12
1 Museum Sejarah Jakarta, Menuju Museum Propinsi DKI Jakarta “Fatahillah”, Menuju Museum Partisipatorial 1 Oleh : Annissa M Gultom, S.Hum, M.A 2 Komunikasi Museum & “Museum Partisipatorial” Ijinkan saya memulai dengan mengutip “konsep baru” museum yang dikemukakan oleh Bambang Soemadio, selaku kepala Museum Nasional Indonesia di tahun 1987: “Dalam perkembangannya museum tidak hanya berhubungan dengan benda-benda warisan budaya dalam arti yang khusus, tapi juga dalam arti yang luas. Ia meliputi museum yang mengkhususkan diri pada teknologi peristiwa-peristiwa sejarah, dan tokoh-tokohnya. Bahkan pada saat ini (tahun 80an) sedang tumbuh konsep-konsep museum yang baru yang bertujuan menampilkan kehidupan dengan cara yang lebih utuh dan memasukkan unsur keikutsertaan pengunjung. Dengan demikin pengunjung tidak hanya mengalami museum secara kognitif, tetapi evokatif. Namum apapun bentuk museum, yang merupakan fungsi pokoknya terhadap pengunjung adalah berkomunikasi3 Apa yang tersebut diatas memperlihatkan bahwa konsep komunikasi dan partisipasi pengunjung sebenarnya sudah diperkenalkan sejak 26 tahun yang lalu, akan tetapi konsep tersebut baru “dikunjungi kembali” beberapa tahun terakhir. Perhatian terhadap porsi dan hak publik dalam museum Indonesia dimulai dari fokus pengembangan tata pamer dari yang object 1 Disampaikan pada Seminar Revitalisasi Museum Menuju Museum Provinsi DKI Jakarta “Fatahillah”, tanggal 3 Juli 2013, Jakarta Design Center, Jakarta Barat 2 Direktur Museum Kain, museum pertama yang berlokasi di atas mall, berlokasi di Beachwalk Mall, Kuta. Bali. Juga Direktur 3buwana Musea Komunika, lembaga konsultan yang bekerja untuk dan bersama museum untuk menjangkau masyarakat seluas-luasnya. Contact info: [email protected] / @annissag 3 Bambang Soemadio, “Museum Sebagai Komunikator”, dalam Bunga Rampai Permuseuman, h.21, Depdikbud, Dirjen Kebudayaan, Direktorat Permuseuman, 1996/1997, h. 21-26

Museum Sejarah Jakarta Menuju Museum Partisipatorial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Paparan lengkap mengenai paradigma komunikasi dalam museum, penjelasan tentang museum partisipatorial serta potensi menuju Museum Sejarah Jakarta yang partisipatorial.

Citation preview

1

Museum Sejarah Jakarta, Menuju Museum Propinsi DKI Jakarta “Fatahillah”,

Menuju Museum Partisipatorial1

Oleh : Annissa M Gultom, S.Hum, M.A2

Komunikasi Museum & “Museum Partisipatorial”

Ijinkan saya memulai dengan mengutip “konsep baru” museum yang dikemukakan oleh

Bambang Soemadio, selaku kepala Museum Nasional Indonesia di tahun 1987:

“Dalam perkembangannya museum tidak hanya berhubungan dengan benda-benda warisan

budaya dalam arti yang khusus, tapi juga dalam arti yang luas. Ia meliputi museum yang

mengkhususkan diri pada teknologi peristiwa-peristiwa sejarah, dan tokoh-tokohnya. Bahkan

pada saat ini (tahun 80an) sedang tumbuh konsep-konsep museum yang baru yang bertujuan

menampilkan kehidupan dengan cara yang lebih utuh dan memasukkan unsur keikutsertaan

pengunjung. Dengan demikin pengunjung tidak hanya mengalami museum secara kognitif,

tetapi evokatif. Namum apapun bentuk museum, yang merupakan fungsi pokoknya terhadap

pengunjung adalah berkomunikasi”3

Apa yang tersebut diatas memperlihatkan bahwa konsep komunikasi dan partisipasi

pengunjung sebenarnya sudah diperkenalkan sejak 26 tahun yang lalu, akan tetapi konsep

tersebut baru “dikunjungi kembali” beberapa tahun terakhir. Perhatian terhadap porsi dan hak

publik dalam museum Indonesia dimulai dari fokus pengembangan tata pamer dari yang object

