TELAAH UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
(Terkait Urusan Pemerintahan Bidang Kerja Sama)
OLEH:
MUH. NUR UDPA
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEMENDAGRI REGIONAL MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi. Daerah provinsi
terbagi atas daerah kabupaten dan kota. Kabupaten/kota dibagi atas kecamatan
dan pembagian wilayah negara pada tingkatan kecamatan dibagi atas kelurahan
dan/atau desa. Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanahkan
provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan. Berdasarkan konstruksi pembagian satuan wilayah
administrasi pemerintahan, maka penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan
subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan secara nasional, sehingga
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan secara nasional turut ditentukan oleh
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa.
Desa telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai
bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa dalam
teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbestrurende
Landschappen dan Volksgemeenschappen. Daerah-daerah tersebut memiliki
susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat
istimewa. Posisi desa sebagai subsistem dari sistem penyelenggaraan
pemerintahan secara nasional dan jajaran terdepan dalam penyelenggaraan
pemerintahan secara nasional, maka desa juga diberi kewenangan untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagai konsekuensi dari keberadaan
desa sebagai sebuah entitas pemerintahan. Desa memperoleh kewenangan dari
pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota meliputi
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ruang Lingkup Kerja Sama
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengubah
posisi desa yang dulunya hanya menjadi obyek pembangunan, menjadi subyek
yang berperan dalam merencanakan pembangunan dan mengelola keuangaan desa
sehingga bisa dijadikan perbaikan layanan publik. Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur terkait pembagian urusan
pemerintahan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa. Urusan pemerintahan
tersebut membagi dalam tiga sub urusan yaitu sub urusan penataan desa; kerja
sama desa; administrasi pemerintahan desa; dan lembaga kemasyarakatan,
lembaga adat, dan masyarakat hukum adat. Sub urusan tentang kerja sama
kewenangannya dibagi pada tiap-tiap pemerintahan yaitu pemerintah pusat,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupate/kota. Pemerintah
pusat berwenang memfasilitasi kerja sama antar desa dari daerah provinsi yang
berbeda, pemerintah daerah provinsi berwenang memfasilitasi kerja sama antar
desa dari daerah kabupaten/kota yang berbeda dalam satu daerah provinsi,
sedangkan pemerintah daerah kabupaten/kota berwenang memfasilitasi kerja sama
antar desa dalam satu daerah kabupaten/kota. Pasal 91 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 memberikan hak kepada Desa untuk mengadakan kerja sama. Desa
dapat mengadakan kerja sama dengan desa lain dan atau kerja sama dengan pihak
ketiga. Kerja sama antar desa meliputi :
1) Pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh desa untuk mencapai
nilai ekonomi yang berdaya saing;
2) Kegiatan kemasyarakatan, pelayanan pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat antar desa; dan/atau
3) Bidang keamanan dan ketertiban
Kerja sama dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Adapun penjabaran ruang lingkup kerja sama tersebut sebagai berikut :
1) Pembangunan desa
Pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
untuk sebesar-besrnya kesejahteraan masyarakat desa.
2) Pemberdayaan masyarakat desa
Pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian
dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber
daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan
yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
Bidang pemberdayaan mayakat antara lain Pelatihan usaha ekonomi,
pertanian, perikanan, dan perdagangan; Pelatihan teknologi tepat guna;
Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi kepala desa, perangkat desa, dan
badan permusyawaratan desa; dan Peningkatan kapasitas masyarakat. Adapun
peningkatan kapasitas masyarakat antara lain :
- Kader pemberdayaan masyarakat desa
- Kelompok usaha ekonomi produktif
- Kelompok perempuan
- Kelompok tani
- Kelompok masyarakat miskin
- Kelompok nelayan
- Kelompok pengrajin
- Kelompok pemerhati dan perlindungan anak
- Kelompok pemuda
- Kelompok lain sesuai kondisi desa
3) Bidang penyelenggaraan pemerintahan desa antara lain Penetapan dan
penegasan batas desa; Pendataan desa; Penyusunan tata ruang desa;
Penyelenggaraan musyawarah desa; Pengelolaan informasi desa; Penyelenggaraan
perencanaan desa
- Penyelenggaraan evaluasi tingkat perkembangan pemerintahan desa
- Penyelenggaraan kerjasama antara desa
- Pembangunan sarana dan prasarana kantor desa; dan
- Kegiatan lainnya sesuai dengan kondisi desa
4) Bidang pelaksanaan pembangunan desa
a. Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan infrastruktur dan
lingkungan desa antara lain:
- Tambatan perahu;
- Jalan pemukiman
- Jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian
- Pembangkit listrik tenaga mikrohidro
- Lingkungan permukiman masyarakat desa; dan
- Infrastruktur desa lainnya sesuai kondisi desa
b. Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana
kesehatan antara lain:
- Air bersih berskala desa
- Sanitasi lingkungan
- Pelayanan kesehatan desa seperti posyandu; dan
- Sarana dan prasarana kesehatan lainnya sesuai kondisi desa
c. Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan dan kebudayaan antara lain:
- Taman bacaan masyarakat
- Pendidikan anak usia dini
- Balai pelatihan/kegiatan belajar masyarakat
- Pengembangan dan pembinaan sanggar seni;
- Sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai kondisi
desa
d. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi antara lain:
- Pasar desa
- Pembentukan dan pengembangan BUM desa
- Penguatan permodalan BUM desa
- Pembibitan tanaman pangan
- Penggilingan padi
- Lumbung desa
- Pembukaan lahan pertanian
- Pengelolaan usaha hutan desa
- Kolam ikan dan pembenihan ikan
- Kapal penangkap ikan
- Cold storage (Gudang pendingin)
- Tempat pelelangan ikan
- Tambak garam
- Kandang ternak
- Instalasi biogas
- Mesin pakan ternak
- Sarana dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi desa
e. Pelestarian lingkungan hidup antara lain:
- Penghijauan
- Pembuatan terasering
- Pemeliharaan hutan bakau
- Perlindungan mata air
- Pembersihan daerah aliran sungai
- Perlindungan terumbu karang
- Kegiatan lainnya sesuai kondisi desa
5) Bidang pembinaan kemasyarakatan antara lain:
a. Pembinaan lembaga kemasyarakatan
b. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
c. Pembinaan kerukunan umat beragama
d. Pengadaan sarana dan prasarana olahraga
e. Pembinaan lembaga adat
f. Pembinaan kesenian dan sosial budaya masyarakat
g. Kegiatan lain sesuai dengan kondisi desa
2.2 Peraturan Bersama Kepala Desa
Kerja sama antar desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa
melalui kesepakatan musywawarah antar desa. Kerja sama antar desa dilaksanakan
oleh badan kerja sama antar desa yang dibentuk melalui peraturan bersama kepala
desa. Pelaksanaan kerja sama antar desa diatur dengan peraturan bersama kepala
Desa. Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan
perjanjian bersama. Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling
sedikit memuat:
1) ruang lingkup kerja sama;
2) bidang kerja sama;
3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
4) jangka waktu;
5) hak dan kewajiban;
6) pendanaan;
7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
8) penyelesaian perselisihan.
Berdasarkan Pasal 91 UU No. 6 tahun 2014, Desa dapat mengadakan kerja
sama dengan desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama antar
desa sendiri meliputi:
1) pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh desa untuk mencapai nilai
ekonomi yang berdaya saing;
2) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat antar desa; dan/atau
3) bidang keamanan dan ketertiban.
Kerja sama antar desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa
melalui kesepakatan musyawarah antar desa. Kerja sama antar desa dilaksanakan
oleh badan kerja sama antar desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala
Desa. Musyawarah antar desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan:
1) pembentukan lembaga antar desa;
2) pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat
dilaksanakan melalui skema kerja sama antar desa;
3) perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar
desa;
4) pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar desa, dan
Kawasan Perdesaan;
5) masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut
berada; dan
6) kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar desa.
Badan kerja sama antar desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya, dan
tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan
organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan
peraturan bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung
jawab kepada kepala Desa.
Dalam melaksanakan pembangunan antar desa, badan kerja sama antar desa
dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam
pelayanan usaha antar desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2
(dua) Desa atau lebih. Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan
kerja sama dengan pihak ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Kerja sama dengan
pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu dimusyawarahkan dalam Musyawarah
Desa.
Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan
dengan menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa. Kerja sama
Desa dapat berakhir apabila:
1) terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam
perjanjian;
2) tujuan perjanjian telah tercapai;
3) terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak
dapat dilaksanakan;
4) salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
5) dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
6) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
7) objek perjanjian hilang;
8) terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah, atau
nasional; atau
9) berakhirnya masa perjanjian.
Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara
musyawarah serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan
kerja sama Desa dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan
diselesaikan oleh camat. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam
wilayah kecamatan yang berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan
diselesaikan oleh bupati/walikota. Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final
dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat
yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan. Sementara pada perselisihan dengan
pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah dilakukan fasilitasi sesuai
peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian melalui proses hukum.
Perjanjian adalah salah satu upaya dari masyarakat untuk mengikatkan
dirinya kepada orang lain demi memenuhi kebutuhannya. Perjanjian sangat
penting walaupun banyak masyarakat padat pada umumnya tidak mengetahui arti
penting dari perjanjian. Perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata yang
mana dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan hal itu
dapat timbul suatu hubungan hukum yang melibatkan dua orang atau lebih dalam
sebuah kesepakatan, yang mana akan menimbulkan hak-hak dan kewajiban dari
masing-masing pihaknya. Dimana hak dan kewajiban tersebut senantiasa harus
dipenuhi agar tercipta sebuah perjanjian yang sempurna, baik itu secara lisan
maupun tulisan.
Sebuah perjanjian perlu diperhatikan juga syarat-syarat yang menjadi
dasar agar perjanjian tersebut sah dimata hukum. Syarat-syarta sahnya perjanjian
diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Hal ini sangat perlu dipahami agar tercipta
sebuah perjanjian yang sah. Di dalam pasal 1320 KUHPerdata disebut empat
syarat agar sebuah perjanjian itu dapat dikatakan sah, yaitu;
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Dimana para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut harus sepakat
dan setuju dengan apa yang akan diperjanjian tanpa adanya suatu paksaan
atau kekhilafan.
Sepakat merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang
atau lebih dengan pihak lainnya. Persesuain pernyataan kehendak, yaitu
sebagai berikut :
a. Teori ucapan (uitingstheorie)
Menurut teori ini, kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menerima
penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran tersebut.
kelemahan teori ini yaitu sangat teoritis, karena dianggap terjadinya
kesepakatan terjadinya kesepakatan secara otomatis
b. Teori pengiriman (verzendteorie)
Menurut teori ini, kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima
penawaran mengirimkan telegram. Kritik terhadap teori ini,
bagaimana hal ini bisa diketahui. Bisa saja, walau sudah dikirim tetapi
tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan. Teori ini juga sangat
teoritis, dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie)
Teori ini berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menawarkan itu mengetahui adanya penerimaan (acceptantie), tetapi
penerimaan itu belum diterimannya (tidak diketahui secara langsung).
Kritik terhadap teori ini, bagaimana mengetahui isi perjanjian apabila
belum menerimanya
d. Teori penerimaan (ontvangstheorie)
Menurut teori ini, bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menawarkan menerima jawaban secara langsung dari pihak lawan.
Menurut Pasal 1321 KUHPerdata bahwa perjanjian itu sah apabila adanya
kata sepakat dari pihak yang akan mengikatkan diri pada perjanjian.
Dalam pasal 1321 KUHPerdata disebutkan mengenai sepakat adalah
sebagai berikut “tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan
karena kekhilafan, atau diperbolehkannya dengan paksaan atau penipuan”.
2. Kecakapan mereka untuk membuat suatu perikatan; Dimana para pihak
harus memiliki kecakapan menurut hukum diantara sudah dewasa dan
dalam keadaan sehat.
Pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap
untuk melakukan suatu perjanjian sebagai berikut :
a. Orang-orang yang belum dewasa
Dalam KUHPerdata yang dimaksud belum dewasa adalah mereka
yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya
belum kawin.
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
Dalam Pasal 433 KUHPerdata menyebutkan mengenai siapa saja
orang-orang yang berada dalam pengampuan yaitu setiap orang
dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata
gelap harus ditaruh dibawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang
cakap mempergunakan pikirannya.
c. Orang perempuan yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua
orang kepada siapa undang-undan telah melarang membuat perjanjian-
perjanjian tertentu. Namun, dalam perkembangannya istri dapat
melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31
UU No. 1 Tahun 1974, disebutkan sebagai berikut hak dan kedudukan
istri adalah seimbang dengan kedudukan suami dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat;
masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum; dan
suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga
3. Suatu hal tertentu;
Dimana dalam perjanjian tersebut telah ditentukan objek dari perjanjian
atau hal yang diperjanjikan. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, objek
dalam suatu perjanjian harus hal tertentu dan dapat ditentukan atau dapat
diperhitungkan. Dua sifat objek ini diperlukan untuk dapat menetapkan
kewajiban para pihak jika terjadi sengketa. Objek perjanjian ini juga dapat
berupa barang-barang yang akan ada dikemudian hari. Adapun kriteria
barang tersebut meliputi :
a. Barang adalah barang yang dapat diperdagangkan;
b. Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum antara
lain seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum
tidaklah dapat dijadikan objek dalam perjanjian;
c. Dapat ditentukan jenisnya;
d. Barang yang telah ada (Pasal 1332 KUHPerdata)
e. Barang yang akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 KUHPerdata)
4. Suatu sebab yang halal.
Dimana dalam perjanjian ini harus didasari dengan hal-hal yang tidak
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Unsur pertama dan
kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut orang atau subjek yang
membuat perjanjian. Sedangkan unsur ketiga dan keempat disebut syarat
objektif, karena menyangkut objek atau hal yang diperjanjikan. Apabila
salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut
dapat dibatalkan karena tidak sah. Mayarakat pada umumnya harus
menyadari bahwa sebuah perjanjian harus dibuat secara sadar, tanpa
paksaan atau khilaf. Dalam hal ini paksaan yang dimaksud ialah tekanan
bathin yang membuat salah satu pihak tidak bebas menentukan
kehendaknya dalam menyepakati sebuah perjanjian yang dibuatnya.
Jika kita berbicara suatu perjanjian, maka di dalam hukum perjanjian dikenal ada
beberapa asas perjanjian, yang secara umum dikenal adanya lima asas perjanjian
yaitu:
1) Asas kebebasan berkontrak.
Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan
siapapun, apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak melanggar undang-
undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. (Pasal 1337 dan 1338
KUHPerdata). Dapat dipahami secara seksama maka asas kebebasan
berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a) Membuat atau tidak membuat perjanjian.
b) Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
d) Menentukan bentuknya perjanjian yaitu secara tertulis atau lisan.
Keempat hal diatas boleh dilakukan dengan syarat tidak melanggar undang
undang, ketertiban umum dan kesusilaan
2) Asas konsensualisme
Perjanjian lahir atau terjadi dengan adanya kata sepakat (pasal 1320 ayat (1),
pasal 1338 KUHPerdata). Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kemauan
para pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa
perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian
antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
3) Asas mengikatnya suatu perjanjian (pacta sunt servanda)
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum.
Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan
dari ketentuan “Perjanjian yang dimuat secara sah berlaku sebagai
undangundang bagi yang membuatnya”.
Dengan ketentuan ini maka siapapun (pihak ketiga) harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang. Pihak ketiga tidak boleh melakukan intervensi terhadap
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
4) Asas itikad baik (Goede Trouw)
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari ketentuan: “Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik” (pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). Asas
itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan
debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik
mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku
yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada
akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk
Proses atau tata cara pembentukan peraturan bersama kepala desa
merupakan suatu tahapan kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan
untuk membentuk peraturan bersama kepala desa, berikut tahapan pembentukan
peraturan bersama kepala desa:
Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa
ditetapkan bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama
antar desa. Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala
Desa ditetapkan setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.
Tahap Penyusunan.
Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh
Kepala Desa pemrakarsa. Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang
telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing
dan dapat dikonsultasikan kepada camat masing-masing untuk mendapatkan
masukan. Masukan dari masyarakat desa dan camat tersebut digunakan
Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancanan Peraturan
Bersama Kepala Desa.
Tahap Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan
Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2
(dua) Kepala Desa atau lebih. Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar
desa menetapkan Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda
tangan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.
Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan
tersebut diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing
desa. Peraturan Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat sejak tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-
masing Desa.
Tahap Penyebarluasan.
Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa
masing-masing. Metode penyebarluasan dapat menggunakan berbagai sarana
yang memudahkan masyarakat desa untuk mengaksesnya, misalnya melalui
sarana internet atau pengumuman di tempat strategis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengubah
posisi desa yang dulunya hanya menjadi obyek pembangunan, menjadi subyek
yang berperan dalam merencanakan pembangunan dan mengelola keuangaan desa
sehingga bisa dijadikan perbaikan layanan publik. Pasal 91 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 memberikan hak kepada Desa untuk mengadakan kerja
sama. Desa dapat mengadakan kerja sama dengan desa lain dan atau kerja sama
dengan pihak ketiga. Kerja sama antar desa wajib meaplikasikannya kedalam
peraturan bersama kepala desa sedangkan kerja sama dengan pihak ketiga aturan
yang mengikatnya cukup menggunakan perjanjian kerja sama.