ANALISIS KOMUNIKASI INTERPERSONAL MASYARAKAT
GAMPONG LANGKAK KECAMATAN KUALA PESISIR
KABUPATEN NAGAN RAYA PASCA PEMILIHAN
LEGISLATIF TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
OLEH :
A L I Z A R
NIM : 08C20220005
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
MEULABOH – ACEH BARAT
TAHUN 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat berperan dalam
menentukan tingkat perekonomian suatu negara. Di Indonesia perbankan
mempunyai peranan lebih kurang 80% dari keseluruhan sistem keuangan yang
ada. Mengingat begitu besarnya peranan perbankan di Indonesia, maka pengambil
keputusan perlu melakukan evaluasi kinerja yang memadai.
Menurut Purnomo (2006),Indikator untuk mengukur kinerja Bank yang
biasa digunakan adalah kinerja Bank secara ekonomi. Pada hakikatnya kinerja
ekonomi terdiri dari dua kinerja utama yaitu kinerja keuangan dan kinerja
efisiensi produktivitas. Efisiensi perbankan selain diukur dengan melihat
perbandingan indikator kinerja perbankan dan rasio keuangan, ada metode lain,
yaitu non parametrik dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA).
Berdasarkan observasi awal di Bank BRI Cabang Meulaboh untuk saat ini
Bank tersebut belum mempunyai laporan atau kajian yang jelas tentang seberapa
besar efisiensi kinerja untuk setiap kantor unit, yaitu: kantor unit Johan Pahlawan,
kantor unit Cut Nyak Dhien dan kantor unit Teuku Umarketika dibandingkan satu
sama lain. Proses penilaian kinerja yang berlaku selama ini lebih kepada bersifat
penilaian intern, sehingga disparitas efisiensi antar satu unit dengan unit yang lain
tidak tergambar dengan jelas. Penilaian kenerja seperti ini memberikan efek bias
terhadap Bank BRI Cabang Meulaboh, efek bias tersebut timbul karena penilaian
2
kinerja masih dilakukan secara parsial berdasarkan persepsi dari masing-masing
unit yang ada. Padahal total efisiensi itu perlu dilihat dengan membandingkan
pencapaian setiap unit yang ada, belum lagi masalah metode yang digunakan
masih berdasarkan azas pendapat para pakar sehingga kesimpulan nilai kinerja
yang diperoleh hanya semata-mata berdasarkan perspektif dan latar belakang para
pakar tersebut. Implikasinya tingkat objektifitas kesimpulan yang diperoleh
terhadap nilai kinerja masing-masing unit sangat tergantung kepada penilaian
pakar. Oleh karena itu diperlukan metode evaluasi yang dapat mengukur kinerja
perusahaan. Salah satu cara untuk mengevaluasi kinerja tiap kantor unit cabang
adalah dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Pengukuran efisiensi
unit Bank BRI Cabang Meulaboh dalam penelitian ini akan menggunakan metode
Data Envelopment Analysis (DEA).
Menurut Hadad (2003), metode ini memiliki kelebihan yaitu tidak
membutuhkan asumsi bentuk fungsi produksi dalam membentuk frontier
produksinya, oleh karena itu kesalahan dalam spesifikasi fungsi produksi dapat
dieliminasi.Keuntungan relatif penggunaan pendekatan ini lebih besar
dibandingkan parametrik, yaitu pendekatan ini dapat mengidentifikasi unit yang
digunakan sebagai referensi sehingga dapat membantu mencari penyebab dan
jalan keluar dari ketidakefisienan yang merupakan keuntungan utama dalam
aplikasi manajerial. Karakteristik pengukuran efisiensi dengan metode DEA
memiliki konsep yang berbeda dengan efisiensi pada umumnya, pertama, efisiensi
yang diukur adalah bersifat teknis, bukan ekonomis, artinya bahwa analisis DEA
hanya memperhitungkan nilai absolut dari satu variabel. Satuan dasar yang
3
mencerminkan nilai ekonomis dari tiap-tiap variabel seperti harga, berat, panjang,
isi dan lainnya tidak dipertimbangkan. Oleh karenanya dimungkinkan suatu pola
perhitungan kombinasi berbagai variabel dengan satuan yang berbeda-beda.
Kedua, nilai efisien yang dihasilkan bersifat relatif atau hanya berlaku dalam
lingkup sekumpulan Decision Making Unit (DMU) yang diperbandingkan.
Efesiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang menggambarkan
kinerja secara keseluruhan dari suatu organisasi. Kemampuan kantor unit Bank
BRI Cabang Meulaboh menghasilkan output yang maksimal dengan inputyang
ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efesiensi
dilakukan, unit Bank BRI Cabang Meulaboh dihadapkan pada kondisi bagaimana
mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada atau
mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Kantor Unit Bank BRI Cabang Meulaboh adalah suatu unit kerja yang
menjalankan kegiatan operasional dalam melaksanakan berbagai fungsi
Banksebagai lembaga keuangan. Sehingga diperlukan penilaian kinerja yang
terintegrasi antar setiap unit, agar dapat memberikan gambaran yang jelas
terhadap disparitas efisiensi masing-masing unit. Dari rumusan masalah diatas
maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penggunaan input dan output di setiap kantor unit Bank BRI
Cabang Meulaboh.
2. Seberapa besar tingkat efisiensi di setiap kantor unit Bank BRI Cabang
Meulaboh.
4
3. Bagaimana menentukan output yang perlu ditingkatkan agar efisiensi masing-
masing unit tercapai.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan yang dikaji dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi Parameter input dan output kantor unit Bank BRI Cabang
Meulabohuntuk menghasilkan efisiensi yang diinginkan.
2. Mengukur tingkat efesiensi di setiap kantor unit Bank BRI Cabang Meulaboh
secara paralel sehingga diperoleh unit yang paling efisien.
3. Menganalisis parameter output yang perlu ditingkatkan sehingga kesetaraan
masing-masing unit dapat diperoleh.
1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat yang penulis angkat dalam tugas akhir ini adalah:
1. Menjadi salah satu indikator yang sangat penting bagi Bank BRI cabang kota
Meulaboh dalam meningkatkan kinerja berdasarkan tingkat efisiensi masing-
masing unit dibawahnya.
2. Diharapkan menjadi landasan kebijakan jangka panjang bagi Bank BRI
Cabang Meulaboh dalam proses pengambilan keputusan.
1.4 Batasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup dalam tugas akhir ini maka penelitian
dibatasi dalam beberapa hal yaitu:
5
1. Penelitian dilakukan berdasarkan data di 3 kantor Bank BRI Unit Meulaboh
antara lain Kantor Unit Johan Pahlawan, Kantor Unit Cut Nyak Dhien dan
Kantor Unit Teuku Umar tahun 2012.
2. Pendekatan pemecahan masalah menggunakan metode DEA yang berbasis
input.
3. Parameter input dan output sepenuhnya memperhatikan karakteristiksumber
daya dari masing-masing kantor unit Bank.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penulisan tugas akhir, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat, batasan masalahdan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang mendasari penulisan tugas
akhir dan menjelaskan teori-teori Data Envelopment Analysis(DEA).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentangdeskripsi data serta metodologi yang
digunakan untuk penelitian ini.
BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini merupakanpengumpulan data dan pengolahan datadi Kantor Unit
Bank BRI Cabang Meulaboh.
6
BAB V ANALISIS DAN EVALUASI
Bab ini merupakan analisis penelitian data dan evaluasi hasil analisis di
Kantor Unit Bank BRI Cabang Meulaboh.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis pembahasan masalah serta
saran yang diberikan oleh penulis bagi perusahaan.
27
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Efisiensi
Menurut Sutawijaya (2009), efisiensi adalah perbandingan yang terbaik
antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-
sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai
dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa
yang telah diselesaikan.
Menurut Sumanth (1985), pengertian efesiensi adalah perbandingan atau
rasio dari keluaran (output) dengan masukkan (input). Efisiensi mengacu pada
bagaimana baiknya sumber daya digunakan untuk menghasilkan output.
Sedangkan efektifitas adalah derajat pencapaian tujuan dari sistem yang diukur
dengan perbandingan atau rasio dari keluaran (output actual) yang dicapai dengan
keluaran (output) standar yang diharapkan. Efisiensi merupakan penghematan
penggunaan sumber daya dalam kegiatan organisasi, dimana efisiensi pada “daya
guna”. Efisiensi dimaksudkan pemakaian sumber daya yang lebih sedikit untuk
mencapai hasil yang sama. Efisiensi merupakan ‘ukuran’ yang membandingkan
rencana penggunaan masukan (input) dengan realisasi penggunannya. Efisiensi
100% sangat sulit dicapai, tetapi efisiensi yang mendekati 100% sangat
diharapkan. Konsep ini lebih berorientasi pada input daripada output.
Menurut Hadad (2003), efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang
secara teoritis mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan
8
menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada, adalah merupakan
kinerja yang diharapkan. Saat pengukuran efisiensi dilakukan bank dihadapkan
pada kondisi bagaimana medapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat
input yang ada, atau menetukan tingkat input yang minimum dengan pencapaian
tingkat output tertentu.
2.2 Bank
Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang
perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan,
yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.
Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank
sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan
menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang
menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan
menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan
jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan
utama tersebut.
Menurut kegiatan usahanya yang mengacu pada pasal 5 UU Nomor
7/1992, jenis bank terdiri dari:
1. Bank Umum
Bank umum menurut UU Nomor 10 tahun 1998 didefinisikan sebagai
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
9
lintas pembayaran, yang tergolong ke dalam bank umum seperti Bank BNI, Bank
BRI, Bank BTN dan lain-lain.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat menurut UU Nomor 10 tahun 1998 didefinisikan
sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran, yang tergolong ke dalam bank BPR seperti Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan
Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), dan/atau
lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan UU
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tata cara yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Satu hal yang membedakan antara bank umum dengan bank perkreditan
rakyat adalah jenis simpanan masyarakat dimana bank perkreditan rakyat tidak
melakukan kegiatan simpanan dalam bentuk giro.
2.3 Konsep Efisiensi Bank
Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerja yang
cukup populer, banyak digunakan karena merupakan jawaban atas kesulitan-
kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja. Sering kali, perhitungan
tingkat keuntungan menunjukkan kinerja yang baik, tidak masuk dalam kriteria
“sehat” atau berprestasi dari sisi peraturan. Sebagaimana diketahui, industri
perbankan adalah industri yang paling banyak diatur oleh peraturan-peraturan
yang sekaligus menjadi ukuran kinerja dunia perbankan.
10
2.3.1 Teori Efisiensi Bank
Menurut Hadad (2003), efisiensi dalam suatu perusahaan khususnya
perbankan merupakan salah satu parameter kerja yang cukup popular untuk
mengukur kinerja bank, hal ini disebabkan efisiensi yang merupakan jawaban dari
kesulitan-kesulitan dalam perhitungan ukuran-ukuran kinerja, seperti tingkat
efisiensi teknologi, alokasi dan efisiensi total.
Secara keseluruhan efisiensi perbankan dapat di dekomposisikan dalam
efisiensi skala (scale efficiency) dan efisiensi alokasi (allocative efficiency). Bank
dikatakan efisiensi dalam skala ketika bank bersangkutan mampu beroperasi
dalam skala hasil yang konstan (constant return to scale), sedangkan efisiensi
cakupan tercapai ketika bank mampu beroperasi pada diversifikasi lokasi.
Efisiensi akan lokasi tercapai ketika bank mampu menentukan berbagai output
yang memaksimumkan keuntungan, sedangkan efisiensi teknik pada dasarnya
menyatakan hubungan antara input dan output dalam suatu proses produksi. Suatu
proses produksi dikatakan efisien apabila pengggunaan input sejumlah tertentu
dapat dihasilkan output yang maksimum.
