44
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan makanan terutama makanan khusus rumah sakit harus optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta indikasi penyakit pasien, penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infections) atau infeksi nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang diantaranya dapat melalui makanan. Selain timbulnya infeksi nosokomial, penyelenggaraan makanan di rumah sakit yang tidak memenuhi standar kesehatan (tidak higienis) juga dapat menyebabkan keracunan makanan (Puspita, 2010). Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi, maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi, diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan didistribusikan dan dikonsumsi (Seto, 2001). Keamanan pangan pada dasarnya adalah hygienie sanitasi makanan, nilai gizi dan safety. Salah satu langkah pengawasan mutu adalah dengan menerapkan sistim HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau analisa bahaya dan pengendalian titik kritis. HACCP adalah suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi bahaya terentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan (Susilo, 2006). Hidangan sup terang bulan untuk kelas I, II, dan III di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo diperlukan tindakan HACCP karena menggunakan bahan baku sayuran dan telur ayam yang rentan terhadap bahaya biologi, fisika, dan

HACCP

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan makanan terutama makanan khusus rumah sakit harus

optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta indikasi

penyakit pasien, penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat

kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses perawatan,

juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infections) atau infeksi

nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang diantaranya dapat

melalui makanan. Selain timbulnya infeksi nosokomial, penyelenggaraan

makanan di rumah sakit yang tidak memenuhi standar kesehatan (tidak higienis)

juga dapat menyebabkan keracunan makanan (Puspita, 2010).

Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring

dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi,

maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi,

diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan

kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap

bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat

pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan didistribusikan

dan dikonsumsi (Seto, 2001).

Keamanan pangan pada dasarnya adalah hygienie sanitasi makanan, nilai

gizi dan safety. Salah satu langkah pengawasan mutu adalah dengan

menerapkan sistim HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau analisa

bahaya dan pengendalian titik kritis. HACCP adalah suatu sistem yang memiliki

landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi

bahaya terentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan

pangan (Susilo, 2006).

Hidangan sup terang bulan untuk kelas I, II, dan III di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo diperlukan tindakan HACCP karena menggunakan bahan

baku sayuran dan telur ayam yang rentan terhadap bahaya biologi, fisika, dan

2

kimia. Selain itu, bahaya juga dapat timbul pada saat proses penerimaan bahan

aku, kontaminasi dengan bahan makanan lain dan kebersihan alat yang

digunakan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun mencoba melakukan

penelitian mengenai penerapan HACCP pada sup terang bulan di dapur

Instalasi Gizi RSUP Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan HACCP pada

pengolahan produk sup terang bulan di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto? “

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan HACCP pada pengolahan sup terang bulan di

Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Tujuan Khusus

a. Menentukan analisis potensi bahaya

b. Menentukan titik-titik pengendalian kritis atau Critical Control Point

(CCP)

c. Menentukan batas kritis

d. Menentukan suatu sistem untuk mengawasi pengendalian CCP

e. Menentukan tindakan-tindakan perbaikan

f. Menentukan prosedur pengecekan ulang

g. Menentukan dokumentasi/pemeliharaan catatan

3

D. Manfaat

1. Bagi Instansi

Bagi institusi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, khususnya

pada isntalasi gizi dapat digunakan sebagai dasar acuan pengolahan untuk

menerapkan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam

proses pengolahan makanan sehingga dapat meningkatkan mutu (quality

control).

2. Bagi Peneliti

Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah

khususnya tentang HACCP di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keamanan Pangan

Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring

dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi,

maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi,

diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan

kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap

bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat

pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan didistribusikan

dan dikonsumsi (Seto, 2001). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya

yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,

kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan

kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi

penting perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat

kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Cahyadi, 2008).

Keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat atau

bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan

apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan

atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja kedalam bahan makanan

atau makanan jadi (Moehyi, 1992).

Mutu pangan menurut PP Nomor 28 tahun 2004 adalah nilai yang

ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar

perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman. Keamanan pangan

merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya

perhatian terhadap hal ini telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa

penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat

tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya

penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang

berbahaya (Syah, 2005).

5

Keamanan pangan pada dasarnya adalah hygienie sanitasi makanan, nilai

gizi dan safety. Salah satu langkah pengawasan mutu adalah dengan

menerapkan sistim HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau analisa

bahaya dan pengendalian titik kritis. HACCP adalah suatu sistem yang memiliki

landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi

bahaya terentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan

pangan (Susilo, 2006). Secara umum HACCP digunakan untuk menetapkan

suatu bingkai atau sistem untuk menjalankan bagaimana implementasi prosedur

HACCP di setiap sektor yang dapat di gunakan untuk mengembangkan jaminan

setiap rrantai penyediaan mula dari prosedur

B. HACCP

1. Potensi Bahaya

Potensi bahaya adalah suatu bahan biologi, kimia atau fisik yang

dapat menyebakan sakit atau cedera jika tidak dikendalikan (Rauf, 2013).

Bahaya tersebut dapat berasal dari bahan mentah, kemasan, proses dan

penanganan yang berlangsung dalam rantai makanan ataupun lingkungan.

Potensi bahaya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahaya fisik, bahaya

biologi, dan bahaya kimia. Potensi bahaya dari setiap bahan, baik bahan

tambahan sekecil apapun harus dilakukan analisis potensi bahaya. Berikut

tabel pengelompokan potensi bahaya:

Tabel 1. Pengelompokan Potensi Bahaya

Jenis Bahaya Contoh

Biologi Bakteri, virus, kapang, protozoa, dan serangga Kimia Toksin alami (sianida), alergen, pestisida,

mikotoksin

Fisik Kerikil, logam, kaca, rambut

Sumber: Rauf, 2013

Analisis potensi bahaya adalah proses pengumpulan informasi dan

evaluasi potensi bahaya pada bahan pangan untuk dijadikan bahan

pertimbangan apakah potensi bahaya tersebut signifikan dan harus

dikendalikan pada perencanaan HACCP. Salah satu tahap analisis bahaya

adalah penentuan kelompok bahaya dari bahan baku, produk antara, dan

6

produk akhir yang dibagi menjadi 6 kelompok bahaya, yaitu bahaya A, B, C,

D, E, dan F. Berikut tabel pengelompokan bahaya:

Tabel 2. Pengelompokan Bahaya

Kelompok Bahaya

Keterangan

A Makanan non-steril untuk golongan berisiko tinggi seperti bayi, balita, pasien, lansia, ibu hamil, ibu menyusui.

B Makanan yang tersusun atas bahan yang sensitif terhadap potensi bahaya biologi, kimia atau fisik.

C Dalam pengolahan tidak terdapat tahap yang dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya biologi, kimia, atau fisik hingga batas yang dapat diterima.

D Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali setelah pengolahan dan sebelum pengemasan penyajian.

E Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali atau penanganan yang kurang tepat selama distribusi hingga diterima konsumen.

F Makanan yang tidak mengalami prses pemanasan setelag pengemasan hingga disantap oleh konsumen untuk menghilangkan bahaya biologi. Tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya kimia dan fisik.