1 Disampaikan pada Seminar Revitalisasi Museum Menuju Museum Provinsi DKI Jakarta “Fatahillah”, tanggal 3 Juli 2013, Jakarta Design Center, Jakarta Barat 2 Direktur Museum Kain, museum pertama yang berlokasi di atas mall, berlokasi di Beachwalk Mall, Kuta. Bali. Juga Direktur 3buwana Musea Komunika, lembaga konsultan yang bekerja untuk dan bersama museum untuk menjangkau masyarakat seluas-luasnya. Contact info: [email protected] / @annissag 3 Bambang Soemadio, “Museum Sebagai Komunikator”, dalam Bunga Rampai Permuseuman, h.21, Depdikbud, Dirjen Kebudayaan, Direktorat Permuseuman, 1996/1997, h. 21-26

2

oriented menjadi yang information oriented atau yang sedang berusaha dicapai adalah people

oriented. Hal ini karena pameran merupakan salah satu media utama dalam komunikasi

museum. Maka pengembangan tata pamer menjadi fokus sebagian museum dalam program

revitalisasi mereka, seperti dalam bentuk pemutkahiran isi pameran atau media pendukung

yang dipakai. Upaya yang dilakukan adalah merubah pameran yang sebagian besar masih fokus

pada koleksi menjadi fokus pada informasi.

Bagan 1. Gambaran skala isi pameran (sumber: David Dean, 1996:4)

Bagan 1 memperlihatkan perbandingan antara pameran yang berfokus pada penataan

objek akan memberikan porsi fokus yang lebih sedikit untuk penataan informasi. Sedangkan

pameran yang berfokus pada konten informasi akan diarahkan oleh informasi dan pesan yang

ingin disampaikan. Pada pameran yang fokus pada konten informasi nantinya dapat

berkembang menjadi pameran yang dapat bercerita dan memberikan kesan pengalaman yang

lebih membekas. Pengembangan multimedia pasif atau interaktif dalam pameran menjadi salah

satu cara yang diadopsi oleh banyak museum Indonesia untuk membentuk pameran yang lebih

mengedepankan informasi. Tetapi pada hakikatnya, menekan tombol “play” saja masih jauh

dalam memberikan ruang dan konteks bagi pengunjung untuk berpartisipasi.

“Museum Partisipatorial” adalah perkembangan baru dalam paradigm museum, lebih dari

sekedar menyediakan media interaktif, tapi berupa partisipasi. Partisipatorial dalam museum

3

tidak hanya sekedar berinteraksi dengan media interaktif yang disediakan di dalam pameran,

akan tetapi museum menyediakan konteks dan ruang baik berupa fisik atau ruang maya. Inti

dari museum partisipatorial adalah menyediakan program atau kegiatan yang bersifat dua arah,

yang memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk memberikan timbal balik atau malah

menjadi bagian aktif dari suatu projek.

Gambar 1: Traditional Institution atau lembaga tradisional hanya melakukan komunikasi satu arah, sedangkan Participatory Institution atau lembaga partisipatorial melakukan komunikasi dua arah dan menjadikan tanggapan

dari pengunjung bagian dari pengembangan museum (Sumber: Simon, 2010)

Jadi, dari hanya menekan tombol pada media multimedia untuk mengaktifkan fungsi

atau mencari informasi, dalam konsep partisipatori pengunjung diberikan kesempatan untuk

memberikan suaranya. Bentuk paling dasar dan paling popular adalah pojok kesan pesan yang

biasanya berada di ujung suatu pameran. Akan tetapi fungsinya lebih kepada evaluasi

pameran, bukan menjadikan suara pengunjung menjadi bagian dari pameran atau kegiatan

yang lebih besar yang melingkup pameran tersebut.

Nina Simon dalam bukunya The Participatory Museum, menjelaskan bahwa partisipatori

terdiri dari Contribution, Collaboration, Co-creation dan Hosted4. Contribution atau kontribusi

biasanya dalam bentuk evaluasi pameran atau program. Collaboration atau kolaborasi

biasanya dalam bentuk kerjasama menyusun konsep atau rencana kegiatan. Co-creation atau

4 Simon, 2010, Bab 5, hal. 4

4

berkreasi bersama dapat berupa bentuk membuat kegiatan bersama atau memberikan kreasi

yang memperkaya pameran atau kegiatan. Yang terakhir, Hosted, yaitu museum menjadi tuan

rumah yang mengakomodir kegiatan masyarakat, sehingga museum dapat menjadi bagian dari

ruang publik dan masyarakat tidak segan atau terintimidasi untuk memanfaatkannya.