2.3.2 Pengukuran Efisiensi Bank
Menurut Silkman (1989), terdapat tiga jenis pendekatan pengukuran
efisiensi khususnya perbankan yaitu:
1. Pendekatan rasio, yaitu pendekatan rasio dalam mengukur efisiensi dilakukan
dengan cara menghitung perbandingan output dengan input yang digunakan.
Pendekatan ini akan dinilai memiliki efisiensi yang tinggi, apabila dapat
memproduksi sejumlah output yang maksimum dengan input tertentu.
11
2. Pendekatan regresi, yaitu pendekatan yang menggunakan sebuah model dari
tingkat output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu.
Pendekatan regresi akan menghasilkan estimasi hubungan yang dapat
digunakan untuk memperoduksi tingkat output yang dihasilkan sebuah Unit
Kegiatan Ekonomi (UKE) pada tingkat input tertentu, UKE tersebut akan
dinilai efisien apabila mampu menghasilkan jumlah output lebih banyak
dibandingkan jumlah output estimasi.
3. Pendekatan frontier, pendekatan ini mempunyai dua jenis yaitu parametrik
dan non-parametrik.
2.3.3 Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi Bank
Menurut Hadad (2003), terdapat tiga pendekatan yang lazim digunakan
dalam metode parametrik dan non-parametrik untuk mendefinisikan hubungan
input dan output dalam kegiatan finalcial suatu lembaga keuangan yaitu:
1. Pendekatan Aset (Asset Approach)
Produksi aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan sebagai
pencipta kredit pinjaman (loans). Pendekatan ini, output benar-benar
didefinisikan ke dalam bentuk aset.
2. Pendekatan produksi (Production Approach)
Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen dari akun
deposito (deposit account) dan kredit pinjaman (credit account), kemudian
output didefinisikan sebagai jumlah tenaga, pengeluaran modal pada aset-aset
tetap dan material lainya.
12
3. Pendekatan Intermediasi (Intermediation Approach)
Pendekatan ini memandang sebuah lembaga keuangan sebagai intermediator,
yaitu merubah dan mentransfer aset-aset keuangan dari surplus unit kepada
defisit unit. Input lembaga keuangan tersebut meliputi: biaya tenaga kerja,
modal dan pembayaran bunga pada deposito, kemudian output yang diukur
dalam bentuk kredit pinjaman dan investasi keuangan. Pendekatan ini melihat
fungsi primer sebuah institusi keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman
(loans).
Menurut Farrell (1957), efisiensi sebuah perusahaan pada dasarnya terdiri
dari dua komponen diantaranya:
1. Technical efficiency, menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
mencapai tingkat output yang maksimum dengan menggunakan tingkat input
tertentu yang tersedia.
2. Allocative efficiency, menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
mengoptimalkan penggunaan input dengan struktur harga dan teknologi
tertentu.
Kombinasi antara technical efficiency dan allocative efficiency akan
menjadi economic efficiency. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisien secara
ekonomi jika dapat meminimalkan biaya produksi untuk menghasilkan output
tertentu dengan tingkat teknologi yang umumnya digunakan serta harga pasar
yang berlaku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi dapat
dikatakan efisien jika output yang dihasilkan dapat ditingkat tanpa meningkatkan
input dan menurunkan output tertentu lainnya. Demikian pula suatu organisasi
13
dapat dikatakan efisien jika input dapat diturunkan tanpa menurunkan output yang
dihasilkan maupun tanpa meningkatkan input tertentu.
Menurut David (1984), efisiensi berhubungan dengan seberapa baik kita
menggunakan sumber daya yang ada untuk mendapatkan suatu hasil. Secara
matematis efisiensi merupakan rasio antara output dan input.
Namun perhitungan efisiensi diatas masih belum cukup untuk perhitungan
efisiensi suatu organisasi atau perusahaan, yang pada kenyataanya tidak hanya
melibatkan satu input dan menghasilkan satu macam output saja. Suatu organisasi
atau perusahaan sebenarnya berhubungan dengan bermcam-macam sumber daya
baik input maupun output yang berbeda.
Kenyataan seperti diatas menyebabkan kondisi ideal, yaitu suatu kondisi
dimana nilai efisiensi 1 atau 100% sangat sulit untuk dicapai. Sehingga
pengukuran efisiensi untuk perusahaan yang sejenis dapat dilakukan secara relatif.
Perusahaan sejenis berarti perusahaan yang memiliki jenis input dan output yang
sama. Sangat tidak mungkin dilakukan pengukuran efisiensi relatif antara pabrik
kelapa sawit dengan pabrik semen, yang jelas-jelas input dan outputnya sangat
berbeda. Melalui pendekatan teori efisiensi diatas maka, metode yang dapat
diterapkan untuk pemecahan masalah pengukuran efisiensi ini adalah
menggunakan metode Data Envelopment Anilysis (DEA).
2.3.4 Metode Pengukuran Efisiensi
Menurut Barger dan Humphrey (1997), metode yang umumnya digunakan
untuk mengukur efisiensi dalam institusi keuangan termasuk perbankan terdiri
dari metode parametrik dan metode non-parametrik.
14
Metode parametrik dalam pendekatannya terdapat tiga metode yang paling
sering digunakan yaitu:
1. Stochastic frontier Approach (SFA), merupakan pendekatan ekonometrik
menentukan bentuk fungsional untuk biaya, keuntungan atau hubungan
produksi diantara input, output dan faktor lingkungan serta pendekatan ini
memungkinkan untuk random error diasumsikan mengikuti distribusi standar
simetrik.
2. Thick Frontier Approach (TFA), membandingkan rata-rata efisiensi dari
kelompok perusahaan dan bukannya mengestimasi frontier.
3. Distribution Free Approach (DFA), metode ini menggunakan residual rata-rata
dari fungsi biaya yang diestimasi dengan panel data untuk membangun suatu
ukuran cost frontier efficiency. Metode ini tidak memaksakan suatu bentuk
spesifik pada distribusi dari efisiensi namun mengasumsikan bahwa terdapat
core efficiency atau efisiensi rata-rata untuk setiap perusahaaan yang besarnya
konstan dari waktu ke waktu.
Sedangkan dalam pendekatan non-parametrik terdapat dua metode yang
paling sering digunakan yaitu:
1. Data Envelopment Analysis (DEA), adalah teknik pemograman matematis
yang digunkan untuk mengevaluasi efisiensi dari suatu unit pengambilan
keputusan (unit kerja) yang bertanggung jawab menggunakan sejumlah input
untuk memperoleh suatu output yang ditargetkan.
2. Free Disposal Hull (FDH), diangggap sebagai generalisasi dari model DEA,
dimana model ini tidak mensyaratkan estimasi frontier. Metode estimasi
15
O
C
B
A
Output1 / Input1
Outp
ut2
/ I
nput2
frontier merupakan pendekatan matematika untuk menentukan best-practise
firms, yaitu perusahaan-perusahaan yang kinerjanya terletak pada frontier.
2.4 Analisis garis Frontier
Frontier Analysis merupakan ukuran efisiensi relatif. Pengukuran
dilakukan terhadap inefisiensi unit-unit yang ada dibandingkan dengan unit lain
yang dianggap paling efisien dalam set data yang ada. Hal ini memungkinkan
Frontier Analysis menghasilkan perhitungan tingkat efisiensi mencapai 100%
pada beberapa unit. Unit yang memiliki tingkat efisiensi 100% merupakan unit
yang terefisien dalam set data tertentu dan waktu tertentu. Keuntungan dari
penggunaan Frontier Analysis adalah dapat melihat sumber ketidakefisienan
dengan ukuran ‘peningkatan potensial’ dari masing-masing input atau output.
Menurut Barger dan Humphrey (1997) dalam makalah pertamanya yang
memuat mengenai teori portofolio, garis frontier adalah suatu garis permukaan
yang dihubungkan oleh titik-titik terluar dari suatu analisis grafik yang merupakan
kondisi sangat efisien yang dapat tercapai. Bagian yang ditunjukan oleh garis
tersebut disebut efficient frontier (permukaan efisien).
Analisa grafik dan garis frontier dalam DEA:
1. Grafik awal antara
dengan
………(1)
Gambar 2.1 Grafik awal efisiensi
16
C
O
B
A
Output1 / Input1
Ou
tpu
t2 /
Inp
ut2
B’
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa efisiensi maksimum akan tercapai
di sepanjang garis yang melewati titik A dan C. dalam hal ini kondisi berada pada
garis frontier. Sementara itu titik B kurang efisien dibandingkan dengan efisiensi
maksimum titik A dan titik C. semua kondisi yang berada di dalam garis frontier
dihubungkan oleh titik terluar dari suatu analisis grafik yang merupakan kondisi
sangat efisien yang dapat dicapai. Lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.2.
2. Grafik yang menunjukan peningkatan DMU sampai ke garis frontier
Gambar 2.2. Grafik peningkatan efisiensi dari suatu kondisi tertentu
Titik B yang diubah menjadi titik yang lebih efisien dengan cara menarik
gari dari pangkal O (0,0) yang melalui titik kondisi B menuju ke garis frontier.
Selanjutnya dapat dicapai output 1 / input 1 (efisiensi 1) dan output 2 / input 2
(efisiensi 2) yang menjadi lebih efisien (kodisi B’) dari pada keadaan awal
(kondisi B). dengan demikian dapat dihitung berapa nilai output dan input yang
harus dicapai agar suatu kondisi yang tidak efisien menjadi kondisi yang efisien.
2.5. Data Envelopment Analysis (DEA)
Menurut Charnes (1978), DEA adalah analisis pemograman yang berbasis
pada pengukuran tingkat performansi suatu efisiensi dari suatu organisasi
menggunakan Decision making Unit (DMU). Yang dimaksud dengan DMU
17
adalah suatu sumber daya dapat berupa sekolah, Bank, rumah sakit, universitas
dan lain-lain. DMU ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa efisien suatu
DMU digunakan dengan pemamfaatan peralatan yang ada untuk dapat
menghasilkan output yang maksimum.
Menurut Siswandi (2004), suatu perusahaan yang rasional akan selalu
berupaya untuk memaksimalkan keuntungan yang diperolehnya. Sejalan dengan
ini, perusahaan yang rasional akan selalu meningkatkan kapasitas produksinya
sampai diperoleh suatu nilai keseimbangan profit yang maksimal dalam marginal
revenue (sebagai fungsi output) masih melebihi marginal cost (sebagai fungsi
input). Sehingga perusahaan-perusahaan haruslah sensitif terhadap isu yang
berhubungan dengan “skala hasil” (yang umum disebut dengan return to scale).
Suatu perusahaan akan memiliki salah satu dari kondisi return to scale,
yaitu increasing return to scale (IRS), constant return to scale (CRS)
dan decreasing return to scale (DRS).
Menurut Hadinata (2000), DEA adalah suatu model pemograman
matematis yang digunakan untuk menghitung efisiensi relatif suatu unit
dibandingkan dengan unit-unit lain menggunakan berbagai macam input dan
output yang sejenis. DEA juga dapat juga digunakan untuk melakukan proses
bencmarking.
Kebanyakan input dari suatu organisasi berupa data yang sulit untuk
diukur performansi efisiensi. Akan tetapi akan lebih mudah mengukurnya dari
segi profit tahunan ataupun stok barang dalam organisasi tersebut. Suatu input dan
output dari suatu organisasi dapat bervariasi jumlah dan jenisnya. Hal ini dapat
diatasi dengan cara menentukan rasio dari perbandingan total ouput dengan total
18
input. Efisiensi yang ditentukan dengan metode DEA adalah suatu nilai yang
relatif dan bukan merupakan suatu nilai mutlak yang dapat diberi skor 100% dan
DMU lain yang performansinya berada dibawahnya memiliki skor yang bervariasi
yaitu antara 0%-100% sesuian perbandingan dengan DMU yang terbaik.
Istilah-istilah yang digunakan DEA adalah:
1. Input
Sesuatu yang dibutuhkan untuk kemudian diolah dan menjadi suatu produk
yang bernilai.
