik sangat menonjol yang ditandai dengan munculnya

banyak partai politik yang sering berpengaruh dalam

kehidupan politik di pemerintahan Indonesia

Dalam pandangan Hatta , sebagaimana sudah

dikemukakan sebelumnya, demokrasi Barat seharusnya

mengandung nilai-nilai kemerdekaan(liberte), persamaan(egalite),

dan persaudaraan(fraternite) sebagaimana yang dikumandangkan

Revolusi Perancis tahun 17899. Substansi demokrasi yang

beliau inginkan adalah mass protect atau sikap kritis rakyat

terhadap penguasa, musyawarah untuk mencapai mufakat

serta tolong menolong. Oleh karena pemikiran beliau

tersebut yang demikian terhadap kemerdekaan rakyatnya

maka dikatakan sistem pemerintahan demokrasi liberal yang

merupakan perwujudan dari pemikiran politik yang Bung

Hatta kehendaki.

Hal yang mencerminkan gaya kepemimpinan Bung Hatta

pada saat beliau menjabat sebagai wakil presiden adalah

dimana pada saat itu sistem demokrasi parlementer multi

partai mendapat dukungan penuh oleh Bung Hatta. Beliau

memiliki keyakinan yang konsisten terhadap sistem

demokrasi parlement tersebut dikarenakan hal tersebut

merupakan bentuk kritisnya terhadap elemen-elemen

demokrasi Barat yang dimana bentuk demokrasi yang

tercemin tidak tegak lurus pada penerapaannya, dimana

hak-hak warga Negara belum sepenuhnya dapat dimiliki oleh

warga Negaranya.

Seperti kita ketahui, Bung Karno dan Bung Hatta

memiliki perbedaan yang amat besar dimana Bung Karno amat

membeci demokrasi parlementer yang selalu dikaitkan

dengan demokrasi ala Barat, akan tetapi Bung Hatta adalah

9 Suleman Zulifikri, Demokrasi Untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta, hlm 17.

sosok pendukung demokrasi parlementer. Hanya saja, meski

Bung Hatta pada akhirnya bisa menerima sisten

presidensil, mengingat sistem ini yang bisa mengambil

keputusan dengan cepat ditengah situasi transisi seperti

itu, toh Beliau tetap mencoba memasukan sistem

parlementer dengan usulannya agar “menteri-menteri

bertanggung jawab kepada parlemen”10. Bung Hatta sendiri

menegaskan bahwa dalam mendirikan Negara baru, perlu

diperhatikan syarat-syarat agar tidak menjadi “Negara

kekuasaan”11. Sebab itu, perlu ada pasal-pasal mengenai

warga Negara, disebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara

Indonesia Bebas berkumpul dan berserikat atau menyatakan

pendapatnya dengan tulisan ataupun segala macam bentuk

aspirasi.

Sekalipun panitia UUD 1945 telah menolak sistem

parlementer, dalam perjalanan Republik Indonesia, Bung

Hatta tampaknya masih merasa penasaran terhadap sistem

parlementer tersebut. Dari sudut pandang Beliau, sistem

tersebut diyakini sangat cocok untuk diterapkan di

Indonesia. Maka, lewat segala maklumat yang

dikeluarkannya, telah terjadi perubahan mendasar dalam

sistem pemerintahan Negara kita. Kemudian, hal tersebut

10 Alam Tunggul Wawan, Demi Bangsaku: Pertentangan Bung Karno vs Bung Hatta, hlm 162-163.11 Ibid, hlm 171.

hanya dilakukan hanya dalam tempo dua bulan setelah

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia digulirkan.

Dasar pemikiran Bung Hatta, seperti yang

dikatakannya sendiri, mengacu pada sistem seperti di

Belanda. Sebab, sesudah grondwet tahun 1838 sekalipun

tidak mencantumkan soal pertanggunjawaban Menteri pada

DPR, dalam perjalanannya sistem itu diberlakukan, akibat

adanya pertempuran antara pemerintah dan DPR. Dewan

posisinya menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan

Pemerintah. Sebabnya adalah karena keduanya menjalankan

peran legislatif, dan kedua-duanya kedudukannya tidak

sama kuat. Dewan rakyat dipilih oleh rakyat, sedangkan

Pemerintah tidak.

Akan tetapi usulan Bung Hatta tersebut mendapat

serangan dari Soepomo. Beliau berkata bahwa “apakah jika

dewan rakyat itu tidak dipercaya lagi kepada menteri-

menteri, mereka harus meletakkan jabatannya?”12. Padahal

kata soepomo, panitia menolak kepada sistem parlementer

karena ini adalah sistem liberal demokrasi yang

sudah kita tolak. Dengan menolak aliran.

Dengan usahanya yang gigih itulah untuk menjunjung

tinggi hak-hak warga Negaranya maka Bung Hatta dikatakan

sebagai bapak liberalisme dikarenakan pemikiran

12 Ibid, Hlm 164.

politiknya yang sedemikian rupa yang membuat Negara

memberikan kebebasan sepenuhnya kepada warga Negaranya

dalam artian menggunakan hak asasi manusianya.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pemikiran Soekarno mengenai demokrasi terpimpin

memiliki tiga poin penting yaitu :

Pemusatan kepemimpinan

Musyawarah mufakat

Anti-ekonomi

2. Dikatakan pemusatan kepemimpinan adalah dimana pada

masa itu pusat komando dan pembuat kebijakan

dipusatkan pada Presiden RI pada saat itu Ir.

Soekarno

3. Musyawarah mufakat adalah dimana setiap lembaga

permusyawaratan dan perwakilan dalam menghadapi

revolusi nasional dan berdasarkan pada NASAKOM

4. Anti ekonomi yang dimaksud adalah Ir. Soekarno tidak

memiliki kemahiran dalam mengatur perekonomian dan

masih anti barat sehingga sulit untuk menjalin

hubungan keuangan dengan dunia luar.

5. Bung Hatta merupakan salah satu tokoh yang dapat

dikatakan sebagai bapak liberalisme. Berbagai macam

pandangan beliau mengenai apa itu liberal selalu

mengacu kepada sistem sosialis, dimana kesejahteraan

rakyat dalam mengemukakan pendapat dijamin haknya

oleh Negara tanpa adanya intervensi dari pihak-pihak

tertentu.

6. Demokrasi parlementer yang beliau mau adalah

demokrasi yang melalui proses musyawarah dan

mufakat.

7. Kemudian Hatta beranggapan bahwa jika ada suatu

konflik pemerintahanlah yang harus mengalah karena

lembaga legislative merupakan perwakilan dari rakyat

8. Demokrasi liberal yang berlangsung pada periode

tahun 1950-1959 menganut kebebasan individu.

Kebebasan individu disini dapat diartikan hak-hak

individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi

liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses

perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian

besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk

pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah

tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu

seperti tercantum dalam konstitusi.

9. Demokrasi liberal tidak berjalan dengan baik dan

dianggap membawa Indonesia ke jurang kehancuran

akibat seringkali hanya mengutamakan kepentingan-

kepentingan partai politik.

DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Badri. Soekarno Islam dan Nasionalisme. Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999.

Adams, Cindy. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Jakarta: Media Pressindo, 2007.

Wawan, Alam Tunggul. Demi Bangsaku: Pertentangan Bung Karno vs

Bung Hatta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Feith, Herbert. Lance Castles. Pemikiran Politik Indonesia 1945-

1965. Jakarta: LP3ES, 1988.

Giri, E. M. Anggoro, Yoga. UUD 1945. Jakarta: Transmedia

Pustaka, 2007.

Poesponegoro, Djoenoed Marwati. Notosusanto, Nugroho.

Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ranoh, Ayub. 2006. Tinjauan Teologis-Etis Atas Kepemimpinan

Kharismatis Soekarno. Jakarta: Gunung Mulia.

Syafii Maarif, Ahmad. 1996. Islam dan Politik: Teori Belah Bambu,

Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965. Jakarta: Gema Insani

Press.

Suleman Zulifikri, Demokrasi Untuk Indonesia: Pemikiran Politik

Bung Hatta. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.