TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi farmakokinetik
llmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi (yakni, ekskresi dan
metabolisme) obat. (Shargel & Yu, 1988: Ganiswara, et al, 1995,Bauer,2001), sehingga
Farmakokinetik dianggap sebagai aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam
tubuh, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya.
Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu ruangan besar, yang terdiri dari beberapa
kompartemen yang terpisah oleh membran-membran sel. Sedangkan proses absorpsi,
distribusi dan ekskresi obat dari dalam tubuh pada hakekatnya berlangsung dengan
mekanisme yang sama, karena proses ini tergantung pada lintasan obat melalui membran
tersebut. Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein (lemak dan protein) yang
mengandung banyak pori-pori kecil, terisi dengan air . Membran dapat ditembus dengan
mudah oleh zat-zat tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain , maka disebut semi
permeabel. Zat-zat lipofil (suka lemak) yang mudah larut dalam lemak dan tanpa muatan
listrik umumnya lebih lancar melintasinya dibanding kan dengan zat-zat hidrofil dengan
muatan (ion).
II. 4 proses dalam farmakokinetika, yaitu :
1. Absorpsi
Proses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang
tidak diabsorpsi tidak menimbulkan efek. Kecuali antasida dan obat yang bekerja lokal.
Proses absorpsi terjadi di berbagai tempat pemberian obat , misalnya melalui alat cerna, otot
rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya.
Absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Kelarutan obat.
2. Kemampuan difusi melintasi sel membran
3. Konsentrasi obat.
4. Sirkulasi pada letak absorpsi.
5. Luas permukaan kontak obat.
6. Bentuk sediaan obat
7. Cara pemakaian obat.
2. Distribusi.
Obat setelah diabsorpsi akan tersebar melalui sirkulasi darah ke seluruh badan dan
harus melalui membran sel agar tercapai tepat pada efek aksi. Molekul obat yang mudah
melintasi membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intra maupun ekstra sel,
sedangkan obat yang sulit menembus membran sel maka penyebarannya umumnya terbatas
pada cairan ekstra sel .
Kadang-kadang beberapa obat mengalami kumulatif selektif pada beberapa organ dan
jaringan tertentu, karena adanya proses transport aktif, pengikatan dengan zat tertentu atau
daya larut yang lebih besar dalam lemak . Kumulasi ini digunakan sebagai gudang obat (yaitu
protein plasma, umumnya albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak).
Selain itu ada beberapa tempat lain misalnya tulang , organ tertentu, dan cairan transel
yang dapat berfungsi sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat kesusunan
saraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri.
Obat yang mudah larut dalam lemak pada umumnya mudah menembusnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses distribusi, yaitu :
1. Perfusi darah melalui jaringan
2. Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makro molekul
3. Partisi ke dalam lemak
4. Transport aktif
5. Sawar, seperti sawar darah otak dan sawar plasenta, sawar darah cairan cerebrospinal
6. Ikatan obat dan protein plasma.
3. Metabolisme
Tujuan metabolisme obat adalah pengubahannya yang sedemikian rupa hingga mudah
diekskresi ginjal,dalam hal ini menjadikannya lebih hidrofil..
Pada umumnya obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom di retikulum endoplasma sel
hati. Pada proses metabolisme molekul obat dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih
polar. Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak larut dalam lemak sehingga mudah
diekskresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih aktif dari obat asal (bioaktivasi), tidak
atau berkurang aktif (detoksifikasi atau bio-inaktivasi) atau sama aktifitasnya.
Proses metabolisme ini memegang peranan penting dalam mengakhiri efek obat
Hal-hal yang dapat mempengaruhi metabolisme:
Fungsi hati, metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek
obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang kita harapkan..
Usia, pada bayi metabolismenya lebih lambat.
Faktor genetik (turunan), ada orang yang memiliki faktor genetik tertentu yang dapat
menimbulkan perbedaan khasiat obat pada pasien.
Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan, dapat mempercepat metabolisme (inhibisi
enzim).
4. Ekskresi.
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui
air seni, dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya.
disamping ini ada pula beberapa cara lain, yaitu:
Kulit, bersama keringat.
Paru-paru, dengan pernafasan keluar, terutama berperan pada anestesi umum, anestesi gas
atau anestesi terbang.
Hati, melalui saluran empedu, terutama obat untuk infeksi saluran empedu.
Air susu ibu, misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloid lain. Harus
diperhatikan karena dapat menimbulkan efek farmakologi atau toksis pada bayi.
Usus, misalnya sulfa dan preparat besi .
III. Macam-macam sediaan obat.
1. Pulvis/ serbuk, yaitu campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,
ditujukan untuk pemakaian luar.
2. Pulveres, yaitu serbuk yang dibagi bobot kurang lebih sama serta dibungkus
menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum seperti puyer.
3. Tablet, yaitu Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
4. Salep, yaitu Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir. Salep dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang
mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
5. Injeksi, Merupakan sediaan steril berupa larutan,emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Tujuannya agar kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang
tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
IV. Cara -cara pemberian obat
Disamping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat-lambatnya
dan lengkap atau tidaknya resorpsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek yang
diinginkan,yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh ) atau efek lokal ( setempat ), keadaan pasien
dan sifat-sifat fisika - kimia obat.
1. Efek Sistemis
a. Oral
Pemberiannya melalui mulut.
Mudah dan aman pemakaiannya , lazim dan praktis
Tidak dapat diterapkan untuk obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofillin)
atau yang diuraikan oleh getah lambung (benzil penisilin, insulin,dan oksitosin)
Dapat terjadi inaktivasi oleh hati sebelum diedarkan ke tempat kerjanya
Digunakan untuk mencapai efek lokal dalam usus misalnya untuk obat cacing, dan
obat diagnostik untuk pemotretan lambung-usus.
Pemberian antibiotik untuk sterilisasi lambung-usus pada infeksi atau sebelum
operasi.
b. Oromukosal
Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua macam cara yaitu :
Sub Lingual :
Obat ditaruh dibawah lidah
Terjadi resorpsi oleh selaput lendir ke vena-vena lidah yang sangat banyak.
Obat langsung masuk peredaran darah tanpa melalui hati (tidak di-inaktifkan).
Efek yang diinginkan tercapai lebih cepat.
Efektif untuk serangan jantung, asthma.
Kurang praktis untuk digunakan terus menerus karena dapat merangsang selaput
lendir mulut.
Bentuk tablet kecil contoh Isosorbid tablet.
Bucal
Obat diletakkan diantara pipi dan gusi.
c. Injeksi
Adalah pemberian obat secara parenteral, yaitu di bawah atau menembus kulit/ selaput
lendir. Suntikan atau injeksi digunakan untuk :
Memberikan efek obat dengan cepat.
Terutama untuk obat-obat yang merangsang atau dirusak oleh getah lambung
Diberikan pada pasien yang tidak sadar, atau tidak mau bekerja sama.
Keberatan pada pasien yang disuntik (sakit) dan mahal, sulit digunakan.
Ada bahaya infeksi, dapat merusak pembuluh atau saraf.
Macam-macam jenis suntikan.
Subkutan /hipodermal (s.c).
Penyuntikan di bawah kulit , hanya untuk obat yang tidak merangsang dan larut baik
dalam air atau minyak, efeknya agak lambat dibanding cara i.m atau iv, mudah
digunakan sendiri contohnya suntikan Insulin.
Intra muscular (i.m).
Penyuntikan dilakukan dalam otot , resorpsi obat berlangsung 10 -30 menit untuk
memperpanjang kerja obat sering dipakai larutan atau suspensi dalam minyak. Tempat
injeksi otot pantat atau lengan atas.
Intra vena (i.v).
Penyuntikan dilakukan didalam pembuluh darah, efeknya paling cepat (18 detik) karena
benda asing langsung dimasukkan kedalam aliran darah, sehingga mengakibatkan
reaksi-reaksi hebat seperti turunnya tekanan darah secara mendadak shock dan
sebagainya. Infus intravena dengan obat sering dilakukan dalam rumah sakit pada
keadaan darurat, atau dengan obat yang cepat metabolismenya dan ekskresinya guna
mencapai kadar plasma tetap tinggi. Bahaya trombosis terjadi bila infus dilakukan
terlalu sering pada satu tempat.
Intra arteri (i.a).
Penyuntikan kedalam pembuluh nadi, dilakukan untuk membanjiri suatu organ
misalnya Pada penderita kanker hati.
Intra cutan (i.c)
Penyuntikan dilakukan didalam kulit , absorbsi sangat perlahan misalnya tuberculin
test dari Mantoux.
Intra lumbal
Penyuntikan dilakukan kedalam ruas tulang belakang (sumsum tulang belakang)
misalnya anestetika umum.
Intra peritonial.
Penyuntikan kedalam ruang selaput ( rongga ) perut.
Intra cardial
Penyuntikan kedalam jantung.
Intra pleural
Penyuntikan kedalam rongga pleura.
Intra articuler
Penyuntikan kedalam celah-celah sendi.
d. Implantasi
Obat dalam bentuk Pellet steril dimasukkan dibawah kulit dengan alat khusus (trocar).
Terutama digunakan untuk efek sistemik lama , misalnya obat-obat hormon kelamin
(estradiol dan testosteron). Akibat resorpsi yang lambat satu pellet dapat melepaskan
zat aktifnya secara teratur selama 3-5 bulan.
e. Rektal
Pemberian obat melalui rektal atau dubur. Cara ini memiliki efek sistemik lebih cepat
dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik sekali digunakan untuk obat yang
mudah dirusak oleh asam lambung
Contoh :
Suppositoria dan clysma sering digunakan untuk efek lokal mis wasir
Salep yang dioleskan pada permukaan rektal hanya mempunyai efek lokal.
f. Transdermal.
Cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat menyerap secara perlahan
dan kontinyu masuk kedalam sistim peredaran darah, langsung ke jantung.
Umumnya untuk gangguan jantung misalnya Angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan
24 jam contohnya Nitrodisk dan Nitroderm TTS (Therapeutik Transdermal System),
dan preparat hormon.
2.Efek lokal (pemakaian setempat)
a. Kulit (Percutan)
Obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan kulit, bentuk obat salep,
cream dan lotio.
b. Inhalasi.
Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan penyerapan dapat
terjadi pada selaput mulut, tenggorokan, dan pernafasan. Contoh: bentuk sediaan gas,
zat padat atau aerosol.
c. Mukosa Mata Dan Telinga
Obat diberikan melalui selaput / mukosa mata atau telinga, bentuknya obat tetes atau
salep, obat diresorpsi kedalam darah dan menimbulkan efek.
d. Intra vaginal.
Obat diberikan melalui selaput lendir atau mukosa vagina , biasanya berupa obat anti
fungi dan pencegah kehamilan. Dapat berbentuk ovula, salep, cream dan cairan bilas
e. Intranasal.
Obat diberikan melalui selaput lendir hidung untuk menciutkan selaput atau mukosa
hidung yang membengkak, contohnya Otrivin.
PROSEDUR KERJA
Tujuan Percobaan
Memperlihatkan variasi kecepatan absobsi/eksresi obat yang diberikan secara oral.
Alat dan Bahan
Alat:
Beaker Glass
Tabung reaksi
Pipet standard
Bahan:
Kalium Iodida 300mg dalam kapsul
Larutan kalium Iodida 1%
Larutan Natrium Nitrit 10%
Larutan Asam Sulfat (H2SO4) dilutes
Larutan/suspensi amylum 1%
Prosedur Penatalaksanaan
1. Memilih dua orang praktikan dari tiap kelompok sebagai subjek percobaan (I dan II),
sedangkan praktikan lainnya bertanggung jawab untuk percobaan yang dilakukan
2. Sebelum obat ditelan, kandung kemih kedua subjek percobaan harus dikosongkan,
kemudian subjek percobaan harus minum 2 gelas air. Dan sebahagian urin (2-3 ml)
ditampung dan disimpan sebagai urin control.
3. Kemudian subjek I menelan kapsil berisi Kalium Iodida
4. Menit ke-15 setelah makan obat, urin ditampung dari masing-masing subjek
percobaan di dalam gelas ukur. Melakukan penampungan selama 60 menit dengan
interval waktu 15 menit.
5. Pada control dan perlakuan dengan Kalium Iodida dibuat dalam tabung reaksi (Uji
Eksresi Kalium Iodida)
a. 1ml KI 1% + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi
b. 1ml KI 1% + 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% + 2-3 tetes H2SO4 dilutus + 1 ml
Amylum 1% → amati apa yang terjadi
c. 1 ml urin control/saliva + 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% + 2-3 tetes H2SO4
dilutus + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi
d. 1 ml urin/saliva subjek yang makan KI + 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% + 2-3
tetes H2SO4 dilutus + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi
DATA PERCOBAAN
Tanggal percobaan : 6 Januari 2011
Subjek percobaan : Murtaza
Berat badan subjek : 56,7 kg
Obat yang digunakan : Dosis :
Kelompok : 2 /kelas A-10
1. Urin dan saliva control
KI+AmylumKI + NaNo + H2SO4
+ Amylum
Wakt
u
Urien(Control)
+NaN
o2+H2SO4+Amylum
Saliva+NaN
O2+H2SO4+Amylu
m
Putih keruh Biru dongker 15’Kuning berbusa
disertai uap
Putih keruh dan
berbusa
Putih keruh Biru dongker 30’Kuning berbusa
disertai uap
Putih keruh dan
berbusa
Putih keruh Biru dongker 45’Kuning berbusa
disertai uap.
Putih keruh dan
berbusa
Putih keruh Biru dongker 60’Kuning berbusa
disertai uap.
Putih keruh dan
berbusa
2. Urin dan saliva setelah minum obat
Waktu Urine setelah minum obat Saliva setelah minum obat
15’Warna kuning disertai busa dan
beruap.
Warna abu-abu dan berbusa
30’Warna biru disertai busa,
gelembung dan uap.
Warna biru dongker disertai busa, uap
dan cincin.
45’Warna cerah dengan uap. Warna biru dongker disertai busa,uap dan
cincin.
60’Warna biru cerah dengan
gelembung
Warna biru cerah disertai busa, uap dan
cincin yang kurang jelas.
PEMBAHASAN
Pemberian obat secara Oral
Memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang paling sering,
tetapi juga paling bervariasi dan memerlukan jalan yang paling rumit untuk mencapai
jaringan. Beberapa obat diabsobrsi di lambung, namun duodenum sering merupakan jalan
masuk utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan absobsinya yang lebih besar .
Metabolisme adalah langkah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat
ketika diminum peroral.
Efek PH pada absobsi obat
Kebanyakan obat berupa asam lemah atau basa lemah. Obat-obat asam (HA)
melepaskan suatu ion H+ yang menyebabkan suatu ion bermuatan (A-) untuk membentuk
HA → H++A-
Basa-basa lemah (BH+) juga dapat melepaskan suatu H+ namun bentuk obat basa
diproton bermuatan dan hilangnya suatu proton menghasilkan basa tidak bermuatan (B).
BH+→B+H+
Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi arbsorbsi dan ekskresi suatu obat,
diantaranya adalah :
A. Faktor yang mempengaruhi absorbsi suatu obat
Faktor-faktor terkait obat
Faktor-faktor terkait obat yang mempengaruhi absorpsi meliputi keadaan
ionisasi,berat molekul, kelarutan (lipofilitas) dan formulasi (larutan vs tablet). Obat-obatan
yang kecil, tak terionisasi, larut dalam lemak menembus membrane plasma paling mudah.
Faktor-faktor terkait pasien
Faktor-faktor terkait pasien yang mempengaruhi absorpsi obat tergantung pada cara
pemberiannya. Sebagai contoh, adanya makanan dalam saluran pencernaan, keasaman
lambung, dan aliran darah ke saluran pencernaan mempengaruhi obat-obatan oral.
B. Faktor di ginjal yang mempengaruhi eskresi obat
Filtrasi oleh glomelurus
Hal ini dimulai saat obat masuk ke dalam nefron melalui perfusi kapiler pembuluh
darah yang bercelah di kapsul Bowman, saat terjadi proses difusi, obat yang kecil/ non-ionic
akan lebih mudah di eskresikan di bandingkan obat yang terikat dengan protein plasma.
Namun kecepatan filtrasi oleh glomelurus itu sendiri sangat di pengaruhi oleh tekanan darah.
Sekresi oleh tubulus
Obat di ekskresikan ke dalam tubulus dari arteriol aferen, kemudian terjadi transfor
aktif( pembawa obat dan energy) . Yang diangkut adalah yang secara spesifik terikat dengan
pembawa (pengangkut). Ukuran dan muatan kurang penting. Obat-obata dapat bersaing satu
sama lain untuk berikatan dengan pembawa. Obat dengan batas keamanan yang rendah dapat
mencapai kadar toksik. Secara teurapetik, obat-obat yang bersaing untuk mengikat
pengangkut dapat diberikan bersamaan untuk meningkatkan waktu paruh plasma, hal inilah
yang mempengaruhi kecepatan ekskresi.
Reabsorbsi di tubulus nefron.
Obat di reabsorbsi ke dalam aliran darah, melalui proses difusi, obat non ionic akan
lewat dengan mudah. Karena zat ionic kurang direabsorpsi, metabolit obat yang lebih ionic
daripada obat induknya akan dilakukan mauk ke urin lebih mudah. PH urin dapat diubah
dengan sengaja untuk meningkatkan kecepatan ekskresi obat.
KESIMPULAN
1. Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi absorbsi suatu obat di dalam tubuh
seseorang, diantaranya kelarutan obat, kemampuan difusi obat dalam melintasi
membrane sel yang dituju, konsentrasi obat, sirkulasi pada tempat absorbs, bentuk
sediaan obat, cara pemakaian obat, serta peningkatan metabolism seseorang ( seperti
pada saat berkativitas maupun tidur).
2. Ekskresi suatu obat atau sisa metabolitnya paling besar melalu air seni ( ginjal),
namun terdapat juga melalu kulit melalu air keringat.
Recommended