RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT
FAJAR KURNIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2006
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT
adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua data dan informasi yang digunakan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2006
Fajar Kurniawan NRP : F351030041
ABSTRAK
FAJAR KURNIAWAN. Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat Dari Minyak Sawit. Dibimbing oleh Hartrisari Hardjomidjojo, Ani Suryani dan Meika Syahbanna Rusli. Pasokan oleokimia ke Cina, khususnya dari Indonesia dan Malaysia sangatlah besar, yakni mencapai 500 000 ton per tahun dan 90% dari jumlah tersebut berupa asam stearat (Cham & Purwoko 2004). Negara lain yang menjadi importir utama oleokimia adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat. Sektor industri ini merupakan peluang besar bagi perusahaan agroindustri berorientasi ekspor. Tetapi persaingan di dunia industri, memungkinkan setiap perusahaan berupaya untuk melakukan perbaikan secara kontinyu, sehingga produk yang dihasilkan memiliki daya saing yang tinggi. Perbaikan dapat dilakukan apabila perusahaan mampu melakukan evaluasi terhadap kinerjanya. Proses evaluasi membutuhkan modal yang besar, dan ini merupakan hambatan bagi industri di Indonesia, khususnya industri oleokimia. Sistem Penilaian Kinerja dapat dibangun dengan merancang suatu model penilaian kinerja, dengan menggunakan pendekatan sistem. Aspek yang ditinjau dalam penilaian kinerja ini, yang dikenal dengan istilah 7M1E, yaitu: Man (manusia), Money (keuangan), Machine (mesin), Material (bahan baku), Method (metode), Market (pasar), Management (manajemen) & Environment (lingkungan). Interval penilaian kinerja dibuat berdasarkan justifikasi pakar dan studi literatur. Model akan memberikan penilaian dari setiap kriteria, dan menyimpulkan penilaian melalui pembobotan sederhana dari beberapa kriteria secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian berupa model penilaian kinerja industri asam stearat yang dibuat dalam suatu program aplikasi yang bernama SPIAS 1.0. Program tersebut telah diverifikasi berdasarkan annual report perusahaan, yang hasilnya menunjukkan kinerja PT. X adalah “Sedang”. Program ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk melakukan self-assessment dengan lebih cepat dan efisien, sehingga perusahaan mampu untuk melakukan perbaikan secara kontinyu.
ABSTRACT
FAJAR KURNIAWAN. Model Development in Performance Assesment of Stearic cid Industry from Palm Oil. The guidance is by Hartrisari Hardjomidjojo, Ani Suryani and Meika Syahbanna Rusli. Oleochemical supply to China, especially from Indonesia and Malaysia is very big, about 500 000 ton a year, 90% of the supply is stearic acid (Cham & Purwoko). The other stearic acid importir country are Europe Union and United States of America. This sector is a big opportunity for agroindustry company, especially export oriented industry. The hard competition in this sector pushes every industry do some continuous improvement, so that the output of product has competitive quality. Continuous improvement can be realized when the companies evaluate their performances. The evaluation process needs enormous resource which is the main problem for industry in Indonesia, esspecially oleochemical industry. The performance assesment system is developed by designing an assesment model, using system approach. The object of observation in this performance assesment, i.e. man, market, money, machine, material, method, market, management & environment. The assesment interval is based on expert justification, technical standard and literature study. The model will give assesment from each criterias and conclude the assesment through simple weighting from some criterias quantitatively and qualitatively. The result of research is performance assesment model of stearic acid industry which implemented into application program called SPIAS 1.0. The program has verified base on company annual report and the result has shown that PT. X has ‘average’ performance. Hopefully this program can help company to do self rapid assesment more efficient, so the company could do some continuous improvement.
RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT
FAJAR KURNIAWAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2006
Judul Penelitian : Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja Industri Asam
Stearat dari Minyak Sawit
Nama : Fajar Kurniawan
NRP : F351030041
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
Ketua
Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Dr. Ir. Meika Syahbanna Rusli, M.Sc Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc.
Tanggal Ujian : 28 Februari 2006 Tanggal Lulus : ............................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1975 sebagai putra pertama
dari tiga bersaudara, dari pasangan Andi Suhandi dan Diana Yusuf.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 03 pada
tahun 1987, dan lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 76 Jakarta Pusat pada
tahun 1990. Pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 27 Jakarta Pusat. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan
Teknik Industri, di Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung, lulus pada tahun
1998. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi di Program Studi Teknologi
Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menulis hasilnya dalam tesis yang berjudul Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat dari Minyak Sawit, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Selama penyusunan usulan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sampai tersusunnya tesis ini. Pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA serta Dr. Ir.Meika Syahbanna Rusli, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing atas segala arahan, bimbingan, dan pengertiannya yang telah diberikan selama ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan pula kepada Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA, selaku penguji luar komisi pembimbing dan kepada Ketua Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) yang telah banyak memberi masukan demi perbaikan tesis ini. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Irawadi Jamaran atas kebijakannya dalam menunjang penyelesaian studi ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada papa, mama, istri, putri, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman TIP angkatan 2003 yang memberikan dukungan dan masukan berarti dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberi masukan, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, karenanya dengan hati terbuka penulis menghargai kritik dan saran yang konstruktif. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Februari 2006
Fajar Kurniawan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ix
I. PENDAHULUAN................................................................................................ 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2 C. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3 D. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 3 E. Pembatasan Masalah...................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 5 A. Penilaian Kinerja …………………………………......…………........….…. 5 B. Sistem Penilaian Kinerja.................……………………......………….......... 6 C. Asam Stearat (Stearic Acid) ……..…………...…………….......……......… 18 D. Teknik Pengukuran Kinerja........................................................................... 22 E. Pendekatan Sistem.......................................................................................... 24 F. Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)............................. 24
III. METODE PENELITIAN................................................................................... 26
A. Kerangka Pemikiran ……………………..........………………………….. 26 B. Rancang Bangun Sistem Penilaian Kinerja ………………......……........… 26 C. Tata Laksana …………………………………….....…………………........ 30
IV. PEMODELAN SISTEM .................................................................................... 33 A. Rancang Bangun Sistem ……………………………………..…………….. 33
1. Model Penilaian Kinerja…………………………………………………. 33 1.1. Indikator Penilaian Kinerja ................................................................. 42
1.1.1. Penilaian Kinerja Internal ………………………...…………... 43 1.1.1.1. Data Perusahaan …………………………………….. 44 1.1.1.2. Penilaian Bahan Baku ………………………………. 44 1.1.1.3. Penilaian Proses …………………………………….. 45 1.1.1.4. Penilaian Produk Jadi ………..……………………… 52 1.1.1.5. Penilaian Formasi Karyawan ……………………….. 54
1.1.2. Penilaian Kinerja Eksternal …………………...……………… 56
1.1.2.1. Penilaian Kinerja Ekonomi …………………..……… 56
1.1.2.2. Penilaian Kinerja Sosial …………….……………..… 57
1.1.2.3. Penilaian Kinerja Lingkungan …………….…….….. 57 1.1.3. Penilaian Kinerja Keseluruhan ………………………………. 60
1.1.3.1. Penentuan Skor …………………………………...… 61 1.1.3.2. Penentuan Bobot dan Penilaian Akhir ....................... 61
1.1.4. Pemilihan Pakar ....................................................................... 64 1.1.5. Perolehan Data Perusahaan ...................................................... 65
B. Konfigurasi Sistem ......................................................................................... 72 C.Implementasi Sistem ...................................................................................... 73
1. Data Flow Diagram .................................................................................. 73 2. Diagram Konteks ...............................…………….................................... 74
3. Diagram Nol ............................................................................................. 75 4. Diagram Rinci ........................................................................................... 76 5. Entity Relationship Diagram..................................................................... 78 6. Perancangan Basis Data............................................................................. 78
V. VERIFIKASI & VALIDASI .............................................................................. 79
A. Penilaian Bahan Baku …………………………………….………………… 79 B. Penilaian Proses ……………………………………………………..……… 81
1. Penilaian Kinerja Setiap Stasiun Kerja………………..........……………. 82 1.1. Stasiun Pemisahan Lemak ……………………….…………………. 82 1.2. Stasiun Hidrogensi ……………………………...…………………… 83 1.3. Stasiun Distilasi ………………………………………...…………… 85 1.4. Stasiun Fraksinasi ……………………………………………..……. 86 1.5. Stasiun Beading…………………………………………………...… 87 1.6 Stasiun Penyerpihan ………………………….…………………….. 88 1.7. Stasiun Pengemasan ……………………………….……………….. 89 1.8. Kinerja Mesin …………………………………………….………… 90
2. Penilaian Kinerja Personalia ………………………………….…………. 93 3. Penilaian Kinerja Keuangan ……………………………………….…….. 94
C. Penilaian Produk …………………………………………………….……… 96 1. Penilaian Grade Produk ………………………………….………………. 98
2. Penilaian Kualitas Produk …………………………………….…………. 99
3. Kinerja Pasar ……………………………………………………….…….101 D. Penilaian Formasi Karyawan ……..………………………………………. 102
E. Penilaian Ekonomi ....................................................................................... 104 F. Penilaian Sosial ............................................................................................ 107 G. Penilaian Lingkungan ...................................................................................109 H. Penilaian Akhir Kinerja Perusahaan .............................................................113
VI. PEMBAHASAN ............................................................................................... 116 A. Sistem Penilaian Kinerja………………...………………….………………. 116 B. Model…………………………………………...…………………………... 118 C. Pendekatan Sistem………………………………………………………….. 124 D. Analisis Bahasa Pemrograman .………………………………..………….. 131 E. Rekomendasi Perbaikan …………………………………………………… 134
VII. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 138 A. Kesimpulan .....................................................................................................138 B. Saran..........................................................…………......................................138
DAFTAR PUSTAKA ………………………….......……………..……………...... 140
LAMPIRAN.............................................................................................................. 144
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Standar Bahan Baku yang Dipergunakan………….……....………………......... 13
2. Bahan Baku dan Bahan Penolong yang Dipergunakan ............................... ........ 14
3. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Kasar.... ........................................ ......... 20
4. Produk Utama Industri Oleokimia ............................................................. .......... 20
5. Spesifikasi Produk Asam Stearat .............................................. ............................ 22
6. Klasifikasi Skor Penilaian Kinerja Perusahaan...................................................... 23
7. Pendapat Pakar Mengenai Jumlah Bahan Baku.................................................... 45
8. Standar Teknis Mengenai Kualitas Bahan Baku............................. ..................... 45
9. Tahapan Proses Pembuatan Asam Stearat……………………………….........… 46
10. Penilaian Kriteria Proses Pemisahan Lemak...... ................................................. 46
11. Penilaian Kriteria Proses Hidrogenasi……………….........………………….… 47
12. Penilaian Kriteria Proses Distilasi………………………….........………….….. 47
13. Penilaian Kriteria Proses Fraksinasi…………………………….........…….…... 48
14. Penilaian Kriteria Proses Penyerpihan………………….........…………….…... 49
15. Penilaian Kriteria Proses Beading…………………………….........……….….. 50
16. Penilaian Kriteria Proses Pengemasan……………………………….........…..... 50
17. Penilaian Kriteria Mesin………………………………………….........…….…. 51
18. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Personalia...................... ................. 51
19. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Keuangan................. ....................... 52
20. Standar Teknis Mengenai Kriteria Kualitas Produk SA 1800 & 1801................. 52
21. Standar Teknis Mengenai Kriteria Kualitas Produk SA 1840.............................. 53
22. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kuantitas produk......................... ................ 53
23. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Pemasaran.............................. ...................... 54
24. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi.............................. ............. 54
25. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas.......... ........... 55
26. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik................. ........................... 55
27. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Ekonomi Eksternal........................... ............ 57
28. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Sosial Perusahaan..... ...................... 57
29. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Lingkungan...................................... 58
30. Penilaian Kriteria Kebisingan............................................................................... 58
31. Penilaian Kriteria Limbah Cair............................................................................. 59
32. Penilaian Kriteria Limbah Gas............................................................................. 60
33. Skor Penilaian Kinerja Perusahaan..................................................... ................. 61
34. Bobot Faktor Internal.................................................... ....................................... 62
35. Bobot Faktor Eksternal.......................................................................... .............. 63
36. Interval Penilaian.................................................... ............................................. 63
37. Daftar Pakar Penilaian Kinerja................................... ......................................... 64
38. Data Tahunan PT. X Tahun 2004........................................ ............................... 65
39. Data Tahunan Proses di PT. X Tahun 2004........................................................ 66
40. Data Tahunan Formasi Karyawan Departemen Produksi PT. X
Tahun 2004........................................................................................................... 67
41. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas PT. X
Tahun 2004…………………………..…………………………………………. 67
42. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik....................... .................... 68
43. Limbah Hasil Industri........................................................................................... 69
44. Hasil Pengukuran Limbah Cair..................................... ...................................... 70
45. Kualitas Limbah Udara........................................................... ............................. 70
46. Hasil Pengukuran Kebisingan........................................................... ................... 71
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit.......................................................................... 13
2. Diagram Alir Proses Pembuatan Asam Stearat………….…....………............... 15
3. Asam Stearat…………………………………..…………..………..............….. 19
4. Kerangka Pemikran Konseptual Rancang Bangun Penilaian Kinerja
Industri Asam Lemak ………………..............………..…………..………….. 24
5. Sistem Pengelolaan Industri Asam Stearat........................................................... 29
6. Rancangan Sistem Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat................................ 30
7. Tahapan Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat................................................ 33
8. Diagram Alir Penilaian Kinerja ......................................................................... 34
9. Diagram Alir Penilaian Kinerja Bahan Baku .................................................... 35
10. Diagram Alir Penilaian Kinerja Produk.............................................................. 36
11. Diagram Alir Penilaian Kinerja Proses ........………………….........…............. 37
12. Diagram Alir Penilaian Kinerja Ekonomi........................................................... 39
13. Diagram Alir Penilaian Kinerja Sosial................................................................ 40
14. Diagram Alir Penilaian Kinerja Lingkungan........................................................ 41
15. Konfigurasi Model SPIAS 1.0............................................................................... 72
16. Data Flow Diagram Sistem………………………………………................… 73
17. Diagram konteks……………………………………………………….............. 74
18. Diagram no l…………………………………………………………................ 75
19. Diagram Rinci 1 (Pendataan Pekerjaan)................................................. .............. 76
20 Diagram Rinci 2 Penilaian Kinerja........................................................ ............. 77
21. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Bahan Baku....................................................... 79
22. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Proses ................................................................ 81
23. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemisahan Lemak.............................................. 82
24. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Hidrogenasi....................................................... 84
25. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Distilasi............................................................. 85
26. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Fraksinasi........................................................... 86
27. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Beading……………………………………….. 87
28. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penyerpihan.......................................………… 88
29. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengemasan………………………………….. 89
30. Hasil Penilaian Kinerja Mesin…………………………………………………. 90
31. Hasil Penilaian Kinerja Karyawan ……………………………………………. 93
32. Hasil Penilaian Kinerja Keuangan ……………………………………………. 95
33. Hasil Akhir Penilaian Produk .............................................................……….. 97
34. Hasil Penilaian Kuantitas Produk ………...…………....……………………. 99
35. Hasil Penilaian Kualitas Produk ...................................... ................................ 100
36. Penilaian Kinerja Pemasaran ……………………………………..............……101
37. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi ..................………...103
38. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen
Pengendalian Kualitas ....................................................................……… …...103
39. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik...................…………104
40. Penilaian Kinerja Ekonomi ............................................................... .................105
41. Hasil Penilaian Kinerja Sosial ............................................ ..................................107
42. Keluaran Hasil Penilaian Lingkungan………………………………................ 110
43. Hasil Penilaian Limbah Cair ………………..............………………………… 111
44. Hasil Penilaian Limbah Gas …………………………..............……………….112
45. Hasil Penilaian Kebisingan ……………………………………..............……...113
46 . Hasil Akhir Penilaian Kinerja Perusahaan ………………………................….. 114
47. Tampilan awal SPIAS 1.0 ................................................................................. 133
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner Penetapan Kriteria Penilaian Kinerja....................................... .........144
2. If-then Rules…………… …..……………................ .........................................168
3. Aliran Proses RBD Stearin .................................................................................169
4. Reaksi Hidrolisa......………................ ................................................................170
5. Simbol yang Sering Digunakan Dalam Pembuatan Diagram…………………..171
6. Entity Relationship Diagram …………..……………………………………... 172
7. Perancangan Basis Data ..................................................................................... 173
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor industri memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional.
Industri nasional tumbuh 6.76% pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 diperkirakan
target industri mencapai 7.7% (Kompas 2006). Ekspor non-migas Desember 2005
mencapai 6.23 miliar dolar US atau naik 19.10% dibanding bulan sebelumnya,
sedangkan nilai ekspor nonmigas pada Januari-Desember 2005 mengalami kenaikan
18.55%, sementara itu berdasarkan sektornya, ekspor hasil industri pada Januari-
Desember meningkat 13.28% dibanding periode yang sama pada 2004 (Suara
Merdeka 2006). Kondisi ini menempatkan sektor industri menjadi sebuah sektor yang
diminati saat ini, sehingga timbul persaingan yang ketat diantara industri-industri.
Salah satu sektor industri yang memiliki peluang besar saat ini adalah industri asam
lemak. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan permintaan dari Jepang yang mencapai
US $ 17.35 Juta dengan trend kenaikan 9% per tahun. Pasokan oleokimia ke Cina,
khususnya dari Indonesia dan Malaysia mencapai 500 000 ton per tahun, di mana
90% dari jumlah tersebut berupa asam stearat (Cham & Purwoko 2004). Industri ini
merupakan peluang besar bagi perusahaan agroindustri berorientasi ekspor. Peluang
ini didukung pula oleh luas areal kelapa sawit yang menjadi bahan baku asam lemak
yang banyak terdapat di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit yang berada
di Indonesia mencapai 4.1 juta hektar dan akan terus bertambah, dengan produksi
minyak sawit mentah yang mencapai 13.6 juta ton pada tahun 2005, sehingga
menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit kedua terbesar setelah
Malaysia (Dharmosarkoro W 2004). Sayangnya, dari sekian banyak CPO yang
dihasilkan, hanya 16.6% yang dapat dimanfaatkan untuk industri oleokimia, sisanya
70% untuk minyak goreng, 3.5% untuk margarin, 4.7% untuk sabun dan 5.2% untuk
produk lain (BPS 1996).
Persaingan di dunia industri, memungkinkan setiap perusahaan berupaya untuk
melakukan perbaikan secara kontinyu. Perbaikan dapat dilakukan apabila perusahaan
mampu melakukan evaluasi terhadap kinerja. Aktivitas evaluasi dapat berjalan
2
dengan baik, jika perusahaan mengetahui kekurangannya saat ini, hal ini mutlak
diperlukan, apalagi untuk perusahaan yang berorientasi ekspor.
Perbaikan perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas,
sehingga perusahaan siap menghadapi era perdagangan bebas APEC tahun 2010 dan
perdagangan dunia tahun 2020 yang akan datang.
Sistem Penilaian Kinerja adalah suatu panduan bagi industri untuk dapat
beroperasi dengan baik, sehingga melalui penilaian kinerja, perusahan dapat
mengetahui posisinya saat ini sebagai acuan untuk melakukan perbaikan manajemen.
Beberapa aspek yang ditinjau dalam penilaian kinerja ini adalah: Man (manusia),
Money (keuangan), Machine (mesin), Material (bahan baku), Method (metode),
Market (pasar), Management (manajemen) & Environment (lingkungan). Melalui
penilaian kinerja ini perusahaan akan mengetahui kondisi dari ke delapan aspek
tersebut, sehingga perusahaan dapat melakukan perbaikan untuk memenuhi semua
kekurangannya. Penilaian kinerja ini akan lebih efektif apabila ditunjang oleh sistem
informasi yang memadai, sehingga aktivitas penilaian kinerja dapat dilakukan lebih
cepat, dan memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan analisa.
Keluaran yang direpresentasikan dalam program, berupa penilaian kuantitatif dan
kualitatif dari setiap aspek yang dinilai. Sistem Penilaian Kinerja diharapkan menjadi
jawaban terhadap masalah yang dihadapi oleh perusahaan dalam mengetahui kinerja
yang selama ini telah dilakukan, sehingga tidak mengesampingkan aktivitas evaluasi
karena keterbatasan sumber daya. Program penilaian kinerja ini dapat membantu
perusahaan, khususnya untuk perusahaan berorientasi ekspor, dalam hal ini dipilih
kasus dari industri asam stearat dari minyak sawit.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah memperoleh rancangan model sistem penilaian
kinerja dan perangkat lunak aplikatif untuk menilai kinerja industri oleokimia.
Perangkat lunak ini akan dilengkapi dengan analisa sehingga hasil penilaian kinerja
dapat diketahui secara langsung dari luaran sistem. Indikator yang digunakan pada
sistem penilaian kinerja didasarkan pada indikator standar pengelolaan ideal pada
3
industri asam stearat. Keluaran dari sistem, diharapkan dapat membantu industri
oleokimia, khususnya industri asam stearat, dalam melakukan penilaian kinerja,
sehingga perusahaan mampu melakukan evaluasi secara cepat dan dapat menentukan
rekomendasi dan strategi untuk peningkatan kinerja perusahaan. Indikator ideal yang
digunakan dalam penilaian kinerja industri oleokimia, dapat pula digunakan sebagai
rujukan bagi operasionalisasi industri oleokimia.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mengkaji kinerja industri oleokimia, khususnya industri asam
stearat yang menggunakan RBD Stearin sebagai bahan baku. Hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alat untuk melakukan pengembangan kinerja
industri asam stearat di Indonesia. Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian
kinerja industri asam stearat adalah :
1. Bagi produsen asam stearat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
untuk menilai kinerja industri saat ini, sehingga berdasarkan hasil penilaian
tersebut, diharapkan manajemen industri dapat mengetahui langkah-langkah yang
perlu diambil untuk meningkatkan kinerjanya
2. Bagi pemerintah, hasil penilaian kinerja industri secara umum dapat dijadikan
sebagai masukan dan dasar evaluasi penentuan strategi pengembangan industri
asam stearat di Indonesia ke depan
3. Bagi asosiasi industri, khususnya untuk APOLIN (Asosiasi Produsen
Oleochemical Indonesia), hasil penilaian kinerja ini dapat dijadikan bahan
masukan untuk penyusunan program kerja dan kebijakan industri ke depan.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi beberapa kegiatan, antara lain :
1. Melakukan pengamatan kondisi industri asam stearat yang ada saat ini, melalui
survei lapangan dan studi literatur
2. Melakukan pemilihan indikator penilaian kinerja, dan memperoleh standar
4
industri asam strearat yang ideal, melalui aktivitas interview dengan para pakar
dan diperkuat dengan studi literatur
3. Melakukan pemodelan sistem dan rancang bangun perangkat lunak berdasarkan
indikator kinerja dan standar ideal industri asam stearat
4. Melakukan pengumpulan data input penilaian kinerja dari setiap departemen
pada perusahaan yang akan diteliti
5. Melakukan verifikasi dan validasi model
6. Melakukan analisis terhadap keluaran yang dihasilkan oleh model
7. Membuat rekomendasi perbaikan untuk perusahaan.
E. Pembatasan Masalah
Penilaian kinerja yang memiliki banyak aspek, dan banyak metode, akan dibatasi
untuk beberapa analisis, antara lain :
1. Penilaian material akan melihat presentase material reject, prosentase asam lemak
bebas, bilangan iod, warna, moisture dan impurities.
2. Penilaian kinerja dari setiap proses akan melihat sistem penilaian berdasarkan
kriteria penilaian departemen kualitas yang ada di perusahaan
3. Penilaian kinerja mesin ditentukan oleh indikator yang biasanya dipergunakan di
industri asam stearat, antara lain Accident Lost Time dan Allocated Down Time
4. Penilaian kinerja keuangan hanya akan melihat Return On Investment dan Net
Profit Margin
5. Penilaian kinerja manusia akan melihat tingkat mangkir karyawan, keluar masuk
karyawan, dan formasi karyawan di setiap departemen
6. Penilaian produk jadi akan melihat jumlah downgrade, bilangan iod dan warna
7. Penilaian pasar, hanya akan menilai market share dan efektivitas pemasaran
8. Penilaian ekonomi hanya melihat deviasi harga palm stearin FOB Malaysia,
deviasi harga Palm Oil RBD CIF Rotterdam dan bea masuk
9. Penilaian sosial akan dipilih dari besarnya prosentase keuntungan yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan sosial.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penilaian Kinerja
Anthony et al. (1997) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai: “the activity of
measuring the performance of an activity or the entire value chain”. Dari definisi di
tersebut dapat diartikan bahwa penilaian kinerja adalah tindakan penilaian yang
dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan.
Hasil penilaian tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan
memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana
perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan
pengendalian.
Dalam lingkungan usaha yang masih berskala kecil, dapat dipastikan bahwa
transaksi hanya dilakukan dengan pihak eksternal (tidak ada transaksi internal).
Penilaian kinerja, secara obyektif dapat dilakukan dengan membandingkan harga
output dengan harga input, tatapi ketika perusahaan mulai membesar dan pihak-
pihak yang berkepentingan dengan perusahaan ikut bertambah, maka akan timbul
permasalahan, antara lain:
• Peningkatan skala perusahaan berupa integrasi fungsi-fungsi dan semakin
kompleksnya struktur organisasi memperbesar jumlah transaksi internal yang
membuat mekanisme harga terbengkalai
• Pembesaran perusahaan berakibat pula pada semakin panjangnya siklus operasi
perusahaan
• Penilaian kinerja bahkan semakin sulit dilakukan pada perusahaan padat modal
berskala besar yang menghasilkan lebih dari satu jenis produk, terutama
kesulitan dalam pengalokasian biaya tidak langsung.
• Bertambahnya stakeholders semakin mempersulit proses deliberasi untuk
menyepakati besarnya nilai akun dalam neraca dan laporan laba rugi yang bukan
berasal dari kepanjangan tangan dari proses transaksi, seperti: exit value, biaya
penggantian dan lain sebagainya.
6
Berdasarkan masalah tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja
berbasis informasi keuangan kurang mampu memuaskan semua pihak. Oleh sebab itu
perlu dipertimbangkan untuk mengukur aspek yang lain selain aspek keuangan
(Yuwono et al. 2004)
B. Sistem Penilaian Kinerja
Sistem Penilaian Kinerja adalah suatu panduan bagi industri untuk dapat
beroperasi dengan baik, melalui analisa hasil penilaian kinerja sehingga perusahan
dapat mengetahui posisinya saat ini sebagai acuan untuk melakukan perbaikan
manajemen. Konsep ini akan mendukung perusahaan untuk dapat melakukan
perbaikan dari beberapa aspek yang terdiri dari Man, Money, Machine, Material,
Method, Market, Management & Environment. Selain 8 aspek tersebut, ada penilaian
kinerja lain yang melakukan penilaian terhadap 4 aspek, yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif internal, dan perspektif pembelajaran. Penilaian
kinerja inilah yang dikenal sebagai Balanced Scorecard (Yuwono et al. 2004).
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan
pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan
pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis, yang memandang unit
bisnis dari empat perspektif tersebut. Perspektif keuangan menjadi tolok ukur utama
yang dijelaskan oleh tolok ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai lead
indicators.
Yuwono et al. (2004) mengemukakan bahwa manfaat sistem penilaian kinerja
adalah sebaga berikut:
• Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan
• Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal
• Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut ( reduction of waste )
7
• Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberikan
penghargaan atas prilaku yang diharapkan.
Man (Manusia)
Manusia bekerja mulai dari yang bersifat dasar sampai pada terpenuhinya
kebutuhan. Setelah seseorang berada dalam dunia pekerjaan, terdapat berbagai faktor
yang mempengaruhi jalannya pekerjaan, antara lain faktor fisik, faktor sosial
keorganisasian dan faktor kepribadian. Faktor-faktor ini patut diperhatikan bukan
hanya karena bersifat wajar, namun juga akan menimbulkan serangkaian kerugian
bila tidak diperhatikan. Sumberdaya Manusia merupakan sumber dari proses
pembelajaran dan pertumbuhan. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan
pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan
organisasi. Dalam organisasi knowledge worker, manusia adalah sumberdaya utama,
sehingga dalam pelaksanaannya perlu dilakukan penilaian (Yuwono et al. 2004).
Penilaian ini berdampak terhadap budaya organisasi dan pemberian motivasi terhadap
karyawan. Oleh sebab itu, hasil dari penilaian kinerja manusia biasanya akan
dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, sehingga dapat mendorong
perusahaan untuk menjadi sebuah organisasi pembelajar.
Penilaian terhadap kinerja manusia, dapat diperoleh dari indikator berikut:
a. Tingkat Mangkir Karyawan
Mangkir adalah karyawan yang tidak masuk kerja. Tingkat mangkir merupakan
wujud penurunan motivasi karyawan dalam bekerja. Semakin kecil
prosentasenya, maka motivasi karyawan dalam bekerja dikategorikan baik,
sebaliknya semakin besar prosentasenya, maka motivasi dikategorikan buruk.
Formulasi yang biasanya dipergunakan dalam menentukan tingkat mangkir
karyawan, dapat dirumuskan sebagai berikut:
%100.Kerja HariJumlah x Karyawan Jumlah
Mangkir Karyawan Jumlah %.. xMangkir =
bulan12
%Mangkir Tingkat rata-Rata % ∑= Mangkir
8
b. Employee Turnover
Employee turnover merupakan tingkat keluar masuknya karyawan pada
perusahaan tersebut. Semakin tinggi Employee Turnovernya, mengindikasikan
iklim organisasi yang kurang baik, sehingga karyawan yang bekerja tidak dapat
bertahan lama berada dalam perusahaan tersebut. Indikator ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
%100.Karyawan TotalJumlah
Masuk Keluar yangKaryawan Jumlah %.. xTurnover =
c. Formasi Karyawan pada Setiap Bagian
Proses akan dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sumberdaya
manusia yang memadai, baik dilihat secara jumlah maupun berdasarkan latar
belakang pendidikan dan pengalaman. Indikator ini dapat dijadikan sebagai
ukuran kinerja dilihat dari aspek manusia.
Money (Uang)
Penilaian kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan
pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan
perusahaan. Perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara khusus
berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai
pemegang saham.
Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus
kehidupan bisnis, yaitu : Growth, Sustain, dan Harvest. Tiap tahapan memiliki
sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannyapun berbeda pula.
Growth merupakan tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana
perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi
pertumbuhan terbaik. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi
dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah.
9
Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah, misalnya,
pertumbu8han pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.
Sustain adalah tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini,
perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya, jika mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan
untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan
perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan
pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok ukur yang
kerap dipergunakan pada tahap ini, misalnya ROI (Yuwono et al. 2004).
Harvest adalah tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar menuai hasil
investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi
maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan
dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil
sebagai tolok ukur, adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal
kerja.
Penilaian terhadap kinerja keuangan, dapat diperoleh dari indikator rasio
profitabilitas sebagai berikut:
a. Return on Investment (ROI)
ROI merupakan rasio provitabilitas yang biasa disebut sebagai “ hasil
pengambilan atas total aktiva “ atau laba operasi bersih terhadap total aktiva
(Weston & Copeland 1995). Rasio ini mencoba mengukur efektivitas pemakaian
total sumber daya oleh perusahaan dan bertujuan untuk melihat kemampuan dari
modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan netto
(Riyanto 1991). ROI disebut juga sebagai hasil pengembalian atas investasi.
Manajemen perlu mengetahui hasil pengembalian operasi atas sumber daya yang
digunakan oleh sebuah segmen. Investasi dapat dipandang layak dari aspek
finansial, jika memenuhi syarat ROI > 0, dan standar yang baik untuk rasio ini
adalah 6 (Munawir 1996). ROI dapat diformulasikan sebagai berikut:
10
%100... xAktivaTotalbersihLabaROI =
b. Net Provit Margin (NPM)
Rasio ini biasanya disebut sebagai marjin laba atas penjualan (provit margin on
sales). Rasio ini dapat dipengaruhi oleh intensitas modal dalam industri tempat
perusahaan bergerak (Weston & Copeland 1995).. Perusahaan-perusahaan dalam
industri yang sangat padat modal seperti baja, mobil, dan kimia mungkin
mempunyai perputaran penjualan terhadap aktiva yang lebih rendah. Untuk
memperoleh pengambilan atas modal atau ekuitas yang sama, diperlukan hasil
pengambilan atas penjualan yang lebih tinggi. Standar yang baik untuk rasio ini
adalah 4 (Munawir 1996). NPM dapat diformulasikan sebagai berikut:
%100..
. xbersihPenjualan
bersihLabaNPM =
Machine (Mesin)
Mesin merupakan media untuk mengubah input menjadi output. Oleh sebab itu
kondisi mesin harus dapat dipertahankan dengan baik. Produk yang memiliki nilai
tambah adalah produk yang berkualitas, harganya terjangkau, dan tersedia pada saat
konsumen membutuhkan. Ketiga kriteria tersebut dapat dicapai apabila perusahaan
mampu melakukan efisiensi terhadap proses. Efisiensi dapat tercapai apabila kesiapan
dan keandalan pabrik dapat dijaga dengan baik, termasuk kontinuitas proses produksi
(Supandi 1983). Keberadaan mesin merupakan penunjang tercapainya ketiga kriteria
tersebut.
Penilaian terhadap mesin dapat dilakukan dengan melihat keandalan mesin
dalam bekerja. Mesin yang sering rusak, menyebabkan pelaksanaan produksi
terganggu. Indikator penilaian keadaan mesin dapat dilihat dari indikator sebagai
berikut:
a. Allocated Downtime adalah waktu yang dialokasikan untuk terhentinya proses
produksi, dikerenakan mesin harus diperiksa, dibersihkan & diperbaiki.
11
b. Accident Lost Time adalah waktu terhentinya kegiatan proses produksi secara
tiba-tiba, dikarenakan mesin rusak atau terjadi kecelakaan.
Material (Bahan Baku)
Keberadaan material menentukan kualitas dari produk yang dihasilkan. Material
untuk membuat asam lemak adalah RBD Stearin yang terbuat dari minyak kelapa
sawit kasar, yang sering disebut dengan CPO (Crude Palm Oil) yang diperoleh dari
pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Minyak ini diperoleh dari proses
pengempaan daging buah kelapa sawit (Mesocarp). Kelapa Sawit adalah tanaman
yang termasuk kedalam famili Palmae. Tanaman ini merupakan tanaman berkeping
biji satu, dimana dari buah yang dihasilkan dapat diolah menjadi Minyak Inti Sawit
(PKO) yang berasal dari biji sawit dan Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO). Minyak
kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk produk pangan dan sebagai bahan baku
industri non pangan. Oleokimia merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh
minyak kelapa sawit.
Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) merupakan bahan pangan sumber
karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah jingga. Minyak sawit
ini mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan
berbentuk semi solid pada suhu ruang. Proses pengolahan kelapa sawit dapat
dilakukan dengan beberapa tahapan yang terdapat pada Gambar 1. Proses diawali
dengan sterilisasi dan perontokan. Sterilisasi bertujuan untuk menghentikan aktivitas
enzimatis guna mengurangi kerusakan bahan akibat penguraian minyak menjadi asam
lemak bebas, mengumpulkan protein dalam buah supaya tidak ikut terekstrak pada
waktu pengepresan, membunuh mikroba, pengawetan dan memudahkan perontokan
buah. Proses ini dilakukan dengan merebus tandan buah kelapa sawit, lalu
dimasukkan kedalam mesin perontok. Proses dilanjutkan dengan melakukan
pengempaan dengan cara memasukkan sawit ke dalam tangki penghancur yang
dibantu dengan uap air panas yang akan menghasilkan jladren. Kemudian jladren
dimasukkan kedalam alat pengepres yang berbentuk silinder tegak. Pengepressan
dilakukan pada tekanan sebesar 200–300 kg/cm2 dengan kecepatan 5 sampai 6 kali
12
per menit. Proses perebusan untuk memecahkan struktur emulsi, memasak minyak
dan memisahkan kotoran dan air dari minyak. Pendinginan selama 3 jam akan
memisahkan minyak dari kotoran dan air yang terjadi akibat perbedaan jenis air
antara minyak dan fasa yang lain, sehingga minyak akan terapung karena memiliki
bobot jenis yang lebih kecil. Langkah selanjutnya adalah proses penjernihan yang
bertujuan untuk menghilangkan warna yang tidak diinginkan dan memperpanjang
masa simpan, melalui pemasakan dengan uap selama 60 menit dan didinginkan
selama 60 menit. Pemanasan juga bertujuan untuk mencegah pembekuan minyak
pada proses selanjutnya. Alat yang digunakan adalah Klarifikator. Proses akhir adalah
proses penyaringan yang dilakukan untuk memisahkan kotoran dan air yang akan
dikembalikan ke dalam tangki pengendapan, sementara minyak bersih akan
dipompakan ke dalam tangki penimbun. Alat yang digunakan adalah alat penyaring
sentrifugal yang dilengkapi dengan pipa uap untuk memanaskan minyak sawit agar
tidak membeku.
Bentuk semi solid minyak sawit mentah disebabkan oleh kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, sekitar 50% asam lemak yang ada merupakan asam lemak jenuh
dengan komponen utama asam palmitat, sekitar 40% asam lemak tidak jenuh tunggal
(asam oleat) dan sekitar 10% asam lemak tidak jenuh jamak (asam linoleat). Asam
palmitat bentuk bebas dan bentuk terikat sebagai monopalmitin,dipalmitin dan
tripalmitin memiliki titik leleh yang relatif tinggi (di atas 60oC), sehingga pada suhu
ruang senyawa tersebut berbentuk padat.
Penilaian kinerja berdasarkan bahan yang dipergunakan, akan mengacu kepada
standar mutu bahan baku. Standar mutu merupakan hal yang penting untuk
menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa parameter yang menentukan
standar mutu, yaitu : warna, Iodine Value (IV), kandungan Free Fatty Acid (FFA),
Acid Value (AV), Saponification value (SV) dan kandungan moisture & impurities.
13
Penimbangan
PerebusanT=140 oC; t = 75-90 mnt
P=2.8-3.0 kg/cm3
PenebabanV=23-25 rpm
PelumatanT=90-95 oC ; t=30 mnt
PengepresanT=90-95oC ; P=250Kg/cm2
V=6 press/menit
Tandan Buah Segar
Pengendapan
Penyaringan
Uap PanasKondensat
Uap
Tandan Kosong
Air Panas(T=90-95oC)
Cake(Serabutdan biji)
Kotoran
AirPengencer
Ampas Saring
Ampas Saring
1
1
Pengendapan
KlarifikasiT=90-95oC ; t=4-5 jam
PengendapanSludge
T=90-95oCt=1 jam
PemisahanSludge
T=90-95oC
Sludge
PengendapanMinyak
T=90-95oCt=1 jam
PenjernihanT=90-95oC
PengeringanMinyak
T=90-95oC
CPO
AirNOS
Uap
MinyakKutipan
Gambar 1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit
RBD Stearin adalah Stearin dari minyak sawit yang sudah memperoleh
perlakuan proses refined (pemurnian), bleaching (pemucatan) dan proses
Deodorized (penghilangan bau), aliran proses pengolahan CPO menjadi RBD Stearin
dapat dilihat pada Lampiran 3. Spesifikasi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1,
sedangkan bahan baku dan bahan penolong yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 1. Standar Bahan Baku yang dipergunakan
Bahan Baku
Warna IV ( gram I2 / 100 gram )
FFA ( % )
SV ( mg KOH / gr )
Moisture & Impurities
( % ) Yellow Red
RBD Stearin
30 0.3 32 min 0.2 m1x - 0.15
Sumber : PT. X (2004)
14
Tabel 2. Bahan Baku dan Bahan Penolong yang digunakan
Jenis Bahan Baku / Penolong
Penggunaan Per Tahun
Bentuk Sifat Bahan
Sumber Bahan
Sistem Simpan
Bahan Baku : CPO 67 000 ton Cair Non B3 Domestik tangki Bahan Penolong
NaOH 44.2 ton Padat Korosif Domestik Tangki fiber HCl 67.5 ton Cair Beracun Domestik Drum Plastik Filter Aid 66.4 ton Cair Beracun Domestik Drum Plastik Hydrazine 8.1 ton Cair Beracun Domestik Drum Plastik Ca (OH)2 37.8 ton Padat Iritant Domestik Karung Na2CO3 17.2 ton Padat Beracun Domestik Karung Act. Carbon 27.0 ton Padat Beracun Domestik Karung Tawas 1.1 ton Padat Beracun Domestik Karung Kaporit 1.7 ton Padat Beracun Domestik Karung Pbo 8 000 ton Padat Beracun Domestik Kaleng Zno 4 000 ton Padat Beracun Domestik Kaleng Katalis Nikel ( Ni ) 64.8 ton Padat Beracun Impor Drum Sumber: PT. X (2004)
Standar kualitas dan spesifikasi bahan baku inilah yang dijadikan dasar sebagai
indikator penilaian kinerja berdasarkan aspek material.
Method ( Metode )
Proses pengolahan RBD Stearin menjadi asam lemak, terdiri dari proses Fat
Spliting / Hidrolisis, hidrogenasi, pemurnian dan fraksinasi.. Jalur utama produksi
yang dipakai adalah proses hidrolisa / flat splitting, tahap pemurnian asam stearat dan
tahap pemurnian gliserin. Tahap pemurnian asam stearat terdiri atas unit hidrogenasi
dan unit distilasi asam lemak. Sedangkan tahap pemurnian gliserin terdiri atas unit
pre treatment, unit evaporasi dan unit distilasi gliserin. Jalur produksi dapat dilihat
pada Gambar 2.
15
Distilat I
Pemisahan Lemak
Hidrogenasi
Distilasi
Suhu 265 CTekanan 60 Bar
Suhu 200 CTekanan 22 Bar
Suhu 190 - 200 CTekanan 3 milibar
RBD StearinAir Kondensat
Asam Lemak KasarGliserin Encer
Asam Lemak KasarHidrogen
Nikel - Katalis
Asam Lemak yangDijenuhkan
Asam Lemak yangDijenuhkan
Distilat IIResidu
Fraksinasi
Bahan Lain
Bahan Lain
Distilat II Asam StearatKemurnian >99%
Pembutiran
Asam StearatKemurnian > 99%
Distilat I Penyerpihan
Asam StearatKemurnian < 99%
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Asam Stearat
Sumber: PT. X (2004) Market ( Pasar )
Penilaian terhadap kinerja pemasaran, dapat dilakukan dengan menghitung
efektivitas pasar perusahaan (Susanto 2004). Di samping itu, market share (pangsa
pasar) juga dapat dijadikan sebagai indikator penilaian kinerja perusahaan. Semakin
16
besar pangsa pasar dan efektivitas pasar suatu kegiatan usaha, maka semakin baik
kinerja dari perusahaan tersebut.
Proses Produksi Asam stearat dari RBD Stearin dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Fat Splitting ( Pemisahan lemak ) / Hidrolisa
Pada proses ini bahan baku minyak yaitu RBD Stearin (Stearin Kasar)
direaksikan dengan air (condensate water) didalam sebuah menara pemisah
(splitting tower) pada suhu 265 oC dengan tekanan 60 bar, sehingga terjadi reaksi
hidrolisa antara trigliserida yang terkandung dalam RBD Stearin dengan air.
Dalam reaksi hidrolisa, minyak dan lemak akan diubah menjadi asam lemak
bebas dan gliserol (Ketaren 1986). Minyak RBD Stearin atau stearin masuk pada
bagian bawah tower, sedangkan air kondensat masuk dari bagian atas tower.
Hasil reaksinya adalah :
1. Asam Lemak Kasar (Crude Fatty Acid), yaitu asam stearat yang masih
mengandung asam lemak tak jenuh, yang keluar dari bagian atas tower
2. Glicerol yang berupa Gliserin Encer (Sweet water), yaitu gliserin yang masih
banyak mengandung air dan pengotor yang keluar pada bagian bawah tower.
Rumus Kimia reaksi hidrolisa dapat dilihat pada Lampiran 4.
b. Proses Hidrogenasi
Crude Fatty Acid direaksikan dengan gas Hidrogen (H2) dibantu dengan nikel
katalis untuk mempercepat reaksi (Katalisator). Adapun kebutuhan gas hidrogen
tersebut diperoleh dari proses elektrolisa air pada electrolizer plant. Proses
hidrogenasi asam lemak ini dilakukan dalam sebuah reaktor atau autoclave yang
dilengkapi dengan mixer pada suhu hingga ±200 oC dan tekanan mencapai 22
bar. Setelah dilakukan filtrasi kemudian diperoleh asam lemak yang dijenuhkan
(hydrogenated fatty acid) yang untuk selanjutnya dilakukan proses distilasi.
c. Distilasi Asam Lemak
Pada tahapan ini asam lemak yang dijenuhkan dilakukan proses distilasi untuk
memperoleh fatty acid dengan komposisi dan kemurnian yang lebih baik. Proses
ini berlangsung pada sebuah vessel (elembic) pada tekanan vacum ± 3 millibar
17
dan suhu 190–200 oC. Distilat I pada proses distilasi ini selanjutnya dilakukan
tahap flaking untuk diubah menjadi flake (serpih) kemudian disimpan dalam silo
untuk seterusnya dikemas dalam karung seberat 25 kg atau 500 kg dengan
berbagai tipe seperti SA 1800, SA 1801, SA 1806 dan lain-lain, yang
spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 5. Residu dari proses distilasi ini sebelum
ditampung dalam sebuah tangki, diuapkan terlebih dahulu dalam residu distiler
sehingga diperoleh distilat II untuk diproses lagi sedangkan residunya sendiri
selanjutnya di kemas.
d. Proses Fraksinasi
Proses fraksinasi asam lemak dimaksudkan untuk memisahkan komponen-
komponen asam lemak yang berasal dari PKO dan CPO. Dengan fraksinasi
campuran asam lemak dapat dipisahkan berdasarkan panjang rantai karbonnya
menjadi bahan-bahan yang relatif murni (kemurnian > 99%). Alat utama terdiri
dari satu kolom untuk menghilangkan air dan gas dan tiga kolom fraksinasi.
Ketiga kolom fraksinasi dapat dirangkai dengan berbagai cara (seri, paralel dan
seri paralel), sesuai dengan komposisi bahan masuk dan hasil yang dikehendaki.
Dari masing-masing kolom akan keluar hasil atas (precut), hasil tengah (distilat)
dan hasil bawah (sump) dengan kemurnian tertentu. Untuk menghindari
kerusakan karena terlalu panas, fraksinasi harus dijalankan pada tekanan tertentu
agar bahan menguap pada suhu rendah. Untuk pengoperasian kolom tersebut
diperlukan alat pembantu berupa sistem vakum, alat pemanas dan alat pendingin.
Penilaian terhadap metode yang dipilih, juga memiliki indikator penilaian lain,
yaitu kualitas keluaran proses, dimana setiap selesainya suatu tahapan proses, akan
dilakukan audit terhadap output. Hasilnya merupakan indikator keberhasilan suatu
proses. Prosentase Down Grade, yaitu prosentase jumlah produk yang harus turun
kelas (Grade), karena suatu kesalahan, yang sebagian besar diakibatkan oleh proses,
juga menjadi indikator keberhasilan suatu proses.
18
Manajemen
Manajemen didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian pekerjaan anggota organisasi, serta pengendalian
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Aktivitas ini dapat dinilai
dengan cara melihat sejauh mana program dan sasaran yang telah ditetapkan dapat
dilaksanakan dengan baik. Manajemen dapat dinilai berdasarkan aspek yang lain,
yaitu: manajemen keuangan, manajemen personalia, manajemen operasi, dan
manajemen pemasaran. Keempat aspek tersebut masuk kedalam aspek Man, Money,
Machine & Market.
Environment (Lingkungan)
Penilaian terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan melihat prosentase limbah
yang dihasilkan oleh industri asam lemak, dan melakukan penilaian terhadap
pelaksanaan pengolahan limbah. Indikator penilaian terhadap lingkungan berupa
level untuk limbah cair, limbah gas dan kebisingan.
C. Asam Stearat (Stearic Acid)
Asam stearat merupakan komponen kecil dari Minyak dan lemak. Sebelum
membahas asam stearat secara detail, maka perlu kiranya untuk mengetahui perihal
minyak dan lemak. Lemak (lipid) adalah semua yang larut dalam pelarut non polar.
Secara umum lipid diklasifikasikan menjadi 3, antara lain:
a. Trigliserida. Disebut sebagai lemak, minyak, yang merupakan gabungan dari
Gliserol dan Asam Lemak
b. Fosfatida. Gliserol masuk kedalam fosfatida, yaitu asam lemak, asam fosfat dan
senyawa N
c. Lilin / Malam. Lilin merupakan gabungan dari alkohol dan asam lemak.
Senyawaaan ini terdapat dalam jumlah kecil di dalam asam lemak kasar (crude
oil).
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya, mengandung
sejumlah kecil komponen selain trigliserida, antara lain: lipid kompleks (lesithin,
19
cephalin), Sterol, Asam lemak bebas, pigmen dan hidrokarbon. Komponen tersebut
mempengaruhi warna dan flavour produk, serta berperan dalam proses ketengikan.
Lipid dalam bahan pangan dapat dipisahkan dari persenyawaan lain dengan proses
ekstraksi yang menggunakan pelarut. Fraksi yang larut disebut lemak kasar, yang jika
dilarutkan dengan natrium hidroksida akan membentuk sabun. Tidak semua lemak
kasar dapat larut dengan NaOH, seperti Sterol, hidrokarbon dan pigmen.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa asam lemak merupakan
komponen pembentuk lemak. Asam lemak dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Asam Lemak Jenuh
Asam lemak ini tak memiliki ikatan rangkap, dan biasa disebut sebagai lemak
(fat). Asam lemak ini akan padat pada suhu kamar, dan sebagian besar berasal
dari hewani. Asam Stearat dan Asam Palmitat merupakan contoh dari asam
lemak jenuh
b. Asam Lemak tak Jenuh
Asam lemak ini memiliki ikatan rangkap, yang biasa disebut sebagai oil.
Bentuknya cair pada suhu kamar. Asam lemak ini sebagian besar terdapat dalam
minyak nabati. Contohnya : Asam Linoleat dan Asam linolenat.
Asam stearat merupakan salah satu contoh dari asam lemak, yang memiliki
rantai hidrokarbon yang panjang, dan mengandung gugus karboksil pada satu
ujungnya, dan gugus metil pada sisi yang lain. Asam stearat (CH3(CH2)16COOH),
merupakan asam lemak jenuh, yang akan padat pada suhu kamar, dan tidak memiliki
double bounds diantara atom karbon yang bersebelahan dengannya. Hal ini berarti
rantai hidrokarbonnya fleksibel. Asam Stearat dapat terpisah pada suhu rendah
(pendinginan). Gambaran molekul asam stearat dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Asam Stearat
Sumber: www.cheric.org
20
Adapun komposisi asam lemak dari minyak sawit kasar (CPO) dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar
Jenis asam lemak Persen komposisi
Asam laurat (C12:0) 0–0.4
Asam meristat (C14:0) 0.6–1.7
Asam Palmitat (C16:0) 41.1–47.0
Asam stearat (C18:0) 3.7–5.6
Asam oleat (C18:1) 38.2–43.6
Asam linoleat (C18:2) 6.6–11.9
Asam linolenat (C18:3) 0.0–0.6
Sumber : Pantzaris (1997)
Produk utama yang dihasilkan oleh industri oleokimia yang dikaji, dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel. 4. Produk Utama Industri Oleokimia
No Nama Produk Kapasitas /
Ton
Bentuk Sifat
Produk
Sistem
Penyimpanan
1 Asam Stearat 92 500 Padat Netral Gudang terbuka
2 Stabilizer 32 000 Padat Netral Gudang tertutup
3 Fraksinasi 10 000 Padat Netral Gudang tertutup
4 Gliserin 9000 Padat Netral Gudang tertutup
Sumber. PT. X (2004)
Produk asam stearat yang dihasilkan oleh perusahaan, harus memenuhi
beberapa spesifikasi, antara lain:
a. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak (Ketaren
21
1986). Bilangan ini digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak dan lemak. Dilakukan dengan cara melarutkan lemak
dengan alkohol eter dan diberi indikator phenolphthalein, lalu dititrasi dengan
larutan KOH 0,5 N sampai terjadi perubahan warna merah jambu yang tetap,
dimana besarnya bilangan asam tergantung kemurnian dan umur minyak atau
lemak tadi.
contohgramKOHxKOHxNmlasamBilangan
.1,56... =
Faktor 56,1 adalah bobot molekul larutan KOH. Apabila dipergunakan NaOH
untuk titrasi, maka factor tersebut menjadi 39,9.
b. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram larutan alkali (KOH) yang
diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak (Ketaren 1986).
Pada proses ini tiga molekul KOH akan bereaksi dengan satu molekul minyak
atau lemak.
contohgramHClHClxNmlKOHKOHxNmlpenyabunanBilangan
.)..).(..(1,56. =
Selain menggunakan KOH dengan berat molekul 56.1, dapat pula digunakan
larutan NaOH dengan berat molekul 39.9.
c. Bilangan Iod
Bilangan Iod adalah jumlah (gram) Iod (I2) yang diikat oleh 100 gram lemak.
Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi
dengan Iod atau senyawa-senyawa iod (Ketaren 1986). Bilangan Iod ditetapkan
dengan melarutkan sejumlah contoh minyak atau lemak (0.1-0.5 gr) dalam
kloroform atau karbon tetraklorida, lalu ditambahkan halogen secara berlebihan.
Bilangan ini digunakan untuk menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak.
Spesifikasi produk asam stearat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5.
22
Tabel 5. Spesifikasi Produk Asam Stearat
Tipe Bilangan
asam
(AV)
Bilangan
penyabunan
(SV)
Bilangan
Iod (IV)
Warna red /
yellow
(maks)
Kandungan
C18
1800 208-213 209-214 0.5 max 1.5/0.3 30-38
1801 208-213 209-214 1.0 max 2.0/0.5 30-38
1806 208-214 209-215 3.0 max 1.5/5.0 30-40
1810 207-214 208-215 6.0 max 10/2.0 -
1840 207-212 208-213 0.5 max 2.0/0.5 40-45
1850 204-209 206-210 1.0 max 2.0/0.5 47-52
CAND 01 212-217 213-218 1.0 max 2.0/0.5 -
1860 201-209 202-210 1.0 max 3.0/0.5 57-62
1865 200-208 201-209 1.0 max 3.0/0.5 62-68
1890 195-205 195-206 1.5 max 5.0/1.0 90 min
Sumber. PT. X (2004)
D. Teknik Pengukuran Kinerja
Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam melakukan pengukuran kinerja.
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja industri
secara cepat adalah teknik “studi kapabilitas jangka pendek (short term capability
study”. Studi ini berguna untuk mempelajari kondisi suatu proses seiring berjalannya
waktu apakah tetap akurat dan tetap berada dalam spesifikasi (standar) yang telah
ditentukan (Alsup & Watson. 1993).
Salah satu parameter sederhana yang sering digunakan dalam studi kapabilitas
jangka pendek adalah akurasi (Alsup dan Watson, 1993). Akurasi adalah kedekatan
nilai pengukuran terhadap nilai standar (PBM-SIG. 1995). Aurasi juga didefinisikan
sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average) dengan nilai standar (Alsup
& Watson, 1993). Akurasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
23
TrueValueAverageAccuracy −=
Selanjutnya nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai
standar kualitas yang dapat diterima (acceptability). Dalam praktek rentang nilai
akseptabiltas bervariasi antara ± 0.01 % sampai dengan ± 10 % (Besterfield 1990).
Jika akurasi masih berada dalam rentang standar maka nilai variasi diterima, dan
sebaliknya jika akurasi melebihi nilai standar maka nilai variasi tidak diterima
Teknik lain yang digunakan untuk memperoleh bobot sebagai acuan untuk
penilaian akhir adalah teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
Teknik ini dilakukan dengan cara manipulasi matriks. Matriks yang diperoleh
digunakan untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai
eigen pada prosedur sebagai berikut (Marimin 2004) :
1. Kuadratkan matriks tersebut
2. Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi
3. Hentikan proses ini, jika perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-
turut lebih kecil dari suatu nilai base tertentu.
Berdasarkan nilai eigen yang diperoleh, maka akan diketahui bobot dari masing-
masing kriteria yang sesuai dengan besar pengaruhnya.
Metode lain yang dapat dipergunakan adalah pembobotan biasa. Setiap kriteria
diberikan bobot yang besarnya tergantung kepada hasil penilaian pakar mengenai
pengaruh setiap kriteria terhadap penilaian proses. Pada skala penilaian si penilai
memberi angka pada suatu kontinum dimana individu atau objek akan ditempatkan,
dan sebaiknya penilai hendaklah orang-orang yang mengetahui bidang yang dinilai
(Nazir 1988).
Skor yang diperoleh untuk setiap kriteria akan dikalikan dengan bobot, dimana
hasilnya akan diinterpretasikan kedalam interval penilaian yang telah ditentukan
sebelumnya. Ukuran interval adalah suatu pemberian angka kepada set dari objek
yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yaitu jarak
yang sama pada pengukuran interval yang memperlihatkan jarak yang sama dari ciri
atau sifat objek yag diukur (Nazir 1988).
24
E. Pendekatan Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang
berkaitan satu sama lain yang berusaha untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu
lingkungan yang kompleks (Marimin 2004). Pendekatan sistem muncul karena
adanya kenyataan yang mendasar dari persoalan aktual yaitu kompleksitas, dimana
unitnya adalah keragaman. Keragaman yang begitu besar tidak dapat dikaji atau
dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Oleh karena itu teori sistem
menyatakan bahwa kesisteman adalah meta konsep, dimana formalitas dan proses
dari keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan (Eriyatno
1999). Pendekatan sistem merupakan suatu kerangka berfikir yang berusaha mencari
perpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh.
Menurut Simatupang (1994), sistem mencakup lima unsur utama yaitu :
(1) Elemen-elemen
(2) Interaksi antar elemen
(3) Adanya suatu faktor yang mengikat elemen-elemen menjadi satu
kesatuan
(4) Adanya tujuan bersama
(5) Berada dalam lingkungan yang kompleks
Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem
terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi analisis, rekayasa
model, implementasi rancangan, dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses
tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang guna mengetahui apakah hasil dari
masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.
F. Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)
Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam
Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi
informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik
pokok yang melandasi teknik Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah :
25
a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan.
b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda.
c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang
d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan
berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.
Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi
SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan
tersebut terdiri dari tujuh tehapan (Marimin 2004):
1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan)
2. Mendefinisikan persoalan
3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras
4. Menggunakan model
5. Memelihara sistem.
III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan gambaran industri oleokimia saat ini, dibutuhkan upaya untuk
meningkatkan kinerja industri tersebut, mengingat peluang pasar untuk sektor industri
ini masih terbuka lebar. Industri oleokimia menghadapi berbagai masalah, baik
eksternal yang berkenaan dengan kebijakan ekspor, misalnya tarif bea masuk yang
terlalu tinggi akan berakibat pada menurunnya harga asam stearat dibawah harga
normal 500 US dolar per ton (Tempo 2004). Selain itu terdapat pula masalah
internal, yaitu teknis produksi yang berkaitan dengan rendahnya tingkat
produktivitas, dan masalah manajemen yang berkaitan dengan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan industri, misalnya saat ini banyak industri asam stearat
yang menghasilkan produk reject, sementara itu mereka harus mengeluarkan biaya
yang besar untuk melakukan recycle terhadap produk reject tersebut. Upaya-upaya
peningkatan kinerja tersebut bermuara pada cara memperbaiki dan meningkatkan
produktivitas serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan industri oleokimia.
B. Rancang Bangun Sistem Penilaian Kinerja
Metode yang digunakan dalam rancang bangun sistem penilaian kinerja industri
asam stearat, melalui pendekatan sistem. Tahapan dalam pendekatan sistem, yang
meliputi (1) analisis faktor kondisi ideal, (2) penetapan indikator penilaian kinerja,
(3) rancang bangun model, (4) validasi model, (5) penerapan penilaian kinerja, dan
(6) penyusunan rekomendasi perbaikan.
Analisis Faktor Kondisi Ideal Industri Asam Lemak
Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor yang menunjang kondisi ideal dari
industri oleokimia, khususnya Asam Stearat, melalui deskripsi tujuan, kebutuhan
pengguna data, pengumpulan data dan informasi mengenai kelayakan perusahaan.
Analisis ini akan mencari secara selektif apa saja yang dibutuhkan dari masing-
masing pelaku yang terlibat dalam sistem. Analisis dilakukan melalui studi pustaka,
27
penelitian langsung, maupun wawancara dengan para pakar terkait. Melalui analisis
ini akan diperoleh data berkenaan dengan kondisi-kondisi yang dianggap paling
menentukan keberhasilan dari aktivitas produksi asam stearat. Kerangka pemikiran
konseptual rancang bangun penilaian kinerja industri asam stearat dapat dilihat pada
Gambar 4.
MULAI
Analis is Faktor-faktor untuk KondisiIdeal Industri Asam Lem ak dari M inyak
Sawiit
Penetapan Indikator Penila ian K inerja
Rancang Bangun Model s istem penila ianK inerja pada Industri
Asam Lem ak dari M inyak Sawit
ValidasiTidak
Ya
Pengum pulan DataKondis i Saat In i
Penila ian K inerja
PenyusunanRekom endasi
Perba ikan
Rekom endasi
SELESAI
Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual Rancang Bangun
Penilaian Kinerja Industri Asam Lemak
28
Penetapan Indikator Penilaian Kinerja
Indikator penilaian kinerja ditetapkan berdasarkan hasil analisis faktor ideal
industri asam lemak dan identifikasi sistem penilaian. Penelitian akan melihat faktor-
faktor untuk aspek manusia, finansial, mesin, bahan baku, metode, pasar, manajemen
dan lingkungan Variabel penetapan nilai didasarkan kepada studi literatur dan
pendapat para pakar yang terkait dengan delapan aspek penilaian kinerja. Melalui
aktivitas ini, diharapkan dapat memperoleh output indikator penilaian kinerja
perusahaan secara lengkap yang melihat kedelapan aspek penilaian “7M1E”, yang
dapat dijadikan dasar untuk membuat perumusan model penilaian kinerja.
Perumusan Model Penilaian Kinerja
Pemodelan sistem merupakan tahapan untuk memperoleh korelasi antara
masukan dan keluaran sistem, melalui proses pemahaman sistem yang sudah ada, dan
memanfaatkan informasi yang diperoleh untuk membuat model yang akan dirancang,
sehingga diharapkan sistem yang dibuat, benar-banar merepresentasikan kondisi yang
sesungguhnya.
Validasi Sistem Penilaian Kinerja
Validasi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi industri dengan cara
membandingkan aktivitas penyeleggaraan industri terhadap model yang dibuat.
Validasi akan dilaksanakan pada industri asam stearat. Dalam penelitian ini
diupayakan adanya validasi dengan data primer yang dilakukan pada industri asam
stearat.
Penilaian Kinerja
Penilaian merupakan aktivitas implementasi sistem, dimana sistem yang sudah
dibuat, akan diuji cobakan pada data annual report yang diperoleh dari perusahaan.
Output dari penilaian ini adalah hasil dari proses data, sehingga dapat menilai kinerja
perusahaan berdasarkan aspek manusia, finansial, mesin, bahan baku, metode, pasar,
manajemen dan lingkungan.
29
Penyusunan Rekomendasi Perbaikan
Rekomendasi perbaikan didasarkan pada output penilaian. Rekomendasi dibuat
untuk mengatasi kesenjangan antara model dan data operasional di industri. Faktor
eksternal yang terdiri dari faktor ekonomi, soaial dan lingkungan menjadi indikator
penting dalam penilaian. Disamping itu juga penilaian dapat menelusuri faktor
internal industri asam stearat . Berdasarkan penelusuran inilah dapat diketahui titik
kritis yang menyebabkan rendahnya kinerja industri asam stearat. Rekomendasi akan
diberikan kepada variabel kritis hasil penilaian kinerja, sehingga perusahaan dapat
melakukan perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja industri tersebut.
Pengelolaan industri asam stearat dapat dikelompokkan menjadi dua subsistem,
yaitu lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan internal industri adalah
pabrikasi, keuangan, formasi SDM, dan pemasaran. Aspek pabrikasi, terdiri dari
beberapa tahapan stasiun kerja, yaitu stasiun bahan baku, pemisahan lemak,
hidrogenasi, distilasi, fraksinasi, beading, penyerpihan, pengemasan dan analisa
kualitas produk. Seluruh subsistem tersebut akan saling berinteraksi antara satu
dengan lainnya. Lingkungan eksternal industri, terdiri dari ekonomi, sosial dan
kebijakan lingkungan. Sistem pengelolaan industri dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Sistem Pengelolaan Industri Asam Stearat
Penyusunan sistem penilaian kinerja industri, modelnya disusun dengan
menggunakan standar yang mungkin dicapai oleh sebagian besar industri asam
BAHANBAKU PROSES PRODUK
RBDSTEARIN
- PABRIKASI- KEUANGAN- TEKNOLOGI- SDM- MANAJEMEN
- ASAM STEARAT- PEMASARAN
INT ERNAL
EKST ERNAL
SOSIAL
EKONOM I
LINGKUNGAN
30
stearat. Model ini kemudian divalidasi pada industri asam stearat yang ada.
Kesenjangan antara data primer dengan standar ideal yang digunakan akan
menentukan posisi perusahaan dalam penilaian kinerja. Berdasarkan kesenjangan
komponen tersebut, maka dapat dikemukakan rekomendasi untuk perbaikan kinerja
industri asam stearat. Rancangan sistem penilaian kinerja industri asam stearat dapat
dilihat pada gambar 6, yang menunjukkan aspek yang menjadi kriteria penilaian
kinerja perusahaan, dimana aspek yang berada dalam segitiga , merupakan aspek
internal, sementara itu aspek yang berada pada ketiga sudutnya, merupakan aspek
eksternal penilaian kinerja. Rancangan sistem penilaian kinerja industri asam stearat
ini dapat dilihat pada Gambar 6.
LINGKUNGAN
SISTEMPENILAIANKINERJA
INDUSTRI ASAMSTEARAT
MESINMANUSIA
KEUANGAN
MATERIAL METODE
PASAR MANAJEMEN
EKONOMI
SOSIALLINGKUNGAN Gambar 6. Rancangan Sistem Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat
C. Tata Laksana
1.Pengumpulan Data
Data untuk penelitian ini diperoleh dengan menggunakan data primer dan data
sekunder. Data Primer diperoleh melalui :
Wawancara : Mewawancarai orang yang dikategorikan sebagai pakar, baik pakar
internal maupun eksternal
• Pengamatan ke lokasi kegiatan industri, sehingga diperoleh laporan tahunan
perusahaan, yang diperoleh dari setiap departemen yang ada di perusahaan
tersebut.
31
Data sekunder adalah data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Studi literatur dan visualisasi
sebagai pendukung teori dari penelitian yang dilakukan. Tujuan dari studi pustaka
adalah untuk memberikan kerangka berpikir, berupa teori-teori atau kajian-kajian
ilmiah, yang diperlukan didalam pelaksanaan penelitian, sehingga diperoleh
pegangan atau landasan ilmiah yang berguna sebagai bahan referensi ataupun juga
sebagai titik tolak pembanding terhadap hasil dari penelitian.
2. Perancangan Sistem
Perancangan sistem dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain :
a. Perancangan Model
Tahapan ini dilakukan dengan menguraikan proses penilaian kinerja, dimulai dari
penentuan variabel, sampai kepada cara untuk memperoleh kesimpulan akhir dari
setiap variabel tersebut. Pada tahapan ini digunakan Flowchart System untuk
mempermudah merepresentasikan suatu sistem nyata kedalam model penilaian
kinerja.
b. Perancangan Input
Perancangan input dilakukan dengan mengklasifikasikan data yang akan
dijadikan masukan sistem, disamping itu juga penulis akan membuat rancangan
form yang akan dijadikan media untuk input data.
c. Perancangan Output
Perancangan yang dilakukan terhadap tampilan yang akan diperoleh pengguna,
baik di layar monitor maupun hasil copy.
d. Perancangan teknologi
Pemilihan teknologi, dapat berupa pemilihan perangkat keras, maupun perangkat
lunak. Perangkat lunak yang digunakan dalam membuat sistem penilaian kinerja
adalah Microsoft Visual Basic 6.0, Microsoft Access, Paint dan Crystal Report.
e. Perancangan Basis Data
Perancangan ini dilakukan untuk menyusun sistem penyimpanan data, dalam hal
ini data disimpan dengan bantuan aplikasi Microsoft Access.
32
f. Perancangan Pemeliharaan
Perangkat lunak yang dihasilkan, tentunya harus dapat digunakan untuk waktu
yang panjang, hanya saja ada kendala yang dihadapi, yaitu perubahan variabel
penilaian setap waktu , sesuai dengan perkembangan industri dan pengembangan
metode.
Keluaran dari kegiatan penelitian adalah suatu model penilaian kinerja industri
asam stearat yang dimanifestasikan dalam suatu program aplikasi dengan
menggunakan program Visual Basic 6.0, Microsoft Access & Cristal Report.
Program ini dipilih karena compatible dengan aplikasi Windows, sehingga dapat
dipergunakan dengan mudah.
3. Validasi Sistem dan Rekomendasi
Tahapan ini dilakukan dengan melakukan uji coba perangkat lunak yang telah
dibuat untuk industri asam stearat, berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan.
Dalam penelitian ini dilakukan validasi data primer yang dilakukan pada salah satu
industri asam stearat yang ada di pulau jawa. Keluaran yang diharapkan dari validasi
adalah perbandingan antara kondisi perusahaan terhadap model yang dirancang.
Apabila diperoleh penyimpangan antara data perusahaan dan standar ideal model,
maka hal inilah yang menjadi variabel kritis untuk membuat rekomendasi perbaikan
guna meningkatkan kinerja industri secara signifikan.
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Desember 2004 sampai Juli
2005. Tempat penelitian dilakukan di Industri Oleokimia, khususnya Asam Stearat,
yang berada di Jabotabek.
IV. PEMODELAN SISTEM
A. Rancang Bangun Sistem
Sistem dibangun berdasarkan tahapan tertentu, dimana setiap tahapan memiliki
kriteria penilaian kinerja. Hasil penilaian kinerja dari setiap kriteria tersebut akan
memberikan gambaran mengenai performansi dari setiap tahapan yang dilalui.
1. Model Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja industri asam stearat didasarkan kepada 3 penilaian kinerja,
antara lain : a. Penilaian internal
b. Penilaian eksternal
c. Penilaian keseluruhan.
Tahapan penilaian kinerja secara umum, dapat dilihat pada Gambar 7.
BAHAN BAKU
PROSES(Metode, Mesin, Manusia,Keuangan, Manajemen )
PRODUK JADI( Pasar, Kualitas & Grade
Produk )
PENILAIANKINERJAINTERNAL
PENILAIANKINERJAEKSTERNAL
PENILAIANKINERJAKESELURUHAN
KINERJA PERUSAHAAN
LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI
Gambar 7. Tahapan Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat
34
Model penilaian kinerja dapat digambarkan melalui diagram alir, dari setiap
tahapan yang dilalui. Penggunaan simbol didasarkan kepada standar simbol yang
digunakan dalam pembuatan diagram yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Tahapan
seluruh penilaian kinerja dapat dilihat pada Gambar 8.
MULAI
DATABASE PERUSAHAAN
SELESAI
PENILAIAN KINERJABAHAN BAKU
PENILAIAN KINERJAPROSES
PENILAIAN KINERJAPRODUK
PENILAIAN KINERJAFORMASI KARYAWAN
PENILAIAN KINERJAINTERNAL
PENILAIAN KINERJASOSIAL
PENILAIAN KINERJAEKONOMI
PENILAIAN KINERJALINGKUNGAN
PENILAIAN KINERJAEKSTERNAL
PENILAIAN KINERJAAKHIR
Gambar 8. Diagram Alir Penilaian Kinerja
35
Penilaian internal adalah penilaian terhadap kondisi yang mempengaruhi kinerja
perusahaan yang bersumber dari dalam perusahaan itu sendiri. Penilaian internal,
terdiri dari beberapa tahapan, antara lain :
a. Database perusahaan
Tahapan ini bukan merupakan penilaian , akan tetapi hanya memasukkan data
tahun, nama, dan lokasi dari industri yang akan dinilai. Data ini akan dijadikan
acuan dalam melakukan penilaian dari setiap tahapan yang akan dilalui.
b. Penilaian Bahan Baku
Penilaian terhadap kualitas bahan baku yang akan diproses. Penilaian dilakukan
terhadap kualitas dan kuantitas bahan baku. Hal ini perlu dilakukan, mengingat
grade produk asam stearat yang merupakan keluaran proses, sangat ditentukan
oleh keberadaan bahan baku yang diterima oleh perusahaan. Diagram alir
penilaian bahan baku dapat dilihat pada Gambar 9.
MULAI
PEMILIHAN MENU PENILAIANBAHAN BAKU
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITAS DANKUANTITAS BAHAN BAKU
PENILAIAN KINERJAPENYEDIAAN BAHANBAKU PERUSAHAAN
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
BAHAN BAKUPERUSAHAAN
- FREE FATTY ACID- IODIUM VALUE- WARNA- MOISTURE- IMPURITIES- JUMLAH TOTALMATERIAL- JUMLAH MTRL REJECT
SELESAI
Gambar 9. Diagram Alir Penilaian Kinerja Bahan Baku
36
c. Penilaian Proses
Penilaian ini berupa hasil audit terhadap output yang dihasilkan dari setiap
tahapan proses, beserta penilaian terhadap jumlah sumber daya manusia dari
setiap tahapan tersebut, disamping itu ada beberapa hal lain yang dinilai dalam
proses, yaitu kemampuan manajemen perusahaan dalam memberikan dukungan
terhadap kelancaran proses, antara lain : Manajemen personalia dan manajemen
operasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada penilaian proses ini terdapat
beberapa tahapan penilaian, antara lain : penilaian stasiun kerja, mesin,
personalia dan keuangan. Diagram alir penilaian kinerja proses dapat dilihat
pada Gambar 11.
d. Penilaian Produk
Penilaian terhadap kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan oleh
perusahaan. Penilaian terhadap produk dapat dilakukan dengan melihat jumlah
output produk yang memiliki grade tertinggi dan market share produk yang
dihasilkan oleh perusahaan. Diagram alir penilaian kinerja produk dapat dilihat
pada Gambar 10.
MULAI
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN KINERJA
PRODUK
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITAS,
GRADE & PASARPRODUK
PENILAIAN KINERJAPRODUK
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
PRODUK JADI
- IODIUM VALUE- W ARNA- PROSENTASEDOW NGRADE- EFEKTIVITASPEM ASARAN- M ARKET SHARE
SELESAI
Gambar 10. Diagram Alir Penilaian Kinerja Produk
37
MULAI
PEMILIHAN MENU PENILAIANSTASIUN PEMISAHAN LEMAK
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES
PENILAIAN KINERJA STASIUNPEMISAHAN LEMAK
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJAPEMISAHAN LEMAK
BILANGAN ASAMBILANGAN PENYABUNANSPLITTING RATIO
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN
HIDROGENASI
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES
HIDROGENASI
PENILAIAN KINERJA STASIUNHIDROGENASI
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
HIDROGENASI
BILANGANIODIN
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN DISTILASI
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITAS
KELUARAN PROSES DISTILASI
PENILAIAN KINERJA STASIUNDISTILASI
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
DISTILASI
AV, SV, IV,Warna & Titer
11
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN
FRAKSINASI
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES
PENILAIAN KINERJA STASIUNFRAKSINASI
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
FRAKSINASI
AV, SV, IV, Warna,Titer & FA Distribution
1
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN BEADING
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES
BEADING
PENILAIAN KINERJA STASIUNBEADING
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
BEADING
WARNA
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN
PENYERPIHAN
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES
PENYERPIHAN
PENILAIAN KINERJA STASIUNPENYERPIHAN
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
PENYERPIHAN
SERPIHAN
22
Gambar 11. Diagram Alir Penilaian Kinerja Proses
38
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN
PENGEPAKAN
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES
PENILAIAN KINERJA STASIUNPENGEPAKAN
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
PENGEPAKAN
PENGEPAKAN
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN MESIN
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN MESIN
PENILAIAN KINERJA MESIN
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
MESIN
ALLOCATED DOWNTIMEACCIDENT LOST TIME
PEMILIHAN SUB MENU PENILAIANPERSONALIA
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN PERSONALIA
PENILAIAN KINERJA STASIUNPERSONALIA
LAPORAN HASILPENILAIAN
PERSONALIA
FORMASIKARYAWANTK MANGKIR &TURNOVER
33
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN KEUANGAN
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KEUANGAN
PENILAIAN KINERJAKEUANGAN
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
FRAKSINASI
NET PROVITMARGIN (NPM)RETURN ONINVESTMENT (ROI)
3
PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN AKHIR KINERJA
PROSES
PENILAIAN KINERJA SELURUHPROSES
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
PROSES
2
SELESAI
39
Penilaian eksternal adalah penilaian terhadap kondisi yang mempengaruhi
kinerja perusahaan yang bersumber dari luar perusahaan itu sendiri. Penilaian
eksternal, terdiri dari beberapa tahapan, antara lain :
a. Penilaian Ekonomi
Penilaian ini dilakukan terhadap harga bahan baku dan harga produk di pasar
internasional, terhadap harga perolehan perusahaan. Penilaian dilakukan terhadap
deviasi harga tersebut. Bagan penilaian terhadap ekonomi dapat dilihat pada
Gambar 12.
MULAI
PEMILIHAN MENUPENILAIAN KINERJA
EKONOMI
INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN HARGA & BEA
MASUK
PENILAIAN KINERJAEKONOMI
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
EKONOMI
- HARGA PALM STEARIN INT- HARGA PALM OIL RBD INT- PROSENTASE BEA MASUK
SELESAI
Gambar 12. Diagram Alir Penilaian Kinerja Ekonomi
40
b. Penilaian Sosial
Penilaian ini dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam
memberikan kontribusi terhadap kondisi sosial di sekitar kawasan industri. Hal ini
merupakan kewajiban perusahaan bagi lingkungan sosial, yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah. Bagan penilaian terhadap sosial dapat dilihat pada Gambar 13.
MULAI
PEMILIHAN MENUPENILAIAN KINERJA
SOSIAL
INPUT DATAPARAMETER PENILAIAN
KINERJA SOSIAL
PENILAIAN KINERJASOSIAL
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
SOSIAL
BIAYAKEWAJIBANSOSIAL
SELESAI
Gambar 13. Diagram Alir Penilaian Kinerja Sosial
41
c. Penilaian Lingkungan
Proses produksi disamping meghasilkan produk, juga menyisakan limbah dan
kebisingan. Hal ini akan berdampak terhadap lingkungan yang ada di sekitar
industri. Tahapan ini dilakukan melalui penilaian terhadap kemampuan
perusahaan dalam mengelola limbah dan kebisingan, sehingga memperkecil
dampak yang terjadi terhadap keberadaan lingkungan disekitarnya. Diagram alir
penilaian kinerja lingkungan dapat dilihat pada Gambar 14.
MULAI
PEMILIHAN MENUPENILAIAN KINERJA
LINGKUNGAN
INPUT DATAPARAMETER PENILAIANKINERJA LINGKUNGAN
PENILAIAN KINERJALINGKUNGAN
LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA
LINGKUNGAN
HASIL PENILAIAN LIMBAHCAIR, LIMBAH GAS DANKEBISINGAN
SELESAI
Gambar 14. Diagram Alir Penilaian Kinerja Lingkungan
42
Metode penilaian kinerja industri oleokimia, berupa predikat yang
merepresentasikan kondisi setiap aspek yang dinilai. Penilaian kinerja perusahaan
secara keseluruhan, dapat dikategorikan menjadi 3 predikat, seperti terlihat pada
Tabel 6. Penilaian dilakukan setelah diperoleh hasil penilaian secara kualitatif dan
kuantitatif dari masing-masing aspek penilaian.
Tabel 6. Klasifikasi Skor Penilaian Kinerja Perusahaan
No Predikat 1 Baik 2 Sedang 3 Kurang Baik
Penilaian dikatakan “Baik” apabila input data kriteria penilaian sama dengan
standar yang telah ditetapkan. Penilaian “Sedang” apabila data yang diperoleh berada
dalam batas kritis standar ideal dan masih berada dalam batas toleransi, sementara itu
penilaian “Kurang Baik” akan diberikan jika data yang diperoleh berada diluar batas
toleransi yang telah ditetapkan. Persentase variasi yang digunakan adalah 10 %. Nilai
10 % merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable)
dalam dunia industri. Oleh sebab itu, jika data yang tersedia berada diluar batas
toleransi 10 %, maka hasil penilaiannya adalah ”Kurang Baik”.
Ada beberapa penilaian yang hanya menetapkan 2 predikat, yaitu Baik dan
Kurang Baik. Hal ini dilakukan apabila perusahaan menetapkan suaian sesak atau
standar dengan toleransi sekecil mungkin pada proses penilaian tersebut, hal ini dapat
dilihat pada penilaian stasiun distilasi dan fraksinasi.
Penilaian untuk keseluruhan kinerja perusahaan, merupakan penjumlahan dari
setiap aspek penilaian kinerja, dimana hasil penjumlahan tersebut dapat
merepresentasikan kinerja perusahaan selama kurun waktu satu tahun aktivitas usaha.
1.1. Indikator Penilaian Kinerja
Aspek penilaian kinerja, terdiri dari delapan aspek yang disebut sebagai
“7M1E“, yang terdiri dari 8 aspek penilaian, yaitu Man (manusia), Money
43
(keuangan), Machine (mesin), Material (bahan baku), Method (metode), Market
(pasar), Management (manajemen) & Environment (lingkungan). Proses penilaian
kinerja, memang tidak digambarkan secara utuh kedalam 8 aspek tersebut, akan tetapi
diklasifikasikan menjadi beberapa tahapan. Teknis penilaian dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu : Penilaian Internal, Eksternal dan penilaian secara keseluruhan. Aspek
yang dinilai dapat dilihat pada Gambar 6, pada bab sebelumnya. Aspek manusia,
keuangan, mesin, material, metode, pasar dan manajemen, masuk kedalam penilaian
internal. Sementara itu lingkungan, masuk ke dalam penilaian eksternal.
Setiap aspek yang dinilai memiliki kriteria penilaian tersendiri, dimana nilai
akhir dari aspek tersebut merupakan penjumlahan dari skor yang ditunjukkan oleh
setiap kriteria. Untuk melihat kriteria penilaian setiap aspek, perlu ulasan secara detail
berdasarkan setiap tahap penilaian.
1.1.1. Penilaian Kinerja Internal
Penilaian kinerja internal, adalah penilaian kinerja terhadap seluruh faktor yang
berada dalam ruang lingkup kegiatan industri secara interen. Penilaian ini akan
memberikan masukan bagi industri, sehingga mampu memperbaiki kondisinya secara
kedalam. Penilaian kinerja internal terdiri dari beberapa tahapan penilaian yang harus
dilalui, antara lain :
a. Penilaian Bahan Baku
b. Penilaian Proses
c. Penilaian Produk Jadi
d. Penilaian Formasi Karyawan
Pembahasan secara detail, perlu dilakukan, berkenaan dengan penilaian kinerja
internal industri asam stearat. Penilaian proses dilakukan dengan menilai kinerja
setiap stasiun kerja, mesin, dan kinerja personalia. Khusus untuk formasi karyawan,
hanya dibatasi pada penilaian kinerja departemen produksi, pengendalian kualitas dan
departemen logistik.
44
1.1.1.1.Data Perusahaan
Pada tahapan ini tidak ada proses penilaian, yang ada hanya input data
perusahaan yang akan dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penilaian kinerja
untuk tahapan berikutnya. Data yang dimasukkan, antara lain :
a. Nama Perusahaan Industri
b. Tahun yang akan dijadikan dasar untuk melakukan penilaian
c. Lokasi Perusahaan
d. Kapasitas Produksi per tahun
Tahapan penilaian tidak dapat dilakukan apabila pengguna program tidak
memasukkan data perusahaan yang akan dinilai.
1.1.1.2. Penilaian Bahan Baku
Penilaian ini perlu dilakukan karena mutu Asam Stearat sangat tergantung
kepada Bahan Baku, yaitu RBD Stearin sebagai inputnya. Apabila inputnya memiliki
kualitas yang baik, maka akan diperoleh asam stearat dengan grade tertinggi.
Penilaian terhadap bahan baku dilakukan terhadap 2 kriteria penilaian, yaitu :
a. Penilaian Kualitas Bahan Baku
b. Penilaian Kuantitas Bahan Baku
Penilaian kualitas material dapat dibagi menjadi berberapa sub kriteria, yang
akan menentukan penilaian dari kriteria tersebut. Apabila kualitas dan jumlah
material sudah dapat menghasilkan penilaian kualitatif, maka dapat diperoleh
penilaian material secara keseluruhan. Prosentase jumlah material reject dapat
diperoleh dari formulasi di bawah ini.
Jumlah Meterial Reject Prosentase Jumlah Material Reject = x 100% Jumlah Total Material
Formulasi tersebut dibuat berdasarkan akuisisi pakar yang ada dalam
perusahaan, untuk menilai jumlah menilai prosentase jumlah material yang memiliki
kualitas kurang baik (reject). Pendapat pakar mengenai jumlah dan standar teknis
kualitas bahan baku dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.
45
Tabel 7. Pendapat Pakar Mengenai Jumlah Bahan Baku
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Prosentase Jumlah Material Reject (%)
Baik : X < 0.50 Sedang : 0.50 ≤ X < 0.55 Kurang Baik : X ≥ 0.55
Tabel 8. Standar Teknis Kualitas Bahan Baku
Kriteria Standar Teknis Free Fatty Acid / FFA (%)
Baik : X ≤ 0.22 Sedang : 0.22 < X ≤ 0.24 Kurang Baik : X > 0.24
Iodium Value / IV (gr I2/100 gr)
Baik : X ≥ 32 Sedang : 21.8 ≤ X < 32 Kurang Baik : X < 28.8
Warna (red) Baik : X ≤ 3 Sedang : 3 < X ≤ 3.3 Kurang Baik : X > 3.3
Moisture (%) Baik : X ≤ 0.10 Sedang : 0.10 < X ≤ 0.11 Kurang Baik : X > 0.11
Impurities (%) Baik : X ≤ 0.03 Sedang : 0.03 < X ≤ 0.04 Kurang Baik : X > 0.04
1.1.1.3.Penilaian Proses
Penilaian terhadap proses dilakukan melalui beberapa tahapan penilaian, antara
lain :
a. Penilaian Stasiun Kerja
b. Penilaian Mesin
c. Penilaian Personalia
d. Penilaian Keuangan
Penilaian Stasiun kerja didasarkan pada urutan proses pengolahan asam stearat,
mulai dari proses pemisahan lemak sampai kepada proses pengemasan. Kriteria
penilaian dapat dilihat pada Tabel 9.
46
Tabel 9. Tahapan Proses Pembuatan Asam Stearat
Tahapan Proses Stasion Kerja Mesin
1 Hidrolisis Splitting Tower 2 Hidrogenasi Reactor & Mixer 3 Distilasi Vessel (Elembic) 4 Fraksinasi Fraksinator 5 Beading Spray Tower 6 Penyerpihan Flaker 7 Pengemasan Silo & Conveyor
Penilaian terhadap proses hidrolisis dapat dilakukan berdasarkan Acid Value
(AV), Sapponification Value (SV), dan Splitting Ratio. Kriteria tersebut diambil dari
standar teknis yang ada di industri asam stearat, dan batasannya dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Penilaian Kriteria Proses Pemisahan Lemak
Kriteria Standar Teknis AV (mg KOH)
Baik : X ≥ 222 Sedang : 202 ≤ X < 222 Kurang Baik : X < 202
SV (mg KOH) Baik : X ≥ 231 Sedang : 210 ≤ X < 231 Kurang Baik : X < 210
Splitting Ratio (%) Baik : X ≥ 96 Sedang : 86.4 < X < 96 Kurang Baik : X ≤ 86.4
Splitting Ratio merupakan parameter penting untuk mengukur kinerja splitting
plant, dan dapat ditentukan berdasarkan formulasi berikut :
%100.. xSVAVRatioSplit =
Penilaian terhadap proses hidrogenasi dapat dilakukan berdasarkan Kriteria
yang terdapat pada Tabel 11.
47
Tabel 11. Penilaian Kriteria Proses Hidrogenasi
Sub Kriteria Standar Teknis IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 1.0
Sedang : 1 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1
Penilaian terhadap proses Distilasi dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang
terdapat pada Tabel 12. Kriteria tersebut diambil dari standar teknis yang ada di
industri asam stearat. Pada penilaian kinerja ini, akan dipilih asam stearat dengan
kualitas terbaik, yaitu SA 1800, sehingga kriteria yang dipilih untuk penilaian proses
distilasi, diambil dari spesifikasi SA 1800.
Tabel 12. Penilaian Kriteria Proses Distilasi
Kriteria Standar Teknis AV (mg KOH) Baik : 208 ≤ X ≤ 213
Sedang : 207.5 ≤ X < 208 dan 213 < X ≤ 213.5Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5
SV (mg KOH) Baik : 209 ≤ X ≤ 214 Sedang : 208.5 ≤ X < 209 dan 214 < X ≤ 214.5Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5
IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
Warna – Yellow Baik : X ≤ 1,50 Sedang : 1.50 < X ≤ 1.65 Kurang Baik : X > 1.65
Warna – Red Baik : X ≤ 0.30 Sedang : 0.30 < X ≤ 0.33 Kurang Baik : X > 0,33
Titer (oC) Baik : 54 – 55 Sedang : 53.9 ≤ X < 54 dan 55 < X ≤ 55.1 Kurang Baik : X < 53.9 dan X > 55.1
Penilaian terhadap proses Fraksinasi dapat dilakukan berdasarkan Kriteria
yang terdapat pada Tabel 13. Pada penilaian kinerja ini, akan dipilih Asam Stearat
yang melalui proses fraksinasi, yaitu SA 1840.
48
Tabel 13. Penilaian Kriteria Proses Fraksinasi
Kriteria Standar Teknis AV (mg KOH) Baik : 207 ≤ X ≤ 212
Sedang : 208.5 ≤ X< 209 dan 14 < X ≤ 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5
SV (mg KOH) Baik : 208 ≤ X ≤ 213 Sedang : 207.5 ≤ X< 208 dan 213 < X ≤ 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5
IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
Warna – Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2
Warna – Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
Titer (oC) Baik : 55 ≤ X ≤ 56 Sedang : 54.9 ≤ X < 55 dan 56 < X ≤ 56.1 Kurang Baik : X < 54.9 dan X > 56.1
FA Distribution (WT %)
C14 Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2
C16 Baik : 50 ≤ X ≤ 55 Sedang : 49.5 ≤ X < 50 dan 55 < X ≤ 55.5 Kurang Baik : X < 49.5 dan X > 55.5
C18 Baik : 40 ≤ X ≤ 45 Sedang : 39.5 ≤ X< 40 dan 45 < X ≤ 45.5 Kurang Baik : X < 39.5 dan X > 45.5
C18:1 Baik : X ≤ 1.0 Sedang : 1 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1
Penilaian terhadap proses penyerpihan dapat dilakukan berdasarkan Kriteria
yang terdapat pada Tabel 14.
49
Tabel 14. Penilaian Kriteria Proses Penyerpihan
Produk Kriteria Standar Teknis
SA 1800 SA 1801
AV (mg KOH) Baik : 208 ≤ X ≤ 213 Sedang : 207.5 ≤ X < 208 dan 213 < X ≤ 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5
SV (mg KOH) Baik : 209 ≤ X ≤ 214 Sedang : 208.5 ≤ X < 209 dan 214 < X ≤ 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5
IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 1.0 Sedang : 1 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1
Warna– Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2
Warna – Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
Titer (oC) Baik : 54 ≤ X ≤ 55 Sedang : 53.9 ≤ X < 54 dan 55 < X ≤ 55.1 Kurang Baik : X < 53.9 dan X > 55.1
SA 1840 AV (mg KOH) Baik : 207 ≤ X ≤ 212
Sedang : 208.5 ≤ X < 209 dan 214 < X ≤ 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5
SV (mg KOH) Baik : 208 ≤ X ≤ 213 Sedang : 207.5 ≤ X< 208 dan 213 < X ≤ 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5
IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
Warna Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2
Warna – Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
Titer (oC) Baik : 55 ≤ X ≤ 56 Sedang : 54.9 ≤ X < 55 dan 56 < X ≤ 56.1 Kurang Baik : X < 54.9 dan X > 56.1
50
Penilaian terhadap proses Beading dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang
terdapat pada Tabel 15.
Tabel 15. Penilaian Kriteria Proses Beading
Kriteria Standar Teknis Warna – Yellow Baik : X ≤ 2.0
Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2
Warna – Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
Penilaian terhadap proses Pengepakan dapat dilakukan berdasarkan Kriteria
yang terdapat pada Tabel 16.
Tabel 16. Penilaian Kriteria Proses Pengemasan
Kriteria Standar Teknis
Prosentase Jumlah Penutupan Karung Reject (%)
Baik : X ≤ 3.0 Sedang : 3.0 < X ≤ 3.3 Kurang Baik : X > 3.3
Prosentase Jumlah Marking Karung Reject (%)
Baik : X ≤ 3.0 Sedang : 3.0 < X ≤ 3.3 Kurang Baik : X > 3.3
Prosentase tersebut dapat diukur berdasarkan formulasi dibawah ini. Data
diperoleh berdasarkan jumlah karung yang dihasilkan selama satu tahun.
%100...
Re...Re....Pr xKarungTotalJumlah
jectKarungPenutupanJumlahjectKarungPenutupanJumlahosentase =
%100...
Re..Re...Pr xKarungTotalJumlah
jectKarungJumlahjectKarungJumlahosentase =
Penilaian setiap stasiun kerja hanya menggunakan indikator kualitas output
setiap proses yang dilaluinya. Oleh sebab itu perlu ada penilaian lain, yaitu mesin.
Hal ini perlu dilakukan mengingat mesin sebagai alat utama keberhasilan suatu proses
51
produksi. Penilaian kriteria mesin dapat dilihat pada Tabel 17. Allocated Downtime
adalah waktu yang dialokasikan untuk terhentinya proses produksi, dikerenakan
mesin harus diperiksa, dibersihkan & diperbaiki dan Accident Lost Time adalah waktu
terhentinya kegiatan proses produksi secara tiba-tiba, dikarenakan mesin rusak atau
terjadi kecelakaan.
Tabel 17. Penilaian Kriteria Mesin
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Allocated Downtime (jam) Baik : X < 600
Sedang : 600 ≤ X ≤ 660 Kurang Baik : X > 660
Accident Lost Time (jam) Baik : X < 96 Sedang : 96 ≤ X ≤ 105 Kurang Baik : X > 105
Penilaian kinerja personalia, didasarkan kepada tingkat mangkir dan keluar
masuk karyawan. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana perusahaan,
khususnya bagian produksi, dapat memotivasi karyawannya untuk bekerja dan
memberikan rasa nyaman dan aman dalam bekerja. Jika prosentase tingkat mangkir
dan keluar masuk karyawan semakin kecil, maka kinerja personalia akan semakin
baik. Kriteria Penilaian dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Personalia
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Tingkat mangkir karyawan (%) Baik : ≤ 0.9
Sedang : 0.9 ≤ X ≤ 1 Kurang Baik : > 1
Keluar Masuk Karyawan (Employee Turnover) (%)
Baik : ≤ 13 Sedang : 13 < X ≤ 14.3 Kurang Baik : > 14.3
Penilaian kinerja keuangan dibuat berdasarkan Net Provit Margin dan Return
On Investment. Akuisisi pendapat pakar dapat dilihat pada Tabel 19.
52
Tabel 19. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Keuangan
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar
Net Provit Margin / NPM (%) Baik : X ≥ 7 Sedang : 6.3 < X < 7 Kurang Baik : X ≤ 6.3
Return On Investment / ROI (%) Baik : X ≥ 11 Sedang : 9.9 < X < 11 Kurang Baik : X ≤ 9.9
1.1.1.4. Penilaian Produk Jadi
Produk jadi dapat dinilai berdasarkan kriteria :
a. Kualitas produk
b. Kuantitas Grade Produk
c. Pemasaran produk
Kualitas produk dinilai berdasarkan Iodium Value dan warna produk. Standar
yang dijadikan acuan adalah standar SA 1800 dan SA1801. Kriteria tersebut diambil
dari standar teknis yang ada di departemen pengendalian kualitas di perusahaan
industri asam stearat. Adapun penilaian kriteria produk SA 1800 dan 1801 tersebut
dapat dilihat pada Tabel 20. Sementara itu penilaian produk untuk SA1840 dapat
dilihat pada Tabel 21, dan kriteria kuantitas produk dapat dilihat pada Tabel 22.
Penilaian terhadap kuantitas produk dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan produk yang berkualitas, jika dilihat dari sisi jumlahnya.
Tabel 20. Standar Teknis Kriteria Kualitas Produk SA 1800 & 1801
Kriteria Standar Teknis Iodine Value Baik : X ≤ 1.0
Sedang : 1.0 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1
Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2
Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
53
Tabel 21. Standar Teknis Mengenai Kriteria Kualitas Produk SA 1840
Kriteria Standar Teknis
Iodine Value Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.50 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0.55
Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2
Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.50 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0.55
Down Grade adalah produk yang harus turun grade, karena kualitasnya tidak
sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Perusahaan dikatakan berhasil, jika
mampu menghasilkan produk dengan standar kualitas dari grade yang diharapkan.
Prosentase produk Down Grade ditentukan berdasarkan jumlah produk Down Grade
selama 1 tahun dan jumlah total produk, dimana keduanya berada dalam satuan ton,
seperti tertera pada formulasi berikut ini :
Pro %100.Pr..
..Pr...Pr.. xodukTotalJumlah
GradeDownodukJumlahGradeDownodukJumlahsentase =
Tabel 22. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kuantitas produk
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Prosentase Produk Down Grade (%)
Baik : X < 8.0 Sedang : 8.0 ≤ X < 8.8 Kurang Baik : X ≥ 8.8
Aspek penilaian yang lain adalah aktivitas pemasaran dan peluang pasar
produk. Penilaian ini dibagi menjadi 2 kriteria, antara lain :
a. Efektivitas pemasaran Produk
b. Market Share.
Penilaian kedua aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 23, dimana kriteria
penilaian dibuat berdasarkan akuisisi pendapat pakar.
54
Tabel 23. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Pemasaran
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Efektivitas Pemasaran Produk (%) Baik : X ≥ 80
Sedang : 72 < X < 80 Kurang Baik : X ≤ 72
Market Share (%) Baik : X ≥ 66 Sedang : 60 ≤ X < 66 Kurang Baik : X < 60
1.1.1.5. Penilaian Formasi Karyawan
Formasi Karyawan dilakukan untuk melihat seberapa jauh efektivitas
penggunaan Sumber Daya Manusia setiap stasiun kerja. Formasi karyawan untuk
proses dapat dibagi menjadi 3 Departemen, antara lain :
a. Departemen Produksi
b. Departemen Pengendalian Kualitas
c. Departemen Logistik
Jumlah personil dinilai bersdasarkan jumlah orang dalam 1 shift. Hal ini dipilih,
mengingat dalam industri pengolahan asam stearat, biasanya terdiri dari 3 shift kerja.
Penilaian formasi karyawan departemen produksi, pengendalian kualitas dan logistik,
dapat dilihat pada Tabel 24, 25 dan 26.
Tabel 24. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi
Posisi Stasiun Jml Ideal ( Orang)
Akuisisi Pakar
Kepala Departemen
Seluruh stasiun 1 Baik : X = 4 Sedang : 4 < X ≤ 5 3 ≤ X < 4 Kurang Baik : X < 3 X > 5
Kepala Shift Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi
1
Beading & Penyerpihan 1 Fraksinasi 1
Operator Pemisahan Lemak 3 Baik : X = 13 Sedang : 13 < X ≤ 15 12 ≤ X < 13 Kurang Baik : X< 12 X > 15
Hidrogenasi 2 Distilasi 1 Fraksinasi 2 Beading 4 Penyerpihan 1
)* Jumlah karyawan untuk 1 shift
55
Tabel 25. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas
Posisi Bagian Jumlah Ideal ( Orang)
Akuisisi Pakar
Kepala Departemen
Seluruh Bagian 1 Baik : X = 4 Sedang : 4 < X ≤ 5 3 ≤ X < 4 Kurang Baik : X < 3 X > 5
Kepala Seksi Quality Inspection
1
Quality Control 1 Kepala Shift Quality
Inspection 1
Quality Control 1 Operator Quality
Inspection 5 Baik : X = 20
Sedang : 19 ≤ X ≤ 21 17 ≤ X < 20 Kurang Baik : X < 17 X > 21
Analis Quality Control 10
Helper Quality Control 5
Tabel 26. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik
Posisi Bagian Jumlah Ideal ( Orang)
Akuisisi Pakar
Kepala Departemen
Seluruh Bagian 1 Baik : X = 5 Sedang : 5 < X ≤ 6 4 ≤ X < 5 Kurang Baik : X < 4 X > 6
Kepala Seksi Persiapan Bahan Baku
1
Produk Jadi 1 Kepala Regu Persiapan Bahan
Baku 1
Produk Jadi 1 Operator
Persiapan Bahan Baku
4 Baik : X = 9 Sedang : 9 < X ≤ 10 8 ≤ X < 9 Kurang Baik : X < 8 X > 10
Produk Jadi 5
)* Jumlah karyawan untuk 1 shift
56
1.1.2. Penilaian Kinerja Eksternal
Penilaian ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian penilaian kinerja,
antara lain : a. Penilaian Kinerja Ekonomi
b. Penilaian Kinerja Sosial
c. Penilaian Kinerja Lingkungan.
1.1.2.1. Penilaian Kinerja Ekonomi
Penilaian kinerja ekonomi, didasarkan kepada harga pasar internasional untuk
bahan baku dan harga produk itu sendiri. Penilaian didasarkan kepada deviasi antara
harga yang diperoleh perusahaan terhadap harga pasar internasional. Menurut pakar
deviasi yang diizinkan adalah 10 %. Untuk menghitung Deviasi harga dapat dilihat
pada formulasi berikut :
%100.....arg
....arg......arg...arg. x
MalaysiaFOBStearinPalmaHPerusahaanStearinPalmaHMalaysiaFOBStearinPalmaH
StearinPalmaHDeviasi−
=
%100......arg
.....arg.......arg....arg. x
RotterdamCIFRBDOilPalmaHPerusahaanRBDoilPalmaHRotterdamCIFRBDOilPalmaH
RBDoilPalmaHDeviasi−
=
Pendapat pakar mengenai kriteria ekonomi eksternal dapat dilihat pada Tabel
27. Dipilih berdasarkan pendapat pakar, karena batasan standar ideal pada kriteria
penilaian ekonomi akan terus berubah, seiring dengan waktu.
Tabel 27. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Ekonomi Eksternal
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Deviasi harga Palm Stearin FOB Malaysia (%)
Baik : X ≤ 10 Sedang : 10 < X ≤ 11 Kurang Baik : X > 11
Deviasi harga Palm Oil RBD CIF Rotterdam (%)
Baik : X ≤ 10 Sedang : 10 < X ≤ 11 Kurang Baik : X > 11
Bea Masuk (%) Baik : X ≤ 11 Sedang : 11 < X ≤ 12.1 Kurang Baik : X > 12.1
57
1.1.2.2.Penilaian Kinerja Sosial
Penilaian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kontribusi perusahaan
terhadap kondisi social masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri. Hal ini
perlu dilakukan, mengingat kemajuan pemikiran masyarakat, terkadang dapat
mempengaruhi hubungan antara perusahaan dengan kondisi masyarakat sekitar,
misalnya menimbulkan konflik. Konflik tersebut jelas akan mengganggu pekerjaan
yang dilakukan perusahaan, sehingga berdampak terhadap output produk. Oleh sebab
itu, sebaiknya perusahaan mengeluarkan biaya untuk kepentingan masyarakat,
sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sosial sekitarnya.
Sebenarnya pemerintah sudah menetapkan aturan ini, yang disebut sebagai Corporate
Social Responsibility (CSR), yang besarnya minimal 3% dari keuntungan yang
diperoleh perusahaan. Nilai inilah yang dijadikan kriteria penilaian kinerja sosial
perusahaan yang dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Sosial Perusahaan
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Biaya CSR (%) Baik : X ≥ 3
Sedang : 2.7 < X ≤ 2.7 Kurang Baik : X < 2.7
Biaya CSR dapat dihitung berdasarkan formulasi berikut :
%100..Pr
..% xPerusahaanovit
CSRBiayaCSRBiaya =
1.1.2.2. Penilaian Kinerja Lingkungan
Penilaian terhadap lingkungan dilakukan berdasarkan 3 kriteria, yaitu
penilaian limbah cair, gas dan kebisingan. Pada penilaian lingkungan, setiap kriteria
memiliki sub kriteria. Sub kriteria hanya memberikan output Baik dan Buruk,
sehingga kategori Sedang ditiadakan, karena berdasarkan usulan pakar penilaian
hanya mengacu kepada 2 hal, yaitu : sampel berada dalam Nilai Ambang Batas
58
(NAB) atau berada diluar Nilai Ambang Batas. Pendapat pakar mengenai kriteria
kinerja lingkungan dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Lingkungan
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar
Limbah Cair Baik : X > 0.82 Sedang : 0.65 < X ≤ 0.82 Kurang Baik : X ≤ 0.65
Limbah Gas Baik : X > 0.73 Sedang : 0.58 < X ≤ 0.73 Kurang Baik : X ≤ 0.58
Kebisingan Baik : X > 0.77 Sedang : 0.60 < X ≤ 0.77 Kurang Baik : X ≤ 0.60
Penilaian lingkungan juga dilakukan terhadap gangguan, yaitu kebisingan,
yang dapat dilihat pada tabel 30. Kebisingan terhadap lingkungan perlu
dipertimbangkan untuk menunjang kenyamanan dalam bekerja bagi karyawan, serta
kenyamanan lingkungan yang berada di sekitar industri. Penilaian terhadap limbah
cair juga dilakukan, dimana kriteria penilaian dibuat berdasarkan standar nilai
ambang batas yang ada pada rencangan pengelolaaan lingkungan perusahaan. Tabel
31 berisi penilaian kriteria limbah cair yang terdiri dari beberapa sub kriteria, antara
lain : sifat fisika limbah cair, sifat kimia limbah cair dan kandungan logam. Dari
semua limbah cair yang dihasilkan, limbah kimialah yang paling berpengaruh
terhadap keberadaan lingkungan.
Tabel 30. Penilaian Kriteria Kebisingan
No Sub Kriteria Standar Teknis 1 Ruang Genset (db / desible) Baik : X < 85
Sedang : 85 ≤ X ≤ 87 Kurang Baik : X > 87
2 Rata-rata Lokasi (db) Baik : X < 50 Sedang : 50 ≤ X ≤ 60 Kurang Baik : X > 60
59
Tabel 31. Penilaian Kriteria Limbah Cair
No Sub Kriteria Standar Teknis I. FISIKA
1 Temperatur ( OC) Baik : X ≤ 40 Sedang : 40 < X ≤ 44 Kurang Baik : X > 44
2 Zat Padat Terlarut (mg/l) Baik : X ≤ 3 000 Sedang : 3 000 < X ≤ 3 300 Kurang Baik : X > 3 300
3 Zat Padat Tersuspensi (mg/l) Baik : X ≤ 400 Sedang : 400 < X ≤ 440 Kurang Baik : X > 440
No Sub Kriteria Standar Teknis II. KIMIA
4 PH (mg/l) Baik : X ≤ 9.5 Sedang : 9.5 < X ≤ 10.5 Kurang Baik : X > 10.5
5 Amoniak (mg/l) Baik : X ≤ 2 Sedang : 2 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2
6 COD (mg/l) Baik : X ≤ 200 Sedang : 200 < X ≤ 210 Kurang Baik : X > 210
7 BOD (mg/l) Baik : X ≤ 100 Sedang : 110 < X ≤ 110 Kurang Baik : X > 110
8 Minyak dan Lemak (mg/l) Baik : X ≤ 30 Sedang : 30 < X ≤ 30.3 Kurang Baik : X > 30.3
No Sub Kriteria Standar Teknis III. LOGAM
9 Besi (mg/l) Baik : X ≤ 7.0 Sedang : 7.0 < X ≤ 7.7 Kurang Baik : X > 7.7
10 Tembaga (mg/l) Baik : X ≤ 2.0 Sedang : > 2.0 & ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2
11 Chronium & Nikel (mg/l) Baik : X ≤ 1.0 Sedang : 1.0 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1
12 Mangan (mg/l) Baik : X ≤ 1.0 Sedang : 1.0 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1
60
Penilaian terhadap limbah gas dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Penilaian Kriteria Limbah Gas
No Sub Kriteria Standar Teknis
1 Sulfur Dioksida (μg/l) Baik : X ≤ 265 Sedang : 265 < X ≤ 291.5 Kurang Baik : X > 291.5
2 Karbon Monoksida (μg/l) Baik : X ≤ 10 000 Sedang : 10 000 < X ≤ 11 000 Kurang Baik : X > 11 000
3 Oksida Nitrogen (μg/l) Baik : X ≤ 100 Sedang : 100 < X ≤ 110 Kurang Baik : X > 110
4 Oksida (ppm) Baik : X ≤ 0.080 Sedang : 0.080 < X ≤ 0.088 Kurang Baik : X > 0.088
5 Debu (mg/l) Baik : X ≤ 0.26 Sedang : 0.26 < X ≤ 0.29 Kurang Baik : X > 0,29
6 Timah Hitam Baik : X ≤ 1.50 Sedang : 1.50 < X ≤ 1.65 Kurang Baik : X > 1.65
7 Amonia (μg/l) Baik : X ≤ 1 360 Sedang : 1 360 < X ≤ 1 496 Kurang Baik : > 1 496
Keluaran program berupa penilaian dari setiap aspek, dimana hasil tersebut
baru dapat diperoleh, jika kriteria dapat ditentukan nilainya.
1.1.3. Penilaian Kinerja Keseluruhan
Penilaian Kinerja keseluruhan akan diperoleh apabila Kinerja dari setiap
Kriteria sudah diketahui hasilnya. Proses untuk memperoleh hasil penilaian kriteria
dapat ditentukan berdasarkan pembobotan, jika parameter penilaian banyak. Apabila
parameter penilaian sedikit, dapat dilakukan pembuatan kaidah if-then.
61
1.1.3.1. Penentuan Skor
Aspek penilaian kinerja yang memiliki banyak kriteria, akan diberikan skor,
guna memperoleh nilai akhir dari aspek tersebut. Skor ditentukan berdasarkan
akuisisi pakar dan pandangannya terhadap pengaruh kriteria tersebut terhadap
penilaian aspek. Hal ini terjadi pada saat melakukan penilaian terhadap proses, yang
memiliki banyak kriteria, sementara hasil akhir yang diharapkan hanya satu penilaian.
Skor penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Skor Penilaian Kinerja Perusahaan
No Penilaian Skor 1 Baik 100 2 Sedang 70 3 Kurang Baik 40
Untuk menentukan apakah suatu variabel memiliki nilai Baik, Sedang atau
Kurang Baik, diperoleh berdasarkan interval nilai yang ditentukan oleh para pakar,
akan tetapi jika pakar tidak memiliki informasi mengenai interval penilaian, maka
penentuan interval tersebut dibuat berdasarkan parameter tingkat akurasi, dengan
menggunakan persentase variasi 10 %. Nilai 10 % merupakan nilai variasi
maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Formulasi
perhitungan dapat dilihat pada bab 2.
1.1.3.2. Penentuan Bobot dan Penilaian Akhir
Skor ditetapkan untuk memberikan bobot terhadap kriteria, yang akan
berpengaruh terhadap penilaian aspek kinerja dan penilaian kinerja perusahaan secara
menyeluruh. Bobot didasarkan kepada pendapat pakar, yang berupa daftar isian
kuisioner. Hasil kuesioner akan diolah kembali dengan menggunakan pairwise
comparisons (perbandingan berpasangan). Metode ini dipilih, jika pakar tidak
membuat bobot penilaian secara utuh, misalnya untuk memperoleh nilai akhir
penilaian produk terdapat 3 kriteria penilaian, yaitu kualitas, pemasaran dan grade
62
produk, maka untuk mendapatkan satu penilaian dari ketiga kriteria tersebut harus
dibuat bobot masing-masing kriteria. Bobot dibuat berdasarkan seberapa besar
pengaruh kriteria tersebut terhadap variabel penilaian. Bentuk kuesioner dan
penilaian dapat dilihat pada lampiran. Penilaian secara keseluruhan didasarkan pada
kombinasi hasil penilaian dari masing-masing aspek kinerja, sehingga memberikan
output berupa klasifikasi skor.
Aspek dapat dinilai berdasarkan bobot dari setiap kriteria, yang juga
merupakan output dari pendapat pakar, seperti tertera pada Tabel 34 dan Tabel 35.
Tabel 34. Bobot Faktor Internal
Aspek Bobot Kriteria Bobot Bahan Baku 0,35 Kualitas Bahan Baku 0.70
Kuantitas Bahan Baku 0.30 Proses 0,35 Stasiun Pemisahan Lemak 0.24 0.35
Stasiun Hidrogenasi 0.23 Stasiun Distilasi 0.24 Stasiun Fraksinasi 0.09 Stasiun Beading 0.05 Stasiun Penyerpihan 0.05 Stasiun Pengemasan 0.05 Keandalan Mesin 0.05 Formasi Karyawan 0.48 0.28 Mangkir & TurnOver 0.52 Keuangan 0.37
Produk 0,30 Kualitas 0.30 Grade 0.30 Pasar 0.40
63
Tabel 35. Bobot Faktor Eksternal
Aspek Bobot Kriteria BobotEkonomi 0,41 Harga Palm Stearine FOB Malaysia 0.34
Harga Palm Oil RBD CIF Rotterdam 0.36 Bea Masuk 0.30
Sosial 0,25 Lingkungan 0.34 Limbah Cair 0.50
Limbah Gas 0.35 Kebisingan 0.15
Apabila Skor dan Bobot sudah diperoleh, maka nilai akhir didapat sebagai
hasil perkalian antara skor dan bobot. Pada tahapan ini perlu dilakukan penentuan
interval nilai, untuk setiap hasil penilaian, seperti tertera pada Tabel 36.
Tabel 36. Interval Penilaian
No Interval Nilai Penilaian 1 X ≥ 80 Baik 2 60 ≤ X < 80 Sedang 3 X < 60 Kurang Baik
64
1.1.4. Pemilihan Pakar
Pakar dipilih berdasarkan keahliannya dalam aspek yang dinilai. Penelitian ini
menyertakan beberapa pakar, yang berasal dari praktisi maupun akademisi, seperti
tertera pada Tabel 37.
Tabel 37. Daftar Pakar Penilaian Kinerja
No Nama Aspek Penilaian
Pekerjaan
1 Suyono, SH Man HRD Manager PT. Sumi Asih Oleochemical
2 Heryawan, SE, MBA Man Training Manager PT. Sumi Asih Oleochemical
3 Purwoko, SE, MBA Money Peneliti di Departemen Keuangan RI 4 Almizan Ulfa, SE,
MBA Money Peneliti di Departemen Keuangan RI
5 Ir. Mulyardi Material Quality Control Executive PT. Sumi Asih Oleochemical
6 Dr. Ir. Ani Suryani, DEA
Method Dosen di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian IPB
7 Dr. Ir. Meika S Rusli, M.Sc
Method Dosen di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian IPB
8 Ir. Bobby Nugroho Machine, Method
Quality Inspection PT. Sumi Asih Oleochemical
9 Ir. Johan Sabile Machine, Method
Production Manager di PT. Sumi Asih Oleochemical
10 Ir. Kris Hadisoebroto Market, Method
Ketua APOLIN ( Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia )
11 Ir. Sjoufjan Awal, MBA, P.E
Management Ketua The Indonesian Foundation for Management Development
12 Dr. Ir. Hartrsasi Hardjomidjojo, DEA
Management Dosen di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian IPB
13 Dr. Ir. Muhammad Romzi, M.Eng
Management Peneliti di Badan Pusat Statistik
14 Ir. H. Soeripto Kartodiryo
Environment Peneliti di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI
65
1.1.5.Perolehan Data Perusahaan
Data diperoleh berdasarkan laporan tahunan perusahaan, kecuali data aspek
lingkungan yang diperoleh berdasarkan Laporan Rencana Kelola Lingkungan (RKL).
Semua data tersebut diperlukan sebagai acuan untuk melakukan input terhadap
program yang akan dirancang. Data perusahaan dapat dilihat pada Tabel 38 dan 39.
Tabel 38. Data Tahunan PT. X Tahun 2004
No Aspek Penilaian
Input Data Nilai Satuan
1 Bahan Baku
Free Fatty Acid 0.2 % Iodium Value 33 gr I2/100 Warna 2.9 - Moisture 0.11 - Impurities 0.02 % Jumlah Material Reject 235 ton Jumlah Total Material 84 360 ton
2 Mesin Allocated Downtime 633 jam Accident Lost Time 72 jam
3 Manusia Jumlah Karyawan 455 orang Jumlah Karyawan Mangkir 83 Orang Jumlah Hr Kerja Selama 1 tahun 297 Hari Jumlah Karyawan Keluar Masuk 60 Orang
4. Keuangan Laba Bersih 55 829 796 750 Rp. Total Aktiva 531 712 350 000 Rp. Penjualan Bersih 833 280 548 500 Rp.
5 Kuantitas Produk
Jumlah Produk Down Grade 6 480 ton Jumlah Produk 80 985 ton
6 Pasar Jumlah Produk Terjual 77 785 ton Jumlah Output Produksi 80 985 ton Market Share 60 %
7 Sosial 2 5 % 8 Ekonomi Palm Stearin (FOB Malaysia
US$/ton) November 2005 342.50 US$
Palm Oil RBD ( CIF Rotterdam US$/ton) November 2005
470 US$
Palm Stearin Perusahaan 337.4 US$ Palm Oil RBD Perusahaan 464.4 US$ Bea Masuk 12 %
Sumber : PT. X
66
Tabel 39. Data Tahunan Proses di PT. X Tahun 2004
No Aspek Penilaian Input Data Nilai Satuan 1
Stasiun Pemisahan Lemak
AV 224 mg KOH SV 212 mg KOH Splitting Ratio 97.2 %
2 Stasiun Hidrogenasi IV 1.2 gr I2/100 3 Stasiun Distilasi
AV 210.4 mg KOH SV 211.2 mg KOH IV 0.4 gr I2/100 Warna – Yellow 2.0 - Warna – Red 0.5 - Titer 54.3 oC
4 Stasiun Fraksinasi AV 210 mg KOH SV 211 mg KOH IV 0.46 gr I2/100 Warna – Yellow 1.3 - Warna – Red 0.5 - Titer 55 oC C14 2 % C16 51 % C18 42 % C18:1 1 %
5 Stasiun Beading
Warna – Yellow 1.5 - Warna – Red 0.5 -
6 Stasiun Penyerpihan SA 1800 & SA 1801
AV 210 mg KOH SV 211 mg KOH IV 0.8 gr I2/100 Warna – Yellow 1.5 Warna – Red 0.5 Titer 54 oC
SA 1840 AV 210 mg KOH SV 211 mg KOH IV 0.4 gr I2/100 Warna – Yellow 1.4 - Warna – Red 0.5 - Titer 54 oC
7 Stasiun Pengemasan
Prosentase Jumlah Karung Reject
3 %
Prosentase Marking Reject
4 %
Sumber : PT. X
67
Data yang berkaitan dengan formasi karyawan, dapat dilihat pada Tabel 40,
Tabel 41 dan Tabel 42.
Tabel 40. Data Tahunan Formasi Karyawan Departemen Produksi PT. X Tahun 2004
Posisi Stasiun Jumlah Karyawan
(Orang) Kepala Departemen Seluruh stasiun 1 Kepala Shift Pemisahan Lemak, Hidrogenasi
& Distilasi 1
Beading & Penyerpihan 1 Fraksinasi 1
Operator Pemisahan Lemak 2 Hidrogenasi 2 Distilasi 1 Fraksinasi 1 Beading 3 Penyerpihan 1
Sumber : PT. X )* Jumlah karyawan untuk 1 shift
Tabel 41. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas PT. X
Tahun 2004
Posisi Bagian Jumlah Karyawan (Orang)
Kepala Departemen Seluruh Bagian 1
Kepala Seksi Quality Inspection 1
Quality Control 1
Kepala Shift Quality Inspection 1
Quality Control 1
Operator Quality Inspection 4
Analis Quality Control 10
Helper Quality Control 5
Sumber : PT. X
68
Tabel 42. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik
Posisi Bagian Jumlah Karyawan (Orang)Kepala Departemen Seluruh Bagian 1
Kepala Seksi Persiapan Bahan Baku 1
Produk Jadi 1
Kepala Regu Persiapan Bahan Baku 1
Produk Jadi 1
Operator
Persiapan Bahan Baku 4
Produk Jadi 4
Sumber : PT. X )* Jumlah karyawan untuk 1 shift
Limbah yang dihasilkan oleh PT. X. Industri Oleokimia, biasanya menghasilkan
3 jenis limbah dan satu kebisingan, antara lain :
- Limbah cair
- Limbah Gas
- Kebisingan
- Limbah padat
Limbah padat keluaran proses, tidak dibahas, karena tidak berbahaya bagi
lingkungan, bahkan dapat dimanfaatkan untuk menambah pemasukan bagi
perusahaan. Sludge fat, kapur, karung, dan jerigen merupakan limbah padat yang
dihasilkan oleh industri ini, dimana limbah ini terlebih dulu dikumpulkan sebelum
dijual kepihak lain.Gambaran umum dari limbah yang dihasilkan oleh industri
oleokimia, khususnya industri Asam Stearat dapat dilihat pada Tabel 43.
69
Tabel 43. Limbah Hasil Industri
N
o
Jenis Limbah Sumber
Limbah
Sifat
Limbah
Kuantitas
Per Hari
Penanganan
Limbah
TPA
1 Limbah Cair Produksi Non B3 33 m3/hr Diolah dalam
Bak pengolahan Sungai
2 Limbah Gas Genset B – 3 Cerobong gas Atmosfir
3 Kebisingan Mesin
Produksi
B – 3 Kedap suara Lingkungan
4 Limbah Padat :
- Fat & Kapur
- Karung
- Jerigen
Produksi
Produksi
Produksi
Non B3
Non B3
Non B3
540 Kg/hr
29 karung
35 jerigen
Dikumpulkan
Dikumpulkan
Dikumpulkan
Dijual
Dijual
Dijual
Sumber : RKL PT. X (2004)
Air limbah yang berasal dari proses produksi terlebih dulu dialirkan
melalui bak-bak kecil untuk menyaring fat dan kapur yang masih terbawa air, dan
untuk selanjutnya dialirkan ke bak limbah, kemudian diisap oleh pompa dan
disemprotkan melalui pipa-pipa yang dilobangi (aerasi), untuk mengisap oksigen, dan
kemudian disalurkan ke bak-bak berikutnya sebelum disalurkan ke kali Bekasi. Zat
padat tersuspensi, Amonia, BOD, COD, Minyak dan Lemak, dengan demikian harus
dilakukan upaya pengelolaan lebih lanjut. Daftar kriteria kualitas air limbah dapat
dilihat pada Tabel 44.
70
Tabel 44. Hasil Pengukuran Limbah Cair
No Parameter Satuan Hasil Uji I. FISIKA 1 Temperatur OC 27.0 2 Zat Padat Terlarut mg/l 640.0 3 Zat Padat Tersuspensi mg/l 318.0 II. KIMIA 4 PH mg/l 8.10 5 Amoniak mg/l 2 6 COD mg/l 200 7 BOD mg/l 98.6 8 Minyak dan Lemak mg/l 28 III. LOGAM 9 Besi mg/l 0.88 10 Tembaga mg/l 0.02 11 Chronium mg/l 0.08 12 Nikel mg/l 0.01 13 Mangan mg/l 0.01
Sumber : RKL PT. X (2004)
Limbah gas yang dihasilkan oleh pabrik PT. X berasal dari ruang genset dan
proses produksi adapun cara penanggulangannya adalah dengan membuat cerobong.
Kualitas udara disekitar lingkungan pabrik PT. X adalah seperti terdapat pada
Tabel 45.
Tabel 45. Kualitas Limbah Udara
No
Parameter
Satuan
Hasil Analisa Rata- Rata I II III IV
1 Sulfur Dioksida μg/l 0.02 0.58 0.2 10.03 2.85 2 Karbon Monoksida μg/l 800 500 580 2.523 1 095 3 Oksida Nitrogen μg/l 10.89 4.01 6.08 24.3 11.32 4 Oksida Ppm 0.01 0.01 0.01 0.008 0.009 5 Debu mg/l 0.2 0.14 0.23 0.28 0.2125 6 Timah Hitam - 0.001 0.004 0.008 0.006 7 Amonia μg/l 8.04 11.3 9.67
Sumber : RKL PT. X (2004)
71
Keterangan :
I : Titik sampling selatan Pabrik
II : Titik sampling Utara Pabrik
III : Titik sampling sekitar ruang produksi
IV : titik sampling sekitar ruang genset
Dari hasil analisa kualitas udara tersebut ternyata semua parameter masih
memenuhi nilai ambang batas yang ditentukan.
Sumber kebisingan berasal dari mesin-mesin produksi dan genset. Untuk
mencegah timbulnya dampak oleh kebisingan ini, perusahaan melengkapi industri ini
dengan membuat dinding pemisah. Tingkat kebisingan di pabrik PT. X adalah seperti
disajikan pada Tabel 46.
Tabel 46. Hasil Pengukuran Kebisingan
No Lokasi Pengukuran Hasil Uji
(db)
1 Ruang Genset 100
2 Timur Pabrik 57
3 Utara Pabrik 73
4 Barat Pabrik 70
Sumber : RKL PT. X (2004)
72
B. Konfigurasi Sistem
Sistem Penilaian Kinerja Agroindustri dimodelkan dalam bentuk perangkat
lunak yang diberi nama Sistem Penilaian Kinerja Asam Stearat Versi 1.0 (SPIAS
1.0) Model SPIAS 1.0 tersusun atas empat bagian utama, yaitu antar “muka
pengguna”, “pusat pengolahan”, “model penilaian kinerja”, dan “sistem manajemen
basis data”. Konfigurasinya dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Konfigurasi Model SPIAS 1.0
STASIUN PEMISAHAN LEMAK
STASIUN HIDROGENASI
STASIUN DISTILASI
STASIUN FRAKSINASI
STASIUN BEADING
STASIUN PENYERPIHAN
STASIUN PENGEPAKAN
STASIUN BAHAN BAKU
KEUANGAN
MESIN
PRODUK JADI
LINGKUNGAN
SOSIAL
EKONOMI
FORMASI SDM
MODEL PENILAIAN KINERJA
PUSAT PENGOLAHAN
ANTARMUKA PENGGUNA
KRITERIAPENILAIAN
NILAI IDEAL
PENILAIANKINERJA
KINERJA
DATAINDUSTRI
SISTEM MANAJEMENBASIS DATA
PENGGUNA
SPIAS 1.0
73
C. Implementasi Sistem
Tahapan ini akan mengungkapkan kegiatan mentransformasikan model yang
telah dibuat ke dalam program komputer, sehingga mempermudah proses penilaian
kinerja. Ada beberapa perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan
implementasi sistem, antara lain : Microsoft Visual Basic 6.0, Crystal Reports
Version 8.5 dan Microsoft Access.
1. Data Flow Diagram
Diagram yang memvisualisasikan aliran informasi dan transformasi yang
diterapkan pada saat data bergerak dari input menjadi output, disebut sebagai Data
Flow Diagram (DFD), yang dapat dilihat pada Gambar 16. Pada bagian ini
menjelaskan tentang DFD dari model sistem penilaian kinerja industri oleokimia.
Penggunaan simbol pada DFD, dibuat berdasarkan standar simbol diagram alir yang
terdapat pada Lampiran 5.
M u la i
ProgramK erja
PersiapanK erja
A ktu alisasiK erja
Laporan H asilPekerjaan
Selesai
D epartemen
M u lai
Pen ila ianK in erja
D oku menPen ila ian A kh ir
& U su lan
Selesai
A u ditor
Pen gu mpu lanD ata
M an ajemen
In pu t D ata
M u lai
Verifikasi
Eva lu asi
D oku menPerbaikan
K in erja
Selesai
PerencanaanProgram Kerja
Gambar 16. Data Flow Diagram Sistem
74
2. Diagram Konteks
Seluruh elemen sistem dapat direpresentasikan sebagai sebuah bubble
tunggal dengan data input dan output yang ditunjukan oleh anak panah yang masuk
dan keluar secara berurutan, yang disebut sebagai Diagram konteks. Diagram ini
sering juga disebut sebagai model sistem fundamental atau model konteks yang akan
menggambarkan alur informasi dari input dan output program dari setiap pihak yang
menggunakan program aplikasi dalam perusahaan. Diagram konteks dapat dilihat
pada Gambar 17. Pada gambar tersebut, terlihat ada 4 pihak yang berperan dalam
proses pengambilan data, pengolahan, analisa, dan implementasi. Pihak tersebut,
antara lain :
1. Manajer
2. Departemen
3. Direksi
4. Auditor
Sistem Penilaian kinerja dapat memberikan kemudahan kepada beberapa pihak
untuk melakukan penilaian kinerja secara cepat dan sistematis.
Direksi
SistemPenilaianKinerja
Auditor
Penilaian
Penilaian & Usulan
Data PekerjaanData Penilaian
Manajer
KebijakanPenilaian & Usulan
Surat Tugas
Departemen Surat Tugas
Gambar 17. Diagram konteks
75
3. Diagram Nol
Uraian yang berisikan proses dari diagram konteks yang berisikan pecahan
dari buble tunggal menjadi berapa bubble sebagai sub proses atau sub fungsi dengan
anak panah yang saling berhubungan dan disertai dengan eksternal entiti dan data
store – nya, disebut sebagai Digram nol. Gambar diagram nol dari model sistem
penilaian kinerja dapat dilihat pada Gambar 18, dimana akan terlihat laporan surat
kerja dari masing-masing bagian yang terklait. Diagram ini membantu pembuat
program dalam menyusun urutan system.
Departemen
PendataanPekerjaan
AuditorPenilaianPekerjaan
Direksi
LaporanKerja
Penilaian
Penilaian
Kebijakan M anajemen SuratTugas
Departemen
Gambar 18. Diagram nol
76
4. Diagram Rinci
Diagram rinci mencoba merangkai suatu proses menjadi suatu uraian proses
yang lebih rinci sebagai sub proses atau sub fungsi yang dihubungkan dengan anak
panah secara berurutan disertai dengan eksternal entiti dan data store-nya. Diagram
rinci dari model sistem penilaian kinerja dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.
Gambar 19. Diagram Rinci 1 (Pendataan Pekerjaan)
77
LaporanTahunan
Data penilaian
2.1*Isi Kriteria
AspekPenilaian
2.2*Hitung
Penilaian
2.4*Simpan Data
Penilaian
2.3*PenilaianKualitatif
Gambar 20. Diagram rinci 2 penilaian kinerja
78
5. Entity Relationship Diagram
Entity Relationship Diagram (ERD) model sistem informasi penilaian
kinerja industri oleokimia menjelaskan tentang entity dan hubungan antar entity
(kardinalitas). Adapun model sistem penilaian terdiri dari 9 entity yaitu : data
perusahaan, data kinerja manusia, data kinerja keuangan, data kinerja mesin, data
kinerja material, data kinerja metode, data kinerja pasar, data kinerja manajemen, dan
data kinerja lingkungan.Adapun bentuk diagramnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
6. Perancangan Basis Data
Penilaian kinerja Perusahaan membutuhkan beberapa tabel yang dibuat di
dalam Microsoft Access. Tabel ini dijadikan sebagai desain database dari program
Visual Basic yang dibuat. Rancangan Basis dapat dilihat pada Lampiran 7.
V. VERIFIKASI & VALIDASI
Ukuran kinerja merupakan alat bagi manajemen puncak dalam menilai sejauh
mana kinerja perusahaan telah dicapai melalui pelaksanaan strategi ( Kusnoto 2001).
Melalui penilaian kinerja inilah, manajemen dapat melihat kinerja yang dicapai
sekaligus mengambil langkah-langkah penyempurnaan atau audit strategi, baik
strategi korporat maupun operasional perusahaan.
A. Penilaian Bahan Baku
Berdasarkan hasil penilaian program terhadap rata-rata kualitas dan jumlah
material pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian bahan baku, seperti tertera pada
Gambar 21.
Gambar 21. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Bahan Baku
80
Jumlah bahan baku yang Reject perlu diukur, sehingga perusahaan dapat
menentukan kebijakan dalam pemilihan suplier dan klaim akibat buruknya kondisi
material, karena material merupakan input yang menentukan kualitas produk dan
menjadi tanggung jawab suplier (Hardjosoedarmo 1996).
Kualitas bahan baku akan menentukan efisiensi proses dan kualitas dari
produk yang dihasilkan. Secara umum kualitas bahan baku yang paling banyak
menentukan spesifikasi produk adalah Asam lemak bebas, Iodium Value, dan warna.
Ketiga indikator tersebut akan menentukan ketengikan minyak dan prosentase
gliserin. Moisture (kadar air) juga akan menentukan kuantitas output produk yang
dihasilkan.
Rata-rata kadar air dari bahan baku adalah 0.11% , yang berarti “Sedang”.
Apabila bahan baku memiliki moisture yang kurang baik, berarti bahan baku tersebut
banyak mengandung air. Jumlah air yang besar akan membuat kinerja vakum dalam
proses hidrogenasi dan destilasi tidak stabil (berfluktuasi), dan berpengaruh terhadap
warna produk yang menjadi lebih tinggi (out of spec), sehingga produk tersebut harus
diolah kembali (Recycle) dan dimasukkan kembali ke dalam Elembyc untuk diuapkan
, yang biasa disebut sebagai proses redestilasi. Proses ini akan memerlukan waktu
yang lebih lama. Ketentuan kualitas bahan baku yang dibuat di dalam program
diperoleh berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Rata-rata
Iodium value dari bahan baku adalah 33 gr I2/100 gr , yang berarti “Baik”.
Kualitas produk yang paling baik adalah tipe SA 1800, dimana tipe ini akan
dapat diperoleh jika bahan bakunya yang berupa RBD Stearin, memiliki Iodium
Value 34 min. Apabila Iodium Value hanya 31, maka untuk mencapai spesifikasi
tersebut dapat dilakukan proses fraksinasi, yang tentunya akan menambah biaya
karena sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan proses tersebut. Oleh sebab
itu perusahaan harus pandai dalam memilih suplier bahan baku, sehingga bahan baku
tersebut memiliki spesifikasi yang diharapkan.
Meskipun kadar asam lemak bebas dapat dinyatakan dengan AV, namun
parameter ini jarang dipergunakan, biasanya asam lemak bebas dinyatakan sebagai
persen FFA (Sutanto 1995). Berat molekul asam lemak yang digunakan untuk
81
menghitung FFA umumnya menggunakan berat molekul rata-rata asam lemak
penyusunnya. Pada penilaian ini FFA yang diperoleh adalah 0.2, yang berarti “Baik”.
Pada program penilaian kinerja lain, seperti pada penilaian kinerja industri
gula (Cahyadi 2005) hanya melakukan penilaian terhadap kualitas bahan baku saja,
tetapi pada penilaian kinerja ini, dilakukan juga penilaian terhadap kuantitas dari
bahan baku, hal ini perlu dilakukan, karena kuantitas dapat dijadikan indikator untuk
melihat stabilitas proses, seperti pada penggunaan statistical control, dimana proses
dikatakan stabil apabila berada dalam statistical control (Hardjosoedarmo 1996).
B. Penilaian Proses
Berdasarkan hasil penilaian program terhadap proses pada tahun 2004, PT. X
memiliki penilaian proses, seperti tertera pada Gambar 22.
Gambar 22. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Proses
82
Penilaian kinerja proses mencakup beberapa aspek yang dinilai, antara lain
penilaian terhadap mesin, manusia, keuangan dan material. Aspek manusia, mesin
dan material dipilih, karena kedua aspek tersebut merupakan sebab-sebab yang
menimbulkan variasi dalam proses, sehingga proses dapat diidentifikasi dan dianalisis
(Creech 1994). Sementara itu keuangan merupakan indikator penilaian yang akan
menyempurnakan penilaian. Proses perlu dinilai, karena mutu akan lebih baik jika
diwujudkan melalui perbaikan proses (Hardjosoedarmo 1996),
Berdasarkan keluaran program, maka kinerja perusahaan untuk proses adalah
”Sedang”. Hal ini disebabkan karena ada beberapa kriteria yang dinilai kurang baik,
antara lain stasiun hidrogenasi, stasiun distilasi, dan stasiun pengemasan. Untuk
mengetahui masalah apa yang terjadi dari setiap stasiun tersebut, dapat dilihat pada
penilaian kinerja sub kriteria yang akan menyajikan penilaian lebih spesifik.
1. Penilaian Kinerja Setiap Stasiun Kerja
1.1. Stasiun Pemisahan Lemak
Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun pemisahan lemak pada
tahun 2004, PT. X memiliki penilaian bahan baku, seperti tertera pada Gambar 23.
Gambar 23. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemisahan Lemak
83
Berdasarkan tabel tersebut, proses Pemisahan Lemak atau Hidrolisis yang
dilakukan oleh perusahaan berjalan dengan baik. Dalam Splitting tower, air dan
minyak mengalir berlawanan arah. Air mengalir dari atas, sementara minyak dari
bawah. Selama mengalir ke atas minyak bereaksi membentuk asam lemak dan
gliserin. Asam lemak akan mengalir ke atas bersama dengan sisa minyak, sementara
gliserin akan terlarut ke dalam air dan mengalir ke bawah. Dalam proses tersebut
digunakan air yang berlebihan , sehingga di bagian bawah akan diperoleh gliserin
yang terlarut dalam air. Larutan inilah yang disebut sebagai sweet water (karena
rasanya manis). Meskipun secara umum dikatakan bahwa air dan minyak tidak dapat
bercampur, namun kenyataannya selalu ada bahan yang terikat satu sama lain. Dalam
proses splitting, sebagian air dan gliserin juga akan terikat dalam asam lemak, dan
sebagian asam lemak dan minyak yang lain akan terikat dalam sweet water. Asam
lemak yang terikat sweet water dan gliserin yang terikut asam lemak akan ikut
terbuang. Hal tersebut akan menurunkan yield pada proses pemisahan lemak, dan
tentunya akan berpengaruh terhadap splitting ratio. Perbandingan antara bilangan
asam dengan bilangan penyabunan (AV/SV) dikenal sebagai splitting ratio,yang
merupakan parameter penting untuk mengukur kinerja splitting plant (Sutanto 1995).
Pada penilaian kinerja ini, diperoleh splitting ratio 97.2%, yang berarti splitting plant
perusahaan dapat bekerja dengan baik.
1.2. Stasiun Hidrogensi
Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Hidrogenasi pada tahun
2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Hidrogenasi, seperti tertera pada Gambar 24.
Parameter terpenting dari sisi proses dalam hidrogenasi adalah Iodine Value (IV).
84
Gambar 24. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Hidrogenasi
Berdasarkan tabel tersebut, proses Hidrogenasi yang dilakukan oleh perusahaan
berjalan Kurang Baik. Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak
dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga
akan mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak (Ketaren 1986). Pada
proses ini zat warna terutama karotenoid dan komponen yang bukan gliserida,
termasuk hidrokarbon akan berkurang jumlahnya, asam lemak bebas juga akan
berkurang jumlahnya sampai mencapai kadar 0.1-0.3% (Ketaren 1986).
Untuk melihat nilai Iodin, ikatan tak jenuh (-C=C-) dapat bereaksi dengan
yodium (I2) membentuk ikatan jenuh. Setiap satu ikatan rangkap dapat bereaksi
dengan 1 ikatan I2. Karena itu banyaknya I2 yang bereaksi dengan minyak atau asam
lemak dapat digunakan untuk menentukan banyaknya ikatan tak jenuh dalam bahan
tersebut, yang dikenal sebagai bilangan yodium (IV). Bilangan Iodium dapat
didefinisikan sebagai banyaknya yodium yang dapat bereaksi dengan 1 gram sampel
(Sutanto 1995). Perlu diketahui, bahwa banyak senyawa yang lain (selain minyak dan
asam lemak tak jenuh) juga dapat bereaksi dengan yodium. Hal tersebut
menyebabkan nilai IV hasil analisis biasanya lebih tinggi dari nilai IV yang dihitung
berdasarkan banyaknya asam lemak tak jenuh. Bilangan ini sering digunakan sebagai
Key Component (komponen kunci) atau bahan yang dugunakan sebagai pedoman
perhitungan dalam pencampuran minyak untuk mendapatkan minyak dengan
komposisi tertentu. Hal ini dilakukan dalam pencampuran RBD dengan Crude
Stearine untuk mendapatkan kadar C18 tertentu.
85
1.3. Stasiun Distilasi
Proses ini bertujuan untuk memisahkan asam lemak dari bahan baku asam
bukan lemak, yaitu impurities dan minyak tak tersabunkan. Berdasarkan hasil
penilaian program terhadap stasiun Distilasi pada tahun 2004, PT. X memiliki
penilaian stasiun Distilasi, seperti tertera pada Gambar 25.
Gambar 25. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Distilasi
Warna seringkali menjadi masalah dalam proses ini. Hal inilah yang
mengakibatkan turunnya Grade produk Asam Stearat. Fenomena ini terjadi jika
vakum dan Heat Exchanger kurang dapat berfungsi dengan baik, sehingga tak
mampu mendinginkan bahan secara penuh yang mengakibatkan bahan tetap panas
dan mudah teroksidasi .
Dari sisi proses kita tahu bahwa yang terpenting dari proses ini adalah distilat,
sehingga parameter-parameter distilat juga sangat penting, namun untuk perhitungan
kita justru dapat mengabaikannya. Bahan lain (light end) tidak perlu kita perhatikan
secara khusus, karena jumlahnya sangat kecil (dibawah 0.1%). Dalam praktek,
86
seringkali parameter tersebut tidak tersedia, namun kita dapat melakukan perkiraan
berdasarkan keadaan awal bahan baku (dari splitting dan hidrogenasi).
1.4. Stasiun Fraksinasi
Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Fraksinasi pada tahun
2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Fraksinasi, seperti tertera pada Gambar 26.
Gambar 26. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Fraksinasi
Fraksinasi dirancang untuk memisahkan komponen asam lemak dari CPO
yang telah dipisahkan dan dihidrogenasi, sehingga didapatkan bahan murni maupun
dengan komposisi tertentu (Sutanto 1995). Selama ini disamping bahan standar
tersebut, fraksinasi juga sering digunakan untuk mengolah bahan-bahan lain seperti
CNO, PFAD dan RBD Stearin. Bagian utama stasiun ini terdiri atas 1 kolom
dehidrasi dan 3 kolom fraksinasi. Kolom ini dapat dipasang secara seri, paralel,
maupun seri paralel tergantung kepada bahan yang dikehendaki. Seluruh kolom
87
didalam fraksinasi dioperasikan dalam tekanan vakum, dan kehilangan bahan pada
prinsipnya hanya terjadi karena sebagian bahan terbawa vakum dan tak terembunkan
di kondensor. Yield minimum yang diharapkan adalah 98 % dari asam lemak. Namun
perlu diingat bahwa yield tersebut dihitung berdasarkan keadaan steady. Sebelum
keadaan tersebut tercapai, diperlukan masa pengkondisian selama kurang lebih 2 hari,
itupun tergantung dari prosesnya
Vakum inilah yang terkadang menjadi masalah pada proses ini, sebab apabila
tekanannya terlalu besar atau terlalu kecil, maka akan berdampak terhadap warna dan
komposisi bahan yang diolah. Tabel diatas menunjukkan bahwa proses fraksinasi di
PT. X sudah berlangsung dengan baik.
1.5. Stasiun Beading
Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Beading pada tahun
2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Beading, seperti tertera pada Gambar 27.
Gambar 27. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Beading
Proses Beading di PT. X berlangsung dengan baik. Proses ini bertujuan untuk
mengubah bentuk asam stearat dari cairan ke dalam bentuk butiran dengan
menggunakan spray tower. Prinsip spraying yang digunakan adalah dengan
menghembuskan angin dingin dari bawah kolom spray tower agar terjadi kontak
dengan asam stearat yang disemprotkan pada bagian atas kolom. Sebelumnya asam
88
stearat tersebut ditampung dalam tangki yang dilengkapi dengan steam jacket supaya
tidak membeku, lalu dipompa ke tangki yang dilengkapi dengan cooling water tank
untuk menurunkan temperatur asam stearat mendekati titik bekunya agar dapat
disemprotkan ke dalam menara. Dengan menggunakan udara tekan, asam stearat
ditekan menuju puncak menara, yang dilengkapi dengan 3 buah nozel yang masing-
masing memiliki 500 lubang berdiameter 0,5 mm. Akibat kontak dengan udara,
tetesan asam stearat yang memiliki titik beku 54 – 57 oC akan memadat dan jatuh
dalam bentuk butiran.
1.6. Stasiun Penyerpihan
Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Penyerpihan pada tahun
2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Penyerpihan, seperti tertera pada Gambar28.
Gambar 28. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penyerpihan
89
Proses Penyerpihan di PT. X berlangsung dengan baik. Pada proses ini
dilakukan pengecekan ulang terhadap spesifikasi produk. Hal ini perlu dilakukan,
karena asam stearat tersebut bersentuhan dengan udara, dan temperatur yang berbeda.
Pada proses ini akan dilakukan pengecekan terhadap Titer. Titer merupakan
temperatur dimana asam lemak dari fasa cair akan berubah ke fasa padat. Hasil
penilaian menunjukkan bahwa Titer berada dalam batas kendali, sama dengan kriteria
penilaian yang lain.
1.7. Stasiun Pengemasan
Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Pengemasan pada tahun
2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Pengemasan, seperti tertera pada Gambar 29.
Gambar 29. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengemasan
Proses marking sering terjadi kesalahan. Hal ini terjadi jika proses pencatatan
yang kurang baik dari departemen pengepakan, dan ketidakhati-hatian operator dalam
melakukan marking. Walaupun hal ini kecil, tapi apabila sering terjadi maka
pemanfaatan waktu dan sumber daya tidak efisien, mengingat pengulangan yang
harus dilakukan akibat kesalahan yang terjadi. Pada umumnya tujuan pengemasan
adalah memelihara acceptability bahan yang dikemas (Ketaren 1986). Syarat-syarat
kemasan yang baik digunakan (Ketaren 1986), adalah sebagai berikut :
1. Dapat mencegah dan mengurangi proses oksidasi oleh oksigen atau
prooksidan lainnya
90
2. Jenis bahan pembungkus
Pada penilaian kinerja, khususnya penilaian stasiun pengemasan, ada pula
industri lain yang melakukan penilaian terhadap ketahanan kemasan, sehingga
dilakukan pengecekan yang sifatnya destruktif, sampai penilaian cara memasukkan
produk ke dalam kemasan. Kriteria penilaian untuk industri asam stearat, biasanya
hanya dinilai 2 kriteria, yaitu kriteria yang terdapat pada Gambar 29.
1.8. Kinerja Mesin
Berdasarkan hasil penilaian program terhadap mesin pada tahun 2004, PT. X
memiliki penilaian kinerja mesin, seperti tertera pada Gambar 30.
Gambar 30. Hasil Penilaian Kinerja Mesin
Allocated Downtime perlu diukur, karena semakin besar Allocated Downtime,
maka biaya yang dikeluarkan untuk proses semakin besar pula. Ada beberapa
penyebab Downtime (Waktu rintangan) adalah waktu yang diperlukan selama
perawatan sehingga peralatan atau permesinan tersebut tidak dapat dioperasikan
(Jardine 1973). Downtime dipilih sebagai kriteria penilaian karena merepresentasikan
keberadaan suatu mesin. Downtime yang biasanya dialami oleh industri asam stearat
pada setiap proses yang dilaluinya, antara lain :
1. Downtime yang terjadi pada awal proses, karena Boiler memiliki panas yang
kurang, sehingga tidak mampu mengalirkan material pada tower. Hal ini
berdampak pada penambahan waktu proses.
91
2. Pada proses pemisahan lemak, dimana splitting ratio yang harus dicapai
adalah 96 %, yang berarti kadar Asam Lemak Kasar (Crude Fatty Acid) yang
diperoleh dari RBD Stearin adalah 96%, dan sisanya yaiu 4% adalah Gliserin
encer (sweat water). Apabila Splitting Ratio tidak mencapai 96%, misalnya
hanya 92%, maka proses pemisahan tidak maksimal, sehingga perlu dilakukan
proses ulang (recycle), sampai Asam Lemak Kasarnya mencapai 96%. Proses
Recycle akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga perusahaan
mengalami kerugian.
3. Proses Hidrogenasi yang bertujuan untuk menjenuhkan material atau
mengubah asam lemak tak jenuh, menjadi asam lemak jenuh dengan cara
menambahkan katalis dan gas hidrogen melalui proses pencampuran (mixing).
Proses ini bertujuan untuk mencapai nilai Iodium Value 1.5 untuk asam stearat
tipe 1800. Apabila selama proses yang biasanya memakan waktu ± 2 jam
belum mencapai 1.5, maka proses hidrogenasi perlu penambahan waktu
sampai spesifikasi yang diinginkan tercapai, sehingga proses mixing terus
dilakukan, dan ini akan merugikan perusahaan dari segi waktu dan
penggunaan sumber daya.
4. Proses distilasi akan membutuhkan penambahan waktu, apabila output yang
dihasilkan dari proses hidrogenasi belum mencapai Iodium Value yang
ditetapkan.
Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki kinerja Mesin, dengan
Allocated Downtime 38 000 menit, dimana nilainya berada diantara interval 36 000
menit dan 43 200 menit, yang berarti Allocated Downtime PT. X “Sedang”.
Accident Lost Time merupakan salah satu indikator penilaian kinerja mesin.
Semakin kecil Accident Lost Time, maka kinerja mesin yang dimiliki perusahaan
semakin baik. Ada beberapa hal yang terjadi di industri asam stearat yang berdampak
terhadap Accident Lost time, antara lain :
1. Jalur Blok, yaitu perjalanan material pada pipa tersumbat dan tidak dapat
mengalir (pipa macet). Apabila hal ini terjadi, maka mesin tidak dapat beroperasi,
92
karena tidak adanya input material. Jalur blok disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain :
a. Letak Boiler House yang terlalu jauh dari lokasi penyumbatan, dimana uap
panas yang semestinya dapat menjaga suhu material panasnya kurang, yang
mengakibatkan material membeku dan menyumpat pipa.
b. Hujan deras yang membuat suhu pipa menjadi turun, sehingga material yang
ada didalamnya membeku. Oleh sebab itu untuk menghadapi situasi seperti
ini, pipa perlu diberi penutup, sehingga panasnya dapat terjaga.
c. Spesifikasi material yang ada didalamnya.
2. Baling-baling mixer pada Autoclave patah/lepas, hal ini terjadi karena usia dari
perangkat tersebut dan kurangnya pelumas pada rotor baling-baling. Apabila hal
ini terjadi, proses hidrogenasi membutuhkan waktu yang lebih lama, yang
tentunya berdampak pada efisiensi penggunaan sumber daya.
3. Penutup valve yang kurang rapat pada persimpangan pipa, mengakibatkan
material input yang memiliki IV tinggi, akan bersentuhan dengan material output
yang memiliki IV rendah, sehingga material output memiliki IV yang lebih tinggi
dan harus diolah kembali untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan.
Pengolahan kembali material tersebut memerlukan penambahan waktu yang
berdampak terhadap efisiensi kerja.
4. Pompa terbakar, sehingga tidak dapat memasukkan material pada spray tower.
Hal ini terjadi karena kumparannya terbakar atau kelebihan beban panas. Sebab
lain yang menyebabkan pompa terbakar, karena pompa bersentuhan dengan
material, akibat bocornya pipa material.
Sementara itu Accident Lost Time PT .X pada tahun 2004 adalah 4 320 menit,
dimana nilainya berada dibawah angka 5.760 menit, yang berarti Accident Lost Time
di PT.X adalah “Baik”.
Apabila dinilai secara keseluruhan, maka diperoleh skor 0.23 + 0.62 = 0.85.
Skor 0.85 berada diatas interval 0.75, yang berarti Kinerja Mesin Perusahaan pada
tahun 2004 adalah “Baik”. Kinerja mesin yang baik, memungkinkan pencapaian
93
target produksi dan kualitas produk dapat dicapai, sehingga mampu memberikan
keuntungan besar bagi perusahaan.
2. Penilaian Kinerja Personalia
Berdasarkan penilaian program terhadap data PT. X tahun 2004. Perusahaan
ini memiliki kinerja Sumber Daya Manusia, dengan prosentase mangkir karyawan
0.0614 %, dimana nilainya ≤ 0.15 yang berarti prosentase tingkat mangkir karyawan
PT.X “Baik”. Tingkat mangkir perlu diukur, mengingat pekerjaan yang ada di
perusahaan, bergantung kepada kontinuitas keberadaan karyawan tersebut. Apabila
banyak karyawan yang mangkir tanpa alasan yang jelas, menunjukkan bahwa
motivasi mereka dalam bekerja, dinilai kurang. Tentunya hal ini akan berdampak
terhadat target yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Hasil penilaian kinerja
karyawan dapat dilihat pada Gambar 31.
Gambar 31. Hasil Penilaian Kinerja Karyawan
Sementara itu prosentase keluar masuk karyawan adalah 13.19 %, dimana
nilainya berada pada interval 8% dan 15% yang berarti prosentase keluar masuk
karyawan (employee turnover) di PT.X adalah “Sedang”. Semakin tinggi tingkat
Turnover karyawan, menunjukkan bahwa suasana kerja di perusahaan tersebut tidak
kondusif, sehingga memudahkan seseorang karyawan untuk mencari alternatif
pekerjaan lain diluar. PT. X perlu melakukan peningkatan, sehingga angka keluar
masuk karyawannya menjadi rendah. Perusahaan juga perlu melakukan analisa,
94
terhadap faktor penyebab keluar masuknya karyawan, sehingga apabila ada karyawan
yang akan keluar dari perusahaan, maka perlu dilakukan wawancara, sebagai evaluasi
perusahaan. Turnover karyawan juga akan berdampak terhadap pengeluaran
keuangan perusahaan. Jika seorang karyawan keluar, maka perusahaan akan
mengeluarkan biaya untuk rekrutasi karyawan baru, ditambah lagi upaya pemilihan
karyawan secara selektif yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Kekosongan
jabatan selama proses rekrutmen tentunya akan berdampak pada kinerja perusahaan.
Hubungan kerja yang baik dan suasana kerja yang kondusif akan memperkecil
tingkat mangkir dan keluar masuknya karyawan, sehingga karyawan akan merasa
memiliki perusahaan. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objective)
dapat dipilih sebagai suatu upaya untuk mewujudkan hal tersebut. Isi pokok dari
pendekatan Manajemen Pada Sasaran , bahwa setiap karyawan dengan hubungan
kerja yang baik, akan menentukan prestasi hubungan kerja dimasa yang akan datang,
yang biasanya dilakukan penyelesaian persetujuan kedua belah fihak. Jika keadaaan
ini bertemu, maka karyawan akan memiliki kecakapan yang lebih baik, sehingga
dalam jangka waktu yang telah ditentukan, mereka akan bisa menyesuaikan tingkah
laku yang bisa menjamin pencapaian sasaran, dimana umpan balik prestasi kerja akan
digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk mencapai sasaran yang akan
datang, karyawan mempunyai dorongan untuk berorganisasi, sehingga menolong
pengawas dan karyawan untuk dapat melakukan pengembangan (Soeprihanto 1988).
Apabila dinilai secara keseluruhan, maka PT. X memperoleh skor 0.45 + 0.34
= 0.79. Skor 0.79 berada diatas interval 0.75, yang berarti Kinerja Sumber Daya
Manusia perusahaan adalah “Baik”.
2.8. Penilaian Kinerja Keuangan
Program memberikan keluaran (output) ROI sebesar 10.5 %, yang berarti
tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan adalah
“Sedang”. Sementara itu Net Provit Margin perusahaan juga memperoleh predikat “
Sedang”. Hal ini dipengaruhi oleh % bea masuk yang besar, khususnya ke negara
China, sehingga mengurangi keuntungan bagi perusahaan.
95
Gambar 32. Hasil Penilaian Kinerja Keuangan
Pada penilaian kinerja keuangan yang terdapat pada Gambar 32. dipilih ROI
sebagai financial Result Control, karena beberapa kelebihan (Yuwono et al. 2004),
antara lain :
a. ROI merupakan tolok ukur tunggal yang komprehensif yang bisa menjelaskan
trade-off antara pendapatan, biaya dan investasi
b. ROI dapat digunakan untuk membandingkan kinerja dari berbagai sektor
bisnis, baik pesaing, divisi, maupun dalam industri
c. Bentuk presentasi hasil perhitungan ROI dapat dibandingkan dengan tolok
ukur keuangan lainnya
d. ROI digunakan secara luas, sehingga semua manajer mengetahui apa yang
diwakili oleh ROI dan apa pengaruhnya bagi perusahaan. Dengan kata lain
penafsiran ROI yang popular dengan analisis Dupont adalah untuk
mengetahui apa penyebab naik atau turunnya keuntungan perusahaan dalam
suatu periode.
Disamping kelebihan tersebut ada pula kekurangan ROI, yang perlu diketahui
dalam melakukan penilaian, antara lain :
a. Numerator yang digunakan dalam perhitungan ROI adalah laba akuntansi,
dimana manajer dapat mempengaruhi ROI untuk kepentingan jangka pendek
dan eken merugikan perusahaan dalam jangka panjang
96
b. Keputusan investasi oleh ROI berkecenderungan terhadap suboptimalisasi
keputusan, yaitu manajer lebih mempertimbanngkan keuntungan divisinya
dengan mengorbankan kepentingan perusahaan secara keseluruhan
c. Sinyal yang disampaikan oleh ROI bersifat bias, karena faktor kesulitan
dalam menghitung nilain investasi sebagai denominator ROI.
Akibat adanya kekurangan itulah, maka perlu indkator pengukuran keuangan
yang lain, untuk menyeimbangkannya, yaitu NPM. Indikator ini dapat dijadikan tolok
ukur keberhasilan perusahaan dalam melakukan aktivitas Pemasaran, karena yang
memberikan keuntungan bagi perusahaan, bukan hanya perbaikan proses ke dalam,
melainkan kemampuan perusahaan dalam membina hubungan dengan pembeli, dan
melakukan negosiasi yang saling menguntungkan.
Hasil akhir dari kinerja keuangan perusahaan adalah “ Sedang “. Hal ini harus
dapat memacu perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerjanya secara maksimal.
C. Penilaian Produk
Penilaian ini dilakukan terhadap aktivitas perusahaaan, setelah bahan baku
diolah menjadi produk jadi. Terdapat 3 hasil penilaian, yaitu hasil penilaian grade,
kualitas produk, dan kinerja pemasaran perusahaan.
Penilaian terhadap produk akan diperoleh apabila nilai dari kriteria Grade,
Kualitas dan pemasaran telah diketahui hasilnya. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan perkalian antara skor dengan bobot. Hasilnya dapat dilihat pada
Gambar 33.
97
Gambar 33. Hasil Akhir Penilaian Produk
Ada beberapa perbedaan antara penilaian kinerja produk industri asam stearat
dengan kinerja produk lain. Pada penilaian kinerja produk lain, ada beberapa
perusahaan yang melakukan penilaian untuk melihat apakah produk yang mereka
buat sudah baik, melalui perspektif pelanggan. Apabila respon pelanggan baik,
berarti produk yang dihasilkan perusahaan baik pula. Filosofi manajemen terkini telah
menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan customer
satisfaction (Yuwono 2004). Jika pelanggan (pembeli) tidak puas, maka mereka akan
mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja buruk dari
perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan, meskipun saat ini
kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif pelanggan memiliki 2 kelompok
pengukuran, yaitu customer core measurement dan customer value prepositions
98
(Kaplan 1993). Pada customer core measurement terdapat beberapa komponen
pengukuran, yaitu market share, customer retention, customer acquisition, customer
satisfaction dan customer profitability. Pada penelitian ini diwakili oleh market share.
Sementara itu untuk customer value prepositions terdiri dari beberapa komponen,
yaitu product service attributes, customer relationship dan image. Semua komponen
tersebut dapat dikembangkan menjadi kriteria penilaian kinerja. Produk Asam Stearat
merupakan produk yang akan dioleh kembali oleh pembeli, sehingga kriteria
penilaian di atas belum terlalu diperlukan oleh industri asam stearat.
1. Penilaian Grade Produk
Kinerja metode yang dipakai oleh perusahaan dalam memproduksi asam
stearat, dapat dinilai berdasarkan jumlah down grade yang dihasilkan oleh
departemen produksi. Apabila jumlah down grade pada kurun waktu tertentu,
jumlahnya besar, berarti metode yang dipergunakan oleh perusahaan dalam
melakukan proses, kurang efektif. Down Grade adalah turunnya spesifikasi produk
dari spesifikasi yang ditargetkan sebelumnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya down grade, antara lain :
a. Penanganan terhadap material, yang masih meloloskan material reject untuk
diproses.
b. Stabilitas proses dari setiap tahapan proses yang kurang terjaga dengan baik,
dan meloloskan standar output material yang semestinya direcycle, akan tetapi
karena tuntutan target dan waktu, material diloloskan, tanpa proses perbaikan.
Kedua hal tadi membutuhkan suatu pemilihan metodologi yang tepat dalam
penangananya, apabila perusahaan menginginkan jumlah down grade yang semakin
kecil. Asam stearat yang diproduksi, biasanya memiliki beberapa tipe, yang biasanya
disebut sebagai Gradisitas atau tingkatan produk. Produk asam stearat yang dapat
dihasilkan oleh industri, memiliki 7 tipe, antara lain : SA 1800, SA 1801, SA 1806,
SA 1810, SA 1840, SA 1850, CAND O1, SA 1860, SA 1865 dan SA 1890. Semakin
ke bawah, mutu produk semakin rendah. Mutu produk asam stearat ditentukan oleh
warna dan Iodium Value. Oleh sebab itu untuk meminimasi down Grade, perusahaan
99
perlu melakukan monitoring terhadap warna dan Iodium Value secara intensif. Hasil
penilaian kinerja PT. X untuk kuantitas produk, dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34. Hasil Penilaian Kuantitas Produk
Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki Prosentase Produk Down
Grade 8%, dimana nilainya berada diantara interval 5 dan 70%, yang berarti
Prosentase Produk Down Grade PT. X “Sedang”.
2. Penilaian Kualitas Produk
Kualitas produk akan menentukan minat konsumen terhadap produk yang
dihasilkan oleh perusahaan. Secara umum indikator kualitas produk adalah warna dan
bilangan iod. Oleh sebab itu diperoleh hasil penilaian terhadap kualitas, seperti
terlihat pada Gambar 35.
100
Gambar 35. Hasil Penilaian Kualitas Produk
Produk yang dihasilkan oleh PT. X selama tahun 2004 berada dalam
spesifikasi yang ada, hanya saja perlu peningkatan dalam kuantitas output. IV dan
warna dipilih sebagai penilaian kualitas, karena pada saat produk tersebut siap, maka
pembeli akan melakukan pengecekan terhadap kedua kriteria ini. Bilangan Iod dipilih
sebagai kriteria penilaian, karena bilangan ini dapat menyatakan derajat
ketidakjenuhan dari minyak atau lemak dan dapat juga digunakan untuk
menggolongkan jenis minyak, yaitu minyak pengering dan minyak bukan pengering
(Ketaren 1986). Warna juga menentukan kualitas asam stearat secara fisik. Warna
kuning disebabkan oleh kombinasi antara senyawa nitrogen dengan lemak
teroksidasi, juga pemanasan tanpa proses oksidasi yang telah tengik dapat
menghasilkan warna kuning. Penyebab lain adalah penyimpanan, sehingga intensitas
warna menjadi bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. Warna kuning
biasanya merupakan sifat yang terjadi dalam minyak dan lemak tidak jenuh (Ketaren
1986). Pigmen berwarna merah jingga dan kuning disebabkan pula oleh karotenoid
101
yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon
tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten itu juga ikut
terhidrogenasi, sehingga intensitas warna berkurang (Ketaren 1986).
3. Kinerja Pasar
Dari semua tipe asam stearat, SA 1800 merupakan tipe yang memiliki Grade
terbaik dan memiliki nilai jual yang paling tinggi, mencapai ± $ 700 / ton. Tipe ini
sebagian besar diekspor ke China dan digunakan sebagai bahan kosmetik, sementara
itu untuk tipe yang lain, seperti 1806, digunakan sebagai campuran ban. Saat ini
industri asam stearat juga banyak yang memproduksi lilin, yaitu tipe CAND 01,
dimana produk ini dapat diekspor ke Eropa dalam bentuk lilin hias. Produk
sampingan ini diproduksi, sebagai upaya untuk memanfaatkan output produk yang
memiliki Grading yang rendah. Hasil penilaian kinerja pasar dapat dilihat pada
Gambar 36.
Gambar 36. Penilaian Kinerja Pemasaran
Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki Efektivitas Pemasaran, 96%,
dimana nilainya berada diatas 80%, yang berarti Efektivitas Pemasaran PT. X
102
“Baik”. Efektivitas Pemasaran perlu diukur, untuk melihat kinerja marketing dalam
memasarkan produknya, tentunya harus sinergi dengan kualitas dan kuantitas yang
diinginkan konsumen. Semakin besar eefektivitas pemasaran ,berarti semakin kecil
jumlah stok yang ada, dan otomatis akan mengurangi biaya inventory, dan kerugian
akibat produk tidak laku di pasaran.
Sementara itu Market Share PT .X pada tahun 2004 adalah 60 %, dimana
nilainya berada pada berada dibawah angka 80 dan 60 %, yang berarti Market Share
PT.X adalah “Sedang”. Market Share perlu diukur, untuk melihat seberapa besar
peluang perusahaan untuk memasarkan produk yang ada.
Apabila dinilai secara keseluruhan, maka diperoleh skor 0.65 + 0.16 = 0.81.
Skor 0.81 berada diatas 0.75, yang berarti Kinerja Pemasaran Perusahaan pada tahun
2004 adalah “Baik”.
D. Penilaian Formasi Karyawan
Formasi karyawan perlu dilakukan penilaian, karena jika seluruh sumber daya
telah tersedia, tapi apabila perusahaan kekurangan sumber daya manusia, maka
ketersediaan tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga output yang
dihasilkan tidak maksimal. Begitu pula sebaliknya, apabila jumlah sumber daya
manusia yang tersedia terlalu banyak, maka terjadi inefisiensi biaya.
Mengoptimasikan berarti membuat seluruh organisasi seefektif mungkin dalam upaya
mencapai tujuan yang digariskan (Hardjosoedarmo 1996). Hasil penilaian formasi
karyawan dari departemen produksi, pengendalian kualitas dan logistik, dapat dilihat
pada Gambar 37, 38 dan 39.
103
Gambar 37. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi
Gambar 38. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas
104
Gambar 39. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik
Berdasarkan ketiga tabel diatas, perusahaan perlu melakukan penambahan
karyawan, sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal
ini terjadi, karena pada bulan Februari 2004 perusahaan melakukan pengecilan
jumlah karyawan, dengan tujuan efisiensi biaya. Hal ini terjadi akibat Bea masuk ke
China yang terlalu besar, sehingga provit perusahaan berkurang, sementara sebagian
besar produk, akan dipasarkan ke China. Saat ini keadaan sudah stabil, sehingga perlu
dilakukan optimalisasi terhadap jumlah karyawan, khususnya yang berhubungan
langsung dengan produksi.
E. Penilaian Ekonomi
Penilaian ini menunjukkan pengaruh eksternal terhadap kinerja perusahaan,
khususnya bidang ekonomi. Penilaian ekonomi dapat dilihat dari indikator yang
paling berpengaruh dalan suatu industri, seperti pertumbuhan industri yang dapat
dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi secara makro (Kusnoto 2001). Dalam
proses bisnis tidak ada cara lain untuk mengetahuinya, selain memelihara perpektif
105
operasional dan mengecek efektivitas prosesnya (Kusnoto 2001). Hasil penilaian
kinerja ekonomi pada dapat dilihat pada Gambar 40.
Gambar 40. Penilaian Kinerja Ekonomi
Pada Industri asam stearat, keuntungan yang diperoleh perusahaan sangat
tergantung kepada harga bahan baku dan harga asam stearat itu sendiri di pasar
internasional. Harga yang dijadikan patokan pada pasar asam stearat adalah harga
internasional Amsterdam dan Malaysia. Berbeda dengan penilaian kinerja ekonomi
pada industri lain. Ada industri yang menjadikan kriteria Efisiensi biaya produksi
akan dibandingkan dengan harga pararitas ekspor (HPE) dan harga paritas impor
(HPI) harga produk internasional yang berlaku saat ini, biaya produksi produsen
produk efisien, dan biaya rata-rata produksi produk dunia. Berdasarkan justifikasi
pakar, kriteria ini kurang cocok apabila diterapkan pada industri asam stearat.
Bea masuk memperoleh penilaian “Sedang”, karena pada awal januari sampai
mei terjadi peningkatan bea masuk, khususnya ke Cina. Sejak awal Januari 2004 Cina
memberlakukan tarif bea masuk sebesar 16% untuk ekspor asam stearat dari
Indonesia ke negara itu, hal ini akan mengakibatkan 70% industri oleokimia di
Indonesia diperkirakan akan tumbang, mengingat ekspor ke Cina mencapai porsi 50%
dari total produksi (Nafi 2004). Kris Hadisubroto, Ketua Asosiasi Produsen
Oleochemiccal Indonesia (Apolin), mengingatkan ancaman kerugian industri
oleochemical terutama saat ini sudah di depan mata. “Itu artinya, margin profitnya
menipis, den sedikit lagi pasti rugi. Sehingga harga harus dikurangi sebesar 30 dolar
106
AS per ton, padahal, terhadap Malaysia sebagai pesaing utama Indonesia, Cina hanya
memberlakukan bea masuk ooleokimia 10%. Akibatnya, produsen Indonesia harus
menurunkan harga asam stearat 6% di bawah harga normal 500 dolar AS per ton.
(http://www.tempo.co.id). Hal ini perlu dikaji penyebabnya, yang berawal dari Early
Harvest Program (EHP), yaitu percepatan penurunan bea masuk (BM).
ASEAN-Cina FTA yang digagas sejak 2001 dan perundingannya dilakukan
pada 2003 itu, dibahas lebih dari 9 000 item produk. Dengan demikian, sangat
dimungkinkan terjadi ketidakpuasan dari pelaku usaha tertentu, yang akhirnya
mengalami kesulitan setelah kesepakatan tersebut dilaksanakan. Banyak kendala
dalam persiapan kita menghadapi perundingan Asean-Cina FTA ini. Dari 9 000 item
produk itu, pemerintah tidak tahu secara persis, mana yang bersaing mana yang
tidak. Perlakuan yang terkesan diskriminatif oleh Cina terhadap produk oleokimia itu
disebabkan Indonesia tidak memasukkan komoditi ini ke dalam daftar usulan
penurunan tarif bea masuk pada perundingan ASEAN-Cina FTA. Anggota Tim
Peningkatan Perdagangan (TPP, bentukan Depperindag) ke RRC, Mohammad Taha,
mengatakan bahwa Hal ini merupakan kecelakaan, karena delegasi pemerintah tidak
menerima masukan dari asosiasi. Sementara asosiasinya merasa tidak dimintai
masukan, sehingga delegasi Indonesia tidak mengajukan oleokimia ke dalam daftar
usulan produk yang diturunkan bea masuknya pada ASEAN-Cina FTA
(http://www.balipost.co.id). Ketentuan itu tidak berlangsung lama, Dirjen Kerja Sama
Industri dan Perdagangan Internasional (KIPI) Depperindag Pos M Hutabarat
mengatakan pemerintah tengah berupaya merevisi hasil perundingan ASEAN-Cina
Free Trade Agreement (FTA). Revisi tersebut menyangkut Early Harvest Program
(Ehp) percepatan penurunan bea masuk (BM) atas sejumlah produk yang dibarter
dinilai merugikan Indonesia di tingkat internal. Selanjutnya, negosiasi tingkat
menteri segera akan dilakukan paling cepat bulan April 2004
(http://www.balipost.co.id). Kalangan asosiasi telah mengusulkan berbagai jenis
lemak termasuk harten fat, butter, margarin dan produk turunan CPO, asam stearat.
Pada bulan Mei harga Bea masuk ke Cina sudah berangsur normal, yaitu berkisar
107
antara 10–11%, dan hal ini membawa angin segar untuk industri oleokimia,
khususnya industri asam stearat.
F. Penilaian Sosial
Penilaian terhadap CSR. Dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41. Hasil Penilaian Kinerja Sosial
Kelangsungan suatu usaha tak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan, tapi
juga tanggung jawab sosial perusahaan yang biasa disebut dengan Corporate Social
Responsibility (CSR). Apa yang terjadi ketika banyak perusahaan yang didemo,
dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi pabrik? Bila ditelusuri, sangat
boleh jadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan tanggung jawab
manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di
sekitar lokasi perusahaan tersebut. Investor hanya mengeduk dan mengeksploitasi
sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor
lingkungan. Selain itu, tidak ada atau nyaris sangat sedikit keuntungan perusahaan
yang dikembalikan kepada masyarakat. Justru mereka malah dipinggirkan.
Ketentuan ideal 3 %, sebenarnya belum ada ketentuan resmi, hanya saja angka
tersebut diperoleh berdasarkan kesepakatan yang ada di asosiasi. Berdasarkan
penilaian, perusahaan masih dinilai kurang dalam melakukan kegiatan sosial untuk
masyarakat sekitar. Contoh nyata yanng terlihat, yaitu jalan satu-satunya untuk masuk
ke lokasi pabrik, kondisinya buruk, padahal di belakang pabrik tersebut banyak
terdapat perumahan penduduk yang memanfaatkan jalan tersebut untuk kegiatan
108
sehari-hari. Hal ini perlu menjadi perhatian perusahaan, mengingat sebagian besar
fungsi jalan tersebut dipergunakan untuk aktivitas transportasi perusahaan.
Berbagai peristiwa negatif yang menimpa sejumlah perusahaan, terutama
setelah reformasi, seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi para pemilik dan
manajemen perusahaan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih
baik kepada masyarakat, khususnya di sekitar lokasi perusahaan. Hal ini sekarang
populer dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR), tanggung jawab
sosial perusahaan). Menurut Ketua Corporate Forum for Community Development
(CFCD) Thendri Supriatno, CSR sangat penting tidak hanya bagi masyarakat,
melainkan juga perusahaan itu sendiri. ''CSR dapat mencegah dampak sosial lebih
buruk, baik langsung atau tidak langsung, atas kelangsungan usaha, karena gesekan
dengan komunitas sekitar,'' tutur Thendri (http://phaproscomdev.tripod.com). CSR
perlu dilaksanakan secara sadar sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial
perusahaan. Hal yang perlu disadari, CSR juga merupakan bagian dari pembagunan
citra perusahaan (Corporate Image Building), sudah seharusnya sebuah perusahaan
turut bertanggung-jawab atas lingkungan sekitarnya, karena Kita ini hidup
bermasyarakat. Maka sudah selayaknya dan bahkan kewajiban bagi sebuah
perusahaan untuk memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya.
Kendala yang dialami sebuah perusahaan dalam melaksanakan CSR terletak
pada komitmen dari perusahaan itu sendiri, Apakah perusahaan bersangkutan
mempunyai komitmen untuk turut bertanggung-jawab terhadap lingkungan
sekitarnya atau tidak, karena jika perusahaan itu tidak memiliki komitmen terhadap
lingkungan sekitarnya, maka tanggung jawab dan kepedulian sosial itu pun juga tidak
ada. Hal itu juga berdampak pada dukungan perusahaan bersangkutan untuk
mewujudkan kepedulian tersebut. Selain komitmen dan dukungan dari perusahaan,
kendala yang juga dihadapi sebuah perusahaan dalam menjalankan kepedulian sosial
tersebut adalah program yang akan dilaksanakan. Banyak perusahaan yang memiliki
komitmen tinggi terhadap masalah-masalah sosial, namun program yang
dilaksanakan tidak berdasarkan pada ketulusan hati nurani. Artinya, bentuk
kepedulian sosial hanya ditujukan pada popularitas semata. Komitmen perusahaan
109
terhadap masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk program CSR dapat
mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun
masyarakat .
G. Penilaian Lingkungan
Keberhasilan suatu perusahaan industri dalam mengelola lingkungan dapat
dilihat berdasarkan kemampuan perusahaan untuk mengolah limbah yang berbahaya,
sehingga keluaran industri dapat dikembalikan kepada lingkungan dengan aman.
Penilaian terhadap lingkungan dapat didasarkan kepada keluaran industri, yang
berupa limbah cair, limbah padat, limbah gas, dan kebisingan (Silalahi 1995).
Perusahaan perlu melakukan pemantauan dan pengukuran secara teratur untuk
memastikan bahwa kualitas lingkungannya tidak melampaui Nilai Ambang Batas
(NAB) yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku (Utomo et al. 2002). Pada
industri asam stearat tidak dipilih kriteria limbah padat, karena limbah padat yang
berupa katalis nikel tidak aktif langsung dijual ke fihak luar. Kriteria penilaian
lingkungan, sama dengan kriteria penilaian lingkungan yang dilakukan untuk
perusahaan industri lain, karena penilaian lingkungan biasanya dilakukan oleh
pemerintah daerah setempat.
Performansi Lingkungan perusahaan, secara umum sudah berada dalam batas
kendali, hanya saja perusahaan harus melakukan perbaikan, khususnya dalam
penanganan gangguan yaitu kebisingan. Hasil Penilaian kinerja lingkungan dapat
dilihat pada Gambar 42.
110
Gambar 42. Keluaran Hasil Penilaian Lingkungan
Kinerja lingkungan perusahaan didasarkan kepada penilaian subkriteria, antara
lain :
1. Limbah Cair
Kebersihan air sebagai sumber kehidupan manusia harus dipelihara dengan
segenap daya upaya. Industri harus dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah
industri (waste water treatment plant) atau paling sedikit alat pengendap dan
penyaringan limbah industri (settlement clarification tank),. Standar kualitas air
ini wajib dimonitor terus-menerus agar tetap pada batas-batas toleransi yang
ditetapkan pemerintah (Silalahi 1995).
Berdasarkan analisa program, PT. X memiliki kualitas limbah cair yang
berada dalam batas kendali (Gambar 43). Hal ini berbeda dengan RKL tahun
1994, dimana masih terdapat beberapa parameter yang berlebih, antara lain :
BOD, COD, Minyak dan lemak, dengan demikian perlu dilakukan upaya
pengelolaan lebih lanjut karena belum memenuhi syarat yang berlaku.
111
Gambar 43. Hasil Penilaian Limbah Cair
Nilai Ambang batas yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
KDH Tk I Jawa Barat No. 660.71/SK/694-BKPMD/82 Golongan II. BOD dan
COD akan tinggi, apabila banyak terdapat bahan organik pada limbah cair. Hal ini
dapat terjadi jika proses pembersihan tangki yang belum terjaga dengan baik. Hal
ini dapat diantisipasi melalui proses aerasi atau mikroba dengan menggunakan
lumpur aktif. Air limbah yang berasal dari proses produksi terlebih dahulu
dialirkan melalui bak-bak kecil untuk menyaring fat dan kapur yang masih
terbawa air, dan untuk selanjutnya dialirkan ke bak limbah, kemudian diisap oleh
pompa dan disemprotkan melalui pipa-pipa yang dilubangi (Aerasi), untuk
mengisap oksigen, dan kemudian disalurkan ke bak-bak berikutnya sebelum
dialirkan ke sungai.
Kadar Minyak dan lemak dari limbah, apabila melewati nilai ambang batas.
Limbah ini apabila menyebar dipermukaan air , maka akan mematikan ikan yang
hidup didalamnya.
112
2. Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan PT. X berdasarkan analisa program adalah
“Baik”, seperti terlihat pada Gambar 44. Gas biasanya berasal dari ruang genset
dan proes produksi. Adapun cara penanggulangannya adalah dengan membuat
cerobong asap. Pengambilan sampling dan analisa dilakukan oleh P4L DKI
Jakrta. Nilai ambang batas ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
KDH Tk I Jawa Barat No. 660.31/SK/694-BKPMD/82 dan berdasarkan Surat
Edaran Menaker No. SE-02 tahun 1978. Dari hail analisa, ternyata kualitas udara
perusahaan masih memenuhi nilai ambang batas yang ditentukan.
Gambar 44. Hasil Penilaian Limbah Gas
3. Kebisingan
Kebisingan merupakan kriteria yang juga penting dalam penilaian kinerja
lingkungan suatu perusahaan industri. Kebisingan yang mencapai 80 dba akan
mengakibatkan seseorang sulit untuk berbicara dengan yang lain, Jika mencapai
130 dba akan menimbulkan onset of pain, dimana telinga akan merasakan sakit
bagi yang mendengarnya, dan bahkan jika sudah mencapai 140 dba, akan
menimbulkan kerusakan telinga (Bridger 1995). Nilai ambang batas untuk
kebisingan adalah 85 db (Utomo et al. 2002). Kebisingan akan mengurangi
113
kenyamanan dalam bekerja. Berdasarkan keluaran program, PT. X memiliki
kebisingan yang berada pada parameter yang berlebih. Hal ini diakibatkan oleh
usia mesin yang semakin bertambah. Sumber kebisingan pada industri asam
stearat berasal dari mesin dan genset. Hasil penilaian kebisingan dapat dilihat
pada Gambar 45.
Gambar 45. Hasil Penilaian Kebisingan
H. Penilaian Akhir Kinerja Perusahaan
Apabila seluruh kriteria dapat diperoleh hasilnya, maka kinerja perusahaan
dapat dinilai berada dalam keadaan Normal (Sedang), seperti terlihat pada Gambar
46.
114
Gambar 46 . Hasil Akhir Penilaian Kinerja Perusahaan
Tahun 2004 merupakan tahun yang cukup sulit bagi perusahaan, karena
pengaruh faktor eksternal. Pada bulan februari tahun 2004 terjadi perubahan
manajemen perusahaan, sehingga perlu penyesuaian baru, akan tetapi sampai saat ini
banyak terjadi perubahan, efisiensi di setiap bagian, memungkinkan perusahaan dapat
berjalan dengan stabil. Faktor eksternal juga berpengaruh terhadap keberhasilan
perusahaan, contohnya adalah bea masuk.
Penilaian kinerja ini berbeda dengan metode penilaian kinerja lain, seperti
penilaian kinerja Manajemen Tradisional. Dalam manajemen tradisional, pengukuran
kinerja dilakukan dengan menetapkan secara tegas tindakan tertentu yang diharapkan
akan dilakukan oleh personel dan melakukan pengukuran kinerja untuk memastikan
bahwa personel akan melaksanakan tindakan sebagaimana yang diharapkan (Yuwono
et al. 2004). Penilaian didasarkan kepada target yang telah ditetapkan sebelumnya,
bukan kepada nilai ideal yang bukan hanya dapat diterima oleh intern perusahaan.
Penilaian kinerja pada penelitian ini didasarkan kepada nilai ideal yang dapat diterima
oleh semua perusahaan yang ingin bersaing pada produk sejenis.
115
Sistem penilaian kinerja yang banyak dipakai oleh perusahaan adalah
pengukuran kinerja berbasis informasi keuangan. Pada sistem ini terdapat kendala,
dimana keuangan sudah tidak bisa lagi memuaskan semua pihak (Yuwono et al.
2004). Akhirnya yang menjadi kambing hitam adalah sistem akuntansi. Posisinya
makin tersudut, manakala ia diharapkan sebagai penghasil laporan keuangan yang
mampu menengahi berbagai kepentingan. Penilaian akan lebih objektif, jika tidak
hanya menyajikan satu aspek penilaian saja. Banyak analisa keuangan yang diambil
pada sistem ini, antara lain Return On Investment, Return On Capital Employed,
Economic Value Added, Residual Income, dan Return On Equity. Pada penelitian ini,
ada satu kriteria penilaian kinerja yang diambil dari sistem ini, yaitu Return On
Investment, sehingga dapat mewakili aspek keuangan.
Penilaian kinerja yang lain adalah Balanced Scorecard, yang muncul dalam
era teknologi informasi, dimana dalam metode ini berupaya untuk memotivasi
personel untuk mewujudkan visi dan strategi organisasi (Mulyadi et al. 1999). Pada
Balanced Scorecard terdapat empat aspek yang diukur, yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan. Tentu saja berbeda dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam
penelitian ini yang menilai berdasarkan delapan aspek penilaian.
VI. PEMBAHASAN
A. Sistem Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja industri asam stearat, memiliki 11 item kriteria penilaian, dan
ini adalah jumlah yang cukup banyak. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor
pada setiap hasil penilaian kualitatif. Metode ini dipilih berdasarkan skala Bogardus,
yaitu salah satu skala untuk mengukur jarak sosial yang dikembangkan oleh Emory
S. Bogardus. Pada kasus ini setiap kriteria diberikan bobot yang besarnya tergantung
kepada hasil penilaian pakar mengenai pengaruh setiap kriteria terhadap penilaian
Proses. Pada skala penilaian si penilai memberi angka pada suatu kontinum di mana
individu atau obyek akan ditempatkan, dan sebaiknya penilai hendaklah orang-orang
yang mengetahui bidang yang dinilai (Nazir 1988).
Skor yang diperoleh untuk setiap kriteria akan dikalikan dengan bobot, dimana
hasilnya akan diinterpretasikan kedalam interval penilaian yang telah ditentukan
sebelumnya. Ukuran interval adalah suatu pemberian angka kepada set dari objek
yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yaitu jarak
yang sama pada pengukuran interval memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau
sifat objek yang diukur (Nazir 1988). Apabila diperoleh kesulitan dalam menentukan
bobot, maka dipergunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
Teknik ini dilakukan dengan cara manipulasi matriks. Matriks yang diperoleh
digunakan untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai
eigen pada prosedur sebagai berikut (Marimin 2004). Nilai yang diperoleh pada
teknik ini didapat berdasarkan jawaban kuesioner yang diisi oleh para pakar.
Hasil penilaian kinerja yang diperoleh, juga menggunakan if-then rules. Kaidah
ini dipilih untuk mengantisipasi kondisi yang berada diluar alur interval, sehingga
penilaian menjadi lebih sensitif, walaupun secara teknis membutuhkan proses yang
lama, karena setiap kondisi yang mungkin terjadi, harus digambarkan satu persatu.
Sistem penilaian kinerja (measurement performance system) telah dikenal lama
dalam dunia industri. Pada awalnya sistem pengukuran kinerja pertama kali
diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama Dupont pada tahun 1919. Sistem
117
pengukuran kinerja tersebut dikenal dengan nama skema Dupont. Pengukuran
kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan penilaian kinerja
keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on investment). Apabila
dilakukan perbandingan dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian
ini, skema Dupont hanya merupakan salah satu aspek yang dinilai, dari 8 aspek
penilaian kinerja yang ada. Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat
pada periode 1980-an sampai 1990-an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan
munculnya berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi
maupun kinerja proses. Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan
adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Self-assestment,
Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC), Work-flow Based
Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Kueng dan Krahn. 2004).
Statistical Process Control merupakan salah satu metode untuk melakukan penilaian
terhadap kapabilitas proses. Metode ini banyak dilakukan oleh banyak industri besar
di Indonesia, seperti PT. Putera Raja Busana Mahameru (Texmaco Group) dan PT.
Vengtay Indonesia (produsen Nike). Penilaian kinerja industri asam stearat ini, dapat
dikembangkan pula untuk melakukan Statistical Process Control, dengan
menambahkan database dan visualisasi grafik.
Sistem penilaian kinerja industri asam stearat memiliki konsep penilaian yang
sama dengan Blanced Score Card, dimana setiap keriteria dihitung, lalu hasil yang
diperoleh dibandingkan dengan interval penilaian yang telah ditentukan, sehingga
berdasarkan interval tersebut, diperoleh penilaian secara kualitatif. Apabila terdapat
beberapa kriteria penilaian, maka setiap kriteria tersebut diberikan bobot.
Perbedaannya hanya terletak pada aspek yang dinilai, dimana pada BSC hanya
menilai 4 aspek kinerja perusahaan (Kaplan 1993). Beberapa perusahaan besar seperti
: Rockwater, Aple Computer, dan Advanced Micro Devices menerapkan metode
tersebut, dan mengilustrasikan bagaimana scorecard mengkombinasikan pengukuran
dan manajemen di beberapa perusahaan yang berbeda (Yuwono 2004). Berdasarkan
aplikasi di perusahaan tersebut dapat disimpulkan bahwa BSC akan sukses ketika
digunakan untuk mendorong proses perubahan (Kaplan 1993).
118
Sistem penilaian kinerja juga dapat dikembangkan kedalam bentuk Visual Plot,
walaupun pada penilaian kinerja industri asam stearat ini tidak dilakukan. Visual Plot
merupakan metode yang berhasil digunakan untuk membangun self-assessment yang
lebih informatif, sehingga perusahaan mengetahui kelebihan dan kekurangannya
(Lonnes & Logan 2004). Metode ini banyak digunakan oleh industri perkapalan di
USA.
B. Model
Industri asam stearat merupakan industri yang kompleks, dan banyak sekali
variabel yang dapat dipilih untuk melakukan penilaian terhadap industri tersebut.
Cara penilaian baru akan diketahui apabila peneliti sudah memahami sistem dan
masalah yang ada dalam industri asam stearat. Oleh sebab itu suatu sistem yang
kompleks harus dibuat kedalam model, sehingga diperoleh bentuk yang lebih
sederhana, supaya mudah untuk difahami dan dimengerti oleh si perancang sistem
penilaian. Hal ini dilakukan, karena model adalah metode yang paling mudah untuk
memandang suatu masalah. Model yang baik cukup hanya mengandung bagian-
bagian yang perlu saja (Simatupang 1994). Dalam pembentukan model, harus
diperhatikan faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku dari sistemnya, atau dengan
kata lain memperhatikan pengertian (konsep) sistemnya. Dengan demikian, dapat
ditentukan variabel-variabel apa saja yang menentukan performansi dari sistem yang
diamati, kemudian bagaimana variabel-variabel tersebut dapat dikendalikan dan
diatur. Pada akhirnya akan diperoleh suatu performansi sistem yang dikehendaki
(Simatupang 1994).
Model yang dipilih untuk melakukan pemodelan pada penelitian ini adalah
pemodelan sederhana, walaupun ada pemodelan lain yang sifatnya lebih kompleks.
Berdasarkan Fungsi, model penilaian kinerja industri asam stearat dikategorikan
sebagai Model Prediktif, yaitu model yang menghubungkan variabel terikat dan
variabel bebas untuk memprediksi hasil dari kondisi tertentu dan memungkinkan
untuk melakukan percobaan dengan pertanyaan ”Jika” (Bender & Edward A. 1978).
Contoh lain dari model ini adalah Analisis Titik Pulang Pokok yang dikenal sebagai
119
(Break Event Point), jika biaya tetap diberikan, dan biaya variabel diketahui, maka
titik pulang pokok dalam penjualan dapat diketahui (Newman 1988). Pemodelan
peramalan dan teori antrian juga merupakan contoh lain dari model prediktif. Model
peramalan berupaya untuk memprediksi nilai pada periode tertentu dimasa yang akan,
berdasarkan data masa lalu atau periode sebelumnya (Biegel 1992). Apabila
dibandingkan dengan model penilaian kinerja industri asam stearat, pada beberapa
menu, akan terdapat proses penilaian yang konsepnya sama dengan perhitungan BEP,
akan ditemukan pada penilaian kinerja keuangan yang paremeternya terdiri dari
Return on Investment (ROI) dan Net Profit Margin (NPM).
Selain model prediktif, dikenal pula model deskriptif, yaitu model yang
merepresentasikan sistem nyata dan menggambarkan kondisi atau kegiatan sekarang
atau masa lalu, tanpa ada suatu prediksi (Bender & Edward A. 1978). Contoh lain
dari model deskriptif adalah diagram tata letak pabrik yang hanya merepresentasikan
letak fasilitas pabrik beserta material flow (Apple 1997). Apabila dibandingkan
dengan model penilaian kinerja asam stearat, pada salah satu menu yaitu menu ”aliran
proses” terdapat pula model deskriptif, dimana menu tersebut hanya menampilkan
flow process industri asam stearat.
ISM (Interpretative Structural Modelling) merupakan konsep pemodelan lain
yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis. Menurut Eriyatno
(1998), ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana
model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu
sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta
kalimat. Pemodelan ISM tidak dipilih, karena pada dasarnya model penilaian kinerja
industri asam stearat, hanya merupakan Sistem Penunjang Keputusan, sehingga tidak
dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis.
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memodelkan suatu sistem,
antara lain : (a) model harus mewakili (merepresentasikan) sistem nyatanya; dan (b)
model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan
adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu, dan model tidak hanya digunakan
untuk menggambarkan sekumpulan pemikiran-pemikiran, tetapi juga mengadakan
120
evaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan perancangan
terbaik tanpa membutuhkan konstruksi seluruh kenyataan alamiahnya (Simatupang
1994). Pada kasus ini model penilaian kinerja dibuat berdasarkan kondisi lapangan
yang ada, akuisisi pakar dan pendekatan literatur, sehingga model yang dibuat
diharapkan dapat mendekati kondisi yang sesungguhnya, dan model yang dihasilkan
digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.
Kebanyakan masalah yang dihadapi industri adalah belum adanya definisi atau
susunan sistem yang jelas, jadi harus dilakukan pendekatan sistem untuk membangun
sistemnya secara eksplisit (Simatupang 1994). Lagi pula, sering masalah yang
dihadapi merupakan masalah yang unik yang bisa saja terjadi dengan latar belakang
yang berbeda. Memang telah banyak model yang tersedia yang tampaknya cocok
dengan masalah yang sedang dihadapi, misalnya Balanced Scorecard yang digunakan
untuk penilaian kinerja perusahaan melalui penilaian 4 aspek, yaitu :
a. Perspektif keuangan, yang dapat mengukur hasil tertinggi yang dapat diberikan
kepada pemegang saham
b. Perspektif pelanggan, yang akan berfokus terhadap kebutuhan dan kepuasan
pelanggan
c. Perspektif internal, memfokuskan perhatiannya pada kinerja kun ci proses internal
yang mendorong bisnis perusahaan
d. Perspektif pembelajaran dan perkembangan, yang berupaya untuk memperhatikan
langsung orang-orang dalam organisasi dan infrastruktur.
Secara sederhana, seluruh perspektif BSC, ada dalam penilaian kinerja industri
asam stearat walaupun kriteria penilaiannya berbeda, namun kebutuhan penilaian
bukan hanya 4 aspek saja, akan tetapi masih banyak aspek yang lain yang perlu
dinilai. Oleh karena itu diperlukan modifikasi dan pengembangan model dari sistem
masalah yang ditinjau. Pengembangan model tidak lain adalah suatu usaha
memperoleh model baru yang memiliki kemampuan lebih di dalam beberapa aspek
(Simatupang 1994)
121
Karakterisasi sistem yang telah diperoleh akan memberikan masukan berupa
struktur masalah yang menunjukkan keterkaitan hubungan antara variabel-variabel
yang penting dalam penyelesaian masalah. Proses merumuskan perilaku model
dalam bentuk fungsi-fungsi suatu variabel terhadap variabel-variabel lainnya disebut
formulasi atau perumusan model. Formulasi untuk kasus ini hanya akan
menghasilkan model dalam bentuk diagram alir penilaian (model visual) bukan
model matematik. Model ini dibuat berdasarkan teori yang berlaku di wilayah sistem,
pakar yang berkaitan dengan sistem, serta justifikasi literatur. Interaksi antar variabel
yang kompleks sering disederhanakan dengan menggunakan asumsi yang tepat.
Formulasi ini mengikuti lima tahap, yakni pemilihan variabel yang akan
dilibatkan; pemilihan tingkat agregasi dan kategorisasi yang tepat; keputusan yang
menyangkut perlakuan terhadap waktu; spesifikasi; dan kalibrasi.
1. Variabel-variabel yang dilibatkan
Sebuah model harus dapat mereproduksi suatu fenomena yang diminati oleh
perancangnya, sehingga variabel yang harus dilibatkan adalah yang relevan saja.
Sedangkan yang tidak, dapat diabaikan. Kebanyakan variabel yang relevan sudah
dapat diidentifikasi setelah adanya pembatasan masalah. Variabel penilaian kinerja
terdiri dari beberapa aspek yang dinilai, yaitu aspek material, keuangan, manajemen,
proses, mesin, metode, pemasaran dan lingkungan. Variabel ini adalah variabel
output Kemudian akan ada pula variabel yang mempengaruhi variabel output yang
menyebabkan ia harus dimasukkan juga, yaitu aspek aspek ekonomi, dan sosial.
Aspek ini dipilih berdasarkan akuisisi pakar dan penelitian lanjutan dari penelitian
sebelumnya yang menggunakan metode yang sama dengan objek yang berbeda. Pada
tahap ini peneliti harus berfikir untuk menghasilkan suatu representasi yang dapat
mewakili sistem yang nyata berdasarkan kepada daya imajinasi dan kapasitasnya
(pengetahuan dan pengalaman) untuk memilih faktor-faktor yang penting dan relevan
dengan masalah yang dikaji.
2. Kategorisasi
Pada tahapan ini beberapa variabel digabungkan menjadi satu variabel. Atau
variabel yang dudah ada dikelompokkan, sesuai dengan relevansinya terhadap
122
penilaian akhir. Penilaian kinerja dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penilaian
internal dan eksternal. Penilaian eksternal terdiri dari aspek sosial, lingkungan dan
ekonomi. Semantara itu internal terdiri dari kelompok bahan baku, proses dan
produk. Dalam kelompok nproses hanya menilai aspek material, produk akan menilai
aspek metode, keuangan, personalia, mesin, dan manajemen. Sementara itu untuk
kelompok produk juga akan dinilai aspek pemasaran .
3. Perlakuan terhadap waktu
Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melihat faktor waktu ini.
Pertama adalah masalah horizon waktu yang dicaku suatu model. Ini terutama
berkaitan dengan perencanaan yang selalu berurusan dengan sesuatu yang akan
datang. Kedua, apakah waktu memang secara eksplisit perlu dilibatkan dalam model,
yang berarti model tersebut dinamis, ataukah cukup statis saja. Proses penilaian
kinerja, khususnya kinerja industri asam stearat akan terus mengalami perubahan
seiring dengan bergulirnya waktu. Standar ideal saat ini belum tentu masih relevan
untuk melakukan penilaian dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu sistem yang
peneliti rancang tidak seluruh variabelnya dibuat dengan setting standar. Ada
beberapa variabel penilaian yang dapat diubah karena dinamika yang memungkinkan
kriteria penilaian berubah, seperti penilaian ekonomi, keuangan, metode dan mesin.
Sistem ini dibuat semi dinamis yang bersifat manual. Sistem ini perlu dikembangkan
lebih lanjut.
4. Spesifikasi model
Setelah perancang model memutuskan tujuan suatu model, variabel-variabel
yang harus terlibat, dan tingkat yang layak bagi agregasi dan kategorisasi, maka
selanjutnya ia perlu membuat hipotesis (betapapun sederhananya) tentang struktur
dan perilaku fenomena yang sedang dia coba representasikan. Setelah ini dia
menguraikan dengan jelas hipotesis itu, dan kalau diperlukan, menterjemahkannya ke
dalam bahasa matematika.
5. Kalibrasi model
Kalibrasi adalah mencocokkan model dengan kondisi nyata. Kalibrasi mudah
dilakukan bila format/bentuk dan struktur model sudah pernah dicoba pada berbagai
123
kesempatan sebelumnya (estimasi parameter). Apabila suatu model sama sekali baru,
maka proses kalibrasi tidak mudah dilakukan, ia mungkin memerlukan simulasi. Pada
kasus ini penulis berupaya untuk mensimulasikan sistem yang dibuat berdasarkan
annual report perusahaan, dimana hasil analisanya dapat dilihat pada halaman
sebelumnya.
Konsep formulasi model merupakan suatu upaya awal membangun model
formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabel-
variabel model (Simatupang 1994).
Contoh model lain yang digunakan untuk melakukan Self-Assessment adalah
model Innovation Quotient (IO). Model ini dibuat untuk melakukan penilaian
terhadap kemampuan suatu perusahaan untuk melakukan perubahan dan untuk
menentukan parameter yang paling berpengaruh dalam melakukan self-assessment
(Lannes & Logan 2004). Berbeda dengan model penilaian kinerja dalam penelitian
ini, dimana model tidak melakukan penilaian terhadap kemampuan tersebut, seperti
yang dilakukan oleh model IO.
Pada perancangan sistem terdapat tahapan validasi sistem. Validasi
merupakan tahapan dimana model yang dihasilkan dapat dipakai pada industri asam
stearat yang lain (diluar sampel yang diujicobakan). Verivikasi terhadap model perlu
dilakukan untuk membandingkan model dengan kondisi empirik. Verivikasi
merupakan suatu proses sebelum model tersebut menjadi valid. Tahapan lain adalah
implementasi. Secara umum validasi dapat dipisahkan menjadi validasi struktural dan
kinerja. Penilaian kinerja asam stearat merupakan contoh validasi struktural.
124
C. Pendekatan Sistem
Masalah sistem adalah masalah dengan latar belakang tertentu, mudah
dikenali (diidentifikasi) dengan baik dan diketahui batasan-batasannya serta
dirumuskan dengan pernyataan-pernyataan interogatif. Pendekatan sistem dipilih
karena sistem yang ada sangat kompleks, melalui pendekatan ini, peneliti akan lebih
mudah untuk memahami dan memilih kriteria penilaian yang paling relevan.
Guna memahami masalah sistem yang dihadapi, maka dilakukanlah
pendekatan sistemik menurut salah satu prinsip berikut, yakni prinsip holistik,
teleologik, dan dialektika (Simatupang, 1994). Prinsip teleologik merupakan dasar
pembentukan model konseptual. Oleh karena sifatnya yang memfungsionalisasikan
atribut-atribut sistem dengan melihat tujuan (teleos) dari sistem. Tujuan sistem
adalah untuk memperoleh penilaian kinerja akhir perusahaan, sehingga diperoleh
penilaian kualitatif Baik, Sedang dan Kurang Baik. Penilaian ini dapat dijadikan
acuan bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi guna perbaikan performansi kinerja
di masa yang akan datang. Melalui pendekatan sistem, eksistensi sistem dan
lingkungannya dapat dipahami dengan diketahuinya elemen-elemen sistem, relasi
antar elemen, dan atribut dari masing-masing elemen dan relasi. Lingkungan sistem
merupakan kumpulan objek di luar batasan (boundaries) sistem yang mempengaruhi
(dipengaruhi) sistem. Setelah sistemnya teridentifikasi dengan baik, kemudian dibuat
konsetual model yang akan dibangun. Model konseptual ini berisikan ciri-ciri utama
sistem yang penting terhadap pemecahan masalah.
Studi kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran
tingkat penyimpangan sistem dan ukuran kapabilitas suatu mesin atau proses dalam
memenuhi standar. Pada beberapa penilaian variabel kinerja dilakukan studi
kapabilitas jangka pendek. Peneliti memperoleh standar ideal, lalu membandingkan
nilai yang sesungguhnya terhadap standar ideal tersebut. Penilaian kualitatif diperoleh
dari besarnya deviasi antara nilai nyata dengan standar ideal tersebut. Disamping itu
ada beberapa alasan lain yang dijadikan dasar, mengapa metode ini dipilih. Menurut
Alsup dan Watson (1993), studi kapabilitas jangka pendek dilakukan karena beberapa
alasan sebagai berikut:
125
1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan
2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat
3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat
4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat
5. Mengurangi waktu dan biaya studi.
Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi
kapabilitas jangka pendek:
1. Mengumpulkan data
2. Kalkulasi data
3. Analisis hasil
4. Melakukan tindakan berdasarkan hasil.
Nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai standar kualitas
yang dapat diterima (acceptability), karena Semakin kecil perbedaan antara nilai
pengukuran dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat.
Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima
(Besterfield, 1990). Nilai acceptability biasanya ditentukan berdasarkan kontrak
kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen. Menurut Besterfield (1990)
secara teoritis nilai acceptability dapat ditentukan berdasarkan:
1. Data historis
2. Pengalaman (Empirical judgment)
3. Informasi Teknik (engineering information)
4. Percobaan
5. Kemampuan produsen, dan
6. Keinginan konsumen.
Menurut Besterfield (1990) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-
rata data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Persentase variasi yang
digunakan adalah 10 %. Nilai 10 % merupakan nilai variasi maksimum yang masih
dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Jika nilai akurasi (A) kurang dari
atau sama dengan ± akurasi maksimum (Amax) maka variasi dari suatu aktivitas yang
126
diukur dinyatakan diterima (baik), dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai variasi
maksimum maka variasi dari aktivitas yang diukur dinyatakan ditolak (kurang baik).
Dalam implementasi, standar penilaian yang akan digunakan sebagai justifikasi
kondisi kinerja aktivitas atau proses adalah nilai persentase (%) dari variasi
(penyimpangan). Nilai persentase digunakan karena nilai ini akan memudahkan
untuk dibaca oleh pengguna model. Suatu aktivitas akan dinilai baik jika persentase
variasi kurang dari atau sama dengan nilai VS (Variasi Standar), dan sebaliknya
aktivitas akan dinilai kurang baik jika persentase variasi lebih dari nilai VS.
Justifikasi baik atau tidaknya suatu proses atau stasiun produksi dalam industri
asam stearat, dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari setiap
aktivitas yang terdapat dalam stasiun tersebut. Jika nilai rata-rata persentase variasi
tiap aktivitas kurang dari atau sama dengan VS maka kinerja stasiun tersebut
dinyatakan baik. Sebaliknya jika rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas
lebih dari VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan kurang baik.
Sistem yang dibuat dalam penelitian ini diberi nama SPIAS 1.0. Penamaan
tersebut merupakan singkatan dari Sistem Penilaian Industri Asam Stearat (SPIAS).
Sistem yang dirancang pada penelitian ini masuk ke dalam Sistem Penunjang
Keputusan (SPK). Output yang diberikan kepada manajemen dapat dijadikan acuan
untuk melakukan perbaikan untuk kriteria dinilai masih baik. SPK sebagai suatu
sistem interaktif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan
dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat
tidak terstruktur.
Dari definisi tersebut, dapat diindikasikan empat karakteristik utama dari SPK,
yaitu :
1. SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian.
2. SPK dirancang untuk membantu para manajer (pengambil keputusan) dalam
proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi struktural (aau
tidak terstruktur).
3. SPK lebih cenderung dipandang sebagai penunjng penilaian manajer dan
sama sekali bukan untuk menggantikannya.
127
4. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil
keputusan.
Berdasarkan karekteristik utama tersebut, SPIAS 1.0 memenuhi karakteristik
dari SPK. Pada SPIAS 1.0 terdapat model penilaian kriteria, yang masing-masing
memiliki formulasi tersendiri dan data annual report yang diperoleh dari industri.
Output yang dihasilkan, memberikan informasi kepada stakeholder, yang ada di
industri tersebut untuk melakukan perbaikan pada kegiuatan input material, proses
produksi, output, dan faktor eksternal yang berpengaruh.
Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam
Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi
informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik
pokok yang melandasi teknik SPK adalah :
a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan.
b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda.
c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang, antara lain ilmu
komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen.
d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan
berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.
Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas dari
perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan pihak
manajerial Dengan membuat model yang menggunakan beberapa teknik
pengambilan keputusan seperti telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya, maka
SPK dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Secara umum SPK terdiri
dari tiga komponen (Marimin 2004), yaitu :
1. Manajemen Data. Termasuk di dalamnya adalah database yang berisi data yang
berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang
disebut sistem menejemen basis data.
2. Manajemen Model. \yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model
finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang
menyediakan kemampuan sistem analisis.
128
3. Subsistem dialog. Yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan
perintah-perintah dalam SPK.
Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak dalam
SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini ditujukan utnuk
membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang umumnya bersifat semi
struktural. SPK digunakan sebagai penunjang penilaian manajer dan sama sekali
bukan untuk menggantikannya. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan
efektivias dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup identifikasi dari apa yang
harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang dipilih relevan dengan tujuan
(Marimin 2004).
Penggunaan SPK di perusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban (1990),
terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut :
1. Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil.
2. Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi
3. Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi bisnis.
4. Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung.
SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktivitas bisnis tapi juga pada program
pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam aplikasinya dapat
mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perdagangan, lingkungan hidup dan
sebagainya. Dengan pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat
diselesaikan dengan komprehensif dan multi disiplin.
Konsep dan rancang bangun sistem penunjang keputusan terdiri dari tiga elemen
utama, yaitu :
Pengotimalan kriteria dalam merancang bangun sistem
Proses rancang bangun sistem secara total
Proses rancang bangun sistem secara mendetail.
Menurut Eriyatno (1998), proses rancang bangun sistem di atas berorientasi
pada keputusan yang bersifat partisipatif. Hal ini erat kaitannya dengan aplikasi ilmu
sistem untuk perencanaan dan pengendalian program yang membutuhkan partisiasi
anggotanya.
129
Selanjutnya, kriteria keputusan suatu sistem harus bersifat lengkap (mencakup
seluruh aspek penting dalam persoalan), operasional (dapat digunakan dalam
praktek), tidak berlebihan (dapat menghindarkan perhitungan berulang) dan minimum
(dengan tujuan agar lebih mudah meninjau secara komprehensif persoalan). Hal ini
merupakan salah satu karakteristik SPK yang dapat mendukung peoses pengambilan
keputusan terutama keputusan yang bersifat semi struktural.
Landasan utama dalam pengembangan SPK untuk model manajemen adalah
konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara
abstrak tiga komponen utama sistem penunjang keputusan, yaitu : (1) pengambil
keputusan atau pengguna, (2) model, dan (3) data. Selanjutnya dijelaskan bahwa
struktur SPK terdiri dari data yang tersusun dala sistem manajemen basis data
(SMBD), kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basis model
(SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna.
Kajian SPK berkembang, saat ini ada yang dikenal dengan Group Decision
Support System (GDSS). Sistem ini didesain untuk menunjang kelompok pengambil
keputusan melalui perangkat lunak, keras dan alat penunjang keputusan lain. GDSS
mengkombinasikan komputer, komunikasi, dan teknologi pengambil keputusan ,
secara terintegrasi untuk menyediakan support guna mengidentifikasi,
memformulasikan, dan memberikan solusi terhadap masalah yang dibicarakan dalam
group meeting (Rees 2004). Jika dilihat dari sisi perangkat lunak dan teknologi,
SPIAS 1.0 merupakan langkah awal dalam menunjang aktivitas GDSS, dimana
output yang dihasilkan, dapat dibicarakan dalam group meeting di perusahaan yang
menggunakannya.
Sistem manjemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi yang
pertama adalah sebagai penyimpanan data dalam basis data. Fungsi yang ke-2 adalah
menerima data dari basis data. Fungsi yang ke-3 adalah sebagai pengendali basis
data. Sistem manajemen basis data harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian
mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data.
Sistem manajemen basis model merupakan sistem perangkat lunak yang
mempunyai empat fungsi pokok, yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang
130
format keluaran model (laporan-laporan), untuk memperbahrui dan merubah model,
dan untuk memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model
memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan
keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK.
Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan
pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan
memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sedangkan sistem pengolah
problematik adalah subsistem yang bertugas sebagai koordinator dan pengendali dari
operasi sistem secara keseluruhan. Sistem ini menerima input dari ketiga subsistem
lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki
dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin
masih adanya keterkaitan antara subsistem.
Aplikasi dari SPK baru dapat dikatakan berhasil atau bermanfaat jika terdapat
kondisi sebagai berikut (Marimin 2004) :
a. Eksistensi dari basis data yang sangat besar
b. Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada pencapaian keputusan
c. Adanya keterbatasan waktu dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya.
d. Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan
mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan peilihan
solusi.
Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi
SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan
tersebut terdiri dari tujuh tehapan, seperti dapat dilihat pada (Marimin 2004) yaitu :
1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan).
Pada tahap ini, analis mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari
persoalan yang akan dipecahkan. Pelaksanaan tahap ini dapat meningkatkan
kemungkinan suksesnya tahap implementasi.
2. Mendefinisikan persoalan.
Pada tahap ini, analis melakukan analisis terhadap persoalan yang akan
dipecahkan dan menentukan ahli yang dapat membantu penyelesaian persoalan.
131
3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras.
Para analis biasanya merancang SPK dengan menggunakan paket perangkat luna
dan perangkat keras yang sudah ada. Penentuan perangkat lunak dan perangkat
keras merupakan persoalan yang saling berhubungan, karena kemampuan setiap
perangkat lunak berbeda dan mempengaruhi kebutuhan perangkat keras.
4. Menggunakan model
5. Memelihara sistem.
Tahap pemeliharaan sistem termasuk pemeliharaan perangkat lunak dan
perangkat keras yang digunakan.
D. Analisis Bahasa Pemrograman
Sistem dibuat dengan menggunakan Program Visual Basic 6, yang merupakan
bahasa pemrograman visual dari Microsoft. Program ini dipilih karena beberapa
alasan, antara lain :
1. Program Visual Basic 6 compatible dengan Windows, apalagi saat ini penguna
windows paling banyak, sehingga dapat lebih mudah untuk menggunakan
program ini di berbagai tempat. Lain halnya dengan Delphi keluaran Borland, jika
dibandingkan dengan Visual Basic, program VB jauh lebih compatible dengan
Windows, karena berasal dari produsen yang sama
2. Mudah dalam pengembangan aplikasi, karena program ini keluaran Microsoft
yang merupakan market leader, sehingga semua perkembangan baik dari segi
support program sampai kepada trik penggunaan dapat diperoleh programmer
dengan mudah, baik lewat fasilitas internet (website) maupun CD program yang
terdapat di pasaran.
3. Visual Basic 6, dilengkapi dengan Active X, sehingga mempermudah dalam
membuat program aplikasi database, dan program yang dihasilkan lebih baik.
Sejak dikembangkan pada tahun 80-an. Visual Basic kini telah mencapai
versinya yang ke-6. Beberapa keistimewaan dari visual Basic 9 (Kurniadi 1999)
antara lain :
132
1. Menggunakan platform pembuatan program yang diberi nama Developer
Studio, yang memiliki tampilan dan sarana yang sama dengan Visual C++
dan Visual J++. Dengan begitu programmer dapat bermigrasi atau belajar
bahasa pemrograman lainnya dengan mudah dan cepat tanpa harus belajar
dari nol lagi
2. Memiliki compiler andal yang dapat menghasilkan file executable yang lebih
cepat dan lebih efisien dari sebelumnya
3. Memiliki beberapa tambahan sarana Wizard yang baru. Wizard adalah sarana
yang mempermudah di dalam pembuatan aplikasi dengan mengotomasi tugas-
tugas tertentu
4. Tambahan kontrol-kontrol baru yang lebih canggih serta peningkatan kaidah
struktur bahasa Visual Basic
5. Kemampuan membuat Active X dan fasilitas internet yang lebih banyak
6. Sarana akses data yang lebih cepat dan andal untuk membuat aplikasi
database yang berkemampuan tinggi
7. Visual Basic 6 memiliki beberapa versi atau edisi yang disesuaikan dengan
kebutuhan pemakainya.
Terdapat bahasa pemrograman lain, selain Visual Basic, seperti Delphi. Delphi
tidak dipilih, karena program tersebut membutuhkan banyak memori, dan jika
dibandingkan dengan Visual Basic, Delphi kurang compatible dengan aplikasi
Windows, hal ini dikarenakan Delphi keluaran dari Borland, bukan Microsoft. Bahasa
pemrograman lain adalah Pascal. Pascal tidak dipilih karena tampilan yang dihasilkan
tidak sebaik Visual Basic, dan penulisan program tidak semudah Visual Basic, karena
Pascal tidak memiliki tambahan kontrol selengkap Visual Basic.
Pembuatan Report dibantu dengan menggunakan Cristal Report. Program ini
dipilih karena kemudahan dalam melakukan compile data dengan Visual Basic,
disamping itu perintah yang dipergunakan tidak terlalu banyak, sehingga
memudahkan pembuat program. Report dapat pula dibuat dengan menggunakan
Microoft Access, akan tetapi proses compile data dengan Visual Basic lebih banyak.
Cristal Report merupakan program khusus untuk membuat laporan, tidak seperti
133
Microsoft Access yang memiliki fungsi selain membuat report, sehingga fasilitas
menu yang disajikan Cristal Report lebih beragam dan tampilan yang dihasilkan lebih
baik.
Program yang dipergunakan untuk aplikasi database adalah Microsoft Access.
Program ini dipilih karena lebih mudah dipakai, fleksibel, mudah diintegrasikan
dengan program Microsoft lain, dapat bekerja bersama dengan sistem jaringan
dengan lebih baik, serta dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada
internet atau intranet (Permana 2002). User dapat masuk kedalam program aplikasi,
apabila sudah melewati kata kunci, hal ini dilakukan untuk memberikan kenyamanan
kepada pengguna, sehingga program aplikasi yang digunakan tidak dapat
dipergunakan oleh orang lain yang tidak berkepentingan, dan data yang ada
didalamnya dapat tersimpan dengan aman. Tampilan awal SPIAS 1.0 dapat dilihat
pada Gambar 47.
Gambar 47. Tampilan awal SPIAS 1.0
134
E. Rekomendasi Perbaikan
Penilaian kinerja perusahaan yang sudah dilakukan, menghasilkan suatu
rekomendasi bagi perkembangan perusahaan, antara lain :
1. Pada proses Hidrogenasi yang dinilai Kurang Baik, output seringkali tidak
masuk spesifikasi yang ditentukan. Hal ini dapat terjadi jika bahan baku yang
diolah banyak mengandung air, sehingga mempersulit kerja vakum dan
mengakibatkan katalis terikat oleh air, yang berakibat pada bilangan iod yang
sulit untuk diturunkan. Apabila keluaran proses tidak sesuai dengan spec yang
ditetapkan, maka akan berdampak kepada proses berikutnya, yaitu proses
Distilasi. Oleh sebab itu perusahaan harus melakukan pre-process inspection,
sehingga dalam proses tidak mengalami kesulitan. Selain itu, Tekanan vakum
pada proses Fraksinasi perlu dijaga.Vakum inilah yang terkadang menjadi
masalah pada proses ini, sebab apabila tekanannya terlalu besar atau terlalu
kecil, maka akan berdampak terhadap warna dan komposisi bahan yang diolah.
2. Penilaian terhadap proses Distilasi dinilai Kurang Baik, oleh sebab itu
perusahaan harus melakukan perawatan preventif kepada vakum dan Heat
Exchanger, sehingga alat tersebut mampu mendinginkan bahan secara penuh,
dan minyak tidak mudah teroksidasi . Kalau hal ini dapat dipelihara, maka
Downgrade produk tidak akan terjadi, karena warna dapat dipertahankan sesuai
dengan spec yang ditetapkan. Perawatan mandiri juga dapat diterapkan untuk
stasiun ini. Perawatan mandiri adalah Kegiatan yang dirancang untuk
melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri, disamping kegiatan yang
dilaksanakan oleh bagian perawatan. Perawatan ini muncul dikarenakan budaya
operator yang mengganggap kerusakan mesin merupakan tanggung jawab
Departemen Perawatan, sehingga operator tidak memiliki tanggung jawab
dalam mengoperasikan mesin. Apabila konsep ini dijalankan, maka operator
akan berhati-hati dalam menggunakan mesin, karena apabila mesin tersebut
mengalami kerusakan, akibatnya akan ditanggung oleh operator itu sendiri.
Kegiatan yang biasanya dilaksanakan dalam Perawatan Mandiri, antara lain :
135
Pengecekan harian
Pelumasan
Reparasi Sederhana
Pendektesian penyimpangan
Sasaran yang diharapkan dari perawatan mandiri, antara lain :
• Mengembangkan Operator yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan
dalam memelihara dan mendeteksi gejala sebelum terjadinya kerusakan
• Menciptakan Tempat Kerja yang teratur, sehingga setiap penyimpangan
dari kondisi normal dapat dideteksi dengan cepat
3. Kinerja sosial perusahaan masih dinilai Kurang Baik. Corporate Social
Responsibility (CSR) perlu ditingkatkan. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh
perusahaan, selain membangun sarana umum. Misalnya perusahaan berupaya
untuk memberikan motivasi kepada karyawannya untuk turut bertanggung
jawab terhadap lingkungan sekitarnya. bukan hanya pada lingkungan
masyarakat sekitar perusahaan saja, tetapi pada internal perusahaan pun,
kepedulian sosial (CSR) tersebut harus diwujudkan. Misalnya bagaimana
menciptakan suasana kerja yang sehat, aman dan penuh dengan kedamaian dan
ketenangan. Dengan demikian, maka karyawan pun akan merasa tenang dan
damai bekerja didalam perusahaan. Setiap perusahaan yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, sudah seharusnya
memiliki kepedulian dan tanggung jawab sosial dengan lingkungan sekitarnya.
CSR merupakan salah satu kegiatan yang dikembangkan oleh setiap perusahaan
mengingat kemajuan dan perkembangan perusahaan tidak terlepas dari
dukungan masyarakat sekitar. Melalui kegiatan CSR, perusahaan menunjukkan
kepedulian dan komitmen moral terhadap kepentingan masyarakat, terlepas dari
kalkulasi untung rugi bagi perusahaan. Kalau dirasa perlu, ada baiknya
perusahaan membentuk divisi Environment, Health and Safety (EHS) dan divisi
Community Development dan Divisi Corporate Public Relations dalam arti
yang uas dan benar serta industrial Relations dan Employee Relations. Untuk
mendukung pelaksanaan kegiatan CSR, berbagai macam kegiatan seperti lomba
136
balita Indonesia, beasiswa pendidikan, lomba pustaka anak Nusantara, serta
mudik lebaran karyawan. Dengan CSR, diharapkan tingkat kepercayaan
masyarakat kepada perusahaan semakin tinggi, juga adanya saling pengertian
dan saling menguntungkan diantara kedua pihak baik perusahaan maupun
masyarakat. Bila CSR dilaksanakan dengan baik, akan berdampak positif terhadap
keberlangsungan usaha. Selain itu, CSR pun dapat menjadi bagian dari
pembangunan citra perusahaan. Di negara-negara maju, CSR merupakan salah
satu prasyarat bagi sebuah perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dari bank.
Di Indonesia, belum sejauh itu, namun berbagai kejadian negatif yang menimpa
berbagai perusahaan seharusnya menjadi pelajaran bagi para pemilik dan
manajemen perusahaan untuk segera menerapkan CSR. Saat ini masih banyak
perusahaan yang melakukan CSR hanya sebagai ''pemadam kebakaran''. Begitu
terjadi kasus keributan dengan masyarakat, buru-buru mereka melakukan
penanangan, misalnya dengan memberikan bantuan dana kepada masyarakat
sekitar. Program peredam gejolak atau pemadam kebakaran ini mempunyai
banyak risiko negatif, seperti menciptakan ketergantungan, menciptakan
psikologi ''tak pernah cukup', dan tidak mendidik. Selain itu, tidak terprogram,
serta tidak akan berkelanjutan. Apa pun tujuan dan kebutuhannhya,
perancangan dan perencanaan program CSR tetap memerlukan pemahaman
yang benar atas kondisi dan perubahan masyarakat, serta tujuan yang ingin
dicapai perusahaan melalui program tersebut. Salah pendekatan akan
menyebabkan ketentraman dan keamanan terganggu dalam menjalankan usaha
(http://phaproscomdev.tripod.com)
4. Penilaian kinerja lingkungan khususnya kebisingan, perusahaan memperoleh
predikat ”Kurang Baik”. Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan
untuk mengurangi kebisingan, melalui tahapan dasar dalam manajemen
kebisingan. Tahap dasar dalam manajemen kebisingan industri adalah : (1)
Ukuran jangka pendek, seperti : penggunaan pelindung telinga, (2) Ukuran
jangka menengah, misal : mengubah posisi mesin yang terlalu bising, memberi
pelindung suara pada mesin yang bising, memberi peringatan pada area yang
137
bising, dan menukar pekerja pada tempat yang bising ke tempat yang sunyi, (3)
Ukuran jangka panjang, seperti : memberi pelindung pada mesin yang bising,
mengganti mesin, mengubah roses, membangun pelindung gelombang suara,
melaksanakan pengatusan prosedur penggunaan pelindung telinga, dan
melakukan Audiometric Testing Program (Bridger 1995).
5. Perusahaan sebaiknya membidik negara-negara Uni-Eropa dalam melakukan
ekspansi ekspornya. Dengan jumlah penduduk yang besar, Uni Eropa
merupakan pasar yang potensial. Jumlah penduduknya berkisar 4,5 juta jiwa.
Sedang kebutuhan akan asam lemak sebesar 3-4 kilogram perkapita. Dengan
demikian kebutuhan minyak ini mencapai 1,5-1,6 juta ton pertahun
(http://www.tempo.co.id). Asam lemak di Eropa banyak digunakan untuk
deterjen dan sabun. Ekspor Indonesia pada tahun 2003 ke Uni-Eropa naru
menjapai 50 ribu ton. Sementara itu seluruh kebutuhan Uni Eropa untuk
Indonesia mencapai 200-300 ribu ton. Jumlah ini akan disebarkan ke beberapa
negara Uni Eropa, seperti Spanyol, Jerman dan Belanda. Ini menunjukkan
bahwa peluang pasar di Eropa masih terbuka luas, dan itu merupakan PR bagi
para pengusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi dan ekspansi pasarnya.
138
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT SYSTEM)
139
Prinsip Dasar Sistem Penunjang Keputusan
Sistem menurut Gordon (1989) dipandang sebagai suatu agregasi aau
kumpulan objek-objek yang terangkai dalam interaksi dan kesalingbergantungan
yang teratur. Dilihat dari sudut pandang tujuan yang ingin dicapai, sistem merupakan
sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan
untuk tujuan yang sama. Turban (1990) dan Turban & Aronson (2001) menyebutkan
bahwa konsep Sistem Penunjang Keputusan (SPK) muncul pertama kali pada awal
tahun 1970-an oleh Scott-Morton. Mereka mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem
interaktif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam
menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak
terstruktur.
Dari definisi tersebut, dapat diindikasikan empat karakteristik utama dari SPK, yaitu :
5. SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian. 6. SPK dirancang untuk membantu para manajer (pengambil keputusan) dalam
proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi struktural (aau tidak terstruktur).
7. SPK lebih cenderung dipandang sebagai penunjng penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya.
8. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan.
Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam
Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi
informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik
pokok yang melandasi teknik SPK adalah :
a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan. b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda. c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang, antara lain
ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen. d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan
kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.
Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas dari
perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan pihak
manajerial Dengan membuat model yang menggunakan beberapa teknik
140
pengambilan keputusan seperti telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya, maka
SPK dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Secara umum SPK terdiri
dari tiga komponen, yaitu :
4. Manajemen Data. Termasuk di dalamnya adalah database yang berisi data yang berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem menejemen basis data.
5. Manajemen Model. \yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang menyediakan kemampuan sistem analisis.
6. Subsistem dialog. Yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan perintah-perintah dalam SPK.
Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak dalam
SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini ditujukan utnuk membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang umumnya bersifat semi struktural. SPK digunakan sebagai penunjang penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivias dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup identifikasi dari apa yang harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang dipilih relevan dengan tujuan.
Penggunaan SPK di perusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban (1990), terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut :
5. Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil. 6. Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi baik di dalam
maupun luar negeri. 7. Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi bisnis. 8. Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung dalam peningkatan
efisiensi dan keuntungan. SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktivitas bisnis tapi juga pada program
pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam aplikasinya dapat mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perdagangan, lingkungan hidup dan sebagainya. Dengan pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat diselesaikan dengan komprehensif dan multi disiplin.
Konsep dan Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan
Konsep dan ranang bangun sistem penunjang keputusan terdiri dari tiga
elemen utama, yaitu :
pengotimalan kriteria dalam merancang bangun sistem proses rancang bangun sistem secara total proses rancang bangun sistem secara mendetail.
141
Menurut Eriyatno (1998), proses rancang bangun sistem di atas berorientasi
pada keputusan yang bersifat partisipatif. Hal ini erat kaitannya dengan aplikasi ilmu
sistem untuk perencanaan dan pengendalian program yang membutuhkan partisiasi
anggotanya. Kaitan dan struktur pendekatan sistem terhadap penunjang keputusan
terlihat pada Gambar 8.1.
Selanjutnya, kriteria keputusan suatu sistem harus bersifat lengkap (mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan), operasional (dapat digunakan dalam praktek), tidak berlebihan (dapat menghindarkan perhitungan berulang) dan minimum (dengan tujuan agar lebih mudah meninjau secara komprehensif persoalan). Hal ini merupakan salah satu karakteristik SPK yang dapat mendukung peoses pengambilan keputusan terutama keputusan yang bersifat semi struktural.
Landasan utama dalam pengembangan SPK untuk model manajemen adalah konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama sistem penunjang keputusan, yaitu : (1) pengambil keputusan atau pengguna, (2) model, dan (3) data. Selanjutnya dijelaskan bahwa struktur SPK terdiri dari data yang tersusun dala sistem manajemen basis data (SMBD), kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basis model (SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna. Hubungan antar komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.2.
Sistem manjemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi yang pertama adalah sebagai penyimpanan data dalam basis data. Fungsi yang ke-2 adalah menerima data dari basis data. Fungsi yang ke-3 adalah sebagai pengendali asis data. Sistem anajemen basis daa harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data.
Sistem manajemen basis model merupakan sistem perangkat lunak yang mempunyai empat fungsi pokok, yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang format keluaran model (laporan-laporan), untuk memperbahrui dan merubah model, dan untuk memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK.
Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sedangkan sistem pengolah problematik adalah subsistem yang bertugas sebagai koordinator dan pengendali dari operasi sistem secara keseluruhan. Sistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antara subsistem.
Aplikasi dari SPK baru dapat dikatakan berhasil atau bermanfaat jika terdapat kondisi sebagai berikut :
a. Eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit mendayagunakannya.
142
b. Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses pencapaian keputusan.
c. Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya.
d. Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan peilihan solusi.
Pada langkah awal aplikasi SPK perlu dilakukan analisis keputusan di mana
pengambil keputusan mendefinisikan hal-hal yang penting untuk diputuskan. Untuk
langkah lebih lanjutnya, diperlukan penelaahan persektif ditinjau dari lima sudut
pandang, yaitu :
b. konsep ekonomi rasional c. pandangan yang bedrorientasi pada proses pengambilan keputusan, tidak
hanya pada hasilnya d. pandangan prosedur organisatoris e. pandangan politis yang ditekankan pada kebutuhan f. pandangan individual yang tercermin pada sikap dan perilaku pengambil
keputusan.
Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi
SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan
tersebut terdiri dari tujuh tehapan, seperti dapat dilihat pada Gambar 8.3., yaitu :
1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan).
Pada tahap ini, analis mengumpulkan data dan informasi serta
mempelajari persoalan yang akan dipecahkan. Pelaksanaan tahap ini
dapat meningkatkan kemungkinan suksesnya tahap implementasi.
2. Mendefinisikan persoalan.
Pada tahap ini, analis melakukan analisis terhadap persoalan yang
akan dipecahkan dan menentukan ahli yang dapat membantu
penyelesaian persoalan.
3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras.
Para analis biasanya merancang SPK dengan menggunakan paket
perangkat luna dan perangkat keras yang sudah ada. Penentuan
perangkat lunak dan perangkat keras merupakan persoalan yang saling
143
berhubungan, karena kemampuan setiap perangkat lunak berbeda dan
mempengaruhi kebutuhan perangkat keras. 2 merepresentasikan
persoalan, dapat diercaya, dan valid.
4. Menggunakan model.
Setelah tahap 1 sampai taha 5 dilaksanakan, maka aplikasi SPK siap
digunakan oleh pengguna.
5. Memelihara sistem.
Tahap pemeliharaan sistem termasuk pemeliharaan perangkat lunak
dan perangkat keras yang digunakan.
Mengevaluasi Sistem Pengukuran yang Ada
Tahap berikutnya adalah mengevaluasi sistem pengukurang yang digunakan
organisasi atau perusahaan saat ini. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton
dalam “Putting the BSC to work” (Harvard Business Review, Sept/Okt 1993), pada
umumnya sebagian besar organisasi tidak memiliki satu set tolok ukur yang seimbang
(balanced), mereka terlalu terfokus pada tolok ukur keuangan jangka pendek dan
mengabaikan tujuan jangka panjang seperti kepuasan pelanggan/pegawai maupun
pertumbuhan.
Evaluasi sistem pengukuran organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan
survei di bawah ini, yang mencakup evaluasi terhadap berbagai tolok ukur dan sistem
pengukuran yang digunakan organisasi atau perusahaan saat ini. Dengan melengkapi
berbagai instrumen yang didasarkan pada The Baldrige Criteria di bawah ini, akan
terlihat karakteristik suatu sistem pengukuran yang efektif dan seberapa jauh
organisasi atau perusahaan terlibat dalam standar dan praktik BSC yang ada.
The Baldrige Criteria selama lebih dari satu dekade telah digunakan oleh
ribuan organisasi di Amerika agar berkompetisi dalam meningkakan kinerja
organisasi. Berbagai jenis organisasi yang berbeda, besar atau kecil, perusahaan
manufaktur atau jasa maupun yang hanya memiliki satu kantor atau tersebar di
144
seluruh dunia dapat menggunakan The Baldrige Criteria ini karena mencakup
berbagai indikator kunci sebagai framework untuk menilai kinerja organisasi;
pelanggan, produk dan jasa, operasional sumber daya manusia dan keuangan.
Kriteria ini akan membantu perusahaan dalam menyelaraskan sumber daya yang ada,
meningkatkan komunikasi, produktivitas dan efektivitas serta mencapai tujuan-tujuan
strategis.
Statistik untuk Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan
instrumen yang valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan
antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang
diteliti. Kalau dalam objek berwarna merah, sedangkan data yang terkumpul
memberikan data berwarna utih maka hasil penelitian tidak valid. Selanjutnya hasil
penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda.
Kalau dalam objek kemarin berwarna merah, maka sekarang dan besok tetap
berwarna merah.
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang hendak diukur. Meteran yang valid dapat digunakan untuk
mengukur panjang dengan teliti, karena meteran memang alat untuk mengukur
panjang. Meteran tersebut menjadi tidak valid jika digunakan untuk mengukur berat.
Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk
mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Alat ukur panjang
dari karet adalah contoh instrumen yang tidak reliabel.
Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan
data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi,
instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat untuk mendapatkan hasil
penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti bahwa dengan menggunakan
instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, otomatis hasil (data)
145
penelitian menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi
objek yang diteliti, dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen. Oleh
karena itu, peneliti harus mampu mengendalikan objek yang diteliti dan
meningkatkan kemampuan dalam menggunakan instrumen untuk mengukur variabel
yang diteliti.
Instrumen-instrumen dalam ilmu alam, misalnya meteran, termometer,
timbangan, biasanya telah diakui validitas dan reliabilitasnya (kecuali instrumen yang
sudah rusak dan palsu). Instrumen-instrumen itu dapat dipercaya validitas dan
reliabilitasnya karena sebelum instrumen itu digunakan/dikeluarkan dari pabrik telah
diuji validitas dan reliabilitasnya.
Instrumen-instrumen dalam ilmu sosial sudah ada yang baku (standar), karena
telah teruji validitas dan reliabilitasnya, tetapi banyak juga yang belum baku bahkan
belum ada. Untuk itu maka peneliti harus mampu menyusun sendiri instrumen pada
setiap penelitian dan menguji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang tidak teruji
validitas dan reliabilitasnya bila digunakan untuk penelitian akan menghasilkan data
yang sulit dipercaya kebenarannya.
Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Meteran yang putus di bagian
ujungnya, bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang sama (reliabel)
tetapi selalu tidak valid. Hal ini disebabkan karena instrumen (meteran) tersebut telah
rusak. Penjual jamu berbicara di mana-mana kalau obatnya manjur (reliabel) tetapi
selalu tidak valid, karena kenyataannya jamunya tidak manjur. Reliabilitas instrumen
merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu, walaupun
instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen
perlu dilakukan.
Pada dasarnya terdaat dua macam instrumen, yaitu instrumen yang berbentuk
test untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen yang non-test untuk mengukur
sikap. Instrumen yang berupa test jawabannya adalah “salah atau benar”, sedangkan
instrumen sikap jawabannya tidak ada yang “salah atau benar” tetapi bersifat “positif
atau negatif”. Skema tentang instrumen yang baik dan cara pengujiannya
ditunjukkan pada gambar 9.1.
146
Pada gambar 9.1 tersebut ditunjukkan bahwa instrumen yang baik (yang
berupa test maupun non-test), harus valid dan reliabel. Instrumen yang valid harus
mempunyai validitas internal dan eksternal. Instrumen yang mempunyai validitas
internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis)
telah mencerminkan apa yang akan diukur. Jadi kriterianya ada dalam instrumen itu.
Sedangkan instrumen yang mempunyai validitas eksternal bila kriteria di dalam
instrumen dari luar atau fakta-fakta empiris yang telah ada. Kalau validitas internal
instrumen dikembangkan menurut teori yang relevan, maka validitas eksternal
instrumen dikembangkan dari fakta empiris. Misalnya akan mengukur kinerja
(performance) sekelompok pegawai, maka tolok ukur (kriteria) yang digunakan
didasarkan pada para pegawai yang dipandang mempunyai kinerja tinggi. Sedangkan
validitas internal dikembangkan dari teori-teori tentang kinerja. Untuk itu penyusun
instrumen yang baik harus memperhatikan teori dan fakta di lapangan.
Penelitian yang mempunyai validitas internal, bila data yang dihasilkan
merupakan fungsi dari rancangan dan instrumen yang digunakan. Instrumen tentang
kepemimpinan akan menghasilkan data kepemimpinan, bukan motivasi. Penelitian
yang mempunyai validitas eksternal bila, hasil penelitian dapat diterapkanpada
sampel yang lain, atau hasil penelitian itu dapat digeralisasikan.
Validitas internal instrumen yang berupa test harus memenuhi construct
validity (validitas konstruksi) dan content validity (validitas isi). Sedangkan untuk
instrumen yang non-test yang digunakan untuk mengukur sikap, cukup memenuhi
validitas konstruksi. Sutrisno Hadi (1986) menyamakan construct validity dengan
dengan logical validity dan validity by definition. Instrumen yang mempunyai
validitas konstruksi, jika instrumen tersebut sapat digunakan untuk mengukur gejala
sesuai dengan yang didefinisikan. Misalnya akan mengukur efektivitas kerja, maka
perlu didefinisikan terlebih dahulu apa itu efektivitas kerja. Setelah itu baru
disiapkan instrumen yang digunakan untuk mengukur efektivitas kerja sesuai dengan
definisi. Untuk melahirkan definisi, maka diperlukan teori-teori. Dalam hal ini,
Sutrisno Hadi menyatakan bahwa “bila bangunan teorinya sudah benar, maka hasil
147
pengukuran dengan alat ukur (instrumen) yang berbasis pada teori itu sudah
dipandang sebagai hasil yang valid”.
Instrumen yang harus mempunyai validitas isi adalah instrumen yang
digunakan untuk mengukur prestasi belajar (achievement) dan mengukur efektivitas
pelaksanaan program dan tujuan. Untuk menyusun instrumen prestasi belajar yang
mempunyai validitas isi (content validity), maka instrumen harus disusun berdasarkan
materi pelajaran yang telah diajarkan. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk
mengetahui pelaksanaan program, maka instrumen disusun berdasarkan program
yang telah direncanakan. Selanjutnya instrumen yang digunakan untuk mengukur
tingkat tercapainya tujuan (efektivitas), maka instrumen harus disusun berdasarkan
tujuan yang telah dirumuskan.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, antara lain :
1. Berdasarkan hasil penilaian, maka kinerja perusahaan dinilai “ SEDANG”, hal ini
diperoleh karena ada beberapa kriteria yang dinilai masih kurang, antara lain
stasiun kerja hidrogenasi, distilasi, dan pengemasan, sementara itu aspek lain
adalah kebisingan lingkungan, dan Corporate Social Responsibility.
2. Model penilaian kinerja industri asam stearat terdiri dari enam belas sub-model
penilaian kinerja (SMPK)
2. Sistem penilaian kinerja industri asam stearat dapat membantu perusahaan, dalam
melakukan self assessment dengan lebih cepat dengan memanfaatkan sumber
daya yang seminimal mungkin
3. Model yang ada hanya dapat dilakukan untuk menilai kinerja industri asam
stearat, dan dapat dikembangkan lagi untuk melakukan penilaian terhadap produk
sampingan dari industri asam stearat
7. Model penilaian kinerja industri asam stearat diimplementasikan dalam sebuah
perangkat lunak komputer berbasis Windows dan diberi nama SPIAS 1.0 (Sistem
Penilaain Kinerja Industri Asam Stearat Versi 1.0)
8. SPIAS 1.0 dapat melakukan penilaian kinerja yang bersifat parsial, seperti
penilaian kinerja dari setiap kriteria, dan mampu melakukan penilaian secara
global, yang berupa kesimpulan akhir dari banyak aspek yang dinilai.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka dikemukakan beberapa saran, antara lain :
1. Program dapat dikembangkan menjadi sistem pakar.
2. Perangkat lunak yang sudah ada perlu dikembangkan, sehingga mampu
menghasilkan suatu analisa perkembangan perusahaan dari tahun ke tahun dan
akan lebih baik jika perkembangan tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik
139
3. Kriteria penilaian kinerja, baik eksternal, maupun internal, akan berubah setiap
kurun waktu tertentu. Program yang dibuat dapat dikembangkan, sehingga dapat
dirubah setting penilaiannya sesuai dengan perkembangan kriteria penilaian
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alsup, F. dan R.M. Watson. 1993. Practical Statistical Quality Control: A Tool for Quality Manufacturing. Van Nostrand Reinhold. New York.
Apple, J.M. 1997. Plant Layout and Material Handling. Third Edition. John Wiley and Sons Inc. New Jersey.
Anthony, A. Atkinson. Rajiv, D. Banker, Kaplan, R.S. Young, S.M. 1997.
Management Accounting. Edisi 2. Prentice Hall Inc. New Jersey. Austin, G.T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries. Fifth Edition. Mc. Graw-
Hill Book Company. Singapore. Bali Post. 2004. Kerja Sama ASEAN Cina Perlu Direvisi. http://www.balipost.co.id.
[September 2004] Bender. dan Edward, A. 1978. An Introduction to Mathematical Modelling. John
Wiley & Sons. New York.
Berterfield, D.H. 1980. Quality Control. Prentice Hall.Inc, New Jersey
Biegel, J.E. 1992. Production Control A Quantitative Approach. Syracuse University.
Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. McGraw-Hill Inc. New York.
Cahyadi, N. 2005. Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Cham. dan Purwoko. 2004. Awal Kebangkrutan Industri Oleokimia.
http://www.bisnis.com. [13 Agustus 2004]. Cheric. 2004. Stearic Acid. http://www.cheric.or.id. [September 2004].
Chemical Engineering Research Information Center. Pure Component Properties.
http://www.cheric.org. html [20 November 2004]. Creech, B. 1994. The Five Pillars of TQM. Truman Talley Books, New York. Darmosarkoro, W. 2006. Usaha Sawit Banyak Tantangan.http://www.kompas.com.
[25 Februari 2006].
141
Eriyatno. 1999. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor. Hardjosoedarmo, S. 1996. Dasar-dasar Total Quality Management. Edisi Pertama.
Andi Offset. Yogyakarta. Jardine, A.K.S. 1973. Maintenance Replacement and Reliability. Pitman Publishing.
New Jersey . Kaplan, R.S. 1993. Putting the Balanced Scorecard to Work. Edisi 3. Harvard
Business Review. Prentice Hall. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi 1. UI Press. Kotler, P. 1997. Marketing Management. Prentice-Hall Inc. New Jersey. Kompas. 2006. Pertumbuhan 2006 Tetap 7.7%. http://www.kompas.com [2 Januari
2006].
Kueng, P. dan Krahn, A.J.W. 2004. Building a Process Performance Measurement System: some early experiences. University of Fribourg, Switzerland.
Kurniadi, A. 1999. Pemrograman Microsoft Visual Basic 6. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta.
Kusnoto, H. 2001. The Worlds Best Management Practices (Praktek Manajemen
Terbaik di Dunia). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lannes, W.J. dan Logan, J.W. 2004. A Technique for Assesing an Organization’s
Ability to Change. IEEE Transactions on Engineering Management Journals. Volume-51 No. 4 November. IEEA. USA
Loebis, B. 1988. Produk Sawit Sebagai Bahan Olahan Industri. Buletin Perkebunan.
19(3) : 143 – 151. Marimin. 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial. IPB
Press. Bogor Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Grasindo. Jakarta Munawir, S. 1996. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta. Mulyadi. dan Setyawan, J. 1999. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen:
Sistem Pelipatgandaan Kinerja Perusahaan. Aditya Media. Yogyakarta. 1999
142
Nafi, M. Indonesia Lakukan Sinergi Industri dengan Cina .http://www.tempo.co.id. [06 September 2004].
Newman, D.G. 1988. Engineering Economic Analysis. Third Edition. Engineering
Press, Inc. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Ghalia Indonesia. Jakarta Pantzaris, F. 1997. Processing of Oils & Fats.(www.palmoil.com).[13 September
2004]. Permana, B. 2002. 36 Jam Belajar Komputer Microsoft Access 2002. PT. Alex Media
Komputindo. Jakarta
Phapros. 2005. Mendorong Implementasi CSR. http://phaproscomdev.tripod.com. [30 Mei 2005].
PBM-SIG. 1995. How To Measure Performance: A Handbook of Techniques and Tools. U.S. Department of Energy. USA.
Rees, J. dan Koehler, G.J. 2004. Modelling Search in Group Decission Support System. IEEE Transaction on Systems, Man and Cybernetics Journals Vol-34 No 3 August. USA.
Riyanto, B. 1991. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan Penerbit
Gajah Mada. Yogyakarta. Ruky, A.S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Roy, S. 2004. Introductions on Independent Players in a Centrally Planned Market:
Decission Support by Long Term Production Costing. IEEE Transaction on Systems, Man and Cybernetics Journals Vol-34 No 3 August. USA.
Siagian, N. Mendongkrak Pertumbuhan CPO Nasional .http://www.sinar
harapan.co.id. [08 September 2004]. Silalahi, B. 1995. Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. PT. Pustaka
Binaman Pressindo. Jakarta. Simatupang, T.M. 1994. Pemodelan Sistem. Studio Manajemen Jurusan Teknik
Industri ITB. Bandung. Suadi, A. 2001. Sistem Pengendalian Manajemen. Cetakan 5. BPFE. Yogyakarta. Supandi. 1983. Manajemen Perawatan Industri. Ganeca Exact Bandung. Bandung.
143
Sutanto, E. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta
Soeprihanto, J. 1988. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. Edisi
pertama. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta Suara Merdeka. 2006. Nilai Ekspor Desember Naik. http://www.suaramerdeka.com
[2 Februari 2006]. Susanto, A.B. 2004. Value Marketing Paradigma Baru Pemasaran. Quantum Bisnis
& Manajemen. Jakarta Sutanto, Y. 1995. Dasar Perhitungan Neraca Bahan Industri Asam Stearat. PT. X.
Bekasi Swink, M.L. dan Calantone, R. 2004. Design Manufacturing Integration as a
Mediator of Antecedents to New Product Design Quality. IEEE Transactions on Engineering Management Journals. Volume-51 No. 4 November. USA.
Tempo. 2004. Runtuhnya Industri Oleokimia. http://www.tempo.co.id. [September
2004]. Tim Penyusun. 2004. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Seri Pustaka IPB Press.
Bogor. Utomo, A.A. dan Hernawan, Y. 2002. Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan &
Kesehatan Kerja. Edisi Pertama. Jakarta. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kesembilan. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. Weston, J.F. Copeland dan Thomas E. 1995. Managerial Finance. 9th Edition. The
Dryden Press. England. 238 – 243. Yuwono, S. Sukarno, E. Ichsan, M. 2004. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced
Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
144
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Kuesioner Penetapan Kriteria Penilaian Kinerja Bahan Baku, Proses dan Produk
Asam Stearat
145
KUESIONER PENETAPAN KRITERIA PENILAIAN KINERJA
INDUSTRI ASAM STEARAT
Bersama ini, peneliti memohon partisipasi dari Bapak/Ibu yang saya hormati,
untuk dapat meluangkan sejenak waktunya guna membantu mengisi Kuesioner
penetapan kriteria penilaian kinerja bahan baku, proses, dan produk asam stearat.
Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan sangat bermanfaat bagi strategi
pengembangan industri asam stearat. Kuesioner ini merupakan bagian dari kegiatan
akademis, atas pengertian Bapak/Ibu, saya haturkan terima kasih.
BAGIAN I : IDENTITAS PAKAR
Nama : ..................................................................................................
Instansi / Perusahaan : ..................................................................................................
Alamat : ..................................................................................................
..................................................................................................
No Telp : ..................................................................................................
MOHON DILANJUTKAN
KE HALAMAN BERIKUTNYA
146
BAGIAN II : GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Judul
RANCANG BANGUN SISTEM PENILAIAN KINERJA AGROINDUSTRI
( INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT )
Tujuan Penelitian
Tujuan Sistem Penilaian Kinerja Industri Oleokimia adalah menghasilkan
perangkat lunak aplikatif untuk menilai kinerja industri oleokimia. Perangkat
lunak ini akan dilengkapi dengan analisa sehingga hasil penilaian kinerja
dapat diketahui secara langsung, dan dapat membantu industri oleokimia,
khususnya industri asam stearat, dalam melakukan penilaian kinerja,
sehingga perusahaan mampu melakukan evaluasi secara cepat dan dapat
menentukan rekomendasi dan strategi untuk peningkatan kinerja perusahaan.
Manfaat
Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian kinerja industri asam
stearat adalah :
1. Bagi produsen asam stearat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
acuan untuk menilai kinerja industri saat ini, untuk mengetahui langkah-
langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan kinerjanya,
2. Bagi pemerintah, hasil penilaian kinerja industri secara umum dapat
dijadikan sebagai masukan dan dasar evaluasi penentuan strategi
pengembangan industri asam stearat di Indonesia ke depan.
3. Bagi asosiasi industri, khususnya untuk APOLIN (Asosiasi Produsen
Oleokimia Indonesia), hasil penilaian kinerja ini dapat dijadikan bahan
masukan untuk penyusunan program kerja dan kebijakan industri ke
depan.
MOHON DILANJUTKAN
KE HALAMAN BERIKUTNYA
147
BAGIAN III : KUESIONER TINGKAT KEPENTINGAN
Pada bagian ini, Bapak/Ibu dimohon kesediaannya untuk memberikan tingkat
kepentingan terhadap sub kriteria dari setiap Kriteria penilaian kinerja, dengan
memberikan tanda centang (√ ) pada nilai yag sesuai dengan preferensi Bapak/Ibu
sekalian. Penilaian dilakukan dengan ukuran penilaian skala 1 sampai dengan 5.
Nilai Tingkat kepentingan 1 Sangat tidak penting 2 Tidak Penting 3 Netral 4 Penting 5 Sangat Penting
Contoh :
No
Kriteria Panilaian
Tingkat Kepentingan 1 2 3 4 5
1 Bilangan Penyabunan √ 2 Warna √
Bilangan penyabunan dinilai “Sangat Penting”, sementara itu warna dinilai Netral.
BAGIAN IV : KUESIONER INTERVAL PENILAIAN
Pada bagian ini, Bapak/Ibu dimohon kesediaannya untuk Menentukan
tingkat interval dari masing-masing kriteria penilaian. Penilaian dapat berupa : Baik,
Sedang dan Kurang Baik.
MOHON DILANJUTKAN
KE HALAMAN BERIKUTNYA
148
A. PENILAIAN KINERJA BAHAN BAKU
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Prosentase Jumlah Material Reject
2 Free Fatty Acid / FFA
3 Iodium Value / IV
4 Warna
5 Moisture
6 Impurities
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Sedang Kurang Baik
1 Prosentase Jumlah Material
Reject (%)
2 Free Fatty Acid / FFA
(gr I2/100gr)
3 Iodium Value / IV (gr I2/100gr)
4 Warna (red)
5 Moisture (%)
Impurities
149
B. PENILAIAN KINERJA PROSES
B.1. Stasiun Pemisahan Lemak
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Bilangan Asam
2 Bilangan Penyabunan
3 Splitting Ratio
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Bilangan Asam (mg KOH)
2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)
3 Splitting Ratio (%)
B.2. Stasiun Hidrogenasi
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Bilangan Iod
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Bilangan Iod (gr I2/100gr)
150
B.3. Stasiun Distilasi
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Bilangan Asam
2 Bilangan Penyabunan
3 Bilangan Iod
4 Warna – Yellow
5 Warna – Red
6 Titer
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Bilangan Asam (mg KOH)
2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)
3 Bilangan Iod ( gr I2/100 )
4 Warna – Yellow
5 Warna – Red
6 Titer (oC)
151
B.4. Stasiun Fraksinasi
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Bilangan Asam
2 Bilangan Penyabunan
3 Bilangan Iod
4 Warna – Yellow
5 Warna – Red
6 Titer
7 Distribusi FA C14
8 Distribusi FA C16
9 Distribusi FA C18
10 Distribusi FA C18:1
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Bilangan Asam (mg KOH)
2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)
3 Bilangan Iod ( gr I2/100 )
4 Warna – Yellow
5 Warna – Red
6 Titer (oC)
7 Distribusi FA C14 (WT%)
8 Distribusi FA C16 (WT%)
9 Distribusi FA C18 (WT%)
10 Distribusi FA C18:1 (WT%)
152
B.5. Stasiun Beading
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Warna – Yellow
2 Warna – Red
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Warna – Yellow
2 Warna – Red
153
B.6. Stasiun Penyerpihan
Tingkat Kepentingan
SA 1800 & 1801
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Bilangan Asam
2 Bilangan Penyabunan
3 Bilangan Iod
4 Warna – Yellow
5 Warna – Red
6 Titer
SA 1840
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Bilangan Asam
2 Bilangan Penyabunan
3 Bilangan Iod
4 Warna – Yellow
5 Warna – Red
6 Titer
154
Interval Penilaian
SA 1800 & 1801
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Bilangan Asam (mg KOH)
2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)
3 Bilangan Iod ( gr I2/100 )
4 Warna – Yellow
5 Warna – Red
6 Titer (oC)
SA 1840
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Bilangan Asam (mg KOH)
2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)
3 Bilangan Iod ( gr I2/100 )
4 Warna – Yellow
5 Warna – Red
6 Titer (oC)
155
B.7. Stasiun Pengemasan
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Prosentase Jumlah Penutupan Karung
Reject
2 Prosentase Jumlah Marking Karung
Reject
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Prosentase Jumlah Penutupan
Karung Reject (%)
2 Prosentase Jumlah Marking Karung
Reject (%)
B.8. Kinerja Mesin
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Allocated Downtime
2 Accident Lost Time
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Sedang Kurang Baik
1 Allocated Downtime (menit)
2 Accident Lost Time (menit)
156
B.9. Formasi Karyawan Tingkat Kepentingan 1. Departemen Produksi
No
Posisi
Stasiun
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Kepala Departemen
Seluruh stasiun
2 Kepala Shift Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi
Beading & Penyerpihan
Fraksinasi
3 Operator Pemisahan Lemak
Hidrogenasi
Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan
2. Departemen Pengendalian Kualitas
No
Posisi
Stasiun
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Kepala Departemen
Seluruh Bagian
2 Kepala Seksi Quality Inspection Quality Control
3 Kepala Shift Quality Inspection Quality Control
4 Operator Quality Inspection 5 Analis Quality Control 6 Helper Quality Control
157
3. Departemen Logistik
No
Posisi
Stasiun
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Kepala Departemen
Seluruh Bagian
2 Kepala Seksi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi 3 Kepala Regu Persiapan Bahan Baku Produk Jadi 4 Operator
Persiapan Bahan Baku
Produk Jadi 5 Helper Quality Control
Interval Penilaian
1. Departemen Produksi
No
Posisi
Stasiun
Jumlah Personil Ideal
1 Kepala Departemen
Seluruh stasiun
2 Kepala Shift Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi
Beading & Penyerpihan Fraksinasi
3 Operator Pemisahan Lemak Hidrogenasi Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan
158
2. Departemen Pengendalian Kualitas
No
Posisi
Stasiun
Jumlah Personil Ideal
1 Kepala Departemen
Seluruh Bagian
2 Kepala Seksi Quality Inspection Quality Control
3 Kepala Shift Quality Inspection Quality Control
4 Operator Quality Inspection 5 Analis Quality Control 6 Helper Quality Control
2. Departemen Logistik
No
Posisi
Stasiun
Jumlah Personil Ideal
1 Kepala Departemen
Seluruh Bagian
2 Kepala Seksi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi 3 Kepala Regu Persiapan Bahan Baku Produk Jadi 4 Operator
Persiapan Bahan Baku
Produk Jadi 5 Helper Quality Control
159
B.10. Kinerja Personalia
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Tingkat mangkir karyawan
2 Keluar Masuk Karyawan
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Sedang Kurang Baik
1 Tingkat mangkir karyawan (%)
2 Keluar Masuk Karyawan
(Employee Turnover) (%)
B.11. Kinerja Keuangan
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Net Provit Margin / NPM
2 Return On Investment / ROI
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Sedang Kurang Baik
1 Net Provit Margin / NPM (%)
2 Return On Investment / ROI (%)
160
B.12. Tingkat Kepentingan Stasiun Kerja
No
Stasiun
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Pemisahan Lemak
2 Hidrogenasi
3 Distilasi
4 Fraksinasi
5 Beading 6 Penyerpihan 7 Pengemasan
8 Mesin
B.13. Tingkat Kepentingan Kinerja Proses
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Stasiun Kerja
2 Formasi Karyawan
3 Personalia
4 Keuangan
161
C. PENILAIAN KINERJA PRODUK
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Bilangan Iod
2 Warna
3 Prosentase Produk Down Grade
4 Efektivitas Pemasaran Produk
5 Market Share
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Sedang Kurang Baik
1 Bilangan Iod
2 Warna
3 Prosentase Produk Down
Grade (%)
4 Efektivitas Pemasaran
Produk (%)
5 Market Share (%)
162
D. PENILAIAN KINERJA SOSIAL
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Sedang Kurang Baik
1 Biaya CSR (%)
E. PENILAIAN KINERJA EKONOMI Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Deviasi harga Palm Stearin FOB Malaysia
2 Deviasi harga Palm Oil RBD CIF
Rotterdam
3 Bea Masuk
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Deviasi harga Palm Stearin
FOB Malaysia (%)
2 Deviasi harga Palm Oil RBD
CIF Rotterdam (%)
3 Bea Masuk (%)
163
F. PENILAIAN KINERJA LINGKUNGAN
F.1. Limbah Cair
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Temperatur
2 Zat Padat Terlarut
3 Zat Padat Tersuspensi
4 PH
5 Amoniak
6 COD
7 BOD
8 Minyak dan Lemak
9 Besi
10 Tembaga
11 Chronium
12 Nikel
13 Mangan
164
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Temperatur ( OC)
2 Zat Padat Terlarut (mg/l)
3 Zat Padat Tersuspensi (mg/l)
4 PH (mg/l)
5 Amoniak (mg/l)
6 COD (mg/l)
7 BOD (mg/l)
8 Minyak dan Lemak (mg/l)
9 Besi (mg/l)
10 Tembaga (mg/l)
11 Chronium (mg/l)
12 Nikel (mg/l)
13 Mangan (mg/l)
165
F.2. Limbah Gas
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Sulfur Dioksida
2 Karbon Monoksida
3 Oksida Nitrogen
4 Oksida
5 Debu
6 Timah Hitam
7 Amonia
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Sulfur Dioksida (μg/l)
2 Karbon Monoksida (μg/l)
3 Oksida Nitrogen (μg/l)
4 Oksida (ppm)
5 Debu (mg/l)
6 Timah Hitam
7 Amonia (μg/l)
166
F.3. Kebisingan
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Ruang Genset
2 Rata-rata Lokasi
Interval Penilaian
No
Kriteria
Interval Penilaian
Baik Kurang Baik
1 Ruang Genset (db / desible)
2 Rata-rata Lokasi (db)
F.3. Penilaian Akhir Kinerja Lingkungan
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
1 Limbah Cair
2 Limbah Gas
3 Kebisingan
G. PENILAIAN AKHIR KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT
Tingkat Kepentingan
No
Kriteria
Panilaian
Tingkat Kepentingan
1 2 3 4 5
Kinerja Internal
1 Bahan Baku
167
2 Proses
3 Produk
Kinerja Eksternal
1 Ekonomi
2 Sosial
3 Lingkungan
TERIMA KASIH
168
Lampiran 2. If-then Rules
1. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
2. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
3. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
4. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
5. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
6. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
7. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
8. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
9. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
10. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
11. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else
12. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Sedang" Else
13. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Sedang" Then Text10.Text = "Baik" Else
14. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Sedang" Then Text10.Text = "Baik" Else
169
Lampiran 3. Aliran Proses RBD Stearin
CPO
Pemurnian
Penghilangan Bau
Pemucatan
Fraksinasi
Olein Stearin
RBD Stearin
Koagulan
Bleach Earth
170
Lampiran 4. Reaksi Hidrolisa
O H2C O C R
O H2C OH O HC O C R + 3 HOH HC OH + 3R C OH
H2C OH O H2C O C R Gliserida + Air Gliserol + Asam Lemak
171
Lampiran 5. Simbol yang sering digunakan dalam pembuatan diagram Sumber : Pedoman Penyajian Karya Ilmiah (2004)
172
Lampiran 6. Entity Relationship Diagram
Penilaian KineMaterial
ID_Perusahaa
F F tt A
173
Lampiran 7. Perancangan Basis Data
1. Tabel Perusahaan Nama Tabel : Perusahaan Primary Key : ID_Perusahaan Fungsi : Menyimpan nama perusahaan dan tahun laporan tahunan
perusahaan
Tabel 1. Struktur Desain Tabel Perusahaan No. Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan AutoNumber 10 Nomor urut data
Perusahaan 2 Nama_Perusahaan Text 15 Nama Perusahaan yang
akan dinilai 3 Tahun Number 15 Tahun dari laporan
tahunan perusahaan 2. Tabel Penilaian Kinerja Keuangan
Nama Tabel : Tabel Penilaian Aspek Keuangan Primary Key : ID_Perusahaan Fungsi : Menyimpan data input penilaian aspek Keuangan dan hasilnya.
Tabel 32. Struktur Desain Tabel Penilaian Aspek Keuangan
No Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan Auto
number 10 Nomor perusahaan
2 Laba_Bersih Number 15 Laba bersih perusahaan 3 Total_Aktiva Number 15 Total aktiva perusahaan 4 Penjualan_Bersih Number 15 Penjualan bersih 5 Return_On_Investment Number 15 Return On Investment 6 Net_Provit_Margin Number 15 Net Provit Margin 7 Penilaian_ROI Number 15 Penilaian Return On
Investment 8 Skor_Penilaian_ROI Number 15 Skor Penilaian ROI 9 Penilaian_NPM Number 15 Penilaian Net Provit
Margin 10 Jumlah_Hari_Kerja Text 15 Jumlah Hari Kerja 11 Kinerja_Keuangan_Per
usahaan Number 15 Kinerja Keuangan
Perusahaan 12 Skor_Kinerja_Keuanga
n Text 15 Skor Penilaian Kinerja
Keuangan
174
3. Tabel Penilaian Kinerja Manusia Nama Tabel : Tabel Penilaian Aspek Manusia
Primary Key : ID_Perusahaan
Fungsi : Menyimpan data input penilaian aspek manusia dan hasilnya.
Tabel 2. Struktur Desain Tabel Penilaian Aspek Manusia
No Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan Auto
number 10 Nomor perusahaan
2 Jumlah_Total_Karyawan Number 15 Jumlah total karyawan 3 Jumlah_Karyawan_Mangkir Number 15 Jumlah karyawan
mangkir 4 Jumlah_Karyawan_yang_Ke
luar_Masuk Number 15 Jumlah Karyawan
yang Keluar Masuk perusahaan
5 Jumlah_Hari_Kerja Number 15 Jumlah hari kerja setahun
6 Prosentase_Mangkir Number 15 Prosentase mangkir 7 Prosentase_Karyawan_
Keluar_Masuk Number 15 Prosentase karyawan
keluar masuk perusahaan
8 Rata_Tingkat_ Mangkir_Bulan
Number 15 Rata-rata tingkat mangkir bulan
9 Rata_Tingkat_Keluar_ Masuk_Bulan
Number 15 Rata-rata tingkat keluar masuk bulan
10 Penilaian_Mangkir Text 15 Penilaian mangkir 11 Skor_Mangkir Number 15 Skor penilaian
Mangkir 12 Penilaian_Keluar_Masuk Text 15 Penilaian keluar
masuk 13 Skor_Keluar_Masuk Number 15 Skor penilain keluar
masuk 14 Kinerja_SDM_Perusahaan Text 33 Kinerja sdm
perusahaan 15 Skor_Kinerja_SDM_Perusah
aan Number 15 Skor penilaian kinerja
SDM perusahaan
175
4. Tabel Penilaian Kinerja Mesin Nama Tabel : Tabel Penilaian Aspek Mesin Primary Key : ID_Perusahaan Fungsi : Menyimpan data input penilaian aspek mesin dan hasilnya.
Tabel 3. Struktur Desain Tabel Penilaian Aspek Mesin
No Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan Autonu
mber 10 Nomor perusahaan
2 Allocated_Down_Time Number 15 Alokasi downtime 3 Accident_Lost_Time Number 15 Kehilangan waktu
karena kecelakaan 4 Penilaian_ADT Text 15 Penilaian waktu
terhentinya proses yang sudah dialokasikan
5 Skor_ADT Number 15 Skor Allocated Down Time
6 Penilaian_ALT Text 15 Penilaian terhentinya proses karena kecelakaan
7 Skor_ALT Number 15 Skor Accident Lost Time
8 Kinerja_Mesin_Perusahaan
Number 15 Penilaian kualitatif kinerja mesin perusahaan
9 Skor_Kinerja_Mesin Number 15 Skor Kinerja Mesin
176
5. Tabel Penilaian Kinerja Material Nama Tabel : Tabel Penilaian Aspek Material Primary Key : ID_Perusahaan Fungsi : Menyimpan data input penilaian aspek material dan hasilnya.
Tabel 4. Struktur Desain Tabel Penilaian Aspek Material
No Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan Auto
number 10 Nomor Perusahaan
2 Free_Fatty_Acid_(%)
Number 15 Rata-rata asam lemak bebas
3 Iodium_Value_(I2/100_gr)
Number 15 Rata-rata Jumlah gram I2
4 Warna_(red) Number 15 Warna RBD Stearin 5 Moisture_(%) Number 15 Kadar pengotor yang terdapat
dalam bahan 6 Impurities Number 15 Jumlah pengotor yang larut
7 Jumlah_Material_(Metric Ton)
Number 15 Jumlah total material yang dipesan dari suplier
8 Jumlah_Material_Reject_ (Metric_Ton)
Number 15 Material yang tidak sesuai dengan spec.
9 Penilaian_Free_Fatty_Acid
Text 15 Kandungan asam lemak bebas
10 Skor_Free_Fatty_Acid
Number 15 Skor asam lemak bebas
11 Penilaian_Iodium_Value
Text 15 Penilaian iodium value
12 Skor_Iodium_Value
Number 15 Skor iodium value
13 Penilaian_Warna Text 15 Penilaian warna 14 Skor_Warna Number 15 Skor warna 15 Penilaian_Moist
ure Text 15 Penilaian moisture
16 Skor_Moisture Number 15 Skor dari moisture 17 Penilaian_Kualia
s_Material Text 15 Penilaian kualias material
18 Skor_Kualias_Material
Number 15 Skor kualias material
19 Penilaian_Jumlah_Material
Text 15 Penilaian jumlah material