1
PR JURDING (Dwi Rafita L. 1820221060)
CLUSTER HEADACHE
Cluster headache (CH) adalah salah satu bentuk nyeri kepala primer
yang sangat parah dengan prevalensi kira-kira 0,1% dari total penduduk
pertahunnya. Cluster Headache dikelompokan kedalam Trigeminal Autonom
Cephalgia (TAC), hal ini disebabkan karena cluster headache merupakan
bentuk nyeri kepala terbanyak kedua yang sering dihadapi oleh spesialis saraf
atau neurologis. Cluster headache terdiri dari dua jenis yaitu, Cluster headache
episodik, yang terdapat fase bebas serangan satu bulan atau lebih tanpa
pengobatan (80% dari semua pasien cluster headache), dan cluster headache
kronis yang tidak terdapat fase penyembuhan (20% dari semua pasien cluster
headache).1
Sindrom ini berbeda dengan migren, walaupun sama-sama ditandai
dengan nyeri kepala unilateral, dan dapat terjadi bersamaan dengan migren.
Mekanisme histaminergik dan humoral diperkirakan mendasari gejala otonom
yang terjadi bersamaan dengan nyeri kepala ini. Cluster headache sering
didapatkan pada dewasa muda, terutama laki-laki, dengan rasio jenis kelamin
laki-laki dan wanita 4:1. Nyeri dirasakan hilang timbul (biasanya berlangsung
selama 20-120 menit) di daerah orbita dan wajah yang terjadi beberapa kali
sehari selama beberapa minggu, yang dipisahkan oleh interval bebas serangan.
Pola ini berlangsung selama berhari-hari, berminggu-minggu bahkan bulanan,
kemudian bebas serangan selama beberapa minggu, bulan bahkan tahunan,
sehingga dinamakan cluster headache (cluster: berkelompok). Diperkirakan
cluster headache dipengaruhi oleh faktor genetik. Riwayat keluarga yang juga
menderita nyeri kepala, merokok, cedera kepala, dan pekerjaan diduga berkaitan
dengan terjadinya cluster headache. Patofisiologi penyakit ini masih belum
diketahui dengan pasti. Dan saat ini pengobatan terhadap cluster headache
masih bersifat simptomatis. Hanya terdapat dua pengobatan terhadap serangan
2
yang telah teruji keefektifannya yaitu sumatriptan sub kutan dan inhalasi
oksigen.2,3,4
2.1 Definisi
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular
yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri
kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia migrenosa, atau
migren merah (red migraine) karena pada waktu serangan akan tampak merah
pada sisi wajah yang mengalami nyeri.2,3,5
2.2 Epidemiologi
Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan
migren, cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis
prevalensinya tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000
penduduk, berdasarkan penelitian yang dilakukan di negara lainnya. Serangan
pertama muncul antara usia 10 sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh pasien.
Namun kisaran usia 1 sampai 73 tahun pernah dilaporkan. Cluster headache
sering didapatkan terutama pada dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis
kelamin laki-laki dan wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu,
biasanya dini hari menjelang pagi, yang akan membangunkan penderita dari
tidurnya karena nyeri.2,5
2.3 Etiologi
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut:6
• Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah
sekitar.
• Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
• Pelepasan histamin.
• Letupan paroxysmal parasimpatis.
• Abnormalitas hipotalamus.
• Penurunan kadar oksigen.
3
• Pengaruh genetik
Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain:
• Glyceryl trinitrate.
• Alkohol.
• Terpapar hidrokarbon.
• Panas.
• Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
• Stres.
Positron emision tomografi (PET) scanning dan Magnetic resonance
imaging (MRI) membantu untuk memperjelas penyebab cluster headache yang
masih kurang dipahami. Patofisiologi dasar dalam hipotalamus gray matter.
Pada beberapa keluarga, suatu gen autosom dominan mungkin terlibat, tapi alel-
alel sensitif aktivitas kalsium channel atau nitrit oksida masih belum
teridentifikasi. Vasodilatasi arteri karotis dan arteri oftalmika dan peningkatan
sensitivitas terhadap rangsangan vasodilator dapat dipicu oleh refleks
parasimpatetik trigeminus. Variasi abnormal denyut jantung dan peningkatan
lipolisis nokturnal selama serangan dan selama remisi memperkuat teori
abnormalitas fungsi otonom dengan peningkatan fungsi parasimpatis dan
penurunan fungsi simpatis. Serangan sering dimulai saat tidur, yang melibatkan
gangguan irama sirkadian. Peningkatan insidensi sleep apneu pada pasien-pasien
dengan cluster headache menunjukan periode oksigenasi pada jaringan vital
berkurang yang dapat memicu suatu serangan.7
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan
tetapi teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain:
• Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang
arteri karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori
Horton).6
4
• Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis
otak dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi
hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi
otonom. Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan
gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar
oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar
oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi
pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan
pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida
(substansi P, dll) terutama pada sinus kavernosus (teori Lee Kudrow).6
2.5 Manifestasi Klinis
Nyeri kepala yang dirasakan sesisi biasanya hebat seperti ditusuk-tusuk
pada separuh kepala, yaitu di sekitar, di belakang atau di dalam bola mata, pipi,
lubang hidung, langit-langit, gusi dan menjalar ke frontal, temporal sampai ke
oksiput. Nyeri kepala ini disertai gejala yang khas yaitu mata sesisi menjadi
merah dan berair, konjugtiva bengkak dan merah, hidung tersumbat, sisi kepala
menjadi merah-panas dan nyeri tekan. Serangan biasanya mengenai satu sisi
kepala, tapi kadang-kadang berganti-ganti kanan dan kiri atau bilateral. Nyeri
kepala bersifat tajam, menjemukan dan menusuk serta diikuti mual atau muntah.
Nyeri kepala sering terjadi pada larut malam atau pagi dini hari sehingga
membangunkan pasien dari tidurnya.6
Serangan berlangsung sekitar 15 menit sampai 5 jam (rata – rata 2 jam)
yang terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu. Sedangkan sebagai faktor
pencetus adalah makanan atau minuman yang mengandung alkohol. Serangan
kemudian menghilang selama beberapa bulan sampai 1-2 tahun untuk kemudian
timbul lagi secara cluster (berkelompok).5
5
Gambar 2.1 Ciri khas Cluster Headache
Gambar 2.2 Gejala Klinis Cluster headache
2.6 Diagnosis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International
Headache Society (IHS) adalah sebagai berikut:8,9
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
6
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri
temporal selama 15 – 180 menit bila tidak di tatalaksana.
c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Kesadaran gelisah atau agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.
Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru
untuk mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis
tersebut, pasien setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan
nyeri kepala yang terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukan disebabkan
oleh gangguan lainnya. Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat
parah pada orbita unilateral, supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung
antara 18 sampai 150 menit jika tidak diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-
gejala berikut ini: injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung
tersumbat atau rinore ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi
berkeringat ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau
agitasi. Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya
terdapat dua periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan
dipisahkan periode remisi bebas nyeri selama satu bulan atau lebih. Sedangkan
cluster headache kronis adalah serangan yang kambuh lebih dari satu tahun
tanpa periode remisi atau dengan periode remisi yang berlangsung kurang dari
satu bulan.7
7
Gambar 2.3 Lokasi nyeri pada Cluster headache
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam
pengobatan terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan
untuk menekan serangan. Pengobatan akut dan preventif dimulai secara
bersamaan saat periode awal cluster. Pilihan pengobatan pembedahan yang
terbaru dan neurostimulasi telah menggantikan pendekatan pengobatan yang
bersifat merugikan.1
2.7.1 Pengobatan Serangan Akut
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit,
sering memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang
cepat. Penggunaan obat sakit kepala yang berlebihan sering didapatkan pada
pasien-pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat
menderita migren atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita migren, dan
saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti
triptan oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.1
8
• Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit
selama 15 menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman
untuk cluster headache akut.
• Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan
zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster
headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh empat jam bisa
diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan oral
pada cluster headache.
• Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan
serangan akut cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif,
walaupun beberapa pasien bermanfaat menggunakan cara tersebut.
• Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati
serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala
dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi sakit
kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4% yang
dapat diulang setekah 15 menit.1
2.7.2 Pengobatan Pencegahan
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh
lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap
jangka pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya
dan berapa lama dapat digunakan dengan aman. Bnayak ahli sekarang ini
mengajukan verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada
beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral
atau injeksi nervus oksipital mungkin lebih tepat.1
• Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik
dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung
penggunaan dosis verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster
headache, tentu lebih tinggi dari pada dosis yang digunakan untuk
indikasi kardiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien
memulai dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian akan ditingkatkan
9
secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan EKG
dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari setelah
dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang,
efek samping atau dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek
samping termasuk konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia
ginggiva (pasien harus terus memantau kebersihan giginya).
• Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kg sampai 60 mg selama
empat hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima
sebagai pendekatan pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini
sering menghentikan periode cluster, dan dapat digunakan tidak lebih
dari sekali setahun untuk menghindari nekrosis aseptik.
• Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik
karena efek sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai
episode. Biasanya dosis lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari
dalam dosis terbagi. Kadar lithium harus diperiksa dalam minggu
pertama dan secara periodik setelahnya dengan target kadar serum
sebesar 0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek neurotoksik termasuk tremor,
letargis, bicara cadel, penglihatan kabur, bingung, nystagmus, ataksia,
tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan bersama dengan
diuretik yang mengurangi natrium harus dihindari, karena dapat
mengakibatkan kadar lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka
panjang seperti hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada
pasien yang menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama.
Peningkatan leukosit polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul karena
penggunaan lithium dan sering salah arti akan adanya infeksi yang
tersembunyi. Penggunaan bersama dengan indometasin dapat
meningkatkan kadar lithium.
• Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis
biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama
seperti penggunaannya pada migraine.
10
• Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah
satu penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo.
Dosis biasa yang digunakan adalah 9 mg perhari.
• Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600
perhari) dan methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak
tersedia dengan mudah, dan tidak boleh dipakai secara terus-menerus
dalam pengobatan untuk menghindari komplikasi fibrosis. Divalproex
tidak efektif untuk pengobatan cluster headache.
• Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan
lidokain ke dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai
ke lokasi serangan mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari.
Pendekatan ini sangat membantu pada serangan yang singkat dan untuk
mengurangi nyeri keseluruhan pada serangan yang memanjang dan pada
cluster headache kronis.
• Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache
didominasi oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior
grey matter dan stimulasi nervus oksipital. Tidak terdapat tempat yang
jelas untuk tindakan destruktif, seperti termoregulasi ganglion trigeminal
atau pangkal sensorik nervus trigeminus.1
11
12
MIGRAIN
2.1 Definisi
Migrain adalah gangguan yang bersifat familial dengan karakteristik
serangan nyeri kepala yang berulang-ulang, yang intensitas, frekuensi dan
lamanya sangat bervariasi. Nyeri kepala biasanya bersifat unilateral, umumnya
disertai anoreksia, mual dan muntah. Dalam beberapa kasus, migrain ini
didahului atau bersamaan dengan gangguan neurologik dan gangguan perasaan
hati.(4)
2.2 Epidemiologi
50% orang di dunia ini mengalami sakit kepala setidaknya satu kali
dalam setahun. Dimana se-per-empatnya berusia 18-65 tahun. Dari 50% orang
di dunia yang mengalami sakit kepala tersebut, dapat diperkirakan 30% nya
menderita migrain.(1)
Migrain juga merupakan peringkat ke-enam sebagai penyakit yang
menyebabkan kecacatan pada diri seseorang. Hal ini patut kita sadari seberapa
bermasalahnya migrain tersebut. Berdasarkan beberapa studi telah diketahui
bahwa prevalensi migrain sendiri di Asia sebesar 10,6%.(1, 2)
Berdasarkan umur, penderita migrain terbanyak berada pada usia 25-55
tahun. Berdasarkan jenis kelamin juga menunjukkan bahwa penderita migrain
sebagian besar adalah perempuan.(5)
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya migraine masih belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya
migraine.(6)
13
1. Riwayat penyakit migraine dalam keluarga. 70-80% penderita
migraine memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga.
2. Perubahan hormone (estrogen dan progesterone) pada wanita,
khususnya pada fase
luteal siklus menstruasi.
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat)
vasokonstriktor
(keju, coklat) serta zat tambahan pada makanan.
4. Stres
5. Faktor fisik, tidur tidak teratur
6. Rangsang sensorik (cahaya silau dan bau menyengat)
7. Alkohol dan merokok
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya migraine belum dapat diketahui secara pasti
sampai saat ini. Namun, ada tiga teori yang dapat menjelaskan mekanisme
terjadinya migrain. Teori tersebut berupa teori vascular, teori
trigeminovaskular, dan teori cortical spreading depression. (7, 8)
Teori vascular menjelaskan bahwa adanya gangguan vasospasme
menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi
hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan.
Penyebaran frontal berlanjutan dan menyebabkan fase nyeri kepala
dimulai. (7)
14
Teori trigeminovascular menjelaskan bahwa adanya vasodilatasi
akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung n.
trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP. CGRP akan
berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang
pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuro.
CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan
mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja
pada post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai
transmisi impuls nyeri. Teori system saraf simpatis, aktifasi system ini
akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar
epinefrin. Selain itu, system ini juga mengaktifkan nucleus dorsal rafe
sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin
dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu
terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan
merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang
maka dapat erjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka
akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intracranial dan ekstrakranial
yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migraine. (7, 8)
Patofisiologi migrain menurut teori cortical spreading depression
sendiri bermula dari teraktivasinya Cortical Spreading Depression akibat
peningkatan ion K+ di ekstraseluler dan glutamat. Cortical Spreading
Depression akan memprovokasi terkekspresinya C-fos Protein-like
Immunoreactivity di bagian Ipsilateral Trigeminal Nucleus Caudatus.(9)
Cortical Spreading Depression ini juga dapat menyebabkan
ekstravasasi protein pada duramater. Akibat hal tersebut, neurokinin-1
receptor inhibitor akan melemahkan perubahan protein pada plasma
meningeal yang akan menyebabkan respons inflamasi. Hal ini dapat
menimbulkan adanya rasa sakit di kepala. Pelepasan Calcitonine gene-
15
related peptide pada axon trigeminal juga turut berperan dalam terjadinya
vasodilatasi dan ekstravasasi protein plasma.(10)
Selain itu Cortical Spreading Depression dapat menyebabkan
terjadinya perubahan oksigenisasi pada aliran darah. Hal tersebut akan
dimulai dengan adanya vasodilatasi pada pembuluh darah dan akan segera
dilanjutkan dengan adanya vasokonstriksi. Adanya vaskonstriksi ini akan
menyebabkan penekanan terhadap stimulasi visual. Setelah adanya
penekanan ini, akan terjadi perubahan oksigenisasi kembali. Hal ini lah
yang menyebabkan munculnya aura pada kejadian migrain. Pada migrain
without aura, cortical spreading depression kemungkinan terjadi pada
regio otak yang secara klinis tidak berperan banyak.(9)
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi migrain dibagi menjadi migrain dengan aura/classic
migraine, migrain tanpa aura/common migraine, migraine kronis,
migraine dengan komplikasi, dan probable migrain. Secara manifestasi
klinis, pasien migrain dengan aura akan lebih mengeluhkan auranya
dibanding sakit kepala yang dia rasakan. Sedangkan, pada pasien migrain
tanpa aura, mereka akan lebih mengeluhkan sakit kepalanya. Durasi
terjadinya serangan migrain pada pasien migrain dengan aura pun lebih
singkat dibandingkan pada pasien migrain tanpa aura. Perilaku pasien
migrain dengan aura dan migrain tanpa aura ketika terjadinya serangan
pun berbeda. Pada pasien migrain dengan aura, mereka akan terlihat panik
dan berusaha meminta pertolongan orang lain. Dibandingkan dengan
pasien migrain dengan aura, pasien migrain tanpa aura akan cenderung
berdiam diri. Migrain kronis merupakan nyeri kepala yang berlangsung
ebih dari 15 hari/bulan selama 3 bulan dan memiliki gejala dari migraine.
(10)
16
Migrain dengan aura dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis migraine. Jenis migraine yang tergolong sebagai migraine dengan
aura adalah migraine dengan aura yang khas, migraine dengan aura yang
berasal dari batang otak, migraine dengan hemiplegi, dan migraine retinal.
(11)
Migraine dengan aura yang khas merupakan migraine dengan aura
yang disertai gangguan visual, sensorik, atau bicara, tetapi tidak disertai
kelemahan motoric. Hal ini ditandai dengan perkembangan yang bersifat
gradual dan durasi tidak lebih dari satu jam, serta bersifat reversible. (11)
Migrain dengan aura yang berasal dari batang otak sebelumnya lebih
dikenal sebagai migraine basilar. Migrain jenis ini merupakan jenis
migraine dengan aura yang berasal dari batang otak, tetapi tidak ditemukan
adanya kelemahan motoric. Migraine retinal merupakan migraine dengan
aura yang disertai gangguan visual pada salah satu mata, termasuk
scintillation, skotoma atau kebutaan, terkait dengan migraine. (11)
2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis migrain sendiri dibagi menjadi fase prodormal,
aura (jika berupa migrain dengan aura), dan sakit kepala. Di fase
prodromal dari pasien migrain dengan aura akan timbul gejala berupa
rasa lelah, kesulitan untuk konsentrasi, kaku leher, sensitif terhadap
cahaya atau suara, nausea, dan penglihatan kabur. Sedangkan fase
prodromal pada pasien migrain tanpa aura berupa perubahan mood dan
rasa lelah. Pada pasien migrain dengan aura, fase prodromal akan diikuti
dengan fase aura. Dimana pada fase aura ini akan terjadi gangguan
penglihatan. Gangguan penglihatannya sendiri dapat berupa yang positif
yaitu, teichopsia, melihat bintang terang dan bisa juga gangguan
penglihatan yang negatif yaitu, hemianopsia, quadrantopsia, hilangnya
penglihatan secara total, hemiparesis, vertigo, hilangnya kesadaran.
17
Setelah terjadinya aura, nantinya dapat diikuti maupun tidak kejadian
sakit kepala. Pada migrain tanpa aura, setelah fase prodromal akan diikuti
serangan migrain yang bisa disertai adanya rasa tidak sakit diantara
interval waktu serangan migrain. Hal ini dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu. Diantara serangan yang satu dengan serangan
yang selanjutnya, pasien akan menjadi hipersensitivitas sensorik.(12, 13,
14,15 )
2.7 Kriteria Diagnosis
Berdasarkan klasifikasi, kriteria diagnosis migrain dibagi
menjadi kriteria diagnosis migrain tanpa aura dan kriteria diagnosis
migrain dengan aura.
Berikut adalah kriteria diagnosis migrain tanpa aura (11)
A. Sekurang-kurangnya 5 kali serangan yang termasuk B-D.
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak
diobati atau pengobatan tidak cukup) dan di antara serangan
tidak ada nyeri kepala.
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari
karakteristik sebagai berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya mendenyut
3. Intensitas sedang sampai berat
4. Diperberat oleh kegiatan fisik
D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang
tersebut di bawah ini:
1. Mual atau dengan muntah
2. Fotofobia atau dengan fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:
18
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan penunjang tidak
menunjukkan adanya kelainan organic
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan penunjang diduga ada
kelainan organik, tetapi pemeriksaan neuro-imaging dan
pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan
kelainan.
Berikut adalah kriteria diagnosis migrain dengan aura(11)
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari 4 karakteristik tersebut
di bawah ini:
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang
menunjukkan disfungsi hemisfer dan/atau batang otak
2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih
dari 4 menit, atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-
sama
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60
menit; bila lebih dari satu gejala aura terjadi, durasinya
lebih lama.
4. Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas
nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang-kadang dapat
terjadi sebelum aura.
C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut di
bawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan penunjang tidak
menunjukkan kelainan organik.
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan penunjang diduga
menunjukkan kelainan organic, tetapi dengan
19
pemeriksaan neuro-imaging dan pemeriksaan tambahan
lainnya tidak menunjukkan kelainan.
Berikut adalah kriteria diagnosis migraine retinal (11)
A. Serangan memenuhi kriteria migraine dengan aura
B. Aura ditandai dengan dua hal berikut:
1. Scotoma monocular, kebutaan atau scintillation yang
bersifat reversible
atau buta tidak lebih dari 60 menit, dan dibuktikan dengan
pemeriksaan selama serangan atau penderita
menggambarkan gangguan lapangan penglihatan
monocular selama serangan tersebut.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk menegakkan diagnosis
migraine. Gejala migraine yang timbul perlu diiuji dengan melakukan
pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dan
kemungkinan lain yang menyebabkan sakit kepala. Pemeriksaan tersebut adalah:
(16)
1. MRI atau CT Scan, yang dapat digunakan untuk menyingkirkan tumor
dan perdarahan otak.
2. Lumbal Pungsi, dillakukan jika diperkirakan ada meningitis atau
perdarahan otak.
3. Laboratorium seperti darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll.
20
2.9 Tatalaksana
Penatalaksaan dapat dibagi menjadi tatalaksana pada serangan akut serta
pencegahan yang terdiri atas terapi farmakologis dan modifikasi lifestyle. Jika
serangan bersifat ringan, obat-obatan seperti aspirin, acetaminophen, serta
NSAID dapat digunakan. Untuk serangan berat, sumatriptan, alkaloid ergot,
ergotamine tartrate, dan dihydroergotamine, merupakan pilihan yang paling
efektif. (1)
Sumatriptan yang diberikan sebesar 6 mg secara subkutan merupakan
pengobatan yang efektif untuk menangani serangan migraine. Jika berhasil,
sumatriptan juga akan ikut mengurangi gejala penyerta lain disamping nyeri
kepala, seperti mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. Sumatriptan juga dapat
diberikan secara per oral sebesar 25-50 mg dan dalam bentuk nasal spray sebesar
20mg per semprotan. (1)
Ergotamine juga merupakan pilihan lain yang memiliki efektifitas sama
dengan sumatriptan. Namun, efek samping dari ergotamine yaitu, vasokonstriksi
arteri perifer dan coroner menyebabkan penggunaan ergotamine dikurangi.
Ergotamine dapat digunakan dalam sediaan ergotamine tartrate 1-2mg secara
sublingual. Obat-obatan ergotamine dan triptan dikontraindikasikan pada pasien
yang mengalami gangguan pada arteri koronaria serta memiliki hipertensi tak
terkontrol. (1)
Obat-obat lainnya termasuk NSAID merupakan obat pilihan lain yang
dapat digunakan sebagai terapi ajuvan. NSAID yang disarankan untuk
digunakan berupa prochlorperazine, chlorpromazine, dan ketorolac. (1)
Pencegahan terhadap terjadinya serangan berulang dapat dilakukan
secara medikamentosa maupun modifikasi lifestyle. Secara medikamentosa,
agen-agen yang diketahui paling efektif berupa beta blocker, obat antiepilepsi,
serta trisiklik antidepresan. Beberapa ahli mengatakan bahwa amitriptilin
memiliki efektifitas yang lebih dibandingkan obat lain jika frekuensi serangan
21
lebih banyak, sedangkan propranolol memiliki efektifitas yang lebih jika
serangan semakin parah. (17)
Konsumsi propranolol dapat dimulai dengan dosis 10-20 mg sebanyak
dua sampai tiga kali sehari dan dosis dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal
sebesar 240mg per hari. Pada pasien yang tidak merespon terhadap pengobatan
ini dalam 4-6 minggu, dapat diberikan asam valproate 250mg sebanyak tiga
sampai empat kali sehari, atau dengan pemberian amitriptilin 25-125mg per hari.
Indometasin 150-200mg/hari dan Periactin 4-16mg/hari juga memiliki
efektifitas yang baik pada beberapa pasien dalam mencegah terjadinya migraine
perimenstrual. (1)
Modifikasi lifestyle dapat dilakukan dengan mencegah pencetus dari
migraine itu sendiri. Seperti memodifikasi diet dengan menghindari makanan
yang dapat mencetuskan migraine. Mengurangi konsumsi kafein diketahui juga
dapat membantu mengurangi serangan migraine. (1)
22
2.10 Komplikasi
Migrain dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti status
migrainosus, aura persisten tanpa adanya infark, migrainous infarction, serta
kejang yang dicetuskan oleh aura pada migraine. Status migrainosus merupakan
suaru kondisi dimana serangan migraine terjadi lebih dari 72 jam. (15)
2.11 Diagnosis Banding
Migrain dapat di diagnosis banding dengan penyakit cephalgia, baik
nyeri kepala primer ataupun nyeri kepala sekunder: (6, 7)
1. Tension type headache
2. Cluster headache
3. Tumor Intracranial
4. Infeksi intracranial
Recommended