i
PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA
PEMBACAAN KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON
KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL(Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah)
SKRIPSIDiajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat (AF)
Oleh:
Noor Aula KamaluddinNIM: 034111033
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
ii
PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA
PEMBACAAN KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON
KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL(Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah)
SKRIPSIDiajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat (AF)
Oleh:
Noor Aula KamaluddinNIM: 034111033
Semarang, 16 Juni 2010Disetujui Oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Mukhsin Jamil M,Ag H. M. Sukendar, M.Ag. MANIP.19700215 199703 1 003 NIP. 19740809 199803 1 004
iii
PENGESAHAN
Skripsi Saudara: Noor Aula KamaluddinNomor Induk Mahasiswa 034111033 telahdimunaqosahkan oleh Dewan Penguji SkripsiFakultas Ushuluddin IAIN WalisongoSemarang, pada tanggal:
16 Juni 2010
Dan telah diterima serta disahkan sebagaisalah satu syarat guna memperoleh gelarSarjana Strata Satu (SI) dalam ilmuUshuluddin jurusan Aqidah dan Filsafat(AF).
Penbantu Dekan III/ Ketua Sidang
Dr. H. Yusuf Suyono M.A NIP. 19530313 198103 1 005Pembimbing I Penguji I
Mukhsin Jamil, M.Ag. Drs. Bakir Yusuf Barmawi, MANIP.19700215 199703 1 003 NIP : 19521211 198003 1 005
Pembimbing II Penguji II
H. Sukendar, M. Ag. M.A Drs. Safii M.AgNIP. 19740809 199803 1 004 NIP. 19650506 199403 1 002
Kajur AF/ Sekretaris Sidang
Drs. Machrus M.Ag NIP. 19630105 199001 1 002
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Ø Kedua orang tuaku (Bapak Muhtadin dan Ibu Nurjanah) serta keluarga dan
saudara tercinta yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan do’a restu
kepada penulis dalam menempuh studi S1 di IAIN Walisongo Semarang. Atas
semua curahan kasih sayang dan pengorbanan serta berkat do’anya, penulis dapat
menyelesaikan tugas belajar sampai akhir yakni dengan diperolehnya gelar
sarjana.
Ø Adiku-adikku yang tercinta Rina Uly Af’idah, Muhammad Taufiqur Rahman,
Fajrah Ulya Darajah, Wildan Qurrata A’yun yang telah memberikan semangat dan
support kepada penulis hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
Ø Kepada yang terhormat Bapak K. H. Subhan Noer, K. H. Izzudin Abdus Salam
Pengasuh Pon-Pes An-Nur Kersan, K. H. Muhammad Mimbar, pengasuh Pon-Pes
Roudhotut Tholibin, K. H. Zaenal Mahmud Pengasuh Pon-Pes al-Qur’anniyah,
yang telah memberikan bimbingan ilmu dan pengetahuan agama kepada penulis
ketika dipondok pesantren. Serta kepada pimpinan Cabang dan dewan tabligh
Muhammadiyah desa Pegandon, bapak Muhargono H. Burhani, dan H. Fadhil, dan
tak lupa kepada segenap pengurus NU ranting Pegandon bapak Nasukha, bapak K.
Rodhi, beserta keluarga serta Para Ustadz ustadzah Madrasah Diniyah
Asyyafi’iyah desa Pegandon yang telah memberi bimbingan dan do’a restu bagi
penulis.
Ø Teman-teman seperjuangan dan sahabatku yang setia (Muhaiminul Azis, Agung,
Kholil Amin, Muslikhun, Nanang, Prasetyo, Faisal, Fanani, Nasukha Mubarok,
Ahmad Nur Sofi, Topek, Sukoco, Slamet Riadi, dan teman-teman PKM FU dan
yang tak dapat kusebutkan satu-persatu yang telah memotivasiku dikala suka dan
duka yang selalu bersama dalam canda dan tawa dalam meraih kesuksesan.
Ø Sahabat-sahabatku di IAIN Walisongo serta semua pihak yang selalu memberi
motivasi, semoga apa yang dikerjakan mendapat ridha dari Allah SWT dan
senantiasa menjadi manusia yang shalih dan sholihah.
v
MOTTO
äí÷Š$#4’n<Î)È@‹ Î6 y™y7În/ u‘Ïp yJ õ3 Ïtø:$$Î/Ïp sà Ïã öq yJ ø9$#urÏp uZ|¡ ptø:$#(O ßgø9ω» y_urÓÉL©9$$Î/}‘Ïdß |¡ ômr&4¨b Î)y7/ u‘
uq èdÞO n=ôã r&yJ Î/¨@|Êtã¾Ï& Î#‹ Î6 y™(uq èd urÞOn=ôã r&tûï ωtG ôgßJ ø9$$Î/ÇÊËÎÈ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yangbaik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yanglebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebihmengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. an-Nahl :125).1
ä3 tFø9uröN ä3Y ÏiB×pBé&tbq ãã ô‰tƒ’n<Î)ÎŽö•sƒø:$#tbrã• ãBù' tƒ urÅ$rã• ÷èpRùQ$$Î/tb öq yg÷Ztƒ urÇ tãÌ• s3Y ßJ ø9$#4y7Í´ ¯» s9'ré&urãN èd
šcq ßsÎ=øÿßJ ø9$#ÇÊÉÍÈ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepadakebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalahorang-orang yang beruntung.” (Q.S Ali Imran : 104).2
1Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemahnya, Yayasan PenyelenggaraPenterjemah/Pentafsir al-Qur’an, ( Semarang: CV. Al Waah, 1992), hlm.383
2 Ibid. hlm. 79
vi
DEKLARASI
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga
pendidikan lainnya. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran
orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukannya.
Semarang, 16 Juni 2010
Penulis,
Noor Aula Kamaluddin
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah Yang Maha pengasih dan Penyayang, bahwa
atas limpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Skripsi ini. Shalawat serta salam kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu-ilmu ke-Islaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita, baik di
dunia dan di akherat kelak.
Skripsi ini berjudul " PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA
PEMBACAAN KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON KECAMATAN
PEGANDON KABUPATEN KENDAL (Studi Komparatif Menurut Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah), disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, Jurusan Aqidah filsafat.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, motivasi, moral serta do’a
kepada penulis, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Dan segala
bantuan berupa apapun yang sangat besar artinya bagi penulis. Ucapan terima kasih
terutama penulis sampaikan kepada:
1. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M. A, selaku Rektor
IAIN Walisongo Semarang.
2. Yang terhormat Bapak Dr. H. Abdul Muhaya, M. A, selaku Dekan
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Sekaligus sebagai wali
Study yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan pada saat
belajar.
3. Pembantu Dekan I (Drs. Nasihun Amin, M.Ag), PD II (Drs. H. Adnan, M.
Ag), PD III (Dr. H. Yusuf Suyono, M. A)
viii
4. Kepala dan Sekretaris jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin
IAIN Walisongo Semarang.
5. Bapak Muhsin Jamil, M.Ag, dan Bapak H. Sukendar M. Ag. M.A selaku
pembimbing I dan pembimbing II. Penulis mengucapkan banyak terima
kasih atas semua saran, arahan, bimbingan, keikhlasan serta
kebijaksanaannya untuk meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam
membimbing penulis melakukan penelitian guna penyusunan skripsi ini.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh karyawan di lingkungan
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, yang telah membekali
berbagai pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
7. Ayahanda Muhtadin dan ibunda Nurjanah tercinta beserta seluruh
keluarga yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun materiil
yang tulus dan ikhlas berdoa dan kasih sayang demi terselesainya Skripsi
ini
8. Segala Pimpinan dan Pengurus Perpustakaan Fakultas Institut dan
perpustakaan fakultas Ushuluddin serta semua pihak yang telah
memberikan ijin dan pelayanan Perpustakaan dengan baik, sehingga
terwujudnya penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan di Teater Metafisis, JHQ, rayon PMII, teman-
teman KKN dan semua teman-teman Kampus yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah membantu dengan doa, materi maupun
support.
10. Serta kepada semua pihak Pengurus PC NU, kepada rekan-rekan
pengurus Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan
Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), juga Ikatan Remaja
Muhammadiyah (IRM) desa Pegandon, Penelitian ini juga tidak bisa lepas
dari Pimpinan Wilayah NU Jawa Tengah, sebuah organisasi di mana
peneliti hidup dan dibesarkan dan juga PC Muhammadiyah desa
ix
Pegandon yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberi
bimbingan dan arahan bagi penulis.
11. Segenap perangkat desa, pemuka agama, dan masyarakat Desa Pegandon
Kecamatan Pegandon Kabupaten kendal, yang telah membantu penulis
dalam memberikan ijin research, informasi serta data yang penulis
perlukan selama penelitian ini berlangsung.
12. Om Bagus Dhanar Dhana, Chistopher Bollemeyer, Eno Gitara Ryanto,
dan Netralizer Semarang yang setia memberikan Inspirasi, dan penghibur
bagi penulis lewat lagu-lagunya yang indah dan penuh makna.
Pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa dengan
keterbatasan waktu yang ada tentunya karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karenanya saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan nantikan
demi meminimalisir kekurangan dan kesalahan Namun penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Sehingga karya ini mampu menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi
pembangunan keilmuan secara khusus dan bidang lainnya. Amin.
Semarang, 16 Juni 2010
Penulis
Noor Aula Kamaluddin
NIM : 034111033
x
ABSTRAKSI
Noor Aula Kamaluddin (NIM. 034111033). Peringatan Tradisi Maulid Nabi SertaPembacaan Kitab Al-Barzanzi di desa Pegandon Kecamatan Pegandon KabupatenKendal (Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah) Skripsi.Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2010.
Manusia dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari persoalan agama, yangselalu menjadikan pro dan kontra dalam memberikan argumen-argumen untukmenanggapi suatu persoalan yang terjadi terhadap budaya atau tradisi pada suatuajaran-ajaran dan syariat agama. Kajian yang menjadi rumusan masalah dalampenelitian ini yaitu, Pertama, Bagaimana Peringatan tradisi Maulid Nabi menurutNahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, Kedua, Bagaimana penerimaan TradisiPembacaan kitab al-Barzanji dalam pandangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyahdi desa Pegandon kabupaten Kendal, dan Ketiga, Sejauh mana persamaan danperbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di desa Pegandon kabupaten Kendaldalam menyikapi Peringatan Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-Barzanji dalamtinjauan aqidah Islam.
Adapun metode penelitian skripsi ini terdiri dari: jenis data, menggunakan dataKualitatif, Subyek dalam penelitian ini adalah pelaku pada tradisi Maulid sertapembacaan kitab al-Barzanji di desa Pegandon Kecamatan Pegandon KabupatenKendal, dari beberapa informan yaitu dari kalangan Nahdlatul Ulama maupunMuhammadiyah. Pengambilan sampel menggunakan metode Proporsif sampling,disamping itu juga menggunakan metode survey dengan teknik analisis pengumpulandata, menggunakan instrumen interview, observasi dan dokumentasi. Data penelitianyang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode Deskriptif Kualitatif,Fenomenologi dan metode Komparasi.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: ternyata ada persamaan danperbedaan dalam menyikapi peringatan tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh yangpositif terhadap aqidah Islam, walaupun banyak kalangan ulama yang mempersoalkantentang tradisi tersebut. Ternyata dari data di Desa Pegandon, baik dikalangan wargaNahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah, sama-sama menjalankan tradisi Mauliddan Pembacaan kitab al-Barzanji hanya saja dalam deskriptifnya terdapat perbedaanyang sangat nyata yaitu dengan lontaran yang dikemukakan Muhammadiyah bahwapersoalan tersebut merupakan suatu produk budaya yang di pertanyakan keabsahanyakarena dinilai bid’ah. Akan tetapi dalam hal ini digolongkan sebagai masalahijtihadiyah, karena tidak ada nash yang menunjukkan atau dapat dijadikan dasarsecara langsung dalam penetapan hukumnya.
