Suku Talang Mamak
A. Asal Usul Suku Talang Mamak
Asal Usul Talang Mamak adalah salah satu suku yang hidup di daerah kabupaten
Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Mereka tersebar di beberapa kecamatan, yakni Batang
Gansal, Batang Cenaku, Kelayang, dan Rengat Barat. Talang Mamak terdiri dari dua
kata, yaitu Talang dan Mamak. Talang berarti tempat atau ladang, dan Mamak berarti
kerabat dari ibu yang harus dihormati. Jadi, Talang Mamak yang dimaksudkan di sini
adalah tempat yang terhormat. Berdasarkan cerita rakyat, suku Talang Mamak berasal
dari lereng gunung Merapi, Sumatera Barat. Oleh karena terdesak penyebaran agama
Islam, mereka bermigrasi dengan menelusuri Batang Kuantan. Migrasi ini dipimpin oleh
Datuk Perpatih Nan Sebatang. Ketika tiba di suatu daerah, Datuk Perpatih Nan Sebatang
kawin dengan seorang perempuan daerah tersebut, kemudian melahirkan seorang anak
perempuan yang bernama Puteri Bertampuk Emas. Setelah itu mereka bermigrasi lagi
dan menetap di hutan-hutan yang berada di wilayah kabupaten Indragiri Hulu sekarang.
Namun, tidak ada kelanjutan cerita dari pendapat pertama ini. Pendapat kedua
menjelaskan bahwa Talang Mamak berasal dari Suku Nan Enam di daerah Tiga Balai.
Daerah inilah yang disebut-sebut sebagai daerah asal bagi suku Talang Mamak ini.
Tetapi, data yang ditemukan hanya sebatas itu.
Pendapat terakhir menjelaskan bahwa Orang Talang Mamak termasuk keturunan Raja
Indragiri. Hal ini dapat dilihat, hampir setiap hari raya Idul Fitri, Orang Talang Mamak
ini berziarah ke bekas istana Indragiri yang ada di Rengat sekarang. Tetapi mereka tidak
mau tinggal bersama keluarga kerajaan pada masa itu, karena mereka tidak mau
menganut agama Islam sebagaimana raja Indragiri. Oleh karena itu, mereka
mengasingkan diri dengan tinggal di daerah pedalaman. Di daerah pedalaman ini,
mereka hidup sebagai petani, nelayan dan peramu. Kehidupan mereka berpindah-pindah
dari satu teratak ke daerah lain. Teratak adalah bekas ladang padi yang sudah penuh
ditanami pohon-pohon karet dan pohon lainnya. Di teratak ini terdapat beberapa keluarga
yang masih ada hubungan kekerabatan atas dasar perkawinan. Setelah teratak tidak bisa
ditanami padi lagi, mereka pindah ke daerah lain yang disebut Talang. Di sini, mereka
Nama : Aldila Rizma Amalia
Kelas : Tk 1/ Reg B
NIM : P27820114050
membangun rumah dengan tongkat yang tinggi antara 3-4 meter untuk menghindari
gangguan binatang buas. Oleh karena mereka tinggal lama di daerah ini, akhirnya
mereka disebut Orang Talang Mamak.
B. Upacara Balai Panjang
Upacara Balai Panjang merupakan upacara adat masyarakat Talang Mamak. Adalah
salah satu upacara yang bertujuan untuk pengobatan dan meminta kepada roh leluhur
agar dijauhkan dari malapetaka (Tolak Bala).
Saat akan melaksanakan upacara Balai Panjang, kumantang(dukun) terlebih dahulu
menghadap Saggaran Tujuh (puteri tujuh) untuk memberitahu serta meminta izin akan
melaksanakan upacara Balai Panjang. Pelaksanaan upacara Balai Panjang dimulai jam
20.00 dan berakhir jam 04.00 (semalam suntuk), tergantung pada banyaknya masyarakat
yang berobat dan banyaknya permainan/ kesenian yang diturunkan oleh dukun. Saat pagi
menjelang, masyarakat yang berobat diberikan obat oleh dukun sesuai dengan jenis
penyakit yang diderita korban. Upacara ini yang dipimpin oleh kumantang diiringi
dengan berbagai permainan dan kesenian. Adapun perlengkapan untuk melaksanakan
upacara ini adalah mempersiapkan tujuh bahan bambu serta sesajen, berbagai jenis ancak
yang terdiri dari pelepah dan daun/pucuk enau, berbagai jenis pesilih, lancang yang
terbuat dari pelepah enau, daun pisang, pucuk enau, daun beringin, upih pinang bambu,
serta daun bambu.
Bahan penting lain adalah padi yang sudah tua (bertih). Bertih yang ada dimasukkan
ke dalam kuali lalu dipanaskan sampai meletus. Sesudah proses tadi, bertih disimpan
dalam penampih beras untuk memisahkan padi yang sudah meletus dan yang tidak
meletus. Bagian yang tidak meletus untuk makanan ayam dan bagian yang meletus untuk
perlengkapan dukun. Bertih adalah pelengkap upacara untuk pengobatan, tolak bala,
menyemah serta membersihkan kampung. Dalam upacara ini, Batin (kepala suku)
memiliki tanggung jawab sebagai penanggung jawab utama. Kumantang adalah
pemimpin upacara yang dibantu oleh dua pendayu bertugas menyediakan obat dan
permainan. Selain itu, dua orang panganing bertugas menyiapkan ramuan, asapan,
membantu memaikan pakaian sang kumantang dan penandung. Jika salah satu tidak ada
maka upacara ini tidak bisa dilaksanakan.
Pada saat upacara ini berlangsung, ada larangan/pantangan yang tidak boleh
dilakukan yaitu: menyebut nama dukun, membuat kericuhan dan berbuat tidak senonoh.
Dalam upacara ini, proses menyembuhkan kadang tidak berhasil sehingga menyebabkan
orang yang sakit meninggal. Apabila orang tersebut meninggal maka air sirih
ditumpahkan, lilin lebah dipadamkan dan ditumbangkan. Mangkok, piring, dan cangkir
dipecahkan, beras ditaburkan di sekeliling rumah. Tanaman pisang ditebang dan
dipancung sebagai bentuk duka cita atas kematian tersebut. Selain itu, hal itu dilakukan
agar roh yang mati tidak akan mengganggu orang yang hidup.
C. Berdukun Barbara
1. Konsep Penyakit
Penyakit merupakan keadaan tubuh menyimpang yang di akibatkan oleh
ketidakseimbangan fungsi dan bagian tubuh pada manusia. Dalam hal ini dapat
dijelaskan bahwa, seseorang di anggap terserang penyakit jika bagian tubuh tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Thomas Timmreck menjelaskan, penyakit salah
satu keadaan dimana terdapat gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga
berada dalam keadaan tidak normal.
Bagi suku Talang Mamak, penyakit merupakan salah satu gangguan yang sangat
besar, karena mereka menganggap penyakit itu datang dari roh-roh yang ada disekitar
sebagai bentuk peringatan kepada masyarakat suku Talang Mamak. Maka dari itu,
mereka sangat takut ketika penyakit yang di alaminya tidak segera di obati. Mereka
selalu takut jika penyakit menghampiri, mereka merasa ada kesalahan yang telah
diperbuat sehingga sang penguasa marah dan menurunkan penyakit kepadanya.
2. Jenis Penyakit dan Pengobatan
Suku Talang Mamak memang terkenal dengan pengobatan tradisionalnya. Mereka
selalu menjaga dan melestarikan pengobatan tradisional yang diturunkan dari nenek
moyangnya. Pengobatan yang dilakukan sesuai penyakit yang di alami. Ada 2 cara
pengobatan tradisional suku Talang Mamak yang masih di percaya mampu
menyembuhkan penyakit yang di derita. Pertama, pengobatan tradisional yang
menggunakan ritual dan pengobatan yang tidak menggunakan ritua-ritual yang lama.
Pengobatan tradisional yang menggunakan ritual merupakan pengobatan adat suku
Talang Mamak dilakukan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mahluk-
mahluk halus, roh-roh jahat dan lain sebagainya yang mengganggu rohani manusia
sehingga di anggap sebagai penyakit. Pada pengobatan ini, mereka menggunakan
ritual-ritual dengan proses yang tidak singkat. Waktu yang digunakannya bisa
memakan waktu satu minggu dari proses persiapan sampai penutup. Dalam
pengobatan ini, terdapat ritual-ritual yang berunsur seperti menggunakan mantra,
kemenyan, tarian ataupun nyanyian. Sedangkan pengobatan tradisional yang tidak
menggunakan acara ritul hanya ditujukan ketika terjadi penyakit-penyakit yang di
derita bagian fisik. Dalam pengobatan ini tidak memakan waktu yang lama dan bahan
untuk menyembuhkan penyakitnya berupa ramuan-ramuan yang di ambil dari alam
sekitar dan meraciknya sendiri. Di pengobatan ini tidak terdapat unsur-unsur berupa
mantra, kemenyan, tarian ataupun nyanyian.
3. Penyebab Sakit
Timbulnya penyakit disebabkan oleh adanya gangguan lingkungan yang meliputi
air, udara, tanah, cuaca,dan lain sebagainya yang tidak mampu diterima oleh badan
sehingga menyebabkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkan pada gangguan ini hanya
terhadap fisik atau saraf-saraf. Lain halnya terhadap penyakit-penyakit yang cara
pengobatannya bukan menggunakan medis, tetapi menggunakan serangkaian acara
ritual yang dipercayai mampu menyembuhkan penyakit. Dalam konteks ini, penyakit
yang di derita bukan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang mendadak
berubah, tetapi penyakit yang disebabkan oleh gangguan-gangguan mahluk halus atau
roh-roh jahat.
Menurut Blum (1974), faktor lingkungan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat manakala faktor
prilaku pula merupakan faktor yang kedua terbesar.
Dalam suatu sistem personalistik, suatu sistem di mana penyakit (illness)
disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa mahluk
supranatural (mahluk gaib atau dewa), mahluk yang bukan manusia (seperti hantu,
roh leluhur atau roh jahat), maupun mahluk manusia (tukang sihir atau tukang
tenung). (Foster dan Anderson : 1978)
4. Perawatan Kesehatan
a. Berdukun
Berdukun merupakan salah satu kegiatan pengobatan yang masih sangat
tradisional. Pengobatan ini dilakukan oleh orang-orang yang merasa dirinya
terganggu oleh hal-hal yang tidak biasa, sehingga mereka memeriksanya dan
berobat kepada orang pintar. Dalam suku pedalaman seperti suku Talang Mamak,
pengobatan berdukun ini sangat terkenal dan mereka masih melestarikannya.
Mereka percaya, bahwa pengobatan tradisional ini lebih manjur untuk
menyembuhkan penyakit daripada pengobatan modern.
Pengobatan Dukun telah menjadi bagian sistem kognitif masyarakat, yang
terdiri atas pengetahuan, kepercayaan, gagasan, dan nilai yang berada dalam
pikiran anggota-anggota individual masyarakat. (Kalange : 1994)
b. Sistem Berdukun Barbara
Berdukun Berbara adalah suatu kegiatan upacara pengobatan Suku Talang
Mamak dengan cara menginjakkan kaki ke bara api panas yang dipimpin oleh 3
dukun besar guna untuk penyembuhan penyakit.
Menurut keyakinan Masyarakat Talang Mamak, hidup manusia selalu di ancam
bahaya jasmani maupun rohani. Ancaman dan gangguan itu datang dari musuh
manusia yang nampak dan yang gaib. (M. Simanjuntak : 2012 : 57)
1) Gangguan yang datang dari musuh, bisa saja itu berasal dari manusia sendiri,
alam, binatang dan roh-roh halus (hantu, mambang, jin).
2) Gangguan juga ada berbentuk penyakit tubuh (fisik) dan mental (jiwa).
Berikut merupakan urutan pelaksanaan Ritual Pengobatan Berdukun Berbara:
1) Persiapan Pengobatan
a) Merancang
Didalam musyawarah ini, mereka membahas dan menentukan waktu
pelaksanaan Berdukun Berbara hingga sah dan dapat di restui batin. Batin
juga menginformasikan kepada dukun dan keluarga si sakit agar dapat
menyiapkan apa- apa saja yang diperlukan dalam pengobatan tersebut.
b) Meramu (Mempersiapkan)
Satu atau dua hari sebelum acara Berdukun Berbara, masyarakat dan Tuah
Berampat (Anak, Bapak, Ponakan dan Mamak) mencari dan mempersiapkan
bahan keperluan untuk pengobatan. Mereka mencari bahan-bahan yang akan
digunakan untuk pengobatan seperti tanaman-tanaman obat-obatan ataupun
perlengkapan lainnya yang sudah ditentukan oleh dukun.
c) Menjemput Dukun
Menjemput Dukun ini dilakukan ketika persiapan pada rumah yang akan
diadakan acara pengobatan telah selesai semuanya. Para rombongan (Dukun,
Bintara, dan Keluarga si sakit) datang kerumah dukun satu per satu
membawa perlengkapan menjemput dukun berupa sirih, gambir, kapur,
pinang dan tembakau dalam satu tempat yang disebut Tengkalang. Setelah
itu, mereka semua turun dan berangkat menuju tempat pengobatan diadakan.
2) Pelaksanaan Pengobatan
Pelaksanaan pengobatan Berdukun Berbara tidak jauh beda dengan
pengobatan yang lainnya. Selalu ada musik, nyanyian, dan tarian yang
menghiasi pengobatan. Gerakan tariannyapun tidak jauh beda dalam ritual
pengobatan. Hanya saja terdapat bagian-bagian penting yang membuat beda.
Seperti contoh, jika pada pengobatan Berdukun Berbara terdapat permainan
yang mengijak bara api, tetapi dipengobatan lainnya tidak ada.
Saat mengobati, Dukun mengalami kemasukan atau kerasukan. Dalam hal
ini, mereka (dukun) dapat berbicara dengan mahluk gaib, Roh-roh halus, Jin,
Mambang serta Malaikat-malaikat. Pada saat kerasukan, dukun meminta dan
berbicara kepada mahluk-mahluk halus dan meminta obat bagi orang yang
sedang sakit. Disamping itu, dukun juga melakukan pembuangan bala atau
membuang pantang.
Bintara laki-laki dan bintara perempuan mempunyai peran sebagai
penterjemah pembicaraan dukun dengan mahluk halus. Tidak ada seorangpun
yang mengetahui pembicaraan sekalipun batin kecuali para bintara. Pergerakan
dukun pada permainan demi permainan pun selalu berbeda, mencerminkan
bahwa yang merasuki dukun bisa saja mahluk halus yang berbeda pula.
Berikut merupakan sistem pengobatan tradisional Berdukun Berbara Suku
Talang Mamak:
a) Masuk Asap Masuk Asap (Mengasap/Perasapan)
Pada proses ini, dukun diberi pengasapan oleh bintara laki-laki dan bintara
perempuan secara bergantian mulai dari kaki sampai ke ubun-ubun dan
kembali laki ke kaki. Bintaramerupakanorang yang
mengaturperlengkapansebelum ritual di laksanakan. Hal ini dilakukan
sebagai awal mula untuk pembersihan diri dukun untuk melakukan
pengobatan. Pengasapan juga dilakukan untuk semua peralatan seperti gong
dan gendang dengan asap kemenyan yang dibakar dalam pembaraan. Asap
kemenyan dipercayai dapat mengundang mahluk-mahluk halus, roh-roh dan
malaikat-malaikat agar datang ke tempat pengobatan.
b) Membangkah
Membangkah merupakan dimana para bintara memberikan tanda empat
titik [: :] di seluruh anggota badan Dukun. Bangkah terbuat dari kapur sirih
yang di beri air sehingga melekat pada tubuh yang akan diberi bangkah.
Bagian tubuh yang diberi bangkah yaitu muka, leher, bahu, tangan, dada,
punggung dan kaki. Setelah selesai memberikan bangkah kepada Dukun,
selanjutnya Dukun memberikan bangkah kepada Bujang Bayu (seseorang
yang dipercaya untuk mengiringi, melayani dan menikuti gerak-gerik dukun
saat pengobatan berlangsung), selanjutnya Bintara Laki-laki memberikan
bangkah kepada Bintara Perempuan. Bangkah yang diberikan terhadap
Bujang Bayu dan Bintara, tidak seperti Bangkah yang diberikan kepada
Dukun. Pembagkahan untuk Bintara hanya dimuka, satu tanda bangkah di
kening, dan dua tanda bangkah di pipi kanan dan pipi kiri.
c) Memakai Pakaian Dukun
Pakaian yang dipakai dari rumah deganti dengan pakaian khusus
pengobatan yang telah disiapkan. Pakaian dilengkapi dengan Gelang dan
Tongkat (terbuat dari Bambu dan di atas tongkat diberi Daun Linjuang) yang
akan digunakan pada saat pengobatan berlangsung. Selain itu ada aksesoris
yang diletakkan di kepala yang biasa mereka sebut sebagai Karang Sunting
dan Gitar berbentuk lingkaran.
d) Menawar (Menabur Bertih)
Sebelum menabur Bertih, Dukun kembali mengasap seluruh tubuhnya.
Setelah itu, Gelang dan Tongkat tadi digosokkan di tubuh Dukun, alat dan
bahan pengobatan sebelum ditabur dengan Bertih. Bertih adalah bahan
pengobatan yang terbuat dari padi dan dimasak tanpa menggunakan minyak.
Bertih di taburkan disekitar tempat atau area pengobatan.
e) Menghambat
Menghadap disini mempunyai arti bahwa mereka mengupayakan agar apa
yang di hadap atau yang diminta untuk keikutsertaannya dalam pengobatan
Berdukun Berbara siap untuk berkerja dan menjalankan tugasnya, sehingga
dapat berjalan dengan sukses.
f) Ayam Pesembah
Sesudah Menghadap dan sebelum memasuki permainan, Dukun
memberikan satu Ayam Pesembah. Tetapi, mereka menyediakan dua ayam
pesembah, sebagai cadangan jika ayam yang pertama tidak mematuk dan
memakan Bertih. Ayam yang digunakan yaitu ayam jantan dan warna harus
mengikuti apa yang Dukun katakan pada hari sebelumnya. Kemudian ayam
akan dihadapkan kepada Dukun dan memberi Bertih kembali. Apabila ayam
tersebut mematuk Bertih, berarti guru (roh-roh dan malaikat) telah menerima
pengobatan Berdukun Berbara dilaksanakan. Tetapi jika tidak mau memakan,
maka mereka mengganti dengan ayam cadangan dan berusaha untuk dapat
memakan Bertih tersebut.
Berikut merupakan Permainan yang mendukung berjalannya ritual
sebagai berikut :
a) Dendang Mayang
b) Ketongkat Kebarau
c) Anak Kumbang
d) Berbara Burung
e) Ja’onang Nyabung
f) Denak
3) Penutup Pengobatan
Dalam acara penutupan, warga desa dan perangkat adat mengadakan acara
makan bersama pada pagi harinya. Perlengkapan yang sudah selesai hanya
disimpan di rumah yang di adakan pengobatan dan di pindah saat ada
pengobatan selanjutnya. Selain itu, Dukun meletakkan keris yang sudah diberi
Bangkah [ : : ] di atas pintu masuk rumah.
c. Mantra
Masyarakat Suku Talang Mamak di kenal sebagai masyarakat yang memiliki
kepercayaan animisme. Dimana ini dapat dilihat dari kebiasaan-kebiasaan yang
selalu mempercayai adanya penunggu pohon-pohon besar atau tempat-tempat yang
mereka anggap keramat. Selain itu, dalam pengobatannya pun selalu mengunakan
kemenyan beserta ucapan-ucapan mulut Dukun yang di anggap mantra itu.
Kehidupan sehari- hari masyarakat Suku Talang Mamak hanyalah dalam
lingkungan pedalaman hutan. Walaupun mereka mengakui “Islam“ adalah
agamanya dan “Alah” sebagai tuhannya, tetapi mereka tidak pernah melakukan apa
yang diperintahkan Allah kepada manusia lainnya.
Mantra atau Mantre (bahasa orang Talang Mamak) pada Suku Talang Mamak
dapat digunakan untuk aktivitas-aktivitas kesehariannya seperti mantre bekoje
(mantra bekerja), mantre mencai ikan (mantra mencari ikan), mantre mengail
(mantra memancing), mantre menjale (mantra menjala), mantre memotik (mantra
memetik atau memanen), mantre menobang (mantra menebang), mantre buke
hutan (mantra buka hutan), mantre beburu (mantra berburu), mantre mengambek
madu (mantra mengambil madu), mantre lobah (mantra lebah) mantre nak mandi
same lah mandi (mantra akan mandi dan selesai mandi) dan banyak lainnya.
Mantra tersebut selalu dipergunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua
akan selalu menurunkan terhadap anak-anaknya untuk jaga diri mereka.
Banyaknya jenis mantra yang ada pada kehidupan Suku Talang Mamak memberi
gambaran bahwa penting sekali mantra dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Selain itu, dari mantra yang dimiliki seseorang dapat dilihat gambaran bahwa
orang tersebut memiliki ilmu yang tinggi. Semakin banyak mantra yang dimiliki,
semakin tingi pula harkatnya dibandingkan yang lainnya. Mantre (mantra) itu
sangat penting untuk seseorang sebagai jaga diri. Orang Talang Mamak wajib
mengetahui dan memiliki mantra. Apalagi mantra untuk pegangan jika saat mereka
keluar kampung dan pergi main kekampung orang
Begitu berartinya mantra, mereka saling berlomba untuk menuntut ilmu kepada
orang tua atau Dukun. Mantra yang wajib dimiliki seseorang adalah Mantre Jage
Diri (mantra jaga diri), karena memiliki nilai yang sangat besar untuk menghadapi
kehidupan dari segala ancaman. Jika sudah memiliki mantra jaga diri, mereka akan
mempelajari mantra-mantra yang lainnya yang di anggap penting untuk dirinya.
d. Ramuan
Dari pengobatan dan mantra di atas, tergambar bahwa ramuan yang di buat
untuk pengobatan juga dari bahan alami. Maksudnya, mereka mengambil dari
bahan- bahan di lingkungan (hutan) untuk obat tanpa ada campuran dari bahan-
bahan kimia lainnya. Mereka percaya bahwa ramuan alami ini lebih bisa
menyembuhkan penyakit daripada obat yang diberikan dokter. Selain mudah
dicari, obat-obatan tradisional ini juga tidak mengeluarkan biaya untuk
mndapatkannya. Semua penyakit yang di derita, pasti ada obat yang bisa
menyembuhkan dan dapat di buat dari bahan tumbuh- tumbuhan.
Menurut Ekspedisi Biota Medika (1998) bahwa Suku Talang Mamak
memanfaatkan 110 tumbuhan untuk mengobati 56 jenis penyakit dan 22 jenis
cendawan (penyakit yang disebabkan oleh jamur). Sedangkan Suku Melayu
memanfaatkan 182 jenis tumbuhan obat untuk 45 jenis penyakit dan 8 jenis
cendawan.mselain itu, Masyarakat Talang Mamak juga memiliki pengetahuan
etnobotani, atau mengenal berbagai jenis tumbuhan dan juga satwa.
Dari penjelasan di atas bahwa mereka (Suku Talang Mamak) membutuhkan
lebih sedikit tumbuhan untuk menyembuhkan lebih banyak penyakit dibandingkan
suku melayu yang menggunakan lebih banyak tumbuhan obat, tetapi untuk
menyembuhkan sedikit penyakit.
e. Perlengkapan dan Peralatan
Selain mantra dan ramuan sebagai pendukung utama pengobatan, juga ada
pendukung lainnya yang tidak kalah penting yaitu perlengkapan dan peralatan.
Perlengkapan dan peralatan sangat mendukung proses berjalannya pengobatan.
Perlengkapan dan peralatan mempengaruhi keberhasilan ritual pengobatan, tanpa
adanya salah satu akan menjadikan pengobatan tidak berjalan dengan sempurna.
Perlengkapan dan peralatan meliputi serangkaian benda-benda yang digunakan
dalam pelaksanaan perawatan kesehatan berdukun berbara.
D. Upacara Kematian
1. Manusia dan Kematian Menurut Suku Talang Mamak
Manusia terdiri dari jasad dan roh. Jasad dapat dilihat dan diraba, sementara roh
tidak demikian. Keberadaan roh hanya bisa dirasakan oleh manusia itu sendiri.
Manusia dikatakan hidup bila roh masih ada di dalam jasadnya. Sebaliknya, jika roh
sudah meninggalkan jasadnya, maka manusia tersebut dianggap telah mati. Dengan
demikian, kematian adalah apabila roh sudah meninggalkan jasadnya. Maka,
kematian itu hanya terjadi pada jasad manusia. Orang Talang Mamak memaknai
kematian dengan dua cara, yaitu: Kematian sebagai kesialan yang ada kaitannya
dengan perilaku si mati ketika ia masih hidup. Jika semasa hidupnya, si mati banyak
berbuat jahat, seperti membunuh atau mencelakai orang lain, maka kematiannya
adalah suatu kesialan. Tetapi, jika semasa hidupnya, si mati selalu berbuat baik, maka
kematian bukanlah sebagai kesialan. Berkaitan dengan kesialan, rumah yang ditimpa
kesialan itu akan membawa malapetaka dengan kematian anggota keluarganya secara
bergiliran. Untuk menghindarinya, anggota keluarga harus pindah ke daerah lain dan
membuat rumah baru. Perpindahan ini dilakukan atas dasar petunjuk seorang dukun.
Tetapi tidak semua roh sampai ke tempat tujuannya dengan selamat, karena
diganggu oleh roh lain. Roh yang diganggu ini akhirnya dikenal dengan roh sesat,
Orang Talang Mamak menyebutnya roh jahat. Roh ini tinggal di pohon-pohon besar
dan rimbun, di tanah yang berbusut, di bukit-bukit, di persimpangan jalan, di lembah-
lembah, di tanjung dan di sungai-sungai. Bagi Orang Talang Mamak, tempat-tempat
ini merupakan tempat yang disucikan dan harus dihormati dengan cara memberikan
sesajian untuk roh yang berdiam di tempat-tempat tersebut. Mereka beranggapan roh
itu dapat memberikan pertolongan jika dipuja, begitu pula sebaliknya. Oleh karena
begitu kuat kepercayaan mereka terhadap kekuasaan roh, maka setiap orang yang
terkena penyakit selalu dikaitkan dengan gangguan roh tersebut. Jenis-jenis penyakit
itu hanya dapat diketahui oleh seorang dukun, dan dia pula yang dapat mengobatinya.
Dengan demikian, dukun merupakan orang yang sangat penting dalam kehidupan
Orang Talang Mamak.
2. Penyelenggaraan Mayat Setiap Suku Talang Mamak
Suku Talang Mamak tidak menginginkan roh mereka sesat ketika mereka mati kelak.
Mereka berharap roh mereka menuju ke tempat tujuan dengan selamat. Agar roh
dapat selamat, maka jasadnya perlu dijaga dan dikuburkan dengan sempurna melalui
beberapa tahap. Beberapa tahap tersebut adalah: menjaga, menurunkan, dan
menguburkan mayat. Dalam portal ini, tahapan tersebut akan dibicarakan secara rinci
dan sistematis.
a. Menjaga Mayat
Dimaksudkan untuk menceritakan riwayat hidup mayat kepada setiap anggota
yang hadir sambil menunggu kedatangan keluarga jauh dan tetangga. Waktu
pelaksanaannya setelah seseorang dinyatakan mati. Jika seseorang mati di siang
hari, maka dilaksanakan pada waktu itu juga, dan begitu pula sebaliknya. Tempat
pelaksanaannya di tengah rumah. Khusus bagi pemuka masyarakat/adat, seperti
batin, penghulu dan datuk, tahapan ini dilaksanakan selama tiga hari tiga malam.
Pihak-pihak yang terlibat pada tahap ini ialah: suami dan isteri, anak-anak bagi
yang sudah mempunyai anak, keluarga pihak isteri dan suami, tetangga dan kaum
kerabat, serta dukun. Beberapa peralatan yang perlu dipersiapkan antara lain
kemenyan, kayu gaharu, tembikar (tenggarang), perasopan (tembikar yang diberi
bara kayu atau bara tempurung), tikar pandan, bantal dan kain panjang. Prosesi
dalam upacara: Apabila mayat sudah terbujur kaku di tengah rumah, maka
dipanggil seorang dukun. Setelah dukun datang, mayat segera dibaringkan
telentang di tengah rumah, ditutupi dengan kain panjang, sedangkan kepalanya
tidak boleh dihadapkan ke pintu masuk. Kemudian, dukun meminta perasopan
beserta segala peralatan yang diperlukan. Selanjutnya, perasopan ditaburi
kemenyan dan gaharu. Semua keluarga, kaum kerabat dan tetangga duduk
mengelilingi mayat. Sambil menunggu kedatangan sanak keluarga yang lain (dari
jauh), keluarga yang ada di rumah itu meratap atau menangis. Seorang wakil
keluarga menceritakan riwayat hidup mayat. Cerita itu didengar oleh orang-orang
yang hadir dengan perasaan sedih dan terharu. Tahapan ini baru berakhir setelah
mayat diturunkan dari rumah. Ada beberapa pantangan dan larangan yang harus
dihindari pada tahapan ini, yaitu: tidak boleh memasak nasi di rumah mayat; tidak
boleh makan sewaktu mayat di atas rumah; dan tidak boleh menebang kayu, karena
dianggap mengganggu roh mayat.
b. Mayat Turun Rumah
Tahap kedua ini dimaksudkan untuk melepaskan keberangkatan mayat menuju
ke tempat penguburan dengan segala keikhlasan, agar roh si mayat tidak ragu dan
bimbang meninggalkan keluarganya, serta keluarga yang ditinggalkan tetap tabah
dan kuat dalam menghadapi hidup selama ditinggalkan. Tahapan ini dilaksanakan
ketika mayat turun dari rumah. Adapun tempatnya di halaman depan rumah.
Semua keluarga dilibatkan dalam upacara ini, terutama keluarga dekat, seperti
ayah, ibu dan kakak atau adik-adik si mayat. Peralatan yang harus disediakan
antara lain usungan, beras kunyit, padi, pakaian dan wangi-wangian. Prosesi dalam
upacara: Sebelum tahapan kedua ini dimulai, terlebih dahulu disiapkan sebuah
usungan yang dibuat dari kayu, bambu atau rotan.
Bagian bawah usungan harus dibuat dari papan. Usungan itu diletakkan di
bawah, sebelum mayat disiapkan di tengah rumah. Sementara itu, di tengah rumah
terdapat beberapa orang yang mengganti pakaian mayat dengan pakaian baru,
seolah-olah ia akan pergi ke tempat yang jauh. Setelah itu, mayat diletakkan di atas
pembaringan di tengah rumah. Ketika itu dukun membacakan mantera. Setelah
pembacaan mantera, dukun memberi aba-aba agar usungan dibawa naik ke rumah,
kemudian mayat diangkat secara perlahan, lalu dibaringkan di atas usungan yang
dilengkapi dengan bantal dan kain panjang. Ketika kegiatan itu berlangsung, semua
keluarga si mayat menangis tersedu-sedu sambil meratap untuk memperlihatkan
cinta kasih keluarga kepada si mayat yang sebentar lagi akan berangkat pergi.
Ratapan itulah yang dapat menunjukkan betapa keluarga mencintai dan mengasihi
si mayat. Semua orang yang datang berdiri dengan penuh khidmat. Selanjutnya,
usungan diturunkan secara perlahan ke halaman rumah yang diiringi oleh sanak
keluarga. Usungan itu diangkat oleh empat orang pemikul usungan. Lalu, dukun
memerintahkan sanak keluarga untuk merundukkan kepala ke bawah usungan
secara bolak-balik sebanyak tiga kali. Perbuatan ini dimaksudkan sebagai tanda
bahwa keluarga merelakan kepergian si mayat, dan diharapkan pula rohnya tidak
kembali lagi sebagai roh yang sesat. Setelah semua keluarga selesai merunduk,
sekali lagi wakil dari anggota keluarga si mayat menyampaikan riwayat hidupnya,
sambil diiringi dengan ratapan dan tangisan keluarga yang lain. Dalam
menyampaikan riwayat hidup, wakil dari anggota keluarga ini menjelaskan pula
harta benda dan warisan yang ditinggalkan oleh si mayat untuk anak isterinya.
Semua yang hadir mendengarkan penyampaian wakil keluarga tersebut dengan
penuh khidmat. Selanjutnya, salah seorang anggota keluarga menaburkan beras
kunyit, bunga-bunga dan wangi-wangian serta padi ke usungan yang akan dibawa.
Setelah itu dengan penuh rasa haru, usungan dilepas pergi ke tempat penguburan.
Di sepanjang jalan menuju ke tempat penguburan, ditaburkan pula padi sebagai
sedekah kepada roh-roh yang tinggal di sepanjang jalan tersebut. Selama upacara
ini berlangsung, para hadirin tidak dibenarkan berbicara keras, apalagi
membicarakan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan dalam upacara tersebut,
dan tidak dibenarkan juga menebang kayu. Apabila hal itu diabaikan, maka dapat
pula menyebabkan roh mayat ini tersesat jalan.
c. Penguburan
Maksud dari tahapan ketiga ini untuk menyelamatkan mayat dari gangguan
binatang, terutama binatang buas. Tempat pelaksanaannya di tanah perkuburan
yang sudah ditentukan, dan waktunya di siang hari. Pihak-pihak yang terlibat
dalam tahapan ini adalah anggota keluarga, para orang tua yang terpandang, batin
dan termasuk pula dukun. Perlengkapan yang harus disediakan antara lain,
cangkul, parang, kulit kayu, kayu pagar, pakaian, dan kain kuning (bagi pemuka
mayarakat). Prosesi dalam upacara: Ketika tiba di lokasi penguburan, usungan
mayat diletakkan di tempat yang datar dan teduh. Sementara itu beberapa orang
segera menggali kubur dengan menggunakan cangkul dan penggali. Sambil
menunggu lubang kubur selesai digali, para pengantar duduk berteduh tanpa
bersuara lantang, apalagi suara yang berisi ucapan cabul. Setelah lubang kubur
selesai digali, secara perlahan mayat dikeluarkan dari usungan, lalu dengan hati-
hati mayat tersebut dimasukkan ke dalam lubang.
Mayat diletakkan dalam keadaan duduk, disandarkan ke dinding lubang. Setelah
mayat duduk dengan sempurna, semua barang miliknya yang paling disayangi
semasa hidup diletakkan di pangkuannya. Kemudian lubang tersebut ditutupi
dengan kulit kayu, lalu ditimbun dengan tanah secara perlahan hingga rata. Setelah
itu, di atasnya ditaburkan padi sebagai pertanda ucapan selamat jalan sekaligus
selamat tinggal kepada si mayat. Lalu, dukun membacakan mantera yang diikuti
oleh hadirin dengan penuh khidmat. Dengan berakhirnya pembacaan mantera
tersebut, maka berakhirlah tahapan penguburan ini.
Ketika pulang dari tempat penguburan, wakil dari keluarga yang meninggal
mengundang orang-orang yang telah membantu dalam penyelenggaraan mayat
tersebut, terutama pada tahapan penguburan. Undangan ini dimaksudkan untuk
makan bersama sebagai tanda terima kasih. Biasanya, undangan itu diterima
dengan senang hati, lalu mereka datang ke rumah tersebut. Setelah selesai acara
makan bersama ini, maka selesai pula upacara kematian yang masih berlaku dalam
masyarakat Orang Talang Mamak di Talang Jerinjing kabupaten Indragiri Hulu,
Riau.
Refrensi:
Depdikbud, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah,
Upacara Tradisional (Upacara Kematian) Daerah Riau, Jakarta, 1985.
2014. “Balai Panjang Upacara Tolak Balak Suku”. http://tercreative.blogspot.com diakses tanggal 19 Maret 2015 pukul 17.00 WIB
“Sistem Perawatan Kesehatan Berdukun Berbara Pada Suku Talang Mamak”. http://download.portalgaruda.org diakses tanggal 19 Maret 2015 pukul 18.00 WIB
“Upacara Kematian Suku Talang Mamak”. http://melayuonline.com diakses tanggal 20 Maret 2015 pukul 17.00 WIB
http://id.wikipedia.org diakses tanggal 20 Maret 2015 pukul 17.30 WIB
http://ciptakarya.pu.go.id diakses tanggal 20 Maret 2015 pukul 18.00 WIB