Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
1
Tinjauan Kebijakan MoneterJanuari 2012
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan
oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG)
pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus,
September, dan November. Laporan ini dimaksudkan sebagai
media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi
moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian
Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang
dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara
triwulanan pada setiap bulan April, Juli, Oktober dan Desember.
Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan
terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama
bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang
ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution Gubernur
Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur
Budi Mulya Deputi Gubernur
Halim Alamsyah Deputi Gubernur
Ronald Waas Deputi Gubernur
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
2
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter .....................................................3
II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ......................................6
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ......................................................6
Neraca Pembayaran Indonesia ........................................................11
Inflasi ..............................................................................................11
Nilai Tukar Rupiah ...........................................................................14
Perkembangan Sektor Keuangan ...................................................15
Suku Bunga .................................................................................15
Dana, Kredit, dan Uang Beredar ..................................................17
Pasar Saham ................................................................................19
Pasar Surat Berharga Negara (SBN) ..............................................21
Pasar Reksadana ..........................................................................22
Kondisi Perbankan .......................................................................23
III. Respons Kebijakan Moneter .......................................................24
Boks : Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun 2011 ........25
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
3
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 Januari 2012 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,0%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih sejalan dengan pencapaian
sasaran inflasi ke depan, upaya menjaga stabilitas sistem keuangan serta
tetap kondusif dalam mendukung ekspansi ekonomi domestik di tengah
ketidakpastian perekonomian global. Selama tahun 2011, perekonomian
Indonesia menunjukkan kinerja yang menggembirakan dengan tingkat
inflasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, nilai
tukar Rupiah yang stabil, dan stabilitas sistem keuangan yang terjaga.
Pencapaian tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh
Bank Indonesia dan Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia akan terus
mewaspadai risiko memburuknya perekonomian global. Di sisi kebijakan,
Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial, serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Dewan
Gubernur meyakini bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial yang bersifat counter-cyclical sangat diperlukan dalam
pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan serta untuk membawa
inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5%±1% pada tahun 2012
dan 2013.
Dewan Gubernur mencatat bahwa kinerja ekonomi dan keuangan global masih terus melemah seiring masih berlarutnya krisis di Eropa. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan lebih rendah
dengan konsumsi di negera-negara maju cenderung stagnan dan tingkat
pengangguran yang tinggi. Hal ini berdampak pada menurunnya kinerja
ekspor negara-negara berkembang. Sementara itu, pasar keuangan global
masih bergejolak dengan berlarutnya penyelesaian krisis di Eropa sehingga
likuiditas di pasar keuangan masih cenderung ketat dengan risiko yang
meningkat. Selain itu, pasar keuangan global juga dibayangi ancaman
penurunan rating di sejumlah negara Eropa yang memicu munculnya
sentimen negatif. Di sisi harga, tekanan inflasi global cenderung menurun
seiring dengan tren penurunan harga komoditas internasional. Dengan
perkembangan tersebut, untuk mengantisipasi dampak melemahnya
ekonomi global di tengah inflasi yang cenderung mereda, respon kebijakan
moneter global cenderung akomodatif.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
4
Di sisi domestik, Dewan Gubernur meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 cukup kuat seiring dengan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2011 diprakirakan sebesar 6,5%,
didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih kuat
serta masih terjaganya kinerja ekspor meskipun sedikit melambat. Secara
keseluruhan tahun 2011, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan
mencapai 6,5%, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 6,1%. Dari
sisi produksi, sektor-sektor yang diperkirakan menjadi pendorong utama
pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri, sektor transportasi dan
komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun 2011 masih mencatat surplus yang cukup besar meski menghadapi tekanan pada semester II-2011. Tekanan tersebut terutama terjadi pada transaksi
modal dan finansial sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar
keuangan dan ekonomi global. Selain itu, transaksi berjalan pada triwulan
IV-2011 juga mulai mengalami tekanan sejalan dengan meningkatnya
impor di penghujung tahun. Dengan perkembangan tersebut, cadangan
devisa sampai dengan akhir Desember 2011 mencapai 110,1 miliar dolar
AS, atau setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri Pemerintah.
Nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 secara rata-rata mengalami apresiasi 3,56% dibandingkan rata-rata 2010. Tekanan depresiasi
terjadi pada semester kedua disebabkan oleh persepsi risiko yang
memburuk akibat krisis Eropa. Selain itu, tingginya permintaan valuta asing
untuk kebutuhan domestik, antara lain dengan meningkatnya kebutuhan
impor, juga turut memberikan tekanan depresiasi pada Rupiah di semester
kedua. Bank Indonesia telah menempuh berbagai langkah kebijakan untuk
membatasi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah sehingga tetap sejalan
dengan fundamental maupun daya saing mata uang di kawasan. Untuk
menjaga keseimbangan pasar domestik, Bank Indonesia terus memonitor
perkembangan nilai tukar Rupiah dan memastikan kecukupan likuiditas
Rupiah dan valas.
Inflasi tahun 2011 mencapai 3,79%, menurun tajam dibandingkan inflasi tahun 2010 (6,96%) sehingga sedikit lebih rendah dari sasarannya sebesar 5%±1% (yoy). Pencapaian tingkat inflasi yang
cukup rendah tersebut didukung oleh relatif stabilnya inflasi inti, rendahnya
inflasi bahan pangan, dan minimnya inflasi administered prices. Inflasi
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
5
inti yang stabil didukung oleh kebijakan moneter dan nilai tukar dalam
mengendalikan permintaan, tekanan inflasi dari barang impor, serta
ekspektasi inflasi. Di sisi lain, rendahnya inflasi bahan pangan didukung
oleh kebijakan Pemerintah dalam menjaga kecukupan pasokan dan
kelancaran distribusi serta stabilisasi harga pangan. Sementara itu,
kebijakan fiskal terkait subsidi energi berdampak pada minimnya inflasi
administered prices. Sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah
dalam meredam inflasi tersebut juga tidak terlepas dari koordinasi
yang semakin baik, yang antara lain dilakukan melalui forum TPI (Tim
Pengendalian Inflasi) dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah).
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang disertai terus membaiknya fungsi intermediasi perbankan. Didukung oleh berbagai
kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, industri perbankan semakin
solid, sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal
(CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8%
dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross
di bawah 5%. Sementara itu, intermediasi perbankan juga semakin
membaik, tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga akhir November
2011 mencapai 26,0% (yoy), di mana kredit investasi, modal kerja, dan
konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 36,0% (yoy), 22,2% (yoy), dan
26,0% (yoy).
Ke depan, Dewan Gubernur meyakini prospek ekonomi Indonesia masih cukup kuat walaupun di tengah ketidakpastian perekonomian global. Pada triwulan I-2012, pertumbuhan ekonomi
diprakirakan akan mencapai 6,5%, ditopang investasi dan konsumsi
rumah tangga yang tetap kuat. Peningkatan peringkat utang Indonesia
menjadi investment grade diharapkan akan semakin memperkuat
investasi ke depan. Sementara itu, ekspor diprakirakan tetap tumbuh
meskipun melambat sejalan dengan melemahnya ekonomi global. Secara
keseluruhan tahun 2012, pertumbuhan ekonomi domestik diprakirakan
pada kisaran 6,3%-6,7% dan akan terakselerasi ke kisaran 6,4%-6,8%
pada 2013 seiring membaiknya ekonomi global. Di sisi harga, Dewan
Gubernur memperkirakan inflasi pada 2012 dan 2013 akan tetap dapat
dikendalikan pada kisaran sasarannya, yaitu 4,5%±1%.
Dewan Gubernur akan terus mewaspadai beberapa faktor risiko terhadap keseimbangan ekonomi makro Indonesia, termasuk perkembangan ekonomi global yang masih diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi, terutama terkait dengan berlarut-
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
6
larutnya penyelesaian krisis di kawasan Eropa. Bank Indonesia akan
terus berupaya untuk mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam
mendorong kapasitas perekonomian, menjaga stabilitas pasar keuangan,
dan memitigasi dampak perlambatan ekonomi global, dengan senantiasa
menjangkar ekspektasi inflasi ke depan ke arah sasarannya. Ke depan,
Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui respon
kebijakan suku bunga, kebijakan nilai tukar, kebijakan makroprudensial
dalam rangka pengelolaan capital flows, kebijakan makroprudensial
dalam rangka pengelolaan likuiditas, dan koordinasi kebijakan bersama
Pemerintah.
II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaAkselerasi perekonomian Indonesia terus berlanjut pada tahun 2011. Pertumbuhan PDB tahun 2011 diprakirakan mencapai 6,5% (yoy),
meningkat dari 6,1% (yoy) pada tahun sebelumnya. Di sisi permintaan,
pertumbuhan didorong kuatnya permintaan eksternal (ekspor) dan
domestik. Tingginya kinerja ekspor ditopang oleh kenaikan harga
komoditas internasional, kuatnya permintaan ekspor komoditas primer,
serta diversifikasi pasar ekspor ke negara emerging markets. Sementara itu,
makin menguatnya permintaan domestik didukung oleh kinerja konsumsi
rumah tangga dan pemerintah yang positif seiring dengan terjaganya
daya beli masyarakat dan meningkatnya belanja Pemerintah. Dengan
meningkatnya permintaan domestik dan eksternal tersebut pertumbuhan
investasi masih tetap tinggi, terutama didukung oleh investasi asing
langsung (FDI). Merespons perkembangan tersebut, impor masih tumbuh
pada level yang tinggi namun lebih rendah dari tahun sebelumnya. Di sisi
penawaran, aktivitas domestik yang masih baik menjadi pendorong utama
kinerja sektoral pada tahun 2011. Kinerja sektor tradables diprakirakan
tumbuh tinggi terutama ditopang oleh sektor industri pengolahan.
Pada sektor non tradables, perbaikan pertumbuhan terjadi pada sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), sektor keuangan, persewaan, dan
jasa, serta sektor jasa-jasa. Grafik 2.1 Indeks Keyakinan Konsumen – SK BI
�������
��������������������������������������
����
����
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
���� ���� ����� � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� ���
�����������������������
�������������������������
���������������������������
����������
����������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
7
Konsumsi rumah tangga tahun 2011 tumbuh menguat dibandingkan tahun sebelumnya. Keyakinan konsumen yang tetap
tinggi mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Berdasarkan
Survei Konsumen BI, keyakinan konsumen terus menguat sepanjang tahun
2011, bahkan pada Desember mencapai level tertinggi sejak tahun 2009
dengan indeks sebesar 116,6 (Grafik 2.1). Perbaikan optimisme terutama
terjadi pada komponen keyakinan terhadap kondisi ekonomi saat ini.
Sejalan dengan perbaikan tersebut, ekspektasi terhadap perekonomian
enam bulan mendatang juga terus meningkat. Peningkatan konsumsi
rumah tangga juga didukung oleh inflasi dan tingkat suku bunga yang
cenderung rendah (Grafik 2.3) serta nilai tukar yang terjaga, meski
sedikit melemah pada akhir triwulan III. Sumbangan kredit konsumsi dan
pembiayaan konsumsi riil sebagai salah satu sumber pembiayaan konsumsi
tumbuh tinggi pada tahun 2011. Beberapa indikator dini juga mendukung
akselerasi konsumsi rumah tangga. Penjualan mobil dan sepeda motor
pada tahun 2011 tetap tumbuh tinggi, masing-masing mencapai rata-rata
16,4% dan 11,9%, meski melambat bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya (Grafik 2.2). Pada triwulan II dan awal triwulan IV 2011,
penjualan mobil sempat melambat akibat gangguan pasokan sebagai
imbas terjadinya bencana tsunami di Jepang dan banjir di Thailand.
Sementara itu, penjualan eceran terus mengalami peningkatan sejak awal
tahun yang disumbang oleh penjualan bahan makanan serta pakaian dan
perlengkapan (Grafik 2.4).
Konsumsi Pemerintah selama tahun 2011 tumbuh lebih baik.
Realisasi total belanja pemerintah sampai dengan akhir Desember 2011
mencapai 97,6%, lebih tinggi dari penyerapan tahun 2010 (92,5%).
Komponen konsumsi pemerintah yang daya serapnya paling tinggi adalah
belanja pegawai, subsidi, dan pembayaran bunga. Secara nominal, realisasi
belanja Pemerintah mencapai Rp1.289,6 triliun, lebih tinggi dibandingkan
tahun 2010 yang sebesar Rp1.042,1 triliun.
Kinerja investasi pada tahun 2011 diprakirakan masih tumbuh tinggi, meski sedikit melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sumber pertumbuhan investasi masih didominasi oleh
investasi bangunan diikuti oleh investasi mesin, alat angkut, dan lainnya
(Grafik 2.5). Investasi bangunan tumbuh relatif stabil (Grafik 2.6),
sedangkan investasi mesin mencatat pertumbuhan yang tinggi. Kinerja
investasi selama tahun 2011 didukung oleh kuatnya fundamental
perekonomian dan optimisme pelaku usaha dan dukungan sumber
Grafik 2.2 Pertumbuhan Penjualan Mobil dan Sepeda Motor
Grafik 2.4 Indeks Penjualan Eceran
Grafik 2.3 Suku Bunga Riil : Tabungan & Deposito
���
������������������
����
����
�
��
��
��
��
���
���
���� ���� ����
����������������������������������������������
� � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� ��
�������������������
��������������������������������������������
���������������������������
���� ���� ����
�
����
����
����
���
���
���
���
���
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �������
���
���
���
���
���
���
���
�
�����
������������
���
���
�
��
��
��
��
���
���
���
���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � ���
���
���
�
��
��
��
��
��
�����
�����������
����������������������������������������������������
�������������������������
����������������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
8
pembiayaan investasi. Kredit investasi mengalami pertumbuhan tertinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan jenis kredit lainnya. Sumber
pembiayaan investasi didominasi oleh modal sendiri dan penyisihan laba
yang memberikan kontribusi sebesar 65,2%.
Ekspor pada tahun 2011 tumbuh sebesar 16,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 14,9% (yoy). Tingginya pertumbuhan ekspor tersebut ditopang oleh meningkatnya
harga komoditas ekspor, kuatnya permintaan komoditas primer dan
diversifikasi pasar ekspor ke negara emerging markets. Kenaikan ekspor
terjadi pada ekspor nonmigas terutama komoditas industri seperti CPO
dan makanan olahan (Grafik 2.7). Ekspor sepanjang triwulan I hingga III
2011 meningkat cukup tinggi, meski mengalami perlambatan pada akhir
tahun 2011. Hal tersebut mengindikasikan masih terbatasnya dampak
rambatan krisis utang di Eropa dan permasalahan fiskal di AS terhadap
kinerja ekspor tahun 2011. Berdasarkan pangsanya, porsi ekspor terbesar
di tahun 2011 ditujukan ke China (12,3%) dan Jepang (11,4%), diikuti
oleh Amerika Serikat (9,7%) dan India (8,6%).
Impor selama tahun 2011 masih tumbuh pada level yang tinggi sebesar 14,5%, namun lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 17,3%. Perlambatan impor terjadi baik pada impor migas maupun
nonmigas (Grafik 2.8). Seluruh komponen impor nonmigas mengalami
perlambatan terutama pada impor barang konsumsi berupa durable goods
(kendaraan penumpang), diikuti oleh perlambatan impor barang modal
dan bahan baku. Meskipun tumbuh menguat pada semester I 2011,
impor memasuki semester II 2011 mulai melambat akibat perlambatan
investasi disertai merosotnya pasokan impor alat angkut karena gangguan
produksi di Jepang dan Thailand. Sementara itu, faktor yang menopang
masih tingginya pertumbuhan impor diantaranya adalah: (1) masih
kuatnya permintaan domestik dan ekspor, (2) apresiasi nilai tukar rupiah
yang mendorong relatif rendahnya harga barang impor untuk menunjang
bahan baku sektor industri. Berdasarkan strukturnya, negara pemasok
impor terbesar pada tahun 2011 masih bersumber dari China (18,6%) dan
Jepang (13,8%).
Dari sisi penawaran, pertumbuhan PDB sektoral tahun 2011 membaik dibandingkan tahun sebelumnya yang didukung oleh membaiknya aktivitas ekonomi domestik dan terbatasnya dampak perlambatan perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi yang
meningkat terutama didorong oleh kinerja sektor industri pengolahan Grafik 2.7 Ekspor Riil Migas & Non Migas
Grafik 2.5 Pertumbuhan Komponen Investasi
Grafik 2.6 PMTB Bangunan & Indikator
�����
������������
����������
��
�����������������������������
�����������������������������������
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ���
�����
�����������������������
��������������������������������������
����������������������
���������������������������������������������������������������������������������������������������
���������������������������������������
�����
������������
���������
���������
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ���
������
������
������
����
�����
�����
�����
�����
�����
���
���
���
�
��
��
��
��
���� ���� ���� ����
���
���
�
��
��
��
��
���
�����
�����
�������������
���������������
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
9
pada sektor tradables yang meningkat, di samping masih tingginya kinerja
sektor nontradables. Sektor industri pengolahan tumbuh 6,1%, meningkat
signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 4,5%. Akselerasi pertumbuhan
tersebut berasal dari meningkatnya pertumbuhan subsektor alat angkut,
subsektor makanan dan minuman, dan subsektor tekstil yang sekaligus
merupakan tiga subsektor terbesar. Pada sektor non tradables, kinerja
yang meningkat terjadi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran
(PHR), sektor keuangan, persewaan, dan jasa, serta sektor jasa-jasa.
Sektor PHR tumbuh meningkat menjadi 9,4% dari 8,7% sejalan dengan
meningkatnya konsumsi rumah tangga. Sektor keuangan, persewaan, dan
jasa tumbuh menjadi 7,0% dari 5,7% sejalan dengan pertumbuhan kredit
yang meningkat. Secara umum, sumber pertumbuhan ekonomi berasal
dari sektor industri pengolahan, sektor PHR, dan sektor pengangkutan dan
komunikasi.
Memasuki triwulan I 2012, PDB Indonesia diprakirakan tumbuh stabil pada level 6,5% (yoy). Pertumbuhan tersebut didukung oleh
ekspor dan konsumsi rumah tangga serta akselerasi investasi. Keyakinan
konsumen yang tetap kuat mendorong konsumsi rumah tangga untuk
tetap tumbuh kuat. Keyakinan konsumen yang kuat tersebut seiring
dengan meningkatnya ekspektasi penghasilan serta membaiknya
upah. Realisasi belanja Pemerintah diprakirakan tumbuh lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya sesuai pola historisnya. Investasi
diperkirakan tumbuh meningkat, baik di sektor bangunan dan non
bangunan, sejalan dengan kuatnya fundamental perekonomian dan
optimisme para pelaku usaha, serta percepatan proyek infrastruktur.
Peringkat investment grade juga menjadi faktor positif bagi peningkatan
investasi di Indonesia. Di sisi eksternal, meningkatnya risiko ketidakpastian
global yang menurunkan daya serap negara mitra dagang utama
diperkirakan mulai berdampak pada kinerja ekspor. Namun, dampaknya
diprakirakan masih terbatas seiring dengan diversifikasi pasar ke negara
emerging markets yang kinerjanya masih baik. Impor diprakirakan
tumbuh tinggi walau melambat seiring dengan masih kuatnya permintaan
domestik.
Grafik 2.8 Impor Riil Migas & Non Migas
����� �����
���
���
���
�
��
��
��
��
��������
�������������
���������������
���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��
����
���
�
��
���
���
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
10
Secara sektoral, kegiatan ekonomi pada triwulan I 2012 diprakirakan masih tumbuh relatif tinggi. Di sektor pertanian,
membaiknya kondisi cuaca serta rencana pencetakan sawah baru
dan perbaikan infrastruktur pertanian oleh Pemerintah diperkirakan
dapat mendorong sektor pertanian tumbuh relatif tinggi. Dari sektor
pertambangan, pulihnya produksi tembaga dan emas oleh Freeport serta
mulai berproduksinya empat Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas
diperkirakan akan mendorong pertumbuhan di sektor pertambangan.
Selain itu di sektor industri, pertumbuhan akan didorong oleh membaiknya
industri alat angkut pascabanjir Thailand dan peningkatan produksi
semen untuk melayani pertumbuhan sektor bangunan yang meningkat.
Perlambatan ekonomi global diperkirakan akan berdampak pada sektor
industri, meski dampaknya relatif terbatas.
Tabel 2.1Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Komponen
Konsumsi Rumah TanggaKonsumsi PemerintahPembentukan Modal Tetap Domestik BrutoEkspor Barang dan JasaImpor Barang dan JasaPDB
4,6 4,5 4,6 4,8 4,9 4,7 4,8 4,7 - 5,1 4,7 - 5,1 0,3 2,8 4,5 2,5 6,9 4,5 3,6 7,4 - 7,8 4,7 - 5,1 8,5 7,3 9,4 7,1 7,2 7,7 7,8 9,7 - 10,1 11,8 - 12,2 14,9 12,5 17,5 18,5 17,3 16,5 12,0 11,7 - 12,1 12,8 - 13,2 17,3 14,4 15,3 14,2 14,1 14,5 10,8 13,5 - 13,9 15,3 - 15,7 6,1 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3-6,7 6,4 - 6,8
2010 2011* 2012* 2013*2011 2012
I* I II III IV*
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
* Proyeksi Bank Indonesia
Tabel 2.2Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Sektor
PertanianPertambangan & PenggalianIndustri PengolahanListrik, Gas & Air BersihBangunanPerdagangan, Hotel & RestoranPengangkutan & KomunikasiKeuangan, Persewaan & JasaJasa-jasaPDB
2,9 3,7 3,9 2,7 2,0 3,1 2,9 3,1 - 3,5 3,0 - 3,4 3,5 4,2 0,8 0,3 0,4 1,4 0,8 0,8 - 1,2 0,8 - 1,2 4,5 5,0 6,1 6,6 6,4 6,1 5,8 5,6 - 6,0 5,6 - 6,0 5,3 4,3 3,9 5,2 5,1 4,6 4,4 4,6 - 5,0 4,9 - 5,3 7,0 5,3 7,6 6,4 6,5 6,4 6,4 8,2 - 8,6 9,5 - 9,9 8,7 8,0 9,6 10,1 9,9 9,4 9,9 9,3 - 9,7 9,3 - 9,7 13,5 13,7 10,7 9,5 10,2 10,9 10,4 9,9 - 10,3 9,9 - 10,3 5,7 7,3 6,9 7,0 7,0 7,0 7,5 6,8 - 7,2 6,9 - 7,3 6,0 7,0 5,7 7,8 7,0 6,9 6,8 6,5 - 6,9 6,1 - 6,5 6,1 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 - 6,7 6,4 - 6,8
2010 2011* 2012* 2013*2011 2012
I* I II III IV*
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
* Proyeksi Bank Indonesia
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
11
Neraca Pembayaran IndonesiaTekanan terhadap kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) berlanjut pada triwulan IV 2011 namun tidak sebesar triwulan sebelumnya. Neraca transaksi berjalan (TB) diprakirakan akan mengalami
tekanan. Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan impor yang lebih
tinggi dibandingkan dengan ekspor sebagai dampak tingginya kegiatan
ekonomi domestik di tengah melambatnya perekonomian negara mitra
dagang utama. Neraca transaksi modal dan finansial (TMF) diprakirakan
masih mengalami defisit meski sedikit menurun dari triwulan sebelumnya.
Relatif kondusifnya pasar keuangan global dibandingkan dengan kondisi
pada akhir triwulan III 2011, kenaikan peringkat Indonesia menjadi
investment grade, dan cukup kuatnya prospek ekonomi Indonesia
mendorong tertahannya outflow dana asing jangka pendek dan
meningkatnya aliran FDI. Dengan perkembangan tersebut, NPI triwulan IV
2011 diprakirakan akan mencatat defisit meski lebih rendah dibandingkan
defisit yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Untuk keseluruhan tahun
2011, NPI diprakirakan masih akan mencatat surplus yang cukup besar
meskipun mengalami defisit pada semester II 2011. Sementara itu,
cadangan devisa pada akhir tahun 2011 mencapai 110,1 miliar dolar AS
atau setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri
(ULN) jangka pendek Pemerintah.
Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan I 2012 diprakirakan tetap mencatat surplus. Surplus tersebut bersumber baik dari neraca
transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial. Surplus neraca
transaksi modal dan finansial berasal dari nasih kuatnya aliran FDI ke
perekonomian domestik. Sementara itu, transaksi berjalan diprakirakan
mencatat surplus akibat masih baiknya kinerja ekspor Indonesia di tengah
melemahnya perekonomian dunia.
I n f l a s iInflasi IHK untuk keseluruhan tahun 2011 tercatat cukup rendah dan berada di bawah kisaran sasaran yang ditetapkan sebesar 5%+1%. Inflasi IHK Desember 2011 mencapai 0,57% (mtm) atau 3,79%
(yoy) (Grafik 2.9). Realisasi inflasi secara bulanan dan tahunan tersebut
jauh lebih rendah dari rata-rata historisnya.
Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi
������
���
��
�
�
��
��
���� ���� ���� ���� ����� � � ����� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � �� ��
����
��������
����
��������������������������������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
12
Berdasarkan disagregasinya, inflasi yang rendah bersumber dari terjaganya inflasi inti pada level yang rendah, inflasi bahan pangan yang rendah, dan minimalnya inflasi administered prices. Inflasi inti
cukup stabil pada tingkat yang relatif rendah yaitu 4,3% (yoy). Angka ini
lebih rendah dari historisnya sekitar 6,5% (yoy)1. Apabila pengaruh harga
emas perhiasan (yang lebih banyak dipengaruhi oleh harga emas dunia)
dikeluarkan, inflasi inti bahkan mengalami penurunan dari 4,05% tahun
2010 menjadi 3,84% pada tahun 2011. Sementara itu, laju inflasi bahan
pangan hanya tercatat sebesar 3,37% (yoy), jauh lebih rendah dari rata-
rata historis sekitar 8% (yoy)2. Minimalnya kebijakan pemerintah di bidang
harga barang yang bersifat strategis, seperti harga BBM, membantu
inflasi administered prices terjaga pada level yang rendah dan terkendali
sebesar 2,78% (yoy), lebih rendah dari rata-rata historis sekitar 3% (tanpa
kenaikan harga komoditas energi strategis).
Tekanan inflasi inti selama tahun 2011 dalam tren yang menurun akibat menurunnya ekspektasi inflasi dan apresiasi nilai tukar rupiah, serta output gap yang masih negatif. Menguatnya nilai tukar
rupiah selama tahun 2011 mendukung stabilnya inflasi inti di tengah
gejolak harga komoditas dunia. Stabilnya tekanan inflasi inti terutama
bersumber dari kelompok makanan (baik traded maupun nontraded)
sejalan dengan perlambatan yang terjadi pada kelompok volatile food
dan apresiasi nilai tukar yang mampu meredam dampak kenaikan harga
komoditas global. Inflasi inti yang stabil juga didukung oleh ekspektasi
inflasi yang menurun sejalan dengan koordinasi kebijakan makroekonomi
dan sektoral yang baik. Mencermati masih tingginya ekspektasi inflasi pada
awal tahun, respons BI Rate dan strategi komunikasi kebijakan moneter
yang lebih baik mampu mengarahkan ekspektasi inflasi secara bertahap
ke level yang lebih rendah. Pada triwulan I 2011, BI merespons tingginya
ekspektasi inflasi dengan menaikkan BI Rate sebesar 25bps. Selanjutnya,
langkah BI menahan BI Rate pada level 6,75% sampai dengan September
serta menurunkannya hingga 6,0% pada Oktober dan November mampu
mengendalikan ekspektasi inflasi dan kembali mengarahkan ekspektasi
ke level yang lebih rendah. Tentunya kebijakan tersebut dilakukan
dibarengi dengan strategi komunikasi untuk memperjelas stance dan arah
kebijakan ke depan. Penurunan ekspektasi inflasi dimaksud tercermin
dari survei bulanan Consensus Forecast (CF) dan survei ekspektasi inflasi
Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy)
1 Ibid2 Rata-rata 2001-2011 dengan mengeluarkan pengaruh kenaikan BBM
������
�������� ���� ����
����
����
����
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
��������
����
����
��������
����
������������
������������
��������������������
����������������������
�����������������
������� ��������� ������������������������������
������������������������
��������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
13
Bank Indonesia. Pada Desember 2011, hasil survei CF menunjukkan adanya
penurunan signifikan terhadap proyeksi inflasi untuk tahun 2011 menjadi
5,3% (yoy). Selain itu, relatif tingginya pertumbuhan investasi menyebabkan
meningkatnya kemampuan sisi penawaran dalam merespons permintaan
yang meningkat sehingga tekanan dari output gap minimal. Kondisi tersebut
tercermin dari peningkatan indeks produksi dalam Survei Produksi (SP) dan
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan
peningkatan kapasitas terpakai masih berada di bawah level 80%.
Kelompok volatile food pada tahun 2011 mencatat inflasi yang cukup rendah didukung oleh pasokan dalam negeri yang memadai maupun impor. Pada bulan laporan, inflasi volatile food mencapai 1,92%
(mtm) atau 3,37% (yoy), melambat signifikan dari tahun sebelumnya yang
sebesar 17,74% (yoy). Rendahnya inflasi volatile food tersebut terkait
dengan melimpahnya pasokan, termasuk dari impor. Volume impor
bahan pangan khususnya komoditas hortikultura antara lain bawang
merah, bawang putih, dan kentang meningkat cukup tinggi terutama
memasuki triwulan III 2011. Selain itu, kebijakan impor yang dilakukan
oleh Pemerintah untuk komoditas beras (Grafik 2.11) dan daging sapi turut
menjaga stabilisasi harga domestik. Kondisi cuaca yang lebih kondusif juga
turut mendorong peningkatan produksi komoditas pangan terutama aneka
bumbu seperti cabai dan bawang. Pada tahun 2011, intensitas curah hujan
cenderung lebih rendah dibandingkan tahun 2010 sehingga kondusif bagi
produksi beragam komoditas bumbu. Sementara itu, komoditas cabai
merah sepanjang tahun 2011 tidak menunjukkan gejolak harga yang
signifikan sebagaimana tahun sebelumnya didorong oleh berlimpahnya
pasokan dari dalam negeri sejak triwulan I akibat tingginya produksi.
Inflasi kelompok administered prices pada Desember 2011 tercatat cukup rendah sejalan dengan tidak adanya kebijakan Pemerintah menyangkut harga barang dan jasa yang bersifat strategis. Inflasi
administered prices pada bulan laporan mencapai 0,14% (mtm) atau
2,78% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
sebesar 0,15% (mtm) dan 2,83% (yoy). Inflasi administered prices pada
Desember utamanya berasal dari komoditas rokok yang memberikan
sumbangan sebesar 0,03%. Secara tahunan, komoditas rokok dominan
menjadi penyumbang inflasi yakni sebesar 0,33%. Selain rokok, komoditas
administered prices lainnya yang memberikan sumbangan terhadap inflasi
adalah bahan bakar rumah tangga yakni sebesar 0,05% (yoy) terkait masih
berlanjutnya program konversi minyak tanah ke gas elpiji (Grafik 2.12).
Grafik 2.11 Pengadaan Dalam Negeri, Impor, dan Inflasi Beras
����������� ������
�������������������
����
����
����
����
����
����
����
����
����
�����������������������������������������������������������
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ������
�
�
��
��
��
��
��
��
Grafik 2.12 Inflasi Beberapa Komoditas Administered Prices
������������������������
���������������������������������������
���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��
�����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
14
Nilai Tukar Rupiah Selama Desember 2011, nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan depresiasi. Hal tersebut dipicu oleh tingginya permintaan
valas di akhir tahun untuk pembiayaan kegiatan impor dan sentimen
risiko akibat imbas ketidakpastian ekonomi global. Belum tuntasnya
penyelesaian krisis utang dan fiskal kawasan Eropa serta menguatnya
indikasi pelemahan ekonomi dunia memengaruhi minat investasi non
residen. Secara rata-rata, rupiah terdepresiasi sebesar 0,61% (mtm) ke
level Rp9.053 per dolar AS. Namun, secara point to point rupiah masih
mampu menguat sebesar 0,46% (mtm) dari bulan sebelumnya dan
ditutup pada level Rp9.068 per dolar AS. Pelemahan rupiah tersebut
sejalan dengan pergerakan nilai tukar kawasan yang secara rata-rata juga
mengalami koreksi. Adapun tingkat volatilitas rupiah pada bulan laporan
menurun menjadi 0,23%.
Untuk keseluruhan tahun 2011, rata-rata nilai tukar rupiah mengalami apresiasi meski penguatan lebih lanjut tertahan oleh tekanan depresiatif pada semester kedua. Tertahannya tren
penguatan rupiah tersebut terkait dengan kebutuhan valas di pasar
domestik dan imbas meningkatnya faktor risiko global yang diakumulasi
oleh berlarutnya krisis utang Eropa dan perekonomian AS yang masih
lemah. Secara rata-rata, pada tahun 2011 rupiah menguat sebesar 3,56%
(yoy) ke level Rp8.768 per dolar AS dari Rp9.080 per dolar AS pada tahun
2010. Namun secara point to point, rupiah melemah 0,64% (yoy) dan
ditutup pada level Rp9.068 per dolar AS dengan volatilitas yang meningkat
(0,38%).
Pergerakan nilai tukar rupiah juga diwarnai oleh gejolak eksternal. Pasang surut sentimen mengenai langkah penanganan krisis utang di
kawasan Eropa membawa dampak tidak langsung pada pasar keuangan
domestik yang pada gilirannya memengaruhi pergerakan rupiah. Selama
bulan laporan, kemungkinan penurunan peringkat sovereign credit rating
Jerman dan Perancis, tidak adanya kebijakan baru yang diluncurkan The
Fed dalam FOMC-nya untuk memacu laju perekonomian, serta rilis balance
sheet ECB yang membengkak, menambah tekanan pada pasar keuangan
global yang kemudian direfleksikan ke pergerakan nilai tukar rupiah
terutama melalui bursa saham dan pasar spot valas domestik. Sementara
itu, risiko yang masih tinggi juga tercermin dari indeks MSCI World dan
VIX yang bertahan di posisi tinggi meski sempat menurun.
Grafik 2.13 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 2.14 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
�������
����������������������������������������
����������������������������
������� ����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ����
����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
����
�����
����
����
����
����
����
����
� �������
�������������������������������
�������������������������������������������������������
��������������������������������������������
���� ������� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
15
Kendati demikian, melimpahnya ekses likuiditas global dan masih menariknya imbal hasil rupiah mendorong penguatan rupiah pada paruh pertama tahun 2011. Ekses likuiditas global pasca
quantitative easing di masa krisis tahun 2008, dan terus berlanjutnya
program pembelian aset oleh beberapa bank sentral, serta kebijakan
baru penurunan suku bunga dan pembelian surat-surat berharga jangka
waktu 3 tahun oleh ECB tetap menjadi sumber aliran dana ke negara
berkembang. Kebijakan suku bunga rendah di negara maju menyebabkan
investor mencari lokasi penempatan dana yang memberikan imbal hasil
lebih tinggi. Emerging markets Asia yang tumbuh lebih tinggi menjadi
tujuan utama penempatan dana global ini, termasuk Indonesia. Indikator
imbal hasil investasi di aset rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga
dalam negeri dan luar negeri (UIP – Uncovered Interest Parity) relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan regional Asia.
Bahkan jika memperhitungkan premi risiko, daya tarik investasi dalam
rupiah juga masih menarik.
Perkembangan Sektor Keuangan
Suku BungaPenurunan suku bunga di pasar uang jangka pendek selama tahun 2011 masih berlangsung. Suku bunga PUAB O/N bergerak menurun
namun masih berada di dalam koridor. Dibandingkan dengan rata-rata
pada tahun 2010, rata-rata suku bunga PUAB O/N pada tahun 2011
tercatat lebih rendah 103 bps. Pada Desember 2011, rata-rata suku bunga
PUAB O/N berada pada level 4,55%, menurun 17 bps dibandingkan
dengan rata-rata bulan sebelumnya. Hal tersebut merupakan dampak dari
melimpahnya likuiditas jangka pendek perbankan. Penurunan suku bunga
PUAB O/N juga disebabkan oleh permintaan yang masih cenderung rendah
di tengah pasokan likuiditas yang berlimpah terkait dengan ekspansi
rekening pemerintah pada akhir tahun. Sementara itu, dari sisi volume
transaksi PUAB, rata-rata volume transaksi selama tahun 2011 sedikit
mengalami peningkatan dibandingkan dengan rata-rata volume transaksi
tahun sebelumnya, yakni dari Rp 9 triliun menjadi Rp11 triliun.
Di sisi lain, suku bunga PUAB dengan tenor lebih panjang dari O/N
bergerak sejalan dengan suku bunga PUAB O/N. Rata-rata suku bunga
PUAB bertenor lebih panjang dari O/N pada akhir tahun 2011 berada Grafik 2.17 Indikator Persepsi Risiko Indonesia
Grafik 2.16 CIP (Covered Interest Parity)
Grafik 2.15 UIP (Uncovered Interest Parity)
�
����
����
���
���
���
���
���
����
��������
�����
��������
���������
���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�
����
����
����
���
���
���
���
������������
������������
��������
�����
���� ���� ���� �������������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
����������� �����������
������������������
�������������������������������������������
���� �������
���
���
������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
16
pada kisaran 4,55% - 7,14%. Kondisi tersebut selain mencerminkan
tidak terjadinya keketatan likuiditas di PUAB, juga mengindikasikan
resiliensi PUAB terhadap gejolak eksternal. Resiliensi yang membaik juga
ditunjukkan oleh menurunnya persepsi risiko, sebagaimana tercermin pada
rata-rata spread suku bunga PUAB O/N tertinggi dan terendah pada akhir
tahun 2011 yang turun menjadi hanya 3 bps dari 12 bps pada akhir tahun
sebelumnya.
Suku bunga deposito dan kredit masih berada dalam tren yang menurun. Penurunan suku bunga perbankan tersebut terutama
dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,
termasuk penurunan BI Rate pada Oktober dan November 2011. Sampai
dengan bulan November 2011, suku bunga deposito turun menjadi
6,56%, lebih rendah baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar
6,75% maupun dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar
6,83%. Sementara itu, berdasarkan data per November 2011, suku bunga
kredit juga tercatat menurun. Suku bunga kredit modal kerja (KMK),
kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KK) masing-masing turun menjadi
12,31%, 11,97% dan 14,18%. Bila dibandingkan dengan akhir tahun
sebelumnya, suku bunga kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI) dan
kredit konsumsi (KK) masing-masing mengalami penurunan yang cukup
signifikan, yakni sebesar 52, 31 dan 35 bps.
Berdasarkan kelompok banknya, sepanjang tahun 2011 penurunan suku bunga deposito 1 bulan terbesar terjadi pada kelompok bank asing dan campuran, yaitu sebesar 250 bps. Kelompok itu diikuti oleh
kelompok BPD, kelompok bank swasta dan kelompok bank persero yang
masing-masing menurunkan suku bunga deposito 1 bulan sebesar 64, 17,
dan 12 bps.
Di sisi suku bunga kredit, kelompok bank asing dan campuran juga merupakan kelompok bank yang paling agresif menurunkan suku bunga KMK, KI dan KK. Selama tahun 2011, kelompok bank asing
dan campuran menurunkan suku bunga KMK, KI dan KK masing-masing
sebesar 137, 176 dan 123 bps. Sementara itu, kelompok bank swasta
menurunkan suku bunga KMK, KI dan KK masing-masing sebesar 46, 44
dan 49 bps dan kelompok bank persero menurunkan suku bunga KMK,
KI dan KK masing-masing sebesar 65, 32 dan 4 bps. Sebaliknya, kelompok
BPD justru tercatat menaikkan suku bunga KMK dan KI masing-masing
sebesar 16 dan 4 bps, sedangkan untuk suku bunga KK diturunkan hanya
sebesar 7 bps.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
17
Dana, Kredit, dan Uang BeredarPertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) masih meningkat. Sampai
dengan November 2011, DPK tumbuh 19,6% (yoy) menjadi Rp2.646
triliun, meningkat baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya
sebesar 19,0% (yoy) maupun dibandingkan dengan akhir tahun
sebelumnya sebesar 18,5% (yoy). Pertumbuhan DPK yang akseleratif
terutama ditopang oleh deposito yang memiliki pangsa mencapai
46%. Pertumbuhan giro, tabungan dan deposito pada November
2011 masing-masing sebesar 19,1%, 21,7% dan 18,4% (yoy), relatif
stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sementara itu, jika
dibandingkan dengan pertumbuhan pada akhir 2010, pertumbuhan giro
paling akseleratif di antara jenis DPK lainnya. Pada Desember 2010, giro,
tabungan dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 15%, 21,1% dan
18,6% (yoy).
Pertumbuhan kredit masih tercatat ekspansif sejalan dengan aktivitas perekonomian yang meningkat. Sampai dengan November
2011, pertumbuhan kredit (tidak termasuk kredit channeling) terus
meningkat mencapai 26,0% (yoy) dari pertumbuhan bulan sebelumnya
sebesar 25,7% (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut juga tercatat lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada akhir tahun 2010
yang hanya sebesar 22,8% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, posisi
kredit (tidak termasuk kredit channeling) sampai dengan November 2011
mencapai Rp2.151 triliun, bertambah sebesar Rp44,7 triliun dari posisi
bulan sebelumnya atau Rp385 triliun dari posisi akhir tahun sebelumnya.
Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit yang akseleratif masih didukung oleh jenis kredit produktif. Pertumbuhan
Tabel 2.3Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Suku Bunga (%)
6,50 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,50 6,00 6,00 7,00 7,25 7,25 7,25 7,25 7,25 7,25 7,25 7,25 7,00 6,75 6,75 6,72 6,72 6,83 6,80 6,85 6,82 6,86 6,80 6,83 6,75 6,56 n,a 12,03 11,84 12,21 12,06 12,22 12,15 12,08 12,17 12,07 12,05 n,a n,a 12,75 12,72 12,69 12,68 12,61 12,60 12,55 12,50 12,39 12,36 12,31 n,a 12,25 12,20 12,18 12,16 12,15 12,13 12,11 12,10 12,06 12,02 11,97 n,a 14,48 14,50 14,39 14,38 14,37 14,37 14,32 14,30 14,25 14,02 14,18 n,a
BI RatePenjaminan DepositoDep 1 bulan (Weighted Average)Base Lending RateKredit Modal Kerja (KMK)Kredit Investasi (KI)Kredit Konsumsi (KK)
2011
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Grafik 2.18 Perkembangan Berbagai Suku Bunga
�
������� �������������� ������������������
���������������� ���������������
���� ���� ���� ����
�
�
��
��
��
��
��
� � � �� � � � �� � � � �� � � � ��
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
18
KI meningkat cukup signifikan dari sebesar 17% (yoy) pada akhir tahun
2010 menjadi 36% (yoy) pada November 2011. Pertumbuhan KI pada
November tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan KMK juga masih tinggi,
yaitu sebesar 22,2% (yoy), meskipun lebih rendah baik dibandingkan
dengan bulan sebelumnya sebesar 24,7% (yoy) maupun dibandingkan
dengan akhir tahun 2010 sebesar 25,5% (yoy). Di sisi lain, KK tumbuh
sebesar 26% (yoy), meningkat baik dibandingkan dengan bulan
sebelumnya sebesar 23,8% (yoy) maupun dibandingkan dengan akhir
tahun 2010 sebesar 22,9% (yoy). Besarnya penyaluran kredit produktif,
terutama kredit investasi, diharapkan dapat berdampak positif terhadap
peningkatan kapasitas pertumbuhan ekonomi.
Secara sektoral, pertumbuhan penyaluran kredit berada dalam tren yang meningkat. Sampai dengan November 2011, pertumbuhan kredit
sektor produktif yang meliputi sektor industri pengolahan, sektor pertanian,
sektor perdagangan dan sektor jasa dunia usaha relatif stabil masing-
masing pada level 27,9%, 19,0%, 19,0% dan 30,0% (yoy) dibandingkan
dengan bulan sebelumnya. Namun, bila dibandingkan dengan akhir
tahun sebelumnya pertumbuhan kredit pada sektor-sektor tersebut
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kredit sektoral pada tahun
2010 masing-masing tercatat sebesar 11,3% (yoy) untuk sektor industri
pengolahan, 17,6% (yoy) untuk sektor pertanian, 12,7% (yoy) untuk sektor
perdagangan, dan 18,9% (yoy) untuk sektor jasa dunia usaha. Di sisi lain,
besarnya pertumbuhan kredit sektor lainnya sampai dengan November
2011 sedikit meningkat menjadi 25,7% (yoy) dibandingkan dengan bulan
sebelumnya sebesar 24,2% (yoy), namun melambat bila dibandingkan
dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 37,2% (yoy).
Sementara itu, berdasarkan valutanya, pertumbuhan kredit valas masih tetap tinggi meski dalam perkembangan terakhir mengalami penurunan akibat pengaruh gejolak eksternal. Sampai dengan
November 2011, pertumbuhan kredit valas tercatat mencapai 35,3%
(yoy), melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 40,6%
(yoy). Namun, bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada akhir tahun
2010 yang sebesar 30,7% (yoy), pertumbuhan kredit valas pada periode
laporan tercatat mengalami peningkatan. Di lain pihak, sampai dengan
November 2011 kredit rupiah tumbuh sebesar 24,4% atau meningkat baik
dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 23,1% (yoy) maupun
dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 21,5% (yoy).
Grafik 2.19 Pertumbuhan DPK per Jenis
Grafik 2.20 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan
����������������������������
������
�
�
��
��
��
��
��
���������
�������
���� ���� ���� ������� ������ ��� ������ ��� ������ ��� ������ ��� ������ ��� ������ ��� ������ ��� ������
�����
�����������������
�
��
��
��
��
��
���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
��������������������������
����������
�����������
��
��
��
��
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
19
Pertumbuhan uang primer mengalami peningkatan. Sampai dengan
akhir tahun, uang primer mencatat pertumbuhan cukup tinggi, seiring
dengan tingginya aktivitas ekonomi sepanjang tahun 2011. Pertumbuhan
uang primer meningkat lebih tinggi menjadi 20,9% (yoy) dibandingkan
dengan akhir bulan sebelumnya dan akhir tahun 2010 yang sebesar
18,6% (yoy) dan 14,7% (yoy).
Likuiditas perekonomian berada dalam tren yang meningkat sejalan dengan perkembangan ekonomi riil di masyarakat. Hingga akhir
tahun 2011 pertumbuhan M1 dan M2 diperkirakan masih berada dalam
tren yang meningkat meskipun pada November 2011 pertumbuhan M1
secara bulanan sedikit mengalami penurunan menjadi sebesar Rp667,6
triliun atau melambat hingga menjadi 16,8% (yoy) dibandingkan dengan
akhir bulan sebelumnya sebesar 19,3% (yoy). Melambatnya pertumbuhan
M1 tersebut terutama disebabkan oleh ekspansi rekening pemerintah
yang lebih rendah sehingga berdampak pada pertambahan giro rupiah
yang relatif minimal. Namun, pada Desember 2011 pertumbuhan M1
diperkirakan kembali meningkat seiring dengan besarnya ekspansi
rekening pemerintah pada akhir tahun dan pertumbuhan kredit yang
ekspansif. Sementara itu, pertumbuhan M2 pada November 2011 sebesar
16,2% (yoy) hingga mencapai Rp2.729 triliun, meningkat dibandingkan
dengan bulan sebelumnya sebesar 15,9% (yoy). Pertumbuhan M2 yang
cenderung meningkat tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan
tabungan dan deposito.
Pasar SahamPerkembangan pasar saham domestik selama tahun 2011 menunjukkan daya tahan yang lebih kuat dalam menghadapi risiko ketidakpastian global. Kinerja pasar saham domestik mampu tumbuh
positif meskipun pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG)
diwarnai oleh beberapa gejolak akibat dari peningkatan risiko eksternal.
Beberapa faktor risiko tersebut antara lain berasal dari sentimen behind the
curve yang terjadi pada Februari 2011 dan meningkatnya kekhawatiran
terhadap risiko utang negara-negara di Eropa dan pelemahan ekonomi
AS yang terjadi selama Agustus – September 2011. Kinerja positif IHSG
terutama ditopang oleh kondisi makro ekonomi yang kondusif, kinerja
emiten yang stabil serta kebijakan perekonomian yang akomodatif. IHSG
mengalami penguatan sebesar 3,2% selama tahun 2011 dan sempat
mencapai level tertinggi sebesar 4193 pada Agustus 2011. Pada akhir
Grafik 2.21 Pertumbuhan Uang Primer dan Uang Kartal
Grafik 2.22 Pertumbuhan Uang Beredar
�����
��������������
����������������
��������������
��
������������������
���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����������������������������
�����������������������������
������ ������
������������������������������������������������������������������������������������
�
�
��
��
��
��
��
�
�
�
��
��
�������������������
���� ���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
20
tahun, pergerakan IHSG ditutup pada level 3822. Pencapaian tersebut
menempatkan pasar saham Indonesia sebagai bursa dengan kinerja terbaik
setelah Filipina yang berhasil membukukan pertumbuhan indeks sebesar
4,1%. Secara keseluruhan, IHSG berada pada level yang lebih baik jika
dibandingkan dengan pada saat krisis Lehman Brothers maupun dengan
kinerja indeks di negara kawasan.
IHSG secara bulanan tercatat meningkat sebesar 2,9% ke level 3.822 pada
30 Desember 2011. Peningkatan tersebut dipicu oleh beberapa sentimen
positif global yang bersumber dari: (1) hasil EU Summit yang menyepakati
pengetatan anggaran dan penambahan dana talangan (bailout) untuk
mengatasi krisis Yunani; (2) rilis data perekonomian AS dan Eropa
(Jerman dan Inggris) yang membaik dan melebihi ekspektasi pasar; (3)
keberhasilan Italia melakukan lelang surat utang jangka panjang dengan
suku bunga yang lebih rendah dari imbal hasil obligasi yang telah beredar.
Sementara itu,dari sisi domestik, kenaikan indeks dipicu oleh sentimen
positif pencapaian layak investasi (investment grade) setelah Fitch Ratings
menaikkan peringkat Indonesia menjadi BBB- dari BB+ dengan prospek
yang stabil.
Peningkatan daya tahan pasar saham domestik dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain koreksi harga yang relatif terbatas serta kecepatan dalam pemulihan. Selama tahun 2011,
pelemahan indeks yang tertinggi mencapai 14% yang terjadi pada bulan
Juli - September 2011. Namun, pelemahan tersebut relatif lebih rendah
dibandingkan dengan kinerja bursa saham global yang mengalami koreksi
sebesar 7% sampai dengan 22% pada periode yang sama. Penurunan
tersebut juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan koreksi yang
terjadi pada 2008 yang mencapai 51%. Sementara itu, jika dilihat dari
kecepatan pemulihan, IHSG memerlukan waktu 9 bulan untuk membaik
(rebound) pasca krisis Lehman Brothers, sedangkan saat krisis utang Eropa-
AS, IHSG hanya membutuhkan waktu sekitar 3 minggu untuk kembali
membukukan kinerja positif, lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan
pemulihan di negara-negara kawasan yang bervariasi antara 2 minggu
sampai dengan 1 bulan.
Selama tahun 2011, pertumbuhan IHSG secara sektoral lebih bervariasi dengan peningkatan tertinggi dialami oleh sektor aneka
industri yang mengalami penguatan sebesar 35,6%. Penguatan juga
dialami oleh sektor perdagangan dan konsumsi. Secara umum, penguatan
indeks sektoral tersebut ditopang oleh membaiknya fundamental mikro
Grafik 2.23 IHSG dan BI Rate
Grafik 2.24a Perbandingan Kinerja IHSG & Indeks Global Tahun 2011 & 2008
Grafik 2.24b Perbandingan Kinerja IHSG & Indeks Global Tahun 2011 & 2008
�
���
����
����
����
����
����
����
����
����
����������
���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�
�
�
�
�
�
��
��
�����������������������
������������������������
�������������������������������������
��������������������������������������
������������������������������������������
���������������������
�����
���������������
���� ��� ��� ��� � �� ��
����������
�����������
������������������
�����������
������
�����������
����
��������
����
�����������������������
������������������������
�������������������������������������
��������������������������������������
������������������������������������������
���������������������
�����
���������������
�������������� ��� ��� ��� � ��
������
������������
������������
������������
������
������������
������������
������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
21
emiten LQ 45. Jika dilihat secara bulanan, selama bulan Desember 2011,
sebagian besar sektor mengalami peningkatan, dengan peningkatan
tertinggi dialami oleh sektor properti sebesar 12,7%, kemudian diikuti
oleh sektor industri dasar yang menguat sebesar 9,3%, sementara sektor
lainnya menguat dikisaran 0,8-5,7%.
Pasar Surat Berharga Negara (SBN)Pasar SBN tetap tumbuh positif meskipun arah pemulihan perekonomian global masih diliputi ketidakpastian. Peningkatan
risiko eksternal tidak serta merta berdampak terhadap kenaikan imbal
hasil SBN. Secara keseluruhan, sepanjang tahun 2011 pergerakan imbal
hasil SBN cenderung turun untuk keseluruhan tenor yang mencapai 146
bps menjadi 5,88% jika dibandingkan dengan akhir 2010 sebesar 7,3%.
Secara rata-rata tahunan, imbal hasil SBN selama tahun 2011 untuk tenor
jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing turun sebesar
86 bps, 146 bps dan 224 bps jika dibandingkan dengan tahun 2010.
Sementara itu, secara rata-rata bulanan, imbal hasil SBN selama Desember
untuk tenor jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing turun
sebesar 37 bps, 59 bps dan 56 bps. Secara keseluruhan, rata-rata imbal
hasil SBN pada Desember 2011 turun sebesar 52 bps menjadi 5,88% jika
dibandingkan dengan rata-rata pada akhir November 2011 yang sebesar
6,40%.
Pasar SBN sempat mengalami gejolak, yang antara lain dipicu oleh
sentimen behind the curve pada Februari 2011 dan meningkatnya
risiko utang negara-negara di Eropa dan pelemahan ekonomi AS pada
Agustus – September 2011. Namun, dukungan kondisi makro ekonomi
yang kondusif, faktor risiko fiskal yang relatif terkendali serta respons
kebijakan yang positif yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia
serta pencapaian peringkat investment grade pada akhir tahun mampu
mendorong imbal hasil SBN kembali bergerak normal dan bahkan
membukukan kinerja positif. Kinerja SBN juga relatif lebih baik jika
dibandingkan dengan pada saat krisis Lehman Brothers maupun terhadap
kinerja negara kawasan.
Grafik 2.25 Yield SBN dan BI Rate
Grafik 2.26 Yield Negara Kawasan
�
�
��
��
��
���������������
���������
���� ���� ���� ���� ������� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ���
�
�
��
��
��
����������� ��������������� �����������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
22
Pasar ReksadanaSejalan dengan kinerja aset yang mendasarinya, pasar reksadana mampu tumbuh positif selama tahun 2011. Secara umum, kinerja
reksadana tumbuh cukup tinggi. Peningkatan nilai aktiva bersih (NAB)
secara keseluruhan produk mencapai 13,8% dibandingkan dengan
NAB pada tahun 2010. Peningkatan kinerja tersebut terutama ditopang
oleh reksadana saham, pasar uang dan campuran. Peningkatan kinerja
reksadana bahkan dapat melampaui kinerja aset yang mendasarinya
(underlying asset) seperti indeks acuan di pasar keuangan (seperti IHSG
untuk pasar saham dan IDMA untuk pasar SBN). Secara bulanan, kinerja
reksadana selama bulan November 2011 mengalami peningkatan tipis
sebesar 0,3% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Peningkatan
tersebut ditopang oleh reksadana pasar uang dan pendapatan tetap.
Tabel 2.4Kinerja Reksadana
1 2 3 4 5 2010 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 2011 5 6 7 8 9 10 11
Saham MTMPasar Uang Campuran Pendapatan
Tetap Terproteksi IndeksETF-
Saham
ETF-Pendapatan
Tetap Syariah Total
November 2011-Desember 2010
-2,8% 16,7% -11,4% -9,7% -0,7% -0,8% -20,4% 2,4% 0,7% -3,5% 1,7% 3,7% 1,0% -0,1% 0,1% -34,1% -2,9% -39,6% 0,8% 0,6% 0,8% 10,4% 5,9% 2,1% -3,9% 4,3% 8,8% 3,6% -2,9% 0,6% 5,2% 10,1% 4,1% 11,1% 6,7% 5,1% 6,3% 2,9% 4,8% 6,7% -1,6% -2,5% 0,9% -0,1% 1,5% -5,8% -5,2% -1,2% -6,4% -0,3% -4,4% -1,2% -1,6% 10,8% 2,8% -5,1% 4,8% 3,2% 3,6% 1,1% -1,8% 2,1% -1,8% -0,6% 0,3% -3,6% 4,7% 2,4% 0,9% -0,6% -1,1% 0,7% 0,7% 7,5% 6,0% 10,8% -1,5% 0,6% -2,8% 2,9% 9,4% 0,8% 7,8% 6,4% 4,4% 14,2% 10,3% 2,3% 2,8% 6,3% 5,5% -2,2% 3,4% 10,5% 1,1% 9,2% -11,4% 3,2% -1,8% 4,2% 2,1% -2,0% 5,1% -4,5% 2,8% 3,1% -21,1% -15,4% -1,0% 0,9% 8,6% 0,6% -0,1% -3,3% -0,8% -30,6% 0,0% 0,0% 17,1% 2,1% 1,8% 5,9% 3,9% -3,1% -1,9% 42,8% -24,1% -6,5% -13,8% -0,1% 3,7% -1,0% 2,7% -0,9% 1,1% 0,5% 1,4% -0,4% 0,9% 1,7% 8,0% -2,5% 6,0% 0,9% 0,5% 9,0% 7,2% 5,8% 3,6% 3,7% 3,6% 2,5% 0,6% 0,8% 1,2% 3,9% 3,3% 4,2% 1,0% 1,9% 3,9% 1,1% 0,3% -2,1% 1,3% -3,3% 0,4% 1,5% 0,1% 1,5% 1,8% -4,6% 5,3% -1,3% -0,6% 5,3% 1,8% 0,5% 0,0% 0,7% 0,1% 9,9% -5,5% 4,9% -0,3% -26,9% 5,9% 4,1% -0,4% 0,4% 4,0% -2,1% 63,7% 33,8% -1,0% 6,8% -7,3% 2,8% -3,4% 14,7% -4,8% -0,4% -40,5% -26,1% -2,1% -3,9% -7,9% 2,6% -4,1% -14,6% 9,6% -0,8% 6,8% 3,0% 1,0% 9,6% -2,7% 8,8% 3,9% 5,1% -1,7% 9,6% -1,6% 2,1% 1,1% -2,6% 30,8% 2,4% 0,1% 0,3%
33,5% 17,9% 16,0% 3,0% 0,3% 32,6% 0,1% 28,1% -12,6% 13,8%
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
23
Kondisi PerbankanStabilitas sistem keuangan relatif terkendali di tengah gejolak perekonomian global. Kinerja perbankan stabil sebagaimana tercermin
pada angka rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
perbankan pada level 16,6% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (Non
Performing Loan/NPL) gross di bawah 5% (Tabel 2.5). Selain indikator-
indikator utama yg baik, fungsi intermediasi perbankan juga terus
membaik. Pertumbuhan kredit selama 2011 diperkirakan mencapai 24,9%
(yoy) atau sedikit lebih tinggi dari target Rencana Bisnis Bank 2011 sebesar
24,4%.
Tabel 2.5Kondisi Umum Perbankan
IndikatorUtama
Total Aset (T Rp) 2.758,1 2.769,4 2.856,3 3.008,9 2.990,7 2.993,1 3.065,8 3.069,1 3.136,4 3.195,1 3.216,8 3.252,6 3.371,5 3.407,5 3.569,9 DPK (T Rp) 2.144,1 2.173,9 2.212,2 2.338,8 2.302,1 2.287,8 2.351,4 2.340,2 2.397,2 2.438,0 2.464,1 2.459,9 2.544,9 2.587,3 2.644,7Kredit * (T Rp) 1.689,1 1.705,8 1.736,1 1.796,0 1.776,1 1.803,9 1.844,2 1.872,6 1.918,6 1.979,6 2.002,3 2.060,8 2.108,6 2.135,5 2.180,5LDR* (%) 78,8 78,5 78,5 76,8 77,2 78,8 78,4 80,0 80,0 81,2 81,3 83,8 82,9 82,5 82,4NPLs Gross* (%) 3,3 3,6 3,4 2,9 3,1 3,1 3,2 3,2 3,2 3,0 3,1 3,1 3,0 3,1 3,0NPLs Net * (%) 0,7 0,9 1,0 0,7 0,9 0,9 0,9 0,9 1,1 0,9 0,9 1,0 0,9 1,1 1,1CAR (%) 16,4 16,4 16,3 17,0 17,0 18,0 17,6 17,8 17,4 17,0 17,2 17,3 16,7 17,1 16,6NIM (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5ROA (%) 2,8 2,9 2,8 2,7 3,0 2,8 3,1 3,0 3,0 3,1 3,0 3,0 3,1 3,1 3,1
20112010
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov
* dengan channeling
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
24
III. RESPONS KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 Januari 2012 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,0%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih sejalan dengan pencapaian
sasaran inflasi ke depan, upaya menjaga stabilitas sistem keuangan serta
tetap kondusif dalam mendukung ekspansi ekonomi domestik di tengah
ketidakpastian perekonomian global. Selama tahun 2011, perekonomian
Indonesia menunjukkan kinerja yang menggembirakan dengan tingkat
inflasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, nilai
tukar Rupiah yang stabil, dan stabilitas sistem keuangan yang terjaga.
Pencapaian tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh
Bank Indonesia dan Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia akan terus
mewaspadai risiko memburuknya perekonomian global. Di sisi kebijakan,
Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial, serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Dewan
Gubernur meyakini bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial yang bersifat counter-cyclical sangat diperlukan dalam
pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan serta untuk membawa
inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5%±1% pada tahun 2012
dan 2013.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
25
Boks
Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun 2011
Pencapaian Sasaran InflasiRealisasi inflasi tahun 2011 mencapai 3,79% (yoy), menurun tajam dibandingkan inflasi tahun 2010 sebesar 6,96%, bahkan lebih rendah dibanding rentang sasaran inflasi sebesar 5%+1%. Tingkat inflasi
yang rendah tersebut dicapai dalam kondisi ekonomi nasional yang tumbuh tinggi, yang diprakirakan mencapai
6,5% pada tahun 2011 di tengah meningkatnya ketidakpastian prospek ekonomi dunia yang dipicu permasalahan
utang dan fiskal di Eropa dan AS. Pencapaian laju inflasi yang lebih rendah tersebut merupakan hasil dari
koordinasi kebijakan yang senergis antara Bank Indonesia dan Pemerintah.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi yang rendah bersumber dari terjaganya inflasi inti pada level yang rendah, inflasi bahan pangan yang rendah, dan minimalnya inflasi administered prices. Inflasi
inti cukup stabil pada tingkat yang relatif rendah yaitu 4,3% (yoy). Angka ini lebih rendah dari historisnya sekitar
6,5% (yoy)3. Apabila pengaruh harga emas perhiasan (yang lebih banyak dipengaruhi oleh harga emas dunia)
dikeluarkan, inflasi inti bahkan mengalami penurunan dari 4,05% tahun 2010 menjadi 3,84% pada tahun 2011.
Sementara itu, laju inflasi bahan pangan hanya tercatat sebesar 3,37% (yoy), jauh lebih rendah dari rata-rata
historis sekitar 8% (yoy)4. Minimalnya kebijakan pemerintah di bidang harga barang yang bersifat strategis, seperti
harga BBM, membantu inflasi administered prices terjaga pada level yang rendah dan terkendali sebesar 2,78%
(yoy), lebih rendah dari rata-rata historis sekitar 3% (tanpa kenaikan harga komoditas energi strategis).
Koordinasi Kebijakan dalam Pengendalian InflasiPencapaian tingkat inflasi yang rendah tersebut tentunya tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Kebijakan moneter dan fiskal yang dilakukan secara proaktif dan
terkoordinasi mampu menciptakan sinergi yang baik dalam merespon perkembangan domestik dan global secara
tepat sehingga stabilitas harga tetap dapat terjaga.
Dari sisi moneter, kebijakan moneter yang ditempuh pada tahun 2011 berhasil menjaga inflasi inti pada level yang tetap rendah, dengan mengendalikan permintaan dan ekspektasi inflasi serta tekanan inflasi dari barang impor. Pada triwulan I-2011, Bank Indonesia menaikkan BI Rate sebesar 25 bps untuk merespon
3 Ibid4 Rata-rata 2001-2011 dengan mengeluarkan pengaruh kenaikan BBM
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
26
ekspektasi inflasi saat itu yang cukup tinggi, yaitu mendekati 7%. Kebijakan kenaikan BI rate tersebut, yang diikuti
dengan penguatan nilai tukar rupiah, kenaikan GWM valas, dan upaya pengendalian likuiditas melalui operasi
pasar terbuka yang terukur dan berhati-hati berhasil membawa ekspektasi inflasi terus menurun menuju ke kisaran
sasaran inflasi (Grafik 1). Selain itu, kebijakan nilai tukar rupiah diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar
dengan mentoleransi apresiasi yang sejalan dengan mata uang kawasan. Kebijakan tersebut mampu memitigasi
dampak tingginya harga komoditas global (imported inflation) dengan tetap menjaga daya saing ekspor (Grafik 2).
Kebijakan tersebut juga mendorong kegiatan impor, terutama untuk kegiatan produksi, investasi maupun pasokan
pangan.
Grafik 1 Ekspektasi Inflasi CF dan BI rate Grafik 2 Nilai Tukar dan Inflasi Inti
�
�
�
�
�
�����������
������������������������������
������������������������������
� � � � � � � � � � ��
���
���
�������
�
���
�
��
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
���
���
��
��
��
��
�
���
���
���
���� ���� ���� ����� � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� ��
������ ������
������������������������������
����
�������������
����������������������
�������������������������������
����������
����������
Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk menjaga kecukupan pasokan, stabilitas harga, dan kelancaran distribusi dapat meredam inflasi, khususnya bahan pangan. Pasokan yang cukup baik, khususnya pada kelompok hortikultura, didukung oleh
faktor cuaca yang kondusif untuk produksi dalam negeri, serta ditunjang oleh impor. Kebijakan untuk impor
daging sapi dilakukan dengan mempertimbangkan cukup besarnya kebutuhan pasokan dan produksi dalam negeri
yang berfluktuasi. Sementara itu, kecenderungan harga beras yang meningkat dan adanya kebutuhan untuk
menyediakan beras untuk masyarakat miskin (Raskin), mendorong Pemerintah menjalin kerjasama pengadaan
beras dengan beberapa negara di kawasan. Di samping itu, berbagai upaya untuk menjaga stabilitas harga,
khususnya beras, ditempuh antara lain melalui penyelenggaraan operasi pasar di berbagai daerah yang pada tahun
2011 tersalurkan hingga mencapai 397,739 ton, meningkat tajam dari tahun lalu yang hanya sebesar 46,047 ton.
Sepanjang tahun 2011, koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah yang dilakukan, utamanya melalui TPI dan TPID, juga berperan penting dalam mendukung keberhasilan upaya
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
27
Diagram 1Faktor yang Memengaruhi Inflasi 2011
������������������������������������
���������������������������
������������������������������������
������������������������� �����������������������������������
�������������������������������������������������������������������
� ���������������������������������������������������������������������������������������������������
� ������������������������������������������������������
� ��������������������������������
�������������������������������������� ���������������������������������������������
������������������������������������������������������������������������
� ��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
� ���������������������������������������������������
�����������
������������������������������������������������������
�����������������
�������������������������������������������������������������������������������������������������������
����������������������������������
�������
penurunan inflasi di daerah. Berbagai kebijakan Pemerintah dalam menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran
distribusi serta upaya stabilisasi harga pangan secara keseluruhan mendukung realisasi inflasi kelompok bahan
pangan yang rendah pada tahun ini. Selain itu, koordinasi yang semakin baik melalui forum tim pengendalian
inflasi di berbagai daerah telah mendorong Pemerintah Daerah untuk memberikan perhatian yang semakin besar
bagi stabilitas harga di daerahnya. Hal tersebut diwujudkan melalui upaya menjaga kecukupan pasokan bahan
pangan dan kelancaran distribusi berbagai komoditas.
Lebih lanjut, beberapa kebijakan fiskal terkait subsidi berdampak positif pada minimalnya inflasi administered prices. Kebijakan tersebut berupa pemberian subsidi baik komoditas energi maupun non energi
termasuk dalam hal ini komoditas pangan. Dari komoditas energi, anggaran subsidi energi meningkat dari Rp139,9
triliun (2010) menjadi Rp195,3 triliun (2011) antara lain untuk peningkatan kuota BBM bersubsidi dari 38,5 juta
kilo liter pada APBN 2011 menjadi 40,5 juta kilo liter pada APBNP 2011. Kebijakan ini dilakukan karena adanya
penundaan implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi maupun pembatasan BBM bersubsidi di tahun 2011.
Sejalan dengan langkah ini, inflasi kelompok administered prices tercatat cukup rendah. Dari komoditas non energi
khususnya pangan, pemerintah menyediakan subsidi baik di sisi hulu hingga hilir, antara lain untuk pupuk, benih
unggul hingga beras untuk keluarga tidak mampu (Raskin). Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan dana
cadangan fiskal untuk ketahanan pangan untuk memitigasi gangguan yang berasal dari kondisi cuaca ekstrim.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2012
28
Indikator Terkini
* angka sementara** angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000*** angka prakiraan Bank Indonesia1) minggu terakhir2) rata-rata tertimbang3) penutupan pada akhir periode 4) closed fileSumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS
SEKTOR KEUANGAN
H A R G A
SEKTOR EKSTERNAL
INDIKATOR KUARTALAN
SUKU BUNGA & SAHAMSuku bunga SBI 9 bln 1)
Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2) JIBOR satu minggu 2)
IHSG Indeks 3
BESARAN MONETER (miliar RpBase Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D)Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposit Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah Tagihan pada Dunia UsahaKredit-Bank Umum
Inflasi bulanan (%. mtm)Inflasi tahunan (%. yoy)
Rp/USD (akhir periode. nilai tengah)Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD)
Pertumbuhan PDB (%. yoy)** Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor
6,50 6,71 6,72 7,18 7,36 7,36 7,28 6,78 6,28 5,77 5,22 - 6,72 6,72 6,83 6,80 6,85 6,82 6,86 6,80 6,83 6,75 - - 6,88 6,82 6,91 6,96 6,91 6,95 6,88 6,90 7,05 7,11 - - 6,21 6,27 6,49 6,48 6,50 6,45 6,37 6,11 5,61 5,30 4,87 - 3.409 3.470 3.679 3.820 3.837 3.889 4.131 3.842 3.549 - - -
512.192 502.190 506.785 520.673 525.857 541.624 555.008 625.440 565.149 566.282 568.783 - 604.704 586.448 581.101 585.158 612.324 639.899 638.809 662.789 656.096 667.404 668.108 - 248.016 245.884 242.118 252.537 254.599 265.196 274.558 324.708 279.224 283.745 279.587 - 356.688 340.563 338.984 332.621 357.725 374.702 364.251 338.081 376.872 383.659 388.521 - 2.290.917 2.260.589 2.291.924 2.282.428 2.322.614 2.375.761 2.410.090 2.472.472 2.489.831 2.522.388 2.555.999 - 1.686.212 1.674.141 1.710.822 1.697.270 1.710.291 1.735.863 1.771.281 1.809.682 1.833.735 1.854.984 1.887.891 - 1.562.083 1.550.021 1.582.184 1.575.325 1.590.187 1.618.287 1.646.959 1.683.246 1.703.021 1.725.299 1.752.302 - 864.039 854.852 885.197 869.445 878.771 887.394 909.234 923.986 933.331 952.671 956.032 - 698.044 695.168 696.987 705.880 711.416 730.893 737.725 759.260 769.690 772.628 796.270 - 124.129 124.121 128.639 121.945 120.104 117.576 124.321 126.436 130.714 129.685 135.589 - 2.166.787 2.136.468 2.163.285 2.160.483 2.202.510 2.258.186 2.285.769 2.346.035 2.359.117 2.392.703 2.420.410 - 1.881.004 1.917.047 1.964.490 1.993.307 2.045.007 2.109.138 2.140.515 2.205.555 2.249.588 2.282.885 2.337.306 - 1.662.189 1.690.927 1.727.537 1.762.032 1.809.801 1.864.834 1.888.437 1.946.476 1.989.000 2.024.182 2.067.530 -
0,89 0,13 -0,32 -0,31 0,12 0,55 0,67 0,93 0,27 -0,12 0,34 0,57 7,02 6,84 6,65 6,16 5,98 5,54 4,67 4,79 4,61 4,42 4,15 3,79
9.057 8.823 8.709 8.574 8.537 8.597 8.508 8.578 8.823 8.835 9.170 9.068 12.051 11.532 13.509 13.025 14.562 14.720 14.207 14.687 13.550 13.913 13.911 - 9.457 9.133 11.547 10.901 11.159 11.754 12.545 11.370 11.477 12.184 12.055 - 82,18 85,05 88,61 92,87 96,95 96,56 99,32 100,79 93,80 89,68 89,08 88,57
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2011
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV*
2011
6,5 6,5 6,5 6,5 4,3 4,6 4,5 5,3 7,3 9,2 7,1 7,2 147,8 213,0 30,1 - 12,3 17,4 18,5 17,3 15,6 16,0 14,2 14,2