Upload
jurnal-go-blog
View
240
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Pulang “Malu”, Tidak Pulang Rindu
JAKARTA, Hirup pikuk kegiatan disebuah pelabuhan yang ada di wilayah Jakarta Pusat, tepatnya di
wilayah Pelabuhan Sunda Kelapa, Minggu (02/02). Mereka semua seakan tidak henti untuk bekerja
dan beraktivitas di wilayah tersebut, padahal matahari sudah mau meninggalakan peradabannya.
Ketika kapal menyadarkan tubuhnya ke dermaga maka saat itulah para pelaut mulai bekerja
menurunkan dan menaikan barang-barang yang mereka antar.
Pagi, siang, sore dan malam seakan menyatu dengan kekuatan semangat para pekerja yang tidak
kenal lelah untuk beraktifitas. Pelaut kapal penisia, itu merupakan sebutan untuk para orang yang
berada di kapal tersebut. Kapal penisia merupakan sebuah kapal yang digunakan untuk mengangkut
barang yang ingin dikirim kesebuah tempat dengan melewati luasnya lautan.
Hari, minggu, bahkan sampai bulan, waktu yang mereka lewati diatas kapal yang berada di tengah
lautan. “Sebenernya sih kangen, tapi gimana ya, kalo pulang gak bawa uang malu sama anak istri,
Jakarta, 02 Februari 2014 | Lukman
Foto : Lukman
Beberapa orang sedang menaikan barang ke atas kapal yang sedang menepi di pelabuhan sunda kelapa, Jakarta Pusat. Susana sore seakan tidak terasa ketika melihat orang-orang tersebut masih bekerja sampai matahari tenggelam
tapi kalo gak pulang kangen” kata Udin (54) seorang pelaut kapal penisia, beliau sudah berlayar
lebih dari 20 tahun.
“Pulang tapi malu, tidak pulang tapi rindu”, mungkin sepenggal kata itu dapat mewakili perasaan
Udin yang seringkali dihantui petengkaran rasa rindu dan rasa malu. Tidak mudah mampu bertahan
ditengah lautan lepas, “kalo kita ada diatas kapal, nyawa taruhannya” tegas Udin.
“Apalagi kalo ada gelombang yang sampai dua meter, pasti pikran sudah bingung dan cuma bisa
berdoa dalam hati” tambahnya. Perjuangan yang dilakukan tidak lain tidak bukan hanya untuk
bertanggung jawab kepada anak dan istrinya. Bukan sebuah hal yang mudah ketika kita harus
melakukan hal yang mempertaruhkan nyawa. “kita semua cuma bisa berdoa, semoga selamat!” ucap
Udin ketika mengutarakan harapannya.
Waktu 20 tahun lebih bukan waktu yang sebentar untuk Udin merasakan suka dan duka menjadi
seorang pelaut kapal penisia. Waktu yang lama tersebut seakan membuat mentalnya menjadi tegar
dalam menghadapi segala sesuatu yang terjadi ditengah laut. Bermalam ditengah lautan yang
diombang-ambing ombak sudah sering dirasakan.
“Kalo kita tidak bisa menepi dipulau, ya kita tidur di kapal” kata Udin. Lautan sudah seakan menjadi
daratan bagi Udin karena hampir separuh hidupnya dihabiskan di tengah laut untuk beraktifitas.
“walau rindu, saya tetap sabar karna saya harus membiayai kebutuhan keluarga saya yang ada
dirumah” tutup Udin sebelum selesai diwawancarai.