19

Qada dan Qadar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penjelasan Qada dan Qadar

Citation preview

Page 1: Qada dan Qadar
Page 2: Qada dan Qadar

Qadha Dan Qadhar

A.    Pendahuluan

1.      Latar Belakang Masalah

Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah mengutus hambaNya Muhammad

shalallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa kebenaran, menyampaikan

amanat kepada ummat dan berjihad dijalanNya hingga akhir hayat. Semoga

shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada beliau, berikut para

keluarga, shahabat dan pengikutnya yang setia.

Sudah sejak dahulu masalah qadha’ dan qadar menjadi ajang perselisihan

di kalangan umat Islam. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi

wasalam keluar menemui shahabatnya radhiyallahu ‘anhum, ketika itu

mereka sedang berselisih tentang masalah Qadha’ dan Qadar ( takdir ) maka

beliau melarangnya dan memperingatkan bahwa kehancuran umat – umat

terdahulu tiada lain karena perdebatan seperti ini.

2.      Rumusan Dan Batasan Masalah

Allah menetapkan setiap yang hidup pasti merasai mati dan tidak ada seorang pakar

perubatan pun yang mampu mengubah kenyataan ini. Semua ini dan yang lain-lainnya tidak

dapat diubah sebab ia adalah ketetapan Allah sejak dari azali lagi berdasarkan kebijaksanaanNya

yang tanpa batas dan ia telah menjadi hukum alam yang dikenali sebagai hukum sebab musabab

dan sebab akibat. Justeru, hukum alam yang berkait rapat dengan kehidupan manusia ini adalah

sebahagian daripada ketetapan qada dan qadar.

Adapun batasan maslah dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu:

  Makalah ini membahas tentang pengertian qadha dan qadhar Allah SWT.

  Makalah ini membahas hubungan qadha dan qadhar SWT dan kewajiban untuk beriman terhadap

keduanya.

3.      Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah antara lain sebagai berikut:

Page 3: Qada dan Qadar

  Pemakalah ingin mengupas lebih jauh tentang qadha dan qadhar secara etimologi maupun

terminologi

  Pemakalah ingin mengetahui tentang implementasi qadha dan qadhar serta kaitannya dengan

kehendak manusia.

  Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Al-Islam”.

B.     Pembahasan

1.      Pengertian Qadha dan Qadar 

Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum,

ketetapan pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut

istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak

zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang

berkenan dengan makhluk. 

Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian,

peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan

ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk

tertentu sesuai dengan iradah-Nya.

Kata Qadar berarti ukuran (miqdar), dan taqdir (takdir) yaitu ukuran sesuatu dan

menjadikannya pada ukuran tertentu, atau menciptakan sesuatu dengan ukurannya yang

ditentukan. Sedangkan kata qadha berarti menuntaskan dan memutuskan sesuatu, yang di

dalamnya menyiratkan semacam unsur konvensi. Terkadang dua kata ini digunakan secara

sinonim yang berarti nasib. Maksud dari takdir Ilahi yaitu bahwa Allah SWT telah

menciptakan segala sesuatu serta telah menetapkan kadar dan ukurannya

masing-masing dari segi kuantitas, kualitas, ruang dan waktu. Dan hal ini

dapat terealisasi di dalam rangkaian sebab-sebab.

Sedangkan yang dimaksud qadha Ilahi adalah menyampaikan sesuatu kepada tahap kepastian

wujudnya, setelah terpenuhinya sebab-sebab dan syarat-syarat sesuatu itu. Berdasarkan maksud

ini, tahap takdir itu lebih dahulu dari tahap qadha', karena di dalam takdir terdapat beberapa

tahap gradual dan syarat-syarat yang jauh, tengah dan dekat. Dan takdir ini dapat mengalami

perubahan dengan berubahnya sebagian sebab dan syaratnya. Misalnya, perjalanan janin yang

berangsur-angsur dari sperma, segumpal darah, segumpal daging sampai membentuk janin yang

Page 4: Qada dan Qadar

sempurna. Janin ini melewati tahap-tahap yang beragam untuk sampai kepada takdir tersebut,

dan di antara tahap-tahap itu adalah ruang dan waktu. Keluar atau gugurnya janin pada salah satu

tahap-tahap tersebut adalah perubahan pada takdir itu.

Adapun tahap qadha' bersifat seketika (daf'i). Qadha' ini berhubungan dengan tahap

terpenuhinya segenap sebab-sebab dan syarat-syarat. Maka itu, ia bersifat pasti serta tidak akan

mengalami perubahan. Allah SWT berfirman:

"Apabila Allah menetapkan suatu perkara, Ia akan mengatakan, "Jadilah." Maka

terjadilah." (QS. Ali Imran: 47)

Akan tetapi, sebagaimana telah kami jelaskan, qadha' dan qadar ini juga bisa digunakan

sebagai dua kata yang sinonim. Dari sinilah qadha' dan qadar dapat dibagi menjadi dua bagian:

qadha' dan qadar yang pasti (hatmi) dan qadha dan qadar yang tidak pasti (ghairi hatmi).

Berdasarkan pembagian ini, sebagian riwayat, hadis, dan doa-doa menyinggung perubahan

tersebut. Di antaranya, bahwa bersedekah, patuh kepada kedua orang tua, silaturahim dan doa

termasuk faktor-faktor yang bisa mengubah qadha'.

Pengertian Qadha dan Qadar Menurut Para Ulama

Adapun menurut syara’ terdapat beberapa pendapat para ulama, di antaranya :

1.      Pendapat Imam Abul Hasan al-Asy’ari

-         Qadha adalah iradah Allah yang bersifat azali yang berkaitan dengan segala sesuatu dengan

keberadaannya.

-         Qadar adalah penciptaan Allah akan sesuatu dengan kadar ukuran yang tertentu dengan qadha,

zat/jenis dan sifatnya, perbuatan dan keadaan, waktu dan tempat serta sebab-sebabnya.

2.      Pendapat Abul Manshur al-Maturidi

-         Qadha adalah penciptaan yang mengacu kepada pembentukan.

-         Qadar adalah penakaran/penentuan, yakni menjadikan sesuatu dengan mudah pada kadar yang

telah ditentukan sebelum keberadaannya.1[9]

2.      Tingkatan qadha’ dan qadar

Menurut Ahlussunnah Wal Jamaah, qadha’ dan qadar mempunyai empat

tingkatan :

1[9] Abdurrahman Hubarakah, Op cit, hlm. 616

Page 5: Qada dan Qadar

  Pertama : Al-‘Ilm (pengetahuan)

Artinya mengimani dan meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Tahu atas

segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara

umum maupun terperinci, baik itu termasuk perbuatanNya sendiri atau

perbuatan makhlukNya. Tak ada sesuatupun yang tersembunyi bagiNya.

  Kedua : Al-kitabah (penulisan)

Artinya mengimani bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan ketetapan segala

sesuatu dalam Lauh Mahfuzh.

Kedua tingkatan ini sama-sama dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam firman-

Nya:

ير4 9س7 >ه7 ي 7ن> ذ9ل7ك9 ع9ل9ى الل 9ابF إ 7ت 7ن> ذ9ل7ك9 ف7ي ك رNض7 إ9 Nم9اء و9األ 9مU م9ا ف7ي الس> 9عNل >ه9 ي ن> الل

9 9مN أ 9عNل 9مN ت 9ل أ

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah

mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang

demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). sesungguhnya

yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. (Al-Hajj:70)

Oleh karena itu hendaklah anda berusaha, sebagaimana yang

diperintahkan nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam kepada para

shahabat. Anda akan di mudahkan menurut takdir yang telah ditentukan

Allah Ta’ala.

  Ketiga : Al- Masyiah ( kehendak ).

Artinya: bahwa segala sesuatu, yang terjadi atau tidak terjadi, di langit

dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah Ta’ala. Hal ini dinyatakan jelas

dalam Al-Qur’an Al–Karim. Dan Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa apa

yang diperbuatNya, serta apa yang diperbuat para hambaNya juga dengan

kehendakNya. Firman Allah:

9م7ين9 Nع9ال بc ال >هU ر9 اء الل 9ش9 9ن ي 7ال> أ اؤUون9 إ 9ش9 9ق7يم9 . و9م9ا ت ت N9س 9ن ي UمN أ اء م7نك 7م9ن ش9 ل

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apa bila

dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”. (At Takwir : 28 -29)

Page 6: Qada dan Qadar

UوهU cك9 م9ا ف9ع9ل ب اء ر9 9وN ش9 و9ل

“ jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya”.

(Al–An’am 112)

Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan seseorang kepada qadar

(takdir) kecuali dengan mengimani bahwa kehendak Allah Ta’ala meliputi

segala sesuatu. Tak ada yang terjadi atau tidak terjadi kecuali dengan

kehendakNya. Tak mungkin ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di

bumi tanpa dengan kehendak Allah Ta’ala.

  Keempat : Al–Khalq ( penciptaan )

Artinya mengimani bahwa Allah pencipta segala sesuatu. Apa yang ada di

langit dan di bumi penciptanya tiada lain kecuali Allah Ta’ala. Sampai “

kematian” lawan dari kehidupan itupun diciptakan Allah.

rع9م9ال Uس9نN9ح UمN أ cك 9ي UمN أ Uو9ك Nل 9ب 7ي 9اة9 ل ي Nح9 Nم9وNت9 و9ال ل9ق9 ال >ذ7ي خ9 ال

“Yang menjadikan hidup dan mati, supaya Dia menguji kamu, siapa di

antara kamu yang lebih baik amalnya”. (Al-Mulk : 2)

Jadi segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi penciptanya tiada

lain adalah Allah Ta’ala. Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa apa

yang terjadi dari hasil perbuatan Allah adalah ciptaan-Nya. Seperti langit,

bumi, gunung, sungai, matahari, bulan, bintang, angin, manusia dan hewan

kesemuanya adalah ciptaan Allah. Demikian pula apa yang terjadi untuk

para makhluk ini, seperti : sifat, perubahan dan keadaan, itupun ciptaan

Allah Ta’ala.

Akan tetapi mungkin saja ada orang yang merasa sulit memahami,

bagaimana dapat dikatakan bahwa perbuatan dan perkataan yang kita

lakukan dengan kehendak kita ini adalah ciptaan Allah Ta’ala?

Jawabnya: Ya, memang demikian, sebab perbuatan dan perkataan kita ini

timbul karena adanya dua faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Apa bila

perbuatan manusia timbul karena kehendak dan kemampuannya, maka

perlu diketahui bahwa yang menciptakan kehendak dan kemampuan

Page 7: Qada dan Qadar

manusia adalah Allah Ta’ala. Dan siapa yang menciptakan sebab dialah yang

menciptakan akibatnya.

Jadi, sebagai argumentasi bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan

manusia maksudnya adalah bahwa apa yang diperbuat manusia itu timbul

karena dua faktor, yaitu : kehendak dan kemampuan. Andaikata tidak ada

kehendak dan kemampuan, tentu manusia tidak akan berbuat, karena

andaikata dia menghendaki, tetapi tidak mampu, tidak akan dia berbuat,

begitu pula andaikata dia mampu, tetapi tidak menghendaki, tidak akan

terjadi suatu perbuatan.

Jika perbuatan manusia terjadi karena adanya kehendak yang mantap

dan kemampuan yang sempurna, sedangkan yang menciptakan kehendak

dan kemampuan tadi pada diri manusia adalah Allah Ta’ala, maka dengan ini

dapat dikatakan bahwa yang menciptakan perbuatan manusia adalah Allah

Ta’ala.

Akan tetapi, pada hakekatnya manusia-lah yang berbuat, manusia-lah

yang bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang

berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat

kemaksiatan, yang berbuat ketaatan; hanya saja perbuatan ini ada dan

terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah Ta’ala.

Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup jelas.

Keempat tingkatan yang disebutkan tadi wajib kita tetapkan untuk Allah

Ta’ala. Dan hal ini tidak bertentangan apabila kita katakan bahwa manusia

sebagai pelaku perbuatan.

3.      Antara Qadha', Qadar dan Kehendak Bebas Manusia

Telah kita pelajari pada pelajaran yang telah lalu bahwa keyakinan terhadap qadha' dan

qadar 'aini Ilahi itu menuntut adanya keyakinan bahwa keberadaan setiap makhluk dari awal

keberadaannya lalu tahap-tahap pertumbuhannya sam-pai akhir usianya, bahkan sejak

terpenuhinya syarat-syarat yang jauh, seluruhnya tunduk kepada takdir dan pengaturan Ilahi yang

mahabijak. Begitu pula, terpenuhinya syarat-syarat bagi kemunculan dan proses mereka hingga

tahap akhir dari keberadaan mereka sungguh bersandar kepada kehendak Allah SWT.

Page 8: Qada dan Qadar

Dengan kata lain, sebagaimana wujud setiap fenomena itu bersandar kepada ijin dan

kehendak cipta (takwiniyah) Allah SWT, dan tanpa izin dan kehendak-Nya, maka seluruhnya

tidak akan mungkin mencapai pelataran eksistensi. Demikian pula wujud dan terbentuknya

segala sesuatu bersandarkan kepada qadha' dan takdir Ilahi; yang tanpa keduanya segala realitas

tidak akan sampai kepada bentuk dan batasan-batasannya yang khas serta ketentuan ajalnya.

Penjelasan atas penyandaran dan penisbahan ini pada dasarnya lebih merupakan pengajaran

secara bertahap tentang Tauhid dalam arti Pengaruh Mandiri; sebuah derajat tauhid yang paling

tinggi, yang memiliki peranan besar dalam membentuk kepribadian seseorang, sebagaimana

telah kami jelaskan.

Adapun disandarkannya seluruh makhluk kepada izin Allah, atau bahkan kepada kehendak-

Nya itu lebih mudah dan lebih dekat kepada pemahaman. Dibandingkan dengan menyandarkan

tahap terakhir dan kepastian wujud mereka kepada qadha' Ilahi adalah sulit dan lebih banyak

menjadi topik perdebatan, karena sulitnya mengkompromikan antara keimanan terhadap qadha'

Ilahi ini dan keimanan terhadap kehendak bebas yang ada pada manusia dalam menentukan jalan

dan nasib hidupnya.

Oleh karena itu, kita melihat sebagian kaum mutakalim, yaitu para teolog Asy'ariyah, tatkala

mereka menerima kemutlakan qadha' Ilahi pada perbuatan-perbuatan manusia, tampak

kecondongan mereka kepada pemikiran Jabariyah (determinisme). Lain halnya ketika kita

melihat teolog lainnya, yaitu kaum Mu'tazilah. Madzhab teologi ini tidak menerima pandangan

Jabariyah. Kaum Mu'tazilah mengingkari qadha' Ilahi pada seluruh perbuatan manusia yang

bersifat sengaja dan berkehendak bebas.

Masing-masing kelompok menakwilkan ayat-ayat Al-Qur'an dan riwayat-riwayat yang

saling berlawanan satu dengan yang lainnya, sebagaimana hal ini tercatat di dalam ilmu Kalam

dan dalam risalah-risalah yang membahas secara khusus masalah jabr dan tafwidh, keterpaksaan

dan kebebasan (mutlak).

Titik inti persoalan yang mengemuka di sini adalah bahwa perbuatan manusia itu, apabila ia

bersungguh-sungguh dengan sifat kebebasan kehendaknya, dan bahwa perbuatannya itu

bersandar kepada kehendaknya sendiri, maka bagaimana mungkin hal itu dapat disandarkan

kepada kehendak dan qadha' Allah SWT. Sebaliknya, apabila perbuatan manusia itu disandarkan

kepada qadha' Ilahi, bagaimana mungkin hal itu tunduk kepada kehendak bebas manusia itu

sendiri.

Page 9: Qada dan Qadar

Untuk menjawab persoalan semacam ini dan mengkompromikan perbuatan manusia dan

kehendak bebasnya, serta penyandaran dan penisbahannya kepada qadha' Ilahi, kita mesti

membahas berbagai macam penyandaran satu akibat kepada sebab yang beraneka ragam.

Sehingga akan menjadi jelaslah jenis penyandaran suatu perbuatan sengaja manusia kepada

dirinya dan kepada Allah SWT.

4.      Macam Pengaruh Sebab yang Berbeda-beda

Dapat kita gambarkan adanya pengaruh berbagai sebab yang berbeda-beda terhadap

kejadian suatu makhluk melalui beberapa keadaan:

Pertama, beberapa sebab secara serempak dan bersama-sama memberikan pengaruh atas

sesuatu. Misalnya, berkumpulnya biji dan air, panas dan lainnya yang menyebabkan terbelahnya

biji tersebut dan keluarnya tumbuhan.

Kedua, beberapa sebab saling bergantian pengaruhnya. Setiap sebab ini memberikan

pengaruh ke atas sesuatu sedemikian rupa sehingga panjang usianya terbagi sesuai jumlah sebab-

sebab itu, dan setiap bagiannya merupakan akibat dari sebab-sebab yang pada gilirannya

memberi pengaruh juga. Misalnya, beberapa mesin yang hidup secara bergiliran dan menjadi

sebab bergeraknya sebuah pesawat.

Ketiga, masing-masing sebab mempengaruhi sebab yang lain secara beruntun seperti

benturan bola-bola, dimana setiap bola itu membentur yang lainnya sehingga sebuah bola

menjadi sebab pada gerak yang lain, dan bola itulah yang menimbulkan gerakan berantai, satu

sama lainnya saling mempengaruhi dan menggerakkan yang lain, secara beruntun. Atau

misalnya, kalau kita lihat perhatikan pengaruh kehendak manusia dalam menggerakkan

tangannya dan pengaruh tangan dalam menggerakkan sebuah pena dan pengaruh pena dalam

kejadian tindakan menulis.

Keempat, pengaruh yang muncul dari beberapa sebab vertikal, dimana wujud setiap sebab

itu bergantung kepada wujud sebab lainnya. Ini berbeda dengan keadaan tiga di atas tadi, dimana

wujud pena tidak mempunyai hubungan dengan wujud tangan dan wujud tangan juga tidak

berhubungan dengan kehendak manusia.

Pada seluruh keadaan ini, bisa terjadi berkumpulnya (pengaruh) beberapa sebab pada satu

akibat. Tidak sekedar bisa (baca: mungkin) terjadi perkumpulan ini, akan tetapi mesti terjadi.

Dan pengaruh kehendak Allah dan kehendak manusia dalam perbuatan yang bersifat sengaja dan

Page 10: Qada dan Qadar

berkehendak bebas itu termasuk ke dalam keadaan terakhir, yaitu keadaan keempat. Karena

sesungguhnya wujud manusia dengan kehendaknya itu berhubungan erat dengan kehendak Allah

SWT.

5.      Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar

Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh

hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi

makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda

yang artinya sebagai berikut yang artinya:

”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40

hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi

segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh

ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya,

ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara atau

bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).

Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah

ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah

ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam

menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban

untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.

Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas

berusaha dan berbuat kejahatan.

Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para

ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :

  Takdir mua’llaq

Yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang

siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-

citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan

menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah

berfirman: 

Page 11: Qada dan Qadar

Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya

bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah

Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga

mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila

Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang

dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)

  Takdir mubram

Yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan

atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang

dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan

ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.

6.      Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar

Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat

berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan

diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:

  Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar

Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat

keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu

merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena

musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian, Allah

Berfirman dalam Al-Qur’an: 

Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari

Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-

Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).

  Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa

Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh

keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena

hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami

Page 12: Qada dan Qadar

kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari

bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an :

Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang

Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.

Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang

kafir. (QS.Yusuf ayat 87).

Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang

didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim).

  Memupuk sifat optimis dan giat bekerja

Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua

orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu

tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang

yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja

untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: 

Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu

dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)

sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu

berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)

  Menenangkan jiwa

Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami

ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan

apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia

bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.

C.    Penutup

1.      Kesimpulan

Page 13: Qada dan Qadar

Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum,

ketetapan pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut

istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak

zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang

berkenan dengan makhluk. 

Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian,

peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan

ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk

tertentu sesuai dengan iradah-Nya.

Taqdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir

tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai

dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan

nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak

menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima

dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada

hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui

atas apa yang diperbuatnya.

2.      Saran

Dalam penulisan makalah ini, pemakalah mempunyai beberapa antara

lain yaitu:

  Sebagai umat muslim kita wajib untuk mengimani qadha dan qadhar Allah

SWT.

  Adakalanya ketentuan Allah SWT yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang

kita inginkan, namun sebagai hamba Allah SWT kita diwajibkan untuk

berikhtiar atau berusaha untuk merubah sesuai dengan apa yang inginkan.

Kendatipun demikian, selain berikhtiar kita harus berdoa dan bertawakal

kepada Allah SWT terhadap ketentuan-Nya yang diberikan kepada kita.

D.    Daftar Pustaka

  Al-Quranul kariem

  Asmuni, Yusran, Ilmu Tauhid,  Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996

Page 14: Qada dan Qadar

  Nata, Abuddin.” Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf” Jakarta: PT Raja

GrafindoPersada, 1995

  Rozak, Abdul, dkk . Ilmu kalam. Bandung:CV. Pustaka setia,2006.

  Drs. Abuddin Nata, M.A. “Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf”. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 1995.

  Drs. H. M Yusran Asmuni. “Ilmu Tauhid”,  Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,

1996.