Upload
muhammad-jufri
View
5.422
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
1
DAMPAK PROGRAM DANA BERGULIR BRR NAD–NIAS MELALUI
KOPERASI DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO TERHADAP
PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT PENERIMA
MANFAAT DI PROVINSI ACEH
M. Haykal
Abstract: The objective of this research is to identify factors explaining an increase in
beneficiaries’ income as an impact of revolving fund program of Badan Rehabilitasi and
Rekontruksi (BRR) of Aceh and Nias through micro-finance enterprises and cooperatives in
Aceh Province. Data utilized in this study were collected from various sources ranging
from direct interview with related respondents and agencies to detailed analysis on
financial reports of cooperative and micro-finance enterprises. Descriptive and linear
regression method are carried out to quantify the impact of the BRR’s revolving fund on
beneficiaries’ income. Besides, the statistical technique is designated as a tool to elaborate
how dependent and independent variables interacts one another. The distribution of
revolving fund has a positive impact upon beneficiaries’ income. The magnitude of impact
of BRR’s revolving fund on beneficiaries’ average income is considerably higher than that
before fund distributed. By undertaking a paired test, there existed a 82.09 percent value of
correlation. Partial correlation test also showed that positive impact occurred after
beneficiaries utilized the fund to support their economic activities. Since the revolving fund
has a key role in helping the people to improve their welfare, local government is
encouraged to deliver continuously the fund to the poor as a measure to boost their
incomes. However, fund receivers must have been equipped with sufficient managerial
skills to make use of the fund efficiently and effectively.
Keywords: income education, age, and working hours
____________________________________________________________________
M. Haykal, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
2
PENDAHULUAN
Dampak bencana gempa dan tsunami telah membawa sebagian besar masyarakat
Provinsi Aceh (NAD) dan Kepuluan Nias Sumatera Utara kehilangan mata pecaharian.
Kondisi ini tidak dapat segera dipulihkan. Demikian juga sarana dan prasarana ekonomi
menjadi rusak atau bahkan hilang sama sekali. Dampak terparah dirasakan oleh para
nelayan dan sektor perikanan. Oleh karena itu, program bantuan sosial kepada masyarakat
pada dasarnya merupakan amanah untuk menanggulangi kondisi dari kenyataan yang
disebutkan di atas, sekaligus sesuai dengan amanah “Blue Print” Pembangunan Masyarakat
NAD dan Nias, yang harus dilakukan oleh BRR–Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
Badan ini dibentuk dengan Keppres No 63 Tahun 2005 dan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2005 yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan kembali Aceh
dan Nias pasca Gempa Bumi dan Tsunami 26 Desember 2004, dan Gempa 28 Maret 2005
yang melanda Aceh dan Nias. Bidang Ekonomi dan Usaha BRR mempunyai kegiatan
dalam bidang pemulihan aset produktif dan microfinance, sistem pendukung usaha dan
microfinance, pengembangan usaha rumah tangga dan kelompok usaha, dan kegiatan
lainnya dalam mendukung pemulihan ekonomi Aceh dan Nias pasca bencana.
Data memperlihatkan bahwa betapa besarnya kerusakan akibat gempa bumi dan
tsunami, antara lain 130.000 jiwa meninggal dunia, 37.000 jiwa hilang, 500.000
kehilangan tempat tinggal, sekitar 100.000 usaha kecil dan menengah kehilangan mata
pencahariannya, diperkirakan lebih dari USD 2,1 miliar sektor produktif mengalami
kerusakan, 5 persen proyeksi penurunan ekonomi Aceh, 20 persen proyeksi penurunan
ekonomi di Nias, 32 persen pendapatan perkapita menurun, 5.176 UMKM rusak/hancur,
7.529 warung usaha rusak/hancur, 1.191 restoran rusak/hancur, 25 unit bank umum
rusak/hancur, 4 unit BPR rusak/hancur, 20 Lembaga Keuangan Mikro rusak/hancur, dan
195 pasar rusak/hancur (BRR Renstra 2005-2009).
Program pemberdayaan ekonomi dan pengembangan usaha telah banyak
dilakukan oleh BRR, antara lain melalui Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dengan
sistem dana bantuan (revolving fund) yang disalurkan melalui BRR Satker Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah kepada Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro dalam rangka
pemberdayaan usaha kecil dan menengah. Secara umum program dana bantuan bertujuan
untuk (1) meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, (2) meningkatkan volume usaha
koperasi dan UKM, (3) meningkatkan penyerapan tenaga kerja, (4) meningkatkan
semangat berkoperasi, (5) meningkatkan pendapatan anggota dan (6) membangkitkan etos
kerja. Program dana bantuan yang dikembangkan BRR NAD–Nias sampai saat ada
beberapa sumber, pada Tahun Anggaran 2005/2006-Luncuran dan 2006 BRR Satker
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah telah membina sebanyak 146 LKM dengan jumlah
dana yang telah disalurkan mencapai Rp 124,009,279,000,- miliar yang masing-masing
LKM menerima dana berkisar antara Rp 410 juta sampai dengan Rp 2,03 miliar. Dari 146
LKM yang telah dibina sebagian besar bantuan dana bantuan disalurkan kewilayah yang
mengalami musibah Tsunami.
Program dana bantuan yang diamati dan dibahas dalam tulisan ini adalah program
dana bantuan yang bersumber dari BRR NAD–Nias. Program dana bantuan ini diatur
dalam beberapa petunjuk teknis yang berkaitan dengan dana bantuan untuk pengembangan
usaha koperasi dan lembaga keuangan mikro. Berbagai permasalahan muncul dalam
program ini, seperti tidak tepat sasaran penentuan LKM dan koperasi pengelola, penerima
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
3
manfaat, rendahnya kualitas SDM pengelola dana, tidak tersedianya laporan keuangan
(sesuai yang diharapkan), bahkan sebagian dari dana tersebut diselewengkan oleh pengurus
koperasi. Efektifitas dari program ini sangat diragukan, hal ini dapat dilihat dari sebagian
besar dari LKM belum transparan dan akuntabel, dan jeleknya persepsi masyarakat
terhadap koperasi (Hasil Evaluasi Dewan Pengawas BRR NAD–Nias tahun 2008).
Kenyataan yang didapat tersebut mengundang banyak pertanyaan diantaranya
kemungkinan program tersebut kurang tepat sasaran, atau tidak adanya kelanjutan dari
program tersebut. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada Dampak Program Dana
bantuan BRR NAD–Nias Melalui Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro Terhadap
Peningkatan Pendapatan Masyarakat Penerima Manfaat di Provinsi Aceh Darussalam.
TINJAUAN PUSTAKA
Pendapatan
Data mengenai pendapatan yang diperoleh rumahtangga sangat sulit diperoleh,
sehingga biasanya data pendapatan didekati melalui data pengeluaran rumahtangga. Suatu
rumahtangga yang pengeluaran per kapitanya di bawah garis kemiskinan maka
dikatagorikan miskin (berpendapatan rendah). Penentuan yang digunakan BPS ini
berdasarkan pada standar kecukupan pangan setara 2100 kilo kalori per kapita per hari
(Widya Karya Pangan dan Gizi, 1978), ditambah dengan kebutuhan minimum bukan
makanan (nonmakanan). Komponen kebutuhan nonmakanan antara lain kebutuhan
perumahan (sewa rumah, pemeliharaan rumah, bahan bakar, penerangan, air, fasilitas
jamban, perlengkapan mandi), sandang (pakaian dan alas kaki), pendidikan (seperti iuran
SPP dan BP3, buku pelajaran, alat tulis), kesehatan (berobat sendiri, berobat ke Puskesmas,
berobat ke dokter/mantri kesehatan), transportasi/ongkos angkutan, rekreasi, kasur, bantal,
sapu, pisau, kompor, periuk, pajak bumi bangunan, dan kebutuhan dasar nonmakanan
lainnya (BPS:2000).
Tingkat Pendidikan
Data yang ada membuktikan bahwa pendidikan memang memiliki pengaruh yang
positif terhadap promosi pertumbuhan ekonomi. Tersedianya tenaga kerja terampil dan
terdidik sebagai syarat penting berlangsungnya pembangunan ekonomi secara
berkesinambungan tidak perlu diragukan lagi. Adanya korelasi positif antara tingkat
pendidikan seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya seumur hidup. Mereka yang
berpendidikan sekolah menengah keatas mempunyai penghasilan 300-800 persen lebih
tinggi daripada pekerja yang hanya berpendidikan sekolah dasar atau dibawahnya (Todaro
dan Smith, 2003:458).
Jam Kerja
Berdasarkan Konsep Ketenagakerjaan (The Labour Force Concept) ILO seseorang
dapat digolongkan sebagai pekerja penuh atau setengah penganggur berdasarkan jam
kerjanya. Mereka yang bekerja 35 jam per minggu keatas digolongkan sebagai pekerja
penuh, sedangkan yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu dikatagorikan sebagai
setengah penganggur (BPS, 2004).
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
4
Usia Pekerja
Penelitian Arya dan Antara (1993) menyatakan bahwa usia berpengaruh terhadap
produktivitas tenaga kerja dan dalam batas-batas tertentu, semakin bertambah usia
seseorang, semakin produktif tenaga kerja yang dimiliki (dalam Diliana, 2005).Lebih lanjut
Becker (1993) menguraikan bahwa produktivitas marjinal dari mereka yang menerima
tambahan pendidikan (pelatihan kerja, sekolah, dan tambahan pengetahuan lainnya) juga
tergantung pada faktor usia. Tingkat pendapatan akan lebih banyak meningkat pada
golongan usia muda daripada usia tua. Selama masa pelatihan pendapatan yang diterima
akan lebih rendah daripada marjinal produk dan sesudah masa pelatihan.
Hipotesis
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan dan hasil penelitian sebelumnya dapat
diajukan hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Program dana bantuan BRR NAD – Nias berdampak positif dan signifikan terhadap
peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat di Provinsi Aceh.
2. Faktor–faktor pendidikan, jam kerja, umur dapat menjelaskan peningkatan
pendapatan masyarakat penerima manfaat sebelum program. Jumlah dana, jam
kerja, pendidikan, jumlah dana bantuan, umur dan menerima dana dari sumber lain
selain BRR dapat menjelaskan pendapatan penerima manfaat setelah program dana
bantuan BRR NAD–Nias di Provinsi Aceh.
METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan
memilih sebanyak 11 kabupaten dari 23 kabupaten yang mendapat bantuan progaram dana
bantuan. Penelitian ini dilakukan pada koperasi dan LKM binaan BRR NAD-Nias tahun
anggaran 2005 dan 2006 di 11 Kabupaten/Kota dalam wilayah NAD.
Teknik Penarikan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat penerima program bantuan dana
bantuan BRR NAD - Nias Tahun Anggaran 2005 dan Tahun Anggaran 2006. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan cara two stage cluster random sampling, yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan secara bertahap berdasarkan wilayah yang menjadi
objek penelitian ini.
Sesuai dengan masalah yang ingin dibahas dan mengingat keterbatasan waktu,
tenaga dan biaya, maka pemilihan responden untuk menjadi responden dari populasi yang
ada ditentukan secara two stage cluster random sampling. Nazir (2003: 315)
mengemukakan bahwa dalam two cluster random sampling tidak semua unit elimenter
dalam Primary Sampling Unit (PSU) digunakan. Akan tetapi ditarik lagi sample dari tiap-
tiap PSU dengan sampling fraction yang berimbang dengan jumlah anggota atau unit
elimenter dalam tiap PSU. Pengambilan sampel dengan metode ini dianggap cukup untuk
mewakili populasi yang akan diteliti.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
5
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data Primer diperoleh dari wawancara dengan penerima manfaat. Sedangkan data sekunder
diperoleh melalui laporan keuangan koperasi/LKM, data pendukung lainnya dari BRR
Satker Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Laporan Dewan Pengawas BRR NAD-
Nias.
Model Analisis
Dalam menganalisa dampak Program Dana bantuan BRR NAD–Nias melalui
Koperasi dan LKM data yang telah terkumpul, terlebih dahulu ditabulasi dan kemudian
diolah dengan menggunakan rumusan secara deskriptif melalui analisa cross tab, uji beda
dua rata-rata dan uji statistik secara parsial melalui linear by linerar association dan
pearson’s R. Sementara untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel bebas dalam
menjelaskan pendapatan usaha kepala keluarga penerima manfaat sebagai variabel
dependen (Y) dihitung dengan model regresi linear berganda, yaitu sebagai berikut :
Yi = f (dana bantuan, jamkerja, dik, FB, umur, dummy)
Ln Yi = β0+β1 Lndana + β2 Lnjamkerja + β3 Lndik + β4 LnFB + β5 Lnumur +β6Lndummy+
εi
Dimana :
Y : Pendapatan usaha KK Penerima Manfaat sebelum dan sesudah (Rp.)
dana : jumlah dana bantuan yang diterima terakhir (Rp)
jamkerja : Jam Kerja (jam)
dik : Lama Pendidikan Penerima Manfaat (tahun)
FB : Frekuensi dana bantuan diterima (kali)
umur : Umur Penerima Manfaat (tahun)
Dummy : Variabel dummy yang menerima dana bantuan lainnya (NGO, Pemda,
dll = 1 ; tidak menerima bantuan lainnya = 0)
β0 : Konstanta
β1, β2, β3 …. β n. : Koefisien regresi
εi : Faktor pengganggu (Error term).
Yi : 1,2,3
1 = Pendapatan KK sebelum program
2 = Pendapatan KK sesudah program
3 = Pendapatan sesudah dikurangi pendapatan sebelum program
Definisi Operasional Variabel
Adapun variabel yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini
diartikan sebagai berikut:
1. Program Dana bantuan adalah bantuan penguatan masyarakat ekonomi lemah dalam
bentuk uang atau barang yang disalurkan melalui koperasi/LKM kepada masyarakat
untuk peningkatan pendapatan masyarakat desa terutama masyarakat miskin, dengan
sumber dana dari BRR NAD–Nias, yang diukur dengan satuan rupiah.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
6
2. Frekuensi Dana bantuan Diterima adalah banyaknya dana tersebut mampu di gulirkan
kepada masyarakat penerima manfaat, yang diukur dengan frekuensi penerimaan.
3. Umur Penerima Manfaat adalah usia penerima maanfaat pada saat menerima dana
bantuan untuk menjalankan kegiatan ekonomi keluarga, yang diukur dalam tahunan.
4. Pendapatan usaha kepala keluarga adalah besarnya penghasilan yang diterima oleh
kepala kelaurga dari usaha utama yang mereka kerjakan dan usaha ini pernah diberikan
modal usaha oleh BRR NAD–Nias melalui lembaga keuangan mikro atau koperasi,
yang diukur dalam satuan rupiah.
5. Jam Kerja adalah jumlah waktu yang dialokasikan untuk melakukan kegiatan ekonomi
produktif, dalam hal ini adalah waktu yang dihabiskan untuk mengelola usaha yang
pernah mendapatkan modal usaha dari BRR NAD–Nias melalui LKM/koperasi, yang
diukur dalam satuan jam.
6. Lama pendidikan penerima manfaat adalah jenjang pendidikan yang ditempuh oleh
penerima manfaat sebelum menerima dana bantuan BRR NAD–Nias, yang diukur
dalam tahunan.
7. Frekuensi penerimaan dana bantuan dari BRR NAD–Nias adalah banyaknya kucuran
dana bantuan yang diterima oleh koperasi/LKM setiap tahunnya, yang diukur dalam
satuan.
8. Perkembangan Penerima Manfaat adalah selisih penerima manfaat sebelum dengan
setelah penerimaan dana bantuan.
9. Pendapatan Selisih adalah Pendapatan setelah program dikurangi dengan pendapatan
sebelum program yang diukur dalam satuan rupiah.
10. Menerima Bantuan Lainnya (Dummy) adalah bantuan yang diterima selain dari BRR
NAD–Nias baik dari NGO maupun dari pemerintah.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pendapatan
Rata-rata pendapatan usaha penerima manfaat (laki-laki dan perempuan) sebelum
menerima bantuan adalah Rp 2.275.863. Diantara mereka ada yang berpendapatan hanya
Rp 200.000, sebaliknya disisi lain ada pula yang berpenghasilan hingga Rp 20 juta. Jika
dikelompokkan menurut jenis kelamin, pendapatan usaha penerima manfaat pada kelompok
perempuan rata-rata sebesar Rp 1.829.592 per bulan. Sedangkan kelompok laki-laki
memperoleh pendapatan lebih besar, yaitu Rp 2.459.622. Setelah penerima manfaat
memperoleh bantuan BRR NAD-Nias yang jumlahnya bervariasi, pada umumnya mereka
memperoleh pendapatan yang lebih banyak sekitar Rp 625.000. Pendapatan penerima
manfaat kelompok perempuan rata-rata meningkat menjadi Rp 2.466.327 dan kelompok
laki-laki menjadi Rp 3.086.134.
Pendapatan penerima manfaat pada umumnya meningkat setelah menerima bantuan.
Peningkatan pendapatan terjadi pada penerima manfaat kelompok umur 60 tahun keatas.
Kemudian pada kelompok umur setingkat di bawahnya (meningkat Rp 800 ribu), dan
berturut-turut hingga kelompok umur 30-39 tahun (naik Rp 162 ribu).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
7
Tabel 1: Rata-rata Pendapatan Usaha Penerima Manfaat Sebelum dan Sesudah
Menerima Bantuan BRR Menurut Kelompok Umur
Jenis kelamin kelompok
umur Periode
Laki-laki Perempuan
Total
< 30 sebelum 1.613.333 362.500 1.350.000
sesudah 793.333 462.500 723.684
30-39 sebelum 1.153.276 1.150.000 1.152.317
sesudah 1.319.655 1.300.000 1.313.902
40-49 sebelum 1.815.957 1.710.000 1.784.328
sesudah 2.240.000 2.150.500 2.213.284
50-59 sebelum 2.730.769 2.460.000 2.613.043
sesudah 3.653.846 3.099.000 3.412.609
>= 60 sebelum 7.613.333 5.200.000 7.211.111
sesudah 9.766.667 7.500.000 9.388.889
sebelum 2.459.622 1.829.592 2.275.863 Total
sesudah 2.936.555 2.325.510 2.758.333
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian (diolah)
Jam Kerja
Penerima manfaat laki-laki umumnya bekerja lebih lama daripada penerima manfaat
perempuan, masing-masing tercatat 8,22 jam dan 7,88 jam per hari. Hal ini terjadi bisa
terjadi akibat peran ganda perempuan, yaitu disamping bekerja mencari pendapatan di luar
rumah, ia juga harus melakukan kegiatan wilayah domestik untuk mengurus keluarganya.
Lama Pendidikan Penerima Manfaat
Lama pendidikan penerima manfaat rata-rata 9,49 tahun, berarti mereka telah lulus
sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP) atau telah lulus pendidikan dasar 9 tahun. Antara
laki-laki dan perempuan hampir sama masing-masing 9,38 tahun dan 9,76 tahun. Jika
seorang penerima manfaat hanya menamatkan sekolah dasar, rata-rata pendapatan yang ia
peroleh setelah menerima bantuan sebesar Rp 2,057 juta. Jika ia menamatkan SMA,
pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 3,2 juta. Andaikan ia menamatkan pendidikan
hingga perguruan tinggi, ia dapat menghasilkan pendapatan Rp 5,2 juta setelah menerima
program bantuan.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
8
Tabel 2: Rata-rata Pendapatan Usaha Penerima Manfaat Sebelum dan Sesudah
Menerima Bantuan BRR Menurut Tingkat Pendidikan
Pendapatan Rata-Rata
Sebelum Sesudah Pendidikan
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
Total
SD 2.079.865 845.000 2.270.270 1.270.000 1.616.284
SMP 1.976.857 1.405.000 2.505.714 1.802.500 1.922.518
SMA 2.244.643 2.080.000 3.244.643 3.080.000 2.662.322
Sarjana 4.405.263 3.588.889 5.510.526 4.588.889 4.523.392
Total 2.676.657 1.979.722 3.382.788 2.685.347 2.681.129
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian (diolah)
Analisis Regresi
Jika dilihat dari nilai koefisien determinasi, maka sekitar 74,7 persen variasi dari
pendapatan penerima manfaat sesudah mendapatkan bantuan dapat dijelaskan oleh model
ini. Sedangkan sekitar 25 persen lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Jika dilihat secara
parsial setiap variabel bebas, hasil pengujian menunjukkan bahwa setiap variabel yang
diduga mempengaruhi pendapatan penerima manfaat setelah memperoleh bantuan. Semua
variabel tersebut dengan nyata mampu menjelaskan terhadap pendapatan penerima manfaat
(Tabel 4.2). Variabel jumlah dana yang diterima misalnya, variabel ini paling besar
pengaruhnya terhadap pendapatan sesudah menerima bantuan. Hal ini juga diperkuat oleh
uji hubungan dan kekuatan hubungan itu. Lebih jauh secara teoritis, jika modal yang
digunakan besar, semakin besar pula omset dan keuntungan yang diperoleh.
Pada bahasan sebelumnya diketahui bahwa model regresi tersebut signifikan,
pengujian dilanjutkan dengan uji masing-masing parameter dengan menggunakan statistik
uji Wald yang mengikuti sebaran χ2
(0,05;1), atau pada bagian coefficients dalam regresi. Nilai
t hitung dapat dilihat pada kolom nilai t (Tabel 4.12 di bawah ini dan signifikansinya pada
kolom Sig.). Jika suatu variabel mempunyai nilai Sig.<0,05, berarti dapat disimpulkan
bahwa variabel tersebut mempengaruhi pendapatan. Penghitungan yang menghasilkan nilai
t besar akan menunjukkan bahwa variabel tersebut sangat signifikan mempengaruhi
pendapatan. Nilai statistik uji Wald berlawanan dengan nilai signifikansinya (Sig.), semakin
besar nilai semakin kecil nilai Sig. dan artinya semakin signifikan mempengaruhi
pendapatan.
Pada model pendapatan penerima manfaat sebelum menerima bantuan, semua
variabel bebas, kecuali variabel dummy secara signifikan mempengaruhi pendapatan.
Berturut-turut variabel pendidikan mempunyai signifikansi paling kuat, diikuti variabel jam
kerja, dan umur. Namun demikian ternyata variabel jam kerja mempunyai pengaruh sedikit
lebih besar daripada variabel pendidikan. Ini terlihat dari nilai β yang tercatat 0,352
sedangkan β pendidikan 0,351.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
9
Tabel 3: Hasil Regresi Parsial Model Pendapatan Penerima Manfaat Sebelum
Menerima Bantuan
Unstandardized
Coefficients Variable
β Std.
Error
Standardized
Coefficients
Beta
t Sig.
(Constant) 7.447 0.644 11.558 0.000
Lndik 0.677 0.133 0.351 5.092 0.000
lnjamkerja 1.393 0.294 0.352 4.740 0.000
Lnumur 0.658 0.253 0.200 2.598 0.010
Dummy 0.020 0.082 0.011 0.239 0.811
R = 814 R2
= 0,656 F = 107,243
A Dependent Variabel: lnYseb
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah)
Parameter β pada model pendapatan penerima manfaat sesudah menerima bantuan
untuk semua variabel signifikan termasuk dummy variable/penerimaan bantuan dari pihak
lain. Pada model ini ternyata variabel jumlah dana bantuan yang diterima penerima manfaat
mempunyai pengaruh paling besar dan paling kuat dibandingkan dengan variabel lainnya.
Dengan β=0,329 menunjukkan bahwa pendapatan akan naik 33 persen dari peningkatan
jumlah dana bantuan. Variabel berikut ini adalah jam kerja, pendidikan, umur, frekuensi
bantuan, serta variabel penerimaan bantuan dari pihak lain yang merupakan variabel
dummy.
Tabel 4: Hasil Regresi Parsial Model Pendapatan Penerima Manfaat Sesudah
Menerima Bantuan
Unstandardized
Coefficients Model
β Std. Error
Standardized
Coefficients
Beta
t Sig.
(Constant) 5.741 0.742 7.738 0.000
lndanaX 0.317 0.060 0.329 5.241 0.000
lnjamkerja 0.708 0.204 0.226 3.471 0.001
Lndik 0.340 0.095 0.223 3.566 0.000
lnFB 0.383 0.145 0.126 2.645 0.009
Dummy -0.181 0.056 -0.132 -3.247 0.001
Lnumur 0.535 0.179 0.206 2.986 0.003
R = 0,870 R2
= 0,747 F = 82,859
A
Dependent Variabel:
lnYsdh
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah)
Pengujian Asumsi Regresi
Multikolinearitas adalah hubungan yang sempurna antara beberapa atau semua
variabel bebas (X) dalam model regresi yang digunakan. Jika terjadi multikolinearitas yang
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
10
serius di dalam model maka pengaruh masing-masing variabel bebas (X) terhadap variabel
tidak bebas (Y) tidak dapat dipisahkan, sehingga estimasi yang diperoleh akan menyimpang
(bias). Adapun cara untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas dalam model adalah
dengan cara membandingkan nilai koefisien korelasi antara sesama variabel-variabel bebas
(r) dengan nilai koefisien korelasi antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas (R).
Apabila nilai R memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai r maka dengan tegas dapat
disimpulkan bahwa multikolinearitas yang terdapat dalam model dinyatakan sebagai
masalah yang serius, tetapi apabila R memiliki nilai yang lebih besar dari nilai r maka
dengan tegas dapat disimpulkan bahwa multikolinearitas tidak terdapat dalam model.
Dari hasil regresi dapat dijelaskan bahwa r parsial baik sebelum maupun sesudah
program dana bantuan sesama masing-masing variabel bebasnya ternyata lebih kecil
dibandingkan dengan R (0,814: sebelum program), R (0,870: setelah program). Begitu juga
halnya untuk model selisih dimana nilai R lebih besar dari r dimana nilai R
mencapai 0,617
pada estimasi model regresi yang diperoleh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan sempurna antar variabel bebas (multikolinearitas) pada ketiga
model yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji gejala multikolinearitas terhadap
modal selisih juga memperlihatkan terbebas model ini terbebas dari gejala multikolinearitas
karena r lebih
kecil bila dibandingkan dengan nilai R.
Asumsi heteroskedastisitas berkaitan dengan varian variabel pengganggu, yaitu
menguji kekonstanan varian variabel pengganggu. Evaluasi terhadap keberadaan
heteroskedastisitas dilakukan melalui analisis pada gambar scatterplot. Dari ketiga gambar
(lampiran 3), terlihat bahwa sebelum, sesudah dan model selisih sesudah dengan sebelum
dana bantuan scatterplot tidak berpola, sehingga disimpulkan tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model. Pengujian model regresi terhadap gejala autokorelasi
dilakukan dengan menggunakan Uji Durbin-Watson (D-W test). Untuk autokorelasi,
Disturbance terms atau variabel pengganggu yang terbentuk dalam model diasumsikan
tidak mempunyai hubungan serial yang tinggi atau berbahaya, tingginya hubungan ini
dievaluasi melalui koefesien Durbin Watson (DW) yang dihasilkan oleh model, bila
besarnya berada diantara dU dan 4-dU dinyatakan tidak terjadi pelanggaran autokorelasi.
Berdasarkan hasil regresi diperoleh besarnya koefesien DW masing-masing adalah 1,886
(model sebelum program), 1,917 (model setelah program) dan 1,799 (model selisih setelah
dikurangi sebelum). Pada gambar dibawah ditunjukan koefesien tersebut berada di daerah
tidak terjadi autokorelasi atau tidak terjadi pelanggaran.
Sedangkan untuk mengevaluasi hubungan antar variabel bebas, bila diketahui
memiliki hubungan kuat dinyatakan terjadi multikolinieritas. Kuatnya hubungan tersebut
dilihat dari nilai koefesien Variance Inflation Factor (VIF), hasil pengujian menemukan
nilai VIF masing-masing variabel bebas untuk model sebelum program berkisar antara
sebesar 1,065 sampai dengan 2,830, untuk nilai VIF setelah program dari yang terendah
sampai yang tertinggi adalah 1,086 sampai dengan 3,122 dan untuk model selisih nilai VIF
berkisar antara 1,043 sampai dengan 1,789. Karena masing-masing variabel bebas VIFnya
tidak lebih dari 10 maka dapat dikatakan tidak terjadi pelanggaran multikolinieritas, dengan
kata lain model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik dan dapat digunakan
dalam model.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
11
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penerima manfaat laki-laki umumnya bekerja lebih lama daripada penerima manfaat
perempuan. Pendapatan responden lebih tinggi setelah menerima program dana
bantuan dibandingkan dengan sebelum menerima dana bantuan walaupun penggunaan
jam kerjanya sama.
2. Hasil survei menunjukkan bahwa lamanya pendidikan mempunyai pengaruh pada
pendapatan yang diperoleh. Sesudah responden menerima bantuan, pendapatan yang
diperoleh lebih besar dari sebelumnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
penerima manfaat, pendapatan yang diperoleh semakin besar.
3. Besarnya pengaruh dana bantuan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat
penerima manfaat dapat dilihat dari tingkat pendapatan rata-rata responden setelah
program lebih besar dibandingkan sebelum program dana bantuan dijalankan, nilai uji
statistik linear by linear association jauh lebih besar setelah program dibandingkan
sebelum program dan nilai uji beda dua rata-rata yang membuktikan bahwa adanya
dampak yang singnifikan antara pendapatan sebelum dengan sesudah program dengan
nilai Thitung lebih besar dari Ttabel dengan korelasi mencapai 82,09 persen.
4. Pengujian parameter menggunakan statistik uji Wald/nilai t hitung menunjukkan
bahwa program dana bantuan BRR NAD–Nias berpengaruh nyata dan signifikan
terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat, kecuali variabel
dummy yang tidak signifikan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disarankan kebijakan yang perlu
dilakukan sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada pemerintah daerah melalui instansi terkait agar meningkatkan
kegiatannya dalam upaya mencerdaskan masyarakat terutama di sektor pendidikan dan
pelatihan. Khusus untuk masyarakat dengan latar belakang ekonomi lemah ini
diperlukan perhatian khusus dengan membina secara bertahap dan berkelanjutan dalam
bentuk pendampingan, pelatihan manajemen/perencanaan termasuk teknik
pembukuan/akuntansi sederhana untuk memastikan mereka dapat melakukan kegiatan
ekonomi secara optimal.
2. Diharapkan kepada lembaga keuangan mikro untuk dapat meningkatkan pelayanan
secara prima kepada masyarakat melalui perbaikan mekanisme administrif yang cepat,
tepat dan efektif dengan tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian agar tidak terjebak
dalam kridit macet pasca penyaluran dana.
3. Diharapkan kepada dinas terkait dan koperasi/LKM untuk memperbaiki moral hazard,
khusus untuk masyarakat penerima manfaat supaya memanfaatkan dana bantuan BRR
NAD–Nias dalam bentuk modal usaha secara benar dan bertanggung jawab agar dana
tersebut terus bergulir ditengah-tengah masyarakat dalam upaya peningkatan
pendapatan masyarakat Aceh.
4. Diharapkan kepada koperasi/LKM untuk menjalin kerjasama baik dengan bank umum
maupun LKM lainnya yang telah berpengalaman dan berhasil dalam pengelolaan dana
bantuan. Bentuk kerjasama diutamakan dalam hal magang staff dan bidang lainnya
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
12
dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Mikro
pengelola dana bantuan BRR NAD – Nias.
DAFTAR PUSTAKA
Agresti, Alan. 1990. Catagorical Data Analysis. Canada: John Wiley & Sons.
Ananta, Aris. 1988. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Demografi
Universitas Indonesia.
Angkat, Marine Sohadi. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran
Makanan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003. (Tesis). Banda Aceh:
Universitas Syiah Kuala.
Ackley, Gardener. 1986. Teori Ekonomi Makro. Terjemahan Paul Sihotang. Jakarta:
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
Akhirmen. 1993. Pengaruh Karakteristik Terhadap Pendapatan Pedagang Kecil Sektor
Informal di Pasar Raya Kotamadya Padang (Laporan Penelitian). Padang: Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Padang.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Metodologi dan Profil Kemiskinan 2004. Jakarta: BPS.
_______. 2004. Aceh Dalam Angka 2004. Banda Aceh: BAPPEDA dan BPS Provinsi
NAD.
_______. 2004. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004. Jakarta: BPS.
_______. 2005. Press Release: Rumahtangga Penerima Kompensasi BBM. Banda Aceh:
BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
_______. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-
2004. Banda Aceh: BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
_______. 2005. 60 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: BPS.
_______. 2005. Penduduk dan Kependudukan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Hasil
SPAN 2005. Jakarta: BPS.
Becker, G.S. 1993. Human Capital A Theoretical and Empirical Analysis with Special
Reference to Education. Chicago: The University of Chicago Press.
DeWeever, Avis Jones. 2002. Marriage Promotion and Low-Income Communities: An
Examination of Real Needs and Real Solutions. The Institute for Women’s Policy
Research (IWPR). http://www.iwpr.org
Diliana, Fransiska Bonita. 2005. Perbandingan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Magelang Tahun
2003. Jakarta: STIS.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori
Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: LP3ES.
Dornbush, R. dan S. Fisher. 1984. Ekonomi Makro. Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Fein, David J. 2004. Married and Poor: Basic Characteristics of Economically
Disadvantaged Couples in the U.S. Abt Associates. Virginia: MDRC.
Fisher, Gordon M. 1994. From Hunter to Orshansky: An Overview of (Unofficial) Poverty
Lines in the United States from 1904 to 1965. Washington D.C.: Census Bureau's
Poverty Measurement.
Friendly. M. 1995. Catagorical Data, Part 6: Logistic Regression.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
13
Harun, Tommy. 1997. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pekerja:
Kasus Pekerja Migran di Indonesia (Analisis Data Sakerti 1993. (Tesis). Jakarta:
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Howell, David C. 2001. Advance Statistical Method.
Johnston, Richard A. and Dean W. Wichern. 1992. Applied Multivariate Statistical
Analysis. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.
Lanjouw, Jean Olson. 1995. Demystifying Poverty Lines.
Mankiw, Gregory. 2002. Pengantar Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Michaud, Pierre-Carl and Arthur van Soest. 2004. Health and Wealth of Elderly Couples:
Causality Tests Using Dynamic Panel Data Models. Bonn: Tilburg University and
IZA (The Institute of the Study of Labor) Bonn.
Mukhyi, Mohammad A. 2002. Analisis Faktor Penentu Tingkat Gaji di Jakarta. Jurnal
Ilmiah Ekonomi dan Bisnis 3. No. 7: 108-111.
Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri.
Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Neter, John, William Waserman, Michael H. Kutner. 1985. Applied Linear Regression
Model. Boston: Irwin Richard D. Inc.
Santoso, Singgih. 2001. SPSS versi 10: Mengolah Data Statistik Secara Profesional.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Simon, Steve. 2005. Using SPSS to Develop a Logistic Regression Model. Children’s
Mercy.
Subramanian dan Kawachi. 2004. Income Inequality and Health: What Have We Learned
So Far? The Department of Society, Human Development, and Health, Harvard
School of Public Health, Boston, MA.
Tjiptoherijanto, Prijono dan Soesetyo. 1996. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan
Nasional. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Todaro, Michael P, Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. (Jilid
1 dan 2, Terjemahan Haris Munandar). Jakarta: Erlangga.
Winkelried, Diego. 2005. Income Distribution and the Size of Informal Sector. Cambridge:
St. John’s College and University of Cambridge.
World Bank Institute. 2002. Dasar-dasar Analisis Kemiskinan. (Terjemahan Ali Said dan
Aryago Mulia). Jakarta: Institut Bank Dunia.
Wuensch, Karl L. 2004. Binary Logistic Regression with SPSS.
http://www2.gasou.edu/edufound.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
14
THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL CULTURE ON
EPEROLEHAN DESIGN
Nor Hadza binti Nor Yadzid
Abstract: To cultivate a knowledge-rich society in Malaysia and take the country into the
Information Age, the Malaysian Government embarked upon the Multimedia Super
Corridor (MSC) initiative in 1996 and Malaysian government has initiated Electronic
Government with a primary aim of to create a virtually paperless administration, with an
eye towards the widespread use of electronic and multimedia networks in the Government.
The electronic procurement system, better known as ePerolehan or eProcument by
Malaysian government is a focus of this study to represent one of MIS used by the
government. ePerolehan streamlines government procurement activities that hopes to
improves the quality of service it provides. ePerolehan converts traditional manual
procurement processes in the Government to electronic procurement on the Internet. Close
co-operation with the users lead to good systems analysis and design allowing software
developers to gain an understanding of the user requirements. However an organizational
culture that bounding an organization and in this case the Malaysian government might
also have an implication in understanding the users requirement and thus the designing of
the required system. Therefore the objective of this study is to describe the relationship
between organizational culture of Malaysian government agencies and the design of
ePerolehan system in order for the system to run successfully in meeting its objectives and
at the same time are able to meet the needs of all users.
KeyWords: management information system, electronic procurement, organizational
culture, culture dimension
____________________________________________________________________
Nor Hadza binti Nor Yadzid, Master of Accountancy Graduate School of Business,
National University of Malaysia, Malaysia
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
15
INTRODUCTION
Technology has created new information alternatives that may influence the way
information system users make decisions. Accounting information systems (AIS) provide
input for decision making. Technology has availed many new information alternatives such
as a presentation features that could change the way decisions are made. An access to a
database of basic transaction information makes it possible to acquire detailed accounting
data and aggregate it differently for each decision situation. A good system can provide
flexible, interactive user interfaces that immediately respond to a myriad of information
requests. Management information system (MIS) is part of AIS and it is a subset of the
overall internal controls of a business covering the application of people, documents,
technologies, and procedures by management accountants to solve business problems such
as costing a product, service or a business-wide strategy. Management information systems
are distinct from regular information systems in that they are used to analyze other
information systems applied in accounting and operational activities in the organization to
support of human decision making.
By referring to Malaysian perspective, in order to cultivate a knowledge-rich society
in Malaysia and take the country into the Information Age, the Malaysian Government
embarked upon the Multimedia Super Corridor (MSC) initiative in 1996 and set up the
Multimedia Development Corporation (MDC) to oversee its development. The MDC aims
to be a "one-stop super shop" focused on publicizing the advantages of the MSC
worldwide, regulating laws and policies related to the development of the MSC, and
overseeing the overall development of the MSC infrastructure. The MSC comprises seven
flagship applications, designed to facilitate the development of the country towards
becoming a key player in the Information Age.
The Current waves of E-Government are rising through public organizations and
public administration across the world. More and more governments are using ICT
especially Internet or web-based network, to provide services between government
agencies and citizens, businesses, employees and other non-governmental agencies
(Zaharah, 2007; Ndou, 2004; Donnelly & McGruirk, 2003; Fang, 2002). The Malaysian
government has envisioned a technologically advanced society and implicitly, a
technologically enabled government through its Vision 2020 (Hazman et al.., 2006;
Maniam, 2005). The move towards a digital government is progressing slowly along the
government-to-government (G2G) route and also along the government-to-citizen (G2C)
and government-to-business (G2B) path.
Malaysian government has initiated Electronic Government with a primary aim of
to create a virtually paperless administration, with an eye towards the widespread use of
electronic and multimedia networks in the Government. Programmes under this initiative
include Project Monitoring System, Human Resource Management Information System,
Generic Office Environment, Electronic Procurement, E-Services, E-Government and E-
Syariah. Electronic and multimedia infrastructure will eventually encompass all levels of
government, and it doing so, information flows and processes related to government affairs
will be made faster and more efficient.
The electronic procurement system, better known as ePerolehan by Malaysian
government is a focus of this study to represent one of MIS in Malaysia. ePerolehan
streamlines government procurement activities that hopes to improves the quality of service
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
16
it provides. ePerolehan converts traditional manual procurement processes in the
Government to electronic procurement on the Internet. Through ePerolehan suppliers may
present their products on the World Wide Web, receive, manage and process purchase
orders and receive payment from government agencies via the Internet. The supplier's
product catalogue is converted into the form of an electronic catalogue or eCatalogue,
which can be viewed from any desktop with a web browser. Besides that, supplier is able to
submit quotations, obtain tender document, submit tender bid and also to register or renew
their registration with the Ministry of Finance through the internet via ePerolehan.
Suppliers are also able to submit application, check application status and pay registration
fees easily through ePerolehan.
With a high competition in the private and public sector, organizations are
demanded to provide a greater efficiency, quality and more flexibility of services. This
condition imposes additional demands on the organization’s information processing
capabilities. In trying to achieve these strategic objectives, organizations adopt more
sophisticated and comprehensive management information systems (MISs) (Choe, 1996;
Ghorab, 1997). These provide top managers with a comprehensive and broad range of
information about multiple dimensions of the firm’s operations (Choe, 1996, 2004),
facilitating decision-making and performance achievement (Kaplan & Norton, 1996; Kim
& Lee, 1986). Government as an organizations would have different organizational culture
that will affect the designing of ePerolehan that later will help them to achieve their
strategic performance successfully.
Malaysian government has developed its own MIS and by developing a tailor made
information system, it is belief may increase the functionalities to meet specific user
requirements. The success of a tailor made MIS depends very much on the co-operation
between the users and the developers. Close co-operation with the users lead to good
systems analysis and design allowing software developers to gain an understanding of the
user requirements. However an organizational culture that bounding an organization and in
this case the Malaysian government might also have an implication in understanding the
users requirement and thus the designing of the required system.
Culture refers to an organization's values, beliefs, and behaviors. In general, it is
concerned with beliefs and values on the basis of which people interpret experiences and
behave, individually and in groups. Firms with strong cultures achieve higher results
because employees sustain focus on the way of doing things. Culture is shaped by corporate
vision, shared values, beliefs, assumptions, past experience, learning, leadership and
communication.
Organizational culture on the other hand is an idea in the field of organizational
studies and management which describes the psychology, attitudes, experiences, beliefs and
values (personal and cultural values) of an organization. It has been defined as "the specific
collection of values and norms that are shared by people and groups in an organization and
that control the way they interact with each other and with stakeholders outside the
organization. This definition continues to explain organizational values also known as
beliefs and ideas about what kinds of goals members of an organization should pursue and
ideas about the appropriate kinds or standards of behavior organizational members should
use to achieve these goals. From organizational values develop organizational norms,
guidelines or expectations that prescribe appropriate kinds of behavior by employees in
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
17
particular situations and control the behavior of organizational members towards one
another.
Organizational culture is also commonly held in the mind framework of
organizational members. This framework contains basic assumptions and values. These
basic assumptions and values are taught to new members as the way to perceive, think, feel,
behave, and expect others to behave in the organization. Edgar Schein (1999) says that
organizational culture is developed over time as people in the organization learn to deal
successfully with problems of external adaptation and internal integration. It becomes the
common language and the common background. So culture arises out of what has been
successful for the organization. Culture starts with leadership, is reinforced with the
accumulated learning of the organizational members, and is a powerful (albeit often
implicit) set of forces that determine human behavior. An organization’s culture goes
deeper than the words used in its mission statement. Culture is the web of tacit
understandings, boundaries, common language, and shared expectations maintained over
time by the members.
These have arises to a questions of:
• Is there any relationship between organizational culture with the design of
ePerolehan?
• Does organizational culture of Malaysian government agencies would have an
influence of on the design of it ePerolehan?
• What are the areas of organizational culture that have an influence on ePerolehan
design?
Therefore the objective of this study is to describe the relationship between
organizational culture of Malaysian government agencies and the design of ePerolehan in
order for the system to run successfully in meeting its objectives and at the same time are
able to meet the needs of all users namely government agencies and suppliers.
LITERATURE REVIEW
Management Information System and Culture
Adapting an organization’s management systems, structure, and culture to rapidly changing
requirements of the external environment is becoming more and more critical for
organizations bound to the economy. This criticality is even more pronounced when the
organization uses the Internet for interaction with its members and customers. MIS must be
implemented to meet only the most important requirements plus those of the rest needed to
ensure the coherence of the system containing the most important requirements C. McPhee
(2002), F. Moisiadis (1998), B. Nuseibeh (2000).
ePerolehan System
Malaysian government has created Electronic procurement (ePerolehan) and was developed
by commerce dot com. It is a system which enables suppliers to sell goods and services to
Government agencies through the Internet. Suppliers may advertise their goods, present
their pricing, process orders and deliveries, and make collections. The entire process is
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
18
done electronically, through the Internet, from the desktop. Malaysian Electronic
procurement has four modules namely supplier registration (SR) module direct purchase
module, quotation module tender module and Central Contract (CC) module.
Potential supplier need to register their company and product or services offered
under the supplier registration (SR) module. This module was first launched in 2000 and
serves as a single point of registration for Government Suppliers. All approvals for the
applications remain with the Ministry of Finance. Services available in the Supplier
Registration module includes new registration, renewal, application for additional category,
application for Bumiputera status and facility to update supplier profile. Direct purchase
was launched in 2002 and this module is for procurements not exceeding RM100,000 in
value. It begins with sourcing from selected suppliers and proceeds into the order
fulfillment stage once all terms are agreed. A quotation module is for any purchase with a
total value between RM100,000 to RM 200,000. Through the quotation process, an
invitation is sent out to a minimum of 5 suppliers who are required to respond through the
ePerolehan system within a specified time frame. Upon evaluation, one supplier will be
awarded. A tender module was launched in 2003. This module was designed for both
closed and open tenders for any purchase with a total value above RM200,000. The
processes involved in tenders are requisition approval, formation of committees,
specification preparation, tender notice, issuance of tender document, tender submission,
evaluation decision and award, contract preparation and signing and order fulfillment.
Central Contract (CC) module was launched in 2000 and it is a procurement mode used
across ministries for specific products contracted to selected suppliers.
Organizational Culture Dimension
The theoretical basis drawn of developing this research is organizational culture theory and
a framework by Detert et al.(2000). Detert et al. derived the dimensions of culture in their
framework from a content analysis of synthesis of what have repeatedly emerged as the
components of culture in other organizational culture research (Detert et al., 2000). One of
their goals was to provide a basis upon which future theoretical and empirical work on
organizational culture could be conducted. This framework supports assessment of
dimensions of organizational culture and the practices or artifacts that arise out of those
dimensions. It focuses on organizational culture as a system of shared values that define
what is important and that guide organizational members’ attitudes and behaviors. The
eight dimensions of culture included in Detert et al.’s theoretical framework can be used to
identify behaviors related to cultural values that underlie system design in order to inform
theory about the way these cultural dimensions influence the MIS design used by
Malaysian government agencies. The term organization here refers to Malaysian
government agencies.
Orientation to change (stability vs. change) Some organizations are change oriented and are characterized by a focus on continuous
improvement (S.J. Fox-Wolfgramm et al., 1998). Change is often more widely accepted in
these firms because organizational members are accustomed to change and view it as
positive (S.L. Brown et al., 1997) Others are more stability oriented. Change often requires
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
19
organizational members to understand a new way of performing processes, as well as how
and why their processes have changed ( R. Jamieson and M. Handzic, 2003).
Control, coordination, and responsibility (concentrated vs. autonomous decision making) Organizations vary in the degree to which the structure of decision making is concentrated
or shared. Where decision making is fairly concentrated, the rules of a few guide the
behavior and actions of the majority, and decisions making is centralized (P.D. Reynolds,
1986). In organizations where it is shared, organizational members are encouraged to be
autonomous in their decision making (J. Pfeffer, 1998). An overriding norm in many
organizations is silo behavior where individual divisions, units, or functional areas operate
as silos or independent agents within the organization (B. Caldwell &T. Stein,1998; T.H.
Davenport,1994; M.C. Jones,2001).
Orientation to collaboration (isolation vs. collaboration) Perceptions about the relative value of working alone or collaboratively are motivated by
underlying beliefs about how work is best accomplished (Detert et al., 2000). A culture that
values individual efforts more than collaborative ones places more value on individual
autonomy and believes that collaboration is inefficient (C. O’Dell & C.J. Grayson,1998).
On the other hand, organizations that believe collaboration is more efficient and effective
than individual effort encourage teamwork and organize tasks around groups of people (
P.D. Reynolds, 1986).
Orientation and focus (internal vs. external) Orientation and focus addresses the relationship between a firm and its environment. This
includes ideas about the extent to which the firm is focused on its internal or external
environment (P.D. Reynolds, 1986). For example, many firms assume that the key to
organizational success is to focus on the processes and people within the organization,
whereas others focus primarily on external constituents.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
20
A summary of these four dimensions is provided in Table 1.
Table 1: Dimension of Organizational Culture Organizational
Culture Dimension
Detert et al.
Literature
Orientation to change
(stability
vs.
change)
An extent to which organizations
have a propensity to maintain a
stable level of performance that is
good enough or a propensity to
seek to always do better through
innovation and change
Some organizations are change oriented and are
characterized by a focus on continuous
improvement and some are stable oriented (S.J.
Fox-Wolfgramm et al., 1998).
Control, coordination,
and
responsibility
(concentrated
vs.
autonomous decision
making)
An extent to which organizations
have decision making structures
centered around a few vs. decision
making structures centered around
dissemination of decision making
responsibilities throughout the
organization.
Where decision making is fairly concentrated, the
rules of a few guide the behavior and actions of the
majority, and decisions making is centralized (P.D.
Reynolds, 1986).
In organizations where it is shared, organizational
members are encouraged to be autonomous in their
decision making (J. Pfeffer, 1998).
Orientation to
collaboration
(isolation
vs.
collaboration)
An extent to which organizations
encourage collaboration among
individuals and across tasks or
encourage individual efforts over
team-based efforts.
A culture that values individual efforts more than
collaborative ones places more value on individual
autonomy and believes that collaboration is
inefficient (C. O’Dell and C.J. Grayson,1998).
Organizations that believe collaboration is more
efficient and effective than individual effort
encourage teamwork and organize tasks around
groups of people ( P.D. Reynolds, 1986).
Orientation to work
(process
vs.
results)
An extent to which organizational
improvements are driven by a
focus on internal process
improvements or by external
stakeholder desires.
A culture that values individual efforts more than
collaborative ones places more value on individual
autonomy and believes that collaboration is
inefficient (C. O’Dell & C.J. Grayson,1998).
Organizations that believe collaboration is more
efficient and effective than individual effort
encourage teamwork and organize tasks around
groups of people (P.D. Reynolds, 1986).
CONCEPTUAL FRAMEWORK
Using Detert et al.’s four dimensions of culture as a theoretical lens, an investigation on
how these dimensions influence ePerolehan design can be made. The conceptual
framework is provided in Figure 1.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
21
Figure 1: Conceptual Framework
CONCLUSION
Organizational culture is a commonly held –in-the-mind framework of organizational
members and organizational culture is developed over time as people in the organization
learn to deal successfully with problems of external adaptation and internal integration.
When e-Perolehan was introduced and implemented with the entire process of purchasing is
done electronically through the internet, the success of the four modules namely supplier
registration (SR) module direct purchase module, quotation module tender module and
Central Contract (CC) module is still in question. A study on whether organizational
culture would influence the designing of ePerolehan would help managers in facilitating
them making a decision as managers ultimately responsible for strategy management and
organizational performance. This study will also help to provide some clarification on the
relationship between organizational culture and e-Perolehan design by using the four
dimension of organizational culture by Detert et al.(2000).
REFERENCES
B. Caldwell, T. Stein, Beyond ERP :New IT agenda, A second wave of ERP activity
promises to increase efficiency and transform ways of doing business,
InformationWeek 30 (1998 November) 34–35.
B. Nuseibeh, S. Easterbrook, Requirements Engineering: A Roadmap, in: A. Finkelstein
(Ed.), The Future of Software Engineering 2000, ACM, Limerick, Ireland, 2000.
Orientation to
change
Orientation to
collaboration
Control,
coordination and
responsibility
Orientation and
focus
ePerolehan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
22
C. McPhee, A. Eberlein, Requirements engineering for time-tomarket projects, in:
Proceedings of the Ninth Annual IEEE International Conference and Workshop on
the Engineering of Computer- Based Systems (ECBS 2002), Lund, Sweden, 8–11
April 2002.
Choe, J. M. (1996). The relationships among performance of accounting information
systems, influence factors and evolution level of information systems. Journal of
Management Information Systems, 215–239.
D. Leonard, S. Sensiper, The role of tacit knowledge in group innovation, California
Management Review 40 (3) (1998) 112– 132.
E.W. Stein, B. Vandenbosch, Organizational learning during advanced systems
development: opportunities and obstacles, Journal of Management Information
Systems 13 (2) (1996) 115– 136.
F. Moisiadis, A framework for prioritizing use cases, in: Proceedings of the Conference on
Advanced Information Systems Engineering, CAiSE98, Pisa, Italy, 8–9 June 1998.
Ghorab, K. E. (1997). The impact of technology acceptance considerations on system
usage, and adopted level of technological sophistication: An empirical investigation.
International Journal of Information Management, 17(4), 249–259.
Issues of Accounting Information System in year 2000, Y. Chuck and Pak K. Auyeung
J. Pfeffer, Seven practices of successful organizations, California Management Review 40
(2) (1998) 96 – 124 (Winter).
J.R. Detert, R.G. Schroeder, J.J. Mauriel, A framework for linking culture and
improvement initiatives in organizations, Academy of Management Review 25 (4)
(2000) 850– 863.
J.R. Hackman, R. Wageman, Total quality management: empirical, conceptual, and
practical issues, Administrative Science Quarterly 40 (1995) 309– 342.
J.V. Saraph, P.G. Benson, R.G. Schroeder, An instrument for measuring the critical factors
of quality management, Decision Sciences 20 (1989) 810–829.
Kaplan, R. S., & Norton, D. S. (1996). Using the scorecard as a strategic management
system. Harvard Business Review, 75–85
Kim, E., & Lee, J. (1986). An exploratory contingency model of user participation and MIS
use. Information & Management, 11, 87–97.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
23
M.C. Jones, The role of organizational knowledge sharing in ERP implementation, Final
Report to the National Science Foundation Grant SES 0001C.
O’Dell, C.J. Grayson, If only we knew what we know: identification and transfer of internal
best practices, California Management Review 40 (3) (1998) 154– 174.998, 2001.
P.D. Reynolds, Organizational culture as related to industry, position, and performance: a
preliminary report, Journal of Management Studies 23 (1986) 414– 437.
R. Jamieson, M. Handzic, A framework for security, control, and assurance of knowledge
management systems, in: C.W. Holsapple (Ed.), Handbook on Knowledge
Management: Knowledge Matters, Springer-Verlag, New York, 2003, pp. 477– 505.
R.E. Quinn, J. Rohrbaugh, A spatial model of effectiveness criteria: towards a competing
values approach to organizational analysis, Management Science 29 (1983) 363–377.
S.J. Fox-Wolfgramm, K.B. Boal, J.G. Hunt, Organizational adaptation to institutional
change: a comparative study of first order change in prospector and defender banks,
Administrative systems. Information & Management, 41, 669–684.
Schein, E. (1999). The corporate culture survival guide. San Francisco: Jossey Bass.
Science Quarterly 43 (19 8) 87– 126.
.T. Kayworth, D. Leidner, Organizational culture as a knowledge resource, in: C.W.
Holsapple (Ed.), Handbook on Knowledge Management: Knowledge Matters,
Springer-Verlag, New York, 2003, pp. 235– 252.
T.H. Davenport, Saving IT’s soul: human-centered information management, Harvard
Business Review (1994 March–April) 119– 131.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
24
Abstrak: ANALISIS TERHADAP PERATAAN LABA: STUDY EMPIRIS PADA
EMITEN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Nuraini A
Rahmayana
Abstract: Earnings smoothing is the way management used to reduce fluctuations in
reported earnings to match the desired target both artificial and real. The practice of income
smoothing is considered as a common action undertaken by management to achieve certain
purposes, but the practice of income smoothing can lead to disclosure in financial
statements to be inadequate. As a result the financial statements do not reflect the real
situation. This study aims to examine and analyze the factors that influence the practice of
income smoothing that is a bonus plan, operating leverage, and earnings per share both
together and partial. The study was a descriptive analytical study on the issuer which is
manufacturing in Indonesia Stock Exchange (BEI) in 2006-2008. Data collection is by way
of field research and library research with the sampling technique of purposive sampling
method. Analysis of data for testing hypotheses using logistic regression analysis with the
help of the program Statistical Package for Social Science (SPSS). The results showed that
13 companies were identified to income smoothing of the total sample of 35 companies.
The test results showed that the bonus plan hypothesis, operating leverage, and earnings per
share is jointly significant effect on income smoothing. Partially, only the bonus plan
affects income smoothing, while operating leverage and earnings per share did not affect
income smoothing.
Keywords: bonus plan, operating leverage, earning per share, earnings smoothing
____________________________________________________________________
Nuraini A, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
25
PENDAHULUAN
Laporan keuangan merupakan sarana utama untuk memperoleh informasi keuangan
yang dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil
keputusan ekonomi. Salah satu informasi yang sangat penting untuk pengambilan
keputusan adalah laba. Pentingnya informasi laba ini disadari oleh manajemen sehingga
manajemen cenderung melakukan praktik perataan laba. Pengumuman laba perusahaan
merupakan informasi penting yang mencerminkan nilai perusahaan di pasar (Mawarti,
2007). Dari deskriptif tersebut, penulis berasumsi bahwa tidak menutup kemungkinan
terdapat indikasi perataan laba pada beberapa perusahaan-perusahaaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
Fenomena menunjukkan bahwa laporan laba rugi dari PT Citra Tubindo Tbk dan PT
Kalbe Farma Tbk terindentifikasi adanya perataan laba yang dilakukan oleh pihak
manajemen, hal dapat dilihat dari besarnya laba yang relatif stabil dari tahun ke tahun yaitu
Rp. 23.305.359, Rp. 23.404.730 untuk tahun 2006 dan 2007 sementara PT.Kalbe Farma
Rp. 706.822.146.190 dan Rp. 705.694.196.679. Informasi laba sering menjadi perhatian
investor tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba
tersebut. Kecenderungan sering memperhatikan laba inilah yang disadari oleh manajemen,
dan mendorong manajer untuk melakukan manajemen atas laba (earning management) atau
manipulasi laba (earning manipulation). Salah satu hipotesis yang dapat menjelaskan
manajemen laba adalah earning smoothing hypothesis atau income smoothing hypothesis
(Beattie et al, 1994) dalam Masodah (2007).
Isu perataan laba telah banyak dibicarakan baik dalam teori maupun dalam
penelitian beberapa dekade ini. Subekti (2005) mengatakan bahwa perataan laba
merupakan perilaku yang rasional yang didasarkan atas asumsi dalam positive accounting
theory, dimana manajemen merupakan individual yang rasional yang memperhatikan
kepentingan dirinya dan melakukan kebijakan tertentu untuk memaksimumkan
kepentingannya. Sedangkan menurut Belkaouli (2002:232) perataan laba didorong oleh
keinginan untuk mempertinggi keandalan prediksi yang didasarkan pada laba dan untuk
mengurangi risiko yang mengitari angka-angka akuntansi. Heyworth (1953) dalam
Mursalim (2005), menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya income
smoothing adalah untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan dengan pihak luar
perusahaan seperti: investor, kreditur, dan pemerintah serta meratakan siklus bisnis melalui
proses psikologis. Gordon (1964) dalam Mursalim (2005) mengemukakan beberapa hal
berkaitan dengan perataan laba, yang pada prinsipnya bahwa manajemen melakukan
perataan laba dengan cara memilih metode akuntansi untuk memaksimumkan kepuasan dan
kemakmurannya.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh
Masodah (2007) dan Chandra & Irawati (2005) yang menguji tentang isu perataan laba
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, maka
penulis termotivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Pengaruh Bonus
Plan, Operating Leverage, dan Earning per Share terhadap Perataan Laba pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
26
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah bonus plan,
operating leverage, dan earning per share berpengaruh terhadap perataan laba. Sedangkan
kegunaannya adalah:
1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh bonus plan, operating leverage, dan
earning per share terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur.
2. Bagi investor dapat memberikan informasi tambahan mengenai praktik perataan laba
sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi.
3. Memberikan referensi tambahan terhadap penelitian di bidang perataan laba bagi
penelitian selanjutnya dan referensi guna meningkatkan pengetahuan mahasiswa
akuntansi.
Study Sebelumnya dan Hipotesis Penelitian
Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas
saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan
(Assih dan Gudono, 2000). Perusahaan melakukan perataan laba dengan harapan dapat
menghindari reaksi pasar yang terlalu besar pada saat perusahaan mengumumkan informasi
laba. Hal ini dikarenakan dengan tingkat variabilitas yang kecil pada laba yang diumumkan,
maka pelaku pasar dapat melakukan prediksi atas laba perusahaan mendatang dengan lebih
baik, dan perusahaan dapat mengurangi reaksi pasar yang besar pada saat laba di umumkan.
Bieldman dalam Belkaouli (2000:56) menyatakan bahwa perataan laba didefinisikan
sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang
dianggap normal bagi perusahaan.
Adapun tujuan perataan laba menurut Foster (1986) dalam Suwito dan Herawaty
(2005) adalah sebagai berikut:
a. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut
memiliki risiko yang rendah.
b. Memberikan informasi yang releven dalam melakukan prediksi terhadap laba di
masa mendatang.
c. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
d. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.
e. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
Subekti (2005) mengatakan bahwa perataan laba merupakan perilaku yang rasional
yang didasarkan atas asumsi dalam positive accounting theory, dimana manajemen
merupakan individual yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya dan
melakukan kebijakan tertentu untuk memaksimumkan kepentingannya. Perusahaan yang
melakukan praktik perataan laba dapat diketahui dari nilai indeks perataan laba, yaitu nilai
perbandingan perubahan laba dengan nilai perbandingan perubahan penjualan. Perusahaan
yang melakukan prektik perataan laba memiliki indeks perataan laba lebih dari satu.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
27
Hubungan Bonus Plan dengan Perataan laba
Bonus plan adalah salah satu faktor yang memotivasi manajemen untuk mengatur
laba agar dapat membuat perencanaan bonus yang akan diterima dimasa yang akan datang,
karena semakin meningkat laba yang akan dihasilkan perusahaan semakin meningkat bonus
yang akan diterima. Manajer pada perusahaan dengan bonus plan cenderung menggunakan
metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini.
Keberadaan rencana kompensasi (compensation plan) merupakan faktor yang
memotivasi manajemen untuk meratakan laba (Healy:1985). kompensasi manajemen
didesain dengan menggunakan laba sebagai dasar pembagian bonus maka manajemen
cenderung memilih prosedur akuntansi yang menstabilkan bonus atau kompensasi yang
diterimanya. Penelitian lainnya yang terkait dengan motivasi bonus menyatakan bahwa
manajer berusaha memanipulasi laba untuk memaksimalkan nilai sekarang dari
pembayaran bonus (Holhausen, 1995) dalam Astuti (2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz(1998) keberadaan perencanaan
bonus di sektor industri merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong praktik
perataan laba. Earning menjadi hal utama dalam kaitannya dengan bonus untuk manajer.
Angka laba memiliki kandungan informasi yang bermanfaat bagi pasar yang terlihat dari
hubungan antara unexpected earning dengan abnormal return pada sekitar tanggal
pengumuman informasi laba perusahaan (Masodah :2007). Berdasarkan kajian teoritis dan
penelitian sebelumnya maka hipotesis I yang diajukan adalah :
H1: Bonus Plan berpengaaruh terhadap perataan laba.
Hubungan Operating Leverage dengan Perataan Laba Operating Leverage adalah suatu indikator perubahan laba bersih yang diakibatkan
oleh besarnya volume penjualan (Suwito dan herawati :2005). Ashari et al, (1994) dalam
Suwito dan Herawati (2005) berhasil membuktikan bahwa Operating Leverage merupakan
salah satu pendorong terjadinya perataan laba. Zuhroh (1996) meneliti faktor-faktor yang
dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba dengan kesimpulan bahwa hanya
operating Leverage perusahaan saja yang memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba
yang dilakukan perusahaan di Indonesia. Hasil penelitian Chandra dan Irawati (2005)
menunjukkan bahwa operating leverage berpengaruh terhadap perataan laba perusahaan
manufaktur pada masa sebelum krisis moneter tahun 1992-1996, sedangkan pada masa
krisis moneter variabel operating leverage tidak berpengaruh terhadap perataan laba
perusahaan manufaktur pada masa krisis moneter tahun 1998-2000. sehingga hipotesis 2
yang diajukan adalah :
H2 : Operating Leverage berpengaruh terhadap perataan laba.
Hubungan Earning per Share dengan Perataan Laba
Earning Per Share (EPS) merupakan salah satu informasi akuntansi yang
memberikan analisis rasio keuntungan bersih per lembar saham yang mampu dihasilkan
oleh perusahaan. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih per lembar saham
merupakan indikator fundamental keuangan perusahaan yang sering dipakai sebagai acuan
untuk mengambil keputusan investasi dalam saham. Salah satu pusat perhatian pemodal
adalah laba per lembar saham (Earning per Share/EPS) dalam melakukan analisis. Karena
itu kita perlu memahami bagimana Earning per Share diperoleh dan menunjukkan apa
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
28
angka tersebut (Husnan, 2005:328). Bagi investor, informasi EPS merupakan informasi
yang dianggap paling mendasar dan berguna karena biasanya menggambarkan prospek
earning perusahaan dimasa depan (Tandelilin, 2001:233). Dalam hal ini manajer akan
berusaha untuk memperlihatkan laporan keuangan dengan kinerja yang stabil untuk
mencerminkan earning per share yang akan diperoleh oleh investor. Biasanya sebelum
melakukan investasi investor akan melihat kemampuan laba serta earning per share yang
tinggi pada perusahaan yang akan diinvestasinya. Oleh sebab itu adanya hubungan antara
laba dengan earning per share. Sehingga hipotesis yang diajukan adalah:
H3 : Earning Per Share berpengaruh terhadap perataan laba.
METODE PENELITIAN
Sampel dan Data Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode tahun 2006-2008. Pemilihan sampel dilakukan dengan
menggunakan purposive sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut:
1. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan lengkap dan telah diaudit dengan tahun
berakhir per buku 31 Desember.
2. Perusahaan memperoleh laba berturut-turut untuk melihat praktik perataan laba.
3. Perusahaan yang menjadi sampel diasumsikan menerapkan program bonus plan atau
compensation plan.
Berdasarkan kriteria di atas maka jumlah sampel yang yang menjadi unit analisis
sebesar 35 perusahaan.
Analisis Data
Model analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi logistik
(logistic regretion). Regresi logistik digunakan karena variabel dependennya metric dan
variabel independennya merupakan kombinasi antara metric dan nonmetric. Regresi
logistik dapat digunakan tanpa memenuhi asumsi multivariat normalitas (Hair, 2006:19).
Persamaan logistik regresi yang digunakan adalah :
Ln PL/1-PL = a + b1(BP) + b2(OL) + b3(EPS) + e
Adapun kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut :
1. Jika nilai Wald dengan tingkat signifikansi 5% (P value < 0,05), maka artinya bonus
plan, operating leverage, dan earning per share secara parsial mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap perataan laba.
2. Jika nilai Wald dengan tingkat signifikansi 5% (P value > 0,05), maka artinya bonus
plan, operating leverage, dan earning per share secara parsial tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
29
Definisi Variabel Penelitian
Definisi dan operasional variabel secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai
berikut:
Tabel 1: Definisi dan Operasional Variabel Variabel Definisi Indikator
Dependen (Y)
Perataan Laba
Usaha manajemen untuk mengurangi
variabilitas laba selama satu atau beberapa
periode tertentu sehingga laba tidak terlalu
berfluktuasi (Harahap:2007).
Indek perataan laba
= SCV
ICV
∆
∆
Dimana: CV ∆I atau CV ∆S
= xn
xxi∆
−
∆−∆∑:
1
)( 2
Independen(X)
Bonus Plan(X1)
Bonus plan adalah salah satu faktor yang
memotivasi manajemen untuk mengatur
laba agar dapat membuat perencanaan
bonus yang akan diterima dimasa yang akan
datang, karena semakin meningkat laba
yang akan dihasilkan perusahaan semakin
meningkat bonus yang akan
diterima.Variabel ini diproksikan pada
jumlah angka laba bersih setelah pajak
(Masodah :2007)
Laba bersih setelah pajak
Operating
Leverage (X2)
Operating Leverage merupakan rasio antara
total biaya depresiasi dan amortisasi dibagi
dengan total biaya yang meliputi biaya
harga pokok penjualan, biaya penjualan,
dan biaya administrasi dan umum (Suwito
dan Herawati :2005).
BiayaTotal
AmortisasidanDepresiasiBiayaTotal
Earning per Share
(X3)
Earning per Share merupakan laba per
saham yang diperoleh dengan membagi
laba yang telah dikurangi dividen saham
preferen dengan jumlah tertimbang saham
beredar (Irwansyah dan Puji Lestari: 2007)
BeredarSahamJumlah
bersihLaba
Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Perataan laba diukur menggunakan indeks eckel. Perhitungan tersebut dimaksudkan
untuk menemukan kategori suatu perusahaan melakukan tindakan perataan laba atau tidak
melakukan perataan laba. Perusahaan dikategorikan melakukan tindakan perataan laba
apabila memperoleh CV ∆S lebih besar dari CV ∆I, sedangkan perusahaan yang
memperoleh CV ∆S lebih kecil dari CV ∆I maka perusahaan di kategorikan sebagai
perusahaan yang tidak melakukan tindakan perataan laba. Berdasarkan hasil analisis data
terdapat 13 perusahaan yang melakukan perataan laba, dan 22 perusahaan yang tidak
melakukan perataan laba.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
30
Hasil pengujian regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2: Hasil Pengujian Regresi Logistik
Nama Variabel B S.E Wald Sig.
Bonus Plan .398 .119 11.193 .001
Operating Leverage .001 .004 .156 .692
Earning per Share .000 .000 .009 .925
Konstanta (a) 10.663 3.052 12.205 .000
Cox & Snell – R2
= .125
Nagelkerke – R2
= .171
Chi Square = 20.033
Sig. = .010
a. Predictors: (constant):
Bonus Plan, Operating Leverage, dan Earning
per Share.
b. Dependent variabel:
Perataan laba
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa Bonus plan berpengaruh terhadap
indek manajemen laba pada tingkat signifikasi 0,001 dengan koefisien regressi sebesar
0,398. Semakin besar bonus plan akan meningkatkan indeks perataan laba. Setiap kenaikan
1% bonus plan akan menaikkan indeks perataan laba sebesar 39.8%. sementara operating
leverage dan Earning per share tidak berpengaruh terhadap indek manajemen laba.
Sehingga hasil penelitian ini menerima H1 dan Menolak H2 dan H3.
Bonus merupakan dorongan bagi manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang
diperolehnya sesuai dengan target bonus yang akan diperoleh (Mardiah:2003). Parameter-
parameter dari bonus plan disetting sesuai dengan bonus yang diberikan dalam beberapa
tahun dan jika bonus diberikan dalam jumlah maksimum adalah sesuai dengan fungsi linear
positif dari earning yang dilaporkan. Hal ini mengasumsikan bahwa kompensasi manajer
berdasarkan bonus plan meningkat seiring dengan peningkatan earning (Alfiana, 2006).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998),
yang menunjukan bahwa Bonus plan berpengaruh terhadap perataan laba.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh bonus plan, operating
leverage, dan earning per share terhadap perataan laba pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa:
1. Bonus plan berpengaruh positif terhadap tindakan perataan laba. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin besar tingkat bonus plan akan meningkatkan perataan laba. Dengan
demikian, apabila perusahaan memiliki nilai bonus plan yang besar, maka nilai perataan
laba juga semakin besar.
2. Operating leverage dan earning per share secara parsial tidak berpengaruh terhadap
perataan laba.
Keterbatasan dan saran Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain:
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
31
1. Penggunaan model Indeks Eckel (1981) yang mungkin berpengaruh terhadap
kesimpulan penelitian. Dalam metode ini kesederhanaan kriteria dan proses klasifikasi
sampel menjadi perata dan bukan perata dapat mengaburkan sisi metodologi penelitian
yang berkaitan dengan isu perataan laba, seperti tidak adanya tingkat batasan
maksimum dan minimum rasio CV ∆s dan CV ∆I yang akan dibandingkan untuk
mengklasifikasi sampel.
2. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, akibatnya hasil
penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan secara luas untuk setiap perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa semua sampel menerapkan atau melakukan
program bonus plan/compensation plan, oleh karena itu diharapkan untuk penelitian
selanjutnya dapat memeriksa apakah perusahaan yang menjadi sampel benar-benar
menerapkan program bonus/compensation plan yang dapat dilihat dari annual report
nya.
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, dapat dikemukakan saran-saran
sebagai berikut:
1. Bagi Investor
Sebaiknya lebih teliti dalam menilai laporan keuangan perusahaan khususnya yang
berkaitan dengan informasi laba untuk menilai kinerja perusahaan, karena praktik
perataan laba ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan di Indonesia.
2. Untuk Penelitian Selanjutnya
� Dapat menggunakan metode lain selain indeks Eckel, seperti model Michelson
(1995) dalam mengklasifikasikan perusahaan yang melakukan perataan laba dengan
perusahaan yang tidak melakukan perataan laba. Jika penggunaan indeks Eckel tetap
dipertahankan, hendaknya penelitian selanjutnya menggunakan angka laba selain
laba bersih setelah pajak, seperti laba operasi dan laba sebelum pajak. Agar dapat
diperoleh perbandingan dalam setiap angka laba tersebut untuk menambah
informasi dalam mengambil kesimpulan.
� Sebaiknya penelitian selanjutnya dapat menambah variabel lain yang berhubungan
dengan perataan laba seperti harga saham, net profit margin, dan rasio profitabilitas
mengingat variabilitas perataan laba yang dapat dijelaskan oleh bonus plan,
operating leverage dan earning per share sangat rendah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah, Syukriy dan Abdul Halim (2000), Perataan Laba oleh Perusahaan Manufaktur di
Indonesia: Analisis Hubungan Rasio-rasio Keuangan yang digunakan Investor,
Jurnal telaah Bisnis, Vol 1, No.2.
Achmad, Komarudin, Imam Subekti dan Sari Atmini (2007), Investigasi Motivasi dan
Strategi Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia, Simposium
nasional Akuntansi X, Makassar.
Alfiana, Yeni (2006) Creative Accounting ditinjau dari Teori Akuntansi Positif dan Teori
Keagenan. Mandiri, Vol.9, No,1.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
32
Apristyana, Liza (2007), Pengaruh Total Aktiva, ROI, ROE, dan Leverage Operasi
terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI. Tesis
Universitas Airlangga.
Arfan, Muhammad (2006) Pengaruh Arus Kas Bebas, Set Kesempatan Investasi, dan
Financial Leverage terhadap Manajemen Laba (Studi pada Emiten Manufaktur di
BEJ). Disertasi, Universitas Padjajaran, bandung.
Astuti, Dewi Saptantinah Puji (2007), Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi
Manajemen Laba di Seputar Right Issue, jurnal Universitas Slamet Riyadi
Surakarta.
Assih, P. & M. Gudono (2000), Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar
Atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, Vol.3, No.1.
Atmini, Sari (2000) Standar Akuntansi yang Memberi Peluang bagi Manajemen untuk
Melakukan Praktik Perataan Laba. MANDIRI, vol.1, No.8.
Belkaouli, Ahmed Riahi (2001) Teori Akuntansi, Edisi pertama, Buku 2. Terjemahan
Marwata, dkk. Jakarta: Salemba Empat.
_____ (2002) Teori Akuntansi, Jilid 2. Terjemahan Herman Wibowo dan Marianus Sinaga.
Jakarta: Salemba Empat.
Chandra, Siuliany dan Irine Irawati (2005), Analisis Perbandingan Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Profitabilitas, Leverage Operasi terhadap Indeks Perataan Laba. Skripsi
Universitas Kristen Petra.
Garrison, Ray H dan Eric W.Noreen (2000), Jilid 1. Terjemahan A.Totok
Budisantoso,SE,Akt. Jakarta: Salemba Empat.
(2001), Jilid 2. Terjemahan A.Totok Budisantoso,SE,Akt. Jakarta: Salemba Empat.
Hair, Joseph F, et al. (2006) Multivariate Data Analysis, Sixth Edition. New Jersey:
Prentice-Hall International, Inc.
Harahap, Sofyan Safri (2007) Teori Akuntansi, Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Hendriksen, Heldon S (1999) Teori Akuntansi, edisi Keempat, Jakarta: Erlangga.
Hidayati, Siti Munfiah dan Zulaikha (2003), Analisis Perilaku Earning
management:Motivasi Minimalisasi Income Tax, Simposium Nasional Akuntansi
VI, Surabaya.
Ikatan Akuntan Indonesia (2007) Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat.
Irwansyah dan Puji Lestari (2007), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik
Perataan Laba, Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi, Vol 9, No.2.
Jin, Liauw She dan Mas’ud Machfoedz (1998), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik
Perataan Laba pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, Vol 1, No.2.
Kuncoro, Mudrajad (2007) Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk bisnis dan
Ekonomi, Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Kustiani, deasy dan Erni Ekawati (2006), Analisis Perataan Laba dan faktor-faktor yang
Mempengaruhi, jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
33
Mawarti, Yuliana (2007) Pengaruh Income Smoothing (Perataan Laba) terhadap Earning
Response (Reaksi Pasar) pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta(BEJ).
Skripsi, Universitas Negeri Semarang.
Masodah (2007) Praktik Perataan Laba Sektor Industri Perbankan dan Lembaga Keuangan
Lainnya dan Faktor yang Mempengaruhinya. Procceeding PESAT Auditorium
Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus.
Mursalim (2005) Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris pada Investor di
BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
Rivard, Richard. J., Eugene B dan Gay B.H. Morris (2003) Income Smoothing Behaviour of
V.S Banks Under Revised International.
Subekti, Imam (2005) Asosiasi Antara Praktik Perataan Laba dan Reaksi Pasar Modal di
Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
Suwito, Edy dan Arleen Herawaty (2005) Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan
terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar
di Bursa efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
Tandelilin, Eduardus (2001) Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi 1.
Yogyakarta: BPFE.
Yusuf, M. dan Soraya (2004), “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba
Perusahaan Asing dan Non Asing Di Indonesia”, JAAI, Vol 8, No.1
Zuhroh, Diana (1997), ”Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Tindakan Perataan Laba
pada Perusahaan Go Public di Indonesia, Tesis, Program Pasca Sarjana Fakultas
Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
34
KOMITMEN PEKERJA DITINJAU DARI KUALITAS HUBUNGAN
ATASAN-BAWAHAN DAN PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN
KARIR KARYAWAN INDUSTRI KERAJINAN ENCENG GONDOK,
MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA
Hafnidar
Abstract: The unemployment and poverty rate in Indonesia is higher and higher from year
to year. The causal factor is because lack of Human Resources in their commitment on
working. According to Tosi and friends (1990), the employees’ commitment on their work is
related to the quality between underling and higher authority and so does perception of the
employees themselves on career development. After a long conflict and tsunami raised
Aceh couple years ago, the industrial of Enceng Gondok in Gampong Mane, Muara Batu is
one of potential job demand on career development and skilled occupation for the
communities. This research is purposed on knowing the relationship between employees’
commitment with the quality between underling and higher authority and perception on
career development to the Engceng Gondok Industrial employees in Muara Batu sub-
district, North Aceh. The research is performed on workers of Enceng Gondok industrial in
Muara Batu sub-District of North Aceh. The Likerty Model Scale is used as data collecting
method that is commitment scale, quality scale on relationship quality between underling
and higher authority and perception on career development. The additional data is earned
by using qualitative research method by using filling analysis in indicative principle. Data
analysis by using regression analysis for double predictor. The result is: 1) there is a
positive relationship between a commitment and a perception on career development to
Enceng Gondok Industrial workers at Gampong Mane Tunong, Muara Batu sub-District of
North Aceh. 2) There is a positive relationship between a commitment and relationship
quality on underling and higher authority to Enceng Gondok Industrial workers in
Gampong Mane Tunong, Muara Batu sub-District of North Aceh.
Key words: commitment, relationship quality between underling and higher authority
____________________________________________________________________
Hafnidar, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
PENDAHULUAN
Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara
Batu Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Industri kecil menengah yang sedang
berkembang di Kabupaten Aceh Utara. Karyawan Industri ini diberi ketrampilan mengolah
tumbuhan Enceng Gondok menjadi perabotan rumah tangga yang menarik dan unik.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
35
Konsumen perabotan produksi Industri Kerajinan Enceng Gondok ini sebagian besar
masyarakat menengah ke atas, perkantoran dan hotel, bahkan banyak yang diekspor ke luar
negeri. Industri Kerajinan Enceng Gondok ini memiliki harapan besar untuk terus
berkembang, namun demikian Industri sering mengalami masalah dalam hal komitmen
pekerja terhadap pekerjaan dan organisasi kerjanya. Karyawan mudah sekali meninggalkan
pekerjaan untuk beberpa waktu dengan berbagai alasan. Padahal disisi lain tidak mudah
bagi Industri untuk mendapatkan karyawan yang telah terlatih dan berpengalaman.
Akibatnya Industri harus mengeluarkan banyak cost untuk rekuritment dan pelatihan. Tosi
dkk (1990) mengatakan bahwa komitmen pekerja terhadap suatu pekerjaan ada
hubungannya dengan kualitas hubungan atasan-bawahan serta persepsi pekerja itu sendiri
terhadap pengembangan karir. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara komitmen pekerja dengan kualitas hubungan atasan-bawahan dan persepsi
terhadap pengembangan karir pada pengrajin enceng gondok di Kecamatan Muara Batu.
METODOLOGI
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Karyawan pada Industri Kerajinan Enceng
Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Populasi
penelitian berjumlah 42 orang. Dikarenakan populasi penelitian jumlahnya terbatas, maka
sample penelitian adalah semua individu yang ada dalam populasi penelitian yang disebut
dengan Subjek penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dengan menggunakan Skala atau Angket dengan model self
report yaitu metode yang berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri. Penyusunan alat
ukur dimulai dari pemilihan aspek, indikator dan definisi yang tepat, kemudian dibuat suatu
definisi operasional untuk mendapatkan penjelasan yang tepat dari variabel-variabel yang
akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tiga Skala atau Angket
dengan tambahan satu identitas diri pada awal pemberian Skala atau Angket. Ketiga
Skala/Angket sebagai alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala/Angket
Komitmen Pekerja; Skala/Angket Kualitas Hubungan Atasan – Bawahan; Skala/Angket
Persepsi Pekerja Terhadap Pengembangan Karir. Skala/Angket ini disusun dalam bentuk
Skala Likert yang terdiri dari pertanyaan yang diikuti oleh beberapa pilihan jawaban
responden dengan menghilangkan alternative jawaban R (Ragu-ragu). Setiap aitem
Skala/angket merupakan pertanyaan atau pernyataan yang bersifat favorable (mendukung)
dan unfavorable (tidak mendukung). Pertanyaan atau pernyataan tersebut memiliki empat
kemungkinan jawaban berdasarkan pertimbangan subjektif responden. Empat kemungkinan
jawaban tersebut adalah SS (Sangat sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat
Tidak Sesuai). Masing-masing aitem memiliki skor dengan rentang satu sampai empat.
Semakin tinggi skor yang didapat, maka semakin tinggi pula komitmen; kualitas hubungan;
dan persepsi terhadap pengembangan karir yan dimiliki oleh responden.
Ketiga skala/angket di atas sebelum digunakan dalam penelitian dilakukan uji coba
untuk mengukur seberapa cermat alat ukur tersebut melakukan fungsi ukurnya (uji
validitas), mengetahui keterandalannya (uji realibilitas). Uji coba untuk mengukur kualitas
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
36
aitem pada kedua skala dilakukan dengan menggunakan uji korelasi aitem-total (daya beda
aitem) dan Reliabilitas.
Metode Analisis Data
Analisis data inferensial yaitu pengambilan kesimpulan dengan pengujian hipotesis.
Analisa data dilakukan dengan menggunakan program komputer Statistical Packages for
Social Science (SPSS) versi 12.0. Teknik statistik yang dipakai adalah analisis regresi
sederhana
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis dan Interpretasi Data
Tabel 1: Gambaran Umum Hasil Skor Variabel-variabel Penelitian
Variabel Statistik Hipotetik Empiris
Komitmen Skor minimal
Skor maksimal
Mean
SD
37
148
93
19
90
144
117,89
11,343
Persepsi Thd
Pengemb Karir
Skor minimal
Skor maksimal
Mean
SD
18
72
45
9
42
72
54,89
5,600
Kualitas Hub
Ataan-bawahan
Skor minimal
Skor maksimal
Mean
SD
17
68
43
9
39
62
51,73
4.926
Dari table di atas dapat ditetapkan kategori dalam penelitian ini sebagai berikut :
sangat rendah (≤ x – 1,5SD), rendah (x – 1,5 SD < X ≤ x – 0,5 SD), sedang (x – 0,5 SD < X
≤ x + 0,5 SD), tinggi (x – 0,5 SD < X ≤ x + 1,5 SD) dan sangat tinggi ( X ≥ x + 1,5 SD).
Berikut penetapan kategorisasi variabel-variabel penelitian yang dibuat berdasarkan satuan
deviasi standar dengan memperhitungkan rentangan angka-angka minimal dan maksimal
teoritis menurut rumus di atas:
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
37
Kategori Komitmen
I II III IV V
IIIIIIIIIIIIIII
64,5 83,5 102,5 121,5
Kategori Persepsi terhadap Pengembangan Karir
I II III IV V
IIIIIIIIIIIIIIII
31,5 40,5 49,5 58,5
Kategori Kualitas Hubungan Atasan Bawahan
I II III IV V
IIIIIIIIIIIIIII
29,5 38,5 47,5 56,5
Keterangan:
I : Sangat rendah
II : rendah
III : sedang
IV : tinggi
V : sangat tinggi
Pembagian kriteria di atas dilakukan untuk mengetahui baik tidaknya posisi subjek
untuk masing – masing variable. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa Karyawan
Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara Batu –
Aceh Utara, memiliki tingkat Komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya, begitu juga
dengan persepsi terhadap pengembangan karir dan kualitas hubungan atasan bawahan. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di
Gampoeng Mane Tunoeng memandang penting adanya pengembangan karir, begitu juga
dengan kualitas hubungan atasan bawahan. Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok
di Gampong Mane Tunoeng menilai penting adanya kualitas hubungan antara atasan dan
bawahan dalam pekerjaannya.
Uji hipotesis
Uji hubungan antara Komitmen dengan Persepsi Terhadap Pengembangan Karir
Uji hubungan antara komitmen dengan Persepsi terhadap Pengembangan Karir
ditunjukkan oleh skor korelasi sebesar (rxy) = 0,493 dengan signifikansi sebesar 0.000
(p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen
dengan Persepsi Terhadap Pengmebangan Karir Pada Karyawan Industri Kerajinan Enceng
Gondok di Gampong Mane Tunoeng Kecamatan Muara Batu. Nilai (rxy) yang positif
menunjukkan bahwa arah hubungan kedua variabel adalah positif
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
38
(rxy) Signifikansi Probabilitas
0,493 0,000 p<0,05
Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
yaitu ada hubungan positif antara Komitmen dengan Persepsi Terhadap Pengembangan
Karir dapat diterima. Perhitungan statistik selengkapnya dengan menggunakan teknik
regresi sederhana dapat dilihat berikut ini:
Deskripsi Statistik Penelitian
Variabel
Mean Standar Deviasi N
Komitmen
54,89 5,600 93
Persepsi Thd
Pengemb Karir
117,89 11,343 93
Rangkuman Analisis Regresi Sederhana Variabel Penelitian
Model Sum of
Square
Df Mean
Square
F Sig
Regression
Residual
Total
700,686
2184,239
2884,925
1
91
92
700,686
24,003
29,192 0,000
Koefisien Determinasi Penelitian
Model R R Square Adjusted R
Square
Standard Eror of The
Estimates
1 Total 0,493 0,243 0,235 4,899
Tabel di atas terlihat bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan oleh R Square
sebesar 0,243. Nilai tersebut menunjukkan bahwa komitmen memiliki sumbangan efektif
sebesar 24,3% terhadap Persepsi terhadap Pengembangan karir. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa variabel Persepsi terhadap Pengembangan karir dapat dijelaskan oleh
variabel komitmen sebesar 23,4 %. Sisanya sebesar 75,7% ditentukan oleh faktor-faktor
lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini.
Uji hubungan antara Komitmen dengan Kualitas hubungan atasan Bawahan
Uji hubungan antara Komitmen dengan Kualitas Hubungan Atasan Bawahan
ditunjukkan oleh skor korelasi sebesar (rxy) = 0,467 dengan signifikansi sebesar 0.000
(p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Komitmen
dengan Kualitas Hubungan Atasan Bawahan pada Karyawan Industri Kerajinan Enceng
Gondok di Gampong Mane Tunoeng, Kecamatan Muara Batu-Aceh Utara. Nilai (rxy) yang
positif menunjukkan bahwa arah hubungan kedua variabel adalah positif.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
39
(rxy) Signifikansi Probabilitas
0,467 0,000 p<0,05
Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
dapat diterima. Perhitungan statistik selengkapnya dengan menggunakan teknik regresi
sederhana dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Deskripsi Statistik Penelitian
Variabel Mean Standar Deviasi N
Komitmen 51,73 4,926 93
Kualitas Hubub 117,89 11,343 93
Rangkuman Analisis Regresi Sederhana Variabel Penelitian
Model Sum of
Square
Df Mean
Square
F Sig
Regression
Residual
Total
487,145
1745,135
2232,280
1
91
92
487,145
19,177
25,402 0,000
Koefisien Determinasi Penelitian
Model R R Square Adjusted R
Square
Standard Eror of The
Estimates
1 Total 0,467 0,218 0,210 4,379
Koefisien determinasi yang ditunjukkan oleh R Square adalah 0,218. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa Komitmen memiliki sumbangan efektif sebesar 21,8%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa variabel Kualitas hubungan atasan bawahan dapat dijelaskan oleh
variabel Komitmen sebesar 21,8%, sisanya sebesar 78,2 % ditentukan oleh faktor-faktor
lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Landy (1989) bahwa Keterikatan personal dan
sosial yang terjadi ini akan menghindarkan bawahan dari rasa keterasingannya di
perusahaan, dan selanjutnya meningkatkan komitmen karyawan atau pekerja terhadap
organisasi kerjanya. Sebaliknya pada kualitas hubungan atasan-bawahan yang rendah,
komitmen kerja karyawan menjadi rendah pula. Bila hubungan atasan-bawahan yang
terjadi berkualitas tinggi, maka seorang atasan akan sering berdiskusi dengan bawahannya
tentang masalah-masalah pribadi dan pekerjaan. Atasan sangat tertarik untuk membantu
kesulitan yang dialami bawahan. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterikatan personal dan
sosial antara atasan dan bawahan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Mowday, dkk (dalam Kuntjoro, 2002) bahwa pegawai yang memiliki
komitmen yang tinggi akan merasakan adanya loyalitas dan rasa saling memiliki baik
kepada organisasi maupun satu sama lain sesama anggota organisasi. Loyalitas dan rasa
saling memiliki akan melahirkan perilaku saling membantu dan kerjasama yang baik.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
40
Kesediaan menolong baik urusan organisasi maupun urusan pribadi merupakan salah satu
aspek kualitas hubungan atasan bawahan menurut Landy (1989).
Analisis Tambahan
Berdasarkan analisis isi dari data observasi, wawancara dan angket didapatkan
bahwa komitmen pekerja terhadap pekerjaannya cukup baik, hal ini dapat dilihat dari
beberapa factor yang mempengaruhi Subjek untuk memiliki komitmen yang tinggi. Faktor-
faktor tersebut adalah:
Masa kerja Sebagian besar Subjek memiliki masa kerja diatas empat tahun yaitu sebanya Hasil
penelitian ini sesuai dengan Landy (1989) bahwa Keterikatan personal dan sosial yang
terjadi ini akan menghindarkan bawahan dari rasa keterasingannya di perusahaan, dan
selanjutnya meningkatkan komitmen karyawan atau pekerja terhadap organisasi kerjanya.
Sebaliknya pada kualitas hubungan atasan-bawahan yang rendah, komitmen kerja
karyawan menjadi rendah pula. Lebih lanjut Landy (1989) menambahkan bahwa bila
hubungan atasan-bawahan yang terjadi berkualitas tinggi, maka seorang atasan akan sering
berdiskusi dengan bawahannya tentang masalah-masalah pribadi dan pekerjaan. Atasan
sangat tertarik untuk membantu kesulitan yang dialami bawahan. Hal ini menunjukkan
bahwa ada keterikatan personal dan sosial antara atasan dan bawahan.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Mowday, dkk
(dalam Kuntjoro, 2002) bahwa pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi akan
merasakan adanya loyalitas dan rasa saling memiliki baik kepada organisasi maupun satu
sama lain sesama anggota organisasi. Loyalitas dan rasa saling memiliki akan melahirkan
perilaku saling membantu dan kerjasama yang baik. Kesediaan menolong baik urusan
organisasi maupun urusan pribadi merupakan salah satu aspek kualitas hubungan atasan
bawahan menurut Landy (1989).
Karakteristik Pekerjaan Ditinjau dari karakteristik pekerjaan, Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok
dituntut untuk memiliki ketrampilan khusus (skill) dalam menangani pekerjaannya. Skill ini
dapat diperoleh Subjek dengan mengikuti pelatihan khusus yang diadakan oleh organisasi.
Guna menghasilkan produk yang berkualitas, ketrampilan yang memadai mutlak
dibutuhkan Subjek. Adanya pelatihan pengembangan skill, merupakan salah satu faktor
yang mendukung komitmen Subjek terhadap organisasi kerjanya.Tabel berikut ini
menjelaskan tentang jumlah Subjek yang pernah dan belum pernah mengikuti pelatihan.
Gaji/Upah Sebagian besar Subjek yaitu sebanyak 54,76% menerima upah maksimal
Rp.450.000 perbulan. Jumlah pendapatan yang demikian adalah dibawah standar upah
minimum rakyat (UMR) yang ditetapkan Pemerintah. Namun demikian, pihak management
atau pengurus Industri mengatakan bahwa Gaji/upah yang diterima sekarang ini sudah
sesuai dengan produktifitas kerja yang dilakukan, dengan kata lain waktu yang digunakan
karyawan untuk bekerja rata-rata kurang dari lima jam per hari.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
41
Kurangnya produktivitas kerja Karyawan disebabkan oleh kurang tersedianya bahan
baku sehingga keinginan Subjek untuk bekerja maksimal tidak ditunjang oleh kesempatan
yang ada. Padahal disisi lain, sebagian besar Subjek mengaku memiliki motivasi yang besar
untuk meningkatkan produktifitasnya sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
Lapangan Kerja Faktor ketersediaan lapangan kerja yang memadai di Aceh juga menjadi
pertimbangan utama bagi Karyawan untuk menentukan komitmennya terhadap pekerjaan.
Ketersediaan lapangan kerja bagi Karyawan tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan skill yang mereka miliki. Rata-rata karyawan memiliki tingkat pendidikan
akhir SD s/d SLTP. Sedikit sekali dari mereka yang pernah duduk di bangku SLTA.
Kesimpulan
1. Ada hubungan positif antara komitmen dengan persepsi terhadap pengembangan karir
pada Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Kecamatan
Muara Batu, Aceh Utara. Semakin kuat komitmen Karyawan, semakin baik pula
persepsi karyawan tersebut terhadap pengembangan karirnya. Begitu juga sebaliknya,
semakin rendah komitmen karyawan semakin buruk pula persepsinya terhadap
pengembangan karir.
2. Ada hubungan positif antara komitmen dengan kualitas hubungan atasan bawahan pada
Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong, Kecamatan
Muara Batu, Aceh Utara. Semakin kuat komitmen Karyawan, semakin baik pula
kualitas hubungan atasan bawahan pada Karyawan. Begitu juga sebaliknya, semakin
rendah komitmen Karyawan semakin buruk pula kualitas hubungan atasan bawahan
pada Karyawan tersebut. Dalam hal ini Komitmen dan persepsi terhadap
pengembangan karir pada Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Kecamatan
Muara Batu berada pada katagori tinggi.
3. Pengrajin Enceng Gondok di Kecamatan Muara Batu memiliki komitmen, persepsi
terhadap pengembangan karir dan kualitas hubungan atasan bawahan yang tinggi.
4. Komitmen yang tinggi pada pengrajin Enceng Gondok di Kecamatan Muara Batu
ditentukan oleh faktor Kualitas hubungan atasan bawahan sebanyak 21,8 %, faktor
persepsi terhadap pengembangan karir sebanyak 23,4 %. Sisanya sebanyak 45,2 %
ditentukan oleh faktor lain seperti karakteristik pekerjaan, masa kerja, gaji/upah dan
ketersediaan lapangan kerja.
5. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, faktor karakteristik pekerjaan dan
gaji/upah merupakan variabel lain yang dapat menurunkan komitmen Karyawan,
sedangkan faktor masa kerja dan ketersediaan lapangan kerja merupakan variabel lain
yang dapat mendukung Karyawan untuk tetap komitmen terhadap pekerjaannya.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, terdapat beberapa saran yang bisa dikemukakan
yaitu:
1. Bagi Subjek penelitian
diharapkan dapat mempertahankan komitmennya, yang pada saat penelitian ini berada
pada kategori Tinggi. Usaha tersebut diharapkan dapat mengarahkan Karyawan untuk
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
42
memiliki persepsi yang baik terhadap pengembangan karir dan kualitas hubungan
atasan – bawahan.
2. Bagi pihak manajemen Industri Kerajinan Enceng Gondok di Kecamatan Muara Batu
diharapkan dapat meningkatkan program kerja yang berkaitan dengan pembinaan
ketrampilan pekerja dan penyediaan bahan baku, sehingga dapat mempertahankan
komitmen Karyawan yang pada saat penelitian berada pada kategori tinggi.
3. Bagi Pemerintah, Swasta dan masyarakat umum.
Diharapkan dapat memberi inisiatif program bagi peningkatan program kerja dan
penyediaan bahan baku bagi peningkatan produktifitas karyawan.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Dapat meneliti hubungan variabel-variabel lain selain persepsi terhadap
pengembangan karir dan kualitas hubungan atasan – bawahan yang berpengaruh
terhadap komitmen seperti usia, masa kerja, karakteristik personal, peranan/jabatan,
karakteristik pekerjaan dan karakteristik struktural.
b. Menciptakan metode budidaya tanaman Enceng Gondok secara efektif dan efisien
pada lahan kosong.
c. Mempertimbangkan faktor pengembangan ketrampilan sebagai variabel moderator
yang memungkinkan turut memperkuat hubungan komitmen dengan persepsi
terhadap pengembangan karir.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S., 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Baker, M.A. 1987. People Produktivity: An Experience in positive living. Tokyo: Asian
Produktivity Organization.
Groberg, D.H. 1987. Inner productivity: Tapping the inner source of productivity through
balancing vision, skill, and reinforcement. Tokyo: Asian Produktivity Organization.
Hadi, S dan Pamardiyanto, S. 1994. Manual Seri Program Statistik (SPS). Paket Midi.
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Hordes, M.W. 1987. White Collar productivity improvement. Tokyo: Asian Productivity
Organization
Krishnamurthy, V. 1987. Developing a work ethos for people productivity. Tokyo: Asian
Productivity Organization.
Lemme, B. H. 1995. Development in Adulthood. Boston:Allyn dan Bacon
Mathieu, J.E. and Zajac, D.M. 1990. A Review and Meta Analysis of the Antecedents,
Correlates, and Consequences of Organizational Commitment. Psychological
Bulletin. 108, 171 – 194
Pfeffer, J. 1996. Keunggulan Bersaing Melalui Manusia (Terjemahan). Jakarta: Binarupa
Aksara
Shaw, M.E. 1971. Group dynamics: The psychology of small group behavior. Boston: Allin
and Bacon
Steers, R.M. and Porter, L.W. 1983. Motivation and Work Behavior. USA:McGrawHill
Book Co.
Sugiyono. 1999. Statistika untuk penelitian. Cetakan ke-2. Bandun: CV-Alfabeta
Tosi, H.L., Rizzo, J.R., and Carroll, S.J. 1990. Managing Organizational Behavior. 2nd
edition. New York: Herper Collins Publishers.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
43
PENGARUH PENGENDALIAN INTERN DAN AUDIT MANAJEMEN
TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA
BUMN DI KOTA BANDA ACEH
Raida Fuadi
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Abstract: This study aims to examine the effect of internal control and audit the management of
managerial performance in SOEs in the city of Banda Aceh. The population in this study is the
State-Owned Enterprises are legal entities and Perum Persero PT or residing in the city of Banda
Aceh's population of 31 companies. The withdrawal of a sample is performed using all elements of
the so-called population census. The respondent for each firm is the head of branch (top
management), managers and internal auditors as a source of information about internal control,
audit and performance management. Data used in this study are primary data that is data obtained
directly from respondents by means of field research (field research). obtained by circulating a
questionnaire questions comprised 44 items statement, consisting of 18 statements for internal
control, 18 a statement to the implementation of management audit and 8 statement to managerial
performance, in order to gather information from respondents in the SOEs in the city of Banda
Aceh. Data analysis method using statistical tools namely multiple linear regression analysis. The
results found that simultaneously shows that the internal control variable (x1), and implementation
of management audit (x2), jointly affect the managerial performance of the SOEs in the city of
Banda Aceh. While the partial variable having the greatest regression coefficient value (dominant),
is a management audit (x2) has a dominant influence on the managerial performance of SOEs, with
a coefficient value of 0593, this shows that the implementation of management audit, which is one
indicator that can improve managerial performance of SOEs in achieving the target company that
has been determined.
Keywords: internal control, audit the management, managerial performance
PENDAHULUAN
Dalam sistem perekonomian Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
memegang peranan yang sangat penting jika dilihat dari sejarah perkembangannya. Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan bagian dari perusahaan negara yang berbentuk
Perseroan Terbatas (PT). BUMN telah memberikan andil yang tidak kecil, baik dalam
menopang keuangan negara maupun dalam melayani peningkatan kesejahteraan rakyat
Indonesia. Masih dapat dibayangkan, bagaimana ketika sektor swasta belum mempunyai
kemampuan yang memadai untuk berperan di bidang produksi, distribusi, perdagangan,
perbankan, transportasi, teknologi dan sebagainya. BUMN merupakan andalan
perekonomian Indonesia disamping Badan Usaha Milik Swasta dan Koperasi.
Baik atau buruknya kinerja perusahaan di BUMN terkait dengan pelaksanaan
pengendalian intern didalam perusahaan. Dengan adanya persaingan, memaksa manajemen
untuk lebih profesional dalam menjalankan operasi perusahaan agar unggul dalam
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
44
persaingan, dalam hal ini manajemen harus berjalan dalam fungsi manajemen yang telah
ditetapkan. Salah satunya adalah fungsi pengendalian. Dalam fungsi pengendalian ini
manajemen dapat memestikan bahwa tindakan yang dilaksanakan oleh karyawan
perusahaan benar-benar masih dalam tujuan yang telah ditetapkan.
Pengendalian terdiri dari pengendalian ekstern dan pengendalian intern.
Pengendalian ekstern merupakan pengendalian dari pihak luar organisasi yang
berkepentingan terhadap perusahaan, sedangkan pengendalian intern adalah pengendalian
yang terdiri dari kebijakan dan prosedur-prosedur untuk menyediakan jaminan yang
memadai bahwa tujuan-tujuan perusahaan dapat dicapai. Perusahaan telah memiliki sistem
pengendalian internal yang menjamin keandalan sistem akuntansi. Sistem pengendalian
internal diberlakukan untuk memberikan jaminan yang wajar dalam hubungannya menjaga
asset dari penyalahgunaan dan peralihan kepemilikan secara tidak sah, menjaga keabsahan
catatan akuntasi dan keandalan informasi keuangan yang dapat dipercaya yang digunakan
Perusahaan maupun yang dipublikasikan.
Dalam rangka meninjau keefektifan kinerja BUMN perlu ditinjau aspek
ekonomisasi, efisiensi, dan efektifitas operasi BUMN seharusnya semakin ekonomis,
semakin efisien dan semakin efektif suatu perusahaan dikelola maka akan semakin baik
pula kinerja perusahaan tersebut. Untuk melihat sejauh mana perusahan dikelola secara
ekonomis, efisisien, dan efektif diperlukan audit ekonomisasi, efesiensi,dan efektifitas
operasi manajerial perusahaan yang dikenal sebagai audit manajemen dimana hal tersebut
tidak bisa dipenuhi hanya dengan melakukan audit keuangan. Apabila dilakukan secara
baik dan benar, audit manajemen secara potensial menjadi alat evaluasi yang sangat
berguna. ( Pratolo 2007).
Berdasarkan pemikiran di atas penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
pengendalian intern dan audit manajemen terhadap kinerja manajerial pada BUMN di kota
Banda Aceh.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Penelitian ini difokuskan pada variabel pengendalian interen dan audit manajemen yang
dihubungkan dengan kinerja manajerial
Kinerja Manajerial
Menurut Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2000) kinerja
diartikan sebagai prestasi yang dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu. Sedangkan
kinerja manajerial merupakan kinerja individu anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan
manajerial, (Mahoney, 1963) antara lain:
a. Perencanaan, dalam arti kemampuan untuk menentukan tujuan, kebijakan dan
tindakan/pelaksanaan, penjadwalan kerja, penganggaran, merancang prosedur, dan
pemrograman.
b. Investigasi, yaitu kemampuan mengumpulkan dan menyampaikan informasi untuk
catatan, laporan dan rekening, mengukur hasil, menentukan persediaan, dan analisis
pekerjaan.
c. Pengkoordinasian, yaitu kemampuan melakukan tukar menukar informasi dengan
orang lain di bagian organisasi yang lain untuk mengkaitkan dan menyesuaikan
program, memberitahu bagian lain, dan hubungan dengan manajer lain.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
45
d. Evaluasi yaitu kemampuan untuk menilai dan mengukur proposal, kinerja yang
diamati atau dilaporkan, penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian
laporan keuangan, pemeriksaan produk.
e. Pengawasan (supervisi), yaitu kemampuan untuk mengarahkan, memimpin dan
mengembangkan bawahan, membimbing, melatih dan menjelaskan peraturan kerja
pada bawahan, memberikan tugas pekerjaan dan menangani bawahan.
f. Pengaturan staff, yaitu kemampuan untuk mempertahankan angkatan kerja di
bagian anda, merekrut, mewawancarai dan memilih pegawai baru, menempatkan,
mempromosikan dan memutasi pegawai.
g. Negosiasi, yaitu kemampuan dalam melakukan pembelian, penjualan atau
melakukan kontrak untuk barang dan jasa, menghubungi pemasok, dan tawar
menawar.
h. Perwakilan (representatif), yaitu kemampuan dalam menghadiri pertemuan-
pertemuan dengan perusahaan lain. Pertemuan perkumpulan bisnis, pidato untuk
acara-acara kemasyarakatan, pendekatan kemasyarakatan, mempromosikan tujuan
umum perusahaan.
Seorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan suatu
kinerja manajerial. Kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja yang dikaitkan dengan
usaha mencapai tujuan yang telah diselesaikan. Setiap organisasi akan mendorong tingkat
prestasi kerja manajerialnya secara maksimal untuk mencapai visi, misi dan tujuan bisnis
yang telah direncanakan. Kinerja manajerial dapat digambarkan sebagai fungsi proses dari
respon individu terhadap ukuran kinerja yang diharapkan organisasi yang mencakup desain
kerja, proses pemberdayaan dan pembimbingan serta sesuatu dari individu itu sendiri yang
mencakup keterampilan, kemampuan dan pengetahuan. Kinerja manajerial merupakan hasil
suatu proses perpaduan kapasitas individual dengan sikap individu terhadap aspek
pekerjaan dan organisasi.
Pengendalian Intern
Pengertian Pengendalian Intern Manajer bertanggung jawab untuk membentuk suatu lingkungan pengendalian pada
organisasi, hal ini merupakan bagian tanggung jawab mereka dalam penggunaan sumber
daya. Manajer pada organisasi harus memahami pentingnya menerapkan dan memelihara
pengendalian intern yang efektif yang merupakan tanggung jawabnya.
Pengendalian intern menurut COSO 1992 (Akmal, 2007:25-26). Adalah suatu
proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal satuan usaha
lainnya yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan,
dalam hal-hal berikut ini:
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku
3. Efektivitas dan efisiensi operasi
Definisi COSO tentang pengendalian intern memperjelas bahwa pengendalian
intern bukan hanya mempengaruhi laporan keuangan yang reliabel tetapi juga menunjukkan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
46
bahwa pengendalian seharusnya efektif untuk semua operasi. Pengendalian Intern
merupakan aktivitas yang berusaha untuk menjamin pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi. Tujuan utama dari Pengendalian intern adalah tercapainya:
1. Reliabilitas dan integritas informasi.
2. Kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan kebijakan.
3. Pengamanan asset.
4. Penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien.
5. Pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan untuk operasi dan progarm.
Dari definisi di atas menjelaskan struktur pengendalian intern diterapkan untuk
mencapai tujuan tertentu dari suatu usaha. Di dalam struktur pengendalian intern ini
terdapat berbagai tujuan beserta kebijaksanaan dan produser yang diciptakan untuk
memberikan jaminan yang memadai agar tujuan organisasi dapat dicapai. Pada umumnya
kebijaksanaan dan prosedur tersebut adalah mengenai kemampuan suatu usaha untuk
mencatat, memproses, mengikhtisarkan dan melaporkan data keuangan, sehingga mampu
memberikan jaminan bahwa tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Audit Manajemen
Pengertian Audit manajeman Audit manajemen lahir di Inggris pada tahun 1932. Audit manajemen merupakan
perkembangan audit keuangan, audit operasional dan konsultansi manajemen. Audit
manajemen merupakan pemeriksaan untuk menilai apakah tujuan perusahaan telah
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Agar audit manajemen berhasil dilakukan maka
dukungan dan akseptasi manajemen dan pemberian jasa kepada organisasi perlu
didapatkan. Audit manajemen harus memiliki status pelaporan dalam perusahaan yang
menjamin pertimbangan yang benar dari temuan rekomendasi pemeriksaan intern.
Sejauh ini audit manajemen masih jarang dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan
di Indonesia, jika dibandingkan dengan audit keuangan. Hal ini terjadi karena tidak ada
peraturan yang mengharuskan perusahaan menerapkan audit manajemen. Pemeriksaan
manajemen berkaitan dengan penilaian pencapaian tujuan organisasi oleh manajemen.
Secara tradisional pemeriksaan selalu berorientasi pada keuangan namun setelah bertahun-
tahun tekanannya berubah bahwa informasi yang dibutuhkan bukan hanya informasi
keuangan. Bagian dari fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengawasan, pengambilan keputusan serta tindakan manajemen yang cukup
menentukan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, jadi titik utamanya adalah
menilai kemampuan manajer untuk melaksanakan fungsinya.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa karkteristik pemeriksaan
manajemen yaitu:
1. Memberikan informasi tentang efektifitas, efisiensi, dan ekonomisasi operasional
perusahaan kepada manajemen.
2. Penilaian efektifitas, efesiensi dan ekonomisasi didasarka pada standar-standar
tertentu.
3. Audit diarahkan kepada operasional sebagian atau seluruh struktur organisasi.
4. Audit ini dapat dilakukan oleh akuntan maupaun bukan akuntan.
5. Hasil audit manajemen berupa rekomendasi perbaikan kepada manajemen.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
47
Bayangkara (2008: 12-14) menyatakan manajemen audit merupakan pemeriksaan
atas: ekonomisasi (kehematan), efisiensi (daya guna), dan efektivitas (hasil guna)
merupakan tiga hal penting yang tidak dapat yang harus dicapai perusahaan dalam
meningkatkan kemampuan bersaingnya.
a. Ekonomisasi, merupakan ukuran input yang digunakan dalam berbagai program
yang dikelola. Artinya, jika perusahaan mampu memperoleh sumber daya yang
akan digunakan dalam operasi dengan pengorbanan yang paling kecil, ini berarti
perusahaan telah mampu memperoleh sumber daya tersebut dengan cara yang
ekonomis.
b. Efisiensi, berhubungan dengan metode kerja (operasi) dalam hubungan dengan
konsep input – proses – output. Efisiensi dalam rasio antar output dan input,
merupakan proses. Efisiensi berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan
operasinya, sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki.
c. Efektivitas, dapat dipahami sebagai tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk
mencapai tujuannya. Merupakan ukuran dari output.
Model Penelitian
Adapun model penelitian untuk penelitian ini adalah:
Gambar 1: Model Penelitian
Pengendalian
Intern
Kinerja Manajerial
Audit Manajemen
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
48
Penelitian Sebelumnya
Tabel 1: Penelitian Sebelumnya
Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Pratolo (2007) Pengaruh audit manajemen,
komitmen organisasional
manajer, pengendalian intern
terhadap penerapan prinsip-
prinsip good corporate
governance dan kinerja badan
usaha milik negara di
Indonesia
Terdapat hubungan antara audit
manajemen, komitmen manajer pada
organisasi, dan pengendalian intern
menunjukan bahwa ketiga variabel
tersebut saling mendukung dalam rangka
pengaruhnya terhadap variabel penerapan
prinsip-prinsip good corporate
governance dan kinerja perusahaan.
Prasetyono dan Nurul
(2007)
Analisis kinerja rumah sakit
daerah dengan pendekatan
balanced scorecard
berdasarkan komitmen
organisasi, pengendalian
intern dan penerapan prinsip-
prinsip good corporate
governance (GCG)
menunjukkan hubungan yang signifikan
antara variabel komitmen organisasi dan
pengendalian intern terhadap good
corporate governance. Dan secara parsial
variabel komitmen organisasi,
pengendalian intern dan good corporate
governance berpengaruh positif terhadap
kinerja Rumah Sakit Daerah.
Monarsyah (2003) Pengaruh stuktur pengendalian
intern terhadap kinerja BUMN
di kota Banda Aceh.
stuktur pengendalian intern berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja.
Sumber: Olahan Penulis (2009)
Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah:
H1: Pengendalian intern dan audit manajemen berpengaruh secara simultan terhadap
kinerja perusahaan pada BUMN di Kota Banda Aceh.
H2: Pengendalian intern dan audit manajemen berpengaruh secara parsial terhadap kinerja
perusahaan pada BUMN di Kota Banda Aceh.
METODE PENELITIAN
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbadan
hukum PT atau Persero dan Perum yang berada di Kota Banda Aceh yang berjumlah 31
perusahaan. Adapun Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan seluruh elemen populasi yang disebut dengan sensus. sebaiknya peneliti
mempertimbangkan untuk menginvestasikan seluruh elemen populasi jika elemen- elemen
populasi relatif sedikit. Adapun responden untuk setiap perusahaan adalah kepala cabang
(pimpinan perusahaan), manajer dan auditor internal sebagai sumber informasi tentang
pengendalian intern, audit manajemen dan kinerja menajerial. Daftar nama perusahaan
BUMN sebagai populasi dapat dilihat pada lampiran.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
49
Data dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari responden dengan cara penelitian lapangan (field research). Data
primer diperoleh dengan cara mengedarkan angket pertanyaan (kuesioner) yang disusun
dengan kisi-kisi penulisan instumen yang telah disiapkan terlebih dahulu. Yaitu
menggunakan daftar pernyataan terstruktur yang terdiri atas 44 item pernyataan, terbagi
atas 18 pernyataan untuk pengendalian intern, 18 pernyataan untuk pelaksanaan audit
manajemen dan 8 pernyataan untuk kinerja manajerial, dengan tujuan untuk
mengumpulkan informasi dari responden pada BUMN di kota Banda Aceh. Sumber data
dalam penelitian ini adalah skor masing-masing indikator variabel yang diperoleh dari
pengisian kuesioner oleh responden tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
survey. Pengedaran kuesioner dilakukan dengan cara mengentarkan langsung kepada
responden dan memberikan waktu pengisian. Kuesioner akan dikumpulkan kembali secara
langsung oleh peneliti. Cara ini ditempuh dengan pertimbangan untuk menghindari
kehilangan data tidak kembali.
Defenisi dan Operasional Variabel
Pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner untuk masing-masing variabel dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Likert yaitu suatu skala yang digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial. Jawaban dari responden bersifat kualitatif dikuantitatifkan, dimana
jawaban diberi skor dengan menggunakan 5 (lima) point jawaban atas pernyataan-
pernyataan, dengan skala Likert.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
50
Tabel 3: Difinisi dan Operasional Variabel
Variabel Definisi Indikator Skala
Pengukuran
1. Kinerja
Manajerial
(Y)
Merupakan hasil kerja yang
dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok
orang dalam organisasi,
sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab
masing-masing, dalam
rangka mencapai tujuan
organisasi.
Perencanaan,
Investigasi,
Pengkoordinasian,
Evaluasi,
Pengawasan,
Pengaturan staff,
Negosiasi,
Perwakilan.
Interval
2. Pengendalian
Intern
(x1)
Proses yang dipengaruhi
oleh dewan direksi,
manajer, serta personil lini
dalam suatu entitas, yang
dirancang untuk
memberikan jaminan yang
layak berkaitan dengan
pencapaian berbagai tujuan
perusahaan.
Lingkungan
pengendalian,
Penilaian risiko,
Aktivitas
pengendalian,
Informasi dan
komunikasi,
Pemantauan.
Interval
3. Audit
Manajemen
(x2)
Audit Manajemen yaitu
mencakup penelitian dan
evaluasi atas semua fungsi
dari manajer, untuk
memastikan bahwa
pelaksanaan operasi
perusahaan telah
dijalankan dengan cara
yang efektiv dan efisien.
Ekonomisasi,
Efisiensi,
Efektivitas.
Interval
Sumber: Olahan Penulis (2009)
Pengujian Validitas dan Reabilitas
Sebelum analisa data, dilakukan pengujian instrument penelitian dengan
menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian ini dimaksudkan memastikan bahwa
instrument tersebut telah digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur dan
keandalan kuesioner (Indriantoro, 1999 : 182).
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan uji pearson product moment
coefficient of correlation. Instrumen akan dinyatakan valid jika memiliki tingkat signifikan
dibawah 5%. Sedangkan pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode
Gronbanch Alpha yang dapat menafsirkan korelasi antara skala yang dibuat dengan skala
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
51
variabel yang ada. Pengukuran reliabilitas ini dianggap handal berdasarkan koefisien alpha
diatas 0,50 (Indriantoro dan Supomo,1999).
Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan alat
statistik yaitu analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis). Adapun
bentuk matematisnya adalah sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + e
Keterangan:
Y = Kinerja manajerial
α = Konstanta
β1- β2 = Koefisien regresi
X1 = Pengendalian intern
X2 = Audit manajemen
e = Error term
Analisis data dengan regresi linier berganda yang bertujuan untuk menguji dan
menganalisis, baik secara simultan maupum parsial pengaruh pengendalian intern dan audit
manajemen terhadap kinerja perusahaan pada BUMN di kota Banda Aceh. Data diolah
dengan program Statistik Package For Social Science (SPSS), dengan model regresi linier
berganda yang dituliskan diatas.
Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan pengukuran variabel dalam penelitian ini. Dilanjutkan melakukan
pengujian untuk setiap hipotesisnya, untuk menentukan menerima atau menolak hipotesis
yang diajukan. Dilakukan dengan 2 cara yaitu : uji secara simultan/bersama-sama dan uji
secara parsial. Kesimpulan langsung diambil dari nilai koefisien regresi masing-masing
variabel independen. Untuk menguji pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen, dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (HA) sebagai berikut :
H10 : β1 =β2= 0; Pengendalian intern dan audit manajemen secara bersama-sama
tidak mempengaruhi kinerja manajerial.
H1A : paling sedikit ada satu βi (i = 1,dan 2) ≠ 0 ; Pengendalian intern dan audit
manajemen secara bersama-sama mempengaruhi kinerja manajerial.
2. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis.
Jika β1 =β2 = 0 ; H0 tidak ditolak.
Artinya variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel
dependen. Jika paling sedikit ada satu βi (i = 1, dan 2) ≠ 0 ; H0 ditolak atau
mempengaruhi. Untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial
terhadap variabel dependen dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (HA).
Hipotesis kedua (H2)
H20 : β1 = 0 ; Pengendalian intern tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
H2A : β1 ≠ 0 ; Pengendalian intern berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
Hipotesis ketiga (H3)
H30 : β2 = 0 ; Audit manajemen tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
52
H3A : β2 ≠ 0 ; Audit manajemen berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
b. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis.
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut :
Jika β1 =β2 = 0 : H0 tidak ditolak.
Artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
Jika β1 =β2 ≠ 0 : H0 ditolak.
Artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
Selanjutnya untuk analisis data dari seluruh bentuk pengujian dalam penelitian ini
diselesaikan dengan menggunakan fasilitas paket program komputer “Statistical Package
for Social science (SPSS) vers. 15.0”.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial
Secara Simultan
Hubungan antar sistem di dalam organisasi dalam hal ini pengendalian intern dan
audit manajemen. Audit manajemen tanpa disertai pengendalian intern yang efektif
memungkinkan audit manajemen tersebut tidak optimal, sebaliknya pengendalian intern
yang bertujuan untuk menjaga reliabilitas dan integritas informasi, kepatuhan terhadap
kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan kebijakan, pengamanan asset, penggunaan
sumber daya secara ekonomis dan efisien, pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan untuk operasi dan program yang tidak disertai dengan pelaksanaan audit
manajemen maka pengendalian intern tersebut tidak akan efektif (Pratolo, 2007). Dengan
adanya pengendalian intern dan audit manajemen yang baik maka pengelolaan suatu
perusahan akan semakin baik pula hal ini yang disebut dengan meningkatnya kinerja
manajerial pada perusahaan. Dalam penelitian ini akan dilihat variabel-variabel yang
mempengaruhi kinerja manajerial pada BUMN di kota Banda Aceh. Variabel-variabel
tersebut meliputi pengendalian intern dan audit manajemen. Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis menunjukkan bahwa semua koefisien korelasi dari variabel yang mempengaruhi
kinerja manajerial tidak sama dengan nol. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan
bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima. Hal ini berarti secara simultan pengendalian
intern dan audit manajemen memiliki pengaruh terhadap kinerja manajerial.
Hasil penelitian ini konsisten dan sejalan dengan hasil penelitian Suryo Pratolo
(2007), Prasetyo dan Nurul (2007), Monarsyah (2003) dan Hiro Tugiman (2000), yang
dilakukan pada BUMN di seluruh Indonesia, yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh
signifikan variabel audit manajemen dan pengendalian intern terhadap kinerja perusahaan
dengan pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
53
Tabel 6: Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat
Nama Variabel ß Standar
Error t Sig
Konstanta 1.113 0.695 1.601 0.116
Struktur pengendalian intern (x1) 0.310 0.143 2.163 0.035
Pelaksanaan audit manajemen (x2) 0.593 0.133 4.462 0.000
Koefisien Korelasi ( R )
Koefisien Determinasi ( R 2 )
Adjusted ( R 2 )
0.626
0.392
0.366
a Predictors: (Constant), Audit
Manajemen, Pengendalian
Intern
b Dependent Variable: Kinerja
Manajerial
Sumber: Data Sekunder (diolah), 2009
Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial
Secara Parsial
Pengaruh Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Manajerial Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, hasil output menunjukkan nilai koefisien
regresi dari pengendalian intern yaitu sebesar 0,310 (β≠0), maka dapat disimpulkan bahwa
pengendalian intern berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial.
Hasil penelitian ini sejalan dan konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryo
Pratolo (2007), Prasetyo dan Nurul (2007), Monarsyah (2003),dan Hiro Tugiman (2000).
yang menunjukkan bahwa pengendalian intern berpengeruh terhadap kinerja manajerial.
Hal ini berarti kinerja manajerial pada BUMN akan meningkat dan optimal jika perusahaan
dapat menerapkan pengendalian intern dengan baik. Pengendalian intern yang lemah akan
berpengaruh kuat terhadap penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dan
kinerja (Pratolo, 2007).
Pengaruh Audit Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Hasil penelitian menunjukkan audit manajemen berpengruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja manajerial. Hal ini dapat dilihat dari hasil output yang
menunjukkan nilai koefisien regresi dari audit manajemen yaitu sebesar 0,593 (β≠0). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryo Pratolo (2007) yaitu
audit manajemen berpengaruh secara langsung terhadap kinerja. Temuan ini menunjukkan
bahwa dalam rangka peningkatan kinerja pada BUMN maka audit manajemen perlu
ditingkatkan. Artinya untuk memaksimalkan kinerja BUMN, maksimalisasi audit
manajemen juga diperlukan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap permasalahan yang dirumuskan
dalam hipotesis penelitian dengan menggunakan uji regresi linier berganda, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
54
a. Dari hasil penelitian ini, maka dapat diformulasikan persamaan regresi linier berganda
berikut ini:
Y = 1.113 + 0,310x1 + 0.593x2 + e
b. Berdasarkan hasil pengujian secara simultan diperoleh bahwa variabel Pengendalian
intern (x1), dan Pelaksanaan audit manajemen (x2), secara bersama-sama berpengaruh
terhadap kinerja manajerial pada BUMN di kota Banda Aceh.
c. Sementara secara parsial variabel yang mempunyai nilai koefisien regresi paling besar
(dominan), adalah pelaksanaan audit manajemen (x2) mempunyai pengaruh dominan
terhadap kinerja manajerial BUMN, dengan nilai koefisien sebesar 0.593, hal ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan audit manajemen yang merupakan salah satu
indikator yang dapat meningkatkan kinerja manajerial BUMN dalam mencapai target
perusahaan yang telah ditentukan.
d. Secara parsial variabel pengendalian intern (x1) berpengaruh terhadap kinerja
manajerial (Y),
e. Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,626
yang menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel dependen (Y)
dengan variabel independen (x1 dan x2) sebesar 62,6%. Artinya kinerja manajerial
BUMN mempunyai hubungan erat dengan pengendalian intern (x1), pelaksanaan audit
manajemen, sedangkan koefisien determinasi (R²) sebesar 0,392. Artinya sebesar 39,2%
perubahan-perubahan dalam variabel dependen kinerja manajerial (Y) dapat dijelaskan
oleh perubahan-perubahan dalam variabel-variabel independennya pengendalian intern
(x1), pelaksanaan audit manajemen (x2) dari para pimpinan perusahaan, manajer,
danauditor internal pada BUMN di kota Banda Aceh. Sedangkan selebihnya yaitu
sebesar 60,8% dijelaskan oleh faktor-faktor variabel lain diluar daripada penelitian ini.
Keterbatasan
Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan yang membatasi kesempurnaanya.
Oleh sebab itu, keterbatasan ini perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya. Adapun
keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sampel penelitian ini masih terbatas pada responden tertentu, khususnya hanya pada
pimpinan perusahaan, manajer, dan auditor internal pada BUMN di kota Banda Aceh
dan yang menjadi sampel hanya sebanyak 49 orang responden pada BUMN di kota
Banda Aceh, sehingga memungkinkan adanya perbedaan hasil penelitian dan
kesimpulan apabila penelitian dilakukan menambah atau mengganti pada objek dan
daerah penelitian yang berbeda.
b. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner. Kurangnya sikap
kepedulian dan keseriusan dalam menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada,
masalah subjektivitas dari responden dapat mengakibatkan hasil penelitian ini rentan
terhadap biasnya jawaban responden. Keadaan seperti ini merupakan hal yang tidak
dapat dikendalikan karena berada diluar kemampuan peneliti.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
55
Saran-saran Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti
memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut :
a. Variabel yang mempengaruhi kinerja manajerial pada penelitian ini terbatas pada faktor
pengendalian intern dan pelaksanaan audit manajemen saja. Penelitian selanjutnya
disarankan untuk menambah variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kinerja
manajerial, seperti faktor internal dan faktor eksternal dari luar perusahaan.
b. Pengukuran kinerja pada penelitian ini terbatas pada metode evaluasi diri sendiri
sehingga kemungkinan responden yang baru bekerja pada BUMN di kota Banda Aceh,
masih belum bisa mengukur kinerjanya sendiri, sehingga diharapkan kepada peneliti
selanjutnya untuk menggabungkan metode antara evaluasi bawahan terhadap atasan dan
evaluasi atasan terhadap bawahannya, agar penelitian yang dilakukan bisa
digeneralisasikan dalam upaya memberikan dukungan empiris terhadap teori yang
diajukan.
c. Untuk penelitian selanjutnya diharapakan kepada calon peneliti untuk memasukkan
variabel-variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap kinerja manajerial dalam
mendukung peningkatan kinerja dalam mengelola BUMN di kota Banda Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, (2007). Pemeriksaan Intern (internal Audit). Indeks
Arens, Alvin A, (2003). Auditing dan Pelayanan Verifikasi. Jakarta: Indeks
Bayangkara, IBK, (2008). Audit Manajemen Prosedur dan Implementasi. Jakarta: Selemba
Empat
Garisson / Norren, Budisantoso, A. Totok, (2000). Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba
Empat.
Ghozali, imam, (2001). Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: UNDIP.
Ismaya, Sujana, (2005). Kamus Akuntansi. Bandung: Pustaka Grafika.
Kamal, Maulana (2001) Hubungan Diantara Gaya Evaluasi Kinerja Anggaran, Tekanan
Kerja dan Kinerja Manajerial. Jurnal Manajemen & Bisnis Vol.3, No. 1
Laksamana, Arsono, (2002). Pengaruh Teknologi Informasi, Saling Ketergantungan,
Karakteristik Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial.
Surabaya.
Muljono, Teguh Pudjo, (1999). Aplikasi Manajemen Audit dalam Industri
Perbankan.Yogyakarta: BPFE
Mulyadi, (2002). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Monarsyah, (2003). Pengaruh Struktur Pengendalian Intern terhadap kinerja BUMN Di
Kota Banda Aceh.
Prasetyono, dan Kompyurini Nurul, (2007). analisis kinerja rumah sakit daerah dengan
pendekatan balanced scorecard berdasarkan komitmen organisasi, pengendalian
intern dan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Makasar:
Simponsium Nasional Akuntansi X.
Pratolo, Suryo, (2007). Pengaruh Audit Manajemen, Komitmen Organisasional Manajer,
Pengendalian Intern Terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
56
Governance dan Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia.
Surabaya: Pascasarjana UPNV Jatim.
Samryn, L.M, (2001). Akuntansi Manajerial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sekaran, Uma, (2006). Research Methods For Business (metodologi Penelitian Untuk
Bisnis). edisisi 4, Jakarta: Penerbit salemba empat.
Siagian, P. Sondang, (2001). Audit Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Suharli, Michell, (2006). Audit Finansial, Audit Manajemen dan Sistem Pengendalian
Intern. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia.
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2005). Edisi ketiga. Departemen Pendidikan
Nasional: Balai Pustaka.
Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, (2000). Pengukuran Kinerja. Jakarta:
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Tjirosidojo, Soemarjono, (1980). Bunga Rampai Menuju Pemeriksaan Pengelolaan
(Manejement Auditing). Jakarta: PT. Ichtisar Baru.
Tunggal, Amin Widjaja (2000) Pemeriksaan Intern. Jakarta: Rineka Cipta.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
57
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUTUSAN PASIEN
MELAKUKAN PEMERIKSAAN KESEHATAN PADA LABORATORIUM BADAN
PELAYANAN KESEHATAN RSU DR.ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
Teuku Edyansyah
Abstract: One of the strategies done by the management of Health Laboratory in
maintaining or increasing the number of consumer is by giving qualified service. By having
the best qualified service, it is expected that Health Laboratory will be able to meet the
consumer’s expectation on the services given by Health Laboratory, able to win the
competition, and able to gain maximal profit. The problems of this study are: (1) how are
the influences of service quality of health laboratory which consist of tangible, reliability,
responsibility, assurance and empathy on the patient decision to have health examination
at Health Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh; (2) how the
relation of health examination service system given to the patient at Health Service Body
Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh with the standard of health examination
decided by Health Department of Republic of Indonesia. The research analyse results
shows that R-Square = 0.683, it means that the variable of patient decision is able to be
explained by service quality as 68.3%, while the rest as 31.7% is explained by other free
variables which are not included in the research model. The result of all tests is service
quality which consists of tangible, reliability, responsibility, assurance and empathy
influence most significantly on the patient decision to have health examination at Health
Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, and the variable of empathy
is partially positive but it does not influence, while the variables of tangible, reliability,
responsibility and assurance influence significantly on the patient decision to have health
examination at Health Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The
variable which influence most dominantly on the patient decision to have health
examination at Health Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh is the
variable of assurance. The service system of health examination at Health Service Body
Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh relates to the standard of health
examination which is decided by Health Department of Republic of Indonesia.
Key words : Service, Patient Decision, Health Laboratory
____________________________________________________________________
Teuku Edyansyah, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
58
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta naiknya tingkat pendapatan,
telah membuka cakrawala pemikiran dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup
sehat. Dewasa ini, kesehatan dipandang sebagai salah satu indikator penting dari tingkat
kesejahteraan dan kualitas hidup seseorang.
Dalam hal pemilihan sarana kesehatan, baik berupa klinik, rumah sakit, dokter,
paramedis, maupun laboratorium kesehatan, seorang pasien akan senantiasa memperhatikan
kualitas. Sebahagian besar pasien bertindak selektif untuk menghindari resiko yang
mungkin timbul akibat dari pelayanan yang seadanya. Terutama dalam hal pemilihan
laboratorium kesehatan, resiko yang mungkin timbul akibat kesalahan hasil pemeriksaan
akan sangat fatal karena dapat menyebabkan kesalahan diagnosis oleh dokter, yang
akhirnya akan mengakibatkan kesalahan terapi.
Laboratorium kesehatan dinyatakan baik apabila telah memiliki peralatan yang
lengkap, modern dan cocok dengan jenis pemeriksaan, sehingga hasil menjadi akurat.
Disamping itu juga memiliki tenaga-tenaga profesional, serta pelayanan yang
menyenangkan. Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola laboratorium kesehatan
dalam mempertahankan atau meningkatkan jumlah pasiennya adalah dengan memberikan
pelayanan yang berkualitas (service quality). Dengan kualitas pelayanan yang optimal,
diharapkan laboratorium kesehatan akan mampu memenuhi harapan dari pasien terhadap
jasa yang dihasilkan laboratorium kesehatan, mampu memenangkan persaingan, dan
mampu memperoleh keuntungan yang maksimal.
Laboratorium Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr.Zainoel Abidin
(BPK RSUZA) Banda Aceh merupakan salah satu laboratorium kesehatan yang terlengkap
dan terbesar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Laboratorium kesehatan ini sempat
rusak dan hancur pada tanggal 26 Desember 2004 akibat gempa dan gelombang Tsunami.
Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh kembali aktif berfungsi pada awal
Pebruari 2005, setelah mendapat bantuan baik dari dalam maupun dari luar negeri, sehingga
pada tanggal 31 Maret 2005 tercatat 22 donatur dan 48 NGO yang telah membantu BPK
RSUZA Banda Aceh. Hingga saat ini, laboratorium kesehatan (Patologi Klinik) BPK
RSUZA Banda Aceh melayani pasien untuk lima jenis pemeriksaan, yaitu Urinalisa,
Hematologi, Serologi, Kimia Klinik, dan Mikrobiologi. Laboratorium kesehatan ini juga
didukung fasilitas tambahan lainnya seperti tempat parkir yang luas, taman yang asri,
mesjid, kantin, dan minimarket.
Jumlah kunjungan pasien ke Laboratorium Kesehatan (Patologi Klinik) BPK
RSUZA Banda Aceh pada tahun 2007 berjumlah 18.491 orang, dengan rata-rata perbulan
mencapai 1.541 orang. Pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh berharap, pasien yang
datang untuk memeriksakan kesehatannya ke laboratorium ini tidak hanya bagi mereka
yang sakit atau terganggu kesehatannya, melainkan juga bagi mereka yang sehat untuk
diketahui perkembangan kesehatannya. Oleh karena itu kualitas pelayanan pada
laboratorium kesehatan tersebut perlu ditingkatkan lagi.
Disini peneliti melihat adanya fenomena yang menarik dari Laboratorium
Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, dimana sejumlah pasien mengeluhkan kurangnya
empati pegawai saat melakukan pemeriksaan kesehatan di laboratorium tersebut. Jika hal
ini terus berlanjut, maka dapat dipastikan pasien yang datang untuk memeriksakan
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
59
kesehatannya ke laboratorium ini akan menurun jumlahnya. Hal ini berlawanan dengan
harapan pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh.
Berdasarkan fenomena yang ada, penulis membuat rumusan masalah sebagai
berikut: (1) Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan laboratorium kesehatan yang terdiri
dari ; bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati terhadap keputusan pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh?. (2)
Bagaimana hubungan antara sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan yang diberikan
kepada pasien pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh dengan standar pemeriksaan
kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia?.
TINJAUAN PUSTAKA
Armstrong dan Kotler (1996), menyatakan bahwa: “Service is any activity or benefit
that one party can offer to another that is essentialy intangible and does not result in the
ownership of anything”. Sedangkan Payne (2000), menyatakan bahwa ; “Jasa adalah suatu
kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketakberwujudan yang berhubungan dengannya,
melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam
kepemilikannya, dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan”.
Stanton dalam Hurriyati (2005), menyatakan bahwa ; “Jasa merupakan sesuatu yang
tidak berwujud, yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen karena dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Untuk memproduksi jasa dapat digunakan
bantuan produk fisik, namun dapat juga tidak. Selain itu pada umumnya dikonsumsi
bersamaan pada saat diproduksi, dan jasa tidak mengakibatkan terjadinya pemindahan
kepemilikan secara fisik”.
France et al. (1992), dalam “Journal of Health Care Marketing” menyatakan bahwa
: “There are severall differences between health care and other consumer services :
1. Health care is probably the must intangible of all services.
2. Mismatch between customer expectations and actual delivery may be greater for the
health care product.
3. Demand for a health care product is less predictable.
4. Distinguishing the decision maker from the customer may be more convoluted for
the health care product.
5. More often than not, the patient does not directly exchange money for the health
care product”.
Menurut Kotler (2003), “Jasa memiliki empat ciri utama yang sangat mempengaruhi
rancangan program pemasaran, yaitu sebagai berikut :
a. Tidak berwujud (intangible)
Hal ini menyebabkan konsumen tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar
dan merasakan hasilnya sebelum mereka membelinya. Untuk mengurangi
ketidakpastian, konsumen akan mencari informasi tentang jasa tersebut, seperti
lokasi perusahaan, para penyedia dan penyalur jasa, peralatan dan alat komunikasi
yang digunakan serta harga produk jasa tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan
perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan calon konsumen yaitu sebagai berikut:
1) meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud, 2)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
60
menekankan pada manfaat yang diperoleh, 3) menciptakan suatu nama merek
(brand name) bagi jasa, atau 4) memakai nama orang terkenal untuk meningkatkan
kepercayaan konsumen.
b. Tidak terpisahkan (inseparability)
Jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu perusahaan jasa yang
menghasilkannya. Jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Jika
konsumen membeli suatu jasa maka ia akan berhadapan langsung dengan sumber
atau penyedia jasa tersebut, sehingga penjualan jasa lebih diutamakan untuk
penjualan langsung dengan skala operasi terbatas. Untuk mengatasi masalah ini,
perusahaan dapat menggunakan strategi-strategi, seperti bekerja dalam kelompok
yang lebih besar, bekerja lebih cepat serta melatih pemberi jasa supaya mereka
mampu membina kepercayaan konsumen.
c. Bervariasi (variability)
Jasa yang diberikan seringkali berubah-ubah tergantung dari siapa yang
menyajikannya, kapan dan dimana penyajian jasa tersebut dilakukan. Ini
mengakibatkan sulitnya menjaga kualitas jasa berdasarkan suatu standar.
d. Mudah musnah (perishability)
Jasa tidak dapat disimpan atau mudah musnah sehingga tidak dapat dijual pada
masa yang akan datang, keadaan mudah musnah ini bukanlah suatu masalah jika
permintaannya stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan pelayanan
sebelumnya. Jika permintaan berfluktuasi, maka perusahaan akan menghadapi
persoalan yang sulit dalam melakukan persiapan pelayanannya. Untuk itu perlu
dilakukan perencanaan produk, penetapan harga, serta program promosi yang tepat
untuk mengatasi ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran jasa”.
Griffin dalam Lupiyoadi (2001), menyatakan bahwa ; “Jasa memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1. Intangibility. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum
jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami
konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman.
2. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang
telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat dipisahkan
(inseparability) mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara
bersamaan.
3. Customization. Jasa juga seringkali didisain khusus untuk kebutuhan pelanggan
sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan”.
Albrecht dan Zemke dalam Ratminto (2007) menyatakan bahwa ; “Terdapat empat
elemen dasar dalam memproduksi jasa (strategi, sistem, manusia, dan pelanggan)”.
1. Strategi. Strategi merupakan pandangan filosofi yang berguna untuk menuntun
segala aspek pelayanan jasa. Strategi harus menemukan kebutuhan serta keinginan
pelanggan, sistem harus mengikuti strategi secara logis, manusia (karyawan/
pegawai) harus mengikuti sistem dan menjalankan strateginya.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
61
2. Sistem. Sistem merupakan prosedur fisik yang digunakan. Sistem (prosedur dan
peralatan/fisik) yang dirancang harus sesuai dengan keinginan pelanggan
(konsumen).
3. Manusia. Manusia dimaksudkan adalah karyawan/pegawai yang memproduksi jasa
(produsen), manusia harus mengikuti sistem dan strategi yang dijalankan dalam
organisasi manajemen.
4. Pelanggan. Pelanggan merupakan konsumen yang menikmati kemasan bermacam-
macam jasa yang diberikan oleh produsen, strategi, sistem dan manusia/karyawan
yang harus berfokus kepada pelanggan (customer focus).
Kotler (1993), menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang menjadi penentu mutu
jasa adalah sebagai berikut ;
1. Akses. Jasa harus mudah dijangkau dalam lokasi yang mudah dicapai pada saat
yang tidak merepotkan dan cepat.
2. Komunikasi. Jasa harus diuraikan dengan jelas dalam bahasa yang mudah
dimengerti oleh konsumen.
3. Kompetensi. Karyawan yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan.
4. Kesopanan. Karyawan harus bersikap ramah, penuh hormat dan penuh perhatian.
5. Kredibilitas. Perusahaan dan karyawan harus bisa dipercayai dan memahami
keinginan utama yang diharapkan konsumen.
6. Realibilitas. Jasa harus dapat dilaksanakan dengan konsisten dan cepat.
Menurut Simamora (2001) “Pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang
ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun”. Moenir (2004) “Pelayanan adalah proses pemenuhan
kebutuhan melalui aktivitas orang lain”. Sedangkan menurut Ivencevich et al.(dalam
Ratminto dan Winarsih, 2005) “Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata
(tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan”.
Menurut Hornby (2000) ”Service is a system that provides something that the public needs,
organized by the government or a private company”. Yang artinya Pelayanan adalah suatu
sistem yang memenuhi sesuatu kebutuhan publik, diorganisasikan baik oleh pemerintah
maupun perusahaan swasta. Moenir (1992) menyebutkan mengenai komponen-komponen
yang dapat mendukung suatu pelayanan agar lebih berhasil, yaitu ;
1. Kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan.
2. Aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan.
3. Organisasi yang merupakan alat serta kerja pelayanan.
4. Pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup.
5. Keterampilan petugas.
6. Sarana dalam pelaksanaan tugas.
Ada beberapa jenis pelayanan yang ditawarkan oleh suatu perusahaan pada pasar,
pelayanan ini dapat merupakan bagian terkecil atau bagian utama dari keseluruhan
penawaran tersebut. Penawaran biasa saja berupa barang pada satu sisi dan layanan murni
pada sisi lain.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
62
Penawaran dari suatu perusahaan dapat diklasifikasikan, menurut Simamora (2001)
yaitu ;
a. Produk berwujud murni, penawaran semata-mata hanya terdiri dari produk fisik
misalnya sabun mand, pasta gigi, atau sabun cuci tanpa pelayanan lainnya yang
menyertai produk tesebut
b. Produk berwujud disertai dengan layanan pendukung, pada kategori ini penawaran
terdiri dari suatu produk fisik disertai dengan satu atau beberapa layanan untuk
meningkatkan daya tarik pada konsumennya. Disini layanan didefinisikan sebagai
kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk pelanggan yang telah membeli
produknya. Misalnya seperti seseorang yang baru membeli sepeda motor Honda,
maka konsumen tersebut akan diberi pelayanan(service) sepeda motor gratis untuk
beberapa bulan
c. Hybrid, penawaran yang terdiri dari barang dan layanan dengan proporsi yang sama
d. Pelayanan utama yang disertai barang dan layanan tambahan, penawaran terdiri dari
suatu layanan pokok bersama-sama dengan layanan tambahan(pelengkap) dan
barang-barang pendukung lainnya
e. Pelayanan Murni, penawaran seluruhnya berupa layanan, seperti konsultsi psikologi
Fitz-Simmons dalam Soetjipto (1997), menyatakan bahwa ; “Service quality
didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para
pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh”. Goetsh dan Davis dalam Yamit
(2002), mendefinisikan bahwa ; “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan”. Pendekatan definisi di atas menegaskan bahwa kualitas bukan hanya
menekankan pada aspek hasil akhir (produk dan jasa) tapi juga menyangkut kualitas
manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Menilai kualitas jasa dapat dilihat dari
faktor output jasa (spesifikasi) dan cara pemberian jasa (pelayanannya). Setiap perusahaan
memerlukan pelayanan yang unggul yakni suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani
pelanggan secara memuaskan. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, memuaskan
kebutuhan pelanggan berarti perusahaan harus memberikan pelayanan berkualitas (service
quality) kepada pelanggan.
Menurut Kotler (1993), “Terdapat dua pendekatan pelayanan yang berkualitas yang
populer digunakan di kalangan bisnis. Pendekatan pertama dikemukakan oleh Albrecht dan
Zemke yang mendasarkan pada dua konsep pelayanan berkualitas yaitu:
a. Segitiga layanan (service triangle)
Merupakan model interaktif manajemen pelayanan yang menghubungkan antara
perusahaan dengan pelanggan.
Model tiga jenis pemasaran jasa, yang terdiri dari tiga elemen dengan pelanggan
sebagai titik fokus, elemen tersebut adalah :
1. Strategi pelayanan (service strategy)
Strategi pelayanan adalah strategi untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan
dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan.
Standar pelayanan ditetapkan sesuai keinginan dan harapan pelanggan sehingga
tidak terjadi kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan
pelanggan. Strategi pelayanan harus pula dirumuskan dan diimplementasikan
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
63
seefektif mungkin sehingga mampu membuat pelayanan yang diberikan kepada
pelanggan tampil beda dengan pesaingnya. Untuk merumuskan dan
mengimplementasikan strategi pelayanan yang efektif, perusahaan harus fokus
pada kepuasan pelanggan sehingga perusahaan mampu membuat pelanggan
melakukan pembelian ulang bahkan mampu meraih pelanggan baru.
2. Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan (service people)
Orang yang berinteraksi secara langsung maupun yang tidak berinteraksi langsung
dengan pelanggan harus memberikan pelayanan kepada pelanggan secara tulus
(emphaty), responsif, ramah, fokus dan menyadari bahwa kepuasan pelanggan
adalah segalanya. Untuk itu perusahaan harus pula memperhatikan kebutuhan
pelanggan internalnya (karyawan) dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif, rasa aman dalam bekerja, penghasilan yang wajar, manusiawi, sistem
penelitian kinerja yang mampu menumbuhkan motivasi. Tidak ada gunanya
perusahaan membuat strategi pelayanan dan menerapkannya secara baik untuk
memuaskan pelanggan eksternalnya, sementara pada saa yang sama perusahaan
gagal memberikan kepuasan kepada pelanggan internalnya, demikian pula
sebaliknya.
3. Sistem pelayanan (service system)
Sistem pelayanan adalah prosedur pelayanan kepada pelanggan yang melibatkan
seluruh fasilitas fisik termasuk sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan.
Sistem pelayanan harus dibuat secara sederhana, tidak berbelit dan sesuai standar
yang telah ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu mendisain
ulang sistem pelayanannya jika pelayanan yang diberikan tidak memuaskan
pelanggan. Desain ulang sistem pelayanan tidak berarti harus merubah total sistem
pelayanan tapi dapat dilakukan hanya bagian tertentu yang menjadi titik kritis
penentu kualitas pelayanan. Misalnya dengan memperpendek prosedur pelayanan
atau karyawan diminta melakukan pekerjaan secara general sehingga pelanggan
dapat dilayani secara cepat dengan menciptakan one stop service.
b. Pelayanan Mutu Terpadu (Total Quality Service)
Merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas
kepada orang yang berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders).
Pendekatan kedua adalah Conceptual Model of Service Quality yang
dikembangkan oleh Parasuraman et al. yang berupaya mengenali kesenjangan
(gaps) pelayanan yang terjadi dan mencari jalan keluar untuk mengurangi atau
bahkan menghilangkan kesenjangan pelayanan tersebut. Secara umum,
kesenjangan pelayanan dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu :
1. Kesenjangan yang muncul dari dalam perusahaan (company gaps)
Kesenjangan ini dapat menghambat kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan berkualitas. Kesenjangan yang muncul dari dalam
perusahaan dapat dibedakan ke dalam empat jenis kesenjangan yaitu :
a) Kesenjangan 1: tidak mengetahui harapan konsumen akan pelayanan.
b) Kesenjangan 2: tidak memiliki disain dan standar pelayanan yang tepat.
c) Kesenjangan 3: tidak memberikan pelayanan berdasar standar
pelayanan.
d) Kesenjangan 4: tidak memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
64
2. Kesenjangan yang muncul dari luar perusahaan. Disebut kesenjangan 5,
terjadi karena ada perbedaan antara persepsi konsumen dengan harapan
konsumen terhadap pelayanan”.
Menurut Lupiyoadi (2001), “Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang
banyak dijadikan acuan dalam riset adalah model SERVQUAL (service quality) yang
dikembangkan oleh Parasuraman et al. SERVQUAL dibangun atas adanya
perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata
mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya
diharapkan/diinginkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan,
maka layanan dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang
diharapkan maka layanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama
dengan harapan maka layanan disebut memuaskan. Dengan demikian, service quality
dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dengan
harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh”.
Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pelanggan
mereka, maka perusahaan harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan
dan meningkatkan kualitas pelayanannya.
Menurut Parasuraman et al. dalam Lupiyoadi (2001), “Terdapat lima dimensi
SERVQUAL, yaitu :
1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata
dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, meliputi fasilitas fisik (gedung,
gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan
(teknologi) serta penampilan pegawainya.
2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai
dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama
untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi
yang tinggi.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya
alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para
pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain
komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security),
kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan
pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik,
serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan”.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
65
Perusahaan harus menyadari bahwa suatu sistem layanan pelanggan tidak ada yang
sempurna, oleh karena itu perusahaan harus tetap bekerja untuk mengevaluasi setiap sistem
yang diterapkannya. Tujuan perusahaan harus diarahkan untuk tetap menemukan
pelanggan. Dalam hal ini, perusahaan perlu menyadari bahwa pelanggan saat ini lebih
terdidik dari pada sebelumnya. Mereka lebih berhati-hati dalam setiap pembelian yang
mereka lakukan dan uang yang mereka keluarkan. Pelanggan menginginkan nilai yang
sebanding dengan uang yang dikeluarkannya. Pelanggan juga menginginkan layanan yang
baik dan bersedia membayarnya. Ratminto (2007) menyatakan bahwa ; “Sistem merupakan
prosedur fisik yang digunakan. Sistem (prosedur dan peralatan/fisik) yang dirancang harus
sesuai dengan keinginan pelanggan (konsumen)”.
Selanjutnya Albrecht dan Zemke dalam Yamit (2002), menyatakan bahwa; “Sistem
pelayanan (service system) adalah : prosedur pelayanan kepada pelanggan yang melibatkan
seluruh fasilitas fisik termasuk sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Sistem
pelayanan harus dibuat secara sederhana, tidak berbelit dan sesuai standar yang telah
ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu mendisain ulang sistem
pelayanannya jika pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pelanggan. Disain ulang
sistem pelayanan tidak berarti harus merubah total sistem pelayanan tapi dapat dilakukan
hanya bagian tertentu yang menjadi titik kritis penentu kualitas pelayanan. Misalnya
dengan memperpendek prosedur pelayanan atau karyawan diminta melakukan pekerjaan
secara general sehingga pelanggan dapat dilayani secara cepat dengan menciptakan one
stop service”.
Dalam rangka mempertahankan pelanggan, Mowen dan Minor (2002), memberikan
tujuh langkah menuju sistem layanan pelanggan yang sukses, yaitu :
1. Komitmen manajemen total.
2. Kenalilah pelanggan anda.
3. Kembangkan standar kinerja layanan yang berkualitas.
4. Pekerjakan, latih dan berilah penghargaan kepada staf yang baik.
5. Berilah penghargaan atas penyelesaian layanan.
6. Tetaplah dekat ke pelanggan anda.
7. Bekerjalah menuju perbaikan yang berkesinambungan.
Program layanan pelanggan tidak bisa sukses tanpa ada komitmen dari manajemen
puncak perusahaan. Sampai tingkat managing director, kepala eksekutif bahkan pemilik
perusahaan sendiri harus mengembangkan konsep yang jelas dan visi layanan yang terarah
bagi perusahaan. Kemudian menejemen harus mengkomunikasikan visinya kepada seluruh
karyawan, sehingga karyawan dapat mengerti dan dapat melaksanakannya. Perusahaan
tidak hanya perlu mengenali pelanggannya tetapi juga harus memahami pelanggan secara
menyeluruh. Perusahaan perlu mengetahui apa yang disukai pelanggan, apa yang tidak
disukai, perubahan apa yang diinginkan, bagaimana mereka menginginkan perusahaan
tersebut, kebutuhan apa yang mereka perlukan, dan apa harapan-harapan mereka. Layanan
pelanggan bukanlah konsep yang tidak dapat dilihat. Setiap usaha memiliki kegiatan usaha
yang khas serta dapat dikembangkan. Sebagai contoh, berapa kali telepon berdering
sebelum seseorang mengangkatnya, berapa pemrosesan suatu pesanan, dan lain-lain. Jika
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
66
standar ditetapkan untuk kegiatan usaha yang teratur, maka karyawan juga akan
menunjukkan kinerja yang superior.
Layanan kebaikan pelanggan dan program mempertahankan keefektifan pelanggan,
dapat dilakukan hanya oleh orang yang berkompeten dan mampu. Layanan perusahaan
haruslah seprofesional orang yang memberikannya. Jika perusahaan ingin tampak baik
dimata orang, maka harus memperkerjakan orang yang baik pula. Selanjutnya karyawan
tersebut harus dilatih agar memberikan hasil terbaik dalam layanan dan program
mempertahankan pelanggan. Perusahaan sebaiknya memberikan penghargaan kepada setiap
karyawan, karena karyawanlah yang berhadapan langsung dengan pelanggan. Perusahaan
seharusnya menyediakan penghargaan materi maupun psikologis secara intensif bagi
stafnya. Kemudian perusahaan juga sebaiknya memberikan penghargaan kepada pelanggan
yang berperilaku baik. Memberi perhatian kepada pelanggan akan menjadikan mereka
bertahan dan akan memberi rujukan kepada orang lain.
Tetaplah berhubungan dengan pelanggan, dan sebaiknya dilakukan riset yang
berkesinambungan untuk mempelajari mereka. Hubungan perusahaan dengan pelanggan
dimulai setelah transaksi selesai. Dalam hal ini perusahaan harus menjalankan program
mempertahankan pelanggan dan pelanggan akan mengetahui sejauh mana perusahaan
memperhatikan mereka. Perusahaan harus memahami bahwa sistem layanan pelanggan
tidak ada yang sempurna, oleh karena itu perusahaan harus selalu mengevaluasi setiap
sistem yang diterapkannya. Perusahaan perlu menyadari bahwa pelanggan saat ini lebih
terdidik daripada yang sebelumnya. Mereka umumnya lebih berhati-hati dalam setiap
pembelian yang mereka lakukan dan uang yang mereka keluarkan.
Schiffman dan Kanuk (2000), menyatakan bahwa ; “The term consumer behavior
can be defined as the behavior that consumers display in searching for purchasing, using,
evaluating, and disposing of products, services and ideas which they expect will satisfy
their needs”. The American Marketing Association dalam Peter dan Olson (2002),
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut : “Consumer behavior as the dynamic
interaction of affect and cognition, behavior and the environment by which human being
conduct the exchange aspects of their lives”.
Menurut Zaltman dan Wallendorf dalam Mangkunegara (2002), “Perilaku
konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan hubungan sosial yang dilakukan individu,
kelompok dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan, suatu produk, jasa dan
sumber lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, jasa dan sumber-
sumber lainnya tersebut”. Menurut Engel et al. dalam Sumarwan (2003), “Perilaku
konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti
tindakan ini”. Menurut Mowen et al. dalam Hurriyati (2005), “Perilaku konsumen adalah
studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran (exchange process) yang
melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang dan jasa, pengalaman serta ide-
ide”.
Definisi ini mengandung dua konsep penting. Pertama, proses pertukaran (exchange
process) dimana segala sumber daya ditransfer diantara kedua belah pihak antar konsumen
dengan perusahaan yang melibatkan serangkaian langkah-langkah dimulai dari tahap
perolehan atau akuisisi, lalu ke tahap konsumsi dan berakhir dengan tahap disposisi produk
atau jasa. Kedua, unit pembelian (buying units), hal ini dikarenakan pembelian dilakukan
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
67
oleh kelompok ataupun individu, dimana keputusan pembelian dilakukan oleh individu atau
sekelompok orang.
Menurut Armstrong dan Kotler (2003), “Consumer purchases are influenced
strongly by cultural, social, personal and psychological characteristics :
1. Cultural factors exert a broad and deep influence on consumer behavior. The
marketer needs to understand the role played by the buyer’s culture, subculture and
social class.
2. Social factors. A consumer’s behavior also is influenced by social factors, such as
the consumer’s small groups, family and social roles and status.
3. Personal factors. A buyer’s decisions also are influenced by personal
characteristics such as the buyer’s age and life-cycle stage, occupation, economic
situation, lifestyle and personality and self-concept.
4. Psychological factors. A person’s buying choices are further influenced by four
major psychological factors : motivation, perception, learning and beliefs and
attitudes.
Kanuk dalam Hurriyati (2005), menyatakan bahwa ; “Ada dua faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan dalam pembelian
atau penggunaan suatu produk barang atau jasa, yaitu :
1. Faktor internal, mencakup karakteristik individu, yang terdiri dari sumber daya
konsumen, motivasi, keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, nilai dan gaya
hidup.
2. Faktor eksternal, mencakup dua aspek yaitu aspek kinerja bauran pemasaran dan
aspek lingkungan sosial budaya. Melalui input kedua aspek eksternal tersebut,
individu secara komprehensif internal memproses input bersamaan dengan
pengalaman kebutuhan dan keinginan psikologis yang dimilikinya. Setelah semua
aspek dikaji, maka individu tersebut akan mengambil keputusan. Apabila cocok
dengan jasa tersebut, maka ia akan cenderung mengulang pembelian produk jasa
tersebut di masa yang akan datang”.
Menurut Hawkins et al. dan Engel et al. dalam Tjiptono (2002), “Proses
pengambilan keputusan dibagi dalam tiga jenis, yaitu :
1. Pengambilan keputusan yang luas (extended decision making)
Proses pengambilan keputusan yang luas merupakan jenis pengambilan keputusan
yang paling lengkap, bermula dari pengenalan masalah konsumen yang dapat
dipecahkan melalui pembelian beberapa produk. Untuk keperluan ini, konsumen
mencari informasi tentang produk atau merek tertentu dan mengevaluasi seberapa
baik masing-masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya. Evaluasi
produk atau merek akan mengarah kepada keputusan pembelian. Selanjutnya
konsumen akan mengevaluasi hasil dari keputusannya. Proses pengambilan
keputusan yang luas terjadi untuk kepentingan khusus bagi konsumen atau untuk
pengambilan keputusan yang membutuhkan tingkat keterlibatan tinggi, misalnya
pembelian produk-produk yang mahal, mengandung nilai prestise, dan
dipergunakan untuk waktu yang lama, bisa pula untuk kasus pembelian produk yang
dilakukan pertama kali.
2. Pengambilan keputusan yang terbatas (limited decision making)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
68
Proses pengambilan keputusan terbatas terjadi apabila konsumen mengenal
masalahnya, kemudian mengevaluasi beberapa alternatif produk atau merek
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tanpa berusaha (atau hanya melakukan
sedikit usaha) mencari informasi baru tentang produk atau merek tersebut. Ini
biasanya berlaku untuk pembelian produk-produk yang kurang penting atau
pembelian yang bersifat rutin. Dimungkinkan pula bahwa proses pengambilan
keputusan terbatas ini terjadi pada kebutuhan yang sifatnya emosional atau juga
pada environmental needs, misalnya seorang memutuskan untuk membeli suatu
merek atau produk baru dikarenakan ‘bosan’ dengan merek yang sudah ada, atau
karena ingin mencoba/merasakan sesuatu yang baru. Keputusan yang demikian
hanya mengevaluasi aspek sifat/corak baru (novelty or newness) dari alternatif-
alternatif yang tersedia.
3. Pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (habitual decision making)
Proses pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan merupakan proses yang
paling sederhana, yaitu konsumen mengenal masalahnya kemudian langsung
mengambil keputusan untuk membeli merek favorit/ kegemarannya (tanpa evaluasi
alternatif). Evaluasi hanya terjadi bila merek yang dipilih tersebut ternyata tidak
sebagus/sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Armstrong dan Kotler (2003), “The buyer decision process consists of five
stages : need recognition, information search, evaluation of alternatives, purchase decision
and postpurchase behavior”.
Menurut Setiadi (2003), “Pengambilan keputusan konsumen adalah proses
pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran”. Pemecahan masalah konsumen
sebenarnya adalah suatu aliran tindakan timbal balik yang berkesinambungan di antara
faktor lingkungan, proses kognitif dan afektif, serta tindakan perilaku. Periset dapat
membagi aliran ini ke dalam beberapa tahap dan subproses yang berbeda untuk
menyederhanakan masalah (problem solving). Model generik pemecahan masalah
konsumen terdiri atas lima tahap atau proses dasar, yaitu : pemahaman adanya masalah,
pencarian alternatif informasi, evaluasi alternatif, pembelian, penggunaan pasca pembelian
dan evaluasi ulang alternatif yang dipilih.
“Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran,
penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan
berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan
dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat”
(Depkes RI, 2004). Untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan laboratorium, ada beberapa
hal penting yang perlu diperhatikan, diantaranya : koordinasi dengan program-program
kesehatan ; standardisasi peralatan, bahan-bahan kimia, dan regensia ; kebijakan pembelian
dan pemasokan ; pemeliharaan dan perbaikan peralatan ; kepercayaan terhadap peralatan
dan regensia produksi sendiri ; perencanaan personil, produksi dan manajemen ; standar
teknis laboratorium ; pedoman laboratorium ; supervisi dan dukungan ; sistem rujukan ;
laporan dan informasi ; fasilitas komunikasi dan transportasi ; serta program jaminan
kualitas (Sharma, et al., 1994).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
69
Secara lebih terperinci hal-hal tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Koordinasi dengan program-program kesehatan
Pelayanan laboratorium dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam usaha
pemeliharaan kesehatan dan mengurangi penyebaran penyakit, dengan cara selalu
melakukan koordinasi dan kerjasama dengan program-program kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini di bawah koordinasi departemen kesehatan,
serta badan-badan lainnya.
2. Standardisasi peralatan, bahan kimia dan regensia
Kualitas hasil pemeriksaan sangat ditentukan oleh peralatan, bahan-bahan kimia, dan
regensia yang digunakan. Oleh karena itu setiap peralatan yang digunakan harus telah
lulus uji kelayakan oleh badan-badan yang berwenang. Selain itu, semua bahan-bahan
kimia, regensia, media, biological, dan alat diagnosis harus selalu dievaluasi dan
distandarkan pemakaiannya oleh laboratorium pusat.
3. Kebijakan pembelian dan pemasokan
Untuk menjaga tersedianya peralatan dan berbagai kebutuhan diagnosis lainnya, perlu
diusahakan sistem pembelian dan pemasokan yang baik, yang menyangkut pemilihan
pemasok yang bonafit ; pengawasan persediaan ; sistem komunikasi ; dan fasilitas
transportasi.
4. Pemeliharaan dan perbaikan peralatan
Umumnya laboratorium yang berada di negara-negara berkembang termasuk Indonesia
cenderung mengabaikan aspek pemeliharaan dan perbaikan peralatan. Untuk itu perlu
adanya instruksi terhadap manajemen laboratorium untuk melakukan pemeliharaan dan
perbaikan peralatan, menjaga tersedianya suku cadang, dan melatih teknisi dengan
baik.
5. Percaya terhadap peralatan dan regensia produksi sendiri
Peralatan-peralatan diagnosis laboratorium umumnya diproduksi oleh perusahaan-
perusahaan besar, tetapi harga dan biaya pemeliharaannya cukup mahal karena
produksi umumnya diperuntukkan bagi negara-negara industri. Sementara negara-
negara berkembang memerlukan peralatan dengan biaya yang lebih murah, karena itu
diperlukan tersedianya peralatan yang diproduksi dari sumber-sumber lokal dengan
biaya yang cukup murah.
6. Perencanaan sumber daya manusia, produksi dan manajemen
Kualitas personil sangat menentukan efektivitas dan efisiensi pelayanan laboratorium.
Karena itu manajemen perlu merencanakan rekrutmen serta pelatihan ahli dan teknisi
laboratorium dengan sebaik-baiknya.
7. Standar teknis laboratorium
Untuk menghindari akan adanya resiko kesalahan serta kebingungan pada saat
penyediaan peralatan-peralatan dan bahan-bahan kimia baru diperlukan adanya suatu
metode teknis yang standar.
8. Pedoman laboratorium
Dalam upaya menjaga keseragaman dengan laboratorium-laboratorium lain maka
WHO Manual of Basic Techniques for a Health Laboratory dapat dijadikan pedoman
dasar operasional laboratorium. Pedoman ini diantaranya meliputi ; program-program
kesehatan laboratorium, pemeliharaan peralatan, jaminan kualitas, biosafety, serta
pengumpulan dan pengemasan specimen.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
70
9. Pengawasan dan dukungan
Pengawasan dari level atas kepada level bawah sangat penting untuk menjaga
efektivitas dan efisiensi fungsi laboratorium. Supervisor mengontrol aktivitas level
bawah laboratorium, dan level atas memberi dukungan baik ekonomi maupun
manajemen.
10. Sistem penyerahan
Sistem penyerahan sampel dari level bawah ke level atas pada laboratorium, akan
menentukan ketepatan waktu mendapatkan hasil test. Oleh karena itu instruksi yang
jelas, dukungan bahan yang memadai, serta manajemen yang fleksibel sangat
dibutuhkan untuk mempermudah pengiriman specimen.
11. Informasi dan pelaporan
Informasi dan laporan dari level bawah dan menengah menjadi dasar bagi pusat
laboratorium dalam aktivitas diagnosis. Disamping itu berbagai informasi tersebut juga
diperlukan untuk menyusun program-program pencegahan wabah penyakit,
pengawasan kualitas, serta kontrol persediaan dan peralatan.
12. Fasilitas transportasi dan telekomunikasi
Sistem transportasi yang efisien dan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan untuk
mendukung penyediaan logistik, sistem penyerahan sampel, serta pengiriman laporan
dan informasi kepada manajemen.
13. Program jaminan kualitas
Jaminan kualitas dalam laboratorium sangat penting untuk menyediakan hasil
diagnosis yang terpercaya, tepat waktu dan akurat dalam rangka mendukung
perlindungan pasien secara optimal, pencegahan wabah penyakit, dan keperluan riset.
Peningkatan mutu pelayanan laboratorium kesehatan dilaksanakan melalui berbagai
upaya, antara lain peningkatan kemampuan manajemen dan kemampuan teknis tenaga
laboratorium kesehatan, peningkatan teknologi laboratorium, peningkatan rujukan, dan
peningkatan kegiatan pemantapan mutu. Pemantapan mutu laboratorium kesehatan adalah
semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan
laboratorium, dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, antara lain pemilihan metode yang
tepat, pengambilan spesimen yang benar, pelaksanaan pemeriksaan laboratorium oleh
tenaga yang memiliki kompetensi dan pelaksaan kegiatan pemantapan mutu internal serta
pemantapan mutu eksternal. Pemantapan mutu eksternal adalah kegiatan pemantapan mutu
yang diselenggarakan secara periodik oleh pihak oleh pihak diluar laboratorium yang
bersangkutan untuk menilai secara retrospektif adanya kesamaan hasil pada berbagai
laboratorium dan mendeteksi adanya penyimpangan. Pemantapan mutu internal adalah
kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh masing –masing
laboratorium secara terus menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat dan teliti.
Berbagai tindakan pencegahan perlu dilaksanakan sejak tahap pra analitik, tahap
analitik sampai dengan tahap pasca analitik. Tahap pra analitik yaitu tahap mulai
mempersiapkan pasien, menerima spesimen, memberi identitas spesimen, mengambil
spesimen, mengirimkan spesimen, menyimpan spesimen sampai dengan menguji kualitas
air/reagen/antigen-antisera/media. Tahap analitik yaitu tahap mulai dari mengolah
spesimen, mengkalibrasi perlatan laboratorium, sampai dengan menguji ketelitian-
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
71
ketepatan.Tahap pasca analitik yaitu tahap mulai dari mencatat hasil pemeriksanan,
interpretasi hasil sampai dengan pelaporan”.(Depkes RI, 1997).
Menurut Donebean (1996) menyatakan bahwa “Standar laboratorium kesehatan
adalah menaikkan ketepatan kualitatif atau kuantitatif yang spesifik dari komponen
struktural dalam sistem pelayanan kesehatan yang didasarkan pada proses atau hasil suatu
harapan”. Selanjutnya, Mahendrata (1995) mendefinisikan bahwa ; “Standar adalah suatu
patokan pencapaian berbasis pada tingkat”.
Manfaat Standar Kesehatan (Depkes RI, 2004) :
1. Standar kesehatan menetapkan norma dan memberi kesempatan anggota
masyarakat dan perorangan mengetahui bagaimanakah tingkat pelayanan kesehatan
yang diharapkan/diinginkan. Karena standar tersebut tertulis sehingga dapat
dipublikasikan/diketahui secara luas.
2. Standar kesehatan menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan berlaku sebagai
tolok ukur untuk memonitor kualitas kinerja.
3. Standar kesehatan berfokus pada inti dan tugas penting yang harus ditunjukkan
pada situasi aktual dan sesuai dengan kondisi lokal.
4. Standar kesehatan meningkatkan efisiensi dan mengarahkan pada pemanfaatan
sumber daya dengan lebih baik.
5. Standar kesehatan meningkatkan pemanfaatan staf dan motivasi staf.
6. Standar kesehatan dapat digunakan untuk menilai aspek praktis baik pada keadaan
dasar maupun post-basic pelatihan dan pendidikan.
Standar pemeriksaan pada laboratorium kesehatan (Depkes RI, 2004) adalah :
1. Tahap Pra Analitik
a. Formulir permintaan pemeriksaan
Identitas pasien, identitas pengirim (dokter dan laboratorium pengirim), No.
laboratorium, tanggal pemeriksaan, permintaan pemeriksaan harus sudah lengkap
dan jelas.
b. Persiapan Pasien
Persiapan pasien sesuai persyaratan.
c. Pengambilan dan penerimaan spesimen
Spesimen dikumpulkan secara benar, dengan memperhatikan jenis spesimen.
2. Tahap Analitik
a. Pemeriksaan
Alat/instrumen berfungsi dengan baik.
3. Tahap Pasca Analitik
a. Pembacaaan Hasil
Penghitungan, pengukuran, identifikasi dan penilaian sudah benar.
b. Pelaporan Hasil
Kecenderungan hasil pemeriksaan laboratorium dengan diagnosis dokter sesuai.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
72
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan (Patologi Klinik) BPK
RSUZA Banda Aceh, yang beralamat di Jalan Tgk. Daud Beuereueh No.108 Banda
Aceh.Penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan Januari
2009.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah studi kasus dilakukan di Laboratorium
Kesehatan (Patologi Klinik) BPK RSUZA Banda Aceh, didukung dengan survey pada
pasien Laboratorium Kesehatan (Patologi Klinik) BPK RSUZA Banda Aceh. Menurut
Umar (2000) “Studi kasus merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu
selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk
lingkungan dan kondisi masa lalunya”. Kerlinger (1995) mengemukakan “bahwa,
penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil,
tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,
sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antar
variabel sosiologis maupun psikologis”.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang akan menguji
pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari ; bukti fisik, keandalan, daya tanggap,
jaminan, dan empati terhadap keputusan pasien, serta hubungan antara sistem pelayanan
dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, kemudian
menganalisisnya melalui rumus-rumus statistik. Menurut Sugiyono (2003) “Metode
penelitian deskriptif kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang didasarkan
pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan ”.
Sifat penelitian adalah menguraikan atau menjelaskan (descriptive explanatory
research). Menurut Sugiyono (2003) “Penelitian deskriptif eksplanatory, yaitu penelitian
yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan
antara satu variabel dengan variabel yang lain”.
Populasi dari penelitian ini adalah pasien Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA
Banda Aceh yang terdata pada Bagian Administrasi dan Pelayanan Laboratorium
Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, yang pada tahun 2007 yang lalu berjumlah 18.491
orang. Umar (2003) menyatakan bahwa, “untuk menentukan minimal sampel yang
dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, dapat digunakan rumus Slovin”. Adapun rumus
Slovin adalah sebagai berikut :
n = 21 eN
N
+
Dimana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = asumsi taraf kesalahan = 10% (0,10)
Dengan demikian jumlah sampel adalah :
n = 2)10.0(491.181
491.18
+ = 99.46
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
73
Atau dibulatkan menjadi 100 pasien (responden).
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik sampling aksidental
adalah “Teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan bagi siapa saja yang bertemu
dengan peneliti dan dianggap cocok sebagai sumber data dapat dijadikan sampel”,
(Sugiyono, 2003). Sampel penelitian ini adalah pasien yang sedang berkunjung ke
Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh pada saat peneliti melakukan penelitian
dan sampel dipilih secara acak. Wawancara dilakukan langsung kepada pihak yang berhak
dan berwenang memberi data dan informasi sehubungan dengan penelitian. Daftar
pertanyaan (questionaire) diberikan kepada pasien Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA
Banda Aceh yang dijadikan responden. Studi dokumentasi, dilakukan dengan
mengumpulkan dan mempelajari data pendukung yang diperoleh dari Laboratorium
Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, yang relevan untuk digunakan dalam penelitian
seperti data tentang pendidikan dan jumlah pegawai, serta jumlah pasien.
Data primer yang diperoleh langsung dari wawancara (interview) dan daftar
pertanyaan (questionaire).Data sekunder yang diperoleh melalui pengumpulan data dari
Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, berupa data pendidikan dan jumlah
pegawai, serta jumlah pasien. Berdasarkan perumusan masalah, kerangka berpikir dan
hipotesis yang diajukan maka variabel-variabel dalam penelitian ini diidentifikasikan
sebagai berikut:
1. Identifikasi variabel hipotesis pertama
Variabel bebas/Independent Variable (X), yaitu kualitas pelayanan yang terdiri dari;
bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), jaminan (X4), dan empati (X5) yang
mempengaruhi Variabel terikat/Dependent Variable yaitu keputusan pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh (Y).
2. Identifikasi variabel hipotesis kedua
Sistem pelayanan (X) dihubungkan dengan standar pemeriksaan kesehatan (Y) yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada Laboratorium BPK
RSUZA Banda Aceh.
Definisi operasional variabel adalah menjelaskan variabel penelitian dan skala
pengukurannya, sebagai berikut :
a. Bukti fisik (X1), yaitu bukti nyata yang dapat dilihat pada laboratorium BPK RSUZA
Banda Aceh, meliputi peralatan laboratorium kesehatan yang lengkap dan canggih,
peralatan fisik (gedung, fasilitas pendukung di laboratorium kesehatan) yang bersih dan
nyaman, penampilan pegawai yang bersih dan rapi serta lokasi yang strategis, diukur
dengan skala Likert.
b. Keandalan (X2), yaitu kemampuan untuk mewujudkan jasa sesuai dengan yang telah
dijanjikan secara tepat pada laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, meliputi ketepatan
waktu layanan, pelayanan yang sama untuk semua pasien tanpa kesalahan dan
keakuratan penanganan/ pengadministrasian dokumen serta hasilnya diukur dengan
skala Likert.
c. Daya tanggap (X3), yaitu keinginan untuk membantu pasien dan menyediakan
jasa/pelayanan yang dibutuhkan pasien pada laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh,
meliputi kesediaan pegawai dalam membantu pasien, keluangan waktu pegawai untuk
menanggapi permintaan pasien dengan cepat, dan kejelasan informasi waktu
penyampaian jasa, diukur dengan skala Likert.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
74
d. Jaminan kepastian (X4), yaitu kemampuan sumber daya yang dimiliki laboratorium
kesehatan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar yang diharapkan
pada laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, meliputi pengetahuan dokter ahli dan
pegawai, kemampuan dokter ahli dan pegawai dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki
pegawai, diukur dengan skala Likert.
e. Empati (X5), yaitu kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, keramahan, komunikasi
dan kemampuan memahami kebutuhan pasien pada laboratorium BPK RSUZA Banda
Aceh, meliputi perhatian khusus kepada pasien, komunikasi yang baik dan kemudahan
dalam menjalin relasi, diukur dengan skala Likert.
f. Keputusan pasien (Y)¸ yaitu upaya atau tindakan pasien dalam mengambil keputusan
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA
Banda Aceh meliputi inisiatif kebutuhan, pencarian informasi, mengevaluasi
penawaran, ketepatan dalam memutuskan pilihan, dan dampak psikologis setelah
memutuskan, diukur dengan skala Likert.
g. Sistem Pelayanan (X), yaitu prosedur pelayanan kepada pasien yang melibatkan seluruh
fasilitas fisik termasuk sumber daya manusia yang dimiliki Laboratorium Kesehatan
BPK RSUZA Banda Aceh.
h. Standar Pemeriksaan Kesehatan (Y), yaitu menaikkan ketepatan kualitatif atau
kuantitatif yang spesifik dari komponen struktural dalam sistem pelayanan kesehatan
yang didasarkan pada proses atau hasil suatu harapan, khusus dalam hal ini adalah tahap
pra analitik, analitik dan pasca analitik.
Teknik skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yang
merupakan bagian dari jenis attitude scales. Skala Likert adalah dimana responden
menyatakan tingkat setuju atau tidak setuju mengenai berbagai pernyataan tentang perilaku,
objek, orang atau kejadian (Kuncoro, 2003). Menurut Santoso (2005), skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
terhadap fenomena sosial.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Uji Validitas
Untuk mengetahui apakah instrumen angket yang dipakai cukup layak digunakan
sehingga menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurannya, maka dilakukan
uji validitas. Sugiyono (2003), menyatakan “Pengukuran validitas internal menggunakan
uji validitas setiap butir pertanyaan dengan cara mengkorelasikan skor item masing-masing
variabel dengan skor total masing-masing variabel sehingga akan terlihat butir instrumen
yang layak dan tidak layak untuk mengukur variabel penelitian ini”. Koefisien korelasi
dikatakan baik atau valid apabila lebih r ≥ 0.3. Menurut Umar (2003), “Jumlah responden
untuk uji coba disarankan minimal 30 orang, agar distribusi skor (nilai) akan lebih
mendekati kurva normal”.
Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan perangkat lunak Statistic
Package for Social Sciences (SPSS) versi 10.00. Setelah uji validitas dilakukan, maka
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
75
selanjutnya terhadap kuesioner yang akan disebarkan kepada responden sampel dilakukan
uji reliabilitas untuk melihat konsistensi jawaban. Pengujian dilakukan dengan cara
mencobakan instrument sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik
tertentu, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah teknik Alpa Cronbach. Suatu variabel
dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alfa > 0.60 (Ghozali, 2003).
Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Variabel
Variabel Cronbach’s Alpha N
Of Items Keterangan
Variabel Bukti Fisik
Variabel Keandalan
Variabel Daya Tanggap
Variabel Jaminan Kepastian
Variabel Empati
Variabel Keputusan Pasien
Variabel Sistem Pelayanan
Variabel Standar
Pemeriksaan
Kesehatan
0.755
0.709
0.703
0.715
0.743
0.723
0.725
0.883
5
3
3
5
3
5
2
7
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah)
Menurut Sekaran (2006), bahwa “reliabilitas yang kurang dari 0.6 adalah kurang
baik, sedangkan 0.7 dapat diterima dan reliabilitas dengan cronbach’s alpa 0.8 atau
diatasnya adalah baik.” Berdasarkan output yang diperoleh pada tabel di atas, diperoleh
nilai koefisien reliabilitas pada variabel standar pemeriksaan kesehatan lebih besar dari 0.8
(>0.8) adalah baik dan nilai koefisien reliabilitas pada variabel lainnya lebih besar dari 0.7
(>0.7) dapat diterima, maka variabel – variabel yang digunakan pada instrumen tersebut
adalah reliabel untuk digunakan dalam penelitian.
Hasil Uji Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang terdiri atas bukti
fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), dan jaminan kepastian (X4) berpengaruh
terhadap keputusan pasien (Y) melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK
RSUZA Banda Aceh, sedangkan empati (X5) tidak berpengaruh terhadap keputusan pasien
(Y) melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Jika
pihak manajemen Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh meningkatkan kualitas
pelayanan maka keputusan pasien untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada
Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh akan semakin bertambah. Misalnya kualitas
pelayanan ditingkatkan sebesar 1 kali, maka keputusan pasien untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh bertambah menjadi
2.328. Berdasarkan pada Tabel 2 dibawah ini, maka persamaan regresi linier berganda
dalam penelitian adalah:
Ŷ = 1.266 + 0.207X1 + 0.205X2 + 0.170X3 + 0.385X4 + 0.095X5
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
76
Tabel 2. Hasil Uji Koefisien Regresi Hipotesis Pertama
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Model
B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 1.266 1.703
Bukti Fisik .207 .099 .197
Keandalan .205 .099 .225
Daya Tanggap .170 .084 .146
Jaminan Kepastian .385 .088 .413
Empati .095 .079 .073
a Dependent Variable: Keputusan Pasien
Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah)
Pada persamaan tersebut dapat dilihat bahwa bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya
tanggap (X3), dan jaminan kepastian (X4) memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
keputusan pasien (Y) melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA
Banda Aceh. Bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), dan jaminan kepastian
(X4) mempunyai koefisien regresi positif yang membuktikan kontibusinya terhadap
keputusan pasien. Sedangkan empati (X5) tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
keputusan pasien (Y) melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA
Banda Aceh.
Nilai koefisien determinasi (R2) dipergunakan untuk mengukur besarnya pengaruh
variabel bebas yakni bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), jaminan kepastian
(X4), dan empati (X5) terhadap keputusan pasien (Y) melakukan pemeriksaan kesehatan
pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai
koefisien determinasi sebesar 0.683. Hal ini menunjukan bahwa 68.3% variabel bukti fisik
(X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), jaminan kepastian (X4), dan empati (X5)
menjelaskan terhadap variabel keputusan pasien (Y), sedangkan 31.7% adalah merupakan
pengaruh dari variabel bebas lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian, antara lain
seperti biaya pemeriksaan, rekomendasi lingkungan sekitar (keluarga, teman, tetangga dan
lain-lain), dan lain-lain.
Tabel 3. Hasil Uji Determinasi Hipotesis Pertama
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .826(a) .683 .666 .73742
a Predictors: (Constant), Empati, Bukti Fisik, Daya Tanggap, Jaminan Kepastian,
Keandalan
b Dependent Variable: Keputusan Pasien
Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah)
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
77
Uji Serempak Hipotesis Pertama Hasil pengujian hipotesis pertama secara serempak dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai
berirkut:
Tabel 4. Hasil Uji F Hipotesis Pertama
Model Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regressio
n 109.884 5 21.977 40.414 .000(a)
Residual 51.116 94 .544
Total 161.000 99
a Predictors: (Constant), Empati, Bukti Fisik, Daya Tanggap, Jaminan Kepastian,
Keandalan
b Dependent Variable: Keputusan Pasien
Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah)
Berdasarkan Tabel 4 di atas diperoleh bahwa nilai Fhitung (40.414) lebih besar
dibandingkan dengan nilai Ftabel (2.31), dan sig. α (0.000a) lebih kecil dari alpha 5% (0.05).
Hal ini mengindikasikan bahwa hasil penelitian menolak H0 dan menerima H1. Dengan
demikian secara serempak kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya
tanggap, jaminan dan empati berpengaruh terhadap keputusan pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, dengan
tingkat pengaruh yang sangat signifikan. Dalam hal ini, berarti pihak Laboratorium
Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh telah berhasil dalam menerapkan kualitas pelayanan
yang baik terhadap pasiennya, sesuai dengan harapan dari pihak manajemen BPK RSUZA
Banda Aceh. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari pihak manajemen BPK RSUZA
Banda Aceh dapat dirasakan oleh semua pasiennya selaku pengguna jasa. Hal ini ditandai
juga dengan banyaknya pasien yang mengambil keputusan untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
78
Uji Parsial Hipotesis Pertama
Hasil pengujian hipotesis pertama secara parsial dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Hasil Uji Parsial Hipotesis Pertama
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Model
B Std. Error Beta
t Sig.
1 (Constant) 1.266 1.703 .743 .459
Bukti Fisik .207 .099 .197 2.098 .039
Keandalan .205 .099 .225 2.064 .042
Daya Tanggap .170 .084 .146 2.028 .045
Jaminan Kepastian .385 .088 .413 4.390 .000
Empati .095 .079 .073 1.198 .234
a Dependen Variabel: Keputusan Pasien Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah)
Berdasarkan Tabel 5 di atas diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Nilai thitung untuk variabel bukti fisik (2.098) lebih besar dibandingkan dengan nilai
ttabel (1.66), atau nilai sig. t untuk variabel bukti fisik (0.039) lebih kecil dari alpha
(0.05). Hal ini berarti bahwa setiap pasien menginginkan laboratorium pemeriksaan
kesehatan yang akan dikunjunginya memiliki fasilitas laboratorium yang lengkap,
canggih serta bersih sehingga akan menimbulkan kepercayaan pada dirinya bahwa
hasil pemeriksaan yang diberikan itu benar.
2. Nilai thitung untuk variabel keandalan (2.064) lebih besar dibandingkan dengan nilai
ttabel (1.66), atau nilai sig. t untuk variabel keandalan (0.042) lebih kecil dari alpha
(0.05). Hal ini berarti bahwa kurangnya informasi akan jenis penyakit yang diderita
akan menimbulkan keresahan dalam diri pasien. Keresahan itu merupakan perasaan
yang harus segera dihilangkan melalui hasil pemeriksaan laboratorium.Semakin
canggih fasilitas laboratorium kesehatan, maka hasil pemeriksaannya juga semakin
cepat, jadi perasaan keresahaan tersebut akan cepat berlalu. Dengan demikian
kecepatan dan ketepatan pemeriksaan serta memperoleh hasil pemeriksaan yang
akurat sangat diperhatikan oleh pasien.
3. Nilai thitung untuk variabel daya tanggap (2.028) lebih besar dibandingkan dengan
nilai ttabel (1.66), atau nilai sig. t untuk variabel daya tanggap (0.045)
lebih kecil dari alpha (0.05). Hal ini berati bahwa pasien menginginkan pemeriksaan
yang sesegera mungkin dari petugas laboratorium kesehatan ketika pasien tiba di
laboratorium kesehatan tersebut.
4. Nilai thitung untuk variabel jaminan kepastian (4.390) lebih besar dibandingkan
dengan nilai ttabel (1.66), atau nilai sig. t untuk variabel jaminan kepastian (0.000)
lebih kecil dari alpha (0.05). Hal ini berarti bahwa pasien sangat memperhatikan
kredibilitas dan profesionalitas dari petugas laboratorium kesehatan. Semakin
kredibel dan profesional petugasnya, maka pasien akan semakin yakin dengan
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan serta ketepatan hasil pemeriksaannya.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
79
5. Nilai thitung untuk variabel empati (1.198) lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel
(1.66), atau nilai sig. t untuk variabel empati (0.234) lebih besar dari alpha (0.05).
Hal ini berarti bahwa pasien menginginkan pemeriksaan secara langsung dan
sesegera mungkin dari petugas laboratorium kesehatan, mereka tidak menginginkan
untuk membicarakan atau melakukan hal-hal selain dari ketentuan pemeriksaan
kesehatan.
Dalam hal ini, berarti pihak Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh
telah berhasil dalam menerapkan kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, keandalan,
daya tanggap dan jaminan kepastian yang baik terhadap pasiennya, sesuai dengan harapan
dari pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari
pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh dapat dirasakan oleh semua pasiennya selaku
pengguna jasa. Sedangkan variabel empati belum memenuhi harapan pasien. Namun
demikian hal ini tidak mempengaruhi pasien untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
Oleh karena itu dipandang perlu oleh pihak manejemen BPK RSUZA Banda Aceh untuk
lebih memperbaiki nilai empati dari pegawai yang ada pada Laboratorium Kesehatan BPK
RSUZA Banda Aceh.
Hasil Uji Hipotesis Kedua Pengujian hipotesis kedua dilakukan menggunakan statistik nonparametrik dengan
teknik Korelasi Jenjang Spearman (Rank Correlation Spearman Method). Karena Metode
Korelasi Jenjang Spearman adalah suatu metode untuk mengukur keeratan hubungan antara
dua variabel, dimana dua variabel itu tidak mempunyai joint normal distribution dan
conditional variance tidak diketahui sama kedua sampel bersifat independen dan datanya
bersifat ordinal (Siegel, 1986).
Tabel 6. Uji Nonparametric Correlations Hipotesis Kedua
Sistem
Pelayanan Standar
Spearman's rho Sistem Pelayanan Correlation
Coefficient
1.000 .713(**)
Sig. (2-tailed) . .000
N 100 100
Standar Correlation
Coefficient
.713(**) 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 100 100
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah)
Hasil pengujian dengan teknik Korelasi Jenjang Spearman (Rank Correlation
Spearman Method) dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan pada tabel di atas diperoleh
hasil dimana nilai rs hitung (0.713) lebih besar dari rs tabel (0.200) dengan Asymp. Sig (2-
tailed) 0.000 lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (0.05). Hal ini berarti hasil penelitian
menolak H0 dan menerima H1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
80
antara sistem pelayanan dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh.
Ini menunjukkan korelasi sedang (0.50 – 0.79) antara sistem pelayanan
pemeriksaan kesehatan dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang berarti semakin tinggi standar
pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
maka akan semakin tinggi/meningkat sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan pada
Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Hal ini menjelaskan bahwa selama ini sistem
pelayanan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda
Aceh telah baik dan ada hubungan dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
KESIMPULAN
Kualitas pelayanan mempengaruhi keputusan pasien untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Nilai R– Square = 0.683
mencerminkan bahwa variasi kualitas pelayanan mampu menjelaskan keputusan pasien
sebesar 68.3 %. Secara serempak kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik,
keandalan, daya tanggap, jaminan kepastian dan empati berpengaruh sangat signifikan
terhadap keputusan pasien untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium
BPK RSUZA Banda Aceh. Secara parsial ada empat variabel kualitas pelayanan yang
berpengaruh signifikan terhadap keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada
Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, yaitu variabel bukti fisik, keandalan, daya
tanggap, dan jaminan kepastian, sedangkan variabel empati tidak berpengaruh terhadap
keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA
Banda Aceh. Dari kelima variabel bebas, yang paling dominan mempengaruhi keputusan
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh
adalah variabel jaminan kepastian.
Sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda
Aceh berhubungan dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ini ditunjukkan oleh adanya nilai korelasi
sebesar 0.713 yang merupakan korelasi sedang (0.50 – 0.79) yang berarti semakin tinggi
standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia maka akan semakin tinggi/meningkat sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan
pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh.
Kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan
kepastian dan empati secara parsial memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap
keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA
Banda Aceh. Untuk itu pihak Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh sebaiknya
mempertahankan perhatian terhadap variabel bukti fisik, keandalan, daya tanggap, dan
jaminan kepastian kepada pasien, karena keempat variabel tersebut telah memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pasien. Variabel empati walaupun tidak
mempengaruhi keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium
BPK RSUZA Banda Aceh namun harus ditingkatkan karena di masa yang akan datang
variabel ini diharapkan dapat bersaing dengan Laboratorium kesehatan lainnya yang ada di
Banda Aceh. koefisien determinasi atau R – Square = 68.3%, berarti variasi keputusan
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
81
pasien dapat dijelaskan oleh kualitas pelayanan sebesar 68.3%. Dengan kata lain masih
banyak faktor lain diluar model yang perlu diperhatikan oleh pihak Laboratorium
Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah pasien.
Bagi peneliti selanjutnya yang berminat mengkaji keputusan pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh agar
meneliti variabel lain untuk mengetahui 31.7% lagi variabel lain yang dapat menjelaskan
variasi keputusan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta,
Jakarta
Armstrong, Gary, dan Philip, Kotler. 1996. Principles of Marketing. International Edition,
Seventh Edition, Prentice-Hall, New Jersey.
_________________________. 2003. Marketing : An Introduction. International Edition,
Sixth Edition, McGraw-Hill, New York.
Djarwanto. 2003. Statistik Nonparametrik. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta
Donebean, Sale. 1996. Quality Assurance for Nurses and Other Members of The Health
Care Team. Second Edition. MacMillian, London.
Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Edisi Ketiga.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Hornby, A. S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford
University Press, New York.
Hurriyati, Ratih. 2005. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Cetakan Pertama, CV.
Alfabeta, Bandung.
Kerlinger, Fred N. 1995. Asas-asas Penelitian Behavioral. Edisi Ketiga. Cetakan Keempat.
Penerjemah Landung R. Simatupang. Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Kotler, Philip. 1993. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan, Implementasi dan
Pengendalian. Edisi Keenam. Jilid I dan II, Penerjemah Herujati Purwoko,
Erlangga, Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Bagaimana Meneliti
dan Menulis Tesis. Erlangga, Jakarta.
Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktik. Edisi Pertama,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2002. Perilaku Konsumen. Edisi Revisi, Refika
Aditama, Bandung.
Moenir, HAS. 1992. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Cetakan Kedua, Bumi
Aksara, Jakarta.
___________. 2004. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Cetakan Ketujuh, Bumi
Aksara, Jakarrta.
Mowen, John C. dan Michael Minor, 2002. Perilaku Konsumen. Jilid I, Edisi Kelima,
Erlangga, Jakarta.
Payne, Andrian, 2000. Pemasaran Jasa (The Essence of Service Marketing). Terjemahan
Fandy Tjiptono, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
82
Peter, J.Paul., Jerry C.Olson. 2002. “Consumer Behavior and Marketing Strategy”. Sixth
Edition, McGraw-Hill, New York.
Ratminto. 2007. Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan
Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 10 : Mengolah Data Statistik secara Profesional. PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta.
_____________. 2005. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumer Behavior. 7th
Edition, Prentice-
Hall, New Jersey.
Sekaran, Umar, 2006. Metode Penelitian Untuk Bisnis, Edisi Keempat, Penerjemah : Kwan
Men Yon, Salemba Empat : Jakarta.
Setiadi, Nugroho J., 2003. Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan
Penelitian Pemasaran. Edisi Pertama, Penerbit Prenada Media, Jakarta.
Siegel, Sidney. 1986. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Penerjemah Zanzawi
Suyuti dan Landung Simatupang, PT. Gramedia, Jakarta.
Simamora, Bilson. 2001. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitable.
Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung.
Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran.
Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Tjiptono, Fandy. 2002. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Umar, Husein. 2000. Research Methods in Finance and Banking. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
___________. 2003. Metode Riset Perilaku Organisasi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winardi.1993. Asas-asas Marketing. CV. Mandar Maju, Bandung.
______. 1994. Marketing dan Perilaku Konsumen. CV. Mandar Maju, Bandung.
Yamit, Zulian, 2002. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Penerbit Ekonisia,
Yogyakarta.
Zeithaml, Valarei A., Mary Jo Bitner. 2004. Services Marketing : Integrating Customer
Focus Across The Firm. 3rd
Ed., McGraw Hill, New York.
Depkes RI. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pemantapan Mutu Internal Laboratorium
Kesehatan. Pusat Laboratorium Kesehatan, Jakarta.
Depkes RI. 2004. Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar. Dirjen Yanmedik
Dirlabkes, Jakarta.
France, Karen Russo, Grover, Rajiv. 1992. What Is the Health Care Product ?. Journal of
Health Care Marketing, Vol. 12.
Mahendrata, Yodi. 1995. Petunjuk Teknis Penyusunan Prosedur Tetap Kegiatan Rumah
Sakit Swadana. Direktorat UMDK, Dirjen Yanmedik. DepKes RI, Jakarta.
Sriwiyanti, Eva. 2006. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Pasien
Memilih Untuk Dirawat di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar (Studi Kasus di
Unit Instalasi Rawat Inap). Tesis. Program Magister Ilmu Manajemen, Sekolah
Pascasarjana USU, Medan (Tidak Dipublikasikan).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
83
Sharma, K.B., et.al, 1994. Health Laboratory Services : in Support of Primary Health Care
in Developing Countries. New Delhi : World Health Organization (WHO) Regional
Office for South-East Asia.
Soetjipto, Budi W. 1997. Service Quality, Manajemen Usahawan, FE UI, Jakarta.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
84
ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN USAHA KECIL
DI KOTA LHOKSEUMAWE
Nazir
Abstract: This paper explain which determine incomes of small bussines in Lhokseumawe.
Factor which determine, for example; working capital , labour, and experience of effort
(Winardi.1994, Nasution. 2002 Solossa. 2000, Nusantara. 2004, Nazir And Nasir. 2006.
Sasmita. 2006). Problems faced small bussines in Lhokseumawe its minim made available
working capital, is thereby expected to add the working capital which is more amount of
with searching other external fund source, more and more working capital used ever
greater hence income accepted. And the working capital represent the most dominant
factor in determine mount its incomes. Andthen labour shall be more be improved again its
work productivity because at the height of its productivity hence ouput yielded by more
amount of thereby can improve the incomes, and also enhance the its effort experience, by
enhancing experience hence can provide and serve the consumer requirement and in the
end affect at of incomes.
Key words: Small Bussines, Income, Lhokseumawe
____________________________________________________________________
Nazir, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
85
PENDAHULUAN
Peran usaha kecil dalam suatu daerah bahkan negara memberikan andil yang besar
terhadap pertumbuhan perekonomian. Bank Indonesia (2001) mencatat beberapa peranan
strategis dari usaha kecil, antara lain jumlahnya yang besar dan terdapat dalam sejumlah
sektor ekonomi dan potensi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja karena setiap
investasi pada sektor usaha kecil dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja
dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha menengah dan besar serta memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan manghasilkan barang dan jasa yang
dibutuhkan masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Perekonomian suatu daerah dimulai dari kontribusi usaha kecil kemudian diikuti
oleh usaha menengah dan besar. Usaha kecil mampu berdiri sendiri yang merupakan
kinerja sektor riil yang berbasis perekonomian rakyat yang terdapat baik di perkotaan
maupun di perdesaan, yang kehadirannya diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup
masyarakat, baik dari hasil kinerjanya dan kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja dan
mengurangi angka kemiskinan. Namun demikian pengembangan usaha kecil masih
terkendala dengan terbatasnya sumber daya yang dimilikinya seperti terbatasnya modal
kerja, sedikitnya jumlah tenaga kerja serta terbatasnya pengalaman dalam berusaha.
Setiap entitas bisnis termasuk usaha kecil dalam menjalankan usahanya tentunya
mengharapkan pendapatan. Adapun yang mendeterminasi pendapatan usaha kecil antara
lain modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman dalam berusaha. Akan tetapi pendapatan
yang akan diperoleh antara usaha kecil yang satu dengan usaha kecil lainnya berbeda.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh bedanya dalam mengalokasikan modal kerjanya juga
bedanya jumlah tenaga kerja yang digunakan serta berbedanya pengalaman dalam
berusaha.
KAJIAN LITERATUR
Teori Pendapatan
Menurut Kuswadi (2008) “pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat
ekonomi yang timbul akibat normal perusahaan selama satu periode, arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan modal (ekuitas) dan tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
Arus masuk dimaksud adalah hasil dari penjualan produk perusahaan”. Kemudian
Manurrung (2006) berpendapat bahwa pendapatan suatu perusahaan bisa merupakan
penjualan barang dan jasa yang diberikan. Peningkatan penjualan barang dan jasa dapat
disebabkan kenaikan harga barang yang ditentukan perusahaan karena adanya kenaikan
bahan baku, upah buruh dan sebagainya atau kenaikan penjualan karena kuantitas barang
yang meningkat. Selanjutnya Sukirno (2003) mengatakan pendapatan dalam kegiatan
perusahaan, keuntungan ditentukan dengan cara mengurangi berbagai biaya yang
dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh.
Kemudian menurut Antonio (2002) “pendapatan adalah kenaikan kotor dalam asset
atau penurunan dalam liabilitas atau gabungan dari keduanya selama periode yang dipilih
oleh pernyataan pendapat yang berakibatkan dari investasi yang halal, perdagangan,
memberikan jasa atau aktivitas lain yang bertujuan meraih keuntungan”. Simamora (2000)
“Pendapatan merupakan potensi pasar yang paling indikatif bagi sebagian besar produk
konsumsi dan industri serta jasa”. Sementara Nanga (2004) mendifinisikan “pendapatan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
86
perorangan yaitu pendapatan agregat yang berasal dari berbagai sumber yang secara aktual
diterima oleh seseorang atau rumah tangga”.
Menurut Mankiw (2004) “Pendapatan Perorangan (personal income) adalah
pendapatan yang diterima oleh rumah tangga dan usaha yang bukan perusahaan.
Selanjutnya Ningsih (2001) “pendapatan merupakan hasil kerja dari suatu usaha yang telah
dilakukan”. Rizal (2001:13) mengemukakan bahwa ”setiap kegiatan seseorang
mengharapkan imbalan atau pendapatan, pendapatan yang dimaksud disini adalah adalah
pendapatan yang diterima dari hasil kerja dan hasil usaha yang dilakukan secara maksimal
dalam suatu pekerjaan.Kemudian menurut Longenecker, et.al (2001:266) ”pendapatan
merupakan jumlah yang dihasilkan oleh perusahaan selama periode tertentu, sering kali
dalam waktu satu tahun”. Nudirman (2001:11) juga mengemukakan bahwa “pendapatan
adalah nilai yang didapat dari suatu usaha yang telah dilaksanakan dalam waktu kurun
tertentu”.
Pengertian Usaha Kecil
Pengertian usaha kecil di Indonesia masih sangat beragam. Sebelum dikeluarkannya
Undang-undang No. 9 tahun 1995, setidaknya ada lima instansi yang merumuskan usaha
kecil dengan caranya masing-masing. Kelima instansi itu adalah Biro Pusat Statistik (BPS),
Departemen Perindustrian, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan serta Kamar Dagang
dan Industri (Kadin). Pada kelima instansi itu, kecuali BPS, usaha kecil pada umumnya
dirumuskan dengan menggunakan pendekatan finansial. Biro Pusat Statistik (BPS)
Indonesia manggambarkan bahwa perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang
digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga, perusahaan dengan tenaga kerja
5 sampai 19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan tenaga kerja 20 sampai 99
orang sebagai industri sedang atau menengah dan perusahaan dengan tenaga kerja lebih
dari 100 orang sebagai industri besar.
Winardi, (2002) menyatakan bahwa usaha kecil adalah usaha produktif, terutama
dalam bidang produksi atau pemasaran tertentu yang menggunakan jasa-jasa, misalnya:
transportasi, jasa perhubungan yang menggunakan modal dan tenaga kerja yang relatif
kecil. Sedangkan dalam SK Menperindag No. 254 tahun 1997 dijelaskan, usaha kecil
adalah sebagai suatu kegiatan usaha industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan
200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Wheelen dan Hunger
dalam Sugidarma (2002), berpendapat bahwa usaha kecil dioperasikan dan dimiliki secara
independen, tidak dominan dalam daerahnya dan tidak menggunakan praktek-praktek
inovatif. Tapi usaha yang bersifat kewirusahaan adalah usaha yang pada awalnya bertujuan
untuk tumbuh dan menguntungkan serta dapat dikarakteristikkan dengan praktek-praktek
inovasi strategis.
Menurut Suryana, (2001) “ usaha kecil umumnya mencantumkan karakteristik
perusahaan yang tergolong usaha kecil : 1) biasanya bersifat bebas, tidak terikat dengan
identitas bisnis lain, misalnya sebagai cabang, anak perusahaan atau divisi dari perusahaan
yang lebih besar, 2) biasanya sepenuhnya dikendalikan oleh pemiliknya yang biasanya
adalah owner-manager yang memberikan kontribusi kepada hampir semua hal, tidak hanya
terbatas pada modal kerja, 3) otoritas pengambilan keputusan dipegang penuh oleh pemilik
usaha”.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
87
Determinan Pendapatan Usaha Kecil
Winardi (1994) menyatakan bahwa “modal merupakan salah satu faktor produksi
yang dapat mempengaruhi pendapatan”. Nasution (2002) berpendapat bahwa salah satu
faktor determinan pendapatan adalah rutinitas yaitu kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus, dalam hal ini pengalaman dalam berusaha. Nusantara (2004) dalam penelitiannya
mencoba memasukkan variabel pengalaman kerja dalam mendeterminasi pendapatan. Nazir
dan Nasir (2006) serta sasmita (2006) memasukkan variabel modal kerja, tenaga kerja dan
pengalaman sebagai faktor determinan pendapatan.
Modal Kerja
Alwi (1991) mengemukakan bahwa “modal kerja mengandung dua pengertian
pokok yaitu gross working capital yang merupakan keseluruhan dari aktiva lancar dan net
working capital yang merupakan selisih antara aktiva lancar dikurangi hutang lancar.
Kemudian Ahmad (1997) mengemukakan modal kerja dari segi konsepnya yaitu modal
kerja secara umum dapat berarti: 1). Seluruh aktiva lancar atau modal kerja kotor (gross
working capital) atau konsep kuntitatif, 2). Aktiva lancar dikurangi utang lancar (net
working capital) atau konsep kuantitatif, 3). Keseluruhan dana yang diperlukan untuk
menghasilkan tahun berjalan atau functional working capital atau konsep fungsional. Noor
(2007) mengartikan modal dari sudut sumber dananya, dikatakan bahwa sumber dana
jangka panjang yang ada dalam perusahaan, terdiri dari modal sendiri (equity) dan utang
jangka panjang.
Kemudian Sartono (2001) berpendapat bahwa “ada dua pengertian modal kerja
yaitu gross working capital adalah keseluruhan aktiva lancar, sementara net working capital
adalah kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancar. Lebih lanjut Sartono (2001)
mengemukan bahwa “konsep modal kerjanol (zero working capital) merupakan selisih
antara persediaan ditambah dengan piutang dikurangi dengan hutang jangka pendek”,
konsep ini tidak termasuk di dalamnya alat-alat yang paling likuid dalam harta lancar,
seperti kas, efek atau sekuritas, akan tetapi yang termasuk di dalamnya adalah persediaan
dan piutang. Kasmir (2006) ”modal kerja yaitu modal yang digunakan untuk membiayai
operasional perusahaan pada saat perusahaan sedang beroperasi”. Dengan demikian modal
kerja selalu dipergunakan oleh suatu badan usaha untuk membiayai kegiatan usahanya
sehari-hari secara terus menerus.
Menurut Weston, et.al (1990) ”modal kerja adalah investasi perusahaan pada aktiva
jangka pendek yaitu kas, sekuritas yang mudah di pasarkan, persediaan dan piutang usaha”.
Modal kerja didefinisikan oleh para ahli bermacam ragam, mereka memandang dari
masing-masing konsep modal kerja itu sendiri. Brealey, et.al (2004) yang menyatakan
bahwa “Working capital is current assets minus current liabilities. Often called working
capital” modal kerja adalah harta lancar dikurangi dengan hutang lancar yang sering
disebut dengan modal kerja. Longenecker, et.al (2001) “modal kerja merupakan aktiva
likuid yang dapat diubah menjadi kas dalam siklus operasi sebuah perusahaan”.
Tenaga Kerja Pengertian Ketenagakerjaan menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (1) adalah segala hal yang berhubungan dengan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
88
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Sedangkan pengertian
Tenaga Kerja dalam Pasal 1 ayat (2) adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat.
Menurut Soemitro (2010), ”tenaga kerja (man power) adalah bagian dari angkatan
kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau
jasa”. Sedangkan di dalam Data Statistik Indonesia (2010) dijelaskan bahwa tenaga kerja
(man power) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang
potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sementara kerja merupakan sesuatu yang
dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam berkembang dan berubah,
bahkan sering kali tidak disadari oleh pelakunya. Seorang pekerja ada sesuatu yang rendah
dicapainya dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukan akan membawanya
kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan sebelumnya (As’ad, 1999).
Menurut Fran (1998), menyatakan pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan,
jadi pekerjaan itu memerlukan pemikiran yang khusus. Kegiatan yang dilaksanakan tidak
hanya karena pelaksanaan kegiatan itu sendiri yang menyenangkan melainkan karena kita
mau dengan sungguh mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri. Menurut Smith
(2000) menyatakan bahwa tujuan dari kerja adalah untuk hidup. Sedangkan Miller dan
form (1998) menyatakan bahwa motivasi untuk bekerja tidak dapat dikaitkan hanya pada
kebutuhan-kebutuhan ekonomi sebab orang tetap akan bekerja walaupun mereka sudah
tidak membutuhkan hal-hal yang bersifat materil jadi kerja merupakan bagian yang tidak
bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Pengalaman Usaha
Nasution (2002) berpendapat bahwa salah satu faktor determinan pendapatan adalah
rutinitas yaitu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, dalam hal ini pengalaman
dalam berusaha. Pengalaman usaha tentu tidak terlepas dari kegiatan wirausaha, lama
waktu atau berbagai macam kegiatan usaha yang pernah dilakukan di masa lampau disebut
sebagai pengalaman usaha. Kata wirausaha atau “pengusaha” diambil dari bahasa Perancis
“entrepreneur” yang pada mulanya berarti pemimpin musik atau pertunjukkan (Jhingan,
1999).
Kemampuan dan keahlian seseorang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan
pengalaman, karena pendidikan membutuhkan proses yang panjang, begitu juga dengan
pengalaman. Pengalaman muncul akibat dari panjangnya waktu yang dipergunakan dalam
bekerja atau berusaha pada lapangan usaha tertentu. Melalui pengalaman tersebut timbul
keahlian, kemampuan dan keuletan serta pengetahuan. Pada umumnya semakin
berpengalaman seseorang semakin mudah menjalankan usahanya kearah keberhasilan, dari
pengalaman tersebut seseorang terus belajar dan berusaha memperbaiki dari keadaan yang
tidak menguntungkan kepada arah yang lebih baik dan menguntungkan.
Gitosudarmo (1999) mengemukakan bahwa “bertambahnya pengalaman pekerja
maka dia mampu melakukan efisiensi atau menekan biaya seminimal mungkin yang pada
akhirnya berdampak pada tingkat pendapatan yang diperoleh”. Faktor penentu
produktivitas dari modal manusia ditujukan pada pengatahun dan keahlian yang diperoleh
pekerja melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Modal manusia meliputi keahlian-
keahlian yang diperoleh, juga pelatihan-pelatihan kerja (Mankiw,2004).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
89
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh usaha kecil yang tersebar di wilayah
Kota Lhokseumawe. Berhubung jumlah populasi tidak diketahui di kota Lhokseumawe
maka teknik penarikan sampel dilakukan dengan non probabilty sampling dengan metode
Purposive Sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel yang bersifat tidak acak dan
sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ataupun kriteria-kriteria tertentu
(Arikunto, 1997). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pengusaha
kecil yang tempat usahanya diwilayah kota Lhokseumawe yang berjumlah 100 orang.
Model Analisis Data
Adapun model analisis data yang digunakan untuk menjawab yang mendeterminasi
pendapatan usaha kecil adalah multiple regresion analysis atau analisis regresi berganda
dengan persamaan sebagai berikut
LnY = ß0 + ß1LnX1 + ß2LnX2 + ß3LnX3 + e
Dimana:
Y = Pendapatan Usaha Kecil
X1 = Modal Kerja
X2 = Tenaga Kerja
X3 = Pengalaman Usaha
ß0 = Intercep atau Konstanta
ß1 – ß3 = Parameter regresi
e = Error term
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Determinan Pendapatan Usaha Kecil di Kota Lhokseumawe
Koefisien Korelasi dan Determinasi Koefisien korelasi berguna untuk melihat sejauhmana hubungan antara variabel
independen terhadap variabel dependen. Hasil analisis koefisien korelasi (R) ditemukan
sebesar 0,829. Hal ini berarti hubungan variabel dependen yaitu pendapatan usaha kecil
terhadap variabel independen yang terdiri dari modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman
usaha sebesar 82,9%. Selanjutnya koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk
mengukur sejauhmana variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Hasil
analisis koefisien determinasi didapatkan (R Square) sebesar 0,687. Nilai ini menunjukkan
bahwa kemampuan variabel independen yang terdiri dari modal kerja, tenaga kerja dan
pengalaman usaha dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen yaitu
pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe sebesar 68,7% , sedangkan sisanya 31,7%
dipengaruhioleh variabel lain di luar dari model penelitian ini (Tabel. 1)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
90
Tabel 1: Koefisien Korelasi dan Determinasi
Model R R Square
Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
.829(a) .687 .678 .17522
a Predictors: (Constant), Modal Kerja, Tenaga Kerja, Pengalaman Usaha
Sumber : Hasil Penelitian, 2010 (Data diolah)
Pengujian Simultan (Uji F) Uji secara simultan (Uji-F) dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen
secara statistik atau sebaliknya. Dari hasil pengujian secara bersama-sama (simultan)
sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1 di atas dapat dilihat nilai Fhitung sebesar 70,345
dengan signifikansi alpha sebesar 0,000 pada taraf kepercayaan 95%. Sedangkan Ftabel v1
= n-k (100 –4 = 96) dan v2 = k-1 (4 - 1= 3) diperoleh nilai sebesar 5,66 pada α = 0,05.
Maka Fhitung > Ftabel, yaitu 70,345 > 5,66 dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
Dengan demikian menolak Ho dan menerima Ha, yang berarti modal kerja, tenaga kerja
dan pengalaman usaha secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe (Tabel 2).
Tabel. 2 Hasil Pengujian Secara Simultan
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regression 6.480 3 2.160 70.345 .000(a)
Residual 2.948 96 .031
Total 9.427 99
a Predictors: (Constant), Modal Kerja, Tenaga Kerja, Pengalaman Usaha
b Dependent Variable: Pendapatan Usaha Kecil
Sumber : Hasil Penelitian, 2010 (Data diolah)
Pengujian Secara Parsial (Uji t) Uji secara parsial (Uji t) dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
secara individual (parsial) terhadap variabel dependen secara statistik. Adapun hasil
pengujian secara parsial dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
91
Tabel. 3 Hasil Pengujian Secara Parsial
Model Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t
Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 9.987 .623 16.032 .000
Modal Kerja .242 .049 .348 4.962 .000
Tenaga
Kerja .044 .008 .344 5.229 .000
Pengalaman
Usaha .040 .008 .342 4.939 .000
a Dependent Variable: Pendapatan Usaha Kecil
Sumber : Hasil Penelitian, 2010 (Data diolah)
Berdasarkan Tabel 3 di atas, maka persamaan regresi linear berganda sebagai
berikut:
LnY = 9,987+ 0,242LnX1+ 0,044LnX2+ 0,040LnX3
Dari hasil uji parsial sebagaimana di sajikan pada Tabel 3 di atas dapat dilihat
bahwa semua variabel independen memiliki nilai thitung > ttabel dan signifikan pada taraf
uji 95% dengan nilai signifikan < α = 0,05, di mana ttabel dengan (df)= n-k (100–4 =96)
pada α = 0,05 diperoleh nilai 1,980. Dengan demikian seluruh variabel independen yaitu
modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman usaha berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen yaitu pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe pada taraf kepercayaan 95%.
Dari ketiga variabel independen dalam penelitian ini yang paling dominan mempengaruhi
pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe yaitu variabel modal kerja yang mempunyai
nilai koefisien sebesar 0,242 dan niai signifikansi 0,000 pada α = 0,05.
Variabel modal kerja (X1) mempunyai koefisien sebesar 0,242 yang berarti bahwa
apabila menambahnya modal kerja Rp.1 maka akan meningkatnya pendapatan usaha kecil
sebesar Rp. 0,25 dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap
penambahan modal kerja dalam berusaha maka dapat meningkatkan pendapatan. Modal
kerja tersebut merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi tingkat
pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe, karena dengan menambahnya modal kerja
tersebut dapat ditingkatkan lagi bahan bakunya dengan jumlah yang lebih besar lagi. Hasil
penelitian ini sejalan dengan konsep Winardi (1994) modal merupakan salah satu faktor
produksi yang dapat mempengaruhi pendapatan. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan
hasil penelitian Nusantara (2004) yang menemukan bahwa pengalaman kerja berpengaruh
terhadap pendapatan pekerja non farm. Kemudian juga konsisten dengan penelitian Nazir
dan Nasir (2006) yang menemukan variabel modal usaha berpengaruh signifikan terhadap
tingkat pendapatan pengrajin garam. Kemudian sejalan dengan hasil penelitian Sasmita
(2006) yang menemukan variabel modal usaha berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pendapatan usaha nelayan.
Variabel tenaga kerja (X2) mempunyai koefisien sebesar 0,044 yang berarti bahwa
apabila menambahnya tenaga kerja 1 orang maka akan meningkatnya pendapatan usaha
kecil sebesar Rp.0,05 dengan asumsi ceteris paribus. Dari hasil penelitian ini juga
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
92
menunjukkan bahwa menambahnya tenaga kerja dalam bekerja pada usaha kecil maka akan
meningkatkan pendapatannya. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Nusantara
(2004), Nazir dan Nasir (2006) dan Sasmita (2006) yang menemukan dalam penelitiannya
tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pendapatan.
Variabel pengalaman usaha (X3) mempunyai koefisien sebesar 0,040 menunjukkan
bahwa apabila menambahnya pengalaman 1 tahun maka akan meningkatnya pendapatan
usaha kecil sebesar Rp.0,04 dengan asumsi ceteris paribus. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa menambahnya pengalaman dalam berusaha maka dapat meningkatkan
pendapatannya. Hasil penelitian ini juga sejalan sejalan dengan konsep Nasution (2002)
yang menyatakan bahwa salah satu faktor determinan pendapatan adalah rutinitas yaitu
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, rutinitas tersebut membutuhkan waktu yang
lama, dalam hal ini pengalaman dalam berusaha. Penelitian ini juga konsisten dengan hasil
penelitian Nusantara (2004), Nazir dan Nasir (2006) dan Sasmita (2006) hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pengalaman dalam berusaha berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan.
REKOMENDASI
Pendapatan usaha kecil di kota Lhokseumawe sangat ditentukan oleh modal kerja,
tenaga kerja dan pengalaman usaha. Untuk lebih meningkatkan tingkat pendapatan usaha
kecil diharapkan agar mempergunakan modal kerja dengan jumlah yang lebih banyak lagi
dengan mencari sumber-sumber dana lainnya, karena modal kerja merupakan variabel yang
paling dominan dalam menentukan tingkat pendapatannya. Disamping itu agar lebih
ditingkatkan lagi produktivitas kerja dari tenaga kerja, supaya dapat menghasilkan output
atau produk yang lebih banyak lagi, dengan sendirinya dapat meningkatkan pendapatannya.
Kemudian menambahkan pengalaman usahanya, dengan menambahkan pengalaman maka
dapat menyediakan dan melayani kebutuhan konsumen dan pada akhirnya berdampak pada
peningkatan pendapatan.
REFERENSI
Ahmad, Kamaruddin. 1997. Dasar-Dasar Manajemen Modal Kerja. Rineka Cipta, Jakarta.
Alwi, Syafaruddin. 1991. Alat-Alat Analisis Dalam Pembelanjaan, Edisi Revisi, Andi
Offset, Yogyakarta.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2002. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Gema
Insani Press, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Metode Penelitian, Penerbit Bina Aksara, Jakarta
As’ad, Moh .1999. Kader Kesehatan Masyarakat, Penerbit Ege, Jakarta
Ashari. 2006. Potensi Keuangan Mikro (LKM) Dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan
Dan Kebijakannya Pengembangannya, Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian,
Volume 4 No.2, Juni 2006 : 146-164, Bogor
Badan Statistik Indonesia Index Artikel tentang Tenaga Kerja,
http://www.datastatistik.indonesia.com/content/view/801/801, diakses hari Kamis,
tanggal 17 Maret 2010.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
93
Bank Indonesia. 2001. Sejarah Peranan Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha
Kecil, Biro Kredit, Bank Indonesia, Jakarta
Fran. 1998. Produktivitas Tenaga Kerja, Penerbit PT. Jaya Baya, Bogor
Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Penerbit
Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang
Gitisudarmo, Indriyo. 1999. Manajemen Operasi, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Jhingan, M.L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Penerbit Rajawali Pers,
Jakarta
Kasmir.2006. Kewirausahaan, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta
Kuswadi. 2008. Memahami Rasio-Rasio Keuangan Bagi Orang Awam, Cetakan Kedua,
Penerbit PT. Alex Media Komputindo, Jakarta
Longenecker, et.al. 2001. Kewirausahaan “Manajemen Usaha Kecil, Buku 1,. Salemba
Empat, Jakarta.
Mankiw, N. Gregory. 2004. Principles of Economics ”Pengantar Ekonomi Makro , Edisi
Ketiga, Alih Bahasa Criswan Sungkono, Salemba Empat, Jakarta
Mankiw, N. Gregory. 2004. Principles of Economics ”Pengantar Ekonomi Makro” , Edisi
Ketiga, Alih Bahasa Criswan Sungkono, Salemba Empat, Jakarta
Manurung, Adler Haymans. 2006. Cara Menilai Perusahaan, Penerbit PT. Alex Media
Komputindo, Jakarta
Miller dan Form.1998. Motivasi Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja, Penerbit
Gasindo, Bandung
Nanga, Muana. 2004. Makro Ekonomi “Teori, Masalah dan Kebijakan”, Edisi Perdana,
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Nasution, Mulia. 2002. Teori ekonomi Makro “Pendekatan Pada Perekonomian
Indonesia”, Djambatan, Jakarta
Nazir dan Nasir. 2006. Analisis Determinan Pendapatan Pengrajin Garam di Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat,
Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
Ningsih, Surya. 2001. Manajemen Pemasaran, Pelita, Jakarta.
Noor, Henry Faizal. 2000. Ekonomi Manajerial. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Nurdirman. 2001. Manajemen Tugas, Tanggung Jawab, Praktek, Gramesia, Jakarta
Nusantara, Ambo Wonua. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pekerja
Pada Sektor Non Farm Di Pedesaaan Jawa: Eksplorasi Data Sakerti 2000, Tesis
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Rizal. 2001. Teknik-Teknik Manajemen Modern, Pena Tinta, Jakarta
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan “Teori dan Aplikasi, Edisi Empat, Badan
Penerbit Fakultas Ekonomi,Yogyakarta
Sasmita, Nanda. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha
Nelayan Di Kabupaten Asahan, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan
Simamora, Henry. 2000. Manajemen Pemasaran Internasional, Jilid 1, Salemba Empat,
Jakarta.
Smith, May. 2000. Efektifitas Tenaga Kerja, Penerbit Putra Bangsa, Surabaya
Soemitro, Djojohadikusumo. Modul Online, Pengertian Kesempatan, Angkatan Kerja dan
Tenaga Kerja, http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=
6&fname=eko202_10.htm diakses hari Kamis, tanggal 17 Maret 2010.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
94
Sukirno, S.1994. Pengantar Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, Bandung
Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 286/M/SK/10/1989 dan Bank Indonesia,
Jakarta
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Jakarta
Weston, J Fred dan Eugene F Brigham. 1990. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Jilid 1.
Edisi Kesembilan, Alih bahasa Alfonsus Sirait, Erlangga, Jakarta.
Winardi, J. 2002. Manajemen perilaku organisasi, Penerbit Kanisius, Jakarta
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
95
PENGARUH KOMPENSASI DAN PROMOSI TERHADAP PRESTASI KERJA
KARYAWAN PADA PT. PLN (PERSERO) CABANG LHOKSEUMAWE
Nurmala
Abstract: To possess high – achieving employee is an aim of every company. Whether it is
achieved on will depend on the policy taken by a particular company. Employee’s work
performances are influenced by some factors, nomely ability, work motivation, opportunity
to achieve, job’s description clarity, hope certainty, job feed back & job repayment.This
research aims to find out compasation and promotion toward employee’s work
performance in PT. PLN Lhokseumawe, NAD.The object of the research employee in PT.
PLN. The sample of this research is 54 respondents who are employee. Data are collected
by using abservation techniques, interview and quetionaire. Double linear regression
analysis and SPSS testing system are used. To find out the influence of compasation and
promotion, a long with F test, and test on trust 95% or @ = 0,05.The f significantion value,
hipothesis testing simultaneously is 0,000 compared with real level @ =0,05 which means f
significant value is smaller than real level. This shows that simultaneously compensation
variable and promotion has significant influences to employee’s work performance. Based
on coefisien standardized value, it is found that partially compensastion variable has
dominant influence.R-square or determination-coefficient of 0,514 showed that 51,4% of
employees work could be cleared by both compensastion and promotion, 48,6% could be
cleared by unobserved variables. The result of this research showed that ether by s
simultaneoyusly or partially, compensation and promotion influence work performances
significantly at PT. PLN Lhokseumawe- NAD.
Key words: compasation, promotion, performance
____________________________________________________________________
Nurmala, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
96
PENDAHULUAN
PT. PLN (Persero) Cabang Lhoseumawe merupakan perusahaan negara yang
bergerak dalam bidang kelistrikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang memiliki
misi antaranya menjadikan yang terbaik dalam bisnis kelistrikan dan memenuhi tolak ukur
mutakhir dan terbaik, serta mengelola usahanya dengan mengedepankan pemberdayaan
potensi insane secara maksimal.
Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja adalah dengan
stimulus melalui kompensasi. Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan
sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Masalah kompensasi merupakan fungsi yang
kompleks atas dasar logis, rasional, dan dapat dipertahankan. Hal ini menyangkut banyak
factor emosional dari sudut pandang para karyawan. Bonus dari organisasi mungkin tak
cukup membuat semua karyawan puas dan senang dalam bekerja. Mestinya manajemen
mulai memahami keinginan karyawan.
Kompensasi bisa dirancang secara benar untuk mencapai keberhasilan bersama
sehingga karyawan merasa karyawan merasa puas dengan jerih payah mereka dan
termotifasi untuk mencapai tujuan dan sasaran bersama manajemen. Tingkat kompensasi
akan menentukan skala kehidupan ekonomi karyawan, sedangkan kompensasi relative
menunjukkan status dan harga karyawan. Dengan demikian, apabila karyawan memandang
bahwa bila kompensasi tidak memadai maka produktivitas, prestasi kerja, dan kepuasan
kerja karyawan akan turun.
Begitu juga dengan promosi akan memberikan peran penting bagi setiap karyawan,
bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan. Dengan promosi berarti ada
kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan
bersangkutan untuk menduduki suatu jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, promosi
akan memberikan status social, wewenang (authority), tanggung jawab (responsibility),
serta penghasilan (outcomes) yang semakin besar karyawan.
Jika ada kesempatan bagi setiap karyawan dipromosikan berdasarkan asas keadilan
dan objektifitas, karyawan akan terdorong bekerja giat, bersemangat, berdisiplin, dan
berprestasi kerja sehingga sasaran perusahaan secara optimal dapat dicapai. Adanya
kesempatan untuk dipromosikan juga akan mendorong penarikan (recruiting) pelamar yang
semakin banyak memasukkan lamarannya ehingga pengadaan (procurement) karyawan
yang baik bagi perusahaan akan lebih mudah. Sebaliknya, jika kesempatan untuk
dipromosikan relative kecil tidak ada gairah kerja, semangat kerja, disiplin kerja, dan
prestasi kerja karyawan akan menurun. Begitu besarnya peranan promosi karyawan maka
sebaiknya manajer personalia harus menetapkan program promosi serta
menginformasikannya kepada para karyawan.
Program promosi harus memberikan informasi tentang asas-asas, dasar-dasar jenis-
jenis dan syarat-syarat karyawan yang dapat dipromosikan dalam perusahaan bersangkutan.
Program promosi harus diinformasikan secara terbuka, baik asas, dasar, jenis, persyaratan,
maupun metode penilaian karyawan yang akan dilakukan dalam perusahaan. Jika hal ini
diinformasikan dengan baik, akan menjadi motivasi bagi karyawan untuk bekerja sungguh-
sungguh.
Pencapaian prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh factor-faktor kemampuan,
minat menjalankan pekerjaan, peluang bertumbuh dan maju, tujuan yang terdefinisikan
dengan jelas, kepastian tentang apa yang diharapkan, umpan balik mengenai seberapa baik
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
97
mereka mengerjakan. Nilai yang dirasakan dari sebuah pekerjaan dan penghargaan yang
diterima seseorang karyawan merupakan faktor yang penting untuk kepuasan atas
kompensasi. Dengan demikian kompensasi merupakan penetu apakah seseorang bersedia
untuk bekerja baik sehingga menghasilkan prestasi kerja yang tinggi.
KERANGKA KONSEP
Kenyataan yang tidak dapat disangkal lagi, bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan
orang menjadi pegawai/karyawan pada suatu organisasi tertentu, adalah untuk mencari
nafkah. Berarti apabila di satu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, ketrampilan,
tenaga dan sebagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi/ perusahaan, di pihak
lain ia mengharapkan menerima kompensasi tertentu. Berangkat dari pandangan demikian,
dewasa ini masalah kompensasi dipandang sebagai salah satu tantangan yang harus
dihadapi oleh manajemen suatu organisasi. Dikatakan merupan tantangan, karena
kpmpensasi oleh para pekerja tidak dipandang semata-mata sebagai alat pemuas kebutuhan
materinya, akan tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan martabat manusia. Peranan dalam
mengembangkan suatusistem kompensasi tertentu, kepentiangan organisasi dan
kepentingan para pekerja mutlak perlu diperhitungkan.
Menurut Rivai (2004), menyatakan bahea kompensasi merupakan sesuatu yang
diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian
kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
yang berhubungan dengan semua jenis penghargaan individual sebagai pertukaran dalam
melakukan tugas keorganisasian
Milkovich dan Newman (1999) menyatakan, bahwa, secara harfiah kompensasi
berarti untuk member imbalan, mengganti¸memperbaiki. Hal ini berarti suatu pertukaran.
Secara tradisional, kompensasi dianggap sebagai sesuatu yang diberikan oleh seorang
atasan. “Leterally , compensation means to counterbalance, to offset, to make up for it
Implies an exchange … Traditionally, compensation is thought of as something given by
one”s supervisor”.
Dessler dalan Molan (1997) menyatakan: Bahwa kompensasi karyawan merujuk
pada semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi dan muncul dari pekerjaan
mereka, dan mempunyai dua komponen. Ada pembayaran keuangan langsung dalam
bentuk upah, gaji, insentif, komisi, bonus dan ada pembayaran yang tidak langsung dalam
bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan yang dibayarkan majikan.
Simamora (1997) menyatakan bahwa kompensasi sebagai imbalan-imbalan
finansial (financial reward) yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan
kepegawaian dengan sebuah organisasi sebagai ganti bagi kontribusi kepada organisasi.
Selanjutnya Davis and Wenther (1996) menyatakan: bahwa kompensasi mempunyai arti
lebih dari gaji ataupun upah, tetapi juga termasuk insentif yang dapat mendorong karyawan
untuk bekerja dan mempunyai hubungan dengan biaya produktivitas. Selain itu tunjangan
dan services juga merupakan bagian kompensasi yang turut mempengaruhi seorang
bekerja.
Menurut Invacevich (1995), kompensasi adalah balas jasa yang berupa financial
maupun non financial. Kompensasi finansial yang langsung berbentuk pembayaran pada
karyawan yang dapat berupa upah, gaji, bonus dan komisi. Sedangkan kompensasi finansial
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
98
yang tidak langsung berupa tunjangan dan semua balas jasa yang bersifat tetap, tetapi balas
bukan termasuk kompensasi financial langsung. Untuk balas jasa non financial dapat
berupa pujian, harga diri, dan pengakuan terhadap prestasi yang telah dilakukan karyawan.
Mondy dan Noe (1993) menyatakan bahwa: manajemen sumber daya manusia merupakan
pemanfaatan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan perusahaan. Sedangkan bagi
pegawai, salah satu tujuan bekerja adalah untuk memperoleh imbalan (kompensai) sebagai
timbale balik dari pekerjaan yang dilakukannya.
Promosi
Menurut Moenir (2001) promosi adalah kegiatan pemindahan pegawai dari suatu
jabatan kepada jabatan yang lain yang lebih tinggi. Dengan demikian promosi akan selalu
diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi daripada jabatan yang
diduduki sebelumnya atau pengangkatan pegawai untuk memangku suatu tugas/jabatan
tertentu. Rivai (2004) berpendapat bahwa”promosi terjadi apabila seorang karyawan
dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran,
tanggung jawab dan atau level”.
Menurut sastrohadiwiryo (2002), promosi dapat diartikan sebagai proses perubahan
dari suatu pekerjaan kepekerjaan lain dalam hirarki wewenang dan tanggung jawab yang
lebih tinggi daripada dengan wewenang dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada
tenaga kerja pada waktu sebelumnya. Menurut suagian (2003) promosi ialah apabila
seseorang pegawai dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang tanggung
jawabnya lebih besar, tingkatannya dalam hirarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya
pun lebih besar pula. Hasibuan (2003) menyatakan bahwa promosi (promotion)
memberikan peran penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman yang selalu
dinanti-nantikan. Dengan promosi berarti ada kepercayaan dan pengakuan mengenai
kemampuan serta kecakapan karyawan bersangkuta untuk menduduki suatu jabatan yang
lebih tinggi. Dengan demikian, promosi akan memberikan status social, wewenang
(authority), tanggung jawab (responsibility), serta penghasilan (Outcomes) yang semakin
besar bagi karyawan.
Prestasi Kerja
Menurut hasibuan (2003), “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”. Selanjutnya Hasibuan
menyatakan bahwa”Hasil kerja perlu dinilai. Penilaian prestasi kerja adalah kegiatan
manejer untuk mengavaluasi perilaku dan prestasi kerja karyawan serta menetapkan
kebijaksanaan selanjutnya”. Gibson skk (1992) menyatakan bahwa, pengertian prestasi
kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut dharma (1985). “Prestasi kerja adalah suatu yang dikerjakan atau produk
dan jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang. Dengan
demikian prestasi kerja perlu dinilai untuk mengetahui bagaimana hasil kerja yang dicapai
oleh karyawan. Schuler dan Jackson (1999) menyatakan bahwa: Dalam penilaian prestasi
dengan mengacu kepada suatu system formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan
mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
99
tingkat ketidakhadiran, adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan
apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih pada masa yang akan dating, sehingga karyawan,
organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh manfaat.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di PT. PLN (Persero) Cabang Lhokseumawe. Dengan jumlah
sampel 54 orang karyawan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data
sekunder dan data primer. Jenis penelitian yang dilakukan dengan metode survey.
Sedangkan analisa data dilakukan secara deskriptif kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian
a. Uji Normalitas Untuk pengujian normalitas dala dalam penelitian ini dideteksi melalui grafik yang
dihasilkan melalui perhitungan regresi dengan SPSS. Hasil pengujian normalitas dapat
dilihat pada gambar 1 berikut:
Sumber: Hasil pengolahan SPSS
Gambar 1: Uji Normalitas
Dari gambar grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan
menunjukkan indikasi normal. Santoso (2000) menyatakan bahwa, jika data menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi
asumsi normalitas, dan sebaliknya jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan /atau
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
100
tidak mengikuti arah garis diagonal, mak model regresi tidak memenuhi asumsi-asumsi
normalitas.
Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil regresi dari data primer yang diolah dengan menggunakan
program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1: Hasil Regresi kompensasi dan promosi terhadap prestasi kerja
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig Collinearity
Statistics
Model B Std
Error
Beta Toleranc
e
VIF
1 (Constant) .870 .298 2.921 .005
Kompensasi .208 .074 .249 2.815 .006 .756 1.323
Promosi .569 .090 .560 6.325 .000 .756 1.323
a. Dependen Variabel: Prestasi Kerja
Sumber: Hasil pengolahan SPSS
Tabel 2: Hasil Uji Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square
Stand.Error of
the Estimate
1 .717 .514 .502 .1758
Predictors: (Constant), Promosi, kompensasi
b Dependent Variabel:Prestasi Kerja
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dibuat persamaan sebagai berikut:
Y=0,870+ 0,208X1+ 0,569X2
Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa koefisient regresi X1 (kompensasi)
mempunyai tanda positif, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kompensasi adalah searah
dengan prestasi kerja. Dengan adanya kebijakan promosi mempunyai pengaruh positif
terhadap prestasi kerja. Koefosien regresi X2 (promosi) mempunyai tanda positif, hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh promosi adalah searah dengan prestasi kerja. Dengan
adanya kebijakan promosi mempunyai pengaruh pengaruh positif terhadap prestasi kerja.
Sedangkan untuk mengetahui besarnya koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel
4-2 tersebut, diketahui bahwa besarnya koefisien determinasi atau angka R Square adalah
sebesar 0,514, hal ini berarti bahwa variable-variabel bebas dapat menjelaskan 51,4%
terhadap variable terikatnya. Sedangkan sisanya 48,6% dijelaskan oleh variabel-variabel
bebas lain yang tidak diteliti.
Uji Serempak
Hasil uji secara serempak pengaruh variable kompensasi dan promosi terhadap
prestasi kerja karyawan dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut:
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
101
Tabel 3: Hasil Uji Serempak
Model Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.679 2 1.339 43.324 .000
Residual 2.535 82 3.092E-02
Total 5.214 84
a. Predictors: (Constant), Promosi, Kompensasi
b. Dependen Variabel: Prestasi Kerja
Sumber: Hasil Pengolah SPSS
Dari Tabel 3 diatas, diperoleh nilai F hitung sebesar 43,324 dengan tingkat
signifikansi 0,000. Karena signifikansi 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05 dan diperoleh nilai
F hitung sebesar 43,324 lebih besar dari F tabel pada tingkat kepercayaan 95% @ = 0,05
adalah 2,43. Makah hal ini memberikan arti bahwa variable bebas kompensasi dan promosi
secara serempak mempunyai pengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan pada PT.
PLN (persero) Cabang Lhokseumawe. Dengan demikian Ho yang menyatakan bahwa tidak
terdapat pengaruh kompensasi dan promosi secara bersama-sama terhadap prestasi kerja
karyawan pada PT. PLN (Persero) ditolak, berarti Ha yang menyatakan terdapat pengaruh
kompensasi dan promosi secara bersama-sama terhadap prestasi kerja karyawan pada
PT. PLN (Persero) diterima.
Uji Parsial
Hasil Uji pengaruh secara parsial variable kompensasi dan promosi terhadapprestasi
kerja karyawan dapat dilihat dalam tabel 4.
Tabel 4: Hasil Uji Parsial
Model Unstandardized
Coefficients
t Sig.
B
1 (Constant) .870 2.921 .005
Kompensasi .208 2.815 .006
Promosi .569 6.325 .000
a. Dependen Variabel: Prestasi Kerja Karyawan
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Pengaruh Kompensasi Terhadap Prestasi Kerja
Berdasarkan Tabel 4-4 diketahui nilai t hitung pengaruh variable kompensasi (X1)
sebesar 2.815 dengan nilai signifikansi 0,006 , sedangkan t tabel pada tingkat kepercayaan
95% atau @ = 0,05 adalah 1.999 ini berarti bahwa t hitung lebih besar t tabel (2.815
> 1.999). Maka dapat dikatakan bahwa variable kompensasi mempunyai pengaruh yang
siknifikan terhadap prestasi kerja karyawan. Dari hasil uji signifikansi tersebut maka Ho di
tolak, dan sebaliknya Ha yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif yang
signifikansi kompensasi terhadap prestasi kerja karyawan PT. PLN dapat diterima.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
102
Pengaruh Promosi terhadap Prestasi Kerja
Berdasarkan tabel 4 diketahui nilai t hitung pengaruh promosi (X2) sebesar 6.325
dengan nilai siknifikansi 0.000, sedangkan t tabel pada tingkat kepercayaan 95 % atau @ =
0,05 adalah 1,999. Oleh karena itu t tabel lebih besar dari t tabel (6.325 > 1,999). Maka
dapat dikatakan bahwa variable promosi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi kerja. Dari hasil uji signifikan tersebut maka Ho di tolak, dan sebaliknya Ha yang
menyatakan terdapat pengaruh promosi terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. PLN di
terima, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Promosi yang diterapkan oleh PT. PLN
sangat mempengaruhi prestasi kerja karyawan yang terlihat melalui dedikasi, loyalitas dan
prestasi karyawan.
Berdasarkan dari hasil pengujian pada Tabel 4 - 4 dapat diketahui bahwa variable
dominan terhadap prestasi kerja karyawan PT. PLN (persero) adalah promosi, dimana
unstandardized coefficient promosi sebesar 0,569 lebih besar dari kompensasi
sebesar 0,208.
KESIMPULAN
1. Kompensasi dan promosi berpengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan.
Salah satu maksud orang bekerja disuatu perusahaan adalah untuk ikut berpartisipasi
dalam mengimplementasikan kompetensi dan komitmennya secara maksimal
dengan mendapatkan kompensasi, dengan dsemikian kebijakan kompensasi secara
financial langsung seperti gaji, tunjangan dan financial tidak langsung seperti hak
cuti, fasilitas serta kompensasi non finasial dapat mempengaruhi prestasi kerja
karyawan. Kebijakan kesempatan promosi atas dasar criteria-kriteria promosi
kepada pegawai mempengaruhi prestasi kerja karyawan
2. Promosi mempunyai pengaruh dominan terhadap kepuasan kerja pegawai
dibandingkan dengan kompensasi terhadap prestasi kerja karyawan. Promosi akan
memberikan status sosial, wewenang, tanggung jawab serta penghasilan yang
semakin besar bagi karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimin, 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Penerbit
Bumi Aksara Jakarta
Sugiono, 2003, Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung
Sastrodiryo, B. Siswanto, 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta
Rivai, Veithzal, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, dari Teori ke
praktek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Davis,Keith dan Newstorm, J.W, 1993, Perilaku dalam Organisasi, Edisi kesembilan,
Terjemahan Agus Dharma, Penerbit Erlangga, Jakarta
Gibson, James L. Invacevich, Jhon M, dan Donnely Jr.James H. 1992. Organisasi dan
Manajemen: Perilaku Struktur dan Proses. Penerjemahan. Djerban Wahid.
Penerbit Erlangga Jakarta.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
103
Hasibuan, Malayu S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Bumi Aksara
Jakarta.
Milkovich, George T, and Boundreau, Jhon. B. 1997, Human Resouce Management, Eighth
Edition, Irwin Bokk Team
Simamora, Henry, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN. Jakarta.
Schuler, Randall S. dan Jackson, Susan E. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia
Menghadapi Abad ke 21. Edisi keenam Jilid 2. Penerbit Erlangga
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
104
PENGARUH KERAGAMAN PRODUK DAN PELAYANAN TERHADAP
LOYALITAS KONSUMEN PADA SUPERMARKET HARUN SQUARE
DI KOTA LHOKSEUMAWE
Mariyudi
T. Zulkarnaen
Abstak: Abstract: This study aims to find out is any influence of the diversity of products
and services to consumers on supermarket loyalty Harun Square in the city of
Lhokseumawe. Primary data were collected by distributing questionnaires to 150
respondents who are a loyal consumer to Harun Square Supermarket in the city of
Lhokseumawe. The sampling technique used to take samples is the technique of accidental
(accidental sampling). Furthermore, these data were analyzed using statistical tools and
methods of multiple linear regression test data is done using SPSS (Statistical Package For
Social Science). The results showed that the correlation coefficient (R) of 0.840 or 84%.
The coefficient of determination (R2) of 0.705 or 70.5%. Regression coefficient of product
diversity (X1) and services (X2) has positive and significant impact on customer loyalty in
the Harun Square in the city of Lhokseumawe
Keywords: influence, diversity, products, services, loyalty
____________________________________________________________________
Mariyudi, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
T. Zulkarnaen, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
105
PENDAHULUAN
Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada akhir-akhir ini semakin berkembang.
Hal ini ditandai dengan semakin banyak investor yang melakukan investasi dibidang
tersebut. Bisnis ritel di Indonesia berkembang dari gerai tradisional ke gerai modern berupa
supermarket. Supermarket dan departemen store pertama di Indonesia adalah Sarinah, yang
didirikan pada tahun 1962 di Jakarta. Supermarket dan departemen store baru berkembang
beberapa tahun kemudian.
Konsep yang muncul berikutnya dalam bisnis ritel adalah “one-stop shopping”,
yaitu suatu tempat berbelanja yang memenuhi semua kebutuhan individu dan keluarga.
Seiring dengan ini muncul suatu model yang berkembang, yaitu chainstore, yang
merupakan bersatunya beberapa gerai yang beroperasi di wilayah-wilayah yang berbeda
dalam suatu pengelolaan tim manajemen, gerai-gerai itu serupa dalam hal tampilan (luar
dan dalam), barang-barang yang dijual, dan dalam hal sistem operasionalnya. Selanjutnya
bisnis ritel berkembang lagi dengan munculnya pusat perbelanjaan dengan format baru
yang lebih memikat konsumen, yaitu mall. Pusat perbelanjaan atau mall memberikan nilai
tambah lain yaitu berupa hiburan dan kenyamanan berbelanja yang ditandai dengan gerai
bermain, restoran yang beragam, bank atau anjungan tunai mandiri (ATM), ruang publik
indoor yang nyaman dan menarik, serta area parkir yang luas, halal ini akan menimbulkan
persaingan diantara perusahaan-perusahaan tersebut. Agar perusahaan dapat memenangkan
persaingan mereka memanfaatkan peluang-peluang bisnis yang ada dan berusaha untuk
menerapkan strategi pemasaran yang tepat dalam rangka untuk menguasai pasar.
Penguasaan pasar merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan
oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidup
usahanya, berkembang dan mendapatkan laba semaksimal mungkin. Hal tersebut bisa
tercapai bila konsumen merasa puas akan kinerja produk yang ditawarkan oleh pengusaha.
Menurut Schanaars (dalam Tjiptono 2000:24) kepuasan pelanggan merupakan salah
satu kunci keberhasilan suatu usaha, hal ini dikarenakan dengan memuaskan konsumen,
organisasi atau perusahaan dapat meningkatkan tingkat keuntungannya dan mendapatkan
pangsa pasar yang lebih luas. Sedangkan Tjiptono (1997:162) pada dasarnya tujuan dari
suatu bisnis adalah menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan
pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan
dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke
mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan Tjiptono (2000:68).
Konsumen yang loyal merupakan kunci sukses suatu bisnis atau usaha.
Mempertahankan konsumen yang loyal memang harus mendapatkan prioritas yang utama
dari pada mendapatkan pelanggan yang baru, kondisi ini disebabkan bahwa untuk merekut
atau mendapatkan pelanggan baru bukanlah hal yang mudah karena akan memerlukan
biaya yang banyak, maka sangatlah rugi bila perusahaan melepas konsumen yang loyal atau
pelanggan secara begitu saja.
Menurut Swatha dan Irawan (2002:122) faktor-faktor yang mempengaruhi akan
loyalitas adalah harga, penggolongan dan keragaman barang, lokasi penjual yang strategis
dan mudah dicapai, desain fisik toko, service yang ditawarkan pada pelanggan, kemampuan
tenaga penjual dan pengiklanan serta promosi di toko. Salah satu unsur kunci dalam
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
106
persaingan diantara bisnis eceran adalah agam produk yang disediakan oleh pengecer. Oleh
karena itu, pengecer harus membuat keputusan yang tepat mengenai keragaman produk
yang dijual, karena dengan adanya macam-macam produk dalam arti produk yang lengkap
mulai dari merk, ukuran, kualitas dan ketersediaan produk setiap saat seperti yang telah
diuraikan diatas. Dengan hal tersebut maka akan memudahkan konsumen dalam memilih
dan membeli berbagai macam produk sesuai dengan keinginan mereka.
Sesuatu yang diinginkan oleh konsumen adalah bagaimana cara untuk mendapatkan
barang-barang yang dibutuhkan serta menyediakaan beranekaragam produk dan alternatif
pilihan, harga yang bersaing, pelayanan dan fasilitas yang memuaskan serta suasana
berbelanja yang nyaman semuanya terdapat dalam satu toko atau dengan nama lain yaitu
pasar swalayan. Disamping memperhatikan keragaman produk perusahaan yang bergerak
dibidang retail harus juga berupaya untuk memberikan pelayanan yang baik, sebab
pelayanan yang berkualitas merupakan salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan
konsumen. Pelayanan harus diperhatikan karena dalam memilih suatu produk atau jasa
konsumen selalu berupaya untuk memaksimalkan nilai yang dirasakan. Apabila konsumen
merasa nilai yang dirasakan lebih tinggi dari pada yang diharapkan maka konsumen akan
merasa puas dan cenderung akan loyal.
Swalayan merupakan sebuah toko yang menganut operasi swalayan, volume harga
barang tinggi, laba sedikit dan berbiaya murah. Toko ini dirancang untuk memenuhi
kebutuhan konsumen baik makanan, minuman ataupun barang-barang rumah tangga yang
lain yang tidak memerlukan keterangan lebih lanjut. Keberadaan supermarket Harun
Square merupakan tempat perbelanjaan yang strategis dan terletak di pusat kota yang juga
merupakan pusat keramaian kota. Konsumen dimungkinkan tidak mengalami kesulitan
untuk datang, hal ini dikarenakan alat transportasi yang mudah ditemui sehingga
Supermarket Harun Square mudah untuk dijangkau.
Kepuasan konsumen yang menimbulkan loyalitas konsumen merupakan penentuan
konsumen untuk berbelanja. Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis mengenai
keragaman produk dan pelayanan. Sedangkan untuk penggolongan, lokasi, promosi tidak
dijelaskan karena supermarket Harun Square tidak melakukan promosi dan tiap-tiap produk
yang dijual di swalayan merupakan tanggung jawab produsen untuk melakukan promosi
bagi produknya masing-masing. Masalah yang akan diteliti berdasarkan pada judul dan
latar belakang permasalahan adalah sebagai berikut: adakah pengaruh keragaman produk
dan pelayanan terhadap loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square di Kota
Lhokseumawe. Secara garis besar, keragaman produk dan pelayanan mempengaruhi
tingkat loyalitas konsumen dapat dilihat didalam bagan dibawah beriktu ini:
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
107
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
METODE
Lokasi penelitian ini adalah di Kota Lhokseumawe, alasan pemilihan lokasi
tersebut didasari pada data yang didapatkan lebih relevan dan tepat dengan judul yang
dianalisis. Ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada pengaruh keragaman produk
dan pelayanan terhadap loyalitas konsumen dalam berbelanja di Kota Lhokseumawe, guna
untuk mendapatkan data-data yang relevan dengan judul yang dianalisis.
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1996:115). Dalam
penelitian ini tidak diambil seluruh pembeli atau konsumen Supermarket Harun Square
sebagai responden karena selain memakan waktu juga terbatasnya tenaga dan dana. Jumlah
konsumen Supermarket Harun Square tidak terbatas, sehingga populasinya tidak terbatas.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1996:117). sampel
yang diambil minimal 150 responden. Adapun sampel akan diambil berdasarkan hari
berkunjung yang ramai dan sepi dari pengunjung. Teknik sampling yang digunakan untuk
mengambil sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik aksidental (accidental
sampling). Dalam hal ini pengumpulan data dilakukan melalui konsumen yang saat itu
dijumpai sedang melakukan pembelian di Supermarket Harun Square Lhokseumawe.
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka teknik yang
digunakan adalah :
1. Library Research, yaitu dengan membaca buku-buku, majalah, artikel, informasi dari
internet atau sumber bacaan lain yang relevan dengan penelitian ini.
2. Field Research, yaitu dengan mengumpukan data secara langsung pada lokasi dan
objek penelitian. Proses ini di lakukan dengan cara :
a. Observasi, yaitu dengan mengamati secara langsung objek penelitian
Keragaman Produk (X1)
� Kelengkapan produk yang
ditawarkan
� Merk produk yang
ditawarkan
� Variasi ukuran produk yang
ditawarkan
� Variasi kualitas produk
yang ditawarkan
Pelayanan (X1)
� Keandalan
� Keresponsifan
� Keyakinan
� Empati
� Berwujud
Loyalitas (Y)
� Lamanya konsumen
dalam berlangganan
� Frekuensi berbelanja
konsumen dalam satu
bulan
� Tingkat keinginan atau
beralih pada pasar
swalayan lain
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
108
b. Interview, yaitu melakukan wawancara dengan Responden dan Pemberi Jasa.
c. Kuisioner, yaitu memberi pertanyaan-pertanyaan secara tertulis kepada responden
berhubungan dengan permasalahan yang di teliti.
Aspek pengukuran terhadap data-data yang dianalisis dilakukan dengan
pembentukan indikator pada setiap pertanyaan yang diajukan dengan menggunakan skala
likert (likert scale) dimana setiap pertanyaan mempunyai interval jawaban antara 1 (Sangat
Tidak Setuju) dan 5 (Sangat Setuju). Hal ini harus dilakukan mengingat dalam
menganalisis model penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yang bersumber
dari kuisioner.
Secara spesifik teknik pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1: Aspek Pengukuran Indikator Penelitian
Bobot/score nilai satu indikator Variabel
SS S N TS STS
Loyalitas Konsumen (Y) 5 4 3 2 1
Keragaman Produk (X1) 5 4 3 2 1
Pelayanan (X2) 5 4 3 2 1
Keterangan : Masing-masing variabel observasi terdiri dari 5 indikator
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik statistika inferensial.
Teknik ini digunakan untuk mengukur hubungan dan pengaruh terhadap variabel bebas
terhadap variabel terikat. Untuk menguji sifat signifikansi pengaruh variabel tersebut
digunakan uji-t dan uji-F. Penggujiannya dilakukan dengan menggunakan peralatan
statistika berupa regresi linear berganda dan pengujian data dilakukan dengan program
SPSS (Statistical Package for Social Science). Adapun peralatan statistik yang digunakan
dalam penelitian ini, dengan pendekatan regresi linier berganda, yaitu mencari hubungan
antara dependent variabel dengan independent variabel dengan formula sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Dimana :
Y = Loyalitas Konsumen
X1 = Keragaman Produk
X2 = Pelayanan
a = Konstanta (intersep)
b1,2,3, = Koefisien arah regresi (slope)
e = Error term
Data yang telah dikumpulkan, kemudian di analisa dan dilakukan pengujian
terhadap hipotesis penelitian. Analisa dan uji hipotesis dilakukan dengan bantuan program
SPSS (Statistic Package for Social Science).Pengujian Hipotesis secara simultan ( Uji F )
dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independent mempunyai pengaruh
yang sama terhadap variabel dependen. Untuk membuktikan kebenaran hipotesis digunakan
uji distribusi F dengan cara membandingkan antara nilai F-hitung dengan F-table, apabila
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
109
perhitungan F-hitung > F-table maka Ho ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa variabel
bebas dari regresi dapat menerangkan variabel terikat secara serentak. Sebaliknya jika F-
hitung < F-table maka Ho diterima sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas tidak
menjelaskan variabel terikat.
Pengujian hipotesis secara parsial (Uji t) dimaksudkan untuk mengetahui apakah
variabel independent (X) secara individual dapat berpengaruh signifikan atau tidak terhadap
variabel dependen (Y). Apabila nilai hitung t-hitung ≤ t-tabel maka Ho diterima artinya
secara parsial variabel independen (X) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).
Dan sebaliknya apabila nilai t-hitung ≥ t-tabel maka Ho ditolak artinya secara parsial
variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).
HASIL
Karakteristik Responden
Berikutnya adalah uraian tentang karakteristik responden yang diringkas dalam
Tabel 2. dengan indikator ciri-ciri seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
perkawinan, dan lama menjadi pelanggan Supermarket Harun Square Lhokseumawe.
Responden yang menjadi sampel penelitian dari segi usia terbanyak antara 31 – 40 tahun
sebanyak 129 orang (86%), berjenis kelamin perempuan 126 orang (84%), tingkat
pendidikian lulusan SLTA/SMK sebanyak 113 orang (75,33%), status menikah sebanyak
133 orang (88,67%) dan lama menjadi pelanggan pada Supermarket Harun Square lebih
dari 7 bulan sebanyak 115 orang (76,67%).
Tabel 2. Karakteristik Responden
No Variabel Frekuensi Persentase
1
2
3
Usia
a. Dibawah 20 Tahun
b. 21- 30 Tahun
c. 31- 40 Tahun
d. 41- 50 Tahun
e. Diatas 51 Tahun
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Tingkat Pendidikan
a. Lulus SD
b. Lulus SLTP/MTS
c. Lulus SLTA/SMK
d. D1/D2/D3
e. Sarjana/S1
f. Pascasarjana S2/S3
3
13
129
5
0
24
126
0
20
113
3
14
0
2,00
8,67
86,00
3,33
0
16,00
84,00
0
13,33
75,33
2,00
9,33
0
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
110
4
5
Status
a. Belum menikah
b. Menikah
c. Janda/Duda
Lama Menjadi Pelanggan
a. Kurang dari 1 bulan
b. 1 – 3 bulan
c. 4 – 6 bulan
d. Lebih dari 7 bulan
17
133
0
0
8
27
115
11,33
88,67
0
0
5,33
18,00
76,67
Sumber : Data diolah, 2009
Deskriptif Variabel Penelitian
Analisis deskriptif persentase dilakukan untuk memberikan gambaran dari masing-
masing variabel dalam penelitian ini yaitu keragaman dan pelayanan dalam pembentukan
loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe sebagai berikut:
Keragaman Produk Keragaman produk Supermarket Harun Square Lhokseumawe menggunakan 9 butir
pertanyaan dan masing-masing pertanyaan skornya antara 1 sampai 5. Berdasarkan data
hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor keragaman produk adalah 82 % dan
termasuk kategori baik. Secara lebih rinci ditinjau dari jawaban masing-masing responden
diperoleh hasil seperti terlihat pada diagram batang berikut:
Gambar 2. Deskripsi Distribusi Keragaman Produk
Berdasarkan Gambar 2. menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 82%
menyatakan keragaman produk Supermarket Harun Square Lhokseumawe baik, sedangkan
selebihnya yaitu 8% menyatakan sangat baik, 6,67% netral dan 3,33% menyatakan tidak
baik.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
111
Pelayanan Pelayanan pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe menggunakan 8 butir
pertanyaan dan masing-masing pertanyaan skornya antara 1 sampai 5, berdasarkan data
hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor pelayanan adalah 70,67 % dan termasuk
kategori baik. Secara lebih rinci ditinjau dari jawaban masing-masing responden diperoleh
hasil seperti terlihat pada diagram batang berikut:
Gambar 3. Deskripsi Distribusi Pelayanan
Gambar 3. di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 70,67%
menyatakan pelayanan Supermarket Harun Square Lhokseumawe baik, sedangkan
selebihnya yaitu 24,67% menyatakan netral, 2,67% sangat baik dan 2% menyatakan tidak
baik.
Loyalitas Loyalitas pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe menggunakan 7 butir
pertanyaan dan masing-masing pertanyaan skornya antara 1 sampai 5, berdasarkan data
hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor loyalitas adalah 86 % dan termasuk
kategori baik. Secara lebih rinci ditinjau dari jawaban masing-masing responden diperoleh
hasil seperti terlihat pada diagram batang berikut:
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
112
Gambar 4. Deskripsi Distribusi Loyalitas
Gambar 4. diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 86%
menyatakan loyalitas pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe baik, sedangkan
selebihnya yaitu 8% menyatakan tidak bai, 3,33% netral serta 1,33% masing-masing
menyatakan sangat baik dan sangat tidak baik.
Pengaruh Keragaman Produk dan Pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen
Analisis regresi dalam analisis statistika digunakan dalam mengembangkan suatu
persamaan untuk meramalkan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain.
Variabel yang dianalisis dalam regresi ini adalah faktor keragaman produk, pelayanan dan
loyalitas konsumen. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini menganalisis
pengaruh keragaman produk (X1) dan pelayanan (X2) yang menjadi variabel bebas
(Independent Variable) sementara loyalitas konsumen dilambangkan dengan Y dan
sekaligus merupakan variabel terikat (Dependent Variable) di samping itu, tentunya
loyalitas konsumen juga dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini
yang selanjutnya dinamakan dengan faktor pengganggu (error term).
Berdasarkan hasil estimasi terhadap variabel yang diteliti melalui hasil perhitungan
regresi berganda secara keseluruhan menggunakan program SPSS 11.0 diperoleh parameter
untuk masing-masing variabel dapat dilihat sebagai berikut :
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
113
Tabel 3: Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat
Nama Variabel B Standar
Error thitung ttabel Sig
Kostanta 3,823 1,361 2,809 1,960 0,107
Keragaman Produk (X1) 0,512 0,092 5,565 1,960 0,000
Pelayanan (X2) 0,364 0,073 4,986 1,960 0,002
Koefisien Korelasi ( R)
Koefisien Determinasi (R²)
Fhitung
Ftabel
F Sig
= 0,840a
= 0,705
= 63,905
= 2,60
= 0.000a
a. Predictors : (Constant)
Keragaman produk (X1), Pelayanan
(X2)
b. Dependent Variabel :
Loyalitas konsumen (Y).
Sumber: Data Primer, 2009 (diolah)
Berdasarkan hasil estimasi terhadap variabel yang diteliti melalui hasil perhitungan
regresi berganda secara keseluruhan menggunakan program SPSS 11.0 diperoleh parameter
untuk masing-masing variabel dapat dilihat sebagai berikut :
Y = 3, 823 + 0, 512 X1 + 0,364 X2
Persamaan regresi diatas memiliki makna sebagai berikut:
� Konstanta a = 3,823. Apabila variabel keragaman produk dan pelayanan diasumsikan
konstan atau 0, maka pembentukan loyalitas konsumen pada Supermarket Harun
Square Lhokseumawe sudah ada sebesar 3,823.
� Koefisien X1 = 0,512. Keragaman produk memiliki koefisien regresi sebesar 0,512
dan signifikan pada α=5%, karena signifikan (0.000) lebih kecil dari 5% Ho ditolak
dan Ha diterima. Jika variabel keragaman produk berubah (kenaikan) satu satuan maka
loyalitas konsumen akan berubah sebesar nilai konstanta ditambah nilai koefisien
keragaman produk dikali dengan perubahan variabel keragaman produk, sehingga
perubahan keragaman produk terhadap loyalitas sebesar 2,335 poin.
� Koefisien X2 = 0,364. Pelayanan memiliki koefisien regresi sebesar 0,364 dan
signifikan pada α =5%, karena signifikan (0,002) lebih kecil dari 5% Ho ditolak dan
Ha diterima. Jika variabel pelayanan berubah (kenaikan) satu satuan maka loyalitas
konsumen akan berubah sebesar nilai konstanta ditambah nilai koefisien pelayanan
dikali dengan perubahan variabel pelayanan, sehingga perubahan pelayanan terhadap
loyalitas sebesar 2,187 poin.
Uji Simultan (Uji-F) Berdasarkan hasil pengujian secara simultan diperoleh nilai Fhitung sebesar 63,905,
sedangkan Ftabel pada tingkat signifikansi α = 5% adalah sebesar 2,60. Hal ini
memperlihatkan, bahwa berdasarkan perhitungan uji statistik Fhitung menunjukkan bahwa
nilai Fhitung > Ftabel, dengan tingkat probabilitas 0,000. Dengan demikian hasil perhitungan
ini dapat di ambil suatu keputusan bahwa hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dapat
diterima dan menolak hipotesis nol, artinya keragaman produk dan pelayanan secara
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
114
bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen pada
Supermarket Harun Square Lhokseumawe.
Derajat hubungan antara keragaman produk dan pelayanan terhap loyalitas
konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dapat diketahui dari harga
korelasi secara simultan atau R. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program
komputasi SPSS for Windows release 11 diperoleh harga koefisien korelasi sebesar 0,840,
dan berarti bahwa keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang
tinggi sehingga model persamaan regresi yang diperoleh untuk memprediksi loyalitas baik.
Besarnya pengaruh keragaman produk dan pelayanan terhadap loyalitas konsumen
pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dapat diketahui dari harga R² . Berdasarkan
hasil analisis diperoleh R² sebesar 0,705. Dengan demikian menunjukkan bahwa
keragaman produk dan pelayanan berpengaruh terhadap loyalitas konsumen pada
Supermarket Harun Square Lhokseumawe sebesar 70,5% dan sisanya yaitu 29,5% dari
loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
Uji Parsial (Uji-t) Untuk menguji pengaruh keragaman produk dan pelayanan terhadap loyalitas
konsumen secara parsial (masing-masing variabel) dapat dilihat dari hasil uji-t. Dimana
dapat diketahui besarnya nilai t-hitung untuk masing-masing variabel dengan tingkat
kepercayaan atau signifikansi sebesar α = 5%. Variabel pengaruh keragaman produk (X1)
mempunyai nilai t-hitung sebesar 5,565 sedangkan t-tabel sebesar 1,960, hasil perhitungan
ini menunjukkan bahwa t-hitung > t-tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000 atau
probabilitas jauh dibawah α = 5% Dengan demikian hasil perhitungan statistik
menunjukkan bahwa secara parsial variabel keragaman produk (X1) berpengaruh secara
signifikan terhadap loyalitas konsumen Supermarket Harun Square Lhokseumawe.
Variabel pelayanan (X2) mempunyai nilai t-hitung sebesar 4,986 sedangkan t-tabel
sebesar 1,960, hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa t-hitung > t-tabel dengan tingkat
signifikansi sebesar 0.002 atau probabilitas jauh dibawah α = 5% (0,05). Dengan demikian
hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel pelayanan (X2)
berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen Supermarket Harun Square
Lhokseumawe.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Variabel keragaman produk dan pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
loyalitas konsumen Supermarket Harun Square Lhokseumawe.
2. Derajat hubungan antara keragaman produk dan pelayanan terhap loyalitas konsumen
pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dapat diketahui dari harga korelasi
secara simultan atau R. Koefisien korelasi sebesar 0,840, berarti bahwa keeratan
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang tinggi sehingga model
persamaan regresi yang diperoleh untuk memprediksi loyalitas baik.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
115
3. Besarnya pengaruh keragaman produk dan pelayanan terhadap loyalitas konsumen
pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dapat diketahui dari harga R².
Berdasarkan hasil analisis diperoleh R² sebesar 0,705 yang menunjukkan bahwa
keragaman produk dan pelayanan berpengaruh terhadap loyalitas konsumen sebesar
70,5% dan sisanya yaitu 29,5% dari loyalitas konsumen dipengaruhi oleh faktor lain
yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
4. Pengujian hipotesis menunjukkan hasil bahwa secara simultas maupun parsial variabel
keragaman produk (X1) dan pelayanan (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap
loyalitas konsumen Supermarket Harun Square Lhokseumawe.
Saran-saran
1. Supermarket Harun Square Lhokseumawe hendaknya berusaha untuk senantiasa
meningkatkan keragaman produk terutama pada ketersediaan produk secara lengkap
baik dalam merek, ukuran, dan kualitas dan pelayananan yang diberikan kepada
konsumen terutama dalam keamanan dan kenyamanan serta peningkatan kecepatan
pramuniaga agar konsumen semakin puas dalam berbelanja.
2. Karyawan Supermarket Harun Square Lhokseumawe hendaknya selalu tanggap
dengan segala kebutuhan pengunjung serta lebih cepat dan tepat, baik dalam
memberikan bantuan yang dibutuhkan pengunjung khususnya untuk pengunjung-
pengunjung yang kesulitan dalam mencari produk yang diinginkan agar mereka
mendapatkan kepuasan atas jasa yang dibelinya dan akan kembali untuk melakukan
pembelian ulang.
3. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya untuk memperluas obyek penelitian, tidak hanya
variabel keragaman produk dan pelayanan tetapi juga variabel-variabel lainnya (seperti
harga, promosi, fasilitas, dan lain-lain) sehingga diperoleh informasi yang lebih
lengkap tentang faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen pada
supermarket.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. (2000). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka cipta.
Jakarta.
Assaury (1990). Manajemen Pemasaran. Liberti, Yogyakarta.
Barner, G. James. (2001). Secret Of Customer Relationship Management : Rahasia
Manajemen Hubungan Pelanggan. Bumi Aksara. Yogyakarta.
Edi, N Prastyo. (2007). Pengaruh Keragaman Produk dan Pelayanan terhadap Loyalitas
Konsumen pada Swalayan Assgros Sartika Gemolong di Kabupaten Sragen, Thesis
pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, tidak dipublikasikan.
Engel, James F dan Blacwell, Roger D dan Miniard, Paul W. (1994) Consumer Behavior.
Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Griffin, Jill. (2002). Customer Loyalty. Erlangga. Jakarta.
Kotler, P dan Amstrong, (1992). Dasar-dasar Pemasaran, Jilid I, Penerbit Prenhalindo,
Jakarta.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
116
_____________, (1997). Dasar-dasar Pemasaran, Jilid II, Penerbit Prenhalindo, Jakarta.
_____________, (2001) Prinsip-Prinsip Pemasaran. penerbit Erlangga, Jakarta.
Kotler, Philip. (1993) Manajemen Pemasaran. Penerbit Erlangga, Jakarta.
_____________. (1999). Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi
dan Pengendalian. Jilid I, Edisi keenam penerbit Erlangga, Jakarta.
Lovelock (1992) Service Marketing:Text, Cases and Reading, Prentice Hall, engle wod
clift, Penerbit Prenhalindo, Jakarta.
Lupiyoadi, Rambat. (2001). Manajemen Pemasaran Jasa. Salemba Empat. Jakarta.
Lytle, Jhon F. (1996). Cara Jitu Memuaskan Pelanggan (What Do Your Customers Really
Wants) Terjemahan Agus Sharno. Abdi Tandur. Jakarta
McCarthy, D. Perreault, Jr, (1994). Basic Marketing , Irwin 1984 eight edition homewood
Ilionis 60430.
Mursyid (1997) Manajemen Pemasaran dan Analisa Perilaku Konsumen, Penerbit Rineka
Cipta, Bandung.
Payne, Adrian (2000), The Essence Of Service Marketing
Shadily dan M. Echols., (1995). Manajemen Pemasaran, Jilid Satu. Edisi Ketujuh,
Binarupa Aksara, Jakarta
Stanton, William J. (1985) Prinsip Pemasaran. Erlangga Jakarta.
Swastha, Basu dan Irawan. (2002). Manajemen Pemasaran Modern. Liberty. Yogyakarta.
Swastha, Basu dan T Hani Handoko. (1997). Manajemen Pemasaran: Analisis Perilaku
Konsumen. BPFE. Yogyakarta.
_____________. (1992) Manajemen Pemasaran Analisa Prilaku Konsumen BPFE,
Yogyakarta.
_____________. (1997). Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen. Liberti,
Yogyakarta.
Tjiptono, Fandy. (1997). Strategi Pemasaran. Edisi II. Andi Offset. Yogyakarta.
_____________. (2000). Strategi Pemasaran. Andi Offset. Yogyakarta.
_____________. (2005). Pemasaran Jasa. Bayu Media. Malang.
Winardi (1991). Marketing dan Perilaku Konsumen. CV. Mandar Maju, Bandung.
_____________. (1996). Aspek – Aspek Manajemen Pemasaran. Mandar Maju. Bandung.
Zethaml, Valerie.A, Marry Jo, Bitner (1996) Service Marketing, The MC Grow Hill
Companies, Penerbit Salemba Empat. Jakarta
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
117
PENGARUH RASIO FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP RETURN ON
EQUITY (ROE) PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK
INDONESIA
Iswadi
Abstract: This study examines the effect of financial leverage ratio on return on equity in
manufacturing Company in Indonesian Stock Exchange. The data used are secondary data
in the form of financial statements in 2003-2006 for companies listed on the Indonesian
Stock Exchange. To test the hypothesis the author using SPSS (Statistical Package For
Social Science). Independent variable is a debt to ratio and debt to equity ratio and return
on equity dependent variables. Results of analysis of data obtained by the coefficient of
determination of 0.377 (37.7%). This reflects that the dependent variable can be explained
by changes in the independent variable is the debt ratio and debt to equity ratio, while
62.3% explained by other causes of times interest earned ratio. While the correlation
coefficient (R) of 0.614 (61.4%) which means that the independent variables had significant
associations with the dependent variable.
Keywords : debt ratio, debt to equity ratio dan return on equity
___________________________________________________________________
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
118
Iswadi, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
PENDAHULUAN
Perusahaan yang mampu bertahan adalah perusahaan yang bisa bersaing dan
mempertahankan kinerja perusahaannya. Kinerja perusahaan dapat diukur antara lain dari
kemampuan manajemen dalam mengelola sumber dana yang bersumber dari hutang
(leverage) dan modal. Perusahaan tidak mampu beroperasi jika modal sendiri yang dimiliki
sedikit, karena kegiatan perusahaan semakin berkembang yang memerlukan modal dalam
jumlah yang cukup besar, sehingga diharuskan untuk meminjam modal dari luar berupa
hutang yang sering disebut financial leverage.
Sumber-sumber dana tersebut harus dapat dikelola dengan baik sehingga dapat
ditentukan kombinasi pembelanjaan yang terbaik bagi perusahaan dalam rangka
peningkatan Return On equity (ROE) yang tinggi. Pengelolaan sumber dana jangka
panjang dan modal sendiri yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan diharapkan
dapat meningkatkan keuntungan. Dengan pengelolaan sumber dana yang baik akan
memberikan kepercayaan bagi investor untuk menginvestasikan dananya kepada
perusahaan.
Perusahaan manufaktur pada umunya masalah Return On Equity adalah lebih penting
daripada masalah laba. Laba yang besar belum menjadi tolak ukur bahwa perusahaan itu
telah dapat bekerja dengan efisien. ROE dapat dihitung dengan membandingkan laba yang
diperoleh itu dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut atau dengan
kata lain ialah menghitung rentabilitasnya. Perusahaan dalam menggunakan sumber
modalnya sebagian besar berasal dari saham yang disebut dengan modal saham. Modal
tersebut merupakan modal sendiri (equity) yang pembiayaan berasal dari luar (eksternal)
perusahaan. Di samping modal saham juga pembiayaan perusahaan berasal dari modal
pinjaman khususnya dalam bentuk pinjaman jangka panjang. Dengan demikian semua
perusahaan bisa dipastikan dalam membiayai operasionalnya juga sebagian besar berasal
dari modal pinjaman, khususnya dalam bentuk pinjaman jangka panjang, dengan demikian
timbullah financial leverage tidak terkecuali pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Jakarta.
Financial Leverage merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
menganalisa kinerja perusahaan dalam kaitannya dengan siklus bisnis, Financial Leverage
dapat menjelaskan bagaimana penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan
harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban
tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham,
dengan demikian alasan yang kuat untuk menggunakan dana dengan beban tetap adalah
untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham.
Keberhasilan perusahaan dalam menjalankan operasionalnya dapat dilihat dari
keuntungan yang diperoleh dimana salah satu pengukuran kinerja keuangan adalah
Financial Leverage dan Return on Equity (ROE). Rasio Financial Leverage digunakan
untuk mengukur seberapa banyak dana yang disupply oleh pemilik perusahaan dalam
proporsinya dengan dana yang diperoleh dari kreditur. Pengukuran Financial Leverage ini
didasarkan pada rasio yang digunakan perusahaan yaitu Debt to Ratio, Debt to Equity
Ratio, Time Interest Earned Ratio dan Fixed Charge Coverage. Pengukuran tingkat hutang
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
119
biasanya menggunakan Debt to Ratio dan Debt to Equity Ratio, semakin tinggi rasio-rasio
ini semakin besar jumlah hutang yang digunakan dalam operasi perusahaan dan semakin
lama perusahaan tersebut mengembalikan modal yang ditanamkan (Return on Equity).
Sedangkan pengukuran kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban
tetap yang timbul dari penggunaan modal pinjaman ataupun kewajiban financial lainnya
seperti pembayaran lease atau sewa dan dividen saham preferen, dapat digunakan
perhitungan Time Interest Earned Ratio dan Fixed Charge Coverage. Semakin tinggi rasio-
rasio ini maka semakin baik keadaan atau kemampuan suatu perusahaan dalam
pengembalian atas Return on Equtiy.
Debt Ratio adalah rasio leverage yang dihitung dengan membagi total hutang dengan
total asset. Rasio ini menunjukkan seberapa banyak aset yang dibiayai oleh hutang. Hutang
bisa berarti buruk bisa juga berarti bagus selama ekonomi sulit dan suku bunga tinggi,
perusahaan yang memiliki debt rasio yang tinggi dapat mengalami masalah Keuangan,
sebaliknya juga selama ekonomi baik dan suku bunga renndah hutang dapat meningkatkan
keuntungan.
Debt to Equity Ratio (DER) dipergunakan untuk mengukur tingkat penggunaan
hutang terhadap modal sendiri (equitas) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi DER
menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar
sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak
pemegang saham (dalam bentuk deviden). Tingginya DER akan mempengaruhi minat
investor terhadap saham perusahaan tertentu, karena investor pasti lebih tertarik pada
perusahaan yang tidak menanggung terlalu banyaj hutang.
Penggunaan kedua variabel tersebut Debt to rasio dan Debt to equity rasio
disebabkan kedua variabel tersebut menggunakan total hutang sebagai alat ukur. Dimana
rasio Financial Leverage adalah kemampuan perusahaan menggunakan biaya financial
tetap untuk memperbesar pengaruh dan perubahan EBIT terhadap laba bersih atau
pendapatan per lembar saham biasa (EPS).
Rasio ROE untuk mengukur tingkat pengembalian pada ekuitas (Return on Equity).
ROE adalah sebuah ukuran dari besarnya jumlah laba dari sebuah perusahaan yang
dihasilkan dalam 1 tahun terakhir dibandingkan dengan nilai ekuitasnya. Tidak seperti yang
lain, satuan dari ROE ini adalah persentase. ROE juga memberikan gambaran tentang
besarnya keuntungan yang dapat dihasilkan dari penanaman modal sendiri. Berdasarkan
latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut berapa besar pengaruh debt to rasio dan debt to equity rasio terhadap return
on equity?
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Pengertian Leverage Istilah Leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan penggunaan assets
dan sumber dana (sources of funds) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (Fixed
Cost) dengan maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Dengan
memperbesar tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa tingkat ketidakpastian
(uncertainty) dari return yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tetapi pada saat
yang sama hal tersebut juga akan memperbesar jumlah return yang akan diperoleh. Tingkat
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
120
leverage ini bisa saja berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan
lainnya, atau dari satu periode ke periode lainnya di dalam satu perusahaan, dengan
demikian semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi resiko yang dihadapi serta
semakin besar tingkat return atau penghasilan yang diharapkan.
Menurut Syamsuddin (1999:89) “Leverage merupakan kemampuan perusahaan
untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets of
funds) dalam memperbesar tingkat penghasilan (revenue) bagi pemilik perusahaan”.
Menurut Kartadinata (1993:89) “leverage adalah suatu alat atau sarana untuk sesuatu
dengan sesuatu tujuan”, sedangkan menurut Riyanto (2001:48) “leverage adalah
perbandingan rasio jumlah hutang dengan total aktiva”.
Sementara Weston (1997:503) menyatakan “leverage merupakan total hutang
terhadap jumlah aktiva atau total hutang terhadap modal sendiri”, dalam hal ini leverage
menunjukkan sampai seberapa besar hutang dengan modal sendiri. Sedangkan menurut
Horne dan Wachowict (1998:440) “leverage merupakan penggunaan biaya tetap dalam
meningkatkan keuntungan”. Sedang menurut Harahap (2002:306) “leverage
menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun asset”.
Dalam hal ini leverage menunjukkan seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang atau
pihak luar dngan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity). Dari
pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa salah satu penyebab meningkatnya
keuntungan (profit) melalui biaya tetap.
Menurut Muslich (2003:21) ada tiga macam leverage sebagai berikut :
1. Operating leverage, yaitu kemampuan perusahaan dalam menggunakan biaya operasi
tetap (fixed operating cost) untuk memperbesar pengaruh dari perubahan penjualan
pendapatan sebelum dikurangi dengan bunga dan pajak (EBIT).
2. Financial leverage, yaitu kemampuan perusahaan menggunakan biaya financial tetap
(fixed financial cost) untuk memperbesar pengaruh dan perubahan EBIT terhadap
laba bersih atau pendapatan per lembar saham biasa (EPS).
3. Total Leverage, yaitu kemampuan perusahaan dalam menggunakan fixed cost baik
operating maupun financial cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan
penjualan terhadap laba bersih atau tingkat EPS.
Pengertian Financial Leverage
Financial Leverage timbul karena adanya kewajiban-kewajiban finansial yang
sifatnya tetap (fixed financial charges) yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
Kewajiban-kewajiban finansial yang tetap ini tidaklah berubah dengan adanya perubahan
tingkat EBIT dan harus dibayar tanpa melihat sebesar apapun tingkat EBIT yang dicapai
oleh perusahaan.
Ada dua kewajiban finansial yang sifatnya tetap yaitu bunga atas hutang dan
deviden untuk saham preferen. Financial leverage berkenaan dengan perubahan EBIT
dalam hubungannya dengan pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham biasa (earning
available for common stockholder) yang diasumsikan bahwa deviden untuk pemegang
saham preferen selalu dibayar dalam setiap periode karena tujuan utama dari financial
leverage adalah untuk mengetahui berapa jumlah uang yang sesungguhnya tersedia bagi
pemegang saham biasa setelah bunga dan deviden untuk tingkat kepekaan return untuk
setiap saham (EPS) karena perubahan dari pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
121
Menurut Husnan (2000:319) “leverage financial menyangkut penggunaan dana
yang diperoleh pada biaya tetap tertentu dengan harapan bisa meningkatkan bagian pemilik
modal sendiri”. Sedangkan menurut definisi yang dikemukan oleh Syamsuddin (1992:109)
“financial leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajiban-
kewajiban financial yang sifatnya tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan
pendapatan per lembar saham biasa”. Menurut Horne dan Wachowicz (1998:440)
“pengungkit keuangan adalah penggunaan pendanaan biaya tetap perusahaan”.
Pengukuran Financial Leverage
Pengukuran Financial Leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang
untuk membiayai investasinya. Menurut Sartono (2001:121) financial leverage dapat
diukur dengan mempergunakan formula sebagai berikut :
AktivaTotal
gHuTotalratiotoDebt
tan=
Hasil dari rasio menunjukkan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan di biayai
oleh hutang, semakin tinggi rasio ini maka semakin besar risiko yang dihadapi oleh
perusahaan dan investor juga akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi.
sendirialTotal
gHuTotalratioequitytoDebt
mod
tan=
Debt to Equity Rasio digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan hutang
terhadap equitas yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi Debt to Equity rasio
menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar
sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak
pemegang saham (dalam bentuk deviden). Tingginya Debt to Equity rasio akan
mempengaruhi minat investor terhadap saham perusahaan tertentu, karena investor lebih
tertarik pada perusahaan yang tidak menanggung terlalu banyak beban hutang.
bungabeban
pajakdanbungasebelumlabaratioearnederestTime =int
Time interest earned ratio adalah rasio antar laba sebelum bunga dan pajak (EBIT)
dengan beban bunga. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban
tetapnya berupa bunga, atau mengukur seberapa jauh laba dapat berkurang tanpa
perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena tidak mampu membayar bunga.
sewapembayaranbunga
pajakdanbungasebelumlabaratioearnederestTime
+=int
Fixed cahrge coverage ratio, mengukur berapa besar kemampuan perusahaan untuk
menutupi beban tetapnya termasuk pembayaran deviden saham preferen, bunga, angsuran
pinjaman dan sewa. Karena tidak jarang perusahaan menyewa aktivanya dari perusahaan
leasing dan harus membayar angsuran tertentu.
Pengukuran Return on Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income)
yang tersedia bagi pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang
sahan preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Secara umum
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
122
tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan
pemilik perusahaan. Dalam perhitungannya secara umum Return On Equity (ROE)
dihasilkan dari pembagian laba dengan equitas selama setahun terakhir.
Secara umum Return On Equity (ROE) menurut Gitosudarmo (2001:233) dapat
dianalisis dengan menggunakan formula sebagai berikut :
SendiriModalhJumla
TaxeAfterEarningsROE
&=
Laba yang diperhitungkan untuk menghitung Return On Equity (ROE) adalah laba
usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan atau income tax.
Sedangkan modal yang diperhitungkan hanyalah modal sendiri yang bekerja didalam
perusahaan (Riyanto, 1995:44)
Sedangkan menurut Riyanto (2001:129) Return On Equity (ROE) dapat dirumuskan
sebagai berikut :
SendiriModalhJumla
pajaksesudahnetoKeuntunganROE
&=
Gie (1999:185) menyatakan bahwa seandainya rentabilitas seluruh perusahaan lebih
rendah dari tingkat bunga modal pinjaman, adanya modal pinjaman di perusahaan
merupakan kerugian. Ini jelas bahwa penggunaan modal pinjaman akan
menaikkan/menurunkan Return On Equity kalau rentabilitas dari modal seluruhnya lebih
tinggi/lebih rendah dari pada tingkat bunga modal pinajaman.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Return On Equity (ROE)
Menurut Weston dan Copeland (1998:281). Hasil pengembalian atas modal ( Return
on Equity) melibatkan tiga faktor pokok yaitu perputaran, margin dan leverage
Perputaran Aktiva x Margin Terhadap Penjualan x Leverage Keuangan
= Hasil Pengembalian atas Modal (ROE)
Menurut Hinggins (1996:41), Return On Equity (ROE) di pengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
1. Margin keuntungan (profit margin), mengikhtisarkan kinerja perhitungan rugi laba
yang di peroleh dari perbandingan antara laba dengan total penjualan. Perbandingan
tersebut sangat penting karena mencerminkan strategi penetapan harga jual yang di
tetapkan perusahaan dan kemampuannya untuk mengendalikan beban usaha.
2. Perputaran aktiva (assets turnover), menggambarkan penjualan yang dicapai oleh tiap
dollar aktiva, rasio perputaran aktiva ini memusatkan perhatian kepada sisi kiri neraca
dan menunjukkan efisiensi penggunaan aktiva perusahaan oleh manajemen.
3. Struktur Modal (Financial Leverage) menggambarkan perbandingan penggunaan
hutang jangka panjang dengan modal sendiri untuk pembelanjaan pasif perusahaan.
Return on Equity memiliki keterkaitan antara faktor-faktor yang mempengaruhinya,
karena pada dasarnya return on equity merupakan hasil perkalian antara profit margin,
assets turnover dan financial leverage.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
123
Hubungan Antara Rasio Financial Leverage dengan Return on Equity Menurut Riyanto (1995:51) pengaruh rasio hutang terhadap Return on Equity (ROE)
dapat bersifat positif, dapat negatif ataupun dapat tidak mempunyai pengaruh sama sekali.
Pengaruh positif artinya makin besar rasio ini mengakibatkan makin besarnya return on
equity. Hal ini akan terjadi kalau rentabilitas ekonomi lebih besar daripada tingkat bunga.
Pengaruh negative terjadi dalam keadaan ekonomi yang sebaliknya yaitu dalam keadaan
rentabilitas modal sendiri. Hal ini akan terjadi kalau rentabilitas ekonomi lebih kecil
daripada tingkat bunga. Tidak berpengaruh sama sekali apabila rentabilitas ekonomi sama
besarnya dengan tingkat bunga pinjaman.
Penggunaan hutang (leverage) mempunyai keuntungan dan kelemahan di mana
perusahaan yang menggunakan hutang yang lebih besar akan semakin menguntungkan
pemegang saham. Tetapi juga akan menurunkan return on equity tetapi jika ROA membaik
perusahaan bisa memperoleh return on equity yang besar. Perusahaan yang
mempergunakan leverage secara maksimal dapat memperoleh manfaat jika bunga yang
dipinjam dengan bunga tertentu dapat digunakan untuk memperoleh tingkat keuntungan
yang lebih tinggi daripada bunga pinjamannya. Sebab perusahaan yang mampu berinvestasi
dengan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi daripada bunga yang berlaku, akan
memperoleh manfaat besar jika “menukar modal sendiri” (trade on equity), artinya
membuat pinjaman sebanyak mungkin berdasarkan perhitungan yang hati-hati, kemudian
menumbuhkan modal sendiri menjadi besar karena tingkat keuntungannya yang lebih tinggi
daripada bunga yang harus dibayar.
Hipotesis
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka penulis cenderung mengemukakan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ho : Diduga Debt to ratio dan Debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap Return On
Equity (ROE) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Ha : Diduga Debt to ratio dan Debt to equity ratio berpengaruh terhadap Return On Equity
(ROE) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
METODE PENELITIAN
Objek dan Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membahas tentang Analisis Pengaruh Rasio Financial
Leverage Terhadap Return on Equity pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
yang beralamat di Jln. Jend. Sudirman Kav. 52-53, telepon (021) 5150515 Jakarta 12190.
dalam hal ini penulis membatasi objek pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia.
Populasi
Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam
suatu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus.
Populasi yang akan diteliti harus didefinisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
124
(Santoso dan Tjiptono, 2002, 79). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang Go Publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, dengan laporan
keuangan tahunan 2003,2004,2005 dan 2006, yang dimuat dalam Indonesia Capital Market
Directory 2003 dan laporan keuangan perusahaan tahun 2006. Emiten yang terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia hingga Desember 2006 berjumlah 386 perusahaan, yang
termasuk dalam industry manufaktur berjumlah 156 perusahaan yang terdiri dari 3 sektor
yaitu:
• Basic Industri And Chemical (Industri Dasar & Kimia)
• Micelleneous Industry (Aneka Industri)
• Consumer Goods (Industri Barang Konsumsi)
Sampel
Sampel adalah semacam miniature (mikrokosmos) dari populasinya (Santoso dan
Tjiptono, 2002, 80). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu sektor, yaitu
sektor manufaktur dikarenakan untuk menghindari perbedaan karakteristik antara
perusahaan manufaktur dan non manufaktur. Pemilihan sampel dalam penelitian ini
menggunakan purposive sampling yaitu metode yang dilakukan dengan pengambilan
sampel dengan sudah ada tujuannya dan sudah tersedia rencana sebelumnya. Biasanya
sudah ada predefinisi terhadap kelompok-kelompok dan kekhususan khas yang dicari.
Adapun kriteria-kriteria dalam pemilihan sampel dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Laporan Keuangan perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel dapat diakses di
internet melalui situs www.jsx.co.id
2. Perusahaan telah mempublikasikan laporan Keuangan per 31 Maret 2006 dan telah
diaudit.
3. Perusahaan manufaktur yang memperoleh laba dan tidak merugi pada tahun
berjalan.
Dari kriteria-kriteria di atas, maka didapat jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak
32 perusahaan (lihat lampiran 1), seperti tampak pada tabel berikut.
Tabel 1. Seleksi Sampel
No Kriteria Sampel Jumlah
1 Kriteria 1 156 perusahaan
2 Kriteria 2 61 perusahaan
3 Kriteria 3 32 perusahaan
Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan
perusahaan tahun 2003, 2004, 2005, 2006 untuk perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002 :47 ), data sekunder yaitu
sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara yaitu dengan mengakses internet di situs www.jsx.co.id serta mempelajari
sumber-sumber terbitan, keputusan-keputusan dimana bahan-bahan penelitian ini dapat
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
125
juga diperoleh dari buku-buku, majalah, tabloid dan literature lainnya yang berhubungan
dengan objek penelitian.
Definisi Operasional Variabel.
Operasional Variabel yang digunakan didalam penelitian ini adalah:
1. ROE (Y) adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau keuntungan
dari seluruh modal yang dimilikinya. Rentabilitas dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur persentase rentabilitas.
SendiriModalhJumla
pajaksesudahnetoKeuntunganROE
&=
Debt to Rasio (X1) adalah kemampuan perusahaan untuk mengukur berapa besar
aktiva yang dimiliki dibiayai oleh hutang.
AktivaTotal
gHuTotalratiotoDebt
tan=
2. Debt to Equity Rasio (X2) adalah kemampuan perusahaan untuk menggunakan
hutang dan modal sendiri dalam pendanaan perusahaan untuk memenuhi seluruh
kewajibannya. Financial Leverage dapat diukur dengan menggunakan rumus :
sendirialTotal
gHuTotalratioequitytoDebt
mod
tan=
Metode Analisis Data
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik ini dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi yang
dipergunakan memenuhi asumsi regresi linear klasik. Hal ini penting dilakukan agar
diperoleh parameter yang valid dan andal. Uji diagnostik terdiri dari :
a. Uji Normalitas, uji ini dilakukan untuk mengetahui normalitas variabel penganggu
(residual). Regresi linear normal klasik mengasumsikan bahwa tiap ± (residual)
didistribusikan secara normal. Untuk 2 variabel yang didistribusikan secara normal, µ
dan µ tidak hanya tidak berkorelasi tetapi juga didistribusikan secara independent
(Gujarati, 1999 : 166). Residual variabel yang terdistribusi normal akan terletak
disekitar garis horizontal (tidak terpencar jauh dari garis diagonal).
b. Uji Multikolinearitas, Multikolinearitas yaitu adanya hubungan yang kuat antara
variabel-variabel independent dalam persamaan regresi. Adanya multikolinearitas
dalam model persamaan regresi yang digunakan akan mengakibatkan ketidakpastian
estimasi, sehingga mengarahkan kesimpulan untuk menerima hipotesis nol. Hal ini
menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak signifikan dan standar deviasi sangat
sensitive terhadap perubahan data (Gujarati, 1999). Dengan demikian, variabel-
variabel yang mempunyai indikasi kuat terhadap pelanggaran asumsi klasik akan
dikeluarkan dari model penelitian. Untuk mendeteksi apakah antara variabel-variabel
independent yang digunakan mempunyai kolinearitas yang tinggi atau tidak digunakan
variance inflation factor (VIP) dan tolerance. Batas nilai tolerance adalah 0,10 dan
batas VIP adalah 10,00, jika nila tolerance < 0,10 atau nilai VIP > 10,00 maka terjadi
multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
126
Autokorelasi yaitu adanya hubungan antara kesalahan-kesalahan yang muncul pada
data runtun waktu (time series). Apabila terjadi gejala autokorelasi maka estimator
least square masih tidak bias, tetapi menjadi tidak efisien. Dengan demikian koefisien
estimasi yang diperoleh menjadi tidak akurat (Gujarati, 1999). Pengujian autokorelasi
dapat dilakukan dengan menghitung nilai Durbin Watson (d) dengan membandingkan
nilai d terhadap dl dan du. Setelah menghitung nilai d statistic selanjutnya
dibandingkan dengan nilai d dari tabel dengan tingkat signifikan 5%. Bila dihitung
berada diantara :
• d < du berarti ada korelasi
• d > du berarti tidak autokorelasi
• d diantara dl dan du, berarti tidak bisa dipastikan (meragukan)
• d hitung berada diantara interval nilai du dan 4-du, maka tidak terjadi
autokorelasi
• d hitung berada di luar interval nilai du dan 4-du, maka terjadi autokorelasi.
Model Analisis Data
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan alat analisis regresi linear
berganda dengan persamanaan :
Y = a + b1 x1 + b2 x2 + ε
Di mana :
Y = Return on Equity (ROE)
a = Konstanta
b = Parameter yang dicari
X1 = Debt to rasio
X2 = Debt to equity rasio
ε = Error term
Pengujian hipotesis dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Pengujian secara simultan
Untuk menguji pengaruh rasio financial terhadap return on equity secara simultan dapat
dilakukan dengan membandingkan Fhitung dengan Ftabel. Jika hasil penelitian dan
pengolahan data dijumpai nilai Fhitung > Ftabel dengan tingkat signifikansi 5% maka
Ha diterima. Artinya financial laverage (debt to ratio dan debt to equity ratio) secara
simultan berpengaruh terhadap ROE. Sebaliknya jika Fhitung < Ftabel dengan tingkat
signifikansi 5% maka penelitian ini harus menerima Ho dan menolak Ha. Artinya debt to
ratio dan debt to equity ratio secara simultan tidak berpengaruh terhadap ROE.
2. Pengujian secara parsial
Untuk menguji pengaruh rasio financial terhadap return on equity secara parsial dapat
dilakukan dengan membandingkan Thitung dengan Ttabel. Jika hasil penelitian dan
pengolahan data dijumpai nilai Thitung > Ttabel maka Ha diterima. Artinya debt to ratio
dan debt to equity ratio secara parsial berpengaruh terhadap ROE. Sebaliknya jika
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
127
Thitung < Ttabel maka penelitian ini harus menerima Ho dan menolak Ha. Artinya debt
to ratio dan debt to equity ratio secara parsial tidak berpengaruh terhadap ROE
HASIL PENELITIAN
Perkembangan Financial Leverage Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Berdasarkan data perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta,
selama 4 (empat) tahun dapat diketahui bahwa perkembangan Financial Leverage
perusahaan manufaktur berfluktuatif, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 2: Debt to Ratio 32 Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (2003– 2006) Debt to Ratio No Kode
2003 2004 2005 2006
Miscellaneous Industry (Aneka Industri)
1 ACAP 2.944170269 2.307101997 1.657247283 2.01760429
2 AUTO 2.454062181 1.520285732 1.411429911 0.42601071
3 BATA 1.261364379 1.24204832 0.748429262 0.334781759
4 BRAM 2.505090809 1.143645182 1.235987704 0.58444606
5 GDYR 5.463959472 4.189591576 0.573514528 0.350933005
6 KOMI 1.055437886 1.06691444 1.261198102 0.175566997
7 PBRX 1.245445395 1.898964111 2.428689348 0.669017805
8 PRAS 3.97599654 6.443033263 0.690519933 0.71484683
9 SMSM 1.297817524 1.602921715 1.383605268 0.472818387
Consumer Goods (Industri Barang Konsumsi)
10 AQUA 1.446377772 1.501096475 0.484573552 0.471773758
11 DLTA 2.314955454 2.591967894 0.949144218 0.223550046
12 DNKS 1.173322875 1.033698901 1.006524901 0.451439528
13 GGRM 1.133982108 1.665922266 1.52074408 0.40830349
14 HMSP 2.144436642 1.998169821 1.392249461 0.552302609
15 INDF 1.225447717 1.488269735 0.732580847 0.728377619
16 KLBF 1.04220172 0.756929248 0.661427392 0.595873947
17 MERK 1.199766643 3.615569591 1.202153445 0.23168421
18 MLBI 4.395438988 4.61456289 0.444524269 0.526544267
19 MRAT 3.884280074 0.176265783 1.60928683 0.159003338
20 MYOR 1.281117551 1.192754464 1.15226159 0.321247007
21 SHDA 1.401868349 0.959873653 1.020275182 0.160963783
22 TCID 2.592776538 2.675609001 0.378285326 0.158003185
23 TSPC 6.847270212 0.766823765 1.227641459 0.200369717
24 ULTJ 2.023253287 1.465846032 0.499750321 0.377085774
25 UNVR 2.108043736 0.993612892 0.386566249 0.373125977
Basic Industry and Chemical (Industri Dasar dan Kimia)
26 EKAD 5.245152906 1.024444927 1.825523082 0.15143637
27 INCI 1.36961646 0.764459974 0.379352578 0.147251213
28 JPRS 2.471003856 1.254100265 1.246948885 0.46965137
29 LION 1.34215371 1.050748325 0.98641057 0.178541842
30 LMSH 1.769993006 1.824946237 0.750569414 0.317192058
31 SMGR 1.529310291 0.528529234 0.491763645 0.448788156
32 UNIC 1.603008026 0.558178198 1.591744683 0.644614455
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
128
Tabel 3: Debt to Equity Ratio oleh 32 Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (2003– 2006)
Debt to Equity Ratio No Kode
2003 2004 2005 2006
Miscellaneous Industry (Aneka Industri)
1 ACAP 2.2647328 1.88617159 1.986519698 2.53142222
2 AUTO 2.09601765 2.08617485 1.475337468 1.457237468
3 BATA 1.27823158 2.07261916 2.359598129 1.648457987
4 BRAM 1.32893613 1.02307175 0.955812926 0.984333319
5 GDYR 2.82674141 0.42658181 4.545431884 1.239642847
6 KOMI 1.12300798 1.20255633 0.946293519 1.179127033
7 PBRX 4.21407282 1.36972209 1.881197061 1.8233835
8 PRAS 4.43288576 4.83777007 0.917097315 0.906302597
9 SMSM 1.01447937 1.2510354 1.330101665 0.896879509
Consumer Goods (Industri Barang Konsumsi)
10 AQUA 2.07926647 2.34950824 0.940141032 0.893128209
11 DLTA 12.8154715 0.62269173 1.181990635 0.570897889
12 DNKS 10.7565023 11.4617035 0.84178438 1.169889208
13 GGRM 1.86015795 0.90043988 0.580448717 1.510814026
14 HMSP 3.1980677 0.88757469 0.411642724 0.902665127
15 INDF 3.56300671 0.90545399 1.02957894 1.271824924
16 KLBF 4.78562499 0.86875583 0.747242265 2.540754225
17 MERK 1.06064439 0.82478581 0.882901296 1.600068489
18 MLBI 7.62471833 7.7475516 0.800258669 0.960827924
19 MRAT 2.19226361 0.63037459 1.475633867 0.996812261
20 MYOR 1.43017798 0.79280574 0.597233256 1.048504056
21 SHDA 1.20110928 1.10798542 0.965914126 0.191843665
22 TCID 3.37048127 0.83215738 1.016559933 1.193362255
23 TSPC 1.09661865 0.27603991 0.889655197 0.834572832
24 ULTJ 0.91504572 1.88752491 0.999001784 1.840020005
25 UNVR 1.13055615 0.5803224 0.630167885 0.595216843
Basic Industry and Chemical (Industri Dasar dan Kimia)
26 EKAD 0.92828019 0.61602986 1.025101584 0.365263592
27 INCI 0.87348681 1.62588584 0.85646349 0.172678302
28 JPRS 2.74791824 1.91972885 2.411099893 0.885552152
29 LION 0.16732273 0.14556473 1.17067724 1.876950685
30 LMSH 7.31874721 9.87423894 0.227696645 1.348595663
31 SMGR 0.82282671 0.81536592 0.967588487 1.633776951
32 UNIC 1.04557056 0.86163853 0.938085984 0.978664073
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
129
Tabel 4: Return on Equity 32 Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (2003– 2006)
Return on Equity No Kode
2003 2004 2005 2006
Miscellaneous Industry (Aneka Industri)
1 ACAP 2.1832853 1.6855542 0.1135274 0.17695245
2 AUTO 1.1522311 1.2008295 0.1727604 0.15956794
3 BATA 1.752253 1.0959972 0.2267904 0.20076669
4 BRAM 1.6186872 0.8713702 0.116359 0.05968634
5 GDYR 1.9778738 0.608136 0.0614906 0.08733977
6 KOMI 1.1817082 1.5683474 0.0683386 0.15265214
7 PBRX 1.1146708 1.6520313 0.0792701 0.10680298
8 PRAS 2.5978865 4.4989593 0.104572 0.09592513
9 SMSM 1.6750356 1.7299396 0.1340462 0.16718577
Consumer Goods (Industri Barang Konsumsi)
10 AQUA 0.8976419 0.7524285 0.2344861 0.25850677
11 DLTA 2.5115645 1.1686112 0.1175923 0.1095044
12 DNKS 2.9237282 0.6955553 0.3181576 0.33512654
13 GGRM 1.1084592 0.9358569 8.714E-05 7.6331E-05 14 HMSP 1.4310506 1.3403629 0.1379561 0.40989416
15 INDF 1.1641825 0.2191371 0.1474106 0.08882792
16 KLBF 1.506814 1.5654314 0.3895066 0.30539472
17 MERK 1.2267096 1.2558649 0.317111 0.3716269
18 MLBI 11.009097 0.6540262 0.3362766 0.32642262
19 MRAT 1.7521203 1.5841666 0.0468242 0.05311253
20 MYOR 1.1651164 1.2372389 0.1051953 0.09790891
21 SHDA 0.91891 1.2862685 0.225749 0.17767666
22 TCID 1.309348 2.4981246 0.1813979 0.20740758
23 TSPC 1.0364755 1.2618301 0.2071747 0.1894887
24 ULTJ 1.4411089 1.5576399 0.0133487 0.00545013
25 UNVR 1.1498959 0.4843421 0.6187605 0.63937616
Basic Industry and Chemical (Industri Dasar dan Kimia)
26 EKAD 5.0722342 0.5815641 0.0872129 0.0835291
27 INCI 3.7292711 0.8652346 0.0552362 0.07709704
28 JPRS 1.2548477 0.2345947 0.1776631 0.48003903
29 LION 1.1163678 0.1256643 0.1206504 0.19544263
30 LMSH 2.5550345 0.8961113 0.2081161 0.37169971
31 SMGR 1.3655895 1.4881696 0.1117378 0.14222383
32 UNIC 0.890361 0.6715149 0.0744554 0.15268285
Deskripsi Data Penelitian
Analisa dilakukan sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan. Data yang diuji
meliputi, laba bersih setelah pajak dan modal sendiri selama periode 2003, 2004, 2005 dan
2006. Data tersebut untuk melihat return on equity (ROE) sebagai variabel dependent (Y),
debt to ratio (X1) dilihat dari total hutang dan total aktiva perusahaan selama periode 2003,
2004, 2005 dan 2006 (variable independent), sedang untuk debt to equity ratio (X2) dilihat
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
130
dari proposi total hutang dan total modal sendiri selama periode pengamatan (variable
independent).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2003 sampai dengan 2006 yang berjumlah
32 perusahaan. Data dalam penelitian ini merupakan pooling data dengan periode waktu
2003 sampai dengan 2006 sehingga dari 32 sampel perusahaan diperoleh 128 pengamatan
(observasi) yaitu 32 perusahaan dikalikan dengan periode waktu 4 tahun pengamatan. Pada
tabel 4.4.di bawah ini dapat dilihat statistic deskriptif dari data penelitian:
Tabel 5. Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
128 .1472512 6.8472702 1.383117822 1.243504093
128 .1455647 12.81547 1.830363514 2.150000616
128 .0000763 11.00910 .887930613 1.267504442
128
Debt to Ratio
Debt to Equity
Return on Equity
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Berdasarkan table di atas dapat dilihat nilai terendah, tertinggi dan rata-rata dari
variabel yang diteliti dengan 128 observasi. Debt to ratio terendah 0,1472512 atau 14,725%
oleh perusahaan PT. Intan Wijaya Chamical Industry Tbk (INCI) yaitu pada tahun 2006,
tertinggi 6,8472702 atau 684,727% dimiliki oleh perusahaan PT. Tempo Scan Pacifik Tbk
(TSPC) pada tahun 2003 dan rata-rata debt to ratio adalah 1,3831178 atau 138.312%
dengan standar deviasi 1,243504093 atau 124,35%. Debt to equity ratio terendah 0,145564
atau 14,556 % dimiliki oleh perusahaan PT. Lion Metal Works Tbk (LION) pada tahun
2004, tertinggi 12, 81547 atau 1281,547% dimiliki oleh perusahaan PT. Delta Djakarta Tbk
(DLTA) pada tahun 2003 dan rata-rata Debt to equity ratio 1,830363514 atau 183,0364%
dengan standar deviasi 2,1500006 atau 215,00006%. Untuk return on equity terendah
0,0000763 atau 0,076% di miiki oleh perusahaan PT. Gudang Garam Tbk (GGRM) pada
tahun 2006, tertinggi 11,00910 atau 1100,91% dimiliki oleh perusahaan PT. Multi Bintang
Indonesia Tbk (MLBI) pada tahun 2003 dan rata-rata return on equity sebesar 0,887930613
atau 88,793% dengan standar deviasi 1,26754442 atau 126,7544%. Penelitian ini akan
membahas mengenai pengaruh debt to ratio dan debt to equity ratio terhadap return on
equity yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
(BEJ).
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Dengan menggunakan regresi linier berganda pada pembahasan analisa data, maka
dilakukan pengujian asumsi klasik terlebih dahulu. Uji asumsi klasik ini dilakukan untuk
mengetahui apakah model estimasi yang digunakan memenuhi asumsi regresi linier klasik.
Dimana dalam penelitian ini ada 3 jenis asumsi klasik yang digunakan yaitu:
a. Uji Normalitas Asumsi klasik yang pertama diuji adalah normalitas. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui normalitas variabel pengganggu (residual). Regresi linier normal klasik
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
131
mengasumsikan bahwa ± (residual) didistribusikan secara normal. Untuk 2 variabel yang
didistribusikan secara normal, µ dan µ tidak hanya tidak berkorelasi tetapi juga
didistribusikan secara independent (Gujarati, 1999 : 166). Residual variabel yang
terdistribusi normal akan terletak di sekitar garis horizontal (tidak terpencar jauh dari garis
diagonal). Berdasarkan dari gambar normal partial regresi plot di bawah ini menunjukkan
sebaran standarrized residul berada dalam kisaran garis diagonal, ini menandakan bahwa
data terdistribusi secara normal. Jadi persyaratan normalitas bisa dipenuhi.
Gambar 6. Uji Normalitas
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Return on Equity
Observed Cum Prob
1.00.75.50.250.00
Expecte
d C
um
Pro
b
1.00
.75
.50
.25
0.00
b. Pengujian Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan yang kuat antara beberapa variabel atau
semua variabel independen dalam model regresi. Untuk menguji ada tidaknya
multikolinearitas di antara variabel independen maka digunakan nilai Varian Inflating
Factor (VIF) dan nilai tolerance. Bila nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10 maka
terjadi multikolinearitas. Bila nilai tolerance > 0,10 atau nilai VIF < 10 maka
multikolinearitas ditolak.
Berdasarkan tabel di bawah ini nilai VIF untuk masing-masing variabel independen
sebesar 1,087 dengan nilai tolerance sebesar 0,920 ini menunjukkan bahwa tidak adanya
kolerasi yang cukup kuat antara sesama variabel independen. Dimana nilai VIF lebih kecil
dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,10 maka dapat disimpulkan tidak terdapat
multikolinearitas diantara variabel independen.
Tabel 7. Uji Multikolinearitas
Variabel Independen Tolerance VIF Keterangan
Debt to Ratio (X1) 0,920 1,087 Non multikolinearitas
Debt to Equity Ratio (X2) 0,920 1,087 Non multikolinearitas
Sumber: Data Primer, (diolah)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
132
c. Pengujian Autokolerasi Penjelasan buku Gujarati (1999:201) yaitu serangkaian observasi yang menurut
waktu (seperti dalam deretan waktu) atau ruang untuk mengetahui apakah autokolerasi
terdapat dalam kejadian tertentu yaitu dengan menggunakan test Durbin-Watson (DW).
Dasar pengambilan keputusan dalam uji autokolerasi adalah jika du < d < 4-du maka tidak
ada serial autokolerasi baik positif maupun negatif dari model regresi.
Tabel 8. Uji Autokorelasi
Model Summaryb
.614a .377 .367 1.0085098 .377 37.803 2 125 .000 1.810
M
o
d
el1
R
R
Square
Adjusted
R
Square
Std. Error
of the
Estimate
R
Square
Change
F
Change
df
1 df2
Sig. F
Change
Change Statistics
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), Debt to Ratio, Debt ro Equitya.
Dependent Variable: Return on Equityb.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada tingkat signifikan 5% nilai d (DW) untuk
128 observasi dari 2 variabel yang menjelaskan dan termasuk dalam intersep adalah du
(batas atas) = 1,66 dan 4-du adalah sebesar 2,34. Berdasarkan hasil pengujian pada tabel
4.7. menunjukkan d = 1,810 sehingga (1,66 < 1,810 < 2,34), dengan demikian tidak
terdapat autokolerasi positif dan negatif dalam model penelitian, yang berarti tidak terdapat
autokolerasi baik positif maupun negatif.
PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda
Dalam upaya mengetahui pengaruh debt to ratio (X1) dan debt to equity ratio (X2)
terhadap Return On Equity (Y), maka dapat digunakan regresi linier berganda.
Berdasarkan lampiran 3 pengaruh masing-masing variabel independent terhadap variabel
dependen secara terinci dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 9: Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
Nama Variabel B Standar
Error
Thitung Ttabel Sig
Konstanta (a) -0,080 0,143 -0,558 1,9787 0,578
Debt to Ratio (X1) 0,499 0,075 6,657 1,9787 0,000
Debt to Equity Ratio (X2) 0,151 0,043 3,483 1,9787 0,001
Koefisien Kolerasi (R) 0,614a
Koefisien Determinasi
(R2)/R square
0,377
Adjusted (R2) 0,367
F hitung 37,803
F tabel 3,067
Sig 0,000a
a. Predictor : (constant): Debt to
Ratio, Debt to Equity
b. Dependent variable: ROE
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
133
Dari hasil perhitungan statistik dengan menggunakan bantuan program SPSS
(statistical package for social sciences) seperti terlihat pada tabel di atas, maka diperoleh
persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = -0,080 + 0,499X1 + 0,151X2 + E
Dari persamaan regresi di atas dapat diketahui hasil penelitian sebagai berikut:
• Koefisien kolerasi (R) : 0,614a yang menunjukkan derajat hubungan (kolerasi) antara
variabel independen dengan variabel dependen sebesar 61,4%. Artinya ROE (Y)
mempunyai hubungan yang signifikan dengan faktor debt to ratio (X1) dan debt to
equity ratio (X2), karena diperoleh nilai koefisien kolerasi lebih besar dari 0,5 atau 50%.
• Koefisien determinasi atau R square (R2) sebesar 0,377 (adalah pengkuadratan dari
koefisien korelasi artinya sebesar 37,7% perubahan-perubahan dalam variabel dependen
(ROE) dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan dalam faktor debt to ratio(X1) dan
debt to equity ratio(X2). Sedangkan sisanya (100% - 37,7% = 62,3% ) dijelaskan oleh
sebab-sebab yang lain yaitu time interest earned ratio dan fixed charge coverage. R
square berkisar pada angka 0 sampai 1, dengan catatan semakin kecil angka R square,
semakin lemah hubungan kedua variabel begitu sebaliknya semakin besar R square
mendekati 1 semakin kuat hubungan kedua variabel. Hal ini menunjukkan bahwa debt
to ratio (X1) dan debt to equity ratio (X2) mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap (ROE) pada beberapa perusahaan yang dijadikan sampel.
• Koefisien regresi (B): Konstanta sebesar -0,080, Artinya jika faktor-faktor debt to ratio
(X1) dan debt to equity ratio (X2) dianggap konstan, maka besarnya tindakan ROE
sebesar -8%
• Koefisien regresi debt to ratio (X1) sebesar 0,499 Artinya setiap penambahan satu tahun
debt to ratio, maka secara relatif akan meningkatkan hasil pengembalian ROE sebesar
49,9%. Jadi semakin lama perusahaan berdiri, maka akan semakin meningkat
pengembaliannya (ROE).
• Koefisien regresi debt to equity ratio (X2) sebesar 0,151 Artinya setiap 100% perubahan
debt to equity ratio, maka secara relatif akan menurunkan tingkat pengembalian ROE
sebesar 15,1%. Jadi dengan adanya debt to equity ratio, maka akan menurunkan hasil
pengembalian ROE.
Hasil Uji Statistik secara Simultan (Uji-F)
Untuk menguji apakah debt to ratio dan debt to equity ratio berpengaruh terhadap
ROE pada perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta digunakan uji F
statistik seperti tampak pada tabel di bawah ini:
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
134
Tabel 10. Pengujian Hipotesis secara Simultan
ANOVAb
76.898 2 38.449 37.803 .000a
127.136 125 1.017
204.034 127
Regression
Residual
Total
Model1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Debt to Equity, Debt to Ratioa.
Dependent Variable: Return on Equityb.
Berdasarkan hasil pengujian secara simultan diperoleh nilai Fhitung sebesar 37,803
dengan tingkat signifikansi/probabilitas sebesar 0,000 (lebih kecil dari α = 0,05). Nilai ini
akan dibandingkan dengan nilai Ftabel pada tingkat kepercayaan 95%. Dari tabel F untuk
signifikansi ( α ) = 5% dan derajat bebas (2,125) adalah sebesar 3,0687, karena Fhitung >
Ftabel atau (37,803) > (3,0687), dengan tingkat signifikansi/probabilitas maka hipotesis
altenatif (Ha) yang diajukan dapat diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Artinya dengan
tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
debt to ratio (X1) dan debt to equity ratio (X2) secara simultan terhadap ROE pada
beberapa perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan kedua
variabel independen tersebut memiliki hubungan satu sama lain. Perusahaan yang telah
lama berdiri atau beroperasi akan dapat menarik minat investor atau kreditor untuk
melakukan investasi.
Hasil Pengujian Statistik Secara Partial (Uji-t)
Pengaruh Debt to Ratio terhadap ROE Untuk menguji faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap ROE secara
parsial (masing-masing variabel) dapat dilihat dari hasil uji-t. Hasil perhitungan ini
diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 11. Pengujian Hipotesis secara Parsial
Coefficients a
-8.0E-02 .143 -.558 .578
.499 .075 .490 6.657 .000 .920 1.09
.151 .043 .256 3.483 .001 .920 1.09
(Constant)
Debt to
Ratio
Debt to
Equity
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardi
zed
Coefficien
ts
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity
Statistics
Dependent Variable: Return on Equitya.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
135
Hasil penelitian terhadap variabel dari debt to ratio (X1) menunjukkan bahwa
signifikansi/probabilitas sebesar 0,000 (lebih kecil dari α = 0,05) maka Ha diterima dan
menolak Ho. Kesimpulan yang sama juga didapat dengan membandingkan nilai thitung
dengan ttabel. Dimana thitung (6,657) lebih besar dari ttabel (1,9787) yang berarti Ha diterima
dan Ho ditolak. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara
parsial variabel debt to ratio (X1) berpengaruh terhadap ROE. Berpengaruhnya faktor debt
to ratio (X1) terhadap ROE karena debt to ratio (X1) dapat mencerminkan seberapa jumlah
hutang yang dijamin oleh aktiva perusahaan untuk bertahan dalam lingkungannya.
Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap ROE Berdasarkan tabel 4.10. hasil penelitian terhadap variabel dari debt to equity ratio
(X2) menunjukkan bahwa signifikansi/probabilitas sebesar 0,001 (lebih kecil dari α = 0,05)
maka Ha diterima dan Ho ditolak. Kesimpulan yang sama juga didapat dengan
membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Dimana thitung (3,483) lebih kecil dari ttabel (1,9787)
yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian hasil perhitungan statistik
menunjukkan bahwa secara parsial variabel debt to equity ratio (X2) berpengaruh secara
signifikan dan positif terhadap ROE, atau dengan kata lain semakin besar debt to equity
ratio maka rasio ROE juga akan semakin besar. Berpengaruhnya debt to equity ratio (X2)
terhadap ROE dapat mencerminkan tingkat resiko perusahaan yang ditanggung dengan
ketergantungan modal perusahaan terhadap pihak luar.
PENUTUP
Kesimpulan.
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa financial leverage yaitu debt to ratio (X1) dan
debt to equity ratio (X2) mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap ROE.
2. Pada model regresi yang digunakan untuk membuktikan hipotesis menunjukkan bahwa
debt to ratio (X1= 0.499) dan debt to equity ratio (X2 = 0.151) secara simultan atau
bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROE.
3. Pengujian secara parsial untuk empat tahun pengamatan menunjukkan bahwa debt to
ratio (X1= 6.657) dan debt to equity ratio (X2 = 3.483) mempunyai pengaruh terhadap
ROE artinya semakin besar proporsi utang perusahaan (debt to ratio X1 dan debt to
equity ratio X2 maka rasio ROE juga semakin besar.
Saran
1. Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan keempat pengukuran financial
leverage yang akan mempengaruhi ROE tersebut.
2. Penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan sample yang lebih luas. Hal ini
dimaksudkan agar kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut memiliki
cakupan yang luas dan tidak hanya pada perusahaan manufaktur saja.
3. Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan rentang waktu yang lebih lama agar
hasilnya dapat lebih menggambarkan kondisi yang ada dan memberikan hasil yang
lebih baik.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
136
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai keterbatasan. Berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasan
yang ada antara lain sebagai berikut:
1. Rentang waktu data yang digunakan kurang optimal yaitu hanya 4 tahun pengamatan
yaitu dari periode 2003 sampai 2006.
2. Sampel pada penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan manufaktur saja, sehingga
tidak dapat dilakukan generalisasi untuk semua jenis industri.
DAFTAR PUSTAKA
Gie, Kwik Kian (1999) Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Gitosudarmo, H. Indriyo (2001) Manajemen Strategis, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.
Hanafi, Mamduh dan Halim Abdul (2005) Analisis Laporan Keuangan, Penerbit Unit
Penerbitan dan Percetakan AMP – YKPN, Yogyakarta.
Harahap, Sofyan Safri (2002) Analisis Atas Laporan Keuangan, penerbit PT. Radja
Grafindo Persada, Jakarta.
Helfert, Erich A (1997) Teknik Analisis Keuangan, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta.
Husnan, Suad (1998) Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi, Penerbit BPFE UGM,
Yogyakarta.
Indiantoro, Nur dan Bambang Supomo (2002) Metodologi Penelitian Bisnis Untuk
Akuntansi dan Manajemen, Penerbit BPFE-UGM, Yogyakarta.
Kasmir (2003) Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Muslich, Muhammad (2003) Manajemen Keuangan Modern, Analisis Perencanaan dan
Kebijaksanaan, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Prawirosentono, Suyadi (2002) Pengantar Ekonomi Modern, Penerbit PT. Bumi Aksara,
Jakarta.
Riyanto, Bambang (1994) Manajemen pembelanjaan, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta.
Sawir, Agnes (2003) Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan,
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Syamsuddin, Lukman (2002) Manajemen Keuangan Perusahaan, Konsep Aplikasi dalam
Perencanaan Pengawasan dan Pengambilan Keputusan, Penerbit PT. Radja
Grafindo Persada, Jakarta.
Undang-undang Pasar Modal Bab. 28, Instrumen Keuangan Derivatif.
Gujarati, Damodar (1999) Ekonometika Dasar, Terjemahan, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta