Transcript

FAKTOR KEMISKINAN DAN UPAYA PENANGGULANGAN PEMERINTAH

INDONESIA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Perekonomian Indonesia

Dosen Pembimbing :

Dr. A. Jajang W. Mahri. M. Si.

Disusun oleh :

Chit’Jna Amary K (110084

1)Ibang Gumilang A (110276

0)Jantera Azimat P (110317

5)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014

FAKTOR KEMISKINAN DAN UPAYA PENANGGULANGAN PEMERINTAH

INDONESIA

Chit’Jna Amary KIbang Gumilang AJantera Azimat P

ABSTRAK

Kemiskinan selalu menjadi problematika yang disorotikhususnya dinegara miskin dan berkembang. Di Indonesiayang saat ini masuk ke dalam negara berkembang, masalahkemiskinan masih menjadi masalah yang belum terselesaikansecara tuntas. Dari awal kemerdekaan sampai hari ini,beragam upaya telah dilakukan oleh setiap pemimpin bangsadi eranya, namun masih tetap saja tidak terselesaikan.

Makalah ini, bertujuan untuk mengetahui bagaimanapotret kemiskinan di Indonesia dari masa orde lama sampaimasa kepemimpinan masa SBY saat ini. Kemudian faktor-faktor yang menyebabkannya serta upaya-upaya yang telahdigulirkan oleh pemerintah guna mengurangi kemiskinan diIndonesia.

Dari hasil tulisan ini, dapat disimpulkan bahwasetiap kepemimpinan pemerintahan di Indonesia memilikicara tersendiri dalam menanggulangi kemiskinan. Pada masaorde lama melalui Penasbede. Masa orde baru melaluiRepelita. Pada era reformasi melalui program pengentasankemiskinan di daerah perkotaan. Dan pada era pemerintahansaat ini (SBY) melalui pembentukan TNP2K.

Kata kunci: Kemiskinan; faktor penyebab kemiskinan; gambaran kemiskinan;dan upaya pengentasan.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan YME.

Karena atas rahmat dan restu-Nya penulis telah mampu

menyelesaikan makalah yang berjudul “Faktor Kemiskinan

dan Upaya Penanggulangan Pemerintah Indonesia”

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas

mata kuliah Perekonomian Indonesia. Dalam penyusunan

makalah ini, tentunya penulis menyadari bahwa selesainya

penggarapan tugas ini tidak terlepas bantuan berbagai

pihak. untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. A. Jajang W Mahri, M. S selaku dosen mata

kuliah Perekonomian Indonesia yang telah bantak

memberikan ilmu serta wejangannya

2. Partner, rekan-rekan, serta semua pihak yang

memberikan motivasi serta dorongan yang telah

diberikan dalam membantu kami penyelesaikan makalah

ini.

Semoga Tuhan memberikan balasan yang berlipat ganda.

Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena

masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam isi maupun

i

sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu,

penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga

makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Amin.

Bandung, September 2014

Tim Penulis

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR..........................................i

DAFTAR ISI.............................................ii

DAFTAR TABEL...........................................iv

DAFTAR GAMBAR...........................................v

BAB I PENDAHULUAN.......................................1

1. 1 Latar Belakang....................................1

1. 2 Rumusan Masalah...................................3

1. 3 Tujuan............................................3

1. 4 Manfaat...........................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................4

2. 1 Pengertian Kemiskinan.............................4

2. 2 Mengukur Kemiskinan...............................6

2. 3 Gambaran Umum Kemiskinan Di Indonesia.............7

2. 4 Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Indonesia.11

2. 4. 1...Tingkat Pendidikan Yang Dituntaskan Penduduk

11

iii

2. 4. 2..................................Budaya Miskin

13

2. 4. 3............................Regulasi Pemerintah

15

2. 4. 4................Kesempatan Kerja Kurang Memadai

16

2. 4. 5.............Distribusi Pendapatan Tidak Merata

18

2. 4. 6........................Ketidakstabilan Politik

19

2. 5 Upaya Pemerintah Menanggulangi Kemiskinan........20

2. 5. 1.........................Pemerintahan Orde Lama

20

2. 5. 2.........................Pemerintahan Orde Baru

21

2. 5. 3.....................Pemerintahan Era Reformasi

22

2. 5. 4.....................Pemerintahan Era Demokrasi

23

BAB III PENUTUP........................................27

3. 1 Kesimpulan.......................................27

3. 2 Saran............................................29

iv

DAFTAR PUSTAKA.........................................31

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia (5 tahun

terakhir)...............................................2

Tabel 2. 1 Kemiskinan Di Indonesia Tahun 1996-2000.....11

Tabel 2. 2 Presentase Penduduk yang Buta Huruf

berdasarkan Umur.......................................13

Tabel 2. 3 Peringkat Daya Saing Beberapa Negara ASEAN

Tahun 2014.............................................14

Tabel 2. 4 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan

Tertinggi Tahun 2011-2014*.............................18

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Teori Lingkaran Kemiskinan.....................6

vii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memang

memiliki banyak isu dan permasalahan terkait sosial dan

ekonomi yang perlu diamati lebih lanjut. Salah satunya

adalah kemiskinan. Perdebatan terjadi ketika teori,

konsep, serta pengaplikasian untuk menanggulangi

kemiskinan dirasa hanya berpengaruh sedikit dalam upaya

mengentasan kemiskinan. Alhasil hanya menjadi alat

menghambur-hambur biaya dengan hasil yang dirasa minim.

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi

untuk terus maju mengingat letak geografisnya yang

menunjang tersedianya kekayaan alam yang melimpah, tanah

yang subur, potensi bahari yang besar, serta

keanekaragaman hayati yang hanya bisa dibandingkan oleh

beberapa negara saja. Optimisme muncul dengan banyaknya

kekayaan yang Indonesia miliki sebagai sebuah jembatan

dari jawaban pengentasan kemiskin seperti dengan membuka

lapangan kerja baru, pemerataan pendapatan, dll.

Namun kini muncul sebuah fenomena dimana kemiskinan

bukan hanya sebuah keadaan tentang ketidak mampuannya

1

seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi juga

kegagalan negara dalam memenuhi hak-hak seorang manusia

untuk sejahtera. Sebenarnya Indonesia memiliki cita-cita

luhur untuk membuat semua rakyatnya mampu merasakan

kekayaan negara ini. Hal tersebut terpampang di dalam

batang tubuh pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang mengamanatkan

pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk

menguasai seluruh kekayaan alam untuk dipergunakan

sepenuhnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia1.

Kemiskinan merupakan sebuah masalah kompleks yang

dipengaruhi oleh berbagai sumber yang saling berkaitan,

antara lain tingkat pendidikan masyarakat, pendapatan,

pengangguran, geografis, karakter, budaya, dan lainnya.

Tidak hanya di desa, di kota pun fenomena kemiskinan bisa

dengan mudah ditemukan.

