Download docx - Proposal Revisi

Transcript
Page 1: Proposal Revisi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsep keluarga berencana (KB) pada awalnya disebarluaskan ke Eropa oleh

Islam sejalan dengan penyebarluasan agama Islam. Penyebarluasan ini diantaranya

dilakukan oleh Ibnu Sina, yang memperkenalkan sejumlah metode kontrasepsi

termasuk tampon vagina dan senggama terputus (Lutan, 2005).

Dewasa ini dikenal metode kontrasepsi modern, antara lain pil kontrasepsi,

suntikan, kondom, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), implan, tubektomi, dan

vasektomi (Anonymousd, 2007). Namun, banyaknya pilihan jenis kontrasepsi ini tidak

sejalan dengan penurunan angka kelahiran di Indonesia bahkan di dunia. Populasi

Indonesia dan dunia masih meningkat tiap tahunnya. Badan pusat statistik (BPS)

tahun 2005 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk

tahun 2000 adalah 206.264.595 orang dan menurut Sensus Penduduk Antar Sensus

(SUPAS) tahun 2005 meningkat menjadi 218.868.791 orang dengan laju

pertumbuhan penduduk 1,30%. Sedangkan penduduk provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam pada sensus tahun 2000 adalah 3.929.234 orang dan menurut SUPAS

tahun 2005, pascagempa dan tsunami, penduduk Nanggroe Aceh Darussalam

meningkat menjadi 4.031.589 orang. Penduduk Banda Aceh berjumlah 177.881

orang dan kecamatan Syiah Kuala sebanyak 25.428 orang (Anonymousc, 2005).

Pertumbuhan penduduk Indonesia pada umumnya dan provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam khususnya akan terus bertambah dari tahun ke tahun jika tidak

dilakukan suatu usaha untuk menguranginya. Oleh karena itu, untuk mencegah hal

tersebut, pemerintah Indonesia menggalakkan program KB. Melalui program

keluarga berencana ini diharapkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dapat

ditekan sampai pada level tanpa pertumbuhan penduduk. Namun, penggalakan

program KB ini melalui kontrasepsi tidak dilakukan dengan pemaksaan dan

1

Page 2: Proposal Revisi

2

dilakukan atas persetujuan suami dan istri sesuai dengan amanat UU No. 52 tahun

2009. Undang-undang tersebut juga mendefinisikan keluarga berencana sebagai

upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,

melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak produksi untuk

mewujudkan keluarga yang berkualitas (Yudhoyono, 2009).

Data yang diperoleh dari badan kependudukan dan keluarga berencana

nasional (BKKBN) tahun 2009 menunjukkan jumlah pasangan usia subur (PUS) di

provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 724.813 jiwa dengan jumlah peserta KB

sebanyak 463.984 jiwa atau 64,15% dari seluruh pasangan usia subur (PUS). Jumlah

PUS yang terdapat di kota Banda Aceh tercatat sebanyak 27.867 jiwa, dengan jumlah

peserta KB sebanyak 16.920 jiwa atau 60,72% dari total PUS. Sedangkan di

Kecamatan Syiah Kuala, terdapat 3.288 PUS dengan jumlah peserta KB sebanyak

2.285 orang atau 69,49%. Namun, tingginya angka-angka tersebut belum mampu

mencapai target sasaran yang diinginkan secara nasional yaitu 70% (Anonymousa,

2010).

Hasil pendataan yang dilakukan BKKBN (2010) juga didapatkan jumlah

peserta KB menurut metode kontrasepsi pada bulan Juni 2010 di provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam dengan total PUS sebanyak 755.444 orang adalah: IUD sebanyak

1322 orang atau 0,175%, metode operasi wanita (MOW) 4247 orang atau 0,056%,

metode operasi pria (MOP) 148 orang atau 0,02%, kondom 43.986 orang atau 5,82%,

implan 10.414 orang atau 1,38%, suntik 257.238 orang atau 34,05% dan pil 233.734

orang atau 30,93% (Anonymousb, 2010). Banyaknya penggunaan kontrasepsi ini juga

dipengaruhi oleh pengetahuan akseptor mengenai kontrasepsi yang dapat diperoleh

dari petugas kesehatan, media massa, atau sumber lain. Tingkat pendidikan dan umur

akseptor juga sangat mempengaruhi keikutsertaan menjadi pengguna kontrasepsi.

Pendidikan, pengetahuan dan umur mempengaruhi sikap seseorang terhadap

penggunaan kontrasepsi (Setiabudi, 2001).

Berdasarkan data tersebut didapatkan, metode kontrasepsi yang paling populer

di Aceh adalah metode suntik. Hal ini juga terjadi pada provinsi lain, kecuali

Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur yang lebih meminati

Page 3: Proposal Revisi

3

kontrasepsi jenis pil (Anonymousb, 2010). Namun, di dunia, kontrasepsi suntik

ternyata tidak terlalu populer. Sterilisasi merupakan yang terbanyak dipilih oleh

pasangan di dunia, dengan lebih dari 190 juta pengguna di seluruh dunia atau 36%

dari seluruh pengguna kontrasepsi (Pliskow, 2000; WHO dalam Saha dkk, 2006).

Banyaknya penggunaan kontrasepsi ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan,

pendidikan, umur yang akan mempengaruhi sikap pengguna terhadap kontrasepsi

yang dipakainya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui hubungan umur,

pendidikan, pengetahuan dan sikap akseptor terhadap penggunaan kontrasepsi suntik

di Puskesmas Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh tahun 2011.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan data yang didapatkan dari BKKBN (2009) yang telah disebutkan

sebelumnya, didapatkan jumlah peserta KB telah mencapai angka yang cukup tinggi,

yaitu 64,15% dan kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah kontrasepsi

suntik. Demikian pula di Puskesmas Jeulingke, kontrasepsi suntik merupakan alat

kontrasepsi yang paling diminati. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui

gambaran umur, pendidikan dan jumlah suntikan terhadap pengetahuan dan sikap

akseptor kontrasepsi suntik di Puskesmas Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Banda

Aceh tahun 2011.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umur, tingkat

pendidikan, pengetahuan dan sikap akseptor terhadap penggunaan kontrasepsi suntik

di Puskesmas Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh tahun 2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur akseptor kontrasepsi suntik di

Puskesmas Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh tahun 2011.

Page 4: Proposal Revisi

4

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pendidikan akseptor kontrasespsi suntik di

Puskesmas Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh tahun 2011.

3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan akseptor di Puskesmas

Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh tahun 2011.

4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi sikap akseptor kontrasepsi suntik di

Puskesmas Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh tahun 2011.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi institusi pelayanan kesehatan

Agar menjadi bahan pertimbangan bagi petugas kesehatan untuk memberikan

informasi kepada calon akseptor KB mengenai kontrasepsi dengan lebih baik lagi

sehingga masyarakat menjadi lebih tahu mengenai kontrasepsi dan jenis-jenisnya.

1.4.2 Bagi masyarakat

Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penggunaan

kontrasepsi sehingga dapat menambah minat masyarakat untuk menggunakan

kontrasepsi.

1.4.3 Bagi ilmu pengetahuan

Diharapkan dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan di masa

mendatang dan peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti dalam bidang ini lebih lanjut.

Page 5: Proposal Revisi

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrasepsi Suntik

Kontrasepsi suntik adalah salah satu jenis metode kontrasepsi hormonal yang

disuntikkan ke dalam tubuh secara intramuskular. Kontrasepsi suntik ini mempunyai

2 jenis, yaitu kontrasepsi suntik kombinasi dan kontrasepsi suntik progestin.

2.1.1 Kontrasepsi Suntik Kombinasi

Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg depo medroksiprogesteron asetat dan

5 mg estradiol sipionat (Cyclofem) yang diberikan tiap 3 bulan secara IM atau 50 mg

noretindron enantat dan 5 mg estradiol valerat yang diberikan secara injeksi IM

sebulan sekali (Saifuddin dkk, 2003).

a. Mekanisme Kerja

Obat ini menghambat ovulasi, mengentalkan lendir serviks, menghambat

transportasi gamet oleh tuba, dan menekan proliferasi endometrium (Cunningham

dkk, 2006; Saifuddin dkk, 2003). Kadar Estradiol mencapai puncak pada 3-4 hari

pascainjeksi dengan nilai yang setara dengan lonjakan praovulasi dalam siklus

menstruasi ovulatorik normal. Kadar estradiol menetap setinggi ini selama sekitar 10-

14 hari. Penurunan kadar estradiol selanjutnya menyebabkan perdarahan lucut 10-20

hari pascapenyuntikan (Cunningham dkk, 2006).

b. Keuntungan

Penggunaan kontrasepsi suntik kombinasi ini memiliki banyak keuntungan,

diantaranya adalah risiko terhadap kesehatan kecil, tidak berpengaruh terhadap

hubungan suami istri, setelah tiga bulan pemakaian perdarahan menjadi lebih jarang

terjadi dibandingkan depo medroksiprogesteron asetat (Cunningham dkk, 2006). Pada

5

Page 6: Proposal Revisi

6

kombinasi depo medroksiprogesteron asetat dengan estradiol sipionat, perdarahan

menjadi lebih teratur dibandingkan dengan injeksi progestin saja (Gallo dkk, 2007).

Pulihnya kesuburan berlangsung cepat, dengan hampir 83% pengguna menjadi hamil

dalam 12 bulan setelah penghentian. Selain itu, kontrasepsi suntik juga dapat

mengurangi nyeri haid, mengurangi jumlah perdarahan sehingga dapat mencegah

anemia, dapat mencegah kanker ovarium dan kanker endometrium, mengurangi

penyakit payudara jinak dan kista ovarium, mencegah kehamilan ektopik dan dapat

melindungi dari jenis penyakit radang panggul tertentu (Saifuddin dkk, 2003).

c. Efek Samping

Terjadinya gangguan pola haid seperti spotting, haid tidak teratur, dan

perdarahan sela sampai 10 hari merupakan kekurangan menggunakan metode

kontrasepsi ini. Metode ini juga menyebabkan mual, nyeri kepala, nyeri payudara

ringan yang akan hilang setelah penyuntikan ke-2 atau ke-3 serta tidak menjamin

perlindungan terhadap penularan penyakit menular seksual, hepatitis B dan infeksi

virus HIV. Efek samping berat dapat terjadi seperti tromboemboli paru dan otak,

stroke, infark miokard dan tumor hati (Saifuddin dkk, 2003).

d. Efektivitas

Kontrasepsi ini sangat efektif, hanya terjadi 0,1-0,4 kehamilan pada 100

wanita pada tahun pertama pemakaian (Saifuddin dkk, 2003). Pernah dilaporkan juga

hanya terjadi 6 kehamilan pada 70.000 pengguna per tahun pemakaian. Hal ini setara

dengan prosedur sterilisasi wanita (Cunningham dkk, 2006). Efektivitas kontrasepsi

ini berkurang bila digunakan bersama dengan Rifampisin, Fenitoin atau Barbiturat

(Saifuddin dkk, 2003).

e. Indikasi

Indikasi menggunakan kontrasepsi suntik kombinasi ini adalah wanita usia

reproduksi, telah memiliki anak atau belum, wanita yang menginginkan metode

kontrasepsi dengan efektivitas tinggi, dismenorea, haid tidak teratur, pascakeguguran,

Page 7: Proposal Revisi

7

setelah melahirkan enam bulan dan tidak memberikan ASI eksklusif sedangkan

semua metode kontrasepsi lain tidak cocok dan pada orang dengan penyakit tiroid,

penyakit radang panggul, endometriosis dan penyakit ovarium jinak (Saifuddin dkk,

2003).

f. Kontraindikasi

Kontraindikasi dibagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi mutlak dan

kontraindikasi relatif. Kontraindikasi mutlak yaitu tumor-tumor yang dipengaruhi

oleh estrogen, penyakit hati yang aktif, pernah mengalami tromboplebitis,

tromboemboli paru dan kelainan serebrovaskular, diabetes mellitus, dan kehamilan.

Sedangkan kontraindikasi relatif yaitu, depresi, migrain, mioma uteri, hipertensi,

oligomenorea, dan amenorea. Pemberian pil kombinasi pada wanita-wanita tersebut

harus diawasi dengan teratur dan terus-menerus, sekurang-kurangnya sekali dalam

tiga bulan (Albar, 2008).

g. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Kombinasi

Menurut Saifuddin dkk (2003), waktu mulai menggunakan suntikan

kombinasi ini adalah:

1. Suntikan pertama diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak diperlukan

kontrasepsi tambahan.

2. Bila suntikan pertama diberikan setelah hari ke-7 siklus haid, maka tidak boleh

melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi lain

selama 7 hari.

3. Bila klien tidak haid dan dipastikan tidak hamil, suntikan pertama dapat diberikan

setiap saat. Klien tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau

menggunakan kontrasepsi lain selama 7 hari.

4. Jika 6 bulan pascapersalinan, tidak menyusui dan belum haid, suntikan pertama

dapat diberikan setelah dipastikan tidak hamil.

5. Pada klien pascapersalinan lebih dari 6 bulan, menyusui dan telah haid, suntikan

pertama diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7.

Page 8: Proposal Revisi

8

6. Pada klien pascapersalinan kurang dari 6 bulan dan menyusui, jangan diberikan

suntikan kombinasi.

7. Setelah 3 minggu pascapersalinan dan tidak menyusui, suntikan kombinasi dapat

diberikan.

8. Suntikan kombinasi dapat segera diberikan atau dalam waktu 7 hari

pascakeguguran.

2.2.2 Kontrasepsi Suntikan Progestin

Kontrasepsi ini hanya terdiri dari progestin. Tersedia dua jenis kontrasepsi

suntikan yang hanya mengandung progestin, yaitu Depo Medroksiprogesteron Asetat

(DMPA), yang mengandung 150 mg DMPA dan diberikan setiap 3 bulan dengan cara

injeksi intramuskular (IM). Jenis lain yaitu Depo Noretisteron Enantat (Depo

Noreristerat), yang mengandung 200 mg noretindron enantat dan diberikan tiap 2

bulan yang juga disuntik secara intramuskular (Saifuddin dkk, 2003).

1. Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja kedua obat ini yaitu mencegah ovulasi, mengentalkan lendir

serviks, pembentukan endometrium yang kurang ramah bagi implantasi ovum, dan

menghambat transportasi gamet oleh tuba falopii (Albar, 2008; Cunninghan dkk,

2006; Saifuddin dkk, 2003).

2. Keuntungan

Kontrasepsi suntikan progestin ini mempunyai banyak sekali keuntungan,

diantaranya adalah kontrasepsi ini tergolong sangat efektif untuk mencegah

kehamilan dalam waktu yang lama, tidak mempengaruhi hubungan suami istri, tidak

mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan

gangguan terhadap air susu ibu (ASI), dapat digunakan oleh wanita berusia lebih dari

35 tahun sampai usia perimenopause, membantu mencegah kanker endometrium dan

kehamilan ektopik, menurunkan kejadian penyakit jinak payudara dan dapat

Page 9: Proposal Revisi

9

mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul dengan cara mengentalkan

lendir serviks (Saifuddin dkk, 2003).

3. Efek Samping

Efek samping penggunaan kontrasepsi ini yaitu amenorea berkepanjangan.

Pada pangguna DMPA, amenorea terjadi pada 30% wanita setelah 6 bulan

pemakaian, meningkat menjadi 50% wanita setelah 1 tahun pemakaian, dan pada

68% wanita setelah 2 tahun pemakaian. Penurunan densitas tulang juga dilaporkan

pada pemakaian DMPA jangka panjang yang dihipotesiskan akibat defisiensi

estrogen yang diinduksi DMPA. Namun, kepadatan tulang kembali meningkat setelah

2 tahun penghentian (Boroditsky dkk, 2000).

Selain itu, anovulasi lama juga terjadi setelah penghentian kontrasepsi.

Kembalinya kesuburan juga lambat, tetapi tidak terhambat. Kesuburan baru kembali

setelah 9-10 bulan setelah injeksi terakhir DMPA (Boroditsky dkk, 2000; Gallo dkk,

2007). Pada para pemakai jangka panjang, trigliserida dan kolesterol HDL menurun,

tapi kolesterol LDL tidak meningkat. Laporan tentang kanker payudara saling

bertentangan. Selain itu juga dilaporkan terjadi penambahan berat badan pada tahun

pertama pemakaian, nyeri payudara, nyeri kepala, akne dan hirsutisme (Cunningham

dkk, 2006).

4. Efektivitas

Kedua kontrasepsi ini sangat efektif untuk mencegah kehamilan. Dengan

angka kegagalan yaitu 0,3 per 100 wanita per tahun, asal penyuntikan dilakukan

secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan (Saifuddin dkk, 2003).

5. Indikasi

Menurut Saifuddin dkk (2003), yang dapat menggunakan kontrasepsi suntikan

Progestin ini adalah wanita usia reproduksi, wanita yang memerlukan kontrasepsi

jangka panjang dan memiliki efektivitas tinggi, wanita menyusui dan membutuhkan

kontrasepsi yang sesuai, setelah abortus, wanita perokok, wanita dengan tekanan

Page 10: Proposal Revisi

10

darah kurang dari 180/110 dengan gangguan pembekuan darah dan anemia sel sabit,

wanita yang tidak boleh memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen, wanita

yang sering lupa menggunakan pil kb, wanita dengan anemia defisiensi besi, dan

pada wanita yang mendekati usia menopause yang tidak ingin atau tidak boleh

menggunakan pil kombinasi dan wanita yang sedang menjalani pengobatan dengan

Rifampisin, Fenitoin atau Barbiturat.

6. Kontraindikasi

Kontraindikasi menggunakan metode kontrasepsi ini yaitu, pada wanita hamil

atau dicurigai hamil, wanita yang mengalami perdarahan pervaginam yang belum

jelas penyebabnya, tidak dapat menerima adanya gangguan haid, menderita kanker

payudara atau riwayat kanker payudara dan wanita dengan Diabetes Mellitus disertai

komplikasi (Saifuddin dkk, 2003).

7. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntik Progestin

Menurut Saifuddin dkk (2003), waktu mulai menggunakan kontrasepsi ini

yaitu:

1. Setiap saat selama siklus haid asal ibu tersebut tidak hamil.

2. Mulai hari pertama hingga hari ke-7 siklus haid.

3. Pada ibu yang tidak haid dan tidak hamil, injeksi pertama dapat diberikan setiap

saat. Namun, selama 7 hari setelah penyuntikan, tidak boleh melakukan hubungan

seksual.

4. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti dengan

kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi hormonal

sebelumnya secara benar dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat

segera diberikan, tidak perlu menunggu haid berikutnya.

5. Bila ibu telah menggunakan jenis kontrasepsi lain dan ingin menggantinya dengan

kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi suntikan diberikan dimulai saat

jadwal kontrasepsi suntikan yang sebelumnya.

Page 11: Proposal Revisi

11

6. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan

kontrasepsi suntik, suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan

dapat segera diberikan, asal ibu tidak hamil dan pemberian tidak perlu menunggu

haid berikutnya datang.

7. Pada ibu yang ingin mengganti AKDR dengan kontrasepsi suntik, suntikan

pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid atau setiap

saat setelah hari ke-7 siklus haid, asal ibu tersebut tidak hamil.

8. Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur, suntikan pertama dapat

diberikan setiap saat. Asal ibu tersebut yakin tidak hamil dan tidak boleh

melakukan hubungan seksual selama 7 hari setelah suntikan.

2.2 Umur

Umur adalah lama waktu hidup atau ada (Sugono, 2008). Umur dihitung sejak

kita dilahirkan hingga datangnya kematian. Umur dipandang sebagai suatu keadaan

yang menjadi dasar kematangan dan perkembangan seseorang. Semakin tua umur,

maka seseorang dianggap semakin baik dalam menghadapi masalah dan sebaliknya

semakin muda seseorang, maka kemampuannya dalam menghadapai masalah juga

semakin kecil (Nursalam dalam Anonymousd, 2008). Setionegoro, dalam Anonymousd

(2008) mengatakan bahwa umur <20 tahun adalah umur belum dewasa, 21–29 tahun

dewasa muda, sedangkan umur 30 – >40 tahun adalah dewasa penuh. Dalam konsep

keluarga berencana, umur merupakan karakteristik yang mempengaruhi pengetahuan

dan pengalaman seseorang mengenai kontrasepsi (Imbarwati, 2009). Selain itu, umur

seseorang juga dapat menunjukkan jenis kontrasepsi yang dibutuhkan sesuai dengan

umurnya dikarenakan umur dapat menunjukkan masa reproduksi seseorang. Masa

reproduksi dibagi 3, yaitu:

1. Masa menunda kehamilan (<20 tahun).

2. Masa mengatur kesuburan/ menjarangkan kehamilan (20-35 tahun).

3. Masa mengakhiri kesuburan/ tidak hamil lagi (>35 tahun).

Page 12: Proposal Revisi

12

2.3 Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara (UU No.20 tahun 2003, pasal 1). Pendidikan

mempunyai korelasi yang bermakna dengan pengetahuan ibu terhadap keluarga

berencana. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin banyak jenis

kontrasepsi yang dikenal, sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku ibu untuk

memutuskan alat kontrasepsi yang hendak dipakai (Setiabudi, 2001).

Berdasarkan UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 13, jalur pendidikan

terdiri dari pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan formal adalah

jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar berbentuk sekolah

dasar (SD) sederajat dan sekolah menengah pertama (SMP) sederajat. Pendidikan

menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA) sederajat, sedangkan pendidikan

tinggi terdiri dari jenjang diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor. Pendidikan

nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan

secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga

masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,

penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal, misalnya kursus. Sedangkan

pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan dalam bentuk

kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan diakui sama dengan pendidikan

formal setelah peserta sisik mengikuti ujian kesetaraan (Soekarnoputri, 2003).

2.4 Pengetahuan2.4.1 Pengertian

Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan

terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan,

Page 13: Proposal Revisi

13

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

2.4.2 Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan memilki 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan dengan dapat mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

yang menggambarkan seseorang itu tahu adalah dapat menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan dengan benar objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang

paham, mampu menjelaskan dan memberikan contoh.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi atau suatu objek yang

telah dipelajari untuk dapat diterapkan pada keadaan yang sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menggunakan materi atau suatu objek yang

telah dipelajari dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi

tersebut dan masih berkaitan satu sama lain.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis merupakan kemampuan meletakan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun

formulasi baru dari formulasi yang sudah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan pada kriteria yang dibuat sendiri

atau berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ada.

Page 14: Proposal Revisi

14

Pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti surat kabar,

televisi, radio, poster, pamflet, buku, maupun dari petugas kesehatan (BPS, 2010).

2.5 Sikap2.5.1 Pengertian

Sikap adalah reaksi seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau

objek (Notoadmodjo, 2003). Menurut La Pierre (1934), sikap dapat didefinisikan

dengan ‘suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana, sikap adalah respon

terhadap stimulus sosial yang telah dikondisikan. Sedangkan menurut Secord dan

Beckman (1964), sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseirang terhadap suatu

aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2006).

2.5.2 Struktur Sikap

Menurut Azwar (2006), struktur sikap memiliki tiga komponen, yaitu:

1. Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku

dan apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan timbul dari apa yang telah dilihat

dan telah diketahui sehingga terbentuklah suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau

karakteristik dari suatu objek.

2. Afektif

Komponen afektif adalah perasaan yang menyangkut masalah emosional

seseorang terhadap suatu objek sikap. Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh

kepercayaan.

3. Konatif

Komponen konatif adalah kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan

sikap yang dimiliki seseorang. Kepercayaan dan perasaan diasumsikan banyak

mempengaruhi perilaku seseorang.

Page 15: Proposal Revisi

15

2.5.3 Pembentukan Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami seseorang.

Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi antara individu satu

dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola

masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Interaksi sosial juga meliputi

hubungan antara individu dengan lingkungan fisik, maupun lingkungan psikologis di

sekelilingnya (Azwar, 2006).

Dalam interaksi sosial, individu juga membentuk pola sikap tertentu terhadap

berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi di masa lalu, kebudayaan, orang lain

yang dianggap penting bagi indiviau, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga

agama, dan faktor emosi dalam diri individu yag sangat mempungaruhi sikap

individu terhadap sesuatu (Anonymousd, 2007).

2.5.4 Tingkatan Sikap

Sikap memiliki 4 tingkatan. Menurut Notoadmodjo (2003) tingkatan sikap

sebagai berikut:

1. Menerima (Receiving)

Menerima dapat diartikan bahwa seseorang (subyek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (obyek).

2. Merespon (Responding)

Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan, yang mengindikasikan seseorang menerima ide

tersebut yang merupakan indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

merupakan indikasi dari tingkatan ini.

4. Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilih dengan segala risiko

merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi.

Page 16: Proposal Revisi

16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross

sectional study, yaitu pengumpulan data dan pengukuran variabel yang dilakukan

sekaligus pada suatu saat (Notoadmodjo, 2005).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Jeulingke, kecamatan Syiah

Kuala, Banda Aceh pada bulan Mei 2010 hingga bulan April 2011.

3.3 Kerangka Konsep

3.4 Populasi dan Sampel3.4.1 Populasi

Populasi seluruh ibu yang menggunakan kontrasepsi suntik di Puskesmas

Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh pada bulan Januari sampai Desember

2009 berjumlah 171 orang dengan rata-rata 35 orang per bulannya.

3.4.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah akseptor kontrasepsi suntik yang berkunjung

ke Puskesmas Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh bulan Februari hingga

Sikap

PengetahuanPendidikan

Umur

Jumlah suntikan

16

Page 17: Proposal Revisi

17

Maret 2011 dengan syarat bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani lembar

persetujuan menjadi responden.

3.4.3 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara aksidental, yaitu dengan mengambil

responden dari pengguna kontrasepsi suntik yang berkunjung ke Puskesmas

Jeulingke selama bulan Februari hingga Maret 2011.

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel PenelitianNo. Variabel

PenelitianDefinisi

OperasionalAlat Ukur Cara

UkurHasil ukur Skala

ukurPengetahuan Segala sesuatu

yang diketahuiresponden mengenai kontrasepsi suntik.

Kuesioner Wawan-cara

Baik Cukup Kurang

Ordinal

Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang dijalaniresponden.

Kuesioner Wawan-cara

Pendidikan dasar: SD/ MI sederajat dan SMP/ MTs sederajat

Pendidikan menengah: SMA/ MA sederajat

Pendidikan tinggi: perguruan tinggi

Ordinal

1 Jumlah suntikan

Banyaknya penyuntikan yang sudah pernah dilakukan responden.

Kuesioner Wawan-cara

suntikan pertama

suntikan kedua atau lebih

Ordinal

2 Umur Lama waktu hidup sejak dilahirkan hingga penelitian dilakukan.

Kuesioner Wawan-cara

remaja: 15-24 tahun

dewasa muda: 25-35 tahun

dewasa: 36-54 tahun

Ordinal

Page 18: Proposal Revisi

18

3.6 Pengukuran Variabel

Untuk umur, dilihat apakah masa remaja, dewasa muda, atau dewasa yang

lebih banyak menggunakan kontrasepsi suntik. Penghitungan dilakukan dalam

persen. Begitu pula dengan pendidikan, pendidikan dasar, menengah, atau tinggi yang

lebih banyak menggunakan kontrasepsi suntik. Perhitungan pendidikan juga

dilakukan dalam persen.

Untuk pertanyaan pengetahuan, jawaban pertanyaan responden diberi nilai,

apabila jawabannya benar, diberi nilai 1 dan apabila salah diberi nilai 0, kemudian

hasilnya dijumlahkan. Setelah dijumlahkan, dilakukan analisis tingkat pengetahuan

akseptor dalam persentase dengan rumus:

Keterangan:

P = persentase

F = jumlah jawaban yang benar

N= jumlah pertanyaan

(Machfoedz, 2008)

Kemudian dilakukan interpretasi hasil sesuai dengan yang dinyatakan

Arikunto dalam Machfoedz (2008) sebagai berikut:

1. Baik : bila responden mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari

seluruh pertanyaan.

2. Cukup : bila responden mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari

seluruh pertanyaan.

3. Kurang : bila responden mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari

seluruh pertanyaan.

Pengukuran sikap akseptor dilakukan berdasarkan jawaban yang diberikan

responden. Skoring atau penilaian dilakukan apabila jawaban responden

P = FN

× 100%

Page 19: Proposal Revisi

19

menunjukkan setuju diberi nilai 3, ragu-ragu diberi nilai 2 dan tidak setuju diberi nilai

1.

Dengan memakai skala pengukuran menurut Arikunto (2006), sikap dinilai

sebagai berikut:

1. Baik : bila responden mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari

seluruh pertanyaan pada kuesioner sikap.

2. Cukup : bila responden mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari

seluruhpertanyaan pada kuesioner sikap.

3. Kurang : bila responden mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari

seluruh pertanyaan pada kuesioner sikap.

(Machfoedz, 2008).

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, yang akan

disebar pada tiap sampel penelitian yang datang ke Puskesmas Jeulingke.

3.7.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah uji yang dilakukan pada suatu alat ukur agar alat ukur tersebut

benar-benar dapat mengukur apa yang ingin diukur. Untuk mengetahui bahwa

kuesioner yang telah disusun mampu mengukur yang hendak diukur, maka perlu diuji

dengan uji korelasi antara nilai tiap item pertanyaan dengan skor total pertanyaan

tersebut. Bila semua pertanyaan itu memiliki korelasi yang bermakna (validitas

konstrak), berarti pertanyaan tersebut valid atau sesuai dengan yang hendak diukur.

Uji validitas ini akan dilakukan dengan menggunakan statistical product and service

solution (SPSS) pada 20 orang responden. Uji korelasi ini menggunakan rumus

product moment. Pada interval kepercayaan 95%, dengan responden sebanyak 20

orang, maka r tabel sebesar 0,444. Apabila nilai suatu pertanyaan melebihi r tabel,

maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid (Notoadmodjo, 2005). Dari hasil uji

validitas yang telah dilakukan, dari 20 pertanyaan item pengetahuan, 13 diantaranya

Page 20: Proposal Revisi

20

dinyatakan valid dan 7 yang lain dikeluarkan dari kuesioner karena tidak valid.

Sedangkan untuk item sikap, semua pernyataan dinyatakan valid.

3.7.2 Uji reliabilitas

Uji reabilitas dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu alat ukur dapat

dipercaya, atau dengan kata lain untuk mengukur konsistensi suatu alat ukur

(Notoadmodjo, 2005). Uji reabilitas ini dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak SPSS. Sampel untuk uji reabilitas sebanyak 20 orang. Uji tersebut juga

dilakukan dengan rumus Cronbach Alpha. Suatu pertanyaan dinyatakan reliabel

apabila nilai cronbach alpha >0,60 (Ghozali, 2002). Hasil uji reabilitas untuk

kuesioner pengetahuan didapatkan nilai Cronbach alpha= 0,780> 0,60 dan dinyatakan

reliabel. Sedangkan untuk kuesioner sikap, nilai Cronbach alpha= 0,833> 0.60 juga

dinyatakan reliabel.

3.8 Alur Penelitian

3.8 Pengolahan Data

Mengambil surat keterangan hendak melakukan pengambilan data di Puskesmas Jeulingke dari kampus kepada Dinas Kesehatan Kotamadya Banda

Aceh

Meminta surat pengantar untuk melakukan pengambilan data dari Dinkes kotamadya kepada Puskesmas Jeulingke

Pengumpulan data PUS yang melakukan KB di Puskesmas Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala

Menetapkan populasi dan menentukan sampel penelitian

Membagikan kuesioner pada PUS yang datang ke Puskesmas Jeulingke

Pengolahan data dengan melakukan editing, coding, dan tabulating kemudian data dianalisis

Page 21: Proposal Revisi

21

Pengolahan data dilakukan dengan cara sebagai berikut, seperti diungkapkan

oleh Nazir (2005):

1. Editing

Setelah pengumpulan data dilakukan, kuesioner yang telah diisi diamati

kembali, meliputi kelengkapan jawaban responden.

2. Coding

Memberikan kode pada jawaban yang telah diisi oleh responden, agar

memudahkan dalam pengolahan data.

3. Tabulating

Jawaban-jawaban yang telah diberi kode tadi, dimasukkan ke dalam tabel

sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori.

3.9. Analisis Data Penelitian

Analisis data penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis

univariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing

pertanyaan dalam kuesioner, yaitu umur, tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap

yang diteliti. Analisis univariat ini menggunakan tabel distribusi frekuensi dan

tabulasi silang.