113
PENINGKATAN KINERJA UNIT PEMUPUK PADA MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI SKRIPSI AHMAD ERISKA DWI HUTAMA PUTRA F14080122 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN a

Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Citation preview

Page 1: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

PENINGKATAN KINERJA UNIT PEMUPUK PADA MESIN

PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI

SKRIPSI

AHMAD ERISKA DWI HUTAMA PUTRA

F14080122

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

a

Page 2: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

PERFORMANCE IMPROVEMENT OF FELTILIZER APPLICATOR

UNIT OF INTEGRATED MACHINE FOR TILLAGE, CORN

PLANTING AND FERTILIZING

Ahmad Eriska and Wawan Hermawan

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering

Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor West Java,

Indonesia

Phone 62 853 19875137, e-mail: [email protected]

ABSTRACT

A prototype of integrated machine for tillage, planting and fertilizer application for corn cultivation has been developed. However, the prototype still had many lacks. The level of jamming in the driving wheel was too high which could make the fertilizing was not uniform and not appropriate by the doses, the jam-packed of fertilizer in the fertilizer channel frequently happened, and the fertilizer placement depth could not be reached. The objective of this research was to improve the fertilizing performances by modifying the fertilizer applicator unit. The fertilizer applicator unit was modified to reduce the level of jamming in the driving wheel, improve the uniformity and accuracy of fertilizer metering, reduce the jam-packed of fertilizer in the fertilizer channel, and deepen the placement of fertilizer. The metering device was modified using an edge-cell type rotor and placed at frontward position of the hopper bottom. For cutting the excessive fertilizer in the metering rotor, a brush was placed at upper side of the rotor. The fertilizer channel was redesigned in a proper size and the material was changed. The modified prototype has been tested in the stationary condition and field condition. Several tests were conducted to measure the level of uniformity and accuracy of fertilizer metering. The rotating torque of driving wheel was measured to ensure a lower rotating torque. The level of jamming in driving wheel, and fertilizer placement depth were also measured in field test. The result of the test showed that the level of jamming in the driving wheel could be decreased from 31 % to 23 %. The metering device could meter the fertilizer in uniform and accurate metering.The jam-packed of fertilizer in the fertilizer channel could be reduced, and the optimum fertilizer placement depth could be reached.

Keywords: fertilizer applicator, corn planter, metering device, modification

b

Page 3: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Ahmad Eriska Dwi Hutama Putra. F14080122. Peningkatan Kinerja Unit Pemupuk Pada Mesin

Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi. Di bawah bimbingan Wawan Hermawan. 2012

RINGKASAN

Konsumsi jagung oleh masyarakat Indonesia cukup besar. Sebagian besar kebutuhan jagung

masih berasal dari impor karena produksi dalam negeri masih belum memenuhinya. Produksi dapat

ditingkatkan dengan cara memperbaiki sistem budidaya jagung. Sebagian besar petani jagung masih

menggunakan tugal untuk menanam jagung dan menaburkan pupuk secara manual di samping alur

benih. Dengan menggabungkan beberapa proses dalam satu mesin diharapkan dapat menghemat

waktu dan biaya dibandingkan dengan cara penanaman dan pemupukan manual.

Salah satu mesin yang telah dikembangkan adalah mesin penanam dan pemupuk jagung

terintegrasi. Mesin ini adalah mesin penanam sekaligus pemupuk jagung yang diintegrasikan dengan

alat pembuat guludandan rotaridengan tenaga penggerak traktor roda dua. Setelah dilakukan

pengujian dan beberapa kali perbaikan dihasilkan prototipe-2. Namun, prototipe-2 juga masih

memiliki kekurangan, diantaranya tingkat kemacetan roda penggerak yang cukup tinggi yang

menyebabkan pemupukan tidak seragam dan tidak sesuai dosis, sering terjadinya penumpukan pada

penyalur pupuk pada saat pemupukan, dan kedalaman penempatan pupuk yang belum terpenuhi.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kinerja mesin penanam dan pemupuk jagung

terintegrasi dalam hal unit pemupuk dengan memperkecil tingkat kemacetan roda penggerak,

meningkatkan keseragaman penjatahan pupuk, meningkatkan ketepatan pengaturan penjatahan pupuk,

mengurangi penumpukan pupuk pada saluran pupuk, dan memperdalam penempatan pupuk pada

tanah. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan cara memodifikasi unit pemupuk. Modifikasi yang

dilakukan meliputi: 1) mengganti bentuk dan bahan metering device dari yang sebelumnya, 2)

mengganti bahan hopper dan memperluas ruang putar rotor, 3) menambahkan komponen sikat

pembatas pada metering device, 4) merancang saluran pupuk agar tidak terjadi penumpukan pupuk

dan mencapai kedalaman pupuk yang diinginkan.

Alat dan perlengkapan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 1) peralatan untuk

perancangan, 2) peralatan untuk pembuatan prototipe mesin, dan 3) peralatan instrumen untuk

pengujian kinerja mesin. Peralatan untuk perancangan berupa komputer dan beberapa software untuk

merancang dan menghitung. Peralatan untuk pembuatan prototipe mesin meliputi: mesin bor, mesin

gerinda duduk, mesin gergaji listrik, mesin gerinda tangan, mesin bubut, gunting, penggaris, busur,

dan pembengkok akrilik. Sedangkan peralatan instrument untuk pengujian kinerja mesin meliputi:

patok, stopwatch, timbangan, timbangan pegas, tali, alat tulis dan penggaris.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan prototipe mesin adalah: silinder polietilen, akrilik tebal 5

mm, mika siku, porors stainless steel, sok pipa PVC, sikat, lem aseton, lem araldite, mur dan baut.

Sedangkan bahan yang digunakan untuk pengujian prototipe adalah: pupuk urea, pupukKCl, pupuk SP-

36, bahan bakar solar, dan oli mesin. Pembuatan mesin dilakukan di bengkel Departemen Teknik

Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor.

Mekanisme kerja dari mesin unit pemupuk ini melibatkan beberapa komponen seperti roda

penggerak, poros metering device, hopper pupuk, metering device pupuk, dan penyalur pupuk. Roda

penggerak yang berputar akibat menerima gaya gesek dari tanah menggerakkan poros metering device

pupuk yang disalurkan dengan sprocket dan rantai. Perputaran poros metering device pupuk juga akan

memutar metering device pupuk sehingga isi pupuk yang ada di dalam hopper akan keluar berdasarkan

c

Page 4: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

volume celah dari rotor penjatah. Pupuk yang keluar akan melalui penyalur pupuk dan akan dijatuhkan

ke dalam tanah.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putra pada tahun 2011 unit pemupuk

dirancang untuk dapat memupuk urea 150 kg/ha, SP-36 200 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Hopper pupuk

dibagi menjadi dua yaitu hopper sebelah kanan untuk pupuk SP-36+KCl (2:1) dan hopper sebelah kiri

untuk pupuk urea. Sedangkan hopper ditengah untuk benih.

Pada penelitian ini dilakukan beberapa pengujian, meliputi: 1) pengujian tingkat keseragaman

penjatahan, 2) ketepatan penjatahan pupuk, 3) torsi putar roda penggerak, 4) keseragaman penjatahan

pupuk di pengujian lapangan, 5) ketepatan penjatahan pupuk di pengujian lapangan, 6) tingkat

kemacetan roda penggerak, dan 7) kedalaman penempatan pupuk. Pengujian 1, 2 dan 3 dilakukan

dengan cara stasioner, dengan memutar roda penggerak dan mengukur laju pengeluaran pupuknya

(nomor 1 dan 2), serta mengukur kebutuhan torsi putarnya (untuk nomor 3). Sedangkan pengujian 4,

5, 6, dan 7 dilakukan dengan menjalankan mesin penanam dan pemupuk di lahan, dan diukur

kinerjanya.

Hasil pengujian prototipe-3 menunjukan bahwa: 1) kemacetan roda penggerak berhasil dikurangi dari 31 % menjadi 23 %, 2) dosis pemupukan pada pengujian stasioner dan pemupukan di lapangan seragam, 3) dosis yang dikeluarkan pada pengaturan penjatahan terbukti akurat dengan pengaturan dapat dilakukan secara langsung dan mudah, 4) penumpukan pupuk pada saluran pupuk berhasil dikurangi, dan 5) kedalaman penempatan pupuk sudah tercapai. Dari hasil pengujian pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi telah berhasil ditingkatkan performanya, khususnya kinerja pemupukannya.

d

Page 5: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

PENINGKATAN KINERJA UNIT PEMUPUK PADA MESIN

PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Boogor

Oleh

AHMAD ERISKA DWI HUTAMA PUTRA

F14080122

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

e

Page 6: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Judul Skripsi : Peningkatan Kinerja Unit Pemupuk Pada Mesin Penanam dan

Pemupuk Jagung Terintegrasi

Nama : Ahmad Eriska Dwi Hutama Putra

NRP : F14080122

Menyetujui

Dosen Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS.

NIP. 19630329 198703 1 002

Mengetahui

Ketua Departemen

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP. 19661201 199103 1004

Tanggal Lulus:

ii

Page 7: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Peningkatan Kinerja

Unit Pemupuk pada Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi adalah hasil karya saya

sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum disajikan dalam bentuk apapun pada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

Yang membuat pernyataan

Ahmad Eriska Dwi Hutama Putra

F14080122

iii

Page 8: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

© Hak Cipta milik Ahmad Eriska Dwi Hutama Putra, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau

seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.

iv

Page 9: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

BIODATA PENULIS

Ahmad Eriska Dwi Hutama Putra. Lahir di Jakarta, 13 Oktober 1990 dari

ayah Ahmad Iskandar dan ibu Suhaerah, sebagai putra kedua dari dua

bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2008 dari SMA Negeri 1

Tangerang Selatan dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis

memilih program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan

Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama perkuliahan, penulis juga

aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi

Pertanian pada tahun 2010-2011. Pada tahun 2011 dan 2012 penulis menjadi asisten mata kuliah

Gambar teknik dan pada tahun 2012 penulis menjadi asisten mata kuliah Teknik Mesin Budidaya

Pertanian.

Pada tahun 2011 penulis melakukan praktik lapangan di PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh,

Majalengka, Jawa Barat dengan judul “Aspek Keteknikan Pertanian pada Aplikasi dan Pemeliharaan

Mesin Budidaya Tebu di PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh, Majalengka”.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Peningkatan Kinerja Unit Pemupuk Pada Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung

Terintegrasi”.

v

Page 10: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Peningkatan Kinerja Unit Pemupuk Pada Mesin

Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi”. Dalam skripsi ini penulis mencoba menjelaskan latar

belakang dan tujuan yang dipilih penulis dalam hal memilih judul penelitian serta dibahas juga hasil

dari penelitian yang telah dilakukan. Latar belakang dan tujuan pun didampingi dengan literatur –

literatur yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian dan menyusun metode yang akan

digunakan pada saat penelitian.

Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu

dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Sri Mudiastuti M.Eng dan Ir. Agus Sutejo, M.Si sebagai dosen penguji pada saat ujian

skripsi berlangsung.

3. Kedua Orangtua penulis serta kakak yang senantiasa memberikan doa dan tiada berhenti

memberikan dukungan terhadap penulis selama ini.

4. Bapak Parma, Bapak Darma, Bapak Wana beserta seluruh teknisi yang telah membantu

selama penelitian ini berlangsung.

5. Saudara Pandu Gunawan, Tahir Sapsal, Ignatius Indrawan, Salman Al-Farisi, Bintarjo Agus,

Galih Brahmadi, Angga Herviona, Bareth Juanda yang tanpa pamrih membantu selama

penelitian berlangsung.

6. Teman – teman TPB (Diara Mutiarani, Anggi, Wahyu, dan Syakir) yang sudah memberikan

semangat dan mengirimkan doa kepada penulis.

7. Teman – teman wisma ZERO yang memberikan inspirasi dalam proses pembuatan skripsi.

8. Teman – teman Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 45 yang sudah sangat banyak

membantu dan memberikan dukungan terhadap penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian.

Bogor, Oktober 2012

Penulis

vi

Page 11: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

DAFTAR ISIHalaman

KATA PENGANTAR............................................................................................................................vi

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................................viii

DAFTAR TABEL...................................................................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................................................xi

I. PENDAHULUAN..........................................................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................................................1

B. Tujuan.........................................................................................................................................3

II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4

A. Budidaya Jagung.........................................................................................................................4

B. Pupuk..........................................................................................................................................4

C. Mesin Penanam...........................................................................................................................7

D. Alat dan Mesin Pemupuk Butiran.............................................................................................10

E. Penjatah Pupuk..........................................................................................................................12

F. Sistem Transmisi Rantai Rol dan Sproket................................................................................16

G. Kotak Pupuk (Hopper)..............................................................................................................16

H. Polietilen...................................................................................................................................17

III. METODE PENELITIAN.............................................................................................................18

A. Waktu dan Tempat....................................................................................................................18

B. Alat dan Bahan..........................................................................................................................18

C. Tahapan Penelitian....................................................................................................................18

D. Identifikasi dan Analisis Masalah.............................................................................................19

E. Konsep Modifikasi....................................................................................................................22

F. Analisa Perancangan.................................................................................................................24

G. Metode Pengujian Kinerja........................................................................................................31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................................36

A. Konstruksi Unit Pemupuk hasil Modifikasi..............................................................................36

B. Kinerja Unit Pemupuk..............................................................................................................42

V. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................................50

A. Kesimpulan...............................................................................................................................50

B. Saran..........................................................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................51

vii

Page 12: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

DAFTAR GAMBARHalaman

Gambar 1. Prototipe-1 mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi

Gambar 2. Prototipe-2 mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi

Gambar 3. Konstruksi alat tanam sebar (a) dan hasil penempatannya (b)

Gambar 4. Mesin tanam acak (a) dan hasil penempatannya (b)

Gambar 5. Proses penempatan benih

Gambar 6. Roda pemadat (a) dan jenis pembuka alur (b)

Gambar 7. Mesin tanam presisi (a) dan hasil penempatan nya (b)

Gambar 8. Diagram proses pemupuk butiran

Gambar 9. Penabur tipe gravitasi sebar acak (a), dan alur barisan (b)

Gambar 10. Penebar tipe rotari

Gambar 11. Tipe penabur pneumatik

Gambar 12. Penjatah roda bintang

Gambar 13. Penjatah piringan berputar

Gambar 14. Penjatah tipe ulir rapat

Gambar 15. Rotor bercelah

Gambar 16. Penjatah sabuk berputar

Gambar 17. Penjatah rol beralur

Gambar 18. Penjatah aliran gravitasi

Gambar 19. Tahapan penelitian

Gambar 20. Rotor pupuk prototipe-2

Gambar 21. Rotor dan selubung rotor prototipe-2

Gambar 22. Jarak sudu dan dinding hopper terlalu sempit

Gambar 23. Butiran pupuk yang dihimpit dan mengganjal putaran sudu rotor

Gambar 24. Hopper pupuk prototipe-2

Gambar 25. Penyalur pupuk prototipe-2

Gambar 26. Rotor penjatah

Gambar 27. Mekanisme penjatahan pupuk

Gambar 28. Mekanisme perputaraan rotor penjatah

Gambar 29. Bentuk penampang celah rotor penjatah pupuk

Gambar 30. Pembebanan sudu rotor untuk perhitungan minimum tebal sudu ...................................... 27

Gambar 31. Rotor dan selubung rotor

viii

Page 13: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 32. Gambar isometric hopper prototipe-3

Gambar 33. Sketsa celah rotor penjatah

Gambar 34. Penyalur pupuk prototipe-3

Gambar 35. Sketsa pengujian tingkat keseragaman penjatahan

Gambar 36. Sketsa pengujian torsi putar roda penggerak

Gambar 37. Rotor penjatah

Gambar 38. Selubung rotor penjatah

Gambar 39. Konstruksi sikat pembatas

Gambar 40. Bagian – bagian hopper

Gambar 41. Alat penekuk akrilik dengan besi pemanas

Gambar 42. Bentuk hopper pupuk

Gambar 43. Poros penjatah pupuk dan benih

Gambar 44. Penyalur pupuk prototipe-3

Gambar 45. Gambar keseluruhan prototipe-3

Gambar 46. Hopper prototipe-2 (a) dan hopper prototipe-3 (b)

Gambar 47. Rotor penjatah prototipe-2 (a) dan rotor penjatah prototipe-3 (b)

Gambar 48. Selubung rotor prototipe-2 (a) dan selubung rotor prototipe-3 (b)

Gambar 49. Slauran pupuk prototipe-2 (a) dan saluran pupuk prototipe-3 (b)

Gambar 50. Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea

Gambar 51. Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan campuran pupuk SP-36+KCl

Gambar 52. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea

Gambar 53. Hasil pengujian ketepatan penjatahan campuran pupuk SP-36+KCl (2:1)

Gambar 54. Hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk di lapangan pupuk urea

Gambar 55. Hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk di lapangan SP-36+KCl

Gambar 56. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk di lapangan pupuk urea

Gambar 57. Hasil pengujian ketepatan penjatahan di lapangan campuran pupuk SP-36+KCl (2:1)

Gambar 58. Perbandingan torsi putar pupuk urea

Gambar 59. Perbandingan torsi putar pupuk SP-36+KCl

Gambar 60. Sketsa perhitungan tegangan geser pupuk pada SP-36………………………………......61

ix

Page 14: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pertumbuhan luas lahan dan produksi jagung

Tabel 2. Data Bulk density pupuk

Tabel 3. Karakteristik pupuk urea

Tabel 4. Karakteristik pupuk SP-36

Tabel 5. Sifat polietilen menurut masa jenis

Tabel 6. Dasar modifikasi prototipe-2

Tabel 7. Hasil perhitungan penjatahan pupuk per putaran rotor

Tabel 8. Perhitungan panjang rotor

Tabel 9. Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk

Tabel 10. Perbandingan kinerja prototipe-2 dan prototipe-3

Page 15: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data hasil pengujian keseragaman penjatahan

Lampiran 2. Data hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk

Lampiran 3. Hasil pengujian kebutuhan torsi untuk prototipe-2

Lampiran 4. Hasil pengujian kebutuhan torsi untuk prototipe-3

Lampiran 5. Hasil pengujian keseragaman penjatahan di lapangan

Lampiran 6. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk di lapangan

Lampiran 7. Data tingkat kemacetan roda penggerak dan slip roda traktor

Lampiran 8.Hasil pengujian penempatan kedalaman pupuk

Lampiran 9. Perhitungan kekuatan tekan pupuk SP-36

Lampiran 10. Gambar teknik unit pemupuk mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi

xi

Page 16: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan jagung di Indonesia semakin lama semakin meningkat, namun produksi jagung di

Indonesia masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Tercatat kebutuhan jagung di dalam

negeri pada tahun 2012 mencapai 22 juta ton namun produksi jagung pada 2011 turun 1.1 juta

ton atau 5.99 % menjadi 17.23 juta ton pipilan kering dibandingkan produksi sepanjang 2010.

Maka pemerintah harus mengimpor jagung agar bisa memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri.

(sindonews.com).

Data produksi jagung di Indonesia sampai tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertumbuhan produksi jagung

Tahun Produksi Jagung (juta ton)

2007 13.28

2008 16.31

2009 17.62

2010 18.32

2011 17.23

Sumber: Deptan (2011)

Proses budidaya jagung di Indonesia mayoritas masih dilakukan secara manual. Pengolahan

tanah, penanaman, dan pemupukan masih dilakukan dengan menggunakan cara manual dengan

tenaga manusia pada umumnya. Penanaman jagung mayoritas masih menggunakan cara

penugalan, yaitu menempatkan benih pada lubang yang dibuat dengan menancapkan batang

kayu berujung tajam pada tanah. Lubang penempatan benih kemudian ditutup kembali dengan

tanah menggunakan tangan atau kaki. Jadi penanaman jagung dengan cara tugal terbagi menjadi

tiga bagian yang terpisah, yaitu melubangi tanah, meletakkan benih, dan menutup kembali

dengan tanah. Selain itu pemupukan juga masih dilakukan dengan cara manual yaitu dengan

membuat alur di samping lubang penanaman benih lalu pupuk ditaburkan secara merata dari

awal sampai akhir alur menggunakan tangan.

Proses budidaya jagung dengan cara manual membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang

tinggi. Selain itu cara ini tidak menjanjikan hasil yang efektif dan akurat. Dengan menggunakan

cara manual jarak tanam yang dihasilkan akan tidak seragam dan dosis pemupukan akan tidak

merata karena dioperasikan secara manual oleh manusia. Dengan menggunakan tenaga traktor

tangan, implemen pengolah, alat penanam dan pemupuk terbukti mampu meningkatkan

kapasitas kerja lima hingga enam kali lipat dibandingkan dengan cara manual (Sembiring et al.,

2000; Virawan, 1989; Pitoyo et al., 2007). Bahkan dilaporkan bahwa penggunaan alat tanam

yang ditarik dengan traktor tangan mampu menyelesaikan penanaman dalam satu hari kerja per

ha, yang biasanya diselesaikan dalam 20 hari orang kerja (Hendriadi et al., 2008) dalam (Syafri,

2010). Selain itu telah dikembangkan pula metode dan peralatan yang efektif dan efisien dalam

penyiapan lahan untuk penanaman palawija dan sayuran di lahan kering menggunakan bajak 1

Page 17: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

singkal, garu rotari dan furrower yang digerakan oleh traktor tangan (Hermawan et al., 2004)

dalam (Syafri, 2010). Bahkan untuk bisa lebih menghemat waktu proses pengolahan tanah,

penanaman, dan pemupukan jagung sebenarnya bisa dilakukan secara bersamaan.

Mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi adalah salah satu alat yang dapat menjadi

solusi untuk masalah diatas, yaitu dalam hal meningkatkan efisiensi kerja dan menghemat waktu

budidaya jagung. Mesin ini menggabungkan tiga kegiatan sekaligus, yaitu pengolahan tanah,

penanaman, dan pemupukan yang akan ditarik oleh traktor tangan (Syafri, 2010). Prototipe yang

sudah dikembangkan saat ini masih memiliki performa yang kurang baik. Prototipe-1 dirancang

untuk menanam benih jagung pada jarak tanam jagung 75 x 20 cm dengan penanaman benih

sebanyak 1-2 benih per lubang pada kedalaman 2.5-5 cm, serta memupuk dengan dosis 150

kg/ha urea, 200 kg/ha SP-36, dan 100 kg/ha KCl (Syafri, 2010). Prototipe-1 dapat dilihat pada

Gambar1. Prototipe-1 sudah mengalamai modifikasi untuk meningkatkan kinerja penanaman

dan pemupukan. Hasil dari modifikasi (prototipe-2) dapat dilihat pada Gambar 2.

Walaupun sudah dimodifikasi prototipe-2 ini juga masih memiliki kekurangan. Kekurangan

mesin yang sudah dikembangkan ini antara lain: 1) unit pemupuk yang masih sering macet dan

berhenti menjatah pupuk sehingga proses pemupukan tidak merata dan tidak berjalan seperti

yang diharapkan, 2) kedalaman pupuk yang kurang tercapai, 3) bahan unit pemupuk yang

digunakan tidak transparan sehingga tidak diketahui dengan cepat jumlah pupuk yang berada di

dalam hopper pupuk, dan 4) volume hopper yang perlu ditingkatkan kapasitasnya.

Sistem penjatahan pupuk pada unit pemupuk menggunakan mekanisme rotor penjatah yang

diputar oleh tenaga putar dari putaran roda penggerak. Penyebab kemacetan putaran roda

penggerak yang dialami unit pemupuk dikarenakan oleh beberapa hal. Penyebab yang pertama,

posisi rotor penjatah yang berada persis di bagian tengah dasar hopper yang menumpu tekanan

dari pupuk yang berada di atasnya. Karena tekanan pupuk yang berada di atasnya, rotor

menerima beban gesek yang cukup besar saat berputar. Penyebab kedua, sempitnya ruang putar

rotor. Jarak antara sudu dan dinding hopper yang terlalu sempit mengakibatkan kemacetan

apabila pupuk masuk ke ruang kosong tersebut. Penyebab ketiga, sering terbenturnya pembatas

hopper dan sudu rotor yang mengakibatkan butiran pupuk terjepit sehingga menahan laju putar

dari rotor. Kemacetan putaran roda penggerak yang dialami ini berakibat tidak seragamnya

penjatahan pupuk. Kemacetan putaran roda penggerak yang dialami prototipe-2 ini mencapai

31.33 %.

Tidak tercapainya kedalaman penempatan pupuk disebabkan oleh konstruksi saluran pupuk

dan posisi kedalaman pembuka alur pupuk yang kurang memenuhi syarat kedalamannya.

Konstruksi saluran pupuk dan pembuka alur pupuk pada prototipe-2 tidak menembus tanah,

sehingga pupuk yang keluar hanya berada di kedalaman 1 – 3 cm saja, bahkan ada yang tidak

tertanam dan masih di atas tanah.

Bahan yang digunakan pada hopper pupuk menyebabkan kesulitan pada operator untuk

mengetahui jumlah isi pupuk dalam hopper dengan cepat karena bahan yang digunakan tidak

transparan. Sementara itu volume hopper pupuk juga masih dinilai sedikit. Volume hopper

pupuk pada prototipe-2 sekitar 5.06 liter untuk memupuk lahan seluas 182 m2 dalam sekali

pengisian hopper. Untuk mempersingkat waktu proses penanaman dan pemupukan dapat

dilakukan dengan cara mengurangi waktu pengisian hopper pupuk. Dengan memperbesar

kapasitas hopper pupuk maka waktu pengisian hopper pupuk juga akan berkurang dan dapat

mempersingkat waktu dalam proses penanaman dan pemupukan jagung. Selain itu masih

terdapat ruang kosong di sekitar hopper pupuk, dengan memanfaatkan ruang yang ada volume

hopper pupuk seharusnya masih bisa ditingkatkan.

2

Page 18: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 1. Prototipe-1 mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi (Putra, 2011)

Gambar 2. Prototipe-2 mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi (Putra, 2011)

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan kinerja mesin penananam dan pemupuk

jagung terintegrasi dalam hal memodifikasi unit pemupuk. Adapun kinerja yang diperbaiki

adalah: 1) memperkecil tingkat kemacetan pada putaran roda penggerak, 2) meningkatkan

keseragaman penjatahan pupuk, 3) meningkatkan ketepatan pengaturan penjatahan pupuk, 4)

mengurangi penumpukan pupuk pada saluran pupuk dan mencapai kedalaman penempatan

pupuk.

3

Page 19: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Jagung

Budidaya jagung terbagi menjadi beberapa kegiatan, yaitu penyiapan lahan, penanaman,

pemupukan, penyiangan, dan pengairan.

Penyiapan lahan untuk tanaman jagung adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah bertujuan

untuk menggemburkan tanah, memperbaiki drainase, dan mematikan bibit penyakit. Secara

umum pengolahan tanah untuk jagung di lahan kering terbagi menjadi tiga, yaitu pengolahan

tanah sempurna, pengolahan tanah minimum, dan tanpa pengolahan tanah. Pengolahan tanah

sempurna dilakukan dengan mencangkul atau membajak tanah sebanyak dua kali dengan

kedalaman 15 – 20 cm, gulma dan sisa tanman dibenamkan serta tanah di garu sampai rata.

Pengolahan tanah minimum dilakukan hanya pada barisan persiapan tanam saja dengan

kedalaman 15 – 20 cm dengan menggunakan cangkul atau bajak sebanyak dua kali. Sedangkan

pengolahan tanah yang dilakukan hanya mencangkul untuk membuat lubang tanam saja disebut

tanpa pengolahan tanah (Adisarwanto dan Widyastuti, 2002).

Penanaman dilakukan dengan cara penugalan dengan jarak tanam 75 x 40 cm atau 75 x 20

cm. Kedalaman lubang tanam tergantung kelembapan tanah. Kedalaman lubang tanam pada

tanah lembap dapat sedalam 2.5 cm, sedangkan pada tanah kering dapat sedalam 5 cm. Jumlah

benih untuk setiap lubang dapat sebanyak 2 – 3 biji untuk varietas nonhibrida, sedangkan

varietas hibrida dapat sebanyak 1 - 2 biji (Adisarwanto dan Widyastuti, 2002).

Pemupukan dilakukan dan diberikan pada saat tanam dan susulan setelah tanam. Jenis pupuk

yang diberikan pada jagung adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik berupa

pupuk kandang yang diberikan pada lahan yang kurang subur. Dosisnya sekitar 15 – 20 ton/ha.

Pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36, dan KCl. Dosis pupuk untuk jagung

hibrida sedikit berbeda dengan jagung nonhibrida. Untuk jagung hibrida, per hektarnya di

butuhkan urea 300 kg, SP-36 100 kg, dan KCl 50 kg. Sementara untuk jagung nonhibrida, per

hektarnya dibutuhkan urea 250 kg, SP-36 75 – 100 kg, dan KCl 50 kg. Adapun untuk

penempatan pupuk dasar berupa urea, SP-36, dan KCl ditugal sedalam 10 cm (Adisarwanto dan

Widyastuti, 2002).

Penyiangan merupakan upaya pengendalian atau pengurangan gulma yang tumbuh di areal

penanaman. Penyiangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu manual dan kimia. Penyiangan

secara manual dilakukan dengan tangan, cangkul, atau alat lain. Sedangkan secara kimia

dilakukan dengan menggunakan herbisida (Adisarwanto dan Widyastuti, 2002).

Pengairan jagung pada musim kemarau dapat dilakukan minimum empat kali setiap hari.

Jumlah air yang diberikan untuk setiap pemberian sebanyak 60 mm tinggi air. Jumlah air ini

dapat mempertahankan tanah menjadi cukup jenuh selama pertumbuhan tanaman. Sedangkan

pada musim hujan kebutuhan air dapat dipenuhi dari air hujan, namun harus tetap dijaga agar

jangan sampai tergenang air (Adisarwanto dan Widyastuti, 2002).

B. Pupuk

Menurut Hakim (1986) penggunaan pupuk buatan pada tanah pertanian sudah dilakukan

sejak seratus tahun silam. Penggunaan pupuk buatan bertujuan untuk mendapatkan hasil

pertanian yang lebih tinggi dan menutupi kekurangan pupuk alam yang dimiliki. Tanaman untuk

4

Page 20: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

hidupnya membutuhkan paling tidak 13 unsur hara esensial yang diperoleh dari tanah. Unsur

kalsium dan magnesium biasanya diberikan ke dalam tanah sebagai kapur. Belerang dijumpai

dalam berbagai pupuk sehingga hal ini kurang mendapat perhatian. Ketiga unsur tersebut bila

ditinjau secara umum tidaklah kritis terdapat didalam tanah.

Hingga sekarang yang selalu menjadi permasalahan adalah unsur nitrogen, fosfor, dan

kalium. Unsur-unsur ini sering sekali mengalami defisiensi di dalam tanah, sehingga sering

ditambahkan ke dalam tanah melalui pemupukan yang mengandung unsur-unsur tersebut.

Berdasarkan kandungan unsur haranya pupuk dibedakan menjadi dua yaitu pupuk tunggal

dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal merupakan pupuk yang mengandung satu jenis hara

tanaman saja. Sedangkan pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandunglebih dari satu unsur

hara tanaman, seperti gabungan antara N dan P, P dan K, dan N, P dan K. Pupuk yang

digunakan untuk jagung hibrida adalah pupuk urea yang mengandung unsur N, pupuk SP-36

yang mengandung unsur fosfor, dan KCl yang mengandung unsur kalium (Hakim, 1986). Ketiga

pupuk tersebut memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda. Adapun data bulk density dari

ketiga pupuk dan campuran nya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Bulk density pupuk

Jenis pupuk dan

perbandingan massa

Bulk density

(g/cm3)

Urea 0.715

KCl 0.987

SP-36 1.130

SP-36+KCl (2 : 1) 1.076

SP-36+Urea (2 : 1.5) 0.8

SP-36+Urea+KCl (2 : 1.5 : 1) 0.863

Sumber: Syafri (2010)

1. Urea

Urea adalah pupuk buatan hasil persenyawaan NH4 dengan CO2, bahan dasarnya

biasanya berupa gas alam dan merupakan hasil tambang minyak bumi. Urea memiliki sudut

curah 36o (Syafri 2010).

