BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan rawa (Gambar 1.1) baik yang berupa rawa pasang surut dan non-pasang
surut (lebak) merupakan salah satu sumberdaya alam yang tersebar di Indonesia
terutama pulau-pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan
berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian. Secara umum hal ini dilakukan melalui
penyesuaian teknologi dengan kondisi alam atau setelah dilakukan modifikasi
lingkungan (reklamasi).
Gambar 1.1 Peta Sebaran Rawa di Indonesia
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1970-an telah mulai mengembangkan lahan
rawa melalui program transmigrasi untuk perluasan areal pertanian dalam
menunjang produksi tanaman pangan terutama padi. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan pangan akibat peningkatan jumlah penduduk yang relatif
cepat.
Penyebaran dan pengembangan daerah rawa ada di beberapa pulau, yaitu
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Luas lahan rawa di Indonesia
diperkirakan mencapai 33.393.570 hektar yang terdiri dari 20.096.800 hektar (60,2
1
%) lahan pasang surut dan 13.296.770 hektar (39,8 %) lahan rawa non-pasang
surut (lebak). Dari luasan tersebut, total lahan rawa yang dikembangkan
pemerintah adalah 1.314.870 hektar yang terdiri dari 835.200 hektar lahan pasang
surut & 479.670 hektar lahan rawa non-pasang surut (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi lahan rawa Indonesia dan areal yang telah dikembangkan
dengan bantuan pemerintah (Departemen Pekerjaan Umum, 1996)
Kalimantan Selatan memiliki lahan rawa yang luasnya ± 1.140.207 Ha dan dari
jumlah tersebut yang berpotensi untuk direklamasi guna dikembangkan menjadi
lahan pertanian seluas ± 763.207 Ha, adapun sisanya dibiarkan sebagai daerah
genangan (retarding basin) air dikala musim penghujan (BALITBANGDA, 2005).
Barito Kuala merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan yang
terletak di kawasan rawa. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3.284 km² dan
berpenduduk sebanyak 245.914 jiwa (BPS Batola, 2007).
Wilayah Puntik dan sekitarnya adalah bagian dari Kabupaten Barito Kuala
yang daerahnya terdiri atas tanah rawa. Desa Puntik terbagi menjadi empat bagian
yaitu, Desa Puntik Dalam, Desa Puntik Luar dan Desa Puntik Tengah. Desa Puntik
merupakan daerah yang terletah di Kecamatan Mandastana, Kalimantan Selatan.
Dalam penulisan makalah ini akan dibahas mengenai Pasang Surut di daerah
Puntik, sebagai salah satu peningkatan ilmu dalam bidang keairan.
2
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari mengenai pasang
surut di Desa Puntik, Kecamatan Mandastana, Barito Kuala.
1.3 Perumusan Masalah
Bagaimanakah sistem pasang surut di desa puntik?
1.4 Batasan Masalah
Dalam makalah ini yang dibahas hanya mengenai pasang surut di desa puntik.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rawa Pasang Surut
Indonesia memiliki potensi lahan rawacdengan luasan mencapai 33,43 juta
hektar lahan rawa yang terdiri dari 20,15 juta hektar lahan rawa pasang surut dan
sisanya 13,28 juta hektar lahan rawa lebak. Rawa pasang surut ini memiliki tiga
tipologi utama yaitu lahan gambut (10,9 juta hektar), lahan sulfat masam (6,70 juta
hektar), dan lahan alluvial non sulfat masam (2,07 juta hektar). Sisanya adalah lahan
salin dengan luasan 0,48 juta hektar (Noor, 2004).
Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Kalsel pada
tahun 2005, sekitar 12,3 juta hektar lahan rawa berada di Pulau Kalimantan dan 1 juta
hektar berada di Propinsi Kalimantan Selatan. Luasan ini terdiri dari 0,2 juta ha rawa
lebak dan 0,8 juta hektar rawa pasang surut yang memiliki perbandingan luasan
hampir 26% terhadap luas propinsi Kalimantan Selatan (3,753 juta hektar). Produksi
pangan di propinsi Kalimantan Selatan yang merupakan salah satu lumbung padi
nasional, berasal dari sebagian besar dari persawahan rawa pasang surut, yang terletak
sebagian besar di sepanjang kanan/kiri hilir sungai barito.
Produksi pangan di Propinsi Kalimantan Selatan yang merupakan salah satu
lumbung padi nasional, sebagian besar berasal dari persawahan pasang surut yang
terletak di sepanjang kanan/kiri Sungai Barito bagian hilir. Pada masa sekarang, di
kabupaten Barito Kuala terdapat 17 (tujuh belas) unit pengembangan rawa pasang
surut dan non pasang surut yang pembangunannya dimulai sejak tahun 1970.
Unit-unit tersebut adalah unit Belawang, Sei Seluang, Sei Muhur, Puntik,
Tabunganen, Terantang, Barambai, Jelapat, Jejangkit, Anjir Serapat, Tamban,
Sakalagun, Handil Bhakti, Antasan, Tanipah, Talaran, Bahandang, dan Jejangkit II
dengan luas keseluruhan adalah 78.266 hektar.
4
2.2 Puntik
Puntik merupakan nama desa di kecamatan Mandastana, Barito Kuala. Jumlah
penduduk kecamatan Mandastana yaitu 13.147 jiwa, sedangkan luasnya ± 136 km2
dan dipimpin oleh camat Suyud Sugiyono, SIP.
Gambar 2.1 (Dari atas) Desa Puntik Luar, Puntik Tengah dan Puntik Dalam
2.2 Karakteristik Tanah
Khairuddin dan Fakhrina (2013) melakukan penelitian mengenai karakteristik
tanah di desa puntik dalam, didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik tanah Desa Puntik Dalam, Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan.
Sifat Tanah Nilai Kriteria
pH 3.77 SM
C-Organik (%) 4,06 T
N total (%) 0,13 R
P Bray I (ppm P2O5) 10,75 R
P total (mg/100g P2O5) 13.17 SR
K total (mg/100 g K2O) 8.25 SR
5
Ca 0.80 SR
Mg 0.32 R
K 0.25 S
Na 0.14 R
Al-dd (me/100 g) 5.76 T
Fe (ppm) 709,0 T
Tekstur (%)
Liat 56.77
Debu 33.67 Liat Berdebu
Pasir 9.56
Keterangan : SM = Sangat Masam, SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi
2.3 Pengairan Rawa di Puntik
Sistem jaringan tata air yang ada menggunakan saluran tersier yang sama
sebagai saluran pemberi dan saluran pembuang dan pada ujung hilir saluran
sekundernya dilengkapi kolam pasang yang berfungsi untuk menangkap sedimen dan
mencuci lahan, sudah tidak berfungsi lagi karena telah penuh terisi sedimen. Dengan
sistem jaringan tata air tersebut, dengan saluran tersier buntu, penggantian air terutama
di ruas saluran tersier terujung sulit terjadi, sehingga tanaman purun dan sedimentasi
berkembang dengan cepat dan memperkecil kapasitas saluran.
6
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Puntik merupakan nama desa di kecamatan Mandastana, Barito Kuala.
Sistem jaringan tata air yang ada menggunakan saluran tersier yang sama
sebagai saluran pemberi dan saluran pembuang dan pada ujung hilir saluran
sekundernya dilengkapi kolam pasang yang berfungsi untuk menangkap
sedimen dan mencuci lahan, sudah tidak berfungsi lagi karena telah penuh
terisi sedimen.
3.2 Saran
Sebaiknya para insinyur lebih mengkaji kembali mengenai pengairan
pasang surut puntik, dikarenakan data yang ada masing kurang lengkap.
Selain itu, kita harus dapat membedakan antara rawa puntik dan rawa puntik
terantang.
7
DAFTAR PUSTAKA
Dinas PU. 2006. “Manajemen Air & Lahan Rawa Pasang Surut (Land and Water Management Tidal Lowlands – LWMTL)”. Program LWMTL.
Khairuddin dan Fakhrina. 2013. “Keragaan Beberapa Varietas Padi Unggul Baru Di Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Desa Puntik Dalam Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan”. Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.
Kurdi, Holdani. 2012 “Penentuan Elevasi Dasar Lahan Pertanian Berdasarkan Pada Kisaran Pasang Surut Air Laut Pada Lokasi Unit Kecamatan Barambai”. INFO TEKNIK, Volume 13 No. 1 Juli 2012.
BPS Barito Kuala, 2011. “Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Barito Kuala T.A. 2011”. Barito Kuala
Sabur, Agung. dkk.2012. “Pintu Klep Ringan Tahan Korosi Sebagai Pintu Pengatur untuk Irigasi Pasang Surut”. Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Ahli Hidraulik Indonesia Sub Tema 4 (Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi dan Rawa)
8