Marthino Andries M.
City Changer di bawah naungan
KemenPU-PERA c/q Ditjen Cipta Karya
VISI PRIBADI Menjangkau sebanyak mungkin warga Indonesia untuk mengalami
pemberdayaan sehingga tercapai kemandirian bahkan memampukan mereka mentransformasi warga Indonesia lainnya.
Menjadi mitra terpercaya KemenPU-PERA c.q. Ditjen Cipta Karya sebagai City
Changer lintas wilayah demi membantu pencapaian 100-0-100 pada 2019 melalui penciptaan ide-ide kreatif, dengan bekerjasama para pemangku
kepentingan.
MISI PRIBADI
Latar Belakang• Ledakan pertumbuhan penduduk di Indonesia yang nyaris tidak terkendali menimbulkan
berbagai dampak sosial termasuk permukiman kumuh. Tren pertumbuhan penduduk perkotaan 2,75%/thn (BPS, 2008). Untuk itu transmigrasi merupakan salah satu solusi yang dicanangkan pemerintah sejak era presiden Soeharto. Tapi keterbatasan infrastruktur di lokasi transmigrasi membuat tidak banyak warga kota bersedia mengikuti program tersebut.
• Permukiman kumuh hanya dampak. Maka untuk menekan laju pertumbuhan kekumuhan, pemberdayaan ekonomi warga di permukiman semacam itu adalah merupakan suatu keniscayaan.
• Seiring dengan perjalanan waktu, di lain pihak pada era milenium sekarang transmigrasi dengan pola lama semacam ini akan membuat luasan dan ketersediaan tanah akan semakin menyusut karena bagaimana pun juga luas lahan pasti akan mencapai batasnya.
12 » 10 » 0% %
( 2014 ) ( 2019 )
Sumber : BPS
%
(2012)
KONDISI RUMAH TANGGA TIDAK LAYAK HUNI DI INDONESIA
Sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Nasional, KemenPU-PERA c/q DJCK dihadapkan pada target penurunan
Permukiman Kumuh hingga 0% pada Tahun 2019
Dengan ditetapkannya UU nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, program penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh menjadi satu
amanah yang wajib dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
• Dari sudut pandang kota megapolitan DKI dan KemenPU-PERA, meluasnya kondisi kekumuhan menuntut solusi yang sifatnya radikal. Bukan hanya harus dicari bottleneck/ sumbatannya namun juga jalan keluar untuk kekumuhan yang terlanjur tercipta.
• Beberapa negara seperti China membeli lahan untuk pertanian di Afrika untuk pertanian. Demi mencegah hal tersebut di atas terjadi di Indonesia, maka Transmigrasi Semi Swadaya yang berbeda secara signifikan daripada Transmigrasi umum bisa menjadi alternatif pemecahan masalah.
• Transmigrasi Semi Swadaya/TSS merupakan pola transmigrasi yang berbeda dengan transmigrasi umum/TU. Jika pada TU seorang transmigran mendapatkan tanah perumahan dan tanah pertanian sebanyak 2500 + 10000 = 12500M2, maka pada TSS cukup mendapatkan luasan tanah 1500M2. TSS juga dirancang untuk pengentasan kemiskinan karena kemiskinan adalah salah satu bottleneck/ sumbatan utama penyebab permukiman kumuh.
Lahan Transmigrasi Yang Ditinggalkan • Di beberapa kawasan transmigrasi seperti di Sumatera Selatan , terdapat
lahan-lahan yang kosong sekali pun lahan-lahan tersebut sebetulnya sudah dibuatkan sertifikat. Kejadian ini sudah berlangsung lama. Para transmigran yang dulu bermukim di kawasan transmigrasi di sana kini sudah tidak ada lagi. Mereka menghadapi berbagai tantangan di lokasi yang menimbulkan ketidakpuasan. Dan pada saat ketidakpuasan memuncak, banyak warga yang meninggalkan lokasi dan menjual sertifikat tanah mereka. Praktek jual-beli lahan transmigrasi akhirnya benar-benar tak terhindari sehingga merupakan pemandangan umum melihat tanah transmigrasi yang terbengkalai walaupun infrastruktur perlahan-lahan semakin banyak tersedia.
• Kini, bertahun-tahun kemudian lahan transmigrasi yang ditinggalkan tersebut banyak yang belum dioptimalkan. Padahal infrastruktur semakin bertambah seperti akses jalan, transportasi air, listrik (walau belum sempurna). Lingkungan pun semakin ramai karena booming harga sawit dan karet sejak 2010.
Alternatif Pencapaian 100-0-100 Pada
Permukiman Pedesaan dan Perkotaan• Di desa Karangagung, Kec. Sungai Lilin, Kab.
Musi Banyuasin, Prov. Sumsel, terdapat banyak lahan yang tidak produktif seperti itu. Pada area yang merupakan wilayah pasang surut ini nyaris tak bersisa lagi mereka yang dahulu menjadi perintis transmigrasi. Padahal jika disiasati, sebetulnya sangat besar potensi yang menanti apabila lahan terlantar seperti itu diberdayakan untuk kemaslahatan masyarakat sekitar dan utamaya tentu adalah untuk transmigran itu sendiri.
• Di lain pihak tingkat kekumuhan di ibukota semakin meluas dimana masyarakat perlu mendapat permukiman laik huni dengan akses air bersih dan sanitasi.
Kondisi Lingkungan Karangagung
• Lokasi: +200 KM dari ibukota Sumsel, 100 KM dari ibukota Jambi
• Penduduk: 160 KK, daerah rawa pasang surut (6M sea level).
• Mata pencaharian utama: petani. Agama: mayoritas muslim dan sebagian kecil Kristen dan Hindu.
• Permukiman kumuh tidak banyak. Namun tantangan ada pada area:
• Keterbatasan akses air minum, dan kalaupun ada rasanya sedikit payau. Kondisi Air tercukupi: 25%
• Banyaknya kanal membuat banyak warga tidak berpikir perlunya memiliki toilet sendiri. Secara umum, penilaian Sanitasi: 20%.
STRENGTH/Keunggulan
• Air berlimpah sepanjang tahun (walau rasa sedikit payau).
• Wilayah terbuka datar, terpapar matahari sehingga cocok untuk menghidupkan energi surya.
• Karena merupakan lahan transmigrasi akses jalan cukup tersedia. Baik lewat darat dan – khususnya – melalui angkutan sungai.
• Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera sudah dimulai sejak 2014. Jika terkoneksi, akan mempermudah distribusi pasar hingga ke pulau Jawa.
• Banyak tanah / kavling kosong, terbengkalai.
• Status tanah umumnya sertifikat hak milik.
• Rencana substitusi kenaikan BBM diantaranya merupakan stimulus pedesaan ump. pembelian bibit, pupuk, irigasi, jalan, dll.
• Pemasaran cukup terjamin dengan adanya permintaan masyarakat, apalagi jika mereka difasilitasi pemerintah untuk menjadi mitra perusahaan pemasok produk peternakan.
• Kultur masyarakat pendatang di lokasi Karangagung yang cukup menjanjikan karena tipikal pekerja keras, tidak banyak menuntut, musyawarah.
OPPORTUNITY/Potensi
• Air berlimpah sepanjang tahun (walau rasa sedikit payau).
• Wilayah terbuka datar, terpapar matahari sehingga cocok untuk menghidupkan energi surya.
• Karena merupakan lahan transmigrasi akses jalan cukup tersedia. Baik lewat darat dan – khususnya – melalui angkutan sungai.
• Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera sudah dimulai sejak 2014. Jika terkoneksi, akan mempermudah distribusi pasar hingga ke pulau Jawa.
• Banyak tanah / kavling kosong, terbengkalai.
• Status tanah umumnya sertifikat hak milik.
• Rencana substitusi kenaikan BBM diantaranya merupakan stimulus pedesaan ump. pembelian bibit, pupuk, irigasi, jalan, dll.
• Pemasaran cukup terjamin dengan adanya permintaan masyarakat, apalagi jika mereka difasilitasi pemerintah untuk menjadi mitra perusahaan pemasok produk peternakan.
• Kultur masyarakat pendatang di lokasi Karangagung yang cukup menjanjikan karena tipikal pekerja keras, tidak banyak menuntut, musyawarah.
Tantangan dan Strategi
• Meyakinkan calon transmigran tentang benefit jika mereka meninggalkan bantaran kali dan berpindah mengikuti TSS.
• Meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan lahan yang jauh lebih sedikit dibandingkan transmigrasi umum, namun memiliki hasil yang sama namun bahkan lebih besar.
• Proyek dilakukan dengan memanfaatkan seluruh potensi sumberdaya lokal yang ada.
• Keberhasilan 1 pilot project ini sejatinya dapat diikuti dengan dengan penggandaan program setidaknya untuk areal yang mirip dengan kondisi Karangagung . Dengan alterntif TSS yang memberikan alternatif transmigrasi jenis baru diharapkan akan tercapai pula target Dep. PU-PERA cq DJCK yaitu menghantarkan masyarakat di lingkungan kumuh perkotaan ke kehidupan desa yang memiliki akses air bersih dan sanitasi sehat, sekaligus nihil kekumuhan pada akhir 2019.
Kendala
* TSS merupakan pilot project dan kecenderungan pada beberapa petani pada umumnya yang hanya mau bekerja hanya kalau sudah ada bukti fisik keberhasilan program.
* Kesulitan Air Bersih.
* Keterbatasan pasokan Listrik.
Jadi secara keseluruhan sebetulnya
kendala hanya sedikit.
Pengembangan Gagasan• Membuat satu proyek percontohan pembangunan permukiman
skala mikro dimana ditempatkan 6 unit kavling dengan masing-masing 1 unit rumah di atasnya pada luasan lahan 10000M2 (satu hektar). Tiap KK kemudian diberikan pelatihan dan pendampingan pertanian dan – lebih khususnya – bidang peternakan, untuk mendapat hasil lebih baik dibandingkan mereka yang menjalankan dengan pola transmigrasi umum.
• Dalam konteks KemenPU-PERA, dari tiga pola penanganan 100-0-100 (pemugaran, peremajaan dan permukiman kembali), maka ini merupakan pendekatan permukiman kembali.
Rencana Tindakan(1)
* Disekat menjadi 6 kavling @ 1500M2, sisa lahan 100M2 untuk jalan, dan instalasi air bersih dari PU.
* Dibangun 1 unit rumah sederhana/kavling.
* Dibangun 1 unit Instalasi Pengolahan Air Bersih untuk 1 hamparan dengan 6 KK.
* 6 Panel Surya untuk 6 rumah kapasitas 1KW.
* 1 septic tank komunal untuk 6 rumah.
* 6 unit kandang uk. 100M2 di tiap kavling.
* Bibit tanaman sayur untuk pembuatan Kebun Sayur Vertikal.
I. Penyediaan lahan dengan luas 1HA (10000 M2) untuk
kemudian di atas tanah sbb:
Rencana Tindakan(2)
Dengan sisa luas lahan lebih dari 1000 M2 bisa di dapat luasan kebun sayur vertikal yang hasilnya bisa dijual untuk biaya hidup sebelum panen hasil peternakan dimulai, atau untuk menambah biaya hidup.
Kebun Sayur VertikalRencana Tindakan(2)
Rencana Tindakan(3)
A. Itik Petelur
Kandang ukuran 100M2 bisa untuk membudidayakan 330 ekor itik betina, 20 ekor itik jantan. Dengan asumsi 10% kematian, 15% tidak produktif, harga telur Rp2500/butir maka saat usia 4 bulan itik betina akan menghasilkan 350 x 90% x 85% = Rp535500 per hari. Itik menghasilkan selama 9 bulan berikut sehingga mampu mencukupi biaya hidup dan memulai usaha lagi dari awal secara swadaya. Denga demikian maka sustainability-nya tercapai.
II. Optimalisasi Kandang 100M2 (asumsi budidaya itik)
B. Itik Pedaging
Dengan asumsi harga Rp.50ribu/ ekor
dan panen dalam 2 bulan maka akan
dihasilkan 350 x 90% x Rp.40ribu =
Rp.12.600.000. Artinya peternak mampu
mencukupi biaya hidup dan memulai usaha lagi dari awal secara swadaya
dengan keuntungan yang diperoleh.
Rencana Tindakan (4)
• Jenis keuntungan yang sama bisa didapatkan untuk pengembangbiakkan ternak lain (termasuk perikanan) dengan menyesuaikan kondisi lingkungan transmigrasi.
• Kotoran hewan yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk pupuk tanaman sayur yang dibudidayakan.
• Kendala bau kotoran diatasi dengan penggunaan probiotik, baik untuk dikonsumsi ternak maupun untuk disemprotkan di kandang dan tubuh ternak.
• Keberhasilan program ini bisa dilanjutkan dengan pendirian koperasi di kalangan transmigran semi swadaya.
• Implementasi dapat dilaksanakan di bekas lahan transmigrasi yang tidak aktif, atau membuka lahan baru yang diharapkan kemudian pada akhirnya akan menjadi lumbung ternak secara provinsi atau bahkan nasional.
Indikator Keberhasilan
• Transmigran langsung mencapai kemandirian di akhir masa panen ternak (tergantung jenis yang dikembangbiakkan).
• Sebelum masa panen, transmigran dapat tetap menjalani kehidupan wajar dan mendapat penghasilan bercocoktanam sayur-mayur.
• Untuk ke depannya, terbuka peluang jika mendapat dukungan penuh dari sektor swasta yang menampung hasil pemasaran untuk lokal atau (khususnya) ekspor.
Catatan: untuk ekspor ukuran container terkecil 20ft maka akan membutuhkan 20ribu ekor itik @ 1,2kg. Jika 1 KK memelihara 350 ekor dengan mortalitas ekstrem 15% ini artinya akan membutuhkan 60KK (60x350x85%x1,2kg). Dan jika ada order rutin per bulan maka dengan siklus panen itik pedaging 2 bulan, berarti dibutuhkan 2x60=120 KK untuk memenuhi order.
Sinergi Pemangku Kepentingan
• Dinas pertanian/ swasta bidang pertanian
• Dinas peternakan/ swasta bidang peternakan
• Pemda asal transmigran
• Pemda tujuan transmigran
• KemenPU-PERA c.q. Ditjen Cipta Karya
• Swasta
• Warga
• City Changer (opsional)
Program dan Kegiatan
Program Kegiatan PIC Sumber Pendanaan
Sosialisasi programPerkenalan programalternatif TSS Warga, Kementrans Pemerintah
Pelatihan dan persiapan
Pelatihan peternakan dan pertanian.
Warga, pemerintah (dinas-dinas terkait) Pemerintah
Pembangunan Fisik
Pembangunan rumah, instalasi air bersih, IPAL, panel surya KemenPU-PERA, Warga Pemerintah, Swasta, Warga.
PendampinganPendampingan peternakan dan pertanian.
Pemerintah Daerah, Dinas pertanian& peternakan Swasta
Timeline dan budget akan didetailkan pada tahapan selanjutnya
PEMAHAMAN CITY CHANGER
• City Changer adalah gerakan global untuk menghubungkan jaringan individu-individu dan/ataukelompok yang memiliki INISIATIF KREATIF dalam usaha menjadikan kota menjadi tempat yang lebihnyaman untuk ditinggali
• Gerakan City Changer mulai dipromosikan melalui World Urban Campaign oleh UN-Habitat.
KELUARAN KEGIATAN PELATIHAN & PELANTIKAN CITY CHANGER
1. Diperolehnya kandidat City Changer dari daerah sesuai tingkatan (prov & kab/kota) sesuai kriteria (akan ditentukan kemudian oleh DJCK).
2. Dilaksanakannya public lecture dalam rangka peningkatan pemahaman kandidat dengan menghadirkan narasumber terkait.
3. Dilaksanakannya workshop pendalaman modul pelatihan, untuk meningkatkan keterampilan kandidat dan pengetahuan seputar permukiman dan penanganan kekumuhan.
4. Dilaksanakannya action plan oleh kandidat sebagai uji coba terhadap keterampilan dan pengetahuan yang telah diperoleh.
5. Dilaksanakannya kolokium untuk mendiskusikan dan menilai hasil action plan yang telah dilaksanakan oleh kandidat.
6. Dilaksanakannya pelantikan/inagurasi City Changer sebagai agen perubahan permukiman perkotaan di daerah.