8
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MUNGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) Eko Septiansyah Putra Program Studi Megister Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya e-mail: [email protected] Abstrak Secara umum telah kita ketahui bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada semua peserta didik dari tingkat sekolah dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi. Di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan matematika sekolah dasar ada beberapa materi yang harus dikuasai peserta didik dimana materi ini dapat membentuk pola pikir siswa menjadi kritis, analitis, dan sistematis, salah satu kajian materi tersebut adalah perkalian. Konsep-konsep di dalam perkalian merupakan dasar untuk mempelajari konsep selanjutnya. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep dasar operasi perkalian. Siswa cenderung dikenalkan dengan penggunaan rumus tanpa melibatkan konsep itu sendiri. Memberikan lingkungan belajar kontekstual akan membantu peserta didik dalam membangun pemahaman konsep. Pendekatan matematika realistik Indonesia (PMRI) memiliki karakteristik yang memungkinkan siswa berkembang secara optimum, seperti kebebasan siswa untuk menyampaikan pendapatnya, adanya masalah kontekstual yang dapat mengkaitkan konsep matematika dengan kehidupan nyata, dan pembuatan model yang dapat memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah. Kata kunci: Pemahaman konsep, Perkalian, PMRI PENDAHULUAN Secara umum telah kita ketahui bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada semua peserta didik dari tingkat sekolah dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi guna untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama (Syaiful, 2011). Dengan kemampuankemampuan tersebut diharapkan peserta didik dapat bersaing pada kondisi yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Pemahaman konsep dengan pmri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pemahaman konsep dengan pmri

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MUNGGUNAKAN

PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

INDONESIA (PMRI)

Eko Septiansyah Putra

Program Studi Megister Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya

e-mail: [email protected]

Abstrak

Secara umum telah kita ketahui bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang

diberikan kepada semua peserta didik dari tingkat sekolah dasar sampai ke tingkat perguruan

tinggi. Di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan matematika sekolah dasar ada beberapa

materi yang harus dikuasai peserta didik dimana materi ini dapat membentuk pola pikir

siswa menjadi kritis, analitis, dan sistematis, salah satu kajian materi tersebut adalah

perkalian. Konsep-konsep di dalam perkalian merupakan dasar untuk mempelajari konsep

selanjutnya. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa siswa mengalami

kesulitan dalam pemahaman konsep dasar operasi perkalian. Siswa cenderung dikenalkan

dengan penggunaan rumus tanpa melibatkan konsep itu sendiri. Memberikan lingkungan

belajar kontekstual akan membantu peserta didik dalam membangun pemahaman konsep.

Pendekatan matematika realistik Indonesia (PMRI) memiliki karakteristik yang

memungkinkan siswa berkembang secara optimum, seperti kebebasan siswa untuk

menyampaikan pendapatnya, adanya masalah kontekstual yang dapat mengkaitkan konsep

matematika dengan kehidupan nyata, dan pembuatan model yang dapat memudahkan siswa

dalam menyelesaikan masalah.

Kata kunci: Pemahaman konsep, Perkalian, PMRI

PENDAHULUAN

Secara umum telah kita ketahui bahwa matematika merupakan salah satu mata

pelajaran yang diberikan kepada semua peserta didik dari tingkat sekolah dasar sampai ke

tingkat perguruan tinggi guna untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama (Syaiful,

2011). Dengan kemampuan– kemampuan tersebut diharapkan peserta didik dapat bersaing

pada kondisi yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Page 2: Pemahaman konsep dengan pmri

Pada umumnya banyak orang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang

sulit, membosankan, menakutkan, hanya punya jawaban tunggal untuk setiap permasalahan,

dan hanya dapat dipahami oleh segelintir orang. Hal ini senada yang diungkapkan dalam

penelitian Marhamah (2009) bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam

mempelajari matematika sehingga mereka mengeluh dan beranggapan bahwa matematika itu

sangat sulit dan menakutkan. Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika)

sering kali menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA bahkan

hingga perguruan tinggi.