Karakteristik pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik pupuk urea

5

Page 21: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

KeteranganJenis pupuk

Urea

Kadar N (%) 42-46

Reaksi Agak masam

Higroskopisitas Tinggi

Granulasi (mm) 1 – 3.35

Titik Cair (oC) 132

Warna Putih dan merah jambu

Sumber: http://www.pusri.co.id

Urea memiliki kadar air maksimal 0.5 %, kadar biuret maksimal 1 %, bentuknya butiran

tidak berdebu, dan terdapat warna putih dan merah muda (petrokimia-gresik.com). Manfaat

pupuk urea untuk tanaman adalah membuat tanaman lebih hijau dan segar, mempercepat

pertumbuhan, dan menambah kandungan protein hasil panen. Sedangkan gejala-gejala

tanaman yang mengalami kekurangan unsur hara nitrogen yang terkandung dalam urea

adalah warna seluruh tanaman pucat kekuningan, pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil,

daun tua berwarna kekuningan dan pertumbuhan buah tidak sempurna. Efisiensi pemupukan

menggunakan pupuk urea juga dipengaruhi oleh pH tanah. Pupuk urea tidak efisien pada pH

tanah rendah, karena pembentukan nitrat akan terhambat. Akibatnya terdapat penumpukan

nitrit dalam tanah yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman (Hakim, 1986).

2. SP-36

Penggunaan pupuk fosfat dalam bentuk superfosfat telah dimulai setelah adanya

penemuan dan demonstrasi yang dilakukan oleh Liebig di Jerman tahun 1840 dan Lawes di

Inggris tahun 1842. SP-36 memiliki kadar P2O5 total minimal 36 %, kadar P2O5 larut dalam

asam nitrat minimal 34 %, kadar P2O5 larut dalam air minimal 30 %, kadar air maksimal 5

%, dengan bentuk butiran dan warna abu-abu serta memiliki sudut curah sebesar 30o. Sifat

SP-36 adalah tidak higroskopis dan mudah larut dalam air. Kegunaan SP-36 adalah sebagai

sumber unsur hara fosfor bagi tanaman, memacu pertumbuhan akar dan sistem perakaran

yang baik, memacu pertumbuhan bunga, mempercepat panen, memperbesar presentase

terbentuknya bunga menjadi buah/biji, dan menambah daya tahan tanaman terhadap

serangan hama (Hakim, 1986).

Karakteristik dari SP-36 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik pupuk SP-36

Keterangan Jenus pupuk

6

Page 22: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

SP-36

Kadar P2O5 (%) 36

Harga lain: S (%) 5

Reaksi Agak masam

Higroskopisitas -

Granulasi (mm) 1 – 4

Sumber: http://www.pusri.co.idMenurut Hakim (1986) efektifitas yang tinggi dari pupuk ini sangat dipengaruhi oleh

ukuran butir, cara, dan waktu pemberian pupuk itu sendiri. Pupuk ini sangat dianjurkan

untuk pupuk dasar, yaitu digunakan pada saat tanam. Hal ini disebabkan karena pupuk ini

merupakan pupuk yang unsurnya tidak cepat tersedia dan juga dibutuhkan pada fase

permulaan tumbuh. Pemberiannya sangat lebih baik bila ditempatkan pada daerah

rangkuman akar.

3. KCl

Pupuk KCl memiliki kandungan K2O sebesar 60 % dengan warna merah atau putih,

berbentuk Kristal, dan mudah larut dalam air serta memiliki sudut curah 42o. Pengaruh

pupuk ini terhadap tanaman adalah dapat membuat tanaman lebih tegak dan kokoh,

meningkatkan daya tahan tanaman dari serangan hama, meningkatkan pembentukan gula

dan pati, dan meningkatkan hasil panen selama pengangkutan dan penyimpanan (Hakim,

1986).

C. Mesin Penanam

Mesin penanam adalah peralatan tanam yang mengatur dan menempatkan benih dengan

jumlah yang tepat serta posisi yang sesuai. Sedangkan Smith dan Wilkes (1977) mengartikan

alat penanam sebagai alat yang dioperasikan dengan daya yang digunakan untuk menempatkan

biji atau bagian tanaman ke dalam atau di atas tanah untuk perkembangbiakan, produksi

pangan, serat, dan pakan. Kinerja alat penanam jagung dipengaruhi oleh keseragaman benih,

bentuk hopper bagian bawah, kecepatan piringan penjatah, bentuk dan ukuran lubang

penyalur, serta volume hopper. Sementara itu metode penanaman benih dapat dibedakan menjadi

tiga, yaitu:

1) Mesin tanam sebar (broadcast seeder)

Pada alat ini penjatahan benih dari hoper melalui satu lubang variabel (variable orifice). 

7

Page 23: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Suatu agitator ditempatkan diatas lubang variabel tersebut untuk menceagah kemacetan

karena benih-benih saling mengunci (seed bridging), juga agar aliran benih dapat

kontinyu. Centrifugal spreader merupakan alat yang cukup fleksibel karena dapat

dipergunakan untuk menyebar benih, pupuk, pestisida dan material lain yang berupa

butiran.  Setelah operasi tanam sebar kemudian dilakukan operasi pengolahan tanah kedua

untuk menutup benih dengan tanah. Alat tanam sebar dan hasil penempatannya dapat dilihat

pada Gambar 3.

-

(a) (b)

Gambar 3. Konstruksi alat tanam sebar (a), dan hasil penempatannya (b) (Srivastava et al.,

1996)

2) Mesin tanam acak dalam lajur (drill seeder)

Biasanya pada setiap alur tanam, benih dijatah dari hoper oleh suatu silinder bercoak

yang digerakkan dengan roda tanah (ground wheel).  Jumlah benih per satuan waktu atau

laju benih dikontrol melalui lebar bukaan yang dapat diatur.  Benih tersebut melewati

tabung penyalur benih jatuh secara gravitasi ke lubang tanam yang dibuat oleh pembuka

alur, bisa berupa disk atau bentuk lain. Umumnya jarak antar benih berkisar antara 150 –

400 mm.  Metoda penutupan benih dapat dilakukan dengan rantai tarik, yang ditempatkan

dibelakang pembuka alur (furrow opener).  Setelah benih tertutup tanah, maka tanah diatas

dan disamping benih tersebut akan diperkeras menggunakan roda tekan. Mesin tanam acak

dan hasil penempatannya dapat dilihat pada Gambar 4. Proses penempatan benih dan jenis

pembuka alur dan roda pemadat dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 4. Mesin tanam acak (a), dan hasil penempatannya (b) (Srivastava et al., 1996)

8

Page 24: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 5. Proses penempatan benih (Srivastava et al., 1996)

(a) (b)

Gambar 6. Roda pemadat (a) , dan jenis pembuka alur (b) (Bainer et al., 1960)

3) Mesin tanam presisi (precision seeder)

Mesin tanam presisi memberikan penempatan yang tepat dari setiap benih pada interval

yang sama dalam setiap alur tanam.  Jarak antar alur tanam atau sering juga disebut jarak

antar barisan, umumnya dibuat cukup lebar untuk keperluan penyiangan. Sumber tenaga

tarik yang digunakan dapat menggunakan manusia, hewan, traktor roda-2 maupun traktor 4-

roda.  Secara umum ada 4 bagian utama yang selalu ada dalam alat tanam presisi, yaitu 1)

pembuka alur (furrow opener) untuk mengontrol kedalaman tanam, 2) penjatah benih

(metering seed) untuk menjaga interval jarak benih dalam alur dapat seragam, 3) penutup

alur, untuk menutup alur tanam, dan 4) roda tekan (pressing wheel), untuk memadatkan

tanah disekitar benih agar kontak antara benih dan tanah cukup baik (Srivastava et al.,

1996).

Mesin tanam presisi dan hasil penempatannya dapat dilihat pada Gambar 7.

9

Page 25: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Kotak pupuk

Bagian penjatah Tabung penyalur

Difuser

(a) (b)

Gambar 7. Mesin tanam presisi (a) , dan hasil penempatannya (b) (Srivastava et al.,

1996)

D. Alat dan Mesin Pemupuk Butiran

Pemupukan menggunakan pupuk butiran memiliki beberapa keuntungan dibandingkan

dengan mesin pupuk cair, diantaranya: peralatannya lebih sederhana karena tidak memerlukan

pengaduk, pencampur, dan pemompa, tidak membutuhkan air untuk pencampuran, tidak banyak

terjadi pelayangan, dan bahan kimia lebih aman apabila dibandingkan dengan pupuk cair

(Srivastava et al., 1996).

Proses fungsional pada pemupuk tipe butiran dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram proses pemupuk butiran (Srivastava et al., 1996)

Pemupukan menggunakan butiran pupuk dapat dilakukan dengan cara sebar acak (broadcast

application) atau disebarkan secara merata di seluruh lahan, atau diaplilaksikan dalam alur

barisan yang disebut banded application (Srivastava et al., 1996).

Menurut Srivastava et al (1996) peralatan untuk mengaplikasikan pemupukan pupuk butiran

terbagi menjadi tiga, yaitu: penebar tipe gravitasi (drop type), rotari (centrifugal), dan tekanan

udara (pneumatic).

Penebar tipe gravitasi dapat diaplikasikan dengan cara sebar acak atau berdasarkan alur

barisan. Penebar tipe gravitasi dengan cara sebar acak menggunakan poros putar yang berada di

dalam dekat dasar hopper dan dilengkapi dengan pengaduk. Pengaduk ini berfungsi untuk

membantu aliran pupuk mengalir ke bawah dengan cara mengaduk pupuk. Pintu geser

digunakan untuk mengendalikan bukaan dan untuk menutup aliran pada saat membelok.

Sedangkan penebar tipe gravitasi untuk aplikasi barisan menggunakan beberapa hopper kecil.

Pupuk dijatah dan dijatuhkan melalui sebuah tabung dan ditebarkan pada alur lebar dengan

sebuah difusser. Beberapa penebar pupuk memiliki pembuka alur untuk menempatkan pupuk

dibawah permukaan tanah. Penabur tipe ini sering dikombinasikan dengan unit mesin penanam

(Srivastava et al., 1996). Adapun gambar tipe gravitasi sebar acak dan baris alur dapat dilihat

pada Gambar 9.

10

Bahan PenempatanPenyebaranPenjatahan

Page 26: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

(a) (b)

Gambar 9. Penabur tipe gravitasi sebar acak (a), dan alur barisan (b) (Srivastava et al., 1996)

Penebar tipe rotari memiliki satu atau dua buah piringan berputar dengan beberapa sudu

untuk menyalurkan energi kepada butiran. Penebar rotari ini cocok untuk aplikasi sebar acak.

Pupuk dijatah dan dijatuhkan pada permukaan piringan dan ditebarkan melebar akibat gaya

sentrifugal. Penebar tipe rotari ini umumnya digandeng dengan traktor, tetapi beberapa yang

berukuran besar digandeng dengan truk dengan spiner kembar (Srivastava et al., 1996). Adapun

gambar penebar tipe rotari dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Penebar tipe rotari (Srivastava et al., 1996)

Penebar tipe pneumatik menebarkan pupuk dengan hembusan udara pada tabung – tabung

pada lebar alat, serta disebar dan diarahkan pada deflector. Tipe penebar pneumatik juga

memiliki hopperdi tengah dimana butiran pupuk dijatah. Penebar tipe ini memiliki beberapa

kelebihan, seperti memungkinkan pengisian tangki di tengah, lebih mudah dipasang pada

implemen pengolahan tanah, distribusi yang baik, dan mudah dalam transportasi untuk penebar

yang digandeng. Tipe penebar ini bisa digunakan untuk sebar acak ataupun aplikasi dalam alur

(Srivastava et al., 1996). Adapun gambar tipe penabur pneumatik dapat dilihat pada Gambar 11.

11

Page 27: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 11. Tipe penabur pneumatik (Srivastava et al., 1996)

Atas dasar sumber tenaga yang dipergunakan untuk menggerakkan alat, alat pemupukan

dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu dengan sumber tenaga manusia, sumber tenaga

hewan, dan sumber tenaga traktor. Sementara itu alat/mesin pemupukan di Indonesia masih

belum berkembang begitu pesat. Umumnya pemupukan masih dilakukan secara tradisional oleh

para petani. Namun sudah banyak juga inovasi dan penelitian mengenai desain alat dan mesin

pemupuk seperti desain dan uji teknis alat penanam dan pemupuk tipe dorong sumber daya

manusia yang dilakukan Hermawan (1985). Selain dengan sumberdaya manusia terdapat juga

desain alat pemupuk tenaga tarik hewan yang dilakukan oleh Hermawan dengan kerja sama

antara PT Rajawali Nusantara Indonesia dan Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian

Bogor (2004). Terdapat pula penelitian mengenai desain dan uji teknis alat penanam dan

pemupuk dengan tenaga tarik traktor tangan yang dilakukan oleh Virawan (1989). Alat ini di

desain untuk melakukan dua pekerjaan sekaligus, yaitu penanaman dan pemupukan. Alat

penanam dan pemupuk ini merupakan pengembangan dari alat penanam dan pemupuk tipe

dorong tenaga manusia yang telah didesain dan diuji oleh Hermawan (1985), (Virawan, 1989).

E. Penjatah Pupuk

Berbagai jenis penjatah telah dikembangkan untuk menghasilkan penjatahan bahan yang

konsisten dan seragam. Srivastava et al., (1996) membagi jenis-jenis penjatah pupuk sebagai

berikut:

1. Roda bintang (star wheel feed)

Pupuk yang akan didistribusikan ditempatkan di antara roda-roda binatang Gambar12,

kemudian jatuh ke dalam tabung pengeluaran secara gravitasi. Sebelum bahan masuk ke

dalam tabung pengeluaran bahan yang terbawa di atas roda bintang di potong oleh pintu

pengeluaran. Kapasitas pengeluaran (feed rate) diatur dengan mengatur tinggi rendahnya

lubang pemasukan di atas roda bintang (Srivastava et al., 1996).

12

Page 28: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 12. Penjatah roda bintang (Srivastava et al., 1996)

2. Piringan berputar (rotating bottom)

Penjatah piringan berputar seperti pada Gambar 13 dapat digunakan untuk pemupukan

dalam beberapa jumlah barisan. Penjatah tipe ini terdiri dari sebuah pacul stasioner yang

memisahkan pupuk dari piringan berputar di bawah tangki pupuk, mengarahkannya ke sisi

mangkuk, dan memasukkannya ke saluran pupuk. Banyaknya pupuk yang dikeluarkan diatur

dengan menyetel pintu pengeluaran di sisi lubang pengeluaran. Terkadang ada dua pintu

pengeluaran yang dapat memberikan pemupukan dua baris dengan satu hopper pupuk

(Srivastava et al., 1996).

Gambar 13. Penjatah piringan berputar (Srivastava et al., 1996)

3. Ulir (auger)

Penjatah tipe ulir dibagi menjadi dua, yaitu penjatah tipe ulir rapat dan ulir longgar.

Gambar 14 menunjukkan bentuk auger dengan tabung yang rapat dengan ulirnya dan

ulir tersebut memiliki displacement yang cukup besar tiap putarannya (Srivastava et al.,

1996).

13

Page 29: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 14. Penjatah tipe ulir rapat (Srivastava et al., 1996)

4. Rotor bercelah (edge cell)

Penjatah tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 15. Roda penjatah dipasangkan pada jarak

yang diperlukan sepanjang hopper dan diputar oleh poros berpenampang segiempat. Lebar

rotor antara 6 mm hingga 32 mm digunakan untuk pemberian dosis yang berbeda. Laju

pengeluaran pupuk diatur dengan merubah kecepatan putar porosnya (Srivastava et al., 1996).

Gambar 15. Rotor bercelah (Srivastava et al., 1996)

5. Sabuk berputar (belt type)

Penjatah tipe sabuk Gambar16 digunakan untuk aplikasi pupuk dalam jumlah besar,

seperti penebar pupuk tipe broadcaster dengan hopper yang besar. Sabuk berupa sebuah

sabuk kawat (bahan stainless steel) atau bahan kain berkaret. Pengeluarannya dapat dipisah ke

dalam dua atau lebih aliran pengeluaran sesuai kebutuhan (Srivastava et al., 1996).

14

Page 30: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 16. Penjatah sabuk berputar (Srivastava et al., 1996)

6. Rol beralur (fluted roll)

Penjatah tipe ini terdiri dari sebuah rotor bersudu atau rol beralur di atas

pintumpengeluaran yang dapat diatur Gambar 17 dan rotor tersebut digerakkan oleh

roda penggerak (ground wheel). Bagian hopper memiliki dua atau empat pintu pengeluaran

yang pengeluarannya dapat digunakan secara terpisah atau digabungkan. Rotor-rotor cukup

rapat dengan dasar hopper sehingga menghasilkan penutupan positif ketika rotor tidak

berputar (Srivastava et al., 1996).

Gambar 17. Penjatah rol beralur (Srivastava et al., 1996)

7. Aliran gravitasi (gravity flow)

Penjatah tipe gravitasi biasa digunakan pada drop type broadcaster Gambar 18. Penjatah

diatur dengan menyetel ukuran lubang pengeluaran. Sebuah agitator berputar memecah

gumpalan dan menggerakkan bahan menuju lubang pengeluaran untuk membantu

pengumpanan. Broadcaster berputar memiliki hopper yang dapat diruncingkan ke arah

dasarnya yang memiliki luasan yang kecil dan biasanya menggunakan penjatah tipe bukaan

stasioner. Penjatahan tipe gravitasi sensitif terhadap kecepatan majunya (Srivastava et al.,

1996).

15

Page 31: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 18. Penjatah aliran gravitasi (Srivastava et al., 1996)

F. Sistem Transmisi Rantai Rol dan Sproket

Menurut Sularso dan Suga (1987) rantai sebagai transmisi mempunyai keuntungan -

keuntungan seperti: mampu meneruskan daya besar karena kekuatannya yang besar, tidak

memerlukan tegangan awal, keausan kecil pada bantalan, dan mudah memasangnya. Karena

keuntungan-keuntungan tersebut, rantai mempunyai pemakaian yang luas seperti roda gigi dan

sabuk.

Di pihak lain, transmisi rantai mempunyai kekurangan, yaitu variasi kecepatan yang tak

dapat dihindari karenan lintasan busur pada sproket yang mengait mata rantai, suara dan

getaran karenan tumbukan antara rantai dan dasar kaki gigi sproket, dan perpanjangan rantai

karena keausan pena dan bus yang diakibatkan oleh gesekan dengan sproket.Karena kekurangan

kekurangan ini maka rantai tidak dapat dipakai untuk kecepatan tinggi, sampai ditemukan dan

dikembangkannya rantai gigi (Sularso dan Suga, 1987).

Rantai rol dipakai bila diperlukan transmisi positif (tanpa slip) dengan kecepatan sampai 600

m/min, tanpa pembatasan bunyi, dan murah harganya (Sularso dan Suga, 1987).

G. Kotak Pupuk (Hopper)

Mehring dan Cummings dalam Bainer et al., (1960) menyatakan bahwa salah satu faktor

penting yang mempengaruhi besarnya keluaran pupuk adalah kemudahan pupuk untuk mengalir

yang dipengaruhi oleh higroskopisitas, bentuk dan ukuran partikel, penggumpalan, berat spesifik

pupuk, kelembaban relatif tempat menyimpan, dan kerapatan benda.

Sehubungan dengan hal di atas, yang perlu diperhatikan pada pembuatan hopper pupuk

adalah sudut repose (sudut curah) pupuk. Hopper pupuk sebaiknya memiliki sudut curah 40o,

pupuk campuran yang lolos pada ayakan 20 mesh akan lebih cocok beradaptasi dengan hopper

pupuk (Mehring dan Cummings dalam Bainer et al., 1960).

Mehring dan Cummings dalam Bainer et al., (1960) juga menemukan bahwa kedalaman

pupukpada hopper pupuk memiliki pengaruh kecil terhadap keluaran dosis pada penjatah tipe

sabuk dan auger (kedalaman anara 2-14 inci). Sedangkan pada penjatah tipe star wheel

revolving bottom terdapat sedikit variasi pada kedalaman 3 atau 4 inci, sedangkan pada

kedalaman 2 inci dosis berkurang sebanyak 8-14%.

16

Page 32: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Satu hal lagi yang penting pada pembuatan hopper pupuk adalah bahan pembuatannya,

mengingat pupuk memiliki fase yang korosif. Sebaiknya hopper pupuk terbuat dari bahan

plastik, karet, stainless steel, atau fiberglass (Champbell, 1990).

H. Polietilen

Menurut Surdia dan Saito (1999) polietilen (PE) termasuk ke dalam polimer termoplastik

atau polimer yang memiliki sifat akan mencair dan mengalir apabila dikenakan oleh kenaikan

suhu. Polietilen dibuat dengan jalan polimerasi gas etilen, yang dapat diperoleh dengan memberi

hydrogen gas petroleum pada pemecahan minyak (nafta), gas alam atau asetilen.

Polietilen digolongkan menjadi tiga, yaitu polietilen tekanan tinggi, polietilen tekanan

medium dan polietilen tekanan rendah. Sifat tekanan yang dimiliki polietilen berkebalikan

dengan masa jenisnya karena sifat-sifatnya lain nya sangat berkaitan erat dengan massa jenisnya

(kristalinitasnya). Adapun sifat-sifat polietilen menurut masa jenisnya menurut Surdia dan Saito

(1999) dijabarkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat polietilen menurut massa jenis.

SifatMasa Jenis

RendahMasa Jenis Medium

Masa Jenis

Tinggi

Masa jenis (g/cm3) 0.92 0.94 0.96

Kristalinitas (%) 65 75 95

Temperatur Lunak

(oC)105 118 127

Kekuatan Tarik

(kgf/cm2)144 175 335

Perpanjangan (%) 500 300 100

Kekuatan Impak

(kgf.cm/cm2)42 21 13

Sumber: Surdia dan Saito (1999)

Polietilen mempunyai sifat-sifat kimia yang cukup stabil tahan berbagai bahan kimia

termasuk sifat kimia yang ditimbulkan oleh pupuk urea, KCl, dan SP-36. Pada temperature

rendah bahan ini bersifat fleksibel tahan impak dan tahan dari berbagai bahan kimia (Surdia dan

Saito, 1999). Selain itu polietilen juga mudah dibentuk atau dimanufaktur sehingga

memudahkan untuk pembuatan-pembuatan bahan seperti metering device.

17

Page 33: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Pembuatan prototipe

dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor.

Sedangkan pengujian prototipe dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin

dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor.

B. Alat dan Bahan

Alat – alat dan perlengkapan utama yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini meliputi 1)

peralatan untuk perancangan, 2) peralatan untuk pembuatan prototipe mesin, dan 3) peralatan

instrumen untuk pengujian kinerja mesin. Peralatan untuk perancangan adalah komputer dan

softwarenya (untuk penggambaran dan perhitungan desain). Sedangkan peralatan untuk

pembuatan prototipe mesin adalah: mesin bor, mesin gerinda duduk, mesin gergaji listrik, mesin

gerinda tangan, mesin bubut, gunting, penggaris, busur, dan pembengkok akrilik.

Bahan – bahan yang digunakan untuk pembuatan prototipe mesin adalah:

1) silinder polietilen berdiameter 60 mm dan panjang 60 cm,

2) akrilik tebal 5 mm,

3) mika siku,

4) poros stainless steel diameter 12 mm,

5) sok pipa PVC berdiameter 1 inchi,

6) sikat,

7) lem aseton,

8) lem araldite,

9) mur dan baut.

Bahan – bahan yang digunakan untuk pengujian prototipe adalah: pupuk urea, pupukKCl,

pupuk SP-36, bahan bakar solar, dan oli mesin.Peralatan yang digunakan untuk pengujian

prototipe terdiri dari: meteran, patok, stopwatch, timbangan, timbangan pegas, tali, alat tulis dan

penggaris.

C. Tahapan Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pendekatan rancangan secara

umum yaitu berdasarkan pendekatan fungsional dan struktural dengan tahapan penelitian pada

Gambar 19.

18

Page 34: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

ya

ya

Gambar 19. Tahapan penelitian

D. Identifikasi dan Analisis Masalah

Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam perancangan alat. Pada alat penanam

dan pemupuk jagung terintegrasi ditemukan beberapa masalah seperti: 1) roda penggerak tidak

mampu memutar metering device dengan baik, 2) bentuk metering device yang tidak sesuai

dengan hopper, dan 3) konstruksi penyalur pupuk yang tidak memenuhi kebutuhan kedalaman

pupuk dan terjadinya penumpukan pupuk.

Setelah diketahui permasalahan yang ada pada alat penanam dan pemupuk maka dilakukan

analisis permasalahan. Pada tahapan ini dilakukan analisis untuk mendapatkan solusi

19

Konsep modifikasi

Identifikasimasalah

Analisis masalah

Uji fungsional

Analisa perancangan dan pembuatan gambar kerja

Modifikasi

Modifikasi

Uji kinerja

Berhasil

Berhasil

Mulai

Selesai

Pembuatan prototipe

ya

ya

tidak

tidak

Page 35: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

permasalahan yang sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan. Solusi inilah yang akan menjadi

dasar konsep desain alat penanam dan pemupuk jagung terintegrasi hasil modifikasi.

Pada prototipe-2 penjatah pupuk berbentuk rotor yang memiliki empat sudu dan empat celah

seperti pada Gambar 20. Bentuk rotor seperti ini memiliki beberapa kelemahan yaitu mudah

rusaknya rotor penjatah karena sifat kimia pupuk dan pengaturan penjatahan pupuk sulit

dilakukan karena selubung rotor sulit digeser. Adapun gambar rotor dan selubung rotor dapat

dilihat pada Gambar 21.

Gambar 20. Rotor pupuk prototipe-2

Gambar 21. Rotor dan selubung rotor prototipe-2

Metering device pada prototipe-2 ditempatkan berada di dasar tengah tumpukan pupuk. Hal

ini mengakibatkan rotor sulit berputar dikarenakan terdapat gaya gesek yang besar antara sudu

rotor dengan pupuk. Sempitnya ruang putar rotor yang dikarenakan terlalu dekatnya jarak sudu

dan dinding hopper juga salah satu penyebab terjadinya kemacetan putaran rotor. Gambar

sempitnya ruang putar rotor dapat dilihat pada Gambar 22. Selain itu pembatas hopper dan sudu

rotor juga sangat berdekatan, hal ini menyebabkan butiran pupuk sering tersangkut diantara

pembatas dan sudu, sehingga rotor berhenti berputar. Adapun sketsa gambar butiran pupuk yang

dihimpit dan mengganjal putaran sudu rotor dapat dilihat pada Gambar 23.

20

Page 36: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 22. Jarak sudu dan dinding hopper terlalu sempit (Putra, 2011)

Gambar 23. Butiran pupuk yang dihimpit dan mengganjal putaran sudu rotor (Putra,

2011)

Hopper pupuk yang digunakan pada prototipe-2 menggunakan bahan plat stainless steel.

Penggunaan bahan ini menyebabkan kesulitan operator untuk melihat isi pupuk pada saat di

lapangan. Bahan plat stainless steel tidak transparan, maka isi pupuk tidak bisa terlihat dari luar.

Adapun gambar hopper pupuk prototipe-2 dapat dilihat pada Gambar 24. Selain itu volume

hopper pupuk masih bisa ditingkatkan. Volume hopper pupuk pada prototipe-2 sebesar 5.06 liter

untuk memupuk lahan seluas 182 m2 dalam satu kali pengisian hopper. Dengan memanfaatkan

ruang yang ada pada prototipe-2 volume hopper pupuk masih sangat mungkin untuk

ditingkatkan, serta dengan penambahan kapasitas hopper pupuk proses penanaman dan

pemupukan akan berjalan lebih singkat.

Gambar 24. Hopper pupuk prototipe-2

Permasalahan juga terjadi pada sistem penyaluran pupuk. Penyalur pupuk pada prototipe-2

sering mengalami penumpukan pupuk dikarenakan lubang penyaluran yang terlalu kecil. Selain

21

Page 37: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

itu panjang saluran pupuk juga tidak menembus tanah sehingga kedalaman pupuk tidak tercapai.

Adapun gambar penyalur pupuk dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Penyalur pupuk prototipe-2 (Putra, 2011)

E. Konsep Modifikasi

Dasar-dasar dan konsep modifikasi prototipe-2 dijelaskan pada Tabel 6.

Tabel 6. Dasar modifikasi prototipe-2

No. Kelemahan Prototipe- 2Komponen yang

Harus DiperbaikiKonsep Modifikasi

1 Bentuk rotor yang tidak

sesuai dengan hopperpupuk

dan sulitnya menggeser

selubung rotor.

Rotor dan selubung

rotor.

Bentuk rotor dimodifikasi dan

disesuaikan dengan hopperpupuk dan

selubung rotor dimodifikasi berdasarkan

bentuk rotor.

2 Beban pupuk yang diterima

metering device terlalu besar.

Hopperpupuk dan

metering device.

Posisi metering device dimodifikasi

sehingga tidak berada di tengah dasar

hopperpupuk.

3 Jarak sudu rotordengan

dinding hopperpupuk terlalu

dekat.

Hopperpupuk dan rotor. Memperluas jarak antara sudu rotor

dengan dinding hopperpupuk.

4 Jarak sudu rotor dengan

pembatas rotor terlalu sempit.

Hopperpupuk dan rotor

penjatah.

Memperluas jarak antara sudu dengan

batas hopperpupuk agar rotor bisa

berputar bebas.

5 Volume hopperpupuk terlalu

sedikit.

Hopperpupuk Membuat hopperpupuk yang mampu

menampung lebih banyak pupuk.

6 Sulitnya mengetahui isi

jumlah pupuk dari luar.

Hopperpupuk Mengganti bahan hopperpupuk menjadi

akrilik transparan.

7 Terjadi penumpukan pupuk

dan kedalaman pupuk tidak

tercapai

Penyalur pupuk Merubah desain penyalur pupuk

22

Page 38: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Konsep modifikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut ini. Tipe rotor yang digunakan

pada unit pemupuk ini adalah tipe edge cell atau rotor bercelah. Rotor ini digerakkan oleh poros

stainless steel berdiameter 12 mm dan memiliki bentuk penampang poros lingkaran. Selubung

rotor pada prototipe-2 sulit digeser. Hal ini dikarenakan ruas dari selubung rotor sangat sempit

untuk sudu rotor, sehingga pengaturan dosis sulit untuk dilakukan secara tepat.

Rotor ditempatkan tidak di tengah dasar hopper. Dengan penempatannya yang tidak di

tengah dasar hopper, rotor tidak menerima tekanan langsung dari tumpukan pupuk yang ada di

atasnya. Penempatan rotor ini bertujuan untuk mengurangi beban gesek rotor pada saat berputar

dimana pada prototipe-2 sudu rotor mengalami gesekan pada pupuk dan juga gesekan pada

dinding hopper. Dengan meletakkan rotor tidak tepat di tengah dasar hopper maka gesekan

antara sudu rotor dengan pupuk akan berkurang dan dan beban putar rotor juga akan berkurang

serta dengan perluasan ruang putar rotor diharapkan gesekan antara sudu rotor dengan dinding

hopper bisa dikurangi.

Perluasan ruang putar rotor pada hopper pupuk juga dilakukan. Perluasan ini dilakukan

dengan cara mengubah desain hopper pupuk yang semula memiliki ruang yang sempit bagi

rotor untuk berputar menjadi lebih luas, sehingga rotor bisa berputar secara leluasa. Dengan

luasnya ruang perputaran rotor maka akan terdapat ruang kosong yang akan menyebabkan

pupuk jatuh berlebihan dan tidak dapat dikontrol oleh rotor. Sikat pembatas ditambahkan untuk

mengatasi masalah tersebut. Sikat pembatas bertujuan untuk memotong aluran pupuk berlebih

pada alur rotor, sehingga pupuk yang akan melewati ruang kosong akan ditahan oleh sikat

pembatas yang bersifat lentur. Selain itu sikat pembatas juga berfungsi untuk memperkecil

gesekan pada sudu rotor, karena pada desain sebelumnya sudu rotor akan bergesekan dengan

pembatas hopper yang terbuat dari stainless steel. Dengan menggunakan sikat pembatas yang

memiliki sifat lebih lentur diharapkan rotor penjatah akan berputar dengan lancar dan ringan.

Hal ini juga yang nantinya akan mengurangi kebutuhan torsi putar roda penggerak.

Modifikasi juga dilakukan pada keseluruhan hopper pupuk, yaitu mengganti bahan hopper

pupuk menjadi akrilik dan memperbesar kapasitas hopper pupuk. Penggantian bahan hopper

pupuk menggunakan akrilik yang transparan ditujukan untuk lebih mudahnya operator melihat

isi hopper pupuk pada saat di lapangan. Bahan akrilik yang transparan akan memudahkan

operator untuk melihat isi pupuk didalam hopper dan akan membantu operator untuk

mengetahui apabila pupuk sudah habis. Sedangkan memperbesar kapasitas hopper pupuk

dilakukan dengan cara mendesain ulang hopper pupuk dengan kapasitas yang lebih besar.

Peningkatan kapasitas hopper pupuk diharapkan bisa mempersingkat waktu proses penanaman

dan pemupukan jagung.

