1
MAKALAH
STRATEGI PEMBEAJARAN INDIVIDUAL PADA ANAK
TUNAGRAHITA
Disusun
O
l
e
h
Muliana, S,Pd.I
NIM : 1308202
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI)
BANDUNG KELAS JAUH BANDA ACEH
TAHUN 2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses pembelajaran dibutuhkan strategi untuk memperoleh
kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan,
pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan
yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan seperti yang diharapkan. Inilah
yang dikatakan sebagai strategi pembelajaran.
Menurut Sanjaya Wina (2007) istilah strategi dipakai dalam banyak
konteks dengan banyak makna yang tidak selalu sama. Dalam konteks belajar
mengajar, strategi berarti pola umum perbuatan guru peserta didik di dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, maka konsep strategi
dalam hal ini menunjuk pada karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru
peserta didik dalam peristiwa belajar mengajar.
Pada prinsipnya tidak jauh berbeda penerapannya dengan pendidikan
pada umumnya. Pada hakekatnya strategi pembelajaran tersebut harus
memperhatikan karakteristik murid, tujuan belajar, dan ketersediaan sumber.
Strategi pembelajaran secara umum dapat diartikan sebagai metode atau teknik
meenyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar tujuan belajar tercapai.
Sedangkan menurut Arief S. Sadiman (1984:28) menjabarkan , “Strategi
pembelajaran dalam arti luas dapat mencakup metode , pendekatan , pemilihan
sumber, dan media , pengelompokan siswa dan penilaian keberhasilannya”.
Sehingga pada pengertian sebelumnya dapat ditambahkan bahwa strategi
pembelajaran adalah juga pendekatan umum dan rangkaian tindakan yang akan
3
diambil untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai. Jadi strategi ini
merupakan kaidah-kaidah preskriptif untuk merancang peristiwa- peristiwa
pembelajaran yang dapat menciptakan pengalaman belajar yang diperlukan untuk
mencapai berbagai tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan. Strategi
pembelajaran yang menekankan pada partisipaso aktif siswa, misalnya akan lebih
mengutamakan penggunaan metode diskusi atau seminar atau kerja kelompok
daripada metode ceramah . Jadi strategi pembelajaran itu ternyata juga mengait
pada model dan metode pembelajaran. Pendidikan khusus sebagai salah satu
bentuk pendidikan yang khusus di peruntukan bagi mereka yang mengalami
hambatan dalam belajarnya, secara sadar terus berupaya untuk meningkatkan
pelayanan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Menyadari bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah individu
yang unik. Keunikan ini mengandung pengertian bahwa ABK mempunyai sifat-
sifat khusus atau karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya, baik dalam segi kemampuan, bakat, minat maupun gaya belajarnya.
Mendidik siswa di sekolah luar biasa tidak sama dengan mendidik siswa di
sekolah umum. Yang perlu dipahami oleh pendidik yang memiliki siswa
tunagrahita antara adalah guru harus mehami karakter anak tunagrahita yang
memiliki keunikan tersendiri yaitu bersifat pelupa, susah memahami perintah
yang kompleks, perhatian mudah terganggu, dan susah memahami hal-hal yang
kompleks. Oleh karena itu guru siswa tunagrahita harus sabar, penyayang,
mengajar dengan kata-kata sederhana dan gambar yang nyata.
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia dikenal
dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped, Mentally
4
Retardid. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa
yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak normal.
Sedemikian rupa dari segi: fisik, intelektual, sosial, emosi dan atau gabungan dari
hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk
mengembangkan potensinya secara optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau
keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal, sehingga
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial,
dan karena memerlukan layanan pendidikan khusus. Pada prinsipnya tidak jauh
berbeda penerapannya dengan pendidikan pada umumnya. Pada hakekatnya
strategi pembelajaran tersebut harus memperhatikan karakteristik murid, tujuan
belajar, dan ketersediaan sumber. Pada anak tunagrahita ringan dan sedang
mungkin lebih efektif menggunakan strategi pembelajaran yang menekankan
latihan. Yang tidak terlalu banyak menuntut kemampuan berfikir yang kompleks.
Meskipun demikian strategi yang menekankan pada latihan yang diulang-ulang
itu memang kurang sesuai dan sangat membosankan bagi anak-anak yang
memiliki kemampuan intelektual tinggi.
Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita ringan yang belajar bersama
anak normal disekolah umum akan berbeda dengan strategi pembelajaran bagi
mereka yang belajar dalam satu kelompok anak tunagrahita di Sekolah Luar
Biasa anak tunagrahita (SLB-C). Pendidikan merupakan suatu usaha untuk
membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan
akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam
lingkungan sekitarnya. Melalui pendidikan anak bisa berkembang dengan lebih
baik dan lebih optimal. Varitas progresivitas perkembangan anak sangat
5
individual. Setiap individu berkembang sesuai dengan irama perkembangannya.
