Upload
annissa-m-gultom
View
682
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Paparan lengkap mengenai paradigma komunikasi dalam museum, penjelasan tentang museum partisipatorial serta potensi menuju Museum Sejarah Jakarta yang partisipatorial.
Citation preview
1
Museum Sejarah Jakarta, Menuju Museum Propinsi DKI Jakarta “Fatahillah”,
Menuju Museum Partisipatorial1
Oleh : Annissa M Gultom, S.Hum, M.A2
Komunikasi Museum & “Museum Partisipatorial”
Ijinkan saya memulai dengan mengutip “konsep baru” museum yang dikemukakan oleh
Bambang Soemadio, selaku kepala Museum Nasional Indonesia di tahun 1987:
“Dalam perkembangannya museum tidak hanya berhubungan dengan benda-benda warisan
budaya dalam arti yang khusus, tapi juga dalam arti yang luas. Ia meliputi museum yang
mengkhususkan diri pada teknologi peristiwa-peristiwa sejarah, dan tokoh-tokohnya. Bahkan
pada saat ini (tahun 80an) sedang tumbuh konsep-konsep museum yang baru yang bertujuan
menampilkan kehidupan dengan cara yang lebih utuh dan memasukkan unsur keikutsertaan
pengunjung. Dengan demikin pengunjung tidak hanya mengalami museum secara kognitif,
tetapi evokatif. Namum apapun bentuk museum, yang merupakan fungsi pokoknya terhadap
pengunjung adalah berkomunikasi”3
Apa yang tersebut diatas memperlihatkan bahwa konsep komunikasi dan partisipasi
pengunjung sebenarnya sudah diperkenalkan sejak 26 tahun yang lalu, akan tetapi konsep
tersebut baru “dikunjungi kembali” beberapa tahun terakhir. Perhatian terhadap porsi dan hak
publik dalam museum Indonesia dimulai dari fokus pengembangan tata pamer dari yang object
1 Disampaikan pada Seminar Revitalisasi Museum Menuju Museum Provinsi DKI Jakarta “Fatahillah”, tanggal 3 Juli 2013, Jakarta Design Center, Jakarta Barat 2 Direktur Museum Kain, museum pertama yang berlokasi di atas mall, berlokasi di Beachwalk Mall, Kuta. Bali. Juga Direktur 3buwana Musea Komunika, lembaga konsultan yang bekerja untuk dan bersama museum untuk menjangkau masyarakat seluas-luasnya. Contact info: [email protected] / @annissag 3 Bambang Soemadio, “Museum Sebagai Komunikator”, dalam Bunga Rampai Permuseuman, h.21, Depdikbud, Dirjen Kebudayaan, Direktorat Permuseuman, 1996/1997, h. 21-26
2
oriented menjadi yang information oriented atau yang sedang berusaha dicapai adalah people
oriented. Hal ini karena pameran merupakan salah satu media utama dalam komunikasi
museum. Maka pengembangan tata pamer menjadi fokus sebagian museum dalam program
revitalisasi mereka, seperti dalam bentuk pemutkahiran isi pameran atau media pendukung
yang dipakai. Upaya yang dilakukan adalah merubah pameran yang sebagian besar masih fokus
pada koleksi menjadi fokus pada informasi.
Bagan 1. Gambaran skala isi pameran (sumber: David Dean, 1996:4)
Bagan 1 memperlihatkan perbandingan antara pameran yang berfokus pada penataan
objek akan memberikan porsi fokus yang lebih sedikit untuk penataan informasi. Sedangkan
pameran yang berfokus pada konten informasi akan diarahkan oleh informasi dan pesan yang
ingin disampaikan. Pada pameran yang fokus pada konten informasi nantinya dapat
berkembang menjadi pameran yang dapat bercerita dan memberikan kesan pengalaman yang
lebih membekas. Pengembangan multimedia pasif atau interaktif dalam pameran menjadi salah
satu cara yang diadopsi oleh banyak museum Indonesia untuk membentuk pameran yang lebih
mengedepankan informasi. Tetapi pada hakikatnya, menekan tombol “play” saja masih jauh
dalam memberikan ruang dan konteks bagi pengunjung untuk berpartisipasi.
