PREDIKSI KEBANGKRUTAN MENGGUNAKAN METODE Z-SCORE DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
LAPORAN AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Ahli Madya Akuntansi
Oleh:
Ubaidillah Roykhan 08030030
PROGRAM STUDI AKUNTANSI POLITEKNIK KEDIRI
KEDIRI 2011
LAPORAN AKHIR
PREDIKSI KEBANGKRUTAN MENGGUNAKAN METODE Z-SCORE DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh:
Ubaidillah Roykhan
Telah dipertahankan didepan penguji
Pada tanggal 14 September 2011
Dinyatakan telah memenuhi syarat
Komisi Pembimbing,
Drs. Hari Purnomo, M.Si.,Ak Lely Kumalawati, SE., MSA., Ak Ketua Anggota
Kediri, 14 September 2011
Politeknik Kediri Program Studi Diploma Akuntansi
Ketua Program Studi,
Lely Kumalawati, SE., MSA., Ak
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN AKHIR
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah LAPORAN AKHIR ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk mencapai gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah LAPORAN AKHIR ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia LAPORAN AKHIR ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (AHLI MADYA AKUNTANSI) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70). Kediri, 12 September 2011 Mahasiswa, Ubaidillah Roykhan 08030030 Program Studi Akuntansi Politeknik Kediri
JUDUL LAPORAN AKHIR: PREDIKSI KEBANGKRUTAN MENGGUNAKAN METODE Z-SCORE DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Nama Mahasiswa : Ubaidillah Roykhan NIM : 08030030 Program Studi : Akuntansi KOMISI PEMBIMBING: Ketua : Drs. Hari Purnomo, M.Si., Ak Anggota : Lely Kumalawati, SE., MSA., Ak TIM DOSEN PENGUJI: Dosen Penguji 1 : Dosen Penguji 2 : Tanggal Ujian Laporan Akhir: 14 September 2011
RIWAYAT HIDUP
Ubaidillah Roykhan, lahir 15 Januari 1988 di Kota Blitar. Merupakan anak
keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Qosdul Hamma dan Ibu Sri
Hartatik. Pendidikan Sekolah (SD sampai SMA) di Kediri. Pendidikan dimulai di
SDN Tosaren 1 Kediri (1995-2000); melanjutkan ke MTsN 2 Kediri (2000-2003);
dan ke MAN 3 Kediri (2003-2006). Pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan ke
tingkat Perguruan Tinggi di Community College Kota Kediri pada Program Studi
Diploma 1 Akuntansi Perbankan dan menyelesaikannya pada tahun 2008,
kemudian pada tahun 2008 melanjutkan studi di Politeknik Kediri pada Program
Studi Akuntansi yang selesai pada tahun 2011.
i
ABSTRAK
Ubaidillah Roykhan, 14 September 2011. Program Studi Akuntansi Politeknik Kediri. Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Metode Z-Score dan Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Komisi Pembimbing, Ketua: Hari Purnomo, Anggota: Lely Kumalawati.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tentunya tidak bisa lepas dari dampak krisis keuangan global pada tahun 2008. Stabilitas sistim keuangan perusahaan sangat rentan terhadap krisis keuangan global, hal ini apabila tidak segera ditangani akan berakibat pada melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Shareholder dalam hal ini juga sangat dipengaruhi dengan kondisi keuangan perusahaan dalam memperjualbelikan sahamnya pada perusahaan yang bersangkutan. Kondisi seperti ini bisa menimbulkan ancaman potensi kebangkrutan pada perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji bagaimana metode Z-Score Altman yang dikembangkan pada tahun 1984 mampu memprediksi potensi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, serta mengetahui dan menguji pengaruh prediksi kebangkrutan tersebut terhadap harga saham perusahaan terkait.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang menggunakan alat analisis bersifat kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah 113 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2007 sampai dengan 2008. Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah lima rasio keuangan yaitu working capital to total assets, retained earning to total assets, earning before interest and tax to total assets, book value of equity to book value of total debt dan sales to total assets yang merupakan sub variabel dari variable Z-Score, dimana variable Z-Score adalah variabel independent dan Harga Saham sebagai variabel dependent. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi yang diambil dari laporan keuangan perusahaan terkait dan buku-buku yang menunjang dalam penelitian. Analisis data untuk penelitian ini adalah analisis Z-Score dan Korelasi Product Moment serta uji t untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan yang menjadi objek penelitian memiliki rata-rata Z-Score -4,00. Nilai ini berarti dibawah titik cut off 1,20 yang telah ditentukan oleh Altman sebagai perusahaan yang masuk dalam kategori bangkrut. Penelitian mengenai pengaruh prediksi kebangkrutan menggunakan metode Z-Score terhadap harga saham perusahaan terkait menghasilkan korelasi yang sangat rendah menurut analisis korelasi product moment setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r. Perhitungan selanjutnya menggunakan koefisien determinasi memberikan hasil 0,07% variabel Harga Saham dapat dijelaskan oleh Z-Score. Uji hipotesis dalam penelitian ini menghasilkan signifikansi t = 0,000 yang berarti variabel Z-Score signifikan pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode Z-Score mempunyai pengaruh terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Kata Kunci: Kebangkrutan, Z-Score, Harga Saham
ii
ABSTRACT
Ubaidillah Roykhan, September 14th, 2011. Study Program Accounting of Kediri Polytechnic. Bankruptcy Prediction Using Z-Score Method and Its Effect On Stock Price Of Manufacturing Company is Listed in Indonesia Stock Exchange. Supervisor: Hari Purnomo. Co-Supervisor: Lely Kumalawati.
Manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange certainly cannot escape the impact of the global financial crisis in 2008. The stability of the company's financial system highly vulnerable to the global financial crisis, it is if not treated immediately will result in a weakening of public confidence in the company. Shareholder in this case also strongly influenced by the company's financial condition in its shares traded on the enterprise concerned. Conditions like these can pose potential threats to the company's bankruptcy. This study aims to determine and examine how the Z-Score Altman method developed in 1984 is able to predict the potential bankruptcy of the manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange, as well as learn and examine the effect of bankruptcy prediction on stock prices of related companies. This study is a quantitative research, that is research using analyzer have the character of quantitatively. The sample in this study were 113 manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange during 2007 to 2008. Variables examined in this study were five financial ratios are working capital to total assets, retained earnings to total assets, earnings before interest and tax to total assets, book value of equity to book value of total debt and sales to total assets which is a sub variable of variables Z-Score, where the variables Z-Score is the independent variable and the Stock Price as the dependent variable. Methods of data collection in this research is a method of documentation taken from the financial statements related companies and books that support the research. Data analysis for this research is the Z-Score analysis, Product Moment Correlation and t test to test the hypothesis. The results of this study indicate that most companies that become the object of the study had an average Z-score -4.00. This value is below the cut-off point of 1.20 as determined by Altman as companies that fall into the category of bankruptcy. Research on the effect of bankruptcy prediction using the Z-Score method of the company's share price related to producing a very low correlation analysis according to product moment correlation after consultation with the interpretation table r. Further calculations using the coefficient of determination yield 0.07% Shares price variable can be explained by the Z-Score. Hypothesis testing in this study produced a significance t = 0.000 which means variables Z-Score is significant at 0.05 so it can be concluded that the prediction of bankruptcy using the Z-Score have an influence on stock prices in manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange.
Key Word: Bankruptcy, Z-Score, Share Price
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadiat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Akhir yang berjudul “PREDIKSI KEBANGKRUTAN
MENGGUNAKAN METODE Z-SCORE DAN PENGARUHNYA TERHADAP
HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA”. Laporan Akhir ini disusun dalam rangka
menyelesaikan Program Studi Diploma III Jurusan Akuntansi Politeknik Kediri.
Laporan Akhir ini dapat diselesaikan juga tidak lepas dari adanya bantuan
oleh berbagai pihak. Penulis dalam kesempatan ini menyampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu menyusun tugas akhir ini,
diantaranya yaitu:
1. Drs. H. M. Zaini, MM, Direktur Politeknik Kediri.
2. Ibu Lely Kumalawati, SE., MSA., Ak, Ketua Jurusan Akuntasi sekaligus
dosen pembimbing dalam menyusun dan menulis Laporan Akhir ini.
3. Bapak Drs. Hari Purnomo, Msi., Ak dosen penguji I Laporan Akhir yang telah
memberikan koreksi, saran dan masukan dalam menyusun Laporan
Akhir ini.
4. Bapak Moch. Shulthoni, SE, dosen penguji II Laporan Akhir yang telah
memberikan koreksi, saran dan masukan dalam menyusun Laporan
Akhir ini.
iv
5. Ibu Wiwiek Kusumaning A., SE, MM, dosen penguji III Laporan Akhir yang
telah memberikan koreksi, saran dan masukan dalam menyusun Laporan
Akhir ini.
6. Teman-temanku angkatan pertama Jurusan Akuntansi Politeknik Kediri.
7. Semua pihak yang banyak membantu dalam penyusunan Laporan Akhir ini.
Penulis berharap segala kebaikan yang telah dilakukan dibalas oleh Allah
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Akhir ini masih
banyak kekurangan dan kekeliruan dari segi penulisan dan pemahaman, maka
berbagai saran dan kritik konstruktif sangatlah diharapkan demi kesempurnaan
karya tulis selanjutnya, insya-Allah.