Penyalur pupuk pada prototipe-2 juga memiliki kelemahan, yaitu sering terjadinya

penumpukan pupuk yang keluar dari bagian penjatah pupukdan kedalaman pemupukan yang

tidak tercapai. Penumpukan pupuk terjadi karena ruang saluran pupuk terlalu sempit

dibandingkan dengan jumlah pupuk yang keluar dari penjatah pupuk. Selain itu kedalaman

pupuk juga tidak tercapai dikarenakan saluran pupuk tidak menembus tanah. Penyalur pupuk

akan dimodifikasi dengan memperluas ruang penyaluran, dan memperpanjang saluran pupuk

hingga menembus tanah.

Setelah dilakukan analisis permasalahan yang ada dan pengumpulan ide-ide

pemecahan masalah yang mempertimbangkan beberapa aspek yang terkait, dilakukan

perumusan untuk menghasilkan beberapa konsep desain fungsional maupun struktural yang

23

Page 39: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

dilengkapi dengan gambar sketsa, analisis teknik, prasarat dan sistem yang mendukung

efektifitas operasional alat di lapangan.

Modifikasi dalam desain struktural dilaksanakan dengan mengubah bentuk sudu rotor dan

mengganti bahan rotor, serta mengubah bentuk hopper pupuk yang akan disesuaikan dengan

bentuk metering device nya dan menambah sikat pembatas pada bagian metering device yang

ditempelkan pada dinding hopper. Gambar modifikasi pada rotor penjatah dapat dilihat pada

Gambar 26. Sedangkan untuk mekanisme penjatahan pupuk dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 26. Rotor penjatah

Gambar 27. Mekanisme penjatahan pupuk

F. Analisa Perancangan1. Perancangan Rotor Penjatah

Pada prototipe-2 rotor penjatah digerakkan dengan memanfaatkan putaran roda

penggerak yang ditransmisikan oleh rantai dan sproket. Roda penggerak berputar dengan

cara memanfaatkan gaya gesekan pada tanah yang dilaluinya. Putaran tersebut akan

menggerakkan poros rotor penjatah yang ditransmisikan melalui rantai dan sproket. Poros

rotor yang berputar secara bersamaan akan memutar rotor penjatah yang ditahan

menggunakan baut sebagai pasak. Adapun gambar mekanisme perputaran rotor penjatah

dapat dilihat pada Gambar 28.

24

Page 40: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 28. Mekanisme perputaraan rotor penjatah

Perancangan penjatah pupuk disesuaikan dengan kebutuhan pupuk untuk tanaman

jagung (150 kg/ha urea, 200 kg/ha SP-36, 100 kg/ha KCl) serta jarak tanam yang digunakan

sebesar 75 cm. Menurut Putra (2011) pada penelitian sebelumnya jumlah gigi sproket pada

poros rotor adalah 18 buah dan jumlah gigi sproket pada poros roda penggerak sebanyak 14

buah.

Rotor yang dibuat pada prototipe-3 berbeda dengan prototipe-2, dimana sudu yang

dibuat menjadi enam buah dan bentuk disesuaikan dengan hopper pupuk yang ada. Dalam

merancang ukuran unit penjatah, dalam hal ini adalah rotor penjatah, dilakukan perhitungan

jumlah pupuk yang harus dijatahkan oleh rotor penjatah dengan tahapan berikut ini. Pertama,

untuk menghitung jumlah pupuk yang harus dijatahkan per panjang alur, digunakan rumus

berikut ini.

Pp 1m=Dp×a

10 (1)

di mana:

Pp1m : jumlah pupuk yang harus dijatahkan per meter panjang alur pupuk (g/m),

Dp : dosis pemupukan (kg/ha), dan

a : jarak antarbaris tanaman (m).

Selanjutnya, dengan memperhatikan mekanisme perputaran rotor penjatah oleh roda

penggerak melalui transmisi rantai dan sproket dan memasukkan tingkat kemacetan roda

25

Page 41: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

lca

dc

lcb

penggerak, dapat dihitung jumlah pupuk yang harus dijatahkan dalam setiap putaran rotor

penjatah dengan rumus berikut ini.

P1 prt=Pp 1 m×(π×drp×(1+krp ))×( Grt

Grp)

(2)

di mana:

P1prt : jumlah pupuk yang harus dijatahkan per putaran rotor penjatah (g),

drp : diameter roda penggerak (m),

krp : tingkat kemacetan roda penggerak (desimal),

Grt : jumlah gigi sproket pada poros rotor, dan

Grp : jumlah gigi sproket pada roda penggerak.

Hasil perhitungan penjatahan pupuk per putaran rotordperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil perhitungan penjatahan pupuk per putaran rotor

Pupuk Dp (kg/ha) a(m) Pp1m(g/m) P1prt(g/putaran)

Urea 150 0.75 11.25 16.74

SP-36+KCl 300 0.75 22.5 33.49

Bentuk rotor penjatah pupuk adalah silinder beralur. Agar putaran rotor dapat membawa

butiran pupuk untuk dijatahkan, dengan memperhatikan arah aliran kedatangan pupuk yang

akan masuk ke celah rotor, maka pada modifikasi ini bentuk celah (alur) dan sudu rotornya

seperti diperlihatkan pada Gambar 19. Butiran pupuk yang akan dijatahkan dalam satu

putaran rotor penjatah merupakan volume dari seluruh celah pada rotor. Volume pupuk yang

harus dijatahkan dalam satu putaran rotor (V1prt dalam cm3) dihitung menggunakan data

kerapatan isi pupuk (p dalam g/cm3) dengan rumus:

V 1 prt=P1 prt

ρp (3)

Dengan memperhatikan bentuk penampang celah rotor seperti pada Gambar 29, maka

luas penampangnya dapat didekati dengan rumus:

Apc=(0 .5×(lca+ lcb)×dc )−( (1−0 .25 π ) dc2

4 )(4)

di mana:

Apc : luas penampang celah rotor penjatah (cm2),

lca : panjang sisi celah atas (cm),

lcb : panjang sisi celah bawah (cm), dan

dc : diameter lingkaran celah (cm).

26

Page 42: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 29. Bentuk penampang celah rotor penjatah pupuk

Bila digunakan rotor berdiameter 4 cm (keliling = 12.6 cm), jumlah celah 6, dan

tebal sudu (dinding antarcelah) minimal 4 mm, maka panjang sisi celah atas (lca) sekitar 1.7

cm. Bila diameter lingkaran celah digunakan 1 cm, dan panjang sisi celah bawah 0.7 cm,

maka dapat dihitung luas penampang celahnya. Kalau digunakan enam celah pada sekeliling

rotor, maka panjang rotor Lrt dapat ditentukan dengan rumus:

(5)

Hasil perhitungan panjang rotor disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Hasil perhitungan panjang rotor

Pupuk P1prt(g/putaran) V1put(cm3) Apc(cm2) Lrt (cm)

Urea 16.74 24.4 0.81 4.81

SP-36+KCl 33.49 31.12 0.81 6.40

Dengan mempertimbangkan kemungkinan penggunaan pemupuk pada dosis yang lebih

besar, maka dalam rancangan ini digunakan panjang rotor 8 cm. Untuk keperluan dosis yang

lebih kecil, maka panjang celah diperpendek menggunakan selubung penutup celah yang

dapat digeser-geser sesuai kebutuhan.

Selubung rotor dibuat dengan menggunakan sok pipa PVC yang berdiameter sesuai

dengan rotor. Sok pipa PVC dibentuk dan dibuat celah sesuai dengan bentuk sirip rotor agar

bisa mengatur dosis pupuk dengan cara di geser.

Selain menganalisis kebutuhan panjang rotor, dilakukan juga analisis kebutuhan

minimum tebal sudu rotor penjatah. Sketsa pembebanan pada sudu rotor untuk perhitungan

kebutuhan tebal sudu minimum rotor dapat dilihat pada Gambar 30.

27

Lrt=V 1 prt

6 A pc

Page 43: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 30. Sketsa pembebanan pada sudu rotor untuk perhitungan kebutuhan minimum tebal

sudu rotor

Dalam mengetahui kekuatan sudu rotor, perlu diketahui gaya yang bekerja menekan

sudu, sehingga kemungkinan mematahkan bagian kritisnya. Butiran pupuk yang terjepit

diilustrasikan sebagai hambatan terbesar rotor untuk berputar. Kondisi kritis pada kekuatan

sudu adalah ketika butiran – butiran pupuk terjepit oleh sudu rotor dan bagian pembatas

sehingga terjadi stress maksimum di bagian pangkal sudunya. Bending stress yang terjadi

pada bidang kritis (lihat Gambar 24), dapat dihitung dengan persamaan (6). Penampang

bidang kritis pada sudu adalah persegi panjang dengan tebal t (tebal sudu) dan panjang Lrt

(panjang rotor).

σ a=MC

I (6)

M=FL (7)

I=Lrt×t 3

12 (8)

di mana :

σa : tegangan ijin bahan rotor (kg/mm2),

M : momen (kg mm),

I : inersia (mm4),

C : centroid balok (mm),

F : gaya (kg),

L : panjang sudu rotor (mm)

Lrt : panjang rotor (mm), dan

t : tebal sudu rotor (mm).

Untuk menentukan gaya F dalam perhitungan kebutuhan tebal minimum sudu rotor,

maka diasumsikan yang paling besar adalah gaya yang menahan sudu akibat adanya butiran

pupuk yang terjepit pembatas. Untuk itu, dilakukan pengukuran kekuatan potong butiran

pupuk SP-36 (butiran besar-besar) seperti dijelaskan pada Lampiran 9.

Dari hasil pengukuran diperoleh gaya geser satu butir pupuk SP-36 adalah 5.14 kgf

(50.42N). Dengan panjang rotor 80 mm dan diameter pupuk 9.2 mm kemungkinan akan ada

sekitar 9 butir pupukyang mengganjal sekaligus secara bersamaan. Ini diasumsikan sebagai

28

Page 44: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

gaya hambatan maksimum yang akan terjadi. Dengan dasar ini diperoleh gaya F untuk

persamaan (7) sebesar 5.14 kg dikalikan dengan 9 (jumlah butir pupuk yang tersangkut

sekaligus) menjadi 46.26 kg atau 453.8 N. Lalu dengan tegangan ijin bahan polietilen yaitu

1.75 kg/mm2 dibagi dengan faktor keselamatan 4 adalah 0.43 kg/mm2, dihitung kebutuhan

tebal sudu minimum dengan persamaan (6). Ketebalan sudu minimum didapatkan sebesar

2.52mm.Pada desain tebal sudu yang dipakai sebesar 4.2 mm. Adapun gambar rotor dengan

selubung nya dapat dilihat pada Gambar 31.

Gambar 31. Rotor dan selubung rotor

2. Perancangan Hopper Pupuk

Bentuk dan posisi hopper cenderung sama dengan dengan prototipe-2 hanya saja bahan

dasar yang digunakan untuk hopper pada prototipe-3 ini menggunakan akrilik.

Kebutuhan volume hopper berdasarkan luas lahan yang diolah, dosis pemupukan, serta

jumlah unit pemupuk menurut Syafri (2010) dapat dihitung menggunakan persamaan (9).

V hp=A1×D p

u×ρp×104(9)

di mana :

Vhp : volume hopper pupuk (liter),

A1 : luas lahan pemupukan sekali mengisi hopper (m2),

Dp : dosis pemupukan (kg/ha),

u : jumlah unit mesin pemupuk (1 unit), dan

ρp : kerapatan isi pupuk (g/cm3).

Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk

Pupuk A1(m2) Dp(kg/ha)Kerapatan isi

pupuk(g/cm3)Vhp(liter)

Urea

250

150 0.715

5.244

500 10.5

750 15.73

1000 20.97

29

Rotor penjatah

Selubung rotor

Page 45: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

SP-36 +

KCl (2:1)

250

300 1.076

6.97

500 13.94

750 20.91

1000 27.88

Pada prototipe-2 hopper pupuk memiliki volume sebesar 5.06 liter yang mampu

memupuk lahan seluas 182 m2dengan sekali pengisian hopper pupuk. Dengan memanfaatkan

ruang yang ada di sekitar unit pemupuk kapasitas volume hopper pupuk dapat ditingkatkan

menjadi 6.9 liter yang mampu memupuk lahan seluas 248.18 m2 sekali mengisi hopper

pupuk. Kapasitas volume tersebut adalah batas dari peningkatan kapasitas pada prototipe-3,

karena ruang kosong yang tersedia sudah tidak ada lagi di sekitar unit pemupuk. Adapun

sketsa hopper dapat dilihat pada Gambar 32.

Gambar 32. Gambar isometri hopper prototipe-3

3. Perancangan Saluran Pupuk

Saluran pupuk yang dimodifikasi terbuat dari plat stainless steel dengan tebal 2 mm dan

selang plastik dengan diameter 4 cm. Hal yang diperhitungkan dalam pembuatan penyalur

pupuk adalah luas penampang saluran pupuk yang bertujuan untuk menghindari penumpukan

pupuk dan panjang selang penyalur yang disesuaikan agar kedalaman bisa terpenuhi.

Rotor penjatah memiliki celah dimana panjangnya 80 mm dan jarak antara sudu sebesar

17 mm. Adapun sketsa celah rotor penjatah dapat dilihat pada Gambar 33. Dengan data ini

dapat dihitung luas permukaan pupuk yang akan jatuh pada saluran dengan menggunakan

persamaan (10).

30

Lrt

Page 46: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 33. Sketsa celah rotor penjatah

Acr=Lrt×lca (10)

di mana :

Acr : luas permukaan pada celah rotor penjatah (mm2),

Lrt : panjang rotor penjatah (mm), dan

lca : panjang sisi celah atas (mm).

Luas penampang celah rotor penjatah didapatkan 1280 mm2. Pupuk yang jatuh dari celah

rotor akan masuk ke mulut saluran penempatan pupuk. Bentuk penampang mulut saluran

penempatan pupuk adalah bujur sangkar. Agar tidak terjadi penumpukan, maka luas

penampang mulut ini tidak boleh lebih kecil dari luas penampang celah rotor. Dengan

menggunakan persamaan (11) didapatkan sisi minimum penyalur pupuk agar tidak terjadinya

penumpukan pada penyaluran pupuk.

sp=√ A p (11)

di mana:

Ap : luas mulut penyalur pupuk (mm2), dan

sp : sisi mulut penyalur pupuk (mm).

Dari persamaan (11) didapatkan sisi minimum untuk penyalur pupuk sebesar 35.7 mm.

Penyalur pupuk yang dibuat menggunakan sisi sepanjang 40 mm. Adapun gambar penyalur

pupuk dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 34. Penyalur pupuk prototipe-3

Perancangan selang dalam penyaluran pupuk hanya menyesuaikan panjang selang agar

pupuk dapat terbenam didalam tanah dan kedalaman terpenuhi.

G. Metode Pengujian KinerjaPengujian yang dilakukan meliputi: 1) pengujian tingkat keseragaman penjatahan, 2)

31

Page 47: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

ketepatan penjatahan pupuk, 3) torsi putar roda penggerak, 4) keseragaman penjatahan pupuk di

pengujian lapangan, 5) ketepatan penjatahan pupuk di pengujian lapangan, 6) tingkat kemacetan

roda penggerak, dan 7) kedalaman penempatan pupuk.

1. Pengujian Tingkat Keseragaman Penjatahan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keseragaman jumlah pupuk yang

dikeluarkan oleh unit penjatah pupuk dari hopper pupuk, pada variasi jumlah pupuk yang

berbeda dalam hopper pupuk. Untuk itu, penjatahan pupuk diukur pada beberapa tingkat

volume pupuk dalam hopper, yaitu: 25%, 50%, 75%, dan 100% dari volume hopper pupuk.

Pengujian ini dilakukan dalam kondisi stasioner, dengan cara memutar roda penggerak untuk

memutar rotor penjatah pupuknya, tanpa mengoperasikan mesin di lapangan. Pupuk yang

digunakan adalah pupuk urea dan campuran pupuk SP-36 + KCl dengan perbandingan massa

2:1.

Pengujian ini dilakukan dengan cara memutar roda penggerak sebanyak sepuluh kali

putaran lalu pupuk yang keluar dari penjatahditampung dengan menggunakan kantong

plastik. Setelah sepuluh kali putaran pupuk yang sudah tertampung ditimbang beratnya

menggunakan timbangan. Setelah itu dilakukan lagi pengambilan data sebanyak tiga kali.

Setelah tiga kali pengambilan data volume hopper pupukditingkatkan dan pengukuran

dilakukan lagi sama seperti cara sebelumnya. Data yang diambil setiap volume adalah

sebanyak tiga kali ulangan, jadi total data yang didapatkan pada pengujian ini sebanyak 24

data dosis pupuk untuk pupuk urea dan campuran pupuk SP-36 + KCl (2;1). Adapun sketsa

pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 35.