Supartono (2006) menyatakan bahwa yang masih sering ditemui adalah masih banyak

siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Beberapa penyebab

kesulitan tersebut antara lain pelajaran matematika tidak tampak kaitannya dengan kehidupan

sehari-hari, cara penyajian pelajaran matematika yang monoton dari konsep abstrak menuju

ke kongkrit, tidak membuat anak senang belajar. Menurut Rohani (2005) siswa belajar

matematika tanpa menyadari

kegunaannya. Sedangkan menurut Zulkardi (2007) ada masalah besar dalam pendidikan

matematika di Indonesia. Masalah tersebut adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan

suatu problem yang berhubungan dengan kehidupan seharihari masih rendah. Hal ini dapat

dilihat dari hasil tes TIMSS tahun 2015 penguasaan siswa Indonesia berada di peringkat 36

dari 49 negara. Salah satu penyebabnya, jika diperhatikan karena model soal yang diujikan

banyak yang berhubungan dengan

masalah kontekstual. Hal ini didukung pendapat Suryanto (2002), pembelajaran matematika

saat ini banyak disajikan sebagai “barang jadi”, yaitu sebagai sistem deduktif. Tugas murid

adalah menghapal definisi dan teorema, mengerjakan soalsoal atau berlatih menerapkan

rumus-rumus.

Di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) matematika sekolah dasar ada

beberapa kajian materi yang harus dikuasai oleh peserta didik dimana kajian materi ini dapat

membentuk pola pikir siswa menjadi lebih logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Salah

satu bidang kajian materi tersebut adalah perkalian serta aplikasi dari perkalian di dalam

kehidupan sehari-hari. Konsep- konsep di dalam perkalian merupakan dasar untuk

mempelajari konsep selanjutnya. Treffers (1991) menyatakan pengalaman belajar yang lalu

dari seorang siswa akan mempengaruhi proses belajar matematika selanjutnya. Dengan

demikian pemahaman konsep perkalian di sekolah dasar akan sangat berpengaruh terhadap

penguasaan materi lebih lanjut.

Page 3: Pemahaman konsep dengan pmri

Konsep matematika adalah abstrak dan hal ini membuat siswa merasa sulit untuk

belajar matematika. Akibatnya, siswa kurang pengalaman dan memahami konsep matematika

dalam kehidupan sehari-hari (Haris, 2011). Hal ini senada dengan Prahmana (2010) yang

mengatakan proses pembelajaran matematika siswa belum bermakna, sehingga pemahaman

siswa tentang konsep masih lemah.

PEMBAHASAN

Salah satu materi matematika yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari

adalah perkalian. Selain itu perkalian juga merupakan dasar dalam belajar matematika lebih

lanjut. Namun kenyataan yang terjadi materi perkalian masih dirasakan sulit oleh siswa,

seperti hal nyas iswa mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep dasar operasi perkalian.

Siswa lebih cenderung dikenalkan dengan penggunaan rumus tanpa melibatkan konsep itu

sendiri. (Prahmana, 2012).

Di dalam belajar perkalian dengan pecahan di Indonesia, sebagian besar siswa dituntut

untuk menguasai prosedur dan algoritma. Mereka hanya perlu menghafal rumus dan trik

dalam perhitungan untuk memecahkan masalah. Namun, kita tidak tahu apakah siswa

mengetahui dan memahami arti prosedur dan algoritma di balik itu (Shanty, 2011). Selain itu,

belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat

lemah.

Kairuddin (2011) menyatakan bahwa fakta- fakta ini menunjukan bahwa pembelajaran

disekolah tersebut masih konvensional dimana proses pembelajaran masih dengan berlatih

simbol matematika dan menekankan pada pemberian informasi dan penerapan algoritma

matematika. Kairuddin (2011) menyatakan bahwa metode ini konvensional yaitu

ketergantungan pada metode ceramah, sifat pasif yang ditunjukan pelajar dalam proses

pembelajaran, hanya jawaban yang benar diterima, kurangnya siswa dalam bertanya, dan

seluruh kegiatan kelas hanya mencatat. Melihat keadaan seperti ini maka perlu adanya

perubahan-perubahan kearah yang lebih baik terutama pada pengembangan materi, dimana

perlu diterapkannya suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa dan dimulai dari

hal yang nyata serta dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga proses

pembelajaran matematika menjadi lebih menarik, bermakna, dan tidak membosankan serta

tidak menakutkan bagi siswa.

Matematika bukan hanya materi yang di transfer oleh guru ke siswa (Gravemeijer,

1994). Siswa seharusnya tidak dianggap sebagai penerima pasif yang hanya menerima materi

matematika dengan sekedar menggunakan rumus dan prosedur tertentu untuk menyelesaikan

suatu permasalahan, tetapi lebih dari itu siswa diberi kesempatan dan dibimbing kedalam

Page 4: Pemahaman konsep dengan pmri

situasi untuk menemukan kembali (reinvent) konsep matematika dengan cara mereka sendiri.

Untuk mengkondisikan siswa ke dalam situasi tersebut pembelajaran matematika di kelas

ditekankan pada keterhubungan antara konsep matematika dengan pengalaman siswa sehari

hari.

Memberikan anak-anak lingkungan belajar kontekstual akan membantu mereka untuk

membangun pemahaman konsep. Indonesia adalah negara yang besar dan besar yang

memiliki banyak konteks. odong-odong, ojek, angkutan kota (angkot) adalah konteks yang

dapat ditemukan di setiap tempat di Indonesia, khusus untuk angkot, transportasi ini

digunakan oleh sebagian besar penduduk desa dan kota sebagai kendaraan atau transportasi

untuk pergi ke setiap tempat (Kairuddin, 2011). Selain itu permainan tradisional merupakan

aspek menarik yang membantu anak untuk mengalami berbagai situasi yang mengajak

mereka untuk bersentuhan dengan suara, simbol, dan arti yang berkaitan dengan bilangan

(Nasrullah, 2011).

Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan kegunaan dalam

arti khusus, yaitu pembelajaran yang menekankan penggunaan masalah kontekstual sebagai

titik awal pembelajaran matematika adalah Realistic Mathematics Education (RME), sebuah

pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda pada

tahun 1970. Gravemeijer (1994) mengungkapkan realistic mathematics education is rooted in

Freudenthal’s interpretation of mathematics as an activity. Ungkapan Gravemeijer tersebut

menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan

Freudenthal yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Lebih lanjut Gravemeijer

(1994) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi

aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Terkait

dengan konsep pembelajaran matematika realistik di atas Gravemeijer (1994) menyatakan

mathematics is viewed as an activity, a way of working. Learning mathematics means doing

mathematics, of which solving everyday life problem is an essential part. Gravemeijer

menjelaskan bahwa dengan memandang matematika sebagai suatu aktivitas maka belajar

matematika berarti bekerja dengan matematika dan pemecahan masalah hidup sehari-hari

merupakan bagian penting dalam pembelajaran.

Konsep lain dari pembelajaran matematika realistik dikemukakan Treffers (1991)

dalam pernyataan berikut ini The key idea of RME is that children should be given the

opportunity to reinvent mathematics under the guidance of an adult (teacher). In addition,

the formal mathematical knowledge can be developed from children’s informal knowledge.

Dalam ungkapan di atas Treffers menjelaskan ide kunci dari pembelajaran matematika

Page 5: Pemahaman konsep dengan pmri

realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali

matematika dengan bantuan orang dewasa (guru). Selain itu disebutkan pula bahwa

pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan (ditemukan kembali) berdasar

pengetahuan informal yang dimiliki siswa.

Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara pandang

terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu proses bagi siswa untuk

menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar pengetahuan informal yang

dimilikinya. Dalam pandangan ini matematika disajikan bukan sebagai barang “jadi” yang

dapat dipindahkan oleh guru ke dalam pikiran siswa.

Dalam sudut pandang pendekatan matematika realistik, siswa di tempatkan sebagai

individu yang memiliki pengalaman dan pengetahuan sebagai dari hasil interaksi dengan

lingkungannya. Pendekatan ini pula diyakini bahwa siswa mempunyai kemampuan atau

potensi untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang matematika.

Dengan melakukan eksplorasi dalam berbagai masalah, baik yang terjadi dalam kehidupan

sehari-hari sampai masalah matematika, diharapkan siswa dapat merekontruksi kembali

temuan-temuan dalam matematika. Dalam pendekatan matematika realistik, guru dapat

dikatakan sebagai fasilitator, moderator dan evaluator yang memberikan kesempatan siswa

untuk memunculkan ide dan menemukan konsep matematika dengan cara mereka sendiri.

Realistic mathematic education (RME) kemudian diadaptasi oleh Indonesia, yang

kemudian dinamakan dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Dalam

Dikdasmen (2004) prinsip dasar PMRI adalah materi matematika ditransmisikan sebagai

aktivitas manusia (human activity), memberi kesempatan siswa menemukan kembali

(reinvention) melalui praktek (doing it). Pembelajaran matematika dengan menggunakan

PMRI lebih menekankan kepada “student oriented” atau “problem oriented” sehingga akan

mengurangi banyak dominasi guru. Dengan menggunakan pendekatan ini, siswa akan belajar

konsep-konsep matematika berdasarkan realitas atau lingkungan di sekitar mereka.

Dalam hal ini pendekatan realistik merupakan pendekatan dalam proses belajar

matematika yang dikembangkan guna untuk mendekatkan matematika kepada siswa,

sehingga proses pembelajaran matematika dapat menarik dan bermakna. Masalah-masalah

nyata dari kehidupan sehari-hari siswa bisa digunakan sebagai titik awal dari proses

pembelajaran matematika untuk menunjukan bahwa matematika sangatlah dekat dengan

kehidupan sehari-hari yang oleh Gravemeijer (1994) menyebut sebagai mematisasi dari

kehidupan sehari-hari. Benda-benda nyata yang akrab dengan kehidupan sehari-hari siswa

bisa digunakan dan dijadikan sebagai alat peraga dalam memulai proses belajar matematika .

Page 6: Pemahaman konsep dengan pmri

PMRI menyediakan dan mengembangkan pendekatan cara baru mengajar matematika

menerapkan strategi yang memungkinkan siswa untuk menjadi pemikir yang lebih aktif

(Haris, 2011).

Ide utama pembelajaran matematika realistik adalah siswa harus diberi kesempatan

untuk menemukan kembali (reinvention) konsep matematika dengan bimbingan orang

dewasa. Prinsip menemukan kembali berarti siswa diberi kesempatan menemukan sendiri

konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual. Berdasarkan soal siswa

membangun model dari (model of) situasi soal kemudian menyusun model matematika

(model for) untuk menyelesaikan hingga mendapatkan pengetahuan formal matematika

(Gravemeijer, 1994). Selain itu dalam pandangan ini, matematika dipandang sebagai suatu

kegiatan manusia. Menurut Marpaung (2007), beberapa hasil penelitian dan pengalaman

menggunakan PMRI di beberapa sekolah terlihat kemajuan dalam persepsi siswa tentang

matematika, dari yang biasanya menakutkan dan tidak disenangi menjadi tidak lagi

menakutkan, walaupun belum sampai tahap disenangi.

Penelitian kairuddin (2011) didapat bahwa siswa menggunakan banyak strategi ketika

proses pembelajaran dilaksanakan. Penggunaan PMRI dengan kontek angkot juga dapat

membantu siswa untuk memahami konsep dasar dari penjumlahan dan pengurangan.

Penelitian Haris (2011) menyatakan bahwa hasil dari teaching experiment menunjukkan

konteks yang digunakan yakni kontek anyaman dapat merangsang siswa untuk

mengembangkan pengetahuan mereka tentang konsep luas. Sehingga dapat di simpulkan

penggunaan konteks dalam PMRI dapat membantu memahami konsep luas dari level

informal ke level formal. Penelitian Nasrullah (2011) menggunakan permainan dalam proses

pembelajaran, misalnya, pembelajaran matematika untuk sekolah dasar dapat menjadi suatu

program pelajaran matematika untuk anak-anak. Penelitian Nenden (2011) menyimpulkan

bahwa penggunanan PMRI dalam pembelajaran siswa mengenai materi perkalian pecahan

dengan bilangan bulat dimana proses belajar lebih progresif berkembang melalui tingkatan

yang berbeda-beda. Dalam penelitian Prahmana (2011) penggunaan konteks permainan

tradisional tepuk bergambar (PT2B) menunjukkan bahwa konteks PT2B dapat merangsang

siswa untuk memahami pengetahuan mereka tentang konsep perkalian. Seluruh strategi dan

model yang siswa temukan, gambarkan serta diskusikan menunjukkan bagaimana konstruksi

atau konstribusi siswa dapat digunakan untuk membantu pemahaman awal mereka tentang

konsep perkalian. Tahapan-tahapan dalam lintasan belajar siswa memiliki peranan penting

dalam memahami konsep operasi perkalian dari level informal ke formal.

Page 7: Pemahaman konsep dengan pmri

KESIMPULAN

Berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, PMRI adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang akan menggiring siswa

memahami konsep matematika dengan mengkontruksi sendiri melalui pengetahuan

sebelumnya yang berhubungan dengan kehidupan sehariharinya, menemukan sendiri konsep

tersebut sehingga belajarnya menjadi bermakna.

Page 8: Pemahaman konsep dengan pmri

DAFTAR PUSTAKA

BSNP. (2006). Panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan

dasar dan menengah. Jakarta: BNSP

Dikdasmen. (2004). Materi pelatihan terintegrasi. Jakarta: Proyek pengembangan sistem dan

pengendalian program.

Gravemeijer, K. (1994). Developing realistic mathematics education. Utrecht: Technipress,

Culemborg.

Haris, D., & Ilma, R. (2011). The role of context in third graders’ learning of area

measurement. Journal on Mathematics Education (IndoMS-JME), 2(1): 55-66.

Kairuddin., & Darmawijoyo. (2011). The Indonesian’s road transportations as the contexts to

support primary school students learning number operation. Journal on Mathematics

Education (IndoMS-JME), 2(1): 67-78.

Marhamah. (2009). Pengembangan materi ajar pecahan dengan pendekatan PMRI di SD

Negeri 21 Palembang. (Tesis). Palembang:Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.

Marpaung, Y. (2007). Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI: Matematisasi

horizontal dan matematisasi vertikal. Jurnal Pendidikan Matematika, 1(1): 1-20.

Nasrullah., & Zulkardi. (2011). Building counting by traditional game: A mathematics

program for young children. Journal on Mathematics Education (IndoMS-JME), 2(1):

41-54.

Prahmana, R.C.I., Zulkardi., & Hartono, Y. (2011). Learning multiplication using Indonesian

traditional game in third grade. Journal on Mathematics Education (IndoMS-JME),

3(2): 115-132.

Rohani, A. 2005. Pengelolaan pengajaran. Edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Shanty, N.O., Hartono, Y., Ilma, R., & Hann, D. (2011). Design research on mathematics

education: investigating the progress of Indonesian fifth grade students’ learning on

multiplication of fractions with natural numbers. Journal on Mathematics Education

(IndoMS-JME), 2(2): 147-162.

Supartono. 2006. Pengembangan perangkat pembelajaran matematika realistik untuk materi

lingkaran di kelas VIII SMP Negeri 1 Bubulan Bojonegoro. Mathedu, 1 ( 2): 161- 171.

Suryanto. 2002. Penggunaan masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika. Pidato

pengukuhan guru besar. Yogyakarta: UNY.

Syaiful. (2011). Metakognisi siswa dalam pembelajaran matematika realistik di sekolah

menengah. Edumatics, 1(2): 1-13.

Treffers. (1991). Realistic mathematics education in The Netherlands 1980- 1990. In L

Streefland (Ed.), Realistic mathematics educatioan in primary school. Utrecht: CD- β

Press/ Freudenthal Institute.

Zulkardi. 2007. Arti PISA, TIMSS, &UN bagi guru matematika. Makalah seminar nasional

pendidikan. FKIP UNSRI. PPS- UNSRI, 4 September 2007.