Penulis berharap semoga penyusunan Laporan Akhir ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kediri, 6 Agustus 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ......................................................................................................... i ABSTRACT ....................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii DAFTAR ISI ....................................................................................................... v DAFTAR TABEL ...............................................................................................vii DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2. Motivasi Penelitian .................................................................................... 5 1.3. Rumusan Masalah .................................................................................... 6 1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6 1.5. Kontribusi Penelitian ................................................................................. 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 8 2.1. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 8 2.2. Kebangkrutan ............................................................................................ 9
2.2.1. Definisi Kebangkrutan ................................................................... 9 2.2.2. Masalah dalam Kebangkrutan ....................................................... 10 2.2.3. Sumber-sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan ....................... 11 2.2.4. Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan ......................................... 14 2.2.5. Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan .................................... 18
2.3. Metode Z-Score ........................................................................................ 19 2.4. Saham ....................................................................................................... 24 2.4.1. Definisi Saham .............................................................................. 24 2.4.2. Harga Saham ................................................................................ 24 2.4.3. Perubahan Harga Saham ............................................................. 25 2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham ........................ 26 2.5. Kerangka Konseptual ................................................................................ 29 2.6. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 30 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 31 3.1. Jenis Penelitian ......................................................................................... 31 3.2. Populasi dan Sampel ................................................................................ 31 3.3. Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 32 3.4. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 32 3.5. Identifikasi Variabel ................................................................................... 32 3.6. Definisi Operasional Variabel .................................................................... 33
3.6.1. Z-Score ....................................................................................... 33 3.6.2. Harga Saham ............................................................................. 34
3.7. Metode Analisis Data ................................................................................ 34 3.7.1. Analisis Z-Score ............................................................................ 34 3.7.2. Uji Normalitas Data ....................................................................... 35 3.7.3. Analisis Korelasi Product Moment ................................................ 35
vi
3.7.4. Koefisien Determinasi ................................................................... 36 3.7.5. Regresi Sederhana ....................................................................... 37 3.7.6. Uji Hipotesis .................................................................................. 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 39 4.1. Hasil Penelitian ......................................................................................... 39
4.1.1. Gambaran Objek Penelitian .......................................................... 39 4.1.2. Analisis Data ................................................................................. 40 4.1.2.1. Analisis Z-Score ............................................................ 40 4.1.2.2. Uji Normalitas ................................................................ 41 4.1.2.3. Analisis Korelasi Product Moment ................................ 42 4.1.2.4. Koefisien Determinasi ................................................... 43 4.1.2.5. Regresi Sederhana ....................................................... 43 4.1.2.6. Uji Hipotesis .................................................................. 44
4.2. Pembahasan ............................................................................................ 45 4.2.1. Analisis Z-Score ............................................................................ 45 4.2.2. Pengaruh Z-Score Terhadap Harga Saham ................................. 47 BAB V PENUTUP .............................................................................................. 49 5.1. Simpulan ................................................................................................... 49 5.2. Keterbatasan Masalah .............................................................................. 50 5.2. Saran ......................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51 LAMPIRAN ......................................................................................................... 53
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kategori Perusahaan Terkait Kebangkrutan .................................... 11 Tabel 2.2. Titik Cut Off Formula Altman ............................................................ 23 Tabel 3.1. Interpretasi Nilai r ............................................................................. 36 Tabel 4.1. Hasil Prediksi Perusahaan ............................................................... 40 Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas .......................................................................... 42 Tabel 4.3. Koefisien Regresi ............................................................................. 43
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual .................................................................... 29
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ............................................................................... 53 Lampiran 2. Z-Score Perusahaan ...................................................................... 56 Lampiran 3. Harga Saham Penutupan (Close Price) ........................................ 61 Lampiran 4. Transformasi Data Menggunakan SPSS 15.0 .............................. 65 Lampiran 5. Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS 15.0 ....................... 69 Lampiran 6. Perhitungan Analisis Korelasi Product Moment ............................ 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis keuangan global tahun 2008 lalu mempunyai dampak yang serius
terhadap perekonomian Indonesia. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tentunya tak lepas dari dampak tersebut. Krisis keuangan
yang dialami oleh perusahaan yang berkelanjutan dan tidak segera ditangani
akan mengakibatkan melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistim
keuangan. Shareholder bisa menarik sahamnya terhadap perusahaan tersebut,
atau mungkin kepercayaan para pemberi kredit akan menurun dengan krisis
keuangan yang mengancam perusahaan bersangkutan. Kondisi seperti ini
apabila tidak segera ditangani akan mengakibatkan insolvency terhadap
perusahaan dan akan memperbesar potensi kebangkrutan.
Laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen secara teratur
merupakan salah satu faktor yang mencerminkan kinerja perusahaan. Laporan
keuangan pada dasarnya merupakan hasil dari proses akuntansi yang
disediakan dalam bentuk kuantitatif, dimana informasi-informasi yang disajikan
didalamnya dapat membantu berbagai pihak (internal maupun eksternal) dalam
pengambilan keputusan yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup
perusahaan. Informasi yang lengkap, akurat, relevan dan tepat waktu sangat
diperlukan.
Laporan keuangan mempunyai arti yang sangat penting bagi suatu
perusahaan. Kondisi kesehatan pada suatu perusahaan tidak bisa dilihat dari
segi fisiknya saja, tapi juga harus dilihat dari unsur keuangannya, karena unsur
keuangan yang tidak sehat dapat mengakibatkan suatu perusahaan mengalami
potensi kebangkrutan yang tinggi. Evaluasi kinerja keuangan perusahaan dalam
2
hal ini sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui apakah kinerja
keuangan telah mencapai hasil yang telah ditargetkan, sehingga perusahaan
dapat mencapai laba yang maksimal, menaikkan harga saham di bursa efek atau
yang paling penting yaitu mengurangi risiko kebangkrutan.
Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan
kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian menunjukkan biaya
kebangkrutan bisa mencapai 11-17% dari nilai perusahaan. Contoh biaya
kebangkrutan yang langsung adalah biaya akuntan dan biaya penasihat hukum.
Sedangkan contoh biaya kebangkrutan yang tidak langsung adalah hilangnya
kesempatan penjualan dan keuntungan karena beberapa hal seperti pembatasan
yang mungkin diberlakukan oleh pengadilan. Apabila manajemen bisa
mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-tindakan penghematan
bisa dilakukan, misal dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan
sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari (Hanafi dan Halim, 2009: 261).
Informasi tentang prediksi kebangkrutan sangat penting karena akan
memberikan keuntungan banyak pihak, terutama kreditur dan investor. Badan
usaha ketika mengajukan pernyataan kebangkrutan, seringkali perusahaan
kehilangan bagian dari nominal hutang dan bunganya. Kebangkrutan bagi
investor akan mempunyai konsekuensi berkurangnya suatu ekuitas atau bahkan
hilangnya ekuitas secara keseluruhan. Perusahaan sendiri dalam proses
kebangkrutan akan menanggung biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu dengan
mengetahui indikator kebangkrutan sejak dini akan menyelamatkan banyak pihak
yang terkait dengan perusahaan.
Model atau teknik yang digunakan dalam memprediksi tentang potensi
kebangkrutan cukup banyak. Rasio keuangan merupakan salah satu informasi
yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kinerja perusahaan.
Teknis yang digunakan dalam analisis kebangkrutan perusahaan salah satunya
3
adalah dengan menggunakan analisis diskriminan yang dapat digunakan untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan dan menggunakan metode Z-Score. Z-
Score merupakan skor/nilai yang ditetapkan untuk tingkat kemungkinan
kebangkrutan perusahaan.
Penelitian-penelitian mengenai prediksi kebangkrutan telah diuraikan oleh
Wilopo (2001) diantaranya yaitu dilakukan oleh Beaver (1966,1968a, dan 1968b)
dengan menggunakan enam kelompok rasio keuangan, yang dianalisa
menggunakan metode univariat. Tiap rasio dilihat kekuatan prediksinya. Adapun
rasio yang digunakan adalah yaitu csah flow ratios (4 rasio), net income ratios (4
rasio), debt to total assets ratios (4 rasio), liquid assets to total assets (4 rasio),
liquid assets to current debt ratios (3 rasio), dan turn over ratios (11 rasio).
Penelitian ini mengambil sampel 79 perusahaan yang gagal dan 79 perusahaan
yang tidak gagal pada periode amatan 1954-1964. Hasilnya menunjukkan bahwa
cash flow ratios (cash flow to total debt) merupakan prediktor yang paling kuat
dengan ketepatan prediksi 78% pada tahun kelima sebelum kebangkrutan dan
87% pada tahun sebelum kebangkrutan.
Penelitian prediksi kebangkrutan usaha juga dilakukan oleh Altman (1968)
dengan menggunakan Multiple Diskriminant Analysis (MDA). Altman mengambil
sampel 66 perusahaan yang dibagi dalam dua kelompok perusahaan yang
bangkrut dan tidak bangkrut untuk periode amatan 1946-1965. Rasio-rasio yang
digunakan oleh Altman yaitu working capital to total assets, retained earning to
total assets, earning before interest and tax to total assets, market value equity to
book value of total debt serta sales to total assets. Rasio-rasio tersebut kemudian
akan dimasukkan dalam formula Altman yang akan menghasilkan Z-Score,
dimana Z-Score tersebut akan menggolongkan perusahaan dalam kategori tidak
bangkrut, grey area atau bangkrut. Penelitian ini menghasilkan keakuratan
prediksi 94% benar dari total sampel yang digunakan oleh Altman.
4
Altman mengembangkan penelitiannya mengenai prediksi kebangkrutan
perusahaan pada tahun 1984 dengan formula yang tidak jauh berbeda dengan
formula Altman yang diterapkan pada tahun 1968. Altman (1984) mengganti
rasio market value equity to book value of total ldebt menjadi book value equity
to book value to total debt. Penelitian Altman yang baru ini dianggap berdimensi
internasional karena dapat diterapkan pada perusahaan yang go public mapun
yang tidak go public. Penelitian Altman (1984) kali ini mampu menghasilkan
keakuratan tingkat prediksi kebangkrutan perusahaan sebesar 95% dari
keseluruhan sampel yang digunakan.
Penelitian-penelitian mengenai potensi kebangkrutan perusahaan yang
terkaji diatas yaitu Beaver pada tahun 1966, 1968a, 1968b, Altman pada tahun
1968 serta penelitian Altman selanjutnya pada tahun 1984, dapat disimpulkan
bahwa penelitian Altman 1984 mempunyai keakuratan prediksi yang lebih baik
dari pada dua penelitian sebelumnya. Formula yang diterapkan Altman pada
tahun 1984 menghasilkan keakuratan prediksi mencapai 95%, sedangkan yang
lainnya yaitu 78% dan 87% untuk formula yang diterapkan Beaver tahun
1966,1968a, a968b dan 94% untuk formula Altman yang diterapkan pada tahun
1968.
Penelitian empiris mengenai prediksi kebangkrutan perusahaan
sebenarnya masih banyak dilakukan oleh peneliti lainnya dengan berbagai hasil.
Wilopo (2001) menyebutkan penelitian tentang prediksi kebangkrutan selain
dilakukan oleh Beaver tahun 1966, 1968a, 1968b dan Altman tahun 1968,1984,
penelitian juga dilakukan beberapa peneliti dunia diantaranya yaitu Haldeman
dan Narayanan (1976), Blum (1974), Bambolena dan Khoury (1980), Ohlson
(1980), Zmijewski (1983). Penelitian oleh Beaver dan Altman yang telah
diuraikan diatas cukup dapat membuktikan secara empiris bahwa rasio keuangan
5
dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan
dengan cukup akurat.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis kali ini ingin menguji prediksi
kebangkrutan yang menerapkan metode Z-Score dan penaruhnya terhadap
harga saham. Mengambil objek penelitian pada sektor manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia, penulis akan menggunakan formula Z-Score Altman
tahun 1984 yang terbukti mempunyai keakuratan prediksi lebih baik, untuk
menguji ketepatan prediksi kebangkrutan pada perusahaan terkait. Latar
belakang yang telah diuraikan diatas merupakan dasar bagi penulis untuk
mengambil judul dalam penelitian ini. Judul yang diambil penulis untuk penelitian
yang disajikan dalam karya tulis ilmiah ini adalah “PREDIKSI KEBANGKRUTAN
MENGGUNAKAN METODE Z-SCORE DAN PENGARUHNYA TERHADAP
HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA”.
1.2. Motivasi Penelitian
Prediksi mengenai potensi kebangkrutan sebuah perusahaan saat ini
memang layak untuk disajikan. Prediksi kebangkrutan merupakan suatu langkah
awal bagi manajemen yang tidak ingin perusahaannya mengalami kebangkrutan
hanya karena hal-hal yang seharusnya bisa diantisipasi sejak dini. Potensi
kebangkrutan yang apabila bisa dideteksi oleh manajemen sejak dini, maka
tindakan-tindakan untuk bisa menghindarkan suatu perusahaan yang
mempunyai potensi kebangkrutan tinggipun bisa cepat dilakukan. Pihak yang
bisa memanfaatkan prediksi kebangkrutan sebagai landasan untuk mengambil
keputusan terkait dengan tingkat kesehatan perusahaan selain manajemen
masih banyak. Pihak terkait lainnya dalam hal ini yaitu pihak pemerintah,
pemerintah bertanggung jawab untuk mengawasi atas jalannya usaha di sektor
6
perbankan karena terkait dengan stabilitas sistem keuangan nasional.
Pemerintah juga mempunyai badan-badan usaha (BUMN) yang harus diawasi.
Manfaat prediksi kebangkrutan selain yang seperti disebutkan diatas, juga
bermanfaat bagi investor terkait kepemilikan saham, pemberi pinjaman serta
pihak-pihak lain yang bisa memanfaatkan prediksi kebangkrutan. Hal inilah yang
memotivasi penulis untuk mengadakan suatu penelitian mengenai prediksi
kebangkrutan suatu perusahaan.
1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam peneliitian ini mengacu pada kajian latar
belakang yang telah diuraikan diatas. Penelitian ini mengangkat suatu rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana formula Altman Z-score digunakan untuk memprediksi potensi
kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh prediksi kebangkrutan menggunakan metode Z-Score
terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan menguji bagaimana formula Altman Z-Score digunakan
untuk memprediksi potensi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Mengetahui dan menguji pengaruh prediksi kebangkrutan menggunakan
metode Z-Score terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
7
1.5. Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi positif sebagai
berikut:
1. Teoritis
Penelitian ini menambah pengetahuan bagi penulis mengenai manfaat
laporan keuangan yang bisa dijadikan sebagai alat pengukur tingkat
kesehatan perusahaan, serta bagaimana pengaruhnya terhadap harga
saham. Penelitian yang disajikan dalam karya tulis ini juga diharapkan bisa
menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang mengambil tema penelitian
yang sama.
2. Praktis
Penelitian ini merupakan informasi mengenai kondisi kesehatan perusahaan
bagi stakeholder, sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan
terkait dengan masalah tersebut.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Prediksi kebangkrutan perusahaan yang dijadikan sebagai obyek
penelitian telah dilakukan oleh Beaver pada tahun 1966, 1968a, 1968b. Beaver
mengambil sampel 79 perusahaan yang gagal dan 79 perusahaan yang tidak
gagal pada periode amatan 1954-1964. Metode yang digunakan adalah metode
univariat menggunakan cashflow ratio. Penelitian yang dilakukan Beaver
menghasilkan tingkat ketepatan prediksi 78% pada tahun kelima sebelum
kebangkrutan dan 87% pada setahun sebelum kebangkrutan.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Altman tahun 1968 kemudian
diperbaharui pada tahun 1984. Altman menggunakan metode Multyple
Discriminant Analysis (MDA) dengan menguji lima rasio keuangan sebagai alat
untuk menerapkan formulanya. Altman mengambil sampel 66 perusahaan yang
dibagi menjadi dua yaitu 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak
bangkrut. Hasilnya keakuratan prediksi mencapai 94% untuk MDA tahun 1968
dan 95% untuk MDA tahun 1984.
Penelitian di Indonesia mengenai prediksi kebangkrutan telah dilakukan
oleh Sarjono pada tahun 2006. Metode yang digunakan yaitu MDA Altman yang
diterapkan pada tahun 1968. Sarjono melakukan penelitian terhadap 10
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk tahun amatan
2001 sampai dengan 2005. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan beberapa
masalah yang bisa menjadi potensi kebangkrutan pada kesepuluh perusahaan,
dari analisa tersebut Sarjono berharap kesimpulannya bisa dijadikan alat untuk
mengeluarkan kebijakan bagi pihak-pihak yang terkait.
9
Fakhrurozie (2007) melakukan penelitian mengenai kebangkrutan
perusahaan menggunakan metode Z-Score dan pengaruhnya terhadap harga
saham, perusahaan yang digunakan yaitu perusahaan perbankan di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis kali ini akan mengambil populasi
perusahaan manufaktur, karena perusahaan sektor tersebut telah terbukti
mendominasi dari perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia. Hal ini diharapkan lebih bisa mewakili dari seluruh perusahaan yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia.
2.2. Kebangkrutan
2.2.1. Definisi Kebangkrutan
Undang-Undang No. 4 tahun 1998 menerangkan bahwa kebangkrutan
adalah dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur
memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Zu’amah (2005) mengemukakan tentang
definisi kebangkrutan yaitu apabila suatu emiten mengalami kesulitan likuiditas
secara temporer dan berlanjut mempunyai nilai buku hutang lebih besar dari
jumlah nilai total aktiva sehingga nilai ekuitasnya menjadi negatif (termasuk hak
minoritas atas aktiva bersih anak perusahaan.
Menurut Adnan dan Kurniasih (2000) dalam Siregar (2008), pengertian
kebangkrutan dapat dibedakan atas:
1. Kegagalan Ekonomi
Biasanya diartikan apabila perusahaan kehilangan uang atau pendapatan
perusahaan tidak bisa menutupi biayanya sendiri. Ini berarti tingkat labanya
lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan
lebih kecil dari kewajiban.
10
2. Kegagalan Keuangan
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan
antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada
dua bentuk, yaitu:
a. Insolvesi teknis (technical insolvency), dimana terjadi apabila
perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo
walaupun total aktivanya sudah melebihi total utangnya.
b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, dimana didefinisikan sebagai
kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang
dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajibannya.
2.2.2. Masalah dalam Kebangkrutan
Hanafi dan Halim (2009: 262) menyatakan bahwa kesehatan suatu
perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem sampai ke titik
tidak sehat yang paling ekstem sebagai berikut:
Kesulitan keuangan Tidak solvable (likuiditas) jangka pendek (hutang lebih besar (technical insolvency) dibanding aset)
Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu
parah. Tetapi kesulitan semacam ini apabila tidak ditangani bisa berkembang
menjadi kesulitan tidak sovable. Tindakan yang bisa dilakukan terhadap
perusahaan yang tidak solvable yaitu:
1. Likuidasi
Likuidasi dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai
perusahaan apabila diteruskan.
2. Reorganisasi
Reorganisasi akan dilakukan apabila perusahaan masih menunjukkan
prospek dan dengan demikian nilai perusahaan apabila diteruskan lebih
besar dibandingkan nilai perusahaan kalau dilikuidasi.
11
Perusahaan yang mengalami kebangkrutan tidak hanya disebabkan
karena kesulitan keuangan saja, namun ada kemungkinan bahwa situasi
berbeda dialami oleh perusahaan yang bangkrut. Beberapa situasi perusahaan
terkait dengan kebangkrutan akan disajikan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kategori Perusahaan Terkait Kebangkrutan
Tidak dalam Kesulitan
Keuangan Dalam Kesulitan
Keuangan
Tidak Bangkrut
Bangkrut
I
III
II
IV
Sumber: Hanafi dan Halim (2009: 263)
Perusahaan yang berada pada kategori I situasinya sudah cukup jelas,
yaitu perusahaan berada dalam kategori tidak bangkrut dan tidak dalam kesulitan
keuangan. Perusahaan yang berada pada kategori IV juga sudah cukup jelas,
yaitu perusahaan dalam keadaan bangkrut dikarenakan mengalami kesulitan
keuangan. Perusahaan yang ada pada kategori II yaitu perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan namun pihak manajemen masih bisa
mempertahankan perusahannya dari risiko kebangkrutan. Kondisi perusahaan
yang berada pada kategori III sedikit sulit untuk diidentifikasi, disini perusahaan
tidak mengalami kesulitan keuangan tetapi dinyatakan bangkrut. Kebangkrutan
semacam ini bisa jadi dikarenakan perusahaan mendapat tekanan dari para
pekerja atau hal-hal lain diluar kondisi keuangan yang juga berpengaruh pada
potensi kebangkrutan perusahaan.
2.2.3. Sumber-sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan
Setiorini dan Ardiati (2006) mengemukakan bahwa berbagai alat untuk
mendeteksi dan meramalkan kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan mulai
dari kesulitan likuiditas sampai dengan potensi kebangkrutan yaitu:
12
1. Analisa data ekstern
Data ekstern yang biasanya digunakan ialah data-data industri, data statistik
dan indikator ekonomi yang diterbitkan oleh instansi pemerintah maupun
pihak swasta.
2. Analisa data intern
Analisa data intern biasanya bersumber pada penemuan dan saran-saran
yang dikemukakan oleh akuntan publik dari hasil pemeriksaannya kepada
manajemen. Analisa dengan manggunakan data intern dapat dilakukan
sebagai berikut:
a. Analisa Trend
Merupakan analisa terhadap laporan keuangan perusahaan yang
mencakup beberapa periode tahun buku, maka dapat diperoleh
informasi tentang penurunan atau kelemahan posisi kas, kekurangan
modal kerja, overinvestment dalam piutang, persediaan atau aktiva
tetap, kenaikan utang atau penundaan utang yang telah jatuh tempo.
b. Analisa Rasio
Biasanya lebih bermanfaat dan mampu menunjukkan adanya kekuatan
atau kelemahan-kelemahan finansial perusahaan. Rasio keuangan
sangat banyak, karena rasio dapat dibuat menurut kebutuhan
penganalisa. Namun, secara umum rasio keuangan dapat digolongkan
menjadi enam jenis yaitu rasio likuiditas, rasio laverage, rasio aktivitas,
rasio provitabilitas, rasio pertumbuhan, (growth rastios), dan rasio
penilaian (valuation ratios).
Menurut Beaver (1966) dalam Wilopo (2001) ada beberapa rasio
keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi potensi kebangkrutan
perusahaan, diantaranya yaitu:
13
1. Cash flow ratios (rasio arus kas)
2. Net income ratios (rasio laba bersih)
3. Debt to total assets ratios (rasio hutang terhadap total aset)
4. Liquid assets to total assets (aset lancar terhadap total aset)
5. Liquid assets to current debt ratios (rasio aset lancar terhadap hutang lancar)
6. Turn over ratios (rasio perputaran)
Melalui beberapa hasil penelitannya, Altman juga mengemukakan bahwa
rasio keuangan dapat menjadi sumber informasi untuk mendeteksi potensi
kebangkrutan perusahaan, rasio yang digunakan Altman dalam penelitiannya
diantaranya yaitu:
1. Working capital to total assets (modal kerja terhadap total aset)
2. Retained earning to total assets (laba ditahan terhadap total aset)
3. Earning before interest and taxes to total assets (laba sebelum bunga dan
pajak terhadap total aset)
4. Market value of equity to book value of total debt (nilai pasar saham
terhadap nilai buku total hutang)
5. Sales to total assets (penjualan terhadap total aset)
Menurut Suwarsono (1995) dalam Fakhrurozie (2007), ada beberapa
tanda atau indikator manajerial dan operasional yang muncul ketika perusahaan
akan mengalami kebangkrutan antara lain:
1. Indikator dari lingkungan bisnis
Pertumbuhan ekonomi yang rendah menjadikan indikator yang cukup
penting pada lemahnya peluang bisnis, apa lagi jika disaat yang sama
banyak perusahaan baru memasuki pasar. Besarnya perusahaan tertentu
menjadi sebab mengecilnya perusahaan lain.
14
2. Indikator internal
Manajemen tidak mampu melakukan perkiraan bisnis dengan alat analisa
apapun yang digunakan, sehingga manajemen kesulitan mengembangkan
sikap proaktif. Lebih cenderung bersikap reaktif oleh karena itu biasanya
terlambat mengantisipasi perubahan.
3. Indikator kombinasi
Seringkali perusahaan yang sakit disebabkan oleh interaksi ancaman yang
datang dari lingkungan bisnis dan kelemahan yang berasal dari lingkungan
perusahaan itu sendiri. Jika disebabkan oleh keduanya, biasanya membawa
akibat yang lebih kompleks dibanding yang disebabkan oleh salah satu saja.
2.2.4. Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
Indriati (2010) menjelaskan bahwa faktor-faktor penyebab kebangkrutan
secara umum menurut Jauch dan Glueck dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Faktor Umum
a. Sektor Ekonomi
Faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi
dan deflasi pada harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga
dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang
asing serta neraca pembayaran, surplus atau devisit dalam hubungannya
dalam perdagangan luar negeri.
b. Sektor Sosial
Faktor sosial yang sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan
cenderung pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi
permintaan terhadap produk dan jasa. Faktor sosial lain yang juga
berpengaruh yaitu kerusuhan atau kekacauan yang terjadi dalam
masyarakat.
15
c. Sektor Teknologi
Penggunaan teknologi informasi menyebabkan biaya yang ditanggung
perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan
implementasi. Pembengkakan biaya terjadi jika penggunaan teknologi
informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya
tidak terpadu dan pada manajer penggunaannya kurang profesional.
d. Sektor Pemerintah
Kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan
industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang yang berubah,
kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja yang
dan lain-lain.
2. Faktor Eksternal Perusahaan
a. Sektor Pelanggan
Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen. Hal ini berguna
untuk menghindari hilangnya konsumen, juga menciptakan peluang untuk
menemukan konsumen baru dan untuk menghindari menurunnya hasil
penjualan sehingga akan menurunkan pendapatan yang diperoleh dan
mencegah konsumen berpaling lain ke pesaing lain.
b. Sektor Pemasok
Perusahaan dan pemasok harus tetap bekerja sama dengan baik karena
kekuatan pemasok untuk menaikkan harga dan mengurangi keuntungan
pembelinya tergantung pada seberapa jauh pemasok ini berhubungan
dengan pedagang bebas.
c. Sektor Pesaing
Perusahaan jangan melupakan pesaing, karena kalau produk pesaing
lebih diterima oleh masyarakat maka perusahaan akan kehilangan
konsumen dan mengurangi pendapatannya yang diterima.
16
3. Faktor Internal Perusahaan
Faktor internal biasanya merupakan hasil dari keputusan dan kebijakan yang
tidak tepat di masa lalu dan kegagalan manajemen untuk berbuat sesuatu
pada saat yang diperlukan. Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan
secara internal juga dijelaskan Indriyati (2010) adalah sebagai berikut:
a. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada debitur atau pelanggan.
Hal ini akhirnya tidak dibayar oleh para pelanggan pada waktunya.
b. Manajemen tidak efisien. Ketidakefisienan manajemen tercermin pada
ketidakmampuan manajemen menghadapi situasi yang terjadi,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Hasil penjualan yang tidak memadahi
Turunnya hasil penjualan biasanya timbul sebagai akibat dari
rendahnya mutu barang yang dijual dan pelayanannya. Kegiatan
promosi yang kurang terarah dan daerah pemasaran yang kurang
menguntungkan.
2) Kesalahan dalam penetapan harga jual
Kesalahan di dalam menentukan harga jual barang atau jasa terjadi
ketika harga jual ternyata terlalu rendah dalam hubungannya dengan
harga pokok produksi atau pengadaan jasa, akibatnya perusahaan
menderita kerugian
3) Pengelolaan hutang piutang yang kurang memadahi
Berapapun besarnya volume dan tingginya harga jual, kalau piutang
yang ditimbulkan tidak bisa direalisasikan, maka perusahaan akan
menderita kerugian.
4) Struktur biaya
Pengaruh kebijakan manajemen terhadap biaya dalam perusahaan
yang sangat berat memerlukan waktu yang cukup lama untuk
17
mengadakan penyesuaian, sehingga akan merugikan bagi
kelangsungan kegiatan perusahaan terutama menyangkut biaya-
biaya tetap.
5) Tingkat investasi dalam aktiva tetap dan persediaan yang melampaui
batas
Dalam rangka ekspansi, perusahaan membutuhkan investasi yang
cukup besar dalam bentuk aktiva. Investasi persediaan yang terlalu
besar, mengakibatkan timbulnya biaya-biaya ekstra, sehingga
berakibat kenaikan biaya yang harus dibebankan pada penghasilan.
6) Kekurangan modal kerja
Banyak faktor penyebab perusahaan kekurangan modal kerja antara
lain hutang lancar yang jumlahnya terlalu besar, kegiatan ekspansi
yang kurang persiapan, kegagalan dalam mendapatkan kredit dari
bank dan kebijakan pembagian deviden yang kurang tepat.
7) Ketidakseimbangan dalam struktur permodalan
Kebijakan trading on equity mempertaruhkan para pemilik pada risiko
kerugian, tidak hanya yang berasal dari kegiatan operasional tetapi
juga keharusan untuk menanggung biaya finansial yang tidak cukup
ditutup melalui laba.
8) Sistem dan prosdur akuntansi yang kurang memadahi
Kebangkrutan bisa terjadi sebagai akibat dari sistem dan prosedur
akuntansi yang tidak mampu menghasilkan informasi untuk
mengidentifikasi berbagai aspek dimana usaha preventif harus
dilakukan.
c. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan. Hal ini banyak
dilakukan oleh karyawan-karyawan, kadang oleh manajer puncak dalam
18
hal ini sangat merugikan, apalagi kalau kecurangan itu berhubungan
dengan keuangan perusahaan.
2.2.5. Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan
Informasi kebangkrutan secara umum dapat digolongkan menjadi dua
golongan, diantaranya yaitu:
1. Pihak internal, yaitu pihak manajemen perusahaan yang bertanggung jawab
atas pengelolaan perusahaan.
2. Pihak eksternal, yang termasuk pihak eksternal dalam hal ini yaitu para
pemegang saham, pemberi pinjaman, konsumen, pemerintah (berkaitan
dengan pajak).
Informasi mengenai prediksi kebangkrutan dijelaskan oleh Hanafi dan
Halim (2009: 261) bisa bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya yaitu:
1. Pemberi pinjaman (seperti pihak bank)
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa
yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan
memonitor pinjaman yang ada.
2. Investor
Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan
tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan
bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.
Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi
kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan
kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.
3. Pihak pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintahan mempunyai tanggung
jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal sektor perbankan).
Juga pemerintah mempunyai badan-badan usaha (BUMN) yang harus selalu
19
diawasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-
tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa
dilakukan lebih awal.
4. Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu
usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu
perusahaan.
5. Manajemen
Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan
kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian menunjukkan
biaya kebangkrutan bisa mencapai 11-17% dari nilai perusahaan. Contoh
biaya kebangkrutan yang langsung adalah biaya akuntan dan biaya
penasihat hukum. Sedangkan contoh kebangkrutan yang tidak langsung
adalah hilangnya kesempatan penjualan dan keuntungan karena beberapa
hal seperti pembatasan yang mungkin dilakukan oleh pengadilan. Apabila
manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-
tindakan penghematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan merger atau
restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.
Foust (2000) dalam Rose-Green dan Dawkins (2002) menyatakan bahwa
perusahaan sekarang menggunakan kebangkrutan sebagai alat strategis di
dalam segala hal mulai dari proses pengadilan hingga sebagai alat negosiasi
merger.
2.3. Metode Z-Score
Penenelitian mengenai kebangkrutan terhadap perusahaan telah
dilakukan oleh Altman pada tahun 1968 dengan mengambil sampel 66
perusahaan di Amerika untuk periode 1946-1965 yang dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu 33 perusahaan untuk kelompok yang tidak bangkrut dan 33
20
perusahaan untuk kelompok yang bangkrut. Penelitian Altman tersebut
menggunakan metode Z-Score untuk menilai potensi kebangkrutan perusahaan.
Z-Score adalah nilai yang dihasilkan oleh formula Altman yang merumuskan
beberapa rasio keuangan. Rasio-rasio yang dilibatkan dalam formula Altman
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Working Capital to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal
kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Risiko ini dihitung
dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih
diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar.
Modal kerja bersih yang negativ kemungkinan besar akan menghadapi
masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak
tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut.
Sebaliknya perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif
jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya (Sarjono:
2007).
2. Retained Earning to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang
tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba
ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak
dibayarkan dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham. Laba
ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukan aktiva per ekuitas
pemegang saham perusahaan. Laba ditahan terjadi karena pemegang
saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba
yang tidak didistribusikan sebagai deviden. Dengan demikian laba ditahan
21
yang dilaporkan dalam neraca bukan merupakan kas dan “tidak tersedia”
untuk pembayaran deviden atau yang lain (Sarjono: 2007).
3. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak (Sarjono:
2007).
4. Market Value Equity to Book Value of Total Debt
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-
kewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar modal
sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah saham biasa yang beredar
dengan harga saham per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh
dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang
(Sarjono: 2007).
5. Sales to Total Assets
Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis
yang cukup dibandingkan investasi dalam total aktivanya. Rasio ini
mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan
aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba
(Sarjono: 2007).
Formula untuk kelima rasio tersebut adalah sebagai berikut:
Keterangan:
X1 = Working Capital/Total Assets
X2 = Retained Earning/Total Assets
X3 = Earning Before Interest and Tax/Total Assets
X4 = Market Value Equity/Book Value of Equity
Z = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0.006X4 + 0,999X5
22
X5 = Sales/Total Assets
Z = Overall Index
Formula Altman (1968) ini dinilai masih banyak mempunyai kekurangan,
dalam hal ini Newton (2000: 56) dalam Styorini dan Ardiati (2006)
mengemukakan bahwa persamaan tersebut merupakan hasil penelitian di
Amerika, jadi apabila diterapkan di negara lain kondisinya belum tentu sesuai.
Cut off score (ambang batas) Z-Score ditemukan Altman berdasarkan kondisi
negara Amerika. Persamaan Z-Score tersebut dengan kata lain diartikan belum
berdimensi internasional, dan persamaan Z-Score (1968) ini hanya dapat
diterapkan pada perusahaan publik saja. Hal ini dapat dilihat dari rasio market
value equity/book value of debt, sehingga persamaan Z-Score hasil penelitian
Altman tahun 1968 mempunyai lingkup yang masih sangat sempit.
Kelemahan formula Altman (1968) juga diungkapkan oleh Hanafi dan
Halim (2009: 275) bahwa masalah lain yang masih perlu dipertimbangkan adalah
banyak perusahaan yang tidak go public, dan dengan demikian tidak mempunyai
nilai pasar. Perusahaan-perusahaan yang ada di negara seperti Indonesia,
perusahaan semacam itu merupakan sebagian besar yang ada. Altman
kemudian mengembangkan model alternatif dengan menggantikan variabel X4
yaitu nilai pasar saham preferen dan biasa/nilai buku total hutang dengan nilai
buku saham/nilai buku total hutang. Cara demikian akan menjadikan model
tersebut bisa dipakai untuk perusahaan yang go public maupun yang tidak go
public.
Model alternatif yang dikembangkan Altman tersbut merupakan hasil dari
penelitiannya pada tahun 1984 dibeberapa negara diantaranya Amerika Serikat,
Jepang, Jerman, Swis, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada, dan Perancis.
Setelah melakukan penelitian ulang tersebut, Altman telah menentukan formula
23
baru untuk metode Z-Score yang berdimensi internasional. Formula untuk
metode Z-Score tersebut adalah sebagai berikut:
Keterangan:
X1 = Working Capital/Total Assets
X2 = Retained Earning/Total Assets
X3 = Earning Before Interest and Tax/Total Assets
X4 = Book Value Equity/Book Value of Total Debt
X5 = Sales/Total Assets
Z = Overall Index
Model Altman Z-Score yang dikembangkan oleh Altman (1968,1984)
tersebut berhasil mengolongkan perusahaan-perusahaan yang go public dan
tidak go public kedalam kategori tidak bangkrut, bangkrut ataupun yang berada
di daerah rawan (grey area). Berikut adalah titik cut off yang dilaporakan oleh
Altman: Tabel 2.2. Titik Cut Off Formula Altman
Tahun
Prediksi
Bangkrut Daerah Rawan Tidak Bangkrut
Z-Score 1968 <1,81 1,81 - 2,99 >2,99
1984 <1,20 1,20 - 2,90 >2,90
Sumber: Hanafi dan Halim (2009:275)
Berdasarkan titik cut off dari dua formula Z-Score yang telah diterapkan
oleh Altman diatas, Foster (1986) dalam Wilopo (2001) mengemukakan bahwa
hasilnya menunjukkan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 94%
untuk model Multiple Discriminant Analysis (MDA) tahun 1968 dan 95% untuk
model MDA tahun 1984.
Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5
24
Model Z-Score sangat efektif untuk memprediksi kebangkrutan untuk dua
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan yang sebenarnya dan untuk beberapa
kasus, model ini dapat memprediksi kebangkrutan empat atau lima tahun
sebelumnya (Indriyati: 2010).
2.4. Saham
2.4.1. Definisi Saham
Definisi saham menurut Undang-undang No 8 tahun 1995 tentang pasar
modal, saham merupakan surat berharga sebagai bukti pemilikan
individu/institusi dalam suatu perusahaan (biasa dipegang perorangan/lembaga
pada suatu perusahaan). Seseorang yang membeli saham suatu perusahaan
maka ia akan menjadi pemilik dan disebut pemegang saham perusahaan
tersebut.
Menurut Nuswantara (2003) saham (stock) merupakan salah satu jenis
surat berharga (efek) yang diperdagangkan di bursa efek. Saham diartikan
sebagai bukti penyertaan modal disuatu perusahaan, atau merupakan bukti
kepemilikan atas suatu perusahaan. Siapa saja yang memiliki saham berarti ia
ikut menyertakan modal atau memiliki perusahaan yang mengeluarkan saham
tersebut. Sedangkan menurut Fakhrurozie (2007) saham adalah surat
kepemilikan modal dalam suatu perusahaan yang dapat diperjualbelikan di pasar
modal. Mengkaji dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa
saham merupakan surat berharga perusahaan yang diperdagangkan di Bursa
Efek yang apabila ada seseorang yang membeli suatu saham tersebut, maka
orang tersebut mempunyai peranan dalam perusahaan terkait yang
mengeluarkan saham.
2.4.2. Harga Saham
Harga saham menurut UU No 8 tahun 1995 tentang pasar Modal pada
hakekatnya merupakan penerimaan besarnya pengorbanan yang harus
25
dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan. Menurut
Ardiani (2007) bahwa harga saham merupakan nilai suatu saham yang
mencerminkan kekayaan perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut.
2.4.3. Perubahan Harga Saham
Saham merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan berbentuk
Perseroan Terbatas. Harga suatu saham sangat erat kaitannya dengan harga
pasar suatu saham. Harga dasar suatu saham merupakan harga perdananya.
Perubahan harga saham dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran
yang terjadi di pasar sekunder. Semakin banyak investor yang ingin membeli
atau menyimpan suatu saham, maka harganya akan semakin naik. Sebaliknya
apabila semakin banyak investor yang menjual atau melepaskan maka akan
berdampak pada turunnya harga saham (Ardiani: 2007).
Ardiani (2007) juga menjelaskan mengenai analisis yang sering
digunakan untuk menilai suatu saham, diantaranya yaitu:
1. Analsis fundamental
Analsis fundamental mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang
akan datang dengan:
a. Mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham dimasa yang akan datang.
b. Menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh
taksiran harga saham.
2. Analisis teknikal
Model analisis teknikal lebih menekankan pada perilaku pasar modal dimasa
yang akan datang berdasarkan kebiasaan dimasa lalu. Analisis ini berupaya
untuk memperkirankan harga saham (kondisi pasar) dengan mengamati
perubahan harga saham tersebut (kondisi pasar) diwaktu lalu. Para
penganut analisis ini, menyatakan bahwa:
26
a. Harga saham mencerminkan informasi yang relevan.
b. Informasi tersebut ditunjukkan oleh perubahan harga-harga saham
diwaktu lalu.
c. Karena perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu, maka
pola tersebut akan berulang.
2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Menurut Kusumawati (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
harga saham, diantaranya yaitu:
1. Laba per lembar saham (Earning Per Share/EPS)
Seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan akan
menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba per lembar
saham (EPS) yang diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian
yang cukup baik. Ini akan mendorong investor untuk melakukan investasi
yang lebih besar lagi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat.
2. Tingkat buga
Tingkat bunga dapat mempengaruhi harga saham dengan cara:
a. Mempengaruhi persaingan dipasar modal antara saham dengan
obligasi, apabila suku bunga naik maka investor akan menjual
sahamnya untuk ditukarkan dengan obligasi. Hal ini akan menurunkan
harga saham. Hal sebaliknya juga akan terjadi apabila tingkat bunga
menglami penurunan.
b. Mempengaruhi laba perusahaan, hal ini terjadi karena bunga adalah
biaya, semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah laba
perusahaan. Suku bunga juga mempengaruhi kegiatan ekonomi yang
juga akan mempengaruhi laba perusahaan.
27
3. Jumlah kas deviden yang diberikan
Kebijakan pembagian deviden dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagian
dibagikan dalam bentuk deviden dan sebagian lagi disisihkan sebagai laba
ditahan. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham, maka
peningkatan pembagian deviden merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kepercayaan dari pemegang saham karena jumlah kas
deviden yang besar adalah yang diinginkan oleh investor sehingga harga
saham naik.
4. Jumlah laba yang didapat perusahan
Pada umumnya investor melakukan investasi pada perusahaan yang
mempunyai profit yang cukup baik karena menunjukkan prospek yang cerah
sehingga investor tertarik untuk berinvestasi, yang nantinya akan
mempengaruhi harga saham perusahaan.
5. Tingkat risiko dan pemgembalian
Apabila tingat risikko pada proyeksi laba yang diharapkan perusahaan
meningkat maka akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya
semakin tinggi risiko maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian saham
yang diterima.
2.5. Kerangka Konseptual
Laporan keuangan perusahaan merupakan informasi mengenai kinerja
keuangan perusahaan dalam suatu periode. Laporan keuangan tersebut bisa
dibentuk suatu rasio keuangan dimana rasio tersebut bermanfaat dalam evaluasi
kinerja keuangan perusahaan. Rasio keuangan juga dapat dijadikan suatu
variabel dalam penentuan apakah perusahaan tersebut bisa dikatakan sehat
atau tidak sehat.
Penelitian ini akan menggunakan formula yang diterapkan Altman pada
tahun 1984 dengan menerapkan variabel X4 sebagai nilai buku saham terhadap
28
nilai buku total hutang. Formula ini dimana telah diketahui memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan formula lainnya seperti yang telah dipaparkan diatas.
Rasio keuangan yang digunakan Altman dalam formula yang diterapkan
untuk prediksi kebangkrutan adalah rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva,
rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva, rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak
terhadap Total Aktiva, rasio Nilai Pasar/Buku Saham terhadap Nilai Buku Total
Hutang dan Penjualan terhadap Total Aktiva.
Pengolahan rasio-rasio keuangan tersebut akan menghasilkan Z-Score
yang akan menentukan apakah suatu perusahaan dapat dikategorikan tidak
bangkrut, berada pada daerah rawan (grey area), atau berada pada kategori
bangkrut. Hasil dari formula tersebut apabila menghasilkan Z-Score lebih dari
2,90, maka perusahaan tersebut dalam kategori tidak bangkrut, sedang apabila
Z-Score berkisar antara 1,20 sampai dengan 2,90, maka perusahaan tersebut
dikategorikan berada pada grey area, namun jika Z-Score dibawah 1,20, maka
perusahaan tersebut termasuk kategori perusahaan yang bangkrut.
Analisa akan dilakukan terhadap masing-masing perusahaan yang telah
dikelompokkan berdasar kategorinya menggunakan metode Z-Score. Langkah ini
akan mengungkapkan variabel-variabel rasio keuangan mana saja yang mungkin
sangat berpengaruh sebagai peyebab perusahaan tergolong pada kategori
tertentu. Tingkat kesehatan perusahaan yang dihasilkan dari Z-Score tersebut
akan diuji seberapa besar pengaruhnya terhadap perubahan harga saham
perusahaan.
Kerangka konseptual dalam penelitian ini akan diilustrasikan pada
gambar 2.1.
29
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Keterangan:
= Pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent
= Area penelitian
1. Sarjono, Setyorini dan Ardiati, Fakhrurozie
2. Sarjono, Setyorini dan Ardiati, Fakhrurozie
3. Sarjono, Setyorini dan Ardiati, Fakhrurozie
4. Sarjono, Fakhrurozie
5. Sarjono, Setyorini dan Ardiati, Fakhrurozie
Working capital to
total assets
Sales to total
assets
Retained earning to
total assets
Market value of
equity to book
value of total debt
Book value of
equity to book
value of total debt
Earning before
interest and taxes
to total assets
BANGKRUT
DAERAH
RAWAN
TIDAK
BANGKRUT
HARGA SAHAM
PERGANTIAN
AUDITOR
1
2
3
4
5
6
7
8
30
6. Setyorini dan Ardiati
7. Fakhrurozie
8. Setyorini dan Ardiati
Kerangka konseptual diatas telah menggambarkan bahwa penelitian ini
memilih fokus untuk menguji pengaruh prediksi kebangkrutan menggunakan
metode Z-Score terhadap harga saham. Harga saham lebih dipilih karena hal ini
terkait dengan permasalahan perusahaan yang bersifat eksternal dan lebih luas
yaitu dampak dari krisis keuangan global. Pengetahuan mengenai fluktuasi harga
saham perusahaan merupakan gambaran dari respon public terhadap
perusahaan terkait.
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Arikunto, 2002: 64). Kerangka konseptual yang telah diuraikan diatas, menjadi
landasan bagi penulis untuk mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Bahwa prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode Z-Score
mempunyai pengaruh terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk dari penelitian kuantitatif, definisi dari
penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan alat analisis bersifat
kuantitatif. Hasil analisis disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian
dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian (Hasan: 2009)
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2006:130).
Populasi pada penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia.
Populasi tersebut akan diambil beberapa perusahaan yang akan dijadikan
sampel dengan cara purposive sampling, yaitu sampel yang memenuhi kriteria
untuk dijadikan subyek penelitian. Kriteria perusahaan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Perusahaan manufaktur yang telah terdaftar pada BEI sejak tahun 2007 atau
sebelumnya.
2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan tiga tahun
berturut-turut, yaitu pada tahun 2007, 2008, dan 2009.
3. Memiliki komponen-komponen yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
misalnya memisahkan secara jelas antara aktiva lancar (current assets)
dengan aktiva tidak lancar (non-current assets), hutang lancar (current
liabilities) dengan hutang tidak lancar (non-current liabilities). Komponen
tersebut sangat penting karena merupakan komponen untuk menentukan
modal kerja pada variabel Z-Score.
32
3.3. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data penelitian yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung atau merupakan data yang dicatat oleh
pihak lain (Hasan, 2002: 82). Pengambilan keterangan atau data dilakukan
dengan cara mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen, laporan-laporan, jurnal
perusahaan dan sebagainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Sumber data dalam penelitian yaitu hal yang menunjukkan dari mana
data-data yang diolah dalam penelitian ini diperoleh. Penelitian ini memanfaatkan
situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang beralamatkan www.bei.co.id serta
data dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) sebagai sumber data.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger,
agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006:231).
Metode dokumentasi yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu mencari
dan mengumpulkan data mengenai variabel berupa laporan keuangan
perusahaan yang telah dipublikasikan. Penelitian ini juga tidak lepas dari
dokumentasi buku dan artikel yang menjadi penunjang penelitian.
3.5. Identifikasi Variabel
Istilah “variabel” merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam
setiap jenis penelitian, dalam Arikunto (2006:116) Kerlinger menyebut variabel
sebagai sebuah konsep seperti halnnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin,
insaf dalam konsep kesadaran.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Z-Score sebagai variabel bebas/independent variable (X)
2. Harga saham sebagai variabel tergantung/dependent variable (Y)
33
3.6. Definisi Operasional Variabel
3.6.1. Z-Score
Variabel Z-Score dalam penelitian ini merupakan variabel independent
yang dihasilkan dari pengolahan rasio-rasio keuangan dengan menggunakan
formula Altman tahun 1984 dalam metode Multi Discriminant Analysis. Rasio-
rasio keuangan yang digunakan sebagai variabel formula Altman merupakan sub
variabel dalam penelitian ini, rasio-rasio keuangan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Working capital to total assets
Working capital disini merupakan selisih antara current assets dengan
current liabilities. Total assets merupakan keseluruhan assets yang dimiliki
oleh perusahaan.
2. Retained earning to total assets
Retained earning merupakan saldo laba perusahaan baik yang dicadangkan
maupun yang sudah ditentukan penggunaannya. Total assets merupakan
keseluruhan assets yang dimiliki oleh perusahaan.
3. Earning before interest and tax to total assets
Earning before interest and tax adalah operating income yang diperoleh oleh
perusahaan. Total assets merupakan keseluruhan assets yang dimiliki oleh
perusahaan.
4. Book Value of Equity to book value to total debt
Book Value of Equity disini merupakan nilai buku saham yang dimiliki oleh
perusahaan dan book value of total debt merupakan keseluruhan hutang
perusahaan baik yang lancar maupun jangka panjang.
34
5. Sales to total assets
Sales yang digunakan pada variabel ini merupakan total penjualan bersih
perusahaan yang dilaporkan akhir tahun. Total assets merupakan
keseluruhan assets yang dimiliki oleh perusahaan.
3.6.2. Harga Saham
Harga saham dalam penelitian ini merupakan variabel dependent dimana
harga saham akan ditentukan oleh nilai Z-Score perusahaan. Harga saham
yang digunakan dalam laporan ini yaitu harga saham jenis market price yaitu
harga pasar saham penutupan (closing price). Hal ini ditujukan untuk mengetahui
bagaimana reaksi pasar dalam menentukan keputusannya dalam melakukan
pembelian atau penjualan sahamnya.
3.7. Metode Analisis Data
Analisis data adalah merupakan kegiatan mengolah data yang telah
terkumpul kemudian dapat memberikan interpretasi pada hasil-hasil tersebut
(Fakhrurozie: 2007). Harga saham dan angka-angka dari rasio keuangan yang
telah dikumpulkan yang kemudian diolah untuk menghasilkan z-score, akan
dijadikan sebagai variabel dalam menguji hipotesis yang telah diajukan.
3.7.1. Analisis Z-Score
Langkah awal dalam analisis ini yaitu mengumpulkan rasio-rasio
keuangan yang merupakan olahan dari laporan keuangan perusahaan. Setelah
diketahui nilai-nilai yang dihasilkan oleh rasio keuangan, selanjutnya akan
diproses melalui formula Altman Z-Score tahun 1984 sebagai berikut:
Keterangan:
X1 = Working Capital/Total Assets
X2 = Retained Earning/Total Assets
X3 = Earning Before Interest and Tax/Total Assets
Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5
35
X4 = Book Value Equity/Book Value of Total Debt
X5 = Sales/Total Assets
Z = Overall Index
Z-Score yang dihasilkan dari formula tersebut akan mengelompokkan
perusahaan dalam tiga kategori dengan titik cut off sebagai berikut:
a. Z-Score yang berada diatas 2,90 (Z-Score > 1,90), maka perusahaan dalam
kategori perusahaan sehat atau tidak bangkrut.
b. Z-Score yang berada diantara 1,20-2,90 (1,20 > Z-Score > 2,90), maka
perusahaan dalam daerah rawan (grey area).
c. Z-Score yang berada dibawah 1,20 (Z-Score < 1,20), maka perusahaan
diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut.
3.7.2. Uji Normalitas Data
Pengujian normalitas data adalah ditujukan untuk mengetahui apakah
variabel-variabel berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas pada
penelitian ini menggunakan uji kolmogorov-smirnov.
Ketentuan dalam pengujian normalitas kolmogorov-smirnov yaitu apabila
nilai signifikansi yang dihasilkan melalui kolmogorov-smirnov test adalah lebih
besar dari taraf signifikansi yang telah ditentukan (α) yaitu sebesar 0,05 maka
data tersebut berdistribusi normal. Hasil sebaliknya apabila nilai signifikansi yang
dihasilkan melalui kolmogorov-smirnov test adalah lebih kecil dari taraf
signifikansi yang telah ditentukan (α), maka data tersebut tidak berdistribusi
normal.
3.7.3. Analisis Korelasi Product Moment
Analsis korelasi berguna untuk menentukan suatu besaran yang
menyatakan bagaimana kuatnya hubungan suatu variabel dengan variabel lain.
Jadi tidak mempersoalkan apakah suatu variabel tertentu tergantung pada
variabel lain (Nugraheni: 2005).
36
��� = � ∑ � − ∑ � ∑ �� ∑ �� − (∑ �)� �� ∑ � − (∑ )�
Penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment untuk
mengetahui bagaimana hubungan antara dua variable. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
rXY = Koefisien korelasi
ƩXY = Jumlah perkalian X dan Y
ƩX = Jumlah X
ƩY = Jumlah Y
Nilai r yang dihasilkan dari rumus tersebut akan dilakukan interpretasi
nilai dengan interpretasi sebagai berikut:
Tabel 3.1. Interpretasi Nilai r
Besarnya nilai r Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Antara 0,000 sampai dengan 0,200
Tinggi
Cukup
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah (tidak berkorelasi)
Sumber: Arikunto (2006: 276)
Apabila diperoleh angka negatif, berarti korelasinya negatif. Ini
menunjukkan adanya kebalikan urutan. Indeks korelasi tidak pernah lebih dari
1,00 (Arikunto, 2006: 276).
3.7.4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (Uji r2) menunjukkan indeks keeratan yang
menyatakan proporsi dari variabel total Y (variabel dependen) yang dapat
37
diterangkan oleh variabel X (variabel independen). Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Nilai r2 yang kecil berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel dependen terbatas.
Nilai yang mendekati semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variasi variabel dependen (Indriyati:2010).
Nilai r2 yang mendekati satu maka dinyatakan bahwa variabel bebas
semakin kuat menerangkan variabel terikat, sebaliknya apabila nilai r2 mendekati
nol maka dinyatakan variabel bebas semakin lemah dalam menerangkan
variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi diperoleh dari kuadrat nilai
koefisien korelasi.
3.7.5. Regresi Sederhana
Regresi sederhana yang digunakan untuk menganalisis pengaruh
kebangkrutan suatu perusahaan dengan metode Z-Score terhadap harga saham.
Model regresi yang digunakan dalam pengujian ini yaitu model regresi linear
sederhana, dimana Z-Score merupakan variabel bebas (X) dan harga saham
merupakan variabel terikat (Y). Bentuk dasar model regresi linear sederhana
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Y = Harga saham (variabel terikat)
a = Konstanta
b = Koefisien variabel bebas
X = Z-score (variabel bebas)
3.7.6. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam korelasi product moment adalah dengan
menggunakan uji t. Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas
secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat dengan asumsi independen
Y = a + bX
38
lainnya konstan. Penolakan dan penerimaan hipotesis didasarkan pada tingkat
signifikansi (ƛ) sebesar 5%. Bila nilai t hitung > nilai t tabel, maka H0 diterima dan
bila nilai t hitung ≤ nilai t tabel, maka H0 ditolak. Atau jika signifikansi t < 0,05
maka H0 ditolak atau jika signifikansi t > 0,05 maka H0 diterima (Indriyati: 2010).
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Objek Penelitian
Populasi yang digunakan sebagai sampel penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Data yang
digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan tahunan yang
diunduh melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah beberapa perusahaan dari populasi yang diambil
secara purposive sampling, hal ini dikarenakan dalam penelitian ini sampel harus
memenuhi kriteria tertentu dalam penelitian, kriteria tersebut adalah:
1. Perusahaan manufaktur yang telah terdaftar pada BEI sejak tahun 2007 atau
sebelumnya.
2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan tiga tahun
berturut-turut, yaitu pada tahun 2007, 2008, dan 2009.
3. Memiliki komponen-komponen yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
misalnya memisahkan secara jelas antara aktiva lancar (current assets)
dengan aktiva tidak lancar (non-current assets), hutang lancar (current
liabilites) dengan hutang tidak lancar (non-current liabilities). Komponen
tersebut sangat penting karena merupakan komponen untuk menentukan
modal kerja pada variabel Z-Score.
Penerapan teknik purposive sampling menghasilkan 113 perusahaan
yang menjadi sampel penelitian, untuk daftar perusahaan selengkapnya dapat
dilihat pada halaman terlampir Lampiran 1.
Perusahaan-perusahaan ini terancam mengalami banyak masalah ketika
terjadi krisis keuangan global yang diakibatkan oleh pemberian kredit perumahan
40
yang mudah di Amerika Serikat. Bursa saham di Indonesia juga mengalami
penurunan indeks yang signifikan. Dikutip dari www.rutacs.wordpress.com
bahwa penurunan indeks melebihi 11%, sehingga memaksa otoritas Bursa untuk
melakukan perhentian dagangan selama tiga hari untuk mencegah lebih
terpuruknya bursa akibat sentimen negatif.
Hal ini tentunya juga berdampak pada krisis finansial perusahaan yang
terdaftar pada bursa, oleh karena itu antisipasi untuk menganalisis kondisi
kesehatan perusahaan sangatlah perlu dilakukan. Cara untuk mengetahui
kesehatan perusahaan yaitu dengan menggunakan rasio-rasio keuangan pada
perusahaan yang kemudian dimasukkan dalam suatu formula yang telah
ditetapkan.
4.1.2. Analisis Data
4.1.2.1. Analisis Z-Score
Formula Z-Score Altman yang digunakan dalam penelitian ini berhasil
mengelompokkan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa efek Indonesia
menjadi tiga kategori. Tiga kategori tersebut ditentukan berdasarkan titik cut off
dari perhitungan Z-Score yang telah ditetapkan sebelumnya. Jumlah perusahaan
yang menempati masing-masing kategori dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Hasil Prediksi Perusahaan
Kategori
Bangkrut Daerah Rawan Tidak Bangkrut
Z-Score <1,20 1,20 - 2,90 >2,90
Perusahaan 35 52 26
Prosentase 30,97% 46,02% 23,01
Sumber: data diolah
41
Mengkaji dari hasil perhitungan Z-Score yang telah dilakukan pada
perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia, pada tahun 2007
Z-Score yang tertinggi diperoleh oleh PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
sebesar 8,86 dan nilai Z-Score yang terendah dimiliki oleh PT. Myoh Technology
Tbk yaitu pada nilai -5,77. Rata-rata Z-Score pada tahun 2007 sebesar 1,91, hal
ini berarti menurut analisis Z-Score rata-rata perusahaan manufaktur yang listing
di Bursa Efek Indonesia pada tahun tersebut berada pada Z-Score antara 1,20 –
2,90 yang dikategorikan pada daerah rawan (grey area).
Z-Score tertinggi yang dihasilkan untuk tahun 2008 masih diperoleh oleh
PT. Hanjaya mandala Sampoerna Tbk sebesar 8,50, sedangkan nilai terendah
dimiliki oleh PT. Hanson International Tbk dengan nilai -856,00. Rata-rata Z-
Score yang terjadi pada tahun 2008 adalah -5,73. Nilai rata-rata tersebut berarti
dibawah titik cut off 1,20 yang menjadikan rata-rata perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 berada pada kategori
perusahaan bangkrut.
Tahun terakhir penelitian yaitu pada tahun 2009, Z-Score tertinggi
diperoleh oleh PT. Sugi Samapersada Tbk sebesar 29,87, sedangkan untuk Z-
Score terendah masih dimiliki oleh PT. Hanson International Tbk dengan nilai -
1183,87. Rata-rata Z-Score untuk tahun terakhir penelitian yaitu -8,18, hal ini
tetap menjadikan tahun 2009 adalah tahun dimana rata-rata perusahaan yang
listing di Bursa Efek Indonesia berada pada kategori bangkrut karena rata-rata Z-
Score masih dibawah 1,20. Data untuk hasil analisa Z-Score seperti yang
dijelaskan diatas, lebih jelasnya dapat dilihat pada halaman terlampir Lampiran 2.
4.1.2.2. Uji Normalitas Data
Uji normalitas akan menunjukkan apakah data sampel dalam penelitian
ini berdistribusi normal atau tidak. Tabel 4.2. menunjukkan hasil pengujian
normalitas data sampel menggunakan kolmogorov smirnov.
42
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas
Keterangan Saham Z-Score
Jumlah data (N) 339 290
Signifikansi 0,584 0,150
Sumber: data diolah
Hasil uji normalitas diatas menunjukkan nilai signifikansi untuk saham dan
Z-Score masing-masing adalah 0,584 dan 0,150. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai signifikansi lebih besar dari pada signifikansi yang telah ditentukan (α). Nilai
signifikansi 0,584 > 0,05 untuk saham dan 0,150 > 0,05 untuk z-score. Sehingga
dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa data sampel untuk penelitian ini
berdistribusi normal.
Data sampel yang digunakan dalam uji kolmogorov-smirnov diatas adalah
data yang telah disehatkan melalui transformasi data dengan SPSS 15.0,
sehingga menghasilkan jumlah data yang berbeda setelah beberapa sampel
tereliminasi. Hasil untuk transformasi data dapat dilihat pada halaman terlampir
Lampiran 4.
4.1.2.3. Analisis Korelasi Product Moment
Hasil perhitungan koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,026 dengan n =
339. Hubungan atau korelasi antara variabel Z-Score dengan harga saham yang
bernilai 0,026 adalah sangat rendah setelah dikonsultasikan dengan tabel
interpretasi nilai r. Korelasi ini meskipun dinilai sangat rendah namun hal ini tetap
berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel Z-Score dengan
variabel harga saham karena nilai r > 0. Hubungan ini merupakan hubungan
linear yang positif sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan Z-Score akan
diikuti kenaikan harga saham.
43
4.1.2.4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ditentukan oleh besarnya koefisien korelasi. Nilai
koefisien determinasi (r2) dalam penelitian ini diperoleh sebagai berikut:
r = 0,026
r2 = 0,0007
Nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,0007 menggambarkan
bahwasanya tingkat keeratan hubungan antara z-score sebagai variabel bebas
(X) dengan harga saham sebagai variabel terikat (Y) adalah 0,07%. Sehingga
dinyatakan bahwa 0,07% variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X dan yang
lain sebesar 99,93% berhubungan dengan faktor lain yang tidak diteliti.
4.1.2.5. Regresi Sederhana
Model regresi yang digunakan dalam pengujian ini yaitu model regresi
linear sederhana, dimana Z-Score merupakan variabel bebas (X) dan harga
saham merupakan variabel terikat (Y). Bentuk dasar model regresi linear
sederhana adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Y = Harga saham (variabel terikat)
a = Konstanta
b = Koefisien variabel bebas
X = Z-score (variabel bebas)
Tabel 4.3. Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Signifikansi B
Constant 1,637 0,000
Z-Score 0,150 0,000
Sumber: data diolah
Y = a + bX
44
Tabel koefisien regresi diatas dapat menghasilkan suatu persamaan
regresi linear sederhana pada penelitian ini sebagai berikut:
Y = 1,637 + 0,150X
Persamaan regresi linear sederhana diatas, dapat dijelaskan bahwa:
1. Konstanta sebesar 1,637 artinya apabila variabel bebas (Z-Score) dianggap
konstan (bernilai 0), maka harga saham sebesar 1,637.
2. Koefisien nilai regresi Z-Score bernilai 0,150 menyatakan bahwa apabila Z-
Score mengalami kenaikan satu satuan, maka harga saham akan
mengalami kenaikan sebesar 0,150.
4.1.2.6. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam korelasi product moment adalah menggunakan uji t.
Uji t yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3. Koefisien
Regresi. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi t
terhadap taraf signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05. Kriteria
pengujiannya adalah:
1. Jika signifikansi t > 0,05, maka H1 ditolak.
2. Jika signifikansi t < 0,05, maka H1 diterima.
Hasil uji t dalam penelitian ini didapatkan variabel Z-Score adalah
signifikan, hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi t = 0,000, yang berarti
variabel z-score signifikan pada 0,05 atau signifikansi t < 0,05. Kesimpulan dari
hasil uji signifikansi t tersebut yaitu bahwa H1 diterima, yang berarti bahwa
prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode Z-Score mempunyai
pengaruh terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
45
4.2. Pembahasan
4.2.1. Analisis Z-Score
Hasil untuk perhitungan Z-Score pada tahun 2007 sampai dengan 2009
diperoleh sebagian besar perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia berada pada kategori daerah rawan, yaitu dengan prosentase sebesar
46,02%, sedangkan untuk kategori tidak bangkrut dan bangkrut masing-masing
adalah 30,97% dan 23,01. Jumlah ini tidak sesuai dengan hasil keseluruhan Z-
Score yang dihitung berdasarkan score-score yang dihasilkan, karena ada
perusahaan yang menghasilkan Z-Score jauh di bawah rata-rata yaitu adalah PT.
Hanson International Tbk. Z-Score yang dihasilkan perusahaan tersebut
menjadikan rata-rata perusahaan mengalami potensi kebangkrutan yang tinggi,
yaitu dengan dengan Z-Score -4,00. PT. Hanson International Tbk memiliki Z-
Score yang sangat rendah pada tahun 2008 dan 2009, masing-masing yaitu -
856,00 dan -1183,87. Nilai tersebut sangat jauh dari rata-rata Z-Score yang
terjadi pada masing-masing tahun yaitu -5,73 untuk tahun 2008 dan -8,18 untuk
tahun 2009. Z-Score yang sangat jauh dibawah rata-rata tersebut disebabkan
karena hasil dari perhitungan rasio-rasio keuangan untuk variabel Z-Score yang
rendah pula. Peneliti menyebutkan ada dua rasio yang paling parah dalam hal ini
adalah rasio retained earning to total assets dan earning before interest and
taxes untuk tahun 2008, yaitu masing-masing bernilai -545, 8374 dan -109,9861.
Dua rasio lagi untuk tahun 2009 yang menyebabkan nilai Z-Score perusahaan
tersebut rendah yaitu adalah working capital to total assets dan retined earning to
total assets, masing-masing mempunyai nilai -162,5829 dan -1336,7758.
Nilai yang sangat rendah pada rasio retained earning to total assets untuk
tahun 2008 dikarenakan PT. Hanson International Tbk mengalami defisit pada
retained earning yang sangat banyak yaitu Rp1.218.445.648.245,00 dibanding
dengan total assets milik perusahaan yang hanya Rp2.232.250.219,00. Rasio
46
yang bernilai sangat rendah lainnya pada tahun 2008 yaitu adalah rasio earning
before interest and taxes to total assets, hal ini disebabkan perusahaan
mengalami taksiran kerugian sebelum pajak dan beban bunga yang tinggi yaitu
Rp245.516.499.549,00 dibandingkan dengan total assets yang dimiliki
perusahaan. Hal lain yang mendukung sangat rendahnya Z-Score perusahaan
tersebut adalah nilai penjualan pada laporan laba rugi tahunan yang
dipublikasikan bernilai 0, atau tidak ada nilai transaksi penjualan yang tercatat
pada laporan keuagan PT. Hanson International Tbk untuk tahun berakhir 31
desember 2008.
Nilai yang sangat rendah pada tahun 2009 untuk rasio working capital to
total assets dikarenakan PT. Hanson International Tbk memiliki total current
liabilities yang tinggi dibandingkan total current assets yang dimiliki, yaitu
Rp147.077.901.189,00 berbanding Rp582.850.462,00. Rasio lainnya yang
bernilai sangat rendah yaitu retained earning to total assets dikarenakan hal yang
sama dengan tahun 2008, yaitu memiliki nilai defisit untuk retained earning
Rp1.204.499.475.433,00 sedangkan untuk total assets hanya Rp901.048.232,00.
Hal yang sama dengan tahun 2008 juga terjadi pada tahun 2009 yaitu selain
sangat rendahnya beberapa nilai rasio yang menjadi variabel Z-Score, juga
didukung oleh nilai penjualan pada laporan laba rugi tahunan yang dipublikasikan
bernilai 0, atau tidak ada nilai transaksi penjualan yang tercatat pada laporan
keuangan PT. Hanson International Tbk untuk tahun berakhir 31 desember 2009.
Potensi kebangkrutan yang tinggi untuk perusahaan manufaktur yang
listing di Bursa Efek Indonesia berdasarkan analisa Z-Score diatas, tidak lantas
menjadikan perusahaan-perusahaan tersebut mengambil keputusan untuk
melakukan merger atau likuidasi. Keadaan ini terbukti dari setiap tahunnya
hampir dari semua perusahaan tersebut tetap listing di Bursa Efek Indonesia.
Kemungkinan perusahaan-perusahaan tersebut telah melakukan reorganisasi
47
atau restrukturisasi keuangan yang bisa menjadikan perusahaan tersebut tetap
mempunyai prospek yang baik kedepannya dan selalu berusaha untuk
menghindari potensi kebangkrutan yang terus membayangi.
Hasil tersebut konsisten dan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Fakhrurozie pada tahun 2007, yaitu penelitian untuk perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2003 sampai
dengan 2005 yang menghasilkan rata-rata Z-Score masih dibawah 1,20 yang
berarti berpotensi bangkrut. Keadaan yang diprediksikan buruk seperti itu juga
tidak menghalangi perusahaan perbankan yang menjadi objek penelitian untuk
tetap bertahan dan terus mengoperasikan perusahaannya sehingga tetap
mendapatkan nasabah.
4.2.2. Pengaruh Z-Score Terhadap Harga Saham
Melalui perhitungan koefisien determinasi (r2) diperoleh r2 = 0,0007,
artinnya variabel Z-Score (X) berpengaruh terhadap variabel harga saham (Y).
Variabel Z-Score disini memberikan kontribusi sebesar 0,07% dalam
menjelaskan harga saham sedangkan sisanya sebesar 99,93% dipengaruhi oleh
variabel lain. Angka ini memang sangatlah kecil, namun semuanya diduga ada
faktor eksternal yang mempengaruhi seperti yang disebutkan dalam latar
belakang penelitian ini yaitu krisis keuangan global. Krisis keuangan global
mengancam krisis keuangan bagi sebagian besar perusahaan yang menjual
sahamnya kepada public. Seperti yang dikutip pada www.vibizmanagement.com
menyebutkan bahwa pada tahun 2008 gelembung pasar saham di bursa pecah.
Hal ini ditandai dengan Indeks Harga Saham Gabungan yang anjlok 56,42%
hingga saat ini di level 1242 dari posisi akhir tahun 2007 yang berada pada level
2848 pada level tertingginya di satu tahun terakhir yaitu pada februari tahun
2008.
48
Hasil uji t yang tampilkan pada tabel 4.2. diatas diperoleh probablitas
signifikansi t sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa signifikansi t tidak lebih
dari taraf signifikansi yang telah ditentukan sebesar 0,05 atau dapat dirumuskan t
< 0,05. Nilai signifikansi t yang tidak lebih dari 0,05 menunjukkan adanya
pengaruh antara variabel Z-Score terhadap variabel harga saham. Kesimpulan
dari hasil uji signifikansi t tersebut yaitu bahwa H1 diterima, yang berarti bahwa
prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode Z-Score mempunyai
pengaruh terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
Hasil dari penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian
terdahulu. Fakhrurozie (2007) menyimpulkan bahwa ada pengaruh antara Z-
Score terhadap harga saham, dalam peneltiannya dijelaskan bahwa variabel
independent (Z-Score) memberikan kontribusi sebesar 21,50% dalam
menjelaskan harga saham sedangkan sisanya 78,50% (100%-21,50%)
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dipengaruhi oleh Z-Score.
Penelitian lain dilakukan oleh Apriliana (2005), menunjukkan bahwa
potensi kebangkrutan menggunakan metode Z-Score berpengaruh terhadap
harga saham. Nilai korelasi product moment yang diperoleh dari penelitiannya
sebesar 0,226 atau 22,6% berarti bahwa nilai Z-Score yang dimiliki oleh
perusahaan yang menjadi objek penelitian untuk memprediksi potensi
kebangkrutan berhubungan dengan harga saham yang dimiliki oleh perusahaan
tersebut.
49
BAB V
PENUTUP
Analisis dan pembahasan yang telah dikaji pada bab sebelumnya,
menjadikan dasar bagi penulis untuk menarik simpulan dan saran yang akan
disajikan dalam bab ini. Simpulan dan saran oleh penulis diharapkan bisa
memberi manfaat bagi stakeholder yang bersangkutan, penulis, serta peneliti
selanjutnya yang mengambil tema penelitian yang sama.
5.1. Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari analisis dan pembahasan terhadap
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Prediksi kebangkrutan yang menggunakan formula Z-Score Altman berhasil
menempatkan perusahaan-perusahaan manufaktur yang listing di Bursa
Efek Indonesia pada kategori bangkrut, grey area dan tidak bangkrut
berdasarkan titik cut off yang telah ditentukan sebelumnya. Hasilnya yaitu
sebagian besar perusahaan tergolong pada kategori bangkrut dengan nilai
rata-rata -4,00. Keadaan ini dalam faktanya tidak lantas membuat sebagian
besar perusahaan tersebut terlikuidasi, hal ini terbukti pada tiap-tiap tahun
penelitian perusahaan tersebut masih listing pada Bursa Efek Indonesia.
2. Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh
antara prediksi kebangkrutan menggunakan Z-Score terhadap harga saham
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, meskiupun nilai yang
dihasilkan melalui koefisien determinasi sebesar 0,07%. Pengaruh yang
sangat kecil ini diduga kuat ada faktor eksternal saat itu yang juga
mempengaruhi harga saham perusahaan. Faktor eksternal tersebut adalah
terjadinya krisis keuangan global pada tahun 2008 yang menyebabkan
Indeks Harga Saham Gabungan anjlok 56,42% pada tahun tersebut.
50
5.2. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan pada sektor
manufaktur layaknya yang diterapkan oleh Altman untuk menerapkan
formulanya. Keterbatasan ini menjadikan hasil dari penelitian ini tidak
bersifat general untuk semua sektor perusahaan.
2. Penelitian ini masih memprediksi kebangkrutan perusahaan dan
pengaruhnya terhadap harga saham. Penelitian ini belum memberikan hasil
kekakuratan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan menggunakan
metode Z-Score dengan kebangkrutan yang sebenarnya terjadi pada dua
tahun atau lima tahun setelah penelitian.
5.3. Saran
Saran yang akan penulis sampaikan sehubungan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Pihak manajemen perusahaan-perusahaan yang terkait dalam penelitian ini
khususnya bagi yang tergolong perusahaan bangkrut, hendaklah melakukan
evaluasi kinerja perusahaan ataupun restrukturisasi keuangan sehingga
potensi kebangkrutan dapat dihindari.
2. Z-Score yang dihasilkan dari perhitungan lima rasio keuangan dalam formula
Altman tentunya bukanlah satu-satunya cara untuk mengetahui fluktuasi
saham, untuk itu hendaklah bagi shareholder melihat dari banyak faktor
dalam memprediksi naik turunnya harga saham.
3. Penelitian ini bisa dijadikan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk
mengetahui konsistensi prediksi kebangkrutan perusahaan menggunakan
metode Z-Score Altman serta pengaruhnya terhadap harga saham.
51
DAFTAR PUSTAKA
Altman, Edward I. 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Banckrupptcy. The Journal of Finance. September. Vol. XXIII, No 4, p. 589-609.
Ardiani, Anita. 2007. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Perubahan Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Semarang: Unnes.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.
Fakhrurozie. 2007. Analisis Pengaruh Kebangkrutan Bank dengan Metode Altman Z-Score Terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Semarang: Unnes.
Green, Ena Rose dan Mark Dawkins. 2002. Strategic Bankruptcies and Price Reactions to Bankruptcy Filings. Journal of Business Finance & Accounting, 29(9) & (10), Nov./Dec. 2002, 0306-686X.
Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim.2009. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hasan, Iqbal. 2009. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
__________. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Graha Indonesia.
Heine, Max L. 2000. Predicting Financial Distress of Companies. Revisting The Z-Score and Zeta Models. New York: New York University.
Indriyati, Irma Thisca. 2010. Analisis Laporan Keuangan dan Kebangkrutan Perusahaan Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Kusumawati, Riani. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham. Http://rianikusuma.wordpress.com. Diakses tanggal 28 juni 2011.
Mutma'inah, Nafsi. 2008. Analisis Penggunaan Z-Score Altman untuk Menilai Potensi Kebangkrutan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah.
Nugraheni, Apriliana. 2005. Analisis Ketepatan Prediksi Potensi Kebangkrutan Melalui Altman Z-Score dan Hubungannya dengan Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan yang Listing Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Semarang: Unnes.
Nuswantara, Dian Anita. 2003. Mengerjakan Akuntansi Investasi Jangka Panjang. Depdiknas: Bagian Proyek Pengembangan Kurikulum. Modul No. Ak.26.E.5.
52
Pakasi, Alfred. 2008. Dampak Krisis Keuangan Terhadap Ekonomi Indonesia dan Solusi Portofolio Management. Http://vibizmanagement.com. Diakses tanggal 26 Juli 2011.
Sarjono, Haryadi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kemungkinan Kebangkrutan dengan Model Diskriminan Altman Pada Sepuluh Perusahaan Properti Di Bursa Efek Jakarta. Jakarta: UBM.
Setiyorini, Theresia Niken dan Aloysa Yanti Ardiati. 2006. Pengaruh Potensi Kebangkrutan Perusahaan Publik Terhadap Pergantian Auditor. Kinerja. Vol 10. No 1. hal. 76-87.
Wibowo, Catur Budi. 2008. Dampak Krisis Keuangan Global Tahun 2008 Terhadap Ekonomi Indonesia. Http://rutacs.wordpress.com. Diakses tanggal 26 juli 2011.
Wilopo. 2001. Prediksi Kebangkrutan Bank. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Mei. Vol. 4. No. 2. p.184-189.
Zu'amah, Suroh. 2005. Perbandingan Ketepatan Klasifikasi Model Prediksi Kepailitan Berbasis Akrual dan Berbasis Aliran Kas. SNA VIII Solo. September. p. 444-459.