Gambar 35. Sketsa pengujian tingkat keseragaman penjatahan

2. Ketepatan Penjatahan Pupuk

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketepatan penjatahan pupuk yang dilakukan

oleh rotor dan pengatur dosisnya. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan volume

pupuk dalam hopper 100% namun dengan lebar bukaan rotor yang berbeda-beda yaitu: 50%,

60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%.

Pengujian ini dilakukan hampir sama dengan pengujian tingkat keseragaman penjatahan

yaitu dengan memutar roda penggerak sebanyak sepuluh kali putaran, menampung pupuk

yang keluar dari penjatah pupuk dan menimbangnya dengan timbangan. Lebar bukaan rotor

diset hanya dengan menggeser selubung rotor saja ke jarak yang sudah ditentukan dan sudah

ditandai. Pengujian ini mengambil tiga data di setiap lebar bukaan rotor, sehingga pada

pengujian ini terdapat 36 data untuk pupuk urea dan campuran pupuk SP-36 + KCl (2:1).

3. Torsi Putar Roda Penggerak

32

Page 48: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan kebutuhan torsi pada

unit pemupuk prototipe-2 dan prototipe-3. Volume hopper pupukyang digunakan pada

pengujian ini yaitu: 25%, 50%, 75%, dna 100%. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea

dan campuran pupuk SP-36+KC dengan perbandingan massa 2:1.

Pengukuran torsi pemutaran roda penggerak dilakukan dengan cara melilitkan tali ke

roda penggerak sebanyak tiga lilitan, lalu ujung tali diikatkan ke timbangan pegas. Setelah itu

pupuk dimasukkan kedalam hopper dengan volume yang disesuaikan dan timbangan pegas

ditarik sampai roda penggerak berputar. Beban tarik yang terukur di timbangan pegas, yang

tertinggi dari tiap perlakuan digunakan untuk menghitung kebutuhan torsi untuk

menggerakkan roda penggerak. Torsi putar roda penggerak dihitung dengan rumus:

T rp=F t×rrp

(12)

di mana:

Trp : torsi pemutaran roda penggerak (N.m),

Ft : beban tarik pemutaran roda penggerak (N), dan

rrp : jari-jari roda penggerak (m).

Pengukuran dilakukan tiga kali ulangan untuk setiap perlakuan, jadi pada pengujian ini

didapatkan data sebanyak 48 untuk pupuk urea dan campuran pupuk SP-36+KCl. Pengujian

ini dilakukan secara bergantian. Pengujian pertama dilakukan untuk mengetahui torsi putar

unit pemupuk prototipe-2, setelah itu baru dilakukan pengujian untuk prototipe-3. Adapun

sketsa pengujian torsi putar roda penggerak dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36. Sketsa pengujian torsi putar roda penggerak

4. Keseragaman Penjatahan Pupuk di Pengujian Lapangan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keseragaman pupuk yang dijatahkan

pada volume pupuk dalam hopper berbeda-beda di saat mesin dioperasikan di lapangan.

Dalam pengujian ini, mesin pemupuk dan penanam jagung terintegrasi (prototipe-3) dengan

penggerak traktor tangan dioperasikan di lahan yang telah disiapkan. Traktor dioperasikan

dalam tingkat kecepatan maju Low-1, dan pengolah tanah rotari diset pada tingkat kecepatan

33

Page 49: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

High. Pengukuran dilakukan pada beberapa tingkat jumlah pupuk dalam hopper: 25%, 50%,

75%, dan 100%. Hopper kiri diisi pupuk Urea, dan hopper kanan diisi campuran pupuk SP-

36+KCl dengan perbandingan massa 2:1. Dalam pengukuran, pupuk yang dikeluarkan unit

penjatah dalam sepuluh kali putaran roda penggerak, ditampung dalam kantong

plastik.Pengukuran dilakukan tiga kali ulangan, untuk tiap perlakuan. Pupuk yang digunakan

adalah pupuk urea dan campuran pupuk SP-36+KCl.

Setelah mesin berjalan dan roda penggerak sudah berputar selama sepuluh kali putaran

mesin dihentikan dengan menarik tuas kopling. Setelah itu pupuk yang tertampung di

kantong plastik ditimbang menggunakan timbangan. Setelah tiga kali ulangan, isi pupuk

dalam hopper ditingkatkan dan dilakukan pengukuran dengan cara yang sama seperti yang

sebelumnya.

5. KetepatanPenjatahan Pupuk di Pengujian Lapangan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketepatan penjatahan pupuk yang dilakukan

oleh rotor dan pengatur dosisnya pada kondisi di lapangan. Volume hopper pupukyang

digunakan pada pengujian ini adalah tetap yaitu sebesar 100%, namun lebar bukaan rotor

yang akan diatur pada pengujian ini. Lebar bukaan celah rotor yang diuji sebesar 50%, 60%,

70%, 80%, 90%, dan 100%. Bahan yang digunakan adalah pupuk urea dan campuran pupuk

SP-36+KCl (2:1).

Pengujian ini dilakukan dengan cara menghidupkan mesin dan membawanya ke

lapangan, lalu mengisi hopper pupukdengan pupuk sebanyak 100% dan memberikan kantong

plastik di bawah hopper untuk menampung pupuk yang dijatahkan. Setelah mesin

dihidupkan tuas kopling dimajukan kedepan dan traktor akan berjalan maju. Setelah roda

penggerak sudah berputar sebanyak sepuluh putaran mesin dihentikan dan pupuk yang

tertampung di kantong plastik segera ditimbang menggunakan timbangan. Setelah tiga kali

pengambilan data selubung rotor digeser ke jarak yang ditentukan untuk mengatur dosis

penjatahan pupuk. Pada pengujian ini digunakan kecepatan High pada kecepatan rotari dan

gigi Low-1 pada traktor roda dua.

6. Tingkat Kemacetan Roda Penggerak

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemacetan roda penggerak pada

prototipe-3 serta membandingkannya dengan tingkat kemacetan pada prototipe-2. Pengujian

ini dilakukan di lahan dengan menggunakan volume hopper pupuktetap yaitu 100%.

Pengujian ini dilakukan dengan cara menyalakan mesin terlebih dahulu dan

memasukkan pupuk kedalam hopper. Setelah itu mesin dijalankan dengan gigi Low-1 dan

kecepatan High untuk rotari. Setelah mesin berjalan roda penggerak ditandai dengan patok 1

dan setelah berputar selama lima putaran mesin dihentikan dan roda penggerk ditandai lagi

dengan patok 2. Jarak antara patok 1 dan patok 2 diukur menggunakan meteran, dan

perlakuan ini dilakukan lagi sebanyak tiga kali ulangan.

Dari data yang sudah didapatkan akan dibandingkan dengan perputaran roda penggerak

tanpa beban dengan cara menghitung kelilingnya yang dikalikan dengan 5. Setelah itu data

akan dibandingkan dengan data sebelumnya yaitu data pada prototipe-2. Adapun perhitungan

tingkat kemacetan roda penggerak dapat digunakan persamaan berikut:

M rp=(1−K rp×5

Srp)×100 %

(13)

34

Page 50: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

di mana:

Mrp : tingkat kemacetan roda penggerak (%),

Krp : keliling roda penggerak (m), dan

Srp : jarak tempuh roda penggerak dalam lima putaran (m).

7. Kedalaman Penempatan Pupuk

Pengujian kedalaman pupuk dilakukan di lapangan pada saat setelah mesin melintas dan

memupuk lahan. Pengukuran dilakukan dengan cara menggali alur tanah yang sudah dipupuk

oleh mesin pemupuk dan mengukurnya dengan penggaris. Data yang diambil adalah

ketinggian kedalaman pupuk dari permukaan tanah. Pengambilan data ini dilakukan

sebanyak tiga kali ulangan.

35

Page 51: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konstruksi Unit Pemupuk hasil Modifikasi

1. Penjatah Pupuk (Metering Device)

Penjatah pupuk pada prototipe-3 memiliki bentuk yang berbeda dari prototipe-2.

Penjatah pupuk prototipe-3 terdiri dari tiga bagian, yaitu rotor penjatah, selubung rotor

penjatah, dan sikat pembatas.

Rotor penjatah dibuat dengan panjang 80 mm, diameter luar sebesar 40 mm dan

diameter poros sebesar 12 mm. Untuk menampung pupuk yang dijatah terdapat enam buah

celah dan enam sudu yang dapat dilihat pada Gambar 37. Tebal dari setiap sudu sebesar 4.2

mm dengan jarak antar setiap sudu sebesar 1.7 cm. Rotor penjatah terbuat dari polietilen

yang berbentuk silinder pejal. Polietilen merupakan bahan yang memiliki massa jenis rendah

dan mudah untuk dimanufaktur, sehingga dipilih menjadi bahan utama untuk pembuatan

rotor penjatah. Selain itu polietilen juga tahan terhadap sifat kimia pupuk, sehingga tidak ada

masalah apabila bersentuhan langsung dengan pupuk. Salah satu ujung dari rotor penjatah

ditempelkan potongan akrilik berbentuk lingkaran sesuai diameter luar dari rotor penjatah

dan diameter poros. Untuk pengunci rotor dengan poros dibuat dua lubang untuk baut dengan

menggunakan ulir M4 pada sisi rotor, tepatnya jarak 1.5 cm dari tepi rotor.

Gambar 37. Rotor penjatah

Selubung rotor penjatah dibuat mengikuti ukuran rotor penjatah yaitu berdiameter 40

mm dan dibuat enam celah yang mengikuti alur sudu rotor penjatah sehingga selubung bisa

bergeser sesuai keinginan. Salah satu ujung selubung ditempelkan potongan akrilik yang

berbentuk menyerupai celah rotor yang bertujuan untuk menahan pupuk agar tidak keluar

saat penjatahan dilakukan. Ujung lainnya ditempelkan akrilik berdiameter 40 mm dan lubang

ditengah sebesar 12 mm untuk tempat poros. Selubung ini terbuat dari sok pipa PVC yang

dipotong menggunakan gerinda duduk untuk membuat alur sudu rotor penjatah. Kendala dari

pembuatan selubung rotor ini adalah dalam hal pembuatan penutup celah rotor penjatah yang

terbuat dari akrilik. Bentuk celah yang kecil menyulitkan dalam hal pemotongan dan

pembentukannya sehingga beberapa ada yang tidak presisi menutupi celah rotor penjatah.

Selain itu bagian depan selubung rotor atau ruang putar rotor penjatah yang berbentuk

seperempat lingkaran yang terbuat dari akrilik sangat sulit dibuat dan ditekuk. Maka

sebaiknya bagian depan selubung rotor penjatah dibuat dengan bentuk siku agar tidak sulit

36

Page 52: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

dalam proses manufaktur. Adapun gambar selubung rotor penjatah dapat dilihat pada

Gambar 38.

Gambar 38. Selubung rotor penjatah

Sikat pembatas dibuat berdasarkan modifikasi dari unit penjatah pupuk. Sikat pembatas

ini berfungsi untuk memotong aliran pupuk yang berlebih yang akan keluar dari hopper.

Sikat pembatas ini terbuat dari sikat gigi. Susunan sikat sepanjang 75 mmdiperkuat dengan

frame dari plat akrilik agar dapat dipasngkan pada bagian hopper. Lem aseton dan araldite

digunakan untuk merekatkan sikat dengan frame sikat. Terdapat dua lubang beralur 3 mm

untuk mengencangkan frame sikat ke dinding hopper. Adapun gambar sikat pembatas dapat

dilihat pada Gambar 39.

Adapun gambar teknik dari metering device pupuk dapat dilihat pada Lampiran 10.

Gambar 39. Konstruksi sikat pembatas

2. Hopper Pupuk

Desain dan bentuk hopper pupuk tidak memiliki perbedaan yang jauh pada prototipe-2.

Perbedaan bentuk hopper pupuk pada prototipe-3 hanyalah pada bagian bawah atau tempat

metering device. Namun bahan yang digunakan pada prototipe-3 berbeda dengan prototipe-2

serta kapasitas pada prototipe-3 juga ditingkatkan.

Hopper pupuk memiliki sudut sudut kemiringan sebesar 45o dengan kapasitas 6.9 liter.

Adapun gambar teknik hopper pupuk dapat dilihat pada Lampiran. Hopper pupuk dibuat dari

bahan akrilik dengan tebal 5 mm. Hopper yang dibuat berjumlah dua buah untuk

37

Page 53: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

menampung pupuk urea dan campuran pupuk TSP+KCl (2:1). Pembuatan hopper pupuk ini

terdiri dari pembuatan pola, pemotongan, penekukan, dan pengeleman. Pembuatan pola

akrilik dengan skala 1:1 ditujukan untuk memudahkan pemotongan dan meminimalisir

kesalahan panjang dan sudut yang sudah di desain. Ada empat bagian dari hopper ini yaitu

bagian depan, kanan, kiri, dan belakang. Bagian – bagian hopper yang sudah dipotong dapat

dilihat pada Gambar 40.Penekukan akrilik dilakukan dengan cara dipanaskan menggunakan

alat pemanas (Gambar 41). Setelah dipanaskan akrilik ditekuk sesuai arah dan besar sudut

tekukannya, lalu didinginkan dengan semprotan air agar cepat mengeras.

Setelah penekukan selesai akrilik di lem dengan lem aseton sesuai dengan bentuk yang

direncanakan. Pengeleman ini memerlukan bantuan mika siku untuk menguatkan akrilik

yang membentuk sudut. Serta digunakan juga lem araldite untuk mengisi apabila bagian –

bagian akrilik ada yang tidak tertempel.

Untuk menyatukan hopper pupuk dengan rangka traktor digunakan akrilik yang di tekuk

dan membentuk sudut dengan cara ditempel pada dinding hopper menggunakan lem aseton

dan lem araldite. Mur dan baut digunakan untuk mengencangkan hopper dengan rangka agar

dapat menahan getaran yang ditimbulkan pada saat mesin bekerja. Kesulitan dalam

pembuatan hopper terdapat pada saat pengeleman hopper. Pengeleman hopper harus presisi

antara sisi kanan dan sisi kiri hal ini akan berdampak pada penempatan metering device

dalam satu poros yang lurus. Apabila sisi kanan dan sisi kiri tidak sejajar maka metering

device tidak akan sejajar dan akan melenceng dari garis poros.

Peningkatan kapasitas hopper pupuk sudah dilakukan dengan cara memanfaatkan ruang

yang ada. Hopper pupuk berhasil ditingkatkan dari volume 5.06 liter menjadi 6.9 liter.

Dengan volume 6.9 liter hopper pupuk dapat memupuk lahan seluas 328.94 m2 untuk urea

dan 247 m2 untuk campuran pupuk TSP+KCl (2:1) sekali mengisi hopper. Untuk

mempermudah operator dalam mengisi hopper pupuk dan juga mengurangi seringnya

mengisi hopper dapat ditambahkan penampung pupuk sementara di atas cover rotari yang

disalurkan langsung ke hopper pupuk.

Gambar 40. Bagian – bagian hopper

Gambar 41. Alat penekuk akrilik dengan besi pemanas

38

Page 54: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 42. Bentuk hopper pupuk

3. Poros Penjatah Pupuk dan Benih

Poros Penjatah pupuk dan benih dibuat dari stainless steel dengan diameter 12 mm.

Panjang yang digunakan yaitu 60 cm. Terdapat tujuh lubang yang ada di badan poros.

Lubang ini bertujuan untuk mengunci komponen lain seperti bevel gear, sproket, dan

penjatah pupuk. Untuk bevel gear dilubangi dengan diameter 8 mm, untuk sproket 6 mm,

dan untuk penjatah pupuk sebesar 4 mm. Lubang yang terdapat pada poros tidak tembus

tetapi hanya sedalam 3 mm dari permukaan poros. Gambar poros dapat dilihat pada Gambar

43.

Gambar 43. Poros penjatah pupuk dan benih

4. Penyalur pupuk

Penyalur pupuk pada prototipe-3 terdidiri dari dua bahan yaitu plat stainless steel dan

selang plastic. Modifikasi yang dilakukan pada penyalur pupuk adalah dengan cara

memperluas saluran pupuk agar tidak mengalami penumpukan pupu dan memperpanjang

saluran pupuk agar kedalaman tercapai. Plat stainless steel dibuat menjadi saluran dengan

bentuk penampang persegi empat dengan sisi nya sebesar 4 cm. Selang plastik yang panjang

nya disesuaikan ditempelkan dengan mulut saluran stainless steel dengan menggunakan lem

dextone dan ujung selang dipastikan akan menembus tanah sesuai dengan kedalaman yang

diharapkan. Adapun gambar penyalur pupuk dapat dilihat pada Gambar 44.

39

Page 55: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 44. Penyalur pupuk prototipe-3

5. Hasil Modifikasi Prototipe Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung

Prototipe-3 mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi adalah penyempurnaan dari

prototipe sebelumnya. Modifikasi yang dilakukan pada prototipe- 3 ini adalah bagian hopper,

metering device, poros penjatah pupuk dan benih, dan penyalur pupuk. Gambar keseluruhan

dari mesin penanam dan pemupuk jagung dapat dilihat pada Gambar 45.

Letak hopper pupuk masih sama seperti sebelumnya yaitu di samping kanan dan kiri

hopper benih. Hopper sebelah kanan digunakan untuk campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) dan

sebelah kanan digunakan untuk pupuk urea. Namun bahan yang digunakan pada prototipe-3

ini adalah akrilik dengan ketebalan 5 mm. Kapasitas hopper prototipe-3 juga lebih besar

dibanding dengan sebelumnya. Kapasitas hopper pada prototipe-3 ini mencapai 6.9 liter atau

lebih banyak 1.84 liter dari kapasitas prototipe-2. Perbandingan hopper prototipe lama dan

prototipe-3 dapat dilihat pada Gambar 46.

Rotor penjatah yang dibuat menggunakan polietilen dan bentuk rotor penjatah juga

berbeda dengan prototipe sebelumnya. Selain bentuk nya yang berbeda penempatan rotor

penjatah juga berbeda yaitu tidak ditengah dasar hopper melainkan agak kedepan sedikit. Hal

ini bertujuan untuk mengurangi beban yang diterima metering device dalam memutar pupuk.

Perbandingan bentuk rotor penjatahprototipe-2 dengan prototipe-3 dapat dilihat pada Gambar

47.

Selubung rotor yang dibuat menggunakan sok pipa PVC dengan celah yang sama

dengan sudu dari rotor penjatah. Perbandingan gambar selubung prototipe-2 dengan

prototipe-3 dapat dilihat pada Gambar 48. Selain itu pada metering device juga ditambahkan

sikat pembatas yang terbuat dari sikat gigi. Sikat pembatas ini bertujuan untuk memotong

aliran pupuk yang berlebihan yang akan keluar dari hopper.

Penyalur pupuk juga dimodofikasi dengan menggunakan bahan plat stainless steel dan

selang plastic. Modifikasi pada saluran pupuk adalah memperbesar ruang saluran agar tidak

terjadi penumpukan pupuk dan pemanjangan saluran agar kedalaman pupuk tercapai.

Perbandingan saluran pupuk prototipe-2 dan prototipe-3 dapat dilihat pada Gambar 49.

40

Page 56: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 45. Gambar keseluruhan prototipe-3

(a) (b)

Gambar 46. Hopperprototipe-2 (a) dan hopperprototipe-3 (b)

(a) (b)

Gambar 47. Rotor penjatah prototipe-2 (a) dan rotor penjatahprototipe-3 (b)

41

Page 57: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

(a) (b)

Gambar 48. Selubung rotor penjatah prototipe-2 (a) dan selubung rotor penjatah

prototipe-3 (b)

(a) (b)

Gambar 49. Slauran pupuk prototipe-2 (a) dan saluran pupuk prototipe-3 (b)

B. Kinerja Unit Pemupuk

1. Pengujian Tingkat Keseragaman Penjatahan

Dosis yang dijatahkan oleh metering device memiliki jumlah yang konstan dan tidak

dipengaruhi oleh isi dari hopper selama bukaan rotor penjatah dibuka pada jarak yang sama.

Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea dan campuran pupuk SP-

36+KCl (2:1) dapat dilihat pada Gambar 50 dan Gambar 51.

Gambar 50. Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea

42

25 50 75 10020.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

32.49

34.60

32.1332.13

Volume hopper (%)

Do

sis

pu

pu

k (

g/m

)

25 50 75 10040.00

45.00

50.00

55.00

60.00

65.00

70.00

56.85

58.09

57.20

58.97

Volome Hopper (%)

Dos

is P

upuk

(g/m

)

Page 58: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 51. Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan campuran pupuk SP-

36+KCl

Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea menunjukkan hasil yang

cukup konsisten terhadap perubahan volume hopper. Range yang didapatkan pada volume

25% sampai 100% sebesar 32.12 g – 34.60 g. Perbedaan ini tidak terlalu jauh pada setiap

perubahan volume. Begitu pula dengan pengujian campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) yang

memiliki range 56.85 g – 58.97 g. Ini menandakan bahwa metering device yang diusulkan

dapat menjatah pupuk dengan seragam dengan tidak terpengaruh oleh jumlah pupuk di dalam

hopper pupuk. Adapun data lengkap dari pengujian tingkat keseragaman penjatahan dapat

dilihat pada Lampiran 1.

2. Ketepatan Penjatahan Pupuk

Ketepatan penjatahan pupuk sangat bergantung pada bukaan rotor penjatah oleh

selubung rotor penjatah. Secara teori apabila rotor penjatah dibuka 100% maka dosis pupuk

yang dikeluarkan oleh penjatahan akan lebih banyak dibandingkan dengan bukaan yang

hanya 90%, 80%, 70%, 60%, dan 50% serta begitu juga sebaliknya. Hasil pengujian

ketepatan penjatahan pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 52.

Gambar 52. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea

Dari Gambar dapat dilihat dosis pupuk yang dikeluarkan penjatah meningkat seiring

dibukanya selubung rotor penjatah yang lebih besar. Hal ini sudah memenuhi dengan teori

linearitas, ditambah lagi nilai R2 didapatkan sebesar 0.955 (mendekati satu). Nilai R2 yang

cukup besar ini juga membuktikan bahwa kinerja metering device dalam hal menjatah pupuk

urea sudah baik dan tepat. Rata-rata kenaikan dosis pupuk urea terhadap 10 % bukaan rotor

pada pengujian ini sebesar 3.18 g.Adapun persamaan korelasi yang diperoleh adalah

y=0.3481x – 0.8575.

43

25 50 75 10040.00

45.00

50.00

55.00

60.00

65.00

70.00

56.85

58.09

57.20

58.97

Volome Hopper (%)

Dos

is P

upuk

(g/m

)

40 50 60 70 80 90 100 1105.00

10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.0050.00

f(x) = 0.348062953995152 x − 0.857546408393564R² = 0.95498856661451

Lebar Bukaan Rotor (%)

Dos

is P

upuk

(g/m

)

Page 59: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Hasil pengujian ketepatan penjatahan campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) dapat dilihat

pada Gambar 53.

Gambar 53. Hasil pengujian ketepatan penjatahan campuran pupuk SP-36+KCl

(2:1)

Hasil pengujian ketepatan penjatahan campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) memiliki nilai

R2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan urea. Nilai R2 sebesar 0.98 menunjukkan

penjatahan yang dilakukan pada campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) lebih tepat dan lebih

baik. Rata-rata kenaikan dosis campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) sebesar 5.37 g. Persamaan

korelasi yang didapat pada pengujian ketepatan penjatahana campuran pupuk SP-36+KCl

(2:1) adalah y=0.5559x + 2.6231. Adapun data lengkap hasil pengujian ketepatan penjatahan

pupuk dapat dilihat pada Lampiran 2.

3. Keseragaman Penjatahan Pupuk di Lapangan

Hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk di lapangan untuk pupuk urea dan

campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) ditampilkan pada Gambar 54 dan Gambar 55.

Gambar 54. Hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk di lapangan pupuk urea

44

40 50 60 70 80 90 10020.0025.0030.0035.0040.0045.0050.0055.0060.00

f(x) = 0.555891848264728 x + 2.62308313155784R² = 0.980037768129496

Lebar Bukaan Rotor (%)

Do

sis

Pu

pu

k (

g/m

)

25 50 75 10010.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

23.08

24.42

23.6223.89

Volume Hopper (%)

Dos

is P

upuk

(g/m

)

25 50 75 10020.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

34.08

36.50

36.7734.62

Volume Hopper (%)

Dos

is P

upuk

(g/m

)

Page 60: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Gambar 55. Hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk di lapangan campuran pupuk

SP-36+KCl (2:1)

Hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk urea di lapangan menunjukkan hasil

yang cukup konsisten dan seragam. Dosis yang keluar berkisar antara 23.8 g – 24.42 g. Hasil

ini lebih seragam dibandingkan dengan hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk pada

keadaan stasioner. Untuk campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) didapatkan dosis yang berkisar

antara 34.8 g – 36.50 g. Sama hal nya dengan pupuk urea, hasil yang didapatkan untuk

campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) di lapangan juga lebih seragam dibandingkan dengan hasil

pada keadaan stasioner. Namun hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk di lapangan

lebih rendah dibandingkan dengan pengujian pada keadaan stasioner, hal ini diduga akibat

getaran yang berlebihan pada saat pengoperasian di lapangan sehingga pupu yang ada

didalam hopper tidak menentu arah alirannya.

4. Ketepatan Penjatahan Pupuk di Lapangan

Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk di lapangan untuk pupuk urea ditampilkan

pada Gambar 56.

Gambar 56. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk di lapangan untuk pupuk urea

Dari Gambar 56 ditunjukkan hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk di lapangan

untuk pupuk urea yang sudah memenuhi teori linearitas. Dari hasil pengujian didapatkan

nilai R2 yang cukup besar yaitu 0.9698 dengan persamaan korelasinya y=0.2615x – 0.8691.

Rata – rata kenaikan dosis pupuk terhadap bukaan rotor 10% sebesar 2.47 g.

45

40 50 60 70 80 90 1005.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

f(x) = 0.261483015106203 x − 0.869054009150613R² = 0.96982999485676

Lebar Bukaan Rotor (%)

Do

sis

Pu

pu

k (

g/m

)

25 50 75 10020.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

34.08

36.50

36.7734.62

Volume Hopper (%)

Dos

is P

upuk

(g/m

)

Page 61: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk di lapangan untuk campuran pupuk SP-

36+KCl (2:1) dapat dilihat pada Gambar 57.

Gambar 57. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk di lapangan untuk campuran pupuk

SP-36+KCl (2:1)

Hasil pengujian pada campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) menunjukkan bahwa metering

device memberikan keluaran pupuk yang konsisten dan proporsional berdasarkan lebar

bukaan rotor penjatah. Kenaikan rata-rata pada lebar bukaan rotor 10% sebesar 2.52 g.

Sebagaimana dapat dilihat, bahwa pengujian untuk campuran pupuk SP-36+KCl (2:1)

memiliki nilai R2 sebesar 0.991 dengan persamaan korelasi y = 0.2408x + 10.569. Dengan

nilai R2 yang cukup besar menandakan hasil yang cukup baik untuk menilai tingkat ketepatan

penjatahan pupuk dengan metering device yang diusulkan. Dengan menggunakan persamaan

korelasi yang didapat pada pengujian ketepatan penjatahan pupuk dapat diketahui lebar

bukaan rotor yang sesuai dengan dosis yang direncanakan.

Dari hasil pengujian yang didapatkan bagian penjatah pupuk dapat menjatah pupuk dari

selang 157.86 kg/ha sampai 322.06 kg/ha urea dan 297.01 kg/ha sampai 478.53 kg/ha

campuran pupuk SP-36+KCl.

Pada aplikasinya di lapangan mesin ini juga membutuhkan penutup berbahan karet yang

ditempatkan di cover belakang rotari. Penambahan penutup karet ini ditujukan agar pada saat

pengoperasian di lahan kering tanah yang terolah tidak jauh terpental dan tidak terpental

mengenai operator yang berdiri tepat dibelakangnya.

5. Tingkat Kemacetan Roda Penggerak

Permasalahan utama pada prototipe-2 adalah terlalu besarnya tingkat kemacetan roda

penggerak. Kemacetan roda penggerak ini disebabkan oleh penyebab yang saling berkaitan

antara metering device dan roda penggerak.

Pada prototipe-2 rotor sering tersangkut pupuk karena sempitnya ruang perputaran dan

beban yang diterima oleh rotor. Macetnya rotor ini akan menimbulkan gaya yang sangat

besar untuk kembali memutar rotor secara normal. Sedangkan sumber gaya untuk memutar

rotor terdapat di roda penggerak yang berhubungan langsung dengan tanah. Maka apabila

rotor mengalami kemacetan, roda penggerak akan membutuhkan lebih banyak gaya untuk

memutar kembali rotor yang tersangkut. Namun tanah yang berhubungan langsung dengan

roda penggerak adalah tanah gembur yang sudah di garu dengan rotary tiller sehingga gaya

tahanan yang diberikan tanah untuk roda penggerak sangatlah terbatas. Apabila gaya reaksi

46

40 50 60 70 80 90 10010.0015.0020.0025.0030.0035.0040.00

f(x) = 0.240779081358791 x + 10.5692303759937R² = 0.990980970249263

Lebar Bukaan Rotor (%)

Do

sis

Pu

pu

k (

g/m

)

Page 62: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

tanah tidak mampu menggerakan roda penggerak atau dengan kata lain gaya yang

dibutuhkan roda penggerak tidak terpenuhi maka kemacetan akan terjadi dan roda penggerak

akan menjadi tergusur. Hal ini yang sering dialami oleh prototope-2, bahkan kemacetan

mencapai 31.33 %.

Tingkat kemacetan putaran roda penggerak sanggat berkaitan dengan kebutuhan torsi

putar roda penggerak. Semakin besar kebutuhan torsi putar roda penggerak maka gaya reaksi

tanah yang dibutuhkan juga akan semakin besar, namun apabila kebutuhan torsi putar roda

penggerak dapat dikurangi maka kebutuhan gaya reaksi tanah juga akan menjadi kecil dan

kemacetan putaran roda penggerak dapat berkurang. Hasil pengujian untuk perbandingan

unit pemupuk lama dan baru dapat dilihat pada Gambar 58 dan Gambar 59.

Gambar 58. Perbandingan torsi putar pupuk urea

Gambar 59. Perbandingan torsi putar pupuk SP-36+KCl

Dari hasil pengujian torsi putar roda penggerak yang telah dibandingkan antara

protoripe-2 dan prototipe-3 didapatkan hasil bahwa prototipe-2 memiliki kebutuhan torsi

yang lebih besar dari prototipe-3. Untuk pupuk urea kebutuhan torsi paling besar pada

prototipe-3 sebesar 0.125 kg m, sedangkan pada prototipe-2 kebutuhan torsi paling besar

sebesar 0.173 kg m. Pada pengujian pupuk urea kemacetan yang dialami prototipe-2 jarang

terjadi, kemacetan yang ditimbulkan hanya kemacetan sesaat yang berlangsung beberapa

detik saja sehingga anggka yang ditunjukkan di timbangan pegas naik lalu turun lagi.

47

25 50 75 1000.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0.18

0.153

0.173

0.142 0.142

0.0970.106

0.125 0.12

Metering device prototipe-2

Metering device prototipe-3

Volume Hopper (%)

Tor

si (K

g m

)

25 50 75 1000

0.10.20.30.40.50.60.70.8

0.696

0.47 0.48 0.51

0.153 0.186 0.189 0.237

Metering device prototipe-2

Metering device prototipe-3

Volume Hopper (%)

Tor

si (k

g m

)

Page 63: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Untuk pengujian pada campuran pupuk SP-36+KCl (2:1) didapatkan perbedaan yang

cukup jauh antara kebutuhan torsi prototipe-2 dan prototipe-3. Kebutuhan torsi maksimum

pada prototipe-3 terjadi pada volume hopper 100% yaitu sebesar 0.237 kg m, sedngkan torsi

maksimum pada prototipe-2 terjadi pada volume hopper 25% sebesar 0.696 kg m. Pada saat

pengujian dilakukan sering sekali prototipe-2 mengalami kemacetan, bahkan gaya yang

dibuthkan untuk memutar roda penggerak bisa sampai 3 kg dan 5 kg. Hal ini yang

menyebabkan kebutuhan torsi putar pada prototipe-2 sangat besar.

Dari hasil pengujian torsi putar dapat dikatakan bahwa prototipe-3 memiliki kebutuhan

torsi putar yang lebih rendah dibandingkan dengan prototipe-2. Hal ini yang akan

berpengaruh pada tingkat kemacetan pada kondisi lapangan. Semakin besar torsi yang

dibutuhkan maka akan semakin sering roda putar mengalami kemacetan yang dikarenakan

tidak terpenuhinya torsi dari gaya reaksi tanah.

