UNIVERSITAS INDONESIA
Uji Efek Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Fraksi dari Ekstrak
Etil Asetat Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn.) dan
Penapisan Fitokimia dari Fraksi Teraktif
SKRIPSI
INDAH NUR FITRIANDINY
0806453610
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK
JULI 2012
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
Uji Efek Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Fraksi dari Ekstrak
Etil Asetat Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn.) dan
Penapisan Fitokimia dari Fraksi Teraktif
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi
INDAH NUR FITRIANDINY
0806453610
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK
JULI 2012
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok
Indah Nur Fitriandiny
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar.
Nama : Indah Nur Fitriandiny
NPM : 0806453610
Tanda Tangan :
Tanggal : 2 Juli 2012
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
v
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Indah Nur Fitriandiny
NPM : 0806453610
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Efek Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase
Fraksi dari Ekstrak Etil Asetat Daun Jambu Mete
(Anacardium occidentale Linn.) dan Penapisan
Fitokimia dari Fraksi Teraktif.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. Abdul Mun’im M.S., Apt. (…………………………)
Pembimbing II : Dr. Herman Suryadi M.S., Apt. (…………………………)
Penguji I : Drs. Hayun, M.Si. (…………………………)
Penguji II : Dr. Berna Elya, Apt., M.Si. (…………………………)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 2 Juli 2012
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas diucapkan selain alhamdulillahirabbil’alamin
kepada Allah Subhana wa Ta’ala, yang atas izin-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Farmasi di Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia.
Selama penelitian dan penulisan, banyak sekali pihak di yang telah
membantu penulis sejak awal perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini
diselesaikan. Untuk itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1) Bapak Dr. Abdul Mun’im, M.S., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
menyediakan waktu, bantuan, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis
dalam penelitian dan penyusunan skripsi;
2) Bapak Dr. Herman Suryadi M.S., Apt., selaku dosen pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik yang telah menyediakan waktu, bantuan, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi
ini;
3) Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI;
4) Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu
pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan
di Departemen Farmasi FMIPA UI;
5) Ibunda Nuraini, Ayahanda Teguh Purwahandaka, Mas Hadi dan Sarah yang tak
henti mendoakan, memberi semangat, dukungan dan motivasi, serta selalu
menjadi inspirasi bagi penulis untuk selalu belajar dengan baik;
6) Sahabat dan rekan kerja penulis yang telah banyak member bantuan, dukungan,
semangat dan doa, juga keluarga besar Farmasi angkatan 2008 yang senantiasa
berbagi masa suka dan duka bersama selama masa perkuliahan dan penelitian;
7) Segenap staf pegawai Departemen Farmasi FMIPA UI yang senantiasa
membantu penulis selama menjalani penelitian dan penyusunan skripsi ini;
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
vii
8) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis sadar tidak mampu memberikan sesuatu yangt lebih berharga selain
ucapan terima kasih dan berdoa semoga Alla SWT yang akan membalas segala
kebaikan mereka dengan sesuatu yang lebih baik lagi.
Besar harapan penulis semoga penulisan skripsi ini dapat berguna bagi
ilmu pengetahuan khususnya bagi pengembangan ilmu kefarmasian sehingga
manfaatnya bisa sirasakan oleh masyrakat luas.
Penulis
2012
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Indah Nur Fitriandiny
NPM : 0806453610
Program Studi : S1 Farmasi Reguler
Departemen : Farmasi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Uji Efek Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Fraksi dari Ekstrak Etil Asetat
Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn.) dan Penapisan Fitokimia dari
Fraksi Teraktif
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
ix
ABSTRAK
Nama : Indah Nur F.
Program Studi : S1 Farmasi
Judul : Uji Efek Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Fraksi
dari Ekstrak Etil Asetat Daun Jambu Mete (Anacardium
occidentale Linn.) dan Penapisan Fitokimia dari Fraksi
Teraktif.
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit dari sepuluh besar penyakit di
Indonesia dengan prevalensi yang terus meningkat secara signifikan. Berkaitan
dengan salah satu target pengobatannya yaitu menurunkan kadar gula darah, obat
golongan penghambat α-Glukosidase dapat menghambat pemecahan karbohidrat
di usus halus, menurunkan kondisi hiperglikemia postprandial dan lonjakan
sekresi insulin. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol 80%
daun jambu mete (Anacardium occidentale L) memiliki efek penghambatan
aktivitas α-glukosidase yang baik dengan nilai IC50 9,11 ppm. Tujuan penelitian
ini adalah memperoleh fraksi yang memiliki penghambatan aktivitas α-
glukosidase tertinggi dari ekstrak etil asetat daun jambu mete dan mengetahui
golongan senyawa kimia dari fraksi teraktif tersebut. Daun jambu mete direfluks
dengan heksana, etil asetat, dan metanol kemudian difraksinasi dengan
kromatografi kolom. Pengujian efek penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase
dilakukan berdasarkan penghambatan konversi p-Nitrofenil-α-D-glukopiranosida
sebagai substrat menjadi p-nitrofenol dan α-D-glukosa. Absorbansi p-nitrofenol
diukur pada panjang gelombang 405 nm. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etil
asetat daun jambu mete memiliki penghambatan paling kuat terhadap aktivitas α-
glukosidase dengan nilai IC50 43,66 ppm dengan fraksi paling kuat yaitu fraksi F
dengan nilai IC50 28,76 ppm. Uji kinetika enzim menunjukkan bahwa ekstrak etil
asetat daun jambu mete mempunyai aktivitas penghambatan non-kompetitif.
Golongan senyawa kimia yang terdapat pada fraksi F etil asetat daun jambu mete
adalah glikosida, flavonoid, antrakuinon, tanin, dan saponin.
Kata Kunci : diabetes melitus, penghambat α-glukosidase, daun jambu
mete (Anacardium occidentale L.), fraksi aktif.
xiii + 91 halaman : 18 gambar; 18 tabel; 3 lampiran
Daftar Acuan : 56 (1984-2012)
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
x
ABSTRACT
Name : Indah Nur F.
Program study : S1 Pharmacy
Title : α-Glucosidase inhibiting activity of ethyl acetat extract from
cashewnut leaves (Anacardium occidentale L.) and phytochmeical
screening from the active fraction.
Diabetes mellitus is a one of the top ten diseases in Indonesia with a
significantly increased prevalence. Among glucose-lowering medications, α-
glucosidase inhibitors delay the absorption of ingested carbohydrates, reducing
the postprandial glucose and insulin peaks. In previous study, 80% ethanol extract
of cashewnut (Anacardium occidentale L.) leaves showed a good α-Glucosidase
inhibiting activity with IC50 value 9.11 ppm. The purpose of this study is to know
the α-glukosidase inhibiting activity from cashewnut leaves extract and it’s
fraction. Cashewnut leaves were refluxed using hexane, etil asetat and methanol
then fractionated using column chromatography. The inhibiting activity of α-
glucosidase was tested based on inhibition of conversion of p-Nitrofenil-α-D-
glukopiranosida as a substrate to p-nitrophenol and α-D-glucose. Absorbance of
p-nitrophenol was measured at a wavelength of 405 nm. The result showed that
the ethyl acetat extract of cashewnut leaves has the highest α-glucosidase
inhibiting activity than other extract with IC50 values 43.66 ppm with fraction F
from column chromatograph as the most active fraction with IC50 value 28.76
ppm. The kinetic assay of this inhibiting activity showed that ethyl acetat extract
of cashewnut leves is a noncompetitive inhibiting activity. Phytochemical
screening result shows that Fraction F from ethyl acetat extract of cashewnut
leaves contained glycosides, flavonoids, tannins, anthraquinone and saponin.
Key words :diabetes mellitus, α-glucosidase inhibitor, cashewnut,
Anacardium occidentale L. leaves, phytochemical
screening.
xiii + 91 pages : 18 pictures; 18 tables; 3 appendices
Bibliography : 56 (1984-2012)
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ viii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ........................................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
2.1 Jambu mete (Anacardiumoccidentale L.) ............................................. 3
2.2 Diabetes Mellitus ........................................................................................ 7
2.3 Enzim ......................................................................................................... 13
2.4 Enzim α-Glukosidase .................................................................................. 16
2.5 TeknikPemisahan ........................................................................................ 23
2.6 Spektroskopi ............................................................................................... 29
2.7 Penapisan Fitokimia ................................................................................... 32
3. METODE PENELITIAN …………………………………............ ............. 36
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian ..................................................................... 36
3.2 Bahan ......................................................................................................... 36
3.3 Alat .............................................................................................................. 37
3.4 Prosedur Pelaksanaan ................................................................................. 37
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 54
4.1 Ekstraksi Simplisia .................................................................................... 54
4.2 Fraksinasi .................................................................................................... 55
4.3 Uji Pendahuluan Enzim .......................................................................... 57
4.4 Uji Efek Penghambatan Aktivtas α-Glukosidase ................................... 60
4.5 Uji Kinetika Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase ........................... 64
4.6 Identifikasi Golongan Senyawa Kimia .................................................. 66
5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………......70
4.3 Kesimpulan ............................................................................................ 70
4.4 Saran ...................................................................................................... 70
DAFTAR ACUAN ................................................................................................. 71
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) ............................................ 3
2.2 Struktur Kandungan Kimia Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete ....................... 6
2.3 Struktur Kimia Akarbose ................................................................................. 17
2.4 Reaksi Enzimatis α-glukosidase dan p-nitrofenil-α-D
glukopiranosida ............................................................................................ 18
2.5 Plot Resiprokal-Ganda atau Lineweaver-Burk 1/vi versus 1/[S] ................. 20
2.6 Plot Lineweaver-Burk dari Inhibisi Kompetitif ........................................... 21
2.7 Plot Lineweaver-Burk untuk Inhibisi Non Kompetitif ................................ 22
2.8 Variasi Jalur Sampel dalam Sumuran Microplate (A) dan Jalur
Sampel pada Kuvet (B) ................................................................................ 31
2.9 Hasil Jalur Sampel dengan Perbedaan Volume Sampel pada
Sumuran Microplate .................................................................................... 31
3.1 Skema Prosedur Pelaksanaan ....................................................................... 37
3.2 Skema Ekstraksi ........................................................................................... 76
3.3 Skema Fraksinasi ......................................................................................... 77
4.1 Grafik Hasil Uji Pendahuluan Variasi Konsentrasi Substrat ....................... 58
4.2 Grafik Hasil Uji Pendahuluan Variasi Waktu Inkubasi ............................... 60
4.3 Plot Lineweaver-Burk Hasil Uji Kinetika Penghambatan
Aktivitas α-Glukosidase pada Fraksi F Ekstrak Etil Asetat Daun
Jambu Mete 20 g/mL .................................................................................. 65
4.4 Identifikasi senyawa golongan tannin .......................................................... 78
4.5 Identifikasi senyawa golongan flavonoid .................................................... 78
4.6 Identifikasi senyawa golongan antrakuinon ................................................. 79
4.7 Identifikasi senyawa golongan saponin ....................................................... 79 4.8 Identifikasi senyawa golongan glikosida ..................................................... 80
4.9 Microplate Reader Biotek ELX 808 ............................................................ 80
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kondisi Berdasarkan Kadar Glukosa Darah ............................................. 10
2.2 Zat Penyerap untuk Kromatografi Lapisan Tipis ...................................... 28
3.1 Skema penambahan reagen uji pendahuluan enzim α-glukosidase .......... 44
3.2 Skema penambahan reagen uji penghambatan α-glukosidase ................... 47
3.3 Prosedur Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim ................................ 50
4.1 Rendemen Ekstrak .................................................................................... 81
4.2 Bobot Fraksi Hasil Kromatografi Kolom ................................................. 81
4.3 Uji Pendahuluan Aktivitas Variasi Waktu Inkubasi .................................. 81
4.4 Uji Pendahuluan Enzim dengan Variasi Konsentrasi Substrat ................. 82
4.5 Hasil Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase .................................... 62
4.6 Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase pada Akarbose .......................... 83
4.7 Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase pada Ekstrak Heksana ............... 84
4.8 Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase pada Ekstrak Etil Asetat ........... 85
4.9 Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase pada Ekstrak Metanol ............... 86
4.10 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Fraksi dari Ekstrak
Etil Asetat .................................................................................................. 63
4.11 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Fraksi dari Ekstrak
Etil Asetat Fraksi F .................................................................................... 87
4.12 Hasil Uji Kinetika Penghambatan Aktivitas Enzim Fraksi F Ekstrak Etil
Asetat 20 µg/mL ...................................................................................... 88
4.13 Hasil Perhitungan Tetapan Michaelis-Menten Fraksi F Etil Asetat
20 µg/mL .................................................................................................... 88
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Identifikasi Tanaman ............................................................................. 89
2. Sertifikat Analisis Enzim α-Glukosidase ....................................................... 90
3. Lampiran 3. Sertifikat Analisis Enzim Sustrat 4-Nitrofenil-α-D-
Glukopiranosida
(PNPG) ........................................................................................................... 91
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh besar
penyakit di Indonesia. Prevalensi penyakit ini di dunia terus meningkat setiap
tahunnya dengan angka 2,8% di tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat
hingga 4,4% ditahun 2030 (Wild, 2004). Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan
metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin,
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya (Dipiro et al., 2005).
Pengobatan diabetes secara farmakologis dapat dilakukan dengan
pemberian obat golongan penghambat α-glukosidase yang dapat menunda
penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks di usus halus. Efek utama yang
timbul akibat aksi ini ialah dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa darah
setelah makan (Dipiro, et al, 2005).
Pada pasien diabetes, terdapat banyak obat-obatan herbal yang dapat
menurunkan kadar glukosa dalam darah dan dapat membantu mengontrol kondisi
hiperglikemia yang lebih ringan pada diabetes tidak tergantung insulin. Beberapa
tanaman tersebut memiliki aktivitas menurunkan kadar gula darah dengan
mekanisme yang berbeda. Salah satunya melalui mekanisme penghambatan
absorpsi glukosa di usus sehingga mencegah terjadinya lonjakan kadar glukosa
dalam darah yang biasanya terjadi setelah makan (Heinrich et al., 2004).
Berdasarkan penelitian terdahulu terbukti bahwa ekstrak etanol 80% dari
daun jambu mete (Anacardium occidentale L.) memiliki aktivitas penghambat α-
glukosidase lebih baik dari akarbose (Masitha, 2011). Efek antidiabetes juga
dimiliki oleh ekstrak alkohol dari daun jambu mete yang ditunjukan pada uji pada
tikus yang diinduksi diabetes dengan streptozotocin dengan penurunan kadar
glukosa darah yang signifikan (Kamtchouing et al, 1998).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Salah satu kandungan pada ekstrak metanol-air daun jambu mete adalah
flavonoid (de Brito, et al., 2007), yang memiliki efek hipoglikemik melalui
mekanisme penghambatan aktivitas α-glukosidase (Pereira, et al., 2011).
Berdasarkan polaritas substrat enzim yang akan diinhibisi, hendaknya
penghambat yang akan diekstrak dari simplisia daun jambu mete memiliki sifat
semipolar hingga polar. Sehingga untuk mendapatkan aktivitas yang baik
hendaknya dipilih pelarut yang memiliki polaritas yang serupa salah satunya
adalah etil asetat. Maka pada penelitian ini dilakukan uji penghambatan aktivitas
α-glukosidase dari ekstrak etil asetat daun jambu mete sebagai obat antidiabetes.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh fraksi yang memiliki efek
penghambatan aktivitas α-glukosidase tertinggi dari ekstrak etil asetat daun
tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L.) dan mengetahui golongan
senyawa kimia dari fraksi teraktif tersebut.
1.3 Manfaat
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya
dalam mengisolasi senyawa penghambat enzim α-glukosidase yang akan menjadi
alternatif pengobatan penyakit diabetes mellitus dan isolate yang diperoleh dapat
digunakan sebagai penanda kualitas simplisia daun jambu mete.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun Jambu mete (Anacardium occidentale L.)
Daun jambu mete merupakan tanaman yang umum digunakan oleh
masyarakat di Indonesia sebagai pengobatan tradisional berbagaai macam
penyakit salah satunya adalah diabetes mellitus.
[sumber : dokumentasi pribadi]
Gambar 2.1 Daun jambu mete
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi botani tanaman jambu mete adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Sapindales
Suku : Anacardiaceae
Marga : Anacardium
Jenis : Anacardium occidentale L.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
4
Universitas Indonesia
2.1.2 Sinonim dan Nama Daerah (Kasahara & Hemmi, 1986)
Sinonim : Acajuba occidentalis (L.) Gaertn; Cassuvium
pomiferum Lam.
Nama daerah : Jambu monyet, jambu mente (Jawa tengah) ; jambu
mede (Sunda); kanoke (Maluku); yao kuo (China); cashew (Inggris); kasoy
(Filipina); kashu nattsu (Jepang); yaruang (Thailand); acagia (Italia)
2.1.3 Morfologi (Depkes RI, 1989).
Tanaman jambu mete berupa pohon berukuran sedang, tinggi sampai
dengan 12 m, sangat bercabang-cabang dan selalu hijau. Tanaman ini bias
memliki ukuran tinggi dan menyempit atau rendah melebar bergantung pada
kondisi lingkungannya. Akar tanaman ini kuat, berbentuk tunggang dengan
kedalaman lebih dari 3 m. Bentuk batang tanaman jambu mete tidak rata, agak
bengkok dan mengandung getah. Potongan kulit kayu pada pohon ini
melengkung atau menggulung membujur pada kedua sisi.
Helaian daun jambu mete berjenis tunggal, dan memiliki tangkai.
Warna daun nya hijau kekuningan sampai hijau tua kecokelatan dengan
panjang 4-22 cm, lebar 2-15 cm. Ujung daun jambu mete membundar seperti
pada ujung yang tumpul dengan lekukan kecil di tengah dengan bagian
pangkal yang meruncing runcing. Pinggir daun jambu mete berbentuk rata
dengan panjang tangkai sampai 3 cm. Tulang daun tanaman ini berbentuk
menyirip. Daun jambu mete memiliki permukaan daun yang licin pada bagian
atas dan bawah daun dan tidak memiki rambut.