Tabel 1. 1

Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia (5 tahun terakhir)

Tahun

Jumlah PendudukMiskin (Juta Orang)

Kota Desa Kota+Desa

2009 11,91

20,62

32,53

2010 11,10

19,93

31,02

1 Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesiaTahun1945 Pasal 33

2

Mar-11

11,05

18,97

30,02

Sep-11

10,95

18,94

29,89

Mar-12

10,65

18,49

29,13

Sep-12

10,51

18,09

28,59

Mar-13

10,33

17,74

28,07

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari data di atas terlihat bahwa kecendrungan jumlah

penduduk miskin di kota dan di desa adalah menurun. Sejak

tahun 2009, hampir tiap tahun menunjukkan penurunan

jumlah orang miskin hampir satu juta orang. Namun hal

tersebut bukan berarti Indonesia mengalami perbaikkan

secara signifikan meskipun jumlah penduduk miskin

berkurang. Potensi untuk kembali miskin tetap besar,

apalagi memasuki zaman global yang menuntut seseorang

untuk bersaing dengan kemampuan intelektual, tidak hanya

berat tapi juga mahal.

1.

1.1.

1.2 Rumusan Masalah

3

Berdasarkan latar belakang dan penjelasan diatas, maka

kami mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.

1.2.1. Apa pengertian dari kemiskinan?

1.2.2. Bagaimana cara mengukur tingkat kemiskinan?

1.2.3. Bagaimana gambaran umum tentang kemiskinan di

Indonesia?

1.2.4. Apa saja faktor yang mempengaruhi kemiskinan di

Indonesia?

1.2.5. Bagaimana upaya pemerintah Indonesia

menganggulangi kemiskinan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari rumusan masalah

yang ditentukan adalah:1.3.

1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dari kemiskinan

1.3.2. Untuk mengetahui cara mengukur tingkat

kemiskinan

1.3.3. Untuk mengetahui gambaran umum kemiskinan di

Indonesia

1.3.4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi

kemiskinan di Indonesia

4

1.3.5. Untuk mengetahui upaya yang pemerintah

Indonesia lakukan dalam menanggulangi kemiskinan

1.4 Manfaat

Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan memberikan

manfaat antara lain:

1.4.

1.4.1. Secara teoritis berguna sebagai pengetahuan

tentang kemiskinan di Indonesia

1.4.2. Secara praktis berguna bagi penulis dalam

memperkaya pemahaman menulis serta bagi pembaca

sebagai pencari informasi

5

BAB II

PEMBAHASAN

1.

2.

2

2.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi

ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar

seperti seperti makanan, pakaian, pendidikan, kesehatan,

dll. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat

pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap

pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan kadang juga berarti

tidak adnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang

mampu mengatasimasalah kemiskinan dan mendapatkan

kehormatan yang layak sebagai warganegara2

Kemiskinan menurut Suparlan (1995:11)3 didefinisikan

sebagai standar tingkat hidup yang rendah,yaitu adanya

suatu tingkat kekurangan materi padasejumlah atau

golongan orang dibandingkan dengan standar hidup yang

2Selengkapnya bisa dilihat di http://id. wikipedia.org/wiki/Kemiskinan3 Suparlan, Parsudi. (1993). Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: YayasanObor Jakarta

6

berlaku dalam masyarakat bersangkutan. terhadap tingkat

kesehatan, kehidupanmoral dan rasa harga diri dari mereka

yang tergolongorang miskin.

Sejarah luas, fenomena kemiskinan terjadi karena ada

dua faktor, antara lain merosotnya kekuatan ekonomi

sebuah negara sehingga terjadi ketidakstabilan ekonomi,

atau juga memang negara tersebut sudah miskin. Ragnar

Nurkse (dalam Sukirno, 2017:113)4 menyatakan bahwa

sebuah negara adalah miskin karena merupakan negara

miskin (A country is poor because it is poor).

Pernyataan tersebut bisa digambarkan sebagai sebuah

rangkaian ketidak milikan sebuah negara akan sumber daya

penunjang ekonomi, seperi sumber daya alam dan manusia.

Teori ini menjelaskan bahwa adanya sebuah konsep

melingkar yang pada akhirnya tidak berujung. Satu

kejadian atau faktor akan beruntun membuat sebuah

kejadian baru yang sama-sama tidak memiliki keuntungan,

dan terus berulang sampai ke kejadian yang pertama

muncul, dan terus berulang.

Gambar 1Teori Lingkaran Kemiskinan

4Sukirno, Sadono. (2007). Ekonomi Pembangunan Jakarta: PenerbitKencana

7

Kemiskinan yang terjadi bisa menjadi sebuah awal

atau juga sebuah akhir dari sebuah fase. Kemiskinan akan

berpengaruh ke rendahnya pendidikan yang di dapat serta

kesehatan yang minim. Pendidikan yang rendah akan

berpengaruh ke pendapatan yang bisa diterima ketika

memasuki dunia kerja dan kesehatan yang buruk karena

suplai serta lingkungan yang tidak mendukung membuat

produktivitas rendah dikarenakan sering sakit-sakitan.

Maka kesehatan yang rendah harus mengeluarkan banyak

biaya sebagai biaya pengganti seperti membeli obat atau

biaya kesehatan lainnya. Pada akhirnya dengan penerimaan

8

bersih yang diterima kurang cukup, kebutuhan lainnya

tidak mampu terpenuhi dan dapat dikategorikan miskin.

Penyebab Kemiskinan

Nugroho dan Dahuri (2004:165)5 menyatakan bahwa

kemiskinan di dalam masyarakat dikarenakan oleh

beberapa sebab yaitu sebagai berikut:

Kemiskinan natural disebabkan keterbatasan kualitas

sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Kemiskinan struktural disebabkan secara langsung

maupun tidak langsung oleh berbagai kebijakan,

peraturan, dan keputusan dalam pembangunan,

kemiskinan ini umumnya dapat dikenali dari

transformasi ekonomi yang berjalan tidak seimbang.

Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih

banyak disebabkan sikap individu dalam masyarakat

yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya

yang menjebak dirinya dalam kemiskinan. Dengan kata

lain, seseorang dikatakan miskin jika dan hanya jika

tingkat pendapatannya tidak memungkinkan orang

5Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin. (2004). Pembangunan Wilayah,Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.

9

tersebut untuk mentaati tata nilai dan norma dalam

masyarakatnya.

Jika diuraikan pernyataan diatas, maka bisa

dibagi menjadi dua faktor penyebab kemiskinan, yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal adalah penyebab kemiskinan yang potensinya

berasal dari diri seseorang dan atau keluarga serta

lingkungan sekitarnya. Sedangkan faktor eksternal

adalah faktor yang berkaitan dengan kebijakan

pemerintah dan situasi lain yang berpotensi membuat

seseorang jatuh miskin seperti kekurangan bahan baku

atau bencana alam.