Berdasarkan hasil pengujian torsi putar didpat pula hasil pengujian kemacetan roda yang

berhasil diturunkan dari 31.33% menjadi 22.97%. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh

pada pengujian torsi putar roda penggerak. Dengan demikian maka unit pemupuk yang

dimodifikasi telah berhasil mengatasi masalah pada prototipe-2 yaitu kemacetan putaran roda

penggerak. Adapun data lengkap pengujian torsi putar roda penggerak dan tingkat kemacetan

dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 7. Selain memodifikasi bentuk metering device

kebutuhan torsi roda penggerak juga dapat dikurangi dengan cara mengayak pupuk terlebih

dahulu sebelum melakukan pemupukan, karena dengan mengayak pupuk akan dihasilkan

butiran-butiran yang seragam dan tidak terdapat pupuk yang tergumpal. Pupuk yang

tergumpal yang akan masuk ke metering device akan menambah beban kerja dari rotor

penjatah dan akan menambah kebutuhan torsi roda putar. Maka dengan tidak adanya pupuk

yang tergumpal dan butiran pupuk seragam akan meringankan beban kerja dari rotor penjatah

untuk menjatah pupuk.

6. Kedalaman Pupuk

Penempatan kedalaman pupuk Bergantung pada penyalur pupuk yang digunakan.

Permasalahan pada prototipe-2 adalah pupuk yang menyangkut pada penyalur pupuk dan

kedalaman yang tidak tercapai. Dengan memodifikasi penyalur pupuk penumpukan pupuk

sudah tidak terjadi lagi namun kedalaman pupuk masih belum bisa tercapai. Dari hasil

pengujian kedalaman pupuk didapat 2.5 – 4 cm. Sedangkan menurut Adisarwanto dan

Widyastuti (2002) kedalaman pupuk dasar sekitar 10 cm. Dengan kata lain kedalaman pupuk

pada prototipe-3 masih belum tercapai. Kedalaman ini bisa tercapai apabila selang yang

digunakan sebelumnya diganti dengan ukuran yang lebih panjang dan dengan menggunakan

pembuka alur yang lebih panjang juga agar pupuk bisa terjatuh lebih dalam di tanah.

7. Perbandingan Kinerja Prototipe-2 dan prototipe-3

Perbandingan kinarja prototipe-2 dan prototipe-3 dapat dilihat pada Tabel 10.

48

Page 64: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Tabel 10. Perbandingan kinerja prototipe-2 dan prototipe-3

No. Kinerja Prototipe-1 Prototipe-2 Prototipe-3

1 Volume

HopperUrea1.18 kg 3.62 kg 5 kg

2 VolumeHopper

SP-36+KCl2.66 kg 5.45 kg 7.5 kg

3 Range

Penjatahan Dosis

Urea

7.69 g/m 3.76-12.65 g/m 11.8-24.15 g/m

4 Range

Penjatahan Dosis

SP-36+KCl

15.39 g/m 16.13-33.85 g/m 22.3-35 g/m

5 Jarak antaralur

benih dan pupuk10-13 cm 10-12 cm 10 – 12 cm

6 Kedalaman

penempatan

pupuk

2.5 – 4 cm

7 Kemacetan roda

penggerak38 % 31.33 % 22.97 %

49

Page 65: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan1. Prototipe-3 unit pemupuk pada mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi sudah diuji

coba. Secara umum kinerja unit pemupukan sudah berhasil ditingkatkan.

2. Pada prototipe-3 tingkat kemacetan putaran roda penggerak sudah berhasil diperkecil dari

31% menjadi 23%.

3. Kinerja metering device dalam penjatahan pupuk sudah seragam dimana metering device

dapat menjatah pupuk sebanyak 322.06 kg/ha urea dan 478.53 kg/ha urea di lapangan dalam

keadaan rotor dibuka 100%.

4. Ketepatan penjatahan pupuk sudah baik dengan menggunakan metering device yang

diusulkan dan metering device pupuk dapat menjatah urea dari selang 157.86 kg/ha sampai

322.06 kg/ha, sedangkan untuk campuran pupuk SP-36+KCl dari selang 297.01 kg/ha

sampai 478.53 kg/ha.

5. Volume hopper pupuk berhasil ditingkatkan dari 5.06 liter menjadi 6.9 liter serta dapat

menampung urea sebanyak 5 kg dan campuran SP-36+KCl sebanyak 7.5 kg.

6. Kedalaman pupuk masih belum tercapai dimana kedalaman hanya didapat sekitar 3.17 cm.

B. Saran1. Untuk pemupukan urea dan SP-36 disarankan agar menggunakan mekanisme pemupukan

pada prototipe-3 karena terbukti dapat mengurangi kemacetan roda penggerak dan dapat

menyeragamkan dosis pemupukan.

2. Penggunaan selang plastik yang lebih panjang agar kedalaman pupuk bisa tercapai dan sesuai

yang direncanakan.

3. Ditambahkan penampung pupuk sementara di atas cover rotari yang disalurkan langsung ke

hopper pupuk agar mempermudah pengisian hopper pada saat proses pemupukan dan tidak

terlalu sering mengisi hopper pupuk.

4. Bagian depan dari selubung rotor penjatah agar dibuat siku atau tidak dengan seperempat

lingkaran agar mempermudah dalam proses pemupukan.

5. Dilakukan pengayakan pupuk terlebih dahulu sebelum memulai pemupukan agar

memastikan pupuk tidak ada yang tergumpal demi melancarkan putaran rotor penjatah.

6. Ditambahkan penutup berbahan karet di cover belakang rotari agar tanah yang terolah tidak

jauh terpental dan mengenai operator.

50

Page 66: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto T dan Widyastuti YE. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung. Depok: PT Penebar Swadaya

Bainer R, Kepner RA, and Barger EI. 1960. Principles of Farm Machinery. New York: John

Wiley and Sons, Inc.

BALLITSEREAL Maros. 2012. Teknologi Budidaya Jagung Hibrida.

http://www.penyuluhpertanian.com/teknologi-budidaya-jagung-hibrida. [23 Januari 2012].

Campbell J.K. 1990. Dibble Stick, Donkeys, and Machines in Crop Production. Manila, Philiphines:

International Rice Research Institute.

Departemen Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Query Indikator. 2011.

http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/prodjgg.pdf . [ 24 Juli 2012].

Hakim M dan Nyakpa Y. 1986. Dasar-dasar Ilmu tanah. Lampung: Universitas Lampung.

Hermawan W. 1985. Disain dan Uji Teknis Alat Penanam dan Pemupuk Tipe Dorong Sumber Tenaga

Manusia [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Koran Sindo. 2012. Produksi Turun Indonesia Impor Jagung.

http://www.sindonews.com/read/2012/01/11/450/555104/produksi-turun-indonesia-impor-

jagung. [23 Januari 2012].

PT   Petrokimia   Gresik Official Website [Homepage of PT Petrokimia Gresik], [Online]. 2012, last

update. http://www.petrokimia-gresik.com/Pupuk. [12Juli 2012].

Pupuk Sriwijaya. 2010. Pengembangan Pertanian Pemupukan Kelapa sawit: Jenis dan sifat pupuk.

http://www.pusri.co.id/indexC030204.php [18 Juli 2012].

Putra PM. 2011. Peningkatan Kinerja Unit Penanam dan Pemupuk pada Mesin Penanam dan

Pemupuk Jagung Terintegrasi [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Richey CB, Jacobuson P, and Hall CW. 1961. Agricultural Engineer’s Hand Book. New

York: Mc Graw Hill.

Smith HP and Lambert HW. 1977. Farm Machinery and Equipment. New Delhi: Mc Graw

Hll.

Srivastava AK, Goering CE, Rohrbach RP. 1996. Engineering Principles of Agricultural

Machines. Michigan: ASAE.

Sularso dan Suga K. 1987. Dasar Perencanaan dan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya Paramitha.

Surdia T dan Saito S. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Syafri Edi. 2010. Disain Mesin Penanam Jagung Terintegrasi Dengan Penggerak Traktor Roda Dua

[tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Virawan G. 1989. Disain dan Uji Teknis Alat Penanam dan Pemupuk dengan Tenaga Tarik Traktor

Tangan [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

51

Page 67: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

LAMPIRAN

52

Page 68: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Lampiran 1. Data hasil pengujian keseragaman penjatahan

Hasil pengujian untuk pupuk urea pada bukaan rotor 100%

Volume pupuk

dalam hopper (%)

Massa pupuk yang dijatahkan dalam 10 putaran roda

penggerak (gram) g/m

1 2 3 Rata-rata

25 320 300 300 306.67 32.49

50 330 320 330 326.67 34.60

75 300 300 310 303.33 32.13

100 300 310 300 303.33 32.13

Rata-rata 32.84

Hasil pengujian untuk pupuk SP-36+KCl pada bukaan rotor 100%

Volume pupuk

dalam hopper (%)

Massa pupuk yang dijatahkan dalam 10 putaran roda

penggerak (gram) g/m

1 2 3 Rata-rata

25 540 530 540 536.67 56.85

50 540 535 570 548.33 58.09

75 550 530 540 540.00 57.20

100 570 550 550 556.67 58.97

Rata-rata 57.78

53

Page 69: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Lampiran 2. Data hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk

Hasil pengujian untuk pupuk urea

Lebar Bukaan Rotor

(%)

Massa pupuk yang dijatahkan dalam 10 putaran roda

penggerak (gram) g/m

1 2 Rata-rata

50 170 150 160 16.95

60 200 170 185 19.60

70 210 200 205 21.72

80 270 280 275 29.13

90 300 290 295 31.25

100 300 320 310 32.84

Hasil pengujian untuk pupuk SP-36+KCl

Lebar Bukaan Rotor

(%)

Massa pupuk yang dijatahkan dalam 10 putaran roda

penggerak (gram) g/m

1 2 3 Rata-rata

50 300 300 270 290 30.72

60 340 350 350 346.67 36.72

70 360 370 370 366.67 38.84

80 450 450 470 456.67 48.38

90 510 490 520 506.67 53.67

100 570 530 530 543.33 57.56

54

Page 70: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Lampiran 3. Hasil pengujian kebutuhan torsi untuk prototipe-2

Urea

Volume pupuk

dalam hopper (%)

Gaya (kg) R roda

(m)Torsi (kg m)

1 2 3 rata-rata

25 0.75 1 1 0.92 0.167 0.153

50 0.85 0.75 1.5 1.03 0.167 0.173

75 0.75 0.8 1 0.85 0.167 0.142

100 1 0.75 0.8 0.85 0.167 0.142

Rata-rata 0.152

SP-36+KCl

Volume pupuk dalam hopper

(%)

Gaya (kg) R roda

(m)

Torsi (kg

m)1 2 3 rata-rata

25 4 5 3.5 4.17 0.167 0.696

50 51.

52 2.83 0.167 0.473

75 2 51.7

52.92 0.167 0.487

1001.7

54 3.5 3.08 0.167 0.515

Rata-rata 0.543

55

Page 71: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Lampiran 4. Hasil pengujian kebutuhan torsi untuk prototipe-3

Urea

Volume pupuk dalam hopper

(%)

Gaya (kg) R roda

(m)

Torsi (kg

m)1 2 3 rata-rata

250.7

50.5 0.5 0.58 0.167 0.097

500.5

50.6

0.7

50.63 0.167 0.106

75 0.7 10.5

50.75 0.167 0.125

100 0.80.7

50.6 0.72 0.167 0.120

Rata-rata 0.112

SP-36+KCl

Volume pupuk dalam hopper

(%)

Gaya (kg) R roda

(m)

Torsi (kg

m)1 2 3 rata-rata

25 10.7

51 0.92 0.167 0.153

501.2

51.1 1 1.12 0.167 0.186

751.0

5

1.2

5

1.

11.13 0.167 0.189

100 1.51.2

5

1.

51.42 0.167 0.237

Rata-rata 0.191

56

Page 72: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Lampiran 5. Hasil pengujian keseragaman penjatahan di lapangan

Hasil untuk pupuk urea

Volume pupuk

dalam hopper

(%)

Massa pupuk yang dijatahkan dalam 10 putaran roda

penggerak (gram) g/m

1 2 3 Rata-rata

25 300 290 270 286.67 23.08

50 290 320 300 303.33 24.42

75 320 270 290 293.33 23.62

100 270 320 300 296.67 23.89

Rata-rata 23.75

Hasil untuk pupuk SP-36+KCl

Volume pupuk

dalam hopper (%)

Massa pupuk yang dijatahkan dalam 10 putaran roda

penggerak (gram) g/m

1 2 3 Rata-rata

25 400 420 450 423.33 34.08

50 500 420 440 453.33 36.50

75 440 500 430 456.67 36.77

100 450 440 400 430.00 34.62

Rata-rata 35.49

57

Page 73: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Lampiran 6. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk di lapangan

Urea

Bukaan Rotor (%)

Massa pupuk yang dijatahkan dalam 10 putaran roda

penggerak (gram) g/m

1 2 3 Rata-rata

50 150 140 150 146.67 11.81

60 180 200 160 180 14.49

70 210 240 200 216.67 17.44

80 280 270 250 266.67 21.47

90 300 290 270 286.67 23.08

100 310 300 290 300 24.15

SP-36+KCl

Bukaan Rotor (%)

Massa pupuk yang dijatahkan dalam 10 putaran roda

penggerak (gram) g/m

1 2 3 Rata-rata

50 260 270 300 276.67 22.28

60 320 340 300 320 25.76

70 330 340 340 336.67 27.11

80 370 350 390 370.00 29.79

90 400 390 400 396.67 31.94

100 420 440 440 433.33 34.89

58

Page 74: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Lampiran 7. Data tingkat kemacetan roda penggerak dan slip roda traktor

Data untuk slip roda traktor

Jarak tempuh 5 putaran roda

traktor (m) beban penanaman dan

pemupukan

Jarak Roda Tanpa Beban/5

Putaran (m)

Slip Roda

Traktor (%)

8.68 8.4 3.22

8.92 8.4 5.82

8.78 8.4 4.32

Rata-rata= 8.79 4.45

Data untuk kemacetan roda penggerak

Jarak tempuh lima putaran

roda penggerak (m) dengan

hoper terisi pupuk

Jarak tempuh lima putaran roda

penggerak (m) dengan

perhitungan lima kali keliling

roda

Kemacetan Roda

Penggerak (%)

6.09 4.72 22.5

6.1 4.72 22.6

6.25 4.72 23.8

Rata-rata= 6.21 Rata-rata= 4.72 22.97

Data kedalaman pupuk dan jarak pupuk dengan benih

UlanganJarak pupuk dengan alur tanam

(cm)

Kedalaman pupuk

(cm)

1 10 2

2 12 2.5

3 10.5 4

rataan 10.83 2.83

Slip roda traktor Kemacetan roda penggerak

Sl = (1-(S0/Sb)) x 100 Kemacetan = (1-(S0/Sb)) x 100

= (1-(8.4/8.68)) x 100 = (1-(4.72/6.09)) x 100

= 3.22 % = 22.5%

59

Page 75: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Lampiran 8. Hasil pengujian penempatan kedalaman pupuk

Data penempatan kedalaman pupuk

UlanganJarak pupuk dengan alur tanam

(cm)Kedalaman pupuk (cm)

1 10 2.5

2 12 4

3 10.5 3

rataan 10.83 3.17

60

Page 76: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

Lampiran 9. Perhitungan kekuatan tekan pupuk SP-36

Gambar 60. Sketsa perhitungan tegangan geser pupuk pada SP-36

Dari hasil percobaan menggunakan prinsip sketsa diatas dengan L1 sebesar 71 mm dan

L2 15.5 mm didapatkan gaya maksimum (F1) sebesar 1.123 kg atau 11.01 N dengan diameter

pupuk 9.2 mm. Untuk mendapatkan F2 atau kekuatan geser pada butiran pupuk dapat

menggunakan persamaan (14).

F2 L2=F1 L1 (14)

di mana :

F1 : gaya tekan pada timbangan (kg),

F2 : gaya geser pupuk (kg),

L1 : jarak 1 dari pusat momen (mm),

L2 : jarak 2 dari pusat momen (mm).

Dari hasil perhitungan, F2 didapatkan sebesar 5.14 kg. Dengan demikian gaya

maksimum yang dibutuhkan rotor dalam keadaan macet atau tersangkut pupuk sebesar 5.14

kg atau 50.42 N.

61

Page 77: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

62

Page 78: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

63

Page 79: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

64

Page 80: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

65

Page 81: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

66

Page 82: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

67

Page 83: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

68

Page 84: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

69

Page 85: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

70

Page 86: Peningkatan Kinerja Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi @InstitutPertanianBogor

71