5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 1/24
PROPOSAL TESIS
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA
DIKLAT PENDALAMAN MATERI KIMIA MA
BERBASIS EMPAT PILAR PENDIDIKAN DI BALAI
DIKLAT KEAGAMAAN SEMARANG
Oleh:
RATNA PRILIANTI
0402509002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA (KIMIA)
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 2/24
2010
2
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 3/24
PROPOSAL TESIS
A. Judul
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata Diklat Pendalaman Materi
Kimia MA Berbasis Empat Pilar Pendidikan di Balai Diklat Keagamaan
Semarang
B. Latar Belakang
Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan sumberdaya
manusia yang berkualitas. Sumberdaya manusia yang berkualitas dapat
menjadi tonggak dalam proses pembangunan suatu bangsa. Pendidikan di
Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi Peserta Didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa (Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003).
Perwujudan tujuan tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Berbagai
upaya harus dilakukan untuk mewujudkannya. Upaya yang telah dan sedang
dilakukan pemerintah adalah melalui pengaturan yang lebih operasional
seperti Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan beberapa peraturan, diantaranya adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Siskandar, 2006).
Lahirnya Undang-undang dan Peraturan Pemerintah di atas merupakan
salah satu langkah reformatif di dunia pendidikan dalam upaya mencapai
tujuan pendidikan dan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pendidikan di
Indonesia selama ini cenderung berjalan dengan verbalistik dan berorientasi
semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktek
pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar
Peserta Didik menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran
3
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 4/24
dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh
Peserta Didik . Pendidikan seakan-akan bertujuan hanya untuk menguasai
matapelajaran. (http:// ictcommunity.multiply.com)
.Upaya pemerintah untuk meningkatan mutu pendidikan salah satunya
adalah dengan meningkatkan profesionalisme guru. Peningkatan
profesionalisme guru dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan
mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT). Pendidikan dan Pelatihan
guru mendapatkan inovasi dalam proses pembelajaran
Selama ini proses belajar mengajar dalam aplikasinya cenderung
menekankan aspek kognitif. Artinya, konsep-konsep yang diajarkan hanya
sekedar pengetahuan, kurang dihayati dan direalisasikan sebagai sikap dan
perilaku yang nyata (Sholahuddin, 2006). Metode pembelajaran seperti ini
menumbuhkan pemikiran seolah-olah ada dinding pemisah antara pendidikan
dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan Peserta Didik seringkali
kurang mengetahui manfaat dari apa yang dipelajari dan tidak tahu bagaimana
menggunakan apa yang telah dipelajarinya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Guru di Indonesia masih banyak menggunakan metode konvensional
dalam pengajarannya. Guru masih menjadi pusat informasi bagi siswa.
Suwarno (2006) menyatakan, bahwa Peserta Didik bukanlah tabung kosong
atau kertas putih bersih yang dapat diisi atau ditulis sekehendak pengajar,
melainkan individu yang memiliki sejumlah potensi yang perlu
dikembangkan. Pengembangan potensi tersebut menuntut iklim kondusif yang
dapat mendorong Peserta Didik mengetahui bagaimana belajar (learning how
to learn) yang baik, serta menghubungkan kemampuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang
menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Becker (1977) dan Gordon
(1988) dalam Hasan (2007) menyatakan bahwa kompetensi yang dimaksud
bukan hanya pengetahuan, tetapi juga meliputi pemahaman, keterampilan,
4
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 5/24
nilai, sikap dan minat. Implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi
adalah perlunya pengembangan silabus dan sistem penilaian yang menjadikan
Peserta Didik mampu menguasai ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu
dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan
secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu.
Kompetensi yang disusun dalam pendidikan sains diharapkan dapat
membantu Peserta Didik untuk menguasai prinsip-prinsip alam, kecakapan
hidup, kemampuan bekerja dan mengembangkan kepribadian serta bersikapilmiah. Hal tersebut sesuai dengan hakikat sains itu sendiri. Menurut Chandra
(2007), sains adalah ilmu pengetahuan yang terdiri atas sekumpulan konsep,
prinsip, hukum, dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis
melalui inkuiri yang dilanjutkan dengan proses observasi (empiris) secara
terus menerus. Sains menggambarkan upaya manusia yang meliputi aspek
mental, keterampilan, dan strategi memanipulasi dan menghitung, yang dapat
diuji kembali kebenarannya, serta dilandasi oleh sikap keingintahuan
(curiosity), keteguhan hati (courage), dan ketekunan ( persistence) yang
dilakukan oleh individu untuk menyingkap rahasia alam semesta. Ciri utama
yang membedakan pelajaran sains dengan kebanyakan mata pelajaran yang
lain adalah sifatnya yang menuntut Peserta Didik untuk terlibat di dalam
kegiatan metode ilmiah, dan dengan demikian mengembangkan sikap ilmiah
(Chandra, 2007).
Kimia merupakan salah satu bagian dari sains karena kimia merupakanilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari
jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam
yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika dan
energetika zat (http://www.dikmenum.go.id). Hasil penelitian yang dilakukan
para ahli, diantaranya Wiseman (1981), Nakhleh (1992), Kirkwood dan
Symington (1996) dalam Rumansyah dan Yudha Irhasyuarna (2001)
menunjukkan banyak Peserta Didik yang dapat dengan mudah mempelajari
5
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 6/24
mata pelajaran lain, tetapi mengalami kesulitan dalam memahami konsep-
konsep dan prinsip-prinsip kimia.
Kesulitan mempelajari ilmu kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu
kimia itu sendiri. Menurut Kean dan Middlecamp (1985) dalam Rumansyah
(2002) ciri-ciri ilmu kimia diantaranya adalah ilmu kimia sebagian besar
bersifat abstrak, sifat ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan cepat.
Arifin (1995) dalam Rumansyah (2002) mengemukakan bahwa kesulitan
mempelajari ilmu kimia dapat bersumber pada kesulitan memahami istilah,
kesulitan dalam memahami konsep kimia dan kesulitan angka.
Inovasi dari seorang guru sangat diperlukan untuk menyiasati
permasalahan di atas. Keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi
pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran
yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan (Noor, 2001).
Inovasi yang dimaksud dapat berupa pemilihan strategi atau metode,
pendekatan pembelajaran yang tepat, atau pemanfaatan sarana dan prasarana
secara maksimal. Masih banyak sekolah memiliki sarana dan prasarana yang
terbatas. Keterbatasan sarana dan prasarana ini bukanlah suatu penghambat
dalam keberlangsungan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar
dapat terus dilaksanakan dengan memodifikasi sarana yang ada atau dengan
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Dengan
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, Peserta Didik diharapkan
dapat lebih mudah memahami dan mengaitkan konsep kimia serta aplikasinya
di dalam kehidupan sehari-hari.
Guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan (Mulyasa, 2008).
Guru harus mampu memilih pendekatan yang tepat dalam menyampaikan
materi pelajaran. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat
dikembangkan dalam pembelajaran sains adalah pendekatan yang memuat
empat pilar pendidikan. Empat pilar mencakup learning to do (belajar untuk
berbuat) , learning to know (belajar untuk mengetahui) , learning to live
together (belajar untuk hidup bersama) dan learning to be (belajar untuk
6
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 7/24
menjadi). Model pengembangan empat pilar pendidikan diharapkan mampu
menstimulasi Peserta Didik untuk berbuat (learning to do) guna memperoleh
pemecahan masalah atau penemuan konsep (learning to know) secara
bersama-sama dalam kelompok (learning to live together ) dan
membiasakannya (learning to be) Peserta Didik menjadi manusia yang
berkarakter pembelajar atau menjadi manusia pembelajar.
Learning to do dalam proses kegiatan belajar dapat menggunakan
pembelajaran inkuiri yang memfasilitasi Peserta Didik dalam penemuan
konsep. Pembelajaran inkuiri mengupayakan agar Peserta Didik tidak bersifat pasif tapi lebih partisipatif dan praktis (learning by doing ). Pendekatan inkuiri
sains sangat menantang dan melahirkan interaksi antara yang diyakini Peserta
Didik sebelumnya terhadap suatu bukti baru untuk mencapai pemahaman
yang lebih baik, melalui proses dan metode eksplorasi untuk menurunkan,
dan mengetes gagasan-gagasan baru (Depdiknas, 2001). Wiyanto, dkk (2006)
dalam laporan penelitiannya menyatakan bahwa guru dan Peserta Didik
memiliki persepsi yang positif terhadap pembelajaran sains dengan
pembelajaran inkuiri berbasis empat pilar pendidikan.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas, beberapa hal penting yang
dapat diidentifikasi yaitu:
1. Inovasi dalam pengembangan pembelajaran kimia di MA menjadi sangat
penting sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan.2. Kimia sebagai rumpun ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains, di
samping sebagai suatu produk juga dapat sebagai proses, artinya dengan
kimia dapat digunakan untuk mendidik manusia agar mempunyai sikap
ilmiah.
3. Sikap ilmiah perlu ditanamkan pada guru dalam upaya meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia.
7
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 8/24
4. Pembelajaran kimia dengan memanfaatkan lingkungan diperlukan agar
guru dapat lebih memahami aplikasi ilmu yang dipelajari di sekolah.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
dirumuskan masalah utamanya, yaitu bagaimanakah membiasakan guru
bersikap ilmiah dalam pembelajaran kimia MA berbasis empat pilar
pendidikan dengan memanfaatkan lingkungan?
E. Pembatasan Masalah
Penelitian yang diusulkan ini berada dalam ruang lingkup
pengembangan pembelajaran kimia MA berbasis empat pilar dengan
memanfaatkan lingkungan. Pengembangan pembelajaran ini dibatasi dalam
beberapa ruang lingkup, antara lain:
1. Lingkungan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
menyesuaikan dengan lingkungan pembelajaran menurut Hamalik (2007)
yaitu:
a. Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat baik kelompok
besar atau kelompok kecil.
b. Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu
pribadi berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya.
c. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua sumberdaya alam yang
dapat diberdayakan sebagai sumber belajar.
d. Lingkungan kultural mencakup hasil budaya dan teknologi yang
dapat dijadikan sebagai sumber belajar dan dapat menjadi faktor
pendukung pengajaran.
2. Penelitian ini menggunakan materi koloid karena penggunaan sistem
koloid dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak. Dengan demikian,
Peserta Didik akan lebih mudah memahami materi koloid karena dikaitkan
langsung dengan aplikasi sistem koloid dalam kehidupan sehari-hari
melalui pengamatan terhadap lingkungan. Pemilihan satu materi dari
8
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 9/24
berbagai materi kimia MA ini juga dikarenakan penelitian ini terkait
dengan penelitian studi sehingga dibatasi oleh waktu.
F. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menemukan model
pembelajaran yang dapat membiasakan para guru bersikap ilmiah dalam
proses pembelajaran kimia MA berbasis empat pilar pendidikan dengan
memanfaatkan lingkungan. Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah:
1. Mendeskripsikan sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui
pembelajaran kimia di MA berbasis empat pilar pendidikan dengan
memanfaatkan lingkungan.
2. Mengembangkan perangkat pembelajaran kimia MA berbasis empat pilar
pendidikan dengan memanfaatkan lingkungan untuk membiasakan guru
bersikap ilmiah yang terdiri atas silabus, RPP, modul yang dilengkapi
dengan lembar kerja , CD kegiatan dan lembar evaluasi.
3. Mendeskripsikan respon subyek penelitian terhadap penerapan model
bersikap ilmiah dalam pembelajaran kimia MA.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan dari hasil-hasil penelitian ini adalah:
a. Memberikan gambaran tentang sikap ilmiah yang dapat
dikembangkan melalui pembelajaran kimia di MA berbasis empat pilar
pendidikan dengan memanfaatkan lingkungan.
b. Diperoleh pengembangan perangkat pembelajaran kimia MA
berbasis empat pilar pendidikan dengan memanfaatkan lingkungan
untuk membiasakan Peserta Didik bersikap ilmiah yang dapat
digunakan guru dalam proses pembelajaran kimia MA.
9
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 10/24
H. Kajian Teori
1. Pembelajaran Kimia MA
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan
berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana
Syaodih Sukmadinata (2005) dalam Sudrajat (2008) menyatakan bahwa
sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan
belajar. Belajar menurut Moh. Surya (1997) dalam Sudrajat (2008) dapat
diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Perubahan perilaku dari Peserta Didik setelah melalui proses belajar
sains diantaranya adalah Peserta Didik dapat memiliki sikap, keterampilan
dan kemampuan berpikir dan bekerja layaknya seorang saintis. Jadi,
Peserta Didik tidak hanya menguasai pengetahuan secara deklaratif berupa
fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi Peserta Didik juga belajar tentang
suatu proses yang bersifat prosedural seperti cara memperoleh informasi,
cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan
keterampilan berpikir. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh Peserta
Didik tersebut diharapkan dapat membantu Peserta Didik untuk
mengembangkan diri ketika Peserta Didik tersebut berada dalam
lingkungan masyarakat dan siap menghadapi segala tantangan didalamnya,
serta memberikan sumbangsih terhadap proses pembangunan di negara ini.
Pengembangan kemampuan Peserta Didik dalam bidang sains
merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan dan memasuki dunia teknologi,
termasuk teknologi informasi. Peserta Didik perlu dibekali dengan
kompetensi yang memadai agar menjadi peserta aktif dalam masyarakat,
baik untuk kepentingan pribadi, sosial, ekonomi maupun lingkungannya.
10
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 11/24
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa sains berkaitan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Pendidikan sains di sekolah menengah diharapkan dapat
menjadi wahana bagi Peserta Didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
penerapannya di kehidupan sehari-hari.
Kadir (2002) mengemukakan beberapa definisi pembelajaran sains.Salah satu definisi yang dikemukakan adalah sains sebagai proses untuk
mengetahui. Sains sebagai proses untuk mengetahui juga dikenal dengan
sains sebagai metode untuk memperoleh pengetahuan ilmiah atau lebih
dikenal dengan metode ilmiah. Salah satu pandangan dalam melaksanakan
metode ilmiah adalah pandangan induktif. Menurut pandangan ini,
perkembangan ilmu pengetahuan dimulai dari pengamatan terhadap fakta-
fakta secara terpisah yang akhirnya digeneralisasi.
Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar Peserta Didik mampu menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan
untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu Peserta
Didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam
sekitar (Depdiknas, 2003).
Kimia merupakan bagian dari sains yang memiliki tujuan untuk
mewujudkan Peserta Didik yang menguasai konsep-konsep kimia dan
menerapkannya dalam upaya memecahkan masalah-masalah yang
berhubungan dengan iptek dan kehidupan sehari-hari di masyarakat. Mata
pelajaran kimia di SMA & MA berfungsi dan bertujuan sebagai berikut:
1. Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari
keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa.
11
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 12/24
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan
dapat bekerjasama dengan orang lain.
3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui
percobaan atau eksperimen, dimana Peserta Didik melakukan
pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan
instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta
menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
4. Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat
dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta
menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi
kesejahteraan masyarakat.
5. Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling
keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari dan teknologi (www.dikmenum.go.id).
2. Empat Pilar Pendidikan
Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International
Commission on Education for the Twenty first Century" yang dipimpin
oleh Jacques Delors merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan
(seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses
pembelajaran, yaitu:
1) Learning to do (Belajar untuk menguasai keterampilan)
Pendidikan merupakan proses belajar untuk melakukan sesuatu
(learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah
kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan
nilai. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui,
tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu
sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
12
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 13/24
Learning to do bisa berjalan jika lembaga pendidikan
memfasilitasi Peserta Didik untuk mengaktualisasikan keterampilan
yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat
anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun tumbuh
berkembangnya tergantung pada lingkungannya. Dewasa ini
keterampilan bisa digunakan menopang kehidupan seseorang, bahkan
keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam
mendukung keberhasilan kehidupan seseorang (Rahbini, 2007).
2) Learning to know (Belajar untuk menguasai pengetahuan)
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari
agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi
kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam
prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga
sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan. Guna
merealisir learning to know, pendidik seyogianya tidak hanya
berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga fasilitator. Di
samping itu pendidik dituntut dapat berperan sebagai teman sejawat
dalam berdialog dengan Peserta Didik dalam mengembangkan
penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu (Rahbini, 2007).
3) Learning to live together (Belajar untuk hidup bermasyarakat)
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses
pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan
dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, sekaligus mampu
menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran
diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam
bersosialisasi di masyarakat (learning to live together ) (Rahbini,
2007).
13
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 14/24
4) Learning to be (Belajar untuk menjadi)
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian
dari proses belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri
sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan
jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang
berlaku di masyarakat, serta belajar menjadi orang yang berhasil,
sesungguhnya adalah proses pencapaian aktualisasi diri.
Pengembangan diri secara maksimal (learning to be) erat
hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan
kejiwaan, tipologi pribadi Peserta Didik dan kondisi lingkungannya.
Kemampuan diri yang terbentuk di sekolah secara maksimal
memungkinkan anak untuk mengembangkan diri pada tingkat yang
lebih tinggi (Rahbini, 2007).
Learning to do, learning to know, learning to be, and learning to live
together yang dicanangkan oleh UNESCO merupakan salah satu
pendekatan yang perlu digunakan di dalam pembelajaran sains di kelas.
Pembelajaran sains tidak seharusnya hanya mendudukkan Peserta Didik
sebagai pendengar ceramah dengan guru memerankan diri sebagai pengisi
“air informasi” ke kepala Peserta Didik yang dianggap sebagai botol
kosong yang perlu diisi dengan ilmu pengetahuan.
Peserta Didik harus diberdayakan agar mau dan mampu berbuat
untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan
meningkatkan interaksi dengan lingkungan fisik dan sosialnya, sehingga
mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia di
sekitarnya (learning to know). Dengan demikian, diharapkan hasil
interaksi dengan lingkungannya dapat membangun pengetahuan dan
kepercayaan diri dan sekaligus membangun jati diri (learning to be).
Kesempatan Peserta Didik berinteraksi dengan berbagai individu atau
kelompok individu yang bervariasi akan membentuk kepribadiannya untuk
memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran
14
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 15/24
terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup (learning to live together )
(Depdiknas, 2001).
3. Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar
Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara induvidu dan
lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan terhadap individu dan
sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam
proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa
perubahan tingkah laku. Dapat juga terjadi, individu menyebabkan
terjadinya perubahan pada lingkungan, baik yang positif atau bersifat
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi lingkungan merupakan faktor
yang penting dalam proses belajar mengajar (Hamalik, 2007).
Menurut Hamalik (2007) lingkungan (environment ) adalah faktor
kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan
faktor belajar yang penting. Lingkungan belajar/pembelajaran/pendidikan
terdiri dari berikut ini:
e. Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat baik kelompok besar
atau kelompok kecil.
f. Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi
berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya.
g. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua sumberdaya alam yang dapat
diberdayakan sebagai sumber belajar.
h. Lingkungan kultural mencakup hasil budaya dan teknologi yang dapatdijadikan sebagai sumber belajar dan dapat menjadi faktor pendukung
pengajaran. Dalam konteks ini termasuk sistem nilai, norma dan adat
kebiasaan.
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan Peserta Didik melalui
pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini
berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian Peserta
15
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 16/24
Didik jika apa yang dipelajari diangkat dari lingkungan, sehingga apa
yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah bagi
lingkungan.
Dalam pendekatan lingkungan, pelajaran disusun sekitar hubungan
dan faedah lingkungan. Isi dan prosedur disusun hingga mempunyai
makna dan ada hubungannya antara Peserta Didik dengan lingkungannya.
Pengetahuan yang diberikan harus memberi jalan ke luar bagi Peserta
Didik dalam menanggapi lingkungannya. Pemilihan tema seyogianya
ditentukan oleh kebutuhan lingkungan Peserta Didik . Misalnya dilingkungan petani, tema yang berkaitan dengan pertanian akan
memberikan makna yang lebih mendalam bagi para Peserta Didik .
Demikian halnya di lingkungan pantai, tema tentang kehidupan pantai
akan sangat menarik minat dan perhatian Peserta Didik .
Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti Peserta Didik
mendapatkan pengetahuan dan pemahaman dengan cara mengamati
sendiri apa-apa yang ada di lingkungan sekitar, baik di lingkungan rumah
maupun di lingkungan sekolah. Dalam pada itu, Peserta Didik dapat
menanyakan sesuatu yang ingin diketahui kepada orang lain di lingkungan
mereka yang dianggap tahu tentang masalah yang dihadapi.
Berdekatan dengan pendekatan lingkungan ini, UNESCO
mengemukakan jenis-jenis lingkungan yang dapat didayagunakan oleh
Peserta Didik untuk kepentingan pembelajaran:
a. Lingkungan yang meliputi faktor-faktor fisik, kimia, sosioekonomi,
dan budaya yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung,
dan berinteraksi dengan kehidupan Peserta Didik .
b. Sumber masyarakat yang meliputi setiap unsur atau fasilitas yang ada
dalam suatu kelompok masyarakat.
c. Ahli-ahli setempat yang meliputi tokoh-tokoh masyarakat yang
memiliki pengetahuan khusus dan berkaitan dengan kepentingan
pembelajaran.
16
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 17/24
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan
dengan dua cara:
a. Membawa Peserta Didik ke lingkungan untuk kepentingan
pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan metode karyawisata,
metode pemberian tugas, dan lain-lain.
b. Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah
(kelas) untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber
asli, seperti nara sumber, bisa juga sumber tiruan, seperti model dan
gambar.
Guru sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan
menentukan cara-cara yang tepat untuk mendayagunakannya dalam
kegiatan pembelajaran. Pemilihan tema dan lingkungan yang akan
didayagunakan hendaknya didiskusikan dengan Peserta Didik .
4. Sikap Ilmiah
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “ Attitude” sedangkan
istilah attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “ Aptus” yang berarti
keadaan siap secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan
(Ulum, 2007). Azwar (2005) mengemukakan bahwa sikap dikatakan
sebagai respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi
individual.
Menurut Baharuddin (1982) dalam Ulum (2007) mengemukakan
bahwa sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh
para ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan.
Dengan kata lain, kecendrungan individu untuk bertindak atau
berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui
langkah-langkah ilmiah. Beberapa sikap ilmiah dikemukakan oleh
Mukayat Brotowidjoyo (1985) dalam Ulum (2007) yang biasa dilakukan
para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah, antara
17
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 18/24
lain:
a. Sikap ingin tahu
b. Sikap kritis
c. Sikap obyektif
d. Sikap ingin menemukan
e. Sikap menghargai karya orang lain
f. Sikap tekun
g. Sikap terbuka
Salah satu kompetensi umum mata pelajaran kimia di MA adalah
Peserta Didik mampu melakukan kerja ilmiah untuk mendapatkan sikap
dan nilai ilmiah. Peserta Didik mampu bersikap ilmiah, dengan penekanan
pada sikap ingin tahu, bekerja sama, jujur, terbuka, kritis, teliti, tekun,
hemat energi, dan peduli lingkungan. Sikap ilmiah yang disebutkan oleh
Depdiknas (2001) antara lain meliputi:
a. Sikap jujur dan obyektif terhadap fakta.
b. Sikap ingin tahu yang selalu berkembang.
c. Sikap terbuka terhadap pandangan/gagasan baru yang memiliki
argumentasi saintifik.
d. Kritis terhadap pernyataan ilmiah.
e. Peduli terhadap lingkungan sekitar dan mau memanfaatkannya secara
bijaksana.
f. Tekun tanpa mengenal putus asa.
g. Tidak percaya tahayul.
Menurut Sholahuddin (2006), penanaman sikap-sikap ilmiah melalui
metode pengajaran yang tepat cenderung akan sangat berpengaruh pada
pembinaan sikap secara keseluruhan terutama sikap positif terhadap
pelestarian lingkungan hidup.
Lebih rinci Diederich (1967) dalam Ulum (2007) mengidentifikasi
komponen-komponen sikap ilmiah sebagai berikut:
18
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 19/24
a. Selalu meragukan sesuatu.
b. Percaya terhadap kemungkinan penyelesaian masalah.
c. Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
d. Tekun.
e. Suka pada sesuatu yang baru.
f. Mudah mengubah pendapat atau opini.
g. Loyal terhadap kebenaran.
h. Objektif.
i. Enggan mempercayai takhyul.
j. Menyukai penjelasan ilmiah.
k. Selalu berusaha melengkapi pengetahuan yang dimilikinya.
l. Tidak tergesa-gesa mengambil keputusan.
m. Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
n. Menyadari perlunya asumsi.
o. Pendapatnya bersifat fundamental.
p. Menghargai struktur teoritis.
q. Menghargai kuantifikasi.
r. Dapat menerima pengertian kebolehjadian.
s. Dapat menerima pengertian generalisasi.
I. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pembelajaran kimia
MA berbasis empat pilar pendidikan dengan memanfaatkan lingkungan dapat
membiasakan guru bersikap ilmiah.
J. Metode Penelitian
1. Subyek dan Lokasi Penelitian
Subyek penelitian ini adalah guru MA se Jateng dan DIY. Penelitian
dilaksanakan pada diklat guru MA dalam 3 angkatan.
19
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 20/24
2. Desain Penelitian
Penelitian ini dititikberatkan pada pembiasaan sikap ilmiah melalui
kegiatan belajar dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.
Secara keseluruhan desain rencana penelitian ini dapat digambarkan dalam
bentuk diagram alir seperti pada Gambar 1.
Penelitian akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(a) Telaah kurikulum kimia MA terbaru yaitu Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan dan ketersediaan fasilitas.
(b) Menganalisis secara teoritis kebutuhan siswa.
(c) Identifikasi sikap ilmiah yang akan dikembangkan sesuai
dengan empat pilar pendidikan.
Gambar 1. Bagan Desain Penelitian
20
Kebutuhan siswa
(secara teoritis)
Analisis kurikulum kimia dan
ketersediaan fasilitas
Identifikasi sikap ilmiah yang akandikembangkan sesuai dengan
empat pilar pendidikan
Usulan model pembelajaran
berbasis empat pilar
pendidikan
Implementasi model
pembelajaran empat pilar
pendidikan
Perencanaan
Desain RPP DesainModul
Perangkat Evaluasi
Analisis Hasil
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 21/24
(d) Berdasarkan hasil analisis poin a, b dan c, kemudian diusulkan suatu
model pembelajaran kimia MA berbasis empat pilar pendidikan.
(e) Setelah ditentukan model pembelajaran yang sesuai, kemudian
diterapkan dalam pembelajaran, dan dilihat hasil dari penerapan model
pembelajaran tersebut.
(f) Hasil dari keseluruhan langkah dari a sampai e dapat dijadikan
masukan dalam mengembangkan model pembelajaran kimia MA berbasis
empat pilar pendidikan.
K. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu:
1. Variabel input adalah model pembelajaran kimia MA berbasis empat pilar
pendidikan.
2. Variabel output adalah prestasi belajar dan sikap ilmiah Peserta Diklat serta
respon Peserta Diklat yang terkait dengan pembiasaan bersikap ilmiah.
L. Instrumen Penelitian
1. Instrumen
a. Instrumen pembelajaran berupa modul yang dilengkapi dengan
lembar keja .
b. Instrumen untuk mengungkap kompetensi berupa soal-soal.
c. Instrumen berupa lembar observasi untuk mengungkap sikap ilmiahguru.
d. Instrumen untuk mengetahui respon guru berupa angket.
2. Uji Coba Instrumen Penelitian
Pelaksanaan ujicoba instrumen dilaksanakan pada guru peserta diklat
angkatan 1 (berbeda dengan kelas yang akan diteliti) sebanyak 3 Peserta
Diklat untuk mengetahui tingkat keterbacaan modul. Instrumen
21
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 22/24
diujicobakan kepada tiga orang Peserta Diklat yang memiliki kemampuan
belajar yang berbeda (tinggi, sedang dan rendah). Kemampuan Peserta
Diklat ini ditinjau dari nilai Pre Test yang dilaksanakan sebelum
pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan ujicoba instrumen berupa lembar
pengamatan untuk mengungkap sikap ilmiah Peserta Diklat kepada Peserta
Diklat Guru Kimia MA (berbeda dengan kelas yang akan diteliti) sebanyak
satu angkatan.
M. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
a. Lembar Kerja Siswa, selama proses berlangsung dilakukan
pengamatan dengan lembar pengamatan tertentu untuk mengungkap
sikap ilmiah siswa.
b. Untuk mengetahui kebiasaan bersikap ilmiah, data dari lembar
pengamatan yang diambil selama tiga kali berturut-turut.
c. Uji coba soal-soal tes dan penyebaran angket dilakukan pada akhir
pertemuan.
2. Teknik Pengolahan Data
a. Analisis Deskriptif.
Mengukur peningkatan hasil perkembangan dalam bersikap
ilmiah melalui lembar pengamatan dan laporan akhir pada penelitian
ini menggunakan presentase deskriptif. Presentase deskriptif
dituangkan dalam bentuk grafik yang menggambarkan kemampuan
bersikap ilmiah Peserta Diklat selama penelitian berlangsung
(Levinson, 1994).
Gambar 2. Grafik Pola Sikap Ilmiah Siswa
22
Kegiatan
P e r
f o r
m a
1 2 3
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 23/24
b. Tingkat Keberhasilan Penelitian
Indikator keberhasilan pengembangan dalam bersikap ilmiah
dapat dilihat dari terjadinya peningkatan rata-rata penguasaan
seluruh indikator dalam bersikap ilmiah selama kegiatan
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kimia MA/MA.
www.dikmenum.go.id/e-learning/kompetensi/kimia/KIMIA%20MA-FINAL
%20.doc. Diakses: 10 Nopember 2010.
Anonim. 2007. Peranan Guru dalam Membangun Kecakapan Hidup Peserta Didik
Melalui Kegiatan Luar Sekolah (Ekstrakurikuler). http://ictcommunity.
multiply. Com/ journal/item/18. Diakses: 8 Nopember 2010.
Azwar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chandra, D. T. 2007. Memilih Buku Pelajaran IPA. Sumber: http://pelangi.dit-
plp.go.id . Tersedia: http://www.duniaguru.com/index.php?option=com
_content&task=view&id=519&Itemid=26. Diakses: 16 November 2010.
Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Biologi untuk
Sekolah Menengah Tingkat Atas. Departemen Pendidikan nasional: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Jakarta. Tersedia:
www.isekolah.org/file/h_1091244911.rtf . Diakses: 3 Nopember 2010.
Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Kimia untuk
Sekolah Menengah Tingkat Atas. Departemen Pendidikan nasional: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Jakarta.
Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar . Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hasan, S. Hamid. 2007. Pengembangan dan Implementasi KTSP Konsep dan
Substansi. Makalah Seminar Nasional Pendidikan. Universitas Negeri
Semarang.
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional . Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Noor, Idris HM. 2001. Sebuah Tinjauan Teoritis Tentang Inovasi Pendidikan di
Indonesia. http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No026/sebuah_
tinjauan_teoritis_Idris.htm . Diakses: 21 Oktober 2010.
23
5/9/2018 Proposal Ratna 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-ratna-1 24/24
Rahbini, D. K. 2007. Empat (4) Pilar Proses Pendidikan. http://bani-
rahbini.blogspot.com/2007/05/empat-4-pilar-proses-pendidikan.html .
Diakses: 15 November 2010.
Rumansyah. 2002. Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan
Pemahaman Peserta Didik terhadap Konsep Persamaan Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 035, Maret 2002, h. 172. Tersedia pada:
http://aliciakomputer.wordpress.com/2008/01/10/karakteristik-ilmu-kimia/ .Diakses: 16 Nopember 2010.
Sholahuddin, A. 2006. Pembelajaran IPA dan Sikap Positif Terhadap Lingkungan.
http://www.duniaguru.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=75&Itemid=26 . Diakses: 16
Nopember 2010.
Siskandar. 2006. Implementasi Pendidikan MIPA Berbasis KTSP dan
Pengembangan MIPA untuk Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia.
Makalah Seminar Nasional MIPA. Universitas Negeri Semarang.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Hakikat Belajar.
http://akhmadsudrajat.wordpress.Com /2008/01/31/hakikat-belajar .Diakses: 10 Nopember 2010.
Sukmadinata, N.S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT RemajaRosdakarya.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia.
Ulum, Bahrul. 2007. Sikap Ilmiah. http://blogbahrul.wordpress.Com/2007/11 / 28 /sikap-ilmiah/ . Diakses: 3 Nopember 2010.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika.
Wiyanto, dkk. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran Sains Berbasis EmpatPilar Pendidikan ( Learning to Know, Learning to Do, Learning to Live
Together, Learning to Be). Laporan hasil penelitian Hibah Penelitian Tim Pascasarjana – HPTP (Hibah Pasca). Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
24