2.2 Mengukur Kemiskinan

Kemiskinan adalah indikator salah satu

indikator sehatnya perekonomian sebuah negara. Ada

beberapa pendekatan untuk mengukur kemiskinan sebuah

negara. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

relatif dan pendekatan absolut. Menurut Nugroho dan

Dahuri (2004)6, pendekatan relatif adalah pendekatan

yang melihat faktor lain sebagai penentu seperti

6Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin. (2004). Pembangunan Wilayah,Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.

10

subsidi atau distribusi yang dilakukan negara.

Sedangkan pendekatan absolut adalah mereka yang

tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok mereka seperti

kekurangan pendapatan, dll.

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik,

mengukur kemiskinan bisa dengan menggunakan konsep

kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs

approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan

dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi

untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan

makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode

yang digunakan adalah dengan menghitung garis

kemiskinan (GK) yang terdiri dari dua komponen,

yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis

kemiskinan bukan-makanan(GKBM). Penghitungan GK

dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan

perdesaan. GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan

minimum makanan yang disetarakan dengan 2. 100 kilo

kalori per kapita perhari. Sedangkan GKBM adalah

kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,

pendidikan, dan kesehatan7.

7Selengkapnya bisa dilihat di http://bps. go. id/menutab. php?tabel=1&kat=1&id_subyek=23

11

2.3 Gambaran Umum

Kemiskinan Di Indonesia

Kemiskinan adalah masalah ekonomi yang pasti dialami

oleh semua negara termasuk Indonesia sebagai negara

dengan kategori negara berkembang. Upaya sebuah negara

berubah menjadi semakin maju tidak berarti tidak

meninggalkan masalah. Kemiskinan adalah sebuah masalah

sensitif karena melibatkan banyak sekali unsur di

dalamnya, bahkan tidak hanya masalah keuangan atau

ekonomi, tetapi juga merembet ke permasalahan perbedaan

status sosial dan SARA sehingga kemiskinan adalah sebuah

permasalahan yang bersifat multi dimensional. Maksudnya adalah

kemiskinan memiliki banyak aspek primer yang berupa

miskin secara aset, organisasi sosial politik,

pengetahuan dan keterampilan serta aspek sekunder yang

berupa miskin akan relasi, sumber-sumber keuangan dan

informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut dapat

ditemui dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang

sehat, pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan

tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu, dimensi-

dimensi kemiskinan saling berkaitan baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Fenomena kemiskinan sendiri berkaitan erat dengan

konsep dan permasalahan ketidak adilan dan disintegrasi

12

kelompok, menunjuk pada sebuah jalinan konsep yang

memberi sebuah pengertian yang saling berkait satu sama

lain. Masing-masing konsep bisa dilihat secara tunggal

dengan pengertian tersendiri atau analisis saling

keterkaitan atau keterhubungan satu dengan lainnya dalam

konteks kausalitas. Kemiskinan bisa terjadi karena adanya

ketidak adilan di masyarakat yang dapat mengganggu rasa

kebersamaan, atau karena perlakuan yang tidak adil dalam

perlakuan/pemerataan, ada masyarakat yang merasa miskin

dalam berbagai hal yang berakibat pada pertentangan dan

perpecahan8.

Secara umum Indonesia adalah negara yang sedang

berproses menuju negara industri yang maju. Hal ini

ditandai dengan sedikitnya efek yang diterima ketika

terjadi krisis ekonomi global tahun 2008 kemarin,

tepat di belakang negara-negara industri besar dunia

seperti Cina dan India. Namun bagaimanapun Indonesia

tetaplah negara berkembang yang memiliki

permasalahan ekonomi termasuk kemiskinan. Indonesia

memiliki ciri-ciri sebagaimana karakter yang ada di

negara-negara dunia ketiga lainnya. J. W. Schrool

8 Astika, KS. (2010). Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik. Budaya Kemiskinan Di Masyarakat: Tinjauan Kondisi Kemiskinan Dan KesadaranBudaya Miskin Di Masyarakat. ,1 (1), hlm. 20

13

(1981:232)9 menjelaskan bahwa ada 15 ciri-ciri

negara berkembang, yaitu:

1. Tidak cukup makan, dengan batasa kurang dari 2. 500

kalori

2. Struktur agraria lemah karena pembagian tanah milik

yang tidak baik, sehingga seorang petani hanya

memiliki tanah yang tidak begitu luas.

3. Industri kurang berkembang, karena kecilnya

persentase penduduk yang bekerja di sektor

industri.

4. Tidak banyak menggunakan tenaga mesin dan masih

menggunakan tenaga manusia atau hewan.

5. Ketergantungan ekonomi tinggi, khususnya pada

bantuan luar negeri

6. Perkambangan sektor perdagangan dan pelayanan

terlalu maju, tidak seimbang dengan sektor

pertanian dan industri.

7. Struktur sosial terbelakang dan belum sesuai dengan

masyarakat modern

9Schrool, J. W. (1981). Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang. Jakarta : PT. Gramedia

14

8. Kelas menengah tidak begitu maju sehingga tidak ada

yang memanikan peranan penting dalam perkambangan

perekonomian.

9. Pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung

jumlahnya besar.

10. Tingkat pengajaran rendah sehingga angka buta

huruf masih tinggi.

11. Mutu pengajaran juga rendah karena tidak ada

perencanaan yang baik.

12. Angka kelahiran tinggi.

13. Keadaan kesehatan jelek, ditandai dengan angka

kematian yang cukup tinggi sehingga berpengaruh

juga terhadap produksi.

14. Orientasi kepada tradisi dan kepada kelompok.

15. Sikap kerja tidak mengandung cita-cita untuk

bekerja secara mantap dan terus menerus

Sejak pemerintahan zaman orde lama hingga pasca

reformasi, ada beberapa moment krusial tentang kemiskinan

yang terjadi di Indonesia. Seperti di zaman Orde Baru

pimpinan Soeharto. Pasca turunnya Soekarno dan

diangkatnya Soeharto sebagai Presiden, beliau mencangkan

program-program pembentuk ekonomi rakyat dengan cita-cita

membentuk Indonesia sebagai negara dengan spesialisasi

15

tertentu dan terwujud ide untuk melakukan swasembada

pangan (beras). Dengan kondisi Indonesia sebagai negara

agraris, Soeharto membentuk Indonesia sebagai negara

swasembada beras dunia, yang diikuti oleh pujian oleh

khalayak dunia. Tidak hanya itu, Soeharto juga membuat

beberapa kebijakan kesejahteraan sosial seperti Pelita

(Pembangunan Lima Tahun) serta Kredit Usaha Tani.

Secara gasir besar, sumber-sumber program-program

pembangunan yang Soeharto buat adalah dari pinjaman-

pinjaman luar negeri seperti IMF dan Consultative Group

on Indonesia, sebuah organisasi negara kreditor untuk

Indonesia yang di sponsori oleh Perancis. Selain itu,

Indonesia mendapat bantuan dari lembaga internasional

lainnya yang berada dibawah PBB seperti UNICEF, UNESCO

dan WHO. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi

yang bertumpu dalam sistem trickle down effect (menetes

ke bawah) yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan

ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen

ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN)

pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada

donor Internasional terutama paska Krisis 1997. 10

10Selengkapnya bisa dilihat di http://id. wikipedia.org/wiki/Soeharto

16

Tabel 2. 1

Kemiskinan Di Indonesia Tahun 1996-2000

Tahun

Jumlah PendudukMiskin (Juta Orang)

Persentase PendudukMiskin

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+De

sa

1996 7,20

15,30

22,50

9,70

12,30

11,30

1997 9,42

24,59

34,01

13,39

19,78

17,47

1998

17,60

31,90

49,50

21,92

25,72

24,20

1999

15,64

32,33

47,97

19,41

26,03

23,43

2000 12,

26,

38,

14,

22,

19,

17

31

43

74

60

38

14

Sumber : Badan Pusat Statistik

Krisis ekonomi 1997/1998 telah mengubur prestasi

ekonomi Orde Baru. Kemiskinan melonjak tajam hingga

mencapai 24,2% di tahun 1998. Hal ini sangat disayangkan

padahal sebelumnya perekonomian kita mendapat pujian

sebagai salah satu kejaiban ekonomi Asia(Sjahrir, 1997 ;

Stamboel, 2012)11. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun

1998, semakin meluas menjadi krisis politik yang justru

menyebabkan semakin parahnya kondisi perekonomian

Indonesia. Demonstrasi mahasiswa merebak ke seluruh

penjuru nusantara. Rupiah yang sempat menguat Rp. 7. 000

per satu dollar AS, melemah kembali ke tingkat Rp. 9.

000. Lebih-lebih setelah pemerintah memustuskan menaikan

harga BBM.

Lepas dari krisis 1998, Indonesia mulai menata

kembali perekonomian. Pemerintah menyadari bahwa harus

adanyas ebuah jaminan sosial agar nantinya kemungkinan

terjadinya krisis ekonomi seperti kejadian 1998 tidak

terulang. Sejak saat itu lahir Jaminan Pengaman Sosial

(JPS) yang melindungi masyarakat miskin dan rentan miskin

dari guncangan ekonomi. Sejak tahun 2000, konsep JPS

11 Stamboel, K. A. (2012). Panggilan keberpihakan: Strategi Mengakhiri KemiskinanDi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

18

mulai dikaji, dikembangkan dan sedikit demi sedikit

dijalankan. Di periode Kabinet Indonesia Bersatu I dan

II, konsep JPS iniberkembang baik. TNP2K yang bekerja

langsung dibawah Wakil Presiden langsung menanganinya.

Program penanganan kemiskinan ini berevolusi menjadi

program empat kluster (bantuan sosial, pemberdayaan

masyarakat, pemberdayaan UMKM dan program murah) yang

merupakan program andalan pemerintah.

2.4 Faktor Yang

Mempengaruhi Kemiskinan di Indonesia

1.

2.

2.1

2.2

2.3

2.4

2.4.1 Tingkat Pendidikan Yang Dituntaskan Penduduk

Indikator bahwa kemiskinan semakin banyak adalah

dengan sulitanya mengakses pendidikan dan berimbas

kepada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Sebagai

19

contoh, hasil penelitian Cameron (2000)12 tentang

kemiskinan di Jawa Barat yang menyimpulkan bahwa

pengurangan kemiskinan diasosiasikan dengan

meningkatnya pencapaian pendidikan dan peningkatan

pendapatan dari tenaga kerja terdidik.

Pendidikan adalah faktor penting dalam upaya

pengentasan kemiskinan. Pendidikan memberikan stimulus

daya saing bagi individu untuk bisa menambah nilai

jual sehingga bisa mendapat penghasilan yang lebih dan

memenuhi kebutuhan pokok. Dan dari tahun ke tahun,

Indonesia mengalami pengurangan jumlah penduduk yang

buta huruf.

Tabel 2. 2

Presentase Penduduk yang Buta Huruf berdasarkan Umur

Tahun Usia15 15-44 45+

2009 7,4

2 1,8

0 18,68

2010 7,0

9 1,7

1 18,25

2011 7,5

6 2,3

1 18,15

2012 7,0

3 2,0

3 17,17

2013 6,0 1,6 15,12Cameron, Lisa A. 2000. Journal of Development Economics. Poverty andInequality in Java: Examining the Impact of The Changing Age, Educational, and IndustrialStructure, Vol. 62 hlm. 175-176

20

8 1 15Sumber: Badan Pusat Statistik

Dengan program pendidikan yang dicanangkan

pemerintah yaitu wajib belajar 12 tahun, serta

digratiskannya biaya sekolah untuk jenjang Sekolah

Dasar dan Sekolah Menengah Pertama berpengaruh

terhadap presentase penduduk buta huruf. Selain itu

dengan pendidikan yang semakin membaik, Indonesia juga

tercatat membaik di The Global Competitiveness Report

2013-2014 (laporan tahunan daya saing global tahun

2013-2014) yang dibuat oleh World Economic Forum (WEF)

menempatkan Indonesia pada posisi ke 38 dari 148

negara di dunia. Pada kawasan ASEAN posisi daya saing

Indonesia berada posisi kelima di bawah Singapura,

Malaysia, Brunei dan Thailand.

Tabel 2. 3

Peringkat Daya Saing Beberapa Negara ASEAN Tahun 2014

NEGARA PERINGKATSingapura 2Malaysia 24Brunei D 26Thailand 37Indonesia 38Filipina 59

21

Vietnam 70Kamboja 88Sumber: WEF (2014)

Namun jika situasi ini tidak dipertahankan,

Indonesia akan kembali mundur secara progress.

Kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pendidikan

seperti kurikulum dan hal-hal teknis lainnya bisa

berpengaruh kepada minat masyarakat untuk mengenyam

pendidikan. Hal ini menjadi krusial karena pendidikan

adalah sumber dari daya saing sebuah negara.

2.4.2 Budaya Miskin

Kebudayaan kemiskinan bisa terwujud dalam situasi

ekonomi yang banyk dipengaruhi oleh status sosial,

berkembangnya sistem ekonomi uang, buruh upahan, dan

sistem produksi untuk keuntungan. Demikian juga pada

masyarakat yang mempunyai institusi sosial yang lemah

untuk mengontrol dan memecahkan masalah sosial dan

kependudukan, yang berdampak pada pertumbuhan tinggi

dan pengangguran juga tinggi.

Menurut Astika (2010), budaya kemiskinan

merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian dan reaksi

kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka dalam

22

massyarakat yang berstrata kelas, sangat

individualistis berciri kapitalisme. Sehingga yang

mempunyai kemungkinan besar untuk memiliki kebudayaan

kemiskinan adalah kelompok masyarakat yang berstrata

rendah, mengalami perubahan sosial yang drastik yang

ditunjukkan oleh ciri-ciri :

1. Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum

miskin kedalam lembaga-lembaga utama masarakat,

yang berakibat munculnya rasa ketakutan,

kecurigan tinggi, apatis dan perpecahan;

2. Pada tingkat komunitas local secara fisik

ditemui rumah-rumah dan pemukiman kumuh, penuh

sesak, bergerombol, dan rendahnya tingkat

organisasi diluar keluarga inti dan keluarga

luas;

3. Pada tingkat keluarga ditandai oleh masa kanak-

kanak yang singkat dan kurang pengasuhan oleh

orang tua, cepat dewasa, atau perkawinan usia

dini, tingginya angka perpisahan keluarga, dan

kecenderungan terbentuknya keluarga matrilineal

dan dominannya peran sanak keluarga ibu pada

anak-anaaknya;

4. Pada tingkat individu dengan ciri yang menonjol

adalah kuatnya perasaan tidak berharga, tidak

23

berdaya, ketergantungan yang tinggi dan rasa

rendah diri;

5. Tingginya (rasa) tingkat kesengsaraan, karena

beratnya penderitaan ibu, lemahnya struktur

pribadi, kurangnya kendali diri dan dorongan

nafsu, kuatnya orientasi masa kini, dan kekurang

sabaran dalam hal menunda keinginan dan rencana

masa depan, perasaan pasrah/tidak berguna,

tingginya anggapan terhadap keunggulan lelaki,

dan berbagai jenis penyakit kejiwaan lainnya;

6. Kebudayaan kemiskinan juga membentuk orientasi

yang sempit dari kelompoknya, mereka hanya

mengetahui kesulitankesulitan, kondisi setempat,

lingkungan tetangga dan cara hidup mereka

sendiri saja, tidak adanya kesadaran kelas walau

mereka sangat sensitif terhadap

perbedaanperbedaan status;

Karena berbagai kegiatan yang dilakukan dalam

kehidupan para warga kelompoktersebut dirasakan

sebagai suatu hal yang biasa(sebagai fenomena biasa

dalam kehidupan keseharian mereka). Pada kondisi

seperti itu tidakada yang diacu untuk pamer, sehingga

diantaramereka tidak ada perasaan saling berbeda, yang

24

dapat menimbulkan perasaan malu. Dalamkeadaan

demikian, maka kemiskinan terwujuddalam berbagai cara-

cara mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka untuk

dapat hidup. Di kalangan masyarakat/kelompok

yangberada dalam kondisi miskin seperti itu,

berkembang suatu pedoman bagi kehidupanmereka yang

diyakini kebenaran dankegunaannya yang dilandasi oleh

kemiskinan yang mereka derita bersama. Pedoman atau

kiatkiatuntuk menghadapi fenomena miskin sepertiitu

kemudian melahirkan model-model adaptasimereka

menghadapi kemiskinan.

1.

2.

2.1.

2.2.

2.3.

2.4.

2.4.1.

2.4.2.

2.4.3 Regulasi Pemerintah

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan bisa

menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya

kemiskinan. Regulasi yang dibuat tidak mungkin tanpa

25

pemikiran serta analisis yang matang, namun tidak

jarang berdampak kepada berkurangnya pendapatan

masyarakat tertentu yang berujung kepada kemiskinan.

Fenomena yang bisa diambil contoh adalah pembatasan

peredaran tembakau dan produk berbahan dasar tembakau.

Regulasi ini jelas berpengaruh besar kepada para

petani tembakau dan perusahaan-perusahaan yang

mengelola tembakau sebagai bahan baku utama produksi.

Dampak jauhnya adalah regulasi ini berpotensi

menimbulkan kemiskinan struktural.

Menurut Suharto(2008:18)13, kemiskinan struktural

adalah kemiskinan yang terjadi bukan dikarenakan

ketidakmampuan si miskin untuk bekerja (malas),

melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur

sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang

memungkinkan si miskin dapat bekerja.

Dengan regulasi yang dibuat pemerintah, tidak

semua situasi yang diharapkan kedepannya bisa

diterima. Regulasi yang tidak menunjang sebagian pihak

akan membuat kesalahan kebijakan yang berujung kepada

kerugian negara untuk kembali menanggulangi masalah

13 Suharto, E. (2008). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:Refika Aditama

26

baru, dalam hal ini kemiskinan adalah salah satu

penentu indikator daya saing sebuah negara.

2.4.4 Kesempatan Kerja Kurang Memadai

Keadaan atau kondisi kependudukan yang ada sangat

mempengaruhi dinamika pembangunan yang sedang

dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang

besar, jika diikuti dengan dengan kualitas penduduk

yang memadai, akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan

ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar jika

diikuti dengan kualitas yang rendah, menjadikan

penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan

nasional.

Banyaknya tenaga kerja yang terserap oleh suatu

sektor perekonomian, dapat digunakan untuk

menggambarkan daya serap sektor perekonomian tersebut

terhadap angkatan kerja. Sepanjang sejarah,

pertambahan penduduk merupakan sumber terpenting atas

bertambahnya output yang dinikmati seluruh dunia.

Jumlah penduduk yang meningkat hampir selalu mengarah

pada naiknya total output.

27

Namun ketika jumlah penduduk bertambah dan tidak

di imbangi dengan kesempatan kerja yang rendah maka

akan menimbulkan kemerosotan ekonomi karena akan

berdampak kepada bertambahnya jumlah pengangguran.

Pengangguran terjadi kepada tidak hanya mereka yang

tidak berpendidikan, namun juga mereka yang terdidik

secara formal. Menurut Sadono Sukirno (2004 : 84)14,

pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang

yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan

pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Seseorang

yang tidak bekerja, tetapi tidak secara aktif mencari

pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur. Faktor

utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan

pengeluaran agregat.

Tabel 2. 4

Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi Tahun

2011-2014*

No.

PendidikanTertinggi

YangDitamatkan

2011 2012 2013 2014*

Februari

Agustus

Februari

Agustus

Februari

Agustus

Februari

1 Tidak/belum

96852

205218

129258

86397

113389

81432

134040

14Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

28

pernah sekolah

2Belum/tidak tamat SD

566349

748742

602511

513875

523936

489152 610574

3 SD 1 281605

1 233475

1 404892

1 447454

1 416155

1 347555

137482

2

4 SLTP 1 796178

2 117407

1 710992

1 703326

1 811920

1 689643

169320

3

5 SLTA Umum 2 326651

2 374469

2 014074

1 854362

1 859727

1 925660

189350

9

6 SLTA Kejuruan

1 077462

1 157813

1 002867

1 058412

857585

1 258201 847365

7Diploma I,II,III/Akademi

455367

279921

253840

198688

195427

185103 195258

8 Universitas

619617

542682

546294

443518

421073

434185 398298

Total 8 220081

8 659727

7 664728

7 306032

7 199212

7 410931

714706

9

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sementara dengan rendahnya penyerapan tenaga

kerja muncul masalah baru dengan berubahnya status

seseorang menjadi pengangguran. Menurut Gregory Mankiw

(2006 : 154)15, pengangguran adalah masalah

makroekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung

dan merupakan masalah yang paling berat. Bagi

kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berari

penurunan standar kehidupan dan tekanan psikologis.

Kesempatan kerja berdampak beruntun, bertahapn, dan

luas.

15Mankiw, Gregory. (2006). Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

29

2.4.5 Distribusi Pendapatan Tidak Merata

Distribusi pendapatan nasional merupakan unsur

penting untuk mengetahui tinggi atau rendahnya

kesejahteraan atau kemakmuran suatu negara. Distribusi

pendapatan yang merata kepada masyarakat akan mampu

menciptakan perubahan dan perbaikan suatu negara

seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengentasan

kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan sebagainya.

Sebaliknya, jika distribusi pendapatan nasional tidak

merata, maka perubahan atau perbaikan suatu negara

tidak akan tercapai, hal seperti ini yang akan

menunjukkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan.

Isu tidak meratanya distribusi pendapatan adalah

salah satu yang hangat dibicarakan karena membuat

kondisi masyarakat seolah-olah dipertanyakan.

Maksudnya adalah dengan tidak meratanya distribusi

pendapatan, ada potensi hak yang layak diterima

masyarakat tidak sepenuhnya diterima dan bisa

menimbulkan keresahan bahkan konflik. Mungkin banyak

pertanyaan tentang kebijakan pemerintah terkait

peningkatan kesejahteraan, contohnya soal pendidikan

atau kesehata ; Apakah keberhasilan pembangunan bidang

30

pendidikan dan kesehatan, misalnya, dinikamati juga

oleh masyarakat kurang mampu?

2.4.6 Ketidakstabilan Politik

Stabilisasi perekonomian dari suatu negara sangat

jelas dipengaruhi oleh faktor politik dan keamanan,

yang juga sangat penting ketimbang variabel ekonomi

makro lainnya. Tanpa stabilitas politik dan keamanan

yang kondusif dari suatu negara, ekonomi tidak akan

bisa berbuat banyak terutama dalam hubungannya dengan

posisi dari suatu negara dalam memperbaiki variabel-

variabel ekonomi.

Apabila situasi politik memanas maka perekonomian

Indonesia akan terkena dampaknya. Jika merujuk kepada

sejarah, ketidakstabilan politik terlihat jelas

berdampak kepada perekonomian di tahun 1997-1999.

Gagalnya manajemen di zaman pemerintahan Soeharto

membuat hutang luar negeri sulit dibayar. Belum lagi

lamanya durasi Soeharto saat menjabat sebagai presiden

yang dianggap sebagai pemimpin yang otoriter memaksa

rakyat menggulingkan Soeharto dari kursi presiden.

Pada saat seorang kepala negara dijatuhkan akibat

ketidakmampuannya menanggulangi masalah yang ada

membuat sentiment negatif dari asing. Perekonomian

31

anjlok, nilai tukar rupiah terhadap dollar melemah,

dan investor enggan untuk menanamkan modal di

Indonesia karena melihat kepala negara Indonesia,

sebagai seorang yang bertugas membuat keputusan

sekaligus sebagai representasi negara tidak ada untuk

menjalankan kewajibannya sehingga Indonesia menjadi

negara yang tidak direkomendasikan untuk di buat

sebagai tempat investasi.

Tidak hanya perekonomian, ketidakstabilan

merembet ke hal-hal lain seperti kriminalitas dan SARA

yang jika ditarik benang merahnya, semua konflik

bangkit justru bermuara kepada motif ekonomi.

Kriminalitas dimana-mana, penjarahan toko-toko dari

pengusaha keturunan etnis Tionghoa, serta kekerasan

lain yang dampaknya memperburuk situasi perekonomian

Indonesia.

Sekarang, percikan-percikan kecil mulai kembali

memantik ketika Pilpres kemarin menyisakan dua

kandidat calon presiden. Ibarat babak adu pinalti,

satu pihak pasti menang dan satu harus menerima

kekalahan. Persaingan yang terus berlanjut hingga ke

ranah-ranah yang jika dikuasai atas nama kepentingan,

maka akan muncul regulasi-regulasi yang kurang ideal

32

kedepannya. Sangat sulit menjauhkan kemiskinan dengan

situasi politik.

2.5 Upaya Pemerintah

Menanggulangi Kemiskinan

2.5

2.5.1 Pemerintahan Orde Lama

Di Era Orde Lama pengentasan kemiskinanbukan

prioritas. Pemerintah saat itu lebih fokus kepada

pembangunan karakter bangsa dan stabilitas politik

dalam negeri. Strategi pembangunan ekonomi model Orde

Lama bersifatforward-looking dan nasionalistik.

Pemerintahan Orde Lama ingin menanamkan fondasi

berorientasi kedepan karena krisis identitas bangsa

yang baru saja lepas dari penjajahan dari sangat

genting untuk di tata kembali.

Sebenarnya, ada beberapa kebijakan pengentasan

kemiskinan yang cukup baik dijalankan yakni reformasi

lahan. Walaupun didorong oleh sentiment sosialisme

yang ingin menghapuskan feodalisme gaya barat, namun

hal ini patut di apresiasi karena pada saat itu sulit

melihat seseorang tanpa melihat statusnya, dan

peraturan ini menunjang siapapun yang ingin bekerja

33

dan memperbaiki kehidupan perekonomiannya. Namun di

akhir pemerintahan, tepatnya tahun 1966, terjadi

gejolak krisis politik yang menyebabkan pendapatan per

kapita menurun tajam.

Usaha pengentasan kemiskinan pada era

pemerintahan Soekarno (orde lama) dimulai tahun 1960-

an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok

rakyatyang tertuang dalam Pembangunan Nasional

Berencana Delapan Tahun (Penasbede). Berdasarkan TAP

MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar Pola

PembangunanNasional Semesta Berencana Tahapan Pertama

1961-1969, pola pembangunan pada masa itu, lebih

ditujukan untuk mewujudkan pemerataankesejahteraan

rakyat.

Pada masa itu, pembangunan ditujukan untuk

meningkatkan pendapatan nasional. Namun pada

pelaksanaannya, pembangunan justru terhenti dan

penduduk miskin malah bertambah. Krisis politik pada

tahun 1965 dan berdampak pada inflasi yang mencapai

650%. Namun, penyebabnya buakan hanya itu saja,

melainkan pula beberapa faktor lainnya, yaitu:

34

Kurangnya pemahaman akaan pembangunan yang

memberdayakan masyarakat (tidak berbasis

rakyat)

Rakyat dijadiakn basis ideologi politik

Kurangnya kecakapan

2.5.2 Pemerintahan Orde Baru

Orde Baru mulai menjalankan roda pemerintahannya

dengan warisan kemiskinan yang tinggi. Namun seiring

waktu, situasi politik bisa dikendalikan dan mulai

stabil kembali. Setelah itu mucullah kebijakan Pelita

(Pembangunan Lima Tahun). Pelita adalah upaya untuk

meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus

meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap

berikutnya. Pelita berganti sesuai dengan bergantinya

kabinetPresiden Soeharto.

Kabinet Pembangunan II atau Pelita II

Kabinet Pembangunan III atau Pelita III

Kabinet Pembangunan IV atau Pelita IV

Kabinet Pembangunan V atau Pelita V

Kabinet Pembangunan VI atau Pelita VI

Kabinet Pembangunan VII atau Pelita VII

35

Tujuan tiap Pelita tidak semuanya sama. seperti

Repelita I – IV adalah peningkatan kesejahteraan

melalui program Sektoral & Regional.

Sedangkan Repelita IV – V adalah peningkatan

kesejahteraanmelalui program Inpres Desa Tertinggal.

Selain itu ada beberapa program lain yang dibuat di

zaman ini, yaitu:

Program Pembangunan Keluarga Sejahtera

Program Kesejahteraan Sosial

Tabungan Keluarga Sejahtera

Kredit Usaha Keluarga Sejahtera

GN-OTA

Kredit Usaha Tani

2.5.3 Pemerintahan Era Reformasi

Selepas krisis tahun 1998 yang melanda Indonesia,

tidak banyak program yang pemerintah canangkan. Dari

kepemimpinan Habibie hingga Megawati, kebijakan yang

dibuat memiliki kecendrungan yang sama, yaitu

pengentasan kemiskinan di daerah perkotaan.

Presiden BJ Habibie, Progam Jaring Pengaman

Sosial, memperbesar pos subsidi dalam APBN melalui

beras bersubsidi untuk masyarakat miskin, menyediakan

dana pendidikan untuk anak dari keluarga pra sejahtera

36

dan sejahtera 1, beasiswa mahasiswa pada keluarga

miskin sebanyak Rp. 500. 000, program padat karya,

kenaikan gaji.

Berikut ini adalah program pengentasan kemiskinan

era Habibie.

• Jaring Pengaman Sosial

• Program Penanggulangan Kemiskinan & Perkotaan

• Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa

Tertinggal

• Program Pengembangan Kecamatan

Presiden Abdul Rahman Wahid, penyediaan kebutuhan

pokok bagi keluarga miskin melalui penyediaan

pelayanan kesehatan dan pendidikan dan perbaikan

lingkungan rumah tinggal, pengembangan budaya usaha

bagi masyarakat miskin, kenaikan gaji, pengadaan air

bersih sebagai konpensasi kenaikan BBM pada masyarakat

miskin kota, kompensasi di bidang pendidikan,

kesehatan, OPK, beras murah, dan pelayanan angkutan

umum akibat kenaikan BBM.

Secara umum program pengentasan kemiskinan era

Abdul Rahman Wahid adalah sebagai berikut:

• Jaring Pengaman Sosial

• Kredit Ketahanan Pangan

• Program Penangggulangan Kemiskinan & Perkotaan

37

Presiden Megawati, Pada tahun 2003 menganggarkan

23,3 trilliun untuk orang miskin, tarip listrik rendah

bagi rumah tangga miskin, subsidi bunga murah untuk

usaha mikro, memberi bantuan usaha kecil bagi rumah

murah, subsidi pupuk agar terjangkau petani,

peningkatan pelayanan gizi bagi keluarga miskin,

kelompok rentan, pengungsi dan korban bencana. 16

Berikut ini adalah program pengentasan era

Megawati:

• Pembentukan Komite Penganggulangan Kemiskinan

• Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

2.5.4 Pemerintahan Era Demokrasi

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

(SBY), dibentuk sebuah lembaga penganggulangan

kemiskinan bernama Pembentukan Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Pemerintahan SBY

menargerkan penurunan angka kemiskinan secara nasional

sebesar 8 – 10 % pada akhir tahun 2014. Maka dari itu,

pemerintah menurunkan Peraturan Presiden No. 15

tentang Percepatan Penanggualangan Kemiskinan yang

didalamnya berisi pembentukan Tim Nasional Percepatan

16Selengkapnya bisa dilihat di http://penomda. blogspot.com/2010/03/model-pengentasan-kemiskinan-di. html

38

Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). TNP2K merupakan tim

lintas sector dan lintas pemangku kemiskinan di

tingkat pusat untuk penanggulangan kemiskinan.

TNP2K dalam penanggulangan kemiskinan bersasaran

dengan membentuk beberapa program klaster, yaitu

klaster I, klaster II, klaster III, dan klaster IV.

Sasaran klaster I berbasis rumah tangga atau

keluarga. . Program-program Penanggulangan Kemiskinan

Klaster I

1. Program Keluarga Harapan (PKH)

2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

3. Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)

4. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)

5. Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN)

Sasran kalster II adalah komunitas. Programnya

berlandaskan prinsip pemberdayaan masyarakat. Program-

program Penanggulangan Kemiskinan Klaster II

1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

a. PNPM Mandiri Perdesaan

b. PNPM Perdesaan R2PN (Rehabilitasi dan

Rekonstruksi Pulau Nias)

39

c. PNPM Mandiri Agribisnis/SADI (Smallholder

Agribusiness Development Initiative)

d. PNPM Generasi Sehat Dan Cerdas

e. PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM-LMP)

f. Program Pengembangan Sistem Pembangunan

Partisipatif (P2SPP)

g. PNPM Mandiri Respek (Rencana Strategis

Pengembangan Kampung) Bagi Masyarakat Papua

h. PNPM Mandiri Perkotaan

i. PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan

j. Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi

Wilayah (PISEW)

k. Program Penyediaan Air Minum Berbasis

Masyarakat (PAMSIMAS)

l. PNPM-Mandiri Daerah Tertinggal Dan

Khusus/Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal

Dan Khusus (P2DTK)

m. PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanann (PNPM

Mandiri-KP)

n. PNPM-Mandiri Pariwisata

o. PNPM-Mandiri Perumahan dan Permukiman (PNPM-

Mandiri Perkim)

2. Program Perluasan Dan Pengembangan Kesempatan

Kerja/Padat Karya Produktif

40

Saran klaster III adalah usaha mikro dan kecil.

Program ini bertujuan untuk memberikan akses

penguatan ekonomi bagi pelaku usaha mikro dan kecil.

Program-program Penanggulangan Kemiskinan Klaster

III yaitu:

1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

2. Kredit Usaha Bersama (KUBE)

Sasaran kalaster IV adalah perluasan program

pro rakyat yang brtujuan meningkatkan akses terhadap

ketersediaan pelayanan dasar dan peningkatan

kualitas hidup masyarakat miskin.

1. Program Rumah Sangat Murah.

2. Program Kendaraann Angkutan Umum Murah.

3. Program Air Bersih Untuk Rakyat.

4. Program Listrik Murah dan Hemat.

5. Program Peningkatan Kehidupan Nelayan.

6. Program Peningkatan Kehidupan Masyarakat Miskin

Perkotaan.

41

BAB III

PENUTUP

1.

2.

3.

3

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas kita bisa mengambil kesimpulan

dalam beberapa poin, diantaranya :

1. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi

ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan

dasar, kemiskinan kadang juga berarti tidak adnya

akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu

mengatasimasalah kemiskinan dan mendapatkan

kehormatan yang layak sebagai warganegara.

2. Dalam mengukur kemiskinan bisa dengan menggunakan

konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs

approach), metode yang digunakan adalah dengan

menghitung garis kemiskinan (GK) yang terdiri dari

dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (GKM)

dan garis kemiskinan bukan-makanan(GKBM).

42

3. Gambaran kemiskinan di Indonesia bisa dilihat dari

zama orde baru dimana Soeharto, presiden pada saat

itu mencanangkan program swasembada pangan, program

pelita, dan kredit usaha tani, pembiayaan yang

didapat pada saat itu diberikan oleh investor asing,

namun karena ketidakmampuan dalam manajemen ekonomi

dan keuangannya sehingga menyebabkan Indonesia

bergantung kepada donatur asing apalagi semenjak

krisis di tahun 1997, setelah era Soeharto selesai

dan digantikan oleh Habibie, Indonesia mulai kembali

menata perekonomiannya salah satunya dengan program

Jaminan Pengaman Sosial (JPS) yang melindungi

masyarakat miskin dan rentan miskin dari guncangan

ekonomi. Sejak tahun 2000, konsep JPS mulai dikaji,

dikembangkan dan sedikit demi sedikit dijalankan. Di

periode Kabinet Indonesia Bersatu I dan II, konsep

JPS iniberkembang baik. TNP2K yang bekerja langsung

dibawah Wakil Presiden langsung menanganinya.

Program penanganan kemiskinan ini berevolusi menjadi

program empat kluster (bantuan sosial, pemberdayaan

masyarakat, pemberdayaan UMKM dan program murah)

yang merupakan program andalan pemerintah.

4. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di

Indonesia bisa dilihat dari tingkat pendidikan yang

43

dituntaskan penduduk, budaya miskin, regulasi

pemerintah, kesempatan kerja kurang memadai,

distribusi pendapatan tidak merata, ketidakstabilan

politik

5. Upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan dari

presiden ke presiden bisa diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Era PresidenSoekarno :

Pembangunan NasionalBerencana 8 tahun

(Penasbede)

b. Era PresidenSoeharto :

Repelita I – IV melalui program Sektoral&

Regional

Repelita IV – V melalui program

InpresDesaTertinggal

Program Pembangunan Keluarga Sejahtera

Program KesejahteraanSosial

Tabungan Keluarga Sejahtera

Kredit Usaha Keluarga Sejahtera

GN-OTA

Kredit Usaha Tani

c. Era PresidenHabibie :

JaringPengamanSosial

Program PenanggulanganKemiskinan&Perkotaan

44

Program Pembangunan

PrasaranaPendukungDesaTertinggal

Program PengembanganKecamatan

d. Era Presiden Abdurahman Wahid :

JaringPengamanSosial

KreditKetahananPangan

Program PenangggulanganKemiskina&Perkotaan

e. Era Presiden Megawati:

PembentukanKomitePenganggulanganKemiskinan

Program PenanggulanganKemiskinan di Perkotaan

f. Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono :

Pembentukan Tim

KoordinasiPenanggulanganKemiskinan

BantuanLangsungTunai

Program PengembanganKecamatan

Program PenanggulanganKemiskinan di Perkotaan

Program NasionalPemberdayaanMasyarakat

Jamkesmas

Program KeluargaHarapan

BantuanBerasmiskin

BantuanSiswaMiskin

Kredit Usaha Rakyat

3.2 Saran

45

1. Program penanggulangan kemiskinan harus

berkelanjutan, dalam artian setiap pergantian

pemerintahan program penanggulangan kemiskinan

pemerintahan sebelumnya bukan dihapuskan, melainkan

diteruskan.

2. Program pembangunan pemerintah saat ini tertuang

dalamperaturan presiden No. 5 Tahun 2010 tentang

Rencana Pembangunan Jangka MenegahNasional Tahun

2010-2014, program pembangunan ini harus tetap

memprioritaskan penanggulangankemiskinan dan

pelaksanaannya harus selalu diawasi dan dievaluasi

agar sesuai dengan target yang diharapkan.

3. Program penanggulangan kemiskinan harus yang memberi

rangsangan mandiri kepada masyarakat. Bukan program-

program yang meninabobokan masyarakat dalam

kemalasan.

4. Stabilitas ekonomi sangat berkaitan dengan dunia

perpolitikan suatu Negara. Maka dari itu politik

suatu Negara harus diupayakan berada dalam kondisi

yang kondusif agar perekonomian stabil berdampak

pada berkurangnya masyarakat miskin.

5. Kemiskinan pun sangat erat dengan minimnya

pendidikan dan keterampilan. Maka program

46

penanggualangan kemiskinanpun harus memprioritaskan

pendidikan di dalamnya.

47

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesiaTahun1945

Pasal 33

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Direktorat

Jenderal Informasi Dan Komunikasi Publik (2011) Program

Pengentasan Kemiskinan Kbinet Indonesia Bersatu II

Mankiw, Gregory. (2006). Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta:

Erlangga.

Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin. (2004). Pembangunan

Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta:

LP3ES.

[Online]http://id. wikipedia. org/wiki/Kemiskinan

[Online] http://bps. go. id/menutab. php?

tabel=1&kat=1&id_subyek=23

[Online]http://penomda. blogspot. com/2010/03/model-

pengentasan-kemiskinandi. html

Schrool, J. W. (1981). Modernisasi: Pengantar Sosiologi

Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang. Jakarta :

PT. Gramedia

48

Stamboel, K. A. (2012). Panggilan keberpihakan: Strategi

Mengakhiri Kemiskinan Di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Suharto, E. (2008). Membangun Masyarakat Memberdayakan

Rakyat. Bandung: Refika Aditama

Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono. (2007). Ekonomi Pembangunan Jakarta:

Penerbit Kencana

Suparlan, Parsudi. (1993). Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta:

Yayasan Obor Jakarta

Astika, KS. (2010). Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik. Budaya Kemiskinan Di Masyarakat: Tinjauan

Kondisi Kemiskinan Dan Kesadaran Budaya Miskin Di Masyarakat. ,

1 (1), hlm. 20

Cameron, Lisa A. 2000. Journal of Development Economics.

Poverty and Inequality in Java: Examining the Impact of The Changing

Age, Educational, and Industrial Structure, Vol. 62 hlm. 175-176

Multifah. (2011). Jurnal of Indonesian applied Economics.

Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi.

Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 1-27

49

50