Upload
article33
View
368
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Article 33 Indonesia Policy Brief http://www.article33.or.id
Citation preview
Policy paper tentang efektivitas dan akuntabilitas anggaran BOS ditulis untuk melakukan up-dating terhadap hasil study Pattiro Institute terhadap Anggaran pendidikan dasar gratis dalam Working Paper Mei 2011 . Beberapa rekomendasi kepada pengambil kebijkaan telah dipenuhi seperti penambahan alokasi BOS.
Terdapat 3 hal yang ditinjau dalam anggaran dan kebijakan BOS yaitu : Anggaran (Alokasi), Service Delivery dan Akuntabilitas yang berujung pada rekomendasi.
uang seragam sekolah Uang seragam sekolah menjadi salah satu out of pocket yang menjadi tanggungan orang tua, setiap tahun ajaran baru menjadi item yang harus dibeli dari sekolah dengan harga relatif mahal. Karena bersifat seragam, maka lebih baik ditanggung BOS.
SERVICE DELIVERY1. Perubahan mekanisme transfer
BOS kembali ke sentralisasi
tidak sejalan dengan kebijakan desentralisasi
Menurut UU No.22 tahun 1999, bab IV pasal 7, pengelolaan bidang pendidikan dilakukan oleh daerah (desentralisasi), begitu juga dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pendidikan menjadi urusan daerah sehingga mere-sentralisasi kebijakan mekanisme BOS bertentangan dengan kebijakan tentang pemerintah daerah. Pendidikan dasar juga merupakan bagian dari kewenangan Pemerintah Daerah sehingga BOS sebagai salah satu instrumen pemenuhan anggaran pendidikan dasar merupakan urusan Pemerintah Pusat dan Daerah (Pasal 11 ayat 2 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Memperkuat Efektifitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOS
Nasional
2 Mendesentralisasi transfer BOS, membenahi mekanisme pengelolaan keuangan dan kapasitas perencanaan sekolah
Masalah utama keterlambatan penyaluran adalah kesiapan penyusunan RKAS dan berbelitnya pencairan kas daerah. Perbaikan yang dilakukan adalah penyiapan perencanaan sekolah yang lebih awal serta perubahan secara khusus untuk peraturan pencairan BOS.
AKUNTABILITAS
Memperkuat akuntabilitas sosial dalam pengawasan BOS
Akuntabilitas sosial berbasis pada pengawasan masyarakat, dengan memperkuat literasi terhadap anggaran sekolah dan akses terhadap informasi. Akuntabilitas sosial akan menjadi penyeimbang akuntabilitas administratif yang rawan rekayasa
Menerapkan set of accountability dalam Juklak/Juknis BOS. Secara definitif, dicantumkan tentang etik good governance yang meliputi transparansi, partisipasi dan akuntabilitas sebagai kewajiban pengelola anggaran BOS.
¹ Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Pendidikan Dasar Lainnya (DPL) TA 2007 dan 2008. Dalam mengaudit hasil laporan dana BOS dan dana pendidikan lainnya, BPK RI mengambil uji sampling pada 4.127 sekolah di 62 kabupaten/kota
Memperkuat Efektifitas dan Akuntabilitas Kebijakan
Anggaran BOS
POLICY BRIEF 3
4
ANGGARAN1. Alokasi BOS selalu meningkat
sejak dicanangkan 2005 dan pada 2012 telah mencapai unit cost 100% dari Biaya Operasional Non-Personal Alokasi BOS 2012 memenuhi alokasi dengan standar biaya operasional sesuai PERMENDIKNAS No. 69 tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Non personalia Tahun 2009 untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/
PATTIRO InstituteGedung CIKS Lt 3 No 316Jl. Cikini Raya No 84 - 86Jakarta Pusat - Indonesia
Tel: +62 21 3142 854Fax: +62 21 3142 854
Email: [email protected]
Executive DirectorDini Mentari
Senior SupervisorAmbarsari Dwi Cahyani
Chitra Retna S
Senior Program ManagerErmy Sri Ardhyanti
Senior Associate ResearcherSonny Mumbunan
Internal ManagerLukman Hakim
Finance ManagerErry Murni
Office ManagerCici Yusella
Didukung oleh
PATTIRO Institute adalah lembaga yang didedikasikan
untuk memperkuat kebijakan lokal dan desentralisasi di
Indonesia. PATTIRO Institute lahir sebagai lini difusi dari PATTIRO, sebuah organisasi
yang sejak 1998 telah mengakar dalam kerja-kerja
penguatan pemerintahan daerah dan masyarakat sipil
di puluhan wilayah Indonesia. Kami berupaya memperkuat
kerja-kerja itu melalui produksi pengetahuan secara mendalam dengan mendorong perubahan
kebijakan yang berlandaskan bukti.
Kerja-kerja PATTIRO Institute diperkuat oleh Board of
Expert Associate, yang terdiri dari kumpulan pakar yang
mendalami pengetahuan yang kami produksi.
MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dan SMALB. RAPBN 2012 Penyediaan dana BOS sebesar Rp. 23,6 triliun bagi seluruh siswa SD dan SMP. Sebelumnya, alokasi BOS baru memenuhi 68,4 % untuk SD/MI dan 80,3 % untuk SMP/MTs dari kebutuhan per siswa untuk Biaya Operasional Non-Personal.
2. Maksimal 30 % anggaran BOS masih digunakan untuk membayar honor guru
Meskipun menurun dari Juklak tahun 2010 yang membolehkan maksimal 40 %, namun dengan masih dimasukkannya komponen honor guru akan mengurangi alokasi untuk operasional siswa.
3. Biaya personal siswa miskin kurang alokasi, angka putus sekolah tinggi Jumlah siswa miskin di Indonesia hampir mencapai 50 juta. Jumlah tersebut terdiri dari 27,7 juta siswa di bangku tingkat SD, 10 juta siswa tingkat SMP, dan 7 juta siswa setingkat SMA. Dari jumlah itu, sedikitnya ada sekitar 2,7 juta siswa tingkat SD dan 2 juta siswa setingkat SMP yang terancam putus sekolah. Biaya sekolah yang relatif mahal ditengarai menjadi penyebab utama tidak berdayanya para siswa miskin melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya. Kesulitan ini semakin berat dengan adanya keharusan membayar uang pangkal, membeli buku tulis, seragam sekolah, dan buku pelajaran. Hal-hal tersebut merupakan beberapa indikator pemicu biaya sekolah menjadi mahal.
SERVICE DELIVERY1. Mekanisme transfer BOS pada tahun 2011
menggunakan mekanisme desentralisasi, ditandai dengan kasus keterlambatan
Sebelumnya, BOS ditransfer dari APBN (Kas Negara) ke rekening masing-masing sekolah. Sehingga Dinas Pendidikan dan DPRD di daerah Kabupaten/Kota tidak memiliki fungsi dan wewenang pengawasan dan complain handling, sekolah memiliki kewenangan besar dan tidak ada kewajiban transparansi yang
Akhirnya pilihan yang diumumkan Menteri Pendidikan Nasional pada awal Oktober adalah opsi ke-2 yaitu mekanisme APBN-Provinsi-sekolah. Walau diakui Mendiknas, tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah.
AKUNTABILITASPenyalahgunaan dan indikasi korupsi Dana BOS.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Pendidikan Dasar Lainnya (DPL) TA 2007 dan 2008. Dalam mengaudit hasil laporan dana BOS dan dana pendidikan lainnya, BPK RI mengambil uji sampling pada 4.127 sekolah di 62 kabupaten/kota. Sebanyak 62,84% sekolah yang disampling¹ tidak mencantumkan seluruh penerimaan dana BOS dan DPL dalam RAPBS dengan nilai Rp 479,96 miliar [TA 2007] dan Rp 144, 23 miliar [TA 2008 semester I]. Padahal salah satu media perencanaan yang dipakai sekolah dalam pengelolaan keuangannya adalah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Salah satu akibatnya, masih terjadi pungutan di sekolah karena siswa dan orang tua tidak mengetahui RAPBS dan menjadi obyek yang tanpa “reserve” bagi pungutan yang dilakukan sekolah.
Temuan-temuan :1. Dana BOS sebesar digunakan tidak sesuai
peruntukannya (indikasi korupsi). Kegiatan tersebut antara lain Biaya transportasi kegiatan rekreasi kepala sekolah dan guru, uang lelah kepala sekolah, biaya pertemuan hari ulang tahun yayasan (biasa terjadi di sekolah swasta yang dikelola yayasan).Dengan mengunakan uji sampling (uji petik) 4127 dari sekitar 200 ribu sekolah, maka dana BOS yang tidak digunakan sesuai peruntukan dalam operasional sekolah mencapai Rp 1.4 triliun.
2. Pembelian buku pelajaran tidak sesuai Juknis BOS Buku. Dari sampling 4127 SD/SMP di 62 kabupaten/kota, terdapa 134 sekolah di 14 kabupaten/kota senilai Rp 562.4 juta yang menggunakan dana BOS buku untuk membeli buku-buku pelajaran yang tidak sesuai dengan juknis BOS buku. Secara statistik, angka penyalahaan BOS buku ini setara dengan Rp 25
mengikat sehingga rawan penyelewengan. Tahun 2011 BOS ditransfer dari APBN ke APBD, APBD ke sekolah dengan mengikuti PP No.58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Implementasi 2011 (hingga triwulan ke 3) ditandai dengan keterlambatan transfer ke sekolah. Paling parah ada pada triwulan 1, yang diidentifikasi karena keterlambatan penyusunan RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) sebagai syarat pencairan anggaran. Hal ini terjadi karena Juklak/Juknis BOS baru sampai ke Daerah kurang dari 10 hari dari jadwal penetapan APBD (31 Desember). Sampai triwulan ke-3 keterlambatan ada di 6 daerah di Provinsi Papua dan 1 daerah di Provinsi Kepulauan Riau.
Di samping itu kasus keterlambatan terjadi pada sekolah swasta. Alokasi sekolah swasta ada pada Belanja Hibah sehingga menggunakan mekanisme pencairan dana hibah, dimana seluruh sekolah swasta menyusun proposal dan SPJ dan ditandatangani dalam Bupati/Walikota melalui SK. Satu saja sekolah yang terlambat akan menghambat pencairan.
2. Kasus keterlambatan membuat Pemerintah Pusat mengubah kebijakan transfer BOS menjadi lewat Provinsi
Dirjen Pendidikan Dasar Kemendiknas mengadakan survey kepada Dinas Pendidikan di Kabupaten/Kota yang menanyakan tentang apa mekanisme transfer BOS 2012 yang menghasilkan lebih dari 80% mengatakan kembali ke mekanisme 2010. Opsi kebijakan yang dikeluarkan oleh Mendiknas dan Menko Kesra adalah dari APBN ke sekolah atau lewat APBN-Provinsi –sekolah dengan mekanisme grant atau dana hibah.
miliar untuk sekitar seluruh SD/SMP di Indonesia
Pemerintah tidak meregulasi transparansi. Hingga saat ini Pemerintah nampaknya belum mempunyai formula kebijakan yang tepat untuk memperbaiki akuntabilitas penggunaan dana BOS (maupun dana-dana lainnya) di tingkat sekolah. Sekolah menjadi tidak mempunyai insentif untuk transparan.
End-user dari BOS, yaitu siswa dan orang tua tidak dilibatkan dalam perancanaan hingga monitoring penggunaan BOS
Orang tua siswa biasanya dilibatkan dalam penentuan besarnya uang gedung, namun belum pada level perencanaan RKAS apalagi dalam memonitor penggunaannya.
REKOMENDASI
ANGGARAN 1. Menambah alokasi beasiswa bagi siswa miskin,
kekuranggannya dialokasikan oleh BOSDA Pada APBN-P 2011 beasiswa untuk siswa miskin sebesar 2,9 T yang akan diberikan melalui bantuan khusus murid (BKM) itu diperuntukkan bagi 338.000 anak. Setiap anak akan memperoleh Rp 780.000 per tahun atau Rp 65.000 per bulan. Anggaran ini masih kurang karena jumlah siswa miskin di pendidikan dasar sebesar 43 juta, dengan angka putus sekolah 4,7 juta.
2. Mengeluarkan skema honor guru dari BOS , honor guru dibayar Pemerintah Daerah
3. Menambahkan benefit basket BOS seperti
Memperkuat Efektifitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOS Memperkuat Efektifitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOS2 3