Empat konsep partisipatori tersebut diatas idealnya diterapkan dalam setiap tahap atau

proses pelaksanaan sebuah pameran secara khusus dan museum secara menyeluruh. Sebuah

pameran (atau pengembangan museum) dapat terlaksana dengan optimal jika dilengkapi

dengan strategi komunikasi dan pengembangan program yang melibatkan partisipasi

masyarakat atau stakeholder dari awal sampai akhir. Partisipasi tersebut dilakukan dalam

tahap-tahap berikut:

1. Penjajakan-pematangan konsep pameran, yaitu tahap konseptual dari pameran. Di

tahap ini museum hendaknya melakukan studi audiens, yang mirip dengan studi

pasar dalam ilmu pemasaran, untuk mengetahui apa yang ingin/butuh/harus

disampaikan kepada publik. Penjajakan partisipatorial juga penting bagi museum

yang akan mempresentasikan budaya suatu masyarakat untuk menghindari

misinterpretasi dan mispresentasi. (Collaborative)

2. Pengujian media pameran, yaitu pada tahap konsep matang dan sudah mulai

mewujudkan ide-ide abstrak ke bentuk media pamer. Hal ini dikenal juga sebagai

formative evaluation, bentuk partisipasi masyarakat adalah dengan menjadi

kelompok uji yang akan mencoba media pamer sebelum pameran dibuka. Hal ini

penting untuk memastikan tercapainya tujuan penggunaan media pamer tersebut.

Kegiatan dalam tahap ini biasanya berupa Focus Group Discussion, akan tetapi survey

kuantitatif-kualitatif juga tidak dibatasi(Co-creation, Contribution)

3. Pelaksanaan pameran, yaitu dalam bentuk pemberian ruang atau konteks untuk

pengunjung memperkaya pameran tersebut. Untuk pelaksanaan partisipatori ini

rancangan pameran harus siap untuk memiliki open ended area yang menjadi lahan

kreativitas pengunjung. (Co-creation, Contribution)

4. Program edukasi pendukung, yaitu program edukatif yang dirancang untuk kelompok

demografik tertentu, dapat dilaksanakan oleh museum atau komunitas museum.

5

Biasanya sebagian besar program edukasi pendukung memang dirancang untuk

menjadi kegiatan partisipatori. (Hosted)

5. Evaluasi pameran khususnya dalam bentuk summative. Juga bentuk impresi kesan

yang terlihat pada media-media online yang kini menjadi media ekspresi instan yang

sangat popular. Dengan jaringan sosial media yang sangat popular di Indonesia dan

sangat mudah diakses oleh siapa saja dan kapan saja, pengunjung kini bebas berbagi

cerita serta kesan yang mereka dapat dari museum ke seluruh dunia. Museum

sebaiknya dapat melihat ini sebagai kesempatan untuk memperluas jangkauan

museum (Contribution)

Jika tahap-tahap tersebut bisa dilalui dengan seksama dan optimal, maka pengunjung

dapat menuju arah tahap pencapaian “From me to WE” atau “dari aku menjadi KITA”.

Bagan 2. Lima tahap pencapaian interaksi-partisipatori pengunjung dalam museum

(Sumber: Nina Simon, 2010)

Tahap 1 : Individual menyerap atau mengkonsumsi informasi yang disajikan pada label atau

media informasi yang ada, contoh: pameran konvensional

Tahap 2: Individual berinteraksi dengan konten, contohnya mengerjakan kuis trivia di dalam

pameran

Tahap 3: Masing-masing individu dapat mengetahui apa yang individu lain lakukan dan

membandingkan karya masing-masing,

6

Tahap 4: Individu-individu acak berkumpul untuk melakukan kegiatan yang tadinya bersifat

individu menjadi kegiatan komunitas dalam museum

Tahap 5: Para individu meneruskan interaksi di luar museum dan mengembangkan kegiatan

serupa dalam skala yang lebih luas atau menjadi sesuatu yang baru

Museum Sejarah Jakarta 2002-2013

Museum Sejarah Jakarta merupakan konteks partisipatorial saya yang pertama dalam

dunia permuseuman Indonesia. Saat itu tahun 2002, ketika program “Wisata Kampung Tua”

(WKT) mulai menjadi magnet bagi masyarakat untuk mengenal Museum Sejarah Jakarta (MSJ)

secara khusus dan kawasan Kota Tua secara menyeluruh. Ide dari WKT pada saat itu adalah

menempatkan para peminat WKT dalam museum yang menjadi meeting point di awal tur dan

di akhir. Di ujung tur makan siang dan hiburan tradisional disediakan di dalam museum. Saya

dan sejumlah mahasiswa jurusan Sejarah, Sastra Belanda dan Arkeologi menjadi relawan baik

sebagai pemandu atau panitia pendukung. Sebagian dari para relawan dari masa itu kini

melahirkan komunitas-komunitas pencinta sejarah lintas generasi, seperti Sahabat Museum,

Komunitas Historia, Komunitas Jelajah Budaya dan lain sebagainya. Selain itu, efek panjang

(yang masih perlu dibuktikan dengan riset ilmiah) dari kegiatan di 2002, perhatian dan

pengembangan terhadap MSJ dan kawasan Kota Tua semakin meningkat. Puncaknya adalah di

tahun 2009 ketika MSJ menembus angka kunjungan 300,000 orang dan terus meningkat. Kini di

tahun 2013, sebelas tahun kemudian, saat Museum Sejarah Jakarta mendapat predikat

museum terpopuler di Jakarta, dengan lokasi di tengah kawasan wisata Kota Tua yang hampir

tidak pernah sepi pengunjung, apa selanjutnya?

Program Publik di Museum Sejarah Jakarta (2009-2012)

Mari kita tengok beberapa highlights program publik di Museum Sejarah Jakarta yang

dilaksanakan di tahun 2009-2012 (data diperoleh dari liputan media online):

Tahun 2009:

7

18 Mei: Bunker Museum Sejarah Jakarta dibuka perdana dalam rangka

menyeramakkan hari museum internasional yg jatuh pada tanggal 18 Mei. Di hari

yang sama masyarakat diajak berpartisipasi dalam berbagai lomba menyemarakan

hari museum internasional, seperti tarik tambang dan balapan naik sepeda pelan5.

21 Juni: Batavia Art Festival, diselenggarakan oleh Museum Sejarah Jakarta dengan

menggandeng Museum Museum Wayang, Museum Tekstil, Museum Senirupa dan

Keramik, Museum Bahari, Museum Prasasti, Museum Bank Indonesia, dan Museum

Bank Mandiri. Museum lainnya yang turut berpartisipasi yakni, Museum Joang 45,

Monumen Nasional, serta Museum Sejarah Jakarta sebagai penyelenggara. 6

Pengunjung Museum Sejarah Jakarta menembus angka 300,000 pengunjung dengan

frekuensi di hari biasa antara 1200 – 1300 pengunjung dan 2000-2200 pengunjung di

akhir pekan

Tahun 2010

30 Desember 2009 – 12 Januari 2010: Pusat Pelestarian Benda Bersejarah (PPBB) PT

KA (Persero) berupaya mengenalkan diri sekaligus membagi ilmu pada masyarakat

dengan menggelar pameran sejarah kereta api bertajuk Perjalanan Panjang Sang Roda

Besi Indonesia di Museum Sejarah Jakarta

Maret: Pertunjukkan Video Mapping 3D, karya seni kolaborasi senima multimedia

Inggris, sineas muda Indonesia, fotografer dan penulis Indonesia. 7

5 http://www.tempo.co/read/news/2009/05/18/057176929/Bunker-Museum-Sejarah-Jakarta-Dibuka-Perdana

18 MEI 2009, Bunker Museum Sejarah Jakarta Dibuka Perdana

6 http://www.anakbetawi.com/27.html, May 30, 2009, Museum Sejarah Jakarta Gelar Batavia Art Festival

7 http://kotatua-jakarta.blogspot.com/2010/03/museum-sejarah-jakarta-putar-video.html

8

Desember: Pagelaran Teater Kolosal “Batavia 1740: Sebuah Rekonstruksi Sejarah”8

Tahun 2011

April: Animated performance of “Mystery of Batavia”9

Agustus: Festival Seni Budaya dan Sejarah Jakarta / Batavia Art 201110

November: Festival Gebyar Fatahillah 2011.11

Tahun 2012

April: Museum Sejarah Jakarta Fair 2012 bertema “Flowering Historical Planet”12

Mei: Jakarta Festival Museum Day13

Berikut adalah perbandingan dari highlights program tersebut di atas dengan

memperhatikan variable bentuk partisipasi dan apakah sifat partisipasi tersebut satu arah atau

dua arah.

Tahun Bulan Nama Program Partisipasi

Masyarakat Sifat

Partisipasi Durasi

2009 Mei Pembukaan Bunker Museum untuk merayakan Hari Museum Internasional

Kunjungan dan mengikuti lomba

Dua arah 1 hari

Juni Batavia Art Festival Kunjungan dan interaksi dengan

Dua arah Beberapa hari

8 http://www.antaranews.com/berita/1292156287/museum-sejarah-jakarta-gelar-teater-kolosal

9 http://mommiesdaily.com/2011/04/12/sebuah-misteri-di-museum-sejarah-jakarta/

10 http://nrmnews.com/2011/08/22/festival-seni-budaya-dan-sejarah-jakarta-batavia-art-2011/

11http://www.tempo.co/read/news/2011/11/25/161368490/Museum-Jakarta-Gelar-Gebyar-Fatahillah-2011

12 http://infojkt.com/museum-sejarah-jakarta-fair-2012/

13 http://sejarah.kompasiana.com/2012/05/20/jakarta-festival-museum-day-2012-458626.html

Jakarta Festival Museum Day 2012, 20 May 2012

9

museum-museum Jakarta

2010 Desember Pameran Pusat Pelestarian Benda Bersejarah (PPBB) PT KA (Persero)

Kunjungan Satu arah 1 bulan

Maret Pertunjukkan Video Mapping 3D

Menonton pertunjukan

Satu arah Berjadwal

2011 April Animated performance of “Mystery of Batavia

Menonton pertunjukan

Satu arah 1 hari

Agustus Festival Seni Budaya dan Sejarah Jakarta / Batavia Art 2011

Kunjungan dan interaksi dengan museum-museum Jakarta

Dua arah Beberapa hari

November Festival Gebyar Fatahillah 2011

Kunjungan dan interaksi dengan museum-museum Jakarta

Dua arah Beberapa hari

2012 April Museum Sejarah Jakarta Fair 2012 bertema “Flowering Historical Planet”

Kunjungan dan menonton pertunjukan

Satu arah Beberapa hari

Desember Pagelaran Teater Kolosal “Batavia 1740: Sebuah Rekonstruksi Sejarah”

Menonton pertunjukan

Satu arah 1 hari

Mei Jakarta Festival Museum Day

Kunjungan dan interaksi dengan museum-museum Jakarta

Dua arah Beberapa hari

Sebagian besar acara yang dilaksanakan antara 2009-2012 di atau oleh Museum Sejarah

Jakarta bersifat satu arah yang bertujuan menyedot jumlah pengunjung. Statistik pun

menunjukkan bahwa Museum Sejarah Jakarta adalah magnet besar bagi pengunjung dan

menjadi ikon khas bagi kawasan Kota Tua. Baru beberapa kegiatan Museum Sejarah Jakarta

10

yang bersifat dua arah akan tetapi belum ada pengukuran apakah komunikasi dari masyarakat

menjadi bagian dari pengembangan atau bahkan menjadi bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan. Dan lagi untuk sementara pengukuran efek dari kegiatan hanyalah

statistik jumlah pengunjung.

Langkah Menuju Museum Provinsi DKI yang Partisipatorial

Menuju museum yang partisipatorial berarti menuju museum yang memahami

bagaimana berkomunikasi dengan masyarakat secara dua arah. Untuk itu museum harus

terbuka untuk berkenalan dan memahami karakter audiensnya. Audiens museum mencakup

pengunjung tetap, pengunjung baru, calon pengunjung, non pengunjung serta yang paling

penting adalah masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi museum. Penting untuk museum

memahami pengunjung tetap untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan komunikasi. Penting

untuk museum memahami pengunjung baru agar mereka mau kembali lagi dan menjadi

pengunjung tetap. Penting untuk museum memahami calon pengunjung untuk mengetahui

bagaimana menarik mereka untuk masuk. Penting untuk museum memahami masyarakat non

pengunjung agar museum dapat mengeksplorasi cara-cara baru untuk memperluas jangkauan

daya tarik museum. Kemudian, sangat penting untuk museum memahami masyarakat yang

tinggal di sekitar museum karena museum perlu menjadi bagian dari lingkungan di sekitarnya.

Untuk menjadi sebuah ruang publik yang memberikan kesan mengundang bagi siapa saja

tentunya museum harus mulai dari pekarangan sendiri. Maka, dibutuhkan adanya suatu

penelitian yang mendalam dan menyeluruh mengenai hubungan (bukan apresiasi) masyarakat

dengan Museum Sejarah Jakarta.

Setelah memahami apa yang masyarakat mau, Museum Sejarah Jakarta kemudian dapat

memulai diskusi perancangan museum partisipatorial. Diskusi dapat diarahkan oleh para ahli

komunikasi yang berkolaborasi dengan ahli permuseuman, ahli antropologi, aspek komunitas,

perwakilan masyarakat dan perwakilan dewan budaya serta suara dari generasi muda. Sintesa

dari diskusi ini menjadi dasar rancangan besar yang kemudian dapat diperinci oleh tim yang

lebih kecil.

11

Untuk lancarnya proses yang akan dilalui ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh

museum, yaitu14:

Komitmen untuk menjaga pikiran terbuka untuk menerima masukan dan

keterlibatan partisipan dari luar museum

Yakin pada kemampuan para partisipan

Respon cepat pada aksi dan kontribusi dari partisipan

Juga hendaknya ada pemahaman bahwa dalam merancang museum partisipatori SDM

menjadi penting. Ketersediaan, kemampuan serta tingkat pemahaman SDM museum terhadap

konsep menjadi bagian penting dalam usaha perwujudannya. Maka museum harus memiliki

kesiapan dalam perancangan pendanaan untuk penyesuaian tingkat kemahiran SDM ataupun

keperluan rekruitmen baru untuk memenuhi tingkat akomodatif yang optimal. Jadi dalam masa

yang bersamaan saat museum “berkenalan” dengan masyarakat melalui studi audiens,

museum dapat meningkatkan tingkat akomodatif dari SDM di museum.

Penutup

Jalan menuju terwujudnya museum partisipatori adalah jalan yang panjang, bertahap

tapi sangat mungkin untuk ditempuh. Komitmen dari museum untuk melaksanakan riset yang

diperlukan, membuka wawasan dan menjalani tahap-tahap yang diperlukan dengan pola pikir

terbuka tentunya dapat melancarkan tercapainya cita-cita tersebut. Di jalan yang panjang itu

sebaiknya museum tidak menempuhnya sendiri tapi melibatkan seluruh stakeholder. Kerjasama

dengan stakeholder penting untuk bersama-sama mewujudkan museum partisipatorial yang

representatif dan tetap dinamis.

14 Simon, 2010: Bab 5, hal 1

12

DAFTAR ACUAN

Dean, David

1996 Museum Exhibition : Theory & practice. Routledge

Simon, Nina

2010 The Participatory Museum (Online version). Museum 2.0

Soemadio, Bambang

1996/1997 “Museum Sebagai Komunikator”, dalam Bunga Rampai Permuseuman, h.21, Depdikbud, Dirjen

Kebudayaan, Direktorat Permuseuman, , h. 21-26

Museum Sejarah Jakarta, Laporan Jumlah Pengunjung tahun 2009-2012

DAFTAR REFERENSI ONLINE http://www.tempo.co/read/news/2009/05/18/057176929/Bunker-Museum-Sejarah-Jakarta-Dibuka-Perdana

http://www.anakbetawi.com/27.html,

http://kotatua-jakarta.blogspot.com/2010/03/museum-sejarah-jakarta-putar-video.html

http://www.antaranews.com/berita/1292156287/museum-sejarah-jakarta-gelar-teater-kolosal

http://mommiesdaily.com/2011/04/12/sebuah-misteri-di-museum-sejarah-jakarta/

http://nrmnews.com/2011/08/22/festival-seni-budaya-dan-sejarah-jakarta-batavia-art-2011/

http://www.tempo.co/read/news/2011/11/25/161368490/Museum-Jakarta-Gelar-Gebyar-Fatahillah-2011

http://infojkt.com/museum-sejarah-jakarta-fair-2012/

http://sejarah.kompasiana.com/2012/05/20/jakarta-festival-museum-day-2012-458626.html