TUGAS GEOLOGI DASAR
BATUAN
ANDI IRSYAD IBRAHIM
03021381520080
TEKNIK PERTAMBANGAN
KELAS B
KAMPUS PALEMBANG
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
DAFTAR ISIPENGERTIAN BATUAN..........................................................................3
Proses Pembentukan Batuan..............................................................3
1 Batuan Beku....................................................................................4
2 Klasifikasi Batuan Beku...................................................................6
1 Batuan Sedimen...........................................................................7
2 Batuan Piroklastik......................................................................12
2.1 Faktor-Faktor yang Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Piroklastik.....................................................................................13
2.2 Klasifikasi Batuan Piroklastik................................................14
1 Batuan Metamorf......................................................................15
2. Metamorfisme.........................................................................16
3 Tekstur Batuan Metamorf.......................................................17
4 Struktur Batuan Metamorf......................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................21
Page 2
PENGERTIAN BATUAN Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral. Kejadian dan sifat dari batuan ditentukan oleh kandungan mineralnya dan hubungan atau keadaan mineralnya satu sama lain (tekstur). Batuan Sedimen (sedimentary rock), terbentuk dari hasil pengumpulan dan kompaksi dari: Fragmen-fragmen dari batuan sebelumnya yang telah lepas dan mengalami erosi (pengikisan dan transportasi). Bahan-bahan organik, kulit binatang atau sisa tanaman. Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang telah mengalami perubahan dari batuan induknya, akibat pengaruh temperatur, tekanan, atau kandungan dan larutan yang aktif secara kimiawi. Yang dimaksud dengan pelapukan batuan adalah proses yang berhubungan dengan perubahan sifat (fisis dan kimiawi) batuan dipermukaan bumi oleh pengaruh cuaca. Ada 4 faktor yang mempengaruhi proses pelapukan batuan, yaitu: Pengaruh struktur batuan terhadap pelapukan Yang dimaksud dengan struktur batuan disini adalah segala sifat fisis dan kimiawi batuan yang menyebabkan batuan yang satu berbeda dengan batuan lain.
Pengaruh iklim terhadap pelapukan Faktor ini ada yang mendorong untuk mempercepat proses pelapukan dan ada pula yang kurang mendorong. Pada umumnya iklim yang panas dan lembab, lebih cepat melapukan batuan dari pada iklim lainnya. Pengaruh topografi terhadap pelapukan Pengaruh topografi terhadap pelapukan kebanyakan dalam bentuk tidak langsung. Makin curam kemiringan suatu lereng makin mudah hasil pelapukan mengalami pengangkutan. Pengaruh tumbuh-tumbuhan terhadap pelapukan batuan, Tumbuh-tumbuhan mempengaruhi pelapukan batuan dengan 2 cara: Secara mekanis, karena akar tumbuh-tumbuhan dapat menembus batuan.
Pertambahan panjang dan besar akar tumbuh-tumbuhan dapat memecahkan batuan yang ditembusnya. Dan Secara kimia, prosesnya yaitu karena sisa-sisa tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dapat mengurangi asam arang dan asam humus yang merupakan faktor pelapuk yang kuat. Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral. Kejadian dan sifat dari batuan ditentukan oleh kandungan mineralnya dan hubungan atau keadaan mineralnya satu sama lain (tekstur). Macam-macam batuan berdasarkan pada cara terjadinya (klasifikasi genetis), tekstur dan komposisi mineral, batuan dapat digolongkan menjadi 3 jenis utama, yaitu:
Proses Pembentukan BatuanSetiap batuan (igneous rocks, sedimentary rocks, metamorphic rocks) pasti mengalami
proses pembentukan batuan. Pada proses pembentukan batuan tersebut, terdapat
kesinambungan yang sangat erat seperti dijelaskan pada daur pembentukan batuan (Gambar
3.1). Bermula dari magma sebagai larutan pijar yang mengandung Silikon (Si), Oksigen (O2),
Aluminium (Al), Kalsium (Ca), Natrium (Na), Kalium (K), Besi (Fe), dan Magnesium (Mg)
Page 3
akan mengalami pendinginan dan kristalisasi membentuk mineral yang menyusun batuan
beku.
