RINGKASAN
KAJIAN GEOGRAFIS HUBUNGAN ANTARA KERENTANAN DAN TIPOLOGI DAS DENGAN DEBIT PUNCAK
DI SATUAN WILAYAH SUNGAI KUTO-GARANG
DISERTASI
Diajukan oleh:
SUYONO 06/09-I/1996/PS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi rabbil aalamiin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan disertasi ini. Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat penulis selesaikan atas ridho dan hidayah-Nya. Disertasi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Doktor di bidang Ilmu Geografi pada Program Pasca Sarjanan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Saran-saran dan arahan substantif oleh para pembimbing sangat bermanfaat dan berguna dalam proses penyelesaian disertasi ini. Nasihat-nasihat sangat bermanfaat untuk bersikap tegar dan menjaga semangat berkarya. Penulis sampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya atas atas segenap arahan, bimbingan teknis dan nasehat oleh tim pembimbing:
1) Prof. Dr. Sudarmadji, M.Eng.Sc sebagai promotor 2) Prof. Dr. Sutikno sebagai ko-promotor 3) Dr.Ing.Ir. Agus Maryono, M.Sc. sebagai ko-promotor Ucapan terima kasih yang besar penulis sampaikan kepada beberapa pihak
yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyusunan disertasi ini dalam bentuk saran-saran dan pertimbangan ilmiah, dukungan moral, bantuan teknis dalam penyelesaian studi ini, yaitu
1) Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc selaku Dekan Fakultas Geografi UGM periode 2012-2016 yang memberi ijin penulis untuk menyelesaikan tugas belajar di Program Pasca Sarjana S3 Program Studi Geografi di Fakultas Geografi UGM.
2) Tim penilai disertasi yang telah memberikan saran-saran dan pertimbangan-pertimbangan ilmiah yang substantif untuk penyempurnaan disertasi ini.
3) Prof. Dr. Bruijnzeel L.A yang telah bersedia mengundang dan menerima kunjungan penulis di Amsterdam, memberi saran-saran substantif dan memberi jurnal-jurnal yang berkaitan dengan disertasi ini; mengenalkan penulis pada Prof. Dr. Dimitri Solomtin di Delft.
4) Prof. Dr. Dimitri Solomatin yang telah memberi waktu khusus untuk berkonsultasi dan memberi saran-saran substantif dalam analisa kerentanan DAS.
5) Prof. Dr. Hartono, DEA selaku Dekan Fakultas Geografi UGM periode 2004-2008 yang memberi ijin penulis untuk belajar di Program Pasca Sarjana S3 Program Studi Geografi di Fakultas Geografi UGM.
6) Prof. Dr. Suratman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Geografi UGM periode 2007-2012 yang telah memberi program bimbingan intensif bagi mahasiswa S3 sehingga penyelesaian disertasi ini dapat dipercepat.
7) Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc selaku Ketua Pengelola Program Studi Geografi pada Program Pasca Sarjana Fakultas Geografi UGM.
8) Pimpinan PUSLITBANG AIR dan stafnya di Bandung yang telah memberi ijin dan memberikan data debit sungai di Jawa Tengah.
9) Setiawan S.Si, Dian Risa Sukesti S.Si, Idam Hairuly Ummam S.Si, Nurul Pramiftah S.Si, Tommy Andryan M.Sc, Widiyastuti Nurchayati S.Si, Karendra Harsita S.Si, dan Zulfahmi Sitompul S.Si yang telah membantu dalam membuat peta-peta, mengolah data sehingga dapat digunakan untuk analisis indeks kerentanan DAS sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
10) Staf Laboratorium Tanah Fakultas Geografi yang telah menganalisa sampel tanah untuk permeabilitas tanah.
11) Istri, anak-anakku dan cucu-cucuku yang aku sayangi yang memberi dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini. Terimakasih atas kesabaran, pengertian dan dukungannya.
12) Teman-teman program Pasca Sarjana Fakultas Geografi UGM angkatan 2006 dan seluruh civitas akademika Fakultas Geografi UGM yang saling mengingatkan dan menasihati untuk tegar dalam belajar.
Akhir kata, semoga disertasi ini bermanfaat bagi para pihak yang berkaitan dengan hidrologi daerah aliran sungai. Amin.
Yogyakarta, Januari 2013
Peneliti ( Suyono )
INTISARI
Kajian indeks kerentanan DAS dan tipologi DAS sangat penting mengingat bahwa banjir sering terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Debit puncak tinggi berpotensi menyebabkan banjir suatu sungai, kerentanan DAS yang menghasilkan debit puncak tinggi diidentifikasi melalui indeks kerentanan DAS. Penelitian disertasi ini diberi judul Kajian Geografis Hubungan Antara Kerentanan dan Tipologi DAS Dengan Debit Puncak di SWS Kuto-Garang. Materi pokok dalam penelitian ini adalah debit puncak, hujan, lahan (sifat fisik: lereng, batuan, tanah, kerapatan tutupan vegetasi; sifat non fisik (macam penggunaan lahan dan kepadatan penduduk) dan morfometri DAS. Pendekatan kajian menggunakan pendekatan geografis, yaitu pendekatan keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkaji faktor yang mempengaruhi debit puncak sungai, 2) mengkaji cara menyusun indeks kerentanan DAS, 3) mengkaji tipologi DAS berdasarkan indeks kerentanan DAS dan debit puncak.
Satuan daerah penelitian menggunakan satuan DAS yang berada di SWS Kuto-Garang Jawa Tengah. Indeks kerentanan DAS disusun atas dasar indeks kerentanan hujan, indeks kerentanan fisik lahan, indeks kerentanan morfometri DAS dan indeks kerentanan antropogenik. Indeks kerentanan dibuat dengan tiga pendekatan, yaitu a) cara rating veriabel kerentanan, b) cara kombinasi rating dan bobot variabel kerentanan, c) cara scalling variabel kerentanan. Hubungan indeks antara indeks kerentanan DAS dengan debit puncak maksimum dilakukan dengan analisa grafis kecendrungan. Tipologi DAS dibuat dengan analisa klaster dan pencocokan (matching).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) hujan rata-rata tahunan ,bulan basah dan hujan harian maksimum tidak ada hubungan dengan debit puncak; analisa data hujan sesaat dengan debit puncak, menunjukkan bahwa makin besar indeks kerentanan hujan di suatu DAS menyebabkan kenaikan debit puncak. (2) Tingkat hubungan indeks komposit kerentanan dengan debit puncak lebih baik daripada tingkat hubungan indeks kerentanan setiap variabel kerentanan. Fakta tersebut bermakna bahwa debit puncak merupakan hasil proses dari seluruh komponen dalam DAS. Debit puncak maksimum dipengaruhi (mulai dari pengaruh yang) oleh: indeks komposit morfometri DAS, indeks komposit fisik lahan, indeks komposit antropogenik. (3) Indeks kerentanan DAS (IKDAS) merupakan indeks yang disusun secara additive, berpengaruh positip terhadap debit puncak maksimum dengan koefisien determinasi yang tinggi ( R2 berkisar 0.75 sampai 0.89). Atas dasar koefisien determinasi hubungan Qpm dengan IKDAS, model yang baik adalah cara rating model 4 (IKDAS-R4) dan cara scalling model 4 (IKDAS-Sc4). (4) Cara membuat tipologi DAS yang baik adalah cara pencocokan antara kelas IKDAS dengan kelas Qpm. Kata kunci : Debit puncak, indeks kerentanan DAS, tipologi DAS
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Jawa Tengah banyak diketemukaan sistem sungai, sistem sungai dalam
suatu ledok atau cekungan (basin) dibatasi oleh pembatas sistem sungai (river
divide), ruang dalam batas tersebut dikenal sebagai daerah aliran sungai (river
basin atau drainage basin atau catchment area atau watershed) disingkat DAS.
Beberapa DAS dapat dikelompokan menjadi satuan wilayah sungai (SWS). DAS
Kuto, DAS Damar, DAS Blukar, DAS Bodri, DAS Blorong, DAS Sambong dan
DAS Garang dalam penelitian ini dijadikan menjadi satu wilayah sungai yang
selajutnya disebut SWS Kuto-Garang. SWS Kuto-Garang berada di wilayah
administrasi Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang,
secara geomorfologi, wilayah tersebut berupa satuan gunungapi, pegunungan,
perbukitan dan dataran aluvial.
Debit banjir suatu sungai merupakan hasil interaksi, interrelasi dan
interdependensi komonen DAS melalui proses yang kompleks, salah satu keluaran
DAS adalah debit banjir yang belum tentu menyebabkan banjir. Debit banjir
dipengaruhi oleh 1) faktor meteorologis, 2) faktor hidrologis, 3) faktor yang
mempengaruhi penyaluran air dari hulu ke hilir, 4) faktor manusia (WMO, 1999)
dan 5) morfometri DAS berpengaruh pada sifat dasar hidrograf-banjir (Sri Harto
(1986), Snyder (1932) dan Clark (1945, dalam Cordery, 1987) dan Taylor dan
Schwarz (dalam Wilson, 1974).
Penelitian disertasi ini diberi judul Kajian Geografis Hubungan Antara
Kerentanan DAS dan Tipologi DAS dengan Debit Puncak di SWS Kuto-
Garang. Materi pokok dalam penelitian ini adalah debit puncak, hujan (hujan
rata-rata tahunan, jumlah bulan basah dan hujan harian maksimum) sebagai
masukan, fisik lahan (lereng, batuan, tanah, kerapatan tutupan vegetasi;
antropogenik ( macam penggunaan lahan dan kepadatan penduduk) sebagai faktor
yang mempengaruhi limpasan-langsung dan morfometri DAS sebagai haktor yang
mempengaruhi transfer hujan efektik (limpasan-langsung) bergerak ke hilir.
Pendekatan kajian menggunakan pendekatan geografis, yaitu pendekatan
keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah.
2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui faktor dominan yang
mempengaruhi debit puncak, menemukan cara menetapkan indeks kerentanan
DAS hubungannya dengan debit puncak yang selanjutnya dapat digunakan untuk
menyusun tipologi DAS hubungannya dengan debit puncak. Variasi debit puncak
dalam suatu SWS akan dikaji dengan pendekatan indeks kerentanan DAS yang
disusun atas dasar indeks kerentanan hujan, indeks kerentanan fisik lahan, indeks
kerentanan antropogenik dan indeks kerentanan morfometri DAS; selanjutnya
dibuat tipologi DAS atas dasar indeks kerentanan DAS dan debit puncak.
B. Perumusan Masalah Penelitian
Memperhatikan latar belakang tersebut di atas, perumusan masalah penelitian
disertasi ini diungkapkan, sebagai berikut :
1. faktor apakah yang mempengaruhi debit puncak?
2. bagaimana cara menghitung indeks kerentanan DAS terhadap debit
puncak? apakah indeks kerentanan DAS berpengaruh terhadap debit
puncak?
3. bagaimanakah cara menyusun tipologi DAS?
Penelitian ini menggunakan pendekatan geografis, yaitu menitik beratkan
pada kajian secara komprehensif komponen lingkungan DAS. Pendekatan ini
dianggap representatif, mengingat bahwa 1) DAS merupakan sistem lahan, sistem
hidrologi dan ekosistem (Notohadiprawiro, 1985), 2) debit puncak merupakan
keluaran hasil proses yang ada dalam DAS.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah penelitian, tujuan disertasi ini, yaitu :
a. Mengkaji faktor yang mempengaruhi debit puncak sungai-sungai di
satuan wilayah sungai (SWS) Kuto-Garang, mencakup :
1) mengkaji debit puncak hubungannya dengan sifat hujan (hujan rata-rata
tahunan, jumlah bulan basah dan hujan harian maksimum),
2) mengkaji debit puncak hubungannya dengan sifat fisik lahan (batuan,
tanah, lereng dan kerapatan tutupan vegetasi),
3
3) mengkaji debit puncak hubungannya dengan morfometri DAS (luas
DAS, panjang sungai, gradien sungai, kerapatan alur sungai, sinousitas,
bentuk DAS, lereng DAS dan faktor topografi),
4) mengkaji debit puncak hubungannya dengan bentuk penggunaan lahan,
5) mengkaji debit puncak kaitan dengan kepadatan penduduk.
b. Mengkaji indeks kerentanan DAS hubungannya dengan debit puncak,
mencakup :
1) mengkaji cara membuat indeks kerentanan DAS,
2) mengkaji indeks kerentanan DAS kaitan dengan debit puncak.
c. Mengkaji tipologi DAS berdasarkan indeks kerentanan DAS, mencakup :
1) mengkaji cara membuat tipologi DAS di SWS Kuto-Garang,
2) mengkaji tipologi DAS kaitan dengan debit puncak.
Sasaran penelitian, adalah a) curah hujan; b) morfometri DAS; c) fisik lahan; d)
penggunaan lahan; e) kepadatan penduduk ; f) debit puncak.
2. Manfaat penelitian
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi debit puncak, indeks
kerentanan DAS dan tipologi DAS hubungannya dengan debit puncak, diharapkan
dapat digunakan, sebagai:
a. alat untuk identifikasi DAS yang rentan terhadap debit puncak tinggi,
b. dapat digunakan untuk mengenali sebab-sebab banjir melalui angka indeks
kerentanan DAS, peta indeks kerentanan dan tipologi DAS; selanjutnya dapat
dipakai sebagai pertimbangan dalam menyusun program penanggulangan
banjir,
c. sumber informasi karakteristik DAS yang ada kaitan dengan faktor penyebab
banjir dengan melihat indeks kerentanan hujan, indeks kerentanan fisik lahan,
indeks kerentanan morfometri DAS dan indeks kerentanan antropogenik; atas
dasar indeks kerentanan tersebut dapat digunakan untuk pertimbangan dalam
rencana penataan, pengendalian dan pemulihan DAS kritis; digunakan untuk
pengembangan DAS tanpa memberi dampak pada peningkatan banjir.
4
BAB II. PANGKAL PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Pangkal Pikir
Debit puncak merupakan keluaran DAS, debit puncak dipengaruhi oleh a)
karakteristik hujan; b) karakteristik fisik lahan, c) karakteristik morfometri DAS,
d) karakteristik penggunaan lahan dan jumlah penduduk. Mengkaji Kerentanan
DAS terhadap debit puncak dan tipologi kerentanan DAS, tidak dapat dilakukan
dengan hanya menggunakan pendekatan hidrologi maupun pendekatan hidraulik
atau pendekatan sistem lahan. Pendekatannya harus secara holistik, yaitu
mempertimbangkan karakteristik hujan, fisik lahan, morfometri DAS, non fisik
lahan (penggunaan lahan dan kepadatan penduduk).
Konsep kerentanan DAS terhadap debit puncak dan tipologi kerentanan DAS
diilustrasikan dalam Gambar 2.1. Konsep kerentanan DAS terhadap debit puncak
terdiri dari: a) konsep kerentanan hujan, b) konsep kerentanan fisik lahan, c)
konsep kerentanan morfometri DAS, d) konsep kerentanan penggunaan lahan dan
penduduk. DAS sebagai prosesor dan debit puncak sebagai keluaran DAS;
keluaran DAS tergantung dari tingkat kerentanan DAS.
DAS sebagai sistem hidrologi, hujan sebagai masukan jatuh di atas lahan
tidak seluruhnya menjadi limpasan langsung, tergantung dari karakteristik fisik
lahan. Karakteristik fisik lahan dinyatakan sebagai indeks kerentanan fisik lahan
(PLI), PLI yang tinggi mengindikasikan DAS tidak mampu menahan atau
menyimpan air sehingga volume limpasan-langsung yang terbentuk menjadi
tinggi atau debit puncak tinggi. PLI dapat berubah karena kegiatan manusia
terhadap lahan melalui penggunaan lahan pertanian dan pemukinan; pengaruh
manusia terhadap limpasan-langsung dinyatakan sebagai indeks kerentanan
antropogenik (HI) terdiri dari indeks kerentanan penggunaan lahan (LUI) dan
indeks kerentanan kepadatan penduduk (PDI), HI makin tinggi menyebabkan
limpasan-langsung dan debit puncak tinggi tinggi.
Limpasan-langsung yang terbentuk di permukaan lahan segera mengalir ke
hilir, lajunya dipengaruhi oleh morfometri DAS, morfometri DAS dinyatakan
sebagai indeks kerentanan Morfometri DAS (MoI). MoI makin tinggi
menyebabkan debit puncak tinggi.
5
Indeks kerentanan DAS (IKDAS) merupakan indeks komposit terdiri dari RI,
PLI, HI dan MoI; Nilai IKDAS digunakan sebagai indekator debit puncak,
IKDAS tinggi mengindikasikan debit puncak tinggi dan sabaliknya. Tipologi
DAS disusun atas dasar kelas IKDAS dan kelas debit puncak dengan cara
matching. Gambar 2.2 menunjukkan diagram alir penelitian yang menunjukkan
macam data, analisis dan hasil akhir penelitian.
B. Hipotesis
Atas dasar kerangka teori di atas dibuat hipotesis penelitian, sebagai berikut:
1) Debit puncak dipengaruhi oleh jumlah hujan tahunan, jumlah bulan basah dan
hujan harian maksimum.
2) Variabel empirik kerentanan fisik lahan yang berpengaruh terhadap debit
puncak maksimum mulai yang terkuat adalah indeks kemiringan lereng,
indeks batuan, indeks tanah dan indeks kerapatan tutupan vegetasi.
3) Variabel empirik morfometri DAS yang berpengaruh terhadap debit puncak
maksimum mulai yang terkuat adalah luas DAS, panjang sungai utama,
gradien sungai utama, kerapatan alur sungai, sinousitas dan bentuk DAS.
4) Makin tinggi persentase luas sawah, persentase luas hutan dan perkebunan
akan menyebabkan penurunan debit puncak maksimum
5) Makin tinggi persentase luas tegalan dan luas semak-belukar akan
menyebabkan kenaikan debit puncak maksimum
6) Debit puncak maksimum dipengaruhi oleh indeks komposit kerentanan fisik
lahan, indeks komposit kerentanan antropogenik dan indeks komposit
morfometri DAS.
7) Indeks komposit kerentanan DAS (IKDAS) berpengaruh positip terhadap
debit puncak maksimum.
8) DAS rentan debit puncak tinggi dapat diidentifikasi melalui tipologi DAS.
8
BAB III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kuto-Garang di
Jawa Tengah bagian utara. Secara geomorfologi daerahnya terdiri dari satuan
geomorfolgi gunungapi, pegunungan dan perbukitan struktural, dataran aluvial
dan delta. Penggunaan lahan berupa hutan (lindung, produksi, rakyat),
perkebunan, sawah, tegalan, semak-belukar, pemukiman. Model penentuan indeks
kerentanan DAS terhadap debit puncak dipelajari melalui studi eksploratif untuk
memahami karakteristik hujan, fisik lahan, morfometri DAS dan antropogenik
hubungannya dengan debit puncak.
A. Lokasi dan Sampel Daerah Penelitian
Daerah aliran sungai (DAS) yang diteliti sebanyal 5 DAS dan 3 sub DAS ,
nama dan luas DAS dipilih atas dasar pertimbangan ketersediaan data debit, yaitu
DAS yang mempunyai stasiun hidrometri dan stasiun hujan, peta geologi, peta
tanah, peta penggunaan lahan, citra Radar dan citra Lansat. Daftar DAS yang
diteliti disajikan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Daftar Daerah Aliran Sungai di SWS Kuto-Garang Provinsi Jawa Tengah
No. Sungai Induk SPAS Luas DAS di Hulu SPAS
(km2)
Wilayah Admistrasi Kabupaten
1 Kuto Karanganom 320,8 Batang 2 Blukar Sejomerto 105,1 Temanggung, Batang
3 Bodri Juwero 555,3 Batang, Temanggung, Kendal, Ungaran
4 Blorong Kedungpucung 157,9 Ungaran dan Batang 5 Blorong Kedungsari 20,5 Ungaran, Batang 6 Garang Kreo-Kalipancur 66,6 Semarang, Ungaran, Kendal 7 Garang Patebon 69,9 Ungaran 8 Garang Pajangan 185,2 Semarang, Ungaran. Kendal
B. Cara Penelitian
1. Macam data
Atas dasar materi dan obyek penelitian, macam data yang dikumpulkan
adalah sebagai berikut :
a. Data sekunder
1) data kependudukan, sumber dari Podes. Data kependudukan digunakan
untuk menghitung jumlah penduduk dan kepadatan penduduk,
9
2) data hujan, sumber data dari kantor Dinas Pengairan, Balai Pengelolaan
Sumberdaya Air dan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG),
3) data debit limpasan, sumber data dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Air
(PSDA Provinsi Jawa Tengah) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Masalah Air (PUSLITBANG AIR ) di Bandung.
b. Data primer
1) pola alur sungai,
2) permeabilitas batuan dan inflitrasi tanah,
3) kerapatan vegetasi,
4) morfometri DAS,
5) satuan bentuklahan.
c. Sumber data dalam bentuk peta
Data tentang karakteristik lahan diperoleh melalui analisa peta, jenis peta
yang digunakan, sebagai berikut:
1) Peta Geologi skala 1 : 100 000. Informasi yang diperoleh: formasi dan macam
batuan, distribusi batuan, struktur geologi.
2) Peta Hidrogeologi 1 : 250 000. Informasi yang diperoleh adalah: daerah
langka airtanah dan sifat batuan menyimpan air.
3) Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: 25 000. Infomasi yang diperoleh
adalah : batas administrasi, penggunaan lahan, jaringan jalan, pemukiman,
letak bendung, tanggul sungai dan garis kontour ketinggian.
4) Citra Satelit, informasi yang diperoleh adalah penutupan lahan yang akan
digunakan untuk menghitung indeks kerapatan vegetasi. Atas dasar aspek
relief dan jaringan sungai digunakan untuk interpretasi satuan bentuk lahan.
5) Digital Elevation Model (DEM), DEM sangat dibutuhkan dalam analisa
morfometri DAS dan analisa topografi.
2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut pita ukur,
kompas geologi, palu geologi, satu set auger hole, satu set ring infiltrometer,
Global Position System (GPS).
10
3. Variabel penelitian
a. Variabel yang digunakan
Mendasarkan pada kerangka teori tentang kerentanan DAS terhadap debit
puncak, variabel penelitian yang akan diteliti terdiri dari variabel-variabel faktor
hujan, lahan, morfometri DAS, limpasan, sebagai berikut.
1) Faktor hujan
Variabel hujan yang diduga berpengaruh terhadap debit puncak limpasan,
disajikan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Parameter hujan dan indeks hujan
Parameter Hujan
Variabel Simbol Data and Metode
1. Hujan tahunan (mm/th)
1. Indeks hujan tahunan
ARI Hujan tahunan, Isohiet hujan. Metode indeks: Rating, rating-bobot dan scalling
2. Hujan Harian Maks (mm)
2. Indeks hujan harian maks
MRI Hujan harian maksimum, isohiet. Metode indeks: Rating, rating-bobot dan scalling
3. Jumlah hujan bulan basah
3. Indeks jumlah bulan basah
WMI Data hujan bulanan, jumlah bulan basah. Metode indeks: Rating, rating-bobot dan scalling
2) Faktor morfometri DAS
Variabel morfometri DAS yang diduga berpengaruh terhadap debit puncak
disajikan dalam Tabel 3.3. Variabel morfometri seperti luas DAS, panjang sungai
utama, bentuk DAS, kemiringan alur sungai, kerapatan alur sungai, sinousitas alur
sungai dan kemiringan DAS diduga berpengaruh terhadap debit puncak limpasan.
Tabel 3.3 Morfometri DAS dan indeks morfometri
Parameter Indeks Simbol Data dan Metode 1. Luas DAS (km2) 1. Indeks luas Ai Digital RBI 2. Panjang sungai
utama (km) 2. Indeks panjang
sungai Li
Digital alur sungai dari RBI
3. Bentuk DAS 3. Indeks bentuk
DAS Rci, Rei
Digital RBI,
4. Kemiringan alur sungai (%)
4. Indeks kemiringan sungai
Soi Digital alur sungai dan DEM. Metode: S1085
5. Kepadatan alur sungai (km/km2)
5. Indeks kepadatan alur sungai
Ddi Digital alur sungai
6. Sinousitas alur 6. Indeks sinousitas Sii Digital alur sungai
7. Kemiringan DAS (%) 7. Indeks Lereng
DAS Sbi DEM
11
3) Faktor fisik lahan
Faktor fisik lahan terdiri dari empat variabel, yaitu kemiringan lereng,
kerapatan vegetasi, permeabilitas batuan dan infiltrasi tanah (Tabel 3.4); variabel
variabel tersebut diduga berpengaruh pada besar kecilnya limpasan-langsung dan
debit puncak banjir. Semakin besar lereng permukaan lahan, menyebabkan
sebagian hujan akan menjadi limpasan-langsung dan segera masuk ke alur sungai;
kerapatan vegetasi vegetasi tinggi menyebabkan sebagian besar hujan tersimpan
sebagai simpanan tajuk (interception storage) menyebabkan limpasan-langsung
kecil. Jenis - jenis batuan dan tanah yang mempunyai permeabiltas rendah akan
menyebabkan sebagian besar hujan jadi limpasan-langsung.
Tabel 3.4 Fisik lahan dan indeks fisik lahan
Parameter Variabel Simbol Data dan Metode 1. Kemiringan lereng
1. Indeks lereng LSI DEM. Metode indeks: Rating, rating-bobot dan scalling
2. Kerapatan vegetasi
2. Indeks kerapatan vegetasi
VDI Landsat. Metode indeks: Rating, rating-bobot dan scalling
3. Permeabilitas batuan
3. Indeks batuan RKI Peta geologi. Metode indeks: Rating, rating-bobot dan scalling
4. Infiltrasi tanah 4. Indeks tanah SI Peta tanah. Metode indeks: Rating, rating-bobot dan scalling
4) Faktor Antropogenik
Penggunaan lahan sebagai cerminan budaya dan aktivitas manusia di bidang
pertanian dan pemukiman; pengaruh penggunaan lahan terhadap bagian hujan
yang akan jadi limpasan-langsung berbeda-beda tergantung pada macam
penggunaan lahan (Newson, 1997; Seyhan, 1977; Casermeiro et al, 2003, Pilgrim,
1981). Penduduk yang bermukim di suatu wilayah dinyatakan dalam kepadatan
penduduk (jiwa/km2), kepadatan penduduk berpengaruh terhadap limpasan-
langsung dan debit puncak. Oleh karena itu variabel antropogenik yang dipilih,
yaitu macam penggunaan lahan dan kepadatan penduduk (Tabel 3.5).
Tabel 3.5 Variabel antropogenik
Parameter Variabel Simbol Data dan Metode 1. Jenis penggunaan lahan
1. Indeks penggunaan
LUI Landsat and RBI. Metode indeks: Rating, rating-bobot dan scalling
2. Kepadatan penduduk
2. Indeks demografi
PDI Podes. Metode indeks: Rating, rating-bobot dan scalling
12
5) Limpasan
Limpasan merupakan keluaran hasil proses DAS yang terpantau di pos duga
air atau SPAS, hasilnya berupa hidrograf. Hujan lebat akan menghasilkan
hidrograf banjir, puncaknya disebut debit puncak. Variabel limpasan yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah debit puncak.
1. Perhitungan Indeks
Perhitungan indeks dari setiap variabel dihitung dengan empat cara, yaitu :
1) Cara rating (cara-1)
Setiap variabel diberi rating (R) dengan skala 1 sampai 10 atas dasar nilai
variabel, nilai variabel yang berpengaruh meningkatkan debit puncak atau
variabel yang tingkat kerentanan tinggi diberi rating tinggi (angka tinggi) lebih
tingi daripada variabel yang berpengaruh rendah terhadap kerentanan.
Indeks ditetapkan dengan memberi angka rating, angka rating didasarkan
pada nilai variabel dan tingkat pengaruhnya terhadap peningkatan debit puncak
atas dasar penelitian terdahulu, sebagai contoh pemberian rating untuk tanah
disajikan dalam Tabel 3.6. dan contoh perhitungan indeks kerentanan tanah cara
rating dan cara bobot-rating disajikan dalam Tabel 3.7.
Tabel 3.6 Kapasitas infiltrasi atas dasar tekstur dan kondisi tutupan lahan
Tekstur tanah
Lahan
Rating* Terbuka Bervegatasi Infiltrasi Infiltrasi (mm)jam) (mm/jam)
Lempung 0 - 5 5 - 10 2 Geluh berlempung 5 - 10 5 - 20 4 Geluh 10 - 15 20 - 30 6 Geluh berpasir 15 - 20 30 - 40 8 Pasir 20 - 25 40 - 50 10 Keterangan : Rating*: Suyono,2011
IK : indeks kerentanan terhadap debit puncak (Sumber : Lee, dalam Subagyo, 1988)
Indeks hasil pemberian angka rating dari setiap varibel dipetakan (kecuali
variabel morfometri DAS tidak dapat dipetakan), indeks kerentanan rata-rata DAS
setiap variabel dihitung dengan pendekatan rata rata timbang atas dasar luasan
poligon. Perhitungan indeks kerentanan cara 1, sebagai berikut :
13
Indeks cara-1 = ∑( F x Ri) ..... (3.1)
Keterangan:
F = faktor penimbang ( F = ai/A); ai luas poligon variabel ke i, dan A= luas DAS Ri = indeks kerentanan suatu variabel.
2) Cara rating-bobot (cara-2)
Semua indeks variabel diberi bobot, total bobot semua variabel sebesar 100%.
Pembobotan setiap faktor dilakukan dengan cara coba - coba (trial and error)
mendasarkan pada tingkat pengaruhnya terhadap debit puncak. Bobot faktor
meteorologi 30%, faktor morfometri 15%, faktor fisik lahan 20% dan faktor
antropogenik 35%.
Perhitungan indeks cara-2, sebagai berikut :
Indeks cara-2 = {∑( F x Ri)} Wi ..... (3.2)
Keterangan :
Wi = bobot variabel ke i Ri = Rating variabel ke i
Tabel 3.7 Perhitungan indeks tanah
Tekstur Tanah
Kelas Infiltrasi
Bobot (Wi)
Rating (Ri)
ai F = (ai/A) (Ri xF)
Lempung Rendah 2 Geluh berlempung 4 Geluh Sedang 6 Geluh berpasir 8 Pasir Tinggi 10 Si cara-1 ∑(ai)=A ∑(Ri x F ) Si cara-2 Wi = 5% {∑( RI x F )} Wi
Keterangan : Nilai indeks tanah (Si) cara-1: 1 sampai 10. Nilai indeks tanah (Si*) cara-2 : 0.05 sampai 0.5. F = ai/A, ( ai luas variabel ke i, dan A luas DAS).
3) Indeks dibuat dengan dengan menambah variabel morfometri (Cara 3)
Cara 3 adalah cara seperti cara 1 dengan penambahan variabel morfometri
DAS, yaitu sinousitas (Si), indeks indeks variabel hujan, fisik lahan dan
antropogenik dibuat seperti cara 1, yang berbeda adalah indeks morfometri; cara
ini selanjutnya disebut cara satu plus (Rp).
4) Indeks dibuat dengan cara scalling.
Cara 4 adalah cara pemberian indeks dengan pendekatan scalling, nilai riel
dari setiap variabel disekalakan dengan menggunakan rumus (Hammond and
McCullagh, 1985), sebagai berikut:
14
Sc = (Xi – Xr) / (Xm – Xr)*10 .....(3.3)
Keterangan : Sc = angka hasil scaling sebagai nilai indeks Xi = Nilai variabel contoh ke i Xm = Nilai maksimum suatu variabel Xr = Nilai terendah suatu variabel Hasil scalling, nilai terendah nol dan tertinggi 10
2. Perhitungan Indeks Komposit
a. Indeks komposit hujan (RI) adalah indeks hasil penjumlahan indeks hujan
tahunan, indeks bulan basah dan indeks hujan harian maksimum
(pendekatan additive model), sebagai berikut :
RI = (ARI + WMI + MRI) .....(3.4)
RI * = (ARI* + WMI* + MRI*) .....(3.5)
Sc-RI = Sc-ARI + Sc-WMI + Sc-MRI .....(3.6)
b. Indeks komposit fisik lahan (FLI) adalah hasil penjumlahan indeks lahan,
yakni :
RI * = (ARI* + WMI* + MRI*) .....(3.5)
PLI = ( LSI + VDI + RkI + SI) .....(3.7)
PLI* = ( LSI* + VDI* + RkI* + SI*) .....(3.8)
Sc-PLI = (Sc-LSI + Sc-VDI + Sc-RkI + Sc-SI) .....(3.9)
c. Indeks antropogenik (HI)
Indeks antropogenik cara-1 : HI = (LUI + PDI) .....(3.10)
Indeks antropogenik cara-2 : HI* = (LUI*+ PDI*) .....(3.11)
Indeks antropogenik cara-3 : Sc-HI = (Sc-LUI + Sc-PDI) .....(3.12)
d. Indeks komposit morfometri DAS
Indeks morfometri cara-1 (MoI) :
MoI = (Ai + Li+ Rei + Soi + Ddi + Tofi ) .....(3.13)
Indeks morfometri cara-2 (MoI*) :
MoI* = (Ai* + Li*+ Rei* + Soi* + Ddi*+ Tofi** ) .....(3.14)
Indeks morfometri cara 1 plus (MoI-Rp) :
MoIp = (Ai + Li+ Rei + Soi + Ddi + Tofi + Si) .....(3.15)
Indeks morfometri cara-4 (MoIs) :
ScMoI = (ScAi + ScLi + ScRei + ScSoi + ScDdi + ScTofi) .....(3.16)
15
e. Indeks kerenatanan DAS
Indeks kerentanan DAS (IKDAS) merupakan indeks komposit hasil
penjumlahan (cara additive) indeks komposit hujan , indeks komposit fisik lahan,
indeks komposit antropogenik dan indeks komposit morometri DAS. Model
IKDAS yang dibuat, sabagai berikut:
1) IKDAS cara 1 (IKDAS-R)
a. IKDAS-R1 = (RI + FLI + HI + MoI) .....(3.17)
b. IKDAS-R2 = (RI + FLI + LUI + MoI) .....(3.18)
c. IKDAS-R3 = (FLI + HI + MoI) .....(3.19)
d. IKDAS-R4 = (FLI + LUI + MoI) .....(3.20)
2) IKDAS cara (IKDAS-RB)
a. IKDAS-RB-1 = (RI* + FLI* + HI* + MoI*) .....(3.21)
b. IKDAS-RB-2 = (RI* + FLI* + LUI* + MoI*) .....(3.22)
c. IKDAS-RB-3 = (FLI* + HI* + MoI*) .....(3.23)
d. IKDAS-RB-4 = (FLI* + LUI* + MoI*) .....(3.24)
3) IKDAS Cara 4 (IKDAS-Rp)
a. IKDAS-Rp-1 = (RI + FLI + HI + MoIp) .....(3.25)
b. IKDAS-Rp-2 = (RI + FLI + LUI +MoI) .....(3.26)
c. IKDAS-Rp-3 = (FLI + HI +MoIp) .....(3.27)
d. IKDAS-Rp-4 = (FLI + LUI + MoIp) .....(3.28)
4) IKDAS cara 4 (IKDAS-Sc)
a. IKDAS-Sc-1 = (ScRI + ScFLI + ScHI + ScMoI) .....(3.29)
b. IKDAS-Sc-2 = (ScRI + ScFLI +ScLUI + ScMoI) .....(3.30)
c. IKDAS-Sc-3 = (ScFLI +ScHI + ScMoI) .....(3.31)
d. IKDAS-Sc-4 = (ScFLI + ScLUI + ScMoI) .....(3.32)
16
BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Faktor yang Mempengaruhi Debit Puncak
1. Cara analisa korelasi
Analisa korelasi dilakukan dengan metode Spearman rank correlation,
cuplikan hasil analisa disajikan dalam Tabel 4.1. Hasil analisa menyatakan bahwa
debit puncak maksimum tidak dipengaruhi oleh jumlah hujan tahunan rata-rata,
jumlah bulan basah rata-rata dan dan hujan harian maksimum rata-rata.
Penggunaan variabel hujan tersebut tidak tepat kalau dihubungkan dengan debit
puncak, data hujan yang digunakan seharusnya data hujan yang berpasangan
dengan kejadian debit puncak.
Tabel 4.1 Cuplikan Matrik Koefisien Korelasi Debit Puncak Maksimum
dengan Karakteristik DAS
Qpm Kelas R Qpm Kelas R
QPm 1.000
Pav -0.190 Rendah LS 0.048 Rendah
WM -0.071 Rendah VDI -0.048 Rendah
Pmav -0.429 Rendah RkI 0.333 Rendah
A 0,905(**) Tinggi SI 0.530 Sedang
L 0,762(*) Tinggi Ta 0.667 Sedang
Re 0.524 Sedang SBk 0.381 Rendah
Rc 0.071 Rendah Pmk -0.452 Rendah
So -0,786(*) Tinggi Ht 0.214 Rendah
Si 0.524 Sedang Pkb -0.214 Rendah
Dd 0.476 Rendah Sw -0.286 Rendah
Sb -0.228 Rendah Tg 0,738(*) Tinggi
Me 0.108 Rendah PD 0.024 Rendah
Pengaruh morfometri terhadap debit puncak, berdasarkan Tabel 4.1, variabel
morfometri DAS yang berpengaruh positip terhadap debit puncak adalah luas
DAS (A), panjang sungai utama (L), bentuk DAS (Re), Sinousitas (Si) dan
kepadatan alur sungai (Dd); gradien sungai (So) berpengaruh negatip pada debit
puncak. Variabel fisik lahan yang berpengaruh terhadap indeks tanah dan indeks
batuan, indeks tanah amkin tinggi (tanah makin kedap air) akan menyebabkan
kenaikan debit puncak. Variabel penggunaan lahan yang berpengaruh nyata
terhadap kenaikan debit puncak adalah persentase luas tegalan dan tubuh perairan.
17
2. Analisa garis kecenderungan
Analisa garis kecendrungan dilakukan dengan membuat diagram scatter dan
garis kecendrungan antara variabel yang diduga berpengaruh terhadap debit
puncak, sebagai berikut:
a. Kecenderungan hubungan hujan dengan debit puncak
Hasil analisa kecenderungan hubungan jumlah hujan rata-rata tahunan
menunjukkan hubungan positip dengan tingkat korelasi yang rendah. Garis
hubungan jumlah bulan basah rata-rata tahunan dan jumlah hujan harian
maksimum rata-rata tahunan menunjukkan tingkat hubungan negatip dengan
tingkat korelasi yang rendah (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan data hujan yang
digunakan tidak berpasangan dengan data debit puncak. Hasil analisa hubungan
hujan dengan debit puncak berdasarkan data hujan sesaat dan debit puncaknya
(Gambar 4.1), menunjukkan bahwa makin besar hujan di suatu DAS akan
menyebabkan kenaikan debit puncak sungai di DAS yang bersangkutan.
Gambar 4.1 Hubungan Hujan dengan Debit Puncak di SWS Kuto-Garang
b. Kecenderungan hubungan variabel fisik lahan dengan debit puncak
Variabel empiris fisik lahan yang disertakan dalam analisa berupa angka
indeks, yaitu indeks kemiringan lereng (LSI), indeks batuan (RkI), indeks tanah
(SI), indeks kerapatan vegetasi (VDI). Penjelasan pengaruh variabel fisik lahan
terhadap Qpm dengan cara analisa kecendrungan (Gambar 4.2), sebagai berikut:
18
Indeks fisik lahan berpengaruh positip terhadap kenaikan debit puncak, indeks
lereng (FLI, R2 =0.46), indeks batuan (RkI, R2 = 0.64), indeks tanah (SI, R2 =
0.63) dan indeks kerentanan kerapatan vegetasi (VDI, R2 = 0.77). Kondisi fisik
DAS yang gradien lerengnya tinggi, batuan dan tanah kedap air serta kerapatan
tutupan vegetasi rendah akan menghasilkan debit puncak tinggi di outlet DAS.
Gambar 4.2 Hubungan indeks fisik lahan dengan debit puncak maksimum
c. Kecendeungan hubungan variabel morfometri DAS dengan debit puncak
Hasil analisa grafis kecendrungan hubungan variabel morfometri DAS dengan
debit puncak di SWS Kuto-Garang (Gambar 4.3) menunjukkan bahwa faktor
morfometri DAS berpengaruh terhadap debit puncak maksimum, pengaruh positip
mulai dari yang kuat ke lemah adalah luas DAS (R2 = 0.85 ), f Gradien sungai
berpengaruh negatif terhadap Qpm (R2= 0.84). faktot topografi (R2= 0.82),
panjang sungai utama (R2= 0.76), kerapatan alur sungai (R2= 0.74), sinousitas (R2
= 0.6), lereng cukungan DAS (R2 = 0.4), faktor bentuk lingkaran (R2= 0.34) dan
elongation ratio (R2= 0.25). Hasil analisis menunjukan bahwa morfometri DAS
berpengaruh terhadap Qpm, oleh karena itu hipotesis nomer 3 dapat diterima.
19
Gambar 4.3 Hubungan indeks kerentanan morfometri DAS
dengan debit puncak maksimum di SWS Kuto-Garang d. Kecenderungan hubungan variabel penggunaan lahan dengan debit puncak
Berdasarkan analisis korelasi dan analisis grafis, lahan sawah, semak belukar
dan lahan hutan+perkebunan (Gambar 4.4) menyebakan kecenderungan debit
puncak maksimum menurun, pengaruh lahan sawah terhadap debit puncak
maksimum dalam tingkat sedang, pengaruh semak belukar dan hutan plus
perkebunan pengaruhnya lemah; dengan demikian hipotesis nomer 4 dapat
diterima. Pengaruh penggunaan lahan yang meningkatkan debit puncak
20
maksimum dimulai dari pengaruh sedang sampai lemah adalah tegalan (R2 = 0.69)
dan semak belukar (R2 = 0.32), hipotesis nomer 5 dapat diterima.
Berdasarkan temuan tersebut, dalam upaya menurunkan Qpm dapat dilakukan
melalui pengelolaan penggunaan lahan, yaitu upaya yang dapat meningkatkan
daya retensi lahan atau menurunkan indeks kerentanan penggunaan lahan dengan
cara teknis cara vegetatif, yaitu pembuatan teras, rorak buntu dan menambah
kerapatan tutupan vegetasi.
Gambar 4.4 Hubungan indeks kerentanan antropogenik dengan debit puncak maksimum di SWS Kuto-Garang
21
B. Validasi Indeks komposit kerentanan DAS
1. Validasi indeks komposit kerentanan hujan
Gambar 4.5 menjelaskan makin tinggi indeks kerentanan hujan (RI)
menyebabkan penurunan Qpm (bertentangan dengan teori, yaitu makin tinggi
hujan akan menyebabkan kenaikan Qpm). Hal ini terjadi karena data hujan yang
diolah tidak berpasangan dengan data Qpm. Teori dan fakta selama ini
mengatakan bahwa makin besar hujan (Storm raifall) akan menyebabkan debit
puncak semakin tinggi; Gambar 4.5 membuktikan pernyataan tersebut, yaitu
makin besar indeks hujan di suatu DAS menyebabkan kenaikan debit puncak di
outlet DAS bersangkutan. Peta indeks komposit kerentanan hujan cara 2 (cara
rating-bobot) disajikan dalam Gambar 4.6.
Gambar 4.5 Hubungan debit puncak maksimum dengan indeks komposit
kerentanan hujan di SWS Kuto-Garang
23
2. Validasi indeks komposit kerentanan fisik lahan
Gambar 4.7 menunjukkan hubungan debit puncak maksimum dengan indeks
komposit kerentanan fisik lahan yang dihitung dengan cara 1 (PLI), cara 2 (PLI*)
dan cara 4 (Sc-PLI). Menurut gambar 4.7 ada kecendrungan makin besar nilai
indeks komposit kerenatanan fisik lahan menyebabkan Qpm makin tinggi. Garis
kecendrungan yang baik ditunjukkan oleh hubungan Qpm dengan PLI (cara 1)
dengan koefisien determinasi R2 = 0.52. Distribusi keruangan indeks komposit
fisik lahan cara-2 (PLI*) disajikan dalam Gambar 4.8.
Gambar 4.7 Hubungan debit puncak maksimum
dengan indeks kerentanan fisik lahan
24
Gam
bar
4.8
Pet
a in
dek
s k
omp
osit
ker
enta
nan
fis
ik la
han
(F
LI
– C
ara
2) S
WS
Ku
to-G
aran
g
25
3. Validasi indeks kerentanan morfometri DAS
Validasi indeks komposit kerentanan morfometri DAS disajikan dalam
Gambar 4.9. Tampak dalam gambar bahwa ada hubungan positip antara Qpm
dengan indeks komposit kerentanan morfometri (MoI), makin tinggi indeks
kerentanan morfometri DAS menyebabkan kenaikan debit puncak maksimum.
Berdasarkan koefisien determinasi, hubungan yang kuat ( R2 = 0,85) adalah cara
scalling (cara 4 plus, yaitu (ScMoI-p = ScMoI + ScSii) dan cara 1 (MoI) dengan
R2 sebesar 0,80. Berdasarkan nilai koefisien determinasi dan kemudahan
menghitung dipilih cara 1 (cara rating, MoI).
Gambar 4.9 Hubungan indeks komposit kerentanan morfometri
dengan debit puncak maksimum
26
4. Validasi indeks komposit kerentanan antropogenik
Hubungan Qpm dengan indeks kerentanan antropogenik disajikan dalam
Gambar 4.10 (indeks cara 1, cara 2 dan cara 4). Memperhatikan ketiga gambar
tersebut, nampak bahwa indeks antropogenik berpengaruh positip terhadap Qpm
walaupun tingkat hubungannya rendah atau lemah. Distribusi keruangan indeks
komposit kerentanan antropogenik cara 2 (HI*, cara rating-bobot) disajikan dalam
Gambar 4.11.
Gambar 4.10 Indeks komposit kerentanan antropogenik cara 1 (HI),
cara 2 (HI*) dan cara scalling (Sc-HI) dengan debit puncak maksimum di SWS Kuto-Garang
28
5. Validasi indeks komposit kerentanan DAS (IKDAS)
Gambar 4.12 sampai Gambar 4.15 menunjukkan grafik hubungan indeks
kerentanan DAS dengan debit puncak maksimum di SWS Kuto-Garang;
berdasarkan gambar-gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa Qpm ada
hubungan dengan IKDAS, makin tinggi IKDAS suatu DAS keluaran limpasannya
menghasilkan Qpm tinggi. Tingkat keeratan hubungan disajikan dalam Tabel 4.2,
tampak secara umum semua model mempunyai koefisien determinasi yang tinggi
(R2 berkisar 0.75 sampai 0.88). Hubungan IKDAS dengan debit puncak
maksimum ternyata lebih baik dari pada hubungan indeks kerentanan setiap
komponen (RI, PLI, HI, LUI dan MOI) dengan debit puncak maksimum; hal ini
menunjukkan bahwa Qpm merupakan hasil proses secara akumulatif dari seluruh
komponen DAS.
IKDAS model 1 dan model 2 tingkat hubungannya dengan Qpm lebih rendah
daripada model 3 dan 4. Ternyata dengan mengeluarkan indek komposit
kerentanan hujan (RI) dalam perhitungan IKDAS menghasilkan koefisien
determinasi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena makin tinggi RI menyebabkan
penurunan Qpm (hasil analisis Gambar 4.1 dan 4.5) disebabkan karena data hujan
yang digunakan waktunya tidak berpasangan dengan waktu kejadian debit
puncak. Atas dasar keeratan hubungan antara IKDAS dengan debit puncak
maksimum, model yang bai adalah model IKDAS-Rp3. IKDAS-Rp4, IKDAS-Sc3
adan IKDAS-Sc4
Tabel 4.2 Koefisien determinasi hubungan indeks kerentanan DAS dengan debit puncak maksimum
Model IKDAS-R IKDAS-RB IKDAS-Rp IKDAS-SC 1 0.76 0.45 0.85 0.81 2 0.75 0.35 0.84 0.81 3 0.79 0.86 0.87 0.86 4 0.78 0.77 0.89 0.88
29
Gambar 4.12 Hubungan debit puncak maksimum dengan indeks kerentanan DAS model 1 di SWS Kuto-Garang
Gambar 4.13 Hubungan debit puncak maksimum dengan indeks kerentanan DAS model 2 di SWS Kuto-Garang
30
Gambar 4.14 Hubungan debit puncak maksimum
dengan indeks kerentanan DAS model 3 di SWS Kuto-Garang
Gambar 4.15 Hubungan debit puncak maksimum
dengan indeks kerentanan DAS model 4 di SWS Kuto Garang.
Distribusi keruangan indeks komposit kerentanan DAS disajikan dalam
bentuk peta, contoh peta IKDAS RB-1 (model 1 cara rating-bobot) disajikan
dalam Gambar 4.16.
31
C. Tipologi Daerah Aliran Sungai
Tipologi DAS dibuat dengan 3 cara, hasil analisa menunjukkan bahwa cara
mathcing lebih konsisiten. Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.17 nampak
bahwa sungai yang mempunyai kelas Qpm tinggi juga mempunyai tingkat
kerentanan DAS kelas tinggi (IKDAS-T), termasuk dalam kelas ini, adalah DAS 3
(Bodri) dan DAS 8 (Garang-Pajangan). Tipologi yang mudah dalam pembuatan,
cara membacanya serta konsistensi kelas IKDAS dengan kelas Qpm, adalah cara
kombinasi kelas IKDAS dengan kelas Qpm, oleh karena itu cara pembutan
tipologi terpilih adalah cara matching. Hipotesis yang mengatakan bahwa tipologi
DAS yang disusun atas dasar indeks kerentanan DAS dapat digunakan untuk
indikator tingkat debit puncak dapat diterima.
Gambar 4.16 Peta indeks kerentanan DAS model 1-rating-bobot SWS Kuto-Garang
32
Gambar 4.17 Peta tipologi DAS di SWS Kuto-Garang
Tabel 4.3 Tipologi DAS di SWS Kuto-Garang dengan Cara Klaster ANN
No. DAS Tipe * Qpm ** (m3/dt)
Klas Qpm*** Tipe
DAS 1 DAS Kuto Ao 639,58 R Ao-R DAS 2 DAS Blukar Ao 265,11 R Ao-R DAS 3 DAS Bodri-Juwero B3.4 1943,70 T B3,4-T DAS 4 DAS Blorong-Kd.Pucung Ao 519,20 R Ao-R DAS 5 DAS Glagah Ao 32,80 R Ao-R DAS 6 DAS Garang-Kreo C5 444,00 R C5-R DAS 7 DAS Garang- Petebon D1 234,20 R D1-R DAS 8 DAS Garang-Pajangan E2 1022,00 S E2-S
Tabel 4.4 Tipologi DAS Cara 2 DAS di SWS Kuto Garang
No. DAS Klaster* Kelas Qpm** Tipe DAS DAS 1 I R IR DAS 2 I R IR DAS 3 I T IT DAS 4 II R IIR DAS 5 II R IIR DAS 6 III R IIIR DAS 7 III R IIIR DAS 8 III S IIIS
33
Tabel 4.5 Tipologi DAS Cara Kombinasi (Cara 3) SWS Kuto-Garang
DAS Kelas IKDAS-Sc* Kelas Debit Puncak** Tipologi Tipe DAS
1 Sedang (S) Rendah (R) IKDAS-S.R II 2 Sedang (S) Rendah (R) IKDAS-S.R II 3 Tinggi (T) Tinggi (T) IKDAS-T.T IV 4 Sedang (S) Rendah (R) IKDAS-S.R II 5 Rendah (R) Rendah (R) IKDAS-R.R I 6 Sedang (S) Rendah (R) IKDAS-S.R II 7 Sedang (S) Rendah (R) IKDAS-S.R II 8 Tinggi (T) Sedang (S) IKDAS-T.S III
D. Penemuan Konsep, Teori dan Metode
1. Menggabungkan pendapat Tejoyuwono Notohadiprawiro (1985) bahwa DAS
sebagai 1) sistem bentang lahan dengan batas topografi, 2) sistem hidrologi,
3) sebagai ekosistem dengan pendapat WMO (1999) yang menyatakan bahwa
banjir dipengaruhi oleh 1) karakteristik hujan, 2) faktor yang mempengaruhi
hujan efektif yang menjadi limpasan-langsung dan 3) faktor manusia atau
faktor antropogenik, oleh karena itu konsep indeks kerentanan DAS (IKDAS)
terdiri dari variabel emperik, yaitu 1) indeks komposit kerentanan hujan, 2)
indeks komposit kerentanan fisik lahan, 3) indeks komposit antropogenik dan
4) indeks komposit kerentanan morfometri DAS.
2. DAS merupakan suatu sistem hidrologi, hujan sebagai masukan, kondisi fisik
lahan, kondisi morfometri DAS dan kondisi antropogenik sebagai prosesor
dan limpasan sebagai keluaran. Debit puncak merupakan salah satu parameter
keluaran sistem hidrologi DAS dari hasil proses yang kompleks. Pengaruh
masukan dan prosesor terhadap keluaran suatu DAS yang dianalisa sesara
parsial (tiap komponen) hasil kurang baik. Hal ini disebabkan karena di DAS
yang besar proses hidrologinya sangat kompleks. Fakta ini menjelaskan
bahwa proses dalam DAS yang menghasikan debit puncak merupakan hasil
interrelasi, interaksi dan interdepensi dari seluruh komponen hujan, fisik
lahan , antropogenik dan morfometri DAS yang prosesnya tidak dapat
dipilah-pilah satu per satu. Hal ini sesuai dengan pendapat Jones and Grand
(dalam Ashagrie et al., 2006) menyatakan perlu banyak bukti bahwa
perubahan penggunaan lahan berpengaruh terhadap regim hidrologi di yang
besar DAS, pengaruh ini dapat nyata di DAS kecil, di DAS besar
34
pengaruhnya sulit dibuktikan; menurut Uhlenbrook et al. (dalam Ashagrie et
al., 2006) dalam DAS terjadi interaksi antara penggunaan lahan, karakteristik
iklim dan kondisi hidrologi di bawah permukaan tanah yang prosesnya sangat
kompleks dan dinamis, oleh karena itu, untuk melakukan identifikasi debit
puncak dilakukan secara menyeluruh menyertakan komponen masukan dan
komponen prosesor DAS yang dirangkum dalam suatu indeks komposit
kerentanan DAS (IKDAS).
3. IKDAS dihitung secara aditive dari indeks kerentanan hujan, indeks
kerentanan fisik lahan, indeks kerentanan antropogenik dan indeks kerentanan
morfometri DAS. Hasil analisa menunjukkan bahwa ada hubungan positip
yang erat antara IKDAS dengan debit puncak.
4. Atas dasar koefisien determinasi dari hubungan Qpm dengan IKDAS di
daerah penelitian, model IKDAS yang baik adalah IKDAS-R4p (R2 = 0.89)
dan IKDAS-Sc4 (R2 = 0.88). IKDAS-R4, yaitu indeks kerentanan dihitung
dengan cara rating dan IKDAS dihitung atas dasar penjumlahan indeks fifik
lahan (PLI), indeks penggunaan lahan (LUI) dan indeks morfometri DAS
(MoIp). IKDAS-Sc4. Cara membuat indeks variabel kerentanan yang baik
ada dua cara, yatitu 1) cara rating: Setiap nilai riel variabel dirating atau
diskor dari angka 1 sampai 10. Nilai riel variabel yang menyebabkan
limpasan-langsung dan debit puncak tinggi diberi rating tinggi. Indeks
komposit kerentanan DAS dihitung secara additive (IKDAS-R4p = PLI +
LUI + MoIp). 2) Cara Scalling: Indeks dihitung dengan rumus Sc = (Xi –
Xmin)/(Xmaks – Wmin)*10, X adalah nilai riel variabel; nilai Sc dijadikan
sebagai nilai indeks, indeks komposit kerentanan dihitungan secara additive
(IKDAS-Sc4 = ScPLI + ScLUI + ScMOI).
5. Perhitungan indeks kerentanan hujan, fisik lahan, antropogenik, morfometri
DAS dan indeks komposit kerentanan DAS dengan cara rating atau cara
scalling dapat diterapkan di DAS yang lain. Penetapan kelas Qpm sebaiknya
menggunakan kelas normatip (kelas Qpm yang ditetapkan atas dasar data
Qpm dari sampel DAS yang banyak dari berbagai variasi kondisi
geomorfologi, penggunaan lahan dan hujan.
35
6. Cara matching kelas IKDAS dengan kelas debit puncak maksimum
menghasilkan tipologi DAS yang mudah dipahami, mudah dipetakan.
7. Model IKDAS dalam penelitian ini belum dapat untuk identifikasi DAS
rentan banjir, baru sampai identikasi DAS rentan debit puncak tinggi. Debit
puncak tinggi belum tentu menyebabkan banjir, tergantung dari kapasitas alur
sungai dan satuan bentuk lahan rentan banjir. Penelitian ini belum sampai
melakukan identifikasi daerah rentan banjir. Identifikasi daerah rentan banjir
dapat dilakukan dengan pendekatan geomorfologi melalui analisa pola alur
sungai (Verstappen, 1963) dan analisa bentuk lahan rentan banjir (Oya,
2001).
8. Aplikasi praktis:
Indeks kerentanan DAS untuk debit puncak dapat diaplikasikan untuk:
a. Alat untuk identifikasi DAS yang rentan terhadap debit puncak tinggi atau
DAS dengan potensi debit puncak tinggi dengan cara memeriksa angka
IKDAS-Rp3, IKDAS-Rp4, IKDAS-Sc3 atau IKDAS-Sc4 dan tipologi DAS,
selanjutnya untuk menetapkan DAS prioritas.
b. Sumber informasi karakteristik DAS yang ada hubungan dengan faktor
penyebab tingginya debit puncak dengan cara memeriksa angka indeks
kerentanan hujan, indeks kerentanan fisik lahan, indeks kerentanan
morfometri DAS dan indeks kerentanan antropogenik. Angka indeks
kerentanan tersebut selanjutnya digunakan dasar pertimbangan menyusun
program upaya menurunkan debit puncak dengan cara rekayasa menurunkan
indeks kerentanan yang tinggi melalui program penataan, pengendalian dan
pemulihan DAS.
c. Lokasi yang harus dikelola dapat dilacak dengan menggunakan peta indeks
kerentanan hujan, fisik lahan, penggunaan lahan dan penduduk. Prioritas
lokasi yang dikelola didasarkan angka indeks kerentanan yang tinggi.
36
BAB VI. KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan analisa statistik dan analisa grafis dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara hujan tahunan rata-rata DAS dengan debit puncak
maksimum, tidak ada hubungan antara jumlah bulan basah rata-rata DAS
dengan debit puncak maksimum dan tidak ada hubungan antara debit puncak
maksimum dengan hujan harian maksimum rata-rata DAS. Berdasarkan fakta
ini, hipotesis yang menyatakan hujan tahunan, jumlah bulan basah dan hujan
harian berpengaruh terhadap debit puncak maksimum ditolak. Pengaruh hujan
terhadap debit puncak suatu sungai terbukti bila menggunakan data pasangan
debit puncak dengan hujan penyebabnya, hubungannya kuat (R2 = 0,78) dan
eksponensial.
2. Menurut analisa grafis hubungan debit puncak maksimum dengan indeks
lereng, indeks tanah, indeks kerapatan vegetasi dan indeks batuan
menunjukkan garis kecendrungan yang naik, makin besar indeks makin besar
debit puncak maksimum. Berdasarkan analisis grafis hubungan Qpm dengan
indeks komposit fisik lahan (PLI), PLI berpengaruh positip pada debit puncak
maksimum. Untuk identifikasi debit puncak maksimum suatu DAS lebih baik
menggunakan PLI dari pada menggunakan indeks variabel fisik lahan secara
satu persatu.
3. Berdasarkan analisa korelasi Spearman, jenis penggunaan lahan yang
berpengaruh kuat terhadap kenaikan debit puncak maksimum adalah
penggunaan lahan tegalan, makin meningkat persentase luas tegalan akan
menyebabkan kenaikan debit puncak maksimum.
4. Jenis penggunaan lahan yang dapat menurunkan debit puncak maksimum
adalah penggunaan lahan sawah, hutan + perkebunan. Garis kecendrungan
hubungannya menunjukkan makin luas persentase jenis penggunaan lahan
tersebut makin rendah debit puncak maksimum. Penggunaan lahan yang
menyebabkan kenaikan debit puncak adalah tegalan dan semakbelukar/lahan
terbuka. Indeks komposit kerentanan penggunaan lahan (LUI) dapat dipakai
sebagai indicator debit puncak maksimum. Angka LUI yang tinggi di suatu
DAS menunjukkan debit puncak maksimum tinggi.
37
5. DAS yang kepadatan penduduknya tinggi cenderung menghasilkan debit
puncak tinggi.
6. Variabel morfometri yang baik untuk indikator debit puncak maksimum
adalah luas DAS, faktor topografi, kerapatan alur sungai, bentuk DAS dan
sinousitas. Panjang Sungai dan gradien sungai lebih baik dijadikan satu
menjadi faktor topografi agar dalam aplikasi pengelolaan DAS tidak
menyesatkan, yaitu upaya penanggulangan banjir dengan cara penyudetan
atau memperpendek alur sungai.
7. Pengaruh indeks komposit kerentanan terhadap Qpm mulai dari pengaruh
yang kuat adalah indeks komposit morfometri DAS (R2 = 0.80), indeks
komposit fisik lahan (R2 = 0.52), indeks komposit penggunaan lahan (R2 =
0.49) dan indeks komposit antropogenik (R2 = 0.26). Olek karena itu dalam
membahas sebab-sebab banjir urutan kajiannya adalah kajian karakter
morfometri DAS, karakter sifat fisik lahan, karakter penggunaan lahan dan
karakter antropogenik.
8. Model indeks kerentanan DAS (IKDAS) dapat digunakan sebagai indikator
debit puncak maksimum suatu DAS. Garis hubungan debit puncak
maksimum dengan IKDAS menunjukkan hubungan posositp, makin tinggi
IKDAS debit puncak maksimum makin tinggi. Model IKDAS yang baik
adalah model IKDAS-R3 (IKDAS-Rp4 = PLI + LUI + MoI) dan IKDAS-Sc4
(IKDAS-Sc4 = ScPLI + ScLUI + ScMOI). Ditinjau dari konsistensi kelas
IKDAS, koefisien determinasi dan kemudahan perhitungan, IKDAS terpilih
adalah model IKDAS-Sc4.
9. Tipologi DAS yang baik adalah tipologi DAS yang dibuat dengan cara
matching antara kelas IKDAS-Sc4 dengan kelas Qpm, tipologi DAS cara
tersebut dapat menunjukkan tingkat kerentanan DAS dan tingkat debit puncak
maksimum.Tipologi DAS yang rentan debit puncak tinggi adalah tipe IK-T.D
dan IK-T.C.
38
B. Saran-Saran
1. Penelitian kerentanan DAS sebaiknya diteruskan di wilayah DAS yang lebih
luas dan DAS yang digunakan sebagai contoh atau sampel lebih banyak, agar
nilai IKDAS dan Kelas IKDAS dapat berlaku umum.
2. Kerentanan DAS sebaiknya disusun berdasarkan indeks fisik lahan (lereng,
batuan, tanah dan kerapatan vegetasi), indeks penggunaan lahan (sawah,
tegalan), indeks morfometri DAS (luas , faktor topografi, kerapatan alur
sungai, bentuk DAS dan sinousitas).
3. Indeks kerentanan DAS terhadap debit puncak perlu ditingkatkan menjadi
indeks kerentanan DAS terhadap banjir ditambah kajian bentuk lahan rentan
banjir melalui kajian geomorfologi paleoflood, bentuk lahan, pola alr sungai
dan kajian kapasitas alur sungai di hilir outlet DAS sehingga dapat dibuat
indeks baru, yaitu indeks kerentanan DAS terhadap banjir.
4. Diperlukan kajian respon DAS untuk menjawab berapa hujan omptimal yang
tidak menimbulkan banjir atau berapa besar hujan yang menimbulkan banjir
pada kondisi tingkat kerentanan DAS tertentu.
5. Penelitian tentang indeks kerentanan perlu dikembangkan untuk kasus lain,
seperti mengkaji indeks kerentanan daerah kekeringan berdasarkan aspek
hidrometeorologi, geomorfologi, pengguanaan air dan upaya penyediaan air.
39
DAFTAR PUSTAKA
Alfandi, W. 2001. Epistomologi Geografi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Asdak,C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ashagrie, A.G, de Laat, P.J.M, de Wit, P.J.M, Tu, M, Uhlenbrook, S,. Detecting the Influence of Land use Changes on Discharge and Floods in the Meuse River Basin-the Predictive Power of a Ninety-Year Rainfall-Runoff Relation. Hydrology and Earth System Sciences., 10,691-701.
Asian Disaster Preparedness Center, 2002. Floods. Natural Hazards and Disasters. ADPC. Thailand.
Baker, V.R., Kochel, R.C., Patton, P.C. 1988. Flood Geomorphology. John Wiley & Sons, Inc. Canada.
Borman, F.H., Likens, G.E., 1969. The Watershed-Ecosystem Concept and Studies of Nitrients Cycles. Ecosystem Concept in Natural Resource Management . Academic Press. New York.
Briggs, D. 1974. Sources and Methos in Geography. Soils. Butterworths Casermeiro, M.A, et al, 2003. Influence of Scrubs on Runoff and sediment Loss in
Soil of Mediterranean Climate. Catena – 00822. Elsevier. Chorley, R.J., 1961. Introduction to Physical Hydrology. 1st Published. Methuen.
London. Cooke, R.U., Doornkkamp, J.C. 1990. Geomorpholgy in Environmental
Management. A New Introduction. Second Eddition. Clarendon Press. Oxford.
Damayanti, A. 1997. Pengaruh Fisiografi Terhadap Potensi Air Pada Daerah Aliran Sungai di Jawa Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Dewi Galuh, C.K. 1998. Rainfall and El Nino Southern Oscillation: Links and Its Impact on Crop Production (A Case Study of Yogyakarta Special Province of Indonisia). The Indonesian Journal of Geography. The Faculty of Geography Gadjah Mada University. Vol. 30. Number 76. p 21- 34. Yogyakarta.
Djajadiredja, E.A., 2006 . Peran Kearifan Lokal dan Teknologi dalam Mencari Solusi Bencana Banjir Bandung. Seminar Bencana Banjir Bandang dan Solusinya. Masyarakat Hidrologi Indonesia. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. 1979. Inventarisasi Sungai di Jawa dan Madura. Fakultas Geografi UGM – DirJen. Pengairan Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1997. Kriteria Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Nomer: 128/Kpts/V/1997. Departemen Kehutanan.
Eimers, J.L., Weaver, J.C., Terzioti, S, dan Midgette, R.W, 2000. Methods of Rating Unsaturated Zone and Watersheds Characteristics of Public Water Supplies in North Carolina. Water-Resources investigations Report 99-4283. US Geological Survey. Releigh, North Corolina.
40
Fakultas Geografi UGM. 1979. Inventarisasi Sungai di Jawa dan Madura. Daftar Sungai Sungai Induk. Formulir A. Penelitian. Kerjasama Direktorat Jenderal Pengairan. Direktorat Sungai dengan Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
Fakultas Geografi UGM. 2002. Rencana Induk (Grand Desain) Pengelolaan Lingkungan Hidup SWS Pemali Comal Provinsi Jawa Tengah. Penelitian. Kerjasama Fakultas Geografi UGM dengan Bappedal Provinsi Jawa Tengah.
----------. 2002. Rencana Induk (Grand Desain) Pengelolaan Lingkungan Hidup SWS Bengawan Solo Provinsi Jawa Tengah. Penelitian. Kerjasama Fakultas Geografi UGM dengan Bappedal Provinsi Jawa Tengah.
----------. 2003. Rencana Induk (Grand Design) Pengelolaan Lingkungan Hidup SWS Serayu Provinsi Jawa Tengah. Penelitian. Kerjasama Fakultas Geografi UGM dengan Bappedal Provinsi Jawa Tengah.
---------. 2003. Rencana Induk (Grand Design) Pengelolaan Lingkungan Hidup SWS JRATUNSELUNA Provinsi Jawa Tengah. Penelitian. Kerjasama Fakultas Geografi UGM dengan Bappedal Provinsi Jawa Tengah.
---------. 2005. Rencana Induk (Grand Design) Pengelolaan Lingkungan Hidup SWS Lukula-Bogowonto Provinsi Jwa Tengah. Penelitian. Kerjasama Fakultas Geografi UGM dengan Bappedal Provinsi Jawa Tengah.
---------. 2005. Rencana Induk (Grand Design) Pengelolaan Lingkungan Hidup DAS Progo Provinsi Jwa Tengah. Penelitian. Kerjasama Fakultas Geografi UGM dengan Bappedal Provinsi Jawa Tengah.
Fakultas Kehutanan UGM. 1996. Pengaruh Hutan Pinus Terhadap Tata Air dan Tanah. Penelitian. Kerjasama Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dengan Fakultas Kehutanan, Yogyakarta.
Frengh,R., Grad., Pilgrim, D.H., Laurenson, E.M. 1974. Experimental Examination of the Rational Method for Small Rural Catchments. Paper No. 3174. The Institution of Engineers. Australia.
Hall, M.J, Minns, A.W, Ashrafuzzaman, A,K.M. 2002. The Applicatioan of Data Mining Techniques for the Regionalization of Hydrological Variables. Hydrology and Earth Syetem Sciences, 6(4), 685-694. EGS.
Hammond, R., McCullagh, P. 1985. Quantitative Techniques in Geography. 2nd ed. Reprinted. Oxford University Press.
Hudson, N. 1995. Soil Conservation. Third Edition. Iowa State University Press/Ames.Iowa.
Horst, L. 1974. Hydrometry. International Courses in hydraulic and Sanitary Engineering. Third Eddition. Delft The Netherlands.
Ihalauw, J.J.O.I. 2004. Bangunan Teori. Cetakan Ketiga. Setya Wacana University Press. Salatiga.
Kessler, J., Oosterbaan, R.J., 1974. Drinage Principles and Applications. Vol. III. Surveys and Investigations. Determining Hydraulic Conductivity of Soil. International Institute for Land Reclamation and Improvement (ILRI). Wageningen The Netherlands.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2006. Kajian Daya Dukung DAS Babon Jawa Tengah. Penelitian. KLH. Jakarta.
41
Lembaga Meteorologi dan Geofisika. 1973. Peta Hujan Indonesia Vol. I. No. 9. Jawa dan Madura. Periode 1931-1970. Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Jakarta.
Linsley, R.K., Kohler, M.A., Paulhus, J.L.H., 1949. Applied Hydrology. Mac Graw-Hill Company. New York.
Maryono, A. 2003. Pembangunan Sungai dan Dampak Restorasi Sungai. Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
------------------. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
------------------. 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai. Menanggulangi Banjir dan Kerusakan Lingkungan Wilayah Sungai. Edisi Kedua. Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjanan UGM. Yogyakarta.
Manan, H. 2006. Dampak Banjir Terhadap Ketahanan Pangan. Seminar Bencana Banjir Bandang dan Solusinya. Masyarakat Hidrologi Indonesia. Jakarta.
Manan, S., 1978. Pengaruh Hutan dam Manjemen Daerah Aliran Sungai. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
McEnroe, B.M, Zhao, H., 1999. Lag Times and Peak Coefficients For Rural Watersheds In Kansas. Report No. K-Tran: KU-98-1. The Kansas State University.
Meijerink, A.M.J., 1970. Photo Interpretation in Hydrology A Geomorphological Approach. Chapter III.3., Texbook of Photo-Interpretation. International Institute for Areal Survey and Earth Sciences. The Netherlands.
Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2005. Kriteria Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Keputusan Menteri Kehutanan. Nomer: SK.346/Menhut – V/2005. Jakarta.
Nagle, G., Spancer, K. 1997. Advanced Geography. Revision Handbook. Oxford University Press.
Nathan, R.J., McMahon, T.A. 1990. Evaluation of Automated Techniques for Base Flow and Recession Analyses. Water Resources Research, Vol. 26. No. 7. Pages 1465-1473. The American Geophysical Union.
Newson, M. 1997. Landwater and Development. Suistainable Management of River Basin System. Second Eddition. Routledge. London.
Nott, J. 2006. Extreme Events. A Physical Reconstruction and Risk Assessment. Cambridge University Press.
Oya, M, 2001. Applied Geomorphology for Mitigation of Natural Hasards. Kluwer Academic Publishers. The Netherladns.
Panagopolous, G.P., Lambrakis, N.J, 2005. Optimazation of the DRASTIC method for groundwater vulnerability assessment via the use of simple statistical methods and GIS. Hydrogeology Jaournal 14: 894-911. Springer-verlag.
Parker, G. 2006. Automated Baseflow Separation for Canadian Datasets (ABSCAN) : Users Guide. Manual for version 2.0. G. Parker, Thinknew Analytics (www.thinknew.ca).
Paimin, Sukresna dan Purwanto, 2006. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS). Pusat Penelitian Pengembangan Hutan Dan Konservasi Alam. Badan Penelitian Dan Pengembangan Hutan. Bogor.
42
Pilgrim, D.H. and McDermott, G.E. 1981. Design Flood for Small Rural Cathments in Eastern New South Wales. Paper No. C1367. The Institution of Engineers. Australia.
Pilgrim, D.H., 1981. Assessment of Derived Rural and Urban Runoff Coeffisients. Paper No. C1368. The Institution of Engineers, Australia.
Schumm,S.A. 2005. River Variability and Complexity. Cambridge University Press.:www.cambridge.org/9780521846714.
Seyhan, E. 1975. Fundamentals of Hydrology. Geografich Institute der Rijke Universitiet Utrech. The Netherlands.
--------------. 1976. Watershed As Hydrological Unit. Geografich Institute der Rijke Universitiet Utrech. The Netherlands.
--------------. 1977. Regression of Morphometrical Variables with Synthetic Hydrograph Parameters. Series B, nr 65. Geografisch Instituut der rijksuniversteit. Utrecht.
--------------. 1979. Application of Statistical Methods to Hydrology, 1st Eddition. Institute of Earth Sciences. Free University. Amsterdam. The Netherlands.
--------------. 1985. Introduction To Multivariete Statistical Analysis in Hydrlogy. Second Edition. Institute of Earth Sciences. Free University. Amsterdam.
Seyhan, E. and Keet, B. 1981. Multivariate Stastistical Analysis (Part I). Application to Hydromorphometrical Data (Case Study: AHR River Basin, Bolzano, Italy). Series A. No. 8. Rodopi. Amsterdam.
Schulz, E.F. 1976. Problems in Applied Hydrology. Water Resources Publications. Fort Collins. Colorado.
Sharma, P.D., 1981. Elements of Ecology. Fourth Revised Edition. Rastogi Publications. Meerut.
Sigit, S. 1992. Peranan Masalah dan Hipotesis dalam Skripsi dan Penelitian. STIE Gama. Yogyakarta.
Sri Harto, BR. 1985. Pengkajian Sifat Dasar Hidrograf Satuan Sungai Sungai di Pulau Jawa Untuk Perkiraan Banjir. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sosrodarsono, S. dan Takeda. 1977. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta.
Suyono. 1984. Pemantauan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ditijau Dari Segi Hdrologi. Proseding Seminar Hidrologi. Peringatan Dies Natalis XXXV Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
----------. 1996 Peranan Stasiun Pengamat Arus Sungai Dalam Pengelolaan DAS. Bahan Kursus Pelatihan SPAS. Balai Teknologi Pengelolaan DAS. Surakarta.
----------. 2000. Peranan Hidrometri dalam Evaluasi Hidrologi Daerah Aliran Sungai. Lokakarya Otomatisasi Peralatan untuk Meningkatkan Kinerja Hidrometri dalam rangaka Otonomi Daerah. MHI. Malang.
----------. 2007. Kajian Kekeringan dan Banjir dengan Pendekatan Geografi di SWS Pemali-Comal Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
----------. 2009. Pengaruh Morfometri Daerah Aliran Sungai Terhadap Debit Puncak Sungai Di SWS Kuto-Garang DI Provinsi. Dana Masyarakat Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
43
----------. 2011. Hubungan Debit Puncak Rata-rata dengan Luas DAS di Provinsi Jawa Tengah. Unpublished.
Suyono dan Pramono Hadi. 1992. Agihan Geografi Curah Hujan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
The Instituon of Engineers Australia. 1977. Australian Rainfall and Runoff. Flood Analysis and Desain. John Sands.
Tirtohardjo, A.K. 2006. Rekonstruksi Kejadian Banjir Bandang Berdasarkan Analisis Geologi-Hidrologi, Prediksi Banjir Lanjutan dan Solusinya di Kasembon, Kabupaten Malang. Seminar Banjir Bandang dan Solusinya. Masyarakat Hidrologi Indonesia. Jakarta.
Van de Griend, A.A, 1979. Modellling Cachment Response and Runoff Analysis. Institute of Earth Sciences. Free University. Amsterdam.
Verstappen, H. Th. 1963. Texbook of Photo Interpretation. Volume VII Aerial Photographs in Geology and Geomorphology. Chapter VII Part 1. Fundamentals of Photo Geology/Geomorphology. ITC. Holland.
-------------------------. 2000. Outline of The Geomorphology of Indonesia. ITC. Publication Number 79. Enschede. The Netherlands.
Van der Weert, R. 1994. Hydrologycal Conditions in Indonesia. Delft Hydraulics. Villagran, J.C., 2006. Vulnerability A Conceptual and Methodological Review.
UNU-EHS. Institute for Environment and Human Security. SOURCE. No.4/2006.Paffenholz, Bornheim.
Widagdo. 2006. Permasalahan Banjir di Indonesia dan Penanggulangannya. Seminar Bencana Banjir Bandang dan Solusinya. Masyarakat Hidrologi Indonesia. Jakarta.
Wilson, E.M. 1974. Engineering Hydrology. The MacMillan Press LTD. London.