“Museum Partisipatorial” adalah perkembangan baru dalam paradigm museum, lebih dari
sekedar menyediakan media interaktif, tapi berupa partisipasi. Partisipatorial dalam museum
3
tidak hanya sekedar berinteraksi dengan media interaktif yang disediakan di dalam pameran,
akan tetapi museum menyediakan konteks dan ruang baik berupa fisik atau ruang maya. Inti
dari museum partisipatorial adalah menyediakan program atau kegiatan yang bersifat dua arah,
yang memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk memberikan timbal balik atau malah
menjadi bagian aktif dari suatu projek.
Gambar 1: Traditional Institution atau lembaga tradisional hanya melakukan komunikasi satu arah, sedangkan Participatory Institution atau lembaga partisipatorial melakukan komunikasi dua arah dan menjadikan tanggapan
dari pengunjung bagian dari pengembangan museum (Sumber: Simon, 2010)
Jadi, dari hanya menekan tombol pada media multimedia untuk mengaktifkan fungsi
atau mencari informasi, dalam konsep partisipatori pengunjung diberikan kesempatan untuk
memberikan suaranya. Bentuk paling dasar dan paling popular adalah pojok kesan pesan yang
biasanya berada di ujung suatu pameran. Akan tetapi fungsinya lebih kepada evaluasi
pameran, bukan menjadikan suara pengunjung menjadi bagian dari pameran atau kegiatan
yang lebih besar yang melingkup pameran tersebut.
Nina Simon dalam bukunya The Participatory Museum, menjelaskan bahwa partisipatori
terdiri dari Contribution, Collaboration, Co-creation dan Hosted4. Contribution atau kontribusi
biasanya dalam bentuk evaluasi pameran atau program. Collaboration atau kolaborasi
biasanya dalam bentuk kerjasama menyusun konsep atau rencana kegiatan. Co-creation atau
4 Simon, 2010, Bab 5, hal. 4
4
berkreasi bersama dapat berupa bentuk membuat kegiatan bersama atau memberikan kreasi
yang memperkaya pameran atau kegiatan. Yang terakhir, Hosted, yaitu museum menjadi tuan
rumah yang mengakomodir kegiatan masyarakat, sehingga museum dapat menjadi bagian dari
ruang publik dan masyarakat tidak segan atau terintimidasi untuk memanfaatkannya.
Empat konsep partisipatori tersebut diatas idealnya diterapkan dalam setiap tahap atau
proses pelaksanaan sebuah pameran secara khusus dan museum secara menyeluruh. Sebuah
pameran (atau pengembangan museum) dapat terlaksana dengan optimal jika dilengkapi
dengan strategi komunikasi dan pengembangan program yang melibatkan partisipasi
masyarakat atau stakeholder dari awal sampai akhir. Partisipasi tersebut dilakukan dalam
tahap-tahap berikut:
1. Penjajakan-pematangan konsep pameran, yaitu tahap konseptual dari pameran. Di
tahap ini museum hendaknya melakukan studi audiens, yang mirip dengan studi
pasar dalam ilmu pemasaran, untuk mengetahui apa yang ingin/butuh/harus
disampaikan kepada publik. Penjajakan partisipatorial juga penting bagi museum
yang akan mempresentasikan budaya suatu masyarakat untuk menghindari
misinterpretasi dan mispresentasi. (Collaborative)
2. Pengujian media pameran, yaitu pada tahap konsep matang dan sudah mulai
mewujudkan ide-ide abstrak ke bentuk media pamer. Hal ini dikenal juga sebagai
formative evaluation, bentuk partisipasi masyarakat adalah dengan menjadi
kelompok uji yang akan mencoba media pamer sebelum pameran dibuka. Hal ini
penting untuk memastikan tercapainya tujuan penggunaan media pamer tersebut.