2. Output
Sesuatu yang dapat dihasilkan dari sejumlah input yang tersedia.
3. Unit
Sesuatu yang dinilai dan dibandingkan antara input dan output sehingga
diperoleh nilai efisiensi relative.
4. Efisiensi relatif
Efisiensi suatu unit bila dibandingkan dengan unit-unit lain yang memiliki
input dan output dengan jenis yang sama dalam treatment tertentu.
5. Bobot
Pemberian nilai untuk suatu faktor yang memberikan makna bahwa faktor
tersebut mempengaruhi efisiensi sebesar nilai bobotnya.
Dalam mengevaluasi dengan metode DEA perlu diperhatikan:
1. Kebutuhan nilai input dan output untuk masing-masing DMU
2. DMU memiliki proses yang sama, yaitu dengan menggunakan jenis input dan
output yang sama.
19
3. Mendefinisikan nilai efisiensi relatif masing-masing DMU melalui rasio
antara penjumlahan bobot output dengan penjumlahan bobot input.
4. Nilai efisiensi berkisar antar 0 dan 1
5. Nilai bobot yang diperoleh dari hasil pemograman dapat digunakan untuk
memaksimumkan nilai efisiensi relatif.
Penggunaan model matematis dalam metode DEA memiliki kekhususan
bila dibandingkan dengan penggunaan model matematis lain. Dalam hal ini model
matematis DEA digunakan untuk mengevaluasi dan menganalisa unit organisasi
atau DMU berdasarkan data dan kinerja di masa lalu untuk perencanaan pada
masa yang akan datang. Dua model matematis yang digunakan ialah:
1. Model matematis DEA-CCR Primal adalah model utama yang dipakai untuk
menghitung nilai efisiensi tiap unit DMU. Dalam DEA efisiensi (ep) sebuah
DMU didefinisikan sebagai rasio antara jumlah ouput yang diboboti dengan
jumlah input yang diboboti, yang merupakan suatu perluasan alami konsep
efisiensi.
2. Model Matematis DEA-CCR Dual adalah model pendukung untuk
menghitung efisiensi relatif suatu DMU dan mengetahui DMU yang
dijadikan acuan untuk meningkatkan nilai efisiensi DMU yang tidak efisien.
Setiap DMU memerlukan satu pemograman linier diatas, dimana model
pemograma linier untuk masing-masing DMU pada dasarnya sama. Suatu DMU
dikatakan efisien secara relatif bila efisiensi bernilai 1 (nilai efisiensi sebesar
100%). Sebaliknya nilai efisiensi kurang dari 1, maka DMU tersebut dianggap
tidak efisien.
20
Bila dalam rumus (1) nilai efisiensi diperoleh dari hasil pembagian antara
nilai output dengan nilai input, maka perbaikan nilai efisiensi dapat dilakukan
dengan cara:
1. Nilai output ditingkatkan, sementara nilai input tetap
2. Ketika nilai output tetap, maka nilai input diturunkan
3. Pada saat nilai output meningkat, secara bersamaan nilai input diturunkan
Pada metode DEA perbaikan nilai efisiensi lebih mengarah pada peningkatan nilai
output sedangkan nilai input tetap.
Model matematis yang diperkenalkan dengan tujuan untuk menentukan
efisiensi relatif untuk tiap DMU ke-p, dirumuskan:
………………………….….(2)
dengan syarat bahwa efisiensi semua DMU adalah:
Untuk k=1,……,n ….(3)
Yt ,………., Ys ≥ 0 …………………………(4)
Xj ,………., Xt ≥ 0 …………………………(5)
Dalam hal ini:
ep adalah efisiensi untuk DMU ke-p
s adalah jumlah pengukuran output
t adalah jumlah pengukuran input
n adalah jumlah DMU
Ojk adalah nilai output pada pengukuran output ke-i (i = 1,...,s) untuk DMU
ke-k (k = 1,…..,n)
21
Ijk adalah nilai input pada pengukuran input ke-j (j = 1,….,t) untuk DMU ke-
k (k = 1,….,n)
Yi adalah bobot output per-unit pada pengukuran output ke-I (i=1,…s)
Xj adalah bobot input per-unit pada pengukuran input ke-j (j=1,…t)
Model non-linier dan fraksional diatas dapat dirubah dalam bentuk linier
programing untuk lebih memudahkan dalam perhitungan menjadi:
Fungsi tujuan
Maksimumkan ………(6)
Kendala
……………………………….....(7)
-
……………………(8)
Yi,……., Ys ≥ 0 …………………………………(9)
Xj,……..Xt ≥ 0 …………………………………(10)
Model linier diatas sebagai bentuk DEA-CCR Primal.
Selanjutnya bentuk linier programing DEA-CCR diatas dapat dibawa kedalam
bentuk DEA-CCR Dual, model dualnya sebagai berikut:
Fungsi tujuan
Maksimum h0 ……………………………(11)
Kendala
Ijp h0 – ……………………...(12)
……………………………..(13)
…………………………………………(14)
22
Bobot yang diperoleh dari hasil dual dapat digunakan untuk meningkatkan DMU
yang tidak efisien menjadi efisien (100%).
2.5.1. Keunggulan dan Keterbatasan DEA
Dalam perkembangannya, metode DEA pun tentu terdapat kelebihan dan
kekurangannya, dalam konteks pengukuran efisiensi sebuah industri. Secara
singkat, berbagai keunggulan dan keterbatasan metode DEA adalah:
1. Keunggulan DEA
a. Bisa menangani banyak input dan output
b. Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output.
c. Unit Kegiatan Ekonomi dibandingkan secara langsung dengan sesamanya.
d. Dapat membentuk garis frontier fungsi efisiensi terbaik atas variabel
input-output dari setiap sampelnya.
e. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.
2. Keterbatasan DEA
a. Bersifat simple specific
b. Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran bisa berakibat
fatal.
c. Hanya mengukur produktivitas relatif dari unit kegiatan ekonomi bukan
produktivitas absolut.
d. Uji hipótesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.
2.6 Dicision Making Unit (DMU)
DEA adalah linear programming yang berbasis pada pengukuran tingkat
performance suatu efisiensi dari suatu organisasi dengan menggunakan Dicision
Making Unit (DMU). Istilah DMU dalam DEA dapat berupa bermacam-macam
23
unit seperti bank, rumah sakit, unit dari pabrik, departemen, universitas, sekolah,
pembangkit listik, kantor polisi, kantor samsat, kantor pajak, penjara, dan apa saja
yang memiliki kesamaan karakteristik operasional (Siswadi dan Purwantoro,
2006). Ramanathan (2003) menyebutkan ada dua faktor yang mempengaruhi
dalam pemilihan DMU, yaitu :
a. DMU harus merupakan unit-unit yang homogen. Unit-unit tersebut
melakukan tugas (task) yang sama, dan memiliki objektif yang sama. Input
dan output yang mencirikan kinerja dari DMU harus identik, kecuali
berbeda hanya intensitas dan jumlah/ukurannya (magnitude). Hal ini juga
sejalan dengan pendapat Sufian (2006).
b. Hubungan antara jumlah DMU terhadap jumlah input dan output
kadangkala ditentukan berdasarkan “rule of thumb”, yaitu jumlah DMU
diharapkan lebih banyak dibandingkan jumlah input dan output dan
ukuran sampel seharusnya dua atau tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah keseluruhan input dan output.
Pertimbangan dalam pemilihan sampel DMU adalah jumlah dari DMU itu
sendiri. Untuk dapat membedakan secara selektif DMU yang efisien dan inefisien
maka diperlukan jumlah DMU yang lebih besar dari perkalian jumlah input dan
jumlah output. Jumlah DMU sekurang-kurangnya tiga kali lebih besar dari total
jumlah variabel input dan output. Namun pada beberapa penelitian lain mengenai
DEA terdapat pula penggunaan sampel DMU yang lebih kecil.
2.7 Pemilihan Variabel Input dan Output
Kesulitan utama dalam aplikasi DEA adalah pemilihan input dan output.
Kriteria pemilihan input dan output adalah sangat subjektif. Tidak ada aturan yang
24
spesifik dalam menentukan pemilihan input dan output. Namun demikian,
beberapa petunjuk pemilihan input dan output umumnya input didefinisikan
sebagai sumber daya yang dimanfaatkan oleh DMU atau kondisi yang
mempengaruhi kinerja dari DMU, sementara output merupakan keuntungan
(benefit) yang dihasilkan sebagai hasil dari kegiatan operasi DMU.
Dalam setiap aplikasi DEA, sangatlan penting untuk menentukan input
dan output secara benar. Beberapa aturan rule of thumb dapat membantu dalam
menentukan jumlah yang ideal untuk input dan output. Umumnya, pada saat
jumlah input dan output meningkat, maka semakin banyak DMU yang akan
memperoleh tingkat efisiensi 100%, karena DMU-DMU tersebut menjadi terlalu
khusus untuk dievaluasi terhadap unit lain.
2.8 Tahapan Analisis DEA
Berikut ini tahapan-tahapan dalam analisis DEA yang telah dirangkum
dari berbagai sumber literatur :
a. Table of Efficiencies (Radial)
Analisis ini menunjukkan DMU mana yang paling efisien. Efisiensi
ditunjukkan dengan nilai optimal dari fungsi tujuan yang dikembangkan dari
linear programming. Nilai fungsi tujuan 100% berarti DMU tersebut efisien
sementara yang kurang dari 100 % berarti inefisien.
b. Table of Peer Units
Tabel ini digunakan untuk menentukan jika suatu DMU inefisien maka
akan ditunjukkan bagaimana cara mencapai tingkat efisiensi dengan melihat peer
DMU yang menjadi acuan /pedoman untuk mencapai tingkat efisiensi.
25
c. Table of Target Values
Analisis ini digunakan untuk menentukan berapa persen efisiensi sudah
terjadi untuk setiap DMU baik dari setiap struktur input maupun struktur output.
Dalam tabel ini akan ditunjukkan nilai actual dan target yang harus dicapai dari
setiap input maupun setiap output. Jika besarnya nilai actual sudah sama dengan
nilai target-nya maka efisiensi untuk setiap input atau output sudah terjadi.
Sebaliknya jika nilai antara actual dengan target tidak sama maka efisiensi belum
tercapai.
Lebih lanjut mengenai prosedur yang dilakukan setelah perhitungan
efisiensi dengan DEA. Menurutnya adalah sangat penting untuk memverifikasi
hasil perhitungan efisiensi dengan menggunakan analisis sensitivitas. Dalam
beberapa kasus, output pengukuran DEA sudah cukup untuk menarik kesimpulan.
Namun beberapa kasus lainnya seringkali diperlukan analisis lebih lanjut dari
output DEA.
2.9 Penelitian Terdahulu tentang Kinerja
Pengukuran kinerja menggunakan metode DEA sudah pernah dilakukan
oleh beberapa peneliti untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1
dibawah ini:
27
Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No Judul Nama
Peneliti Metodologi Kesimpulan dan Saran
1.
The Efficiency of
Islamic Banking in
Malaysia : Foreign vs
Domestic Bank
Fadzlan
Sufian
(2006)
Penelitian ini menggunakan model DEA
dengan menggunakan variabel input yang
terdiri dari total simpanan, biaya tenaga kerja,
dan aset. Variabel pembiayaan dan pendapatan
operasional sebagai output selama periode
2001-2004.
Hasil penelitian ini menunjukkan secara umum
perbankan syariah di Malaysia mengalami
peningkatan selama periode pengamatan.
Penelitian ini juga menggambarkan bank asing
syariah relatif lebih efisien dibandingkan bank
domestik syariah selama tahun pengamatan.
2.
Analisis Perbandingan
Efisiensi Perbankan
Syariah Di Indonesia
Dengan Metode Data
Envelopment Analysis
(DEA)
Harjum
Muharam
dan Rizki
Pusvitasari
(2007)
Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah DEA dengan
memasukkan variabel total simpanan, biaya
operasional lainnya sebagai variabel input.
Variabel outputnya meliputi: pembiayaan,
aktiva lancar dan pendapatan operasional
lainnya.
Pada tahun 2005 hanya bank BTN Syariah,
Niaga Syariah, dan Permata Syariah yang
mencapai efisiensi 100 persen, sedangkan
sembilan bank lainnya memiliki tingkat
efisiensi yang fluktuatif.
3.
Efficiency Analysis of
Conventional and
Islamic Banks in
Indonesia using Data
Envelopment Analysis
Ascarya,
Diana
Yumanita,
dan Guruh S.
Rokhimah
(2008)
Penelitian ini dianalisis dengan metode DEA.
Variabel total simpanan, biaya tenaga kerja
dan aset sebagai input. Variabel ouputnya
meliputi: pembiayaan dan pendapatan. Kedua
jenis variabel ini digunakan baik pada bank
syariah maupun konvensional.
Selama periode pengamatan tahun 2002-2006,
perbankan syariah dianggap relatif lebih
efisien dibandingkan bank konvensional.
Kinerjanya dari tahun ke tahun mengalami
kenaikan, kecuali pada tahun 2004. Hal ini
disebabkan perbankan syariah melakukan
langkah yang ekspansif. Studi ini juga
menggambarkan bahwa rata-rata efisiensi BUS
relatif lebih baik dibandingkan UUS maupun
BPRS.
27
2.10 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yang dibangun dalam penelitian ini yaitu untuk
mengukur tingkat efisiensi tiga kantor unit Bank BRI cabang Meulaboh, yaitu
kantor unit Cut Nyak Dhien, kantor unit Johan Pahlawan dan kantor unit Teuku
Umar pada periode 2011 sampai dengan 2012. Peneltian ini mengukur tingkat
efisensi dengan menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
dengan cara menetukan variabel-variabel input yang meliputi: Jumlah pegawai,
jumlah simpanan, jumlah nasabah dan jumlah biaya operasional (BOP). Adapun
variabel-variabel output yang mencakup: Jumlah kredit yang diberikan dan
jumlah income (pendapatan). Kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 2.3 kerangka konseptual teoritis
3 Kantor Unit Bank BRI Cabang Meulaboh
Variabel input
3. Jumlah pegawai
4. Jumlah simpanan
5. Jumlah nasabah
6. Jumlah biaya
operasional (BOP)
Variabel output
1. Jumlah kredit yang
diberikan
2. Jumlah income
Efisiensi relatif ketiga kantor unit
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian tugas akhir ini bertempat di kantor unit Bank BRI cabang
Meulaboh, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat yaitu kantor unit
Johan Pahlawan, kantor unit Cut Nyak Dhien dan kantor unit Teuku Umar.
3.1.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dapat dijelaskan pada tabel Time Line:
Tabel 3.1 Time Line Penelitian
Kegiatan
Tahun 2013
Minggu Pertama Minggu Kedua Minggu Ketiga Minggu Keempat
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Studi data keuangan
- - - - - - - - - - - - - -
Diskusi - -
- - - - - - - - - - - -
Diskusi Ide Proposal - - - -
- - - - - - - - - -
Pembuatan Proposal
- - - - - -
- - - - - - - -
Penelitian
Pengambilan Data
- - - - - - - -
- - - - -
Penelitian
Pengolahan Data
- - - - - - - - - - -
- -
Penelitian
Penyusunan Laporan - - - - - - - - - - - - - -
29
3.2 Metode Penelitian
Proses pengambilan data yang dilakukan secara bertahap, tahap-tahap ini
pada dasarnya sama dengan model pelaksanaan penelitian dan dapat digunakan
sebagai kerangka utama yang kemudian dapat dikembangkan sesuai kebutuhan.
Pada tugas akhir ini penulis menggunakan data di beberapa kantor unit Bank BRI
Kota Meulaboh, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat.
Menggunakan data yang bersumber pada data laporan keuangan tahunan selama
dua tahun yaitu tahun 2011 dan 2012. Data selama dua tahun dipandang cukup
untuk digunakan dalam menentukan efisiensi relatif pada tiap kantor unit Bank
BRI Kota Meulaboh.
Metode DEA bila diartikan secara bebas berarti analisa data terbungkus.
Disebut karena bila hasil dari perhitungan efisiensi telah didapatkan, dan
kemudian diplot dalam suatu grafik dan nilai-nilai yang terluar dihubungkan,
maka akan melingkupi atau membungkus nilai-nilai tertentu. Cara pengukuran
yang digunakan dalam metode DEA adalah dengan membandingkan antara output
yang dihasilkan dengan input yang ada.
………………………
Nilai efisiensi sautu unit antara 0 sampai dengan 1
DMU dikatakan efisien jika:
1. Dari segi orientasi output
output naik saat input tetap
Efisiensi naik
output tetap saat input turun
30
2. Dari segi orientasi input
input tetap saat output naik
Efisiensi naik
Input turun saat output tetap
Metode penelitian dijelaskan pada flowchart efesiensi relatif
menggunakan metode DEA, gambar 3.1 sebagai berikut::
Menentukan Faktor - Input
- Output
Pengukuran efesiensi
Mulai
Study Pustaka
Pengambilan data
Kantor Unit BRI Kota Meulaboh - Unit Johan Pahlawan - Unit Cut Nyak Dhien - Unit Teuku Umar
A
31
Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian DEA di Kantor Unit BRI
Langkah-langkah Data Envelopment Analysis (DEA) yang diterapkan di
Kantor Unit Bank BRI Kota Meulaboh, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten
Aceh Barat antara lain:
1. Studi pustaka
Tahap ini melakukan kegiatan mempelajari Data Envelopment Analysis (DEA)
melalui buku pedoman kuliah dan beberapa tulisan ilmiah atau paper.
Nilai efisiensi
Unit Johan Palahalwan
Peers group unit
Nilai efisiensi Unit Teuku
Umar
Nilai efisiensi Unit Cut
Nyak Dhien
Efisiensi relatif
Analisis peningkatann
input / output
Selesai
Peers group unit
Peers group unit
A
Penentuan nilai
peningkataan input /
output
Kesimpulan
32
Sehingga diperoleh landasan teori yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan.
2. Pengambilan data
Tahap ini yaitu pengumpulan data yang berasal dari data laporan keuangan
tahunan di kantor unit Bank BRI Kota Meulaboh.
3. Menentukan faktor
Yaitu data yang diperoleh kemudian dipisahkan menjadi faktor input dan
faktor output.
Faktor input terdiri dari:
a. Jumlah Pegawai
b. Jumlah Simpanan
c. Jumlah Biaya
d. Jumlah nasabah
Faktor output terdiri atas:
a. Jumlah kredit yang diberikan
b. Jumlah pendapatan
4. Pengukuran efisiensi
Dilakukan dengan membuat model DEA-CCR primal, super efesiensi dan
DEA-CCR dual. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan software komputer.
5. Efisiesi relatif
Yaitu membandingkan hasil pengukuran efisiensi relatif dari tiap kantor unit
BRI Kota Meulaboh.
33
6. Analisis peningkatan input / output
Yaitu untuk mengetahui penyebab ketidakefisienan dan apakah dapat
dilakukan perubahan nilai input dan output untuk meningkatkan nilai efisiensi
Bank.
7. Penentuan nilai peningkatan input / output
Yaitu menetukan perubahan nilai terhadap input / output untuk meningkatkan
efisiensi kinerja.
8. Kesimpulan
Yaitu menyimpulkan hasil dan informasi dari langkah-langkah sebelumnya
dan memberikan saran-saran sebagai masukan untuk pihak perbankan.
3.3 Metode Pengambilan Data
Pengambilan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode
pengambilan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Dalam tugas
akhir ini metode yang digunakan untuk pengambilan data antara lain:
1. Pengambilan data dengan observasi langsung.
Pengambilan data dengan observsi langsung atau dengan pengamatan
langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada
pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Pengambilan data dengan
observasi memiliki beberapa keuntungan:
a. Dengan cara pengamatan langsung, terdapat kemungkinan untuk mencatat
hal-hal, perilaku, pertumbuhan, dan sebagainya, sewaktu kejadian tersebut
berlaku, atau sewaktu perilaku tersebut terjadi. Dengan cara pengamatan, data
34
yang langsung mengenai perilaku yang tipikal dari objek dapat dicatat segera
dan tidak menggantungkan data dari ingatan seseorang.
b. Pengamatan langsung dapat memperoleh data dari subjek baik yang tidak
dapat berkomunikasi secara verbal dan yang tidak mau berkomunikasi secara
verbal.
2. Pengambilan Data dengan Interview
Selain dari pengambilan data dengan cara pengamatan, maka penulis
juga memperoleh data dengan interview. Dalam tugas akhir ini informasi atau
keterangan diperoleh langsung dari pimpinan dan karyawan dengan cara bertatap
muka dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara). Pengambilan data dengan interview memiliki beberapa keuntungan:
a. Bisa membangun hubungan dan memotivasi responden.
b. Bisa mengklarifikasi pertanyaan, menjernihkan keraguan, menambah
pertanyaan baru dan memperoleh data yang banyak.
3. Pengambilan Data dengan Penggunaan Dokumen
Penulis dalam tugas akhir ini juga menggunakan data dokumen
perusahaan. Pengambilan data dengan penggunaan dokumen memiliki beberapa
keuntungan sebagai berikut:
a. Dapat memberikan gambaran berbagai informasi tentang perusahaan pada
waktu yang sudah lampau (yang direkam atau didokumentasikan).
b. Dapat merekam berbagai jenis data tentang keuntungan dan kerugian
perusahaan.
38
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Keadaan Geografis
Gampong Langkak merupakan Gampong yang terletak di Kecamatan
Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya. Adapun batas wilayah Gampong Langkak
adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatas dengan Padang Rubek/Lueng Tuha,
2. Selatan berbatas dengan Gampong Kuala Tuha dengan Kubang Gajah,
3. Sebelah Timur berbatas dengan Gampong Lueng Teuku Ben
4. sebelah Barat berbatas dengan Sungai/Krueng Nagan
Luas wilayah Gampong Langkak menurut data statistik tahun 2014 adalah
355 Km2/Ha Sebagian besar wilayah Gampong Langkak adalah lahan perkebunan
dan sebagian lainnya merupakan lahan petanian. Jarak Gampong Langkak dengan
Ibu Kota Kecamatan sekitar 3 km yang dapat ditempuh selama 5 menit dengan
menggunakan kenderaan mesin roda dua. Sistem pemerintahan Gampong
Langkak Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya di kepalai oleh seorang
Keuchik yang di jabat oleh Bapak H.Burhan. Dalam menjalankan tugasnya
dibantu oleh seorang Sekretaris Desa Bapak Hamdan dan Kepala Urusan
Pemerintahan Gampong. Wialayah Gampong Langkak terbagi menjadi 4 dusun
yaitu Dusun Laksamana, Dusun Syiah Kuala, Dusun Putro Phang, Potemereuhom
yang masing-masing dusun dipimpin oleh kepala dusun.
39
39
4.1.2. Keadaan Demografi
Menurut data, Gampong Langkak terdapat 1451 jiwa. Jumlah Penduduk
Gampong Langkak dapat dilihat pada tabel di bawah ini,
Tabel. 4.1 Jumlah Penduduk Gampong Langkak
No Dusun Jumlah
Laki-laki
Jumlah
Perempuan Total Keterangan
1 Laksamana 329 327 656
2 Syiah Kuala 95 112 207
3 Putro Phang 143 146 289
4 Potemereuhom 156 143 299
Jumlah 723 728 1451
Sumber: Data Statistik Gampong Langkak Tahun 2013
4.1.3. Keadaan Ekonomi
Masyarakat Gampong Langkak memiliki pekerjaan yang beragam.
Mayoritas penduduknya memiliki pekerjaan sebagai pekebun, hal ini dapat dilihat
dari luasnya lahan perkebunan yang terdapat di Gampong Langkak, selain
pekebun masyarakat Gampong Langkak bekerja sebagai pedagang, nelayan,buruh
bangunan, pegawai negeri sipil, TNI/POLRI/, dan lain-lain.Untuk lebih jelasnya
dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel: 4.2 Mata Pencaharian Masyarakat Gampong Langkak
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Pekebun/petani 150
2 Nelayan 80
3 Buruh Bangunan 15
4 Pegawai Negeri Sipil 30
5 TNI/POLRI 10
6 Pedagang 28
7 Lain-Lain 1138
Jumlah 1451
Sumber : Data statistik Gampong Langkak 2013
40
40
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, maka jumlah penduduk Gampong Langkak
berdasarkan mata pencaharian yang paling banyak adalah sebagai petani/pekebun
dengan jumlah 150 orang. Sedangkan paling sedikit adalah sebagai TNI/POLRI
dengan jumlah 10 orang.
4.1.4. Keadaan Pendidikan
Dilihat dari tingkat pendidikannya masyarakat gampong Langkak sebagian
besar tergolong berpendidikan menengah. Walaupun sekedar tamat tingkat
pendidikan pertama atau SMA. Hal ini dapat dibuktikan dari data statistik
Gampong Langkak pada tahun 2013 yang menempatkan jumlah warganya paling
banyak hanya tamat SMP.
Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat gampong Langkak dapat
dilihat pada table di bawah ini:
Tabel 4.3. Tingkat Pendidikan Masyarakat Gampong Langkak
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tamatan Sarjana/Master/ Doktor 118
2 Tamatan SMU/sederajat 449
3 Tamatan SMP/Sederajat 426
4 Tamat SD/ Sederajat 221
5 Tidak tamat SD 134
6 Tidak Pernah Sekolah 103
Jumlah 1451
Sumber : Data Statistik Gampong Langkak Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa tingkat pendidikan
yang paling banyak adalah tamatan SMA sederajat dengan jumlah 449 orang.
Sedangkan yang paling sedikit adalah tidak pernah sekolah dengan jumlah 103
orang.
41
41
4.1.5. Keadaan Sosial Budaya
Masyarakat Gampong Langkak memiliki budaya adat istiadat yang
bercampur antara adat Aceh dan adat Jawa hal disebabkan masyarakat gampong
Langkah ditempati oleh suku Aceh dan suku Jawa. Biarpun berbeda suku, namun
dalam hal penerapan adat khususnya adat gampong tetap dihargai oleh semua
lapisan masyarakat.
Kegiatan yang rutin dilaksanakan di Gampong Langkak adalah kegiatan
keagamaan yang dilakukan adalah organisasi gotong-royong yang dilakukan
setiap hari jumat. Dilakukan Kegiatan ini dilakukan bersama-sama, baik oleh
masyarakat, kepala lingkungan dan bagian lain dari pada organisasi yang ada.
Tujuan dari dilakukannya kegiatan ini adalah untuk mencegah terjadinya banjir,
demam berdarah, maupun dalam rangka melakukan sialturahmi terhadap
masyarakat yang ada.
Kegiatan yang lainnya seperti Posyandu dan Kegiatan PKK bagi ibu-ibu
juga rutin dilakukan. Posyandu merupakan suatu pelayanan yang diberikan
kepada anak balita melalui imunisasi, menimbang berat BAB anak, serta
memberikan makanan dan tabahan vitamin guna menunjang kesehatan anak.
Kegiatan PKK dilakukan biasanya guna membantu para ibu-ibu rumah tangga
dengan memberikan suatu kegiatan yang sangat membantu yaitu memberikan
beberapa keahlian seperti membuat suatu makanan kecil yang dapat menghasilkan
pendapatan.
42
42
4.1.6. Jumlah Pemilih Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014
Jumlah masyarakat gampong Langkak yang terdaftar dalam Daftar Pemilih
Tetap (DPT) pada pemilihan umum legislatif Tahun 2014 berjumlah 1034.
Berikut ini akan dijelaskan menurut tabel tentang jumlah pemilih pada pemilu
legislatif 2014 di Gampong Langkak.
Tabel 4.4 Jumlah Pemilih
No Nama TPS Jumlah Pemilih
Laki-Laki
Jumlah Pemilih
Perempuan Total
1 Langkak 1 179 161 340
2 Langkak 2 185 170 355
3 Langkak 3 169 170 339
4.1.7. Sarana dan Prasarana
Untuk mengetahui saran dan prasarana Gampong Gampong Langkak maka
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel: 4.5
Jumlah sarana dan prasarana Gampong Langkak
No Jenis Fasilitas Jumlah Penggunaan Fasilitas
1
Fasilitas Agama
Mesjid
Musalla
TPA
1 Unit
2 Unit
2 Unit
Tempat beribadah dan
kegiatan agama
2 Fasilitas pendidikan
SD
1 Unit
Tempat berlasungnya
belajar mengajar
3 Fasilitas Pemerintahan
Kantor Desa
1 Unit
Pusat kegiatan
pemerintahan
4 Fasilitas Pelayanan Umum
Pukesmas
1 Unit
Untuk pelayanan
kesehatan masyarakat Sumber: Profil Gampong Langkak Tahun 2013
43
43
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Komunikasi Interpersonal Masyarakat Gampong Langkak
Kecamatan Kuala Pesisir Pasca Pemilu Legislatif 2014
Komunikasi interpersonal pada dasarnya merupakan jalinan hubungan
interaktif antara seorang individu dengan individu lain. Komunikasi interpersonal
pada umumnya dipahami lebih bersifat pribadi dan berlangsung secara tatap muka
misalnya apabila seseorang datang untuk meminta saran dan pendapat kepada
orang lain atau meminta bantu kepada orang lain. Salah satu tujuan komunikasi
interpersonal adalah menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang
lain. Hal ini membantu mengurangi ketegangan dan menciptakan perasaan
positif terhadap diri sendiri.
Dalam kaitannya dengan pemilu legislatif, komunikasi interpersonal dalam
masalah politik bagi pihak pemilih juga dapat dijadikan komunikasi interpersonal
sebagai sarana untuk dapat memperoleh informasi mengenai citra kandidat, isu-
isu/program, citra diri kandidat dan mengenai hubungan sesama masyarakat. Ini
semua tentunya bisa dilakukan karena tersedia informasi yang cukup dan
disampaikan secara langsung melalui komunikasi interpersonal.
Lebih dari itu komunikasi interpersonal juga diwarnai oleh budaya atau
adat-istiadat dimana proses komunikasi itu berlangsung. Budaya dan adat istiadat
dimanfaatkan untuk menyampaikan kepentingan-kepentingan yang berhubungan
dengan pemilu. Misalnya menghadiri undangan pada saat salah satu anggota
kelompoknya mempunyai hajat, atau mendatangi salah seorang yang menjadi
44
44
korban banjir dan sebagainya. Kedekatan jarak ini akan memiliki makna tersendiri
dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dalam proses komunikasi.
Berdasarkan wawancara penulis dengan masyarakat Gampong Langkak,
mengenai komunikasi yang selama ini terjalin setelah Pemilu 2014.
Dari hasil wawancara dengan H.Burhan selaku Keuchik Langkak
mengatakan bahwa:
“Saya melihat masyarakat yang memiliki perbedaan terhadap
dukungannya pada Pemilu Legislatif sudah nampak bahwa
komunikasi yang terjalin sudah mulai berkurang. Komunikasi
antara pribadi tersebut bahkan tidak lagi terjalin interaksi setalah
pemilihan legislatif berlangsung. Misalnya dengan sama-sama
tetangga saja sudah tidak saling tegur-menegur lagi”. (wawancara,
13 Agustus 2014)
Tgk. Zulkarnaini selaku Tuha Peut Gampong Langkak beliau mangatakan
bahwa:
“Komunikasi sesama masyarakat di Gampong Langkak setelah
pemilihan calon anggota legislatif tergolong kurang akur. Hal ini
tercermin dari basa-basi dan tegur sapa yang mulai kurang, bahkah
ada sebagian masyarakat yang tidak lagi mau berbicara karena
permasalahan pada pemilihan legislatif bulan lalu”. (Wawancara,
13 Agustus 2014)
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa komunikasi
interpersonal masyarakat Gampong Langkak Kecamatan Kuala Pesisir Pasca
Pemilu Legislatif 2014 berjalan kurang efektif. Hal terlihat bahwa komunikasi
yang terjalin antara sesama individu sudah jarang sekali. Ini disebabkan oleh
konflik secara pribadi pada masyarakat Gampong Langkak yang disebabkan oleh
perbedaan persepsi.
45
45
Suasana politik pemilu calon anggota legislatif yang dilaksanakan pada
tanggal 9 April 2014 dirasakan penuh dengan eforia, sebuah panggung nasional
yang memilih calon-calon wakil rakyat yang akan menduduki kursi legislatif dari
tingkat Kabupaten, Provinsi maupun di tingkat Pusat yang pelakunya bukan
pengurus partai politik maupun kandidat calon anggota legislatif, tetapi juga
seluruh tim sukses, simpatisan-simpatisan yang fanatik, para pengamat, dan para
tukang survei yang semuanya memiliki kepentingan tersendiri.
Sebagaimana telah diuraikan pada awal bab ini, penulis akan menyajikan
data Analisis Komunikasi Interpersonal Masyarakat Gampong Langkak
Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya Pasca Pemilihan Legislatif
Tahun 2014 serta yang berkaitan dengan perubahan paradigma komunikasi
interpersonal Pasca Pemilihan Legislatif 2014 di Gampong Langkak.
Sebagaimana daerah di seluruh Indonesia, Masyarakat Gampong Langkak
juga menyelenggaraan pemilihan umum calon anggota legislatif untuk mencari
wakil rakyat di berbagai tingkat. Pemilihan Umum calon anggota legislatif yang
berlangsung pada bulan April 2014 itu adalah pesta demokrasi untuk memilih
calon wakil rakyat yang akan memperjuangkan aspirasi rakyat baik di tingkat
Kabupaten, Provinsi, Pusat dan Wakil Daerah. Pemilu legislatif 2014 memberi
warna yang berbeda bagi perkembangan demokrasi lokal khususnya di Gampong
Langkak Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya. Pasalnya, keadaan
hubungan komunikasi masyarakat khususnya dalam hal komunikasi interpersonal
sesama masyarakat setelah pemilu legislatif dibandingkan sebelum pemilu
legislatif 2014 jauh berbeda, hal tersebut itu menunjukan adanya sikap politik
46
46
masyarakat yang terlalu mementingkan pribadi dan kelompok dan faktor
ketidakmampanan masyarakat dalam berpolitik secara sehat.
Menurut Hasballah sebagai salah satu tuha peut, beliau mengatakah
bahwa:
“Setelah pemilu memang sangat berbeda, kalau kita lihat yang
dulunya sering berbicara dan tegur sapa. Sekarang sudah jarang
bahkan tidak ada lagi”. (Wawancara, 13 Agustus 2014).
Hal senada juga diungkapkan oleh Rahmat selaku masyarakat mengatakan
bahwa:
“Memang benar sudah berbeda keadaan sebelum dan sesudah
pemilu. Karena keadaanlah seperti misalnya gara-gara beda pilihan
menyebabkan komunikasi terhenti”. (Wawancara, 13 Agustus
2014).
Menurut Rizal, juga merupakan masyarakat Gampong Langkak
mengatakan bahwa:
“Memang memiliki perbedaan yang jauh sebelum pemilu. Padahal
orang lain yang mencalonkan diri sebagai pemimpin. Kenapa mesti
kita pula yang bertengkar dan tidak berbicara lagi”. (Wawancara,
13 Agustus 2014).
Lebih lanjut menurut penuturan Razali selaku masyarakat beliau
mengatakan bahwa:
“Saya juga mengalami hal tersebut. Sampai-sampai ada tetangga
tidak lagi mau berbicara dengan saya sampai sekarang. Pada itu
47
47
Cuma urusan sepele yaitu gara-gara beda dukungan”. (Wawancara,
13 Agustus 2014).
Pasca Pemilu Legislatif bulan April 2014 yang lalu, berbagai analisis
tentang konflik pasca pemilihan caleg menyeruak ke permukaan, konflik muncul
dikarenakan faktor ketidakpuasan Caleg yang tidak mendapat kursi dewan,
adanya indikasi kecurangan dan pelanggaran pemilu, bahkan konflik pasca pemilu
juga terjadi pada sesama masyarakat yang berbeda pandangan politiknya.
Kesenjangan dalam berkomunikasi interpersonal sesama dirasakan oleh
masyarakat Gampong Langkak Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya
Pasca Pemilu Legislatif 2014. Hal ini berdasarkan wawancara dengan beberapa
masyarakat gampong Langkak tentang komunikasi interpersonal sesama
masyarakat pasca pemilu legislatif tahun 2014, pada umumnya mereka menjawab
terjadinya kesenjangan komunikasi sesama pribadi dan kesenjangan sosial antar
sesama masyarakat diakibatkan berbeda pilihan calon dan berbeda pandangan
politik saat pemilu legislatif berlangsung beberapa bulan yang lalu.
Hasil wawancara penulis dengan Hasballah selaku Tuha Peut gampong
Langkak beliau mengatakan bahwa:
“Masyarakat gampong Langkak yang dulunya tenang dan harmonis
malah sekarang pasca pemilu legislatif penuh dengan masalah dan
banyak ketegangan diantara sesama masyarakat terutama dalam hal
komunikasi, kalau dulu ketika bertemu di jalan saling senyum atau
sapa tetapi sekarang ada sebagian masyarakat yang memalingkan
mukanya ketika bertemu dengan orang yang beda dukungannya
saat pemilu legislatif yang lalu” (wawancara 14 Agustus 2014).
Hal senada juga disampaikan oleh Nurhayati selaku Tuha Peut Gampong
Langkak mengatakan bahwa:
48
48
“Setiap hari masayarakat yang hidup selalu berdekatan pastinya
akan berjumpa dan bertatap muka, tetapi terkadang masyarakat
sudah merasakan ketidak harmonisan hubungan komunikasi
sesamanya diakibatkan berbeda pandangan politik saat pemilu
legislatif yang lalu” (wawancara 14 Agustus 2014).
Menurut H. Burhan selaku Keuchik Gampong Langkak juga
membenarkan bahwa:
“Komunikasi secara pribadi selama pasca pemilu legislatif yang
lalu sering terputus, terkadang sudah adanya kelompok kelompok
kecil masyarakat yang kurang harmonis, bahkan adanya
pertengkaran-pertengkaran mulut antara kelompok tertentu yang
terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari, masalah
pekerjaan dan sebagainya” (wawancara 14 Agustus 2014).
Hasil wawancara dengan Iwan selaku masyarakat Gampong Langkak
mengatakan bahwa:
“ Pasca pemilu legislatif yang lalu banyak masyarakat Gampong
Langkak yang salah paham diakibatkan sifat iri, yang terkadang
menimbulkan fitnah sesama yang berakibat terputusnya
komunikasi sesama warga masyarakat, biasanya konflik
masyarakat dikarenakan faktor material” (wawancara 15 Agustus
2014).
Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami
bahwa komunikasi yang berlangsung pada masyarakat Gampong Langkak
49
49
berjalan tidak efektif. Hal ini terlihat bahwa sudah jarangnya komunikasi yang
dilakukan oleh sesama masyarakat pasca pemilu dengan sebab-sebab yang muncul
ketika pemilu.
Menurut Halimatul Sa’diah selaku masyarakat Gampong Langkak
mengatakan bahwa:
“Dalam berpolitik komunikasi tidak hanya bertujuan untuk
menyampaikan informasi kampanye agar orang lain mengerti dan
mengetahui atau agar orang lain bersedia menerima suatu paham
dan keyakinan, tetapi komunkasi juga harus mampu mendeteksi
kemungkinan-kemungkinan konflik komunikasi dan bagaimana
cara mencari solusinya.Contohnya di gampong Langkak ini, banyak
sekali masyarakat yang komunikasi antar pribadi rusak akibat
pemilu legislatif yang lalu. Sekarang saatnya harus ada pihak-pihak
yang memperbaiki komunikasi tersebut supaya hubungan sesama
masyarakat kembali normal” (Wawancara 15 Agustus 2014). Dari penjelasan yang disampaikan oleh informan kepada peneliti maka
dapat dilihat komunikasi antar pribadi pada masyarakat mengenai nilai negatif
yang dirasakan masyarakat pasca pemilu legislatif 2014 di Gampong Langkak
Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya. Dari hasil wawancara tersebut
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat mengakui bahwa adanya
hubungan komunikasi yang tidak harmonis sesama masyarakat pasca pemilu
legislatif 2014 yang lalu, hal ini disebabkan perbedaan pandangan politik dan
beda pilihan saat pemilu legislatif berlangsung.
Berdasarkan pengamatan penulis atas data wawancara dengan masyarakat
Gampong Langkak anggapan masyarakat terhadap nilai negatif yang ditimbulkan
pasca pemilu legislatif 2014 tersebut adalah benar, dimana masyarakat
menganggap pemilu sebagai momen utama untuk berpolitik dalam membangun
50
50
kapasitas masing-masing baik untuk mengembangkan karir pribadi, kepentingan
keluarga, maupun kepentingan kelompok. Kapasitas masing-masing pribadi
maupun kelompok, karena dalam orientasi politik memiliki kepentingan dan sikap
politik yang berbeda sesuai dengan tujuan politik dan strata sosial dari masyarakat
itu, baik secara individu maupun kolektif.
4.2.2. Efektivitas Komunikasi Interpersonal Masyarakat Gampong
Langkak Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya Pasca
Pemilihan Legislatif Tahun 2014.
Dalam proses pemberian pengertian kepada manusia dibutuhkan
komunikasi yang baik dan mudah dipahami oleh mereka. Melalui proses
komunikasi manusia akan mengamati, memperhatikan dan mencatat semua
tanggapan yang diberikan oleh pemberi pesan. Dengan komunikasi seseorang
pemberi pesan (komunikator) akan menyampaikan informasi, ide, ataupun
pemikiran, pengetahuan, konsep dan lain-lain kepada orang lain (komunikan)
dengan mengharapkan persamaan persepsi. Sehingga melalui komunikasi
manusia akan mendapatkan pengertian tentang yang baik dan yang tidak
baik bagi dirinya.
Untuk bisa berkomunikasi dengan efektif, kita tidak bisa menerapkan
cara yang sama untuk tiap orang. Kita harus memahami benar siapa lawan
bicara kita. Apa yang kita sampaikan harus benar-benar dimengerti oleh
lawan bicara kita, sehingga masalah komunikasi yang efektif antar sesama
51
51
manusia memberikan peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari dan merupakan aset yang penting.
Pasca Pemilu Legislatif 2014 lalu, banyak masyarakat yang enggan
berkomunikasi dengan orang yang berbeda persepsi dan perbedaan pendapat. Ini
salah satu dampak dari kedaan politik. Komunikasi yang terjalin pada masyarakat
Gampong Langkak tidak lagi efektif. Hal ini dipengaruhi oleh tidak saling
memahami satu sama lain.
Menurut H.Burhan selaku keuchik mengatakan bahwa:
“Komunikasi masyarakat Gampong Langkak Pasca Pemilu
legislatif tidak lagi efektif. Hal ini karena sebab masyarakat
berbeda pandangan dan berbeda pendapat. Oleh sebab itu
masyarakat sering tidak berkomunikasi”. (Wawancara 16 Agustus
2014).
Hal senada juga dikatakan oleh Rahmat, selaku masyarakat mengatakan
bahwa:
”Memang benar bahwa ada sebagian masyarakat tidak mau
berbicara lagi dengan sesama masyarakat lain. Padahal itu cuma
masalah Caleg waktu pemilu. (Wawancara 16 Agustus 2014).
Hasil wawancara dengan Razali salah satu masyarakat gampong langkak
mengatakan bahwa:
“Kalau bicara atau tidak masyarakat tergantung masyarakat.
Karena tidak semua begitu, sebab memang pemilu menimbulkan
52
52
dampak negatif terhadap komunikasi masyarakat. (Wawancara 16
Agustus 2014).
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat dipahami bahwa
komunikasi interpersonal masyarakat Gampong Langkak Pasca Pemilu tidak lagi
efektif. Hal ini ditunjukan oleh kurangnya berkomunikasi antara satu masyarakat
dengan masyarakat lain yang disebabkan oleh perbedaan pandangan dan
dukungan terhadap Caleg.
Disadari atau tidak kehidupan manusia tidak lepas dari orang lain. Setiap
individu pasti dan selalu membutuhkan orang lain. Karena itulah seorang individu
melakukan interaksi dengan individu lain untuk menyampaikan tujuan yang
diinginkan. Bentuk interaksi tersebut dapat dilakukan dengan penyampaian ide
melalui bahasa (verbal dan non verbal) kepada orang lain yang dikenal dengan
istilah komunikasi. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan
interpersonal yang baik. Ketika seseorang berkomunikasi, hal itu bukan sekedar
menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan
interpersonalnya. Sama halnya dengan masyarakat Langkak, yang melakukan
hubungan komunikasi yang baik ditandai oleh antar pribadi. Namun sebaliknya
bahwa hubungan pribadi masyarakat Langkak terjalin tidak baik sehingga
komunikasi yang terjalin kurang efektif.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Hasballah, selaku tuha peut
mengatakan bahwa:
“Memang ada beberapa orang masyarakat yang hubungan pribadi
tidak lagi harmonis. Hal ini disebabkan oleh pemilu beberapa bulan
53
53
yang lalu, sehingga menyebabkan mereka jarang berbicara.”
(Wawancara 16 Agustus 2014).
Hal senada juga dikatakan oleh Tgk. Zulkarnaini selaku Tuha Peut,
mengatakan bahwa:
“Iya memang ada masyarakat yang tidak lagi berkomunikasi
sesama mereka, hanya gara-gara beda calon yang didukung.
Namun tidak semua masyarakat Langkak seperti itu. Hanya
sebagian saja yang merasa tidak lagi berkomunikasi. (Wawancara
16 Agustus 2014).
Menurut penuturan Halimatul Sa’diah selaku masyarakat, dalam
wawancara dengan penulis mengatakan bahwa:
“Selama belakangan ini setelah pemilu usai, hanya rasa kesal yang
nampak, misalnya yang dulu saling tegur dan berbicara sekarang
sudah tidak ada lagi. Hal ini tentu membuat komunikasi tidak akan
lancar”. (Wawancara 16 Agustus 2014).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
komunikasi interpersonal masyarakat Langkak, setelah pemilu berjalan tidak
efektif dari temuan di lapangan penyebab tidak efektifnya komunikasi
interpersonal tersebut disebabkan oleh alasan-alasan perbedaan pendapat pada
Pemilu beberapa bulan lalu.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang mempunyai efek
besar dalam hal mempengaruhi orang lain terutama perindividu. Hal ini
disebabkan, biasanya pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi bertemu secara
54
54
langsung, tidak menggunakan media dalam penyampaian pesannya sehingga tidak
ada jarak yang memisahkan antara komunikator dengan komunikan. Oleh karena
saling berhadapan muka, maka masing-masing pihak dapat langsung mengetahui
respon yang diberikan, serta mengurangi tingkat ketidak jujuran ketika sedang
terjadi komunikasi.
Meskipun komunikasi interpersonal ini merupakan aktivitas yang rutin
kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataan menunjukkan
bahwa proses komunikasi interpersonal tidak selamanya mudah. Pada saat
tertentu, kita menyadari bahwa perbedaan latar belakang sosial budaya antar
individu serta perbedaan persepsi dan perbedaan pendapat telah menjadi faktor
potensial menghambat keberhasilan komunikasi.
Komunikasi interpersonal ini merupakan aktivitas yang rutin kita
laksanakan dalam kehidupan masyarakat Langkak pada umumnya. Namun
kenyataan menunjukkan bahwa perbedaan latar belakang sosial menyebabkan
individu-invidu tersebut telah jarang berkomunikasi maupun bertatap muka.
Hal ini sesuai dengan penuturan Syukram, selaku masyarakat Langkak
beliau mengatakan bahwa:
“Dalam hidup bermasyarakat tentu kita tidak terlepas dari
komunikasi. Hal ini ditujukkan oleh sikap kita sehari-hari yang
saling berkumpul dan bermusyawarah. Namun ada sebagian
masyarakat Langkak sudah jarang melakukan komunikasi dengan
tentangganya yang dulu ada perbedaan sosial dan latar belakang
politik setelah pemilu. Padahal ini hanya sekedar perbedaan pilihan
sehingga menyebabkan komunikasi antar pribadi terputus.
(Wawancara 16 Agustus 2014).
55
55
Hasil wawancara dengan Ramdani salah satu masyarakat langkak
mengatakan bahwa:
“Saya sebagai masyarakat tidak mempermasalahkan hal ini.
Masalah tidak mau lagi bicara sama saya iya terserah orang
tersebut, cuma gara-gara pemilu beberapa bulan lalu menyebabkan
putusnya komunikasi”. (Wawancara 16 Agustus 2014).
Menurut Syukur salah seorang masyarakat, dalam wawancara mengatakan
bahwa:
“Berbicara atau tidaknya mereka yang dulu pernah ada masalah
dalam pemilu memicu masalah baru yaitu timbulnya hal-hal yang
menyebabkan putusnya komunikasi”. (Wawancara 16 Agustus
2014).
Hasil wawancara Heri selaku masyarakat gampong langkak hal senada
diucapkan bahwa:
“Semua orang tahu ada dampak yang menyebabkan komunikasi
masyarakat yang ada masalah pada pemilu menyebabkan
terputusnya komunikasi. Hal tersebut bukanlah hal yang baru,
sudah biasa terjadi seperti ini. Contohnya saja kita bisa lihat sampai
sekarang ada sebagian masyarakat Langkak tidak bicara-bicara lagi
sesamanya padahal sosok pemimpin siapa saja yang terpilih adalah
tetap milik kita bersama bukan milik siapa yang menang”.
(Wawancara 16 Agustus 2014).
Dari beberapa pendapat dalam wawancara di atas, maka dapat dipahami
bahwa komunikasi interpersonal setelah Pemilu Legislatif tahun 2014 yang telah
dilaksanakan bulan april lalu di Kabupaten Nagan Raya dari sebagian masyarakat
Langkak tidak lagi efektif. Lebih dari itu melalui komunikasi interpersonal
56
56
masyarakat Langkak yang tidak saling memberikan saran dan pendapat masing-
masing. Dari hal inilah yang banyak mendorong sebagian masyarakat untuk
jarang berkomunikasi.
Gambaran komunikasi interpersonal yang efektif pada masyarakat
Langkak dan faktor-faktor yang menyebabkan kurang efektifitasnya komunikasi
interpersonal pada masyarakat adalah dipengaruhi oleh faktor diri individu itu
sendiri dalam melakukan komunikasi. Komunikasi interpersonal akan efektif bila
dalam diri seseorang ada perilaku saling menghargai satu sama lain. Artinya,
seseorang dalam menghadapi suatu masalah tidak bersikap bertahan.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Komunikasi Interpersonal Masyarakat Gampong Langkak
Kecamatan Kuala Pesisir Pasca Pemilu Legislatif 2014
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses yang sangat unik.
Artinya, kegiatan yang terjadi dalam komunikasi interpersonal tidak seperti
kegiatan lainnya, seperti misalnya menyelesaikan tugas pekerjaan rumah,
mengikuti perlombaan cerdas cermat, menulis artikel. Komunikasi interpersonal
melibatkan paling sedikit dua orang yang mempunyai sifat, nilai-nilai, pendapat,
sikap, pikiran dan perilaku yang khas dan berbeda-beda. Selain itu, komunikasi
interpersonal juga menuntut adanya tindakan saling memberi dan menerima di
antara pelaku yang terlibat dalam komunikasi.
Komunikasi interpersonal ini terus menerus terjadi selama proses
kehidupan manusia. Komunikasi interpersonal dapat diibaratkan sebagai urat nadi
57
57
kehidupan manusia. Tidak dapat dibayangkan bagaimana bentuk dan corak
kehidupan manusia di dunia ini seandainya tidak ada komunikasi interpersonal
antara satu orang atau sekelompok orang.
Pasca pemilu Legislatif komunikasi politik masyarakat di Gampong
Langkak tidak lagi berjalan seperti biasanya. Hal ini dipengaruhi oleh pandangan
masing-masing individu. Kaitannya dengan komunikasi interpersonal dan Pemilu
legislatif adalah penggunaan komunikasi interpersonal ketika menyampaikan
informasi-informasi seputar calon legislatif. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan dalam berkomunikasi antar individu
yang dirasakan oleh masyarakat Gampong Langkak pasca pemilu legislatif 2014.
Banyak masyarakat sudah jarang berkomunikasi karena sebab-sebab yang terjadi
pada saat pemilu legislatif.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu adanya komunikasi yang tepat
agar mampu memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku para pemilih.
Hal ini sesuai dengan pendapat Onong Uchjana (2003: h. 189) bahwa
“komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang
lain untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan
maupun tak langsung melalui media”.
Burhan Bungin dalam bukunya sosiologi komunikasi (2009: h. 266)
mengatakan didalam kehidupan masyarakat sehari-hari, hubungan antarpriadi
memainkan peran penting dalam membentuk kehidupan masyarakat, terutama
ketika hubungan pribadi itu mampu memberi dorongan kepada orang tertentu
yang berhubungan dengan perasaan, pemahaman informasi, dukungan, dan
58
58
berbagai bentuk komunikasi yang memengaruhi citra diri orang serta membantu
orang untuk memahami harapan-harapan orang lain.
Komunikasi antar pribadi dalam keluarga dan tempat kerja yang penuh
ketegangan, bisa jadi meningkatkan kemungkinan seseorang untuk terserang
stroke, hipertensi, dan berbagai penyakit lainnya. Sebaliknya pasangan suami istri
yang saling mencintai dan mereka yang memiliki jaringan teman yang
menyenangkan cenderung terhindar dari hipertensi.
Uraian ini menunjukkan, bahwa manusia tidak dapat menghindar dari
jalinan hubungan dengan sesamanya. Kita memiliki kadar yang berbeda dalam
membutuhkan orang lain, demikian pula mengenai nilai penting kuantitas dan
kualitas hubungan antar pribadi. Meskipun demikian, secara pasti dapat dikatakan
bahwa kita memerlukan hubungan antar pribadi.
4.3.2. Efektifitas Komunikasi Interpersonal Masyarakat Gampong Langkak
Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya Pasca Pemilihan
Legislatif Tahun 2014.
Efektifitas dalam komunikasi interpersonal akan mendorong terjadinya
hubungan yang positif terhadap rekan dan keluarga. Hal ini disebabkan pihak-
pihak yang saling berkomunikasi merasakan memperoleh manfaat dari
komunikasi itu, sehingga merasa perlu untuk memelihara hubungan antar pribadi.
Banyak orang menjadi sukses karena memiliki hubungan yang sangat baik dengan
orang lain. Mereka menanamkan identitas yang positif kepada orang lain sehingga
mereka memiliki image yang baik di mata masyarakat.
59
59
Komunikasi interpersonal dianggap efektif,jika orang lain memahami
pesan yang disampaikan dengan benar,dan memberikan respon sesuai yang
diharapkan. Komunikasi interpersonal yang efektif berfungsi membantu
membentuk dan menjaga hubungan baik antar individu, menyampaikan
pengetahuan, mengubah sikap dan perilaku, pemecahan masalah hubungan antar
pribadi dan citra diri menjadi lebih baik. Komunikasi interpersonal pada
masyarakat Gampong Langkak Pasca pemilu legislatif tidak lagi efektif seperti
sebelum pemilu. Hal ini ditunjukkan dari perilaku komunikasi masyarakat yang
selama ini jarang berkomunikasi.
Komunikasi interpersonal yang efektif akan membantu tercapainya tujuan
tertentu. Seseorang harus menyadari, bahwa komunikasi interpersonal merupakan
jalan menuju sukses. Adapun kedudukan dan keterampilan berkomunikasi secara
efektif merupakan modal penting bagi sebuah keberhasilan.
Komunikasi interpersonal yang efektif menjadi keinginan semua
masyarakat Langkak. Dengan komunikasi efektif tersebut, pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya memperoleh manfaat sesuai yang diinginkan. Komunikasi
efektif meliputi respect, empathy, audible, clarity dan humble. Sedangkan untuk
sikap positif yang mendukung komunikasi interpersonal adalah keterbukaan,
empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan. Faktor keefektifan
komunikasi interpersonal dapat dipandang dari sudut komunikator, komunikan,
dan pesan.
Komunikasi interpersonal mempunyai peranan cukup besar untuk
mengubah sikap. Hal itu karena komunikasi ini merupakan proses penggunaan
60
60
informasi secara bersama. Komunikasi berlangsung efektif apabila kerangka
pengalaman peserta komunikasi tumpang tindih, yang terjadi saat individu
mempersepsi, mengorganisasi, dan mengingat sejumlah besar informasi yang
diterimanya dari lingkungannya.
Di masa lalu pendekatan komunikasi interpersonal ditekankan pada situasi
dua orang atau kelompok kecil. Dengan adanya perubahan perspekstif tentang
bagaimana komunikasi berlangsung, pendekatan komunikasi antarpribadi berubah
menjadi bersifat hubungan yang terjalin di antara individu. Seperti hal komunikasi
interpersonal masyarakat Langkak di masa lalu sebelum Pemilu legislatif,
komunikasi interpersonal berlangsung secara baik melalui komunikasi
antarpribadi yang menyebabkan terjadi perubahan di saat ini yaitu komunikasi
yang terjalin tidak efektif lagi terutama hubungan individu.
Keefektifan hubungan antar pribadi adalah taraf seberapa jauh akibat-
akibat dari tingkah laku kita sesuai dengan yang kita harapkan. Bila kita
berinteraksi dengan orang lain, biasanya kita ingin menciptakan dampak tertentu,
merangsang munculnya gagasan tertentu, menciptakan kesan tertentu, atau
menimbulkan reaksi-reaksi perasaan tertentu dalam diri orang lain. Terkadang
orang memberikan reaksi terhadap tingkah laku dengan cara yang sangat berbeda
dari yang kita harapkan. Keefektifan dalam hubungan antarpribadi ditentukan oleh
kemampuan kita untuk mengkomunikasikan secara jelas tentang apa yang ingin
kita sampaikan, menciptakan kesan yang kita inginkan, atau mempengaruhi orang
lain sesuai kehendak kita.
48
44
BAB V
ANALISIS HASIL DAN EVALUASI
5.1 Analisis Hasil Pengolahan Model DEA-CCR Primal
Hasil pengolahan program linier DEA-CCR Primal yang merupakan nilai
efisiensi relatif suatu kantor unit Bank terhadap kantor unit Bank lain dapat dilihat
pada tabel 5.1 dibawah ini:
Tabel 5.1 Hasil Perhitungan DEA-CCR Primal untuk ketiga kantor unit tahun
2011 dan 2012.
DMU Kantor Unit Bank Efisiensi Relatif
Tahun 2011 Tahun 2012
1 Cut Nyak Dhien 1 1
2 Johan Pahlawan 1 0.81
3 Teuku Umar 1 1
Dalam tabel 5.1 menunjukan bahwa pada tahun 2011 kantor unit Cut Nyak
Dhien (DMU1), kantor unit Johan Pahlawan (DMU2) dan kantor unit Teuku
Umar (DMU3) memperoleh nilai efisensi relatif = 1,00, dengan efisiensi yang
relatif stabil. Sedangkan pada tahun 2012 untuk kantor unit Cut Nyak Dhien
(DMU1) dan kantor unit Teuku Umar (DMU3) memperoleh nilai efisiensi relatif
= 1,00 dengan efisiensi yang relatif stabil. Sedangkan untuk unit Johan Pahlawan
(DMU2) memperoleh nilai efisiensi relatif = 0,81 yang berarti kurang efisien (in
efficient).
45
5.2 Analisis dan Evaluasi
Berdasarkan analisis kinerja kantor unit Bank BRI cabang Meulaboh
tersebut dengan menggunakan metode DEA, untuk tahun 2011 ketiga kantor unit
efficient (nilai efisiensi relatif=1). Sedangkan tahun 2012 dua kantor unit
memperoleh efficient (nilai efisiensi relatif=1) dan hanya satu kantor unit yang in
efficient (nilai efisiensi relatif <1) yaitu DMU2.
5.2.1 Perbandingan Variabel Input dan Output
Prinsip kerja DEA adalah dengan membandingkan data input dan
data output dari suatu organisasi data, atau yang disebut dengan Decission Making
Unit (DMU), dengan data input dan output lainnya pada DMU yang sejenis.
Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi. Efisiensi
yang ditentukan dengan metode DEA adalah suatu nilai yang relatif, sehingga
bukan merupakan suatu nilai mutlak yang dapat dicapai oleh suatu unit.
Seperti uraian diatas sebelumya DMU2 merupakan DMU yang kurang
efisien, untuk itu perlu dilakukan perbaikan terhadap DMU tersebut. Sebelum
melakukan perbaikan, terlebih dahulu menentukan peers group DMU2 sebagai
tolak ukur dalam penentuan efisensi relatif terhadap DMU lainnya. Oleh karena
itu DMU mana saja yang menjadi satu kesatuan kelompok dalam peers group
terhadap DMU2, secara virsualisasi penentuan kelompok peers group dalam satu
DMU bisa dilihat dari penggunaan karakteristik variabel input dan output dari
DMU yang dikaji dan ditelaah.
46
Walaupun analisa ini tidak muklak menjadi satu kesatuan dalam
penentuan menurut analisis DEA akan tetapi bisa menjadi salah satu tolak ukur
perbandingan dalam menganalisa kenapa satu DMU dengan DMU lainnya
menjadi satu kesatuan atau peers group dalam menentukan efisiensi relatif
masing-masing DMU yang telah dikaji. Peers group ini merupakan DMU yang
efficient (nilai efisiensi relatif=1) dan menjadi perbandingan terhadap DMU yang
kurang efisien yaitu DMU2.
Berdasarkan karakteristik penggunaan variabel input dan output yang
dimiliki oleh DMU2 relatif mirip dengan karakteristik penggunaan variabel input
dan output yang dimiliki oleh DMU1. Itu terlihat dari penggunaan input dan
output kedua DMU seperti penggunaan jumlah pegawai, BOP dan income DMU2
hampir sebanding dengan DMU1. Dibandingkan dengan DMU3 yang hanya
memiliki dua kemiripan penggunaan input dan output yaitu jumlah simpanan dan
jumlah nasabah, sedangkan untuk penggunaan jumlah pegawai, BOP dan income
DMU3 realtif lebih kecil dibandingkan dengan DMU2. Oleh karena itu, yang
menjadi peers group untuk DMU2 adalah DMU1. Untuk lebih jelasnya
perbandingan penggunaan variabel input dan output pada DMU1 dan DMU2 dan
DMU3 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2 Perbandingan penggunaan variabel input dan output DMU1 dan DMU2
DMU Variabel Input dan Output
Income Jumlah pegawai BOP
DMU1 5,369,221,824 17 2,348,756,474
DMU2 2,211,054,274 12 2,018,839,434
47
Sehingga dari penjelasan yang telah dijabarkan bagian diatas sebelumnya,
maka bisa menjadi alasan kenapa DMU2 itu mengelompok terhadap DMU1
dalam hal penentuan efisiensi relatif. Sehingga DMU1 menjadi perbandingan
penentuan efisiensi relatif DMU2, dikarenakan pada perhitungan sebelumnya
DMU1 lebih efisien dibandingkan dengan DMU2 dan DMU1 memiliki
karakteristik variabel input dan output setara atau sebanding dengan DMU2.
Permasalahan selanjutnya adalah kita harus menentukan besaran nilai in
efficiency DMU2 ketika dihadapkan pada persoalan variabel input dan output
pada masing-masing DMU. Untuk menentukan itu kita perlu menentukan berapa
besaran persentasi variabel input dan output yang harus kita naikan sehingga
DMU2 mempunyai tingkat efisiensi relatif setara dengan DMU1.
Dalam penentuan besaran persentasi ini kita menggunakan analisis
composite unit. Dimana composite unit adalah bobot komposit yang menyatakan
bobot yang tidak efisien terhadap unit yang lain. Untuk memperbaiki kinerjanya
dalam upaya peningkatan efisiensi kantor unit atau DMU2, maka metode Data
Envelopment Analysis (DEA) memberikan suatu target yang harus dicapai oleh
kantor unit tersebut sehingga dapat memiliki efisiensi yang lebih baik.
Dikarenakan analisis DEA yang dipakai pada penelitian ini berbasis input dimana
input=1, maka target yang dimaksud untuk DMU2 dalam mencapai nilai efisiensi
relatif =1 adalah peningkatan variabel output yang dikeluarkan oleh DMU2 untuk
mencapai kesetaraan efisiensi yang sama. Itu dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah
ini:
48
44
Tabel 5.3 Composite Unit
DMU 2012
Output Input Composite
Income (Rp)
Kredit yang diberikan (Rp)
Jumlah pegawai (Orang)
Jumlah Simpanan (Rp)
Jumlah Nasabah (Orang)
BOP (Rp) Value
1 5.369.221.824 23.857.322.383 17 23.400.920.563 6.198 2.348.756.474 41.18%
2 2.211.054.274 6.648.903.339 12 11.958.187.457 3.614 2.018.839.434 0.00%
3 417.000.000 12.300.000.000 6 12.200.000.000 3.394 541.000.000 0.00%
Composite
2.211.054.274 9.824.484.134 7 9.636.537.123 2.552 967.221.734 Value
48
44
Dalam tabel 5.3 menjelaskan bahwa untuk mencapai tingkat kesetaraan
efisiensi relatif=1, maka DMU2 harus melakukan penambahan atau peningkatan
jumlah variabel output yang dihasilkan sebesar 41,18%. Dimana nilai 41,18%
yang harus ditingkatkan oleh setiap output DMU2 itu dapat dilihat pada tabel
sensitivity untuk unit DMU2 yang terlampir pada lampiran.
Seperti uraian sebelumnya DMU1 merupakan peers group DMU2 dalam
hal mencapai tingkat efisiensi relatif=1. Maka peningkatan jumlah variabel output
DMU2 sebesar 41.18% itu dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah ini:
Tabel 5.4 Peningkatan Jumlah Variabel Output DMU2
Variabel Output Jumlah (Rp) Composite Jumlah Peningkatan
(Rp) DMU2 Value
Kredit yang
diberikan 2.211.054.274 41.18% 910.515.743
Income 6.648.903.339 41.18% 2.738.029.201
Pada tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa peningkatan variabel output
DMU2 untuk jumlah kredit yang diberikan adalah sebesar Rp. 910,515,743 dan
untuk income atau pendapatan sebesar Rp. 2,738,029,201.
49
50
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Hasil identifikasi terhadap parameter input dan output menggunakan
variabel sebagai berikut:
a. Variabel input: Jumlah pegawai, jumlah simpanan, jumlah nasabah
dan jumlah biaya operasional (BOP).
b. Variabel output : Kredit yang diberikan dan income (pendapatan).
2. Hasil perhitungan efisiensi relatif kantor unit Bank BRI Cabang Meulaboh
pada tahun 2011 ketiga kantor unit tersebut efisien yaitu memperoleh nilai
efisiensi = 1. Sedangkan pada Tahun 2012 hanya 2 (dua) kantor unit yang
meperoleh nilai efisiensi = 1 yaitu kantor unit Cut Nyak Dhien dan Teuku
Umar, serta untuk kantor unit Johan Pahlawan memperoleh nilai efisiensi
0,81 yang berarti kurang efisien (in efficient).
3. Jumlah in efficient DMU2 adalah sebesar Rp. 910,515,743 variabel kredit
yang diberikan dan sebesar Rp. 2,738,029,201 untuk variabel income
dengan persentasi sebesar 41,18%.
5.2. Saran
1. Kantor unit Johan Pahlawan perlu melakukan perbaikan kinerja agar
mencapai kesetaraan dengan unit lain melalui perbaikan output yang
dihasilkan sehingga penilaian kinerja tidak menjadi subjektif.
51
2. Kantor unit Johan Pahlawan Bank BRI Cabang Meulaboh sebaiknya
menggunakan ukuran efisiensi relatif untuk menilai kinerja dari masing-
masing kantor unit bank melalui tahapan perbandingan secara
proporsional.
3. Untuk kesesuaian metode yang lebih akurat, sebaiknya perlu dilakukan
kajian lanjutan terhadap kantor unit Bank BRI Cabang Meulaboh dengan
jumlah kantor Unit dan variabel yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Berger, A. N, & Humphrey, d. b (1997). Efficiency of financial institutions:
International survey and directions for future research. Journal of Operational
Research
Charnes A, Cooper, W. W,. & Rhodes, E (1978). Measuring the efficiency of
decision making unit, European Journal of Operasional Research, 2, 429-444
Farell, M. J. (1957). The meansurement of Productive Efficiency. Journal of the
Royal Statical Society, Vol. 120, No. 3,253-290.
Huri, M. D. dan Indah Susilowati. 2004. “Pengukuran Efisiensi Relatif Emiten
Perbankan dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Kasus:
Bank-Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002).” Jurnal Dinamika
Pembangunan. Vol. 1, No. 2, Desember 2004, Hal. 95-107.
Muliaman D. H., Wimboh S., Dhaniel I. dan Eugenia M. 2003. “Analisis Efisiensi
Industri Perbankan Indonesia: Penggunaan Metode Non-Parametrik Data
Envelopment Analysis (DEA).” Bank Indonesia Research Paper, Jakarta: Bank
Indonesia
Muharam, H dan Rizki Pusvitasari. 2007. “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank
Syariah dengan Metode Data Envelopment Analysis (Periode tahun 2005)”.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.2 No.3.
Poernomo, Eddy, 2006, Pengaruh Kreativitas dan Kerjasama Tim Terhadap
Kinerja Manajer Pada PT. Jesslynk Cakes Indonesia Cabang Surabaya, Adm.
Bisnis UPN Veteran Jawa Timur. Jurnal Ilmu-Ilmu Ekonomi Vol. 6 No. 2
Syakir, A. K. 2004. “Mengukur Efisiensi Intermediasi Sebelas Bank Terbesar
Indonesia Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA).” Jurnal
Bisnis Strategi. Vol.13. Hal. 126-139, Semarang.
Saleh, Samsubar. 2000. Metode Data Envelopment Analysis.Yogyakarta: PAU-FE
UGM.
Sutawijaya, A. dan Lestari, E. P. 2009. “Efisiensi Teknik Perbankan Indonesia
Pasca Krisis Ekonomi: Sebuah Studi Empiris Penerapan Model DEA.” Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol. 10. No. 1. Hal 49-67.
Sumanth, D.J 1985, Productivity Engineering and Management. USA: McGraw-
Hill. Inc., USA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan
atas undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan