Tarikh Al-Mutun ; Konsep, Metodologi Dan Analisa Terhadap Pembahasan Hadis Nabi
Ahmad Ashabul Kahfi
A. Latarbelakang.
Kondisi hadis yang sangat rentan terhadap kritik pada masalah keotentikannya
disebabkan karena tidak ada jaminan pasti sebagaimana al-Qur’an yang sudah terjamin
keotentikan teksnya. Hal ini lah yang membuat para ulama ahli hadis memunculkan teori dan
metodologi terhadap hadis dengan berbagai aspek yang terkait didalamnya. Sehingga usaha
tersebut berbuah dengan munculnya hadis-hadis yang dapat dijadikan pijakan argumen
dengan berbagai kategori dan ciri masing-masing.
Perhatian terhadap keotentikan hadis juga datang dari para Orientalis yang sudah
merasa lelah mencari kelemahan dari al-Qur’an kemudian melihat hadis sebagai suatu objek
kajian yang lebih mudah terhadap kritik dan analisa mendalam. Dari aspek sanad dan matn
para Orientalis menilai dan memahami hadis melalui berbagai pendekatan. Diantara
pendekatan tersebut ialah historis, sosiologis dan antropologis yang diyakini mampu
memberikan pemahaman berbeda dari tekstual hadis tersebut.
Keberagaman pemikiran yang nampak pada berbagai metode pendekatan kajian hadis
ini tentu tidak bisa dinafikkan dari sifat berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri.
Kondisi keilmuan kini memaksa agar Islam mampu mengikuti derasnya arus tersebut,
sehingga para akademisi dibidang Dirasah al-Islamiyah berupaya untuk menempatkan kajian
islam sejajar dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Upaya pengembangan kajian Islam itu juga tertuju pada pedoman hidup umatnya yang
selama ini dianggap terlalu melangit. Tujuannya, agar fungsi pedoman tersebut bisa dinikmati
bukan hanya bagi umat Islam itu sendiri, melainkan mereka yang selama ini berusaha
memahami Islam dari sudut pandang Ilmiah.
Penggunaan hadis sebagai sumber kehidupan seorang muslim setelah al-Qur’an
merupakan hal yang tidak bisa di kesampingkan. Karena fungsinya sebagai penjelas
kandungan al-Qur’an dan secara mandiri hadis mampu memberikan aturan-aturan hidup yang
belum ditentukan oleh al-Qur’an. Al-Quran dan hadis adalah dua entitas yang saling
menyempurnakan dan melengkapi.1 Sehingga dibutuhkan suatu diskusi dan kajian yang
mendalam terhadap hadis.
1 Barmawi Mukri, Kontekstualisasi Hadis Rasulullah, (Yogyakarta: Ideal, 2005), hal. iii
1
Berbicara mengenai proses turunya al-Qur’an dan hadis tentu tidak lah sama. Perbedaan
tersebut lebih menonjol pada hadis, dimana sebagian periwatannya berlangsung secara
mutawattir dan sebagian lagi berlangsung ahad. Istilah yang dikenal dalam pengklasifikasian
hadis dari segi kualitasnya ialah shohih, hasan, mardud, dhoif dan lainya. Sedangkan hal
semacam itu tidak ditemukan dalam al-Qur'an.
Dengan kata lain setiap teks yang disampaikan oleh al-Qur’an dan hadis selalu
memiliki sejarah lahirnya teks tersebut. Catatan sejarah memberikan petunjuk bahwa dalam
periwayatan hadis tidak dilakukan secara lafzi melainkan melalui maknawi.2 Tentu
periwayatan yang secara maknawi tidak bisa difahami secara tekstual saja, dibutuhkan
disiplin ilmu Tarikh al-Mutun yang cara kerjanya serupa dengan kerja ilmu Asbabun Nuzul
dalam kajian teks ayat al-Qur’an. Ilmu Tarik al-Mutun juga memiliki kesamaan dengan
Asbabul Wurud hadis.3
Aspek historis sangat lah penting dikaji karena dari aspek ini lah dapat ditemukan
pemahaman yang baik dan tepat terhadap suatu teks. Mengingat adanya sisi yang terlupakan
apabila hanya mengandalkan pemahaman secara tektual tanpa diketahui sisi historis yang
terjadi disekitar teks. Adapun dalam penelitian hadis dikenal dengan pendekatan historis atau
pendekatan sejarah. Penulis menemukan adanya kesamaan pada pendekatan tersebut dengan
tema displin ilmu Tarikh al-Mutun yang akan dibahas pada makalah ini.
Semula penulis mengklaim bahwa pendekatan historis merupakan perwujudan dari
ilmu Tarikh al-Mutun mengingat terdapat penekanan yang sama diantara kedua. Pendekatan
historis hadir sebagai salah satu kunci guna membuka pemahaman yang komprehensif
terhadap teks hadis yang tidak memiliki Asbabun Nuzul khusus. Sebalikaya disiplin ilmu
Tarikh al-Mutun yang merupakan produk keilmuan para ulama’ timur tengah ini hadir bukan
hanya bagi teks hadis yang tanpa Asbabun Nuzul saja melainkan teks yang didalamnya sudah
terdapat Asbabun Nuzulnya tak luput dari pembahasan.
B. Pembahasan.
1. Pengertian Ilmu Tarikh Al-Mutun.
2 Suryadi, Agung Danarto, dan Al Fatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga), 2006, hal. 138
3 Hasbi Ash-Shiddiqy. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, jilid II, hal. 302
2
Tarikhul mutun merupakan bentuk idhofah dari dua kata yaitu Tarikh (تاريخ)
dan mutun (متون). Tarikh adalah bentuk mufrad (تاريخ). Sementara mutun ialah
salah satu dari bentuk jamak matn (متن).4 Dua kata tersebut dibahas dalam dua aspek
pengertian, baik dari segi bahasa (etimologi) maupun dari segi istilah (terminologi).
a. Ilmu Tarikh Al-Mutun Secara Etimologi.
Tarikh secara bahasa berasal dari Bahasa Arab berarti ketentuan waktu.
Secara pengertian tarikh adalah ilmu yang menggali peristiwa-peristiwa masa
lampau agar tidak dilupakan, atau dalam maksud yang lain yakni sejarah. Ilmu
tarikh sepadan dengan pengertian ilmu sejarah pada umumnya.5
Awalnya, tarikh bermakna penetapan bulan kemudian meluas menjadi
kalender dalam pengertian umum.6 Dalam perkembangan selanjutnya, tarikh
bermakna pencatatan peristiwa. Semakin maju, ilmu tarikh menjadi lebih luas dan
beragam sesuai dengan perkembangan teknologi pencatatan itu sendiri.
Tarikh memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia,
mengingat tanpa mengenal istilah ini manusia tidak akan bisa berkembang dan
mengambil pelajaran serta pengalaman dari peristiwa yang telah lampau. Tarikh
juga merupakan produk dari proses berfikir manusia yang mengalami gejolak
ilmu pengetahuan.
Adapun Ilmu Tarikh itu sendiri adalah suatu pengetahuan yang bermanfaat
untuk mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang telah lampau
dalam kehidupan umat dan keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang masih
ada (sedang terjadi) di dalam kehidupannya. Tarikh diambil dari tiga peringatan,
yaitu peringatan yang sungguh-sungguh tertulis, peringatan dari keturunan
(silsilah), dan peringatan yang terdapat pada benda-benda pada masa purba.7
Pengertian al-matn atau matn dalam kerangka etimologi adalah punggung
jalan atau tanah yang keras dan tinggi.8 Matn dalam ilmu hadis adalah: mā
4 terdapat bentuk jamak yang lain yaitu mitan (متان). (Lihat: Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadis, terj. H.M. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Ushul Al-Hadis Pokok-pokok Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013), hal. 12
5 Hafidz Muftisany, Mengenal Ilmu Tarikh (1) artikel pada www.republika.co.id, diakses pada 4 oktober 2015. 6 tarikh/ta·rikh/ n 1. perhitungan tahun: -- Hijriah; 2. angka (bilangan) tahun: -- 305 tahun Sebelum Masehi; 3.
tanggal (hari, bulan, dan tahun), http://kbbi.web.id/tarikh, diakses pada 4 oktober 2015. 7 Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw. Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal.
1.8 Ibnu Mandzur, Lisan al- Arab, (Beirut: Dar Lisan al-Arab,tt), hal. 434-435
3
yantahiy ilayhi as-sanad min al-kalām, yakni: Sabda Nabi yang disebut setelah
sanad, atau penghubung sanad, atau materi hadis.9 Aspek terpenting dari sebuah
hadis terletak pada matn sebagai unsur pendukung dapat difahaminya suatu hadis.
Struktur ketiga dari suatu hadis (sanad, rawi, matn) matn dalam bentuk
kegiatan pemberitaan atau reportase merupakan bagian terpenting dan sangat
mempengaruhi pendengar dalam berbagai hal. Apabila berita yang disampaikan
bohong, tidak dapat diterima secara akal fikiran atau bahkan bertentangan, tentu
akan memunculkan respon dari pendengar terhadap si pemberi berita dan sumber
berita tersebut, seperti itulah gambaran kedudukan matn dalam periwayatan hadis.
b. Ilmu Tarikh al-Mutun Secara Terminologi.
Meminjam peta ilmu pengetahuan yang menerangkan bahwa suatu materi
konsep ilmu terlebih dahulu mengalami tahapan pencarian jatidiri (definisi), maka
ilmu Tarikh al-Mutun secara istilah merupakan disiplin ilmu yang membahas
tentang sejarah matn-matn hadis Nabi Muhammad SAW. Ilmu ini seimbang
dengan ilmu Tarikh al-Nuzul yang sering dipakai dalam istilah ilmu al-Qur’an10,
dalam definisinya menurut T.M. Hasbi ash-Shiddieqy dikatakan:
علم تاريخ المتون هو علم يعرف به تاريخ ورود
الحديث الشريف
“Ilmu Tarikh al-Mutun adalah ilmu yang mana dengan dia bisa diketahui
akan sejarah datangnya hadis Nabi yang mulia (Nabi menyabdakan hadisnya)”11
Jadi yang dimaksud dengan ilmu Tarikh al-Mutun adalah disiplin ilmu yang
mendalami serta berkosentrasi pada sejarah kapan munculnya hadis Nabi
Muhammad SAW. Secara sepintas, ilmu ini dapat dianggap mirip dengan ilmu
Asbab al-Wurad, namun sebenarnya ada titik penekanan kajian yang berbeda dari
kedua ilmu tersebut.
9 M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadis, hal. 36 10 Tawarikh an-Nuzul adalah ilmu Al-Qur'an yang menjelaskan masa dan tertib turunnya ayat al-Qur'an satu
demi satu dari awal hingga akhir. Yang termasuk dalam Tawarikh an-Nuzul adalah ayat yang diturunkan pertama hingga terakhir, ayat yang diturunkan berulang-ulang, ayat yang diturunkan sekaligus atau terpisah, ayat yang pernah diturunkan kepada nabi sebelum Muhammad, dan ayat yang belum pernah diturunkan sebelumnya. Hamzah, Muchotob. Studi Al-Qur'an Komprehensif. (Yogyakarta: Gama Media), 2003, hal. 52.
11 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis jilid II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hal 302.
4
Asbab al-Wurud menekankan pada latar belakang dan sebab lahirnya suatu
hadis, dengan pertanyaan kenapa Nabi Muhammad SAW bersabda atau berbuat
demikian, maka pertanyaan substantif dalam kajian Tarikh al-Mutun adalah
kapan atau di waktu apa hadis itu diucapkan atau perbuatan itu dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW. Meskipun demikian, ilmu Tarikh al-Mutun juga dapat
melengkapi ilmu Asbab al-Wurud dalam membantu untuk memahami makna
yang terkandung dalam hadis secara sempurna.
Al-Imam Sirajuddin Abu Hafash Imam Ibnu Salar al Bulqani berpendapat
bahwa pembahasan Tarikh al-Mutun erat hubungannya dengan ilmu Nasikh wal
Mansukh, dalam kitabnya Mahassinul Ishtilah. Sebagaiamana disinggung dalam
salah satu pembahasan pada kitab Tadrib al-Rawi Fi Syarkhi Taqrib Al-Nawawi12.
Penentuan nasikh dan mansukh nya hadis harus diketahui waktu munculnya
hadis tersebut, sehingga yang muncul belakangan dapat menghapus hukum dari
suatu hadis yang muncul lebih dahulu. Setelah itu baru dapat diamalkan hadis
yang nasikh sementara yang mansukh ditinggalkan.13
2. Objek Kajian Tarikh al-Mutun.
Menetapkan poin-poin yang menjadi obyek dari disiplin ilmu Tarikh al-Mutun,
dapat dilakukan dengan menengok pengertian dari Tarikh al-Mutun itu sendiri. Definisi
ilmu baik secara etimologi maupun terminologi di atas menerangkan bahwa sejarah
munculnya teks matn hadis serta matn itu sendiri merupakan obyek atau sasaran kajian
ini.
Titik perbedaannya dengan Asbabul Wurud hadis kemudian menjadi tampak.
Asbabul wurud lebih berkosentrasi pada motif atau latar belakang yang mendorong
lahirnya sebuah hadis. Keistimeweaan yang terdapat dalam Tarikh al-Mutun yakni dapat
diketahui kapan waktu turunya hadis tersebut dari dalam matn sebuah hadis itu sendiri.14
3. Metodologi Tarikh al-Mutun.
12 Jalaluddin Al-Suyuti, Tadrib Al-Rawi Fi Syarkhi Taqrib Al-Nawawi, (Riyadh: Maktabah Al-Kautsar, 1415 H) hal. 930
13 Fatchur Rahman, Iktisar Musthalahul Hadis, (Bandung: Al-Ma’arif, 1987), hal. 290.14 Abdul Mustaqim menyebutkan model pendekatan hadis secara historis sudah dirintis oleh para ulama hadis
yaitu dengan munculnya ilmu Asbab al-Wurud, yaitu, suatu ilmu yang menerangkan sebab-sebab mengapa nabi Muhammad Saw menuturkan sabdanya dan waktu munturkannya. (Lihat: Abdul Mustaqim, Paradigma Integrasi-Interkoneksi Dalam Memahami Hadis, (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008), hal. 7
5
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui sejarah
kemunculan sebuah teks hadis. Pertama, pendataan teks-teks hadis shahih atau matn-
matn hadis yang benar-benar bersumber dari Nabi. Kedua, penelitian sejarah, dalam hal
ini selalu bersinggungan dengan disiplin asbabul wurud sebuah hadis.
Penyebabnya ialah keterkaitan antara unsur-unsur yang memiliki andil dalam
kelahiran sebuah matn hadis, seperti latar belakang, waktu, tempat, serta sahabat yang
menerima matn tersebut. Menurut Imam As-Suyuthi dalam kitabnya Tadribur Rawi yang
merangkum dari penjelasan Imam Al-Bulqini di kitab Mahasinul Ishthilah, jalan-jalan
untuk mengenal tarikh ini ialah15:
a. Dengan terdapat perkataan:
�ذ�ا �ان� ك و$ل" م�ا ك� Permulaan yang terjadi adalah begini” Seperti hadis“ أ
yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah yaitu:
و$ل" م�ا� $م� –أ ل (ه) و�س� �ي $ه" ع�ل $ه) – ص�ل$ى الل س"ول" الل )ه) ر� "د)ئ� ب ب
)ح�ة" �ا الص$ال ؤ(ي (و�ح(ي) الر1 م)ن� ال
“Peristiwa yang dialami oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saat
pertama kali menerima wahyu adalah mimpi yang baik” (HR. Bukhari-Muslim)16
Dan seperti hadis:
ا و$ل" م44�� ب"أ ر( ان) ش44" و(ث44�
� اد�ة) األ( ب44� د� ع) �ع44( ;ي ب ب ه" ر� )ي ع�ن44( ان �ه44� ن
ج�ال) ح�اة" الر; (خ�م(ر) و�م"ال� ال“Pertama-tama sesuatu yang dilarang aku daripadanya oleh Tuhanku sesudah
dilarang menyembah berhala, ialah: meminum khamr dan membenci orang”(HR. Ibnu
Majah)
b. Terdapat kata-kata ة )ي$44 (ل (ق�ب qabliyah (sebelum) ال seperti hadis yang
diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu yaitu:
15 Lihat: Jalaluddin As-Suyuthi, Tadribur Rawi …, (Riyadh: Maktabah Al-Kautsar, 1415H) hal. 930-93216 Imam Bukhori, Shahih al-Bukhori, Tafsir Al-Qur’an, Surat al-‘Alaq ayat 3, Ensiklopedia 9 Imam, Lidwa.com
6
�ن( ا أ �ه�ان44� $م� – ن ل ه) و�س44� �ي44( $ه" ع�ل $ه) – ص�ل$ى الل س"ول" الل �ان� ر� ك
اء�، (م4� �ا ال ق(ن �ه(ر� )ذ�ا أ �ا إ ن وج) )ف"ر" �ه�ا ب )ل �ق(ب ت �س( و( ن� �ة�، أ (ل (ق)ب )ر� ال �د(ب ت �س( ن
"ه" (ت ي� أ "م$ ر� (ل�ث "ه�اق�ب )ل �ق(ب ت �س( )ع�امK ي )ه) ب م�و(ت
“Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang kami untuk membelakangi
kiblat atau menghadapnya dengan kemaluan-kemaluan kami saat buang air.
Kemudian aku melihat nabi, setahun sebelum beliau wafat, beliau menghadap kiblat
ketika buang air” (HR. Ahmad, Abu Daud dan selainnya)17
c. Terdapat kata-kata ع(د� :ba’da (sesudah) seperti ب
�ا �ن (ق�م�ة" ح�د$ث (ن" ع�ل رMو ب �ا ال44د$ار)م)ي1 ع�م44( �ن د$ث و ح44� �ب44" ر) أ �ك44( (ن" ب ب
Mاش )ي ع�ن( ع�ي$44 ب� ح�ق� أ )س44( اء) ع�ن( إ ر� (ب44� ال� ال �ا ق44� (ن $ي ل ع� ص44� م44�
س"ول) $ه) ر� $ه" ص�ل$ى الل (ه) الل �ي $م� ع�ل ل �ح(و� و�س� (ت) ن �ي د)س) ب (م�ق4( ال
�ة� )ي �م�ان ر� ث ا ع�ش� Tه(ر ر)ف�ت( ش� ة" و�ص44" (ل44� (ق)ب )ل�ى ال ة) إ �ع(ب44� (ك د� ال �ع44( ب
)ه) )ل�ى د"خ"ول �ة) إ (م�د)ين (ن) ال ي ه(ر� )ش� �ان� ب س"ول" و�ك ه) ر� ل$ى الل$44 ص44�
$ه" ه) الل �ي44( $م� ع�ل ل )ذ�ا و�س44� ل$ى إ )ل�ى ص44� (ت) إ �ي د)س) ب (م�ق44( ر� ال (ث44� �ك أ
�ق�ل1ب� ه) ت م�اء) ف)ي و�ج(ه44) )م� الس$44 ه" و�ع�ل ه) ق�ل(ب) م)ن( الل$44 )ي44; �ب ن
$ه" ص�ل$ى (ه) الل �ي $م� ع�ل ل $ه" و�س� ن� �ه(و�ى أ �ة� ي �ع(ب (ك (ر)يل" ف�ص�ع)د� ال ب ج)
س"ول" ف�ج�ع�ل� $ه) ر� $ه" ص�ل$ى الل (ه) الل �ي $م� ع�ل ل )ع"ه" و�س� (ب "ت ه" ي �ص�ر� ب
و� ع�د" و�ه44" �ص44( (ن� ي �ي م�اء) ب ر(ض) الس$44� ر" و�األ( (ظ4" �ن ا ي )ي4ه) م4� (ت �أ ه) ي ب4)
ل� (ز� ن� $ه" ف�أ ى ق�د(} الل �ر� �ق�ل1ب� ن م�اء) ف)ي و�ج(ه)ك� ت }الس$
Telah menceritakan kepada kami Alqamah bin Amru Ad Darimi berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Ayyasy dari Abu Ishaq dari Al Bara` 17 Al-Daruquthni, Sunan ad-Daruquthni, Thaharah, Istiqbalu al-Qiblat Fi al-Khila’,hadis nomer 137,
https://library.islamweb.net diakses pada 27/9/2015
7
berkata, "Kami shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadap
Baitul Maqdis selama delapan belas bulan, kemudian kiblat dialihkan ke Ka'bah kira-
kira dua bulan setelah beliau di Madinah. Ketika shalat, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam sering menghadapkan wajahnya ke langit, dan Allah tahu bahwa hati Nabi-
Nya cenderung ke Ka'bah. Lalu Jibril naik ke langit dan beliau terus memandanginya
dengan matanya, beliau menunggu apa yang akan Allah SWT perintahkan kepada
Jibril. Maka Allah menurunkan ayat: "(Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit)." Lalu datanglah seorang pembawa berita kepada kami, ia
mengatakan, "Kiblat telah dialihkan ke Ka'bah, waktu itu kami telah shalat dua raka'at
menghadap Baitul Maqdis, maka kami pun mengalihkan kiblat kami dan tetap
menyempurnakan shalat (tidak membatalkan)." Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bertanya kepada Malaikat Jibril: "Wahai Jibril, bagaimana dengan shalat
kami ketika masih menghadap Baitul Maqdis?" Maka Allah ‘Azza wa Jala
menurunkan ayat: "(dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia)."18
d. Dengan perkataan (ن)"رخ)آ ي �م(ر� akhirul amraini” seperti dalam hadis Jabir“ األ(
bin Abdullah:
�ان� (ن)ك ي ر� �م44( ر" األ( ه"آخ44) ل$ى الل$44 ه) – ص44� ول) الل$44 س44" م)ن( ر�
$ار" (و"ض"وء) م)م$ا م�س$ت) الن ك� ال �ر( $م� – ت ل (ه) و�س� �ي ع�ل“Sesungguhnya, keputusan terakhir dari dua perkara yang bersumber dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah tidak adanya wudhu terhadap
segala sesuatu yang disentuh api (dimasak/dibakar).” (Diriwayatkan perawi yang
empat dan Ibnu Hibban)19
e. Terdapat kata-kata yang menunjukkan waktu ه(ر) و�الش$ �ة) ن الس$ (ر) )ذ)ك ب
ك� ر) ذ�ل444) .و�غ�ي444( Misalnya “sebulan sesudah/sebelumnya”, “setahun
sesudah/sebelumnya” dan lain sebagainya. Seperti hadis Buraidah:
18 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Qiblat, nomor 1000, http://hadis.stiba.ac.id/, diakses pada 27/9/201519 Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Thaharah, Tarku al-Wudlu’ mimma masat al-nar,
http://library.islamweb.net/ diakes pada 27/9/2015
8
" أ �و�ض$44 �ت $م� – ي ل (ه) و�س� �ي $ه" ع�ل $ه) – ص�ل$ى الل س"ول" الل �ان� ر� ك
ان� �م$ا ك44� ةM، ف�ل "ل; ص�ال� )ك (ح) ل (ف�ت و(م� ال �و�ات)ي44� ل ل$ى الص$44 ص44�
Mاح)د�و Mو"ض"وء( ب“Konon Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berwudhu untuk tiap-tiap
shalat. Tatkala pada tahun kemenangan (yaumul fath), beliau menjalankan
beberapa shalat dengan satu kali wudhu” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu
Majah)
Juga seperti hadis Abdullah bin Ukaeini:
$م� – ل ه) و�س44� �ي44( $ه" ع�ل $ه) – ص�ل$ى الل س"ول) الل �اب" ر� )ت �ا ك �ان �ت أ
)ه) (ل� م�و(ت ه(رMق�ب )ش� ابMب )ه44� )إ ة) ب (م)يت44� وا م)ن� ال �ف)ع44" (ت �ن �ن( ال� ت : أ
Mب�ص�ع �ال�و “Sebulan sebelum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, beliau
mengirim surat kepada kami supaya jangan mengambil faidah dari bangkai, baik
kulitnya maupun urat besarnya” (HR. Al-Khomsah/Ahmad dan Ashabus sunan).20
4. Analisa Penggunaan Ilmu Tarikh Al-Mutun
Memahami hadis Nabi Muhammad SAW untuk digunakan sebagai pijakan dalam
mengamalkannya tentu membutuhkan rangkaian proses. Karena dibutuhkan kecermatan
dan ketelitian dalam menganalisa suatu hadis. Sehingga akan diperoleh pemahaman yang
komprehensif terhadap suatu hadis manakala proses tersebut telah dilewati.
Salah satu fungsi adanya ilmu Tarikh Al-Mutun ini adalah sebagai pisau analisa
dalam memaknai matn hadis yang senantiasa berkembang. Hasil dari analisa tersebut
merupakan informasi akurat tentang makna yang berbeda bila difahami pada kurun
20 Menurut ulama madzhab Maliki dan ulama Madzhab Hambali hadis ini me-nasakh hadis-hadis lain yang muncul sebelumnya. Karena, hadis ini muncul di akhir umur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Hadis ini menunjukkan bahwa penggunaan kulit bangkai sebelum itu hanyalah suatu rukhshah. Namun menurut pendapat Prof. Wahbah Zuhaili, pendapat yang rajih ialah pendapat ulama Hanafi dan Syafi’I, bahwa samak adalah salah satu cara penyucian. Sebab hadis Ibnu Ukaim dipertikaikan. Al-Hazimi dalam kitabnya, an-Nasikh wal Mansukh wa Tariq al-Inshaf fihi mengatakan bahwa hadis Ibnu Ukaim merupakan dalil yang menunjukkan terjadinya nasakh, jika memang hadis itu benar. Tetapi hadis itu riwayatnya dipertikaikan dan ia tidak dapat menandingi keshahihan hadis Maimunah. (Lihat: Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., Fiqih Islam Wa Adillatuhu 1, (Jakarta: Gema Insani, 2010) hal. 213-215.
9
waktu-waktu tertentu. Dibawah ini akan dibahas bagaimana kerja ilmu Tarikh al-Mutun
pada hadis berikut:
ع� ه)د(نا م4� : ش4� ال� ة� رض4ي الل4ه عن4ه ق4� ر� ي4( �بي ه"ر� ح4ديث أ
Mل ج44" )ر� ، ف�ق44ال� ل ر� (ب44� ي س"ول) الله) صلى الله عليه وسلم خ� ر�
ر� ا ح�ض44� l44م� ار)، ف�ل ل) الن$44 �ه44( : ه44ذا م)ن( أ )س(الم� �د$ع)ي اإل م)م$ن( ي
(ه" ج)راح�ةn، ف�ق)ي44ل� �ت صاب� ديدTا ف�أ T ش� ج"ل" ق)تاال �ل� الر$ (ق)تال" قات ال
د( ه ق44� )ن$44 ار) ف�إ ل) الن$44 �ه44( ه" م)ن( أ )ن$44 ذ)ي ق"ل(ت� إ س"ول� الله) ال$44 يا ر�
، ف�ق44ال� ص44لى الل44ه ات� د( م44� د)يدTا، و�ق44� T ش� �و(م� ق)تاال (ي �ل� ال قات
�ن( اس) أ �ع(ض" الن$44 ال� ف�ك44اد� ب ار) ق44� )لى الن$44 علي44ه وس44لم: إ
�م"ت( و�لك)ن$ �م( ي ه" ل )ن$4 )ذ( ق)ي4ل� إ )ك� إ �ما ه"م( ع�لى ذل (ن �ي ؛ ف�ب تاب� �ر( ي
)ر( ع�لى ب �ص44( �م( ي ل) ل $ي44( ا ك44ان� م)ن� الل l44م� د)يدTا، ف�ل )ه) ج)راحTا ش4� ب
)ي1 ص44لى الل44ه علي44ه $ب )ر� الن ب خ(" أ ه": ف44� �ف(س44� ل� ن راح) ف�ق�ت44� (ج44) ال
د" الل44ه) lي ع�ب44( �ن ه�د" أ �ش44( ر" أ (ب44� �ك : الل44ه" أ ، ف�ق44ال� )ك� ذل وس44لم ب44)
د(خ"ل" ه ال ي44� )ن$44 : إ اس) T ف�ن44ادى في الن$44 )الال م�ر� ب� "م$ أ "ه"، ث ول س" و�ر�
د" ه44ذا ال44د;ين� "ؤ�ي44; �ي )ن$ الل44ه� ل )م�ةn، و�إ ل �ف(سn م"س44( l ن )ال ة� إ ن$44 (ج� ال
(فاج)ر) ج"ل) ال )الر$ ب
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata; “Ketika kami sedang ikut dalam perang
Khaibar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Beliau berkata kepada
seseorang yang mengaku dirinya telah masuk Islam; “Orang ini termasuk penduduk
neraka”. Ketika terjadi peperangan orang tadi berperang dengan sangat berani lalu dia
terluka kemudian dikatakan (kepada Beliau); “Wahai Rasulullah, orang yang Baginda
maksudkan tadi sebagai penduduk neraka, dia telah berperang hari ini dengan sangat
berani dan dia telah gugur”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Dia akan
10
masuk neraka”. (Abu Hurairah) berkata; “Orang-orang semuanya menjadi ragu. Ketika
dalam keraguan seperti itu, ada orang yang mengabarkan bahwa orang yang berperang
tadi tidaklah mati melainkan setelah mendapatkan luka yang sangat parah namun ketika
pada malam harinya dia tidak sabar atas luka yang dideritanya hingga akhirnya dia bunuh
diri. Kejadian ini kemudian dikabarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allahu Akbar, aku bersaksi bahwa aku ini
hamba Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian Beliau memerintahkan Bilal agar menyerukan
manusia bahwa tidak akan masuk surga melainkan jiwa yang benar-benar patuh Islam
dan sungguh Allah akan menolong agama ini dengan seorang yang fajir (yang tidak jujur
imannya)”21
Hadis tersebut muttafaq ‘alaih namun merupakan lafadz dari Imam Bukhari dalam
kitab shahihnya pada bagian Kitab Jihad (56) yaitu pada Bab “Allah Akan Menolong
Agama Ini dengan Seorang yang Fajir” (182), nomor hadis 3062.22 Sementara dalam
Shahih Muslim yang penomorannya oleh Imam Nawawi terdapat pada Kitab Iman bab
yang sudah disebutkan di atas nomor hadis 178 -dengan lafadz yang sedikit berbeda dari
yang dikeluarkan Imam Bukhari-. Hadis di atas secara jelas menyebutkan asbabul wurud
hadis yang sekaligus juga terdapat tarikh matn di dalamnya.
C. Kesimpulan.
lmu Tarikh al-Mutun adalah ilmu yang mempelajari tentang sejarah datangnya hadis Nabi
yang mulia. Objek sasaran ilmu ini berupa tarikh (sejarah) kapan suatu matn hadis
disabdakan oleh Rasulullah SAW. Letak perbedaannya dengan asbabul wurud adalah jika
ilmu asbabu wurud hadis itu titik beratnya membahas tentang latar belakang dan sebab-sebab
lahirnya hadis, sementara ilmu Tarikh al-Mutun menitik beratkan pembahasannya kepada
kapan atau di waktu apa hadis itu diucapkan atau perbuatan itu dilakukan oleh Rasulullah
SAW.
Jalan-jalan untuk mengenal tarikh ini ialah dengan terdapat perkataan “awwala maa
kaana kadza”, terdapat kata-kata qabliyah (sebelum), terdapat kata-kata ba’diyah (sesudah),
dengan perkataan “akhirul amraini”, terdapat kata-kata yang menunjukkan waktu.
21 Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, Al-Lu’Lu’ Wal Marjan, terj. H. Salim Bahreisy, Al-Lu’Lu’ Wal Marjan Himpunan Hadis Shahih Disepakati Oleh Bukhari dan Muslim, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982), hal. 35-36.
22 Lihat: Imam Al-Bukhari, Al-Jaami’ Ash-Shahiih Mukhtashar Al-Musnad min Hadiitsi Rasuulillaah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallaam wa Sunanihi wa Ayyaamihi; Al-Juz Ats-Tsaanii, (Kairo: al-Mathba’ah al-Salafiyah wa Maktabatuha, 1403 H/1983 M), hal. 376-377.
11
Ulama yang dianggap promotor dalam ilmu Tarikhul Mutun ialah Imam Sirajuddin Abu
Hafsh ‘Amar bin Salar Al-Bulqiny dengan kitabnya Mahasinul Ishthilah fii Tadhmin Kitab
Ibnu Shalah.
Daftar Pustaka
‘Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Al-Lu’Lu’ Wa al-Marjan, terj. Salim Bahreisy, Al-Lu’Lu’
Wal Marjan Himpunan Hadis Shahih Disepakati Oleh Bukhari dan Muslim, Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1982.
‘Ajaj Al-Khathib, Muhammad. Ushul al-Hadis, terj. M. Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq, Ushul al-Hadis Pokok-pokok Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, jilid II,
2008.
Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu 1, Jakarta: Gema Insani, 2010.
Chalil, Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Jilid 1, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.
Ibnu Mandzur, Lisan al- Arab, Beirut: Dar Ihya At-Turast, 1408 H.
Imam Al-Bukhari, Al-Jaami’ Ash-Shahiih Mukhtashar Al-Musnad min Hadiitsi
Rasuulillaah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallaam wa Sunanihi wa Ayyaamihi; Juz II, Kairo: al-
Mathba’ah al-Salafiyah wa Maktabatuha, 1983.
Jalaluddin Al-Suyuti, Tadrib Al-Rawi Fi Syarkhi Taqrib Al-Nawawi, Riyadh: Maktabah
Al-Kautsar, 1415 H.
Muchotob, Hamzah. Studi Al-Qur'an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media2003.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis jilid II, Jakarta: Bulan Bintang,
1981.
Mukri, Barmawi, Kontekstualisasi Hadis Rasulullah, Yogyakarta: Ideal, 2005.
12
Mustaqim, Abdul. Paradigma Integrasi-Interkoneksi Dalam Memahami Hadis,
Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008.
Rahman, Fatchur. Iktisar Musthalahul Hadis, Bandung: Al-Ma’arif, 1987.
Suryadi, Agung Danarto, dan Al Fatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis,
Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2006.
http://hadis.stiba.ac.id
http://kbbi.web.id
https://library.islamweb.net
www.Lidwa.com
www.republika.co.id
13