Kegiatan dalam tahap ini biasanya berupa Focus Group Discussion, akan tetapi survey
kuantitatif-kualitatif juga tidak dibatasi(Co-creation, Contribution)
3. Pelaksanaan pameran, yaitu dalam bentuk pemberian ruang atau konteks untuk
pengunjung memperkaya pameran tersebut. Untuk pelaksanaan partisipatori ini
rancangan pameran harus siap untuk memiliki open ended area yang menjadi lahan
kreativitas pengunjung. (Co-creation, Contribution)
4. Program edukasi pendukung, yaitu program edukatif yang dirancang untuk kelompok
demografik tertentu, dapat dilaksanakan oleh museum atau komunitas museum.
5
Biasanya sebagian besar program edukasi pendukung memang dirancang untuk
menjadi kegiatan partisipatori. (Hosted)
5. Evaluasi pameran khususnya dalam bentuk summative. Juga bentuk impresi kesan
yang terlihat pada media-media online yang kini menjadi media ekspresi instan yang
sangat popular. Dengan jaringan sosial media yang sangat popular di Indonesia dan
sangat mudah diakses oleh siapa saja dan kapan saja, pengunjung kini bebas berbagi
cerita serta kesan yang mereka dapat dari museum ke seluruh dunia. Museum
sebaiknya dapat melihat ini sebagai kesempatan untuk memperluas jangkauan
museum (Contribution)
Jika tahap-tahap tersebut bisa dilalui dengan seksama dan optimal, maka pengunjung
dapat menuju arah tahap pencapaian “From me to WE” atau “dari aku menjadi KITA”.
Bagan 2. Lima tahap pencapaian interaksi-partisipatori pengunjung dalam museum
(Sumber: Nina Simon, 2010)
Tahap 1 : Individual menyerap atau mengkonsumsi informasi yang disajikan pada label atau
media informasi yang ada, contoh: pameran konvensional
Tahap 2: Individual berinteraksi dengan konten, contohnya mengerjakan kuis trivia di dalam
pameran
Tahap 3: Masing-masing individu dapat mengetahui apa yang individu lain lakukan dan
membandingkan karya masing-masing,
6
Tahap 4: Individu-individu acak berkumpul untuk melakukan kegiatan yang tadinya bersifat
individu menjadi kegiatan komunitas dalam museum
Tahap 5: Para individu meneruskan interaksi di luar museum dan mengembangkan kegiatan
serupa dalam skala yang lebih luas atau menjadi sesuatu yang baru
Museum Sejarah Jakarta 2002-2013
Museum Sejarah Jakarta merupakan konteks partisipatorial saya yang pertama dalam
dunia permuseuman Indonesia. Saat itu tahun 2002, ketika program “Wisata Kampung Tua”
(WKT) mulai menjadi magnet bagi masyarakat untuk mengenal Museum Sejarah Jakarta (MSJ)
secara khusus dan kawasan Kota Tua secara menyeluruh. Ide dari WKT pada saat itu adalah
menempatkan para peminat WKT dalam museum yang menjadi meeting point di awal tur dan
di akhir. Di ujung tur makan siang dan hiburan tradisional disediakan di dalam museum. Saya
dan sejumlah mahasiswa jurusan Sejarah, Sastra Belanda dan Arkeologi menjadi relawan baik
sebagai pemandu atau panitia pendukung. Sebagian dari para relawan dari masa itu kini
melahirkan komunitas-komunitas pencinta sejarah lintas generasi, seperti Sahabat Museum,
Komunitas Historia, Komunitas Jelajah Budaya dan lain sebagainya. Selain itu, efek panjang
(yang masih perlu dibuktikan dengan riset ilmiah) dari kegiatan di 2002, perhatian dan
pengembangan terhadap MSJ dan kawasan Kota Tua semakin meningkat. Puncaknya adalah di
tahun 2009 ketika MSJ menembus angka kunjungan 300,000 orang dan terus meningkat. Kini di
tahun 2013, sebelas tahun kemudian, saat Museum Sejarah Jakarta mendapat predikat
museum terpopuler di Jakarta, dengan lokasi di tengah kawasan wisata Kota Tua yang hampir
tidak pernah sepi pengunjung, apa selanjutnya?
Program Publik di Museum Sejarah Jakarta (2009-2012)
Mari kita tengok beberapa highlights program publik di Museum Sejarah Jakarta yang
dilaksanakan di tahun 2009-2012 (data diperoleh dari liputan media online):
Tahun 2009:
7
18 Mei: Bunker Museum Sejarah Jakarta dibuka perdana dalam rangka
menyeramakkan hari museum internasional yg jatuh pada tanggal 18 Mei. Di hari
yang sama masyarakat diajak berpartisipasi dalam berbagai lomba menyemarakan
hari museum internasional, seperti tarik tambang dan balapan naik sepeda pelan5.
21 Juni: Batavia Art Festival, diselenggarakan oleh Museum Sejarah Jakarta dengan
menggandeng Museum Museum Wayang, Museum Tekstil, Museum Senirupa dan
Keramik, Museum Bahari, Museum Prasasti, Museum Bank Indonesia, dan Museum
Bank Mandiri. Museum lainnya yang turut berpartisipasi yakni, Museum Joang 45,
Monumen Nasional, serta Museum Sejarah Jakarta sebagai penyelenggara. 6
Pengunjung Museum Sejarah Jakarta menembus angka 300,000 pengunjung dengan
frekuensi di hari biasa antara 1200 – 1300 pengunjung dan 2000-2200 pengunjung di
akhir pekan
Tahun 2010
30 Desember 2009 – 12 Januari 2010: Pusat Pelestarian Benda Bersejarah (PPBB) PT
KA (Persero) berupaya mengenalkan diri sekaligus membagi ilmu pada masyarakat
dengan menggelar pameran sejarah kereta api bertajuk Perjalanan Panjang Sang Roda
Besi Indonesia di Museum Sejarah Jakarta
Maret: Pertunjukkan Video Mapping 3D, karya seni kolaborasi senima multimedia
Inggris, sineas muda Indonesia, fotografer dan penulis Indonesia. 7
5 http://www.tempo.co/read/news/2009/05/18/057176929/Bunker-Museum-Sejarah-Jakarta-Dibuka-Perdana
18 MEI 2009, Bunker Museum Sejarah Jakarta Dibuka Perdana
6 http://www.anakbetawi.com/27.html, May 30, 2009, Museum Sejarah Jakarta Gelar Batavia Art Festival
7 http://kotatua-jakarta.blogspot.com/2010/03/museum-sejarah-jakarta-putar-video.html
8
Desember: Pagelaran Teater Kolosal “Batavia 1740: Sebuah Rekonstruksi Sejarah”8
Tahun 2011
April: Animated performance of “Mystery of Batavia”9
Agustus: Festival Seni Budaya dan Sejarah Jakarta / Batavia Art 201110
November: Festival Gebyar Fatahillah 2011.11
Tahun 2012
April: Museum Sejarah Jakarta Fair 2012 bertema “Flowering Historical Planet”12
Mei: Jakarta Festival Museum Day13
Berikut adalah perbandingan dari highlights program tersebut di atas dengan
memperhatikan variable bentuk partisipasi dan apakah sifat partisipasi tersebut satu arah atau
dua arah.
Tahun Bulan Nama Program Partisipasi
Masyarakat Sifat
Partisipasi Durasi
2009 Mei Pembukaan Bunker Museum untuk merayakan Hari Museum Internasional
Kunjungan dan mengikuti lomba
Dua arah 1 hari
Juni Batavia Art Festival Kunjungan dan interaksi dengan
Dua arah Beberapa hari
8 http://www.antaranews.com/berita/1292156287/museum-sejarah-jakarta-gelar-teater-kolosal
9 http://mommiesdaily.com/2011/04/12/sebuah-misteri-di-museum-sejarah-jakarta/
10 http://nrmnews.com/2011/08/22/festival-seni-budaya-dan-sejarah-jakarta-batavia-art-2011/
11http://www.tempo.co/read/news/2011/11/25/161368490/Museum-Jakarta-Gelar-Gebyar-Fatahillah-2011
12 http://infojkt.com/museum-sejarah-jakarta-fair-2012/
13 http://sejarah.kompasiana.com/2012/05/20/jakarta-festival-museum-day-2012-458626.html
Jakarta Festival Museum Day 2012, 20 May 2012
9
museum-museum Jakarta
2010 Desember Pameran Pusat Pelestarian Benda Bersejarah (PPBB) PT KA (Persero)
Kunjungan Satu arah 1 bulan
Maret Pertunjukkan Video Mapping 3D
Menonton pertunjukan
Satu arah Berjadwal
2011 April Animated performance of “Mystery of Batavia
Menonton pertunjukan
Satu arah 1 hari
Agustus Festival Seni Budaya dan Sejarah Jakarta / Batavia Art 2011
Kunjungan dan interaksi dengan museum-museum Jakarta
Dua arah Beberapa hari
November Festival Gebyar Fatahillah 2011
Kunjungan dan interaksi dengan museum-museum Jakarta
Dua arah Beberapa hari
2012 April Museum Sejarah Jakarta Fair 2012 bertema “Flowering Historical Planet”
Kunjungan dan menonton pertunjukan
Satu arah Beberapa hari
Desember Pagelaran Teater Kolosal “Batavia 1740: Sebuah Rekonstruksi Sejarah”
Menonton pertunjukan
Satu arah 1 hari
Mei Jakarta Festival Museum Day
Kunjungan dan interaksi dengan museum-museum Jakarta
Dua arah Beberapa hari
Sebagian besar acara yang dilaksanakan antara 2009-2012 di atau oleh Museum Sejarah
Jakarta bersifat satu arah yang bertujuan menyedot jumlah pengunjung. Statistik pun
menunjukkan bahwa Museum Sejarah Jakarta adalah magnet besar bagi pengunjung dan
menjadi ikon khas bagi kawasan Kota Tua. Baru beberapa kegiatan Museum Sejarah Jakarta
10
yang bersifat dua arah akan tetapi belum ada pengukuran apakah komunikasi dari masyarakat
menjadi bagian dari pengembangan atau bahkan menjadi bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Dan lagi untuk sementara pengukuran efek dari kegiatan hanyalah
statistik jumlah pengunjung.
Langkah Menuju Museum Provinsi DKI yang Partisipatorial
Menuju museum yang partisipatorial berarti menuju museum yang memahami
bagaimana berkomunikasi dengan masyarakat secara dua arah. Untuk itu museum harus
terbuka untuk berkenalan dan memahami karakter audiensnya. Audiens museum mencakup
pengunjung tetap, pengunjung baru, calon pengunjung, non pengunjung serta yang paling
penting adalah masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi museum. Penting untuk museum
memahami pengunjung tetap untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan komunikasi. Penting
untuk museum memahami pengunjung baru agar mereka mau kembali lagi dan menjadi
pengunjung tetap. Penting untuk museum memahami calon pengunjung untuk mengetahui
bagaimana menarik mereka untuk masuk. Penting untuk museum memahami masyarakat non
pengunjung agar museum dapat mengeksplorasi cara-cara baru untuk memperluas jangkauan
daya tarik museum. Kemudian, sangat penting untuk museum memahami masyarakat yang
tinggal di sekitar museum karena museum perlu menjadi bagian dari lingkungan di sekitarnya.
Untuk menjadi sebuah ruang publik yang memberikan kesan mengundang bagi siapa saja
tentunya museum harus mulai dari pekarangan sendiri. Maka, dibutuhkan adanya suatu
penelitian yang mendalam dan menyeluruh mengenai hubungan (bukan apresiasi) masyarakat
dengan Museum Sejarah Jakarta.
Setelah memahami apa yang masyarakat mau, Museum Sejarah Jakarta kemudian dapat
memulai diskusi perancangan museum partisipatorial. Diskusi dapat diarahkan oleh para ahli
komunikasi yang berkolaborasi dengan ahli permuseuman, ahli antropologi, aspek komunitas,
perwakilan masyarakat dan perwakilan dewan budaya serta suara dari generasi muda. Sintesa
dari diskusi ini menjadi dasar rancangan besar yang kemudian dapat diperinci oleh tim yang
lebih kecil.
11
Untuk lancarnya proses yang akan dilalui ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh
museum, yaitu14:
Komitmen untuk menjaga pikiran terbuka untuk menerima masukan dan
keterlibatan partisipan dari luar museum
Yakin pada kemampuan para partisipan
Respon cepat pada aksi dan kontribusi dari partisipan
Juga hendaknya ada pemahaman bahwa dalam merancang museum partisipatori SDM
menjadi penting. Ketersediaan, kemampuan serta tingkat pemahaman SDM museum terhadap
konsep menjadi bagian penting dalam usaha perwujudannya. Maka museum harus memiliki
kesiapan dalam perancangan pendanaan untuk penyesuaian tingkat kemahiran SDM ataupun
keperluan rekruitmen baru untuk memenuhi tingkat akomodatif yang optimal. Jadi dalam masa
yang bersamaan saat museum “berkenalan” dengan masyarakat melalui studi audiens,
museum dapat meningkatkan tingkat akomodatif dari SDM di museum.
Penutup
Jalan menuju terwujudnya museum partisipatori adalah jalan yang panjang, bertahap
tapi sangat mungkin untuk ditempuh. Komitmen dari museum untuk melaksanakan riset yang
diperlukan, membuka wawasan dan menjalani tahap-tahap yang diperlukan dengan pola pikir
terbuka tentunya dapat melancarkan tercapainya cita-cita tersebut. Di jalan yang panjang itu
sebaiknya museum tidak menempuhnya sendiri tapi melibatkan seluruh stakeholder. Kerjasama
dengan stakeholder penting untuk bersama-sama mewujudkan museum partisipatorial yang
representatif dan tetap dinamis.
14 Simon, 2010: Bab 5, hal 1
12
DAFTAR ACUAN
Dean, David
1996 Museum Exhibition : Theory & practice. Routledge
Simon, Nina
2010 The Participatory Museum (Online version). Museum 2.0
Soemadio, Bambang
1996/1997 “Museum Sebagai Komunikator”, dalam Bunga Rampai Permuseuman, h.21, Depdikbud, Dirjen
Kebudayaan, Direktorat Permuseuman, , h. 21-26
Museum Sejarah Jakarta, Laporan Jumlah Pengunjung tahun 2009-2012
DAFTAR REFERENSI ONLINE http://www.tempo.co/read/news/2009/05/18/057176929/Bunker-Museum-Sejarah-Jakarta-Dibuka-Perdana
http://www.anakbetawi.com/27.html,
http://kotatua-jakarta.blogspot.com/2010/03/museum-sejarah-jakarta-putar-video.html
http://www.antaranews.com/berita/1292156287/museum-sejarah-jakarta-gelar-teater-kolosal
http://mommiesdaily.com/2011/04/12/sebuah-misteri-di-museum-sejarah-jakarta/
http://nrmnews.com/2011/08/22/festival-seni-budaya-dan-sejarah-jakarta-batavia-art-2011/
http://www.tempo.co/read/news/2011/11/25/161368490/Museum-Jakarta-Gelar-Gebyar-Fatahillah-2011
http://infojkt.com/museum-sejarah-jakarta-fair-2012/
http://sejarah.kompasiana.com/2012/05/20/jakarta-festival-museum-day-2012-458626.html