Sumber: Rauf, 2013

Setiap produk diidentifikasikan terhadap kemungkinan mengandung

bahaya A sampai F, kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori risiko.

Kategori risiko terbagi menjadi tujuh, yaitu kategori 0 sampai IV.

Pengelompokkan kategori risiko dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Kategori risiko dari bahan baku dan produk

Kategori Risiko Keterangan

0 Tidak mengandung bahaya A-F

I Mengandung 1 bahaya B-F

II Mengandung 2 bahaya B-F III Mengandung 3 bahaya B-F

IV Mengandung 4 bahaya B-F V Mengandung 5 bahaya B-F

VI Mengandung bahaya A, dengan atau tanpa bahaya B-F

7

2. Titik Kendali Kritis

Titik kendali kritis atau CCP (critical control point) didefinisikan sebagai

tahapan atau prosedur dalam pengolahan pangan dimana pengendalian

dapat dilakukan sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi potensi

bahaya hingga mencapai level yang dapat diterima (Rauf, 2013).

Ketrampilan yang esensial diperlukan untuk identifikasi CCP adalah

pengetahuan yang lengkap tentang produk, proses, hazard yang

teridentifikasi dan pengendaliannya. Setiap bahaya yang teridentifikasi pada

bahan baku membutuhkan suatu proses yang dapat mengurangi atau

menghilangkan bahaya tersebut sampai batas aman. Penentuan apakah

suatu tahap/proses adalah CCP atau bukan dengan cara menjawab

pertanyaan pada pohon keputusan CCP.

CCP terkait dengan kemanan pangan. Pada beberapa produk pangan,

formulasi makanan mempengaruhi tingkat keamanan nya, oleh karena itu

CCP pada produk semacam ini diperlukan untuk mengontrol beberapa

parameter seperti pH, aktivitas air (aw), dan adanya bahan tambahan

makanan (Sudarmadji, 2005).

8

Gambar 1. Pohon Keputusan CCP

Apakah terdapat tindakan pencegahan untuk

bahaya yang teridentifikasi?

YA TIDAK

Apakah pengendalian pada tahap ini diperlukan untuk

kemanan pangan?

TIDAK

Bukan CCP STOP*

YA

Tahap modifikasi,

proses dan produk

Apakah pada tahap ini dapat

menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya sampai pada batas yang dapat diterima?

TIDAK

YA

Apakah kontaminasi oleh bahaya yang

diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?

YA TIDAK

Apakah tahapan berikutnya, sebelum

makanan dikonsumsi, dapat digunakan untuk menghilangkan atau menurunkan munculnya bahaya sampai dengan batas

yang diterima?

YA

TIDAK

Bukan CCP STOP*

CCP

9

3. Batas Kritis

Menurut Sudarmadji (2005) batas kritis adalah nilai yang memisahkan

antara nilai yang dapat diterim dengan nilai yang tidak dapat diterima pada

setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat merupakan bahan

mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau

prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:

a. Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/baku.

b. Standar higienis dalam ruangan pemasakan /dapur

c. Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang

untuk produk jadi/masak.

Suatu batas kritis digunakan untuk memisahkan antara kondisi-kondisi

operasional yang aman dan tidak aman pada suatu CCP. Setiap

pengendalian akan mempunyai satu atau lebih batas kritis yang sesuai.

Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu, kelembaban, pH, water

activity (aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam, viskositas,

adanya zat klorin, dan parameter indera (sensory) seperti penampilan dan

tekstur.

Tahap/proses yang dimasukkan ke dalam batas kritis adalah hanya

tahapan yang teridentifikasi sebagai CCP. Potensi bahaya yang ditampilkan

adalah bukan potensi bahaya yang secara utuh ada pada bahan baku,

namun hanya potensi bahaya yang dapat dikendalikan oleh suatu CCP

(Rusdin, 2013). Penentuan indikator batas kritis bisa diperoleh dari

beberapa sumber, yaitu:

a. Publikasi ilmiah: artikel, jurnal dan buku

b. Pedoman peraturan: pedoman lokal maupun international, Codex

Alimentarius, FDA, SNI, dan standart lainnya.

c. Tenaga ahli: asosiasi profesi, ahli proses thermal, ahli

pangan/mikrobiologi, perusahaan pembuat alat pengolahan pangan

d. Studi penelitian: pengalaman dalam lingkungan industri, dan analisis

laboratorium.

10

4. Monitoring

Monitoring merupakan serangkaian pengamata atau pengukuran yang

telah direncanakan untuk memastikan bawa suatu CCP beroperasi di

bawah kendali dan untuk menyediakan catatan yang akurat untuk

digunakan dikemudian hari (Rauf, 2013). Dalam monitoring perlu juga

dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan

praktis. Lima macam pemantauan yang penting dilaksanakan antara lain:

pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia, pengujian

mikrobiologi (Sudarmadji, 2005).

Pelaksanaan monitoring didasarkan pada 4 panduan, yaitu:

a. Apa yang dimonitor: biasanya batas kritis dari suatu CCP, seperti suhu,

waktu, pH, kadar air dan aktivias air.

b. Bagaimana: umunya dilakukan pengukuran fisik dan kimia (untuk batas

kritis kuantitatif) atau pengamatan (untuk batas kritis kualitatif).

c. Frekuensi: bisa secara kontinyu atau waktu-waktu tertentu.

d. Siapa: orang yang terlatih untuk melakukan aktivitas monitoring.

5. Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi adalah kegiatan yang dilakukan bila berdasarkan

hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP

pada batas kritis tertentu atau nilai target tertentu atau ketika hasil

pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian

(Sudarmadji, 2005). Tindakan perbaikan harus segera diambil pada saat

batas kritis terlampaui. Tindakan tersebut terencana, sehingga prosedur

perbaikan telah ditetapkan sebelumnya dan terdokumentasi pada rencana

HACCP. Prosedur perbaikan yang akan dilakukan telah dipastikan bahwa

tidak ada dampak bagi keamanan produk (Rauf, 2013).

data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk

menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah

modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini, sistem dapat beradaptasi terhadap

perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang berkesinambungan

(Sudarmadji, 2005).

11

6. Verifikasi

Verifikasi adalah aktivitas selain monitoring yang menentukan validitas

dari rencana HACCP dan menerangkan apakah sistem berjalan sesuai

dengan yang direncanakan. Kegiatan verifikasi akan memberikan suatu

kepercayaan bahwa rencana HACCP telah terlaksana dengan baik dalam

mengendalikan potensi bahaya, karena didasarkan pada prinsip-prinsip

ilmiah. Aktivitas verifikasi yang dilakukan antara lain kalibrasi peralatan dan

pengujian mikrobiologi (Rauf, 2013).

7. Pemeliharaan Catatan

Catatan harian sejak penerimaan bahan baku, proses pengolahan

hingga menjadi produk, selalu tersimpan dengan baik. Hal ini untuk

mengantisipasi jika suatu saat ada pengaduan dari konsumen, pihak

produsen akan lebih mudah dan dalam waktu singkat dapat mendeteksi

kapan dan pad tahap apa terjadinya penyimpangan. Makin cepat sumber

penyimpangan terdetesi, semakin cepat proses evaluasi, tindakan

perbaikan dan verifikasi dilakukan (Rauf, 2013).