Bunga dari tanaman jambu mete keluar pada setiap ujung cabang
berupa malai atau kadang berupa malai rata dengan panjang mencapai 26cm.
Daun pelindung berbentuk bundar telur sampai lonjong. Helaian kelopak
bunga tanaman jambu mete berbentuk bundar telur sampai lanset dengan
panjang 3mm–5mm. Helaian mahkota bunga berbentuk pita yang awalnya
berwarna cokelat susu kekuningan dengan garis-garis merah kemudian
menjadi merah dengan panjang 7-15 mm. Panjang benang sari dari bunga
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
tanaman ini adalah sekitar 2-12 mm dengan kepala sari yang panjangnya 0,75-
1 mm.
Buah jambu mete berbentuk tebal dengan biji lonjong dan sebuah
benih coklat kemerahan dengan dua kotoledon besar dibagian bawah. Biji
pada buah berbentuk ginjal dengan kulit biji berwarna cokelat kemerahan.
Buah jambu mete memiliki dua keping biji yang besar dengan embrio kecil.
2.1.4 Ekologi dan Persebaran (Depkes RI, 1989)
Tanaman ini berasal dari Amerika tropik. Tersebar di Meksiko sampai
Peru, Brasilia dan India hingga Mozambik di Afrika Timur. Dari India meluas
ke daerah Asia lainnya dan Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan iklim kering, kecuali tanah liat berat, tanah yang
mengandung lapisan garam dan tanah dengan system pengairan yang buruk.
Jambu mete tumbuh pada ketinggian 1-1200 m diatas permukaan laut.
Tanaman ini dapat tumbuh dengan produksi buah yang baik pada tanah yang
kering bahkan tanpa pemupukan. Dapat tumbuh dan berproduksi di tempat
kering dengan curah hujan 500 mm setahun. Di tempat dengan curah hujan
tinggi tanaman ini juga masih dapat tumbuh asalkan sistem pengairannya
baik.
2.1.5 Kandungan Kimia
Kandungan kimia dari ekstrak kental daun jambu mete adalah etil
galat, hiperosida metilgalat, flavonoid leukosianidin dan leukodelfinidin. Dan
senyawa identitasnya adalah leukosianidin (BPOM RI, 2004)
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
[Sumber :Kusmardiyani & Nawawi, 1992]
Gambar 2.2 Struktur kandungan kimia ekstrak etanol daun jambu mete. Ket: (a) Etil Galat, (b) Metil Galat, (c) Hiperosida, (d) Leukosianidin,
(e) Leukodelfinidin
2.1.6 Kegunaan Tradisional
Tanaman jambu mete banyak ditanam untuk diambil bijinya, baik
untuk dikonsumsi maupun dijadikan minyak yang bernilai komersial. Bijinya
memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik seperti lemak, protein,
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Minyaknya berasal dari sel kulit biji nya
yang digunakan sebagai obat untuk keracunan makanan (Kasahara & Hemmi,
1986) dan oleh industri juga digunakan sebagai pengawet, resin sintetik,
produk berlapis dan sebagainya. Selain bijinya, buahnya juga dapat
dikonsumsi baik dimakan segar maupun sebagai campuran salad atau
dijadikan minuman.
Daun jambu mete digunakan secara tradisional untuk pengobatan luka
bakar, radang amandel dan disentri. Getah pada buah yang masih muda
digunakan sebagai obat penyakit lepra, luka menahun, dan radang pada rahim
(Kasahara & Hemmi, 1986).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
2.1.7 Aktivitas Bioligis
Minyak biji jambu mete memiliki aktivitas biologis yang luas. Ektrak
etanol dari tanaman ini memiliki aktivitas antifungi dengan spektrum luas dan
persentase yang lebih tinggi dibanding dengan ekstrak aseton dan etil asetat
(Kannan et al., 2009).
Berdasarkan penelitian, ekstrak daun jambu mete (A. occidentale L.)
dikombinasikan dengan ektrak Psidium guajava dapat menghambat
pertumbuhan rotavirus pada monyet (Ahmad, Aqil, & Owais, 2006).
Selain itu sari alkohol daun muda jambu mede memberikan efek
analgetik terhadap nyeri yang ditimbulkan oleh asam asetat pada mencit putih
(Nuraini, 1992; Septiana, 1996; & Suhaeti, 1996). Daun jambu mete juga
terbukti memiliki aktivitas antimikroba pada uji terhadapa bakteri gram positif
yaitu Bacillus pimilus, Bacillus subtilis dan Staphylococcus aereus dan bakteri
gram negatif yaitu Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan Pseudomonas
auruginosa (Havizah, 1996).
Efek antiulcerogenik dari ekstrak hidroetanol daun jambu mete juga
terbukti efektif. Dengan adanya aktivitas inhibisi lesi gastrik yang diinduksi
oleh HCl/etanol pada tikus betina (Konan & Bacchi, 2007).
2.2 Diabetes Mellitus
2.2.1 Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, penurunan sensitivitas
insulin atau keduanya (Dipiro, et al., 2005).
2.2.2 Klasifikasi
2.2.2.1 Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes Melitus tipe 1 disebut juga insulin-dependent diabetes
melitus (IDDM). Pada diabetes tipe ini sekresi insulin oleh pankreas sangat
sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Kondisi ini diakibatkan oleh adanya
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
destruksi otoimun sel-sel β pulau Langerhans sehingga terjadi defisiensi
insulin absolute. Pasien dengan diabetes tipe 1 biasanya bertubuh kurus yang
merupakan efek dari defisiensi insulin serta ketidakmampuan sel untuk
menggunakan dan menyimpan kalori karbohidrat (Linn, et al., 2009).
Walaupun Gejala dari diabetes tipe ini sering muncul pada masa kanak-kanak
atau remaja, namun timbulnya gejala pada usia dewasa masih mungkin
terjadi.
2.2.2.2 Diebetes Melitus tipe 2
Diabetes Melitus tipe 2 disebut juga sebagai noninsulin dependent
diabetes mellitus (NIDDM). Diabetes tipe ini terjadi karena resistensi jaringan
yang signifikan terhadap insulin yang dibarengi oleh respon sekresi insulin
yang tidak cukup untuk mengatasi resistensi tersebut (Linn, et al., 2009).
Karakteristik dari diabetes tipe ini adalah resistensi insulin serta
sekresi insulin yang rendah dan semakin lama cenderung menurun. Individu
dengan diabetes tipe 2 cenderung menunjukan menunjukan kondisi obesitas,
yang merupakan akibat dari diabetes tipe 2 itu sendiri. Selain itu, hipertensi,
dislilipidemia (kadar trigliserida tinggi dan kadar HDL-kolesterol rendah)
serta kadar inhibitor pengaktivasi plasminogen tipe 1 (PAI-1) yang meningkat
juga sering terlihat pada individu tersebut (Linn, et al., 2009). Pengobatan
penyakit ini adalah dengan pemberian obat antidiabetes (Suherman, 2007).
2.2.2.3 Diabetes Melitus Gestational
Diabetes Melitus Gestasional (GDM) adalah kondisi intoleran
terhadap glukosa pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes. Komplikasi ini terjadi sekitar 7% dari total kehamilan dan sekitar
50% wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke status nondiabetes setelah
kehamilan berakhir (Dipiro, et al., 2005).
Penyebab diabetes gestational dianggap berkaitan dnengan
peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
9
Universitas Indonesia
yang terus tinggi selama kehamilan. Hormone pertumbuhan dan estrogen
menstimulasi pelepasan insulin yang berlebihan yang menyebabkan
penurunan responsivitas seluler (Corwin, 2001).
Diabetes gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan
dengan meningkatkan risiko malformasi kongenital, lahir mati, dan bayi
bertubuh besar, yang dapat menimbulkan masalah pada persalinan.
2.2.2.4 Diabetes Tipe Lain
Selain dari 3 tipe diabetes melitus tersebut, terdapat tipe diabetes
lainnya yaitu diabetes yang disebabkan oleh infeksi, efek samping obat,
endokrinopati, kerusakan pankreas dan kelainan genetik (Dipiro, et al., 2005).
2.2.3 Terapi Diabetes Melitus
2.2.3.1 Target Terapi
Target terapi diabetes melitus adalah secara konsisten menormalkan
kadar glukosa darah dengan variasi minimum. Penelitian-penelitian terakhir
mengisyaratkan bahwa upaya mempertahankan kadar glukosa darah senormal
dan sesering mungkin dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian.
Selain itu, terapi diabetes melitus juga bertujuan untuk mengurangi
komplikasi jangka panjang mikrovaskular dan makrovaskular, mencegah
komplikasi akut akibat kadar glukosa darah tinggi, meminimalkan kejadian
hipoglikemik dan menjaga keseluruhan kualitas hidup pasien (Chisholm-
Burns, et al.,2008).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Kondisi berdasarkan kadar glukosa darah
[Sumber : Chisholm-Burns, et al.,2008]
Asupan makanan (karbohidrat) harus dimonitor untuk mencapai kadar
glukosa darah yang mendekati normal. Asupan makanan yang terlalu banyak
dapat menyebabkan hiperglikemia pada penderita diabetes melitus.
2.2.3.2 Terapi Nonfarmakologi
Penderita diabetes diharapkan dapat mengontrol kadar gula secara
teratur dan mempertahankan berat badan yang normal. Hal ini dikarenakan
pada penderita diabetes yang bertubuh gemuk, kadar gula darah sulit
dikendalikan. Penurunan berat badan dapat mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Adapun kunci
sukses untuk mendapatkan berat badan dan kadar gula yang normal adalah:
a. Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang sesuai kebutuhan gizi. Rencana diet diabetes dihitung secara
individual bergantung pada kebutuhan pertumbuhan, rencana penurunan
berat, dan tingkat aktivitas. Sebagian pasien diabetes tipe II mengalami
pemulihan kadar glukosa darah mendekati normal hanya dengan intervensi
diet karena adanya peran faktor kegemukan.
Parameter mg/dL mmol/L
Glukosa puasa
Normal
Impaired Fasting Glucose (IFG)
Diabetes Melitus
<100
100-125
≥126
<5,6
5,6-6,9
≥7,0
Glukosa setelah makan
Normal
Impaired Glucose Tolerance (IGT)
Diabetes Melitus
<140
140-199
≥200
<7,8
7,8-11,0
≥11,1
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
Pembagian kalori pada pasien terdiri biasanya 50-60% dari
karbohidrat kompleks, 20% dari protein dan 30% dari lemak. Diet juga
mencakup serat, vitamin, dan mineral (Corwin, 2001).
b. Olah Raga
Olahraga yang disertai dengan diet dapat meningkatkan pemakaian
glukosa oleh sel sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dan berat badan
yang pada akhirnya akan meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin.
c. Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan salah satu terapi nonfarmakologi
untuk penderita diabetes melitus. Nikotin yang terdapat pada rokok dapat
mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh sel. Merokok juga
menghasilkan banyak radikal bebas. Banyak indikasi menunjukan bahwa
pada penderita diabetes, metabolisme glukosa yang terganggu menimbulkan
kelebihan radikal bebas, yang memegang peranan penting pada terjadinya
komplikasi lambat (Tjay & Kirana, 2008).
2.2.3.3 Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi untuk penyakit diabetes melitus meliputi insulin,
sulfonilurea, meglitinida, agen penghambat α-glukosidase, tiazolindindion
(TZD), biguanida, golongan peptida serupa glukagon, dan penghambat
aktivitas Dipeptidyl Peptidase-4 (Linn, et al., 2009).
Antidiabetik oral diindikasikan bagi pasien diabetes tipe II jika diet
dan olahraga tidak cukup menurunkan kadar gula darah yang tinggi.
a. Insulin
Sediaan insulin umumnya diperoleh dari sapi atau babi. Dengan
berbagai teknik isolasi dan modifikasi diperoleh bermacam-macam sediaan
dengan sifat yang berbeda berdasarkan mula kerja dan masa kerjanya,
diantaranya sediaan insulin mula kerja cepat (short-acting insulin), insulin
masa kerja sedang (intermediate-duration insulin), insulin mula kerja cepat
dengan masa kerja singkat dan masa kerja panjang (long-duration insulin)
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
(Chisholm-Burn, et al., 2008). Mekanisme kerja insulin adalah menurunkan
kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan
menghambat produksi glukosa hepatik.
b. Sulfonilurea
Golongan sulfonylurea menstimulasi sekresi insulin dari sel-β
pancreas dengan berikatan dengan reseptor sulfonylurea pada permukaan sel-
β. Antidiabetes golongan ini terbagi menjadi generasi pertama dan generasi
kedua. Generasi pertama memiliki durasi aksi yang lebih singkat (kurang dari
12 jam) dan generasi kedua (lebih dari 24 jam) sebagai efek dari perbedaan
kecepatan metabolism, aktivitas metabolit dan kecepatan eliminasi (Linn, et
al., 2009). Generasi pertama terdiri dari esetoheksamid, klorpropamid,
tolazamid dan tolbutamid. Dan generasi kedua terdiri dari glimepirid, glipizid,
dan gliburid. Pada dosis yang ekuipoten, kedua golongan memiliki efek yang
sama dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah (Dipiro, et al., 2005).
c. Biguanida
Metformin merupakan obat golongan biguanida. Mekanisme kerjanya
adalah dengan meningkatkan sensitivitas insulin pada hati dan jaringan
perifer. Sehinga memungkinkan peningkatan pengambilan glukosa jaringan
yang sensitive terhadap insulin tersebut. Metformin tidak memiliki efek
langsung pada sel-β pankreas, namun berkurangnya kadar insulin dalam darah
mencerminkan peningkatan sensitivitas sek terhadap insulin. (Dipiro, et al.,
2005). Metformin merupakan pengobatan lini pertama pada kebanyakan
pasien diabetes tipe 2 dan dapat dikombinasi dengan beberapa obat
antidiabetes lain (Linn, et al., 2009)
d. Tiazolidindion
Dua obat yang termasuk golongan tiazolidindion adalah pioglitazon
dan rosiglitazon. Mekanisme kerjanya adalah meningkatkan sensitivitas
insulin pada otot, hati dan jaringan adipose (Dipiro, et al., 2005)
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
13
Universitas Indonesia
e. Penghambat α-glukosidase
Obat yang termasuk golongan penghambat α-glukosidase adalah
akarbose dan miglitol. Mekanisme keduanya adalah dengan menurangi
kecepatan pencernaan karbohidrat sehingga absorpsi glukosa terhambat. Obat
golongan ini dapat menurunkan kadar hiperinsulinemia dan trigliserida
posprandial (Linn, et al., 2009).
2.3 Enzim
Enzim adalah suatu polimer biologis yang mengkatalis atau
mempercepat reaksi tanpa mengalami perubahan secara permanen sebagai
konsekuensi dari keikutsertaannya dalam reaksi yang bersangkutan. Enzim
berperan mengkatalisis perubahan satu atau lebih senyawa (substrat) menjadi
satu atau lebih senyawa lain (produk) sehingga laju reaksi meningkat
setidaknya 106 kali lebih cepat dibandingkan jika reaksi tersebut tidak
dikatalisis. Laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah suhu, pH, dan konsentrasi substrat (Murray,
Granner, & Rodwell, 2009).
Selain sangat efisien, sifat enzim lainnya yaitu sangat selektif dan
spesifik. Enzim bersifat spesifik baik bagi tipe reaksi yang dikatalis maupun
substrat yang berkaitan pada reaksi bersangkutan. Enzim hanya bereaksi
dengan satu atau beberapa substrat dan hanya mengkatalisis satu macam
reaksi kimia. Spesifitas enzim yang tinggi ini memberikan kemampuan sel
hidup untuk melaksanakan proses kimiawi secara bersamaan dengan
pengontrolan masing-masing proses secara independen (Murray, Granner, &
Rodwell, 2009).
Spesifitas substrat dan efisiensi katalitik yang tinggi ini mencerminkan
adanya lingkungan yang sedemikian cermat hanya untuk reaksi tertentu.
Lingkungan ini disebut tempat aktif (active site) yang umunya berbentuk
celah atau kantung.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Untuk dapat bekerja terhadap suatu substrat, harus ada hubungan atau
kontak antara enzim dengan substrat pada bagian aktif enzim (active site)
sehingga menghasilkan kompleks enzim-substrat (ES) yang bersifat
sementara dan akan terurai jika reaksi yang diinginkan telah selesai. Secara
sederhana, hipotesis Michaelis dan Menten mengenai perubahan suatu
substrat yang dikatalisis oleh enzim dapat digambarkan sebagai berikut:
E + S ⇌ ES → E + P
Keterangan: E = enzim, S = substrat, ES = kompleks enzim-substrat, P = produk/ hasil reaksi.
Persamaan diatas menjelaskan reaksi satu molekul dari masing-masing enzim
dan substrat yang akan membentuk kompleks enzim substrat yang kemudian
pecah menjadi satu molekul masing-masing enzim dan produk. Tanda panah
ganda menunjukan jenis reaksi yang reversible dimana kompleks enzim
substrat dapat kembali membentuk masing-masing molekul enzim dan
substrat.
Persamaan Michaelis-Menten memperlihatkan secara matematis hubungan
antara kecepatan reaksi vi yang bervariasi dengan variasi konsentrasi substrat.
[ ]
[ ] (2.1)
Keterangan : vi = kecepatan awal reaksi, Vmax = kecepatan reaksi maksimal, [S]= konsentrasi
substrat, Km = konstanta Michaelis/ konsentrasi substrat dengan kecepatan awal reaksi (vi)
adalah separuh dari kecepatan maksimal (Vmax/2).
Konstanta Michaelis (Km), adalah konsentrasi substrat dengan
kecepatan awal reaksi (vi) adalah separuh dari kecepatan maksimal (Vmax/2)
yang dapat dicapai pada konsentrasi tertentu enzim. Dengan kata lain bahwa
Km konsentrasi substrat saat kecepatan awal adalah separuh dari kecepatan
maksimal.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
2.3.1 Penghambatan Aktivitas Enzim
Hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim
sebagai katalis dapat terjadi apabila ada hambatan pada penggabungan
substrata tau pada penghasilan produk. Senyawa yang dapat menghambat
reaksi tersebut dinamakan inhibitor. Penghambatan yang dilakukan oleh
inhibitor tersebut dapat berupa penghambatan ireversibel atau penghambatan
reversibel. Penghambatan ireversibel pada umumnya disebabkan oleh
terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih dari
molekul enzim, contohnya terbentuknya ikatan kovalen antara enzim dengan
inhibitor. Penghambatan reversibel masih memungkinkan enzim yang
diinhibisi kembali dapat bekerja sebagai katalisator setelah tidak adanya
inhibitor. Penghambatan jenis ini dapat berupa penghambatan kompetitif dan
penghambatan nonkompetitif.
Penghambatan kompetitif terjadi ketika inhibitor yang memiliki
struktur menyerupai substrat berikatan dengan bagian aktif enzim membentuk
kompleks enzim-inhibitor (EI). Sehingga terjadi persaingan antara inhibitor
dengan substrat untuk berikatan dengan bagian aktif enzim melalui reaksi
sebagai berikut:
E + S ⇌ ES → E + P (membentuk hasil reaksi)
E + I + S ⇌ EI + S (tidak terbentuk hasil reaksi)
Penghambatan kompetitif menghalangi susbtrat berikatan dengan enzim
dengan membentuk kompleks ikatan EI sehingga tidak terbentuk kompleks ES.
Berbeda dengan kompleks ES, kompleks EI ini tidak dapat membentuk
produk/hasil reaksi (P).
Penghambatan nonkompetitif terjadi ketika inhibitor berikatan dengan
bagian enzim di luar sisi aktif. Penggabungan antara inhibitor dengan enzim
dapat terjadi pada enzim bebas (E) maupun pada enzim yang telah mengikat
substrat/ kompleks enzim-substrat (ES).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
E + I ⇌ EI
ES + I ⇌ ESI
Penggabungan inhibitor dengan enzim bebas menghasilkan kompleks
EI, sedangkan penggabungan dengan kompleks ES menghasilkan kompleks
ESI. Baik kompleks EI maupun ESI ini bersifat inaktif, dan berarti bahwa
kedua kompleks tersebut tidak dapat menghasilkan hasil reaksi yang
diharapkan (Poedjiadi, 1994).
2.4 Enzim α-Glukosidase
2.4.1 Definisi
α-Glukosidase dan α-amilase merupakan enzim pankreatik yang
memfasilitasi pemecahan karbohidrat kompleks, oligosakarida dan disakarida
menjadi monosakarida sehingga dapat diabsorpsi dari lumen usus menuju
pembuluh darah (Katzung, Masters, & Trevor, 2009).
Glukosidase tidak hanya penting dalam hal pencernaan karbohidrat
tetapi juga penting pada penceranaan glikoprotein dan glikolipid. Glukosidase
juga juga terkait pada berbagai gangguan metabolic dan penyakit lainnya
seperti diabetes, infeksi virus dan pembentukan sel kanker (Lee, 2000). Oleh
karena peranannya tersebut, penghambatan glukosidase menjadi suatu
penelitian yang penting untuk mengetahui agen terapetik yang prospektif serta
mekanismenya dalam mengobati penyakit-penyakit tersebut.
Fungsi yang beragam dari glukosidase pada organisme ini memicu
penelitian lebih lanjur efek inhibisi terapetik yang potensial untuk dipakai
dalam pengobatan diabetes, obesitas, glycosphingolipid lysosomal storage
disease, infeksi HIV dan tumor secara umum (de Melo, Gomes, & Carvalho,
2006)
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
2.4.2 Inhibitor enzim α-Glukosidase
Penghambat α-glukosidase secara kompetitif menghambat enzim α-
Glukosidase di usus dan mengurangi lonjakan kadar gula darah setelah
makandengan memperlambat pencernaan dan absorpsi dari pati dan
disakarida (Katzung, Masters, & Trevor, 2009).
Penghambat α-glukosidase dikontraindikasikan pada pasien dengan
short-bowel syndrome atau inflamasi di usus besar (Dipiro, et al., 2005). Hal
ini dikarenakan penghambat α-glukosidase menimbulkan efek samping pada
sistem gastrointestinal seperti diare, pembentukan gas berlebihan di lambung
atau usus, dan rasa tidak nyaman pada perut (Chisholm-Burn, et al., 2008).
Agen penghambat α-glukosidase dapat digunakan sebagai terapi
tunggal atau dikombinasikan dengan pengobatan diabetes lain, karena pasien
tidak akan mengalami hipoglikemia dan peningkatan berat badan kecuali
digunakan bersamaan dengan insulin atau obat antidiabetes golongan
sulfonylurea (Linn, et al., 2009).
Salah satu obat yang termasuk golongan penghambat α-glukosidase ini
adalah akarbose. Akarbose merupakan suatu oligosakarida yang diperoleh
dari proses fermentasi mikroorganisme Actinoplanes utahensis. Akarbose
berupa serbuk berwarna putih dengan berat molekul 645,6 dan pKa 5,1 yang
bersifat larut dalam air. Rumus empiriknya adalah C25H43NO18 dengan
struktur kimia sebagai berikut.
[Sumber : British Phramacopoiea, 2009]
Gambar 2.3 Struktur Kimia Akarbose
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Akarbose memiliki efek yang signifikan dalam menurunkan kadar glukosa
darah. Dosis akarbose dimulai dengan dosis rendah (25 mg satu kali sehari),
kemudian ditingkatkan secara bertahap setelah beberapa bulan sampai dosis
maksimum (50 mg tiga kali sehari untuk pasien ≤ 60 kg atau 100 mg tiga kali
sehari untuk pasien> 60 kg) (Dipiro, et al., 2005).
2.4.3 Uji Aktivitas Penghambatan Enzim α-Glukosidase
Uji aktivitas penghambatan α-glukosidase dilakukan secara in vitro
dengan reaksi enzimatis dan pengukuran secara spektrofotometri. Enzim α-
glukosidase akan menghidrolisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa menjadi p-
nitrofenol (berwarna kuning) dan glukosa dengan mekanisme reaksi sebagai
berikut :
[sumber: telah diolah kembali dari Kikkoman, 2001.]
Gambar 2.4 Reaksi Enzimatis α-glukosidase dan p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida
Aktivitas enzim diukur berdasarkan hasil pengukuran absorbansi p-
nitrofenol (berwarna kuning). Intensitas warna kuning yang terbentuk
ditentukan absorbansinya dengan menggunakan microplate reader pada
panjang gelombang 400 nm. Metode spektrofotometri digunakan karena
mudah dilakukan dan mampu memberikan hasil yang akurat, cepat, dan tepat
untuk jumlah sampel yang banyak (Eisenthal & Danson, 2002). Apabila
ekstrak tanaman memiliki kemampuan menghambat aktivitas α-glukosidase
maka p-nitrofenol yang dihasilkan akan berkurang.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
2.4.4 Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim α-Glukosidase
Penentuan kinetika penghambatan enzim diukur dengan meningkatkan
konsentrasi p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa sebagai substrat, baik dengan
maupun tanpa adanya penghambat α-glukosidase (ekstrak) pada beberapa
konsentrasi yang berbeda. Dalam menghitung kinetika penghambatan enzim,
umumnya membutuhkan konsentrasi substrat yang cukup tinggi untuk
mencapai kondisi jenuh. Bentuk linier persamaan Michaelis-Menten
memungkinkan Vmax dan Km diekstrapolasikan dari data kecepatan awal yang
diperoleh pada konsentrasi substrat lebih rendah dari konsentrasi jenuh.
Dimulai dari persamaan (2.2) menjadi bentuk regresi linier dari Persamaan
Michaelis- Menten, (Murray, Granner, & Rodwell, 2009, hal.70-71) :
[ ]
[ ] (2.2)
dibalik
[ ]
[ ] (2.3)
faktor
[ ]
[ ]
[ ] (2.4)
dan disederhanakan
(
)
[ ]
(2.5)
Jenis inhibisi kemudian ditentukan dengan analisis data menggunakan
metode Lineweaver-Burk untuk memperoleh tetapan kinetika Michaelis-
Menten. Konstanta Michaelis (Km), pada persamaan diatas adalah konsentrasi
substrat dengan kecepatan awal reaksi (vi) adalah separuh dari kecepatan
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
maksimal (Vmax/2) yang dapat dicapai pada konsentrasi tertentu enzim. Oleh
karena itu Km memiliki besaran konsentrasi substrat.
Persamaan (2.5) adalah persamaan dalam suatu garis lurus y = ax + b,
di mana y = 1/vi dan x = 1/[S]. 1/vi sebagai fungsi y (absorbansi sampel)
sebidang dengan 1/[S] sebagai fungsi dari x (jumlah substrat) sehingga
memberikan garis lurus yang memotong sumbu y adalah 1/Vmax dan dengan
kemiringan Km/Vmax. Plot seperti itu disebut Plot resiprokal-ganda atau
Lineweaver-Burk (Gambar 2.5)
Dengan menempatkan y pada persamaan (2.6) di nol dan menghitung
x diperoleh bahwa garis memotong di -1/Km.
0 = ax + b; maka, x =
=
(2.6)
Oleh karena itu Km mudah dihitung dari nilai negatif garis memotong sumbu
x.
[Sumber : Murray, Granner, & Rodwell, 2009]
Gambar 2.5 Plot Resiprokal-Ganda atau Lineweaver-Burk 1/vi versus 1/[S]
yang digunakan untuk mengevaluasi nilai Km dan Vmax
Metode Lineweaver-Burk membedakan antara inhibisi kompetitif dan
non kompetitif berdasarkan pada apakah inhibisi menghilang atau tidak
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
21
Universitas Indonesia
menghilang ketika konsentrasi substrat ditingkatkan. Kinetika inhibisi enzim
ditentukan dengan meningkatnya konsentrasi substrat baik ada atau tidak
adanya penghambat (ekstrak).
a. Inhibisi kompetitif
Inhibisi kompetitif klasik terjadi pada tapak ikatan substrat (katalitik).
Pada umumnya, struktur kimia sebuah inhibitor (I) menyerupai struktur kimia
substrat (S) atau biasa disebut analog substrat. Inhibitor (I) dapat berikatan
secara reversibel dengan enzim (E) sehingga yang seharusnya membentuk
kompleks Enzim-Substrat (ES), justru membentuk kompleks Enzim-Inhibitor
(EI). Jika Substrat (S) dan Inhibitor (I) sama-sama ada, maka akan saling
bersaing untuk memperebutkan tapak ikatan yang sama pada permukaan enzim
(E).
Untuk inhibisi kompetitif klasik, garis yang menghubungkan titik data
eksperimen bertemu di sumbu y (Gambar 2.6). Karena perpotongan sumbu y =
1/Vmax, pola ini menunjukkan bahwa ketika 1 / [S] = 0, vi tidak bergantung
pada keberadaan inhibitor atau akan sama seperti pada keadaan tanpa
penghambat (ekstrak). Pada plot dibawah terlihat hilangnya inhibisi secara total
pada konsentrasi substrat [S] yang tinggi.
[Sumber : Murray, Granner, & Rodwell, 2009]
Gambar 2.6 Plot Lineweaver-Burk dari Inhibisi Kompetitif
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
22
Universitas Indonesia
b. Inhibisi nonkompetitif
Pada inihibisi nonkompetitif, pengikatan inhibitor tidak mempengaruhi
pengikatan substrat, dan tidak terdapat persaingan antara penghambat
(ekstrak) dengan substrat. Pembentukan kompleks Enzim-Inhibitor (EI) dan
Enzim-Inhibitor-Substrat (EIS) mungkin saja terjadi. Namun, sementara
kompleks Enzim-Inhibitor (EI) masih bisa mengikat substrat, maka akan
diubah menjadi produk. Untuk inhibisi non kompetitif sederhana, Enzim (E)
dan Enzim-Inhibitor (EI) memiliki afinitas yang sama terhadap substrat (S)
namun efisiensi mengubah substrat menjadi produk yang tercermin oleh Vmax
berkurang.
[Sumber : Murray, Granner, & Rodwell, 2009]
Gambar 2.7 Plot Lineweaver-Burk untuk Inhibisi Non Kompetitif
Plot diatas menunjukan bahwa pada sampel dengan inhibitor dan
konsentrasi substrat yang besar, aktivitas inhibisi tidak sama seperti pada
keadaan tanpa inhibitor. Inhibisi non kompetitif yang lebih kompleks terjadi
ketika pengikatan inhibitor (I) juga mempengaruhi afinitas enzim terhadap
substrat yang menyebabkan perpotongan garis terjadi pada kuadran tiga atau
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
keempat pada Plot Lineweaver-Burk yang dalam hal ini tidak diperlihatkan.
Inhibitor tertentu semacam ini menunjukkan aktivitas campuran inhibisi
kompetitif dan nonkompetitif.
2.5 Teknik Pemisahan
2.5.1 Simplisia dan Ekstrak
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1979). Simplisia dibedakan
menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral. Simplisia
nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau
eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar
dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000)
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan sedemikian
hingga memenuhi baku yang tekah ditetapkan (Depkes RI, 1995).
2.5.2 Teknologi Ekstraksi (Depkes RI, 2000)
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia tertentu dengan
pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dalam
pelarut tersebut. Tahap awal pembuatan ekstrak adalah pembuatan serbuk
simplisia kering. Apabila telah diperoleh serbuk simplisia kering, maka
selanjutnya dilakukan pemilihan pelarut yang sesuai. Beberapa faktor utama
yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas
pelarut, kemudahan bekerja dengan pelarut, harga pelarut, pengaruh terhadap
lingkungan, dan keamanan. Selain faktor-faktor tersebut, peraturan
pemerintah dalam hal ini juga turut membatasi, cairan pelarut mana yang
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
diperbolehkan dan dilarang. Pada prinsipnya cairan pelarut harus memenuhi
syarat kefarmasian. Sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang
diperbolehkan adalah air dan etanol serta campurannya. Penggunaan
campuran etanol-air lebih dipilih karena memiliki toksisitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan etanol absolut serta ekstrak yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan dengan ekstrak air. Jenis pelarut lain seperti metanol,
kloroform, heksana, aseton, dan toluen umumnya digunakan sebagai pelarut
untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi).
Ketika serbuk simplisia kering dan pelarut sudah disiapkan, maka
ekstraksi dapat dilakukan. Setelah ekstraksi selesai dilakukan, pada beberapa
penelitian dilanjutkan dengan proses separasi dan pemurnian untuk
memisahkan senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa
mempengaruhi senyawa yang dikehendaki sehingga diperoleh ekstrak yang
lebih murni dan stabilitas kandungan yang tetap terjaga. Apabila telah
diperoleh ekstrak yang dikehendaki, selanjutnya dilakukan pemekatan atau
pengeringan ekstrak sehingga diperoleh ekstrak kental atau ekstrak kering
dimana hasil penimbangan berat ekstrak ini dapat digunakan untuk
menghitung rendemen ekstrak. Berikut ini akan dibahas beberapa metode
ekstraksi yang menggunakan pelarut.
2.5.2.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah ekstraksi simplisia dengan cara mengocok atau
mengaduk simplisia dengan pelarut selama beberapa kali pada temperatur
ruangan (kamar). Metode ini didasarkan pada prinsip pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang
kontinu, sedangkan remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru hingga
sempurna dimana ekstraksi umumnya dilakukan pada suhu ruangan dalam
alat perkolator. Tahap-tahap dalam perkolasi adalah tahap pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, dan tahap perkolasi sesungguhnya (penetesan
dan penampungan ekstrak) secara terus-menerus hingga diperoleh perkolat
dengan jumlah 1-5 kali bahan.
Berhasilnya suatu proses perkolasi dipengaruhi oleh selektivitas
pelarut, kecepatan aliran pelarut dan suhu. Selektivitas pelarut sangat penting,
baik dari segi tujuannya untuk menyari senyawa yang dikehendaki dan dari
segi komposisi kualitatif dan kuantitatif senyawa yang bersangkutan.
Kecepatan aliran pelarut akan mempengaruhi waktu kontak pelarut dengan
bahan yang akan diekstraksi (Kusmardiyani & Nawawi, 1992).
2.5.2.2 Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada titik didihnya selama
waktu tertentu dimana jumlah pelarut yang digunakan terbatas dan relatif
konstan selama ekstraksi dilakukan dengan adanya pendingin balik. Pada
ekstraksi cara refluks umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama hingga 3-5 kali sehingga cara ekstraksi ini termasuk dalam proses
ekstraksi sempurna.
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, bahan
yang akan diekstraksi berada dalam tabung berpori kemudian ditempatkan
didalam alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
suhu yang lebih tinggi dari suhu ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada suhu 40-50oC.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air
dimana bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih bersuhu 96-98oC
yang dijaga konstan selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus dengan waktu yang lebih lama (umumnya lebih
dari 30 menit) dan suhu mencapai titik didih air.
2.5.3 Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara
dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas)
Teknik kromatografi yang sering digunakan yaitu kromatografi kolom,
kromatografi lapis tipis, kromatografi kertas dan kromatografi gas. Sebagai
adsorban selain kertas digunakan juga zat penjerap berpori misalnya
aluminium oksida, silika gel, dan selulosa. Kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis umumnya digunakan untuk identifikasi, karena cara
ini khas dan mudah dilakukan untuk senyawa yang mudah menguap dan
untuk identifikasi dan penetapan kadar, sedangkan kromatografi kolom
digunakan untuk memisahkan senyawa dalam jumlah yang lebih banyak
(Harborne, 1987).
2.5.3.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia
yang didasarkan atas penyerapan, partisi (pembagian) atau gabungannya. Metode
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
27
Universitas Indonesia
pemisahan ini menggunakan lapisan tipis adsorben sebagai media pemisahan
(Kusmardiyani & Nawawi, 1992).