Batuan beku dan termasuk dua jenis batuan lain yakni batuan sedimen dan batuan
metamorf yang telah terbentuk terlebih dahulu (pre-existing rocks) mengalami pelapukan
kimiawi dan fisik sehingga pecahan batuan mudah untuk dierosi dan ditransportasi terutama
oleh media air dan kemudian mengendap sebagai sedimen di suatu cekungan. Sedimen
kemudian mengalami diagenesis, yakni proses simultan yang antara lain melibatkan proses
kompaksi dan sementasi sehingga menjadikan sedimen menjadi kompak membentuk batuan
sedimen.
Batuan sedimen bersama batuan beku dan batuan metamorf dapat mengalami
perubahan yang berasal dari faktor lingkungan sehingga terjadi penambahan tekanan dan
temperature akibat proses metamorphosis membentuk batuan metamorf. Selanjutnya,
penambahan panas terutama pada daerah subduksi, dimana lempeng samudra menyusup di
bawah lempeng benua menyebabkan batuan mengalami peleburan (melting).
Gambar 1. Daur Batuan
1 Batuan BekuPengertian batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang
mendingin dan mengeras dengan atau tanpa proses kristalisasi baik di bawah atau di atas
permukaan bumi. Secara ringkas, batuan beku tebentuk dari pendinginan magma. Magma
yang berada di dalam bumi dapat mengalami pergerakan naik yang disebut intrusi magma
(magma intrusion). Batuan yang terbentuk sebelumnya baik batuan beku, sedimen atau
metamorf dapat diterobos oleh intruisi magma. Perubahan lingkungan yang menyebabkan
Page 4
magma mulai mendingin di bawah permukaan. Batuan yang terbentuk pada kondisi ini
disebut sebagai batuan beku pluton (plutonic rocks) atau sering disebut juga sebagai batuan
beku intrusif.
Gambar 2. Tubuh Intrusi Batuan Beku
Magma yang menerobos dapat mencapai permukaan. Manifestasi dari capaian magma
mencapai permukaan ditujukan sebagai aktivitas gunungapi (volcanic activity).
Magma lelehan yang mengalir keluar dari kepundan disebut sebagai lava. Lava yang
mendingin membentuk batuan beku ekstrusif.
Intrusi batuan beku merupakan massa batuan yang terbentuk ketika magma
mengalami pendinginan di bawah permukaan bumi. Intrusi biasanya diklasifikasikan
berdasarkan ukuran, bentuk dan hubungannya dengan batuan yang lebih tua yang
mengelilinginya. Tubuh intrusi batuan beku yang penting adalah batholiths, stocks, dikes, sills
dan laccoliths.
Batholits adalah massa batuan kristalin berukuran butir kasar, umumnya berkomposisi
granitic dan merupakan tubuh batuan terbesar di kerak bumi. Contoh, Idaho batholit
tersingkap seluas ~ 41.000 km2.
Stocks adalah tubuh intrusi dengan daerah singkapan yang kurang dari 10 km2.
Umumnya berkomposisi granitic dengan tekstur porphyritic dengan massa dasar berbutir
halus. Kebanyakan terdapat deposit perak, emas timah, zinc dan tembaga diendapkan pada
rekahan dan membentuk veins yang meluas dari stock hingga batuan disekitarnya.
Page 5
Dikes adalah bektuk aktivitas batuan beku yang sempit dan tabular. Dike terbentuk
ketika magma masuk kedalam rekahan disekitar batuan samping kemudian mendingin. Lebar
dikes dapat sekitar beberapa centimeter hingga ratusan meter. Dike terbesar diketahui di
Zimbabwe dengan panjang 600 km dan lebar rata-rata 10 km.
Sill adalah bentuk tabular yang parallel dan concordant terhadap perlapisan. Magma
yang naik selalu mengikuti daerah yang kurang resisten.jika jalur yang di lewatinya seperti
bidang perlapisan,maka magma akan menerobos diantara lapisan. Sill dapat terlihat seperti
aliran lava yang tertimbun yang berada dalam sekuen batuan sedimen. Bagaimanapun sill
merupakan intrusi sehingga berbeda dengan lava yang tertimbun oleh sedimen diatasnya.
Perhatian harus difokuskan pada daerah kontak untuk mendapatkan bukti-bukti intrusi,seperti
ditemukannya alterasi dan rekristalisasi pada batuan disekitarnya dan bukti inclusion berupa
block atau potongan batuan samping.
Laccoliths adalah bentuk lensa dengan bagian dasar datar dan bagian atas yang
mengkurva. Biasanya bertekstur porfiritik (porphyritic texture).
2 Klasifikasi Batuan BekuBatuan beku terbentuk sesuai dengan komposisi magmanya. Komposisi magma
menentukan komposisi batuan. Selain itu kecepatan pendinginan magma sangat berpengaruh
terhadap tekstur batuan. Pendinginan magma menyebabkan kristalisasi dari berbagai mineral
yang sesuai dengan kondisinya. Urutan kristalisasi membentuk mineral pada deret menerus
dan tidak menerus pada deret reaksi Bowen.
Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan tekstur dan komposisinya ,Variasi
komposisi dapat dilihat perubahannya secara horizontal, sedangkan variasi tekstur dapat
dilihat perubahannya secara vertikal.
Penamaan batuan tertera pada table tersebut seperti rhyolite, andesite, dan basalt untuk
jenis batuan dan genesanya berkaitan dengan magma ekstrusif. Sedangkan batuan granite,
diorite, gabbro dan peridotite adalah berkaitan dengan magma intrusif.
Temperatur pada saat kristalisasi menentukan terbentuknya jenis mineral dan assosiasi
mineralnya. Kristalisasi memunculkan mineral yang tertentu sesuai dengan kondisi komposisi
asal magma. Pada magma basa terbentuk mineral-mineral yang cendrung berwarna gelap.
Page 6
Sedangkan pada magma asam cendrung membentuk mineral-mineral berwarna terang
(Gambar 3.4).
Kecepatan pendinginan dapat mempengaruhi kristalisasi terutama pada pertumbuhan
Kristal (crystal growth). Pendinginan yang perlahan di bawah permukaan bumi cendrung
memberikan kesempatan untuk terbentuknya Kristal dengan ukuran yang relatif kasar.
Kondisi ini memberikan membentuk tekstur faneritik (phaneritic texture).
Pada pendinginan yang berlangsung cepat tidak punya cukup waktu untuk kristal
tumbuh sehingga terbentuk kristal yang relatif halus. Ini terutama pada aktivitas magma
ekstrusif. Kondisi yang demikian membentuk tekstur afanitik (aphanitic texture). Pada
aktivitas magma yang ekplosif ke permukaan, sering kali tidak cukup waktu untuk
membentuk kristal sehingga yang terbentuk adalah gelas (glass).
Pendinginan magma dapat pula mengalami pendinginan perlahan yang kemudian
berubah mengalami pendinginan cepat. Magma yang semula perlahan-lahan membentuk
kristal yang relatif kasar, kemudian tiba-tiba dilingkungi oleh kristal halus atau bahkan gelas
kalau pendinginan sangat cepat. Kondisi ini akan memberikan gambaran percampuran antara
ukuran kristal kasan dan ukuran kristal halus dan atau gelas. Kondisi yang demikian
membentuk tekstur porfiritik (porphyritic texture).
Selain itu magma yang eksplosif menyebabkan semburan ke udara sehingga terjadi
pendinginan magma yang membentuk pecahan batuan (volcanic bomb dan block) hingga abu
vulkanik. Akumulasi dari jenis material ini membentuk tuff. Pada umumnya, tuff
menunjukkan perlapisan seperti batuan sedimen, walaupun secara komposisi adalah batuan
beku.
1 Batuan SedimenBatuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi
(pelapukan-transportasi-sedimentasi-diagenesa). Hal tersebut berarti batuan sedimen
terbentuk dari material yang lepas dan bahan terlaruthasil proses mekanis dan kimia dari
batuan sebelumnya, dari cangkang binatang, dan sisa-sisa tumbuhan. Proses yang terlihat
mencakup penghancuran batuan oleh pelapukan dan erosi, hasil keduanya dan transportasi
kemudian memasuki proses kompaksi, sementasi dan litifikasi. Beberapa faktor yang
Page 7
mengontrol tebentuknya batuan sedimen antara lain Litologi Batuan (Batuan beku, batuan
sedimen, dan batuan metamorf), stabilitas mineral-mineral yang ada, dan kecepatan erosi.
1.1 Mineral-Mineral Utama Pembentuk Batuan Sedimen1. Mineral Autigenic:
Terbentuk di daerah sedimentasi dan langsung diendapkan
Contoh: Gipsum, kalsit, anhidrit, oksida besi, halit glaukonit
2. Mineral Allogenik
Terbantuk diluar daerah sedimentasi
Telah mengalami transportasi dan kemudian diemdapkan di daerah sedimentasi
Harus tahan pelapukan dan tahan terhadap pengikisan selama transportasi
sampai pengendapan.
1.2 Tekstur Batuan SedimenBatuan sedimen memiliki tekstur klastik dan kristalin (non-klastik). Tekstur klastik
merupakan tekstur utama di dalam batuan sedimen. Kenampakan tekstural batuan sedimen
meliputi ukuran butir (grain size), bentuk butir (grain shape), pemilahan (sorting),
kebundaran (roundness) dan hubungan antar butiran (intergrain relationship).
Besar Butir
Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang
dipakai adalah “Skala Wenthworth”. Besar ukuran butir ditentukan oleh beberapa faktor
diantaranya Jenis Pelapukan, macam transportasi, waktu/jarak transportasi. (Kimia dan
Mekanis)
TABEL 1
SKALA WENWORTH
Ukuran butir (mm) Nama Butiran Nama batuan
> 256 Boulder / block (bongkah) Breksi (Angular Class)
Konglomerat (Rounded Class)
64 – 256 Cobble (kerakal)
4 – 64 Pebble
2 – 4 Granule (kerikil)
Page 8
1 – 2 Very Coarse Sand
Batupasir (Sandstone)
0,5 - 1 Coarse Sand
0,25 – 0,5 Medium Sand
0,125 – 0,25 Fine Sand
0,0625 – 0,125 Very Fine Sand
0,0039 – 0,0625 Silt (lanau) Batulanau (Siltstone)
< 0,0039 Clay (lempung) Shale, Mudstone, Claystone
Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen,
artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka pemilahan semakin
baik.
1. Pemilahan baik, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut seragam. Hal ini
biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup.
2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen terdapat yang
seragam maupun yang tidak seragam.
3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat beragam, dari
halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada batuan sedimen dengan kemas
terbuka.
Bentuk Butir
Berdasar perbandingan diameter panjang (long) (l), menengah (intermediate) (i) dan
pendek (short) (s) maka terdapat empat bentuk butir di dalam batuan sedimen, yaitu
(Gambar 4.2):
1. Oblate, bila l = i tetapi tidak sama dengan s.
2. Equant, bila l = i = s.
3. Bladed, bila l tidak sama dengan i tidak sama dengan s.
4. Prolate, bila i = s, tetapi tidak sama dengan l.
Page 9
Apabila bentuk-bentuk teratur tersebut tidak dapat diamati, maka cukup disebutkan
bentuknya tidak teratur. Pada kenyataannya, bentuk butir yang dapat diamati secara
megaskopik adalah yang berukuran paling kecil granule (kerikil, f ³ 2 mm).
Kebundaran
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka Pettijohn, dkk., (1987)
membagi kategori kebundaran menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan
rendah dan tinggi (Gambar 3.3). Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2. Meruncing (menyudut) (angular)
3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar (membulat (rounded), dan
6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded)
Hubungan Antar Butir (Kemas)
1. Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling bersentuhan
atau bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain (grain/clast supported). Apabila
ukuran butir fragmen ada dua macam (besar dan kecil), maka disebut bimodal clast
supported. Tetapi bila ukuran butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka
disebut polymodal clast supported.
2. Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di antaranya
terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix supported).
1.3 Struktur Sedimen1. Struktur di dalam batuan (features within strata) :
a. Struktur perlapisan (planar atau stratifikasi). Jika tebal perlapisan < 1 cm disebut struktur
laminasi.
b. Struktur perlapisan silang-siur (cross bedding / cross lamination).
c. Struktur perlapisan pilihan (graded bedding)
ü Normal, jika butiran besar di bawah dan ke atas semakin halus.
ü Terbalik (inverse), jika butiran halus di bawah dan ke atas semakin kasar.
Page 10
2. Struktur permukaan (surface features) :
a. Ripples (gelembur gelombang atau current ripple marks)
b. Cetakan kaki binatang (footprints of various walking animals)
c. Cetakan jejak binatang melata (tracks and trails of crowling animals)
d. Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)
e. Gumuk pasir (dunes, antidunes)
3. Struktur erosi (erosional sedimentary structures)
a. Alur/galur (flute marks, groove marks,linear ridges)
b. Impact marks (bekas tertimpa butiran fragmen batuan atau fosil)
c. Saluran dan cekungan gerusan (channels and scours)
d. Cekungan gerusan dan pengisian (scours & fills)
1.4 Klasifikasi Batuan SedimenPettijohn (1975), O’Dunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen berdasar teksturnya
menjadi dua kelompok besar, yaitu batuan sedimen klastika dan batuan sedimen non-klastika.
Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen yang
terbentuk sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking) terhadap batuan yang sudah ada.
Proses pengerjaan kembali itu meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian redeposisi
(pengendapan kembali). Sebagai media proses tersebut adalah air, angin, es atau efek gravitasi
(beratnya sendiri). Media yang terakhir itu sebagai akibat longsoran batuan yang telah ada.
Kelompok batuan ini bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran/pecahan batuan (klastika)
sehingga bertekstur klastika.
Batuan Sedimen Non-Klastik
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil
penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses
pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan
kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil
reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 ® CaCO3. Secara organik adalah pembentukan sedimen
oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang
Page 11
laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai
akibat penurunan daratan menjadi laut.
Berdasar komposisi penyusun utamanya, batuan sedimen klastika (bertekstur klastika)
dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Batuan sedimen silisiklastika, adalah batuan sedimen klastika dengan mineral penyusun
utamanya adalah kuarsa dan felspar.
2. Batuan sedimen klastika gunungapi adalah batuan sedimen dengan material penyusun
utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi (kaca, kristal dan atau litik).
3. Batuan sedimen klastika karbonat, atau batugamping klastika adalah batuan sedimen
klastika dengan mineral penyusun utamanya adalah material karbonat (kalsit).
1.5 Komposisi Mineral Batuan Sedimen1. Fragmen : Bagian butiran yang ukurannya paling besar dan dapat berupa pecahan-
pecahan batuan, mineral, cangkang-cangkang fsil atau zat organik lainnya.
2. Matriks : Bagian butiran yang ukurannya lebih kecil dari fragmen dan terletak diantara
fragmen sebagai massa dasar. Matriks dapat berupa batuan, mineral, maupun fosil.
3. Semen : semen merupakan zat perekat pada batuan sedimen, semen mengisi rongga-
rongga antar butir antara fragmen dan matriks.
Ada beberapa jenis semen pada batuan sedimen, berdasarkan kandungannya semen
tersebut dibagi atas:
Semen karbonat
Semen Silikat
Semen Oksida
2 Batuan PiroklastikBatuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk dari letusan gunung api (berasal dari
pendinginan dan pembekuan magma) namun seringkali bersifat klastik. Menurut william
(1982) batuan piroklastik adalah batuan volkanik yang bertekstur klastik yang dihasilkan oleh
serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api, dengan material asal yang
berbeda, dimana material penyusun tersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum
mengalami transportasi (rewarking) oleh air atau es.
Page 12
2.1 Faktor-Faktor yang Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Piroklastik
Warna Batuan
Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral
penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya
sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali untuk
batuan yang mempunyai tekstur gelasan.
Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan piroklastik mengacu pada kenampakan butir-butir mineral
yang ada di dalamnya, yang meliputi Glassy dan Fragmental.
Pengamatan tekstur meliputi :
1. Glassy
Glassy adalah tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada batuan tersebut
ialah glass.
2. Fragmental
Faragmental ialah tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada batuan
tersebut ialah fragmen-fragmen hasil letusan gunung api.
Struktur
Struktur adalah kenampakan hubungan antara bagian-bagian batuan yang
berbeda.pengertian struktur pada batuan beku biasanya mengacu pada pengamatan
dalam skala besar atau singkapan dilapangan.pada batuan beku struktur yang sering
ditemukan adalah:
a. Masif : bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas
b. Vesikular : dicirikandengan adanya lubang-lubang gas
c. Amigdaloidal : bila lubang-lubang gas terisi oleh mineral-mineral sekunder.
d. Berlapis : bila dalam batuan tersebut terdapat lapisan-lapisan endapan dari
fragmen-fragmen letusan gunung api.
Derajat Kristalisai
Derajat kristalisasi mineral terdiri atas :
a. Holokristalin
Page 13
Tekstur batuan yang kenampakan batuannya terdiri dari keseluruhan mineral
yang membentuk kristal, hal ini menunjukkan bahwa proses kristalisasi
berlangsung begitu lama sehingga memungkinkan terbentuknya mineral -
mineral dengan bentuk kristal yang relatif sempurna.
b. Hipokristalin
Tekstur batuan yang yang kenampakannya terdiri dari sebagaian mineral
membentuk kristal dan sebagiannya membentuk gelas, hal ini menunjukkan
proses kristalisasi berlangsung relatif lama namun masih memingkinkan
terbentuknya mineral dengan bentuk kristal yang kurang.
c. Hipohyalin
Tekstur batuan yang yang kenampakannya terdiri dari sebagaian mineral
membentuk gelas dan sebagiannya membentuk Kristal. Namun massa dasarnya
cenderung lebih dominan massa gelas.
d. Holohyalin
Tekstur batuan yang kenampakannya terdiri dari mineral yang keseluruhannya
berbentuk gelas, hal ini menunjukkan bahwa proses kristalisasi magma
berlangsung relatif singkat sehingga tidak memungkinkan terjadinya
pembentukan mineral - mineral dengan bentuk yang sempurna.
2.2 Klasifikasi Batuan PiroklastikBerikut aadalah beberapa model dari klasifikasi batuan piroklastik:
TABEL 2.
KLASIFIKASI FRAGMEN, SEDIMEN, DAN BATUAN PIROKLASTIK
(AFTER SCHMID, 1981)
Fragment Size
(mm)
Pyroclastic Fragment Pyroclastic Sediment Pyroclastic Rocks
>64 Bomb, Block Bomb tephra
Block tephra
Agglomerate Pyroclastic
Breccia
2-64 Lapillus Lapilli tephra Lapilli stone
0.032-2 Coarse Ash Grain Coarse ash Coarse tuff
<0.032 Fine Ash Grain Fine ash Fine tuff
NB: Istilah sedimen untuk batuan piroklastik adalah sinonim dengan tephra
Page 14
Material piroklastik dalam batuan berdasarkan persentasenya menentukan dalam
penamaan batuan. Karenanya material piroklastik dapat bercampur dengan sedimen
siliklastika. Berdasarkan hal tersebut batuan dari aktivitas vulkanik diklasifikasikan menjadi
batuan piroklastik,batuan tufaan dan batuan sedimen vulkanik.
Klasifikasi Batuan Piroklastik berdasarkan genesanya:
1. Aliran Piroklastik (Pyroclastic Flow)
Endapan dapat meluncur melalui lereng bukit, dapat mencapai kecepatan 300
m/s
Abu (ash) terkonsolidasi menjadi ash-flow tuff
2. Jatuhan Piroklastik (Pyroclastic Fall)
Terjadi akibat letusan gunungapi yang eksplosif
Ketebalan endapan piroklastik jatuhan relatif seragam dengan pemilahan yang
baik, akibat proses fraksinasi oleh angin saat pengendapannya.
3. Piroklastik Surge
Terjadi akibat dari suatu letusan gunungapi, yang temudian teralirkan
(mekanisme gabungan antara jatuhan piroklastik dan aliran piroklastik).
Berasosiasi dengan erupsi preatomagmatik dan preatik, aliran piroklastik dan
jatuhan piroklastik.
Endapan ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu base surge, graund surge dan ash
clound surge.
1 Batuan MetamorfMetamorf (metamorphic rocks) berasal dari kata meta yang bermakna perubahan,
sedangkan kata morpho bermakna bentuk. Dengan demikian, metamorphosis adalah proses
yang mengubah bentuk mineral asal baik itu dari batuan beku, sedimen ataupun piroklastik
menjadi mineral yang stabil pada kondisi baru.
Jadi, defenisi dari batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan
asalnya, berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan tekanan
(P), atau pengaruh kedua-duanya yang disebut proses metamorfisme dan berlangsung di
bawah permukaan.
Page 15
2. MetamorfismeProses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan batuan
asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat bahwa kenaikan tekanan atau
temperatur akan mengubah mineral bila batas kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan
antar butiran/kristalnya. Proses metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan. Oleh
karena itu disamping faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini jika
tergantung pada jenis batuan asalnya.
Agen atau media menyebabkan terjadinya proses metamorfisme adalah panas,
tekanan dan cairan kimia aktif. Sedangkan perubahan yang terjadi pada batuan meliputi
tekstur dan komposisi mineral.
Metamorfisme menyebabkan perubahan secara tekstural, mineralogy atau keduanya
yang terjadi diantara dua kondisi. Pertama adalah kondisi diagenesis-weathering (pada batas
bagian bawah), dan kedua pada kondisi melting (pada batas bagian atas). Pada perubahan
tekstur dapat terjadi tanpa disertai dengan perubahan komposisi mineral, yaitu tejadi
kataklastis dan rekristalisasi.
Kataklastis adalah proses penghancuran butiran batuan, biasanya pada zona sesar.
Sedangkan rekristalisasi adalah proses pengorganisasian kembali pola Kristal (chrystal lattice)
dan hubungan antar butiran melalui perpindahan ion dan deformasi pola tanpa disertai
penghancuran.
Proses metamorfisme terjadi apabila kondisi lingkungan batuan mengalami perubahan
yang tidak sama dengan kondisi pada waktu batuan terbentuk, sehingga batuan menjadi tidak
stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya kembali pada kondisi yang baru maka batuan
mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kondisi tekanan dan temperatur
tekanan dan temperatur yang beberapa kilometer di bawah permukaan bumi.
V.2.1 Jenis Metamorfisme
a. Metamorfisme thermal (kontak), terjadi karena aktiftas intrusi magma, proses yang
berperan adalah panas larutan aktif.
b. Metamorfisme dinamis, terjadi di daerah pergeseran/pergerakan yang dangkal (misalnya
zona patahan), dimana tekanan lebih berperan dari pada panas yang timbul. Seringkali hanya
terbentuk bahan yang sifatnya hancuran, kadang-kadang juga terjadi rekristalisasi.
Page 16
c. Metamorfisme regional, proses yang berperan adalah kenaikan tekanan dan temperatur.
Proses ini terjadi secara regional, berhubungan dengan lingkungan tektonis, misalnya pada
jalur “pembentukan pegunungan” dan “zona tunjaman” dsb.
3 Tekstur Batuan MetamorfTekstur batuan metamorf ditentukan dari bentuk kristal dan hubungan antar butiran
mineral.
Tekstur batuan metamorf foliated
a. Gneiss
Lapisan permukaannya kasar dan tidak mempunyai batas yang jelas. Terlihat berlapis-
lapis karena susunan mineralnya searah atau karena barisantar mineral gelap dan
mineral terang berurutan, terdapat pada batuan orthometamorf.
b. Schist
Lapisan permukaannya halus, pararel dan mempunyai bidang batas yang jelas.
Biasanya ditandai dengan adanya mineral mika, kuarsa dan chlorite. Terdapat pada
batuan orthometamorf dan parametamorf.
c. Filitik
Lapisan permukaannya kasar, pararel dan jelas batasnya tetapi tidak begitu kompak.
Terdapat pada batuan metamorf.
d. Slaty
Lapisan permukaanya sangat halus, rapat dan pararel. Kristalnya sangat halu tetapi
batuannya sangat kompak.
2. Tekstur batuan metamorf Unfoliated
a. Homeoblastik, terdiri dari satu macam bentuk. Homeoblastik dibagi atas tiga, yakni :
“Lepidoblastik”, mineral-mineral pipih dan sejajar
“Nematoblastik”, bentuk menjarum dan sejajar
“Granoblastik”, berbentuk butir
b. Heteroblastik, terdiri dari kombinasi tekstur homeoblastik. Heteroblastik terbagi atas
tiga, yakni : Porfiroblastik, Grano-lepidoblastik dan Grano-nemtaoblastik.
Page 17
4 Struktur Batuan MetamorfStruktur pada batuan metamorf yang terpenting adalah “foliasi”, yaitu hubungan
tekstur yang memperlihatkan orientasi kesejajaran. Kadang-kadang foliasi menunjukkan
orientasi yang hampir sama dengan perlapisan batuan asal (bila berasal dari batuan sedimen),
akan tetapi orientasi mineral tersebut tidak ada sama sekali hubungan dengan sifat perlapisan
batuan sedimen. Foliasi juga mencerminkan derajat metamorfisme.
4.1 Batuan Berfoliasi (Foliated Rocks) Merupakan struktur pada batuan metamorf yang ditunjukkan dengan adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan tersebut , struktur ini meliputi :
a. Gneissic : perlapisan dari mineral-mineral yang membentuk jalur terputusputus,
dan terdiri dari tekstur-tekstur lepidoblastik dan granoblastik.
b. Schistosity : perlapisan mineral-mineral yang menerus dan terdiri dari selangseling
tekstur lepodoblastik dan granoblastik.
c. Phyllitic : perlapisan mineral-mineral yang menerus dan terdiri dari tekstur
lepidoblastik.
d. Slaty : merupakan perlapisan, umumnya terdiri dari mineral yang pipih dan
sangat luas.
4.2 Batuan Tidak Berfoliasi (Nonfoliated Rocks) Adalah struktur yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral penyususn
batuan metamorf.
a. Hornfelsik
Dicirikan dengan adanya butiran-butiran yang seragam, terbentuk pada bagian
dalam daerah kontak sekitar tubuh batuan beku. Pada umumnya merupakan
rekristalisasi batuan asal, tidak ada foliasi tetapi batuan halus dan padat.
b. Milonitik
Struktur yang berkembang karena adanya penghancuran terhadap batuan asal
yang mengalami metamorfosa dynamo, batuan berbutir halus dan liniasinya
ditunjukkan dengan adanya orientasi mineral yang berbentuk rentikuler yang
terkadang masih meyimpan lensa batuan asalnya.
c. Kataklastik
Sruktu ini hampir sama dengan milonitik hanya saja butirannya lebih kasar.
Page 18
d. Pilonitik
Struktur ini menyerupai milonit tetapi butirannya relative lebih kasar dan
strukturnya mendekati struktur tipe philit.
e. Flaser
Struktur ini mirip dengan kataklastik dimana struktur batuan asal berbentuk
lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Augen
Seperti struktur flaser, hanya saja lensa-lensanya terdiri dari butir-butir
feldspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Granulose
Struktur ini hampir sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran yang tidak sama besar.
h. Liniasi
Struktur ditandai dengan adanya kumpulan mineral yang berbentuk seperti
jarum.
5 Beberapa Batuan Metamorf yang Pentinga. Berfoliasi
Batu sabak (Slate)
Berbutir halus, bidang foliasi tidak memperlihatkan pengelompokan mineral. Jenis mineral
seringkali tidak dapat dikenal secara megakopis, terdiri dari mineral lempung, serisit, kompak
dan keras.
Sekis (Schist)
Batuan paling umum yang dihasilkan oleh metamorfosa regional. Menunjukkan tekstur yang
sangat khas yaitu kepingan-kepingan dari mineral-mineral yang menyeret, dan mengandung
mineral feldspar, augit, hornblende, garnet, epidot. Sekis menunjukkan derajat metamorfosa
yang lebih tinggi dari filit, dicirikan adanya mineral-mineral lain disamping mika.
Filit (Phyllite)
Derajat metamorfisme lebih tinggi dari Slate, dimana lembar mika sudah cukup besar untuk
dapat dilihat secara megaskopis, memberikan belahan phyllitic, berkilap sutera pecahan-
pecahannya. Juga mulai didapati mineral-mineral lain, seperti turmalin dan garnet.
Page 19
Gneis (Gneiss)
Merupakan hasil metamorfosa regional derajat tinggi, berbutir kasar, mempunyai sifat
“bended” (“gneissic”). Terdiri dari mineral-mineral yang mengingatkan kepada batuan beku
seperti kwarsa, feldspar dan mineral-mineral mafic, dengan jalur-jalur yang tersendiri dari
mineral-mineral yang pipih atau merabut (menyerat) seperti chlorit, mika, granit, hornblende,
kyanit, staurolit, sillimanit.
Amfibolit
Sama dengan sekis, tetapi foliasi tidak berkembang baik, merupakan hasil metamorfisme
regional batuan basalt atau gabro, berwarna kelabu, hijau atau hitam dan mengandung mineral
epidot, (piroksen), biotit dan garnet.
b. Tak berfoliasi
Kwarsit
Batuan ini terdiri dari kwarsa yang terbentuk dari batuan asal batupasir kwarsa, umumnya
terjadi pada metamorfisme regional.
Marmer/pualam (Marble)
Terdiri dari kristal-kristal kalsit yang merupakan proses metamorfisme pada batugamping.
Batuan ini padat, kompak dan masive dapat terjadi karena metamorfosa kontak atau regional.
Grafit
Batuan yang terkena proses metamorfosa (Regional/thermal), berasal dari batuan sedimen
yang kaya akan mineral-mineral organik. Batuan ini biasanya lebih dikenal dengan nama batu
bara.
Serpentinit
Batuan metamorf yang terbentuk akibat larutan aktif (dalam tahap akhir proses hidrotermal)
dengan batuan beku ultrabasa.
Page 20
DAFTAR PUSTAKAhttp://ristawatiita.blogspot.co.id/2011/07/batuan_31.html
Lange, O. Dkk. 1991. Geologi Umum. Jakarta: Media Pratama.
Page 21
Recommended