REFLEKSI KASUS
TRAUMATIC BRAIN INJURY
Disusun oleh:
Tania Prima Auladina
(15/377962/KU/17670)
Diajukan kepada :
dr. Fajar Maskuri, M.Sc, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS KEDOKTERAN,
KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
2
BAB I
DESKRIPSI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 59 tahun
Alamat : Sleman
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan terakhir : SD
Status : Duda (istri meninggal)
Agama : Islam
No. RM : 13-47-XX
Tanggal Masuk RS : 2 Oktober 2019
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pasien dibawa ke IGD RSA UGM pasca mengalami kecelakaan lalu lintas dan
mengeluh nyeri kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang
± 30 menit SMRS Os dan sepeda motornya ditemukan oleh petugas kepolisian
dalam posisi tergeletak di jalan Kebon Agung, tepatnya di depan SPBU Getas,
pasca mengalami kecelakaan lalu lintas saat hendak pulang ke rumah setelah
membeli bensin. Saksi di TKP mengatakan bahwa Os hendak menyeberang lalu
ditabrak oleh pengendara sepeda motor lain yang kemudian kabur. Os dilarikan ke
IGD oleh petugas kepolisian dalam keadaan tidak pingsan, lemas, sempat
mimisan, dan tidak begitu merespon komunikasi.
HMRS sesampainya di depan IGD, Os tampak mual kemudian muntah. Di bed
IGD, Os kembali mimisan satu kali dan muntah dua kali. Setelah ± 30 menit, Os
mulai bisa menjawab pertanyaan dan mengeluhkan nyeri kepala.’
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa (-)
DM (-), HT (-), alergi (-)
3
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa (-)
DM (-), HT (-)
5. Anamnesis Sistem
Sistem Serebropinal : Nyeri kepala (+), pingsan (-)
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem Respiratorius : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : Mual dan muntah
Sistem Muskuloskeletal : Benjolan di kepala bagian kanan belakang, patah
terbuka di jari kelingking tangan kiri
Sistem Urogenitalis : Tidak ada keluhan
Sistem Integumental : Luka robek di lengan kiri
C. Resume Anamnesis
Pasien laki-laki usia 59 tahun dibawa petugas kepolisian pasca kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai sepeda motor tanpa helm. Pasien kemudian dibawa ke IGD dalam keadaan
tidak pingsan, lemas, sempat mimisan, dan tidak begitu merespon komunikasi. Pasien
muntah sebanyak tiga kali dan mengeluhkan nyeri kepala.
D. Diagnosis Sementara
1. Diagnosis Klinis : nyeri kepala dan penurunan kesadaran
2. Diagnosis Etiologis : hemisfer cerebri
3. Diagnosis Topis : traumatic brain injury
E. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
KU : Lemah, tampak sakit
Status nutrisi : normoweight
Kesadaran : Somnolen (E3V2M4)
Tanda Vital
o BP : 140/90 mmHg
o HR : 86x/menit
o RR : 20x/menit
o Suhu : 36,4◦C
o VAS : 10
o SpO2 : 96%
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), Pupil isokor, RC (+/+), hematom di kepala
bagian parietal dextra (+)
Leher : JVP tidak meningkat, Lnn. tidak teraba
Thoraks
o Paru : Simetris +/+, bunyi nafas dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
o Jantung : Suara jantung I-II normal, regular, cardiomegaly (-)
Abdomen : Supel, BU (+), NT (-), organomegaly (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, fraktur terbuka pada digiti V
Manaus
sinistra
2. Status Mental
Tingkah laku : hipoaktif
Perasaan hati : normotimik
Orientasi : O/W/T/S baik
Kecerdasan : baik
Daya ingat : tidak ingat kejadian saat KLL
3. Status Neurologis
Kesadaran : somnolen (E3V2M4)
Kepala : Pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya+/+, refleks kornea+/+
N. Cranialis : dalam batas normal
Saraf Kranialis Kanan Kiri
N. I Olfaktorius
Daya penghidu Normal Normal
N. II Optikus
Daya penglihatan Normal Normal
Lapang penglihatan Normal normal
Melihat Warna Normal normal
N. III Okulomotorius
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerak mata ke medial Normal normal
Gerak mata ke atas Normal Normal
5
Gerak mata ke bawah Normal Normal
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat bulat
Reflek cahaya langsung Normal normal
Reflek cahaya konsensual Normal normal
N. IV Trochlearis
Gerak mata ke lateral bawah Normal Normal
N. V Trigeminus
Mengigit Normal Normal
Membuka mulut Normal Normal
Sensibilitas muka atas Normal Normal
Sensibilitas muka tengah Normal Normal
Sensibilitas muka bawah Normal Normal
N. VI Abdusen
Gerak mata ke lateral Normal Normal
N. VII Fasialis
Kerutan kulit dahi Normal normal
Kedipan mata Normal normal
Lipatan naso labial Normal normal
Sudut mulut Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal
Mengerutkan alis Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Menggembungkan pipi Normal Normal
N. VIII Akustikus
Mendengar suara berbisik Normal Normal
N. IX Glosofaringeus
Arkus faring Normal Normal
N. X Vagus
Denyut nadi / menit 86x/menit 86x/menit
Bersuara Normal Normal
6
Menelan Normal Normal
N. XI Aksesorius
Memalingkan ke depan Normal Normal
Sikap bahu Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
N. XII Hipoglossus
Sikap lidah Normal
Artikulasi Normal
Menjulurkan lidah Normal
Kekuatan lidah Normal Normal
Trofi otot lidah Normal Normal
Ekstremitas
G T T K 4 TVD
T T 4 4
Rf +2 +2 Rp - -
+2 +2 - -
To N N Tr Eu Eu
N N Eu Eu
Cl - -
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : tidak ada keluhan BAK / BAB
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen Thorax PA/AP/Lateral
Tampak perselubungan semiopaq homogen batas tegas tepi licin obtuse angle (+)
di hemithorax dextra aspek superior
Sinus cf terbuka lancip
7
Diafragma normal, licin
Cor CTR <0,56
Kesan besar cor normal, curiga mesothelioma dextra
2. Rontgen Ossa Manus Sinistra
Fraktur completa transversa phalanx proximal digiti V cum angulationem
Fraktur inkomplet longitudinal phalanx proximal digiti IV
3. MSCT 3D Head Non Kontras
Tampak soft tissue swelling regio
parietal dan temporalis dextra
Tampak diskontinuitas tulang os frontalis sinistra dan os temporalis dextra
Tampak lesi isodens di sinus maxillaris bilateral
Sulci dan gyri tak prominen
8
Tampak lesi hiperdens mengikuti sulci dan di lobus frontalis sinistra, volume 7 cc
Sistema ventrikel normal
Midline di tengah
Kesan soft tissue swelling regio temporal-parietal dextra, fraktur os temporalis
dextra dan os frontalis sinistra, mucosal reaction sinus maxillaris bilateral, SAH
dan ICH lobus frontalis sinistra
4. Hematologi Lengkap
Parameter Nilai Nilai normal Parameter Nilai Nilai Normal
WBC 10.4 4.0 – 11.0 Neutrofil 60.4 40.0 – 75.0
RBC 3.8 4.5 – 6.5 Limfosit 27.0 20.0 – 45.0
Hb 10.9 13.0 – 18.0 Monosit 8.7 2.0 – 8.0
Hct 32.5 40.0 – 54.0 Eosinofil 2.2 1.0 – 6.0
MCV 85.7 76.0 – 98.0 Basofil 0.2 0.0 – 1.0
MCH 28.6 27.0 – 32.0 Na 139 135 – 145
MCHC 33.4 30.0 – 35.0 K 2.5 3.5 – 5.1
Trombosit 478 150 - 450 Cl 108 95 – 115
LUC 1.5 1.0 – 5.0 Ureum 50.3 10.7 – 42.8
RDW (CV) 14.7 Kreatinin 1.56 0.0 – 1.20
GDS 143 60 – 199
G. Diagnosis Akhir
1. Diagnosis Klinis : cephalgia cum riwayat penurunan kesadaran
2. Diagnosis Topis : subarachnoid dan intracerebral lobus frontalis sinistra
3. Diagnosis Etiologis : traumatic brain injury, traumatic subarachnoid & intracerebral
hemorrhage regio frontalis sinistra
4. Diagnosis Lain :
open fracture phalanx proximal digiti V manus sinistra
incomplete fracture digiti IV manus Sinatra
suspek mesothelioma hemithorax dextra
H. Terapi
1. IGD
Non-farmakologis
O2 nasal cannule 2-3 lpm
9
Head elevation 30°
Farmakologis
O2 nasal cannule 2-3 lpm
Head elevation 30°
Infus Mannitol 250 cc
Inj. Ondansetron 8 mg
Inj. Ketorolac 1 ampul (30 mg)
Inj. Ranitidin 1 ampul (50 mg)
Inj. Anti tetanus serum 1500 IU
2. Rawat Inap
Farmakologis
O2 nasal cannule 2-3 lpm
IVFD NaCl 0.9% : tutofusin = 1:1
Infus Mannitol 125cc/6 jam
Inj. Ranitidin 1 ampul (50 mg)/12 jam
Inj. Asam traneksamat 500mg/12 jam
Inj. Metoclopramide 10 mg/8 jam
Tab. Paracetamol 4 x 500mg
Tab. Betahistine mesylate 2 x 6mg
Tab. Kalium Klorida 3 x 600mg
Non-farmakologis
Tirah baring
I. Prognosis
Death : Dubia ad Bonam
Disease : Dubia ad Bonam
Disability : Dubia ad Bonam
Discomfort : Dubia ad Bonam
Dissatisfaction : Dubia ad Bonam
10
BAB II
DISKUSI KASUS
A. Definisi
1. Menurut Department of Veterans Affairs/Department of Defense (VA/DOD),
traumatic brain injury adalah cedera struktural dan/atau kerusakan fisiologis pada
fungsi otak yang disebabkan oleh trauma karena gaya eksternal yang ditandai oleh onset
baru atau perburukan setidaknya satu gejala klinis di bawah segera setelah kejadian:
Periode hilangnya atau penurunan tingkat kesadaran (loss of consciousness [LOC])
Hilangnya ingatan tentang kejadian segera sebelum atau sesudah cedera (post-
traumatic amnesia [PTA])
Perubahan status mental pada saat cedera e.g. kebingungan, disorientasi, lambat
berpikir (alteration of consciousness/mental state [AOC])
Defisit neurologis e.g. kelemahan, kehilangan keseimbangan, gangguan pandangan,
praxis, paresis/plegia, kehilangan sensibilitas, afasia yang dapat terjadi secara
sementara maupun tidak
Lesi intrakranial
2. Menurut Perdossi, cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis
cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-
degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga
timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa
penurunan tingkat kesadaran.
B. Epidemiologi
Traumatic Brain Injury (TBI) adalah salah satu penyebab kematian dan disabilitas
tertinggi di dunia. Di Amerika Serikat, terdapat sebanyak 2,5 juta kunjungan IGD, 282.000
rawat inap, dan 56.000 kematian yang berkaitan dengan TBI pada tahun 2013. Laki-laki
lebih berisiko mengalami TBI dibandingkan perempuan dengan rasio laki-laki:perempuan
yang bervariasi di tiap negara. Berbagai studi menemukan adanya distribusi trimodal pada
insidensi terjadinya TBI yang dikaitkan dengan kelompok usia. Insidensi tertinggi terjadi
pada kelompok usia remaja/dewasa muda, diikuti dengan geriatri dan anak usia sekolah.
Penyebab tertinggi terjadinya TBI pada anak-anak dan geriatri adalah jatuh. Sedangkan
11
pada remaja/dewasa muda, insidensi TBI tersering berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas
dan kekerasan.
C. Etiologi
Gaya eksternal yang dapat menyebabkan TBI antara lain pada kejadian kepala dipukul
oleh sebuah benda, kepala membentur sebuah benda, pergerakan akselerasi/deselerasi
cepat pada otak tanpa trauma eksternal langsung ke kepala, benda asing yang menembus
otak, gaya yang dihasilkan dari peristiwa seperti ledakan, dan gaya lain yang belum
ditentukan.
D. Patofisiologi
TBI terjadi karena adanya gaya eksternal yang menyebabkan perubahan fungsi fisiologis
otak. Mekanisme cedera yang terjadi pada TBI dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Cedera Otak Primer
Cedera primer merupakan cedera mekanik yang terjadi pada otak, baik fokal maupun
menyeluruh/diffuse, pada saat trauma/benturan berlangsung. Cedera ini dapat
menyebabkan robekan pada pembuluh darah dan akson. Yang termasuk cedera otak
primer antara lain:
a. Hematoma Intracranial
Epidural hemotama (EDH): terjadi karena adanya laserasi pada vena atau arteri
pada dura mater, utamanya arteri meningea media. Penyebab tersering adalah
fraktur tulang temporal.
Subdural hematoma (SDH): terjadi karena adanya ruptur pada vena di spatium
subdural dengan progres yang tidak secepat EDH.
Intracerebral hemorrhage (ICH): perdarahan pada otak itu sendiri, biasanya
terjadi pada parenkim otak yang letaknya di bawah laserasi atau kontusio,
dengan kerusakan pada vasa yang lebih superior dan dalam.
Subarachnoid hemorrhage (SAH):
b. Fraktur Cranium
c. Coup and Contrecoup Contusions
Mekanisme pergerakan otak bolak-balik di dalam cranium sebagai akibat dari
benturan disebut ‘mekanisme coup-contrecoup’. Contusio adalah area diskrit pada
jaringan otak yang inflamasi disertai dengan perdarahan dari vasa yang robek.
12
2. Cedera Otak Sekunder
Cedera sekunder adalah akibat dari cedera otak primer yang dapat terjadi beberapa
menit, jam, maupun hari pasca trauma. Mekanisme yang berkaitan dengan
terbentuknya cedera sekunder adalah seluler dan molekuler. Yang termasuk cedera otak
sekunder antara lain edema, peningkatan tekanan intrakranial, disfungsi mitokondria,
eksitotoksisitas, stres oksidatif, autoregulasi serebrovaskular dan reaktivitas CO2,
disfungsi serebral metabolik, inflamasi, dan herniasi otak.
E. Klasifikasi
Menurut VA/DOD, pasien dapat dikategorikan mengalami cedera ringan/sedang/berat jika
memenuhi kriteria pada tingkat keparahan tertentu. Apabila sebuah kasus memenuhi
beberapa kriteria pada tingkat keparahan yang berbeda, maka tingkat keparahan
tertinggilah yang dipilih.
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Sifat kecelakaan
Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
Ada tidaknya benturan kepala langsung.
Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat
diperiksa.
Bila pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum
terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui
kemungkinan adanya amnesia retrograd.
Ada atau tidak adanya muntah
13
Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang / turun kesadarannya), tapi
dapat kelihatan bingung / disorientasi (kesadaran berubah)
2. Pemeriksaan Fisik
Status fungsi vital
o Airway (jalan napas)
o Breathing (pernapasan)
o Circulation (nadi dan tekanan darah)
Status Kesadaran Pemeriksaan GCS
Status Neurologis
o Anisokor
o Paresis/paralisis
o Refleks patologis
o Trauma di tempat lain
o Pemeriksaan orientasi, amnesia, dan fungsi luhur
3. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen tengkorak (AP & lateral)
CT-Scan kepala
Pemeriksaan darah lengkap
G. Penatalaksanaan
1. Resusitasi dan Primary Survey
Airway: bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, pertahankan tulang
servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan
napas, maka harus diintubasi.
Breathing: penilaian pernapasan, berikan oksigen sesuai indikasi, selidiki dan atasi
cedera dada berat
Circulation: penilaian sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, EKG, perdarahan
eksternal & internal), pemasangan jalur IV dan resusitasi cairan sesuai indikasi
Disability: penilaian derajat kesadaran menggunakan GCS dan ada tidaknya cedera
di tempat lain.
Environment/Exposure: jaga suhu tubuh pasien
2. Tatalaksana Lanjutan
Perawatan di ICU dengan tirah baring total dan intubasi. Pasien dikondisikan
hiperventilasi dengan pCO2 30-35mmHg untuk kurangi resiko vasospasme dan
iskemik.
Elevasi kepala 30o untuk pastikan drainase vena berjalan baik
Pemasangan akses arteri, kateter vena sentral, dan kateter urin untuk turunkan TIK
Pemberian pencahar agar pasien tidak mengejan
Pemberian sedasi ringan dan ruangan gelap, hening, serta cukup privasi jika
terjadi agitasi
Tatalaksana penurunan TIK
o Agen osmotik : mannitol 20% dengan dosis awal 0,5-1g/kgBB dilanjutkan
dosis rumatan 4-6x 0,25-0,5g/kgBB
o Diuretik : furosemid 40mg dosis tunggal
o Steroid : kontroversial tapi dianjurkan
14
3. Tatalaksana Peningkatan Tekanan Intrakranial
Perawatan di ICU dengan tirah baring total dan intubasi. Pasien dikondisikan
hiperventilasi dengan pCO2 30-35mmHg untuk kurangi resiko vasospasme dan
iskemik.
Elevasi kepala 30o untuk pastikan drainase vena berjalan baik
Pemasangan akses arteri, kateter vena sentral, dan kateter urin untuk turunkan TIK
Pemberian pencahar agar pasien tidak mengejan
Pemberian sedasi ringan dan ruangan gelap, hening, serta cukup privasi jika
terjadi agitasi
Tatalaksana penurunan TIK
o Agen osmotik : mannitol 20% dengan dosis awal 0,5-1g/kgBB dilanjutkan
dosis rumatan 4-6x 0,25-0,5g/kgBB
o Diuretik : furosemid 40mg dosis tunggal
o Steroid : kontroversial tapi dianjurkan
Referensi
Bruns Jr., J. & Hauser, W. A., 2003. The Epidemiology of Traumatic Brain Injury: A
Review. Epilepsia, 44(s10), pp. 2-10.
National Institute for Health and Care Excellence, 2014. Head injury. NICE clinical guideline
176.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi.
Jakarta: Perdossi.
Rajajee, V., 2019. Management of acute severe traumatic brain injury - UpToDate. [Online]
Available at: https://www.uptodate.com/contents/management-of-acute-severe-
traumatic-brain-injury
[Accessed 05 10 2019].
The Management of Concussion-mild Traumatic Brain Injury Working Group, 2016.
VA/DoD Clinical Practice Guideline for Management of Concussion-Mild Traumatic
Brain Injury, s.l.: Department of Veteran Affairs/Department of Defense.
Recommended