Pendidikan yang diberikanpun sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik. Mereka seperti anak-
anak pada umumnya, memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan
sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka memiliki hambatan intelektual tapi
mereka juga masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan
kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh
karena itu maka layanan pendidikan yang diberikan kepada mereka diupayakan
dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal sesuai dengan kebutuhan
mereka. Pemahaman terhadap mereka baik secara tesori maupun praktis sangat
diperlukan supaya para professional dapat memberikan layanan pendidikan yang
dapat memenuhi kebutuhan mereka.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana kemampuan anak tunagrahita dalam belajar?
2. Sejauh mana strategi pembelajaran individual bagi anak tunagrahita
3. Hambatan-hambatan apa saja yang di hadapi dalam pelaksanaan
pembelajaran individual pada anak tunagrahita?
4. Upaya apa yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran individual?
C. Tujuan dan Mamfaat Pembahasan
1. Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan pembahasan makalah ini
adalah :
a) Mengetahui kemampuan anak tunagrahita dalam belajar.
6
b) Mengetahui sejauh mana strategi pembelajaran individual bagi anak
tunagrahita.
c) Mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang di hadapi dalam
pelaksanaan pembelajaran individual pada anak tunagrahita.
d) Mengetahui upaya apa yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran
individual.
2. Mamfaat Penulisan Makalah
Adapun yang menjadi mamfaat pembahasan pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
a) Memahami kemampuan anak tunagrahita dalam belajar.
b) Memahami sejauh mana strategi pembelajaran individual bagi anak
tunagrahita.
c) Memahami hambatan-hambatan apa saja yang di hadapi dalam
pelaksanaan pembelajaran individual pada anak tunagrahita.
d) Memahami upaya apa yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran
individual.
7
BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN INDIVIDUAL ANAK TUNAGRAHITA
A. Strategi Pembelajaran
Menurut Wina Sanjaya, pembelajaran individual dan pembelajaran
kelompok merupakan suatu strategi pembelajaran. Sedangkan strategi
pembelajaran menurut J.R. David (1976) dalam Sanjaya (2006:126) dalam dunia
pendidikan strategi dapat didefinisikan sebagai “a plan method, or series of
activities designed to achieves a particular aducational goal.”. Strategi dapat
didefinisikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Menurut Wina Sanjaya (2008 : 3) dari pengertian diatas terdapat dua hal
yang harus kita cermati, pertama strategi pembelajaran merupakan rencana
tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan
berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Kedua strategi disusun
untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Hamzah B. Uno (2008 : 3) Strategi pembelajaran
adalah cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan
belajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Pemilihan tersebut
dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar,
kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran tertentu.
Kemp (1995) dalam Sanjaya (2006:126) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru
dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
8
Sementara itu Dick and Carey (1985) dalam Sanjaya (2006:126) menjelaskan
bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran
yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada
siswa.
Memperhatikan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
strategi pembelajaran merupakan rencana yang berisi tentang prosedur, langkah-
langkah yang didesain sedemikian rupa oleh seorang pengajar untuk
menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik
menerima dan memahami materi pembelajaran, sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan.
Definisi di atas menjelaskan pula kepada kita bahwa pembelajaran tidak
dapat dilakukan secara sembarangan, pembelajaran memerlukan ketelitian,
ketepatan dan kecerdikan seorang pengajar dalam memutuskan rencana-rencana
apakah yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Hasil akhir yang hendak dicapai dari penggunaan strategi pembelajaran
adalah tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Dengan demikian
strategi apapun yang akan digunakan dalam pembelajaran, tentunya dipakai
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
B. Konsep Pembelajaran Individual
Pembelajaran individual merupakan suatu strategi pembelajaran, hal ini
dijelaskan oleh Rowntree (1974) dalam Sanjaya (2008 : 128) membagi strategi
pembelajaran ke dalam strategi penyampaian-penemuan atau exposition-
discovery leraning strategy dan strategi pembelajaran kelompok dan strategi
pembelajaran individual atau groups-individual learning strategy.
9
Menurut Wina Sanjaya (2008:128) strategi pembelajaran individual
dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan dan keberrhasilan
pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu yang
bersangkutan. Bahan pembelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain
untuk belajar sendiri.
C. Strategi Pembelajaran Indvidual
Pada strategi pembelajaran individual ini siswa dituntut dapat belajar
secara mandiri, tanpa adanya kerjasama dengan orang lain. Sisi positif
penggunaan strategi ini adalah terbangunya rasa percaya diri siswa, siswa
menjadi mandiri dalam melaksanakan pembelajaran, siswa tidak memiliki
ketergantungan pada orang lain. Namun di sisi lain terdapat kelemahan strategi
pembelajaran ini, diantaranya jika siswa menemukan kendala dalam
pembelajaran, minat dan perhatian siswa justru dikhawatirkan berkurang karena
kurangnya komunikasi belajar antar siswa, sementara enggan beratanya kepada
guru, tidak membiasakan siswa bekerjasama dalam sebuah team.
Sedangkan menurut Sudjana (2009 : 116) Pengajaran individual
merupakan suatu upaya untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat
belajar sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, kecepatan dan caranya sendiri.
Menurut Sudjana, Perbedaan-perbedaan individu dapat dilihat dari :
1. Perkembangan intelektual
2. Kemampuan berbahasa
3. Latar belakang pengalaman
4. Gaya belajar
5. Bakat dan minat
6. Kepribadian
10
Pembelajaran individual adalah pelatihan yang bersifat individual karena
pertimbangan adanya perbedaan-perbedaan diantara para peserta didik. Metode
ini sangat sesuai digunakan dalam 'one-to-one situation', seperti pelatihan
terhadap pejabat pengganti atau anggota tim di tempat kerja. Tidak seperti
pembelajaran yang difasilitasi dimana instruktur memiliki peran yang lebih
bersifat pasif, pada pembelajaran individual instruktur perlu mempertimbangkan
dan memenuhi kebutuhan masing-masing peserta, sebagai contoh:
1. Tingkat belajar dan gaya belajar
2. Sikap
3. Kedewasaan
4. Minat yang mempengaruhi tingkat belajar
5. Motivasi
6. Lingkungan belajar
Ini tidak selalu berarti bahwa para peserta berada di rumah, mereka dapat
berada di ruang kelas namun tetap mengerjakan semuanya sesuai tahapannya
masing-masing. Pembelajaran individual memberi kesempatan kepada siswa
untuk menentukan sendiri tempat, waktu dan kapan dirinya merasa siap untuk
menempuh ulangan atau ujian. Pembelajaran individual mempunyai beberapa
ciri, antara lain :
1. Siswa belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing, tidak pada
kelasnya
2. Siswa belajar secara tuntas, karena siswa akan ujian jika telah merasa siap
3. Setiap unit yang dipelajari memuat tujuan pembelajaran khusus yang jelas
4. Keberhasilan siswa diukur berdasarkan sistem nilai mutlak. Ia berkompetisi
dengan angka bukan dengan temannya
11
Jenis utama dari pembelajaran individual adalah :
1. Distance learning (pembelajaran jarak jauh)
2. Resource-based learning (pembelajaran langsung dari sumber)
3. Computer-based training (pelatihan berbasis komputer)
4. Directed private study (belajar secara privat langsung)
Dalam pembelajaran individual terdapat beberapa keuntungan-
keuntungan dan kelemahan-kelemahan. Keuntungan-keuntungan pembelajaran
individual yaitu:
1. Perbedaan-perbedaan yang banyak di antara para peserta dipertimbangkan
2. Para peserta didik dapat bekerja sesuai dengan tahapan mereka dengan waktu
yang dapat mereka sesuaikan
3. Gaya-gaya pembelajaran yang berbeda dapat diakomodasi
4. Hemat untuk peserta dalam jumlah besar
5. Para peserta didik dapat lebih terkontrol mengenai bagaimana dan apa yang
mereka pelajari
6. Merupakan proses belajar yang bersifat aktif bukan pasif
Kelemahan-kelemahan pembelajaran individual yaitu:
1. Memerlukan waktu yang banyak untuk mempersiapkan bahan-bahan
2. Motivasi peserta mungkin sulit dipertahankan
3. Peran instruktur perlu berubah
Salah satu model pembelajaran individual yang sangat populer di kita
beberapa waktu yang lalu adalah pembelajaran dengan modul. Modul adalah
suatu paket pembelajaran yang memuat suatu unit konsep pembelajaran yang
dapat dipelajari oleh siswa sendiri (self instruction). (Modular Instruction) Modul
merupakan suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu
12
yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh
peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang
jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana
melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
2. Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk
melibatkan sebanyak mungkin
D. Konsep Tunagrahita
1. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita disebut juga intellectual disability atau retardasi mental,
yang dapat diartikan lemah mental, lemah otak, lemah pikiran, cacat mental
atau terbelakang mental.Tunagrahita ringan disebut juga dengan istilah debil
dan mampu didik. Pada umumnya penampilan anak tunagrahita ringan tidak
berbeda dengan anak normal sebayanya, tetapi dapat diketahui setelah
menempuh pembelajaran yang bersifat akademik dengan
ketidakmampuannnya mengikuti pembelajaran tersebut. Muljon
Abdurachman dan Sudjadi (1994 :26) mengatakan, “Tunagrahita ringan atau
mampu didik (educable mentally retarded) mempunyai IQ 50-70 atau 75.
Mumpuniarti (2007 : 15) mengatakan bahwa “Anak Tunagrahita
Ringan memiliki karakteristik fisik yang tidak jauh berbeda dengan anak
normal, tetapi motoriknya lebih rendah dibanding anak normal”. Sedangkan
menurut The New American Webster dalam Moh Amin, (1994 : 37) bahwa
dalam kecerdasan berpikir anak tunagrahita ringan paling tinggi sama dengan
kecerdasan anak normal yang berusia 12 tahun.
13
Mumpuniarti (2007 : 24) mengatakan: “Dalam tes WISC, pada sub
tes Simbol, ternyata rata-rata anak dengan hambatan mental mampu
mengerjakan sub tes tersebut, tetapi lamban atau sangat lamban. Gerakan
motoriknya lambat dan kurang terkoordinir dengan baik, demikian juga anak
hambatan mental mempunyai problem di bidang proses mengingat, yang
meliputi aspek menangkap pesan, menyampaikan dan merefleksikan
kembali”.
Berdasar beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak
tunagrahita ringan adalah anak yang mempunyai kecerdasan di bawah anak
normal sebayanya, anak tunagrahita juga mempunyai hambatan-hambatan
dalam bahasa, motorik, emosi dan sosialnya. Karena kemampuan berpikirnya
terbatas sehingga mereka juga mengalami kesulitan dalam mempelajari
merawat dirinya. Oleh karena itu anak tunagrahita ringan perlu diberi
pembelajaran merawat diri khususnya tentang mandi agar mempunyai
kemandirian untuk merawat dirinya seoptimal mungkin.
2. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Potensi dan kemampuan setiap anak berbeda-beda demikian juga
dengan anak tunagrahita, maka untuk kepentingan pendidikannya,
pengelompokkan anak tunagrahita sangat diperlukan. Pengelompokkan itu
berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar itu anak tungrahita dapat
dikelompokkan.
a) Tuna Grahita Ringan
Anak tunagrahita ringan pada umumnya tampang atau kondisi
fisiknya tidak berbeda dengan anak normal lainnya, mereka mempunyai
IQ antara kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok mampu
14
didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan
berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya bisa menyelesaikan
pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.
b) Tunagrahita Sedang atau Imbesi
Anak tunagrahita sedang termasuk kelompok latih. Tampang atau
kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tunagrahita
yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30
s/d 50. Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat ke;las II SD
Umum.
c) Tunagrahita Berat (Idiot)
Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak
mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita berat
termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 kebawah.
Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
3. Sebab-sebab Ketunagrahitaan
a) Faktor Penyebab Ketunagrahitaan
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang menjadi
tunagrahita. Para ahli dari berbagai ilmu telah membagi faktor-faktor
penyebab menjdi beberapa kelompok. Straus mengelompokkan faktor-
faktor tersebut menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Suatu
faktor dimasukkan kedalam gugus endogen apabila letaknya pada sel
keturunan, faktor ini diturunkan. Sedangkan yang termasuk ked alam
faktor eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya : infeksi dan
virus yang menyerang otak, benturan, radiasi dan sebagainya; faktor ini
15
tidak diturunkan. Kalangan lain membagi faktor-faktor penyebab ini atas
faktor lingkungan dan faktor individu.
Kalangan ini biasanya tidak sama dalam mengelompokkan faktor-
faktor tersbut, mereka yang bekerja pada lapangan Sosiologi biasanya
memasukkan hal-hal yang terjadi sesudah lahir sebagai faktor
lingkunngan; yang terjadi sebelum lahir dimasukkannya sebagai faktor
individu. Sedangkan mereka yang bekerja di lapangan Biologi cenderung
memasukkan semua hal yang terjadi di kuar sel bibit benih (gene) sebagai
faktor lingkungan; adapaun yang mereka masukkan ke dalam faktor
individu hanyalah faktor-faktor yang terdapat pada sel benih. Cara lain
yang juga sering digunakan dalam pengelompokkan faktor-faktor
penyebab ketunagrahitaan dalah membaginya dalam 3 (tiga) gugus, yang
jika disusun secara kronologis adalah : (1) faktor-faktor yang tejadi
sebelum anak lahir (prenatal), (2) faktor-faktor yang terjadi saat
dilahirkan (natal atau perinatal), dan (3) faktor-faktor yang terjadi
sesudah dilahirkan (postnatal). Perlu diingat bahwa istilah prenatal, natal
atau perinatal, dan postnatal, bukanlah penyebab melainkan hanya waktu
teradinya penyebab terjadinya ketunagrahitaan. Pada gugus prenatal
tercakup hal-hal yang terjadi pada faktor keturunan dan yang tidak terjadi
pada faktor keturunan akan tetapi anak masih dalam kandungan. Berikut
ini akan dibahas beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering
ditemukan baik berasal dari faktor keturunan, maupun yang berasal dari
faktor lingkungan.
1) Penyebab Ketunagrahitaan Berdasarkan Kelahiran
Pendapat lain tentang penyebab ketunagrahitaan adalah :
16
(a) Prenatal (sebelum lahir)
Yaitu terjadi pada waktu bayi masih ada dalam kandungan,
penyebabnya seperti : campak, diabetes, cacar, virus tokso, juga
ibu hamil yang kekurangan gizi, pemakai obat-obatan (naza) dan
juga perokok berat.
(b) Natal (Waktu Lahir)
Proses melahirkan yang sudah, terlalu lama, dapat mengakibatkan
kekurangan oksigen pada bayi, juga tulang panggul ibu yang
terlalu kecil. Dapat menyebabkan otak terjepit dan menimbulkan
pendarahan pada otak (anoxia), juga proses melahirkan yang
menggunakan alat bantu (penjepit, tang).
(c) Pos Natal (sesudah lahir)
Pertumbuhan bayi yang kurang baik seperti gizi buruk, busung
lapar, demam tinggi yang disertai kejang-kejang, kecelakaan,
radang selaput otak (meningitis) dapat menyebabkan seorang anak
menjadi ketunaan (tunagrahita).
2) Karakteristik Anak Tunagrahita
(a) Fisik (Penampilan)
(1) Hampir sama dengan anak normal
(2) Kematangan motorik lambat
(3) Koordinasi gerak lambat
(4) Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
(b) Inteletual
(1) Sulit mempelajari hal-hal akademik.
17
(2) Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi
setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
(3) Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi
setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
(4) Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak
normal usia 3-4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
(c) Sosial dan Emosi
(1) Bergaul dengan anak yang muda
(2) Suka menyendiri
(3) Mudah dipengaruhi
(4) Kurang dinamis
(5) Kurang pertimbangan/kontrol diri
(6) Kurang konsentrasi
(7) Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.
(d) Masa Bayi
Para ahli mengemukakan bahwa tunagrahita adalah tampak
mengantuk saja , apatis tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau
menangis terus menerus, terlambat duduk, bicara dan berjalan.
(e) Masa Kanak-kanak
Ciri ciri klinis seperti mongoloid, kepala besar, dan kepala kecil.
Tetapi anak tunagrahita ringan ( yang lambat ) memperlihatkan
ciri-ciri sukar mulai dengan sesuatu. Mengerjakan sesuatu dengan
berulang-ulang tetapi tidak ada variasi, tampak penglihatannya
kosong, melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian.
18
(f) Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan
remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi
perkembangan berfikir dan kepribadian berada di bawah usianya.
Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan
mengendalikan diri
(g) Hakekat Anak Tunagrahita
Dalam dunia pendidikan ditemukan anak-anak yang memiliki
kecerdasan di atas rata-rata anak pada umumnya dan cepat dalam
belajar. disamping itu ada juga anak-anak yang memiliki
kecerdasan di bawah rata-rata pada umumnya, Anak-anak yang
memiliki kecerdasan di bawah rata-rata anak pada umumnya
disebut anak dengan hambatan intelektual (intellectual disability) ,
DitPLB (2007) mengististilahkan anak-anak yang memiliki
kecerdasan di bawah rata-rata dengan sebutan Anak Tunagrahita
19
BAB III
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Hambatan Belajar pada Anak Tunagrahita
DitPLB (2007) mengutarakan klasifikasi tunagrahita antaralain sebagai
berikut:
1. Tunagrahita ringan memiliki IQ 70-55
2. Tunagrahita sedang memiliki IQ 55-40
3. Tunagrahita berat memiliki IQ 40-25
4. Tunagrahita berat sekali memiliki IQ <25
Hambatan Intelektual seringkali juga terjadi pada individu-individu
dengan permasalahan klinis, diantaranya
1. Down Syndrome (Mongoloid). Sindrom ini disebut demikian karena mereka
memiliki raut muka menyerupai orang Mongol dengan mata sipit dan miring,
lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi
kurang baik.
2. Kretin (Cebol). Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan
pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal dan keriput,
rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal,
pertumbuhan gigi terlambat.
3. Hydrocephal. Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil,
pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4. Microcephal. Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil.
5. Macrocephal. Memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.
20
B. Pelayanan Pendidikan bagi Anak Tunagrahita
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat
diberikan pada:
1. Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus
termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah
regler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak
lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran
dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Sekolah Khusus
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada
Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan
pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama
keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh
di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C,
sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3. Pendidikan Terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah
reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas
yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk mata pelajaran tertentu,
jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat
bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB
terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar
di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang
termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-
21
kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban
belajar (Slow Learner).
4. Program Sekolah Dirumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu
mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya:
sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB
(GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua,
sekolah, dan masyarakat.