Kromatografi lapisan tipis (KLT) digunakan pada pemisahan zat
secara cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang
dilapiskan serba rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis dapat
dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada
penyerapan, pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap
dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut.
Kromatografi lapis tipis biasanya digunakan untuk pengecekan yang
cepat terhadap komposisi campuran, menentukan kondisi percobaan dari
kromatografi kolom, mengetahui kesempurnaan suatu reaksi, dan untuk
identifikasi obat, ekstrak tanaman, preparat biokimia, serta mendeteksi
kontaminan dan pemalsuan. Kelebihan dair teknik ini ialah dapat dilakukan
dengan dengan peralatan sederhana dan waktu yang cukup singkat (15-60
menit), dengan jumlah sampel yang cukup kecil dan hasil pemisahan yang
paling jelas diabndingkan kromatografi kertas dan kromatografi kolom.
Metode pemisahan didasarkan atas penyerapan, partisi atau gabungannya.
Adapun kekurangan dari metode kromatografi lapisan tipis adalah
harga Rf yang diperoleh tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh
pada kromatografi kertas. Oleh karena itu pada lempeng yang sama disamping
kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat
pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan
identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan
ukuran yang lebih kurang sama (Depkes RI, 1995). Adapun beberapa contoh
zat penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi lapisan
tipis adalah sebagai berikut:
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
28
Universitas Indonesia
Tabel 2.2 Zat penyerap untuk Kromatografi Lapisan Tipis
No. Zat Padat Digunakan untuk Pemisahan
1 Silika Asam amino, alkaloid, gula, asam lemak, lipid,
minyak esensial, sterol, terpenoid.
2 Alumina Alkaloid, fenol, steroid, vitamin, karoten, asam
amino.
3 Kieselguhr Gula, oligosakarida, asam lemak, , asam amino,
steroid
4 Bubuk
selulosa
Asam amino, alkaloid, nukleotida.
5 Pati Asam amino.
6 Sephadex Asam amino, protein.
[Sumber : Sastrohamidjojo, 1985]
2.5.3.2 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi cair yang baik
digunakan untuk pemisahan campuran dengan skala besar yaitu lebih dari 1
gram. Pada proses pemisahan ini campuran yang akan dipisahkan diletakkan pada
bagian atas kolom adsorben yang berada pada suatu tabung gelas. Pelarut sebagai
fase gerak karena gaya berat atau karena adanya dorongan dengan tekanan
tertentu dibiarkan mengalir pada kolom membawa serta pita linarut yang
bergerak dengan kecepatan berbeda. Linarut yang telah memidah dikumpulkan
berupa fraksi yang keluar dari bagian bawah kolom (Kusmardiyani & Nawawi,
1992).
Kromatografi kolom terbagi dua jenis yaitu kromatografi kolom lambat
dan kromatografi kolom dipercepat. Pada kromarografi kolom dipercepat, pelarut
pengembang didorong dengan cepat (dengan tekanan gas) melalui kolom bergaris
tengah besar tetapi pendek yang berisi penjerap basah yang ukuran partikelnya
dikendalikan dengan ketat (Gritter, Bobbit, & Schwarting, 1985).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
29
Universitas Indonesia
2.6 Spektroskopi
2.6.1 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi
elektromagnetik (REM) dengan molekul. Radiasi elektromagnetik dianggap
sebagai energi yang merambat dalam bentuk gelombang (Gandjar & Rohman,
2007).
Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk analisa
kuantitatif, tetapi dapat juga untuk analisa kualitatif. Untuk analisa kualitatif
yang diperhatikan adalah membandingkan λ maksimum, serapan, daya serap dan
spektrum serapannya. Pengukuran serapan dapat dilakukan pada panjang
gelombang daerah ultraviolet (panjang gelombang 190 nm – 380 nm) atau pada
daerah cahaya tampak (panjang gelombang 380 nm – 780 nm).
Spektrum serapan adalah suatu grafik yang menghubungkan antara
banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi atau panjang gelombang sinar.
Banyaknya sinar yang diabsorbsi pada panjang gelombang tertentu sebanding
dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektrum
serapan juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Gandjar & Rohman,
2007).
Senyawa atau zat yang dapat diperiksa adalah yang memiliki ikatan
rangkap terkonjugasi yang lebih dikenal dengan istilah kromofor. Senyawa
yang mengandung gugus kromofor akan menyerap sinar ultraviolet dan sinar
tampak jika diikat oleh senyawa-senyawa bukan pengabsorbsi (auksokrom).
Gugus auksokrom yaitu gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas
seperti : -OH; -O; -NH2; dan –OCH3. Terikatnya gugus auksokrom pada
gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju
panjang gelombang yang lebih besar disertai dengan peningkatan intensitas
(Gandjar & Rohman, 2007).
Pengukuran serapan dapat dilakukan pada panjang gelombang daerah
ultraviolet (panjang gelombang 190 nm – 380 nm) atau pada daerah cahaya
tampak (panjang gelombang 380 nm – 780 nm). Pengukuran serapan dari
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
30
Universitas Indonesia
suatu sampel dapat dilakukan denganperhitungan Lambert-Beer sebagai
berikut:
A = log Io = ε. b. c = a. b. c
log It
dimana : A = serapan
a = daya serap
b = tebal lapisan zat yang menyerap sinar (cm)
c = kadar (g/L)
ε = absorbsivitas molekuler (mol.cm.L-1
)
Io= Intensitas sinar dating
It = Intensitas sinar yang diteruskan
Pemilihan pelarut yang digunakan dalam spektrofotometer UV sangat
penting, pelarut tidak boleh mengabsorbsi cahaya pada daerah panjang
gelombang dimana dilakukan pengukuran sampel. Umumnya pelarut yang tidak
mengandung sistem terkonjugasi sesuai untuk digunakan dalam
spektrofotometerUV-Vis. Pelarut yang umum digunakan adalah air, etanol,
metanol, dan n-heksan, karena pelarut ini transparan pada daerah UV.
2.6.2 Spektroskopi UV/Vis dalam Microplate (Greiner Bio-One, 2008)
Panjang jalur sampel pengukuran transmisi pada standar kuvet adalah
1 cm karena hampir semua kuvet memiliki tebal standar 1 cm. Berbeda
dengan pengukuran densitas optik pada microplate, panjang jalur ditentukan
berdasarkan jumlah dan ketinggian cairan sampel yang terisi dalam sumuran
(Gambar 2.8 dan Gambar 2.9).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Gambar 2.8 Variasi Jalur Sampel dalam Sumuran Microplate (A) dan Jalur
Sampel pada Kuvet (B)
Gambar 2.9 Hasil Jalur Sampel dengan Perbedaan Volume Sampel pada
Sumuran Microplate
Pengukuran densitas optik pada sumuran microplate dibandingkan
secara langsung dengan pengukuran menggunakan kuvet, hasil dari sumuran
microplate harus dihitug ulang dengan panjang jalur 1 cm. Perhitungan ulang
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
32
Universitas Indonesia
2.7 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia adalah pemeriksaan kandungan kimia secara
kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu
tumbuhan. Pemeriksaan diarahkan pada senyawa metabolit sekunder yang
memiliki khasiat bagi kesehatan seperti, alkaloid, flavonoid, terpen, tanin,
saponin, glikosida, kuinon dan antrakuinon (Harborne, 1987).
2.7.1 Alkaloid
Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung
satu atau lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik, serta
dapat dideteksi dengan cara pengendapan menggunakan pereaksi Mayer,
Dragendorf, dan Bouchardat. Alkaloid sebagian besar berbentuk kristal padat
dan sebagian kecil berupa cairan pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi
dan terasa pahit (Harborne, 1987).
2.7.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa yang umumnya terdapat pada
tumbuhan berpembuluh. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai
glikosida dan aglikon flavonoid. Kebanyakan senyawa flavonoid berada
dalam bentuk glikosida (Kusmardiyani & Nawawi, 1992). Biasanya dalam
menganalisis flavonoid, yang diperiksa ialah aglikon dalam ekstrak tumbuhan
yang sudah dihidrolisis.
Proses ekstraksi flavonoid dilakukan dengan etanol mendidih untuk
menghindari oksidasi enzim (Harborne, 1987). Pendeteksian adanya senyawa
ini dapat dilakukan dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam
air atau etanol yang menimbulkan warna hijau atau hitam kuat.
2.7.3 Terpen
Terpen adalah suatu senyawa yang tersusun dari isopren
CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan memiliki kerangka karbon yang dibangun oleh
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
33
Universitas Indonesia
penyambungan dua atau lebih satuan unit isopren ini. Terpenoid terdiri atas
beberapa macam senyawa seperti monoterpen dan seskuiterpen yang mudah
menguap, diterpen yang sukar menguap dan yang tidak menguap, triterpen,
dan sterol (Harborne, 1987).
Secara umum terpen larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma
sel tumbuhan. Biasanya terpen diekstraksi dengan menggunakan eter dan
kloroform dan dapat dipisahkan dengan cara kromatografi pada silika gel atau
alumina memakai pelarut tersebut. Saponin dan glikosida jantung merupakan
golongan senyawa triterpen atau steroid yang terdapat dalam bentuk glikosida
(Harborne, 1987). Senyawa ini biasanya diidentifikasi dengan reaksi
Lieberman-Bouchardat (anhidrat asetat-H2SO4) yang memberikan warna hijau
kehitaman sampai biru.
2.7.4 Tanin
Tanin merupakan senyawa yang umum terdapat dalam tumbuhan
berpembuluh, memiliki gugus fenol, rasa sepat dan mampu menyamak kulit
karena kemampuannya menyambung-silang protein. Tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air.
Secara kimia, tanin dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu tanin
terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi secara biosintesis
dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal yang
membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin
terhidrolisis mengandung ikatan ester yang terhidrolisis jika dididihkan dalam
asam klorida encer (Harborne, 1987). Tanin diidentifikasi dengan cara
pengendapan menggunakan larutan gelatin 10%, campuran natrium klorida-
gelatin, besi (III) klorida 3%, dan timbal (II) asetat 25%.
2.7.5 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen yang merupakan senyawa aktif
permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
34
Universitas Indonesia
konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada
tikus (Harborne, 1987). Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan
mengocok ekstrak bersama air hangat di dalam tabung reaksi dan akan timbul
busa yang dapat bertahan lama, setelah penambahan HCl 2N busa tidak
hilang.
2.7.6 Glikosida
Glikosida merupakan suatu senyawa yang bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Pada umumnya
glikon berupa glukosa, fruktosa, laktosa, galaktosa dan manosa. Dapat pula
berupa gula khusus seperti sarmentosa, oleandrosa, simarosa dan rutinosa.
Sedangkan aglikon (genin) biasanya mempunyai gugus –OH dalam bentuk
alkoholis atau fenolis. Glikosida dapat dibedakan menjadi α-glikosida dan β-
glikosida. Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk β-
glikosida. Kegunaan glikosida bagi tanaman adalah untuk cadangan gula
sementara, sedangkan bagi manusia umumnya digunakan untuk obat jantung,
diuretika, dan prekursor hormon steroid.
2.7.7 Kuinon dan Antrakuinon
Kuinon meliputi sejumlah besar pigmen alam yang terutama diperoleh
dari tanaman. Pada umumnya kuinon berwarna kuning, merah atau coklat,
tetapi dalam bentuk basa hidroksi kuinon berubah warna menjadi ungu, biru,
atau hijau. Kuinon alam memegang peranan penting dalam tumbuhan pada
proses oksidasi-reduksi dan beberapa di antaranya bersifat antibiotik
(Kusmardiyani & Nawawi, 1992).
Kuinon alam dikelompokan menjadi antrakuinon, naftokuinon dan
benzokuinon. Antrakuinon merupakan kelompok kuinon yang paling besar.
Di alam, antrakuinon kemungkinan berada dalam bentuk bebas, glikosida dan
antron (bentuk tereduksi) (Kusmardiyani & Nawawi, 1992).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
35
Universitas Indonesia
Kuinon merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar.
Untuk tujuan identifikasi, kuinon dibagi menjadi empat kelompok,
diantaranya adalah benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan isoprenoid.
Kelompok benzokuinon, naftokuinon dan antrakuinon diperlukan hidrolisis
asam untuk melepas kuinon bebasnya. Sedangkan kuinon isoprenoid yang
terlibat dalam respirasi sel dan fotosintesis diperlukan cara khusus untuk
memisahkannya dari bahan lipid lain (Harborne, 1987).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
36 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Fitokimia,
Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kualitatif, Laboratorium Kimia
Farmasi Analisis Kuantitatif, dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen
Farmasi FMIPA UI selama lebih kurang 5 bulan dari bulan Februari hingga
Juni 2012.
3.2 Bahan
3.2.1 Bahan Uji
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah bagian daun dari
tanaman Anacardium occidentale L. yang diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik. Simplisia tersebut telah diidentifikasi oleh
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
3.2.2 Bahan Kimia dan lain-lain
Enzim α-glukosidase yang berasal dari rekombinan Saccharomyces
cerevisiae (Sigma Aldrich, USA), substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
(PNPG) (Sigma Aldrich, USA), dimetil sulfoksida (DMSO) (Merck, Jerman),
bovine serum albumin (BSA) (Merck, Jerman), akarbose (didapat dari PT
Dexa Medica), natrium karbonat (Merck, Jerman), kalium dihidrogenfosfat
(Analar), dikalium hidrogenfosfat (Merck, Jerman), heksana teknis,
diklorometana teknis, etil asetat teknis, butanol teknis, metanol teknis, aseton,
akuades, air demineralisata, asam klorida (Merck, Jerman), lempeng
kromatografi lapis tipis silika gel 60 F245 (Merck, Jerman), asam klorida
(Merck, Jerman), vanillin (Merck, Jerman), asam sulfat (Merck, Jerman),
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
37
Universitas Indonesia
kuersetin (Merck, Jerman), aluminium (III) klorida, besi (II) klorida,
anisaldehid, asam asetat anhidrat (Merck, Jerman).
3.3 Alat
Lemari pendingin, ayakan, oven (Hotpack vacum oven), timbangan
analitik, rotary vacuum evaporator (Janke & Kunkel IKA, Jerman), pH meter
(Eutech Instruments), shaker, vortex mixer (VM 2000 Digisystem),
microplate reader (Biotek ELX 808), pipet mikro (Finnipipette dan
Eppendorf), alat flouresensi (Camag), inkubator (Memmert), kolom
kromatografi, pelat panas elektrik, dan alat-alat gelas.
3.4 Prosedur Pelaksanaan
3.4.1 Skema Kerja
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap seperti diperlihatkan pada
skema prosedur pelaksanaan di bawah ini.
Gambar 3.1 Skema Prosedur Pelaksanaan
Ekstraksi simplisia
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Uji Pendahuluan aktivitas α-glukosidase
Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase dari berbagai fraksi
Uji kinetika penghambatan α-glukosidase dari fraksi aktif
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Identifikasi
Golongan Senyawa Kimia dari fraksi aktif
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
38
Universitas Indonesia
3.4.2 Ekstraksi Simplisia
Metode ekstraksi yang digunakan adalah refluks bertingkat. Pertama
ditimbang Serbuk daun jambu mete (Anacardium occidentale L.) sebanyak
2 kg dan dimasukan masing-masing 1 kg ke dalam labu refluks kemudian
ditambahkan heksana sebagai cairan penyari sampai seluruh serbuk
terendam seluruhnya atau hingga tinggi serbuk 2/3 tinggi pelarut heksana.
Kemudian dilakukan refluks, yaitu dipanaskan selama 30 menit lalu
dibiarkan hingga dingin.
Selanjutnya cairan penyari dipisahkan dari ampas dan disimpan dalam
wadah penampung. Selajutnya ampas diekstraksi kembali dengan cara yang
sama. Refluks diulangi hingga lapisan pelarut heksana tidak pekat lagi atau
hampir jernih. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan
menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 50oC dan kecepatan
30 rpm. Ampas dari ekstraksi tersebut kemudian dikeringkan di dalam
lemari asam dan ditambahkan dengan etil asetat, dan methanol berturut-turut
dengan perlakuan yang sama seperti refluks tingkat pertama dengan
heksana. Skema ekstraksi simplisia daun jambu mete dapat dilihat pada
Gambar 3.2.
3.4.3 Fraksinasi
Fraksinasi dilakukan dengan metode kromatografi kolom dengan
fase diam silika gel dan fase gerak campuran heksana dan etil-asetat serta
campuran etil asetat dan metanol. Pelarut dipilih berdasarkan kemampuan
pemisahan yang baik yang dapat dilihat dari bercak pada hasil elusi KLT.
Ekstrak dimasukkan dengan cara kering dan dialiri fase gerak dengan
metode gradien. Setiap fraksi ditampung setiap 50 ml dan disatukan
berdasarkan profil kromatografi lapis tipis nya. Hasil fraksi yang didapat
kemudian diuji efek penghambatannya terhadap enzim α-glukosidase.
Skema fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
39
Universitas Indonesia
3.4.4 Uji Penghambatan Aktivitas Enzim α-Glukosidase
3.4.4.1 Penyiapan Larutan Pereaksi
a. Pembuatan dapar fosfat pH 6,8
Larutan dapar fosfat pH 6,8 dibuat dari campuran larutan 1 M
dikalium hidrogen fosfat (K2HPO4) dan larutan 1 M kalium dihidrogen
fosfat (KH2PO4). Larutan 1 M kalium dihidrogen fosfat dibuat dengan cara
melarutkan 68,045 g kalium dihidrogen fosfat dalam 500 mL
akuademineralisata bebas CO2. Sedangkan 0,1 M dikalium hidrogen fosfat
dibuat dengan cara 87,09 g dikalium hidrogen fosfat dalam 500 mL
akuademineralisata bebas CO2. Campuran larutan kemudian disesuaikan pH
nya hingga pH 6,8
b. Larutan Uji Fraksi Ekstrak Daun Annacardium occidentale L.
Fraksi ditimbang sebanyak 10 mg dan dilarutkan dengan dimetil
sulfoksida (DMSO) secukupnya kemudian dicukupkan larutannya hingga 10
ml dengan dapar fosfat pH 6,8 sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak 1000
µg/mL. Larutan ekstrak 1000 µg/mL diencerkan sehingga diperoleh
konsentrasi ekstrak 100; 75; 50; 25; 10; 5 µg/mL.
c. Perhitungan Unit Enzim dan Pembuatan Larutan Enzim α-Glukosidase
Perhitungan unit enzim :
Label yang terdapat pada kemasan enzim adalah 15,2 mg; 23% protein; 215
U/mg protein.
Jumlah protein total di dalam kemasan :
23% x 15,2 mg = 3,49 mg protein
Persamaan bobot solid dan satuan unit :
15,2 mg solid ~ 3,496 mg protein
x mg solid ~ 1 mg protein , maka 15,2 mg solid/3,496 protein = 4,348 mg
solid
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
40
Universitas Indonesia
1 mg protein ~ 4,348 mg solid ~ 215 unit
Jumlah unit enzim di dalam kemasan 15,2 mg solid :
15,2 mg solid / 4,348 mg solid x 215 unit = 751,60 unit
Perhitungan penimbangan solid enzim untuk mencapai aktivitas target 0,05
U/ml (5 unit/100 ml) :
unit/215 unit x 4,348 mg solid = 0,101 mg solid
Bobot penimbangan menggunakan timbangan analitik halus dengan akurasi
baik adalah 5 mg : 4,348 mg solid ~ 215 unit
mg solid ~ 247,24 unit
Konsentrasi enzim yang digunakan untuk pengujian adalah 0,05 U/ml, maka
dilakukan pengenceran dengan dapar fosfat pH 6,8.
a). Pengenceran pertama
Timbang 5,06 mg solid enzim (250 unit) kemudian volume dicukupkan
hingga 100 ml dengan dapar fosfat pH 6,8. Konsentrasi yang diperoleh :
b). Pengenceran kedua
Pipet larutan pengenceran pertama sebanyak 2 ml, kemudian volume
dicukupkan hingga 100 ml dengan dapar fosfat pH 6,8. Konsentrasi yang
diperoleh :
Larutan pembawa enzim dibuat dengan cara 200 mg bovine serum albumin
(BSA) dilarutkan dalam 100 ml dapar fosfat pH 6,8.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
41
Universitas Indonesia
d. Perhitungan dan Pembuatan Larutan Substrat
BM p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (PNPG): 301,25 (Sigma, 2011)
1. Dibuat larutan PNPG 100 mL dengan konsentrasi 20 mM
(3.1)
(3.2)
Larutan substrat 20 mM dibuat dengan cara sebanyak 301,25 mg p-nitrofenil-
α-D-glukopiranosida ditimbang kemudian dilarutkan dalam 50,0 mL
aquademineralisata.
Larutan substrat 20 mM diencerkan sehingga diperoleh larutan substrat 10
mM; 5 mM; 2,5 mM; 1,25 mM; dan 0,625 Mm.
2. Dibuat larutan PNPG 50 mL dengan konsentrasi 10 mM
Dipipet sebanyak 25 ml larutan PNPG 20 mM dan dicukupkan volumenya
hingga 50 ml aqua demineralisata. Konsentrasi yang diperoleh :
3. Dibuat larutan PNPG 50 mL dengan konsentrasi 5 mM
Dipipet sebanyak 25 ml larutan PNPG 10 Mm dan dicukupkan volumenya
hingga 50 ml dengan aqua demineralisata. Konsentrasi yang diperoleh :
4. Dibuat larutan PNPG 50 mL dengan konsentrasi 2,5 mM
Dipipet sebanyak 25 ml larutan PNPG 5 mM dan dicukupkan volumenya
hingga 50 ml dengan aqua demineralisata. Konsentrasi yang diperoleh :
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
42
Universitas Indonesia
5. Dibuat larutan PNPG 50 mL dengan konsentrasi 1,25 mM
Dipipet sebanyak 25 ml larutan PNPG 2,5 mM dan dicukupkan volumenya
hingga 50 ml dengan aqua demineralisata. Konsentrasi yang diperoleh :
6. Dibuat larutan PNPG 50 mL dengan konsentrasi 0,625 mM
Dipipet sebanyak 25 ml larutan PNPG 1,25 mM dan dicukupkan volumenya
hingga 50 ml dengan aqua demineralisata. Konsentrasi yang diperoleh :
e. Larutan Standar Akarbose
Larutan akarbose digunakan sebagai pembanding. Akarbose ditimbang
sebanyak 5 mg dan dilarutkan dalam DMSO hingga larut kemudian
dicukupkan volume nya dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga 5 mL sehingga
diperoleh konsentrasi 1000 ppm. Larutan akarbose 1000 ppm kemudian
diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi larutan akarbose 150 ppm, 100
ppm, 75 ppm, 50 ppm, 25 ppm.
3.4.4.2 Uji Pendahuluan Kerja Enzim (Kikkoman, 2001; Sigma-Aldrich,
2012).
Sebelum dilakukan uji efek penghambatan aktivitas α-glukosidase,
dilakukan terlebih dahulu uji pendahuluan untuk mengetahui kondisi optimal
enzim bekerja. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan
penurunan kerja enzim akibat perbedaan kondisi inkubasi diantaranya waktu
inkubasi dan konsentrasi substrat. Dari uji ini ditentukan konsentrasi substrat
yang digunakan pada reaksi enzimatis agar reaksi berlangsung optimal yang
ditandai dengan terikatnya semua enzim oleh substrat. Uji dilakukan dengan
menggunakan variasi konsentrasi substrat 20 mM; 15 mM; 10 mM; 5mM; 2,5
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
43
Universitas Indonesia
mM; 1,25 mM; dan 0,625 Mm, serta variasi waktu inkubasi yaitu 15, 20, dan
30 menit.
a. Pengujian larutan uji
Pengujian dilakukan dengan cara 10 μL substrat (p-nitrofenil-α-
Dglukopiranosa) dengan konsentrasi 0,625; 1,25; 2,5; 5; 10; 20 mM, masing-
masing dicampurkan dengan 65 μL dapar fosfat pH 6,8. Selanjutnya
diinkubasi pada 37oC selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 25 μL larutan
enzim 0,05 U/mL, dan selanjutnya diinkubasi selama 30 menit. Setelah itu
ditambahkan dengan 100 μL natrium karbonat 200 mM. Larutan uji diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 405 nm.
b. Prosedur uji larutan blanko
Pengujian dilakukan dengan cara 10 μL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa
dengan konsentrasi 0,625; 1,25; 2,5; 5; 10; 20 mM, masing-masing
dicampurkan dengan 65 μL dapar fosfat pH 6,8. Campuran diinkubasi pada
37oC selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 100 μL natrium karbonat 200
mM, dan diinkubasi selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan dengan 25 μL
larutan enzim 0,05 U/mL. Larutan uji diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 405 nm.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 . Skema penambahan reagen uji pendahuluan enzim α-glukosidase
(Basuki, et al., 2002)
Reagen
Volume (µl)
Uji Blanko
Dapar 65 65
Substrat 10 10
Inkubasi penangas air 370C, 5 menit
Enzim 25 -
Na2CO3 - 100
Inkubasi penangas air 370C,
15/20/30/40 menit
Enzim - 25
Na2CO3 100 -
Ukur serapan dengan Microplate
Reader pada λ = 405 nm
3.4.4.3 Penafsiran Data
Pada setiap pengujian, hitung aktivitas enzim dengan rumus berikut
(Kikkoman, 2001) :
Aktivitas enzim pervolume (U/ml)
(3.3)
Aktivitas enzim perbobot (U/mg) = (U/ml) x 1/C (3.4)
Keterangan :
V = volume total campuran(ml)
df = faktor pengenceran
18,1 = milimolar koefisien ekstingsi p-Nitrophenol dalam kondisi
penetapan kadar pada 405 nm (cm2/µmol)
Ve = volume larutan enzim (ml)
t = waktu inkubasi
C = jumlah α-glukosidase dalam larutan uji (mg/ml)
Definisi Unit:
Satu unit akan melepaskan 1,0 μmol α-D-glukosa dari p-nitrofenil-α-D-
glukosida per menit pada pH 6,8 dan suhu 37oC (Sigma-Aldrich, 2012).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
45
Universitas Indonesia
3.4.4.4 Uji Penghambatan Aktivitas Enzim α-Glukosidase
a. Pengujian Blanko Negatif (C0)
Larutan 63 µL dapar fosfat pH 6,8, 10 µl p-nitrofenil α-D-glukopiranosida
(PNPG) dan 2 µl DMSO diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit.
Kemudian ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk memberikan suasana
basa agar reaksi enzimatis tidak berjalan. Larutan diinkubasi kembali selama
30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai, segera ditambahkan
25 µl larutan enzim 0,05 U/ml. Larutan diukur serapannya dengan microplate
reader pada panjang gelombang 405 nm.
b. Pengujian Kontrol Blanko (C1)
Larutan 63 µl dapar fosfat pH 6,8, 10 µl p-nitrofenil α-D-glukopiranosida
(PNPG) dan 2 µl DMSO diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit.
Kemudian ditambahkan 25 µl larutan enzim 0,05 U/ml. Larutan diinkubasi
kembali pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai,
segera ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk menghentikan reaksi
enzimatis. Larutan diukur serapannya dengan microplate reader pada panjang
gelombang 405 nm.
c. Pengujian Sampel Ekstrak (S1)
Larutan sampel ekstrak sebanyak 1-40 µl ditambah dengan 20 μL dapar fosfat
pH 6,8. Total campuran ekstrak dan dapar fosfat ini adalah 65 µL dengan
jumlah masing-masing bervariasi disesuaikan dengan konsentrasi akhir yang
diinginkan. Kemudian ditambakan 10 μL p-nitrofenil α-D-glukopiranosida
(PNPG) lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit. Kemudian
ditambahkan 25 µl larutan enzim 0,05 U/ml. Larutan diinkubasi kembali pada
suhu 37oC selama 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai, segera
ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk menghentikan reaksi enzimatis.
Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
46
Universitas Indonesia
gelombang 405 nm. Dihitung persen inhibisi pada setiap konsentrasi ekstrak
dan IC50 pada setiap ekstrak.
d. Pengujian Kontrol Sampel Ekstrak (S0)
Larutan sampel ekstrak sebanyak 1-40 µl ditambah dengan 20-64 μL dapar
fosfat pH 6,8. Total campuran ekstrak dan dapar fosfat ini adalah 65 µL
dengan jumlah masing-masing bervariasi disesuaikan dengan konsentrasi
akhir yang diinginkan. Kemudian ditambahkan 10 μL p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosa (PNPG), lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit.
Selanjutnya ditambah 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk memberikan suasana basa
agar reaksi enzimatis tidak berjalan, sampel diinkubasi kembali pada suhu
37oC selama 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai ditambahkan 25 μL
enzim 0,05 U/ml. Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader
pada panjang gelombang 405 nm.
e. Pengujian Pembanding Akarbose
Larutan akarbose sebanyak 1-40 µl ditambah dengan 20-64 μL dapar fosfat
pH 6,8. Total campuran akarbose dan dapar fosfat ini adalah 65 µL dengan
jumlah masing-masing bervariasi disesuaikan dengan konsentrasi akhir yang
diinginkan. Kemudian ditambahkan 10 µl p-nitrofenil α-D-glukopiranosida
(PNPG) dan 2µl larutan akarbose diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit.
Kemudian ditambahkan 25 µl larutan enzim 0,05 U/ml. Larutan diinkubasi
kembali pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai,
segera ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk menghentikan reaksi
enzimatis. Larutan diukur serapannya dengan microplate reader pada panjang
gelombang 405 nm. Hitung nilai % inhibisi pada setiap konsentrasi akarbose
dan nilai IC50 akarbose.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
f. Pengujian Kontrol Pembanding Akarbose
Larutan akarbose sebanyak 1-40 µl ditambah dengan 20-64 μL dapar fosfat
pH 6,8. Total campuran akarbose dan dapar fosfat ini adalah 65 µL dengan
jumlah masing-masing bervariasi disesuaikan dengan konsentrasi akhir yang
diinginkan. Kemudian ditambahkan 10 µl p-nitrofenil α-D-glukopiranosida
(PNPG) dan 2µl larutan akarbose diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit.
Kemudian ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk memberikan suasana
basa agar reaksi enzimatis tidak berjalan. Larutan diinkubasi kembali pada
suhu 37oC selama 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai, segera
ditambahkan 25 µl larutan enzim 0,05 U/ml. Larutan diukur serapannya
dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm.
Berikut ini tabel yang menjelaskan penambahan reagen selama uji.
Tabel 3.2 . Skema penambahan reagen uji penghambatan α-glukosidase
(Basuki, et al., 2002)
Reagen
Volume (µl)
Tanpa Inhibitor Dengan Inhibitor
C0 C1 S1 S0
Inhibitor - - 1-40 1-40
DMSO 2 2 - -
Dapar 63 63 20-64 20-64
Substrat 10 10 10 10
Inkubasi pada suhu 370C, selama 5 menit
Enzim - 25 25 -
Na2CO3 100 - - 100
Inkubasi pada suhu 370C, selama 30 menit
Enzim 25 - - 25
Na2CO3 - 100 100 -
Ukur serapan dengan Microplate Reader pada λ = 405 nm
Keterangan:C1 = blanko negatif; C0 = kontrol blanko; S1 = sampel ekstrak atau pembanding
akarbose; S0 = kontrol sampel ekstrak atau pembanding akarbose
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
48
Universitas Indonesia
g. Penafsiran Data Uji Aktivitas Penghambatan α-Glukosidase
Pada setiap pengukuran penghambatan α-glukosidase, pengukuran dilakukan
dua kali (duplo). Persen penghambatan diukur dengan rumus:
% inhibisi =
(3.5)
Dimana S adalah serapan S1-S0, dan C adalah serapan C1-C0 .
Konsentrasi hambat 50% (IC50) dihitung dengan dihitung dengan
menggunakan persamaan regresi linier, di mana sumbu x adalah konsentrasi
sampel dan persentase inhibisi adalah sumbu y. Dari persamaan y = a + bx
didapat IC 50 dengan menggunakan rumus :
IC50 =
(3.6)
3.4.5 Uji Kinetika Penghambatan Enzim
Uji kinetika penghambatan aktivitas enzim diukur dengan
meningkatkan konsentrasi p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida sebagai substrat.
Ekstrak yang akan digunakan sebagai penghambat aktivitas enzim merupakan
fraksi aktif yang memiliki penghambatan aktivitas enzim tertinggi pada uji
penghambatan aktivitas enzim.
Larutan fraksi sebanyak 1-40 µl ditambah dengan 20-64 μL dapar
fosfat pH 6,8. Total campuran fraksi dan dapar fosfat ini adalah 65 µL dengan
jumlah masing-masing bervariasi disesuaikan dengan konsentrasi akhir yang
diinginkan. Kemudian ditambahkan 10 μL larutan substrat p-Nitrofenil α-D-
glukopiranosida (PNP-G) dengan 4 konsentrasi berbeda, konsentrasi PNP-G
yang digunakan yaitu 2,5 mM, 5 mM, 10 mM, dan 20 mM. Kemudian larutan
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Lalu ditambahkan 25 μL larutan
enzim dengan konsentrasi 0,05 U/mL, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
49
Universitas Indonesia
selama 30 menit. Setelah itu, ditambahkan 100 μL Na2CO3 200 mM. Larutan
diukur absorbansinya dengan microplate reader pada λ 405 nm.
Jenis penghambatan kompetitif atau nonkompetitif dapat ditentukan
dengan analisis data menggunakan Lineweaver-Burke untuk mendapatkan
tetapan kinetika Michaelis-Menten yang dihitung berdasarkan persamaan
regresi y = a + bx, di mana
sebagai sumbu x dan
sebagai sumbu y,
sehingga akan diperoleh tetapan Michaelis-Menten (Murray, Granner, &
Rodwell, 2009) sebagai berikut:
(
)
(3.7)
y = 0 x = -
y = a + b ( -
)
Km =
(3.8)
Dalam persamaan Lineweaver-Burke tersebut, [S] dapat dianalogikan
sebagai konsentrasi substrat, sedangkan vo dapat dianalogikan sebagai besar
serapan sampel.
Penghambatan kompetitif ditunjukkan dengan grafik Lineweaver-
Burke di mana sampel yang mengandung penghambat akan membentuk
perpotongan garis di sumbu y dengan blangko, sedangkan penghambat
nonkompetitif ditunjukkan dengan grafik Lineweaver-Burke di mana sampel
yang mengandung penghambat akan membentuk perpotongan garis di sumbu
x dengan blangko (Champe & Harvey, 2005).
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Tabel 3.3 Prosedur Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim (Basuki, et al.,
2002).
Reagen
Volume (µL)
Tanpa
Inhibitor
Dengan
Inhibitor
Ekstrak - 2
DMSO 2 -
Dapar 63 63
Substrat 10 10
Inkubasi penangas air 37oC selama 15 menit
Enzim 25 25
Inkubasi penangas air 37oC selama 30 menit
Na2CO3 100 100
Ukur absorbansi dengan Microplate Reader pada λ = 405 nm
3.4.6 Pola Kromatogram dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia Fraksi
Aktif
3.4.6.1 Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak yang memiliki aktivitas terbesar (fraksi aktif) ditimbang,
kemudian dibuat sebagai larutan uji yang akan dianalisis secara kualitatif
dengan kromatografi lapis tipis.
Umumnya dibuat kromatogram pada lempeng silika gel dengan
berbagai jenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan kimia sebagai
sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan dengan dokumentasi foto hasil
pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuai.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
51
Universitas Indonesia
3.4.6.2 Identifikasi Golongan Senyawa Kimia
a. Identifikasi alkaloid (Materia Medika, 1995 dan Farnsworth, 1966)
Ekstrak ditimbang dan ditambahkan 1 mL HCl 2N dan 9 mL air,
panaskan di penangas air selama 2 menit, dinginkan. Kemudian saring dan
tampung filtrat (filtrat a). Filtrat a digunakan sebagai larutan percobaan
selanjutnya.
i. Ambil 1 mL filtrat a, masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 2
tetes Pereaksi Mayer, terbentuk endapan menggumpal putih atau
kuning yang larut dalam metanol (positif alkaloid).
ii. Ambil 1 mL filtrat a, masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 2
tetes Pereaksi DragendorfF, terbentuk endapan jingga coklat (positif
alkaloid).
Uji kualitatif secara KLT (Wagner, Zgainski, & Bladt, 1984) :
Larutan percobaan ditotolkan pada pelat silika gel dalam kloroform :
metanol (85 : 15). Deteksi adanya alkaloid mula-mula di bawah sinar UV 254-
366nm. Untuk lebih memastikan, semprot lempeng dengan menggunakan
pereaksi Dragendorff dan akan terlihat bercak jingga jika positif mengandung
alkaloid.
b. Identifikasi flavonoid (Wagner, Zgainski, & Bladt, 1984) ;
Larutan percobaan ditotolkan pada pelat silika gel dengan memakai
pengembang butanol : asam asetat : air (4: 1: 5). Semprot dengan larutan
penampak noda AlCl3 dalam kloroform, noda warna kuning menunjukkan
adanya flavonoid.
c. Identifikasi terpen (Wagner, Zgainski, & Bladt, 1984)
Totolkan ekstrak yang sudah dipekatkan pada lempeng silika gel G
F254 dengan memakai pengembang benzen-etil asetat (90 : 10). Deteksi adanya
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
52
Universitas Indonesia
terpen berupa bercak gelap di bawah sinar UV 254 nm, kemudian semprot
menggunakan larutan vanillin-H2SO4. Amati di bawah sinar tampak.
d. Identifikasi tanin (Farnsworth, 1966)
Ekstrak ditimbang dan ditambahkan 15 mL air panas. Kemudian panaskan
hingga mendidih selama 5 menit. Saring filtrat (filtrat c)
i. Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1 % menghasilkan warna hijau
violet.
ii. Ditambahkan beberapa tetes gelatin membentuk endapan putih.
iii. Dijenuhkan dengan Na asetat ditambah FeCl3 1% menghasilkan warna
biru tinta atau hitam, menunjukkan adanya tanin galat.
Uji kualitatif secara KLT (Wagner, Zgainski, & Bladt, 1984) :
Larutan percobaan ditotolkan pada pelat silika gel dalam butanol:
asam asetat anhidrat: air (4:1:5). Kemudian disemprotkan dengan pereaksi
FeCl3 dan dilihat bercak yang timbul setelah penyemprotan Deteksi adanya
tanin mula-mula di bawah sinar tampak.
e. Identifikasi saponin (Wagner, Zgainski, & Bladt, 1984)
Kromatografi pada lempeng silika gel dengan memakai pengembang
kloroform-metanol-air (40:50:10). Kemudian disemprotkan pereaksi semprot
campuran anisaldehid dan asam sulfat dan akan membentuk warna biru
keunguan dan terkadang timbul warna kuning.
f. Identifikasi glikosida (Materia Medika, 1995)
Beberapa mg ekstrak ditambahkan 20 mL etanol 70%, kemudian
tambahkan 25 mL air dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4M, kocok, diamkan
selama 5 menit dan saring. Sari filtrat tiga kali, tiap kali dengan 20 mL
campuran (3:1) kloroform P dan isopropanol. Kumpulan sari tambahkan
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
53
Universitas Indonesia
natrium sulfat anhidrat, saring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 50o.
Larutkan sisa dengan 2 mL metanol.
i. Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya
ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrat P dan 1 tetes asam sulfat P.
Hasil positif terbentuknya warna biru / hijau.
ii. Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya
dilarutkan dengan 2 mL air dan 5 tetes Molisch LP. Kemudian
ditambahkan dengan hati-hati 2 mL asam sulfat P. Hasil positif
terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas cairan (Reaksi
Molisch).
g. Identifikasi kuinon dan antrakuinon (Wagner, Zgainski, & Bladt, 1984)
Totolkan ekstrak yang sudah dipekatkan pada pelat silika gel dengan
memakai fase gerak campuran butanol:asam asetat:air (40:10:50). Larutan
penampak noda yang dipakai KOH 10% dalam metanol, warna yang semula
kuning dan coklat kuning berubah menjadi merah, ungu, hijau atau
lembayung.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
54 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstraksi Simplisia
Serbuk simplisia kering sebanyak 2 kg diekstraksi dengan cara panas.
Cara panas yang dilakukan yaitu refluks bertingkat menggunakan pelarut yang
ditingkatkan kepolarannya berturut-turut dari pelarut nonpolar hingga pelarut
polar yaitu n-heksana, etil asetat dan metanol selama 30 menit dalam labu
refluks setinggi 3-5 cm diatas serbuk simplisia.
Cara refluk dipilih karena karena metode ini relatif cepat dan
merupakan salah satu metode yang sudah biasa digunakan untuk ekstrak yang
akan diuji efek penghambatannya terhadap aktivitas α-glukosidase selain dari
metode maserasi, sokhlet dan perkolasi.
Heksana dipilih karena sifat non-polar nya yang tinggi sehingga dapat
menyari klorofil dan zat-zat non polar lainnya. Etil asetat dipilih karena
berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya fraksi pada pelarut ini memiliki
aktivitas penghambatan enzim α-Glukosidase paling besar selain itu pelarut
ini dapat menyari kandungan flavonoid pada daun yang memiliki kemampuan
menghambat aktivitas enzim α-Glukosidase (Lee & Lee, 2001; Sugiwati,
Setiasih, & Afifah, 2009). Metanol dipilih karena metanol memiliki
kemampuan ekstraksi yang tinggi untuk hampir semua senyawa bahan alam
yang memiliki berat molekul rendah, seperti alkaloid, saponin, dan flavonoid.
Selain itu, sifat metanol yang polar diharapkan dapat menyari kandungan
senyawa polar dalam simplisia yang memiliki sifat serupa dengan substrat
enzim α-Glukosidase yaitu p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (PNPG) yang
juga bersifat polar.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
55
Universitas Indonesia
Masing-masing ekstrak kemudian diuapkan dengan rotary vacuum
evaporator hingga diperoleh ekstrak kental dari masing-masing pelarut
kemudian ditimbang. Hasil ekstraksi dan rendemen ekstrak dapat dilihat pada
Tabel 4.1 Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh
dengan simplisia awal (Depkes RI, 2000).
4.2 Fraksinasi
Metode fraksinasi yang digunakan adalah kromatografi kolom dengan
fase diam silika dan fase gerak heksana dan etil asetat kemudian diikuti
dengan campuran etil asetat-metanol. Fase gerak tersebut dipilih karena pada
uji pemilihan eluen dengan metode KLT didapatlah pemisahan komponen
senyawa yang baik yang dilihat dari spot yang terlihat jelas dan berjuahan.
Pemisahan yang baik ini mungkin dikarenakan berada pada rentang polaritas
yang diinginkan dan dapat mewakili sifat polar dan nonpolar dari senyawa
sehingga diharapkan dapat memisahkan dengan baik senyawa berdasarkan
polaritasnya.
4.2.1 Pengemasan kolom
Silika gel 60 disiapkan cara basah disuspensikan dalam heksana 100%
dan dituang ke dalam kolom gelas (5,5 x 60 cm) yang sebelumnya telah
diberikan penyumbat kapas. Kolom gelas diketuk-ketuk untuk menghilangkan
gelembung udara dan dialirkan fase gerak selama beberapa saat untuk
membuat suspense silika padat dan rapat. Ketinggian silika mencapai 75%
dari tinggi kolom gelas.
Silika gel dipilih karena memiliki polaritas yang sesuai dengan ekstrak
etil asetat yang dielusikan. Cara basah dipilih karena metode ini
memungkinkan pembasahan silika yang lebih merata dan kolom yang
dihasilkan juga akan memiliki kerapatan yang lebih baik.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
56
Universitas Indonesia
4.2.2 Penyiapan sampel
Sebanyak 35 mg ekstrak kental etil asetat daun jambu mete ditimbang
dan dilarutkan dalam aseton. Setelah larut sempurna kemudian ditambah
sejumlah silika gel 60 kedalam larutan dan diaduk. Campuran dikeringkan
hingga seluruh aseton menguap dan diperoleh campuran kering ekstrak
dengan dengan silika.
4.2.3 Elusi
Fase gerak terpilih dialirkan hingga sekitar 1mm di atas fase diam dan
sampel kering diletakan di atasnya dan fase gerak terpilih ditambahkan
kembali diatas ekstrak kering. Untuk mempertahankan fase diam tetap berada
dalam keadaan terendam dalam fase gerak, fase gerak ditambahkan diatas
ekstrak kering perlahan dan dipertahankan selalu basah oleh fase gerak.
Selama elusi berjalan keran dibuka dengan kecepatan 40 tetes tiap menit.
Pada awal elusi, pita hitam mulai turun dan seiring dengan kenaikan
polaritas perlahan dengan etil asetat sebanyak 1% tiap 400 ml, pita berwarna
kuning mulai terlihat memisah dan semakin turun dengan penambahan fase
gerak yang sama. Pada elusi tahap lanjut dimana presentase etil asetat mulai
bertambah tinggi, pita warna hitam, abu-abu, kecoklatan, hijau dan
kekuningan mulai terlihat yang menunjukkan terjadinya pemisahan komponen
senyawa didalamnya.
Setiap fraksi hasil elusi kromatografi kolom yang keluar ditampung ke
dalam vial dengan volume yang sama tiap tampungannya.
4.2.4 Penggabungan Fraksi
Dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis dengan eluen yang
diketahui memiliki pemisahan paling baik pada tahap pemilihan eluen, dalam
hal ini n-heksan-etil asetat (70:30), pada tiap 5 fraksi yang terkumpul dan
dilakukan penggabungan fraksi berdasarkan profil KLT yang didapat. Fraksi
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
57
Universitas Indonesia
yang memiliki profil KLT serupa disatukan karena profil yang sama ini
menunjukan komponen senyawa yang terkandung dalam fraksi tersebut
adalah sama.
Penyatuan ini dilakukan dengan maksud mengefisienkan fraksi yang
diujikan dan agar masing-masing fraksi yang diuji efek penghambatannya
terhadap enzim α-glukosidase memiliki komponen yang berbeda sehingga
efek penghambatannya pun berbeda dan dapat saling dibandingkan. Dari
tahap ini didapat 6 fraksi dari ekstrak etil asetat yang akan dilakukan uji efek
penghambatan terhadap aktivitas enzim α-glukosidase. Data berat masing-
masing fraksi yang diujikan dapt dilihat pada tabel 4.2
4.3 Uji Pendahuluan Enzim
4.3.1 Uji Pendahuluan Variasi Konsentrasi Substrat
Pertama dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui konsentrasi
substrat yang optimum untuk pengujian aktivitas enzim. Unit enzim yang
digunakan pada uji optimasi ini adalah 0,05 U/mL. Enzim yang digunakan
sebesar 5,0 mg dengan spesifikasi 15,2 mg solid enzim mengandung 23%
protein dan terdapat 215 unit enzim tiap mg protein.
Pengujian aktivitas enzim dilakukan dengan cara mencampurkan
DMSO, substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa konsentrasi 20 mM; 10 mM;
5 mM; 2,5 mM; 1,25 mM; dan 0,625 mM dan dapar fosfat (pH 6,8) diinkubasi
pada 37oC selama 5 menit, kemudian ditambahkan larutan enzim α-
glukosidase 0,05 U/mL dan diinkubasi kembali selama 30 menit. Peningkatan
konsentrasi substrat ini dimaksudkan untuk mengetahui pada konsentrasi
berapa semua sisi aktif enzim terikat oleh substrat dan tidak lagi akan
menghasilkan produk ketika konsentrasi substrat dinaikkan atau dikatakan
dalam keadaan jenuh. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan natrium
karbonat (Kikkoman, 2001) karena pada suasana basa reaksi enzimatis akan
terhenti.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
58
Universitas Indonesia
Produk yang dihasilkan dari reaksi antara α-glukosidase dan p-
nitrofenil-α-D-glukopiranosa diukur absorbansinya pada panjang gelombang
yang memberikan absorbansi maksimum sekitar 405 nm. Untuk mengoreksi
hasil serapan blanko (kontrol), pengamatan dilakukan terhadap aktivitas
enzim dengan menukar posisi antara enzim α-glukosidase dan natrium
karbonat. Pada kontrol, natrium karbonat ditambahkan setelah inkubasi
selama 5 menit substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa dan dapar fosfat (pH
6,8). Setelah diinkubasi selama 30 menit, ditambahkan α-glukosidase pada
campuran reaksi tersebut.
Hasil yang diperoleh dari kontrol dapat digunakan untuk melihat
apakah masih ada produk yang terbentuk pada reaksi antara p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosa dan α-glukosidase saat kondisi campuran telah dibasakan
terlebih dahulu dengan natrium karbonat.
Gambar 4.1 Grafik Hasil Uji Pendahuluan Variasi Konsentrasi
Substrat
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada konsentrasi substrat 0,625 mM
hingga 10 mM masih menunjukan absorbansi yang terus meningkat. Hal ini
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0 5 10 15 20 25
Akt
ivit
as e
nzi
m (
U/m
L)
Konsentrasi substrat (mM)
Uji Pendahuluan Variasi Konsentrasi Substrat
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
59
Universitas Indonesia
menunjukan pada rentang konsentrasi tersebut sisi aktif belum seluruhnya
terikat, sehingga pada konsentrasi substrat yang terus ditingkatkan enzim
masih dapat menghasilkan produk.
Aktivitas yang stabil didapatkan pada konsentrasi substrat 10 mM dan
20 mM. Hal ini menunjukkan pada konsentrasi substrat ini sisi aktif enzim
mungkin telah terisi penuh oleh substrat sehingga pada peningkatan
konsentrasi subtrat lebih lanjut tidak akan mempengaruhi absorbansi yang
menandakan tidak ada lagi produk yang dihasilkan. Pada penelitian kali ini
dipakai konsentrasi substrat 10 mM sebagai konsentrasi substrat optimum
yang akan digunakan pada uji penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase.
Data serapan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Pengujian aktivitas enzim
menunjukkan bahwa larutan enzim aktivitas yang optimum pada konsentrasi
substrat 10 mM. Hasil ini serupa dengan literatur yang menyebutkan
konsentrasi substrat yang baik digunakan pada pengujian aktivitas enzim ini
adalah 10 mM (Sigma Aldrich USA, 1996).
4.3.2 Uji Pendahuluan Variasi Waktu Inkubasi
Uji pendahuluan kedua dilakukan untuk mengetahui waktu inkubasi optimum
yang diperlukan untuk mendapatkan aktivitas enzim paling baik. Dalam uji ini
dilakukan selama waktu tertentu ( 15; 20; 30 dan 40 menit). Proses inkubasi
terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama, inkubasi selama 5 menit bertujuan
untuk memberikan waktu bagi larutan uji untuk mencapai suhu 370C dimana
reaksi enzimatis dapat berjalan dengan baik. Sedangkan pada tahap kedua,
inkubasi selama (15; 20; 30; dan 40 menit) merupakan waktu inkubasi
berlangsungnya reaksi enzimatis.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
60
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Grafik Hasil Uji Pendahuluan Variasi Waktu Inkubasi
Dari gambar 4.2 Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa waktu
inkubasi 30 menit merupakan waktu inkubasi yang paling optimum, dan
diharapkan pada waktu inkubasi yang paling singkat didapatkan aktivitas
enzim yang paling baik. (lihat Tabel 4.3).
Pengujian aktivitas enzim menunjukkan bahwa larutan enzim aktivitas
yang optimum dengan waktu inkubasi 30 menit. Hal ini sedikit berbeda
dengan literatur yang menyebutkan waktu inkubasi dilakukan selama 20
menit (Sigma Aldrich USA, 1996). Perbedaan ini mungkin dikarenakan
perbedaan kondisi inkubasi pada tempat produsen dan tempat uji yang
dilakukan peneliti. Namun waktu 30 menit akhirnya dipilih dengan
pertimbangan waktu inkubasi 20 menit terbukti menunjukan aktivitas yang
belum optimal berdasarkan uji pendahuluan.
4.4 Uji efek penghambatan aktivitas α-glukosidase
Pengujian penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase diukur
berdasarkan hasil absorbansi p-nitrofenol yang merupakan produk dari reaksi
0,081 0,0987
0,2457
0,1764
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0 10 20 30 40 50
Akt
ivit
as E
nzi
m (
U/m
L)
Waktu Inkubasi (menit)
Uji Pendahuluan Enzim Variasi Waktu Inkubasi
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
61
Universitas Indonesia
enzim α-glukosidase dengan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
(PNPG).
Absorbansi diukur dengan microplate reader pada panjang gelombang
405 nm. Nilai absorbansi akan menurun jika sampel memiliki daya hambat
terhadap aktivitas enzim α-glukosidase.
Pada pengujian ini digunakan variasi konsentrasi ekstrak. Pengujian
pada konsentrasi ekstrak yang bervariasi ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak terhadap daya inhibisi enzim.
Variasi konsentrasi ekstrak etil asetat yang digunakan adalah 200; 150; 75; 50
dan 25 µg/mL. Dari variasi konsentrasi ekstrak tersebut didapat hasil yang
menunjukan pada konsentrasi ekstrak yang tinggi, daya hambat terhadap
enzim α-glukosidase juga tinggi. Kemudian didapat persamaan regresi linier
dari variasi konsentrasi ekstrak yang dilakukan. Dari persamaan ini didapat
nilai IC50. Nilai IC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan oleh inhibitor
(ekstrak) untuk menginhibisi sebanyak 50% dari aktivitas enzim α-
glukosidase. Dari definisi ini dapat dikatakan bahwa semakin kecil nilai IC50
maka semakin baik daya inhibisi terhadap enzim.
Pada pengujian ini juga dilakukan pengamatan aktivitas enzim tanpa
penggunaan ekstrak (blanko) untuk melihat pengaruh penghambatan ekstrak
tersebut terhadap aktivitas enzim. Sebagai koreksi untuk mengetahui apakah
reaksi enzimatis telah berhenti seluruhnya dilakukan juga uji kontrol terhadap
sampel dan kontrol terhadap blanko.
Sebagai kontrol positif digunakan akarbose dengan konsentrasi 200;
150; 100; 75; 50 dan 25 ppm. Dari hasil pengujian, akarbose memiliki efek
penghambatan enzim dengan nilai IC50 255,39 ppm. Sebagai perbandingan
antar ekstrak, uji efek penghambatan enzim α-glukosidase dilakukan terhadap
tiga ekstrak daun jambu mete yang memiliki polaritas pelarut yang berbeda.
Uji pertama dilakukan terhadap ekstrak heksana, kemudian ekstrak etil asetat
dan ekstrak metanol daun jambu mete.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
62
Universitas Indonesia
Tabel 4.5 Hasil Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase
Inhibitor IC50
(µg/mL)
Ekstrak n-Heksana 56,17
Ekstrak Etil Asetat 43,66
Ekstrak Metanol 54,69
Akarbose 255,39
Jika dibandingkan dengan kontrol positif akarbose, nilai IC50 ketiga
ekstrak jauh lebih kecil yang menandakan efek penghambatan terhadap
aktivitas enzim α-glukosidase yang lebih besar. Hal ini mungkin dikarenakan
ekstrak merupakan campuran dari senyawa-senyawa yang belum murni
sehingga komponen senyawa di dalamnya dapat bersifat sinergis dalam
menghambat aktivitas enzim α-glukosidase. Selain itu nilai IC50 akarbose
yang didapat dari penelitian relative jauh dari nilai IC50 akarbose yang didapat
dari literatur yaitu 128 ppm (Andrade, Becerra, & Cardenas, 2008).
Perbedaan nilai ini mungkin dikarenakan akarbose dinilai kurang
efektif dalam menghambat aktivitas α-glukosidase yang berasal dari
mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae yang dipakai pada pengujian kali
ini, akarbose lebih efektif dalam menghambat aktivitas α-glukosidase yang
berasal dari mamalia seperti sukrase dan maltase. (Kim, et al., 2008; Shinde,
et al., 2008).
Selain itu, perbedaan nilai IC50 mungkin juga disebabkan oleh
perbedaan reagen yang ditambahkan kedalam campuran uji sehingga
mempengaruhi kondisi reaksi enzimatis yang terjadi. Perbedaan metode
pengukuran absorbansi yang digunakan pada pada uji ini juga dapat
mempengaruhi nilai IC50 akarbose sehingga tidak sama dengan literature.
Hasil uji ekstrak etil asetat dapat dilihat pada tabel 4.5
Setelah dilakukan uji pada masing-masing ekstrak, kemudian
dipilihlah salah satu ekstrak dengan aktivitas yang paling baik untuk
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
63
Universitas Indonesia
kemudian dilakukan fraksinasi dan diuji efek penghambatan masing-masing
fraksinya. Ekstrak yang akan diuji fraksinya adalah ekstrak etil asetat yang
memiliki aktivitas penghambatan tertinggi disbanding ekstrak lainnya. Hasil
uji ekstrak etil asetat dapat dilihat pada tabel 4.8.
Ekstrak etil asetat kemudian difraksinasi dan didapatlah 6 fraksi uji.
Keenam fraksi yang akan diuji kemudian dilihat terlebih dahulu % inhibisi
nya pada satu konsentrasi yang sama yaitu 100 µg/mL dan didapat hasil
inhibisi yang relative berbeda pada masing-masing fraksi. Setelah % inhibisi
pada konsentrasi 100 µg/mL didapat barulah ditentukan 5 titik konsentrasi
yang dipakai masing-masing fraksi untuk mengetahui nilai IC50.
Tabel 4.10 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Fraksi dari Ekstrak
Etil Asetat
Fraksi IC50
(µg/mL)
A 63,36
B 119,15
C 82,89
D 57,79
E 63,77
F 28,76
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa fraksi F memiliki nilai IC50 terendah
yang menandakan fraksi ini memiliki efek penghambatan yang paling besar
diantara enam fraksi yang diuji. Hasil uji fraksi F dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Jika dibandingkan dengan nilai IC50 ekstrak, nilai IC50 fraksi ada yang
lebih tinggi dan lebih rendah dari ekstrak. Hal ini mungkin dikarenakan pada
larutan ekstrak belum mengalami fraksinasi sehingga kandungannya masih
belum murni dan senyawa-senyawa masih bekerja secara sinergis dalam
menghambat enzim α-glukosidase sehingga nilai IC50 rendah. Fraksi A sampai
E lebih besar dibanding ekstrak. Sementara Fraksi F memiliki nilai IC50 yang
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
64
Universitas Indonesia
lebih kecil dari ekstrak, hal ini menandakan bahwa efek penghambatan fraksi
ini lebih tinggi daripada ekstrak. Hal ini mungkin dikarenakan eluen yang
digunakan saat mengkromatografi fraksi A-E ini polaritasnya masih rendah
sehingga senyawa yang tertarik juga memiliki polaritas yang rendah,
sementara pada fraksi F fase gerak yang digunakan sudah memiliki polaritas
yang tinggi sehingga dapat menarik senyawa-senyawa polar yang memiliki
efek penghambatan baik.
4.5 Uji Kinetika Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase
Uji kinetika enzim dilakukan untuk mengetahui jenis penghambatan
yang dilakukan oleh sampel sebagai inhibitor terhadap enzim. Untuk
menganalisis kinetika enzim, dapat digunakan plot Lineweaver-Burk, dimana
sumbu x adalah satu per konsentrasi substrat (1/S) sedangkan sumbu y adalah
satu per kecepatan reaksi enzim (1/V). Kinetika enzim dapat diketahui dengan
melihat aktivitasnya terhadap kenaikan konsentrasi substrat, dimana
konsentrasi yang digunakan adalah 2,5 mM: 5 mM; 10 mM; dan 20 mM.
Plot Lineweaver-Burk, akan menunjukkan mekanisme dari
penghambatan fraksi etil asetat terhadap α-glukosidase. Mekanisme
penghambatannya dapat berupa inhibisi kompetitif klasik, inhibisi
nonkompetitif, ataupun gabungan dari dua mekanisme tersebut.
Penghambat yang dipilih adalah fraksi F dari ekstrak etil asetat. Hal ini
didasarkan pada nilai IC50 yang paling kecil diantara ekstrak dan fraksi lain
yang diujikan atau dengan kata lain fraksi ini merupakan fraksi yang paling
kuat efek penghambatannya terhadap aktivitas enzim α-glukosidase
dibandingkan fraksi uji lain. Konsentrasi fraksi F etil asetat yang digunakan
adalah 20 µg/mL. Konsentrasi ini diambil untuk mendekati nilai IC50 fraksi.
Data hasil uji kinetika penghambatan aktivitas enzim dapat dilihat pada Tabel
4.9.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
65
Universitas Indonesia
Gambar 4.3 Plot Lineweaver-Burk Hasil Uji Kinetika Penghambatan
Aktivitas α-Glukosidase pada Fraksi F Ekstrak Etil Asetat Daun Jambu Mete
20 µg/mL
Berdasarkan hasil plot Lineweaver-Burk, saat 1/[S] mendekati 0,
kecepatan maksimum reaksi (Vmax) kondisi tanpa inhibitor tidak sama seperti
pada keadaaan dengan inhibitor. Hal ini menunjukkan bahwa inhibitor masih
dapat mempengaruhi aktivitas enzim meskipun enzim sudah berikatan
seluruhnya dengan substrat yang menandakan inhibitor tidak menghambat
substrat secara kompetitif (Murray, Granner, & Rodwell, 2009).
Berdasarkan persamaan yang diperoleh, nilai Vmax dan Km dapat
ditentukan. Pada sistem tanpa inhibitor diperoleh persamaan y = 0,555 +
2.576x dengan nilai Vmax 1,8018 µmol/mL menit dan nilai Km 4,6414
µmol/mL. Sedangkan pada sistem dengan inhibitor 20 µg/mL diperoleh
persamaan y = 0,857 + 3,693x dengan nilai Vmax 1,1668 µmol/mL menit dan
nilai Km 4,6242 µmol/mL. Hasil ini menunjukkan bahwa Km pada sistem
dengan inhibitor sama dengan atau mendekati Km dengan sistem dengan
inhibitor. Hasil perhitungan tetapan Michaelis-Menten dapat dilihat pada
Tabel 4.10.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
66
Universitas Indonesia
Hasil plot menunjukkan bahwa fraksi F etil asetat daun jambu mete
konsentrasi 20 ppm memiliki mekanisme penghambatan non-kompetitif.
Pernyataan tersebut dapat dilihat dari hasil plot Lineweaver-Burk antara
sistem tanpa inhibitor dengan sistem dengan inhibitor µg/mL yang
menunjukkan adanya perpotongan kedua persamaan garis di sumbu x.
Inhibitor yang memiliki mekanisme penghambatan non-kompetitif memiliki
tempat ikatan pada enzim yang berbeda dengan substrat sehingga tidak
terdapat persaingan pada sisi aktif enzim (Murray, Granner, & Rodwell,
2009).
4.6 Identifikasi Golongan Senyawa Kimia
Fraksi teraktif dari ekstrak etil asetat diidentifikasi secara kualitatif
untuk mengetahui golongan senyawa yang tertarik dengan pelarut etil asetat,
sehingga dapat diduga golongan senyawa yang memiliki aktivitas
penghambatan terhadap α-glukosidase pada ekstrak yang diperoleh. Golongan
senyawa kimia yang diidentifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil Identifikasi Golongan Senyawa Kimia Fraksi F Ekstrak Etil
Asetat
Fraksi F
Alkaloid (-)
Flavonoid (+)
Terpen (-)
Tanin (+)
Saponin (+)
Glikosida (+)
Antrakuinon (+)
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
67
Universitas Indonesia
4.6.1 Flavonoid
Identifikasi dilakukan dengan mengelusikan fraksi pada lempeng KLT
dengan fase gerak campuran butanol:asam asetat:air (4:1:5) untuk
memisahkan senyawa flavonoid dan komponen lain dalam fraksi uji. Setelah
terelusi kemudian disemprotkan dengan pereaksi semprot AlCl3 10%
secukupnya dan dilihat flouresensi dibawah sinar UV dengan λ= 366nm.
Flouresensi ekstrak dibandingkan dengan standar quersetin. Ekstrak
mengandung flavonoid apabila menghasilkan fluoresensi hijau kuning
(Harborne, 1987).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa fraksi uji positif mengandung
flavonoid dengan fluoresensi kuning. Hasil ini serupa dengan literatur yang
menyebutkan ekstrak etanol daun jambu mete mengandung flavonid tidak
kurang dari 2,30% dihitung sebagai kuersetin (BPOM RI, 2004).
Senyawaa golongan flavonoid memang terbukti memiliki efek
hipoglikemik melalui mekanisme penghambatan aktivitas α-glukosidase
(Pereira, et al., 2011). Beberapa jenis senyawa golongan flavonoid yang sudah
ditemukan sebelumnya dan diketahui memiliki efek penghambatan aktivitas
α-glukosidase antara lain 3-O-galaktosida, 3-O-glukosida, 3-O-
xylopiranosida, 3-O-arabinopyranoside, 3-O-arabinofuranosida dan 3-O-
ramnosida dari mirisetin and kuersetin (de Brito, et al., 2007). Golongan
falvonoid lain yang juga diketahui memiliki efek penghambatan aktivitas α-
glukosidase adalah genistein, senyawa isoflavon yang didapat dari hasil
fermentasi Streptomyces sp (Lee & Lee, 2001).
4.6.2 Tanin
Uji dilakukan dengan mengelusi larutan fraksi uji dengan fase gerak
campuran butanol: asam asetat anhidrat: air (4:1:5) untuk memisahkan
senyawa tanin dengan komponen lainnya dalam faksi uji. Setelah terelusi
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
68
Universitas Indonesia
kemudian disemprotkan dengan pereaksi FeCl3 dan dilihat bercak yang timbul
setelah penyemprotan. Hasil positif jika terlihat warna kehitaman pada bercak
setelah disemprotkan. Hasil uji menunjukkan bahwa fraksi uji positif
mengandung tannin yang ditunjukan oleh warna hitam yang timbul serupa
dengan blanko.
4.6.3 Saponin
Berdasarkan hasil identifikasi, saponin terkandung pada fraksi uji.
Buih yang terbentuk sedikit, namun buih tersebut tidak hilang setelah
penambahan HCl 2N dan stabil dalam waktu lebih dari 10 menit sehingga
disimpulkan hasil positif terhadap saponin.
Selain itu juga dilakukan uji lain dengan mengelusi larutan fraksi uji
pada fase gerak campuran butanol: asam asetat anhidrat: air (4:5:1). Setelah
terelusi kemudian plat KLT disemprotkan dengan larutan anisaldehid dan
dipanaskan. Hasil positif jika setelah dipanaskan terbentuk bercak warna ungu
seperti pada blanko. Hasil uji menunjukan bahwa fraksi uji positif
mengandung saponin yang ditunjukan oleh bercak ungu yang terbentuk.
4.6.4 Glikosida
Pada proses identifikasi, gula hasil hidrolisis dapat diidentifikasi
dengan tes Mollisch. Hidrolisis dapat dilakukan pemanasan dengan larutan
asam yaitu HCl 2N. Maka pada proses identifikasi, ekstrak dipanaskan selama
10 menit dalam 5 mL HCl 2N. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya
cincin ungu setelah diberikan asam sulfat pekat. Berdasarkan hasil
identifikasi, fraksi uji positif mengandung glikosida yang ditunjukan oleh
terbentuknya cincin berwarna ungu kecoklatan setelah diberikan asam sulfat
pekat.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
69
Universitas Indonesia
4.6.5 Antrakuinon
Antrakuinon di alam kemungkinan dalam bentuk bebas, glikosida,
atau antron (bentuk tereduksi). Untuk mengidentifikasi antrakuinon,
dilakukan elusi pada fase gerak campuran butanol: asam asetat anhidrat: air
(4:1:5) dan hasil elusi kemudian disemprotkan dengan pereaksi KOH 10%.
Hasil positif jika terlihat warna kemerahan pada bercak setelah disemprotkan
seperti pada blanko.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa fraksi uji positif mengandung
antrakuinon yang ditunjukan oleh bercak merah yang serupa dengan blanko
pada hasil elusi yang disemprotkan dengan KOH 10%
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
70 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1 Ekstrak yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap enzim α-
glukosidase tertinggi adalah ekstrak etil asetat daun jambu mete dengan
nilai IC50 43,66 ppm dengan mekanisme penghambatan non-kompetitif.
5.1.2 Fraksi paling aktif dari enam fraksi yang diuji adalah fraksi keenam
yaitu fraksi F dengan IC50 28,76 ppm
5.1.3 Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa fraksi paling aktif
ekstrak etil asetat daun jambu mete mengandung flavonoid, glikosida,
tannin, antrakuinon dan saponin.
5.2. Saran
Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan isolasi
senyawa pada fraksi aktif ekstrak etil asetat daun jambu mete sehingga senyawa
tersebut lebih dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai alternatif pengobatan
penyakit diabetes melitus tipe 2.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
71 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Ahmad, I., Aqil, F., & Owais, M. (2006). Modern Phytomedicine: Turning Plants
into Drugs. Aligarh: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.
Andrade, A. C., Becerra, J. J., & Cardenas, R. V. (2008). α-Glucosidase inhibiting
activity of some Mexican plants used in the treatment of type 2 diebetes.
Journal of Ethnopharmacology, 27 32.
Badan POM RI. (2004). Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Basuki, T., Dewiyanti , Indah. D., Artanti, N., & Kardono, L. (2002). Evaluasi
Aktivitas Daya Hambat Terhadap Enzim α-Glukosidase Dari Ekstrak Kulit
Batang, Daun, Bunga, dan Buah Kemuning. 314-318.
Champe, P. C., & Harvey, R. A. (2005). Lippincott's illustrated reviews:
Biochemistry, 3rd
Edition. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. 60-61
Chisholm-Burns, M. A., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., Malone, P. M.,
Kolesar, J. M., et al. (2008). Pharmacotherapy Principles and Practice.
New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Corwin, E. J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Ter. Dari Handbook of
Pathophysiology oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. 629, 640.
de Brito, E. S., de Araujo, M. C., Lin, L.-Z., & Harnly, J. (2007). Determination of
the flavonoid components of cashew apple (Anacardium occidentale L.) by
LC DAD-ESI/MS. Food Chemistry 105. 1112–1118.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
72
Universitas Indonesia
de Melo, E. B., Gomes, A. D., & Carvalho, I. (2006). α- and β-Glucosidase inhibitors:
chemical structure and biological activity. Tetrahedron 62 , 10277-10302.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1985). Cara Pembuatan Simplisia.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Materia Medika Indonesia jilid
III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1989). Materia Medika jilid V. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1989). Vademekum Bahan Obat Alam.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standard Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 3-5, 9-12
Dipiro, J. T., Robert, L., Yees, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M.
(2005). Pharmacoterapy A Pathologic Approach. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc. 1205-1226..
Eisenthal, R., & Danson, M. J. (2002). Enzyme Assays (2nd ed) A Practical
Approach. . New York: Oxford University.
Farnsworth, N. R. (1966). Biological and phytochemical screening of plants. Journal
of Pharmaceutical Science 55(3) , 226-276.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
73
Universitas Indonesia
Gandjar, I. G., & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Grainer bio-one. (2008). Application Note: UV/VIS Spectroscopy in Microplates UV
Star®, μClear®, MICROLON® and CELLSTAR®. Grainer bio-one.
Gritter, R., Bobbit, J., & Schwarting, A. (1985). Pengantar Kromatografi. Terbitan
Kedua. Terj. dari Introduction to chromatography oleh Padmawinata K.
Bandung: ITB.
Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia. Ter. Dari Phytochemical Methods oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Havizah, E. (1996). Studi pendahuluan tentang efek antimikroba yang terdapat
dalam sari daun jambu monyet, daun kembang sepatu, daun
kamboja,daun belimbing wuluh dan daun kemangi. Jakarta: FF UP.
Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., & Williamson, E. M. (2004). Fundamentals of
Pharmacognosy and Phytotherapy. London: Churcill Livingstone.
Kamtchouing, P., Sokeng, S. D., Moundipa, P. F., P., W., Jatsa, H. B., & Lontsi, D.
(1998). Protective role of Anacardium occidentale extract against
streptozotocin-induced diabetes in rats. Journal of Ethnopharmacology 62.
95-99.
Kannan, V. R., Sumathi, C. S., Balasubramanian, V., & Ramesh, N. (2009).
Elementary Chemical Profiling and Antifungal Properties of Cashew
(Annacardium occidentale L.). Botany Reasearch International 2 (4) , 253-
257.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
74
Universitas Indonesia
Kasahara, S., & Hemmi, S. (1986). Medicinal Herb Index in Indonesia. P.T. Eisai
Indonesia.
Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J. (2009). Basic & Clinical
Pharmacology, Eleventh Edition . San Fransisco: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Kikkoman. (2001). α-Glucosidase (αGLS-SE) from recombinant Escherichia Coli.
95-98.
Konan, N. A., & Bacchi, E. M. (2007). Antiulcerogenic effect and acute toxicity of a
hydroethanolic extract from the cashew (Anacardium occidentale L.) leaves.
Journal of Ethnopharmacology 112 , 237-242.
Kim, K. Y., Nam, K. A., Kurihara, H., & Kim, S. M. (2008). Potent α-Glucosidase
Inhibitors Purified from the Red Alga (Grateloupia elliptica). Phytochem 69.
2820-2825.
Kusmardiyani, S., & Nawawi, A. (1992). Kimia Bahan Alam. Bandung: PAU Ilmu
Hayati ITB.
Lee, D.-S. (2000). Dibutyl Phthalate, an α-Glucosidase Inhibitor from
Streptomyces melanosporofaciens. Journal of Bioscience And
Bioengineering , 271-273.
Lee, D.-S., & Lee, S.-H. (2001). Genistein, a soy isoflavone, is a potent α-glucosidase
inhibitor. FEBS Letters 501 , 84-86.
Linn, W. D., Wofford, M. R., O'Keefe, M. E., & Pose, L. M. (2009).
Pharmacotherapy in Primary Care. New York: McGraw-Hill. 279-280, 285-
290.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
75
Universitas Indonesia
Masitha, M. (2011). Skrining Aktivitas Penghambatan Enzim α–Glukosidase dan
Penapisan Fitokimia Dari Beberapa Tanaman Obat Yang Digunakan
Sebagai Antidiabetes Di Indonesia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI.
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. (2009). Biokimia Harper edisi 27
terjemahan dari Harper’s Biochemistry 27th oleh Brahm U.Pendit.
akarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 53, 65, 69-72.
Nuraini, E. (1992). Efek analgesik sari alkohol dan sari kloroform daun muda jambu
mede pada mencit putih. JF Farmasi ISTN.
Pereira, D. F., Cazarolli, L. H., Lavado, C., Mengatto, V., & Maria. (2011). Effects of
flavonoids on α-glucosidase activity: Potential targets for glucose
homeostasis. Nutrition , 1161 1167.
Poedjiadi, A. (1994). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.
Rauscher, E., Neumann, U., Schalch, E., Bulow, S. v., & Wahlefeld, A. W. (1985).
Optimized condition for determinating activity concentration of α-amilase in
serum, with 1,4-α-D-4 Nitriphenylmaltoheptaoside as substrate. Journal of
Clinical Chemistry , 31(1), 14-19.
Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.
Septiana, D. (1996). Pemeriksaan efek analgetik hasil fraksinasi etil asetat daun
jambu mete. Jurusan Farmasi FMIPA UI.
Shinde, J. e. (2008). α-Glucosidase inhibitory activity of Syzygium cumini (Linn.)
skeels seed kernel in vitro and in goto–kakizaki (GK) rats. Journal of
Carbohyd. Res., 343 , 1278–1281.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
76
Universitas Indonesia
Sigma Aldrich USA. (1996). Product Information: α-glucosidase from
Saccharomyces cerevisiae, recombinant overexpressed in S. cerevisiae.
Sigma-Aldrich. (2012). Certificate of Analysis : α-Glucosidase from Saccharomyces
cerevisiae - recombinant.
Sugiwati, S., Setiasih, S., & E., A. (2009). Antihyperglicemic activity of the mahkota
dewa Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] leaf extracts as an alpha
glucosidase inhibitor. Jakarta: Makara Kesehatan.
Suhaeti, K. (2009). Pemeriksaan efek analgesik hasil penyarian ekstrak metanol daun
jambu mede (Anacardium occidentale Linn.) pada mencit putih. Depok:
Jurusan Farmasi FMIPA UI.
Suherman, S. K. (2007). Insulin dan Antidiabetik Oral. dalam S. G. Gunawan, R.
Setiabudi, Nafrialdi, & Elysabeth, Farmakologi dan Terapi (pp. 481-495).
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapetik FK UI.
Tjay, T. H., & R., K. (2008). Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Wagner, H., Zgainski, E. M., & Bladt, S. (1984). Plant Drug Analysis. New York:
Springer Veriag Berlin Heidelberg.
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H. (2004). Global Prevalence of
Diabetes Estimates for the year 2000 and projections for 2030.
Epidemiology/Health Services/Psychosocial Research .
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
GAMBAR
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
77
Gambar 3.2 Skema Ekstraksi
*Diuji penghambatan aktivitas α-glukosidase.
Simplisia serbuk daun
jambu mete
+ heksana, refluks 30 menit 6
kali, saring
filtrat
*Ekstrak kental
heksana
Uapkan dengan
Rotavapor 40-50oC, 50 rpm
ampas
Keringkan di lemari asam,
+ etil asetat, refluks 30 menit 6 kali, saring
filtrat
*Ekstrak kental
etil asetat
ampas
Keringkan di lemari asam,
+ metanol, refluks 30 menit 6 kali, saring
filtrat
*Ekstrak
kental metanol
ampas
Uapkan dengan
Rotavapor 40-50oC, 50 rpm
Uapkan dengan
Rotavapor 40-50oC, 50 rpm
Fraksinasi dengan
kromatografi kolom
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
78
Gambar 3.3 Skema Fraksinasi
ekstrak kental etil asetat
Fraksi A
(5-7(5-7
silika gel 60 F245 (ø = 5,5 cm, t = 60cm)
eluen : heksana-etil asetat dilanjutkan etil
asetat-metanol (gradient)
Tiap 50ml ditampung dalam vial
Fraksi F
(fraksi teraktif)
Penapisan fitokimia
Golongan
senyawa kimia
123 Fraksi
Penggabungan fraksi berdasarkan hasil KLT
eluen heksana:etil asetat
18 Fraksi
Dipilih 6 fraksi dengan jumlah di atas 10 mg
Fraksi B Fraksi C
(5-7(5-7
Fraksi D Fraksi E Fraksi F
(5-7(5-7
Masing-masing fraksi diuji penghambatan
aktivitas α-glukosidase
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
79
Gambar 4.4 Identifikasi senyawa golongan tanin.
S adalah sampel Fraksi F dan B adalah standard ekstrak air Daun Teh
Gambar 4.5 Identifikasi senyawa golongan flavonoid.
S adalah sampel Fraksi F dan B adalah standard Kuersetin
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
80
Gambar 4.6 Identifikasi senyawa golongan antrakuinon.
S adalah sampel Fraksi F dan B adalah standard ekstrak etanol Akar Klembak
Gambar 4.7 Identifikasi senyawa golongan saponin.
S adalah sampel Fraksi F dan B adalah standard ekstrak etanol Daun Kumiskucing
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
81
Gambar 4.8 Identifikasi senyawa golongan glikosida.
S adalah sampel Fraksi F dan B adalah standard ekstrak etanol Daun Oleander
Gambar 4.9 Microplate Reader Biotek ELX 808
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
TABEL
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Rendemen ekstrak
Pelarut Bobot simplisia
(g) Bobot ekstrak (g) Rendemen (%)
Heksana 2000 28.6 1,43
Etil asetat 2000 61.5 3,07
Metanol 2000 183.2 9,16
Tabel 4.2 Bobot fraksi hasil kromatografi kolom
Fraksi Bobot fraksi (mg)
A 200
B 600
C 800
D 400
E 500
F 500
Tabel 4.3. Uji pendahuluan aktivitas variasi waktu inkubasi
Waktu
Serapan (A) Serapan RSD U-K
Aktivitas
Enzim
Inkubasi A1 A2 rata-rata (%) U/mL
15 menit Uji (U) 0,110 0,113 0,111 1,892
0,110 0,081 Kontrol (K) 0,002 0,001 0,0015 46,666
20 menit Uji (U) 0,168 0,163 0,165 2,136
0,134 0,0987 Kontrol (K) 0,036 0,027 0,031 22,903
30 menit Uji (U) 0,342 0,348 0,345 1,217
0,333 0,2457 Kontrol (K) 0,010 0,014 0,012 18,633
40 menit Uji (U) 0,140 0,156 0,148 7,432
0,118 0,0869 Kontrol (K) 0,029 0,032 0,030 7,000
Keterangan: A1= Serapan pertama; A2= Serapan kedua (duplo);
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
83
Universitas Indonesia
Tabel 4.4. Uji pendahuluan enzim dengan variasi konsentrasi substrat
Konsentrasi
Serapan (A) Serapan RSD U-K
Aktivitas
Enzim
Substrat A1 A2 rata-rata (%) (U/mL)
0,625 mM Uji (U) 0,053 0,038 0,045 23,622
0,0425 0,0313 Kontrol (K) 0,002 0,004 0,003 33,333
1,25 mM Uji (U) 0,049 0,071 0,060 25,927
0,052 0,0383 Kontrol (K) 0,009 0,007 0,008 12,500
2,5 mM Uji (U) 0,108 0,116 0.112 5,357
0,107 0,0788 Kontrol (K) 0,004 0,006 0.005 20,000
5 mM Uji (U) 0,162 0,182 0,172 8,139
0,166 0,1222 Kontrol (K) 0,007 0,005 0,006 16,666
10 mM Uji (U) 0,22 0,206 0,213 4,695
0,515 0,1554 Kontrol (K) 0,003 0,002 0,002 50,000
20 mM Uji (U) 0,259 0,239 0,249 5,622
0,233 0,1716 Kontrol (K) 0,016 0,016 0,016 0
Keterangan: A1= Serapan pertama; A2= Serapan kedua (duplo);
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Tabel 4.6. Penghambatan aktivitas α-Glukosidase pada akarbose
Konsentrasi
(ppm)
Serapan (A) Serapan RSD S1-S0
% IC50
(ppm) A1 A2 rata-rata (%) Inhibisi
25 S1 0,467 0,444 0,455 3,582
0,442 75,313
238,760
S0 0,013 0,014 0,013 5,385
50 S1 0,453 0,448 0,450 0,778
0,434 153,766 S0 0,015 0,017 0,016 8,838
75 S1 0,41 0,384 0.397 4,635
0,390 183,054 S0 0,007 0,005 0,006 23,570
100 S1 0,376 0,369 0,372 1,317
0,362 242,677 S0 0,011 0,009 0,010 14,142
150 S1 0,313 0,323 0,318 2,233
0,315 32,222 S0 0,002 0,003 0,002 55,902
B (Blanko) 0,478
Persamaan regresi y = 0.192x + 4.158
Keterangan: A1= Serapan pertama; A2= Serapan kedua (duplo); S1= Sampel; S0= Kontrol Sampel;
IC50 = Konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam
kondisi pengujian.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
85
Universitas Indonesia
Tabel 4.7. Penghambatan aktivitas α-Glukosidase pada ekstrak heksana
Konsentrasi
Serapan (A) Serapan RSD
S1-S0
% IC50
(µg/mL) A1 A2 rata-rata (%) Inhibisi (µg/mL)
50 S1 0,436 0,457 0,446 3,318
0,327 401,099
56.169
S0 0,124 0,115 0,119 5,378
75 S1 0,335 0,384 0,359 9,638
0,189 65,293 S0 0,179 0,161 0,170 7,470
100 S1 0,331 0,329 0,330 0,424
0,082 849,817 S0 0,257 0,239 0,248 5,121
125 S1 0,339 0,335 0,337 0,682
0,020 962,454 S0 0,33 0,303 0,316 6,044
150 S1 0,401 0,356 0,378 8,413
-0.032 105,950 S0 0,408 0,414 0,411 1,022
B (Blanko) 0,546
Persamaan regresi y = 0,6505x + 13,462
Keterangan: A1= Serapan pertama; A2= Serapan kedua (duplo); S1= Sampel; S0= Kontrol Sampel;
IC50 = Konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam
kondisi pengujian.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Tabel 4.8. Penghambatan aktivitas α-Glukosidase pada ekstrak etil asetat
Konsentrasi
Serapan (A) Serapan RSD S1-S0
% IC50
(µg/mL) A1 A2 rata-rata (%) Inhibisi (µg/mL)
10 S1 0,987 0,976 0,981 0,785
0,228 5,578
43,667
S0 0,782 0,724 0,753 5,445
20 S1 0,948 0,953 0,950 0,368
0,173 28,306 S0 0,742 0,812 0,777 6,371
25 S1 0,901 0,873 0,887 22,322
0,143 40,207 S0 0,724 0,763 0,743 3,903
S1 0,859 0,914 0,886 4,390 0,091 62,190
50 S0 0,841 0,749 0,795 8,189
75 S1 0,711 0,659 0,685 5,372
0,6 75,206 S0 0,628 0,622 0,625 0,672
B (Blanko) 0,242
Persamaan regresi y = 0,995x + 6.551
Keterangan: A1= Serapan pertama; A2= Serapan kedua (duplo); S1= Sampel; S0= Kontrol Sampel;
IC50 = Konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam
kondisi pengujian.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
87
Universitas Indonesia
Tabel 4.9 Penghambatan aktivitas α-Glukosidase pada ekstrak metanol
Konsentrasi
Serapan (A) Serapan RSD S1-S0
% IC50
(µg/mL) (µg/mL) A1 A2 rata-rata (%) Inhibisi
5 S1 0,608 0,657 0,632 5,475
0.615 -9.617
54.692
S0 0,014 0,020 0,017 24,956
10 S1 0,516 0,617 0,566 12,615
0.533 5.075 S0 0,027 0,040 0,033 27,878
25 S1 0,479 0,486 0,482 1,016
0.413 26.447 S0 0,076 0,063 0,069 13,333
50 S1 0,317 0,341 0,329 5,137
0.220 60.730 S0 0,089 0,128 0,108 25,463
75 S1 0,305 0,302 0,303 0,693
0.148 73.553 S0 0,158 0,152 0,155 2,709
100 S1 0,331 0,264 0,297 15,959
0.097 82.724 S0 0,180 0,221 0,200 14,450
B (Blanko) 0.5615
Persamaan regresi y = 0,9674x - 2,9093
Keterangan: A1= Serapan pertama; A2= Serapan kedua (duplo); S1= Sampel; S0= Kontrol Sampel;
IC50 = Konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam
kondisi pengujian.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
88
Universitas Indonesia
Tabel 4.11. Uji penghambatan aktivitas α-Glukosidase pada ekstrak etil asetat Fraksi
F
Konsentrasi
Serapan (A) Serapan RSD S1-S0
% IC50
(µg/mL) A1 A2 rata-rata (%) Inhibisi (µg/mL)
5 S1 1,320 1,339 1,329 1,008
0,889 27.665
28.760
S0 0,434 0,447 0,440 2,091
20 S1 1,283 1,349 1,316 3,541
0,815 33.686 S0 0,458 0,544 0,501 12,136
25 S1 1,327 1,358 1,342 1,632
0,697 43.287 S0 0,616 0,675 0,645 6,465
S1 1,851 1,872 1,861 0,795 0,223 81.814
50 S0 1,613 1,663 1,638 2,155
75 S1 1,625 1,658 1,641 1,419
0,019 98.454 S0 1,612 1,633 1,622 0,912
B (Blanko) 1.229
Persamaan regresi y = 1.113x + 17.99
Keterangan: A1= Serapan pertama; A2= Serapan kedua (duplo); S1= Sampel; S0= Kontrol Sampel;
IC50 = Konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam
kondisi pengujian.
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
89
Universitas Indonesia
Tabel 4.12. Hasil uji kinetika penghambatan aktivitas enzim ekstrak etil asetat Fraksi
F 20 µg/mL
Konsentrasi Serapan (V) 1/[Substrat] 1/V0 1/V1
Substrat V0 V1
20 mM 1.24 0.845 0.05 0.8064516 1.183432
10 mM 1.291 0.841 0.1 0.7745933 1.1890606
5 mM 1.094 0.657 0.2 0.9140768 1.52207
2,5 mM 0.603 0.399 20 1.24 0.845
Keterangan : V0 = Tanpa inhibitor; V1 = inhibitor 20 ppm
Tabel 4.13. Hasil perhitungan tetapan Michaelis-Menten ekstrak etil asetat Fraksi F
20 µg/mL
a b Vmax Km
Tanpa inhibitor 0,555 2,576 18,018 46,414
Inhibitor 20 µg/mL 0,857 3,963 11,668 46,242
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
90
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
91
Lampiran 2. Sertifikat Analisis Enzim α-Glukosidase
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012
92
Lampiran 3. Sertifikat Analisis Enzim Sustrat 4-Nitrofenil-α-D-Glukopiranosida
(PNPG)
Uji efek..., Indah Nur Fitriandiny, FMIPA UI, 2012