38
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG ILMU PENGETAHUAN (SCIENCE) Pada perkembanganya, Ilmu pengetahuan terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu pengertahuan yang satu dengan yang lainnya. Pembahasan ilmu pengertahuan sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Ilmu pengetahuan tidak dapat lepas dari Filsafat dikarenakan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu pengetahuan memperkuat keberadaan filsafat. Dewasa ini filsafat ilmu pengetahuan sudah menjadi bahan ajar bagi tiap-tiap universitas, berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan. Bagaimanakah kehidupan ini? Dan untuk apa kehidupan ini?, manusia mempunyai seperangkat ilmu pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk. Orang lain yang mampu memberikan penilaian secara objektif dan tuntas serta pihak lain yang melakukan 1

Science and Knowledge

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Science and Knowledge

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG ILMU PENGETAHUAN (SCIENCE)

Pada perkembanganya, Ilmu pengetahuan terbagi dalam beberapa disiplin,

yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang berbeda

antara disiplin ilmu pengertahuan yang satu dengan yang lainnya. Pembahasan

ilmu pengertahuan sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih

kreatif dan inovatif.

Ilmu pengetahuan tidak dapat lepas dari Filsafat dikarenakan Filsafat dan

Ilmu Pengetahuan adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial

maupun historis Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan

filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu pengetahuan memperkuat keberadaan

filsafat.

Dewasa ini filsafat ilmu pengetahuan sudah menjadi bahan ajar bagi tiap-

tiap universitas, berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan. Bagaimanakah

kehidupan ini? Dan untuk apa kehidupan ini?, manusia mempunyai

seperangkat ilmu pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah, baik

dan buruk. Orang lain yang mampu memberikan penilaian secara objektif dan

tuntas serta pihak lain yang melakukan penilaian sekaligus memberikan arti adalah

ilmu pengetahuan yang disebut filsafat.

Ilmu Pengetahuan atau Sains merupakan komponen terbesar yang

diajarkan dalam semua strata pendidikan. Walaupun telah bertahun-tahun

mempelajari ilmu pengetahuan ilmiah tidak digunakan sebagai acuan dalam

kehidupan sehari-hari. Ilmu dianggap sebagai hafalan saja, bukan sebagai ilmu

pengetahuan yang mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan gejala

alam untuk kesejahteraan dan kenyamanan hidup . Kini ilmu telah tercerabut dari

nilai luhur ilmu pengetauan, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia.

Bahkan tidak mustahil terjadi, ilmu pengetahuan dapat menjadi bencana bagi

kehidupan manusia, seperti pemanasan global dan dehumanisasi. Ilmu

pengetahuan dan teknologi telah kehilangan rohnya yang fundamental, karena

ilmu pengetahuan telah mengurangi bahkan menghilangkan peran.

1

Page 2: Science and Knowledge

BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFINISI ILMU PENGETAHUAN

Berikut adalah pengertian ilmu dari pendapat Dr. Amsal Bakhtiar dalam

bukunya yang berjudul “Filsafat Ilmu” (2004:12), Secara Etimologi Ilmu berasal

dari Bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang

berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut

“Science”; dari bahasa latin scientia (pengetahuan)- scire (mengetahui). Sinonim

yang paling dekat dengn bahasa Yunani adalah episteme. Jadi pengertian ilmu

yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu

bidang yang disusun secara sistematis menurut mtode-metode tertentu, yang dapat

digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.

Mulyadhi Kartanegara mengatakan bahwa ilmu adalah any organized

knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-

19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang: bidang fisik atau inderawi,

sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang nonfisik,seperti metafisika.

Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli,diantaranya adalah:

Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur

tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama

tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar,maupun menurut

bangunannya dari dalam.

Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang

empiris,rasional,umum,dan sistematik,dan keempatnya serentak.

Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang

komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang

sederhana.

Ashley Montagu, Guru Besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan

bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam suatu sistem yang berasal

dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip

tentang hal yang sedang dikaji (Amsal Bakhtiar, 2004:17)

2

Page 3: Science and Knowledge

Dari beberapa definisi ilmu yang dijelaskan para ahli di atas dapat

disimpulkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang rasional, sistematik,

konfrehensif, konsisten, dan bersifat umum tentang fakta dari pengamatan yang

telah dilakukan. Dan berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang

berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan

pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat

juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense,  tanpa

memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan

tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini

landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar.

Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak

teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cenderung trial and error dan

berdasarkan pengalaman belaka.

2. OBJEK MATERIAL DAN OBJEK FORMAL FILSAFAT

Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun tidak dapat bahwa kumpulan

pengetahuan adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan untuk dapat disebut ilmu hanya

memiliki syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek

materiil dan objek formal.

Objek materiil adalah sesuatu atau hal yang dijadikan sasaran pemikiran,

sesuatu hal yang diselidiki dan dipelajari. Objek materiil mencakup apa saja, baik

hal-hal konkrit (misalnya manusia, tumbuhan, batu) ataupun hal-hal abstrak

(misalnya ide-ide, nilai-nilai, keagamaan). Objek formal adalah cara memandang ,

cara meninjau, yng dilakukan oleh seorang peneliti terhadap objek materiilnya

serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek ormal suatu ilmu tidak hanya

memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedaknnya dari

bidang-bidang lain.

3. HUBUNGAN ILMU DAN FILSAFAT

Ada hubungan timbal balik antara ilmu dan filsafat. Banyak masalah filsafat

yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak

ingin dikatakan dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi,

filsafat sejumlah besar bahan yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi

3

Page 4: Science and Knowledge

perkembangan ide-ide filsafati yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan

ilmiah.

Setiap ilmu memiliki konsep-konsep dan asumsi-asumsi yang bagi ilmu itu

sendiri tidak perlu dipersoalkan lagi. Konsep dari ilmu itu diterima dengan begitu

saja tanpa dinilai dan dikritik. Namun filsafat ilmu secara kritis menganalisis

konsep. Konsep dasar dan memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu-ilmu untuk

memperoleh arti dan validitasnya. Kalau konsep-konsep dari ilmu tidak dijelaskan

dan asumsi-asumsi tidak dikuatkan maka hasil-hasil yang dicapai ilmu tersebut

tanpa memperoleh landasan yang kuat.

Interaksi antara filsafat dan ilmu-ilmu khusus juga menyangkut suatu tujuan

yang lebih jauh dari filsafat. Filsafat berusaha untuk mengatur hasil-hasil dari

berbagai ilmu-ilmu khusus ke dalam suatu pandangan hidup dan pandangan dunia

yang terpadukan, komprehensi dan konsisten. Secara Komprehensif artinya tidak

ada sesuatu bidang yang berada di luar jangkauan filsafat. Secara konsisten artinya

uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat-pendapat yang saling kontradiksi.

4. FILSAFAT ILMU DI PERGURUAN TINGGI

Jika kita berbicara filsafat ilmu di Perguruan Tinggi sekarang ini, telah

terjadi kekaburan mengenai batas-batas antara satu cabang ilmu dengan cabang

yang lain, sehingga terjadinya saling keterkaitan semakin terasa. Oleh karena itu

diperlukan suatu overview untuk meletakan jaringan interaksi dan saling menyapa

kearah hakikat ilmu yang integral. Kehadiran etik dan moral semakin dirasakan

keperluannya, sementara pandangan ilmu bebas nilai mulai ditinggalkan.

Tanggung jawab dan integritas para ilmuwan saat ini sedang diuji. Untuk itu

diperlukan sebuah disiplin yang mampu menjawab persoalan di atas, yaitu filsafat

ilmu ( Wibisono, 1997:6).

Filsafat Ilmu adalah refleksi yang mengakar terhadap prinsip-prinsip ilmu.

Prinsip ilmu adalah sebab fundamental dan kebenaran universal yang terdapat

pada ilmu, yang pada gilirannya akan memberi jawaban pada kebenaran ilmu dan

seluk beluknya. Filsafat ilmu mengungkap berbagai perspektif ilmu, kemungkinan

perkembangannya, jalinan antara ilmu dan hal-hal lain yang mendukung vitalitas

sebuah ilmu (Pospoprodjo, 1986:301). Filsafat ilmu juga merupakan penyelidikan

tentang ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara memperolehnya (Beerling, 1985:7).

4

Page 5: Science and Knowledge

Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan

lanjutan pada saat seorang ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu melakukan

penyelidikan lanjutan terhadap obyek yang sama. Usaha untuk mendalami setiap

cabang ilmu pengetahuan akan tampak lebih,apabila didasari oleh ajaran-ajaran

filsafat yang berkaitan dengan ilmu yang bersangkutan. Oleh karena itu, filsafat

ilmu perlu dipelajari dan dikaji oleh masyarakat akademis, utamanya para

mahasiswa di semua fakultas yang ada di perguruan tinggi (Wibisono, 1983:118).

5. HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN

Ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan ilmu pengetahuan

tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat

ilmu. Hakekat ilmu pengetahuan dapat ditelusuri dari 4 (empat) hal, yaitu:

1) Sumber ilmu ilmu pengetahuan itu dari mana.

Sumber ilmu ilmu pengetahuan mempertanyakan dari mana ilmu ilmu

pengetahuan itu diperoleh. Ilmu ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman

(emperi) dan dari akal (ratio). Sehingga timbul faham atau aliran yang disebut

empirisme dan rasionalisme. Aliran empirisme yaitu faham yang menyusun

teorinya berdasarkan pada empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini

misalnya David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704), Berkley. Sedang

rasionalisme menyusun teorinya berdasarkan ratio. Tokoh-tokoh aliran ini

misalya Spinoza, Rene Descartes. Metode yang digunakan aliran emperisme

adalah induksi, sedang rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel

Kant adalah tokoh yang mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.

Gambar 2 : David Hume, John Locke , dan George Berkeley

5

Page 6: Science and Knowledge

Gambar 3 : Immanuel Kant

2) Batas-batas Ilmu Ilmu pengetahuan.

Menurut Immanuel Kant apa yang dapat kita tangkap dengan panca

indera itu hanya terbatas pada gejala atau fenomena, sedang substansi yang ada

di dalamnya tidak dapat kita tangkap dengan panca indera disebut nomenon.

Apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu adalah penting, ilmu

pengetahuan tidak sampai disitu saja tetapi harus lebih dari sekedar yang dapat

ditangkap panca indera.

Yang dapat kita ketahui atau dengan kata lain dapat kita tangkap dengan

panca indera adalah hal-hal yang berada di dalam ruang dan waktu. Yang

berada di luar ruang dan waktu adalah di luar jangkauan panca indera kita, itu

terdiri dari 3 (tiga) ide regulatif: 1) ide kosmologis yaitu tentang semesta alam

(kosmos), yang tidak dapat kita jangkau dengan panca indera, 2) ide psikologis

yaitu tentang psiche atau jiwa manusia, yang tidak dapat kita tangkap dengan

panca indera, yang dapat kita tangkap dengan panca indera kita adalah

manifestasinya misalnya perilakunya, emosinya, kemampuan berpikirnya, dan

lain-lain, 3) ide teologis yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam.

3) Strukturnya.

Yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran. Yang

ingin kita ketahui adalah objek, diantara kedua hal tersebut seakan-akan

terdapat garis demarkasi yang tajam. Namun demikian sebenarnya dapat

dijembatani dengan mengadakan dialektika. Jadi sebenarnya garis demarkasi

6

Page 7: Science and Knowledge

tidak tajam, karena apabila dikatakan subjek menghadapi objek itu salah,

karena objek itu adalah subjek juga, sehingga dapat terjadi dialektika.

4) Keabsahan.

Keabsahan ilmu ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa ilmu

ilmu pengetahuan itu sah berarti membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu

nilai (axiologi), dan kebenaran itu adalah suatu relasi. Kebenaran adalah

kesamaan antara gagasan dan kenyataan. Misalnya ada korespondensi yaitu

persesuaian antara gagasan yang terlihat dari pernyataan yang diungkapkan

dengan realita.

Terdapat 3 (tiga) macam teori untuk mengungkapkan kebenaran, yaitu:

a) Teori Korespondensi, terdapat persamaan atau persesuaian antara gagasan

dengan kenyataan atau realita.

b) Teori Koherensi, terdapat keterpaduan antara gagasan yang satu dengan

yang lain. Tidak boleh terdapat kontradiksi antara rumus yang satu dengan

yang lain.

c) Teori Pragmatis, yang dianggap benar adalah yang berguna. Pragmatisme

adalah tradisi dalam pemikiran filsafat yang berhadapan dengan idealisme,

dan realisme. Aliran Pragmatisme timbul di Amerika Serikat. Kebenaran

diartikan berdasarkan teori kebenaran pragmatisme.

Untuk mengetahui penerapan 3 (tiga) macam teori tersebut pada bidang

apa, periksa skema berikut ini.

Ilmu-ilmu Formal Ilmu-ilmu Empiris Induktif Ilmu-ilmu

Terapan

Deduktif:Logika

Matematika

Alamunorganik:

karang, batu, air.

Hayati:Kehidupan

Sosial:Manusia ber masyarakat

Budaya:Manusia dengan

ekspresinyaUkuran

kebenaran Koherensi

menghadapi rumusan-

rumusan yang tidak boleh kontradiksi

satu sama lain

Ukuran kebenaran Korespondensi

kesesuaian antara gagasan dengan realita/antara gagasan dengan fakta.

Pragmatis

apa yang bermanfaat itu benar.

Gambar 4: Penerapan Teori Korespondensi, Koherensi dan Pragmatis.

7

Page 8: Science and Knowledge

Sumber: Noerhadi T. H. (1998) Diktat Kuliah Filsafat Ilmu Ilmu pengetahuan. Pascasarjana Universitas Indonesia.

Mempelajari apa itu ilmu ilmu pengetahuan itu berarti mempelajari atau

membahas esensi atau hakekat ilmu ilmu pengetahuan. Demikian pula membahas

ilmu pengetahuan itu juga berarti membahas hakekat ilmu pengetahuan. Untuk itu

kita perlu memahami serba sedikit Filsafat Ilmu pengetahuan. Dengan

mempelajari Filsafat Ilmu pengetahuan di samping akan diketahui hakekat ilmu

ilmu pengetahuan dan hakekat ilmu pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam

suatu ilmu yang spesifik sehingga makin menyempit dan eksklusif. Dengan

mempelajari filsafat ilmu ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan)

yang luas, sehingga kita dapat menghargai ilmu-ilmu lain, dapat berkomunikasi

dengan ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kita dapat mengembangkan ilmu ilmu

pengetahuan secara interdisipliner. Sebelum kita membahas hakekat ilmu

pengetahuan dan perbedaannya dengan ilmu pengetahuan, terlebih dahulu akan

dikemukakan serba sedikit tentang sejarah perkembangan ilmu ilmu pengetahuan.

a. Perkembangan Ilmu pengetahuan

Mempelajari sejarah ilmu ilmu pengetahuan itu penting, karena dengan

mempelajari hal tersebut kita dapat mengetahui tahap-tahap perkembangannya.

Ilmu ilmu pengetahuan tidak langsung terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses,

melalui tahap-tahap atau periode-periode perkembangan.

a) Periode Pertama (abad 4 sebelum Masehi)

Perintisan “Ilmu ilmu pengetahuan” dianggap dimulai pada abad 4 sebelum

Masehi, karena peninggalan-peninggalan yang menggambarkan ilmu ilmu

pengetahuan diketemukan mulai abad 4 sebelum Masehi. Abad 4 sebelum Masehi

merupakan abad terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari

dongeng-dongeng ke analisis rasional. Contoh persepsi mitos adalah pandangan

yang beranggapan bahwa kejadian-kejadian misalnya adanya penyakit atau gempa

bumi disebabkan perbuatan dewa-dewa. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat

rasional, sebaliknya persepsi logos adalah pandangan yang bersifat rasional.

Dalam persepsi mitos, dunia atau kosmos dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan

magis, mistis. Atau dengan kata lain, dunia dijelaskan oleh faktor-faktor luar

(eksternal). Sedang dalam persepsi rasional, dunia dianalisis dari faktor-faktor

8

Page 9: Science and Knowledge

dalam (internal). Atau dengan kata lain, dunia dianalisis dengan argumentasi yang

dapat diterima secara rasional atau akal sehat. Analisis rasional ini merupakan

perintisan analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan ilmiah.

Pada periode ini tokoh yang terkenal adalah Aristoteles. Persepsi Aristoteles

tentang dunia adalah sebagai berikut: dunia adalah ontologis atau ada (eksis).

Sebelum Aristoteles dunia dipersepsikan tidak eksis, dunia hanya menumpang

keberadaan dewa-dewa. Dunia bukan dunia riil, yang riil adalah dunia ide.

Menurut Aristoteles, dunia merupakan substansi, dan ada hirarki substansi-

substansi. Substansi adalah sesuatu yang mandiri, dengan demikian dunia itu

mandiri. Setiap substansi mempunyai struktur ontologis. Dalam struktur ontologis

terdapat 2 prinsip, yaitu: 1) Akt: menunjukkan prinsip kesempurnaan (realis); 2)

Potensi: menunjukkan prinsip kemampuannya, kemungkinannya (relatif). Setiap

benda sempurna dalam dirinya dan mempunyai kemungkinan untuk mempunyai

kesempurnaan. Perubahan terjadi bila potensi berubah, dan perubahan tersebut

direalisasikan.

Gambar 8 : Aristoteles

Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awal dari perintisan

“ilmu ilmu pengetahuan” adalah hal-hal sebagai berikut:

9

Page 10: Science and Knowledge

1) Hal Pengenalan

Menurut Aristoteles terdapat dua macam pengenalan, yaitu: (1) pengenalan

inderawi; (2) pengenalan rasional. Menurut Aristoteles, pengenalan inderawi

memberi ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang kongkrit dari suatu benda.

Sedang pengenalan rasional dapat mencapai hakekat sesuatu, melalui jalan

abstraksi.

2) Hal Metode

Selanjutnya, menurut Aristoteles, “ilmu ilmu pengetahuan” adalah ilmu

pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum bukan objek-objek

eksternal atau fakta. Penggunaan prinsip atau hukum berarti berargumentasi

(reasoning). Menurut Aristoteles, mengembangkan “ilmu ilmu pengetahuan”

berarti mengembangkan prinsip-prinsip, mengembangkan “ilmu ilmu

pengetahuan” (teori) tidak terletak pada akumulasi data tetapi peningkatan kualitas

teori dan metode. Selanjutnya, menurut Aristoteles, metode untuk

mengembangkan “ilmu ilmu pengetahuan” ada dua, yaitu: (1) induksi intuitif yaitu

mulai dari fakta untuk menyusun hukum (ilmu pengetahuan universal); (2) deduksi

(silogisme) yaitu mulai dari ilmu pengetahuan universal menuju fakta-fakta.

b) Periode Kedua (abad 17 sesudah Masehi)

Pada periode yang kedua ini terjadi revolusi ilmu ilmu pengetahuan karena

adanya perombakan total dalam cara berpikir. Perombakan total tersebut adalah

sebagai berikut:

Apabila Aristoteles cara berpikirnya bersifat ontologis rasional, Gallileo

Gallilei (tokoh pada awal abad 17 sesudah Masehi) cara berpikirnya bersifat

analisis yang dituangkan dalam bentuk kuantitatif atau matematis. Yang

dimunculkan dalam berfikir ilmiah Aristoteles adalah berpikir tentang hakekat,

jadi berpikir metafisis (apa yang berada di balik yang nampak atau apa yang

berada di balik fenomena).

10

Page 11: Science and Knowledge

Gambar 9 : Gallileo Gallilei

Abad 17 meninggalkan cara berpikir metafisis dan beralih ke elemen-elemen

yang terdapat pada sutau benda, jadi tidak mempersoalkan hakikat. Dengan

demikian bukan substansi tetapi elemen-elemen yang merupakan kesatuan sistem.

Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu model yaitu memasukkan unsur

makro menjadi mikro, mengkonstruksi suatu model yang dapat diuji coba secara

empiris, sehingga memerlukan adanya laboratorium. Uji coba penting, untuk itu

harus membuat eksperimen. Ini berarti mempergunakan pendekatan matematis dan

pendekatan eksperimental. Selanjutnya apabila pada jaman Aristoteles ilmu ilmu

pengetahuan bersifat ontologis, maka sejak abad 17, ilmu ilmu pengetahuan

berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat yaitu jelas dan terpilah-pilah (clearly and

distinctly) serta disatu pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak

pada materi. Prinsip jelas dan terpilah-pilah dapat dilihat dari pandangan Rene

Descartes (1596-1650) dengan ungkapan yang terkenal, yaitu Cogito Ergo Sum,

yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Ungkapan Cogito Ergo Sum

adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Suatu yang

pasti adalah jelas dan terpilah-pilah. Menurut Descartes ilmu pengetahuan tentang

sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasil pemeriksaan rasio (dalam

Hadiwijono, 1981). Pengamatan merupakan hasil kerja dari indera (mata, telinga,

11

Page 12: Science and Knowledge

hidung, dan lain sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur, karena ini sama

dengan pengamatan binatang. Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut

Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari.

Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui keragu-

raguan. Keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini berada di samping

materi. Prinsip ilmu ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan

pihak lain berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant

(1724-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu ilmu pengetahuan itu bukan

merupakan pangalaman terhadap fakta saja, tetapi merupakan hasil konstruksi

oleh rasio.

Gambar 10 : Rene Descartes

Agar dapat memahami pandangan Immanuel Kant tersebut perlu terlebih

dahulu mengenal pandangan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme

mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang

terlepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisme menekankan unsur-unsur

aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman. Menurut Immanuel

Kant, baik rasionalisme maupun empirisme dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha

menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan keterpaduan atau sintesa

antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori (dalam Bertens, 1975).

Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan

12

Page 13: Science and Knowledge

bukan pada objek. Sehingga dapat dikatakan menurut Kant ilmu ilmu pengetahuan

bukan hasil pengalaman saja, tetapi hasil konstruksi oleh rasio.

Inilah pandangan Rene Descartes dan Immanuel Kant yang menolak

pandangan Aristoteles yang bersifat ontologis dan metafisis. Banyak tokoh lain

yang meninggalkan pandangan Aristoteles, namun dalam makalah ini cukup

mengajukan dua tokoh tersebut, kiranya cukup untuk menggambarkan adanya

pemikiran yang revolusioner dalam perkembangan ilmu ilmu pengetahuan.

Pengetahuan merupakan hasil dari keingintahuan manusia dengan suatu

subjek yang ingin diketahuinya. Pada hakikatnya, manusia memahami secara

sederhana apa itu pengetahuan namun yang menjadi masalahnya tidak semua

manusia dapat mendefinisikan dengan baik pengetahuan ilmu pengetahuan itu.

Karena sebenarnya, pengetahuan itu timbul karena manusianya sendiri yang

mencari tahu. Ilmu kadang memiliki makna sebagai sesuatu yang dimiliki

seseorang setelah ia mempelajarinya, sementara pengetahuan adalah apa yang

diketahuinya.

Hakikat pengetahuan menurut aliran yang berkembang yakni,

a.       Idealisme

Para penganut aliran idealism berpandangan bahwa pengetahuan adalah

proses-proses mental dan psikologis yang bersifat subyektif. Oleh karena itu,

pengetahuan tidak lain merupakan gambaran subyektif tentang suatu kenyataan.

Menurut mereka, pengetahuan tidak memberikan gambaran sebenarnya tentang

kenyataan yang berada di luar pikiran manusia.

b.      Empirisme

Tentang asal-usul pengetahua para penganut aliran ini mengatakan bahwa

pengetahuan berasal dari pengalaman indra. Tentang hakikat pengetahuan, mereka

mengatakan bahwa pengetahuan adlah pengalaman. Seorang tokoh empirisme

radikal adalah David Hume. Dia berpendapat bahwa ide-ide dapat dikembalikan

kepada sensasi-sensasi (rangsang indra). Pengalaman merupakan ukuran terakhir

dari kenyataan. Apa yang dialami, itulah pengetahuan.

c.       Positivisme

Kalau idealism dapat dianggap sebagai kelanjutan dari rasionalisme, maka

positivime merupakan perpanjangan dari empirisme. Para penganut aliran ini

13

Page 14: Science and Knowledge

menolak kenyataan di luar pengalaman. Mereka mengatakan bahwa kepercayaan

yang berdasarkan dogma harus digantikan pengetahuan yang berdasarkan fakta.

d.      Pragtisme

Tokoh-tokoh aliran ini antara lain Willian James, John Dewey, dan C.S.

Pierce. Menurut aliran ini, hakikat pengetahuan terletak dalam manfaat praktisnya

bagi kehidupan. Pengetahuan adalah sarana bagi perbuatan. C.S. Pierce

mengatakan bahwa yang penting adalah pengaruh sebuah ide atau pengetahuan

bagi sebuah rencana. Nilai sebuah pengetahuan tergantung pada penerapannya

secara konkrit dalam kehidupan masyarakat. Suatu pengetahuan itu benar bukan

karena ia mencerminkan kenyataan obyektif, melainkan karena ia bermanfaat bagi

umum. Menurut William James, ukuran kebenaran ditentukan oleh akibat

praktisnya. Sedangkan John Dewey menegaskan tidak perlu mempersoalkan

kebenaran suatu pengetahuan, tapi sejauh mana pengetahuan memecahkan

persoalan yang dihadapi masyarakat.

Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam

epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang

akan berwarna pandangan atau paham filsafatnya.

6. CIRI-CIRI ILMU ILMU PENGETAHUAN ILMIAH

Filsafat Ilmu Ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang menelaah

baik ciri-ciri ilmu ilmu pengetahuan ilmiah maupun cara-cara memperoleh ilmu

ilmu pengetahuan ilmiah. Ciri-ciri Ilmu Ilmu pengetahuan Ilmiah adalah sebagai

berikut:

1) Sistematis.

Ilmu ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu ilmu

pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan

suatu teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori dipergunakan sebagai sarana

untuk menjelaskan gejala dari kehidupan sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri

bersifat abstrak dan merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap

proses mulai dari persepsi sehari-hari/ bahasa sehari-hari, observasi/konsep

ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.

14

Page 15: Science and Knowledge

Ciri-ciri yang sistematis dari ilmu ilmu pengetahuan ilmiah tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5: Piramida Ilmu Ilmu pengetahuan IlmiahSumber: Noerhadi T. H. (1998) Diktat Kuliah Filsafat Ilmu Ilmu pengetahuan.

Pascasarjana Universitas Indonesia.

a) Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari).

Dari persepsi sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya

disampaikan dalam bahasa sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna.

Dari observasi ini akan dihasilkan konsep ilmiah.

b) Observasi (konsep ilmiah).

Untuk memperoleh konsep ilmiah atau menyusun konsep ilmiah perlu

ada definisi. Dalam menyusun definisi perlu diperhatikan bahwa dalam

definisi tidak boleh terdapat kata yang didefinisikan. Terdapat 2 (dua) jenis

definisi, yaitu: 1) definisi sejati, 2) definisi nir-sejati.

Definisi sejati dapat diklasifikasikan dalam:

1) Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam kamus, yang

biasanya bersifat deskriptif.

2) Definisi Stipulatif. Definisi ini disusun berkaitan dengan tujuan tertentu.

Dengan demikian tidak dapat dinyatakan apakah definisi tersebut benar

15

teori

hukum

hipotesa

Hasil observasi (konsep ilmiah)

Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari)

Page 16: Science and Knowledge

atau salah. Benar atau salah tidak menjadi masalah, tetapi yang penting

adalah konsisten (taat asas). Contoh adalah pernyataan dalam Akta

Notaris: Dalam Perjanjian ini si A disebut sebagai Pihak Pertama, si B

disebut sebagai Pihak Kedua.

3) Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan dengan

pengukuran (assessment) yang banyak dipergunakan oleh ilmu ilmu

pengetahuan ilmiah. Definisi ini memiliki kekurangan karena seringkali

apa yang didefinisikan terdapat atau disebut dalam definisi, sehingga

terjadi pengulangan. Contoh: ”Yang dimaksud inteligensi dalam

penelitian ini adalah kemampuan seseorang yang dinyatakan dengan

skor tes inteligensi”.

4) Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta atau fenomena

atau istilah berdasarkan teori tertentu. Contoh: Untuk mendefinisikan

Superego, lalu menggunakan teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud.

Definisi nir-sejati dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1) Definisi Ostensif. Definisi ini menjelaskan sesuatu dengan menunjuk

barangnya. Contoh: Ini gunting.

2) Definisi Persuasif. Definisi yang mengandung pada anjuran (persuasif).

Dalam definisi ini terkandung anjuran agar orang melakukan atau tidak

melakukan sesuatu. Contoh: ”Membunuh adalah tindakan menghabisi

nyawa secara tidak terpuji”. Dalam definisi tersebut secara implisit

terkandung anjuran agar orang tidak membunuh, karena tidak baik

(berdosa menurut Agama apapun).

c) Hipotesis

Dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan-pernyataan yang

mengandung informasi, 2 (dua) pernyataan digabung menjadi proposisi.

Proposisi yang perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis.

d) Hukum

Hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum.

e) Teori

Keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak bertentangan satu

sama lain serta dapat menjelaskan fenomena disebut teori.

16

Page 17: Science and Knowledge

2) Dapat dipertanggungjawabkan.

Ilmu ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan melalui 3

(tiga) macam sistem, yaitu:

a) Sistem axiomatis

Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu fenomena atau

gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus umum menuju rumus

khusus atau konkret. Atau mulai teori umum menuju fenomena/gejala

konkret. Cara ini disebut deduktif-nomologis. Umumnya yang

menggunakan metode ini adalah ilmu-ilmu formal, misalnya matematika.

b) Sistem empiris

Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari

gejala/ fenomena khusus menuju rumus umum atau teori. Jadi bersifat

induktif dan untuk menghasilkan rumus umum digunakan alat bantu

statistik. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu ilmu

pengetahuan alam dan sosial.

c) Sistem semantik/linguistik

Dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara menyusun

proposisi-proposisi secara ketat. Umumnya yang menggunakan metode ini

adalah ilmu bahasa (linguistik).

3) Objektif atau intersubjektif

Ilmu ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang

banyak (intersubjektif). Ilmu ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat otonom dan

mandiri, bukan milik perorangan (subjektif) tetapi merupakan konsensus antar

subjek (pelaku) kegiatan ilmiah. Dengan kata lain ilmu ilmu pengetahuan

ilmiah itu harus ditopang oleh komunitas ilmiah.

7. Cara Kerja Ilmu pengetahuan Ilmiah

Cara kerja Ilmu pengetahuan Ilmiah untuk mendapatkan kebenaran oleh

Karl Popper disebut Siklus Empiris, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

17

Page 18: Science and Knowledge

Gambar 6: Siklus EmpirisSumber: Noerhadi T. H. (1998) Diktat Kuliah Filsafat Ilmu Ilmu pengetahuan.

Pascasarjana Universitas Indonesia.

Keterangan Gambar:

Gambar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) komponen, yaitu:

1) Komponen Informasi, yang terdiri dari:

a. ProblemTeori

b. Hipotesis

c. Observasi

d. Generalisasi Empiris

Komponen Informasi digambarkan dengan kotak.

18

1

Teori

Pembentukan konsep, pembentukan

proposisi, penyusunan proposisi

Deduksi logis

Inferensi Logis

PROBLEM HIPOTESISGENERALISASI EMPIRIS

OBSERVASI

Uji Hipotesis Interpretasi,

instrumentasi, sampel, skala

Pengukuran penyimpulan

sample, estimasi parameter

2

3

4

5

I

II

IIIIV

V

VI

Page 19: Science and Knowledge

2) Komponen langkah-langkah Metodologis, yang terdiri 6 (enam) langkah

metodologis, yaitu:

a. Inferensi logis

b. Deduksi logis

c. Interpretasi, instrumentasi, penetapan sampel, penyusun skala.

d. Pengukuran, penyimpulan sampel, estimasi parameter.

e. Pengujian hipotesis.

f. Pembentukan konsep, pembentukan dan penyusunan proposisi.

Langkah Metodologis digambarkan dengan elips.

Penjelasan tentang langkah-langkah Metodologis adalah sebagai berikut:

b. Langkah pertama. Ada masalah yang harus dipecahkan. Seluruh langkah ini (5

langkah) oleh Popper disebut Epistomology Problem Solving. Untuk

pemecahan masalah tersebut diperlukan kajian pustaka (inferensi logis) guna

mendapatkan teori-teori yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.

c. Langkah kedua. Selanjutnya dari teori disusun hipotesis. Untuk menyusun

hipotesis diperlukan metode deduksi logis.

d. Langkah ketiga. Untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis perlu adanya

observasi. Sebelum melakukan observasi perlu melakukan interpretasi teori

yang digunakan sebagai landasan penyusunan hipotesis dalam penelitian adalah

penyusunan kisi-kisi/dimensi-dimensi, kemudian penyusunan instrumen

pengumpulan data, penetapan sampel dan penyusunan skala.

e. Langkah keempat. Setelah observasi, selanjutnya melakukan pengukuran

(assessment), penetapan sampel, estimasi kriteria (parameter estimation).

Langkah tersebut dilakukan guna mendapatkan generalisasi empiris (empirical

generalization).

f. Langkah kelima. Generalisasi emperis tersebut pada hakekatnya merupakan

hasil pembuktian hipotesis. Apabila hipotesis benar akan memperkuat teori

(verifikasi). Apabila hipotesis tidak terbukti akan memperlemah teori

(falsifikasi).

g. Langkah keenam. Hasil dari generalisasi empiris tersebut dipergunakan sebagai

bahan untuk pembentukan konsep, pembentukan proposisi. Pembentukan atau

19

Page 20: Science and Knowledge

penyusunan proposisi ini dipergunakan untuk memperkuat atau memantapkan

teori, atau menyusun teori baru apabila hipotesis tidak terbukti.

Gambar 7 : Karl Popper

7. LANDASAN PENELAAHAN ILMU

Landasan pokok dalam penelaahan ilmu bertumpu pada tiga cabang filsafat,

yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi. Landasan ontologi berkaitan dengan

pemahaman seseorang tentang kenyataan, landasan epistemologi memberikan

pemahaman tentang sumber dan sarana pengetahuan manusia sedangkan landasan

aksiologi yang memberikan suatu pemahaman tentang nilai hubungan kualitas

obyek dengan objek keilmuan.

1. Landasan Ontologi

Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada.

Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek

apa yang ditelaah ilmu, bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut. Secara

ontologi ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-

daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan

yang berada dalam batas pra-pengalaman dan pasca pengalaman diserahkan ilmu

kepada pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari

sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas

ontologi tertentu. Penetapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat

empiris ini adalah konsisten dengan asas epistimologi keilmuan yang

mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan

penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.

20

Page 21: Science and Knowledge

Disamping itu, secara ontologi ilmu bersifat netral terhadap nilai-nilai yang

bersifat dogmatik dalam menafsirkan hakikat realitas, sebab ilmu merupakan

upaya manusia untuk mempelajari alam sebagaimana adanya. Sebagaimana kita

mendefinisikan manusia, maka berbagai pengertianpun akan muncul.

Contoh: ada pertanyaan, Siapakah manusia itu? Jawab ilmu ekonomi ialah

makhluk ekonomi sedang ilmu politik menjawab manusia adalah mahluk politikal.

2. Landasan Epistemologi

Epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal muasal,

sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam

kaitannya dengan ilmu, landasan epistimologi mempertanyakan bagaimana

proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?

Bagaimana prosedurnya? Apa kriterianya? Cara atau teknik atau sarana apa

yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yan berupa ilmu?

Landasan epistimologi ilmu tercermin secara operasional dalam metode ilmiah.

Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun

tubuh pengetahuan berdasarkan:

a. Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat

konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun.

b. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran

tersebut.

c. Melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran

pernyataan secara faktual.

Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional

dalam mengembangkan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empiris berarti

evaluasi secara obyektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan

faktual. Verifikasi ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain selain yang

terkandung dalam hipotesis. Demikian juga verifikasi faktual membuka diri

terhadap kritik kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis.

Kebenaran ilmiah dengan keterbukaan terhadap kebenaran baru mempunyai sifat

pragmatis yang prosesnya secara berulang (siklus) berdasarkan cara berpikir kritis.

Karena ilmu merupakan sikap hidup untuk mencari suatu kebanaran dan mencintai

kebenaran sesuai dengan kaitan moral.

3. Landasan Aksiologi

21

Page 22: Science and Knowledge

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara

umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan

yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan

tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah

berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural

yang merupakan operasional.

Pada dasarnya ilmu harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk

kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana

atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat,

martabat manusia dan kelestarian atau keseimbangan alam.

Untuk kepentingan manusia tersebut pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan

disusun dipergunakan secara komural dan universal. Komural berarti ilmu

merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, semua orang berhak

memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti ilmu tidak memiliki

konotasi ras, ideologi atau agama.

Sebagaimana contoh seorang kepala desa mempelajari ilmu manajemen desa

secara detail, mulai dari wilayah desa, mata pencaharian penduduk sampai dengan

kehidupan sehari-hari para penduduk sekitar. Dengan landasan aksiologi

mempertanyakan nilai apa yang terdapat didalam ilmu manajemen desa tersebut,

sehingga terjawablah pertanyaan nilai tersebut dengan gambaran keberhasilan

kepala desa untuk memajukan desanya dalam bidang kesejahteraan penduduk desa

dan kelestarian wilayah desa.

7.1 KETERKAITAN LANDASAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN

AKSIOLOGI

Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Setiap

jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi),

bagaimana (epistimologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun.

Ketiga landasan ini saling berkaitan antar satu dengan lainnya.

7.2 MANFAAT LANDASAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN

AKSIOLOGI DALAM PENELAAHAN ILMU

Untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dengan pengetahuan lainnya

22

Page 23: Science and Knowledge

maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: apa yang dikaji oleh pengetahuan itu

(Ontologi)? Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan itu (Epistemologi)? Serta

untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan (Aksiologi)?

Dengan mengetahui ketiga jawaban dari ketiga pertanyaan ini maka dengan

mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam

hasanah kehidupan manusia. Hal ini memungkinkan kita untuk mengenali berbagai

pengetahuan yang ada, seperti ilmu, seni dan agama serta meletakkan mereka pada

tempatnya masing-masing yang saling memperkaya kehidupan kita. Tanpa mengenal

ciri-ciri pengetahuan dengan benar maka bukan saja kita tidak dapat memanfaatkan

keguanaannya secara maksimal namun kadang kita salah dalam menggunakannya,

seperti ilmu dikacaukan dengan seni, ilmu dikonfigurasikan dengan agama.

23

Page 24: Science and Knowledge

BAB IIIPENUTUP

4. KESIMPULAN

Setiap jenis ilmu pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik

mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) ilmu

pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu

terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan

seterusnya. Kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus

dikatikan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan

epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang

didasarkan model berpikir sistemik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.

Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya

keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit

untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki

fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran.

Demikian juga, setiap jenis ilmu pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang

spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi)

ilmu pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu

terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan

seterusnya. Pembahasan mengenai epistemologi harus dikatikan dengan ontologi dan

aksiologi. Secara jelas, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari

ontologi dan aksiologi. Dalam membahas dimensi kajian filsafat ilmu didasarkan

model berpikir sistemik, sehingga harus senantiasa dikaitkan.

24

Page 25: Science and Knowledge

DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bachktiar, 2004. Filsafat Komunikasi, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Beeding, Kusee, Moois, Van, Peursen, 2003. Pengantar Filsafat Ilmu (Diterjemahkan

oleh Soejono Soemargono), Yogyakarta, PT. Tiara Wacana

Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta. PT Bumi

Aksara.

Jujun. S. Suriasumantri. 2001. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta.

Pustaka Sinar Harapan.

25