C. Bahan Pembuat Sup Terang Bulan

1. Wortel

Wortel segar adalah umbi (akar tunggang) darti tanaman wortel

(Daucuta carota) dalam keadaan utuh, segar, dan bersih. Tekstur umbi

wortel tidak mengayu aabila dibagian tengah penampang melitang bagian

umbi yang terbesar tidak tampak mengayu dan atau tidak tampak

pertumbuhan tangkai bunga. Wortel segar digolongkan dalam 2 jenis mutu.

Syarat mutu ditentukan dari karakteristik ang mencakup kesamaan sifat

varietas, kekerasan, warna, kerataan permukaan, tekstur, persentase

jumlah maksimum wortel yang busuk, diameter, panjang tungkai dan

kotoran.

Warna oranye tua pada wortel menandakan kandungan beta karoten

yang tinggi. Semakin jingga warna wortel, makin tinggi kadar beta

12

karotennya. Kadar beta-karoten yang terkandung pada wortel lebih banyak

dibanding kangkung, caisim, dan bayam.

2. Telur

Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara

lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan

lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll. Telur mempunyai citarasa

yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi

dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk

bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan.

Hampir semua orang membutuhkan telur (Mietha, 2008).

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap

gizinya. Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit

telur, 58% putih telur, dan 31% kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari

protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral

di dalam 50 gram telur (Sudaryani, 2003).

Kerabang telur merupakan lapisan luar telur yang melindungi telur dari

penurunan kualitas, baik disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan

fisik, maupun penguapan. Kualitas kerabang telur ditentukan oleh tebal dan

struktur kulitnya (Yamamoto, dkk., 2007).

Lama dan suhu dalam penyimpanan telur memengaruhi kualitas fisik

telur. SNI01-3926-2008 (BSN, 2008) menyatakan bahwa penyimpanan telur

konsumsi pada suhu ruang dengan kelembaban 80--90%, maksimum

kualitas telur selama 14 hari setelah ditelurkan, atau pada suhu antara 40C

dan 70C dengan kelembaban antara 60% dan 70%, maksimum selama 30

hari setelah ditelurkan.

13

Tabel 4. Syarat Mutu Telur (SNI 39-26-2008)

No Faktor mutu Tingkatan mutu

Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3

1 Kondisi kerabang

a. Bentuk b. Kehalusan c. Ketebalan d. Keutuhan e. Kebersihan

Normal Halus Tebal Utuh Bersih

Normal Halus Sedang Utuh Sedikit noda kotor

Abnormal Sedikit kasar Tipis Utuh Banyak noda dan sedikit kotor

2 Kondisi kantung udara (dilihat dengan peneropongan) a. Kedalaman

kantong udara b. Kebebasan bergerak

< 0,5 cm Tetap ditempat

0,5 cm – 0,9 cm Bebas bergerak

>0,9 cm Bebas bergerak dan dapat terbentuk gelembung udara

3 Kondisi putih telur a. Kebersihan

b. Kekentalan c. indeks

Bebas bercak darah, atau benda asing lainya Kental 0.134-0.175

Bebas bercak darah, atau benda asing Sedikit encer 0.092-0.133

Ada sedikit bercak darah, tidak ada benda asing lainnya Encer, kuning telur belum tercampur dengan putih telur 0.050-0.091

4 Kondisi kuning telur

a. bentuk b. posisi c. penampakan d. kebersihan e. indeks

Bulat Ditengah Tidak jelas Bersih 0.458-0521

Agak pipih Sedikit bergeser Ditengah Agak jelas bersih 0.394-0.457

Pipih Agak dipinggir Jelas ada sedikit Bercak darah 0.330-393

5 Bau Khas Khas Khas

Persyaratan mutu mikrobiologis No Jenis cemaran mikroba Satuan Mutu mikrobiologis (batas

14

maksimum cemaran mikroba/BMCM)

1 Total plate count (TPC) cfu/g 1x105

2 Coliform cfg/g 1x102

3 Eschericia coli MPN/g 5x101

4 Salmonella sp Per 25g Negatif

Sumber : BSN, 2008

3. Jamur Putih

jamur ini masih lazim dikategorikan sebagi jamur kuping. Tubuh buahnya

berwarna putih dengan teksturmirip gel. Ukurannya relatif lebih kecil

dibandingkan dengan jamur kuping lain.

4. Seledri

Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat

yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Tumbuhan ini digunakan

daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai lalap. Daunnya

mengandung polifenol, saponin, dan flavonoida (Cahyono,2003).

5. Bawang Putih (SNI 01-3160-1992)

Bawang putih merupakan umbi dari tanaman bawang putih (Allium

sativum L) yang terdiri dari siung-siung bernas, kompak dan masih

terbungkus oleh kulit luar, bersih dan tidak berjamur.Bawang mentah penuh

dengan senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin

yang membuat bawang putih mentah terasa getir atau angur. Bawang putih

digunakan sebagai bumbu yang digunakan hampir di setiap makanan dan

masakan Indonesia. Sebelum dipakai sebagai bumbu, bawang putih

dihancurkan dengan ditekan dengan sisi pisau (dikeprek) sebelum dirajang

halus dan ditumis di penggorengan dengan sedikit minyak goreng. Bawang

putih bisa juga dihaluskan dengan berbagai jenis bahan bumbu yang lain.

Bawang putih mempunyai resiko terkena bahaya fisik yaitu tanah dan

busuk. Bahaya biologi adalah adanya bakteri bacillus cereus dan serangga.

Bahaya kimia dari bawang putih adalah adanya residu pestisida. Bahaya

biologi dan kimia ini dapat dicegah dengan pencucian sampai bersih

dengan air yang bersih dan mengalir. Persyaratan mutu bawang putih

15

mencakup kesamaan sifat varietas, tingkat kematangan, kekompakan dan

keberuasan siung, kekeringan dan persentase kerusakan .

6. Air

Persyaratan mutu antara lain tidak berbau, zat yang terlarut maks.

500mg/l, zat organik 1,0 mg/l, klorida maks. 250 mg/l, sulfat maks. 200 mg/l,

dan amonium maks. 0,15 mg/l.

Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia.

Menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak

berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung mikroorganisme

yang berbahaya, dan tidak mengandung logam berat. Air minum adalah air

yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa proses pengolahan yang

memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum (Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002).

7. Garam

Garam beryodium yang dianjurkan untuk di konsumsi manusia adalah

yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu berdasarkan SNI

No 01 3556.2.2000 tahun 1994 dalam SNI kadar yodium dalam garam

ditentukan sebesar 30 – 80 ppm dalam bentuk KIO3 hal ini dikaitkan

dengan jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari adalah 6 – 10 gr

(Palupi,2004).