5. Pendidikan Inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan
Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan
labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan
inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar
bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang
sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu
guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan
bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di
dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban
yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap
rintisan.
6. Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang
mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya
memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik.
22
Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti
ini terbatas dalam hal:
a) Pengenalan diri
b) Sensori motor dan persepsi
c) Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain)
d) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
e) Bina diri dan kemampuan sosial
C. Cara mendidik Anak Tuna Grahita di Sekolah
Keterbatasan kecerdasan yang di miliki anak tunagrahuta menjadi
kendala utama dalam belajar. Mereka tidak mampu berkompetisi dalam belajar
dengan temannya yang normal sehingga mereka seringkali menjadi bahan olok-
olok sebagai anak yang bodoh di kelas.
Materi pembelajaran bagi anak tunagrahita harus di rinci dan sedapat
mungkin di mulai dari hal-hal konkrit, mengingat mereka mengalami
keterbatasan dalam berfikir abstrak. Walaupun demikian materi yang bersifat
akademik tetap di berikan sampai mereka memperlihatkan ketidak mampuannya.
Sebaliknya materi pelajaran keterampilan memiliki bobot yang tinggi karena
melalui materi ini di harapkan mereka dapat memiliki suatu keterampilan sebagai
bekal hidupnya. Selanjutnya materi pelajaran bina diri bagi anak tunagrahita
harus diprogamkan secara rinci dan mendapat bobot yang tinggi pula karena
tidak dapat mempelajari hal itu hanya melalui pengamatan seperti yang di
lakukan anak normal.
Strategi pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran anak
tunagrahita adalah strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dimana
mereka belajar bersama-sama dalam satu kelas tetapi kedalaman dan keluasan
23
materi, pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda di sesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik. Namun demikian dapat pula
menggunakan strategi lainnya seperti strategi kooperatif, dan strategi modifikasi
tingkah laku. Metode mengajar hendaknya harus dipilih agar anak belajar dengan
melakukan karena dengan praktek rangsangan yang di peroleh melalui motorik
akan cepat di pusat berpikir dan tidak mudah di lupakan.
Alat/media yang di gunakan dalam pembelajaran anak tunagrahita harus
memperhatikan beberapa criteria, seperti : anak memiliki tanggapan tentang yang
di pelajarinya, tidak mudah rusak, tidak berbahaya, tidak abstrak, dapat di
gunakan anak, dan mudah di peroleh.
Evaluasi belajar dalam pembelajaran anak tunagrahita harus dilakukan
setelah mempelajari salah satu bagian kecil dalam materi pembelajarannya, dan
setelah itu barulah kita pindah pada materi berikutnya. Alat evaluasi sebaiknya
berbentuk kinerja dan hasilnya pun diolah secara kualitatif. Sedangkan penilaian
kuantitatif di buat apabila dibutuhkan namun didampingi dengan uraian singkat
(bersifat deskriptif )
D. Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Anak Tunagrahita
Pada prinsipnya tidak jauh berbeda penerapannya dengan pendidikan
pada umumnya. Pada hakekatnya strategi pembelajaran tersebut harus
memperhatikan karakteristik murid, tujuan belajar, dan ketersediaan sumber.
Pada anak tunagrahita ringan dan sedang mungkin lebih efektif
menggunakan strategi pembelajaran yang menekankan latihan. Yang tidak terlalu
banyak menuntut kemampuan berfikir yang kompleks. Meskipun demikian
strategi yang menekankan pada latihan yang diulang-ulang itu memang kurang
24
sesuai dan sangat membosankan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan
intelektual tinggi.
Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita ringan yang belajar bersama
anak normal disekolah umum akan berbeda dengan strategi pembelajaran bagi
mereka yang belajar dalam satu kelompok anak tunagrahita di Sekolah Luar
Biasa anak tunagrahita (SLB-C).
E. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Penerapan strategi pembelajaran kooperatif paling efektif pada kelompok
murid yang memiliki kemampuan heterogen. Dalam pendidikan yang
mengintegrasikan anak tunagrahita belajar bersama anak normal, misalnya.
Strategi pembelajaran ini akan lebih relevan dengan kebutuhan anak tunagrahita
yang kecepatan belajarnya tertinggal dengan anak normal. Strategi pembelajaran
ini bertitik tolak dari semangat kerja saja, dimana mereka yang lebih pandai
dapat membantu temannya yang masih mengalami kesulitan dalam suasana
keakraban dan kekeluargaan. Strategi ini sangat diperlukan dalam pendidikan
integratif antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal, karena strategi ini
banyak memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan strategi pembelajaran
kompetitif maupun individualistik. Keunggulan tersebut meliputi :
1. Membantu meningkatkan prestasi
2. Merangsang peningkatan daya ingat
3. Dapat menumbuhkan prestasi belajar
4. Meningkatkan sosialisasi antara anak tunagrahita dan anak normal
5. Menumbuhkan penghargaan dn sikap positif pada anak normal terhadap
prestasi belajar anak tunagrahita.
6. Meningkatkan harga diri anak tunagrahita, dan
25
7. Memberikan kesempatan pada anak tunagrahita ringan untuk
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin
Penggunaan strategi pembelajaran kooperatif menurut peran guru yang
berbeda dari strategi pembelajaran yang lain. Guru harus mampu merumuskan
tujuan pembelajaran, baik tujuan untuk untuk meningkatkan kemampuan
akademik akademik maupun keterampilan bekerja sama. Kemampuan guru
dalam mengatur tempat duduk anak, penempatan anak dalam kelompok , dan
besarnya anggota anggota kelompok belajarnya juga ikut menunjang kelancaran
pelaksanaan strategi kooperatif. Selain itu efisiensi dan efektivitas penerapan
strategi pembelajaran kooperatif dalam pendidikan integrasi anak tunagrahita
ringan dengan anak normal akan tercapai.
Johnson, D.W & Johnson, R.T (1984:84)
“Guru mampu merancang bahan pelajaran dan peran tiap anak yang
dapat menunjang saling ketergantungan positif antara anak tunagrahita ringan
dan anak normal dalam kelompok belajar. Di samping itu guru juga mampu
memberi bantuan kepaada anak tunagrahita ringan dalam menyelesaikan tugas
serta mengevaluasi kualitas dan kuantitas belajarnya”.
F. Strategi Pembelajaran Kompetitif
Pada hakikatnya setiap individu memiliki kebutuhan untuk mencapai
prestasi dan mendapat penghargaan. Dengan adanya kebutuhan tersebut, maka
tumbuhlah motivasi belajar anak untuk meraihnya. Salah satu upaya yang bisa
dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran
kompetitif.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dalam menggunakan
strategi pembelajaran kompetitif adalah :
26
1. Kompetisi diadakan untuk memvariasi kegiatan belajar supaya tidak monoton
dan pasif.
2. Kompetisi harus dilakukan antar individu atau antar kelompok yang
berkemampuan seimbang.
Strategi pembelajaran kompetitif sebenarnya terlalu sulit untuk
diterapkan dalam pengajaran anak tunagrahita ringan karena adanya keterbatasan
dalam kemampuan intelektual, dan mereka dalam belajar memerlukan waktu
yang lebih lama daripada anak lain pada umumnya serta memiliki karakteristik
yang sangat individual. Dengan kata lain, hambatan hambatan yang ada pada
anak tunagrahita ringan menyebabkan tidak dapat diwujudkannya sesuatu
kompetisi antar individu atau antar kelompok yang berkemampuan seimbang
atau sama.
G. Strategi Pembelajaran Individual atau Individualisasi Pengajaran
Pengajaran Individual adalah pengajaran yang diberikan kepada murid-
murid seorang demi seorang atau secara terpisah. Individualisasi pengajaran
adalah pengajaran yang diberikan oleh guru kepada masing-masing anak,
meskipun mereka belajar bersama dan berada bersama-sama di dalam satu kelas
atau kelompok. Jadi individualisasi pengajaran ialah suatu proses
mengembangkan dan memelihara individualitas, caranya adalah dengan
mengatur kelas sedemikian rupa sehingga memberikan pengalaman belajar yang
efektif adan efisien kepada setiap anggota kelas. Komponen yang penting bagi
individualisasi pegajaran adalah : pengelompokan murid-murid menjadi
beberapa kelompok belajar . Dengan pengelompokan ini murid dapat belajar
berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja selaku anggota kelompok serta
27
mengalami keterikatan pada berbagai kelompok lainnya dan tidak hanya menjadi
anggota tetap suatu kelompok.
Pendidikan anak tunagrahita pada umumnya memerlukan sistem
pengajaran individual di samping pengajaran klasikal. Yang penting bukan
individual atau klasikalnya, melainkan individualisasi pengajaran, artinya dalam
pelaksanaannya boleh individual , kelompok dan boleh klasikal.
Individualisasi pengajaran nampak dari hal hal sebagai berikut :
1. Kegiatan kegiatan yang beranekaragam dan beranekawarna alat yang
menciptakan lingkungan belajar.
2. Sesuainya aktivitas – aktivitas yang dilakukan dengan keadaan anak.
3. Ikut tidaknya anak didik menetapkan apa yang dipelajarinya.
4. Interaksi guru dan murid berdasarkan proses belajar.
5. Barang-barang yang disimpan
Ruangan belajar juga perlu sekali dirancang dengan nsebaik-baiknya.
Setiap bagian ruang hendaknya membuka kemungkinan bagi anak untuk
mendapatkan pengalaman dan memberikan kesempatan melakukan penemuan.
Dalam menilai baik tidaknya pengaturan lingkungan untuk individualisasi
pengajaran, hal – hal yang patut mendapat perhatian adalah :
1. Adakah keseimbangan antara bagian-bagian yang harus sunyi dan gaduh
dengan pekerjaannya?
2. Tersediakah tempat untuk melakukan independent study (belajar mandiri)
dan untuk group interuction (interaksi kelompok)?
3. Adakah tanda-tanda dan petunjuk-petunjuk lain tentang penggunaan tiap
bagian ?
28
4. Apakah tempat-tempat teratur sedemikian rupa sehingga anak mudah
menjangkau atau mengambil yang diperlukan ?
5. Adakah pengaturan tentang bagaimana mendapat bantuan dari orang yang
dibutuhkan dan bantual material ?
6. Salah satu cara untuk melakukan individualisasi pengajaran ialah
mengadakan pusat belajar (learning center). Dengan adanya learning center,
anak terlepas dari situasi belajar mengajar atas pilihan sendiri. Karena itu
ruangan perlu dibagi menjadi beberapa learning center guna memungkinkan
anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan belajar mengajar.
29
BAB IV
KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak
supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi
sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui
pendidikan anak bisa berkembang dengan lebih baik dan lebih optimal. Varitas
progresivitas perkembangan anak sangat individual. Setiap individu berkembang
sesuai dengan irama perkembangannya. Pendidikan yang diberikanpun sesuai
dengan kebutuhan perkembangan anak. Anak tunagrahita merupakan individu
yang utuh dan unik. Mereka seperti anak-anak pada umumnya, memiliki hak
untuk mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Mereka memiliki hambatan intelektual tapi mereka juga masih memiliki potensi
yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh mereka
dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu maka layanan pendidikan
yang diberikan kepada mereka diupayakan dapat mengembangkan potensi
mereka secara optimal sesuai dengan kebutuhan mereka. Pemahaman terhadap
mereka baik secara teori maupun praktis sangat diperlukan supaya para
professional dapat memberikan layanan pendidikan yang dapat memenuhi
kebutuhan mereka.
Dalam dunia pendidikan ditemukan anak-anak yang memiliki kecerdasan
di atas rata-rata anak pada umumnya dan cepat dalam belajar. disamping itu ada
juga anak-anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata pada umumnya,
Anak-anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata anak pada umumnya
30
disebut anak dengan hambatan intelektual (intellectual disability) , DitPLB
(2007) mengististilahkan anak-anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata
dengan sebutan Anak Tunagrahita.
B. Saran
1. Umum
Untuk melaksanakan model penemuan konsep memerlukan persiapan yang
cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik
yang benar-benar bisa diterapkan dengan model penemuan konsep dalam
proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Guru
Untuk melaksanakan pembelajaran pada anak tunagrahita memerlukan
persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau
strategi pembelajatan yang benar-benar bisa diterapkan dengan baik pada
anak tunagrahita dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil
yang optimal.
3. Penulis
Untuk lebih memahami tentang penulisan sebuah karya tulis, dengan banyak
membaca dan bimbingan ahli. Agar tercipta sebuah karya tulis yang lebih
sempurna dan disukai banyak pembaca.
C. Penutup
Demikianlah makalah singkat ini penulis paparkan dengan harapan isi
makalah ini dapat berguna bagi yang lainnya. Makalah ini sangat tidak sempurna,
oleh karena itu Kritik dan saran dari pihak manapun yang bersifat membangun
sangat penulis harapan demi kesempurnaan makalah ini.
31
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,1995. Strategi Belajar Mengajar dalam Pendidikan Luar BiasA,Jakarta: Depdikbud.
Amin, Moh. 1995, Ortopedagogik Anak Tunagrahita , Jakarta: Depdikbud.
Ingalls, RP. 1978, Mental Retardation The Changing Outlook, USA: John Willey &Sonss.Inc
Krech, D. & Crutchfield, R.S. &Ballachey,E.L. 1962, Individual in Society, Japan:McGraw-Hill Book Company
Kirk Samuel A and Gallangher James J,1986, Pendidikan Luar Biasa, alih bahasaoleh Moh. Amin, 1990, Benica , Jakarta.
Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.
Mukhlis, Abdul. (Ed). 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitia PelatihanPenulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press.Universitas Negeri Surabaya.
Wina Sanjaya (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,Jakarta, Kencana
Wina Sanjaya (2011), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,Jakarta, Kencana
Kokom Komalasari (2010), Pembelajaran Kontekstual,Bandung, Refika Aditama
Hamzah B. Uno (2008), Model Pembelajaran,Jakarta, Bumi Aksara
Nana Sudjana (2009), Teknologi Pengajaran, Bandung, Sinar Baru
Muhammad Ali (2000), Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru