102
V. BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
V.1. Penyebaran Kuesioner
Kuesioner disebar kepada 3 kelompok yang mewakili masyarakat jasa konstruksi
di Nanggroe Aceh Darussalam, meliputi: Dinas PU Kabupaten/Kota, Konsultan
dan Kontraktor. Kuesioner disebar dengan cara mendatangi langsung responden
dan menitipkan kuesioner untuk diisi. Pada rentang waktu yang telah dijanjikan
kuesioner akan dikumpulkan kembali baik dijemput langsung maupun dikirim
responden ke alamat yang telah ditentukan. Selain data primer yang diperoleh
melalui kuesioner, juga dihimpun data sekunder yang terdiri dari data rencana
induk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan masyarakat NAD dari Bappeda
NAD dan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan masyarakat NAD
tahun 2007 – 2009 dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan kepulauan
Nias (BRR NAD & Nias).
V.2. Uji Validitas
Uji Validitas dilakukan dengan mengkonsultasikan kuesioner yang akan disebar
kepada dosen pembimbing dan menyebarkannya kepada lima orang responden
secara acak. Masukan-masukan yang diterima selanjutnya menjadi dasar untuk
menyempurnakan materi dan format kuesioner. Perubahan yang dilakukan hanya
sebatas penyempurnaan format penyajian kuesioner agar lebih mudah dimengerti
dan diisi oleh responden. Menyangkut materi kuesioner tidak ada perubahan.
V.3. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metoda c-alpha. Pengujian
reliabilitas dengan menggunakan metode c-alpha ini membutuhkan 4 tahap
pengujian. (Farid, 2005). Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
Langkah 1 : Perhitungan varian setiap item pertanyaan
( )
NNXiXi
Si
22 ∑−∑
=
103
Dimana :
• Si = Varians skor pada tiap item pertanyaan • ∑Xi2 = Jumlah kuadrat item Xi • (∑Xi)2 = Jumlah item Xi yang dikuadratkan • N = Jumlah responden
Langkah 2 : Penjumlahan seluruh varian
nssssSi ....321 ++=∑
Dimana :
• ∑Si = Jumlah Varian skor tiap item • S1,S2..Sn = Varians item ke 1,2...n
Langkah 3 : Perhitungan varian total tiap responden
( )
NNYiYi
St
22 ∑−∑
=
Dimana :
• St = Varians total pada tiap responden • ∑Yi2 = Jumlah Kuadrat item jawaban Yi tiap responden • (∑Yi)2 = Jumlah item jawaban Yi tiap responden yang dikuadratkan • N = Jumlah responden
Langkah 4 : Perhitungan reliabilitas
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ∑−∗⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
−=
Stsi
KKrii 1
1
Dimana :
• Rii = Nilai reliabilitas • ∑Si = Jumlah Varian skor tiap item • St = Varians total pada tiap responden • K = Jumlah Item
Hasil pengujian reliabilitas untuk 3 kelompok sampel, yaitu kelompok owner
dengan jumlah responden 9 dengan tingkat signifikansi 5% dan derajat kebebasan
9-2 = 7 dengan r tabel = 0,58. Kelompok konsultan dan kontraktor dengan jumlah
104
responden masing-masing 8, tingkat signifikasi 5% dan derajat kebebasan 8-2 = 6
maka r tabel = 0,62. Berdasarkan perhitungan data survey diperoleh nilai r untuk
kelompok sampel owner = 0,99 > r tabel (0,58) yang berarti reliabel dan nilai r
untuk kelompok konsultan desain = 0.972 > r tabel (.62) yang berarti reliabel dan
kontraktor = 0,973 > r tabel (0,62) juga reliabel. Pada analisis statistik deskriptif
dimana korelasi antar variabel tidak terlalu dipertimbangkan, maka analisis
reliabilitas dengan menggunakan metoda C- Alpha ini tidak memberi pengaruh
signifikan terhadap hasil analisis. Berbeda halnya jika analisis yang digunakan
adalah statistik inferensial baik parametrik maupun non parametrik. Namun uji
reliabilitas tetap mendukung dan baik digunakan meskipun pada analisis statistik
deskriptif. Perhitungan reliabilitas selengkapnya ditampilkan pada lampiran.
V.4. Responden
Jumlah kuesioner yang disebar pada penelitian ini adalah 35 kuesioner, namun
hanya 25 kuesioner yang kembali dengan rincian: 9 kuesioner owner, 8 kuesioner
konsultan desain dan 8 kuesioner kontraktor. Masing-masing instansi disebar dua
buah kuesioner dengan harapan akan diisi oleh level manajer puncak dan level
manajer menengah masing-masing instansi. Data instansi yang mengembalikan
kuesioner tampak pada tabel berikut:
Tabel V-1 Data Sampel Owner (PU Dinas) No Nama Instansi Kategori sampel Alamat 1 Dinas PU Aceh Tamiang Owner Aceh Tamiang 2 Dinas PU Aceh Tamiang Owner Aceh Tamiang 3 Dinas Kimpraswil Bireuen Owner Bireuen 4 Dinas Kimpraswil Bireuen owner Bireuen 5 Dinas Kimpraswil Bireuen owner Bireuen 6 Dinas PU Kota Langsa Owner Langsa 7 Dinas PU Kota Langsa Owner Langsa
8 Dinas Kimpraswil Kota Lhokseumawe Owner Lhokseumawe
9 Dinas Kimpraswil Kota Lhokseumawe Owner Lhokseumawe
105
Tabel V-2 Data Sampel Konsultan Desain
No Nama Perusahaan Kategori sampel Alamat Kualifikasi Persh.
1 PT. Quantum Design Consultant Konsultan Desain Banda Aceh Menengah 2 PT. Trapenca Puga Raya Konsultan Desain Banda Aceh Besar 3 PT. Visiplan Konsultan Konsultan Desain Banda Aceh Menengah 4 CV. Karya Total Konsultan Konsultan Desain Bireuen Menengah 5 CV. Aceh Beutari Const. Konsultan Desain Langsa Menengah 6 CV. Arcenauval Consultant Konsultan Desain Langsa Kecil 7 CV. Rapi Design Konsultan Desain Langsa Menengah 8 PT Pilar Teguh Perkasa Konsultan Desain Lhokseumawe Besar
Tabel V-3 Data Sampel Kontraktor No Nama Perusahaan Kategori sampel Alamat Kualifikasi Persh. 1 CV. Anugrah Swastika Kontraktor Aceh Tamiang Kecil 2 CV. Maros Kontraktor Aceh Tamiang Menengah 3 PT. Arafah abadi Kontraktor Banda Aceh Menengah
4 PT. Semanggi artha persada Kontraktor Banda Aceh Menengah
5 PT. Nakhla Sampurna Kontraktor Bireuen Menengah
6 PT. Abad Jaya Abadi Sentosa Kontraktor Lhokseumawe Besar
7 PT. Andalusia Samudra Kontraktor Lhokseumawe Menengah 8 PT. Koeta Radja Kontraktor Lhokseumawe Menengah
Disamping itu ada 10 responden yang tidak mengembalikan kuesioner, yaitu: Tabel V-4 Daftar Responden Yang Tidak Mengembalikan Kuesioner
No Nama Instansi Kategori sampel Alamat 1 Dinas PU Aceh Timur 1 Owner Aceh Timur
2 Dinas PU Aceh Timur 2 Owner Aceh Timur
3 Dinas Kimpraswil Banda Aceh 1 Owner Banda Aceh
4 Dinas Kimpraswil Banda Aceh 2 Owner Banda Aceh
5 Dinas PU Aceh Besar 1 Owner Aceh Besar
6 Dinas PU Aceh Besar 2 Owner Aceh Besar
7 PT. Abdi Tunggal Indo Nusa Kontraktor Langsa
8 PT. Karya Bunga Pantai Ceria Kontraktor Langsa
9 PT. Engineering Consult Konsultan Desain A. Tamiang
10 CV. Gapura Design Konsultan Desain A. Tamiang
Data responden selengkapnya ditampilkan pada lembar lampiran.
106
V.5. Informasi Tentang Responden
Latar belakang responden mempengaruhi jawaban yang diberikan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Oleh karena itu
pengenalan latar belakang responden akan bermanfaat untuk menganalisis
pendapat/opini responden terhadap suatu permasalahan. Latar belakang tersebut
dihimpun sebagai berikut:
V.5.1. Data Lokasi Instansi/ Perusahaan
Sampel penelitian berasal dari tujuh kabupaten/kota yang ada di Nanggroe Aceh
Darussalam meliputi, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten A. Timur, Kota
Langsa, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Besar dan
Kota Banda Aceh. Dari 7 kabupaten/kota tersebut hanya responden dari 5
kabupaten/kota yang mengembalikan kuesioner seperti tampak pada gambar
berikut:
Gambar V-1 Distribusi lokasi responden yang mengembalikan kuesioner
V.5.2. Pendidikan Responden
Pendidikan responden terdiri dari DIII, S1, dan S2, dengan sebaran pada setiap
kelompok sampel tampak pada gambar berikut:
Asal Instansi/Perusahaan
0
37.5
25
22.2
2
0
25
33.3
3
12.5
12.5
22.2
2
37.5
0
12.5
22.2
2
37.5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Ow ner (PU Dinas) Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% S
ampe
l
Banda Aceh Aceh Tamiang Bireuen Langsa Lhokseumaw e
Asal Instansi/Perusahaan
0
37.5
25
22.2
2
0
25
33.3
3
12.5
12.5
22.2
2
37.5
0
12.5
22.2
2
37.5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Ow ner (PU Dinas) Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% S
ampe
l
Banda Aceh Aceh Tamiang Bireuen Langsa Lhokseumaw e
107
Gambar V-2 Distribusi pendidikan responden
Dari gambar di atas tampak bahwa responden terbanyak yang mengisi kuesioner
berpendidikan S1. Responden yang berpendidikan S2 hanya berasal dari
kelompok sampel owner, dimana pada pada kelompok sampel lainnya tidak ada.
V.5.3. Jabatan Responden
Pada penelitian ini kategori jabatan dibagi dalam tiga jenjang jabatan, yaitu
manajer puncak, manajer menengah, dan staf operasional. Manajer puncak adalah
pihak yang merumuskan kebijakan strategis instansi/perusahaan secara umum,
dalam penelitian ini termasuk didalamnya Kepala Dinas, Direktur, Wakil
Direktur, Direktris dan General Manager. Manajer menengah adalah pihak yang
bertanggung jawab menjabarkan kebijakan strategis organisasi kedalam kebijakan
yang lebih spesifik sesuai lingkup bidang masing-masing dan berwenang
mengelola sumber daya yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini termasuk
didalamnya, Direktur Cabang, Manajer Proyek, Penanggung Jawab Operasi (PJO)
dan Direktur Teknik. Staff operasional adalah pihak yang melaksanakan kebijakan
operasional di masing-masing bidang. Gambaran distribusi jabatan responden
tampak pada gambar berikut:
Pendidikan Responden
D3,
11.
11
D3,
0 D3,
12.
5
S1, 5
5.56
S1, 1
00
S1, 8
7.5
S2, 3
3.33
S2, 0
S2, 0
0
20
40
60
80
100
120
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% R
espo
nden
D3 S1 S2
Pendidikan Responden
D3,
11.
11
D3,
0 D3,
12.
5
S1, 5
5.56
S1, 1
00
S1, 8
7.5
S2, 3
3.33
S2, 0
S2, 0
0
20
40
60
80
100
120
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% R
espo
nden
D3 S1 S2
108
Gambar V-3 Distribusi Jabatan Responden Penelitian
V.5.4. Pengalaman Responden
Pengalaman responden dilihat dari lamanya responden telah bekerja pada bidang
yang saat ini ditekuninya. Rentang waktu pengalaman disusun dalam rentang lima
tahunan, mulai <5 tahun, 5-10 tahun, 10-15 tahun dan >15 tahun. Distribusi
pengalaman responden tampak pada gambar berikut:
Gambar V-4 Pengalaman Kerja Responden Variasi pengalaman responden tampak lebih beragam pada kelompok sampel
owner, diikuti oleh konsultan dan kontraktor. Dari segi pengalaman lebih lama
Jabatan Responden
62.5
50
55.5
6
37.5
2522.2
2
0
2522.2
20
10
20
30
40
50
60
70
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% R
espo
nden
Manajer Puncak Manajer Menengah staf
Jabatan Responden
62.5
50
55.5
6
37.5
2522.2
2
0
2522.2
20
10
20
30
40
50
60
70
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% R
espo
nden
Manajer Puncak Manajer Menengah staf
Pengalaman Responden
11.1
1
0
2522.2
2
62.5
75
22.2
2
25
0
44.4
4
12.5
00
10
20
30
40
50
60
70
80
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% R
espo
nden
<5 tahun 5 -10 tahun 10-15 tahun >15 tahun
Pengalaman Responden
11.1
1
0
2522.2
2
62.5
75
22.2
2
25
0
44.4
4
12.5
00
10
20
30
40
50
60
70
80
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% R
espo
nden
<5 tahun 5 -10 tahun 10-15 tahun >15 tahun
109
dari 15 tahun tampak jumlah responden kelompok sampel owner paling tinggi
diantara ketiga kelompok sampel.
V.5.5. Klasifikasi Perusahaan Penyedia Jasa
Klasifikasi perusahan penyedia jasa pada penelitian ini diklasifikasikan atas tiga
kelompok yaitu besar, menengah dan kecil (PP 28 tahun 2000). Klasifikasi ini
lebih dikenal oleh penyedia jasa di NAD. Klasifikasi penyedia jasa yang menjadi
sampel penelitian ini tampak pada gambar berikut:
Gambar V-5 Klasifikasi Perusahaan Penyedia Jasa yang menjadi responden
Tampak bahwa umumnya penyedia jasa yang menjadi sampel penelitian adalah
penyedia jasa yang berkualifikasi menengah dengan persentase melebihi 60% baik
pada kelompok sampel kontraktor maupun konsultan desain.
V.6. Deskripsi Hasil Survey
Deskripsi hasil survey menggambarkan sebaran jawaban responden terhadap
permasalahan yang diajukan dalam kuesioner dan relevansinya dengan faktor-
faktor prasyarat penerapan Value Engineering di Aceh. Gambaran tersebut
didekati dengan indikator-indikator antara yang tidak langsung menggambarkan
faktor prasyarat penerapan VE, melainkan melalui nilai-nilai universal yang juga
melingkupi upaya penciptaan value (value creation) dan peningkatan nilai (value
improvement) di Aceh nantinya.
Klasifikasi Perusahaan Penyedia Jasa25
12.5
62.5
75
12.5
12.5
01020304050607080
Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% S
ampe
l
Besar Menengah Kecil
Klasifikasi Perusahaan Penyedia Jasa25
12.5
62.5
75
12.5
12.5
01020304050607080
Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
% S
ampe
l
Besar Menengah Kecil
110
Keberadaan faktor-faktor prasyarat dinilai dengan melihat posisi skor jawaban
masing-masing pertanyaan pada skala jawaban, (Ketty & Agung, 2007 dan
Riduwan, 2006). Contoh penyusunan skala jawaban adalah sebagai berikut:
Pertanyaan B16 kelompok sampel Konsultan Desain Apakah anda pernah mengusulkan kepada owner perubahan-perubahan desain yang lebih baik dari yang direncanakan sebelumnya?
1 Tidak pernah 2 Jarang 3 Sering 4 Selalu
Pilihan jawaban yang paling tidak diinginkan keberadaannya diberi nilai 1 dan yang paling diinginkan dengan nilai 4. Responden menjawab pertanyaan diatas dengan memberi tanda ( ) pada pilihan yang sesuai. Jumlah responden yang menjawab pertanyaan B16 ini ada 8 responden dengan distribusi jawaban sebagai berikut:
Distribusi jawaban tiap pilihan jawaban adalah sebagai berikut:
Skor pilihan Pilihan Jumlah responden
menjawab pilihan C X A
A B C D 1 Tidak pernah 0 0 2 Jarang 1 1X2 = 2 3 Sering 4 4 X 3 = 12 4 Selalu 3 3 X 4 = 12 Total sampel
menjawab 8 26
Selanjutnya disusun skala jawaban dengan cara sebagai berikut: 1. Hitung nilai Indeks Minimum = Skor Minimum x ∑ Responden = 1 x 8 = 8 2. Hitung nilai Indeks Maksimum = Skor Maksimum x ∑ Responden = 4 x 8 = 32 3. Hitung Interval = Nilai Indeks Maksimum–Nilai Indeks Minimum
= 32 – 8 = 24 4. Hitung jarak Interval = Interval : Jenjang = 24 : 4 = 6
NO Sampel Jawaban 1 QUANTUM-KDBA 3 2 TRAPENCA-KDBA 3 3 VISIPLAN-KDBA 2 4 KARYA-KDBR 3 5 BEUTARI-KDLG 4 6 ARCENAUVAL-KDLG 4 7 RAPI-KDLG 4 8 PILAR-KDLS 3 Jumlah 26
111
Selanjutnya buat skala untuk pertanyaan B16 sebagai berikut:
Gambar V-6 Contoh skala jawaban untuk pertanyaan B16
Kriteria interpretasi skor: − 25% - 44% : Tidak Pernah − 45% - 63% : Jarang − 64% - 81% : Sering − 82% - 100% : Selalu
Skor pertanyaan B16 adalah 26 atau 26/32 = 81% yang berada pada skala sering.
Secara lengkap tabel skala untuk masing-masing pertanyaan ditampilkan pada
lampiran.
V.6.1. Variabel A
Variabel A adalah Komitmen Masyarakat Jasa Konstruksi Dalam Mendukung Upaya
Peningkatan Value Pada Pembangunan Infrastruktur Di Nanggroe Aceh Darussalam.
Variabel ini terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut:
a. Menjadikan value sebagai dasar pengambilan kebijakan
Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan value improvement sebagai titik
tolak pengumpulan data, maka kesamaan persepsi dan pemahaman mengenai value
improvement antara peneliti dan responden mutlak diperlukan. Pertanyaan nomor satu
pada setiap kuesioner dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman
antara peneliti dan responden terkait dengan value improvement. Sebagian responden
menanyakan kepada peneliti terkait istilah value improvement dan peneliti
menjelaskan value improvement sebagai suatu perbaikan, baik perbaikan kualitas,
perbaikan waktu pelaksanaan proyek dan perbaikan penghematan/efisiensi sumber
daya yang digunakan, peningkatan keamanan dalam pelaksanaan konstruksi
dibandingkan pelaksanaan konstruksi pada masa-masa sebelumnya. seperti
ditunjukkan pada gambar V.7 dibawah ini.
Skor = 8 atau 25%
Skor = 20 atau 63%
Skor = 26 atau 81%
Skor = 32 atau 100 %
Skor = 14 atau 44%
Tidak pernah Jarang Sering Selalu
81%
112
Gambar V-7 Persepsi dan pemahaman masyarakat jasa konstruksi terhadap value
improvement
Jawaban disusun berdasarkan kecenderungan penyedia jasa dalam menyelesaikan
suatu proyek. Jawaban yang paling tidak diinginkan adalah jawaban nomor 1.
untuk jawaban yang lain, peneliti mengasumsikan penghematan waktu dan biaya
adalah motivasi paling dasar dan paling sering dipertimbangkan oleh masyarakat
jasa konstruksi dalam upaya peningkatan value, sehingga mendapat skor jawaban
lebih rendah, dilanjutkan dengan motivasi peningkatan kualitas, peningkatan
keamanan dan pengurangan biaya perawatan dan yang paling diharapkan adalah
jawaban nomor 5, “pilihan 2, 3 dan 4 memberi gambaran mengenai value
improvement”. Pada dasarnya, jawaban apapun yang diberikan terkait dengan
pertanyaan ini selain jawaban 1 yaitu, “tidak ada gambaran apapun” menunjukkan
pemahaman terhadap value improvement, sehingga diasumsikan ada keselarasan
pemahaman antara peneliti dengan responden.
Setelah kesamaan pandangan terhadap value improvement terwujud maka selanjutnya
perlu diketahui apakah value improvement telah dijadikan sebagai salah satu dasar
pengambilan kebijakan terkait pembangunan infrastruktur. Dari kuesioner yang
disebar dapat dilihat seluruh kelompok sampel di NAD telah menjadikan value
Gambaran yang terlintas di benak masyarakat jasa konstruksi ketika mendengar istilah value improvement pada
pembangunan suatu konstruksi88%
70%77%
20%
36%
52%
68%
84%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
1) Tidak ada gambaran apapun
2) Penghematan w aktu dan biaya pelaksanaan proyek
3) Peningkatan kualitas proyek
4) Peningkatan keamanan dan pengurangan biaya peraw atan
5) Pilihan 2, 3, 4 diatas memberi gambaran mengenai value improvement
Jaw aban 1
Jaw aban 2
Jaw aban 3
Jaw aban 5
Jaw aban 4
Gambaran yang terlintas di benak masyarakat jasa konstruksi ketika mendengar istilah value improvement pada
pembangunan suatu konstruksi88%
70%77%
20%
36%
52%
68%
84%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
1) Tidak ada gambaran apapun
2) Penghematan w aktu dan biaya pelaksanaan proyek
3) Peningkatan kualitas proyek
4) Peningkatan keamanan dan pengurangan biaya peraw atan
5) Pilihan 2, 3, 4 diatas memberi gambaran mengenai value improvement
Jaw aban 1
Jaw aban 2
Jaw aban 3
Jaw aban 5
Jaw aban 4
113
improvement sebagai salah satu pertimbangan pengambilan kebijakan, dengan besar
nilai sebaran yang beragam, seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar V-8 Gambaran pandangan responden terhadap value improvement
Analisis value improvement dilakukan dengan berbagai cara, baik hanya
berdasarkan petunjuk pimpinan, mengadakan workshop tingkat pimpinan,
mengadakan workshop tingkat pimpinan yang diperluas dengan mengikutsertakan
pihak expert dilingkungan masing-masing instansi, dan workshop pimpinan +
expert + penyedia jasa + perwakilan masyarakat pengguna. Dalam penerapan VE
nantinya, kegiatan workshop dengan melibatkan seluruh unsur stakeholder akan
kerap sekali dilaksanakan. Semakin sering masyarakat jasa konstruksi
melaksanakan kegiatan ini maka akan semakin besar potensi keberhasilan
penerapan VE. Di NAD sebaran responden yang melaksanakan analisis value
improvement dengan metoda-metoda di atas tampak pada gambar berikut:
Gambar V-9 Proses pelaksanaan analisis Value di NAD
Value Improvement Sebagai Salah Satu Pertimbangan Pengambilan Kebijakan
83%
94% 94%
50%
75%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Ya
Tidak
Value Improvement Sebagai Salah Satu Pertimbangan Pengambilan Kebijakan
83%
94% 94%
50%
75%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Ya
Tidak
Proses Pelaksanaan Analisis Value Improvement
72%
58%63%
56%
46%
59%50%
78%
53%47%
63%
34%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
a) Berdasarkan petunjuk pimpinan
b) w orkshop pimpinan
c) w orkshop pimpinan+expert
d) w orkshop pimpinan+expert+penyedia jasa+user
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Selalu
Proses Pelaksanaan Analisis Value Improvement
72%
58%63%
56%
46%
59%50%
78%
53%47%
63%
34%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
a) Berdasarkan petunjuk pimpinan
b) w orkshop pimpinan
c) w orkshop pimpinan+expert
d) w orkshop pimpinan+expert+penyedia jasa+user
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Selalu
114
Tampak bahwa kelompok sampel owner dan kontraktor lebih tergantung kepada
petunjuk pimpinan dibandingkan kelompok konsultan dan pelibatan seluruh
stakeholder dalam workshop tampak masih sangat minim pada keseluruhan
kelompok sampel. Hal ini mungkin terjadi karena budaya instansi yang kurang
memberi peluang bagi staf untuk menunjukkan kreativitasnya atau ketakutan staf
berbeda pendapat dengan pimpinan. Disisi lain hal ini juga dapat terjadi karena
tingkat pemahaman dan kreatifitas staf yang minim.
b. Kecenderungan pada efisiensi dalam pelaksanaan konstruksi
Kecenderungan pada efisiensi seharusnya selaras dengan kecenderungan pada
value, karena peningkatan value salah satunya dicapai melalui efisiensi, baik dari
segi biaya maupun waktu tanpa mengurangi performansi yang telah ditentukan,
seperti kualitas konstruksi, ketercapaian fungsi, safety, maintenable, dll. Pilihan
jawaban kuesioner disusun dalam empat tingkat penerimaan, yaitu tingkat
penolakan (tercermin dari jawaban 1), tingkat ketidak pedulian (tercermin dari
jawaban 2), tingkat penerimaan namun dengan motivasi pribadi/kelompok
(tercermin dari jawaban 3) dan tingkat penerimaan dengan motivasi publik
(tercermin dari jawaban 4). Dari survey yang dilakukan tampak bahwa di NAD
efisiensi telah cukup dipertimbangkan meskipun dengan motivasi
pribadi/kelompok seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar V-10 Gambaran sikap masyarakat jasa konstruksi di NAD terhadap efisiensi
Cerminan Sikap Instansi terhadap Efisiensi Sumber Daya Dalam Pelaksanaan Proyek Infrastruktur
72%
81%
66%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
1) Efisiensi tidak menjadi pertimbangan utama bagi instansi saya yang penting proyek dapatdilaksanakan berapapun biayanya2) Yang utama adalah menyelesaikan proyek, dan jika dapat dilaksanakan dengan efisien akanlebih baik3) Semakin besar efisiensi yang dihasilkan semakin baik, karena penghematan tersebutsebagiannya menjadi keuntungan bagi kami selaku pelaksana4) Semakin besar efisiensi yang dihasilkan semakin baik, karena penghematan tersebut dapatdigunakan kembali untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak
Jawaban 1
Jawaban 2
Jawaban 3
Jawaban 4
Cerminan Sikap Instansi terhadap Efisiensi Sumber Daya Dalam Pelaksanaan Proyek Infrastruktur
72%
81%
66%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
1) Efisiensi tidak menjadi pertimbangan utama bagi instansi saya yang penting proyek dapatdilaksanakan berapapun biayanya2) Yang utama adalah menyelesaikan proyek, dan jika dapat dilaksanakan dengan efisien akanlebih baik3) Semakin besar efisiensi yang dihasilkan semakin baik, karena penghematan tersebutsebagiannya menjadi keuntungan bagi kami selaku pelaksana4) Semakin besar efisiensi yang dihasilkan semakin baik, karena penghematan tersebut dapatdigunakan kembali untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak
Jawaban 1
Jawaban 2
Jawaban 3
Jawaban 4
115
Meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dari pendayagunaan faktor-faktor
produksi suatu perusahaan adalah tujuan alamiah didirikannya suatu perusahaan.
Melalui kegiatan tersebut perusahaan kemudian dapat mempertahankan
kelangsungan produksinya dan mengembangkan usahanya menjadi lebih baik.
Motivasi melakukan efisiensi demi keuntungan perusahaan tidaklah salah. Yang
tidak diharapkan adalah mengupayakan efisiensi melalui upaya-upaya yang
mengakibatkan turunnya performansi yang ditetapkan dari suatu proyek.
c. Menghindari Praktik KKN
KKN adalah salah satu faktor penghambat penerapan VE. Wujud KKN yang saat
ini marak terjadi adalah pemberian kick back oleh penyedia jasa kepada pihak
panitia pada saat pelelangan. Besar kick back tersebut bervariasi antara 3% s.d
5%. Praktik KKN menyebabkan penyusutan biaya proyek yang seringkali
dikompensasikan dengan pengurangan kualitas konstruksi. Penerapan VE pada
tahap ini menjadi sangat memberatkan karena VE juga menuntut penambahan
biaya dan waktu pelaksanaan. Praktik KKN telah menjadi jalan pintas yang
mudah untuk mendapatkan proyek tanpa harus berpikir kreatif mengusulkan
inovasi-inovasi baru yang lebih baik.
Di NAD pemahaman masyarakat jasa konstruksi bahwa KKN adalah praktik
terlarang telah cukup baik, seperti tampak pada gambar di bawah ini:
Gambar V-11 Pemahaman masyarakat jasa konstruksi terhadap larangan KKN
Pemahaman Para Pihak terhadap Pakta Integritas
88% 88% 88%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Tidak Paham
Ragu-ragu
paham
sangat paham
Pemahaman Para Pihak terhadap Pakta Integritas
88% 88% 88%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Tidak Paham
Ragu-ragu
paham
sangat paham
116
Pakta integritas dijadikan indikator pemahaman terhadap larangan melakukan
KKN adalah karena pakta integritas telah cukup dikenal oleh masyarakat jasa
konstruksi di NAD dan pakta integritas tegas-tegas menyatakan bahwa
pelaksanaan pengadaan penyedia jasa harus bebas dari praktik KKN.
Masyarakat jasa konstruksi di NAD umumnya sependapat bahwa pelaksanaan
konstruksi harus bersih dari segala unsur KKN, seperti tampak pada gambar
berikut:
Gambar V-12 Kesesuaian pandangan masyarakat jasa konstruksi di NAD bahwa
praktik KKN adalah suatu hal yang dilarang dalam proses pengadaan penyedia jasa
Namun demikian, praktik KKN masih juga berlangsung sampai saat ini seperti
dinyatakan oleh seluruh kelompok sampel pada gambar berikut ini.
Gambar V-13 Kondisi praktik KKN yang tercermin dari pemberian uang
komisi/kick back pada saat pengadaan penyedia jasa
Keselarasan Pandangan para pihak dengan semangat Pakta Integritas yaitu untuk mencegah praktek KKN
83% 84% 88%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Tidak sepakat
Ragu-ragu
sepakat
sangat sepakat
Keselarasan Pandangan para pihak dengan semangat Pakta Integritas yaitu untuk mencegah praktek KKN
83% 84% 88%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Tidak sepakat
Ragu-ragu
sepakat
sangat sepakat
Keberadaan Praktik KKN sampai saat ini di Nanggroe Aceh Darussalam
56%50% 50%
50%
75%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Ya
Tidak
Keberadaan Praktik KKN sampai saat ini di Nanggroe Aceh Darussalam
56%50% 50%
50%
75%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Ya
Tidak
117
Masih berlangsungnya praktik KKN pada saat pengadaan penyedia jasa di NAD
bukan karena tidak pahamnya para pihak pelaksana terhadap ketentuan larangan
melakukan KKN, melainkan karena ketidaktaatan pada aturan dan tuntutan
keadaan yang seakan telah menjerumuskan para pihak pada mata rantai yang tidak
mungkin dihindari. Iklim pelaksanaan konstruksi mengharuskan penyedia jasa
memberikan kick back kepada panitia (owner), sehingga untuk tetap medapatkan
profit maka penyedia jasa kemudian harus menurunkan performansi konstruksi.
Untuk mendapatkan legalisasi dari pengawas, penyedia jasa juga kemudian harus
memberi ”sesuatu” kepada aparat pengawas. Aparat pengawas dan panitia
(owner) yang selama ini merasa paling bertanggung jawab tehadap pelaksanaan
proyek disatu sisi dan hanya mendapatkan keuntungan finansial yang minim disisi
yang lain menetapkan keharusan pemberian kick back secara ilegal kepada
penyedia jasa.
Owner dan kontraktor meyakini bahwa praktik KKN masih mungkin dihilangkan
sedang konsultan meragukan hal itu. Namun demikian untuk benar-benar
memberantas praktik KKN, keyakinan yang ditampakkan oleh owner dan
kontaktor belum cukup memadai karena skor nilainya hanya sedikit di atas standar
level ragu-ragu, seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar V-14 Keyakinan bahwa praktik KKN dapat dihilangkan
Keyakinan Para Pihak Bahwa Praktek KKN dapat dihilangkan
66%
50%
69%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Tidak mungkin
Ragu-ragu
mungkin
sangat mungkin
Keyakinan Para Pihak Bahwa Praktek KKN dapat dihilangkan
66%
50%
69%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Tidak mungkin
Ragu-ragu
mungkin
sangat mungkin
118
Iklim pelaksanaan konstruksi yang sarat dengan praktik KKN pada seluruh
aspeknya telah mengurangi keyakinan masyarakat jasa konstruksi bahwa KKN
masih mungkin untuk dihilangkan.
d. Kecenderungan Pada Investasi Jangka Panjang Yang Berkesinambungan
Penerapan program VE adalah suatu upaya jangka panjang dan
berkesinambungan. Penerapan VE tidak akan segera menghasilkan value yang
bernilai seperti yang diraih oleh masyarakat jasa konstruksi di Amerika dan
negara-negara lainnya. Pengalaman melaksanakan program ini juga memberi
pengaruh signifikan terhadap keberhasilan penerapan VE. Karena itu dibutuhkan
kesabaran dan sikap yang cenderung pada investasi jangka panjang dan
berkesinambungan. Untuk menilai kesabaran dan sikap tersebut kepada responden
diajukan dua pilihan jawaban sebagai berikut:
Dari pilihan jawaban diatas, pilihan jawaban dengan skor 2 dianggap pilihan
jawaban yang lebih potensial mendukung kecenderungan pada investasi jangka
panjang dibanding pilihan jawaban yang mempunyai skor 1. Pilihan jawaban 1
adalah pilihan jawaban yang menekankan pada ketepatan waktu pelaksanaan
proyek, kesesuaian pemilihan proyek dengan tuntuan anggaran dan cenderung
mempertahankan metoda lama tanpa mau menerima ide-ide baru. Pilihan jawaban
2 adalah pilihan jawaban yang cenderung pada kemandirian, kematangan
perencanaan, berorientasi jangka panjang, dan menerima ide-ide pembaharuan.
Memberi peluang masuknya usulan ide-ide baru yang inovatif meskipun sering tidak mungkin dilaksanakan karena alasan waktu dan biaya yang mahal
Melaksanakan proyek sesuai dengan metoda lama yang terbukti efektif mewujudkan proyek sesuai rencana. Menerima masukan Ide-ide baru biasanya hanya membuang waktu saja
atau
1
Memberi perhatian yang besar pada percepatan waktu penyelesaian proyek. Beberapa perubahan yang muncul kemudian dapat diselesaikan melalui addendum
Memberi perhatian yang besar pada kematangan perencanaan meskipun menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek
atau
1 2
lebih memprioritaskan pelaksanaan proyek yang sifatnya jangka panjang dan memberi pengaruh signifikan bagi perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
Menyesuaikan pemilihan proyek dengan tuntutan dan ketersediaan anggaran tahunan. Hal ini untuk menghindari perubahan prioritas proyek oleh pergantian pimpinan
atau
1 2
2
Membayar tukang di luar instansi untuk memperbaiki equipment/peralatan instansi yang rusak
Melatih staf internal untuk mampu memperbaiki sendiri peralatan (equipment) instansi
1 2 atau
119
Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan ini tampak pada gambar di
bawah ini:
Gambar V-15 Sikap Masyarakat Jasa Konstruksi Terhadap Investasi Fundamental
Jangka Panjang
Tampak bahwa secara umum sikap yang ditampilkan masyarakat jasa konstruksi
telah cenderung pada investasi jangka panjang yang berkesinambungan, kecuali
ketika dihadapkan pada hal waktu pelaksanaan dan pematangan perencanaan.
Selama ini masyarakat jasa konstruksi, khususnya konsultan dan kontraktor lebih
memilih percepatan waktu pelaksanaan proyek dengan pertimbangan perubahan-
perubahan yang terjadi akibat kurang matangnya perencanaan dapat diselesaikan
melalui mekanisme addendum (contract amendment). Hal tersebut tidak selaras
dengan nilai yang terkandung dalam program VE yang menuntut kematangan
perencanaan. Tanpa kematangan perencanaan, maka program VE tidak dapat
berjalan dengan baik.
e. Cara pandang para pihak terlibat terhadap para pihak lainnya dalam pelaksanaan konstruksi
Penerapan VE menuntut kemitraan yang sejajar antara para partisipan terlibat,
baik owner, penyedia jasa, masyarakat pengguna dan stakeholder lainnya. Dengan
adanya kemitraan, maka para pihak terlibat akan dapat saling menghargai dan
mencapai tujuan bersama dengan lebih baik. Dalam penelitian ini hubungan yang
Kecenderungan pada investasi fundamental jangka panjang
81%75%
93%
75%67%
71%
100%
88% 88%
100% 100% 100%
50%
75%
100%
Owner Konsultan Kontraktor
A9a- 1) Membayar tenaga eksternal memperbaiki equipment yang rusak 2) Melatih staf internal agar mampumemperbaiki equipment yang rusak
A9b- 1) Fokus pada percepatan w aktu penyelesaian proyek 2) Fokus pada pematangan perencanaan
A9c- 1) Pemilihan proyek disesuaikan dengan kesediaan anggaran tahunan 2) Prioritas proyek jangka panjangdan signif ikan terhadap perkembangan ekonomi& sosial
A9d- 1) Menerapkan metoda lama yang terbukti efektif 2) Memberi peluang masuknya ide baru yang inovatif
Pilihan 1
Pilihan 2
Kecenderungan pada investasi fundamental jangka panjang
81%75%
93%
75%67%
71%
100%
88% 88%
100% 100% 100%
50%
75%
100%
Owner Konsultan Kontraktor
A9a- 1) Membayar tenaga eksternal memperbaiki equipment yang rusak 2) Melatih staf internal agar mampumemperbaiki equipment yang rusak
A9b- 1) Fokus pada percepatan w aktu penyelesaian proyek 2) Fokus pada pematangan perencanaan
A9c- 1) Pemilihan proyek disesuaikan dengan kesediaan anggaran tahunan 2) Prioritas proyek jangka panjangdan signif ikan terhadap perkembangan ekonomi& sosial
A9d- 1) Menerapkan metoda lama yang terbukti efektif 2) Memberi peluang masuknya ide baru yang inovatif
Pilihan 1
Pilihan 2
120
ingin dilihat hanya sebatas antara owner dan penyedia jasa saja. Hubungan ini
disusun dalam empat pola relasi, yaitu relasi majikan-pembantu, relasi pimpinan-
karyawan, relasi mitra sejajar jangka pendek dan relasi mitra sejajar jangka
panjang. Dari hasil survey diperoleh pola hubungan yang sudah baik antara owner
dan penyedia jasa di Nanggroe Aceh Darussalam, seperti tampak pada gambar
berikut:
Gambar V-16 Pola hubungan owner-penyedia jasa di NAD Pola hubungan yang tampak dari jawaban responden di atas cenderung lebih ideal
dibandingkan pola yang dijumpai dalam pelaksanaan sehari-hari. Hal ini mungkin
karena penyedia jasa tidak ingin terkesan lemah dihadapan owner dan sebaliknya
owner tidak ingin tampak arogan terhadap penyedia jasa. Terhadap pelibatan perwakilan masyarakat pengguna dalam pelaksanaan
workshop seluruh kelompok masyarakat sama-sama sepakat, meskipun dengan
sebaran skor penilaian yang berbeda, seperti tampak pada gambar berikut:
Cara Pandang Owner Terhadap Penyedia Jasa dan Sebaliknya
89%94% 97%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
1) Relasi Majikan-Pembantu 2) Relasi Pimpinan-Karyaw an
3) Relasi Mitra sejajar jangka pendek 4) Relasi Mitra sejajar jangka panjang
Pilihan 2
Pilihan 1
Pilihan 3
Pilihan 4
Cara Pandang Owner Terhadap Penyedia Jasa dan Sebaliknya
89%94% 97%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
1) Relasi Majikan-Pembantu 2) Relasi Pimpinan-Karyaw an
3) Relasi Mitra sejajar jangka pendek 4) Relasi Mitra sejajar jangka panjang
Pilihan 2
Pilihan 1
Pilihan 3
Pilihan 4
121
Gambar V-17 Pandangan terhadap pelibatan user dalam perencanaan infrastruktur
Mekanisme pelibatan perwakilan perwakilan masyarakat pengguna selama ini
telah dilaksanakan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(musrenbang) yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan owner, penyedia jasa,
masyarakat pengguna dan kelompok masyarakat yang terkait lainnya.
f. Mindset owner terhadap faktor-faktor penting dalam proses pelaksanaan infrastruktur.
Mindset ini menunjukkan preferensi owner terhadap faktor-faktor perencanaan,
khususnya pada pembangunan infrastruktur pasca terjadinya bencana di
Aceh.Tingkat kepentingan ini digali dengan menyebarkan kuesioner berbentuk
perbandingan 2 variabel berpasangan. Data yang dihimpun selanjutnya
diselesaikan dengan metoda Analytic Hierarchy Process (AHP), seperti yang
diperkenalkan Saaty, (1980) seperti dikutip oleh Syadaruddin, (2004). Dua
tahapan yang dilalui dalam penyusunan AHP adalah:
1. Perhitungan Bobot Kepentingan
Secara umum penilaian AHP dilakukan dengan membuat matriks A yang
menggambarkan perbandingan berpasangan 2 variabel. Setiap baris pada
matriks merupakan perbandingan bobot setiap faktor aij. Jika matriks tersebut
dikalikan dengan vektor W, maka hasilnya adalah nW, seperti tertulis berikut:
Pandangan Terhadap Pelibatan Perwakilan Masyarakat Pengguna Dalam Perencanaan Proyek Infrastruktur
83%
72%66%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Tidak Sepakat
Sepakat
SangatSepakat
Ragu-ragu
Pandangan Terhadap Pelibatan Perwakilan Masyarakat Pengguna Dalam Perencanaan Proyek Infrastruktur
83%
72%66%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Tidak Sepakat
Sepakat
SangatSepakat
Ragu-ragu
122
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
wnwnwwnwwnwwnwnwwwwwwwwnwwwwwwwwnwwwwwww
/...3/2/1//3...3/32/31/3/2...3/22/21/2/1...3/12/11/1
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
wnwww
321
= n
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
wnwww
321
Dimana:
Aij = Wi/Wj (perbandingan penilaian parameter i dan parameter j)
i, j = 1, 2, 3, ...., n
maka akan diperoleh persamaan:
A.W = n. W
Untuk mengetahui nilai W dengan hanya mengetahui nilai A, persamaan
diatas harus diselesaikan dengan cara berikut:
(A – nI) W = 0
Dengan catatan I adalah matriks identitas.
Persamaan ini akan mempunyai penyelesaian tidak nol, jika dan hanya jika n
adalah eigenvalue dan W adalah eigenvector dari A. Dalam penerapan praktis,
elemen matriks aij tidak merupakan hasil pengukuran eksak, tetapi merupakan
hasil pertimbangan yang bersifat subjektif, sehingga akan menyimpang dari
rasio ideal Wi/Wj. Jika 1, 2, 3 .....n adalah eigenvalue dari A dan berdasarkan
matriks A yang mempunyai keunikan, aii = 1; untuk i = 1, 2, 3, ......n; maka:
Penjumlahan seluruh elemen diagonal matriks: A = Tr (A) = n
Dalam hal ini semua eigenvalue bernilai nol kecuali satu yang bernilai n,
yakni eigenvalue maksimum. Jadi jika penilaian dilakukan dengan konsisten,
maka akan didapat eigenvalue maksimum dari A yang bernilai n. untuk
mendapatkan nilai W, maka eigenvalue maksimum disubstitusikan ke dalam
matriks A. kemudian dengan menggunakan matriks A dan W, akan didapatkan
persamaan baru dan dengan berdasarkan persamaan bahwa bobot total = 1,
beberapa persamaan tersebut dapat diuraikan sampai mendapatkan nilai W1,
123
W2, ...Wn, dan harga ini merupakan eigenvector yang bersesuaian dengan
eigenvalue maksimum.
Dalam pengerjaan AHP diharapkan terdapatnya konsistensi penilaian antara
parameter yang terlibat. Dari teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil
pada koefisien menyebabkan kesalahan kecil pula pada eigenvalue. Jadi pada
permasalahan di atas jika diagonal matriks A semua bernilai 1 dan jika A
konsisten, maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap menunjukkan bahwa
eigenvalue terbesar λmaks, akan mempunyai nilai mendekati nol. Maka
permasalahan yang dihadapi disini adalah jika A merupakan matriks penilaian
perbandingan berpasangan, untuk mendapatkan vektor prioritas kita harus
menyelesaikan persamaan:
A.W = λmaks . W
2. Verifikasi Konsistensi
Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi (CI)
dalam persamaan:
)1()( max
−−
=n
nCI
λ
Dimana λmax = eigenvalue yang terbesar
Tabel V-5 Koefisisen korelasi antara orde matriks dan random indeks
OM 1 2 3 4 5 6 7 8
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41
Catatan : OM = Orde matriks RI = Random Indeks Perbandingan antara CI dan RI untuk satu matriks didefinisikan sebagai
consistency ratio (CR). Dimana,
CR = CI/CR
124
Nilai CR yang lebih rendah atau sama dengan 0,1 merupakan nilai yang
mempunyai tingkat konsistensi baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian nilai CR merupakan ukuran konsistensi suatu nilai
berpasangan.
Tujuh faktor penting dalam proses pelaksanaan infrastruktur yang
diperbandingkan dalam penelitian ini adalah:
1. Kualitas Proyek: terkait dengan kekuatan konstruksi, daya dukung terhadap
beban, kemampuan bertahan sampai umur rencananya.
2. Waktu Penyelesaian Proyek: terkait dengan kesesuaian antara jadwal rencana
dengan jadwal penyelesaian proyek.
3. Biaya Proyek: terkait dengan keseluruhan biaya yang dikeluarkan pada proyek
konstruksi, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung.
4. Keamanan dan keselamatan kerja (K3): terkait dengan keamanan dan
keselamatan pekerja dan masyarakat di sekitar lokasi kerja.
5. Pelestarian Lingkungan: terkait dengan penggunaan material konstruksi yang
harus meminimalisir material yang dapat merusak lingkungan dan
meminimalisir penggunaan teknologi yang dapat merusak kelestarian
lingkungan.
6. Tuntutan donatur/pemberi dana: persyaratan donatur terkait konstruksi yang
akan dibangun, seperti persyaratan K3, kelestarian lingkungan, pelibatan
masyarakat, dll.
7. Mengakomodasi tuntutan stakeholder: khususnya masyarakat pengguna,
terkait dengan lokasi proyek, jenis material yang digunakan, percepatan waktu
penyelesaian, metoda pelaksanaan, dll.
Perhitungan dilakukan pada seluruh responden (9 responden owner). Setelah
kesembilan matriks diperoleh persentase masing-masing faktor, selanjutnya
dilakukan penjumlahan dan pembagian untuk mendapatkan nilai rata-rata seluruh
faktor.
125
Dari perhitungan dengan menggunakan metoda AHP pada 9 responden kelompok
sampel owner, diperoleh tingkat kepentingan faktor sebagai berikut:
Tabel V-6 Prioritas dasar pertimbangan owner dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu proyek infrastruktur
Rangking Variabel Skor SD 1 Kualitas proyek 0.149 0.025183811 2 Pelestarian Lingkungan 0.1484 0.036989584 3 Waktu pelaksanaan 0.1481 0.025563065 4 mengakomodasi tuntutan stakeholder 0.144 0.017630854 5 K3 0.140 0.017839726 6 Tuntutan donator (pemberi dana) 0.137 0.013039486 7 Biaya proyek 0.133 0.011367392
Dengan rasio konsistensi rata-rata = 0,024 < 0,1 (konsisten) dengan nilai rasio
konsistensi minimum = 0.002147324 dan nilai rasio konsistensi maksimum =
0.061333435. Tampak dari tabel di atas kualitas proyek, pelestarian lingkungan
dan waktu pelaksanaan proyek menjadi tiga besar pertimbangan owner dalam
pelaksanaan proyek infrastruktur. Berbeda halnya dengan biaya proyek yang
menempati rangking terakhir. Hal ini konsisten dengan hasil yang diperlihatkan
pada gambar V-26, dimana penghematan biaya proyek juga menjadi aspek yang
paling tidak dipertimbangkan dalam pelaksanaan konstruksi. Perhitungan prioritas
faktor penting pada proses pelaksanaan infrastruktur dari sudut pandang owner
selengkapnya ditampilkan pada lampiran.
V.6.2. Variabel B
Variabel B adalah Pandangan Masyarakat Jasa Konstruksi Terhadap Pentingnya
Upaya Peningkatan Value Dalam Proses Project delivery. Variabel ini terdiri dari
indikator-indikator sebagai berikut:
a. Model proses project delivery yang pernah diterapkan
Program Value Engineering adalah suatu program yang dipandang secara parsial
dan belum menjadi bagian integral dalam proses project delivery di Indonesia
umumnya dan Nanggroe Aceh Darussalam khususnya. Karena itu diperlukan
keterbukaan dan kemampuan adaptasi masyarakat jasa konstruksi menerima
model proses project delivery yang berbeda dari yang sering mereka laksanakan
126
sebelumnya. Melalui gambar-gambar di bawah ini kita melihat model-model
project delivery yang pernah dilaksanakan dan frekuensi pelaksanaannya. Model
proses project delivery yang pernah dilaksanakan oleh owner tampak pada gambar
berikut:
Gambar V-18 Model project delivery yang pernah dilaksanakan oleh owner
Model proses project delivery yang pernah dilaksanakan oleh konsultan desain
tampak pada gambar berikut:
Gambar V-19 Model project delivery yang pernah dilaksanakan oleh konsultan
Model Project Delivery Yang Pernah dilaksanakan oleh owner
81%
63%53% 53%
44%
25%
44%
63%
82%
a b c d e
M odel konvensional(konseptual-desain-
pelelangan-
Swakelo la Design – Build Turn key M odel konvensional+ insentif bagipenyedia jasa
Tidak Pernah
Jarang
Sering
selalu
Model Project Delivery Yang Pernah dilaksanakan oleh owner
81%
63%53% 53%
44%
25%
44%
63%
82%
a b c d e
M odel konvensional(konseptual-desain-
pelelangan-
Swakelo la Design – Build Turn key M odel konvensional+ insentif bagipenyedia jasa
Tidak Pernah
Jarang
Sering
selalu
Model Project Delivery Yang Pernah Dilaksanakan oleh Konsultan
58%
84%
42% 42%38%
25%
44%
63%
82%
a b c d e
M odel konvensional(Konsepsional-FS-Andal-Pelelangan-
M odel konvensional+ revisi saat 30%
selesai
Design – Build Turn key M odel konvensional+ insentif bagipenyedia jasa
Tidak Pernah
Jarang
Sering
selalu
Model Project Delivery Yang Pernah Dilaksanakan oleh Konsultan
58%
84%
42% 42%38%
25%
44%
63%
82%
a b c d e
M odel konvensional(Konsepsional-FS-Andal-Pelelangan-
M odel konvensional+ revisi saat 30%
selesai
Design – Build Turn key M odel konvensional+ insentif bagipenyedia jasa
Tidak Pernah
Jarang
Sering
selalu
127
Model proses project delivery yang pernah dilaksanakan oleh kontraktor tampak
pada gambar berikut:
Gambar V-20 Model Project delivery yang pernah dilaksanakan oleh kontraktor
Dari gambar-gambar di atas tampak ketiga kelompok sampel hanya terbiasa
dengan model konvensional. Hal ini mungkin disebabkan karena minimnya
penerapan pola-pola yang lain pada pelaksanaan proyek.
Seluruh kelompok sampel juga merasa kesulitan jika harus melaksanakan proyek
dengan proses yang berbeda dari yang lazim mereka kerjakan, seperti tampak
pada gambar berikut:
Gambar V-21 Tanggapan sampel ketika harus melaksanakan proses project
delivery yang berbeda
Model Project Delivery Yang Pernah Dilaksanakan oleh Kontraktor
84%
44%
54%59%
56%
25%
44%
63%
82%
B12a B12b B12c B12d B12e
M odel konvensional(pelelangan-konstruksi)
Built – operate –transfer
Design – Build Turn key M odel konvensional+ insentif bagipenyedia jasa
Tidak Pernah
Jarang
Sering
selalu
Model Project Delivery Yang Pernah Dilaksanakan oleh Kontraktor
84%
44%
54%59%
56%
25%
44%
63%
82%
B12a B12b B12c B12d B12e
M odel konvensional(pelelangan-konstruksi)
Built – operate –transfer
Design – Build Turn key M odel konvensional+ insentif bagipenyedia jasa
Tidak Pernah
Jarang
Sering
selalu
Apakah Para Pihak Mengalami Kesulitan Ketika melaksanakan proses project delivery yang berbeda?
72%69%
71%
50%
75%
100%
0w ner Konsultan Kontraktor
Ya
Tidak
Apakah Para Pihak Mengalami Kesulitan Ketika melaksanakan proses project delivery yang berbeda?
72%69%
71%
50%
75%
100%
0w ner Konsultan Kontraktor
Ya
Tidak
128
Penyebab utama kesulitan yang ditemui para responden ada tiga yaitu:
1. Tidak ada penyesuaian waktu pelaksanaan pada pelaksanaan proses project
delivery yang lain, sehingga sering menyebabkan keterlambatan;
2. Perubahan proses project delivery seringkali tidak dibarengi dengan petunjuk
pelaksanaan/petunjuk teknis yang jelas, dan
3. Proses project delivery yang berbeda menyebabkan wewenang dan tanggung
jawab para pihak terlibat juga berbeda sehingga sering terjadi kelalaian akibat
masih menggunakan pola project delivery sebelumnya.
Pendapat responden terkait permasalahan ini lebih jelas digambarkan pada gambar
berikut ini:
Gambar V-22 Penyebab kesulitan yang ditemui para pihak ketika melaksanakan proses
project delivery yang tidak lazim diterapkan
Penyebab Para Pihak sulit beradaptasi dengan perubahan proses project delivery
67%
55%
55%
43%
60%
60%
46% 55
%
40%
75%
90%
85%
50% 61
% 70%
25%
44%
63%
82%
0wner Konsultan Kontraktor
a) Proses yang berbeda menyebakan w ew enang dan tanggung jaw ab pihak terlibat juga berbeda sehingga seringterjadi kelalaian akibat masih menggunakan pola kerja terdahulu
b) Perubahan proses seringkali tidak dibarengi dengan juklak/juknis yang jelas sehingga kami tidak tahu bagaimanakeinginan pimpinan yang sebenarnya
c) Perubahan proses seringkali tidak diimbangi dengan penyesuaian w aktu pelaksanaan, mengakibatkanketerlambatan pelaksanaan pekerjaan
c) Kami jarang membaca dokumen kontrak sehingga perubahan yang ada dalam dokumen kontrak model baru tidakkami ketahui sebelumnya
d) Penambahan-penambahan biaya yang timbul akibat proses yang berbeda ini tidak diakomodasi oleh anggaranproyek sehingga harus mengunakan anggaran instansi
Tidak jadi penyebab
Jarang
sering
selalu jadi penyebab
c da b e c da b ec da b e
Penyebab Para Pihak sulit beradaptasi dengan perubahan proses project delivery
67%
55%
55%
43%
60%
60%
46% 55
%
40%
75%
90%
85%
50% 61
% 70%
25%
44%
63%
82%
0wner Konsultan Kontraktor
a) Proses yang berbeda menyebakan w ew enang dan tanggung jaw ab pihak terlibat juga berbeda sehingga seringterjadi kelalaian akibat masih menggunakan pola kerja terdahulu
b) Perubahan proses seringkali tidak dibarengi dengan juklak/juknis yang jelas sehingga kami tidak tahu bagaimanakeinginan pimpinan yang sebenarnya
c) Perubahan proses seringkali tidak diimbangi dengan penyesuaian w aktu pelaksanaan, mengakibatkanketerlambatan pelaksanaan pekerjaan
c) Kami jarang membaca dokumen kontrak sehingga perubahan yang ada dalam dokumen kontrak model baru tidakkami ketahui sebelumnya
d) Penambahan-penambahan biaya yang timbul akibat proses yang berbeda ini tidak diakomodasi oleh anggaranproyek sehingga harus mengunakan anggaran instansi
Tidak jadi penyebab
Jarang
sering
selalu jadi penyebab
c da b e c da b ec da b e
129
b. Mampu berdamai dengan tuntutan penambahan waktu dan biaya dari konsultan desain dan kontraktor dan tuntutan perbaikan pekerjaan tanpa penambahan pembayaran dari owner.
Value Engineering adalah suatu proses yang menuntut penambahan waktu dan
biaya, baik untuk pelaksanaan workshop VE maupun pembagian insentif atas
usulan-usulan yang dapat meningkatkan value sesuai kesepakatan antara owner
dan penyedia jasa. Owner dituntut untuk mampu berdamai dengan tuntutan
penambahan waktu dan biaya yang timbul akibat pelaksanaan program ini.
Disamping itu pihak penyedia jasa juga harus mempunyai kerelaan untuk
berdamai apabila usulan-usulan yang diberikan dan terbukti efektif meningkatkan
value tidak diberi insentif oleh owner. Kedua pihak harus mempunyai visi yang
sama yaitu mewujudkan proyek infrastruktur sesuai performansi yang ditetapkan
dengan resources yang optimal. Selama ini perubahan yang muncul pada tahap
konstruksi telah diakomodasi melalui mekanisme addendum (contract
amendment). Berbeda halnya dengan tahap desain dimana perubahan-perubahan
yang terjadi jarang sekali disertai dengan addendum. Terkait dengan penambahan
waktu dan biaya, owner dan kontraktor menyatakan telah cukup diakomodasi,
berbeda halnya dengan pihak konsultan, seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar V-23 Hal-hal yang menyertai proses perubahan pada tahap desain dan konstruksi
Untuk setiap perubahan yang terjadi baik pada tahap desain maupun konstruksi apakah disertai dengan hal-hal berikut?
83%
59%
84%
66%
44%
66%
81%
56%66%
25%
44%
63%
82%
ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok sampel
a) Addendum kontrak (Contract amendment) b) Pembayaran penambahan pekerjaan
c) Penambahan w aktu pelaksanaan pekerjaan
Tidak Pernah
Jarang
Sering
selalu
Untuk setiap perubahan yang terjadi baik pada tahap desain maupun konstruksi apakah disertai dengan hal-hal berikut?
83%
59%
84%
66%
44%
66%
81%
56%66%
25%
44%
63%
82%
ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok sampel
a) Addendum kontrak (Contract amendment) b) Pembayaran penambahan pekerjaan
c) Penambahan w aktu pelaksanaan pekerjaan
Tidak Pernah
Jarang
Sering
selalu
130
Konsultan desain merasa agak keberatan jika owner tidak memberi insentif atas
usulan value improvement yang diusulkannya berbeda dengan kontraktor yang
tidak keberatan, seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar V-24 Tanggapan penyedia jasa atas usulan-usulan peningkatan value yang tidak diberi insentif oleh owner
Selama ini konsultan desain bekerja berdasarkan kerangka acuan kerja (KAK)
yang disusun oleh owner. Kerangka acuan kerja tersebut memuat hal-hal umum
yang harus terpenuhi dari suatu desain. Karena memuat hal-hal umum seringkali
dalam proses pelaksanaan desain kemudian ada perubahan-perubahan. Mengingat
konsekuensi perubahan yang terjadi pada tahap desain tidak menuntut kompensasi
finansial yang besar seperti halnya pada tahap pelaksanaan konstruksi maka
kemudian owner jarang sekali mengakomodasi perubahan tersebut dengan
addendum kontrak dan pembayaran redesain yang harus dilakukan oleh konsultan
desain. Pada dasarnya konsultan desain keberatan dengan hal ini, namun karena
pertimbangan untuk menjalin hubungan baik dengan owner, maka mereka dengan
berat hati harus menerimanya.
c. Konsultan desain harus bersikap terbuka terhadap usulan-usulan yang diberikan demi perbaikan desain.
Value Engineering adalah reanalisis terhadap desain yang telah dibuat oleh
konsultan desain. Seringkali timbul ketidakrelaan konsultan desain apabila hasil
kerjanya dianalisis kembali. Ketidakrelaan tersebut mungkin karena merasa
keprofesionalannya diragukan atau karena hanya mendapatkan manfaat yang
sedikit dari segi insentif sementara pihak konsultan VE yang bekerja berdasarkan
Tanggapan penyedia jasa jika owner tidak memberi insentif atas usulan value improvement yang diusulkan
63%
91%
25%
44%
63%
82%
Konsultan Kontraktor
Sangat keberatan
Agak keberatan
Ragu-ragu
Tidak Keberatan
Tanggapan penyedia jasa jika owner tidak memberi insentif atas usulan value improvement yang diusulkan
63%
91%
25%
44%
63%
82%
Konsultan Kontraktor
Sangat keberatan
Agak keberatan
Ragu-ragu
Tidak Keberatan
131
hasil kerja mereka mendapatkan insentif yang lebih besar. Karena itu dibutuhkan
kerelaan konsultan desain untuk menghilangkan prasangka buruk dan ikut aktif
terlibat dalam proses pelaksanaan program VE.
Di NAD telah tampak sikap kerelaan konsultan terhadap reanalisis desain yang
dilakukan oleh konsultan lain atas permintaan owner selaku pemilik proyek.
Mereka juga tidak keberatan hadir jika diundang oleh konsultan tersebut untuk
menjelaskan tentang desain yang telah mereka kerjakan seperti tampak pada
gambar V-25.
Gambar V-25 Sikap konsultan terhadap proses reanalisis desain oleh konsultan lain
Pada pelaksanaannya, analisis value engineering umumnya dilaksanakan oleh
konsultan VE bukan oleh konsultan desain. Namun sensitivitas reanalisis hasil
desain baik oleh konsultan desain lain, maupun oleh konsultan VE tetaplah sama.
Keterbukaan konsultan menerima hasil kerjanya dianalisis merupakan modal
positif bagi penerapan VE nantinya.
Tanggapan konsultan terhadap reanalisis desain kembali oleh konsultan lain
84%78%
25%
44%
63%
82%
B19 B20
Jika desain yang telah anda buat dan serahkan kepada ownerdianalisis kembali o leh konsultan kedua atas perintah owner,dengan maksud untuk lebih menyempurnakan desain apakah
anda akan keberatan?
Jika diminta konsultan kedua menjelaskan desain awal yanganda buat untuk selanjutnya menjadi tambahan informasi
bagi konsultan kedua memperbaiki desain tersebut, apakahanda akan bersedia datang dan memberi penjelasan?
Tidak keberatan
keberatan
Ragu-ragu
sangatTidak keberatan
Tanggapan konsultan terhadap reanalisis desain kembali oleh konsultan lain
84%78%
25%
44%
63%
82%
B19 B20
Jika desain yang telah anda buat dan serahkan kepada ownerdianalisis kembali o leh konsultan kedua atas perintah owner,dengan maksud untuk lebih menyempurnakan desain apakah
anda akan keberatan?
Jika diminta konsultan kedua menjelaskan desain awal yanganda buat untuk selanjutnya menjadi tambahan informasi
bagi konsultan kedua memperbaiki desain tersebut, apakahanda akan bersedia datang dan memberi penjelasan?
Tidak keberatan
keberatan
Ragu-ragu
sangatTidak keberatan
132
d. Motivasi Para Pihak Untuk Memperbaiki Mutu Desain
Dasar pertimbangan owner memerintahkan atau menerima usulan perubahan
desain dari penyedia jasa disusun dalam enam pilihan jawaban, yaitu: untuk
menghemat biaya proyek, mempercepat pelaksanaan pekerjaan, meningkatkan
daya serap anggaran pada proyek, meningkatkan kualitas konstruksi dan
mengakomodasi tuntutan stakeholder. Sebaran jawaban kelompok sampel owner
pada pertanyaan ini disajikan pada gambar berikut:
Gambar V-26 Dasar pertimbangan owner melakukan perubahan desain
Motivasi ”memudahkan pelaksanaan pekerjaan” tampak paling dominan,
sementara motivasi ”menghemat biaya” paling rendah diantara keseluruhan
motivasi yang ada. Hal yang sama juga terlihat dari jawaban pada tabel V-6,
dimana pertimbangan menghemat biaya proyek juga menjadi hal yang tidak
terlalu dipertimbangkan dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu konstruksi.
Rendahnya kecenderungan untuk menghemat biaya proyek akan berdampak
negatif bagi penerapan program Value Engineering. Kecenderungan tersebut
mungkin muncul karena sistem penganggaran yang menggunakan sistem daya
serap anggaran pada proyek-proyek yang dibiayai pemerintah baik proyek fisik
maupun proyek non fisik, sehingga masing-masing penanggung jawab pengelola
keuangan berlomba-lomba membelanjakan anggaran dengan tujuan meningkatkan
daya serap tanpa mempertimbangkan peluang peningkatan value yang dapat
dilakukan.
Dasar pertimbangan owner memerintahkan/menerima perubahan baik pada tahap desain maupun konstruksi
56%
72% 72% 75%84%
66%
25%
44%
63%
82%
B21a B21b B21c B21d B21e B21f
M ampu menghematbiaya proyek
M empercepatpelaksanaan
pekerjaan
M eningkatkan dayaserap anggaran
pada proyek
M eningkatkankualitas konstruksi
M emudahkanpelaksanaan
pekerjaan
M ampumengakomodasi
tuntutan
Jarang
Sering
selalu
Tidak Pernah
Dasar pertimbangan owner memerintahkan/menerima perubahan baik pada tahap desain maupun konstruksi
56%
72% 72% 75%84%
66%
25%
44%
63%
82%
B21a B21b B21c B21d B21e B21f
M ampu menghematbiaya proyek
M empercepatpelaksanaan
pekerjaan
M eningkatkan dayaserap anggaran
pada proyek
M eningkatkankualitas konstruksi
M emudahkanpelaksanaan
pekerjaan
M ampumengakomodasi
tuntutan
Jarang
Sering
selalu
Tidak Pernah
133
Pada penyedia jasa tampak motivasi dominan mereka mengusulkan atau
menerima usulan perubahan desain juga adalah untuk memudahkan pelaksanaan
pekerjaan. Sementara pada sampel konsultan desain, motivasi meningkatkan
profit bagi perusahaan menjadi motivasi paling rendah dan pada kontraktor
motivasi mengakomodasi tuntutan owner menjadi motivasi paling rendah dalam
menerima atau mengusulkan perubahan desain.
Gambar V-27 Motivasi penyedia jasa melakukan perubahan desain e. Koordinasi yang baik dan pengaturan waktu pelaksanaan yang terencana
khususnya dengan pihak penyedia jasa
Dalam VE banyak sekali aktivitas yang dilaksanakan dengan melibatkan berbagai
pihak yang terkait dengan konstruksi yang akan dibangun. Koordinasi sangat
dibutuhkan untuk menjalin komunikasi yang baik sehingga performansi proyek
dapat dipenuhi dengan batasan-batasan yang dipahami oleh seluruh pihak terlibat.
Berdasarkan survey yang dilakukan di NAD, koordinasi yang dirasakan berjalan
selama ini terbagi menjadi 2. Owner merasa koordinasi selama ini masih belum
maksimal, sementara pihak penyedia jasa menyatakan koordinasi antara owner
dan penyedia jasa telah baik. Hal ini menunjukkan ekspektasi owner terhadap
hubungan yang terjalin selama ini lebih tinggi dari ekspektasi penyedia jasa.
Dasar pertimbangan penyedia jasa mengusulkan/menerima perubahan desain/pekerjaan
56%
69%72%
84%
72% 75%75%81%84% 88%
66% 66%
25%
44%
63%
82%
Konsultan Kontraktor
a) Meningkatkan profit bagi perusahaan b) Mempercepat pelaksanaan pekerjaanc) Meningkatkan keamanan pelaksanaan pekerjaan d) Meningkatkan kualitas konstruksie) Memudahkan pelaksanaan pekerjaan f) Mengakomodasi tuntutan ow ner
Tidak pernah
Jarang
Sering
Selalu
Dasar pertimbangan penyedia jasa mengusulkan/menerima perubahan desain/pekerjaan
56%
69%72%
84%
72% 75%75%81%84% 88%
66% 66%
25%
44%
63%
82%
Konsultan Kontraktor
a) Meningkatkan profit bagi perusahaan b) Mempercepat pelaksanaan pekerjaanc) Meningkatkan keamanan pelaksanaan pekerjaan d) Meningkatkan kualitas konstruksie) Memudahkan pelaksanaan pekerjaan f) Mengakomodasi tuntutan ow ner
Tidak pernah
Jarang
Sering
Selalu
134
Selain itu jawaban tersebut juga bisa berarti penyedia jasa hanya menunjukkan
gambaran ideal mengenai koordinasi yang terjadi. Gambar berikut ini
menggambarkan koordinasi yang selama ini terjalin antara owner dan penyedia
jasa di NAD.
Gambar V-28 Koordinasi yang terjalin antara owner dan penyedia jasa di NAD
f. Upaya Owner Menggiatkan Penerapan Value improvement
selama ini belum ada upaya owner untuk memacu penyedia jasa memberi usulan-
usulan peningkatan value melalui pemberian reward. Reward dapat berbentuk
insentif, pengurangan pajak, pembebasan biaya perijinan, dll, seperti tampak pada
gambar berikut:
Gambar V-29 Tingkat penghargaan owner terhadap penyedia jasa yang dapat mengusulkan inovasi peningkatan value
Koordinasi yang terjalin antar para pihak (owner-penyedia jasa)
56%
84%78%
25%
44%
63%
82%
ow ner Konsultan Kontraktor
Belum berjalan
Ragu-ragu
Baik
Sangat baik
Koordinasi yang terjalin antar para pihak (owner-penyedia jasa)
56%
84%78%
25%
44%
63%
82%
ow ner Konsultan Kontraktor
Belum berjalan
Ragu-ragu
Baik
Sangat baik
Owner memberikan reward kepada penyedia jasa yang dapat mengusulkan inovasi peningkatan value
28% 25%
34%
25%
44%
63%
82%
ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Tidak pernah
selalu
sering
Jarang
Owner memberikan reward kepada penyedia jasa yang dapat mengusulkan inovasi peningkatan value
28% 25%
34%
25%
44%
63%
82%
ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Tidak pernah
selalu
sering
Jarang
135
Hal ini terjadi mungkin karena kecenderungan owner yang lemah terhadap value
improvement atau tidak adanya mekanisme yang memberi wewenang kepada
owner memberikan reward kepada penyedia jasa, atau bisa karena keduanya
Metoda pemberian reward adalah salah satu metoda yang cukup efektif untuk
mendorong para pihak terlibat merubah kebiasaan (habit) dan sikap (attitute)
terhadap suatu permasalahan dan biasanya berjalan paralel dengan metoda
pemberian sanksi (hukuman).
V.6.3. Variabel C
Variabel C adalah Dukungan Dan Partisipasi Manajemen Dalam Upaya
Peningkatan Value Pada Proyek Infrastruktur Di Nanggroe Aceh Darussalam.
Variabel ini terdiri dari indikator-indikator berikut:
a. Pelaporan Kegiatan Proyek Selama Ini
Faktor kepemimpinan (leadership) dan komunikasi sesama staf internal suatu
instansi merupakan salah satu faktor penting untuk mewujudkan iklim kerja yang
sehat. Komunikasi dapat berbentuk komunikasi horizontal antar sesama
departemen terkait atau komunikasi vertikal antara atasan dan bawahan dalam
satu departemen/instansi. Dengan baiknya leadership dan komunikasi internal ini
akan memudahkan pihak manajemen nantinya melakukan komunikasi dan
koordinasi eksternal dengan pihak-pihak lain diluar instansi. Dalam penelitian ini
faktor leadership dan komunikasi dilihat dari intensitas dan kualitas pelaporan
kegiatan non rutin dalam suatu instansi. Hal ini karena kegiatan non rutin
cenderung menuntut intensitas dan kualitas pelaporan yang unik bagi setiap
proyek (kegiatan non rutin) yang dilaksanakan. Semakin baik pelaporan kegiatan
proyek selama ini semakin menunjukkan kuatnya fungsi leadership dan
komunikasi yang berjalan.
Dari gambar di bawah ini tampak bahwa kondisi pelaporan yang selama ini
berjalan di instansi owner dan kontraktor masih belum baik, sedangkan di instansi
konsultan desain sudah cukup baik.
136
Gambar V-30 Pelaporan pelaksanaan proyek yang berjalan di NAD selama ini Di lingkungan owner dan kontraktor, motivasi kerja pegawai yang lemah dan
minimnya sanksi yang diberikan kepada staf yang lalai, diperkirakan menjadi
penyebab belum baiknya pelaksanaan pelaporan internal instansi
Sehubungan dengan pelaporan antar instansi yaitu laporan berkala penyedia jasa
kepada owner sudah berjalan dengan baik seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar V-31 Pelaporan antara penyedia jasa kepada owner selama ini
b. Pencatatan dan pengarsipan laporan kegiatan proyek selama ini
Data dan arsip sangat membantu dalam pelaksanaan VE. Seringkali workshop VE
terkendala oleh kurang lengkapnya data dan informasi proyek yang akan
dibangun. Dengan adanya pengarsipan yang baik, data-data proyek sebelumnya
Pelaporan pelaksanaan proyek dari staf internal masing-masing instansi selama ini
56%
69%59%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Belum berjalan
Sangat baik
Cukup baik
sudah berjalantapi belum baik
Pelaporan pelaksanaan proyek dari staf internal masing-masing instansi selama ini
56%
69%59%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Belum berjalan
Sangat baik
Cukup baik
sudah berjalantapi belum baik
Penyedia jasa menyerahkan laporan berkala kepada owner
64%
94% 94%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Tidak Pernah
Selalu
Sering
Jarang
Penyedia jasa menyerahkan laporan berkala kepada owner
64%
94% 94%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Tidak Pernah
Selalu
Sering
Jarang
137
dapat dijadikan salah satu referensi sampai data dan informasi terkait proyek yang
akan dibangun dilengkapi. Menyangkut hal ini tampak bahwa pencatatan dan
pengarsipan oleh konsultan dan kontraktor lebih baik dibandingkan owner, seperti
tampak pada gambar berikut:
Gambar V-32 Kondisi pengarsipan data-data pelaksanaan proyek
Di lingkungan owner, motivasi kerja pegawai yang lemah, minimnya sanksi yang
diberikan kepada staf yang lalai dan belum baiknya sistem pengarsipan,
diperkirakan menjadi penyebab belum baiknya pelaksanaan pengarsipan selama
ini.
c. Proses belajar dan kebijakan peningkatan kinerja instansi selama ini
Setiap instansi harus memiliki kebijakan memperbaiki kinerjanya berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama ini. Mengingat VE adalah suatu
program yang relatif belum begitu memasyarakat, maka diperlukan evaluasi dan
penyempurnaan terus menerus. Agar evaluasi dan penyempurnaan tersebut dapat
berjalan dengan baik, dibutuhkan iklim kerja yang memberi perhatian pada
perbaikan yang berkelanjutan di seluruh instansi terkait. Iklim tersebut dapat
dilihat dari seberapa sering setiap instansi melakukan rapat-rapat untuk
mengevaluasi laporan dan data-data pelaksanaan proyek dan menyusun agenda
peningkatan kinerja instansi di masa akan datang. Gambar berikut menunjukkan
kondisi iklim evaluasi dan penyempurnaan berkelanjutan dari owner, konsultan
desain dan kontraktor di NAD.
Data-data pelaksanaan proyek di masing-masing instansi telah diarsipkan dengan baik?
61%
84% 81%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok sampel
Tidak
Jarang
sering
selalu
Data-data pelaksanaan proyek di masing-masing instansi telah diarsipkan dengan baik?
61%
84% 81%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok sampel
Tidak
Jarang
sering
selalu
138
Gambar V-33 Rapat evaluasi untuk meningkatkan kinerja instansi yang dilaksanakan
Tampak dari gambar di atas iklim kerja di lingkungan konsultan dan kontraktor
relatif lebih baik bagi upaya perbaikan yang berkelanjutan dibandingkan iklim
kerja di lingkungan owner. Hal ini ditunjukkan oleh frekuensi evaluasi untuk
meningkatkan kinerja yang lebih tinggi di lingkungan konsultan dan kontraktor.
Peran owner selaku pemilik proyek sekaligus pemberi tugas pelaksanaan
konstruksi kepada penyedia jasa menyebabkan mereka kurang menaruh perhatian
kepada kegiatan evaluasi hasil pelaksanaan proyek.
Meskipun frekuensi pelaksanaan evaluasi tidak terlalu tinggi, terlebih di
lingkungan owner, namun tingkat penerapan juklak dan juknis yang dihasilkan
sudah cukup tinggi, seperti tampak pada gambar dibawah ini:
Gambar V-34 Tingkat pelaksanaan Juklak dan Juknis dalam rangka peningkatan
kinerja instansi
Berdasarkan laporan akhir dan data-data pelaksanaan proyek apakah dilakukan evaluasi untuk meningkatkan kinerja
instansi di masa yang akan datang?
56%
75%69%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok sampel
Tidak
Jarang
sering
selalu
Berdasarkan laporan akhir dan data-data pelaksanaan proyek apakah dilakukan evaluasi untuk meningkatkan kinerja
instansi di masa yang akan datang?
56%
75%69%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
Kelompok sampel
Tidak
Jarang
sering
selalu
Apakah Juklak dan Juknis yang dihasilkan dari rapat evaluasi dilaksanakan oleh staf terlibat sesuai kapasitasnya?
88%
100%
88%
50%
75%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Ya
Tidak
Apakah Juklak dan Juknis yang dihasilkan dari rapat evaluasi dilaksanakan oleh staf terlibat sesuai kapasitasnya?
88%
100%
88%
50%
75%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Ya
Tidak
139
d. Integrasi Program-Program Yang Bertujuan Meningkatkan Value Dalam Struktur Organisasi
Semakin tinggi perhatian instansi terhadap program-program peningkatan value,
maka akan membuka peluang yang semakin besar bagi penerapan VE nantinya.
Salah satu cara menilai perhatian instansi terhadap value improvement adalah
dengan melihat apakah mereka telah memasukkan program ini menjadi bagian
integral dalam struktur organisasi instansi. Berdasarkan penelitian ini tampak
bahwa tidak ada instansi di NAD yang secara khusus mengkaji aspek value
improvement dengan membentuk suatu badan khusus. Di lingkungan owner hal
ini mungkin saja terjadi karena struktur organisasi dinas telah dibakukan, sehingga
menutup peluang pembentukan unit kerja baru. Namun di perusahaan penyedia
jasa yang umumnya adalah private company, peluang pembentukan badan khusus
tersebut sebenarnya masih terbuka luas. Namun sikap yang kurang cenderung
pada value improvement di satu sisi dan efisiensi melalui perampingan struktur
organisasi di sisi lain menyebabkan mereka belum mengintegrasikan value
improvement dalam struktur organisasi perusahaan. Gambar berikut menunjukkan
integrasi value improvement dalam struktur organisasi perusahaan/instansi:
Gambar V-35 Integrasi program value improvement dalam struktur organisasi
e. Keterlibatan manajemen pada proses pelaksanaan rapat teknis
Keterlibatan manajemen dalam workshop VE sangat dibutuhkan. Hal ini
menyangkut identifikasi kebutuhan yang ingin dicapai dari proyek yang akan
dibangun, appraisal khususnya dari pihak owner dan juga brainstorming ide-ide
yang inovatif untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Pihak manajemen
Apakah di instansi anda telah ada bagian dari struktur organisasi yang khusus bertugas mengevaluasi mutu
pekerjaan?
56% 56% 56%
50%
75%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Ada
Tidak ada
Apakah di instansi anda telah ada bagian dari struktur organisasi yang khusus bertugas mengevaluasi mutu
pekerjaan?
56% 56% 56%
50%
75%
100%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Ada
Tidak ada
140
umumnya kurang menaruh perhatian pada hal-hal yang sifatnya teknis seperti
halnya penyelenggaraan workshop VE. Namun karena keterlibatan manajemen
akan sangat dibutuhkan maka dalam penelitian ini perlu dikaji potensi keterlibatan
manajemen melalui tingkat partisipasinya pada rapat-rapat teknis instansi. Gambar
dibawah ini menunjukkan tingkat partisipasi manajemen dalam rapat teknis
instansi.
Gambar V-36 Tingkat keterlibatan manajemen puncak pada rapat teknis
Tampak tingkat partisipasi top manajemen owner dan kontraktor pada rapat-rapat
teknis instansi masih minim dibandingkan konsultan desain. Hal ini mungkin
disebabkan karena jumlah staf kedua intansi tersebut lebih banyak dibandingkan
konsultan desain, sehingga top manajemen menganggap tugas-tugas yang sifatnya
teknis tidak perlu lagi harus dihadiri oleh level top manajemen. Pada penerapan
VE dimana interaksi yang terjadi akan lebih sering merupakan interaksi eksternal
antar instansi, kondisi dimana top manajemen kurang terlibat dalam kegiatan-
kegiatan teknis, mungkin akan berubah karena tuntutan penerapan VE.
V.6.4. Variabel D
Variabel D adalah Kualitas Dan Kapasitas Sumber Daya Manusia Di Nanggroe
Aceh Darussalam. Variabel ini terdiri dari indikator-indikator berikut:
a. Gradasi Tenaga Kerja Pada Perusahaan/Instansi
Pelaksanaan workshop VE dilaksanakan oleh sebuah grup yang terdiri dari
multidisiplin ilmu sesuai dengan karateristik proyek yang menjadi kajian. Oleh
Tingkat Kehadiran Manajemen Puncak pada rapat-rapat teknis operasional yang sebenarnya tidak menuntut kehadiran
manajemen puncak
59%
75%
57%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Tidak hadir
Selalu hadir
Sering
Jarang
Tingkat Kehadiran Manajemen Puncak pada rapat-rapat teknis operasional yang sebenarnya tidak menuntut kehadiran
manajemen puncak
59%
75%
57%
25%
44%
63%
82%
Ow ner Konsultan Kontraktor
kelompok sampel
Tidak hadir
Selalu hadir
Sering
Jarang
141
karena itu perlu dilihat jumlah dan gradasi sumber daya manusia yang ada di
masing-masing instansi saat ini. Dari penelitian yang dilakukan tampak gambaran
jumlah tenaga kerja yang ada baik pada kelompok sampel owner, konsultan
maupun kontraktor sebagai berikut:
Gambar V-37 Jumlah tenaga kerja pada masing-masing instansi
Dari segi jumlah tampak jumlah tenaga kerja di instansi owner lebih banyak
dibandingkan konsultan dan kontraktor. Dari segi penerapan VE belum ada
korelasi yang jelas antara jumlah tenaga kerja dengan kelayakan penerapan
program VE. Namun diharapkan semakin banyak jumlah tenaga kerja yang
tersedia akan menyediakan potensi sumber daya yang memadai bagi penerapan
VE nantinya. Dari segi pendidikan tampak distribusi pendidikan tenaga kerja pada
keseluruhan kelompok sampel sebagai berikut:
Gambar V-38 Pendidikan staf pada masing-masing instansi
Jumlah Tenaga Kerja Yang ada di Instansi
28%
46%
21% 24%
36% 33%28%
69%
40%48%
17%
31%
45%
58%
72%
86%
100%
ow ner konsultan kontraktor
a) Level manajer puncak b) Level manajer menengah c) staf perencanaan d) staf operasional
>25 org
21-25 org
16-20 org
11-15 org
6-10 org
<5 org
Jumlah Tenaga Kerja Yang ada di Instansi
28%
46%
21% 24%
36% 33%28%
69%
40%48%
17%
31%
45%
58%
72%
86%
100%
ow ner konsultan kontraktor
a) Level manajer puncak b) Level manajer menengah c) staf perencanaan d) staf operasional
>25 org
21-25 org
16-20 org
11-15 org
6-10 org
<5 org
Tingkat Pendidikan Staf di Instansi
98%
88%83%83% 85%
79%
93%88%
78%81%
71% 71%
17%
31%
45%
58%
72%
86%
100%
ow ner konsultan kontraktor
a) Level manajer puncak b) Level manajer menengah c) staf perencanaan d) staf operasional
SMP
SD
D3
S2
S1
SMA
Tingkat Pendidikan Staf di Instansi
98%
88%83%83% 85%
79%
93%88%
78%81%
71% 71%
17%
31%
45%
58%
72%
86%
100%
ow ner konsultan kontraktor
a) Level manajer puncak b) Level manajer menengah c) staf perencanaan d) staf operasional
SMP
SD
D3
S2
S1
SMA
142
Tampak bahwa pendidikan top manajer di keseluruhan instansi lebih tinggi atau
sama dengan sarjana (S1). Bahkan di instansi owner dan konsultan tingkat
pendidikan top manajer umumnya adalah magister (S2). Pendidikan paling rendah
staf instansi/perusahaan adalah diploma (D3).
b. Training dan pelatihan yang pernah diselenggarakan/diikuti
Peranan training dan pelatihan cukup penting bagi suatu instansi. Melalui training
dan pelatihan tersebut mereka mendapatkan pengetahuan dan mengasah
ketrampilan mengelola proyek infrastruktur. Training di bawah ini adalah training
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan workshop VE dan selalu menjadi materi
wajib bagi mereka yang mengikuti training VE level value methodology
practitioner (level pemula pada tingkat praktisi VE). Materi training tersebut
seperti yang disampaikan oleh SAVE International (1998), meliputi:
1. Manajemen proyek;
2. Manajemen sumber daya manusia;
3. Manajemen mutu;
4. Pelaporan keuangan proyek;
5. Analisis finansial dan kelayakan proyek;
6. Analisis dampak lingkungan.
Gambar V-39 Training yang pernah dilaksanakan atau diikuti oleh staf masing-masing instansi
Training yang pernah diadakan instansi atau mengikutsertakan staff pada training-training berikut
56% 67
%
46%50%
63%
36%
58% 63
%
43%
61%
58%
50%
47%
63%
43%
42%
56%
36%
25%
44%
63%
82%
ow ner konsultan kontraktor
a) Manajemen proyek b) Manajemen sumber daya manusiac) Manajemen mutu d) Pelaporan keuangan proyeke) Analisis f inansial & kelayakan proyek f) Analisis dampak lingkungan
Tidak pernah
Selalu
Sering
Jarang
Training yang pernah diadakan instansi atau mengikutsertakan staff pada training-training berikut
56% 67
%
46%50%
63%
36%
58% 63
%
43%
61%
58%
50%
47%
63%
43%
42%
56%
36%
25%
44%
63%
82%
ow ner konsultan kontraktor
a) Manajemen proyek b) Manajemen sumber daya manusiac) Manajemen mutu d) Pelaporan keuangan proyeke) Analisis f inansial & kelayakan proyek f) Analisis dampak lingkungan
Tidak pernah
Selalu
Sering
Jarang
143
Tampak secara umum pelatihan terkait dengan materi tersebut di atas telah
dilaksanakan oleh owner dan konsultan desain meskipun dengan intensitas yang
jarang. Sementara itu di lingkungan kontraktor hanya training “manajemen
proyek” dan “pelaporan keuangan proyek” saja yang pernah dilaksanakan,
sementara training/pelatihan lainnya tidak pernah dilaksanakan. Hal ini mungkin
karena kedua training tersebut dibutuhkan secara langsung dalam pelaksanaan
proyek konstruksi, berbeda dengan training-training lain.
Dari training yang pernah dilaksanakan atau diikuti tersebut, level manajer puncak
dan menengah masih mendominasi instansi owner dan konsultan, sementara
instansi kontraktor lebih sering menugaskan staf perencanaan dan operasional
meskipun dengan intensitas yang jarang.
Gambar V-40 Peserta yang mengikuti training dari masing-masing instansi
Seringnya level manajemen puncak dan menengah mengikuti training di instansi
owner dan konsultan dibandingkan kontraktor, disebabkan karena kebutuhan
manajerial menuntut level tersebut yang mengikuti training/pelatihan, atau
mungkin juga disebabkan karena minat mereka yang lebih besar untuk mengikuti
training/pelatihan dibandingkan level di bawahnya atau juga karena mereka lebih
mudah mengakses kesempatan mengikuti training/pelatihan dibandingkan level-
level di bawahnya.
Peserta Training dari masing-masing instansi
64%
63%
39%
66%
66%
39%
56% 59%
50%
50%
47% 50%
25%
44%
63%
82%
ow ner konsultan kontraktor
a) Level manajer puncak b) Level manajer menengahc) staf perencanaan d) staf operasional
Tidak pernah
Selalu
Sering
Jarang
Peserta Training dari masing-masing instansi
64%
63%
39%
66%
66%
39%
56% 59%
50%
50%
47% 50%
25%
44%
63%
82%
ow ner konsultan kontraktor
a) Level manajer puncak b) Level manajer menengahc) staf perencanaan d) staf operasional
Tidak pernah
Selalu
Sering
Jarang
144
Dukungan yang diberikan oleh top dan middle manager pada pelaksanaan training
dan pelatihan selama ini telah cukup baik, seperti tampak pada gambar di bawah
ini:
Gambar V-41 Dukungan manajemen pada pelaksanaan training/pelatihan
Dukungan tersebut umumnya diwujudkan dengan mendorong stafnya ikut terlibat
aktif dalam kegiatan tersebut, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan
dan memberi dukungan dana dan fasilitas, seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar V-42 Wujud dukungan manajemen pada pelaksanaan training/pelatihan
selama ini
Dukungan top dan middle manajer pada pelaksanaan training/pelatihan selama ini
72%
88%
64%75%
88%
68%
25%
44%
63%
82%
ow ner konsultan kontraktor
a) Manajemen puncak b) Manajemen menengah
Kurang mendukung
Sangat mendukung
Mendukung
Ragu-ragu
Dukungan top dan middle manajer pada pelaksanaan training/pelatihan selama ini
72%
88%
64%75%
88%
68%
25%
44%
63%
82%
ow ner konsultan kontraktor
a) Manajemen puncak b) Manajemen menengah
Kurang mendukung
Sangat mendukung
Mendukung
Ragu-ragu
Wujud dukungan manajemen pada pelaksanaan training selama ini
63%
58% 67
%
68% 75
%
67%
61%
54%
50%
54% 58%
38%
72% 79
%
71%
59%
84%
75%
25%
44%
63%
82%
owner konsultan kontraktora) Memberikan ide untuk melaksanakan kegiatan tersebutb) Bertanggung jaw ab terhadap pelaksanaan training/w orkshop/pelatihan tersebutc) Ikut serta secara aktif dalam kegiatan tersebutd) Menjadi pembicara pada kegiatan tersebute) Mendorong staf-stafnya untuk ikut terlibat aktif dalam kegiatan tersebutf) Dukungan dana dan fasilitas yang cukup
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Selalu
Wujud dukungan manajemen pada pelaksanaan training selama ini
63%
58% 67
%
68% 75
%
67%
61%
54%
50%
54% 58%
38%
72% 79
%
71%
59%
84%
75%
25%
44%
63%
82%
owner konsultan kontraktora) Memberikan ide untuk melaksanakan kegiatan tersebutb) Bertanggung jaw ab terhadap pelaksanaan training/w orkshop/pelatihan tersebutc) Ikut serta secara aktif dalam kegiatan tersebutd) Menjadi pembicara pada kegiatan tersebute) Mendorong staf-stafnya untuk ikut terlibat aktif dalam kegiatan tersebutf) Dukungan dana dan fasilitas yang cukup
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Selalu
145
c. Akses Terhadap Perkembangan Teknologi Dan Metoda Baru Dalam Konstruksi
Value Engineering adalah suatu upaya memanfaatkan pengetahuan dan metoda
terbaik untuk mendapatkan value maksimal. Karena itu perlu selalu dilakukan
pembaruan (up-dating) mengenai metoda atau teknologi baru yang lebih baik
dalam pelaksanaan proyek infrastruktur. berdasarkan penelitian, para responden
menyatakan bahwa mereka telah melakukan pembaruan (up-dating) seperti
tampak pada gambar berikut:
Gambar V-43 Pernyataan instansi menyangkut up-dating informasi/teknologi
terbaru di bidang konstruksi
Minat personil instansi melakukan pembaruan informasi menyangkut teknologi
dan inovasi terbaru cukup tinggi, seperti tampak pada gambar di bawah ini:
Gambar V-44 Minat Personil Instansi Melakukan Pembaruan menyangkut inovasi terkini di bidang konstruksi
Apakah instansi anda telah melakukan pembaruan (up-dating) terkait dengan inovasi baru di bidang konstruksi
94%100% 100%
50%
75%
100%
ow ner konsultan kontraktor
Tidak
Ya
Apakah instansi anda telah melakukan pembaruan (up-dating) terkait dengan inovasi baru di bidang konstruksi
94%100% 100%
50%
75%
100%
ow ner konsultan kontraktor
Tidak
Ya
Minat Personil Instansi mengikuti kegiatan-kegiatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan terkait
inovasi baru di bidang konstruksi
81% 84%75%
25%
44%
63%
82%
ow ner konsultan kontraktor
Kurang berminat
Sangat berminat
berminat
Ragu-ragu
Minat Personil Instansi mengikuti kegiatan-kegiatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan terkait
inovasi baru di bidang konstruksi
81% 84%75%
25%
44%
63%
82%
ow ner konsultan kontraktor
Kurang berminat
Sangat berminat
berminat
Ragu-ragu
146
Minat yang tinggi tersebut menjadi modal dasar bagi peningkatan pola pembaruan
yang lebih baik dikemudian hari.
Pembaruan (Up-dating) dilakukan dengan berbagai cara, namun yang paling
sering adalah melalui edaran yang dikirimkan kantor pusat atau asosiasi
perusahaan konstruksi kepada instansi yang bernaung di bawahnya, khususnya di
lingkungan owner dan konsultan desain. seperti dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar V-45 Cara instansi melaksanakan up-dating menyangkut inovasi terbaru
dibidang konstruksi
Dari segi metoda pembaruan, secara umum konsultan desain telah melakukan
pembaruan dengan cara yang lebih variatif dibandingkan owner dan kontraktor.
Diharapkan dengan semakin beragam pola pembaruan yang digunakan akan lebih
memperkaya pengetahuan dan pemahaman terhadap inovasi baru dibidang
konstruksi. Untuk itu dibutuhkan kerja keras semua pihak khususnya instansi
yang bertanggung jawab melakukan pembinaan masyarakat jasa konstruksi untuk
terus mengkampanyekan pentingnya pembaruan dan mensosialisasikan metoda
pembaruan yang mudah diakses dan efektif.
V.6.5. Variabel E
Variabel E adalah Ketersediaan Proyek Infrastruktur Yang Krusial Bagi Analisis
Peningkatan Value. Suatu proyek dianggap krusial apabila memenuhi 3 faktor
berikut:
Cara melaksanakan Up-dating informasi/inovasi baru di bidang konstruksi
72% 79
%
54%57
%
70%
67%
50%
70%
50%
50%
67%
38%
63%
60%
50%
25%
44%
63%
82%
owner konsultan kontraktor
a) Melalui edaran yang dikirimkankantor pusat tentang standar dankriteria perencanaan terbaru
b) Melalui buletin/jurnalteknologi/bacaan lain yangdisediakan oleh instansi kami
c) Studi banding ke instansilain/w ilayah lain yang telahmenerapkan inovasi baru tersebut
d) Mengundang pakar dibidangnyadan menjelaskaninovasi/teknologi/metoda terbaru diinstansi kamie) Menugaskan kepada departementerkait untuk selalu memperbaharuipengetahuan/inovasi terbaru sesuaiperkembangan jaman
Selalu
Tidak Pernah
Sering
Jarang
Cara melaksanakan Up-dating informasi/inovasi baru di bidang konstruksi
72% 79
%
54%57
%
70%
67%
50%
70%
50%
50%
67%
38%
63%
60%
50%
25%
44%
63%
82%
owner konsultan kontraktor
a) Melalui edaran yang dikirimkankantor pusat tentang standar dankriteria perencanaan terbaru
b) Melalui buletin/jurnalteknologi/bacaan lain yangdisediakan oleh instansi kami
c) Studi banding ke instansilain/w ilayah lain yang telahmenerapkan inovasi baru tersebut
d) Mengundang pakar dibidangnyadan menjelaskaninovasi/teknologi/metoda terbaru diinstansi kamie) Menugaskan kepada departementerkait untuk selalu memperbaharuipengetahuan/inovasi terbaru sesuaiperkembangan jaman
Selalu
Tidak Pernah
Sering
Jarang
147
1. Tercapai dari segi besar anggaran;
2. Tercapai dari segi kompleksitasnya dan;
3. Tercapai dari segi sumber pembiayaannya.
Ketiga faktor di atas dijelaskan lebih rinci pada sub-bab II.4.4. Variabel E ini
terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut:
a. Jenis dan besar anggaran proyek infrastruktur yang pernah
dilaksanakan
Jenis dan besar anggaran proyek juga menentukan apakah VE layak diterapkan
atau tidak. Jenis proyek infrastruktur menentukan kompleksitas proyek. Di
negara-negara maju VE diterapkan pada proyek yang bernilai tidak kurang dari
25 juta dolar Amerika. Pertimbangan melaksanakan VE pada proyek dengan
kompleksitas tinggi dan membutuhkan biaya besar adalah untuk mendapatkan
efek manfaat yang lebih bernilai mengingat proyek konstruksi umumnya bersifat
unik dan tidak diproduksi secara massal dengan jenis yang sama, berbeda halnya
dengan produk-produk manufaktur.
Penelitian yang kami lakukan menggambarkan jenis proyek infrastruktur yang
paling sering dilaksanakan oleh seluruh kelompok sampel adalah infrastruktur
transportasi, bangunan umum, Jaringan air dan air limbah, seperti tampak pada
gambar berikut:
Gambar V-46 Jenis proyek infrastruktur yang pernah ditangani instansi
Jenis Proyek Infrastruktur yang Pernah ditangani
88%
72% 79
%
78%
59%
39%
54%
29%
29%
45%
29%
69%
88%
71%
34%
57%
32%
28%
40%
32%36%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) Transportasi b) Air dan air limbah c) Pengelolaan limbah
d) Produksi dan distribusi energi e) Bangunan umum f) Fasilitas rekreasi
g) Komunikasi
Selalu
Sering
Jarang
Tidak pernah
Jenis Proyek Infrastruktur yang Pernah ditangani
88%
72% 79
%
78%
59%
39%
54%
29%
29%
45%
29%
69%
88%
71%
34%
57%
32%
28%
40%
32%36%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) Transportasi b) Air dan air limbah c) Pengelolaan limbah
d) Produksi dan distribusi energi e) Bangunan umum f) Fasilitas rekreasi
g) Komunikasi
Selalu
Sering
Jarang
Tidak pernah
148
Jenis proyek yang sering ditangani, yang terbatas pada 3 jenis proyek tersebut
karena hanya 3 jenis proyek tersebut yang paling dominan dilaksanakan di NAD,
atau perusahaan penyedia jasa lokal hanya mampu bersaing pada 3 jenis
konstruksi tersebut, sementara jenis konstruksi lainnya lebih sering ditangani oleh
perusahaan non-lokal yang lebih berpengalaman.
Nilai proyek yang paling sering ditangani berkisar antara <100 juta sampai 3
milyar rupiah. Nilai proyek tersebut adalah nilai proyek yang pengelolaan
anggarannya ditangani langsung oleh owner atau bagi penyedia jasa umumnya
baru dipercaya melaksanakan proyek dengan jumlah anggaran ≤ 3 Milyar rupiah.
Namun demikian besar anggaran mencapai 20 milyar rupiah juga pernah
ditangani oleh kelompok sampel owner dengan intensitas yang jarang. Sementara
dilingkungan penyedia jasa anggaran maksimum yang pernah dikelola adalah
mencapai 5 milyar rupiah. Hal tersebut terlihat pada gambar berikut:
Gambar V-47 Nilai proyek infrastruktur yang pernah ditangani
Minimnya anggaran proyek yang ditangani disebabkan karena ukuran proyek
yang kecil dan umumnya adalah proyek-proyek dengan kompleksitas rendah.
Namun demikian praktik pemecahan ukuran proyek menjadi bagian-bagian yang
kecil juga sering terjadi. Meskipun petunjuk keppres 80 tahun 2003 melarang
pemecahan proyek yang pada dasarnya adalah menyatu, menjadi bagian-bagian
Nilai proyek infrastruktur yang pernah ditangani
78%
75%
45%
72%
72%
61%
56%
67% 75
%
47% 55
% 57%
50%
40% 43%50
%
40%
38%47
%
40%
33%
44%
25%
38%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) < 100 juta b) 100 juta - 1 Miliar c) 1 Miliar - 3 Miliar d) 3 Miliar - 5 Miliar
e) 5 Miliar - 8 Miliar f) 8 Miliar - 13 Miliar g) 13 Miliar - 20 Miliar h) > 20 Miliar
Tidak pernah
Jarang
Sering
Selalu
Nilai proyek infrastruktur yang pernah ditangani
78%
75%
45%
72%
72%
61%
56%
67% 75
%
47% 55
% 57%
50%
40% 43%50
%
40%
38%47
%
40%
33%
44%
25%
38%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) < 100 juta b) 100 juta - 1 Miliar c) 1 Miliar - 3 Miliar d) 3 Miliar - 5 Miliar
e) 5 Miliar - 8 Miliar f) 8 Miliar - 13 Miliar g) 13 Miliar - 20 Miliar h) > 20 Miliar
Tidak pernah
Jarang
Sering
Selalu
149
kecil atau sebaliknya menggabungkan proyek yang pada dasarnya adalah terpisah
menjadi menyatu, supaya tidak perusahaan kecil yang dapat melaksanakannya.
b. Pekerjaan kompleks dan kategori kompleksitas yang digunakan
Kompleksitas dapat ditinjau dari metode pelaksanaan pekerjaan yang spesifik,
pemecahan masalah pelaksanaan proyek yang mahal, pengaruh eksternal proyek
yang besar, dan persyaratan-persyaratan yang sangat komplek dan mengikat.
Seringkali proyek yang berbiaya rendah tetap membutuhkan analisis VE karena
disyaratkan oleh regulasi demi menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat.
Gambar V-48 Frekuensi instansi melaksanakan proyek yang masuk kategori kompleks
Dari segi kompleksitas, seluruh kelompok sampel menyatakan belum pernah
menangani proyek yang masuk kategori pekerjaan kompleks. Namun berdasarkan
tabel III.1 s.d III.3 di atas tampak bahwa potensi proyek dengan pekerjaan
kompleks berpeluang besar masih akan dilaksanakan sampai tahun 2009.
Demikian juga halnya dari segi sumber pembiayaan proyek yang dananya berasal
dari dana publik, juga masih tetap berpotensi besar akan dapat dilaksanakan.
c. Prioritas pembangunan infrastruktur di NAD
Terkait dengan bencana gempa dan tsunami yang terjadi di NAD yang menuntut
rekonstruksi sesegera mungkin, maka pendapat responden terkait prioritas
pembangunan fasilitas infrastruktur adalah sebagai berikut:
Apakah instansi anda pernah menangani proyek yang masuk kriteria pekerjaan kompleks?
56% 58%
71%
50%
75%
100%
Owner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Pernah
Tidak Pernah
Apakah instansi anda pernah menangani proyek yang masuk kriteria pekerjaan kompleks?
56% 58%
71%
50%
75%
100%
Owner Konsultan Kontraktor
Kelompok Sampel
Pernah
Tidak Pernah
150
Gambar V-49 Prioritas pembangunan infrastruktur pasca bencana di NAD
Tampak bahwa fasilitas transportasi, jaringan air dan air limbah serta bangunan
umum mendominasi pendapat responden sebagai fasilitas yang perlu mendapat
prioritas tinggi untuk segera dibangun. Sementara infrastruktur lainnya seperti
fasilitas komunikasi, produksi dan distribusi energi serta pengelolaan limbah
tergolong fasilitas infrastruktur yang kompleks dan biasanya ditangani oleh
tenaga-tenaga spesialis.
V.6.6. Variabel F
Variabel F adalah Kesiapan Pihak Terkait Dalam Melaksanakan Regulasi Terkait
Dengan Upaya Peningkatan Value. Variabel ini terdiri dari indikator-indikator
sebagai berikut:
a. Pemahaman masyarakat jasa konstruksi terhadap regulasi terkait dengan pelaksanaan konstruksi
Peranan regulasi menyangkut VE dirasa sangat penting. Regulasi tidak hanya
akan memberi arah dan batasan yang jelas mengenai proyek infrastruktur yang
menuntut penerapan VE, namun juga memberi ketentraman bagi pelaksana
proyek mengelola proyek tanpa harus was-was melakukan kesalahan prosedur.
Sampai saat ini di Indonesia belum ada regulasi yang mensyaratkan masyarakat
jasa konstruksi menerapkan VE dalam proses pelaksanaan proyek, (Lihat sub-bab
IV.1.4.6.2). Karena itu penelitian ini hanya melihat tingkat pemahaman
masyarakat jasa konstruksi terhadap regulasi menyangkut konstruksi dan
Prioritas Pembangunan Infrastruktur di Nanggroe Aceh Darussalam
89% 97
%
93%
83%
94%
89%
78%
89%
79%
75%
88%
79%83
% 86%
79%
69%
70%
64%72
%
85%
82%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) Transportasi
b) Air dan air limbah
c) Pengelolaan limbah
d) Produksi dan distribusienergie) Bangunan umum
f) Fasilitas rekreasi
g) Komunikasi
Prioritas Utama
Prioritas
Kurang Prioritas
Bukan Prioritas
Prioritas Pembangunan Infrastruktur di Nanggroe Aceh Darussalam
89% 97
%
93%
83%
94%
89%
78%
89%
79%
75%
88%
79%83
% 86%
79%
69%
70%
64%72
%
85%
82%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) Transportasi
b) Air dan air limbah
c) Pengelolaan limbah
d) Produksi dan distribusienergie) Bangunan umum
f) Fasilitas rekreasi
g) Komunikasi
Prioritas Utama
Prioritas
Kurang Prioritas
Bukan Prioritas
151
tanggapan apabila regulasi menyangkut VE ditetapkan oleh pemerintah. Respon
sampel akan dinilai terhadap regulasi-regulasi berikut ini:
1. Undang-undang jasa konstruksi (UUJK) nomor 18 tahun 1999;
2. Peraturan pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2000 tentang usaha dan peran
masyarakat jasa konstruksi;
3. Peraturan pemerintah (PP) nomor 29 tahun 2000 tentang penyelenggaraan jasa
konstruksi;
4. Peraturan pemerintah (PP) nomor 30 tahun 2000 tentang penyelenggaraan
pembinaan jasa konstruksi;
5. Keputusan presiden (Keppres) 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan
pengadaan barang/jasa pemerintah;
6. Instruksi presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2004 tentang pelaksanaan keppes 80
tahun 2003 secara konsisten untuk mencegah pemborosan penggunaan
keuangan negara;
7. Keputusan Menteri (Kepmen) Kimpraswil Nomor: 332/KPTS/M/2002 tentang
pedoman teknis Pembangunan Bangunan gedung Negara;
8. Keputusan Menteri (Kepmen) Kimpraswil Nomor: 339/KPTS/M/2003 tentang
petunjuk pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi oleh instansi pemerintah
Gambar dibawah ini menunjukkan tingkat pemahaman terhadap regulasi yang
telah ada.
Gambar V-50 Pemahaman masyarakat jasa konstruksi di NAD terhadap regulasi
menyangkut pelaksanaan konstruksi di Indonesia
Tingkat Pemahaman Terhadap Regulasi Terkait dengan Konstruksi
69%
71%
68%
59% 67
%
57%59% 67
%
57%59% 67
%
57%
81%
79%
75%
75%
72%
67%
75% 78
%
64%
78%
78%
64%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) UUJK nomor 18 tahun1999
b) PP 28 tahun 2000
c) PP 29 tahun 2000
d) PP 30 tahun 2000
e) Keppres 80 tahun 2003
f) Inpres Nomor 5 Tahun2004
g) Kepmen Kimprasw ilNomor: 332/KPTS/M/2002
h) Kepmen Kimprasw ilNomor: 339/KPTS/M/2003
Tidak Paham
Paham
Sangat Paham
Ragu-ragu
Tingkat Pemahaman Terhadap Regulasi Terkait dengan Konstruksi
69%
71%
68%
59% 67
%
57%59% 67
%
57%59% 67
%
57%
81%
79%
75%
75%
72%
67%
75% 78
%
64%
78%
78%
64%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) UUJK nomor 18 tahun1999
b) PP 28 tahun 2000
c) PP 29 tahun 2000
d) PP 30 tahun 2000
e) Keppres 80 tahun 2003
f) Inpres Nomor 5 Tahun2004
g) Kepmen Kimprasw ilNomor: 332/KPTS/M/2002
h) Kepmen Kimprasw ilNomor: 339/KPTS/M/2003
Tidak Paham
Paham
Sangat Paham
Ragu-ragu
152
Tampak bahwa pemahaman masyarakat jasa konstruksi di NAD terhadap regulasi
terkait pelaksanaan konstruksi di atas telah cukup baik. Namun pada peraturan
pemerintah nomor 28, 29 dan 30 tahun 2000, umumnya pemahaman yang
ditunjukkan masih lebih rendah dibanding regulasi yang lain. Hal ini mungkin
disebabkan karena pelaksanaan konstruksi selama ini tidak menuntut masyarakat
jasa konstruksi melakukan interaksi dengan regulasi tersebut. Hal yang sama
ditunjukkan oleh tingkat penerapan regulasi dalam proses pelaksanaan konstruksi
seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Gambar V-51 Tingkat aplikasi terhadap regulasi yang telah ada pada proses pelaksanaan
pelelangan
b. Tanggapan Owner Terhadap Wewenang Menyusun Regulasi Yang Mensyaratkan Reanalisis Terhadap Desain Awal Untuk Mendapatkan Kualitas Desain Yang Lebih Baik
Kesiapan penerapan VE di Aceh akan semakin besar jika instansi di lingkungan
pemerintah daerah diberi wewenang menyusun peraturan yang mensyaratkan
penerapan VE kepada pihak penyedia jasa. Dari penelitian ini tampak bahwa
owner selaku instansi yang mewakili pemerintah daerah ragu-ragu, apakah
mereka memiliki wewenang tersebut atau tidak. Hal ini karena pemahaman
mereka terhadap wewenang yang dimiliki dalam pelaksanaan konstruksi yang
minim dan juga ketakutan melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan mereka
berhadapan dengan aparat penegak hukum. Kesadaran owner akan wewenangnya
dalam menyusun regulasi di bidang konstruksi tampak pada gambar berikut:
Pada saat proses pengadaan penyedia jasa konstruksi, apakah regulasi berikut anda gunakan?
72%
70%
71%
59%
70%
63%
59%
70%
63%
59%
70%
63%
89% 94
%
82%84%
79%
61%
78% 83
%
68%
84%
83%
79%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) UUJK nomor 18 tahun1999
b) PP 28 tahun 2000
c) PP 29 tahun 2000
d) PP 30 tahun 2000
e) Keppres 80 tahun 2003
f) Inpres Nomor 5 Tahun2004
g) Kepmen Kimprasw ilNomor: 332/KPTS/M/2002
h) Kepmen Kimprasw ilNomor: 339/KPTS/M/2003
Tidak
sering
Selalu
jarang
Pada saat proses pengadaan penyedia jasa konstruksi, apakah regulasi berikut anda gunakan?
72%
70%
71%
59%
70%
63%
59%
70%
63%
59%
70%
63%
89% 94
%
82%84%
79%
61%
78% 83
%
68%
84%
83%
79%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
a) UUJK nomor 18 tahun1999
b) PP 28 tahun 2000
c) PP 29 tahun 2000
d) PP 30 tahun 2000
e) Keppres 80 tahun 2003
f) Inpres Nomor 5 Tahun2004
g) Kepmen Kimprasw ilNomor: 332/KPTS/M/2002
h) Kepmen Kimprasw ilNomor: 339/KPTS/M/2003
Tidak
sering
Selalu
jarang
153
Gambar V-52 Kesadaran owner terhadap wewenang mengeluarkan kebijakan yang mensyaratkan penerapan VE kepada penyedia jasa di NAD
Jika owner diberi wewenang menyusun regulasi yang mensyaratkan penerapan
VE kepada pihak penyedia jasa, maka owner akan memanfaatkan wewenang
tersebut untuk mengadakan kajian kelayakan dan jika hasilnya baik maka akan
segera disusun ketentuan yang mensyaratkan penerapan VE di NAD. Gambar di
bawah ini menunjukkan hal tersebut:
Gambar V-53 Tanggapan owner jika memiliki otoritas menyusun regulasi yang
mensyaratkan penerapan VE kepada penyedia jasa
Apabila pemerintah baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah mengeluarkan
peraturan yang mensyaratkan pihak pelaksana dan penyedia jasa melakukan
Apakah Instansi anda diberi wewenang mengeluarkan kebijakan yang mensyaratkan
penyedia jasa memberi usulan peningkatan value?
50%
25%
44%
63%
82%
Owner
Tidak diberi
Diberi seluasnya
Diberi terbatas
Ragu-ragu
Apakah Instansi anda diberi wewenang mengeluarkan kebijakan yang mensyaratkan
penyedia jasa memberi usulan peningkatan value?
50%
25%
44%
63%
82%
Owner
Tidak diberi
Diberi seluasnya
Diberi terbatas
Ragu-ragu
Jika Instansi anda memilki otoritas untuk menyusun regulasi yang mensyaratkan penerapan program value improvement, bagaimana
tanggapan anda?
25%
44%
63%
82%
Owner
1 Saya tidak akan membuat peraturan apapun karena menurut saya sistem lama sudah baik
2 saya akan membuatnya jika banyak permintaan agar regulasi itu dibuat
3 saya akan mengadakan studi terlebih dulu, jika hasilnya lebih baik maka akan saya buat
4 saya akan segera menyusun peraturan yang mengharuskan penerapan program valueimprovement dan menyiapkan perangkat-perangkat lain yang diperlukan
Pilihan 1
Pilihan 4
Pilihan 3
Pilihan 2
Jika Instansi anda memilki otoritas untuk menyusun regulasi yang mensyaratkan penerapan program value improvement, bagaimana
tanggapan anda?
25%
44%
63%
82%
Owner
1 Saya tidak akan membuat peraturan apapun karena menurut saya sistem lama sudah baik
2 saya akan membuatnya jika banyak permintaan agar regulasi itu dibuat
3 saya akan mengadakan studi terlebih dulu, jika hasilnya lebih baik maka akan saya buat
4 saya akan segera menyusun peraturan yang mengharuskan penerapan program valueimprovement dan menyiapkan perangkat-perangkat lain yang diperlukan
Pilihan 1
Pilihan 4
Pilihan 3
Pilihan 2
154
reanalisis terhadap desain awal untuk mendapatkan value yang lebih, maka
seluruh responden menyatakan sepakat dengan hal tersebut, seperti tampak pada
gambar berikut:
Gambar V-54 Tanggapan instansi jika pemerintah mengeluarkan regulasi yang
mensyaratkan reanalisis terhadap desain awal untuk mencapai value yang lebih baik
c. Tanggapan Owner Terhadap Pembatasan Wewenang Dalam Menyusun Regulasi Yang Mensyaratkan Reanalisis Terhadap Desain Awal Untuk Mendapatkan Kualitas Desain Yang Lebih Baik
Pada dasarnya wewenang pembinaan jasa konstruksi terkait dengan penerbitan
regulasi yang berkaitan dengan konstruksi adalah wewenang pemerintah pusat dan
bukan wewenang pemerintah daerah seperti dijelaskan dalam PP nomor 30 tahun
2000. Tanggapan responden terhadap hal ini umumnya ragu-ragu, antara sepakat
dan tidak sepakat, seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar V-55 Tanggapan terhadap pembatasan wewenang penyusunan regulasi
terkait dengan konstruksi
Tanggapan instansi terhadap pembatasan wewenang penerbitan peraturan yang berkaitan dengan konstruksi
61%66%
72%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
tidak sepakat
Sangat sepakat
sepakat
Ragu-ragu
Tanggapan instansi terhadap pembatasan wewenang penerbitan peraturan yang berkaitan dengan konstruksi
61%66%
72%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
tidak sepakat
Sangat sepakat
sepakat
Ragu-ragu
Tanggapan instansi jika pemerintah mengeluarkan regulasi yang mensyaratkan reanalisis terhadap desain awal untuk
mencapai value yang lebih baik
83% 81% 82%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
tidak sepakat
Sangat sepakat
sepakat
Ragu-ragu
Tanggapan instansi jika pemerintah mengeluarkan regulasi yang mensyaratkan reanalisis terhadap desain awal untuk
mencapai value yang lebih baik
83% 81% 82%
25%
44%
63%
82%
Owner Konsultan Kontraktor
tidak sepakat
Sangat sepakat
sepakat
Ragu-ragu
155
Dalam mempercepat pelaksanaan program Value Engineering sebaiknya
pemerintah daerah diberi wewenang untuk menyusun regulasi yang mensyaratkan
reanalisis terhadap desain awal untuk mendapatkan kualitas value yang lebih baik.
Daerah-daerah yang telah memenuhi persyaratan untuk menerapkan progam ini
dan terbukti berhasil nantinya akan memberi pengaruh baik untuk mempercepat
akselarasi penerapan program yang sama di daerah lain.
d. Tingkat Kepentingan Variabel- Variabel Dari Sudut Pandang Masyarakat Jasa Konstruksi Di Nanggroe Aceh Darussalam
Tingkat kepentingan variabel penelitian diperoleh berdasarkan perbandingan dua
variabel berpasangan dengan formulir yang disusun dalam bentuk matriks.
Formulir tersebut dilampirkan pada kuesioner sebagai pertanyaan terakhir pada
seluruh kelompok sampel. Jawaban responden selanjutnya diolah dengan metoda
AHP, sebagaimana yang dijelaskan sub-bab V.6.1 poin f. Pemahaman responden
terhadap variabel-variabel tersebut adalah persepsi umum dari pertanyaan-
pertanyaan dalam kuesioner yang telah disusun berurut mulai dari:
1. Variabel A (Komitmen Masyarakat Jasa Konstruksi Dalam Mendukung
Upaya Peningkatan Value Pada Pembangunan Infrastruktur Di Nanggroe
Aceh Darussalam);
2. Variabel B (Pandangan Masyarakat Jasa Konstruksi Terhadap Pentingnya
Peningkatan Value Dalam Proses Project delivery);
3. Variabel C (Dukungan Dan Partisipasi Manajemen Dalam Upaya Peningkatan
Value Pada Proyek Infrastruktur Di Nanggroe Aceh Darussalam);
4. Variabel D (Kualitas Dan Kapasitas Sumber Daya Manusia Di Nanggroe
Aceh Darussalam);
5. Variabel E (Ketersediaan Proyek Infrastruktur Yang Krusial Bagi Analisis
Peningkatan Value) Dan,
6. Variabel F (Kesiapan Pihak Terkait Dalam Melaksanakan Regulasi Terkait
Dengan Upaya Peningkatan Value).
156
Ada 15 responden yang mengisi matriks perbandingan dua variabel berpasangan
ini. Dan perhitungan skor variabel akhir adalah skor rata-rata dari keseluruhan
responden yang menjawab. Skor rata-rata ini selanjutnya disusun dalam rangking
tingkat kepentingan variabel yang mempengaruhi kesiapan penerapan VE pada
pembangunan infrastruktur di NAD dari sudut pandang masyarakat jasa
konstruksi di NAD. Contoh perhitungan matriks perbandingan dua variabel
berpasangan disajikan pada lembar lampiran. Hasil perhitungan tingkat
kepentingan variabel adalah sebagai berikut:
Tabel V-7 Tingkat kepentingan variabel penelitian
ID Variabel Skor Rangking
D Kualitas Dan Kapasitas Sumber Daya Manusia Di Nanggroe Aceh Darussalam 0.205 1
C Dukungan Dan Partisipasi Manajemen Dalam Upaya Peningkatan Value Pada Proyek Infrastruktur Di Nanggroe Aceh Darussalam
0.169 2
F Kesiapan Pihak Terkait Dalam Melaksanakan Regulasi Terkait Dengan Upaya Peningkatan Value 0.168 3
A
Komitmen Masyarakat Jasa Konstruksi Dalam Mendukung Upaya Peningkatan Value Pada Pembangunan Infrastruktur Di Nanggroe Aceh Darussalam
0.163 4
E Ketersediaan Proyek Infrastruktur Yang Krusial Bagi Analisis Peningkatan Value 0.151 5
B Pandangan Masyarakat Jasa Konstruksi Terhadap Pentingnya Peningkatan Value Dalam Proses Project delivery
0.144 6
Total Skor 1
Rasio konsistensi rata-rata adalah 0,04 < 0,1 yang berarti konsisten, dengan rasio
konsistensi minimum = 0 dan rasio konsistensi maksimum = 0,08.
Para responden menyatakan bahwa faktor kualitas dan kapasitas sumber daya
manusia memegang peranan paling penting dalam mempengaruhi kesukesan
penerapan program value improvement di NAD. Data tingkat kepentingan ini
selanjutnya akan digunakan dalam menentukan pencapaian faktor-faktor prasyarat
penerapan VE di Nanggroe Aceh Darussalam yang akan dibahas lebih lanjut pada
Bab VI Analisis Data dan Pembahasan.