perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT
DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN
DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI
(STUDI KASUS PUTUSAN N0 : 08/TPR/2010/PN BI)
SKRIPSI
Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat
Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
MUTIARA HIRDES DELANI
NIM : E1107095
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2 0 1 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : MUTIARA HIRDES DELANI
NIM : E1107095
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT
DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN DI
PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (STUDI KASUS PUTUSAN N0 :
08/TPR/2010/PN BI) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya
saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum
(skripsi) ini.
Surakarta, 1 Desember 2010
Yang membuat pernyataan,
MUTIARA HIRDES DELANI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
MOTTO
Doa adalah nyanyian hati yang selalu dapat membuka jalan terang
kesinggasana Tuhan meskipun terhimpit dalam tangisan seribu jiwa.
( Kahlil Gibran)
Berdzikirlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah
kepadaNya disaat pagi dan petang. ( Q.S 33 Al-Ahzab : 41-42)
Kebahagiaan & kesediaan adalah warna kehidupan yang akan membuat
kita semakin dewasa, apabila kita mampu menerima dan menikmatinya
dengan kesabaran jiwa. (Penulis)
Barang siapa di uji bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan
menzalimi lalu berightiar, maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong
orang-orang yang memperoleh Hidayah. (HR Al Baihaqi)
Sebaik-baiknya waktumu adalah kapan engkau menyadari kekurangan dan
engkaupun kengakui kerendahanmu. (Al-Hikam)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
PERSEMBAHAN
Penulisan hukum ini kupersembahkan kepada :
1. Allah AWT dan Nabi Muhammad SAW (thank’s a lot for Your
blessing).
2. Kedua orangtuaku, Drs. H. Sugiharjo Sapto Aji, M.M. dan Hj. Lini
Diana Sari ( pada kesempatan ini penulis menjadikan penulisan akhir ini
sebagai hadiah pernikahan perak untuk kedua orangtua ).
3. Keluargaku,, mbak moya, mas diar, dek vira.
4. Tunanganku, Hendro Martian.
5. Almamater FH-UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
ABSTRAK
Mutiara Hirdes Delani, E. 1107095. TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (STUDI KASUS PUTUSAN N0 : 08/TPR/2010/PN BI). Fakultas Hukum UNS.
Tujuan dari penelitian untuk mengetahui : penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI dan hambatan yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat terhadap putusan nomor : 08/TPR/2010/PN BI.
Persidangan perkara pidana proses pemeriksaannya ada yang diacarakan sebagai pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas hal ini sesuai dengan KUHAP.
Dalam Acara Pemeriksan Cepat/Roll biasanya berhubungan dengan tindak pidana ringan. (205 KUHAP), yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan, kecuali yang dalam paragraf 2 bagian ini.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum sosiologis/empiris. Data penelitian ini meliputi bahan hukum yang terdiri dari primer, dan sekunder. Sumber data primer merupakan data utama dalam penelitian ini sedangkan sumber hukum sekunder dan tersier digunakan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah dengan menggunakan wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.
Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Dalam Kasus Terdakwa (Suratno) melakukan penjualan minuman keras tanpa ada Surat Ijin, berdasarkan putusan Hakim terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menjual minuman keras tanpa surat Ijin dari Instansi yang berwenang.” Penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI, Pemeriksaan cepat semua terdakwa, saksi, penyidik, barang bukti ada, maka dapat dilangsungkan dengan pemeriksaan cepat, pada pokoknya hanya kesesuaian alat bukti, keterangan saksi, keterangan terdakwa. Pembuktiannya tidak susah dan tidak berbelit-belit seperti acara pemeriksaan biasa, selanjutnya jika semua sudah ada (saksi, bukti, terdakwa, penyidik) tinggal mencocokkan dengan alat bukti yang ada kemudian terdakwa ditanya benar atau tidak kemudian tinggal diputuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada. Secara nyata memang tidak ada hambatan pada pemeriksaan kasus Tipiring ini tetapi yang menjadikan dasar pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan ini adalah kehidupan keluarga terdakwa, sosial masyarakat, dan pada kasus Tipiring ini adalah pemahaman Perda Peraturan daerah (PERDA) Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001.
Kata kunci : Pemeriksaan Cepat, Tindak Pidana Ringan, Minuman Keras.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
ABSTRACT
Mutiara Hirdes Delani, E. 1107095. JUDICIAL REVIEW OF THE SHORT SESSION IMPLEMENTATION IN THE TRIAL OF MISDEMEANOR AT DISTRICT COURT BOYOLALI (CASE STUDY OF ADJUDICATION N0: 08/TPR/2010/PN BI). FACULTY OF LAW UNS. The short session implementation in adjudication No : 08/TPR/2010/PN Bi and obstacle that undergone in short session implementation towards adjudication No. : 08/TPR/2010/PN BI The short session process criminal conference there that is placed as investigation usually, investigation short, fast investigation and this matter traffic infringement session of the court programme is as according to KUHP. Iin short session programme (roll) usually relate to light doing an injustice. (205 KUHAP), inspected to follow light doing an injustice investigation programme case that is threatened with prison criminal or cage at longest three months or fine as much as possible seven thousands five hundred rupiah and light humiliation, except in paragraph 2 this parts. This watchfulness is sociologic/empirical law watchfulness kind. this watchfulness data covers law ingredient that consist of primary, and secondary. primary data source is principal data in this watchfulness while secondary law source and tertiary used to support primary data. law ingredient collecting technique by using interview, documentation and book study. Based on watchfulness that author has done so inferential as follows: in defendant case (Suratno) does alcohol sale without there permit, based on defendant judge decision proved validly and convince guilty do doing an injustice “ sell alcohol without permit from in charge resort. ” The short session implementation in adjudication No : 08/TPR/2010/PN Bi, The short session all defendants, witness, investigator, proof goods there, so can be performed with fast investigation, in the first place only adjust proof tool, witness explanation, defendant explanation. the verification not difficult and not twisty like investigation programme usually, furthermore if all there are (witness, proof, defendant, investigator) live to adjust by means of existing proof then defendant true or not then live to decided based on existing deliberations. manifestly really there is no obstacle in this case investigation but make base judge deliberation in take outside this decision defendant family life, society social, and in this case comprehension by law (PERDA) regency Boyolali Number 22 year 2001. Keyword: Short Session, Trial of The Misdemeanor, Alcohol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum dengan judul : TINJAUAN
YURIDIS PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT DALAM
PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN DI
PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (STUDI KASUS PUTUSAN N0 :
08/TPR/2010/PN BI).
Penulisan hukum merupakan salah satu persyaratan yang harus ditempuh
dalam rangkaian kurikulum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan juga merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap
mahasiswa Fakultas Hukum dalam menempuh jenjang kesarjanaan S1.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisisnya.
Namun penulis berharap penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat baik
bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang tulus kepada :
1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS
yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara dan
selaku Pembimbing I penulisan skripsi yang telah menyediakan waktu dan
pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi
ini.
3. Bapak Muhamad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing II penulisan
skripsi yang telah membantu dalam menyelesaikan sehingga tersusunnya
skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku dosen bagian Hukum Acara
Pidana yang telah menyediakan waktu untuk membimbing, memberikan
penulis masukan untuk pemikiran judul penulisan skripsi ini dan selaku tim
penguji penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh karyawan Fakultas Hukum UNS yang
telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya
kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan
semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan penulis.
6. Ibu Sri Indah Rahmawati, S.H. Sebagai Hakim Di Pengadilan Negeri Boyolali
yang menanggani kasus Putusan N0 : 08/TPR/2010/PN BI.Yang meluangkan
waktu untuk wawancara.
7. Bapak dan Ibu staf karyawan yang telah membantu dan berperan dalam
kelancaran kegiatan proses belajar mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Papah dan Mama tercinta, yang telah memberikan doa, kasih sayang,
mendorong dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa kuliah dan
menyelesaikan penulisan hukum ini.
9. Kakak-kakakku dan keponakanku yang selalu memberi masukan berharga
dalam hidupku.
10. My beloved, Hendro Martian yang saat ini berada di Jepang. Terimakasih
untuk semangat, motivasi, dukungan dan doanya.
11. Para sahabat-sahabatku ( nana, mayang, stella, melati, alynda ) yang senatiasa
mengisi hari-hari bersama-sama saat kuliah dan dalam mengerjakan penulisan
hukum ini dengan segala informasi dan kesetiannya mendukung.
12. Teman-teman kuliah angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta Non Reguler yang dengan kebersamaannya sangat membantu
dan membuat kampus sangat menyenangkan.
13. Almamaterku, seluruh para penghuni Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang indah dan membuatku sangat bersyukur bisa mengenal kalian semua dan
kuliah di fakultas hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
14. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penyusunan skripsi ini.
Semoga amal budi baik yang disumbangkan kepada penulis dalam
penyusunan penulisan hukum ini mendapat imbalan yang setimpal dari Allah
SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh
dari sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu
dengan lapang dada penulis ingin mengharapkan segala saran dan kritik yang
bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini.
Akhir kata semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta
ilmu pengetahuan hukum.
Surakarta, 1 Desember 2010
Penulis
Mutiara Hirdes Delani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum sebagai instrument pengaturan tata kehidupan masyarakat,
telah mengariskan ketentuan-ketentuan yang harus ditaati. Ketentuan materiil
tersebut baru dapat ditegakkan jika terdapat Hukum formil yang mengatur
bekerja menurut pengetahuan hukum dalam mengerjakan hukum material.
Pendekatan historis dan filsafat selalu menginginkan hukum berkaitan
dengan keadilan. Dalam kata lain, pengadilan sebagai pelaksana hukum adalah
suatu lembaga yang akan memberikan keadilan bagi mereka yang mencari
keadilan, tidak peduli siapapun dan bagaimanapun latar belakangnya (Satjipto
Rahardjo, 2003:117).
Hukum pada umumnya dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, yang
dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah
merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya
non-yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-
faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum dinamis.
Penegakan hukum sebagai bentuk konkret penerapan hukum sangat
mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, keputusan hukum, manfaat
hukum, kebutuhan atau keadilan hukum secara individual atau sosial.
Penegakan hukum juga tidak mungkin lepas dari aturan hukum, pelaku huku,
dan lingkungan tempat terjadinya proses penegakan hukum maka dalam hal
ini hukum berlaku sama bagi semua warga Negara.
Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan
tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian
yang saling berkaitan erat satu sama lain, setiap tindakan yang melanggar
hukum pidana akan dikenakan pidana sesuai dengan hukum yang berlaku,
karena jelas di negara kita ini adalah negara hukum. Sehingga barang siapa
yang bertindak salah supaya dituntut dimuka pengadilan sesuai undang-
undang yang berlaku.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum
pidana yang telah dikodifisir, yaitu sebagian besar dari aturan-aturannya telah
disusun dalam satu kitab Undang-undang (wetboek), yang dinamakan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu.
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa
perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan
diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan
kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan seseorang yang menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan
ancaman pidana ada hubungan yang erat.
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum yang mana larangan tersebut disertai ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Tindak pidana
dapat dikatakan sebagai bentuk tingkah laku seseorang atau kelompok orang
yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum dan atau norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Sebagai salah satu bentuk tingkah laku, perbuatan
ini senantiasa melekat dan akan selalu hadir dalam kehidupan masyarakat dan
sulit untuk dilenyapkan, yaitu perilaku meminum minuman keras dan
penggunaan narkoba. Minuman keras memang bukanlah akibat langsung dari
timbulnya kejahatan akan tetapi dapat menjadi penyebab seseorang melakukan
tindak pidana karena dalam minuman keras tersebut terkandung alkohol yang
dapat menyebabkan keracunan dan kebiusan dari otak, yaitu mengakibatkan
ketidakseimbangan mental dengan disertai gangguan badaniah dengan ciri-
cirinya antara lain merasa dirinya hebat, gembira kehilangan rem-rem moril,
kurang kritik terhadap diri sendiri, memandang sepele terhadap bahaya, dan
konsentrasi yang berkurang.
Penegakan hukum (law enforcement) merupakan penerapan suatu
undang-undang denan maksud untuk menjaga keseimbangan antara hukum
dan etika. Proses penegakan hukum juga merupakan penerapan diskresi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
berakibat pada jatuhnya putusan hakim yang didasarkan pada kebenaran dan
keadilan. Dengan demikian maka penegakan hukum dapat dilakukan oleh
lembaga peradilan melalui suatu proses tertentu guna mencari keadilan yang
diberikan kepada pencari keadilan atau ustitiabelen (Achmad Ali, 1996:2).
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4 Tahun 2004)
sebagai salah satu sumber Hukum Acara Pidana di Indonesia telah
mengariskan bahwa pemeriksaan perkara dilaksanakan berdasarkan asas
sederhana, capat dan biaya ringan. Dengan dikemasnya asas tersebut setiap
orang yang dirugikan oleh pihak lain segera dipulihkan melalui bantuan
pengadilan. Disisi lain lembaga peradilan harus melakukan pemriksaan
perkara secara cepat (termasuk secara sederhana dengan biaya ringan) agar
perkara yang menjadi beban seseorang cepat selesai dengan diterbitkannya
suatu putusan dari pengadilan dan segera dilaksanakan eksekusi atas putusan
tersebut.
Perlu diketahui bahwa perkara pidana yang diselesaikan melalui
pengadilan memang bermacam-macam jenisnya. Untuk persidangan perkara
pidana proses pemeriksaannya ada yang diacarakan sebagai pemeriksaan
biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat dan acara pemeriksaan perkara
pelanggaran lalu lintas hal ini sesuai dengan KUHAP.
Berkaitan dengan upaya penegakan hukum, undang-undang telah
mengariskan bahwa pemeriksaan perkara wajib dilaksanakan secara cepat,
sederhana dan biaya ringan. Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah acara
pemeriksaan perkaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Makin
sedikit dan sederhana formalitas yang diwajibkan dan diperlukan dalam
beracara di pengadilan, maka akan semakin baik. Terlalu banyak formalitas
yang sukar dipahami akan kurang menjamin kepastian hukum, sehingga tdak
mustahil menimbulkan keengganan dan ketakutan masyarakat pencari
keadilan (justitiabelen) untuk berperkara di depan pengadilan. (Sudikno,
1988:2)
Suatu peradilan dikatakan “cepat” jika dilaksanakan sesegera mungkin.
Capat artinya proses peradilan dilaksanakan dengan memperhatikan efisiensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
waktu, sehingga pencari keadilan tidak terkatung-katung nasibnya. Kecepatan
dalam proses peradilan tidak hanya tertuju pada pemriksaaan di muka sidang,
tetapi juga dalam penyelesaian berita acara pemeriksaan (BAP) sidang, sampai
pada penandatangganan putusan oleh hakim dan pelaksanaaan (eksekusi)
putusan tersebut (Sudikno, 1988:25).
Dalam Acara Pemeriksaan Cepat/Roll biasanya berhubungan dengan
tindak pidana ringan. (205 KUHAP), yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana
penjara atau kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya
tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan, kecuali yang dalam
paragraf 2 bagian ini. Perbedaan mendasar antara acara pemeriksaan singkat
dan cepat adalah, untuk acara pemeriksaan singkat tetap menggunakan JPU
sedangkan acara pemeriksaan cepat langsung penyidik dengan hakim tunggal.
Adapun acara pemeriksaan cepat diperuntukan bagi delik / tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan
(biasanya merupakan tindak pidana ringan / tipiring).
Pada penelitian ini melakukan studi putusan Nomor :
08/TPR/2010/PN.BI secara singkat putusan perkara tipiring sebagai berikut :
“Tindak Pidana Ringan yang melibatkan Suratno yang melakukan penjualan minuman keras tanpa ada Surat Ijin yang berwenang di Toko milik Terdakwa di Dukuh Manggung RT. 02/III Desa Manggung Kec. Ngemplak Boyolali dengan barang bukti berupa 38 (tiga puluh delapan) botol minuman keras jenis Anggur Merah dan 2 (dua) botol minuman keras jenis Anggur Putih.. dari tindakan ini terdakwa Suratno terbukti berdasarkan putusan secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : menjual minuman keras tanpa surat ijin dari instansi yang berwenang.”
Pada kasus di atas putusan diterbitkan dengan acara pemeriksaan cepat
yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Boyolali. Acara Pemeriksaan Cepat
dilakukan karena pada kasus ini masuk ke dalam Tindak Pidana Ringan
(Tipiring) sesuai dengan nomor register perkara yaitu TPR pada nomor
putusannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Pentingnya masalah ini dikaji, diharapkan penelitian ini memberikan
pembelajaran bahwa perkara-perkara ringan yang masuk ke dalam register
TPR dapat diselesaikan melalui proses acara pemeriksaan cepat yang tentunya
perkara pidana dapat diselesaikan dengan cepat sehingga tidak perlu berlarut-
larut dengan proses yang panjang. Hal ini sesuai dengan Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman (Pasal 2 (2) UU No. 4 Tahun 2004).
Cepatnya proses pemeriksaaan perkara akan meninggikan
penghormatan masyarakat kepada institusi peradilan. Hukum berserta segenap
aparatnya akan mempunyai wibawa. Masyarakat akan semakin percaya
kepada pengadilan. Sebaliknya, lambatnya proses pemeriksaaan perkara akan
memerosotkan kewibawaan hukum dan pengadilan dimata masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang
acara pemeriksaan tindak pidana ringan bentuk karya ilmiah berupa skripsi
dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA
PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN PERKARA
TINDAK PIDANA RINGAN DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI
(Studi Kasus Putusan Nomor: 08/TPR/2010/PN BI)”
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah
pokok yang timbul secara jelas dan sistematis, maka perlu disusun perumusan
masalah yang didasarkan pada latar belakang masalah dimana perumusan
tersebut yaitu :
1. Bagaimana penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak
pidana ringan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI ?
2. Hambatan apa yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat
terhadap putusan nomor : 08/TPR/2010/PN BI ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan dari penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan
tindak pidana ringan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI
b. Untuk mengetahui hambatan yang dialami dalam penerapan acara
pemeriksaan cepat terhadap putusn nomor : 08/TPR/2010/PN BI.
2. Tujuan Subyektif
a. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan guna penulisan
penelitian, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana
dalam bidang ilmu hukum.
b. Menambah pengetahuan penulis dalam penulisan ilmu hukum acara
pidana.
c. Membandingkan materi di perkuliahan dengan kenyataan sehari-hari.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu
hukum terutama hukum pidana.
b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa mendeskripsikan penerapan acara
pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan Pengadilan
Negeri Boyolali.
c. Hasil penelitian ini diharapkan bisa mendeskripsikan hambatan yang
dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat terhadap putusan
nomor : 08/TPR/2010/PN BI.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan saran bagi
pihak terkait dengan masalah acara pemeriksaan penangganan pelaku
pidana dengan pemeriksaan tindak pidana ringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah
penelitian hukum empiris, penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti
data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat.
(Soerjono Soekanto, 1986:43). Bahan-bahan tersebut disusun secara
sistematis, dikaji kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan
dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto dan
Sri Mamudji, 2001:13-14). Dalam penelitian ini mengkaji tentang
penerapan acara pemeriksaan cepat dalam persidangan perkara tindak
pidana ringan di Pengadilan Negeri Boyolali dengan Putusan Nomor:
08/TPR/2010/PN BI.
2. Sifat Penelitian
Menurut bidangnya penelitian ini termasuk dalam penelitian yang
bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Soerjono Soekanto
(1986:10), adalah :
“Suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya.
Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat
membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka
penyusunan teori baru.”
Dalam penelitian ini, Penulis ingin memperoleh gambaran yang
lengkap tentang pemeriksaan cepat yang dilakukan di Pengadilan Negeri
Boyolali serta hambatan-hambatan yang ada dalam pemeriksanaan cepat
perkara kasus tindak pidana ringan (Tipiring).
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan doktrinal yang
dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
subyek penelitian. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk
dicari jawabnya. Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif,
yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada
data-data yang dinyatakan responden secara lisan atau tertulis, dan juga
perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh
(Soerjono Soekanto, 1986:250).
Pendekatan kualitatif ini penulis gunakan karena beberapa
pertimbangan antara lain :
a. Metode ini mampu menyesuaikan secara lebih mudah untuk
berhadapan dengan kenyataan.
b. Metode ini lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan berupa data sekunder, yang berupa :
a. Sumber data Primer
Data primer, berupa data yang langsung diperoleh dari
lapangan. Yaitu data yang didapati dari Pengadilan Negri Boyolali.
Diantaranya adalah hasil wawancara dengan Hakim yang menanggani
perkara pemeriksaan cepat dengan Putusan Pengadilan Negeri
Boyolali Nomor : 08/TPR/2010/PN BI.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder, yaitu data yang mendukung data primer, yang
diperoleh tidak langsung di lapangan, melainkan diperoleh dari studi
kepustakaan dan dokumentasi, yang ada kaitannya dengan masalah
yang diteliti (Soerjono Soekanto dan Srimamudji,1985:14), yaitu
yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-
buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
komentar atas putusan pengadilan dan hasil karya ilmiah para sarjana
yang relevan atau terkait dalam penelitian ini. Adapun yang juga
mengunakan adalah :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
3) Perda No. Nomor 22 Tahun 2001 tentang Larangan Pengawasan
dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
4) Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor : 08/TPR/2010/PN BI.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum adalah
dengan dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan bahan hukum dengan
cara mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku dan bahan
pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti
yang digolongkan sesuai dengan katalogisasi. Metode pengumpulan
data ini berguna untuk mendapatkan landasan teori yang berupa
pendapat para ahli mengenai hal yang menjadi obyek penelitian seperti
peraturan perundangan yang berlaku dan berkaitan dengan hal-hal yang
diteliti.
Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan
hukum sekunder yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Peneliti
menggunakan teknik studi pustaka dengan mengumpulkan putusan-
putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi, yaitu Putusan
Pengadilan Negeri Boyolali Nomor : 08/TPR/2010/PN BI. Peneliti juga
mendokumentasikan bahan-bahan hukum sekunder yang berupa buku-
buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum yang berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
6. Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam suatu
penelitian. Karena dalam penelitian ini data yang diperoleh akan
diproses dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai didapat suatu
kesimpulan yang nantinya akan menjadi hasil akhir dari penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
analisis data yang bersifat kualitatif.
Analisis data secara kualitatif adalah suatu tata cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif-analisis, yaitu apa yang dinyatakan
oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilaku yang nyata,
yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. (Soerjono
Soekanto, 1986, 250).
Ketiga komponen tersebut saling berkaitan sehingga dengan
aktivitas yang dilakukan melalui siklus antara komponen-komponen akan
diperoleh data yang mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang
diteliti. Sehingga apabila dianggap kurang penulis dapat atau wajib
kembali melakukan pengumpulan data khusus bagi dukungan yang
diperlukan. Hal tersebut tergambar dalam bagan berikut ini :
Sumber data : Heribertus Sutopo (2004 : 34).
Gambar 1. Skema Model Analisis Interaktif
PENGUMPULAN DATA
KESIMPULAN
SAJIAN DATA REDUKSI DATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Proses analisis interaksi dimulai pada waktu pengumpulan data.
Penelitian selalu memuat reduksi data dan sajian data. Setelah data
terkumpul, tahap selanjutnya peneliti mulai melaksanakan usaha
penarikan kesimpulan berdasarkan apa yang terdapat dalam reduksi data
dan sajian data. Apabila data yang ada dalam reduksi data dan sajian data
kurang lengkap, maka kembali ke pengumpulan data. Sehingga antara
tahap satu dan tahap yang lainnya harus terus barhubungan dengan
membuat suatu siklus.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini akan diuraikan tentang sistematika penulisan
sebagai gambaran tentang penulisan ilmiah ini secara keseluruhan, artinya
pada sub bab ini akan diuraikan secara sistematis keseluruhan isi yang
terkandung dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisannya sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan titik tolak dari penulisan skripsi dimana
dipaparkan tema dan permasalahan, pada bab ini terdiri dari dari
sub pokok yaitu latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dikemukakan kerangka teori yang mendasari masalah
yang akan dibahas yaitu Tinjauan tentang Acara Pemeriksaan
Perkara di Pengadilan Negeri, Acara Pemeriksaan Cepat di
Pengadilan, Asas Pemeriksaaan Cepat dan Tinjauan Tentang
Tindak Pidana Ringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dan pembahasan diuraikan mengenai penerapan
pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan No.
08/TPR/2010/PN.BI dan Hambatan yang dialami dalam
pemeriksaaan cepat dalam Penerapan Acara Pemriksaan Cepat
terhadap Putusan No. 08/TPR/2010/PN.BI.
BAB IV PENUTUP
Berisi tentang simpulan dan saran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
G. Tinjuan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Acara Pemeriksaan Perkara dalam Peradilan Pidana
Perkara yang diajukan kepada mengadilan terdiri dari 3 jenis:
a. Acara pemeriksaan biasa, yang diatur dalam Pasal 152 s/d 202,
1) Tata Cara Pemeriksaan Terdakwa
a) pemeriksaan dilakukan oleh Hakim yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan (Pasal 152 KUHAP).
b) pemeriksaan dilakukan secara lisan dalam Bahasa Indonesia,
secara bebas dan terbuka untuk umum. (Pasal 153 KUHAP).
c) anak di bawah umur tujuh belas tahun dapat dilarang
menghadiri sidang.
d) pemeriksaan dilakukan dengan hadirnya terdakwa, dan dapat
dipanggil secara paksa.
e) pemeriksaan dimulai dengan menanyakan identitas terdakwa.
f) pembacaan surat dakwaan.
2) Keberatan (Eksepsi) terdakwa atau penasihat hukum (Pasal 156
KUHAP)
Macam atau jenis eksepsi diantaranya :
a) Eksepsi tidak berwenang mengadili
b) Eksepsi dakwaan tidak dapat diterima
c) Keberatan surat dakwaan batal demi hukum
3) Pembuktian / pemeriksaan alat-alat bukti
a) Sistem Pembuktian
(1) Sistem pembuktian semata-mata berdasar keyakinan hakim
(convictim in time).
(2) Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas
alasan logis (la conviction raisonnee / convictim raisonee).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(3) Sistem pembuktian berdasar UU secara positif.
(4) Sistem pembuktian undang-undang secara negatif.
b) Alat-alat bukti Pasal 184 KUHAP menentukan, alat bukti yang
sah adalah :
(1) Keterangan saksi
(2) Keterangan ahli
(3) Surat
(4) Petunjuk
(5) Keterangan terdakwa
Sebagai perbandingan Pasal 295 HIR memuat, sebagai
upaya bukti menurut UU hanya mengakui hal berikut :
(1) Kesaksian-kesaksian
(2) Surat-surat
(3) Pengakuan
(4) Isyarat-isyarat / petunjuk
Dalam Pasal 184 KUHAP ada penambahan alat bukti,
yaitu tentang keterangan ahli.
Selanjutnya dapat dijelaskan mengenai alat bukti sebagai
berikut :
(1) Keterangan Saksi
Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana
yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa
pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu
(Pasal 1 butir (27) KUHAP, juga Pasal 1 butir (28) UU
No.31/1997 tentang peradilan militer). Kewajiban memberi
kesaksian menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap
orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Tata Cara Pemeriksaan Saksi sebagai berikut :
(a) Saksi dipanggil seorang demi seorang (Pasal 160 ayat
1)
(b) Memeriksa identitas saksi (Pasal 160 ayat (1) b)
(c) Saksi wajib mengucapkan sumpah, (Pasal 160 ayat 3-
4).
(d) Sumpah dapat diucapkan di luar sidang (Pasal 233 (1) )
(e) Penolakan sumpah dapat dikenakan sandera (Pasal
161)
(f) Keterangan saksi di sidang berbeda dengan berita
acara. (Pasal 185 ayat 1)
(g) Terdakwa dapat membantah atau membenarkan
keterangan saksi. (Pasal 164 ayat 1)
(h) Kesempatan mengajukan pertanyaan kepada saksi dan
terdakwa. (Pasal 165)
(i) Larangan mengajukan pertanyaan yang bersifat
menjerat.(Pasal 166 KUHAP)
(j) Saksi yang telah memberi keterangan tetap hadir di
sidang (Pasal 167 KUHAP).
(k) Yang tidak dapat didengar sebagai saksi.(Pasal 168 a
KUHAP)
(l) Mereka yang dapat minta dibebaskan menjadi
saksi.(Pasal 170 ayat 1 dan 2)
(m) Mereka yang boleh memberi keterangan tanpa sumpah
(Pasal 171 KUHAP)
(n) Pemeriksaan saksi dapat didengar tanpa hadirnya
terdakwa.(Pasal 173 KUHAP)
(o) Keterangan saksi palsu (Pasal 174 KUHAP).
(p) Pemeriksaan saksi dan terdakwa dapat dilakukan
dengan juru bahasa dan penerjemah. (Pasal 177
KUHAP)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
(q) Syarat sahnya keterangan saksi nilai pembuktian
kesaksian yang tidak disumpah dan kesaksian yang
disumpah.
(2) Keterangan Ahli
Pengertian keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1
butir 28 KUHAP, juga Pasal 1 butir 29 UU No.31/1997
tentang peradilan militer). Kewajiban memberikan
keterangan ahli (Pasal 179 KUHAP ). Nilai kekuatan
pembuktian keterangan ahli (Pasal 183, Pasal 185 ayat 2)
(3) Surat
Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan adalah :
(a) berita acara
(b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan eahliannya.
(d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada
hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain
(Pasal 187 KUHAP).
Nilai kekuatan pembuktian surat, secara formal alat
bukti surat sebagaimana disebut pada Pasal 187 huruf a,b,c
adalah alat bukti sempurna.
(4) Petunjuk
Mengandung pengertian , KUHAP Pasal 188 ayat (1)
adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Cara memperoleh alat bukti petunjuk, menurut Pasal
188 ayat (2) , petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat diperoleh dari : a) keterangan saksi, b)
surat, c) keterangan terdakwa.
(5) Keterangan Terdakwa
Adalah keterangan yang diberikan oleh terdakwa.
istilah baru sebagai alat bukti yang terdapat dalam
KUHAP.
4) Penuntutan oleh penuntut umum
Penuntutan atau dikenal juga dengan istilah requisitoir
adalah langkah selanjutnya yang diberikan kepada jaksa penuntut
umum dalam lanjutan sidang pengadilan suatu perkara pidana
setelah pemeriksaan alat-alat bukti atau pembuktian.
Secara sederhana isi tuntutan pidana itu :
a) identitas terdakwa
b) dakwaan ; primair, subsidair dst.
c) pemeriksaan pengadilan :
(1). saksi-saksi
(2) keterangan terdakwa
(3) surat
(4) pemeriksaan ditempat kejadian
d) fakta-fakta hukum
e) hal-hal yang memberatkan
f) hal-hal yang meringankan
g) tuntutan hukuman
h) Pembelaan (pleidoi) terdakwa / penasihat hukum.
Setelah penuntutan dilakukan oleh penuntut umum, maka
kemudian kepada terdakwa atau penasihat hukum diberikan
kesempatan untuk mengajukan pembelaan atau pledoi . Pasal 182
ayat (1) b mengatakan, selanjutnya terdakwa dan atau penasehat
hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan atau
pledoi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
b. Acara pemeriksaan singkat, Pasal 203-204,
1) Syarat Pemeriksaan Singkat Pasal 203 KUHAP menentukan, (1) yang diperiksa menurut
acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau
pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang
menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya
mudah dan sifatnya sederhana.
2) Tata Cara Pemeriksaan Singkat
a) Penuntut umum menghadapkan terdakwa, saksi, ahli, juru
bahasa dan barang bukti. (lihat Pasal 203 ayat 2 KUHAP)
b) Waktu, tempat, dan keadaan melakukan tindak pidana
diberitahukan lisan, dicatat dalam berita acara sebagai
pengganti surat dakwaan. (lihat Pasal 203 ayat 3 KUHAP)
c) Dapat diadakan pemeriksaan tambahan paling lama empat
belas hari. (Pasal 203 ayat 3 (b) KUHAP)
d) Terdakwa dan atau penasihat hukum dapat minta tunda sidang
paling lama tujuh hari. (lihat Pasal 203 ayat 3(c) KUHAP).
e) Putusan tidak dibuat secara khusus, melainkan dalam berita
acara sidang putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat
dalam berita acara sidang hakim memberikan surat yang
memuat amar putusan tersebut, isi surat tersebut mempunyai
kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam
acara biasa (Pasal 203 ayat 3 (d) , (e) dan (f) KUHAP ).
c. Acara Pemeriksaan cepat, yang diatur dalam Pasal 205 s/d 216.
Acara Pemeriksaan Cepat dibagi terdapat 2 kriteria yaitu :
1) Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Pasal 205-210,
Pasal 205 (1) Yang diperiksa rnenurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini. (2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan. (3) Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding. Pasal 206 Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Pasal 207 (I) a. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggaI, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan. b. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga. (2) a. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya. b. Dalam buku register dimuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya. Pasal 208 Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu. Pasal 209 (1) Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan seIanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera. (2) Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik. Pasal 210 Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini. Paragraf 2 Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
2) Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Pasal
211 s/d 216.
Pasal 211
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Pasal 212 Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya. Pasal 213 Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang. Pasal 214 (I) Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan. (2) Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana. (3) Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register. (4) Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan (5) Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu. (6) Dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur. (7) Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara. (8) Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), terhadap putusan tersebut terdakwa dapat mengajukan banding. Pasal 215 Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan. Pasal 216 Ketentuan dalam Pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu
tidak bertentangan dengan Paragraf ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2. Acara Pemeriksaan Cepat di Pengadilan Negeri
Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam bagian keenam Bab
XVI KUHAP. Istilah yang dipakai HIR ialah Perkara ROL. Ketentuan
tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat
dengan kekecualian tertentu, hal ini berdasarkan Pasal 210 KUHAP yang
menyatakan bahwa ” ketentuan dalam Bagian kesatu, Bagian kedua, dan
Bagian ketiga ini (bab 16) tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak
bertentangan dengan paragraf ini”.
Pemeriksaan cepat terbagi dalam dua paragraf :
a. Acara pemeriksaan tindak pidana ringan, termasuk delik yang diancam
dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau
denda sebanyak – banyaknya tujuh ribu lima ratus dan penghinaan
ringan.
1) Batasan Pelaksanaan Pemeriksaan Cepat
Undang – undang tidak menjelaskan mengenai tindak
pidana yang termasuk dalam pemeriksaan secara ringan, melainkan
hanya menentukan ”patokan” dari segi ancamannya. Jadi, untuk
menentukan suatu tindak pidana diperiksa dengan acara ringan
bertitik tolak dari ancaman tindak pidana yang didakwakan.
Adapun ancaman pidana yang menjadi ukuran acara pemeriksaan
tindak pidana ringan diatur dalam Pasal 205 ayat (1) yakni :
a. tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan
penjara atau kurungan, atau
b. denda sebanyak – banyaknya Rp. 7.500,00, dan
c. penghinaan ringan yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP
Ancaman hukuman penghinaan ringan yang dirumuskan
dalam Pasal 315 KUHP adalah paling lama 4 bulan, Namun,
Penghinaan ringan tetap termasuk ke dalam kelompok perkara
yang diperiksa dengan acara pidana ringan, hal ini merupakan
pengecualian dari ketentuan dalam Pasal 205 ayat (1). Hal ini dapat
dilihat dalam Penjelasan Pasal 205 ayat (1) yang menyebutkan;
Tindak Pidana ringan ikut digolongkan perkara yang diperiksa
dengan acara pidana ringan karena sifatnya ringan sekalipun
ancaman pidana paling empat bulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan,
Pengadilan Negeri menetukan hari – hari tertentu yang khusus
untuk melayani pemeriksaan tindak pidana ringan. Mengenai hal
ini diatur dalam Pasal 206 KUHAP yakni hari tertentu dalam tujuh
hari, hari – hari tersebut diberitahukan pengadilan kepada penyidik
supaya mengetahui dan dapat mempersiapkan pelimpahan berkas
perkara tindak pidana ringan. Penetapan hari ini dimaksudkan agar
pemeriksaan dan penyelesaian tidak mengalami hambatan.
2) Tata Cara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Pada pemeriksaan tindak pidana ringan Penyidik langsung
menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau
juru bahasa ke pengadilan atas kuasa penuntut umum. Pelimpahan
yang demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan umum
yang mengharuskan penyidik melimpahkan hasil pemeriksaan
penyidikan kepada penuntut umum, dan untuk seterusnya penuntut
umum yang berwenang melimpahkan ke pengadilan dalam
kedudukannya sebagai aparat penuntut. Dengan adanya Pasal 205
ayat (2) KUHAP, prosedur ketentuan umum ini dikesampingkan
dalam perkara pemeriksaan tindak pidana ringan. Dengan kata lain,
Penyidik mengambil alih wewenang penuntut umum, atau
wewenang penuntut sebagai aparat penuntut umum dilimpahkan
undang – undang kepada penyidik. Pelimpahan ini adalah ” Demi
Hukum “, yang ditegaskan dalam penjelasan Pasal 205 ayat (2)
alinea 1 ; ” yang dimaksud dengan ‘atas kuasa‘ dari penuntut
umum kepada penyidik adalah demi hukum”. Oleh karena itu
pelimpahan ini berdasar ketentuan undang-undang, dengan
demikian penyidik dalam hal ini bertindak atas kuasa undang-
undang” dan tidak memerlukan surat kuasa khusus lagi dari
penuntut umum. Namun hal ini tidak mengurangi hak penuntut
umum untuk menghadiri pemeriksaan sidang, berdasar penjelasan
Pasal 205 ayat (2) alinea 2 ; ” dalam hal penuntut umum hadir,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tidak mengurangi nilai atas kuasa tersebut“. Dengan kata lain, tidak
ada larangan oleh undang-undang penuntut umum menghadiri
proses pemeriksaan, namun kehadirannya tidak mempunyai arti
apa – apa, seperti pengunjung biasa tanpa wewenang apapun
mencampuri jalannya pemeriksaan.
Pasal 205 ayat (2) menegaskan dalam waktu tiga hari,
terhitung sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat oleh
penyidik, maka terdakwa, barang bukti, saksi ahli, dan juru bahasa
dihadapkan ke pengadilan. Tenggang waktu 3 hari ini merupakan
batas minimum, undang – undang tidak menegaskan hal ini.
Namun, berdasarkan Pasal 146 ayat (2) dan penjelasan Pasal 152
ayat (2); menegaskan bahwa panggilan terhadap terdakwa dan
saksi harus diterima dalam jangka waktu sekurang – kurangnya 3
hari sebelum sidang dimulai. Dengan demikian tenggang waktu
menghadapkan terdakwa dan saksi yang disebut dalam Pasal 205
ayat (2) adalah batas minimum. Penyidik tidak dibenarkan
menghadapkan terdakwa dan saksi dalam pemeriksaan dengan
acara tindak pidana ringan kurang dari 3 hari sebelum sidang
dimulai. Menghadapkan terdakwa dan saksi dalam waktu 1 atau 2
hari sebelum sidang dimulai, adalah bertentangan dengan jiwa
yang terkandung dalam ketiga Pasal diatas Pasal 205 ayat (2), jo
Pasal 146 ayat (2), jo penjelasan Pasal 152 ayat (2).
Dalam Pasal 207 ayat (1) huruf b, ditegaskan bahwa semua
perkara tindak pidana ringan yang diterima pengadilan hari itu,
segera disidangkan pada hari itu juga. Ketentuan ini bersifat
imperatif, karena dalam ketentuan ini terdapat kalimat ” harus
segera ” disidangkan pada hari itu. Akan tetapi, dalam Pasal ini
tidak menyebut sanksi dan tidak mengatur tata cara penyelesaian
tindak pidana ringan yang tidak disidangkan atau yang kebetulan
tidak dapat disidangkan pada hari itu juga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Mengenai cara pemberitahuan sidang kepada terdakwa
diatur dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a, yakni dilakukan :
1) Dengan pemberitahuan secara tertulis
2) Pemberitahuan tertulis itu memuat tentang: hari, tanggal, jam,
dan tempat sidang pengadilan
3) Catatan pemberitahuan bersama berkas dikirim ke pengadilan.
Setelah pengadilan menerima perkara dengan acara
pemeriksaan tindak pidana ringan, hakim yang bertugas memeriksa
perkara memerintahkan panitera mencatat dalam buku register.
Berdasarkan penjelasan Pasal 207 ayat (2) huruf a KUHAP; ” oleh
karena penyelesaiannya yang cepat maka perkara yang diadili
menurut acara pemeriksaan cepat sekaligus dimuat dalam buku
register dengan masing-masing diberi nomor untuk dapat
diselesaikan secara berurutan”, maka untuk perkara – perkara yang
tidak dapat disidangkan pada hari itu juga karena alasan perkaranya
belum memenuhi syarat formal atau perkaranya tidak lengkap,
sebaiknya jangan di register agar dapat dikembalikan kepada
penyidik untuk dilengkapi. Akan tetapi, jika menganut pandangan
yang memperbolehkan pemeriksaan tindak pidana ringan dapat
diputus dengan verstek (pemeriksaan acara tindak pidana ringan
dapat diputus di luar hadirnya terdakwa), maka bisa langsung di
register, karena hadir atau tidaknya terdakwa perkaranya dapat
diputus.
Sesuai dengan Pasal 207 ayat (2) huruf b KUHAP, buku
register perkara dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan
memuat: nama lengkap, tempat lahir, umur (tanggal lahir), jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan terdakwa,
tindak pidana yang didakwakan. Karenanya pengajuan dan
pemeriksaan perkara dengan cara tindak pidana ringan tanpa surat
dakwaan, dalam hal ini surat dakwaan dianggap tercakup dalam
catatan buku register. Alasan pembuat undang – undang
mencukupkan register sebagai pengganti surat dakwaan, dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
dibaca dalam penjelasan Pasal 207 ayat (2) huruf b yang berbunyi ;
” ketentuan ini memberikan kepastian di dalam mengadili menurut
acara pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlakukan surat dakwaan
yang dibuat oleh penuntut umum seperti untuk pemeriksaan
dengan acara biasa, melainkan tindak pidana yang didakwakan
cukup ditulis dalam buku register tersebut pada huruf a “
Untuk pemeriksaan dengan acara biasa Pengadilan
mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir,
kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan
terdakwa dapat minta banding (Pasal 205 ayat (3) KUHAP). Hal
ini berarti jika tidak dijatuhkan pidana penjara atau kurungan,
maka terpidana tidak dapat melakukan upaya hukum berikutnya
yakni banding. Selain itu, saksi dalam acara pemeriksaan tindak
pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim
menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP )
Pasal 209 ayat (2) KUHAP menyebutkan ; ” Berita acara
pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan
tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara
pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik “. Dengan demikian
panitera tidak diwajibkan membuat berita acara sidang.
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan tanpa membuat berita
acara sidang. Hal ini mungkin didasarkan pada tata cara
pemeriksaan yang sifatnya adalah cepat atau expedited procedure,
disamping perkaranya hanya tindak pidana ringan.
Putusan dalam acara tindak pidana ringan tidak dibuat
secara khusus dan tersendiri seperti putusan perkara dengan acara
biasa. Putusan tersebut tidak dicatat dan disatukan dalam berita
acara sidang seperti yang berlaku dalam perkara pemeriksaan
dengan acara singkat. Putusannya cukup berupa bentuk ‘catatan‘,
yang sekaligus berisi amar putusan berbentuk ”catatan dalam daftar
catatan perkara”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Sifat putusan dalam acara ini, disebutkan dalam Pasal 205
ayat (3), yang menegaskan antara lain: ” pengadilan mengadili
dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir “, yang
berarti :
1) Putusan pengadilan negeri bersifat putusan ” tingkat terakhir “
2) Karena itu putusan tersebut tidak dapat diajukan permintaan
banding.
Oleh karena sifat putusan merupakan putusan tingkat
pertama dan tingkat terakhir maka :
1) Upaya hukum banding dengan sendirinya tertutup
2) Upaya hukum yang dapat ditempuh terdakwa mengajukan
kasasi kepada Mahkamah Agung, sebagai instansi yang
berwenang memeriksa perkara putusan pidana yang dijatuhkan
pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain Mahkamah
Agung
b. Acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, termasuk perkara
pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang – undangan lalu
lintas.
Acara pemeriksaan ini diatur dalam Paragraf 2 bagian keenam
Bab XVI, sehingga dapat dikatakan acara ini merupakan lanjutan dari
acara tindak pidana ringan. Walaupun keduanya diatur dalam bagian
yang sama, namun terdapat ciri dan perbedaan diantara keduanya, a.n
pada acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan;
1) Jenis perkara yang diperiksa tertentu, yakni khusus pelanggaran
lalu lintas jalan
2) Terdakwa ” dapat diwakili “
3) Putusan dapat dijatuhkan ” di luar hadirnya terdakwa “, dan
terhadap putusan itu terdakwa dapat melakukan perlawanan dalam
tenggang waktu 7 hari sesudah putusan diberitahukan secara sah
kepada terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Berdasarkan Pasal 211 KUHAP, yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan ini ialah perkara tertentu terhadap peraturan perundang –
undangan lalu lintas jalan. Perkara lalu lintas jalan adalah perkara
tertentu terhadap pelanggaran peraturan perundang – undangan lalu
lintas jalan”. Sedangkan ‘perkara pelanggaran tertentu’ terhadap
peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan, diperjelas dengan
penjelasan Pasal 211 itu sendiri, sbb :
1) Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi,
membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas, atau yang
mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan
2) Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat
memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor
kendaraan, surat tanda uji kendaraan yang sah, atau tanda bukti
lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang –
undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tetapi
masa berlakunya sudah kedaluarsa
3) Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor
dikemudikan oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi
4) Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan lalu
lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan,
perlengkapan, pemuatan kendaraan, dan syarat penggandengan
dengan kendara lain
5) Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa
dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan
surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan
6) Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas
pengatur lalu lintas jalan, rambu – rambu atau tanda yang ada
dipermukaan jalan
7) Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang
dizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang, dan atau
cara memuat dan membongkar barang.
8) Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang
diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Jika dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, penyidik
membuat berita acara sekalipun berupa berita acara ringkas dalam
perkara pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik tidak perlu membuat
berita acara pemeriksaan. Adapun proses pemeriksaan dan
pemanggilan menghadap persidangan pengadilan :
1) Dibuat berupa catatan, bisa merupakan model formulir yang sudah
disiapkan demikian oleh penyidik
2) Dalam formulir catatan itu penyidik memuat : a) pelanggaran lalu
lintas yang didakwakan kepada terdakwa, b) sekaligus dalam
catatan itu berisi pemberitahuan hari, tanggal, jam, tempat sidang
pengadilan yang akan dihadiri terdakwa
3) Tanpa adanya hal – hal diatas maka pemberitahuan itu ” tidak sah “
Berdasarkan Pasal 213 KUHAP, terdakwa dapat menunjuk
seseorang untuk mewakilinya menghadap pemeriksaan sidang
pengadilan. Ketentuan ini seolah-olah memperlihatkan corak
pelanggaran lalu lintas jalan sama dengan proses pemeriksaan perkara
perdata. Terdapat suatu ‘quasi‘ yang bercorak perdata dalam
pemeriksaan perkara pidana, karena menurut tata hukum dan ilmu
hukum umum, perwakilan menghadapi pemeriksaan sidang
pengadilan, hanya dijumpai dalam pemeriksaan yang bercorak
keperdataan. Ada beberapa hal yang terkandung dalam Pasal 213 yang
memperbolehkan terdakwa diwakili menghadap dan menghadiri
sidang, a.n :
a. Undang-undang tidak mewajibkan terdakwa menghadap in person
di sidang pengadilan (selain sebagai Quasi perdata juga sebagai
pengecualian terhadap asas in absentia )
b. Terdakwa dapat menunjuk seseorang yang mewakilinya
c. Penunjukan wakil dengan surat.
Ketentuan Pasal 214 KUHAP, membenarkan pemeriksaan
perkara dan putusan dapat diucapkan ” di luar hadirnya terdakwa “,
ketentuan ini menunjukkan quasi perdata dalam perkara pidana serta
merupakan penyimpangan dari asas in absensia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
a. Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar
putusan segera disampaikan kepada terdakwa (bunyi Pasal 214
ayat 2 ).
Dalam proses perkara perdata, perlawanan terhadap putusan
verstek disebut verzet, verzet dalam perdata hampir sama dengan
proses perlawanan yang diatur dalam Pasal 214 ayat (4);
Pasal 214 ayat (5) mengatur tentang waktu mengajukan
perlawanan yakni 7 hari terhitung sejak putusan diberitahukan
penyidik kepadanya. Apabila tenggang waktu tersebut lewat, maka
dengan sendirinya ‘gugur’ hak terpidana mengajukan perlawanan.
Apabila terpidana mengajukan perlawanan dalam tenggang
waktu yang ditentukan dalam Pasal 214 ayat (5) maka menurut
ketentuan Pasal 214 ayat (6) dengan sendirinya mengakibatkan
putusan verstek menjadi gugur, dan perkara kembali kepada keadaan
semula, seolah-olah perkara tersebut belum pernah diperiksa di sidang
pengadilan. Status tedakwa sebagai terpidana pulih kembali menjadi
terdakwa.
a. Pada prinsipnya terhadap putusan perkara lalu lintas tidak dapat
diajukan upaya banding. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 67 bahwa
”terhadap putusan pengadilan dalam acara cepat tidak dapat
dimintakan banding”, inilah prinsip umum yang diatur dalam UU,
namun terdapat pengecualian walaupun hanya terbatas untuk hal –
hal yang sangat tertentu saja.
a. Berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (1), penyitaan hanya dapat
dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri,
jika tidak penyitaan tersebut merupakan tindakan penyitaan yang
tidak sah. Masalahnya adalah ketentuan ini menghambat tugas
penegakan hukum bagi aparat penyidik dilapangan, sebab mereka
harus bolak – balik ke pengadilan untuk meminta surat izin kepada
ketua PN. Namun berdasarka pedoman angka 10 lampiran
keputusan Menteri Kehakiman No. 14-PW.07.03 Tahun 1983,
dihubungkan dengan Pasal 4010 dan Pasal 4111 KUHAP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
3. Asas Peradilan Cepat
Dalam mengadakan hubungan hukum untuk memenuhi
kebutuhannya, manusia membawa kepentingan masing-masing.
Kepentingan tersebut beraneka ragam, ada yang sama, saling memenuhi,
ada yang berbeda dan bahkan ada yang saling bertentangan.
Keanekaragaman kepentingan manusia itu tidak mustahil dapat
menimbulkan konflik atau bentrokan kepentingan. Konflik kepentingan
dapat terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingan
seseorang merugikan orang lain.
Menurut J Van Kan dalam Kansil (1992:17), keberadaan hukum
adalah untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia
daro bahaya yang mengancamnya. Untuk menjaga agar kepentingan
seseorang dalam melaksanakan hubungan hukum tidak terganggu oleh
orang lain, maka diperlukan hukum yang mengatur hak dan kewajiban
seseorang dalam suatu hubungan hukum. Jadi, apabila seseorang dirugikan
orang lain, ia daat menggugat orang yang menimbulkan kerugian itu ke
pengadilan. Tidak boleh main hakim sendiri, yaitu bertindak
melaksanakan hak secara sewenang-wenang atas kehendak sendiri dan
merugikan orang lain.
Penegakan hukum (law enforcement) merupakan penerapan suatu
undang-undang dengan maksud untuk menjaga keseimbangan antara
hukum dan etika. Proses penegakan hukum juga merupakan penerapan
peraturan yang berakibat pada jatuhnya putusan hakim yang didasarkan
pada kebenaran dan keadilan. (Satjipto Rahardjo, 1992:68). Dengan
demikian maka penegakan hukum dapat dilakukan oleh lembaga peradilan
melalui suatu proses tertentu guna mencari keadilan yang diberikan kepada
pencari keadilan justitiabelen (Ahmad Ali, 1996:2).
Berkaitan dengan upaya penegakan hukum, undang-undang telah
mengariskan bahwa pemeriksaan perkara harus dilaksanakan secara cepat,
sederhana dan biaya ringan. Yang dimaksud sederhana adalah acara
pemeriksaan perkara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Makin sedikit dan sederhana formalitas yang diwajibkan dan diperlukan
dalam beracara di muka pengadilan, maka akan semakin baik. Terlalu
formalitas yang sukar dipahami akan kurang menjamin kepastian hukum,
sehingga tidak mustahil menimbulkan keengganan dan ketakutan
masyarakat pencari keadilan (justitiabelen) untuk berperkara di depan
pengadilan (Sudikno Mertokusumo, 1999:2).
Suatu peradilan dikatakan murah jika masyarakat mampu
membayar biaya perkara di semua tingkat pengadilan. Bagaimanapun
juga, hak atas keadilan menjadi milik semua orang, baik kaya atau miskin.
Bagi mereka yang berkualifikasi sebagai warga negara miskin tetap berhak
memperoleh keadilan dari istitusi peradilan makala dirugikan orang lain.
Apabila mereka tidak mampu membayar, peraturan perundang-undangan
telah memberikan hak berperkara secara prodeo (gratis) atas biaya negara
Suatu perkara dikatakan “cepat” jika dilaksanakan sesegera
mungkin. Cepat artinya proses peradilan dilaksanakan dengan
memperhatikan efisiensi waktu, sehingga pencari keadilan tidak terkatung-
katung nasibnya. Kecepatan dalam proses peradilan tidak hanya tertuju
pada pemeriksaan di muka sidang, tetapi juga dalam penyelesaian berita
acara pemeriksaan (BAP) sidang, sampai pada penandatanganan putusan
oleh hakim dan pelaksanaan (eksekusi) putusan tersebut (Sudikno
Mertokusumo, 1995:25).
Sepatnya proses pemeriksaan perkara akan memninggikan
penghormatan masyarakat kepada institusi peradilan. Hukum berserta
segenap aparatnya akan mempunyai wibawa. Masyarakat akan semakin
percaya kepada peradilan. Sebaliknya, lambatnya proses pemriksanaan
perkara akan memerosotkan kewibawaan hukum dan pengadilan dimata
masyarakat (Bachtiar Effendi, 2003:18).
Keterlambatan penyelesaiaan perkara merupakan suatu
ketidakadilan tersendiri yang terjadi pada institusi peradilan. Menghadapi
kenyataan masih sering terjadi terlambatnya pemeriksaan perkara oleh
pengadilan, maka Mahkamah Agung menerbitkan surat edaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
ditujukan kepada semua hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
Surat Edaran itu (No. 6/1992) diterbitkan untuk dijadikan pedoman oleh
para hakim agar dalam memeriksa dan mengadili perkara dilaksanakan
dalam waktu peling lama 6 bulan.
Penerbitan SEMA No. 6/1992 dimaksudkan untuk menanggapi
keluhan pencari keadilan terhadap lambatnya kinerja pengadilan dalam
memeriksa perkara. Karena, keterlambatan proses peradilan menimbulkan
keengganan masyarakat berperkara di pengadilan. Pada skala Makro,
keengganan itu dapat menimbulkan apatisme masyarakat terhadap
lembaga peradilan. Ujung-ujungnya institusi peradilan tidak lagi dapat
dijadikan tumpuhan harapan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di
masyarakat. Tidak jarang kondisi seperti ini mengimbas pada munculnya
perbuatan main hakim sendiri oleh sebagian kecil masyarakat dalam
menyelesaikan perkara.
4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Ringan
a. Pengertian Tindak Pidana
Pemberian definisi tentang pengertian hukum atau pengertian
dalam ilmu-ilmu sosialnya pastilah terdapat perbedaan-perbedaan
pendapat, maka dalam pemberian pengertian terhadap definisi tindak
pidana juga terdapat bermacam-macam pendapat yang diberikan oleh
para sarjana. Mengenai hal ini ada beberapa pendapat yang antara
lain :
“ Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman dan pelakunya dikatakan sebagai subyek tindak pidana” (Wirjono Prodjodikoro, 1996: 55). Menurut pendapat Simons (dalam Wirjono Prodjodikoro, 1986 :
56) : “Strafbaarfeit yaitu kelakuan yang diancam dengan pidana yang
bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan
dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab”.
Menurut pendapat Moeljatno : “Perbuatan pidana yaitu perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukun, larangan mana disertai ancaman atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang
melanggar”(Moeljatno,1983: 54)
Sedangkan menurut Van Hammel (dalam Wirjono
Prodjodikoro,1983:54), “Strafbaarfeit yaitu kelakuan orang yang
dirumuskan dalam wet yang bersifat melawan hukum yang patut
dipidana dan dilakukan dengan kesalahan”.
Istilah pidana dan istilah hukuman sering dipakai saling
bergantian sebagai kata yang mempunyai makna yang sama atau
sinonim. Kedua arti istilah tersebut adalah sanksi yang mengakibatkan
nestapa, penderitaan ataupun sengsara (Martiman, 1997: 57). Namun
cakupan kedua istilah ini mempunyai perbedaan.
“Istilah “hukuman” yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah ini dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya digunakan dalam bidang hukum, tapi juga dalam istilah sehari-hari dalam bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas” (Muladi, 1998: 2).
Ciri atau sifatnya yang khas disini maksudnya adalah bahwa
istilah pidana ditujukan hanya untuk perbuatan-perbuatan yang
melanggar hukum pidana. Jadi istilah pidana mempunyai pengertian
yang lebih sempit atau spesifik jika dibandingkan dengan istilah
hukuman yang mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas.
Beberapa ahli telah memberikan definisi tentang pengertian pidana
(Martiman, 1997: 57):
Menurut Pompe pengertian Strafbaarfeit dibedakan :
1) Definisi menurut teori memberikan pengertian “Strafbaarfeit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
2) Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “Strafbaarfeit adalah suatu kejadian (fekt) yang oleh peraturan Undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Sedangkan menurut Simons, Strafbaarfeit diartikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan orang yang mampu bertanggung jawab. Simons (dalam Wirjono Prodjodikoro, 1992 : 4).
Pengertian tindak pidana atau Strafbaarfeit yang diberikan oleh
beberapa ahli tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa perbuatan
pidana atau tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang yaitu
melanggar suatu aturan hukum pidana atau perbuatan yang tidak boleh
dilakukan oleh suatu aturan aturan hukum positif serta perbuatan yang
apabila melanggar diancam dengan pidana oleh karena itu suatu
perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana atau tindak pidana
apabila ada suatu kenyataan bahwa ada aturan yang melarang
perbuatan tersebut dan ancaman pidana bagi siapa saja yang melanggar
larangan tersebut, dalam larangan dan ancaman tersebut terdapat
hubungan yang erat. Oleh karena itu antara peristiwa dan orang yang
menimbulkan kejadian itu ada suatu kemungkinan hubungan yang erat
dimana satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Guna
menyatakan hubungan yang erat itu maka digunakan perkataan
perbuatan yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada
dua keadaan konkrit yaitu :
a. Adanya kejadian yang tertentu, serta
b. Adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu
(Moeljatno,1982, 39).
b. Macam-macam Tindak Pidana
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut
(Moeljatno, 1987: 54)
Titik berat dari pernyataan ini adalah perbuatan. Semua
peristiwa apapun hanya menunjuk sebagai kejadian yang konkret
belaka. Suatu peristiwa yang merugikan seseorang akan menjadi
urusan hukum apabila ditimbulkan oleh perbuatan orang lain. Suatu
perbuatan pidana otomatis juga melanggar hukum pidana. Menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Moeljatno (1987: 1) hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar
aturan untuk:
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi
yang berupa tindak pidana tertentu bagi barang siapa yang
melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang telah disangka melakukan
pelanggaran larangan tersebut.
c. Unsur-unsur dalam Tindak Pidana
Suatu perbuatan untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana
atau tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-
unsur pidana yaitu :
1) Subyek Tindak pidana
Siapa yang bisa menjadi subyek tindak pidana sebagaimana
tercantum dalam KUHP, yaitu seorang manusia sebagai pelaku, hal
ini terdapat dalam perumusan tindak pidana KUHP, sebagaimana
dikemukakan oleh Moeljatno dalam bukunya yaitu :
“Yang dapat menjadi subyek tindak pidana sebagaimana tercantum
dalam KUHP yaitu seorang manusia sebagai pelaku hal ini terdapat
di dalam perumusan tindak pidana KUHP. Daya pikir merupakan
syarat bagi subyek tindak pidana, juga pada wujud hukumnya yang
tercantum dalam Pasal KUHP yaitu hukuman penjara dan hukuman
denda.” (1982:54).
KUHP dalam perumusannya menggunakan kata “Barang
siapa”, hal ini menunjukkan yang menjadi subyek tindak pidana
adalah manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
pergaulan hidup kemasyarakatan bukan hanya manusia saja yang
terlibat, seperti contohnya badan hukum, sehingga yang dapat
memungkinkan melakukan tindak pidana bukan hanya manusia
akan tetapi badan hukum pun juga bisa melakukan tindak pidana
karena pada dasarnya badan hukum juga dapat melakukan
perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia, sehingga
bisa termasuk dalam perumusan tindak pidana. Kemungkinan
badan hukum atau perundang-undangan yang berlaku, hukuman
yang dikenakan dapat berupa denda yang dibayarkan oleh badan
hukum yang bersangkutan.
2) Harus Ada Perbuatan Manusia
Untuk menguraikan perbuatan manusia dalam
perkembangannya dapat dilihat dari aktifitasnya. Biasanya
perbuatan yang dilakukan bersifat positif atau aktif tetapi ada pula
perbuatan yang negatif atau pasif yang dapat dikatakan sebagai
perbuatan pidana yaitu :
a) Mengetahui adanya permufakatan jahat tetapi tidak dilaporkan
walaupun ada kesempatan untuk melapor pada yang berwajib.
b) Tidak bersedia menjadi saksi
c) Akibat perbuatan manusia, merupakan syarat mutlak dari
perbuatan atau tindak pidana.
3) Bersifat Melawan Hukum
Mengenai sifat melawan hukum, merupakan sesuatu hal
yang sangat penting, karena dalam tindak pidana hal-hal yang
bersifat tidak melawan hukum sudah tidak lagi menjadi persoalan
hukum pidana. Pengertian melawan hukum itu sendiri ada dua,
yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materiil, seperti
yang dikemukakan oleh Moeljatno :
a. Melawan hukum formil, yaitu :
Apabila perbuatan telah sesuai dengan larangan
Undang-undang, maka disitu ada kekeliruan letak melawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
hukumnya perbuatan sudah nyata, dan sifat melanggarnya
ketentuan undang-undang kecuali jika termasuk perkecualian
yang telah ditentukan oleh Undang-undang.
b. Melawan hukum materiil, yaitu :
Ada yang berpendapat, bahwa belum tentu kalau
semua perbuatan yang sesuai dengan larangan undang-undang
itu bersifat melawan hukum. Bagi mereka yang dinamakan
hukum bukanlah undang-undang saja, tetapi di samping
undang-undang tedapat hukum tertulis, yaitu norma-norma atau
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
(1993:130)
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan melawan hukum formil adalah telah memenuhi
unsur-unsur yang disebutkan dalam rumusan dari dalam Undang-
undang dan sifat melawan hukumnya harus berdasar undang-
undang. Sedangkan yang dimaksud dengan melawan hukum
material adalah suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak
dilihat dari undang-undang dan juga aturan-aturan yang hukum
tertulis.
4) Kesalahan
Seseorang yang telah melakukan perbuatan melawan
hukum atau melakukan perbuatan yang sesuai dengan rumusan
delik dalam undang-undang hukum pidana belum tentu dapat
dipidana. Untuk dapat dipidananya perbuatan melawan hukum
harus memenuhi dua syarat yang menjadi satu keadaan yaitu
bersifat melawan hukum sebagai tindak pidana dan suatu perbuatan
yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu kesalahan.
Pengertian kesalahan menurut beberapa ahli hukum antara lain :
Menurut Vos ada tiga ciri khusus kesalahan yaitu :
a) Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan
perbuatan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
b) Hubungan batin tertentu dari orang yang berniat yang
perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.
c) Tidak terdapat dasar alasan yang menghapus
pertanggungjawaban atas perbuatannya itu (1950:83-84).
5) Kesengajaan (Op Zet)
KUHP tidak memberikan pengertian definisi kesengajaan
secara tegas, sehingga untuk mendapatkan batasan/menentukan
pengertian kesengajaan diambilkan dari Memory Van Toelichting
(M.V.T). Dari Memory Van Toelichting ini diperoleh petunjuk
bahwa pidana pada umumnya hendaklah dikenakan pada barang
siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang :
a) Dikehendaki (Willens) maksudnya orang yang berbuat
mempunyai niat atau kemauan menghendaki untuk melakukan
perbuatan yang dilarang.
b) Diketahui (Wittens) maksudnya orang yang melakukan
perbuatan sudah memperhitungkan akibat yang akan terjadi.
Dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan dilakukan
dengan sengaja apabila seseorang yang melakukan perbuatan di
samping menghendaki perbuatannya juga mengetahui akan akibat
yang tejadi atau timbul. Dalam hukum pidana ada dua teori
kesengajaan yaitu :
a) Teori kehendak adalah teori yang menitikberatkan pada apa
yang dikehendaki pada apa yang diperbuat. Maksudnya orang
yang melakukan perbuatan tertentu menghendaki akibat
tertentu pula. (berkehendak mewujudkan unsur-unsur delik
dalam rumusan undang-undang).
b) Teori pengetahuan adalah teori yang menitikberatkan pada apa
yang diketahui dan apa yang terjadi pada waktu berbuat. Jadi
kesengajaan yang terjadi disini jika akibat yang terjadi tidak
sesuai dengan tindakan yang dibayangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Selain dua teori diatas, dalam teori biasanya diajarkan
bahwa dalam kesengajaan ada tiga corak yaitu :
a) Kesengajaan sebagai maksud (dolus directus)
Merupakan kesengajaan yang biasanya dan sederhana,
disini pembuat bertujuan untuk menimbulkan akibat yang
terlarang.
b) Kesengajaan dengan sadar kepastian
Dalam hal ini perbuatan mempunyai dua akibat yang
ditimbulkan yaitu : satu, akibat yang memang ditimbulkan si
pembuat (dapat merupakan delik tersendiri atau tidak). Dua,
akibat yang tidak dikehendaki atau diinginkan tetapi
merupakan suatu keharusan untuk mencapai maksud atau
tujuan yang pertama tadi, akibat ini pasti terjadi atau timbul,
misalnya, Ahmad hendak membunuh seseorang dengan
menggunakan pistolnya, sedangkan yang menjadi sasarannya
adalah Sidik, yang kebetulan sedang berada dibalik kaca
jendela sebuah hotel tersebut. Jadi rusaknya kaca jendela hotel
tersebut ada kesengajaan dengan sadar kepastian (keharusan)
sesuai dengan Pasal 406 KUHP.
c) Kesengajaan dengan sadar kemungkinan
Dalam hal ini ada kesengajaan tertentu yang semula
mungkin terjadi, kemudian benar-benar terjadi. Misalnya X
hendak membalas dendam kepada Z yang bertempat tinggal di
Horn. X mengirim roti atau kue tar yang dibubuhi racun
dengan maksud membunuh Z. X tahu dan sadar bahwa
kemungkinan istri Z yang tidak berdosa juga akan memakan
roti atau kue tersebut oleh karena itu kesengajaan dianggap
tertuju pula pada matinya istri Z. dalam batin X, kematian
tersebut tidak menjadikan persoalan baginya. Jadi dalam kasus
tersebut diatas ada kesengajaan sebagai tujuan terhadap
matinya Z dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan
terhadap kematian istri Z (Soedarto: 17-18).
Penggolongan kesengajaan lainnya adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
a) Kesengajaan berwarna
Bahwa kesengajaan disini berarti sengaja melakukan
perbuatan, jadi untuk adanya kesengajaan pembuat perlu
menyadari perbuatannya yang dilarang.
b) Kesengajaan tidak berwarna
Bahwa untuk adanya kesengajaan tidak berwarna
cukup bila pembuat menghendaki perbuatan yang dilarang
tetapi tidak perlu tahu bahwa perbuatan itu bersifat melawan
hukum.
Disamping teori-teori kesengajaan diatas ada beberapa
teori yang menjelaskan macam-macam sengaja yaitu :
a) Dolus Generalis
Kesengajaan di tujukan orang banyak.
b) Dolus Indirectus
Perbuatan yang dilakukan secara tidak langsung .
c) Dolus Directus
Perbuatan yang dilakukan secara langsung
d) Dolus Determinatus
Sengaja yang ditujukan pada tujuan-tujuan tertentu
e) Dolus Alternatives
Kesengajaan yang ditujukan dengan memiliki akibat tertentu
f) Dolus Premeditatus
Kesengajaan yang direncanakan
d. Tindak Pidana Ringan
1) Perkara yang termasuk Tipiring (Pasal 205 Ayat (1)KUHAP):
a) Perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 7500 (tujuh ribu lima ratus rupiah);dan
b) Penghinaan ringan, kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2
Bagian ini (Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran lalu
lintas) (Pasal 205 Ayat (1)KUHAP)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
c) Terhadap perkara yang diancam pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda lebih dari Rp 7500, juga termasuk
wewenang pemeriksaan Tipiring (SEMA No. 18 Tahun 1983)
Catatan: untuk menentukan suatu perkara termasuk Tipiring atau
bukan, dilihat Ancaman Hukuman yang diatur dalam bunyi
Pasal tersebut.
2) Dasar Hukum Pemeriksaan Tipiring
a) Dasar Hukum diatur dalam Bab Keenam Paragraf 1 Pasal
205-210 KUHAP;
b) Bagian Kesatu (Panggilan dan dakwaan), Bagian Kedua
(Memutus sengketa wewenang mengadili), dan Bagian Ketiga
Acara Pemeriksaan Biasa)Bab XVI sepanjang tidak
pertentangan dengan paragraf 1 diatas;
c) Pasal-pasal dalam KUHP yang memuat ancaman pidana
penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500 (tujuh ribu lima ratus
rupiah), Pasal 205 Ayat (1) KUHP;
d) Peraturan daerah atau peraturan perundang-undangan
lainnya yang termasuk wewenang tipiring berdasarkan KUHAP jo
SEMA No 18 Tahun 1983; SEMA No. 9 Tahun 1983: sifat
“cepat” itu menghendaki agar perkara tidak sampai tertunggak,
di samping itu situasi serta kondisi masyarakat belum
memungkinkan apabila untuk semua perkara Tipiring
terdakwa diwajibkan hadir pada waktu putusan diucapkan,
maka perkara-perkara cepat (baik Tipiring maupun Lantas)
dapat diputus diluar hadirnya Terdakwa (verstek) dan “pasal
214 KUHAP” berlaku untuk semua perkara yang diperiksa
dengan Acara Cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
H. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Skematik Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Suatu perkara yang ada di dalam pada Pengadilan Negeri daat
diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat dan
pemeriksaan cepat. Selanjutnya dalam pemeriksaan cepat dibagi kedalam
dua perkara yaitu dalam pemeriksaan tindak pidana ringan (Pasal 205 –
210) dan pemeriksaan perkara lalu lintas jalan.
Pada penelitian ini sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri
Boyolali No. 08/TPR/2010/PN.Bi yaitu mengenai pemeriksaan tindak
PERKARA PENGADILAN NEGERI
Acara Pemeriksaan Cepat
Pasal 205 – 216 KUHP
Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Pasal 205 – 210 KUHP
PUTUSAN Nomor : 08/TPR/2010/PN.Bi
Tidak Ada Kasasi Ps. 205 ayat 3
Ada Kasasi Dalam Kasus Pidana Perampasan Kemerdekaan
Ps. 205 ayat 3
Mahkamah Agung (MA)
Acara Pemeriksaan Singkat Pasal 203 – 204 KUHP
Acara Pemeriksaan Biasa Pasal 152 - 202 KUHP
Acara Pemeriksaan Perkara Lalu Lintas Jalan
Pasal 210 – 216 KUHP
ADA TIDAK ADA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
pidana ringan yaitu melakukan penjualan minuman keras tanpa surat ijin
yang dilakukan oleh terdakwa.
Pada kasus diatas terdakwa diperiksa dengan acara pemeriksaan
cepat masuk dalam ketegori tindak pidana ringan. Sehingga putusan
Pengadilan Boyolali memiliki sifat putusan merupakan “putusan tingkat
pertama dan tingkat terakhir” sesuai dengan Pasal 205 ayat (3), yang
menegaskan antara lain: ”pengadilan mengadili dengan hakim tunggal
pada tingkat pertama dan terakhir “, yang berarti :
a. Putusan pengadilan negeri bersifat putusan ” tingkat terakhir “
b. Karena itu putusan tersebut tidak dapat diajukan permintaan banding.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Diskripsi Kasus Tindak Pidana Ringan (TPR)
a. Posisi Kasus
Terdakwa (Suratno) melakukan penjualan minuman keras tanpa ada
Surat Ijin dari yang berwenang di Toko milik terdakwa di Dukuh
Manggung Rt. 02/III Desa Manggung Kec. Ngemplak Kab. Boyolali
pada saat pemeriksaan telah ditemukan barang bukti berupa 38 (tiga
puluh delapan) botol minuman keras jenis Anggur Merah dan 2 (dua)
botol minuman keras jenis Anggur Putih yang berada di dalam dos.
b. Identitas terdakwa
Dalam pemeriksaan cepat perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring)
dengan terdakwa sebagai berikut :
Nama Lengkap : Suratno
Tempat Lahir : Boyolali
Tanggal Lahir/Umur : 17 Maret 1975/35 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Dukuh Manggung Rt. 02/III Desa
Manggung Kec. Ngemplak Kab. Boyolali
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
c. Amar Putusan
Pengadilan Negeri Boyolali telah menjatuhkan putusan dalam perkara
terdakwa Suratno,
Pengadilan Negeri tersebut;
Telah mendengar Surat Dakwaan;
Telah mendengar keterangan para Saksi;.
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Telah mendengar keterangan Terdakwa;
Telah memperhatikan barang bukti dalam perkara ini;
Menginggat Pasal : 20 Perda Nomor 22 Tahun 2001 serta undang-
undang yang bersangkutan.
MENGADILI
1. Menyatakan terdakwa Suratno terbukti secara sah dan
menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menjual
minuman keras tanpa surat Ijin dari Instansi yang berwenang.”
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan
pidana kurungan selama 3 (tiga) hari atau denda Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah).
3. Memerintahkan pidana tersebut tidak perlu dijalani, kecuali kalau
dikemudian hari dengan putusan Hakim yang berkekuatan hukum
tetap diberikan perintah lain dengan alasan bahwa terpidana
sebelum percobaan selama 2 (dua) bulan berakhir telah bersalah
melakukan suatu tindak pidana.
4. Memerintahkan agar barang bukti berupa :
- 38 (tiga pulub delapan) botol minuman keras jenis Anggur
merah dan
- 2 (dua) botol minuman keras jenis Anggur Putih dirampas oleh
Negara untuk dimusnahkan;
5. Membebankan keadaan terdakwa untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu rupiah).
B. Pembahasan
1. Penerapan Acara Pemeriksaan Cepat Dalam Putusan Tindak Pidana
Ringan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI
Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam bagian keenam
Bab XVI KUHAP. Istilah yang dipakai HIR ialah PERKARA ROL.
Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan
cepat dengan kekecualian tertentu, hal ini berdasarkan Pasal 210 KUHAP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
yang menyatakan bahwa ” ketentuan dalam Bagian kesatu, Bagian kedua,
dan Bagian ketiga ini ( bab 16) tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak
bertentangan dengan paragraf ini “.
Pemeriksaan cepat dalam perkara pidana dengan putusan No.
08/TPR/2010/PN/BI, termasuk kategori acara pemeriksaan tindak pidana
ringan, termasuk delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan
paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak – banyaknya tujuh ribu
lima ratus dan penghinaan ringan
a. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Undang – undang tidak menjelaskan mengenai tindak pidana
yang termasuk dalam pemeriksaan secara ringan, melainkan hanya
menentukan ”patokan” dari segi ancamannya. Jadi, untuk menentukan
suatu tindak pidana diperiksa dengan acara ringan bertitik tolak dari
ancaman tindak pidana yang didakwakan. Adapun ancaman pidana
yang menjadi ukuran acara pemeriksaan tindak pidana ringan diatur
dalam Pasal 205 ayat (1) yakni :
1) tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan
penjara atau kurungan, atau
2) denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500,00, dan
3) penghinaan ringan yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP
Ancaman hukuman penghinaan ringan yang dirumuskan dalam
Pasal 315 KUHP adalah paling lama 4 bulan, Namun, Penghinaan
ringan tetap termasuk ke dalam kelompok perkara yang diperiksa
dengan acara pidana ringan, hal ini merupakan pengecualian dari
ketentuan dalam Pasal 205 ayat (1). Hal ini dapat dilihat dalam
Penjelasan Pasal 205 ayat (1) yang menyebutkan; Tindak Pidana
ringan ikut digolongkan perkara yang diperiksa dengan acara pidana
ringan karena sifatnya ringan sekalipun ancaman pidana paling empat
bulan.
Dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, Pengadilan
Negeri menentukan hari-hari tertentu yang khusus untuk melayani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
pemeriksaan tindak pidana ringan. Mengenai hal ini diatur dalam Pasal
206 KUHAP yakni hari tertentu dalam tujuh hari, hari – hari tersebut
diberitahukan pengadilan kepada penyidik supaya mengetahui dan
dapat mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan.
Penetapan hari ini dimaksudkan agar pemeriksaan dan penyelesaian
tidak mengalami hambatan.
b. Tata Cara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Pada pemeriksaan tindak pidana ringan Penyidik langsung
menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru
bahasa ke pengadilan atas kuasa penuntut umum. Pelimpahan yang
demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan umum yang
mengharuskan penyidik melimpahkan hasil pemeriksaan penyidikan
kepada penuntut umum, dan untuk seterusnya penuntut umum yang
berwenang melimpahkan ke pengadilan dalam kedudukannya sebagai
aparat penuntut.
Dengan adanya Pasal 205 ayat (2) KUHAP, prosedur
ketentuan umum ini dikesampingkan dalam perkara pemeriksaan
tindak pidana ringan. Dengan kata lain, Penyidik mengambil alih
wewenang penuntut umum, atau wewenang penuntut sebagai aparat
penuntut umum dilimpahkan undang-undang kepada penyidik.
Pelimpahan ini adalah ” Demi Hukum “, yang ditegaskan dalam
penjelasan Pasal 205 ayat (2) alinea 1; ” yang dimaksud dengan ‘atas
kuasa‘ dari penuntut umum kepada penyidik adalah demi hukum “.
Oleh karena itu pelimpahan ini berdasar ketentuan undang – undang,
dengan demikian penyidik dalam hal ini bertindak atas ” kuasa
undang-undang ” dan tidak memerlukan surat kuasa khusus lagi dari
penuntut umum. Namun hal ini tidak mengurangi hak penuntut umum
untuk menghadiri pemeriksaan sidang, berdasar penjelasan Pasal 205
ayat (2) alinea 2 ; ” dalam hal penuntut umum hadir, tidak mengurangi
nilai atas kuasa tersebut “.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Dengan kata lain, tidak ada larangan oleh undang-undang
penuntut umum menghadiri proses pemeriksaan, namun kehadirannya
tidak mempunyai arti apa-apa, seperti pengunjung biasa tanpa
wewenang apapun mencampuri jalannya pemeriksaan. Pasal 315
KUHP dalam pemeriksaan cepat diadili oleh Hakim Pengadilan Negeri
dengan tanpa ada kewajiban dari Penuntut Umum untuk
menghadirinya kecuali bilamana sebelumnya Penuntut Umum
menyatakan keinginannya untuk hadir pada sidang itu. Jadi pada
pokoknya yang dimaksud perkara-perkara semacam tersebut diatas
ialah antara lain perkara-perkara pelanggaran Lalu Lintas, Pencurian
Ringan (Pasal 364 KUHP), Penggelapan Ringan (Pasal 373 KUHP),
Penadahan Ringan (Pasal 482 KUHP), dan sebagainya.
Pasal 205 ayat (2) menegaskan dalam waktu tiga hari,
terhitung sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat oleh penyidik,
maka terdakwa, barang bukti, saksi ahli, dan juru bahasa dihadapkan
ke pengadilan. Berdasarkan Pasal 146 ayat (2) dan penjelasan Pasal
152 ayat (2); menegaskan bahwa panggilan terhadap terdakwa dan
saksi harus diterima dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 3 hari
sebelum sidang dimulai. Dengan demikian tenggang waktu
menghadapkan terdakwa dan saksi yang disebut dalam Pasal 205 ayat
(2) adalah batas minimum. Penyidik tidak dibenarkan menghadapkan
terdakwa dan saksi dalam pemeriksaan dengan acara tindak pidana
ringan kurang dari 3 hari sebelum sidang dimulai. Menghadapkan
terdakwa dan saksi dalam waktu 1 atau 2 hari sebelum sidang dimulai,
adalah bertentangan dengan jiwa yang terkandung dalam ketiga pasal
diatas { Pasal 205 ayat (2), jo Pasal 146 ayat (2), jo penjelasan Pasal
152 ayat (2).
Dalam Pasal 207 ayat (1) huruf b, ditegaskan bahwa semua
perkara tindak pidana ringan yang diterima pengadilan hari itu, segera
disidangkan pada hari itu juga. Ketentuan ini bersifat imperatif, karena
dalam ketentuan ini terdapat kalimat ”harus segera” disidangkan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
hari itu. Akan tetapi, dalam pasal ini tidak menyebut sanksi dan tidak
mengatur tata cara penyelesaian tindak pidana ringan yang tidak
disidangkan atau yang kebetulan tidak dapat disidangkan pada hari itu
juga.
Dalam hal kemungkinan tindak pidana ringan tidak dapat
disidangkan pada hari itu juga, terdapat dua alternatif yang dapat
ditempuh, yakni :
1) Perkara lengkap dan memenuhi syarat formal, maka hakim harus
melaksanakan ketentuan Pasal 207 ayat (1) huruf b, hakim harus
menyidangkan pada hari itu juga, jika tidak maka kelalaian ini
menjadi kesalahan dan tanggung jawab hakim. Dalam hal seperti
ini hakim tidak dibenarkan mengembalikan berkas perkara kepada
penyidik. Meskipun dengan alasan ketidakcukupan waktu. Hal
yang dapat dilakukan oleh hakim adalah adalah ” mengundurkan ”
atau ” menunda ” pemeriksaan secara resmi di sidang pengadilan,
dan memerintahkan terdakwa dan saksi untuk menghadap pada
hari sidang yang akan datang, walaupun cara ini sangat
bertentangan dengan jiwa dan tujuan lembaga acara pemeriksaan
tindak pidana ringan, yang harus diperiksa dan diputus dengan
acara cepat.
2) Perkaranya tidak lengkap dan tidak memenuhi syarat formal,
misalnya terdakwa dan saksi – saksi tidak lengkap atau panggilan
tidak sah, maka; (i) tanggungjawab berkas selama belum diregister
masih tetap berada ditangan penyidik, (ii) untuk selanjutnya
diajukan pada hari sidang yang akan datang.
3) Jika terdakwa tidak hadir tanpa alasan yang sah, putusan
dijatuhkan secara verstek; berdasarkan Pasal 214 ayat (2)7.
Demikian penggarisan SEMA No. 9/1985
4) Jika saksi tidak hadir, tidak menghalangi pemeriksaan dan putusan
dijatuhkan, keterangan saksi cukup dibacakan (sejalan dengan jiwa
Pasal 2088 KUHAP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Mengenai cara pemberitahuan sidang kepada terdakwa diatur
dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a, yakni dilakukan :
1) Dengan pemberitahuan secara tertulis
2) Pemberitahuan tertulis itu memuat tentang: hari, tanggal, jam, dan
tempat sidang pengadilan
3) Catatan pemberitahuan bersama berkas dikirim ke pengadilan.
Hal ini berarti catatan pemberitahuan sidang dan berita acara
pemeriksaan penyidik disatukan sebagai berkas yang dikirimkan ke
pengadilan. Pemberitahuan dimaksudkan agar terdakwa dapat
memenuhi kewajiban untuk datang ke sidang pengadilan pada hari,
tanggal, jam, dan tempat yang ditentukan. Sedangkan mengenai cara
pemanggilan saksi atau ahli yang tidak disebutkan dalam pasal ini,
menurut Yahya Harahap berpedoman pada Pasal 145 ayat (1), jo Pasal
146 ayat (2) yang berarti pemanggilan saksi atau ahli berlaku aturan
umum tentang tata cara pemanggilan menghadap ke sidang pengadilan
sebagaimana yang diatur dalam bagian kesatu Bab XVI.
Setelah pengadilan menerima perkara dengan acara
pemeriksaan tindak pidana ringan, hakim yang bertugas memeriksa
perkara memerintahkan panitera mencatat dalam buku register.
Berdasarkan penjelasan Pasal 207 ayat (2) huruf a KUHAP; ” oleh
karena penyelesaiannya yang cepat maka perkara yang diadili menurut
acara pemeriksaan cepat sekaligus dimuat dalam buku register dengan
masing – masing diberi nomor untuk dapat diselesaikan secara
berurutan “, maka untuk perkara-perkara yang tidak dapat disidangkan
pada hari itu juga karena alasan perkaranya belum memenuhi syarat
formal atau perkaranya tidak lengkap, sebaiknya jangan di register
agar dapat dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi. Akan
tetapi, jika menganut pandangan yang memperbolehkan pemeriksaan
tindak pidana ringan dapat diputus dengan verstek (pemeriksaan acara
tindak pidana ringan dapat diputus di luar hadirnya terdakwa ), maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
bisa langsung di register, karena hadir atau tidaknya terdakwa
perkaranya dapat diputus.
Register tindak pidana ringan berdasarkan pada Pasal 61
Undang-undang No.2 Tahun 1986, tentang Peradilan Umum),
kemudian sesuai dengan Pasal 207 ayat (2) huruf b KUHAP, buku
register perkara dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan memuat
: nama lengkap, tempat lahir, umur ( tanggal lahir ), jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan terdakwa, tindak pidana
yang didakwakan. Karenanya pengajuan dan pemeriksaan perkara
dengan cara tindak pidana ringan tanpa surat dakwaan, dalam hal ini
surat dakwaan dianggap tercakup dalam catatan buku register. Alasan
pembuat undang – undang mencukupkan register sebagai pengganti
surat dakwaan, dapat dibaca dalam penjelasan Pasal 207 ayat (2) huruf
b yang berbunyi ; ”ketentuan ini memberikan kepastian di dalam
mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak
diperlakukan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum seperti
untuk pemeriksaan dengan acara biasa, melainkan tindak pidana yang
didakwakan cukup ditulis dalam buku register tersebut pada huruf a “
Untuk pemeriksaan dengan acara biasa Pengadilan mengadili
dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali
dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat
minta banding {Pasal 205 ayat (3) KUHAP}. Hal ini berarti jika tidak
dijatuhkan pidana penjara atau kurungan, maka terpidana tidak dapat
melakukan upaya hukum berikutnya yakni banding. Selain itu, saksi
dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan
sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208
KUHAP )
Pasal 209 ayat (2) KUHAP menyebutkan : ”Berita acara
pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan
tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara
pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.” Dengan demikian panitera
tidak diwajibkan membuat berita acara sidang. Pemeriksaan di sidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
pengadilan dilakukan tanpa membuat berita acara sidang. Hal ini
mungkin didasarkan pada tata cara pemeriksaan yang sifatnya adalah
cepat atau expedited procedure, disamping perkaranya hanya tindak
pidana ringan.
Putusan dalam acara tindak pidana ringan tidak dibuat secara
khusus dan tersendiri seperti putusan perkara dengan acara biasa.
Putusan tersebut tidak dicatat dan disatukan dalam berita acara sidang
seperti yang berlaku dalam perkara pemeriksaan dengan acara singkat.
Putusannya cukup berupa bentuk ‘catatan‘, yang sekaligus berisi amar
putusan berbentuk ”catatan dalam daftar catatan perkara“. Adapun tata
cara membuat putusan, a.n :
1) Hakim mencatat putusan dalam daftar catatan putusan, ini berarti
dalam berkas perkara yang dikirimkan penyidik, telah tersedia
daftar catatan perkara. Dalam daftar catatan itulah isi putusan
dimuat, berupa catatan bunyi amar yang dijatuhkan
2) Panitera memuat catatan putusan dalam buku register, oleh panitera
catatan putusan hakim yang dicatat dalam daftar catatan perkara,
dicatat dalam buku register
3) Pencatatan putusan dalam buku register ditandatangani oleh hakim
dan panitera,
Menurut penjelasan Pasal 209, pembuat undang-undang
sengaja mengatur pembuatan berita acara dan bentuk putusan
sedemikian rupa dalam pemeriksaan perkara dengan acara tindak
pidana ringan, dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian perkara.
Penjelasan ini pula memperingatkan agar jangan sampai mengurangi
‘ketelitian‘ hakim memeriksa dan memutus perkara yang diperiksa
dengan acara tindak pidana ringan.
Sedangkan mengenai sifat putusan dalam acara ini, disebutkan
dalam Pasal 205 ayat (3), yang menegaskan antara lain: ” pengadilan
mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir “,
yang berarti :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
1) Putusan pengadilan negeri bersifat putusan ” tingkat terakhir “
2) Karena itu putusan tersebut tidak dapat diajukan permintaan
banding.
Oleh karena sifat putusan merupakan putusan tingkat pertama
dan tingkat terakhir maka :
1) Upaya hukum banding dengan sendirinya tertutup
2) Upaya hukum yang dapat ditempuh terdakwamengajukan kasasi
kepada Mahkamah Agung, sebagai instansi yang berwenang
memeriksa perkara putusan pidana yang dijatuhkan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan lain selain Mahkamah Agung
Namun sifat diatas tidak mencakup semua putusan, sesuai
dengan ketentuan Pasal 205 ayat (3): dalam hal dijatuhkan ” pidana
perampasan kemerdekaan“, terdakwa dapat meminta banding, dengan
demikian UU membedakan dua putusan dalam acara pemeriksaan
tindak pidana ringan dalam dua kelompok ;
1) Putusan yang bersifat tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat
diajukan permintaan banding; putusan yang bukan perampasan
kemerdekaan, misalnya hanya berupa denda, maka tidak
diperkenankan mengajukan banding, upaya hukum yang dapat
ditempuh adalah kasasi.
2) Putusan yang tidak bersifat tingkat pertama dan terakhir dan dapat
diminta banding; putusan yang berupa perampasan kemerdekaan.
c. Prosedur Pemeriksaaan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) di pengadilan
Negeri Boyolali
Prosedur pemeriksaan tindak pidana ringan di pengadilan
negeri sebagai berikut :
1) Penyidik atas kuasa Penuntut Umum, dalam waktu 3 (tiga) hari
sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan
Terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke
Sidang pengadilan (Pasal 295 Ayat (2) KUHAP);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
2) Jaksa Penuntut Umum dapat hadir di persidangan dengan
sebelumnya menyatakan keingiannya untuk hadir pada sidang
(Pedoman Pelaksanaan Tugas Administrasi Pengadilan Buku II,
Cetakan Ke-5, MA RI,2004);
3) Pengadilan mengadili dengan Hakim Tunggal, pada tingkat
pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana
perampasan kemerdekaan terdakwa dapat banding (Pasal 296 Ayat
(3) KUHAP);
4) Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk
mengadili perkara dengan acara pemeriksaan Tipiring (Pasal 206
KUHAP);-cat: Jadi ditetapkan oleh KPN, salah satu hari yang
khusus ditunjuk sebagai hari dilaksanakannya pemeriksaan
Tipiring.
5) Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada Terdakwa tentang
hari, tanggal, jam, dan tempat ia harus menghadap sidang
pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik,
selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke Pengadilan (Pasal
207 Ayat (1) poin a KUHAP);
6) Perkara Tipiring yang diterima harus disidangkan pada hari sidang
itu juga (Pasal 207 Ayat (1) poin b KUHAP);
7) Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam
buku register semua perkara yang diterimanya, dengan memuat
nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, termpat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta
apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 207 ayat (2) poin a dan b
KUHAP);
8) Perkara Tipiring dicatat dalam Register Induk khusus untuk itu-
Pasal 61 UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Register
Perkara Cepat terdiri dari Tipiring dan Lantas.
9) Saksi tidak disumpah/janji, kecuali hakim menganggap perlu
(Pasal 208 KUHAP);
Selanjutnya Tidak dibuatkan Surat Putusan secara tersendiri,
melainkan dicatat dalam daftar catatan perkara kemudian panitera
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
mencatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim dan
panitera ybs. (Pasal 209 Ayat (1) KUHAP);
Putusan dijatuhkan pada hari yang sama dengan hari
diperiksanya perkara itu juga, toleransi penundaan dapat dilakukan
apabila ada permohonan dari Terdakwa; Putusan pemidanaan dapat
dijatuhkan cukup dengan keyakinan hakim yang didukung satu alat
bukti yang sah (Penjelasan Pasal 184 KUHAP).
Bagan pemeriksaan cepat yang dilakukan di Pengadilan
Negeri Boyolali sesuai dengan keterangan Sri Indah Rahmawati, S.H
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3. Urutan Acara Pemeriksaan Cepat
Di Pengadilan Negeri Boyolali
HAKIM Membuka Acara Pemeriksaan Cepat
PENYIDIK Membaca Uraian Singkat Perkara
TERDAKWA ditanya oleh hakim benar atau tidak
perkara
Barang Bukti Dicocokkan
PUTUSAN Pemeriksaan Cepat Perkara Tindak
Perkara Ringan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Keterangan :
1. Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum; 2. Terdakwa dipanggil masuk, lalu diperiksa identitasnya; 3. Beritahukan / Jelaskan perbuatan pidana yang didakwakan kepada
terdakwa dan pasal undang- undang yang dilanggarnya; ( dapat dilihat dari bunyak surat pengantar pelimpahan perkara Penyidik)
4. Perlu ditanya apakah terdakwa ada Keberatan terhadap dakwaan ( maksudnya menyangkal atau tidak terhadap dakwaan tsb), jika ada, putuskan keberatan tersebut apakah diterima atau ditolak , dengan pertimbangan misalnya:”… oleh karena keberatan terdakwa tersebut sudah menyangkut pembuktian, maka keberatannya ditolak dan sidang dilanjutkan dengan pembuktian…”
5. Terdakwa disuruh pindah duduk, dan dilanjutkan dengan memeriksa saksi-saksi; Jika Hakim memandang perlu ( misal, karena terdakwa mungkir), maka sebaiknya saksi disumpah; Penyumpahan dapat dilakukan sebelum atau pun sesudah saksi memberikan keterangan.
6. Hakim memperlihatkan barang bukti (jika ada) kepada saksi dan terdakwa dan kemudian dilanjutkan dengan Pemeriksaan terdakwa;
7. Sesudah selesai, hakim memberitahukan ancaman pidana atas tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa; ( hal ini dilakukan karena tidak ada acara Requisitoir Penuntut Umum)
8. Hakim harus memberi kesempatan bagi terdakwa untuk mengajukan pembelaan ( atau permintaan) sebelum menjatuhkan putusan;
9. Hakim menjatuhkan putusannya. Jika terbukti bersalah, rumusannya tetap berbunyi: “…terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana…”. Jika dihukum denda, maka biasanya juga dicantumkan subsidernya atau hukuman pengganti apabila denda tidak dibayar ( bentuknya pidana kurungan). (wawancara tanggal 24 Maret 2011)
Dari hasil wawancara hakim Sri Indah Rahmawati, S.H dapat
diungkapkan proses pemeriksaan acara cepat yang dilakukan di Pengadilan
Negeri Boyolali dengan Putusan No. 08/TPR/2010/PN.Bi. sebagai berikut :
”……..dalam pemeriksaan cepat semua terdakwa, saksi, penyidik, barang bukti ada, maka dapat dilangsungkan dengan pemeriksaan cepat, pada pokoknya hanya kesesuaian alat bukti, keterangan saksi, keterangan terdakwa. Pembuktiannya tidak susah dan tidak berbelit-belit seperti acara pemeriksaan biasa. Hal ini sesuai dengan dengan pasal 351-352 KUHAP.” (wawancara tanggal 24 Maret 2011)
Selanjutnya diungkapkan juga :
“…….selanjutnya jika semua sudah ada (saksi, bukti, terdakwa,penyidik) tinggal mencocokkan dengan alat bukti yang ada kemudian terdakwa ditanya benar atau tidak kemudian tinggal diputuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada.” (wawancara tanggal 24 Maret 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
2. Hambatan Yang Dialami Dalam Penerapan Acara Pemeriksaan
Cepat Terhadap Putusan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI
Mengingat Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan yang diatur
dalam Pasal 205 s/d Pasal 210 KUHAP termasuk dalam Bagian Keenam
mengenai Acara Pemeriksaan Cepat, sedang sifat "cepat" itu sendiri
menghendaki agar perkara tidak sampai tertunggak, di samping itu juga
mempertimbangkan situasi serta kondisi masyarakat.
Kondisi tersebut diatas memang sebagian komitmen dari
Pengadilan untuk menyelesaikan perkara-perkara tindak pidana ringan
(tipiring) untuk diselesaikan dengan pemeriksaan cepat yang dilakukan di
Pengadilan Negeri sehingga tidak ada perkara Tipiring yang menunggak.
Hambatan dalam pemeriksaan cepat perkara Tipiring khususnya
pada Putusan No. 08/TPR/2010/PN.Bi. berdasarkan keterangan dari hakim
Sri Indah Rahmawati, S.H yang menjadi hakim tunggal pada kasus
tersebut adalah :
“…….hambatan sebenarnya tidak ada, pada kasus itu dan kasus-kasus lain dalam pemeriksaan cepat berjalan lancar, akan tetapi kita juga harus mempertimbangkan beberapa hal yang berhubungan dengan kasus.” (wawancara tanggal 24 Maret 2011) Selanjutnya diungkapkan juga :
“……..sekali lagi mengenai hambatan tidak ada, namun dalam setiap kasus harus mempertimbangkan tentang kehidupan keluarga terdakwa, sosial masyarakat, dan pada kasus Tipiring ini adalah pemahaman Perda.” (wawancara tanggal 24 Maret 2011) Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan
bahwa secara nyata memang tidak ada hambatan pada pemeriksaan kasus
Tipiring ini tetapi yang menjadikan dasar pertimbangan hakim dalam
mengeluarkan putusan ini adalah kehidupan keluarga terdakwa, sosial
masyarakat, dan pada kasus Tipiring ini adalah pemahaman Perda
Peraturan daerah (PERDA) Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001
tentang larangan, pengawasan dan pengendalian minuman keras berbunyi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
“Dilarang memproduksi, memperdagangkan, mengedarkan, menyimpan, meoplos, menjamu, dan atau meminum,-minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 (dua) Peraturan daerah ini (PERDA). Larangan sebagaiman di maksud ayat 1 (satu).” Pasal ini, berlaku disetiap daerah (Pasal 3 Peraturan Daerah).
Minuman beralkohol sebagaimana dimaksud Pasal 5 Peraturan daerah ini,
hnya boleh diperjualbelikan di tempat tertentu dan harus dengan seijin
Bupati. empat tertentu sebagaimana dimaksud ayat 1 (satu) Pasal ini,
dilarang berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, rumah sakit,
tempat umum dan okasi lainnya yang ditetapkan Bupati (Pasal 6 Peraturan
Daerah).
Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001
tentang larangan, pengawasan, dan pengendalian minuman keras, juga
terdapat sanksi bagi masyarakat yang pelanggarnya yaitu sebagai berikut:
“Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 3 dan Pasal 5 Peraturan daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 6 (bulan) atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,-(lima juta rupiah).” Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) Pasal ini
adalah pelanggaran. Tanpa mengurangi ketentuan ancaman pidana
sebagaimana dimaksud ayat 1 (satu). Pasal ini, dapat dikenakan sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainya (Pasal 8 Peraturan
daerah).
Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001
tentang larangan, pengawasan, dan pengendalian minuman keras inilah
yang menjadi dasar pertimbangan dalam mengambil putusan No.
08/TPR/2010/PN.Bi yang melibatkan Suratno sebagai terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pemeriksaan cepat dalam perkara pidana dengan putusan No.
08/TPR/2010/PN/Bi.tTermasuk kategori acara pemeriksaan tindak pidana
ringan, termasuk delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan
paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak – banyaknya tujuh ribu lima
ratus dan penghinaan ringan.
1. Penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan
Nomor : 08/TPR/2010/PN BI.
Pemeriksaan cepat semua terdakwa, saksi, penyidik, barang bukti ada,
maka dapat dilangsungkan dengan pemeriksaan cepat, pada pokoknya
hanya kesesuaian alat bukti, keterangan saksi, keterangan terdakwa.
Pembuktiannya tidak susah dan tidak berbelit-belit seperti acara
pemeriksaan biasa. Hal ini sesuai dengan dengan pasal 351-352 KUHAP.
selanjutnya jika semua sudah ada (saksi, bukti, terdakwa, penyidik) tinggal
mencocokkan dengan alat bukti yang ada kemudian terdakwa ditanya
benar atau tidak kemudian tinggal diputuskan berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan yang ada.
2. Hambatan dalam acara pemeriksaan cepat terhadap putusn nomor :
08/TPR/2010/PN BI
Secara nyata memang tidak ada hambatan pada pemeriksaan kasus
Tipiring ini tetapi yang menjadikan dasar pertimbangan hakim dalam
mengeluarkan putusan ini adalah kehidupan keluarga terdakwa, sosial
masyarakat, dan pada kasus Tipiring ini adalah pemahaman Perda
Peraturan daerah (PERDA) Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001
tentang larangan, pengawasan dan pengendalian minuman keras.
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
B. Saran
Dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Hendaknya hakim yang melakukan pemeriksaan cepat selalu
meningkatkan pengetahuan terutama masalah yang berhubungan dengan
sosial masyarakat yang komplek sehingga pertimbangan hakim dapat
mendekati kebenaran.
2. Hendaknya dalam pelaksanaan pemeriksaan cepat tetap berlandaskan asas
dan prinsip proses peradilan cepat, murah, dan efisien namun juga harus
berpegangan pada rasa keadilan yang hidup di masyarakat, yang
seharusnya dijunjung tinggi.