33
MAKALAH HUKUM TATA KEUANGAN NEGARA Pajak Pertambahan Nilai Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Tata Keuangan Negara Dosen Pembimbing: Anik Cahyowati, S.H., M.Hum. Disusun oleh: Dini Audi (4201314051) AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Makalah Pajak Pertambahan Nilai

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Pajak Pertambahan Nilai untuk mata kuliah Hukum Tata Keuangan Negara DINI AUDI (4201314051) Politeknik Negeri Pontianak Semester 3 Jurusan Akuntansi Prodi Akuntansi Sektor Publik Tahun ajaran 2014/2015

Citation preview

Page 1: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

MAKALAH

HUKUM TATA KEUANGAN NEGARA

Pajak Pertambahan Nilai

Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Tata Keuangan Negara

Dosen Pembimbing: Anik Cahyowati, S.H., M.Hum.

Disusun oleh:Dini Audi (4201314051)

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIKPOLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2014/2015

Page 2: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

MAKALAH

HUKUM TATA KEUANGAN NEGARA

Pajak Pertambahan Nilai

Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Tata Keuangan Negara

Dosen Pembimbing: Anik Cahyowati, S.H., M.Hum.

Disusun oleh:Dini Audi (4201314051)

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIKPOLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2014/2015

Page 3: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Pajak Pertambahan Nilai

dengan baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas

yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Hukum Tata Keuangan Negara yaitu ibu

Anik Cahyowati, S.H., M.Hum.

Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman

pembaca terhadap Pajak Pertambahan Nilai. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui

pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam makalah ini.

Makalah Pajak Pertambahan Nilai ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang

sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan

makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami pajak pertambahan nilai yang digunakan

negara Indonesia.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen Pembimbing mata kuliah Hukum

Tata Keuangan Negara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya

menyusun makalah Pajak Pertambahan Nilai. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih

kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam

penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak,

begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang

konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah

pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

 Pontianak, 2 Oktober 2014

Penulis

Dini Audi

Page 4: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3

C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 4

D. Sistematika Penulisan Masalah .............................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai........................................................................ 5

B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai ............................................................................. 5

C. Objek Pajak Pertambahan Nilai ...............................................................................6

D. Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai ................................................................. 10

E. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai ...............................................13

F. Pengusaha Kena Pajak ...........................................................................................14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 16

B. Saran ...................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

SITUS WEB

Page 5: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan

keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur

pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan

pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan

pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta

prioritas pembangunan secara umum.

APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Penetapan APBN dilakukan setelah dilakukan pembahasan antara

Presiden dan DPR terhadap usulan RAPBN dari Presiden dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada

tahun 2009, APBN ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009.

Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah, yang

diperoleh dari :

i)Penerimaan perpajakan;

ii) Penerimaan negara bukan pajak;

iii) Penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.

PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan

dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga

audit yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas komponen yang

mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan

undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD).

Page 6: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian dilakukan pengaturan dalam

peraturan perundang-undangan, diantaranya melalui:

i)UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;

ii) PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara

Bukan Pajak;

iii) PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara

Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu;

iv) PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan

Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak;

v) PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan

Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang.

Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat

kepada negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan

tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pandangan masyarakat

seringkali pajak dianggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah  harus dipungut

karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan

negara. 

Dari sekian pajak yang dibebankan kepada masyarakat, Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) merupakan pajak tidak langsung kareana tidak langsung dibebankan kepada

penanggung pajak. 

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap

pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke

konsumen.

Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax) untuk pertama kali diperkenalkan

oleh Carl Friedriech von Siemens, seorang industrialis dan konsultan pemerintah

Jerman pada tahun 1919. Namun ironisnya justru pemerintah Perancis yang pertama

kali menerapkan PPN dalam sistem perpajakannya pada tahun 1954, sedangkan Jerman

baru menerapkannya pada awal tahun 1968. Indonesia baru mengadopsi PPN pada

tanggal 1 April 1985 menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah berlaku di

Indonesia sejak tahun 1951. Dengan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951,

Page 7: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Penjualan berlaku di Indonesia sejak 1 Oktober 1951. Undang-Undang ini

dinamakan UU PPn 1951. Kemudian dengan UU Nomor 35 Tahun 1953, UU Darurat

tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang. UU PPn 1951 yang sudah memberikan

dedikasinya selama lebih dari 30 tahun, dalam “Reformasi Sistem Perpajakan Nasional

1983” yang lebih dikenal dengan sebutan “Tax Reform 1983”, diganti dengan Pajak

Pertambahan Nilai. Adapun latar  belakang penggantian ini adalah:

i) UU PPn 1951 telah berulang kali diubah sehingga sulit dipahami dan

dilaksanakan.

ii) Dalam pelaksanaannya, UU PPn 1951 menimbulkan pengenaan pajak  berganda

sehingga PPn menjadi tidak netral baik dalam perdagangan didalam negeri

maupun internasional.

iii) Mengandung dualisme sistem pemungutan, yaitu bagi wajib pajak yang mampu

menyelenggarakan pembukuan menggunakan “self assessment system”

sedangkan bagi yang tidak mampu menyelenggarakan pembukuan menggunakan

“official assessment system”.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor

produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan

memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa.

Tarif  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena

pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam

pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda. Pengenaan PPN

sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat

yang merupakan objek dari PPN tersebut.

B. Rumusan Masalah 

Untuk mengkaji dan mengulas tentang Pajak Pertambahan Nilai di indonesia,

maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis

membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?

Page 8: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

2. Apa dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?

3. Bagaimana tata pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?

C. Tujuan Masalah

Untuk mengkaji makalah ini ada beberapa tujuan yang akan dicapai, yaitu:

1. Memahami definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Mengetahui dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

3. Memahami tata pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

D. Sistematika Penulisan Masalah

Makalah ini disusun dengan sistematika pembahasan yang meliputi:

BAB I: PENDAHULUAN

Menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah dan sistematika

penulisan masalah;

BAB II: PEMBAHASAN

Membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai yang meliputi: Pengertian Pajak

Pertambahan Nilai, Subjek Pajak Pertambahan Nilai, Objek Pajak Pertambahan Nilai,

Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai, Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan

Nilai dan Pengusaha Kena Pajak.

BAB III : PENUTUP

Menyajikan Kesimpulan dan Saran.

Page 9: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

PPN atau singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak Langsung

yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan

atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen ke konsumen.

Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada

penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor

oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli,

pemanfaatan jasa dan sewa-menyewa.

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya

dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud

yang dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak

kecuali yang diatur lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena

Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang

tidak berwujud (hak cipta, merek dagang, paten, dll). Indonesia menganut sistem tarif

tunggal untuk PPN, yaitu 10%. Dasar hukum yang digunakan unutk penerapan PPN di

Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.

PPN secara efektif mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 April 1985,

walaupun berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Januari 1984.

PPN ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 sebagai pajak

yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat

dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan,

menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan

jasa kepada para konsumen.

B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Subjek pajak dalam pengertian pajak objektif adalah konsumen yaitu selaku pihak

yang memikul beban pajak. Dalam pajak objektif kondisi subjektif konsumen tidak

Page 10: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

dipertimbangkan untuk menentukan suatu peristiwa hukum terutang atau diwajibkan

membayar pajak. Siapapun konsumennya sepanjang peristiwa hukum tersebut

merupakan objek pajak maka terhadap konsumen tersebut diwajibkan membayar pajak

yang sama.

Hal ini berbeda dengan pajak subjektif, seperti Pajak Penghasilan (PPh), yang

kondisi subjektif pihak yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam

menentukan pajak terutang. Contohnya, tarif PPh bagi Orang Pribadi (OP) berbeda

dengan PPh bagi Badan. Demikian pula Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) OP

yang menikah dan memiliki tanggungan anak berbeda dengan OP yang belum menikah.

Berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang objek pajak sebagaimana diatur

dalam Pasal 4, Pasal 16 C dan Pasal 16 D UU PPN 1984, Subjek PPN dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Berikut ini adalah kriteria Pengusaha Kena Pajak (PKP), yaitu:

i) Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa

Kena Pajak (JKP) (Pasal 4 huruf a dan c UU PPN 1984).

ii) Pengusaha yang mengekspor Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena

Pajak (JKP) (Pasal 4 huruf f, g, dan h UU PPN 1984).

iii) Pengusaha yang melakukan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula

tidak untuk diperjualbelikan (Pasal 16 D UU PPN 1984).

b. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP)

Berikut ini adalah kriteria Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP), yaitu:

i) Yang melakukan impor Barang Kena Pajak (BKP) (Pasal 4 huruf b UU PPN

1984).

ii) Yang memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan Jasa

Kena Pajak (JKP) dari Luar Daerah Pabean ke dalam daerah Pabean (Pasal

4 huruf d UU PPN 1984).

iii) Yang membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya

(Pasal 16 C UU PPN 1984).

C. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Page 11: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan

Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau selanjutnya disebut UU PPN 1984.

Objek PPN adalah sebagai berikut: (pasal 4 ayat 1)

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

pengusaha

Kegiatan penyerahan pajak yang dilakukan pengusaha meliputi pengusaha

yang telah dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak maupun pengusaha

sebenarnya dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.

Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat

berikut ini:

i) Barang wujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak.

ii) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak

berwujud.

iii) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.

iv) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

b. Impor Barang Kena Pajak

Pajak juga dipungut pada saat import barang, pemungutan dilakukan

melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan barang

kena pajak ke dalam pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam

rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.

Demikian pula atas impor barang kena pajak yang berdasarkan ketentuan

perundang-undangan pabean dibebaskan dari pungutan bea masuk, pajak yang

terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan.

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

pengusaha

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat berikut ini:

i) Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak.

ii) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.

iii) Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang

bersangkutan.

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean;

Page 12: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan

impor barang kena pajak, maka atas barang kena pajak  tidak berwujud yang

berasal dari luar daerah pabean juga dikenakan pajak.

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah

pebean atau terhadap jasa yang berasal dari luar daerah pabean yang di

manfaatkan di dalam daerah pabean dikenakan pajak menurut undang-undang

PPN.

f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pasal 16 C berbunyi: “PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang

dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang

hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya

diatur dalam keputusan menteri keuangan.”

Pasal 16 D berbunyi: “PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang

menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP kecuali atas penyerahan

aktiva yang pajak masukkannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 9 ayat (8) huruf b dan c.”

Syarat Penyerahan Terutang PPN Pasal 16 D

a. Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena

Pajak;

b. Perolehan aktiva tersebut bukan untuk diperjualbelikan atau sebagai barang

dagangan;

c. Perolehan aktiva tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan

bukan jenis kendaraan sedan dan station wagon.

Yang dimaksud dengan pengeluaran yang secara langsung berhubungan dengan

kegiatan usaha adalah pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan produksi,

distribusi, pemasaran dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.

Page 13: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

a. Penyerahan Barang Kena Pajak

Pasal 1A ayat (2):

i) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;

ii) Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau

perjanjian sewa guna usaha (leasing);

iii) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui

juru lelang;

iv) Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;

v) Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan

semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat

pembubaran perusahaan;

vi) Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang   atau sebaliknya

dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;

vii) Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan

viii) Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena  Pajak dalam rangka

perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang

penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha    Kena  Pajak  kepada

pihak  yang  membutuhkan Barang Kena Pajak.

b. Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak

Pasal 1A ayat (2) :

i) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

ii) Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang;

iii) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f

dalam  hal Pengusaha  Kena  Pajak melakukan  pemusatan tempat  pajak

terutang;

iv) Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka  penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan,  dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak

yang   melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan   adalah

Pengusaha Kena Pajak;

Page 14: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

v) Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan

yang Pajak Masukan atas  perolehannya tidak dapat dikreditkan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

c. Syarat Penyerahan Kena Pajak

Adapun syarat penyerahan kena pajak, yaitu:

i) Barang Berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;

ii) Barang Tidak Berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak

Tidak Berwujud;

iii) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

iv) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya;

v) Dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.

d. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

Pengenaan PPN atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud antara lain atas:

i) Penyerahan Barang Kena Pajak (Berwujud dan tidak  Berwujud) di dalam

Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; (Pasal 4 ayat (1) huruf a)

ii) Pemanfaatan  Barang  Kena  Pajak Tidak  Berwujud  dari  luar  Daerah

Pabean di dalam Daerah Pabean; (Pasal 4 ayat (1) huruf d).

iii) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.

(Pasal 4 ayat (1) huruf g).

e. Penyerahan Jasa Kena Pajak

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau

perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas,  kemudahan atau hak

tersedia  untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk    menghasilkan

barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari

pemesan. (Pasal 1 angka 5 dan 6 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun

1984)

D. Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai

Page 15: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam barang sebagai

berikut:

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari

sumbernya, yaitu:

i) Minyak mentah (crude oil);

ii) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi

langsung oleh masyarakat;

iii) Panas bumi;

iv) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu

permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,

granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat,

opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk,

tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,

yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;

v) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan

vi) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak

serta bijih bauksit.

b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu:

i) Beras, gabah, sagu, jagung, kedelai;

ii) Garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium;

iii) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses

disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak

dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain,

dan/atau direbus;

iv) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan,

diasinkan,atau dikemas;

v) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun

dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau

dikemas atau tidak dikemas buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang

dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong,

diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;

Page 16: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

vi) Buah-buahan yaitu buah segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses

dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris dan dikemas atau tidak dikemas;

dan

vii) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau

disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

c. Uang, emas batangan, dan surat berharga

d. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,

dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat

maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa

boga atau catering.

Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam jasa sebagai berikut:

a. Jasa pelayanan kesehatan medis;

b. Jasa pelayanan sosial;

c. Jasa pengiriman surat dengan perangko;

d. Jasa asuransi;

e. Jasa keuangan;

f. Jasa keagamaan;

g. Jasa pendidikan;

h. Jasa kesenian dan hiburan;

i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

j. Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;

k. Jasa tenaga kerja;

l. Jasa perhotelan;

m. Jasa-jasa yang disediakan oleh pemerinth dalam rangka menjalankan pemerinthan

secara umum;

n. Jasa penyediaan tempat parkir;

o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;

p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan

q. Jasa boga atau katering.

Page 17: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

E. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Mekanisme pemungutan PPN sesuai dengan PMK Nomor 85/PMK.03/2012

tanggal 06 Juni 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2012 adalah:

a. Rekanan wajib membuat faktur pajak dan surat setoran pajak (SSP) atas setiap

penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN.

b. Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat sesuai dengan ketentuan

di bidang perpajakan.

c. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP serta

identitas rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai

penyetor atas nama rekanan.

d. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM maka

rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada faktur

pajak.

e. Faktur pajak dibuat dalam rangkap 3 dengan peruntukkan sebagai berikut : lembar

kesatu untuk BUMN, lembar kedua untuk rekanan, dan lembar ketiga untuk

BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN.

f. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 5 dengan

peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu untuk rekanan, lembar kedua untuk

KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar ketiga untuk rekanan yang

dilampirkan pada SPT Masa PPN, lembar keempat untuk Bank Persepsi atau

Kantor Pos, dan lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa

PPN bagi Pemungut PPN.

g. BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap “Disetor

tanggal....” dan menandatanganinya pada faktur pajak sebagaimana dimaksud

pada huruf e.

h. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau

PPN dan PPnBM.

Mekanisme pelaporan PPN adalah sebagai berikut: 

Pelaporan dilakukan setiap bulan dan laporan disampaikan ke KPP tempat BUMN

terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dengan

menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN” dan

Page 18: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

dilampiri dengan faktur pajak lembar ke-3 dan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-5

dalam hal terdapat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

F. Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan

Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-

undang. Dengan kata lain PKP adalah Pengusaha yang usahanya adalah

memperdagangkan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Apabila Pengusaha

tersebut memperdagangkan atau melakukan penyerahan barang yang tidak kena pajak

atau jasa yang tidak kena pajak, maka Pengusaha tersebut adalah bukan Pengusaha

Kena Pajak.

Terdapat pengecualian untuk pengusaha kecil sesuai dengan pasal 3A ayat 1 UU

PPN yang berbunyi: Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha

kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya

untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan

melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang

terutang.

Batasan Pengusaha Kecil sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor

68/PMK.03/2010 adalah sebagai berikut:

i) Pengusaha kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan

penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau

penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

ii) Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan

penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh Pengusaha dalam rangka

kegiatan usahanya.

iii) Pengusaha yang masuk kriteria sebagai pengusaha kecil tidak wajib melaporkan

usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan tidak wajib memungut, menyetor,

dan melaporkan PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang

dilakukannya sehingga pengusaha kecil diberikan kebebasan memilih untuk

dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak atau tidak. Jika memilih untuk

Page 19: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, maka wajib melaksanakan ketentuan

sebagaimana dimaksud pada pasal 3A ayat 1 UU PPN.

Page 20: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap

pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam

pendistribusiannya dari produsen dan konsumen.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor

produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan

memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa. Mekanisme cara menghitung

pajak pertambahan nilai adalah pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada

pihak pedagang atau produsen

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak

maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya

tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda.

B. Saran

Sudah saatnya, kita sebagai warga negara Indonesia bersimpati dan berempati

terhadap pentingnya pajak untuk pertumbuhan dan pembangunan Indonesia. Dengan

taatnya masyarakat membayar pajak, maka akan tercipta sarana umum yang baik dan

nyaman digunakan.

Page 21: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si, MBA. 2013. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Direktorat Jenderal Pajak. 2013. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta.

Page 22: Makalah Pajak Pertambahan Nilai

SITUS WEB

Berbagi Pengetahuan http://gumilar69.blogspot.com/2013/11/pajak-pertambahan-nilai.html

Pajak Pertambahan Nilai

PAJAKKOE http://pajakkoe.blogspot.com/2013/01/mekanisme-pemungut-ppn.html

Mekanisme Pemungutan PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) http://pajakppn.blogspot.com/2011/06/objek-ppn.html

Objek PPN