10
PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK UNTUK PENDUGAAN AKUIFER DI DESA KURAU BARAT KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH ABSTRAK Daerah penelitian ini berada di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba. Sebagian wilayah merupakan pesisir pantai dengan daerah pasang surut berupa rawa. Daerah ini mengalami kesulitan air bersih yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber air bersih berasal dari air tanah didapatkan melalui sumur gali dan sumur bor. Namun debit air yang kecil di musim kemarau dan kualitas air yang kurang baik membuat penduduk harus mengambil air bersih dari desa lain. Geolistrik adalah salah satu cara yang digunakan untuk pendugaan litologi bawah permukaan. Data geolistrik metode sclumberger kemudian diolah menggunakan software IPI2WIN untuk mengetahui jumlah lapisan bawah permukaan yang ada. Kemudian hasil olah data diinterpretasi dengan mengacu pada peta geologi, peta hidrogeologi dan informasi data log bor setempat. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat terdapat dua jenis akuifer yaitu akuifer bebas pada kedalaman 1,5 – 6,33 meter di bawah permukaan tanah (mbmt) dengan litologi endapan alluvial dan akuifer bebas pada kedalaman di atas 77,71 mbmt dengan litologi kerikil. 1. PENDAHULUAN Pengelolaan dan perencanaan sumberdaya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung alamiah yang dimiliki. Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah akan selalu diikuti dengan optimalisasi sumber daya alam yang ada. Begitu pula dengan pemanfaatan air tanah yang akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pembangunan. Air tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki daya dukung terbatas sehingga dalam pemanfaatan dan pengelolaannya memerlukan perencanaan yang baik, untuk menghindari dampak negatif yang timbul akibat eksploitasi air tanah yang melebihi daya dukung. Potensi air tanah merupakan besaran dinamis, yang berubah-ubah dalam dimensi ruang dan waktu, serta akan memiliki karakteristik sumber daya air yang berbeda. Adapun pengertian air tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah terbentuk dari air hujan yang meresap dan mengisi batuan/ tanah melalui ruang antar butir dan/ atau melalui rekahan. Keberadaan air tanah sangat tergantung formasi geologi/ jenis batuan suatu daerah. Ada batuan yang bisa menyimpan air, ada yang bisa menyimpan tapi tidak bisa meneruskan dan ada yang tidak bisa menyimpan air sama sekali. Air tanah yang terdapat dalam formasi geologi/ batuan desebut akuifer. Akuifer adalah lapisan batuan yang jenuh air yang dapat menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah yang cukup dan ekonomis (PP Nomor 43 Tahun 2008). Akuifer terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu akuifer tertekan (akuifer yang batas lapisan atas dan bawahnya bersifat tidak lulus air), akuifer semi tertekan (akuifer yang lapisan atasnya bersifat sedikit lulus air dan lapisan atasnya

Hasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka Tengah

Embed Size (px)

Citation preview

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK

UNTUK PENDUGAAN AKUIFER DI DESA KURAU BARAT KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH

ABSTRAK

Daerah penelitian ini berada di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba. Sebagian wilayah merupakan pesisir pantai dengan daerah pasang surut berupa rawa. Daerah ini mengalami kesulitan air bersih yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber air bersih berasal dari air tanah didapatkan melalui sumur gali dan sumur bor. Namun debit air yang kecil di musim kemarau dan kualitas air yang kurang baik membuat penduduk harus mengambil air bersih dari desa lain. Geolistrik adalah salah satu cara yang digunakan untuk pendugaan litologi bawah permukaan. Data geolistrik metode sclumberger kemudian diolah menggunakan software IPI2WIN untuk mengetahui jumlah lapisan bawah permukaan yang ada. Kemudian hasil olah data diinterpretasi dengan mengacu pada peta geologi, peta hidrogeologi dan informasi data log bor setempat. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat terdapat dua jenis akuifer yaitu akuifer bebas pada kedalaman 1,5 – 6,33 meter di bawah permukaan tanah (mbmt) dengan litologi endapan alluvial dan akuifer bebas pada kedalaman di atas 77,71 mbmt dengan litologi kerikil.

1. PENDAHULUAN

Pengelolaan dan perencanaan sumberdaya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung alamiah yang dimiliki. Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah akan selalu diikuti dengan optimalisasi sumber daya alam yang ada. Begitu pula dengan pemanfaatan air tanah yang akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pembangunan. Air tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki daya dukung terbatas sehingga dalam pemanfaatan dan pengelolaannya memerlukan perencanaan yang baik, untuk menghindari dampak negatif yang timbul akibat eksploitasi air tanah yang melebihi daya dukung. Potensi air tanah merupakan besaran dinamis, yang berubah-ubah dalam dimensi ruang dan waktu, serta akan memiliki karakteristik sumber daya air yang berbeda.

Adapun pengertian air tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah terbentuk dari air hujan yang meresap dan mengisi batuan/ tanah melalui ruang antar butir dan/ atau melalui rekahan. Keberadaan air tanah sangat tergantung formasi geologi/ jenis batuan suatu daerah. Ada batuan yang bisa menyimpan air, ada yang bisa menyimpan tapi tidak bisa meneruskan dan ada yang tidak bisa menyimpan air sama sekali. Air tanah yang terdapat dalam formasi geologi/ batuan desebut akuifer. Akuifer adalah lapisan batuan yang jenuh air yang dapat menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah yang cukup dan ekonomis (PP Nomor 43 Tahun 2008). Akuifer terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu akuifer tertekan (akuifer yang batas lapisan atas dan bawahnya bersifat tidak lulus air), akuifer semi tertekan (akuifer yang lapisan atasnya bersifat sedikit lulus air dan lapisan atasnya

bersifat kedap air) dan akuifer bebas (akuifer yang tidak memiliki lapisan pembatas di atasnya dan lapisan bawahnya bersifat kedap air).

Keberadaan akuifer sangat beragam, tergantung formasi geologi suatu daerah. Wilayah pesisir di Kabupaten Bangka Tengah, salah satunya Desa Kurau Barat Kecamatan Koba, merupakan daerah sering yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan air tanah. Permasalahan yang ada meliputi kualitas dan kuantitas air tanah. Kualitas air tanah pada sumur-sumur gali penduduk umumnya memiliki PH asam, Total Suspended Solid (TSS) cukup tinggi, sehingga kurang layak untuk dikonsumsi. Sedangkan untuk kuantitas, air tanah yang diambil dari sumur gali berasal dari akuifer bebas dengan debit yang dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau, debit air pada sumur gali akan turun secara drastis dan tidak mencukupi untuk kebutuhan penduduk.

Selain dari sumur-sumur gali, penduduk juga mencoba mendapatkan air tanah melalui sumur bor. Namun pada beberapa sumur bor yang telah dibuat mengalami kekeringan pada musim kemarau. Hal ini bisa disebabkan oleh 2 (dua) hal, pertama sumur bor yang dibangun belum mengambil air tanah pada akuifer atau memang tidak ada akuifer di wilayah Desa Kurau Barat.

2. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

Maksud pemanfaatan metode geolistrik di Desa Kurau Barat adalah untuk mengetahui litologi bawah permukaan pada lokasi yang dilakukan geolistrik.

Tujuan penelitian adalah untuk memberikan informasi mengenai keberadaan akuifer di Desa Kurau Barat sehingga dapat dijadikan acuan dalam penentuan lokasi sumur bor dengan debit air cenderung tetap pada setiap musim.

3. METODOLOGI

Metode penelitian yang dilakukan adalah pengukuran geolistrik metode sclumberger dengan menggunakan alat Naniura NRD 22 S dan alat GPS untuk menentukan posisi. Pengukuran dilakukan pada tanggal 24 februari 2014 dengan arah bentangan lintasan barat laut – tenggara dengan posisi alat 02 0 19,40’ 40,6” LS dan 1060

13’ 37,5” BT. Metode sclumberger dipilih karena data yang diperlukan adalah vertical sounding, untuk mengetahui ketebalan dan posisi akuifer.

Prinsip kerja pada metode geolistrik adalah mengukur nilai tahanan jenis batuan dengan cara menginjeksikan arus listrik (DC Block) melalui elektroda transmitter C1,C2 kedalam tanah dan mengukur beda potensial melalui elektroda P1,P2. Gambar 1 menunjukan posisi elektroda arus dan elektroda potensial pada metode geolistrik sclumberger.

2

Gambar 1. Posisi elektroda pada Metode Geolistrik Sclumberger

Prinsip geolistrikakan mengikuti hukum Ohm (Gambar 2), hubungan antara kuat

arus I, beda tegangan Δν dan tahanan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Harga tahanan R dalam sebuah penghantar:

R = ……..Ω (1)

R = harga tahanan (Ω)Δν = beda tegangan (V)Ι = kuat arus (A)

Gambar 2. Harga R Dalam Sebuah Pengantar Harga tahanan listrik (R) dalam medium bawah permukaan bisa didapatkan jika

elektroda A dan B yang berada di permukaan tanah dialiri arus listrik, sehingga akan terjadi aliran arus dari A ke B dan akan menyebabkan bidang equipotensial yang disebabkan oleh nilai tahanan media tersebut (Gambar 3).

Gambar 3. Garis arus dan equipontensial di bawah permukaan tanah

Jika elektroda M dan N ditempatkan seperti Gambar 1 maka elektroda M-N akan menerima Δν akibat adanya medan potensial seperti ditunjukan oleh Gambar 3. Harga tahanan dibawah permukaan pada bidang yang isotropic-homogen dalam hal ini disebut tahanan jenis ρa

Nilai tahananjenis dapat dihitung sebagai:

3

= ....

Respon Δν akan dipengaruhi oleh batuan yang dilalui arus listrik, sehingga dapat dikatakan harga tahanan jenis batuan tergantung dari jenis batuan itu sendiri dan keberadaan media fluida disekitar batuan tersebut.

Batuan lempung mempunyai harga tahanan jenis sangat rendah kurang dari 10 Ωm dan jika dalam kondisi kering mempunyai tahanan jenis tinggi hingga ratusan Ωm. Breksi dengan media air tawar mempunyai harga tahanan jenis beberapa puluh hingga ratusan Ωm, harga tahanan jenis akan lebih rendah jika media antar butir terisi oleh air asin. Berikut korelasi harga harga tahanan jenis batuan dan interpretasi litologinya (Telford dkk).

Gambar 4. Korelasi nilai tahanan jenis dengan litologi

4. HASIL PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA

Desa Kurau Barat terletak di sebelah barat muara sungai Kurau, sebagian daerah pasang surut merupakan rawa. Berdasarkan peta geologi lembar bangka utara yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Pengembangan Geologi tahun 1994, Desa Kurau Barat memiliki formasi geologi alluvium yang terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lempung dan gambut. Kerikil dan pasir merupakan litologi akuifer yang umum ditemui sebagai wadah air tanah pada batuan lepas (Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah). Berdasarkan informasi hasil log bor milik Kadus Kurau Barat Bapak Matang, urutan litologi dari paling atas yang ditemukan adalah tanah dasar, lempung, kerikil, pasir, lempung, lempung pasiran dan lempung (hitam). Informasi log bor ini menunjukan kesamaan dengan formasi yang ditunjukan oleh peta geologi. Hasil log bor ini merupakan alat kalibrasi untuk interpretasi litologi dan hidrogeologi hasil pendugaan geolistrik, mengingat kisaran

4

tahanana jenis yang lebar dan terkadang sama untuk jenis litologi yang berbeda. Berikut lokasi penelitian.

Gambar 5. Lokasi penelitian

4.1. Data Lapangan

Dokumentasi lapangan sewaktu pengambilan data geolistrik di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.

Gambar 6. Kelengkapan alat geolistrik Gambar 7. Pemasangan elektroda

5

Gambar 8 Pemasangan elektroda Gambar 9. Plotting data lapangan

Hasil pengukuran data lapangan berupa arus (I), tegangan (V), dan tahanan jenis semu (Rhoa) yang dihitung berdasarkan I dan V, dicatat dalam tabel 1 berikut.

Tabel 1. Data lapangan

AB/2 MN K I V Rhoa(m) (m) (m.A) (m.V) Ohm.m1.5 1 6.28 500 239.8 3.012.5 1 18.84 231 29.7 2.424 1 49.46 233 10.4 2.216 1 112.26 296 5.1 1.938 1 200.18 498 5.4 2.1710 1 313.22 474 3.4 2.2512 1 451.38 453 2.3 2.2915 1 705.72 332 1.1 2.3415 10 62.80 332 2.9 0.5520 10 117.75 241 5.8 2.8325 10 188.40 208 3.5 3.1730 10 274.75 179 2.3 3.5330 20 125.60 181 4.9 3.4040 20 235.50 304 6 4.6550 20 376.80 247 3.6 5.4960 20 549.50 227 3 7.2675 20 867.43 286 2.5 7.5875 50 314.00 286 6.9 7.58100 50 588.75 636 10.8 10.00125 50 942.00 384 4.3 10.55150 50 1373.75 464 4.6 13.62175 50 1884.00 232 1.9 15.43200 50 2472.75 137 0.9 16.24

Setelah data I, V dan Rhoa diperoleh, kemudian nilai tahanan jenis semu diplotkan ke dalam kertas bilogaritma dengan Rhoa sebagai sumbu x dan 0,5 panjang bentangan (AB/2) sebagai sumbu y. Proses plotting dilakukan dilapangan, hal ini berfungsi sebagai koreksi apabila ada kesalahan pembacaan alat. Kurva data lapangan dapat dilihat pada gambar 5.

6

Gambar 10. Kurva Rhoa versus AB/2

4.2. Hasil Pengolahan Data Menggunakan Software IP2WIN

Pada software ini, input data adalah panjang AB/2, panjang MN, konstanta, arus, tegangan dan tahanan jenis semu. Prinsip kerja pada software ini adalah menentukan lapisan dengan cara menyatukan kurva induk dengan kurva lapangan. Hasil pemodelan dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 11. Kurva hasil pemodelan

7

4.3. Interpretasi Litologi

Setelah jumlah lapisan dan nilai tahanan jenis batuan didapatkan, langkah selanjutnya adalah interpretasi litologi dan hidrogeologi. Ada beberapa hal yang menjadi dasar penentuan litologi yaitu standar nilai tahanan jenis batuan (telford dkk), peta geologi, peta hidrogeologi, informasi data log bor dan pengamatan lapangan. Hasil interpretasi litologi dan hidrogeologi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil interpretasi litologi dan hidrogeologi

Lapisan Ketebalan (m)

Kedalaman (m)

Tahanan Jenis(Ohm-m)

Deskripsi Litologi

Deskripsi Hidrogeologi

1 1,5 1,5 3,04 Tanah penutup2 4,83 6,33 1,51 Endapan

alluvial (rawa)Akuifer bebas (payau)

3 9,28 15,61 5,06 Lempung pasiran

4 13,9 29,51 4,46 Lempung pasiran

5 48,2 77,71 130 Batupasir Akuifer 6 7,96 Lempung

pasiran

4.4. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat akuifer bebas dan akuifer tertekan pada lokasi yang dilakukan geolistrik. Namun lempung pasiran adalah jenis litologi yang memiliki keterusan yang rendah. Keterusan adalah kemampuan suatu akuifer untuk meneruskan air dan dinyatakan dalam banyaknya air dalam satuan waktu (m3/jam) yang mengalir melalui suatu penampang tegak lapisan akuifer selebar 1 (satu) meter dengan landasan hidraulik sebesar 100 %. Nilai keterusan didapat dari uji pemompaan pada sumur gali/ bor.

Peta hidrogeologi lembar pulau Bangka dan pulau Belitung menunjukan potensi akuifer di Desa Kurau Barat adalah setempat akuifer dengan produktifitas sedang. Umumnya akuifer ini tidak menerus, tipis dan rendah keterusannya. Memiliki muka air tanah kurang dari 3 meter bawah muka tanah (mbmt) dan debit kurang dari 5 liter/detik. Hasil studi geolistrik yang dilakukan oleh instansi lain di Desa Kurau Barat menunjukan akuifer dengan kedalaman yang berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan informasi dalam peta hidrogeologi. Karena jenis akuifer di Desa Kurau Barat adalah setempat, maka hasil geolistrik pada satu titik di Desa Kurau Barat tidak bisa dianggap sebagai gambaran umum kondisi bawah permukaan di Desa Kurau Barat. Sehingga sebelum pekerjaan sumur bor dilakukan, perlu dilakukan uji geolistrik terlebih dahulu untuk mengetahui keberadaan dan jenis akuifer. Selain kuantitas dan sebaran akuifer, permasalahan lain yang dialami di Desa Kurau Barat adalah kualitas air tanah kurang baik. Hasil pengukuran air tanah di sumur bor milik warga menunjukan PH 2,34, Oxidation Reduction Potensial (ORP) -273mV. Hal ini disebabkan air tanah berasal dari akuifer bebas dengan litologi endapan alluvial yang bersifat asam. Sedangkan pada akuifer dengan litologi kerikil, diduga bahwa jenis air tanah adalah

8

tawar. Namun hal ini perlu dibuktikan dengan melakukan pengeboran terlebih dahulu mengingat metode geolistrik tidak bisa digunakan untuk mengetahui kualitas air tanah.

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian pemanfaatan metode geolistrik sclumberger yang dilakukan di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba, menunjukan bahwa terdapat 2 (dua) jenis akuifer yaitu akuifer bebas pada kedalaman 1,5 – 6,33 meter dengan deskripsi litologi berupa endapan alluvial dan akuifer tertekan pada kedalaman di atas 77,71 m dibawah permukaan tanah dengan deskripsi litologi kerikil.

6. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian pendugaan akuifer metode geolistrik sclumberger dapat disarankan bahwa perlu dilakukan uji geolistrik terlebih dahulu sebelum melakukan pengeboran untuk mengindari kegagalan pembuatan sumur bor.

7. DAFTAR PUSTAKA

• Sukrisna, 1994. Peta geologi lembar bangka utara. Bandung.

• Sukrisna, 2002. Peta hidrogeologi lembar Bangka dan Belitung. Bandung.

• Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Mineral ESDM, 2008. Manajemen air tanah berbasis konservasi. Jakarta.

• Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2012. Pengembangan data dan informasi pengelolaan air tanah. Koba.

• Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2014. Pengembangan data dan informasi pengelolaan air tanah. Koba.

9

tawar. Namun hal ini perlu dibuktikan dengan melakukan pengeboran terlebih dahulu mengingat metode geolistrik tidak bisa digunakan untuk mengetahui kualitas air tanah.

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian pemanfaatan metode geolistrik sclumberger yang dilakukan di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba, menunjukan bahwa terdapat 2 (dua) jenis akuifer yaitu akuifer bebas pada kedalaman 1,5 – 6,33 meter dengan deskripsi litologi berupa endapan alluvial dan akuifer tertekan pada kedalaman di atas 77,71 m dibawah permukaan tanah dengan deskripsi litologi kerikil.

6. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian pendugaan akuifer metode geolistrik sclumberger dapat disarankan bahwa perlu dilakukan uji geolistrik terlebih dahulu sebelum melakukan pengeboran untuk mengindari kegagalan pembuatan sumur bor.

7. DAFTAR PUSTAKA

• Sukrisna, 1994. Peta geologi lembar bangka utara. Bandung.

• Sukrisna, 2002. Peta hidrogeologi lembar Bangka dan Belitung. Bandung.

• Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Mineral ESDM, 2008. Manajemen air tanah berbasis konservasi. Jakarta.

• Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2012. Pengembangan data dan informasi pengelolaan air tanah. Koba.

• Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2014. Pengembangan data dan informasi pengelolaan air tanah. Koba.

9