16

Tabel 5. Syarat Mutu Garam Beryodium

No. Parameter Satuan Persyaratan Kualitas

1. Kadar air (H2O) % b/b Maks 7

2. Kadar NaCl (Natrium Klorida) dihitung dari jumlah klorida

% adbk Min 94,7

3. Iodium dihitung sebagai Kalium Iodat (KIO3)

mg/kg Min 30

4. Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg

Maks 10 Maks 10 Maks 0,1

5. Arsen (As) mg/kg Maks 0,1

17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu untuk mengetahui gambaran

penerapan HACCP pada sup terang bulan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. margono Soekarjo

Purwokerto

2. Waktu Pelaksanaan

Waktu pelaksanaan penelitian hari Kamis-Jumat, 6-7 November 2014 dari

pukul 08.00 – 12.00 WIB

C. Tim Pelaksana

1. Nunung Wahyuni, SST.

2. Ratna Arditya T.A

D. Teknik Pengambilan Data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara dan

pengamatan langsung proses pembuatan sup terang bulan, meliputi:

a. Data penerimaan bahan makanan

b. Data persiapan bahan makanan

c. Data bumbu

d. Data hasil pengolahan

e. Data hasil distribusi

f. Data higienie dan sanitasi alat dan tenaga pengolah serta tenaga

distribusi

18

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mancatat buku yang telah ada,

meliputi:

a. Data siklus menu

b. Data standar resep

c. Data standar porsi

d. Data cara pengolahan

E. Bahan dan Alat

1. Bahan Utama dan Bumbu

a. Bahan:

1) Wortel

2) Jamur putih

3) Telur

4) Seledri

5) Kaldu daging sapi

b. Bumbu:

1) Bawang putih

2) Merica

3) Gula

4) Garam

2. Alat

a. Kompor gas

b. Wajan

c. Baskom

d. Pisau

e. Telenan

f. Pengaduk

g. Countainer

h. Penyaring

19

i. Plato

j. Trolli

F. Analisis Data

Analisis ddata yang digunakan adalah analisis deskriptif, untuk mengetahui

penerapan HACCP pada pembuatan sup terang bulan di Instalasi Gizi RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Diskripsi Produk

Sup terang bulan merupakan salah satu menu sayuran yang disajikan untuk

makan siang pada menu ke 4 dalam siklus menu 10 hari di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto. Bahan utamanya adalah wortel, jamur putih,

telur, kaldu sapi, dan seledri sedangkan bumbunya adalah bawang putih,

merica, air, dan garam. Sup terang bulan merupakan makanan saring dengan

konsistensi sedikit kental, didominasi oleh warna orange dan memiliki aroma

khas dan rasa gurih. Menu ini ditujukan untuk pasien di ruang perawatan kelas I,

II, dan III untuk menu makanan saring disajikan menggunakan palto bulat

tertutup dari stainlestell.

Tabel 6. Analisis Diskripsi Produk

Nama Produk Sup Terang Bulan

Diskripsi Produk Sup terang bulan merupakan salah satu menu sayuran yang disajikan untuk makan siang pada menu ke 4

dalam siklus menu 10 hari di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Bahan utamanya adalah wortel, jamur putih, telur, kaldu sapi, dan seledri sedangkan

bumbunya adalah bawang putih, merica, air, dan garam. Sup terang bulan merupakan makanan saring dengan konsistensi sedikit kental, didominasi oleh

warna orange dan memiliki aroma khas dan rasa gurih. Menu ini ditujukan untuk pasien di ruang perawatan kelas I, II, dan III untuk menu makanan saring disajikan

menggunakan palto bulat tertutup dari stainlestell.

Metode pengolahan Perebusan

Komposisi Bahan utama pembuatan sup terang bulan adalah wortel, jamur putih, telur, kaldu sapi, dan seledri sedangkan bumbunya adalah bawang putih, merica, air,

dan garam.

Tujuan penggunaan (konsumen)

Sebagai sayur pada menu ke 4 dari siklus 10 hari untuk pasien yang mendapatkan makanan saring pada kelas perawatan I,II, dan III.

Metode distribusi Sup terang bulan yang telah matang kemudian

dilakukan pemorsian dan disajikan dalam plato bulat tertutup stainlesstell dan langsung didistribusikan oleh pramusaji menggunakan trolley.

21

B. Analisis Potensi Bahaya

1. Identifikasi potensi bahaya dan cara pengendalian pada bahan makanan

Tabel 7. Identifikasi potensi bahaya dan cara pencegahan

No. Bahan

Makanan Kelompok

Bahaya Jenis Bahaya Cara Pengendalian

1 Wortel

Biologi Bacillus cereus

Busuk Penyortiran bahan sesuai

dengan spesifikasi yang

telah ditentukan

Pencucian hingga bersih dengan air mengalir

Perebusan dengan suhu 72oC selama 10 menit

Fisik Tanah

Kimia Residu pestisida

2 Jamur putih

(kering)

Biologi B.cereus Penyortiran bahan sesuai dengan spesifikasi

Pencucian hingga bersih

dengan air mengalir

Perebusan dengan suhu 72oC selama 10 menit

Fisik Debu

Kimia Formalin

3 Telur

Biologi Salmonella

Streptococci

S.aureus

Penerimaan bahan sesuai dengan spesifikasi

Pencucian hingga bersih dengan air mengalir

Perebusan dengan suhu 72oC selama 10 menit

Fisik Kotoran ayam

4 Seledri

Biologi B. cereus

Ulat Penyortirab bahan sesuai

dengan spesifikasi

Pencucian hingga bersih dengan air mengalir

Perebusan dengan suhu 72oC selama 10 menit

Fisik Debu

Kimia Pestisida

5 Bawang putih

Biologi B. cereus Penyortiran bahan sesuai dengan spesifikasi

Pencucian hingga bersih

dengan air mengalir

Perebusan dengan suhu 72oC selama 10 menit

Fisik Tanah Busuk

Kimia Pestisida

6 Merica

Biologi B. cereus

Aspergillus Penyortiran bahan sesuai

dengan spesifikasi

Pencucian dengan air mengalir hingga bersih

Perebusan dengan suhu

72oC selama 10 menit

Fisik Debu Pasir

Kimia Aflatoksin

7 Air Biologi E coli Perebusan dengan suhu

72oC selama 10 menit

8 Daging sapi

Biologi Salmonella, E.coli Penyortiran bahan sesuai dengan spesifikasi

Pencucian hingga bersih

dengan air mengalir

Fisik Kotoran, lemak

Kimia Formalin

22

Perebusan dengan suhu 72oC selama 15 menit

9 Garam Biologi Halobacterium Penyortiran bahan sesuai dengan spesifikasi

Perebusan dengan suhu 72oC selama 15 menit

Fisik Batu

23

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Sup Terang Bulan

Wortel Telur

Pemotongan 2

Pencucian 4

Perendaman

80oC, 15 menit

Jamur putih

Pemarutan

Pencucian 3

Pengupasan

Kaldu sapi

Perebusan 1

100oC, 30 menit

Pencucian 2

Daging sapi

Penyortiran 1

Pencucian 5

Penghalusan 2

Perebusan 2

100oC, 30 menit

Sup Terang Bulan

Pemorsian

Pendistribusian

Bawang putih

Penyimpanan 1

29oC

Pencucian 1

Merica

Penghalusan 1

Penyimpanan 2

29oC

Air matang

Penghalusan 3

Garam Seledri

Pencucian 6

Pemotongan 3

Penyimpanan 4 7oC

Penyaringan

Penyortiran 2 Penyortiran 3 Penyortiran 4 Penyortiran 5 Penyortiran 6 Penyortiran 7 Penyortiran 8

Pemotongan 1

24

2. Analisis kelompok bahaya dan risiko bahaya pada bahan makanan

Tabel 8. Analisis kelompok bahaya dan risiko bahaya pada bahan

makanan

BAHAN Mentah/Ingridien/Bahan

Tambahan

Kelompok bahaya Kategori

Risiko A B C D E F

Wortel + + - VI

Jamur putih + + - VI

Telur + + - VI

Seledri + + - VI

Kaldu sapi + + - VI

Bawang putih + + - VI

Merica + + - VI

Air + + - VI

Garam + + - VI

Daging sapi + + - VI

Sup terang bulan + + - + + + VI

C. Titik kendali Kritis

Setiap bahaya yang teridentifikasi pada bahan baku membutuhkan suatu

proses yang dapat mengurangi/menghilangkan bahaya tersebut sampai batas

aman. Tahap yang dapat mengendalikan bahaya tersebut disebut CCP. satu

jenis bahaya dapat dihilangkan dengan satu/lebih tahapan CCP. Berikut pohon

keputusan CCP pada pembuatan sup terang bulan:

1. Bawang Putih

P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada bawang putih?

Ya (B,K,F)

P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya

yang teridentifikasi?

Ya (penyortiran 1, pencucian 1, perebusan 2)

P.2.a Apakah pada tahap penyortiran 1 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (penyortiran 1 = CCP)

25

P.2.b Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (perebusan 2 = CCP)

P.2.c Apakah pada tahap pencucian 1 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (pencucian 1 = CCP)

2. Merica

P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada merica?

Ya (B,K,F)

P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya

yang teridentifikasi?

Ya (penyortiran 2, perebusan 2)

P.1.c Apakah pada tahap penyortiran 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (penyortiran 2 = CCP)

P.2.d Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (perebusan 2 = CCP)

P.2.a Apakah pada tahap penghalusan 1 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Tidak (penghalusan 1 = Bukan CCP)

P.2.b Apakah pada tahap penyimpanan 2 dapat

mengurangi/menghilangkan bahaya sampai batas yang dapat

diterima?

Tidak (penyimpanan 2 = Bukan CCP)

3. Daging sapi

P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada daging sapi?

Ya (B,K,F)

P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya

yang teridentifikasi?

Ya (penyortiran 3, pencucian 2, perebusan 2)

26

P.2.a Apakah pada tahap penyortiran 3 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (penyortiran 3 = CCP)

P.2.b Apakah pada tahap pencucian 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (pencucian 2 = CCP)

P.2.c Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (perebusan 2 = CCP)

p.2.d Apakah pada tahap pemotongan 1 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Tidak (pemotongan 1 = bukan CCP)

4. Wortel

P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada wortel?

Ya (B,K,F)

P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya

yang teridentifikasi?

Ya (penyortiran 4, pencucian 3, perebusan 2)

P.2.a Apakah pada tahap penyortiran 4 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (penyortiran 4 = CCP)

P.2.b Apakah pada tahap pencucian 3 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (pencucian 3 = CCP)

P.2.c Apakah pengupasan dapat mengurangi/menghilangkan bahaya

sampai batas yang dapat diterima?

Tidak (pengupasan = Bukan CCP)

P.2.d Apakah pada tahap pemarutan dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Tidak (Pemarutan = Bukan CCP)

27

p.2.e Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (perebusan 2 = CCP)

5. Jamur putih

P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada jamur putih?

Ya (B,K,F)

P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya

yang teridentifikasi?

Ya (penyortiran 5, pencucian 4, perebusan 2)

P.2.a Apakah pada tahap pencucian 4 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (pencucian 4 = CCP)

P.2.b Apakah pada tahap pemotongan 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Tidak (Pemotongan 2 = Bukan CCP)

P.2.c Apakah perendaman dapat mengurangi/menghilangkan bahaya

sampai batas yang dapat diterima?

Tidak (perendaman = Bukan CCP)

P.2.d Apakah pada tahap penyortiran 5 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (penyortiran 5 = CCP)

P.2.e apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangu/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (perebusan 2 = CCP)

6. Telur

P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada telur?

Ya (B,F)

P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya

yang teridentifikasi?

Ya (penyortiran 6, pencucian 5, perebusan 2)

28

P.2.a Apakah pada tahap pencucian 5 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (pencucian 5 = CCP)

P.2.b Apakah pada tahap penyortiran 6 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (penyortiran 6 = CCP)

P.2.c Apakah pada tahap penyaringan dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (Penyaringan = Bukan CCP)

P.2.d Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (perebusan 2 = CCP)

7. Garam

P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada garam?

Ya (B,K,F)

P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya

yang teridentifikasi?

Ya (penyortiran 7, perebusan 2)

P.2.a Apakah pada tahap penyortiran 7 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (penyortiran 7 = CCP)

P.2.b Apakah pada tahap penghalusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Tidak (penghalusan 3 = CCP)

P.2.c Apakah tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan bahaya

sampai batas yang dapat diterima?

Ya (perebusan 2 = CCP)

8. Seledri

P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada seledri?

Ya (B,K,F)

29

P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya

yang teridentifikasi?

Ya (penyortiran 8, pencucian 6, perebusan 2)

P.2.a Apakah pada tahap pencucian 6 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (pencucian 6 = CCP)

P.2.b Apakah pada tahap penyortiran 8 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (penyortiran 8 = CCP)

P.2.c Apakah pada tahap pemotongan 3 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Tidak (Pemotongan 3 = Bukan CCP)

P.2.d Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (Perebusan 2 = CCP)

9. Air

P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada air?

Ya (B,K,F)

P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya

yang teridentifikasi?

Ya (perebusan 2)

P.2.a Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan

bahaya sampai batas yang dapat diterima?

Ya (perebusan 2 = CCP)

10. Penghalusan 2 (Air, bawang putih, merica)

Apakah penghalusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai

batas yang dapat diterima?

Tidak (Penghalusan 2 = Bukan CCP)

30

11. Penyimpanan 4 (air, bawang putih dan merica pada suhu 7oC)

Apakah penyimpanan 4 dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai

batas yang dapat diterima?

Tidak (Penyimpanan 4 = Bukan CCP)

12. Perebusan 2 (100oC selama 30 menit)

Apakah perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai

batas yang dapat diterima?

Ya (Perebusan 2 = CCP)

13. Pemorsian

Apakah pemorsian dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai batas

yang dapat diterima?

Tidak (Pemorsian = Bukan CCP)

14. Pendistribusian

Apakah pendistribusian dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai

batas yang dapat diterima?

Tidak (Pendistribusian = Bukan CCP)

Tabel 9. Penetapan CCP dan CP Pada Pengolahan Sup Terang Bulan

Proses CCP CP

Penyortiran 1 (bawang putih) √

Penyortiran 2 (merica) √

Penyortiran 3 (daging sapi) √

Penyortiran 4 (wortel) √

Penyortiran 5 (jamur putih) √

Penyortiran 6 (telur) √

Penyortiran 7 (garam) √

Penyortiran 8 (seledri) √

Penyimpanan 1 (bawang putih, 29oC) - -

31

Pencucian 1 (Bawang putih) √

Penghalusan 1 (merica) -

Penyimpanan 2 ( merica) -

Pencucian 2 (daging sapi) √

Perebusan 2 (daging sapi, 100oC selama 30 menit)

- -

Pemotongan 1 (daging sapi) - -

Pengupasan (wortel) - -

Pencucian 3 (wortel) √ -

Pemarutan (wortel) - -

Perendaman (jamur putih, 80oC selama 15 menit)

- √

Pencucian 4 (jamur putih) √ -

Pemotongan 2 (jamur putih) - -

Pencucian 5 (telur) √ -

Penyaringan (telur) - √

Pencucian 6 (seledri) √ -

Pemotongan 3 (seledri) - -

Penghalusan 2 (bawang putih, merica, air)

- -

Penyimpanan 4 (bawang putih, merica,

dan air yang telah menjadi bumbu putih halus)

- √

Perebusan 2 (100oC selama 30 menit) √ -

Pemorsian - √

Pendistribusian - √

32

Gambar 3. CCP dan CP Pembuatan Sup Terang Bulan

CP

CCP

Wortel Telur

Pemotongan 2

Pencucian 4

Perendaman

80oC, 15 menit

Jamur putih

Pemarutan

Pencucian 3

Pengupasan

Kaldu sapi

Perebusan 1

100oC, 60 menit

Pencucian 2

Daging sapi

Penyortiran 1

Pencucian 5

Penghalusan 2

Perebusan 2

100oC, 30 menit

Sup Terang Bulan

Pemorsian

Pendistribusian

Bawang putih

Penyimpanan 1

29oC

Pencucian 1

Merica

Penghalusan 1

Penyimpanan 2

29oC

Air matang

Penghalusan 3

Garam Seledri

Pencucian 6

Pemotongan 3

Penyimpanan 4 7oC

Penyaringan

Penyortiran 2 Penyortiran 3 Penyortiran 4 Penyortiran 5 Penyortiran 6 Penyortiran 7 Penyortiran 8

Pemotongan 1

33

D. Batas Kritis

Tabel 10. Penetapan Batas Kritis Pada Pembuatan Sup terang Bulan

Komponen HACCP Parameter Kritis Batas kritis

Penyortiran 1

(bawang putih)

Standar spesifikasi

bahan yang telah

ditetapkan

Bawang putih: Bersih, segar, tidak

busuk, terkupas

Penyortiran 2

(merica)

Standar spesifikasi

bahan yang telah ditetapkan

Merica: utuh, bersih

Penyortiran 3

(daging sapi)

Standar spesifikasi bahan yang telah

ditetapkan

Daging sapi: Segar, bersih, tidak

berurat, tidak berlemak

Penyortiran 4

(wortel)

Standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Wortel : Bersih, segar, muda

Penyortiran 5

(jamur putih)

Standar spesifikasi

bahan yang telah ditetapkan

Jamur putih: Bersih, putih, utuh

Penyortiran 6

(telur)

Standar spesifikasi bahan yang telah

ditetapkan

Telur: Utuh, bersih, tidak

busuk/baru

Penyortiran 7

(garam)

Standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Garam: Branded GM

Penyortiran 8

(seledri)

Standar spesifikasi

bahan yang telah ditetapkan

Seledri: Bersih, segar, muda, tidak

berulat

Pencucian 1

(bawang putih)

Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih

Pencucian 2

(daging sapi)

Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih

Pencucian 3

(wortel)

Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih

Pencucian 4

(jamur putih)

Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih

Pencucian 5

(telur)

Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih

Pencucian 6

(seledri)

Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih

Perebusan 2 Suhu dan waktu

perebusan

Suhu 72oC, 15 menit

34

E. Monitoring

Tabel 11. Monitoring Pada Pembuatan Sup Terang Bulan

Kegiatan Pemantauan Cara Pemantauan Hasil Pemantauan

Penyortiran 1

(bawang putih)

Pemantauan/ pengamatan Penyortiran bawang putih

sudah Sesuai dengan standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Penyortiran 2

(merica)

Pemantauan/ pengamatan Penyortiran merica sudah

Sesuai dengan standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Penyortiran 3

(daging sapi)

Pemantauan/ pengamatan Penyortiran daging sapi

sudah Sesuai dengan standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Penyortiran 4

(wortel)

Pemantauan/ pengamatan Penyortiran wortel sudah

Sesuai dengan standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Penyortiran 5

(jamur putih)

Pemantauan/ pengamatan Penyortiran jamur putih

sudah Sesuai dengan standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Penyortiran 6

(telur)

Pemantauan/ pengamatan Penyortiran telur sudah

Sesuai dengan standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Penyortiran 7

(garam)

Pemantauan/ pengamatan Penyortiran garam sudah

Sesuai dengan standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Penyortiran 8

(seledri)

Pemantauan/ pengamatan Penyortiran seledri sudah

Sesuai dengan standar spesifikasi bahan yang telah ditetapkan

Pencucian 1

(bawang putih)

Pengecekan kebersihan bahan

makanan

bahan makanan

dilakukan pencucian terlebih dahulu sebelum dilakukan pengolahan

Pencucian 2

(daging sapi)

Pengecekan kebersihan bahan

makanan

bahan makanan

dilakukan pencucian terlebih dahulu sebelum dilakukan pengolahan

dan dicuci dengan air mengalir sampai bersih

Pencucian 3

(wortel)

Pengecekan kebersihan bahan makanan

bahan makanan dilakukan pencucian

terlebih dahulu sebelum dilakukan pengolahan

35

dan dicuci dengan air mengalir sampai bersih

Pencucian 4

(jamur putih)

Pengecekan kebersihan bahan

makanan

bahan makanan

dilakukan pencucian terlebih dahulu sebelum dilakukan pengolahan

dan dicuci dengan air mengalir sampai bersih

Pencucian 5

(telur)

Pengecekan kebersihan bahan makanan

bahan makanan dilakukan pencucian

terlebih dahulu sebelum dilakukan pengolahan dan dicuci dengan air

mengalir sampai bersih

Pencucian 6

(seledri)

Pengecekan kebersihan bahan makanan

bahan makanan dilakukan pencucian terlebih dahulu sebelum

dilakukan pengolahan dan dicuci dengan air mengalir sampai bersih

Perebusan 2

Pengecekan suhu perebusan Suhu dan waktu

perebusan sudah sesuai yaitu lebih dari 72oC dan 15 menit

F. Tindakan Koreksi

Tabel 12. Tindakan Koreksi Pada Pembuatan Sup Terang Bulan

No. Kegiatan Pemantauan

Penyimpangan Tindakan Koreksi

1 Penyortiran 1

(bawang putih)

- -

2 Penyortiran 2

(merica)

- -

3 Penyortiran 3

(daging sapi)

- -

4 Penyortiran 4

(wortel)

- -

5 Penyortiran 5

(jamur putih)

- -

6 Penyortiran 6

(telur)

- -

7 Penyortiran 7

(garam)

- -

8 Penyortiran 8

(seledri)

- -

9 Pencucian 1 - -

36

(bawang putih)

12 Pencucian 2

(daging sapi)

- -

15 Pencucian 3

(wortel)

- -

16 Pencucian 4

(jamur putih)

- -

17 Pencucian 5

(telur)

- -

19 Pencucian 6

(seledri)

- -

20 Perebusan 3 - -

G. Verifikasi

Pada pembuatan sup terang bulan tidak terdapat penyimpangan sehingga

tidak terdapat tindakan koreksi yang dilakukan. Akan tetapi untuk menjaga agar

kualitas sup terang bulan tetap baik maka perlu dilakukan verifikasi setiap 3

bulan sekali.

H. Pemeliharaan Catatan

Pencatatan dilakukan sejak penerimaan bahan baku, proses pengolahan

hingga menjadi produk dan distribusi. Catatan harian selalu tersimpan dengan

baik untuk mengantisipasi jika suatu saat ada pengaduan dari konsumen

terhadap produk. Apabila catatan tersimpan dengan baik maka produsen dapat

dengan mudah dan dalam waktu yang singkat dapat mendeteksi kapan dan

pada tahap mana terjadinya penyimpangan.

Pemeliharaan catatan dilakukan terhadap beberapa hal yaitu definisi CCP,

prosedur pengendalian, verifikasi data, dan catatan penyimpanan dari prosedur

normal. Pemeliharaan catatan dapat mempermudah pelaksanaan pengoreksian

apabila terjadi kasus penyimpangan.

1. Judul

Laporan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sup Terang Bulan

Manajemen Sistem Perencanaan Makanan Di RSUD. Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto.

2. Tanggal pengamatan dan pencatatan : 6-7 November 2014

3. Identifikasi konsumen

37

Pada pengamatan ini konsumen yang dituju yaitu pasien rawat inap kelas I,

II, dan III dengan diit menu makan saring di RSUD. Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto.

4. Deskripsi produk

Sup terang bulan merupakan salah satu menu sayuran yang disajikan untuk

makan siang pada menu ke 4 dalam siklus menu 10 hari di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto. Bahan utamanya adalah wortel, jamur putih,

telur, kaldu sapi, dan seledri sedangkan bumbunya adalah bawang putih,

merica, air, dan garam. Sup terang bulan merupakan makanan saring

dengan konsistensi sedikit kental, didominasi oleh warna orange dan

memiliki aroma khas dan rasa gurih. Menu ini ditujukan untuk pasien di ruang

perawatan kelas I, II, dan III untuk menu makanan saring disajikan

menggunakan palto bulat tertutup dari stainlestell.

5. Alat dan Bahan

a. Alat

1) Panci

2) Kompor

3) Blender

4) Pisau

5) Talenan

6) Sendok sayur

7) Saringan

b. Bahan

1) Wortel

2) Jamur putih

3) Telur

4) Seledri

5) Bawang putih

6) Merica

7) Kaldu daging

8) Air

38

6. Proses yang dilakukan dalam pengolahan Sup Terang Bulan

a. Proses penyortiran bahan makanan

Analisa bahan sesuai spesifikasi bahan makanan.

b. Proses penyimpanan bahan makanan

Pemantauan suhu agar bahan makanan tidak rusak.

c. Proses persiapan bahan

Pemantauan pada proses persiapan meliputi tahap pengupasan,

pencucian, pemarutan, perendaman dan pemotongan.

d. Proses pengolahan bahan makanan

Pemantauan pada proses perebusan sup

e. Proses pemorsian bahan makanan

Pemantauan dan analisa bahaya pada proses pemorsian.

f. Proses pendistribusian bahan makanan

Pemantauan dan analisa bahaya pada proses pemorsian.

7. Identifikasi bahaya dan Cara Pencegahan Pada CCP

a. Proses penyortiran

Analisa bahan makanan yang diterima, disesuaikan dengan spesifikasi

yang telah ditetapkan.

b. Proses Pencucian

Analisa bahaya meliputi cara pencucian dan kebersihan tempat untuk

pencucian. Tujuan tahap pencucian yaitu untuk membersihkan bahan

makanan dari kotoran, pasir, maupun sisa kulit yang masih menempel.

Pencucian bahan makanan dilakukan dengan air mengalir sampai bahan

yang dicuci bersih.

c. Proses Perebusan

Analisa bahaya meliputi waktu perebusan, alat, kebersihan tempat dan

penggunaan alat pelindung diri (APD) oleh tenaga pengolah. Tujuan

perebusan yaitu untuk memeperbaiki mutu dan membunuh

mikroorganisme yang masih ada pada bahan makanan. Dalam tahap

perebusan ini kebersihan alat dan penggunaan APD tenaga pengolah

39

harus sudah ditetapkan dengan baik. Suhu yang digunakan untuk

perebusan harus melewati suhu internal (72̊C selama 15 detik).

I. Pembahasan

1. Penyortiran

Bahan makanan mentah diperoleh dari supplier yaitu CV. Tigan Emas yang

dicek oleh tim penerimaan barang Instalasi Gizi Rumah Sakit Margono

Soekarjo (RSMS) disesuaikan dengan spesifikasi bahan makanan rumah

sakit. Proses penerimaan bahan dari Sup Terang Bulan yakni wortel, jamur

putih, seledri dan telur dan bumbu-bumbu yaitu, bawang putih, merica, dan

garam disesuaikan dengan spesifikasi. Semua bahan tersebut sudah sesuai

dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh instalasi gizi RSMS. Wortel dan

seledri bersih, segar dan tidak busuk. Jamur putih bersih, utuh dan tidak apek.

Bawang putih bersih, segar, tidak busuk dan terkelupas. Merica utuh dan

bersih. Garam beryodium dan kering.

2. Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan setelah proses penerimaan bahan makanan.

Proses penyimpanan bumbu halus di refrigerator khusus bumbu dengan suhu

7oC. Suhu di refrigerator khusus bumbu sudah sesuai dengan SPO yaitu 0o-

20oC sehingga aman untuk digunakan sebagai tempat penyimpanan bumbu.

Apabila suhu lebih tinggi dari 20oC maka bakteri akan berkembang biak

sehingga terjadi kontaminasi pada bumbu. Penyimpanan menjadi CP karena

penyimpanan di refrigerator dapat mengendalikan bahaya yang kemungkinan

muncul yaitu pertumbuhan bakteri dapat dihambat.

3. Persiapan

Persiapan pada pengolahan Sup Terang Bulan meliputi, sortasi,

pengupasan, perendaman, pemotongan, pencucian, dan penghalusan. Proses

persiapan yang menjadi CCP adalah pencucian bahan makanan. Pencucian

bahan makanan dijadikan CCP karena dapat mengurangi bahaya sampa

batas yang dapat dikendalikan terutama bahaya fisik berupa debu, tanah,

pasir. Untuk bahaya biologi yang dapat dikendalikan berupa ulat, sedangkan

40

bahaya kimia yang dapat diminimalkan berupa residu pestisida yang

kemungkinan dapat menempel pada bahan makanan. Perendaman pada

jamur putih kering dijadikan sebagai CP karena dapat meningkatkan mutu

jamur yaitu menjadikan jamur putih kering menjadi lebih lembek sehingga

mudah diolah. Perendaman dilakukan pada air dengan suhu 80oC selama 15

menit. Setelah direndam jamur putih dipotong, selain jamur putih bahan

makanan lain yang dipotong adalah wortel, seledri, dan daging sapi. Pada saat

proses pemotongan, tenaga persiapan bahan sudah menggunakan APD

berupa celemek dan penutup kepala selain itu tenapa persiapan juga telah

melakukan cuci tangan sebelum melakukan persiapan akan tetapi ada

beberapa alat persiapan yang kurang bersih yaitu telenan yang digunakan

untuk memotong wortel, jamur putih, dan seledri. Alat yang tidak bersih

memungkinkan terjadinya kontaminasi dari alat ke makanan.

4. Pengolahan

Proses pengolahan pada Sup Terang Bulan adalah perebusan. Perebusan

yang menjadi CCP adalah perebusan 2 karena perebusan dapat mengurangi

atau menghilangkan bahaya biologi sampai batas yang dapat diterima. Pada

perebusan 2 suhunya adalah 100oC dengan waktu 30 menit. Suhu tersebut

sudah melewati batas kritis yaitu 72oC selama 15 menit sehingga dapat

menghilangkan bahaya biologi terutama mikroorganisme sampai batas yang

dapat diterima. Perebusan 1 pada daging sapi tidak dijadikan CCP karena ada

tahap selanjutnya yaitu perebsan 2 yang dapat mengurangi bahaya biologi

sampai pada batas yang dapat diterima.

5. Pemorsian

Proses pemorsian merupakan CP karena mengendalikan bahaya yang ada.

Petugas pemorsian telah menggunakan masker agar makanan tidak

terkontaminasi dengan mikrobia yang ada pada mulut petugas. Penggunaan

sarung tangan belum sepenuhnya dilakukan oleh tenaga pemorsian akan

tetapi petugas pemorsian telah menggunakan alat pada saat mengambil

makanan yang telah matang. Makanan disajikan di dalam plato tertutup yan

telah disterilkan terlebih dahulu.

41

6. Pendistribusian

Proses pendistribusian merupakan CP karena mengendalikan bahaya yang

ada. Petugas pramusaji telah menggunakan masker agar makanan tidak

terkontaminasi dengan mikrobia yang ada pada mulut saat para pramusaji

sedang berbicara. Makanan yang telah selesai pemorsian dimasukkan ke

dalam kereta makan tertutup dan didistribusikan kepada pasien. Sup terang

bulan merupakan makanan dalam bentuk caik sehingga masa simpan sup

menjadi lebih pendek hanya sekitar 2 jam oleh karena itu konsumen

diharapkan segera menghabiskan sup terang bulan setelah didistribusikan .

apabila sup terang bulan tidak segera dikonsumsi dikhawatirkan

mikroorganisme berbahaya dapat berkembang biak sehingga makanan sudah

tidak layak untuk dikonsumsi. Pada saat pendistribusian pramusaji belum

memberikan informasi kepada pasien tentang batas waktu mengkonsumsi

sup.

Dari semua uraian diatas, tingkat resiko produk sup terang bulan untuk pasien

kelas I,II dan III di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dapat dikategorikan

beresikotinggi artinya makanan dapat terus diolah tetapi perlu adanya pengawasan

makanan dengan baik, karena makanan tersebut dikonsumsi untuk pasien atau

orang sakit.

42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penerapan HACCP pada produk sup terang bulan di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto sudah baik dan perlu adanya peningkatan

agar produk tetap terjamin kualitasnya. Produk sup terang bulan masuk

kategori analisa resiko tinggi karena berpotensi mengandung bahaya A

yang beresiko tinggi terutama terhadap pasien.

2. Potensi bahaya pada bahan mentah produk sup terang bulan adalah

bahaya fisik, kimia, dan biologi. Bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan

cara penyortiran bahan makanan sesuai dengan spesifikasi, pencucian

bahan makanan dengan air mengalir hingga bersih, dan perebusan dengan

suhu 72oC selama 15 menit.

3. Titik kendali Kritis pada pembuatan sup terang bulan antara lain pada

penyortiran, pencucian, dan perebusan.

4. Batas Kritis yang ditetapkan antara lain:

- Pernyortiran : sesuai dengan spesifikasi bahan yang telah

ditentukan oleh RSMS

- Pencucian : bahan makanan bebas dari kotoran

- Perebusan : suhu 72oC selama 15 menit

5. Pemantauan CCP dapat dilakukan dengan cara pengamatan secara

langsung, pengecekan suhu dan waktu perebusan, dan pengecekan

kebersihan makanan.

6. Pada pembuatan sup terang bulan tidak terdapat penyimpangan sehingga

tidak ada tindakan koreksi.

7. Verifikasi dapat dilakukan setiap 3 bulan sekali untuk menjaga kualitas sup

terang bulan agar selalu terjaga dan aman dikonsumsi.

8. Pencatatan dilakukan sejak penerimaan bahan baku, proses pengolahan

hingga menjadi produk dan distribusi. Pemeliharaan catatan dilakukan

terhadap beberapa hal yaitu definisi CCP, prosedur pengendalian, verifikasi

43

data, dan catatan penyimpanan dari prosedur normal. Pemeliharaan

catatan dapat mempermudah pelaksanaan pengoreksian apabila terjadi

kasus penyimpangan.

B. Saran

1. Meningkatkan kualitas sup terang bulan agar keamanannya tetap terjaga.

2. Pramusaji hendaknya memberikan informasi kepada pasien tentang

batas waktu untuk mengkonsumsi makanan, atau dapat juga dengan

cara memberikan label pada plato yang digunakan untuk menyajikan

makanan

3. Meningkatkan kebersihan alat yang digunakan terutama pada proses

persiapan.

44

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia – SNI 4852-

1988.

[DEPTAN] Departemen Pertanian RI Direktorat Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Hewan (DITJENAK). 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan

Hewan 2011. Jakarta (ID): CV Karya Cemerlang.

Depkes. 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Gizi Masyarakat

Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Rahayu WP. 2011. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor (ID): IPB Pr.

Rauf, Rusdin. 2013 Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sudarmaji.2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis.FKM Unair. Jurnal

Kesehatan Lingkungan Vol. 1 No. 2

Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga.

Jakarta: Penerbit Bhratara.

Syah, et al. 2005. Manfaat dan bahaya Tambahan Pangan. Himpunan Alumni

Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Jakarta: Bumi Aksara.