BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Alam Indonesia kaya akan beraneka ragam tumbuhan yang merupakan
salah satu sumber senyawa kimia alam hayati yang dikenal dengan istilah
“Natural Product Chemistry”. Tumbuhan merupakan gudang bahan kimia yang
paling lengkap. Berpuluh-puluh bahkan mungkin beribu-ribu komponen kimia
terkandung di dalam tumbuhan. Ada komponen kimia yang bersifat racun, ada
juga yang bersifat menyembuhkan penyakit sehingga digunakan sebagai obat.
Pencarian bioaktif yang berasal dari tumbuhan tropis selalu mendapat
perhatian, terutama jenis tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi sebagai bahan
obat-obatan seperti: antikanker, antibakteri, antivirus, antioksidan, dan antiAIDS.
Senyawa bioaktif seperti golongan alkaloid merupakan senyawa organik yang
memiliki keaktifan fisiologis yang berguna sebagai bahan baku obat. Meniran
(Phyllanthus niruri L.) adalah salah satu tumbuhan yang sangat potensial sebagai
penghasil obat.
Bagi sebagian besar masyarakat pedesaan, tumbuhan meniran sudah cukup
dikenal sebagai salah satu tumbuhan liar yang berkhasiat mengobati. Akan tetapi,
pengetahuan mereka tentang khasiat meniran hanya sedikit saja. Setelah meniran
diuji secara klinis oleh tim kedokteran dari berbagai belahan dunia, akademisi
mengetahui bahwa meniran adalah salah satu kekayaan alam yang terabaikan atau
bahkan kurang dapat perhatian selama ini.
Meniran merupakan salah satu jenis tumbuhan yang sering digunakan oleh
masyarakat untuk obat. Menurut Heyne (1987), tumbuhan ini di daerah Jawa
disebut “meniran” dikarenakan bentuk buahnya seperti menir (butiran beras).
Tumbuhan ini merupakan terna semusim, tumbuh liar di hutan, di ladang, semak-
semak, sepanjang jalan, pinggir sungai, pinggir pantai, tanah berumput, gembur
atau bebatuan pada dataran rendah sampai pada ketinggian 1.000 m diatas
permukaan laut.
1
Selain tempuyung, meniran atau menir juga merupakan tumbuhan liar
berkhasiat mengobati yang sering dibuang ketika membersihkan pekarangan.
Hanya masyarakat di pedesaan yang sudah mengenal meniran sebagai tumbuhan
bermanfaat bagi kesehatan. Tidak sedikit dari mereka sebagai pengguna jamu
mengkonsumsi meniran.
Apabila kita berada di pekarangan rumah yang dipenuhi rerumputan, maka
kita akan menemukan tumbuhan liar yang mirip dengan pohon asam kecil
“bonsai”. Tingginya tidak lebih dari dua jengkal tangan.
Meniran merupakan satu dari banyak tumbuhan obat yang terdapat di
Indonesia yang mampu meningkatkan ketahanan tubuh.
Pada saat banyak penyakit sulit disembuhkan dengan obat modern dan
memerlukan biaya yang cukup tinggi, pengobatan dengan bahan-bahan alami bisa
menjadi alternatif penyembuhan yang tidak kalah manjur. Apalagi saat ini banyak
tumbuhan obat tradisional sudah diuji secara klinik untuk mengetahui komposisi,
kandungan, dan efek farmakologinya.
Dibandingkan obat-obatan dokter dengan resep ketat, pengobatan dengan
bahan tumbuhan ini relatif aman dan tidak berefek samping yang membahayakan
(Jaka Sulaksana, 2004). Selain itu, tumbuhan obat bisa juga dibudidayakan untuk
keperluan pengobatan dan menjaga kesehatan seumur hidup.
Menurut banyak literatur dan jurnal, lebih dari 1.000 jenis tumbuhan obat
di Indonesia, termasuk meniran sudah diteliti. Kekayaan tumbuhan obat yang
berasal dari berbagai tipe ekosistem hutan sudah diidentifikasi dan diinventarisasi
sebanyak 1.845 jenis. Hal ini sangat membantu pengadaan bahan baku obat
tradisional di negeri ini. Seperti diketahui, 90% bahan baku obat-obatan modern
berasal dari luar negeri.
Beberapa jenis penyakit yang terbilang baru di dunia kedokteran yang
menggemparkan dunia, seperti kanker dan SARS, diketahui dapat dilawan dengan
mengkonsumsi tumbuhan meniran, baik daun, batang, maupun akarnya.
Sementara beberapa jenis penyakit berat, seperti: hepatitis dan demam berdarah,
juga dapat ditanggulangi dengan ramuan yang salah satunya menggunakan
2
meniran. Beberapa pengalaman penderita penyakit telah membuktikan khasiat
meniran.
1.2. Ruang Lingkup Masalah
Tumbuhan meniran telah diketahui mengandung senyawa flavonoid dan
saponin, namun kandungan kimia lainnya belum diketahui. Pada umumnya
tumbuhan meniran yang dapat digunakan sebagai obat mempunyai rasa yang pahit
dan pada umumnya alkaloid-alkaloid yang mengandung atom N memiliki rasa
pahit dan juga mempunyai aktifitas fisiologis yang juga dapat digunakan menjadi
obat. Penelitian ini akan mencoba melihat apakah ada senyawa alkaloid dari
tumbuhan meniran (Phyllanthus niruri L) dengan menggunakan pelarut etanol.
1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada isolasi dan identifikasi senyawa alkaloid dari
tumbuhan meniran dengan metode ekstraksi sokhletasi dengan menggunakan
pelarut etanol. Ekstrak etanol dilanjutkan dengan identifikasi cara uji kimia
dengan uji warna HNO3 dan pereaksi Mayer, Dragendorff, Wagner, dan
Bouchardat dan dengan Spektrofotometer IR dan GC–MS.
1.4. Rumusan Masalah
Alkaloid merupakan suatu senyawa yang bersifat basa karena memiliki
pasangan elektron bebas pada unsur N. Sebagai basa, alkaloid biasanya
diekstraksi dari tumbuhan dengan menggunakan pelarut alkohol di dalam kondisi
asam. Dengan demikian alkaloid dapat bereaksi dengan asam. Maka yang menjadi
rumusan masalah adalah: “Adakah senyawa alkaloid dalam ekstrak etanol?”
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Mengisolasi alkaloid dari tumbuhan meniran dengan metode ekstraksi
sokhletasi.
3
2. Melakukan uji kualitatif senyawa alkaloid dari tumbuhan meniran dengan
uji kimia.
3. Mengidentifikasi alkaloid hasil isolasi dengan spektrofotometer IR dan
GC–MS.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Sebagai pelatihan bagi peneliti untuk memisahkan senyawa bahan alam.
2. Sebagai pengetahuan dasar bagi peneliti lanjutan tentang jenis alkaloid.
3. Sebagai informasi ilmiah pada bidang kimia bahan alam dan pada bidang
farmasi dalam upaya pengembangan kimia alkaloid dalam tumbuhan
meniran sebagai obat.
4. Untuk lebih memperkuat nilai ilmiah dari khasiat yang dimiliki oleh
tumbuhan meniran sebagai obat alami.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Meniran
2.1.1. Asal-Usul dan Penyebaran
Meniran adalah tumbuhan yang sebenarnya tumbuh liar dan mudah
ditemui di pekarangan rumah, kebun, atau hutan. Meniran tumbuh subur di tempat
lembab dan berbatu, seperti di tepi sungai, pantai, semak, lahan bekas sawah,
ladang, tanah terlantar diantara rumput atau selokan. Tumbuhan ini merupakan
salah satu dari 700 jenis genus Phyllanthus yang banyak tumbuh di Asia seperti
Indonesia, China, Filipina, dan India. Tumbuhan ini berasal dari Asia tropik yang
tersebar di seluruh daratan Asia termasuk Indonesia. Kini tumbuhan ini tersebar
ke benua Afrika, Amerika, dan Australia. Meniran tumbuh di daerah dataran
rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut.
Beberapa jenis tumbuhan ini sudah digunakan sejak 2.000 tahun lalu untuk
pengobatan tradisional Ayurveda di India. Beberapa genus Phyllanthus yang
memiliki khasiat menyembuhkan diantaranya Phyllanthus urinaria, Phyllanthus
niruri, dan Phyllanthus amarus.
Di daerah tertentu, meniran dikenal dengan nama lokal setempat, misalnya
child pick a back (Inggris), chamber pitter (Alabama, USA), quebra pedra
(Brazil), pitirishi/budhatari (India), hurricane weeds (Bahama), dukung anak
(Malaka), stone breaker (Amerika Selatan), zhen chu cao, ye xia zhu (China),
meniran (Jawa), dan gasau madungi (Ternate).
(Jaka Sulaksana, 2004)
Di Indonesia dikenal dalam beberapa nama daerah, seperti:
Sumatera : ba’me tano, sidukung anak, dudukung anak, baket sikolop
Jawa : meniran ijo, meniran merah, memeniran
Sulawesi : bolobungo, sidukung anak
Maluku : gosau ma dungi, gosau ma dungi roriha, belalang bahiji
(Agus dan Fauji, 2004)
5
2.1.2. Morfologi dan Karakteristik Botani
Iklim tropis merupakan syarat tumbuh bagi meniran. Tumbuhan meniran
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Batang tumbuhan tidak bergetah, basah, tumbuh tegak, bercabang,
berbentuk bulat, tinggi 30 – 50 cm, dan berwarna hijau muda.
2. Daun bersirip genap dan setiap satu tangkai terdiri dari daun majemuk
yang mempunyai ukuran kecil berbentuk bulat telur. Panjang 5 mm
dan lebar 3 mm. Pada bagian bawah daun terdapat bintik berwarna
kemerahan.
3. Bunga melekat pada ketiak daun dan menghadap ke arah bawah.
Warna bunga putih kehijauan. Bunga ini tumbuh subur sekitar bulan
April – Juni.
4. Buah berbentuk bulat pipih berdiameter 2 – 2,5 mm, licin, berbiji
seperti bentuk ginjal, keras, dan berwarna cokelat. Buah tumbuh
sekitar bulan Juli – November.
5. Akar meniran berbentuk tunggang (tap root), yaitu akar utama yang
pada umumnya merupakan pengembangan radikula lembaga, tumbuh
tegak ke bawah, dan bercabang. Pada tumbuhan meniran dewasa,
panjang akar dapat mencapai 6 cm. Warna akar putih kekuningan.
Akar meniran berfungsi untuk memperkuat berdirinya tumbuhan serta
menyerap air dan unsur hara.
(Jaka Sulaksana, 2004)
2.1.3. Klasifikasi Botani
Meniran yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Phyllanthus niruri
dan Phyllanthus urinaria. Perbedaan keduanya terdapat pada warna batangnya.
Phyllanthus niruri berwarna hijau pucat, sedangkan Phyllanthus urinaria
berwarna hijau kemerahan. Keduanya memiliki daun yang kecil dan lonjong.
Tumbuhan meniran termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Klasifikasi
meniran sebagai berikut:
6
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthus niruri L.
Gambar 2.1. Tumbuhan Meniran
2.1.4. Efek Farmakologi
Meniran merupakan salah satu tumbuhan yang berkhasiat menyembuhkan
berbagai penyakit. Khasiatnya telah terbukti ampuh mengobati penyakit hepatitis.
Selain mengobati lever yang terkena serangan virus hepatitis, meniran juga
terkenal sebagai pembangkit libido. Khasiat lainnya adalah peluruh air seni,
gangguan saluran pernapasan, kencing manis, diare, demam, penyakit kelamin,
dan cacar.
7
Penelitian terbaru tentang meniran mengungkapkan bahwa tumbuhan ini
bisa membantu mencegah berbagai macam infeksi virus dan bakteri serta
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Pada intinya, selain berkhasiat sebagai
antikanker, meniran juga berkhasiat sebagai imunoterapi atau terapi adjuven
mendampingi obat kanker lainnya. (Jaka Sulaksana, 2004)
Meniran berbatang hijau kemerahan (Phyllanthus urinaria) ataupun
meniran berbatang hijau pucat (Phyllanthus niruri) mempunyai khasiat yang
hampir sama. Secara etnomedisinal, meniran digunakan masyarakat di berbagai
belahan dunia. Di Indonesia sendiri, meniran telah digunakan secara turun-
temurun dan diyakini dapat menyembuhkan penyakit malaria, sariawan, mencret,
sampai nyeri ginjal. Bila dicampur dengan pegagan, meniran bisa digunakan
untuk mengobati kencing batu. Sementara di Thailand, meniran dimanfaatkan
untuk mengobati demam dan sebagai deuretik.
Dalam pengobatan tradisional India (ayurveda) yang telah digunakan
selama lebih dari 2.000 tahun yang lalu, meniran secara luas dimanfaatkan untuk
pengobatan penyakit kuning (jaundice), diabetes, kencing nanah, gangguan
menstruasi, serta gangguan pada kulit seperti bengkak dan gatal-gatal. Di India,
secangkir rebusan daun meniran diminum untuk mengobati diare. Hal ini
mungkin disebabkan oleh daun meniran yang mengandung senyawa-senyawa
antibakteri seperti filantin, hipofilantin, nirantin, dan nirtetralin. (Jaka Sulaksana,
2004)
Di Amerika Selatan, meniran digunakan untuk mengatasi oedema,
kelebihan asam urat, pengobatan batu ginjal, batu empedu, flu, dan demam. Di
samping itu, digunakan juga sebagai deuretik dan infeksi saluran kemih. Orang-
orang Peru menggunakan meniran untuk menghancurkan dan mengeluarkan batu
ginjal dan batu empedu. Hal ini juga dipercaya dapat merangsang poduksi empedu
dan meningkatkan fungsi hati serta kandung empedu. Sering juga ditemukan,
rebusan meniran yang dicampur dengan air jeruk dipakai sebagai tonikum untuk
penderita lever dan diabetes. Selain itu manfaat lain dari meniran adalah
mengobati sakit maag, melancarkan air seni, menghancurkan batu ginjal,
menghancurkan batu empedu, mengobati sakit malaria, menghilangkan nyeri haid,
8
menurunkan berat badan, menghilangkan jerawat, menyembuhkan sakit gigi,
antitusif (pereda batuk), menyembuhkan luka bakar, dan mengobati sakit ayan.
(Jaka Sulaksana, 2004)
2.1.5. Kandungan Kimia Pada Botani
Khasiat meniran tidak terlepas dari kandungan kimianya. Adapun
kandungan kimia tumbuhan meniran adalah:
- Lignan, terdiri dari filantin, hipofilantin, nirantin, nirtetralin, nirfilin,
filtetralin, lintetralin, isotetralin, dan filnirurin.
- Flavonoid, terdiri dari kuersetrin, isokuersetrin, rutin, astragalin, nirurin,
dan nirutenin.
- Alkaloid, terdiri dari sekurinin, norsekurinin, filantosida.
- Steroid, terdiri dari estradiol dan sitosterol.
- Lipid, terdiri dari asam risinoleat, asam linoleat, asam linolenat, asam
detriankontanoat.
(Jaka Sulaksana, 2004)
2.2. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-
tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid
mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan
dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik.
Pada waktu yang lampau sebagian besar sumber alkaloid adalah pada
tumbuhan berbunga, angiosperma (Familia Leguminoceae, Papavraceae,
Ranunculaceae, Rubiaceae, Solanaceae, Berberidaceae) dan juga pada tumbuhan
monokotil (Familia Solanaceae dan Liliaceae). Pada tahun-tahun berikutnya
penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga, organisme laut,
mikroorganisme dan tumbuhan rendah. Beberapa contoh yang terdapat pada
berbagai sumber adalah isolasi muskopiridin dari sebangsa rusa; kastoramin dari
sejenis musang Kanada; turunan Pirrol-Feromon seks serangga; Saksitoksin-
9
Neurotoksik konstituen dari Gonyaulax catenella; pirosiamin dari bacterium
Pseudomonas aeruginosa; khanoklavin-I dari sebangsa cendawan, Claviceps
purpurea; dan likopodin dari genus lumut Lycopodium.
Karena alkaloid sebagai suatu kelompok senyawa yang terdapat sebagian
besar pada tumbuhan berbunga, maka para ilmuwan sangat tertarik pada
sistematika aturan tumbuhan. Kelompok tertentu alkaloid dihubungkan dengan
famili atau genus tumbuhan tertentu. Berdasarkan sistem Engler dalam tumbuhan
yang tinggi terdapat 60 order. Sekitar 34 daripadanya mengandung alkaloid. 40%
dari semua famili tumbuhan paling sedikit mengandung alkaloid. Namun
demikian, dilaporkan hanya sekitar 8,7% alkaloid terdapat pada disekitar 10.000
genus. Kebanyakan famili tumbuhan yang mengandung alkaloid yang penting
adalah Liliaceae, Solanaceae dan Rubiaceae. Famili tumbuhan yang tidak lazim
yang mengandung alkaloid adalah Papaveraceae. Dalam kebanyakan famili
tumbuhan yang mengandung alkaloid, beberapa genus mengandung alkaloid
sedangkan genus yang lain tidak mengandung alkaloid. Suatu genus sering
menghasilkan alkaloid yang sama, dan bahkan beberapa genus yang berbeda
dalam suatu famili dapat mengandung alkaloid yang sama. Sebagai contoh
hiossiamin diperoleh dari tujuh genus yang berbeda dari famili tumbuhan
Solanaceae. Di lain pihak alkaloid yang lebih kompleks, seperti vindolin dan
morfin, sering terdapat dalam jumlah yang terbatas pada satu spesies atau genus
tumbuhan.
Di dalam tumbuhan yang mengandung alkaloid, alkaloid mungkin
terlokasi (terkonsentrasi) pada jumlah yang tinggi pada bagian tumbuhan tertentu.
Sebagai contoh: reserpin terkonsentrasi pada akar (hingga dapat diisolasi)
Rauvolfia sp; Quinin terdapat dalam kulit, tidak pada daun Cinchona ledgeriana;
dan morfin terdapat pada getah atau latex Papaver samniferum. Pada bagian
tertentu tumbuhan tidak mengandung alkaloid tetapi bagian tumbuhan yang lain
sangat kaya alkaloid. Namun ini tidak berarti bahwa alkaloid yang dibentuk di
bagiam tumbuhan tersebut. Sebagai contoh dalam species Datura dan Nicotiana
dihasilkan dalam akar tetapi ditranslokasi cepat ke daun, selain itu alkaloid juga
dalam biji (Nux vomica, Areca catechu), buah (Piperis nigri ), daun (Atropa
10
belladona), akar dan rhizoma (Atrpa belladona dan Euphorbia ipecacuanhae) dan
pada kulit batang (Cinchona succirubra). Fungsi alkaloid ini bermacam-macam
diantaranya sebagai racun untuk melindungi tumbuhan dari serangga dan
binatang, sebagai hasil akhir dari reaksi detoksifikasi yang merupakan hasil
metabolit akhir dari komponen yang membahayakan bagi tumbuhan, sebagai
faktor pertumbuhan tanaman dan cadangan makanan.
(http://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/03/alkaloid.pdf)
Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan
biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna
dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin, dan stiknin adalah alkaloid yang
terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis. Alkaloid dapat ditemukan
dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang.
Alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari
campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan.
2.2.1. Klasifikasi Senyawa Alkaloid
Alkaloid tidak mempunyai tatanama sistematik, oleh karena itu, suatu
alkaloid dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin, dan stiknin.
Hampir semua nama trivial ini berakhiran –in yang mencirikan alkaloid.
Sistem klasifikasi menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai:
a. Alkaloid sesungguhnya
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas fisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim
mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik; diturunkan dari asam
amino; biasanya terdapat “aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam
aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin
heterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam daripada
bersifat basa.
b. Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan
asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid
11
diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa.
Pengertian ”amin biologis” sering digunakan untuk kelompok ini.
Contohnya adalah meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.
c. Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa
biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini,
yaitu alkaloid steroidal. Contohnya: konessin dan purin (kaffein).
Berdasarkan atom nitrogennya, alkaloid dibedakan atas:
a. Alkaloid dengan atom nitrogen heterosiklik
Dimana atom nitrogen terletak pada cincin karbonnya. Yang termasuk
pada golongan ini adalah:
1. Alkaloid Piridin-Piperidin
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen.
Struktur inti:
Golongan ini dibagi dalam 4 sub golongan:
- Turunan Piperidin, meliputi piperini yang diperoleh dari Piperis
Nigri Fructus; yang berasal dari tumbuhan Piperis nigri (famili:
Piperaceae) berguna sebagai bumbu dapur.
- Turunan Propil-Piperidin, meliputi konini yang diperoleh dari
Conii Fructus; yang berasal dari tumbuhan Canium maculatum
(famili: Umbelliferae) berguna sebagai antispasmodik dan sedatif.
- Turunan Asam Nikotinan, meliputi arekolin yang diperoleh dari
Areca Semen; yang berasal dari tumbuhan Areca catechu (famili:
Palmae) berguna sebagai anthelmentikum pada hewan.
- Turunan Pirinin dan Pirolidin, meliputi nikotin yang diperoleh dari
Nicoteana Folium; yang berasal dari tumbuhan Nicotiana
12
tobaccum (famili: Solanaceae) berguna sebagai antiparasit,
insektisida, dan antitetanus.
2. Alkaloid Tropan
Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya (N-CH3).
Alkaloid ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat termasuk yang
ada pada otak maupun sumsum tulang belakang.
Struktur inti:
N CH3
- Hiosiamin dan Skopolamin
Berasal dari tumbuhan Datura stramonium, D. Metel (fam:
Solanaceae), tumbuh pada daerah yang memiliki suhu yang panas,
daun dan bijinya mengandung alkaloid Skopolamin; berfungsi
sebagai antispasmodik dan sedatif.
- Kokain
Senyawa ini berfungsi sebagai analgetik narkotik yang
menstimulasi pusat syaraf, selain itu juga berfungsi sebagai
antiemetik dan midriatik. Zat ini bersal dari daun tumbuhan
Erythroxylum coca, E. Rusby dan E. Novogranatense (fam:
Erythroxylaceae). Kokain lebih banyak disalahgunakan (drug
abuse) oleh sebagian orang dengan nama-nama yang lazim
dikalangan mereka seperti snow, shabu-shabu, crak dan
sebagainya.
- Atropin, Apotropin, dan Belladonina
Atropa dari bahasa Yunani yaitu terdiri dari kata “Atropos” yang
berarti tidak dapat dibengkokkan atau disalahgunakan, ini
disebabkan karena belladona merupakan obat yang sangat beracun
dan dapat menyebabkan kematian.
13
3. Alkaloid Quinolin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen.
Struktur inti:
- Kinina, Kinidina, Sinkonidin, Sinkonidina
Senyawa ini pada umumnya berguna sebagai antimalaria, alkaloid
ini terdapat pada kulit batang (cotex) dari tumbuhan Cinchona
succirubra (famili: Rubiaceae). Ada beberapa jenis dari Cinchona
diantaranya C. Calisaya yang berwarna kuning berasal dari Peru
dan Bolivia, C. Officinalis dan C. Ledgeriana lebih banyak di
Indonesia yang ditanam di pulau Jawa.
- Akronisina
Berasal dari kulit batang tumbuhan Acronychia bauery (famili:
Rutaceae), berfungsi sebagai antineoplastik yang telah diuji
cobakan pada hewan dan diharapkan mampu merupakan obat yang
efektif untuk kemoterapi neoplasma pada manusia.
- Camptothecin
Diperoleh dari buah, sebagian kayu atau kulit dari pohon
Camptotheca acuminata (famili: Nyssaceae), suatu pohon yang
secara endemik tumbuh di daratan Cina. Ekstrak dari tumbuhan ini
ternyata mempunyai keaktifan terhadap leukemia limpoid.
- Viridicatin
Merupakan subtansi antibiotik dari mycelium jamur Penicillium
viridicatum (famili: Aspergillaceae), senyawa ini aktif untuk
semua jenis Plasmodium (kecuali P. vivax) penyebab malaria.
Penggunaan senyawa ini memiliki efek samping berupa
Cindronism yaitu pendengaran berkurang.
14
4. Alkaloid Isoquinolin
Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen.
Struktur inti:
- Morfin
Morfin diperoleh dari biji dan buah tumbuhan Papaver somniferum
dan P. Bracheatum (famili: Papaveraceae)
- Emetina
Senyawa ini berfungsi sebagai emetik dan ekspektoran, diperoleh
dari akar tumbuhan Cephaelis ipecacuanha dan C. Acuminata
(famili: Rubiaceae)
- Hidrastina dan Karadina
Senyawa ini berasal dari tumbuhan Hydrastis canadensis (famili:
Ranunculaceae) dikenal pula sebagai Yellowroot; bagian yang
digunakan berupa umbi akar berkhasiat sebagai adstrigensia pada
radang selaput lendir.
- Beberina
Berupa akar dan umbi akar dari tumbuhan Berberis vulgaris (dari
Oregon), B. Amition (dari Himalaya), dan B. aristaca (India) dari
famili: Berberidaceae yang berguna sebagai zat pahit/amara dan
antipiretik.
5. Alkaloid Indol
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol.
15
Struktur inti:
- Reserpina
Merupakan hasil ekstraksi dari akar tumbuhan Rauwolfia
serpentine dari suku Apocynaceae yang terkadang bercampur
dengan fragmen rhizima dan bagian batang yang melekat padanya.
Senyawa ini berfungsi sebagai antihipertensi.
- Vinblastina, Vinleusina, Vinrosidina, Vinkristina
Diperoleh dari tumbuhan Vinca rosea, Catharanthus roseus
(famili: Apocynaceae) berupa herba yang berkhasiat sebagai
antitumor.
- Striknina dan Brusina
Berasal dari tumbuhan Strychnos nux-vomica dan S. ignatii (famili:
Loganiaceae) yang terdapat di Filipina, Vietnam dan Kamboja.
Bagian tanaman yang diambil berupa ekstrak biji yang telah kering
dengan khasiat sebagai tonikum dalam dosis yang kecil sedangkan
dalam pertanian digunakan sebagai ratisida (racun tikus).
- Fisostigmina dan Eserina
Simplisianya dikenal dengan nama Calabar bean, ordeal bean,
chop nut dan split nut berupa biji dari tumbuhan Physostigma
venenosum (famili: Leguminosae) yang berkhasiat sebagai
konjungtiva pengobatan glaukoma.
- Ergotoksina, Ergonovina, dan Ergometrina
Alkaloid ini asalnya berbeda dibandingkan dengan yang lain, sebab
berasal dari jamur yang menempel pada sejenis tumbuhan gandum
yang kemudian dikeringkan. Jamur ini berguna sebagai
16
vasokonstriktor untuk penyakit migrain yang spesifik dan juga
sebagai oxytoksik.
- Kurare
Diperoleh dari kulit batang Stricnos crevauxii, C. Castelnaci, C.
Toxifera (fam: Loganiaceae) dan Chondodendron tomentosum
(famili: Menispermaceae) yang berguna sebagai relaksan pada
otot.
6. Alkaloid Imidazol
Berupa cincin karbon mengandung 2 atom nitrogen.
Struktur inti:
Lingkaran Imidazol merupakan inti dasar dari pilokarpin yang berasal
dari daun tumbuhan Pilocarpus jaborandi atau Jaborandi
rermambuco, P. Microphylus atau J. marashm, dan P. Pinnatifolius
atau J. Paraguay dari famili: Rutaceae yang berkhasiat sebagai
konjungtiva pada penderita glaukoma.
7. Alkaloid Lupinan
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N,
Struktur inti:
Alkaloid ini ditemukan pada Lunpinus luteus, Cytisus scopartus
(famili: Leguminocaea) dan Anabis aphylla (famili: Chenopodiaceae)
berupa daun tumbuhan yang telah dikeringkan berkhasiat sebagai
oksitoksik.
17
8. Alkaloid Steroid
Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka
steroid yang mengandung 4 cincin karbon.
Struktur inti:
Alkaloid steroid terbagi atas 3 golongan yaitu:
- Golongan I : Sevadina, Germidina, Germetrina,
Neogermetrina,
Gemerina, Neoprotoperabrena, Veletridina.
- Golongan II : Pseudojervina, Veracrosina,
Isorobijervosina.
- Golongan III : Germina, Germidina, Germitrina,
Protoveratrin,
Sevadina, Jervina, Rubijervina, Isoveratromina,
Banyak ditemukan pada famili: Solanaceae, Zigadenus venenosus.
9. Alkaloid Amina
Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang
merupakan tutrunan sederhana dari feniletilamin dan senyawa-
senyawa turunan dari asam amino fenilalanin atau tirosin.
Struktur inti:
18
- Efedrina
Berasal dari herba tumbuhan Ephedra distachya, E. Sinica dan E.
Equisetina (famili: Gnetaceae) berguna sebagai bronkodilator.
- Kolkisina
Alkaloid ini berasal dari biji tumbuhan Colchicum autumnalei
(famili: Liliaceae) berguna sebagai antineoplasmik dan stimulan
SSP, selain pada biji kormus (pangkal batang yang ada di dalam
tanah) tumbuhan ini juga mengandung alkaloid yang sama.
- d-Norpseudo Efedrina
Alkaloid ini diperoleh dari daun-daun segar tumbuhan Catha edulis
(famili: Celastraceae). Nama lain dari tumbuhan ini adalah Khat
atau teh Abyssina, tumbuhan ini berupa pohon kecil atau semak-
semak yang berasal dari daerah tropik Afrika Timur. Khasiat dari
simplisia ini adalah stimulan pada SSP.
- Meskalina
Diperoleh dari sejenis tumbuhan cactus Lophophora williamsii
(famili: Cactaceae) dikenal dengan nama Peyote yang dapat
menyebabkan halusinasi dan euphoria.
10. Alkaloid Purin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen.
Struktur inti:
Susunan inti heterosiklik yang terdiri dari cincin pirimidin yang
tergabung dengan Imidazole
19
- Kafeina (1,3,7 trimetil Xanthin)
Alkaloid ini diperoleh dari biji kopi Coffe arabica, C. Liberica
(famili: Rubiaceae) mengandung kafein. Aksi dari kopi pada
prinsipnya di dasarkan pada daya kerja kafein, yang bekerja pada
susunan syaraf pusat, ginjal, otot-otot jantung.
Selain tumbuan kopi ada tumbuhan lain yang juga mengandung
caffein seperti camellia sinensis (famili: Theaceae), cola nitida
(famili: Starculiaceae).
- Theobromina (3,7 dimetil Xanthin)
Diperoleh dari biji tumbuhan Theobroma cacao (famili:
Sterculaceae) yang berguna sebagai diuretik dan stimulan SSP.
- Theofilina (1,3 dimetil Xanthin)
Merupakan isomer dari Theobromina yang berguna sebagai
bronkodilator dan diuretik.
20
b. Alkaloid tanpa atom nitrogen yang heterosilik
Dimana, atom nitrogen tidak terletak pada cincin karbon tetapi pada salah
satu atom karbon pada rantai samping.
1. Alkaloid Efedrin (Alkaloid Amina)
Mengandung 1 atau lebih cincin karbon dengan atom Nitrogen pada
salah satu atom karbon pada rantai samping. Termasuk Mescalin dari
Lophophora williamsii, Trichocereus pachanoi, Sophora secundiflora,
Agave americana, Agave atrovirens, Ephedra sinica, Cholchicum
autumnale.
2. Alkaloid Capsaicin
Dari Chile peppers, genus Capsicum. Yaitu: Capsicum pubescens,
Capsicum baccatum, Capsicum annuum, Capsicum frutescens,
Capsicum chinense.
Klasifikasi alkaloid dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yaitu:
1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian
dari struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloid dapat
dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloid pirolidin, alkaloid
piperidin, alkaloid isokuinolin, alkaloid kuinolin dan alkaloid indol.
Struktur masing-masing alkaloid tersebut adalah sebagai berikut:
21
2. Berdasarkan jenis tumbuhan dari mana alkaloid ditemukan. Cara ini
digunakan untuk menyatakan jenis alkaloid yang pertama-tama
ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloid
dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu alkaloid tembakau, alkaloid
amaryllidaceae, alkaloid erythrine dan sebagainya.
Cara ini mempunyai kelemahan yaitu: beberapa alkaloid yang berasal
dari suatu tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-
beda.
3. Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk
menjelaskan hubungan antara berbagai alkaloid yang diklasifikasikan
berdasarkan berbagai jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa
alkaloid, menunjukkan bahwa alkaloid berasal dari hanya beberapa
asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloid
dapat dibedakan atas tiga jenis utama yaitu:
a. Alkaloid alisiklik yang berasal dari asam-asam amino omitin dan
lisin.
b. Alkaloid aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin,
tirosin dan 3,4-dihidrofenilalanin.
c. Alkaloid aromatik jenis indol yang berasal dari triptofan.
22
Sebagian besar alkaloid mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk
cincin heterosiklik nitrogen serta mengandung substituen yang tidak terlalu
bervariasi. Atom nitrogen alkaloid hampir selalu berada dalam bentuk gugus amin
(-NR2) atau gugus amida (-CO-NR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus nitro
(NO2) atau gugus diazo. Sedangkan substituen oksigen biasanya ditemukan
sebagai gugus fenol (-OH), metoksi (-OCH3) atau gugus metilendioksi
(-O-CH2-O). Substituen-substituen oksigen ini dan gugus N-metil merupakan ciri
sebagian besar alkaloid.
Pada alkaloid aromatik terdapat suatu pola oksigenasi tertentu. Pada
senyawa-senyawa ini gugus fungsi oksigen ditemukan dalam posisi para atau
posisi para dan meta dari cincin aromatik.
Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima adalah menurut Hegnauer,
dimana alkaloid dikelompokkan atas:
1. Alkaloid Sesungguhnya
Alkaloid ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa,
umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari
asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam
organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin
dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin
heterosiklik dan alkaloid quarterner yang bersifat agak asam daripada
bersifat basa.
2. Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana
nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik.
Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesa dari asam amino yang
bersifat basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok
ini. Contohnya adalah meskalin, ephedin, dan N, N-dimetiltriptamin.
23
3. Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino.
Senyawa ini biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting
dalam kelompok ini yaitu alkaloid steroidal (contohnya: konessin), dan
purin (contohnya: kafein).
2.2.2. Sifat Fisika dan Kimia Alkaloid
Pada umumnya alkaloid mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa
yang memiliki lebih dari 1 atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom
N. Atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder maupun tersier yang
semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan
gugus fungsionalnya).
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal tidak larut
dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit
alkaloid yang berbentuk amorf dan beberapa seperti; nikotin dan koniin berupa
cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang
kompleks, species aromatik berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan
betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam
pelarut organik, meskipun beberapa pseudoalkalod dan protoalkaloid larut dalam
air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.
Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan
hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Alkaloid sangat penting
dalam industri farmasi karena kebanyakan alkaloid mempunyai efek fisiologis.
Kebanyakan alkaloid berupa padatan kristal dengan titik lebur yang tertentu atau
mempunyai kisaran dekomposisi. Dapat juga berbentuk amorf dan beberapa
seperti nikotin dan koniin berupa cairan. Kebanyakan alkaloid tak berwarna, tetapi
beberapa senyawa kompleks spesies aromatik berwarna. Pada umumnya basa
bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik meskipun beberapa
Pseudoalkaloid dan Protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid
quarterner sangat larut dalam air.
24
Alkaloid bersifat basa yang tergantung pada adanya pasangan elektron
pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat
melepaskan elektron maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa
lebih bersifat basa. Sebagai contoh: gugus alkil. Hingga trietilamin lebih basa
daripada dietilamin dan senyawa dietilamin lebih basa daripada etilamin.
Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron
(contoh: gugus karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan
pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan bersifat
sedikit asam. Sebagai contoh: senyawa yang mengandung gugus amida.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah
mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen.
Hasil reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah
isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung
dalam waktu lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik atau anorganik
sering mencegah dekomposisi.
Secara umum sifat-sifat senyawa alkaloid:
- Alkaloid mengandung atom C, H, O dan pada umumnya juga mengandung
atom N
- Alkaloid memiliki rasa pahit sebagai rasa yang khas, aktif secara fisiologis
dan sebagian sangat beracun
- Alkaloid dapat dikristalisasi dan beberapa diantaranya mempunyai bentuk
amorf
- Alkaloid yang membentuk kristal umumnya berwarna putih
- Alkaloid dengan asam akan membentuk garam yang akan larut dalam air,
tetapi hampir tidak larut dalam pelarut organik
- Alkaloid akan dibebaskan dari garamnya dengan penambahan alkali
- Alkaloid memperlihatkan tipe stereoisomer dan umumnya bersifat optis
aktif
- Alkaloid dapat diendapkan oleh reagent Mayer, Wagner, Dragendorff, dan
Bouchardat
25
2.3. Alkohol
Alkohol sebagai senyawa yang dapat dianggap turunan dari air. Hal ini
dapat dilihat dari struktur molekul air dari alkohol. Alkohol terjadi jika satu atom
hidrogen dari air diganti gugus alkil atau aril.
2.3.1. Klasifikasi Alkohol
Berdasarkan strukturnya alkohol dapat digolongkan menjadi alkohol
primer, alkohol sekunder, dan alkohol tersier.
1. Alkohol primer (10) adalah alkohol yang gugus hidroksil (-OH) terikat
pada atom karbon primer. Atom karbon primer adalah atom karbon
yang hanya mengikat satu atom karbon lain.
Contoh:
CH3 CH2 OH atom karbon primer
etanol (10)
2. Alkohol sekunder (20) adalah alkohol dimana gugus hidroksil terikat
pada atom karbon sekunder. Atom karbon sekunder adalah atom
karbon yang mengikat dua atom karbon lain.
Contoh:
CH3 CH OH atom karbon sekunder
CH3
2-propanol (20)
26
3. Alkohol tersier (30) adalah alkohol dimana gugus hidroksil terikat pada
atom karbon tersier. Atom karbon tersier adalah atom karbon yang
mengikat tiga atom karbon lain.
Contoh: CH3
CH3 CH OH atom karbon tersier
CH3
2-metil-2-propanol (30)
2.3.2. Sifat-Sifat Alkohol
Alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-molekulnya,
maka titik didih alkohol lebih tinggi daripada titik didih alkil halida atau eter yang
bobot molekulnya sebanding. Alkohol berbobot molekul rendah larut dalam air,
kelarutan dalam air ini langsung disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol
dan air.
Bagian hidrokarbon suatu alkohol bersifat hidrofob yakni menolak
molekul-molekul air. Makin panjang bagian hidrokarbon ini akan makin rendah
kelarutan alkohol dalam air. Bila rantai hidrokarbon cukup panjang, sifat hidrofob
ini dapat mengalahkan sifat hidrofil (menyukai air) gugus hidroksil. Percabangan
meningkatkan kelarutan alkohol dalam air. Bertambah banyaknya gugus –OH
juga menaikkan hidrofilitas dan kelarutan. (Fessenden, 1983)
1. Metanol (metil alkohol)
Memiliki rumus molekul CH3OH
Memiliki berat molekul 32,07
Memiliki titik didih 64,50C
Larut sempurna dalam air
Bersifat racun bila dibandingkan dengan etanol
2. Etanol (etil alkohol)
Memiliki rumus molekul C2H5OH
Memiliki berat molekul 46,07
27
Memiliki titik didih 78,30C
Larut sempurna dalam air
Biasa disebut “alkohol” untuk minuman keras
2.4. Uji Kualitatif Senyawa Alkaloid
Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisah-misahkan jenis
alkaloid. Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung
dengan logam yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismut, tungsten,
atau jood. Pereaksi-pereaksi yang sering digunakan untuk mengidentifikasi
senyawa alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, pereaksi Wagner,
pereaksi Bouchardat, dan pereaksi HNO3.
Pereaksi Dragendorff mengandung kalium jodida dan bismut nitrat dalam
asam klorida pekat yang akan memberikan endapan warna merah bata.
Pereaksi Mayer mengandung merkuri klorida dan kalium jodida yang akan
memberikan endapan warna putih.
Pereaksi Bouchardat mirip dengan pereaksi Wagner dan mengandung
kalium jodida dan jood. Kedua pereaksi ini akan memberikan endapan
warna coklat untuk senyawa alkaloid.
Adanya senyawa alkaloid pada tumbuhan dapat juga diuji dengan HNO3
pekat. Pereaksi ini akan memberikan warna larutan menjadi merah.
Tabel pereaksi warna dan pengendapan untuk senyawa alkaloid
Pereaksi Warna
Larutan Endapan
Warna
1. HNO3 pekat Merah -
Pengendapan
1. Dragendorff
2. Wagner
3. Mayer
-
-
-
Merah bata
Coklat
Putih
28
4. Bouchardat - Coklat
2.5. Peralatan Yang Digunakan Untuk Identifikasi
2.5.1. Kromatografi Kolom
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang
mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang
mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama dengan
kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala besar untuk pemisahan
campuran. Kromatografi kolom seringkali digunakan untuk pemurnian senyawa
di laboratorium.
Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang
dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampel-sampel
tanpa melalui fase diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum bahwa panjang
kolom harus sekurang-kurangnya 10 kali dari ukuran diameternya. Bahan
pengemasnya suatu adsorban seperti alumina atau resin penukar ion, dimasukkan
dalam bentuk suspensi ke dalam porsi fase gerak dan dibiarkan diam di dalam
hamparan basah dengan sedikit cairan.
2.5.2. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu kromatografi yang
berdasarkan adsorbsi, tahapan analisis kromatografi lapis tipis sama seperti pada
kromatografi kertas. Kelebihan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan
kromatografi kertas adalah waktu elusi yang relatif lebih pendek dan dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif.
29
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya.
Deteksi noda pada kromatografi lapis tipis terkadang lebih mudah dari
pada kromatografi kertas karena noda tidak berwarna atau tidak berpendar jika
dikenai sinar UV (ultraviolet) dan dapat ditampakkan dengan cara papan
pengembang uap iod akan bereaksi dengan komponen. Komponen sampel baik
secara kimia atau berdasarkan kelarutan membentuk warna-warna tertentu.
(http://www.greenhati.blogspot .com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html)
Adsorban dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai fase diam.
Fase gerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram
kecepatan tinggi.
Kelebihan kromatografi lapis tipis yang lain adalah pemakaian pelarut dan
cuplikan yang jumlahnya sedikit dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-
senyawa yang terpisahkan.
Kromatografi lapis tipis menunjukkan berbagai gerakan pelarut, pelarut
mengalir ke atas melalui lapisan, menguap dari lapisan sebelah bawah garis
pelarut dan terserap oleh lapisan di sebelah atas garis depan.
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik
(ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun
(descending). (Ibnu Gholib Gandjar, 2007)
Sampel yang berupa campuran senyawa organik diteteskan di dekat salah
satu lempengan dalam bentuk larutan dengan jumlah kecil. Noda sampel
dikeringkan, kemudian sisi lempengan tersebut dicelupkan ke dalam fase gerak
yang sesuai. Pelarut organik naik di sepanjang lapisan tipis zat padat di atas
lempengan dan bersamaan dengan pergerakan pelarut tersebut zat terlarut sampel
dibawa dengan laju yang tergantung pada kelarutan zat terlarut tersebut dalam
fase gerak dan interaksinya dengan zat padat. Setelah garis depan pelarut bergerak
sekitar 10 cm, lempengan dikeringkan dan noda-noda zat terlarutnya diperiksa
seperti pada kromatografi kertas. Pemisahan dapat dikerok dari lempengan dengan
30
menggunakan spatula. Zat terlarutnya akan terelusi dari bahan padat bersama-
sama pelarutnya dan konsentrasi dari larutan ditentukan dengan spektrofotometer.
Sifat umum dari penyerap-penyerap untuk kromatografi lapis tipis adalah
mirip dengan sifat-sifat penyerap untuk kromatografi kolom. Dua sifat yang
penting untuk penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya karena adhesi
terhadap penyokong sangat bergantung kepada kedua sifat itu. Contoh penyerap
yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi lapis tipis ialah silika gel
atau alumina. Silika gel kebanyakan digunakan dengan diberi pengkilat (binder)
yang dimaksud untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi
pada gelas penyokong. Silika ini digunakan untuk memisahkan asam amino,
alkaloid, gula, asam, lemak, lipida, minyak essensial, anion dan kation organik,
sterol dan terpenoid. Selain silika ada juga penyerap lainnya seperti alumina,
bubuk selulosa, pati, dan sphadex.
Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu
senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran
karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefenisikan sebagai perbandingan
antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal.
Rf = jarak titik tengah noda dari titik awal / jarak tepi muka pelarut dari titik awal
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah:
- Pelarut atau fase bergerak
- Sifat dari penyerap
- Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
- Ukuran dari bejana
- Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana yang digunakan
- Jumlah cuplikan yang digunakan
- Suhu dan kesetimbangan
- Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan
31
Yang menyebabkan warna dari senyawa-senyawa pada kromatografi lapis tipis
adalah perbedaan tingkat kepolaran warna dari senyawa-senyawa yang sejauh
mana tingkat kepolaran itu mempengaruhi perbedaan atau pemisahan yang
ditandai dengan tebentuknya spot-spot senyawa dalam kromatografi lapis tipis itu
tergantung dari migrasi pelarut (fase gerak) terhadap fase diamnya, yaitu
kromatografi lapis tipis tersebut.
2.5.3. Spektroskopi Infra Merah
Spektroskopi infra merah adalah salah satu metode yang sangat penting
dalam kimia modern, terutama dalam analisis struktur senyawa organik. Spektra
IR memberikan informasi tentang jenis gugus fungsional yang terdapat dalam
suatu senyawa sehingga dapat diperkirakan gugus-gugus apa saja yang terkandung
dalam senyawa tersebut. Inframerah mempunyai λ yang lebih panjang dibanding
UV–Vis, sehingga tenaga radiasinya lebih kecil. Tenaga infra merah hanya dapat
menyebabkan vibrasi ikatan pada molekul. Energi vibrasi dari kebanyakan
molekular adalah berhubungan dengan infra merah dari spektrum
elektromagnetik.
Bila sinar infra merah dilewatkan melalui senyawa organik maka sebagian
dari frekuensi sinar diserap, dan yang lain diteruskan ataupun ditransmisikan.
Frekuensi adsorbsi IR dilaporkan sebagai bilangan gelombang atau wave number
yaitu jumlah gelombang per cm.
Bagian utama dari spektrofotometri infra merah adalah sumber cahaya
infra merah, monokromator, dan detektor. Cahaya dari sumber dilewatkan melalui
cuplikan, dipecah menjadi frekuensi dalam monokromator yang diukur oleh
detektor.
Banyaknya gugus identik dalam sebuah molekul mengubah kuat reaktif
pita absorbsinya dalam suatu spektrum. Misalnya, suatu gugus tunggal dalam
sebuah molekul menghasilkan absorbs yang agak kuat, sedangkan absorbsi suatu
gugus CH tunggal relatif lemah. Tetapi jika suatu senyawa mempunyai banyak
ikatan CH, maka efek gabungan dari absorbsi CH ini adalah akan menghasilkan
suatu puncak yang bersifat medium bahkan kuat. Gugus fungsi yang akan dicari
32
dari senyawa yang telah diisolasi adalah gugus fungsi : N – H (3.400 cm -1), C = O
(1.640 cm-1), C = C (1.500 cm-1), CH3 (1.380 cm-1), C – H (1.200 cm-1), C – O
(1.160 cm-1), C – H (880 cm-1).
2.5.4. Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa (GC – MS)
Spektroskopi massa terdiri dari beberapa komponen yaitu sistem masukan
cuplikan, sumber ion, penganalisis massa, detektor sinyal dan rekorder. Sistem
pemasukan cuplikan dapat berasal dari kromatografi gas. Gabungan
spektrofotometer massa dan kromatografi gas disebut GC–MS (Gas
Chromatography Mass Spectroscopy). Spektra massa merupakan output dari
pengukuran spektroskopi massa.
Metode spektroskopi massa ini didasarkan pada pengubahan komponen
cuplikan menjadi ion-ion gas dan memisahkannya berdasarkan perbandingan
massa terhadap muatan (m/e). Bila suatu molekul berbentuk gas disinari oleh
elektron berenergi tinggi di dalam sistem hampa maka terjadi ionisasi ion molekul
tak stabil pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil.
Lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation (M+). Ion
molekular M+ biasanya terurai menjadi sepasang pecahan/fragmen yang dapat
berupa radikal dan ion atau molekul yang kecil dan radikal kation, M+ m+1 +
m-2 atau m+1 + m. Ion-ion molekular, ion-ion pecahan dan ion-ion radikal pecahan
dapat dipisahkan oleh pembelokan dalam medan magnet yang dapat berubah
sesuai dengan massa dan muatan mereka dan menimbulkan arus ion pada kolektor
yang sebanding dengan limpahan relatif mereka.
Dalam penelitian akan ditentukan massa senyawa yang telah diisolasi,
puncak dasar dan fragmen-fragmen molekul. Spektrum massa merupakan
rangkaian puncak-puncak yang berbeda-beda tingginya. Puncak yang paling
tinggi dari spektrum massa disebut base peak. Spektrum massa fragmen-fragmen
yang kecil berasal dari tumbukan-tumbukan elektron dengan molekul induk. Jadi,
spektrum massa dipakai untuk menentukan berat molekul atau rumus molekul
atau juga mengidentifikasi senyawa dari pola fragmentasinya. Pola fragmentasi
33
dipergunakan untuk mengidentifikasi senyawa, juga memungkinkan terhadap
pengenalan gugus fungsi dengan melihat puncak-puncak fragmentasi spesifik.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimen dengan tahap-
tahap sebagai berikut: penyediaan sampel, test kualitatif secara uji fitokimia
dengan menggunakan pereaksi-pereaksi untuk senyawa alkaloid, isolasi dan
identifikasi senyawa alkaloid dari tumbuhan meniran.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia FMIPA UNIMED dan
menggunakan spektroskopi IR dan GC–MS di laboratorium kimia instrumen
FMIPA UPI Bandung. Penelitian ini dimulai bulan Agustus – Oktober 2010.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan meniran
yang ada di kota Medan.
34
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan meniran
yang ada di Kecamatan Medan Perjuangan.
3.4. Alat dan Bahan
3.4.1. Alat
Batang pengaduk
Batang statif
Beaker glass
Corong Buchner
Corong kaca
Corong pisah
Erlenmeyer
GC–MS Shimadzu QP 5050A
Gelas ukur
Kondensor refluks
Labu alas bulat
Labu ukur
Neraca analitik
Oven
Penangas air
Penjepit tabung
Pipet tetes
Pipet volume
Rotary evaporator
Spektrofotometri IR
Tabung reaksi
Termometer
3.4.2. Bahan
Biji meniran (500 g)
Aquades
Bismut subnitrat (p.a)
Metanol (p.a)
NH4OH (10%)
I2 (p.a)
Kloroform (p.a)
Silika gel GF 254
HgCl2
KI (p.a)
HNO3(p.a)
3.5. Prosedur Kerja
3.5.1. Penyediaan Sampel
Biji meniran sebanyak 500 g dicuci dengan aquades, dan dikeringkan di
dalam oven pada temperatur 400C selama 4 hari. Setelah kering dihaluskan,
kemudian dikeringkan kembali selama 1 hari pada suhu yang sama. Serbuk halus
yang diperoleh akan digunakan untuk penelitian selanjutnya.
35
3.5.2. Pembuatan Larutan Pereaksi
Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 gram KI dilarutkan dalam 20 mL aquades. 0,85 gram bismut
subnitrat dilarutkan dalam 40 mL aquades, kemudian kedua larutan ini
dicampurkan dan diencerkan sampai volumenya 100 mL, kemudian
disimpan dalam botol berwarna gelap.
Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,3 gram HgCl2 dilarutkan dalam 60 mL aquades. 5 gram KI
dilarutkan dalam 10 mL aquades, kemudian kedua larutan ini
dicampurkan dan diencerkan sampai volumenya menjadi 100 mL.
Pereaksi Wagner
Sebanyak 2 gram KI dilarutkan dalam 45 mL aquades, lalu ditambahkan
1,27 gram I2, dikocok sampai homogen, diencerkan sampai volumenya
100 mL, kemudian disimpan dalam botol berwarna gelap.
Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 gram KI dilarutkan dalam 50 mL aquades, ditambahkan
2 gram iodium sedikit demi sedikit hingga larut, lalu diencerkan dengan
aquades sampai volumenya 100 mL.
3.5.3. Prosedur Isolasi Senyawa Alkaloid dari Daun Meniran
3.5.3.1. Ekstraksi Sampel
Serbuk kering sebanyak 160 g dibasakan dengan menambah larutan basa
lemah NH4OH 10%, sampai serbuk terendam semua (volume ammoniak
± 300 mL), diaduk dengan menggunakan magnetik stirer selama ± 2 jam.
Setelah itu larutan basa tersebut ditambah dengan kloroform sebanyak
100 mL, didiamkan selama 1 – 2 hari, kemudian digojlok dengan
menggunakan corong pisah selama ± 1 jam. Didiamkan dalam corong
pisah sampai terbentuk 2 fase, setelah terbentuk diambil fase
kloroformnya.
36
Fase basa yang tertinggal ditambah lagi dengan kloroform sebanyak 100
mL dan diberikan perlakuan yang sama. Selanjutnya semua fase
kloroform yang didapat dikumpulkan menjadi satu untuk dievaporasi
sampai agak kental.
Setelah agak kental, diuapkan untuk mendapatkan ekstrak yang lebih
pekat lagi dalam oven pada suhu 450C.
3.5.3.2. Analisis Kolom
Kolom dipasang tegak lurus dan diisi dengan fase gerak, larutan
metanol : ammoniak (100 : 1,5) V/V ke dalam kolom hingga ¾ kolom,
lalu memasukkan fase diamnya silika gel sedikit demi sedikit hingga
pada ketinggian fase gerak.
Selanjutnya memasukkan ekstrak yang lebih kental dan pekat pada
permukaan fase diam yang sudah rata. Menambahkan lagi serbuk silika
gel hingga ketebalan 1 cm. Menambahkan fase gerak hingga serbuk
silika gel terendam, lalu didiamkan selama 24 jam.
Mengalirkan fase gerak pada kecepatan 20 tetes per menit. Fraksi-fraksi
yang keluar ditampung dalam botol masing-masing 2 mL. Setiap interval
8 – 10 botol diuji dengan KLT menggunakan eluen metanol : ammoniak
(100 : 1,5) V/V, dan diuji dengan menggunakan reagen alkaloid. Botol
yang diperkirakan positif mengandung alkaloid dikumpulkan menjadi
satu dan kemudian diuapkan hingga terbentuk kristal dan ditimbang
beratnya.
Kristal yang diperoleh kemudian dianalisis dengan IR dan GC–MS.
3.5.3.3. Analisis KLT
Silika gel sebanyak 30 gram dibuburkan dengan aquades, lalu diaduk
sampai merata, selanjutnya dituangkan ke dalam speader dengan
membuat lapisan tipis pada plat kaca.
Dibiarkan selama beberapa menit lalu dikeringkan dalam oven pada suhu
1100C dalam posisi horizontal selama 10 menit, kemudian diaktifkan
37
dengan mengubah posisinya menjadi vertikal selama 30 menit pada suhu
yang sama, kemudian didinginkan dan siap digunakan.
Bejana kromatografi diisi dengan metanol : ammoniak (100 : 1,5) V/V.
Ekstrak kloroform yang diperoleh ditotolkan pada plat kaca dan
dimasukkan ke dalam bejana kromatografi hingga menghasilkan
beberapa noktah.
Plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan pada temperatur kamar
(270C), harga Rf masing-masing noktah dicatat dengan membandingkan
jarak noktah tersebut dengan jarak yang ditempuh eluen dari batas
penotolan.
3.5.3.4. Test Kualitatif Senyawa Alkaloid
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 mL pereaksi Dragendorff lalu
dimasukkan 1 mL ekstrak kloroform. Diamati endapan yang terbentuk. Hal serupa
dilakukan dengan menggantikan jenis pereaksi Mayer, Wagner, Bouchardat, dan
juga uji warna dengan HNO3 pekat.
3.5.3.5. Jadwal Penelitian
Penelitian direncanakan dilakukan selama 3 (tiga) bulan dengan perincian:
Tabel 3.5. Kegiatan Penelitian
No Kegiatan PenelitianTahun 2010 Pada Bulan
8 9 101 Persiapan Penelitian: - Pemesanan zat dan bahan /// - Pembuatan larutan /// - Penyediaan sampel /// 2 Ekstraksi sampel /// 3 Analisis Kolom /// 4 Analisis KLT ///4 Test Kualitatif Alkaloid /// 5 Analisis IR ///
38
6 Analisis GC - MS ///7 Pengolahan hasil dan
/// pembahasan
3.5.3.6. Diagram Alir Penelitian
Dicuci dan diovenkan 400C (4 hari)
Dihaluskan dan dikeringkan 400C (1 hari)
Dibasakan dengan ammoniak 10%, diaduk selama ±2 jamditambah dengan kloroform, diamkan 1 – 2 hari
Digojlok dengan corong pisah selama ± 1 jamfase kloroform dikumpulkan untuk dievaporasi
Diuapkan dalam oven pada suhu 450C
Tambahkan NH4OH sampai pH = 10,diamkan 1 malam
Pisahkan endapan dengan sentrifusi
Dicuci dengan NH4OH hijau kekuningan,sentrifusi
39
Endapan
Biji Meniran Segar
Biji Kering
Serbuk Kering
Ekstrak
Ekstrak Pekat
Ekstrak Pekat
Ekstrak dan Endapan
Ekstrak Kloroform
Ekstrak Pekat Kloroform
Filtrat
Filtrat
Endapan
Endapan
Residu
Fraksi
Residu
Kristalisasi
Analisis IR Uji Titik Leleh Analisis GC-MS
Keringkan di oven (400C)
Larutkan dalam CHCl3, disaring
Uji warna, pekatkan dengan evaporator
Isolasi dgn kromatografi kolom, absorben silika gel,eluen CH3OH:NH4OH (100:1,5) V/V
Pekatkan
Test Alkaloid
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi keempat, Depkes RI,Jakarta
Anonim 2, (2006), Ekstrak Meniran Optimalkan Kekebalan, http://www.stimuno.com/index.php?mod=press&id=55
Anonim 3, (2009), Kromatografi, http://rgmaisyah.wordpress.com/200 9 / 1 0 / 10 / kromatografi-lapis-tipis-thin-layer-chromatography/
Anonim 4, (2009), Kromatografi Kolom, http://www.chem-is-try.org/materi kimia/instrumen analisis/kromatografi kolom
Anonim 5, (2009), Kromatografi Lapis Tipis, http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html
Anonim 6, (2009), Meniran, si Peningkat Sistem Imun, http://herbal369.blogspot.com/2009/07/meniran-si-peningkat-sistem-imun.html
Day and Underwood, (1999), Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi keenam,Erlangga, Jakarta
Fessenden R.J. dan Fessenden J.S., (1983), Kimia Organik, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta
Ibnu Gholib Gandjar, Abdul Rohman, (2007), Kimia Farmasi Analisis,
40
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Jaka Sulaksana, S.P., M.Si., (2004), Meniran Budi Daya dan PemanfaatanUntuk Obat, Penebar Swadaya, Jakarta
Lenny Sovia, S.Si, M.Si, (2006), Senyawa Flavonoida Fenilpropanoida dan Alkaloida, Karya Ilmiah, FMIPA, USU, Medan
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E.S., (1991), Pengantar Kromatografi, Penerbit ITB, Bandung
Sastrohamidjojo. H., (1985), Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta
Simanjuntak B., Dra., MS. dan Sianipar H., Drs., M.Sc, (2006), Kimia Organik III, FMIPA UNIMED, Medan
Sitorus M., Drs., M.Si dan Purba J., Drs., M.Si, (2006), Kimia Organik II, FMIPA UNIMED, Medan
Widayati Panca, (2008), Efek Ekstrak Etanol Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Mencit Putih Jantan Galur BALB-C Hiperurisemia, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
Widodo Nanang, (2007), Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid Yang Terkandung Dalam Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus, Skripsi, FMIPA, UNS, Semarang
41
Recommended