Sedangkan mengenai kitab al-Barzanji dalam pandangan Muhammadiyahdinilai melanggar batas puji-pujian kepada rasulullah, karena melalui syair-syairyayang dianggap ghullu dan ikhtiara serta menggapnya sebagai suatu bentuk pemujaanyang berlebihan, karena itu tidak ada pada zaman rasulullah dan generasi para-tabiattabiin. Walaupun isi dari kitab tersebut memang ada baiknya, uraiannya yang
xi
mengandung pujian–pujian yang baik bagi rasul, tetapi ada yang keterlaluan sehinggamengurangi isi bahkan kalau tidak dapat dikatakan menghilangkan maknapenghormatan kepada Nabi. Sehingga peran penting aqidah Islam dalam upayamembentengi diri terhadap perilaku yang menyimpang yang dianggap bid’ah yangtidak sesuai dengan ajaran Islam. Walaupun tak jarang dalam realitasnya ternyatabanyak dari kalangan Muhammadiyah terlibat dalam aktifitas ini. Berbeda denganpemahaman Nahdlatul Ulama bahwa tradisi tersebut dimanfaatkan Nahdlatul Ulamasebagai metode dakwah serta syiar agama dan menganggapnya sebagai Bid’ahhasanah maka dalam perkembangannya pembacaan kitab al-Barzanji dapat di terimaoleh masyarakat di kalangan Nahdlatul Ulama.
xii
TRANSLITERASI
Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih-hurufan dari abjad yang satu keabjad yang lain. Transliterasi Arab-latin di sini ialah penyalinan huru-huruf Arabdengan huru-huruf Latin beserta perangkatnya.
Prinsip PembakuanPembakuan pedoman transliterasi Arab-latin ini disusun dengan prinsip
sebagai berikut:1. Sejalan dengan Ejaan Yang Disempurnakan2. Huruf Arab yang belum ada padanannya dalan huruf Latin dicarikan padanannya
dengan cara memberi tambahan tanda diakritik, dengan dasar “satu fonem satulambang”
3. Pedoman translitersai ini diperuntukan bagi masyarakat umum.Rumusan Pedoman Transliterasi Arab-latin ini meliputi: Hal-hal yang dirumuskansecara konkrit dengan pedoman
Transliterasi Arab-Latin ini meliputi:1 Konsonan2 Vokal (tunggal dan rangkap)3 Maddah4 Ta’ marbutah5 Syaddah6 Kata sandang (di depan huruf syamsiah dan qamariah)7 Hamzah8 Penulisan kata9 Huruf capital10 Tajwid
Berikut ini penjelasannya secara berurutan1. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam system tulisan Arab dilambangkandengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dansebagian dengan tanda, dan sebagian lain lagi dengan huruf dan tanda sekaligus.Di bawah ini daftar huruf Arab itu dan Transliterasinya dengan huruf Latin.
xiii
2. VokalVocal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesoia, terdiri dari vocal tunggal ataumonoftong dan vocal rangkap atau diftong.a. Vokal tunggal
Vocal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,transliterasinya sebagai berikut:Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama-------------------- fathah a a-------------------- kasrah i i-------------------- dhammah u u
Huruf Arab Nama Hurup Latin Nama
Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanBa b beTa t teSa s es (dengan titik di atas)Jim j jeHa h ha (dengan titik di bawah)Kha kh ka dan hDal d deZal z Zet (dengan titik diatas)Ra r erZai z zetSin s es
Syin sy es dan yesad s s (dengan titik di bawah)dad d de (dengan titik di bawah)ta t te (dengan titik di bawah)za z zet (dengan titik di bawah)
‘ain ‘ koma terbalik (di atas)gain g gefa f ef
qaf q kikaf k kalam l elmim m emnun n enwau w weha h ha
hamzah apostrofya y ye
xiv
b. Vokal rangkap Vocal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harokatdan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama--------- fathah dan ya ai a dan i---------- fathah dan wau au a dan u
- Kataba – yazhabu- fa’ala – su’ila- Zukira – kaifa - Haula
3. MaddahMaddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama------ ------ fathah dan alif atau
yaa a dan garis di atas
----- kasrah dan ya i i dan garis di atas------ dhammah dan wau u u dan garis di atas
Contoh: - qala - rama
- qila - yaqulu
4. Ta’ marbutahTransliterasi untu ta marbutah ada dua:a. Ta marbutah hidup
Ta marbutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dhammah,transliterasinya adalah /t/
b. Ta marbutah matiTa marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah/h/.
c. Kalau pada kata yang terakir dengan ta marbutah diikuti oleh kata yangmenggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka tamarbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h)
Contoh: raudah al-atfal raudah atfal
xv
al-Madinah al-Munawarah atau al-Madinatul Munawarah Talhah
5. Syaddah (tasydid)Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengansebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid, dalam transliterasi ini tandasyaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan hurufyang diberi tanda syaddah itu.Contoh
- rabbana - nazzala - al-birr - al-hajj
6. Kata sandang Kata sandang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ----- namundalam transliterasi ini kata sandang ini dibedakan atas kata sandang yang diikutihuruf syamsiah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah.a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan denganbunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yanglangsung mengikuti kata sandang itu.
b. Kata sandang yang diikuti huruf qamariahKata sandang yang diikuti huruf qamariah ditransliterasikan sesuai denganaturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikutioleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah, kata sandang ditulis terpisah darikata mengikuti dan dihubungkan dengan kata sandang.Contoh:
- ar-rajulu - as-sayyidatu - asy-syamsu
7. HamzahDinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof, namun ituhanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akkir kata, bila hamzah ituterletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupaalif.Contoh:
- ta’khuzuna - an-nau
- syai’un - inna
- umirtu
xvi
8. Penulisan kataPada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun harf, ditulis terpisah, hanyakata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Araf sudah lazimnyadirangkaikan dengn kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkanmaka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan dengan kata lainyang mengikutinya.Contoh:
- Wa innallaha lahuwa khair arraziqin - Ibrahim al-khalil
- manistata‘a ilaihi sabila
9. Huruf kapitalMeskipun dalam system penulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalamtransliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital sepertiapa yang dalam EYD, diantaranya: huruf capital digunakan untuk menuliskanhuruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului olehkata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diritersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.
- Wa ma Muhammadun illa rasul - Wa laqad ra‘ahu bi al-ufuq al-mubini
Wa laqad ra‘ahu bil ufuqil mubini - Alhamdu lillahi rabbi al-‘alamin
Alhamdu lillahi rabbil ‘alaminPenggunaan huruf capital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnyamemang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain,sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf capital tidakdipergunakan.Contoh:
- Wallahu bikulli sya’in alim - Lillahi al-amru jami’an
10. TajwidBagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman transliterasiini merupakan bagian yang terpisahkan dengan Ilmu tajwid. Karena itu peresmianpedoman transliterasi Arab Latin (Versi Internasional) ini perlu disertai denganpedoman tajwid.
xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................. v
HALAMAN DEKLARASI ......................................................................... vi
KATA PENGANTAR................................................................................. vii
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................. x
TRANSLITERASI...................................................................................... xii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Pokok Permasalahan ............................................................ 11
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 12
D. Manfaat penelitian ............................................................... 12
E. Tinjauan Pustaka .................................................................. 13
F. Metode Penelitian ................................................................ 16
G. Sistematika Penulisan Skripsi .............................................. 26
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TRADISI MAULID NABI SAW
SERTA PEMBACAAN KITAB AL BARZANJI
A. Definisi dan Sejarah Perayaan Maulid Nabi .......................... 28
1. Pengertian Maulid Nabi ................................................ 28
2. Tinjauan Historis Dasar Maulid ..................................... 30
3. Macam-macam kitab Maulid dan pembacanya ............... 41
4. Kumpulan fatwa ulama seputar Perayaan Maulid Nabi... 53
5. Argumen para penentang dan yang membolehkan
tradisi Maulid Nabi ........................................................ 64
xviii
B. Tinjauan umum tentang kitab al-Barzanji.............................. 76
1. Biografi Ja’far al-Barzanji dan karya-karyanya ............... 76
2. Pokok-pokok pembahasan dalam kitab al-Barzanji.......... 81
3. Kajian dan kritik dalam kitab al-Barzanji ........................ 82
BAB III TRADISI MAULID NABI SAW SERTA PEMBACAAN KITAB AL
BARZANJI NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH DI
DESA PEGANDON KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN
KENDAL
A. Gambaran Umum Masyarakat Desa Pegandon Kabupaten Kendal
1. Letak Geografis ............................................................. 86
2. Kondisi Demografis ...................................................... 87
3. Kondisi Sosial Ekonomi dan budaya, Keadaan Sosial Keagamaan
masyarakat dan Pendidikan, serta politik Di Desa Pegandon 89
4. Fasilitas Sarana dan Prasarana ....................................... 105
B. Praktek peringatan Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-
Barzanzi di Desa Pegandon Kabupaten Kendal ..................... 110
1. Praktek Nahdlatul Ulama dalam memperingati Tradisi Maulid Nabi
serta Pembacaan kitab al-Barzanji ................................. 110
a) Gambaran Umum Nahdlatul Ulama di Desa Pegandon 110
b) Pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab
al-Barzanji dalam Nahdlatul Ulama.......................... 116
2. Praktek Muhammadiyah dalam memperingati Tradisi Maulid Nabi
serta Pembacaan kitab al-Barzanji ................................. 129
a) Gambaran Umum Muhammadiyah di Desa Pegandon 129
b) Pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab
al-Barzanji dalam Muhammadiyah ........................... 135
C. Peringatan Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan Kitab al-Barzanji
dalam Dimensi Teologis Sosio-Kultural Dan Politis ............. 141
xix
1. Dimensi Teologis Maulid Nabi Serta Pembacaan kitab al-Barzanji
...................................................................................... 142
2. Dimensi Sosio Kultural dalam Penyelenggaraan tradisi Maulid Nabi
dan pembacaan kitab al-Barzanji.................................... 143
BAB IV ANALISIS KOMPARATIF
A. Peringatan tradisi Maulid Nabi menurut Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah ............................................................. 145
B. Penerimaan Tradisi Pembacaan Kitab al-Barzanji dalam pandangan
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa Pegandon Kabupaten
Kendal .................................................................................. 153
C. Persamaan dan perbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
dalam menyikapi Peringatan Maulid dengan Pembacaan kitab al-
Barzanji ................................................................................ 157
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 159
B. Saran-Saran ......................................................................... 162
C. Penutup ................................................................................ 163
Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran
Daftar Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kecintaan dan penghormatan umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW
begitu menggelora dan mendalam sepanjang hayatnya, bahkan setelah wafatnya.
Bentuk cinta dan hormat itu diwujudkan dengan bersholawat.3 Nabi Muhammad
SAW adalah nikmat terbesar dan anugerah teragung yang Allah berikan kepada
alam semesta. Ketika manusia saat itu berada dalam kegelapan syirik, kufur, dan
tidak mengenal Tuhan pencipta mereka.
Manusia mengalami krisis spiritual dan moral yang luar biasa. Nilai-nilai
kemanusiaan sudah terbalik. Penyembahan terhadap berhala-berhala suatu
kehormatan, perzinaan suatu kebanggaan, mabuk dan berjudi adalah kejantanan,
dan merampok serta membunuh adalah suatu keberanian. Di saat seperti ini rahmat
ilahi memancar dari jazirah Arab. Allah mengutus seorang Rasul yang ditunggu
oleh alam semesta untuk menghentikan semua kerusakan ini dan membawanya
kepada cahaya ilahi. Hal ini pun telah dijelaskan Allah dalam al-Qur’an surah ali-
Imran ayat 164 :
ô‰s)s9£ tBª!$#’n? tãtûü ÏZÏB÷s ßJ ø9$#øŒÎ)y] yèt/öN ÍkŽ ÏùZwq ß™u‘ô ÏiBôM ÎgÅ¡ àÿRr&(#q è=÷G tƒöN ÍköŽ n=tæ¾Ïm ÏG» tƒ#uä
öN ÍkŽ Åe2t“ ムurãNßgßJ Ïk=yèムur|=» tG Å3 ø9$#spyJ ò6 Ïtø:$#urb Î) ur(#q çR% x.ÏBã@ö6 s%’Å"s99@» n=|ÊAûü Î7 •B
Artinya: ”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang berimanketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golonganmereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitabdan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
3 Ahmad Fawaid Syadzili terj., Ensiklopedi Tematis al-Qur an, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu,t.th ) hlm.7.
2
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S. Ali Imran(3) :164) 4
Tetapi setelah meninggalnya Rasulullah SAW terjadi berbagai macam
penyimpangan dan penyelewengan dalam ajarannya. Orang-orang munafik atau
orang-orang bodoh memasukkan ke dalam agama Islam apa yang bukan menjadi
ajaran agama, dalam istilah agama disebut bid ah5. Keluhuran akhlak Nabi SAW
telah mendorong umatnya untuk mengenang dan mengkaji kembali tentang kelahiran,
perjuangan dan akhlaknya. Dalam tradisi religius sebagian umat Islam di dunia
dikenal ritual “Perayaan Maulid Nabi”. Hal itu dilakukan untuk memperingati
sekaligus mengenal, mengenang, dan memuliakan diri pribadi Rasulullah yang
sangat agung.
Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim adalah seorang khatib
Mesjid Nabawi di Madinah yang lahir pada th (1690 M) dan meninggal pada th
(1776 M) di Madinah, ia menjadi terkenal karena kumpulan syairnya yang
menggambarkan sentralnya kelahiran Nabi Muhammad bagi umat manusia.
Kumpulan cerita tersebut dinamai “cerita tentang kelahiran Nabi”(qissat Al-
Maulid an nabawi) namun menjadi terkenal dengan sebutan Barzanji.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi sebuah upacara yang
kerap dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia. Di beberapa masyarakat
Islam, termasuk Indonesia, Barzanji bersama-sama dengan karya lain seperti al-
Burdah dan Dziba’, sering dibaca dalam upacara keagamaan tertentu khususnya
pada peringatan hari lahirnya Nabi (Maulid Nabi). Dalam membaca Barzanji dan
sejenisnya dimasukkan juga berbagai ritus yang bercorak gerakan, improvisasi
pembacaan dan penyediaan materi-materi tertentu. Selama bulan Maulid (Rabiul
4 Yayasan Penyelenggara Penerjemah /Penafsir al-Qur’an, Al-Qur an dan Terjemahnya,Departemen Agama RI, ( Semarang: CV. Al Waah, 1992), hlm.91.
5 Bid ah, yaitu segala sesuatu (aktivitas) yang diada-adakan dalam bentuk yang belum adacontohnya dalam persoalan ibadah. Dalam pengertian ini bid ah adalah urusan (baik agama maupunadat) yang sengaja dimasukkan dalam agama yang dipandang menyamai syari’at, sehinggamengerjakannya sama dengan mengerjakan syari’at agama, padahal perbuatan tersebut bertentangandengan Qur’an, Sunnah, ataupun ijma’. Lihat Ensiklopedi Islam 1, 1993, hlm. 248.
3
Awal) bisa saja Barzanji dibaca tiap malam sebulan penuh, berpindah-pindah dari
satu rumah ke rumah yang lain dalam suatu lingkungan kelompok muslim.6
Ada beragam jenis bentuk bacaan Maulid Nabi. Ada yang tertuang dalam
lirik-lirik qashidah murni yang indah, seperti Maulid Burdah, oleh Imam
Muhammad Al-Bushiri, (wafat th. 1296 M ) dan Maulid Syaraful Anam. Ada pula
yang bercorak prosa lirik yang dipadu qashidah, seperti al Barzanzi Natzar karya
Syaikh Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim Al-Barzanji al-Madani, (wafat th 1776
M), Maulid Ad-Diba i, karya Al-Imam Jalil Abdurrahman bin Ali Ad-Diba’i Asy-
Syaibani Az-Zubaidi (wafat th1537 M), Maulid Azabi, karya Syaikh Muhammad
Al-Azabi (wafat th 1870 M), Maulid Al-Buthy, karya Syaikh Abdurrauf Al-Buthy
(wafat th 1764 M), Maulid Simthud Durar, karya Al-Habib Ali bin Muhammad
bin Husain Al-Habsyi (wafat th. 1954 M ) dan yang mutakhir Maulid Adh-Dhiya-
ul Lami, karya Al-Habib Umar bin Hafidz (lahir th 1963M )dan lain-lain.7
Diantara masalah-masalah yang menimbulkan kontroversi (perdebatan)
adalah masalah peringatan maulid Nabi. Yang mana setiap tahunnya masalah ini
selalu menjadi bahan perdebatan yang seolah tidak ada habisnya. Persoalan
penerimaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji memang
mencakup berbagai masalah yang sangat kompleks. Karena kenyataannya,
penerimaan tradisi ini tidak hanya sekedar persoalan teologi, melainkan terkait
pula dengan masalah tradisi, keyakinan, struktur dan kultur sosial, “kepentingan”
(dalam tanda kutip) tingkat pemahaman umat terhadap hukum Islam, hubungan
kemasyarakatan, dan sebagainya.
Meskipun demikian, dalam realitasnya perbedaan faham mengenai
penerimaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji dalam
masyarakat muslim secara langsung atau tidak langsung ternyata telah melahirkan
banyak konflik, baik yang berlatar teologis, kultural, atau bahkan politis.
6 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah,Djambatan, Anggota IKAPI, 1992) hlm.168-169.
7 http://ahmadiftahsidik.blogspot.com/2007/03/Maulid-nabi.html, Diakses tanggal 3 Januari2008
4
Konflik mengenai penerimaan tradisi ini di Indonesia jelas tidak dapat
dilepas dari munculnya organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah, Al Irsyad, LDII dan lain-lainya Sejak munculnya organisasi
tersebut, mulai muncul perbedaan faham mengenai aktivitas keagamaan yang
sebenarnya sudah sangat memasyarakat.8 Tradisi tersebut diantaranya, tahlil,
peringatan Suro, Grebek Maulud, Khaul, Manakiban, Barzanji dan sebagainya.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Yang untuk pertama kali
diperkenalkan oleh seorang penguasa Dinasti Fatimiyah (909-117 M.) telah
menimbulkan kontrofersi. Peringatan tersebut saat itu memang masih dalam taraf
ujicoba. Ujicoba kelayakan ini tampak ketika penguasa Dinasti Fatimiyah
berikutnya melarang penyelenggaraan peringatan Maulid tadi9.
Bukti lain bahwa keabsahan peringatan Maulid masih diperdebatkan
adalah, bahwa banyak ulama dari berbagai mazhab secara eksplisit menunjukkan
sikap pro dan kontra terhadap tradisi ini. Al-Suyuti, seorang ulama' dari mazhab
Syafi’i, menulis kitab Husn al-Maqsid fi 'Amal al-Mawlid untuk mengesahkan
tradisi Maulid. Sebaliknya, al-Fakihany, seorang ulama dari mazhab Maliki,
menolak peringatan Maulid yang secara terurai dia jelaskan alasan alasannya
dalam kitabnya al-Mawrid fi Kalam 'al-Mawlid .10
Dalam era modern, peringatan Maulid Nabi bukan hanya dipersoalkan
oleh kelompok reformis-puritan, seperti orang-orang Wahhabi yang dengan tegas
mengharamkannya, tetapi juga oleh mereka yang moderat. Argumen "klise" yang
mereka ajukan adalah bahwa peringatan Maulid tidak diperintahkan dalam nass
8 Zainuddin Fananie, Sumber Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-Nu PerspektifKeberterimaan Tahlil, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2000) hlm.iv.
9 Hasan al Sandubi, Tarikh al-Ihtifal bi al-Mawlid al-Nabawi (Kairo: Mathba'ah al-Istiqamah,1948), hlm.64-65.
10 Lihat al-Suyuthi, Husn al-Maqsid fi 'Amal al-Mawlid (Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1985), hlm45-61
5
(teks) al-Qur'an, tidak pula dicontohkan oleh Rasul Allah dan juga tidak pernah
ditradisikan oleh para Salaf. 11
Peringatan Maulid berubah menjadi sebuah perayaan yang di
selenggarakan hampir disetiap kawasan Islam, setelah dipopulerkan oleh Abu Sa'id
al-Kokburi, Gubernur wilayah Irbil di masa pemerintahan Sultan Salah al-Din al-
Ayyubi.(1138-119M) Peringatan yang sepenuhnya memperoleh dukungan dari
kelompok elit politik saat itu, diselenggarakan untuk memperkokoh semangat
keagamaan umat Islam yang sedang menghadapi ancaman serangan tentara Salib
(Crusaders) dari Eropa. Namun perlu disebutkan bahwa peringatan ini
diselenggarakan dengan menyisipkan kegiatan hiburan, dimana atraksi atraksinya
melibatkan para musisi, penyanyi serta pembawa cerita (story tellers). Ukuran
kemeriahan peringatan bisa dilihat dari banyaknya jumlah pengunjung yang datang
dari berbagai kawasan, bahkan sampai dari luar wilayah kekuasaannya.
Perdebatan tentang peringatan Maulid Nabi juga berlangsung cukup sengit
di Indonesia di era sebelum tahun 1970-an. Walaupun perdebatan serupa sekarang
resonansinya sudah tidak nyaring lagi, namun perdebatan tersebut sesekali muncul
dalam saat-saat tertentu dan tentu dalam sekala yang sangat kecil dan materi yang
berbeda12. Adanya perbedaan paham mengenai keberadaan tradisi inilah yang
kemudian memicu munculnya berbagai ketegangan antara pengikut Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah. Kenyataan ini secara tidak langsung jelas merugikan
persatuan umat Islam sendiri karena adanya saling tuduh menjadikan hubungan
pengikut kedua organisasi ini menjadi tidak harmonis. Apalagi jika para pengikut
tersebut mempunyai fanatisme organisasi yang sangat tinggi.
11 http://sunnah.org/ibadaat/tradisi_mawlid.htm “Pesantren dan Tradisi Maulid: Telaah AtasKritik Terhadap Tradisi Membaca Kitab Maulid di Pesantren. dalam Makalah; disampaikan dalamacara dies natalis ke-32 IAIN Sunan Ampel Surabaya. Oleh DR. Thoha Hamim (Wakil Ketua ProgramPascasarjana IAIN Sunan Ampel). Diakses tanggal 2 Januari 2008
12 Lihat artikel-artikel yang dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah dan Aula. Tim PPMajlis Tarjih "Peringatan Maulid Nabi" Suara Muhammadiyah (Juli 1993). hlm. 271, Zulfahmi."Maulid ke1466" Suara Muhammadiyah (September 1993), hlm. 28-29. Sahal Mahfudh., "Nabi SendiriSudah Mengisyaratkan Perlunya Peringatan Maulid". Aula (Oktober 1990) hlm. 67-68. "Maulud NabiAlih Semangat Zaman Ini", Aula (Oktober 1990).
6
Rumusan hukum yang dilontarkan Muhammadiyah bahwa peringatan
tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-Barzanji merupakan perbuatan
bid’ah secara tidak langsung tampaknya melukai perasaan warga Nahdlatul Ulama
sehingga persoalan tersebut kemudian menjadi isu perbedaan paham antara
keduannya. Meskipun demikian, ketegangan yang muncul memang tidak bisa
digeneralisasikan pada daerah-daerah tertentu misalnya, perayaan tradisi maulid
serta pembacaan kitab al-Barzanji bukan persoalan yang prinsip sehingga
keberadaanya bisa diterima oleh semua pihak baik Nahdlatul Ulama maupun
Muhammadiyah.
Kritik terhadap peringatan Maulid di Indonesia pada era sebelum tahun
1970-an diarahkan kepada tradisi membaca tiga kitab Maulid, yang dilakukan oleh
kalangan pesantren, yaitu al-Barzanji, al-Daba’i, dan al-Burdah. Mereka yang
menolak peringatan Maulid menganggap bahwa peringatan Maulid yang dilakukan
dengan cara membaca tiga kitab tadi adalah perbuatan tercela (bid'ah dalalah).
Selanjutnya mereka menuduh bahwa dengan tetap mempertahankan tradisi
Maulid, maka berarti kalangan pesantren telah mengesahkan amalan yang dicela
Islam.
Perlu diinformasikan bahwa kalangan pesantren bukan hanya membaca
tiga kitab tersebut, tetapi juga memasukkan kajian Maulid ke dalam kurikulum
pesantren, misalnya kajian kitab Madarij as-Su ud ila Iktisa al-Burud, karangan
syaikh Muhammad An-nawawi al-Bantani.13
Alasan yang mereka kemukakan adalah bahwa pujian yang termuat dalam
tiga kitab tadi melanggar batasan puji pujian yang digariskan oleh Syari'ah.
Menurut mereka, materi pujian yang menggambarkan Nabi sebagai pemberi
syafa'ah, ampunan dan keselamatan adalah perbuatan syirik, karena pujian seperti
13 Lihat Muhammad An-nawawi al-Bantani, Madarij as-Su ud ila Iktisa al-Burud (Semarang:Matba ah Thaha Putra, t.th).
7
itu menempatkan Nabi dalam kapasitas sebagai pemberi keselamatan, sebuah
status yang menjadi hak mutlaknya Tuhan saja.14
Meskipun perdebatan tersebut sampai saat ini belum pernah tuntas, karena
masing-masing masih tetap meyakini kebenaran interpretasinya, dalam realitasnya
kenyataan seperti ini sebenarnya suatu kontradiksi, terutama pada organisasi
Muhammadiyah bahwa kebijakan dengan realitas di lapangan tidak sama dan
sering menjadi identifikasi apakah seseorang simpatisan Muhammadiyah atau
bukan. Atas dasar fenomena itulah kajian tentang penerimaan tradisi Maulid Nabi
serta pembacaan kitab al-Barzanji ini dilakukan.
Untuk menyikapi faktor tersebut, kedua gerakan Islam ini mempunyai titik
pandang yang berbeda. Secara sadar atau tidak perbedaan itu telah menjadi
semacam “ideologi” masing-masing yang khas. Barangkali Nahdlatul Ulama
nampaknya lebih menekankan pada faktor pertama yaitu sebagai pelanjut tradisi
para nabi beserta ulama pewarisnya (‘al ulama warosatul anbiya ) yaitu secara
konsisten berpegang teguh pada tradisi keislaman, yaitu berupa keyakinan pada
doktrin yang tertuang di dalam al-Qur’an dan sunnah serta perbedaan faham yang
dikembangkan sebagai interpretasi darinya. Karena itu NU sering dikategorikan
sebagai gerakan tradisionalis. Sementara itu Muhammadiyah nampaknya lebih
menekankan pada faktor kedua, yaitu pembaharuan yang dilandasi oleh upaya
pemurnian ajaran (purifikasi), sehingga sering disebut sebagai gerakan modernis.
14 Untuk mengetahui pendapat kelompok penolak tentang Maulid, lihat pendapatnya A. Hasan,tokoh utama Persis Bangil dan Moenawar Chalil, ketua Majlis Utama Persis dan anggota Majlis TarjihPusat Muhammadiyah. Fiderspiel, The Persatuan Islam, hlm. 57, Moenawar Chalil "Fatwa Oelamajang Haq tentang Bid'ah Maoeloedan" Pembela Islam. hlm. 65. Penolakan terhadap konsep syafa ahmemang bisa dipahami ketika dengan syafa ah itu dimaksudkan untuk memposisikan Nabi sejajardengan Tuhan. Namun demikian, ulama fikih dan ulama kalam sepakat tentang adanya syafa’ah dalamsyariat Islam. Hal ini didasarkan pada sejumlah ayat al-Qur’an dan Hadis yang mengungkapkan adanyasyafa ah tersebut, misalnya firman Allah SWT, “… tiada yang dapat memberi syafa ah di sisi Allahtanpa izin-Nya…” (Q.S. [2]: 255), “…dan mereka tiada memberi syafa ah melainkan kepada orangyang diridhai Allah …” (Q.S. [21]: 28), “Katakanlah, hanya kepunyaan Allah syafa’ah itu semuanya..”(Q.S. [39]: 44), dan “... Barangsiapa memberi syafa ah yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian(pahala) daripadanya. Dan barang siapa yang memberi syafa ah yang buruk, niscaya ia akan memikulbagian (dosa) daripadanya...” (Q.S. [4]: 85).
8
15 Sehingga dalam urusan yang berkaitan dengan tauhid dan fiqh, dilaksanakan
pemberantasan syirik, khurafat, bid ah serta membuka pintu ijtihad sepanjang
zaman.
Akar ketegangan antara kedua organisasi tersebut sudah ada sejak lahirnya
Muhammadiyah pada tahun 1912 dan NU lahir tahun 1926. Tradisi yang
dikembangkan oleh NU sangat relevan dengan masyarakat Indonesia, yakni petani
dan pengikut imam Syafi’i yang tinggal di pedesaan, yang tidak memungkinkan
Islam berkembang secara rasional dan modern. Faham Syafi’iyyah lebih
menekankan pada loyalitas kepada pemuka agama (ulama dan kiai) daripada
substansi ajaran Islam yang bersifat rasionalistik, dan dalam taraf tertentu
menimbulkan sikap taqlid kepada ulama atau kiai tanpa syarat. Ajaran yang
disampaikan masyarakat lebih banyak ritual dan disesuaikan dengan masyarakat
setempat. Hal ini dapat lancar mengingat faham Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah
lebih toleran dari yang lain.
Sedangkan kaum modernis yang diwakili oleh Muhammadiyah, dalam
rangka memurnikan akidah dari pengaruh budaya maka sebagai metode
dakwahnya mereka bersemboyan kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah,
dengan berupaya menumbuhkan ijtihad sebagaimana yang didengungkan oleh Ibn
Taimiyyah dan Muhammad Abduh, yaitu ingin mengikis habis bid’ah, khurafat
Karena tradisi, adat istiadat dan seni sering dianggap sarat nilai-nilai yang tidak
Islami, sebagaimana yang telah dilakukan oleh kelompok tradisionalis tersebut,
seperti upacara untuk orang-orang meninggal, seperti tahlilan, peringatan Maulid,
serta pembacaan kitab al-Barzanji. Faham ini terlihat oleh kaum modernis sebagai
sesuatu yang bid’ah, tidak perlu diamalkan.16
Implikasinya, tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji
kemudian muncul sebagai identitas dan ciri fanatisme keagamaan warga NU.
15 A. Syafi’I Ma’arif dkk., Muhammadiyah dan Nu Reorientasi Wawasan Keislaman,(Yogyakarta: kerjasama LPPI UMY LKPSM NU dan PP al Muhsin, Cet I 1993), hlm. 57.
16 M. Darori Amin MA, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000) hlm.299-301.
9
Sebaliknya, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang bersifat modernis
beranggapan bahwa kegiatan itu merupakan kegiatan bid’ah (mendekati haram)
karena itu sebaiknya ditinggalkan.17
Di Indonesia yang merupakan negeri muslim terbesar di dunia perayaan
Maulid pun kerap dilakukan di berbagai daerah. Masyarakat di setiap daerah
memiliki cara tersendiri untuk merayakan kelahiran manusia agung tersebut.
Meskipun seringkali tidak ada hubungan langsung antara kelahiran Nabi
Muhammad dan upacara yang mereka lakukan, tidak sedikit perayaan tersebut
dianggap merupakan bentuk kesyirikan yang dikaitkan dengan budaya.
Pertentangan tersebut muncul terutama setelah organisasi keagamaan
seperti Muhammadiyah dan Al-Irsyad yang secara keras menentang adanya tradisi
keagamaan yang selama ini sudah tumbuh subur dalam masyarakat muslim.
Puncak pertentangan tersebut adalah dengan munculnya penilaian bahwa kegiatan
seperti tahlil, Manakiban, khaul, barzanji, Grebeg Maulid dan peringatan hari-hari
besar Islam adalah berlebihan, tidak mendasar tuntunan Rasulullah, cenderung
pada takhayul, khurafat, kultus, dan akhirnya sampai pada penilaian bahwa semua
aktivitas tersebut dinyatakan bid’ah18. Padahal tradisi tersebut oleh organisasi NU
justru dipakai sebagai strategi dakwahnya. Akibatnya, terjadilah perdebatan antara
kaum ulama NU yang sering di sebut ahlussunah atau faham konservatif oleh
kaum reformis. 19
Sebagian masyarakat merayakan Maulid dengan membaca Barzanji,
Diba’i atau al-Burdah. Barzanji dan Diba’i adalah karya tulis seni sastra yang
isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya,
masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga
mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai
17 Mustofa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: Persatuan1976) hlm. 35.
18 Perbedaan faham berkenaan dengan masalah bid’ah itu umumnya disebut masalahKhilafiyah.
19 Zainuddin Fananie, op. cit., hlm.iv.
10
peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji dan Diba’i
diambil dari nama pengarang naskah tersebut. Tetapi yang menjadi kritikan di
dalamnya mengenai kepercayaan terhadap Nur Muhammad SAW atau Hakikat
Muhammad SAW yaitu yang meyakini bahwa Nur Muhammad adalah makhluk
pertama yang Allah ciptakan dan semua alam semesta tercipta sebab Nur
Muhammadiyah ini.
Sedangkan al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada
Rasulullah SAW yang dikarang oleh al-Bushiri. Dalam syair-syair Burdah terdapat
syair yang menjadi kritikan para ulama karena adanya ghuluw dan ithra (berlebih-
lebihan) dalam pujian terhadap Rasulullah SAW. 20
Dalam realitas masyarakat di Indonesia, khususnya di Jawa acara
“pembacaan kitab Barzanji, Diba’i atau al-Burdah dilakukan di berbagai
kesempatan itu dilaksanakan secara rutin dalam jangka waktu tertentu. Ada yang
mingguan, bulanan, atau pada acara-acara tertentu seperti pada saat kelahiran bayi,
mencukur rambut bayi (akikah), khitanan, pernikahan, selamatan dan acara-acara
keagamaan lainnya. Bahkan dalam bulan Rabiul Awal (Jawa: bulan Maulud) acara
tersebut diadakan besar-besaran. Orang-orang yang melakukan perayaan Maulid
mengklaim bahwa mereka berbuat hal tersebut karena mereka cinta kepada Nabi
Muhammad SAW. Sebagaimana firman Allah SWT:
¨b Î)©!$#¼ çm tG x6 Í´ ¯» n=tBurtbq •=|Á ヒn? tãÄcÓÉ< ¨Z9$#4$pkš‰ r' ¯» tƒšúï Ï% ©!$#(#q ãZtB#uä(#q •=|¹Ïm ø‹ n=tã(#q ßJ Ïk=y™ur
$JŠÎ=ó¡ n@
Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi danucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.S Al Ahzab (33) : 56 )
20 Lihat http://WWW. Islamhouse.com/p/6288. Diakses tanggal 8 Januari 2008
11
ô‰s)©9tb% x.öN ä3 s9’ÎûÉAq ß™u‘«!$#îo uq ó™é&×puZ|¡ ymyJ Ïj9tb% x.(#q ã_ö• tƒ©!$#tPöq u‹ ø9$#urt• ÅzFy$#t• x. sŒur
©!$##ZŽ•ÏV x.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baikbagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah. (Q.S. AlAhzab (33) : 21)
Agama Islam adalah agama yang sempurna sejak Rasulullah SAW
meninggal dunia. Tiada suatu kebaikan pun kecuali telah diajarkan dan tiada suatu
kejelekan pun kecuali telah dijelaskan. Allah berfirman:
tPöq u‹ ø9$#àMù=yJ ø. r&öN ä3 s9öN ä3 oYƒ ÏŠàMôJ oÿøCr&uröN ä3 ø‹ n=tæÓÉLyJ ÷èÏRàMŠÅÊu‘urãN ä3 s9zN» n=ó™M}$#$YYƒ ÏŠ4
Artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadiagama bagimu. (QS. Al-Maa’idah (5) : 3)
Rasulullah SAW telah menjelaskan kepada umatnya bagaimana cara
mencintainya dengan benar. Mencintai Rasulullah SAW adalah dengan mentaati
perintahnya, menjauhi larangannya dan menghidupkan sunahnya, karena beliau
melarang umatnya melakukan bid’ah dalam agamanya. Karena itu perlu
dirumuskan dalam kerangka ini adalah apakah penempatan tradisi Maulid Nabi
serta pembacaan kitab al-Barzanji sebagai perbuatan bid’ah terletak pada substansi
materi, dasar hukum pelaksanaannya ataukah dari faktor tradisi budayanya.
Dari permasalahan di atas maka dapat menimbulkan keragaman
pemahaman di kalangan masyarakat terutama yang pro maupun kontra mengenai
tradisi ini. Baik disengaja maupun tidak persoalan tersebut ternyata didasarkan
untuk melegalisasi kepentingannya sendiri-sendiri, baik berkaitan dengan
kepentingan dakwah, mazhab, politik, maupun yang lainnya. Dari latar belakang
tersebut, maka untuk itu penulis mengambil judul :
12
PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA PEMBACAAN
KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON KECAMATAN PEGANDON
KABUPATEN KENDAL (Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah)
B. Pokok Masalah
Untuk lebih memfokuskan dan menghindari pembahasan masalah yang
melebar, maka penulis merumuskan tiga pokok masalah yang akan menjadi acuan
dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana peringatan tradisi Maulid Nabi menurut Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah?
2. Bagaimana penerimaan tradisi pembacaan Kitab al-Barzanji dalam pandangan
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa Pegandon kabupaten Kendal ?
3. Sejauh mana persamaan dan perbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
di desa Pegandon kabupaten Kendal dalam menyikapi peringatan Maulid Nabi
serta pembacaan kitab al-Barzanji dalam tinjauan aqidah Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari sebuah penelitian adalah mencari jawaban atas pokok-pokok
permasalahan yang telah diajukan. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini tidak
lain adalah:
1. Untuk mengungkap bagaimana peringatan tradisi Maulid Nabi menurut
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
2. Untuk menggambarkan bagaimana penerimaan tradisi pembacaan Kitab al-
Barzanji dalam pandangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa
Pegandon kabupaten Kendal.
3. Untuk mengetahui sejauh mana letak persamaan dan perbedaan Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah di desa Pegandon kabupaten Kendal dalam
menyikapi peringatan Maulid Nabi dan pembacaan kitab al-Barzanji dalam
tinjauan aqidah Islam,
13
Adapun manfaat dari penulisan dan penelitian ini, sebagai berikut :
1. Mendapatkan gambaran dan pengetahuan lebih dalam terkait dengan
penerimaan dan pelaksanaan tradisi Maulid Nabi dan pembacaan kitab al-
Barzanji di desa Pegandon, terutama menurut pendapat masyarakat dan ulama
terkait dengan corak metode tradisi Maulid Nabi serta ritual pembacaan kitab
al-Barzanji.
2. Diharapkan dapat menjadi motivasi untuk memahami dan melestarikan sebuah
rutinitas kegiatan keagamaan masyarakat, terutama bagi pemerhati acara tradisi
Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji.
3. Bagi masyarakat desa Pegandon khususnya lebih tahu tingkat pemahaman dan
penerapan aqidah Islamiah pada kehidupan mereka sehari-hari sehingga pada
akhirnya mereka lebih bisa memacu tentang apa dan bagaimana sikap yang
akan di ambil sesudahnya.
4. Penulisan ini sebagai bagian dari perluasan khazanah pengetahuan. Sehingga
untuk yang akan datang hasilnya mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi
mahasiswa Ushuluddin pada khususnya dan mahasiswa lain pada umumnya.
terutama yang berhubungan dengan keilmuan aqidah dan filsafat.
D. Tinjauan Pustaka
Berikut ini akan penulis sajikan beberapa telaah pustaka yang memiliki
keterkaitan dengan permasalahan yang penulis jadikan obyek penelitian, beberapa
karya itu antara lain:
Buku karya Hamam Rochani, Babad Tanah Kendal, Inter Media
Paramadina bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Kendal, Cet. I, 2003. Pada buku ini di jelaskan mengenai desa Pegandon
Kabupaten Kendal baik seting sosial sejarah masyarakat maupun kondisi
keagamaan yang berkembang di desa Pegandon.
Buku kedua, Tanya Jawab Agama Jilid 1,2,3,4,5 tim PP Muhammadiyah
Majlis Tarjih, oleh H. Asymuni Abdurrohman, dkk, penerbit : Yayasan Penerbitan
14
Pers ”Suara Muhammadiyah ”Periode tahun 1990-1995 buku ni merupakan
pengembangan keputusan Majlis tarjih yang ada, dan dapat dijadikan rujukan
fatwa Muhammadiyah sesuai dengan al-Qur’an dan as-sunnah dan wadah Istidlal
Majlis Tarjih, menyangkut berbagai masalah yang menyangkut aqidah, ibadah,
dan mu’amalah. Buku tersebut merupakan Himpunan Putusan Majlis Tarjih
Muhammadiyah dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagai langkah rujukan
Peneliti untuk mengadakan suatu penelitian mengenai landasan hukum
Muhammadiyah berkaitan dengan peringatan Maulid Nabi dan Pembacaan kitab
al-Barzanji.
Buku karya Ja’far Mutadha al amily: penerjemah Masykur Ab, Perayaan
Maulid, Kaul dan Hari-Hari Besar Islam Bukan Suatu Yang Haram, Penerbit:
Pustaka Hidayah, Bandung, 1996. dalam buku ini menjelaskan mengenai dasar
hukum, terutama dalam perayaan Maulid, sekaligus ritual-ritual sekitar tradisi
Maulid. Buku lainnya mengenai masalah ini adalah buku karya As-Sayyid
Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Wajibkah Memperingati Maulid Nabi
SAW, Penerbit: Cahaya Ilmu, Surabaya, 2007.dan buku Maulid dan Ziarah ke
Makam Nabi, karya Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani Penerbit: PT Serambi
Ilmu Semesta, Jakarta, 2007.
Dalam buku karangan Moh Zuhri, Mauludul Barzanji Terjemah Barzanji
Disertai Nama-Nama Anak Laki-Laki dan Perempuan, CV Toha Putra, Semarang.
Dalam buku ini menjelaskan tentang tafsiran makna kitab Al-Barzanji
memudahkan dalam pemahaman makna. Juga dalam buku H. M. H al-Hamid al
Husaini dalam bukunya Sekitar Maulid Nabi Muhammad SAW dan Dasar
Hukum Syari atnya . Dalam buku ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan dasar
hukum syari’atnya.
Buku karya Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik, Pengalaman
Keagamaan Jamaah maulid al-Diba Girikusumo , dalam buku ini dipaparkan
mengenai aktifitas jamaah maulid.
15
Terdapat juga buku yang membahas tema tersebut. Diantaranya buku,
Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi, Penerbit: Al maktabah al atsariyah ma’had
Tanwir as-sunnah, PKG goa-Sulawesi Selatan, 2007. ditulis oleh Hammad Abu
Muawiyah As-Salafi. Dalam buku tersebut terlampir ulasan menarik selain
pembahasan utama yang mengurai hal ihwal perayaan Maulid Nabi, baik dari sisi
sejarah, eksistensi spiritualnya, dan juga berbagai syubhat pembolehannya, beserta
bantahannya. dalam buku tersebut, yang menjadi inti pembahasan,yaitu tempat
beradu argumen antara pihak yang pro dan yang kontra terhadap masalah ini.
Sumber Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-NU Perspektif
Keberterimaan Tahlil, buku karya Zainuddin Fananie, Penerbit PT Lentera
britama, buku ini menerangkan bagaimana sebenarnya realitas konflik diantara
penganut Muhammadiyah dan NU. Sehingga seiring pemahaman masyarakat dan
kondisi sosial persoalan tradisi ini tidak menjadi ajang konflik terutama terkait
juga dengan masalah tradisi Maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji yang penulis
teliti .
Buku Fikih Tradisionalis Jawaban, karya Muhyidin Abdusshomat, Buku
ini merupakan bentuk jawaban komunitas Islam Tradisional terhadap anggapan
para modernis yang memandang perilaku keagamaan mereka dianggap
menyimpang jauh dari tuntutan dan ajaran Islam. Sebab amaliah yang mereka
lakukan adalah bid’ah, takhayul dan khurafat. Pendapat kaum modernis seolah-
olah meragukan kemurnian ajaran Islam yang tumbuh dan berkembang dan
bahkan telah menjadi tradisi yang menyatu dengan masyarakat muslim Indonesia.
Juga dalam buku Tradisi Orang-orang NU pengarang: Munawir Abdul
Fatah, buku terbitan Pustaka Pesantren (kelompok penerbit LKIS. Buku ini
merupakan sebuah buku yang membahas tentang meneguhkan kembali tradisi
orang-orang NU yang belakangan diusik sejumlah kelompok puritan yang
menolak keras segala yang berbau tradisi dan budaya lokal. Dengan argument
16
aqliyah dan naqliyah, buku ini menampilkan suatu ciri masyarakat NU sebagai
salah satu wajah Islam nusantara yang ramah dan toleran.
Selain itu Buku Karya A. Syafi’i Ma’arif dkk., Muhammadiyah dan NU
Reorientasi Wawasan Keislaman, (Yogyakarta : kerjasama LPPI UMY LKPSM
NU dan PP al Muhsin, Cet I 1993) juga karya M Rusli Karim dalam Buku
Muhammadiyah Dalam Kritik dan Komentar, cet 1 Jakarta, Penerbit Rajawali,
1986. serta Buku Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam (1976) yang ditulis
Mustafa Kamal, juga buku Muhammadiyah, Sejarah, Pemikiran dan Amal usaha
yang di himpun oleh Tim Pembina al-Islam dan Kemuhammadiyahan, UMM.
Skripsi Mochammad Ali Afif, mahasiswa Fakultas Dakwah, 2006 yang
berjudul Akhlak Nabi Dalam Kitab Maulid Al-Barzanji Natsr Sebagai Materi
Da wah . Dalam penelitian tersebut menitikberatkan pada bagaimana akhlak
Nabi dalam kitab Maulid al-Barzanji Natsr sebagai materi dakwah. Tujuan
penelitian tersebut adalah hanya sebatas untuk mengetahui akhlak Nabi dalam
kitab Maulid al-Barzanji Natsr dan untuk mengetahui relevansi dengan materi
dakwah. Jadi sangat berbeda dengan yang peneliti lakukan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Moh. Sahid (3101043), mahasiswa
Fakultas Tarbiah, 2006 yang berjudul “Intensitas Pembacaan Maulid Al-Barzanji
dan Pengaruhnya terhadap Akhlak Santri Pondok Pesantren Miftahus Sa adah
Mijen Semarang . Penelitian tersebut menitikberatkan pada Intensitas Pembacaan
Maulid al-Barzanji; 2) akhlak santri di Pondok Pesantren Miftakhus Sa’adah
sehari-hari; 3) Pengaruh Intensitas Pembacaan Maulid al-Barzanji dan
Pengaruhnya Terhadap Akhlak Santri Pondok Pesantren Miftahus Sa’adah Mijen
Semarang.
Beberapa tulisan di atas akan dijadikan sebagai kajian pustaka dalam
membuat skripsi ini. Meskipun sudah banyak penelitian yang membahas tentang
Tradisi Maulid Nabi serta kitab al-Barzanji, akan tetapi dapat dipahami bahwa
skripsi ini memiliki corak yang berbeda, sehingga memiliki nilai orisinalitas yang
17
masih murni dan layak untuk mendapat perhatian lebih dan tindak lanjut yang
jelas. Perbedaan tersebut terletak pada obyek yang dikaji dalam penelitian ini,
yakni pada sudut pandang aspek aqidah masyarakat Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah.
Berdasarkan pada pemaparan beberapa tinjauan di atas, maka sangat jelas
bahwa belum ada pihak yang mengadakan penelitian secara khusus, terlebih lagi
pada dataran kasuistik sebagaimana yang penulis laksanakan. Oleh sebab itulah
penulis memberanikan diri untuk melakukan penelitian dengan permasalahan
tersebut.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada aturan yang dirumuskan secara sistematis
dan eksplisit, yang terdapat dalam berkaitan erat dengan masalah peringatan
Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji.
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu
sebuah penelitian yang data-datanya pokoknya digali melalui pengamatan-
pengamatan dan sumber-sumber data di lapangan yaitu pengumpulan data
yang dilakukan dengan penelitian di tempat terjadinya gejala yang diteliti.
Penelitian ini pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara
khusus realitas yang telah terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.21
Sebagai sumber cross-check atas data-data yang peneliti dapatkan terlebih
dahulu melalui metode penelitian pustaka (library research).
Metode penelitian skripsi ini terdiri dari: jenis data menggunakan data
kualitatif. Oleh karena itu ditinjau dari penggolongan menurut tarafnya,
penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analisis.
2. Sumber Data
21 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung, Mandar Maju, 1990, hlm.32.
18
Ada dua bentuk sumber data dalam penelitian ini yang akan dijadikan
penulis sebagai pusat informasi pendukung data yang dibutuhkan dalam
penelitian. Sumber rujukan data tersebut adalah :
a. Data primer yaitu :
Jenis data primer adalah data pokok yang berkaitan dan diperoleh
secara langsung dari obyek penelitian. Sedangkan sumber data primer
adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara
langsung.22 Data primer dalam penelitian ini adalah seluruh data yang
berkaitan dengan pelaksanaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab
al-Barzanji di desa Pegandon kabupaten Kendal serta data tentang pendapat
NU dan Muhammadiyah mengenai tradisi tersebut. Sedangkan sumber data
primer dalam penelitian ini adalah pelaku tradisi Maulid Nabi serta
pembacaan kitab al-Barzanji, naskah kitab-kitab al-Barzanji, Masyarakat
NU dan Muhammadiyah, Pengurus NU dan Muhammadiyah, Himpunan
Putusan Majlis tarjih Muhammadiyah dan Bathsul Masa’il NU.
Obyek penelitian ini dipilah menjadi dua bagian. Pertama, adalah
materi tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji dengan
berbagai variasi yang ada termasuk syarat-syarat yang menyertainya. Fokus
kajian obyek pertama adalah persoalan interpretasi teologis, sosio kultural,
dan dampak politis yang menyertainya. Kedua, adalah Pelaku acara Tradisi
Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji, baik pada warga
organisasi NU dan Muhammadiyah, di desa Pegandon kabupaten Kendal
dan simpatisannya. Identifikasi terhadap responden didasarkan status dan
kedudukan keanggotaan peserta pada organisasi tersebut.
b. Data sekunder
Jenis data sekunder adalah jenis data yang dapat dijadikan sebagai
pendukung data pokok. Atau dapat pula didefinisikan sebagai sumber yang
22 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta, Rineka Cipta,1991), hlm. 87-88.
19
mampu atau dapat memberikan informasi atau data tambahan yang dapat
memperkuat data pokok.23 Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data
sekunder adalah segala sesuatu yang memiliki kompetensi dengan masalah
yang menjadi pokok dalam penelitian ini, baik berupa manusia maupun
benda (majalah, buku, karya ilmiah, artikel, koran, ataupun data-data
berupa foto) yang berkaitan dengan masalah penelitian. Yaitu
mengumpulkan dokumentasi serta mengadakan wawancara langsung
kepada pihak-pihak yang berkompeten dengan penelitian ini dengan
mengadakan survey langsung ke masyarakat NU dan Muhammadiyah di
desa Pegandon kabupaten Kendal.
3. Populasi dan Sample
Populasi adalah seluruh anggota dari obyek penelitian.24 Populasi
penelitian ini adalah seluruh warga NU dan Muhammadiyah jama’ah Maulid
serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa Pegandon kabupaten Kendal.
Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.25
Adapun tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah menggunakan
tehnik Purposive Sampling. Yaitu salah satu tehnik pemilihan sampel
dilakukan dengan mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau
daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Tehnik ini bisanya
dilakukan karena beberapa pertimbangan misalnya alasan keterbatasan waktu,
tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sample yang besar dan jauh.
Yaitu peneliti bisa menentukan sample berdasarkan tujuan tertentu, tetapi ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi.26
Mengingat populasi yang sangat luas, maka penulis menekankan pada
tujuan perolehan data secara optimal, benar dan tepat. Sehingga untuk
23 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 85.24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997), hlm. 130.25 Ibid hlm. 131..26 Ibid. hlm. 139.
20
memenuhi tujuan tersebut penulis menggunakan metode ini dengan cara
mengambil data pada orang-orang tertentu yang mengetahui tentang obyek
yang akan diteliti. Yaitu mencari dan mewawancarai sejumlah ulama yang
terlibat dalam acara peringatan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-
Barzanji dengan mengambil sampel dari tokoh masyarakat, tokoh agama, serta
Pengurus Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Selain itu Penulis juga
mengambil sampel pada masyarakat setempat yang berhubungan dengan
masalah itu.
4. Tehnik Pengumpulan data
Metode yang akan penulis pergunakan dalam usaha mengumpulkan data,
yakni :
a. Wawancara atau interview
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan
pula.27 Metode wawancara menghendaki komunikasi langsung antara
penyelidik dengan subyek (responden).28 Sedangkan jenis pedoman
wawancara yang akan digunakan oleh penulis adalah jenis pedoman
interview tidak terstruktur, yakni pedoman wawancara yang hanya memuat
garis-garis besar pertanyaan yang akan diajukan.29
Metode ini penulis gunakan untuk menggali data tentang
pandangan, pendapat para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat
tentang pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-
Barzanji.
Informan yang diwawancarai adalah mereka yang diidentifikasi
sebagai obyek yang dipandang mempunyai pengetahuan tentang
keberadaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji, baik
27 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 165.28 P. Joko Subagyo, op. cit., hlm. 39.29 Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 155.
21
secara teologis, sosio-kultural, maupun terkait dengan visi politis. Adapun
wawancara dilakukan dengan cara unstructured interview, maksudnya
peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara bebas tanpa terikat oleh
pertanyaan tertulis. Keadaan ini dimaksudkan agar wawancara dapat
berlangsung luwes dengan arah yang lebih terbuka. Dengan demikian,
akan diperoleh informasi data yang lebih kaya dan bervariasi dan
pembicaraan tidak akan terpaku pada draf yang telah disiapkan.
Namun secara garis besar materi wawancara akan dikembangkan
dan difokuskan pada persoalan interpretasi responden tentang tradisi
Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji, persoalan-persoalan yang
menyebabkan munculnya perbedaan faham, dan dampak-dampak yang
menyertainya seperti dampak sosio kultural dan politis antara organisasi
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, pertanyaan yang kedua
berhubungan dengan kondisi aqidah masyarakat yang mengikuti tradisi
Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa Pegandon
Kabupaten Kendal. Disamping itu juga alasan keterlibatannya dalam tradisi
yang diikuti, serta kontroversi seputar pelaksanaan tradisi Maulid Nabi
serta pembacaan kitab al- Barzanji.
Selain model wawancara secara terbuka, pengembangan wawancara
juga dilakukan dengan model snowball, yaitu pengembangan materi
berdasarkan informasi dari responden yang telah diwawancarai.
Pengambilan data wawancara akan dihentikan jika data-data yang
diperlukan telah dipandang cukup memadai.
Karena salah satu obyek utama dalam penelitian ini adalah para
pelaku tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji dan aktivitas
yang menyertainya, kemungkinan distorsi data adalah besar sekali. Untuk
itu mengeliminasi ketidak sahihan data yang masuk, maka akan dilakukan
kritik dengan crossing data. Hal ini dilakukan dengan mencocokkan hasil
wawancara antara responden yang satu dengan yang lainnya. Dari crossing
22
data ini akan dianalisis data mana yang dianggap mempunyai akurasi
kebenaran paling tinggi. Untuk menunjang kelengkapan data juga
dilakukan kajian dokumen sejarah, baik berupa hasil penelitian ataupun
sumber-sumber diidentifikasi sebagai sumber data seperti naskah-naskah
kitab al-Barzanji, kumpulan hadits, buku-buku yang membahas keberadaan
tradisi Maulid Nabi dan kitab al- Barzanji.
b. Observasi
Adalah pengamatan, meliputi kegiatan, pemuatan perhatian
terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra.30 Tehnik ini
digunakan untuk mengetahui keadaan umum desa Pegandon kabupaten
Kendal dan kondisi keagamaan masyarakatnya.
Metode pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi
merupakan metode pengumpulan data yang erat hubungannya dengan
proses pengamatan dan pencatatan peristiwa yang dilihat maupun dialami
oleh penulis. Observasi terdiri dari dua jenis yakni observasi partisipatoris
yang berarti peneliti ikut terlibat aktif dalam kegiatan yang sedang diteliti
dan observasi non partisipatoris di mana peneliti tidak perlu terlibat dalam
kegiatan yang sedang diteliti.31
Sedangkan jenis observasi yang penulis gunakan adalah observasi
partisipatoris, yakni sebuah observasi yang melibatkan penulis secara
langsung sebagai peserta acara tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab
al-Barzanji.
c. Dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data (informasi)
yang berwujud sumber data tertulis atau gambar. Sumber tertulis atau
gambar tersebut dapat berbentuk dokumen resmi, buku, majalah, surat
kabar, arsip, dokumen pribadi, dan photo. yang terkait dengan
30 Ibid. hlm.146.31 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), hlm. 147.
23
permasalahan penelitian. 32 Dokumen-dokumen yang terdapat dalam
penelitian ini sebagai data meliputi: Profil organisasi NU dan
Muhammadiyah di desa Pegandon Kabupaten Kendal, bagan kepengurusan
NU dan Muhammadiyah di desa Pegandon Kabupaten Kendal, dan
visualisasi kegiatan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji.
Serta perekaman suara pada saat dilakukan penyelenggaraan acara
berlangsung, sedang pada aktivitas partisipatif, peneliti akan mengamati
setiap detail acara yang dilakukan seperti urutan pelaksanaan, doa-doa
yang diucapkan, urutan materi, perilaku dan keterlibatan peserta. Tehnik
ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi tentang gambaran umum
desa tersebut (letak geografis, kondisi sosial, mata pencaharian, pendidikan
dan agama).
5. Analisis Data
Dalam rangka menganalisis data-data yang ada baik data-data yang
diperoleh dari kepustakaan maupun hasil dari penelitian lapangan, penulis
menggunakan metode sebagai berikut:
a) Deskriptif
Metode deskriptif menurut John W. Best adalah usaha
mendeskripsikan dan menginterpretasikan mengenai apa yang ada tentang
kondisi, pendapat yang sedang berlangsung serta akibat yang terjadi atau
kecenderungan yang tengah berkembang.33
Dengan kata lain analisis deskriptif adalah suatu metode dalam
meneliti kelompok manusia, suatu obyek, setting sosial, sistem pemikiran,
atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Adapun tujuannya adalah
untuk membuat deskripsi (gambaran /lukisan) secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang
32 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 71.33 John W. Best, Research in Education , dalam Sanafiah Faisal dan Mulyadi Guntur W.
(ed.), Metodologi Penelitian dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 119.
24
diselidiki.34 Dengan demikian, analisis deskriptif ini dilakukan ketika
peneliti saat berada di lapangan dengan cara mendeskripsikan segala data
yang telah didapat, lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis,
cermat dan akurat.
b) Kualitatif
Adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.35 Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui dan memahami
sesuatu yang bersifat realitas sosial dan dunia tingkah laku manusia itu
sendiri terhadap upacara tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-
Barzanji.
Berdasarkan pada spesifikasi jenis penelitian, maka dalam
melakukan analisis terhadap data-data yang telah tersaji secara kualitatif
tentunya juga menggunakan teknik analisis data kualitatif pula, tepatnya
menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif yaitu proses analisa
data dengan maksud menggambarkan analisis secara keseluruhan dari data
yang disajikan tanpa menggunakan rumusan-rumusan statistik atau
pengukuran.36
c) Metode Induktif
Pola berfikir dalam analisis data dalam penelitian ini menggunakan
pola berfikir induktif. Berpikir induktif merupakan suatu jenis pola berfikir
yang bertolak dari fakta empiris yang didapat dari lapangan (berupa data
penelitian) yang kemudian dianalisis, ditafsirkan dan berakhir dengan
penyimpulan terhadap permasalahan berdasar pada data lapangan tersebut.
Dengan kata lain metode analisis dengan pola berfikir induktif merupakan
34 Sumardi Subagya, op.cit. hlm.1835 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm. 3.36 Margono, op. cit., hlm. 39.
25
metode analisis yang menguraikan dan menganalisis data-data yang
diperoleh dari lapangan dan bukan dimulai dari deduksi teori.37
Proses pelaksanaan analisis data deskriptif kualitatif menempuh dua
tahap yang kesemuanya dilandasi dengan teknik kategorisasi dan pola pikir
induktif. Tahap pertama merupakan analisis terhadap seluruh data
“mentah” yang diperoleh dari lapangan dan belum terolah. Pada tahap
pertama ini, langkah pertama adalah membuat kategori-kategori (batasan)
data yang akan diolah menjadi data “matang” untuk kemudian (langkah
kedua) menyajikannya dalam bentuk data yang telah terolah dan
tersistematisir. (terkait dengan hasil penggalian data). Sedangkan tahap
kedua dari proses analisis deskriptif kualitatif berhubungan dengan analisis
terhadap data-data yang telah tersaji (sesuai dengan pokok permasalahan).
Pada tahap ini penulis menerapkan pola pikir induktif terhadap
data yang ada di mana dalam proses ini data-data yang ada dikelompokkan
menjadi data-data khusus untuk kemudian memberikan kesimpulan umum
(proses generalisasi). Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengembangkan
dan menjabarkan gambaran-gambaran data yang berkaitan dengan pokok
permasalahan untuk mencari jawaban pokok masalah.
d) Fenomenologi
Yaitu penelitian yang menggunakan perbandingan sebagai sarana
mempelajari sikap dan perilaku agama manusia yang ditemukan dari
pengalaman dan kenyataan dari lapangan dan sebagai sarana interpretasi
utama untuk mempelajari arti ekspresi-ekspresi agama, seperti
persembahan, upacara agama, makhluk gaib dan lain-lainnya dikemukakan
dari pengalaman serta kenyataan di lapangan. Metode ini digunakan untuk
mengetahui dan memahami makna dibalik gejala tersebut, baik yang
37 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 40.
26
berhubungan dengan makna teologi maupun makna sosial budaya, 38
terutama dalam pelaksanaan tradisi maulid nabi serta pembacaan kitab al-
Barzanji
e) Metode Komparasi
Yaitu metode yang digunakan untuk menentukan kesamaan dan
perbedaan dengan membandingkan instrument-instrumen yang terkait.39
Disini Penulis melakukan komparasi antara pendapat NU dan
Muhammadiyah terhadap fenomena yang muncul baik dalam kaitannya
mengenai ideologinya, munculnya dimensi sosial dalam pelaksanaan
tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji, dan dampak politik
yang menyertainya, khususnya yang berkaitan dengan pandangan dan
aktivitas responden yang dianalisis, dan dihubungkan dengan berbagai
macam fenomena seperti fungsi, bentuk, simbolisme, dan munculnya
perbedaan faham.
Dari analisis yang dilakukan diharapkan akan diketahui bagaimana
sebenarnya realitas tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji
di antara penganut NU dan Muhammadiyah serta harapan-harapan apa
yang diinginkan mereka. Dari kerangka inilah kemudian dirumuskan
beberapa solusi dan model-model yang diharapkan dapat dipakai sebagai
kerangka sosialisasi penyelesaian persoalan di kalangan umat Islam
khususnya antara warga NU dan Muhammadiyah.
38 Dadang Kahmadi, Metode Penelitian Agama, Perspektif Ilmu Perbandingan Agama,(Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 55.
39 Anton Baker dan Ahmad Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius,1990), hlm 51.
27
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Penulisan laporan hasil penelitian (skripsi) ini terdiri dari: Bagian awal
yang berisi cover, halaman judul, surat persetujuan pembimbing, surat pengesahan,
halaman persembahan, halaman motto, deklarasi kata pengantar, abstraksi,
transliterasi, dan daftar isi. Bagian isi yang terdiri dari 5 (lima) bab dengan
penjabaran isi sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang berisikan : Latar Belakang Masalah, alasan pemilihan
judul, Pokok Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Metodologi Penelitian (meliputi: jenis penelitian, sumber data, tehnik
pengumpulan data, analisis data) dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Landasan Teori tentang Tinjauan Umum tentang Peringatan Tradisi
Maulid Nabi dan Pembacaan kitab al-Barzanji meliputi: Definisi dan
sejarah perayaan Maulid Nabi terdiri dari: Pengertian tradisi Maulid
Nabi, Tinjauan historis Dasar maulid, macam-macam kitab Maulid dan
pembacanya, Kumpulan fatwa ulama seputar perayaan Maulid Nabi,
Argumen para penentang dan yang membolehkan tradisi Maulid Nabi.
Tinjauan umum tentang kitab al-Barzanji meliputi: Biografi Ja’far al-
Barzanji dan karya-karyanya, pokok-pokok pembahasan dalam kitab al-
Barzanji serta kajian dan kritik dalam kitab al-Barzanji.
Bab III : Merupakan penyajian lapangan yang didapat dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh penulis yaitu: Tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab
al-Barzanji di desa Pegandon meliputi: Gambaran Umum masyarakat
desa Pegandon, yaitu: menjelaskan tentang Keadaan geografis dan
kondisi demografis desa, yang terdiri dari: jumlah penduduk, tingkat
pendidikan, kondisi sosial ekonomi dan budaya, sarana ibadah, Keadaan
sosial keagamaan masyarakat serta adat istiadat yang berkembang di desa
Pegandon kabupaten Kendal. Pembahasan utama mengenai Praktek
peringatan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa
28
Pegandon kabupaten Kendal. Yaitu meliputi:1) Praktek Nahdlatul Ulama
dalam memperingati tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-
Barzanji, meliputi : Sejarah Nahdlatul Ulama, Pelaksanaan tradisi Maulid
Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji dalam Nahdlatul Ulama di Desa
Pegandon Kabupaten Kendal. 2) Praktek Tradisi Maulid Nabi serta
pembacaan kitab al-Barzanji Muhammadiyah di desa Pegandon Kendal
meliputi: Sejarah Muhammadiyah, Pelaksanaan tradisi Maulid serta
pembacaan kitab al-Barzanji dalam Muhammadiyah di desa Pegandon
kabupaten Kendal. Serta Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-
Barzanji dalam dimensi Teologis, Sosio Kultural dan politis.
Bab IV : Analisis Komparatif, Bab ini terdiri dari tiga sub bab yaitu: Pertama,
analisis tentang Bagaimana peringatan tradisi Maulid Nabi menurut
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua, analisis tentang
penerimaan tradisi pembacaan Kitab al-Barzanji dalam pandangan
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa Pegandon kabupaten
Kendal terhadap Ketiga, letak persamaan dan perbedaan antara Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah di desa Pegandon kabupaten Kendal dalam
menyikapi peringatan Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji
dalam tinjauan aqidah Islam.
Bab V : Merupakan penutup yang menandai akhir dari keseluruhan proses
penelitian ini yang berisikan Kesimpulan (menerangkan hasil penelitian),
kritik maupun Saran-Saran, dan Penutup. Bagian akhir yang terdiri dari
Daftar Pustaka, Lampiran dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.
29
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TRADISI MAULID NABI SAW SERTA
PEMBACAAN KITAB AL BARZANJI
A. Definisi dan Sejarah Perayaan Maulid Nabi
1. Pengertian Maulid Nabi
Secara etimologis, Maulid Nabi Muhammad SAW bermakna (hari),
tempat atau waktu kelahiran Nabi yakni peringatan hari lahir Nabi Muhammad
SAW. Secara terminologi, Maulid Nabi adalah sebuah upacara keagamaan
yang diadakan kaum muslimin untuk memperingati kelahiran Rasulullah
SAW. Hal itu diadakan dengan harapan menumbuhkan rasa cinta pada
Rasululllah SAW. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang
di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW. wafat. Secara
subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan
kepada Rasulullah Muhammad SAW., dengan cara menyanjung Nabi,
mengenang, memuliakan dan mengikuti perilaku yang terpuji dari diri
Rasulullah SAW.40
Al-Qasthalani sebagaimana dikutip oleh Ja’far Murtadha al-‘Amaly
berkata, bahwa selama umat Islam masih melakukan perayaan peringatan
Maulid Nabi dan melaksanakan pesta-pesta, memberikan sedekah pada malam
itu dengan berbagai macam kebaikan, menampakkan kebahagiaan,
menambahkan perbuatan yang baik, melaksanakan pembacaan sejarah Maulid
Nabi, dan memperlihatkan bahwa Maulid tersebut mendatangkan berkah
kepada mereka dengan keutamaan yang bersifat universal…sampai pada
perkataannya. “…maka Allah pasti memberikan rahmat pada seseorang yang
40 Peringatan Maulid Nabi SAW, Agar Tidak Menjadi Tradisi dan Seremoni Belaka. HizbutTahrir Indonesia. Bulletin Al-Islam, hal 1, Edisi 348/Tahun XIV, tahun 2007
30
mengadakan perayaan Maulid tersebut sebagai hari besar, dan bila penyakit
hatinya bertambah, ia akan menjadi obat yang dapat melenyapkannya.41
Ibn Al Hajj dalam bukunya, Al Mudkhal”, menggambarkannya secara
ekstrim. Ia menentang keras anggapan bid’ah, atau penurut hawa nafsu, bagi
orang yang mengadakan peringatan Maulid. Menurutnya bahwa sekalipun para
penyanyi dengan alat-alat musiknya yang diharamkan turut meramaikan
peringatan maulid, maka Allah tetap memberikan pahala, karena tujuannya
yang baik. Ibnu Ubaid dalam karyangya: Rasailuhu al-kubra
menggambarkan sebagai berikut: ”….menurut saya, peringatan Maulid adalah
salah satu hari besar dari sekian banyak hari besar lainnya. Dengan semua yang
dikerjakan pada waktu itu, karena merupakan ungkapan dari rasa senang dan
gembira karena adanya hari besar tersebut, dengan memakai baju baru,
mengendarai kendaraan yang baik, adalah masalah mubah (yang dibolehkan)
tak seorangpun yang menentangnya.”
Ibnu hajar berkata “Apa saja yang dikerjakan pada Maulud itu, dengan
mencari pemahaman arti syukur kepada Allah, membaca al- Qur’an, sejarah
hidup Nabi, makan-makanan, bersedekah, menyanyikan sesuatu yang bersifat
pujian kepada Nabi dan kezuhudannya, dan kalaulah hal itu diikuti dengan
permainan-permainan yang diperbolehkan, maka tentu hukumnya peringatan
itu mubah, dengan tetap tidak mengurangi nilai kesenangan pada hari itu. Hal
itu tidak dilarang dan perlu di teruskan. tapi kalau diikuti dengan hal-hal yang
diharamkan atau dimakruhkan, maka dilarang. Begitulah apa yang menjadi
perbedaan dengan yang pertama.42
41 Ja’far Murtadha al-‘Amaly, Perayaan Haul dan Hari-hari Besar Islam Bukan Suatu yang Haram,(Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 21
42 Ibid., hlm 22
31
2. Tinjauan Historis Dasar Maulid Nabi
Kegiatan Maulid Nabi belum dilaksanakan pada zaman Nabi, tetapi pekerjaan
itu dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya secara umum. Walaupun tidak ada nash yang
nyata tetapi secara tersirat Allah dan Rasul-Nya menyuruh kaum muslimin untuk
merayakan suatu hari yang menjadi peringatan-peringatan seperti Maulid Nabi, Isra’
Mi’raj, Nuzulul Qur’an, tahun baru Islam, hari Asyura’ dan lain-lain.43 Di antara 40
dalil yang menjadi dasar Maulid Nabi antara lain:
Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra. Beliau berkata: bahwasanya Rasulullah ketika diMadinah beliau dapat orang Yahudi puasa pada hari Asyura, maka Nabibertanya kepada mereka: hari apakah yang kamu puasakan ini? Jawabmereka: ini hari besar di mana Allah telah membebaskan Musa dan kaumnya,maka Musa berpuasa pada hari semacam ini karena bersyukur kepada Allahdan kamipun mempuasakan pula untuk menghormati Musa disbandingkamu. Maka Nabi berpuasa pada hari Asyura itu dan beliau menyuruh umatIslam untuk berpuasa pada hari itu. (HR. Bukhari Muslim)”.44
Al-Hafid Ibnu Hajar Asqalani yaitu pengarang Shahih Bukhari yang bernama
Fatkhul Bari’ mengatakan bahwa dari hadis tersebut dapat dipetik hukum:
a. Umat Islam dibolehkan bahkan dianjurkan agar memperingati hari-hari
bersejarah, hari-hari yang dianggap besar seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj dan
lain-lain.
b. Nabi pun memperingati hari karamnya Fir’aun dan bebasnya Musa dengan
melakukan puasa Asyura sebagai rasa syukur atas hapusnya yang bathil
dan tegaknya yang hak.45
Selanjutnya dalil yang berkaitan dengan Maulid Nabi sebagaimana
disebutkan dalam Firman Allah SWT. Surat al-A’raf ayat 157:
43 Sirajudin Abbas, 40 Masalah Agama 2, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2004), hlm.182.44 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Libanon: Darul Fikr, t.th.), hlm. 241.45 Sirajudin Abbas, op. cit., hlm. 183.
32
tûï Ï%©!$#šcq ãèÎ7 FtƒtAq ß™§•9$#¢ÓÉ< ¨Z9$#¥_ ÍhG W{ $#“Ï% ©!$#¼ çmtRr߉Åg s†$¹/q çG õ3 tBöN èd y‰Y Ïã’Îû
Ïp1 u‘öq G9$#È@‹ ÅgU M}$#urN èdã• ãBù' tƒÅ$rã• ÷èyJ ø9$$Î/öN ßg8pk÷]tƒ urÇ tãÌ• x6Y ßJ ø9$#‘@Ïtä†urÞO ßgs9
ÏM» t6 Íh‹ ©Ü9$#ãPÌh• ptä†urÞO ÎgøŠn=tæy] Í´ ¯» t6 y‚ø9$#ßìŸÒ tƒ uröN ßg÷ZtãöN èd uŽñÀ Î)Ÿ@» n=øñF{ $#urÓÉL©9$#ôMtR% x.
óO ÎgøŠn=tæ4šúï Ï% ©!$$sù(#q ãZtB#uä¾Ïm Î/çnrâ‘“ tã urçnrã• |Á tRur(#q ãèt7 ¨?$#uru‘q ‘Z9$#ü“Ï% ©!$#tAÌ“Ré&ÿ¼çm yètB
y7Í´ ¯» s9'ré&ãN èdšcq ßsÎ=øÿßJ ø9$#ÇÊÎÐÈ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummiyang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada disisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarangmereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segalayang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuangdari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka [574].Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnyadan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran),mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-A’raf: 157).
Dalam ayat ini dinyatakan dengan tegas bahwa orang yang memuliakan
Nabi Muhammad SAW., adalah orang yang beruntung. Merayakan Maulid
Nabi termasuk dalam rangka memuliakannya. Ayat di atas sangat umum dan
luas. Artinya, apa saja yang dikerjakan kalau diniatkan untuk memuliakan
Nabi maka akan mendapat pahala. Yang dikecualikan ialah kalau memuliakan
Nabi dengan suatu yang setelah nyata haramnya dilarang oleh Nabi seperti
merayakan Maulid Nabi dengan judi, mabuk-mabukan dan lain sebagainya.46
Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh
Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa pemerintahan
Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193M). Adapula yang berpendapat
bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya
adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW., serta
46 Sirajuddin Abbas, op. cit., hlm. 183-184.
33
meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat
dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya
memperebutkan kota Yerusalem.
Fakta yang sesungguhnya dari kehidupan Rasulullah SAW.
menegaskan bahwa tidak ada riwayat yang menyebutkan beliau pada tiap
ulang tahun kelahirannya melakukan ritual tertentu. Bahkan para shahabat
beliau pun tidak pernah kita baca dalam sejarah pernah mengadakan ihtifal
(seremoni) secara khusus setiap tahun untuk mewujudkan kegembiraan karena
memperingati kelahiran Nabi SAW. Bahkan upacara secara khusus untuk
merayakan ritual maulid Nabi SAW. juga tidak pernah kita dari generasi tabi'in
hingga generasi salaf selanjutnya.47
Perayaan seperti ini secara fakta memang tidak pernah diajarkan, tidak
pernah dicontohkan dan juga tidak pernah dianjurkan oleh Rasulullah SAW.,
para shahabat bahkan para ulama salaf di masa selanjutnya. Perayaan maulid
Nabi SAW. Secara khusus baru dilakukan di kemudian hari, dan ada banyak
versi tentang siapa yang memulai tradisi ini. Sebagian mengatakan bahwa
Shalahuddin Al-Ayyubi yang mula-mula melakukannya, sebagai reaksi atas
perayaan natal umat Nasrani. Karena saat itu di Palestina, umat Islam dan
Nasrani hidup berdampingan. Sehingga terjadi interaksi yang majemuk dan
melahirkan berbagai pengaruh satu sama lain.
Versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid ini dimulai pada masa
dinasti Daulah Fatimiyyah di Mesir pada akhir abad keempat hijriyah. Hal itu
seperti yang ditulis pada kitab Al-A'yad wa atsaruha alal Muslimin oleh
Sulaiman bin Salim As-Suhaimi hal. 285-287. Disebutkan bahwa para khalifah
Bani Fatimiyyah mengadakan perayaan-perayaan setiap tahunnya, di antaranya
adalah perayaan tahun baru, asyura, maulid Nabi SAW. bahwa termasuk
47 http://afrivolities.blogspot.com/2007/04/maulid-nabi-benarkah.html Ahmad Sarwat, Lcdiakses pada tanggal 28 Pebruari 2008
34
maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husein serta maulid Fatimah
dll..48
Versi lainnya lagi menyebutkan bahwa perayaan maulid dimulai tahun
604 H oleh Malik Mudaffar Abu Sa'id Kukburi. Hukum Merayakan Maulid
Nabi SAW bagi mereka yang sekarang ini banyak merayakan maulid Nabi
SAW, seringkali mengemukakan dalil. Di antaranya: 1. Mereka
berargumentasi dengan apa yang ditulis oleh Imam Al-Suyuti di dalam kitab
beliau, Hawi li al-Fatawa Syaikhul Islam tentang Maulid serta Ibn Hajar Al-
Asqalani ketika ditanya mengenai perbuatan menyambut kelahiran Nabi SAW.
Beliau telah memberi jawaban secara bertulis: Adapun perbuatan menyambut
maulid merupakan bid'ah yang tidak pernah diriwayatkan oleh para salafush-
shaleh pada 300 tahun pertama selepas hijrah. 49
Namun perayaan itu penuh dengan kebaikan dan perkara-perkara yang
terpuji, meski tidak jarang dicacat oleh perbuatan-perbuatan yang tidak
sepatutnya. Jika sambutan maulid itu terpelihara dari perkara-perkara yang
melanggar syari'ah, maka tergolong dalam perbuatan bid'ah hasanah. Akan
tetapi jika sambutan tersebut terselip perkara-perkara yang melanggar syari'ah,
maka tidak tergolong di dalam bid'ah hasanah. Selain pendapat di atas, mereka
juga berargumentasi dengan dalil hadits yang menceritakan bahwa siksaan Abu
Lahab di neraka setiap hari Senin diringankan. Hal itu karena Abu Lahab ikut
bergembira ketika mendengar kelahiran keponakannya, Nabi Muhammad
SAW. Meski dia sediri tidak pernah mau mengakuinya sebagai Nabi. Bahkan
ekspresi kegembiraannya diimplementasikan dengan cara membebaskan
budaknya, Tsuwaibah, yang saat itu memberi kabar kelahiran Nabi SAW..
Perkara ini dinyatakan dalam sahih Bukhari dalam kitab Nikah. Bahkan
Ibnu Katsir juga membicarakannya dalam kitabnya SiratunNabi jilid 1 halaman
124. Syamsuddin Muhammad bin Nasiruddin Ad-Dimasyqi menulis dalam
48 Ibid49 Ibid
35
kitabnya Mawrid as-sadi fi Mawlid al-Hadi: "Jika seorang kafir yang memang
dijanjikan tempatnya di neraka dan kekal di dalamnya" (surat Al-Lahab ayat
111) diringankan siksa kuburnya tiap Senin, apalagi dengan hamba Allah yang
seluruh hidupnya bergembira dan bersyukur dengan kehadiran Ahmad dan
meninggal dengan menyebut "Ahad". Hujjah lainnya yang juga diajukan oleh
para pendukung Maulid Nabi SAW. adalah apa yang mereka katakan sebagai
pujian dari Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani.
Menurut mereka, Ibnu Hajar telah menulis di dalam kitabnya, 'Al-
Durar al-Kamina Fi 'ayn al-Mi'at al-Thamina' bahwa Ibnu Kathsir telah
menulis sebuah kitab yang bertajuk maulid Nabi di penghujung hidupnya,
"Malam kelahiran Nabi SAW. merupakan malam yang mulia, utama, dan
malam yang diberkahi, malam yang suci, malam yang menggembirakan bagi
kaum mukmin, malam yang bercahaya-cahaya, terang benderang dan bersinar-
sinar dan malam yang tidak ternilai.
Para pendukung maulid Nabi SAW. juga melandaskan pendapat
mereka di atas hadits bahwa motivasi Rasulullah SAW. berpuasa hari Senin
karena itu adalah hari kelahirannya. Selain karena hari itu merupakan hari
dinaikkannya laporan amal manusia. Abu Qatadah Al-Ansari meriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW. Ketika ditanya mengapa beliau berpuasa pada hari
Senin, menjawab, "Itulah hari aku dilahirkan dan itulah juga hari aku diangkat
menjadi Rasul. "Hadits ini bisa kita dapat di dalam Sahih Muslim, kitab as-
siyam (puasa) Pendapat yang Menentang. Namun argumentasi ini dianggap
belum bisa dijadikan landasan dasar pensyariatan seremoni Maulid Nabi SAW.
Misalnya cerita tentang diringankannya siksa Abu Lahab itu, mereka
mengatakan bahwa Abu Lahab yang diringankan siksanya itu pun hanya sekali
saja bergembiranya, yaitu saat kelahiran. Dia tidak setiap tahun merayakan
kelahiran Nabi dengan berbagai ragam seremoni. Kalau pun kegembiraan Abu
Lahab itu melahirkan keringanan siksanya di neraka tiap hari Senin, bukan
36
berarti orang yang tiap tahun merayakan lahirnya Nabi SAW. akan
mendapatkan keringanan siksa.
Demikian juga dengan pujian dari Ibnu Katsir, sama sekali tidak bisa
dijadiakan landasan perintah untuk melakukan seremonial khusus di hari itu.
Sebab Ibnu Katsir hanya memuji malam hari di mana Nabi SAW. lahir, namun
tidak sampai memerintahkan penyelenggaraan seremonial. Demikian juga
dengan alasan bahwa Rasulullah SAW. Berpuasa di hari Senin, karena hari itu
merupakan hari kelahirannya. Hujjah ini tidak bisa dipakai, karena yang saat
dilakukan bukan berpuasa, tapi melakukan berbagai macam aktifitas setahun
sekali.50
Kalau pun mau berittiba' pada hadits itu, seharusnya umat Islam
memperbanyak puasa sunnah hari Senin, bukan menyelenggarakan seremoni
maulid setahun sekali. Bahkan mereka yang menentang perayaan maulid Nabi
ini mengaitkannya dengan kebiasaan dari agama sebelum Islam. Di mana umat
Yahudi, Nasrani dan agama syirik lainnya punya kebiasaan ini. Buat kalangan
mereka, kebiasaan agama lain itu haram hukumnya untuk diikuti. Sebaliknya
harus dijauhi. Apalagi Rasulullah SAW. tidak pernah menganjurkannya atau
mencontohkannya. Dahulu para penguasa Mesir dan orang-orang Yunani
mengadakan perayaan untuk tuhan-tuhan mereka. Lalu perayaan-perayaan ini
di warisi oleh orang-orang Kristen, di antara perayaan-perayaan yang penting
bagi mereka adalah perayaan hari kelahiran Isa al-Masih, mereka
menjadikannya hari raya dan hari libur serta bersenang-senang. Mereka
menyalakan lilin-lilin, membuat makanan-makanan khusus serta mengadakan
hal-hal yang diharamkan. Dan akhirnya, para penentang maulid mengatakan
bahwa semua bentuk perayaan maulid Nabi yang ada sekarang ini adalah
50 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi, Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi (PKG goa-SulawesiSelatan: Al Maktabah al-Atsariyah Ma’had Tanwir as-Sunnah, 2007) hlm. 201
37
bid'ah yang sesat. Sehingga haram hukumnya bagi umat Islam untuk
menyelenggarakannya atau ikut mensukseskannya. 51
Jawaban dari Pendukung Maulid Tentu saja para pendukung maulid
Nabi SAW, tidak rela begitu saja dituduh sebagai pelaku bid'ah. Sebab dalam
pandangan mereka, yang namanya bid'ah itu hanya terbatas pada ibadah
mahdhah (formal) saja, bukan dalam masalah sosial kemasyarakatan atau
masalah muamalah.
Adapun seremonial maulid itu oleh para pendukungnya diletakkan di
luar ritual ibadah formal. Sehingga tidak bisa diukur dengan ukuran bid'ah.
Kedudukannya sama dengan seorang yang menulis buku tentang kisah Nabi
SAW. Padahal di masa Rasulullah SAW, tidak ada perintah atau anjuran untuk
membukukan sejarah kehidupan beliau. Bahkan hingga masa salah berikutnya,
belum pernah ada buku yang khusus ditulis tentang kehidupan beliau.
Lalu kalau sekarang ini umat Islam memiliki koleksi buku sirah
nabawiyah, apakah hal itu mau dikatakan sebaga bid'ah? Tentu tidak, karena
buku itu hanyalah sarana, bukan bagian dari ritual ibadah. Dan keberadaan
buku-buku itu justru akan membuat umat Islam semakin mengenal sosok
beliau. Bahkan seharusnya umat Islam lebih banyak lagi menulis dan mengkaji
buku-buku itu.
Dalam logika berpikir pendukung maulid, kira-kira seremonial maulid
itu didudukkan pada posisi seperti buku. Bedanya, sejarah Nabi SAW. tidak
ditulis, melainkan dibacakan, dipelajari, bahkan disampaikan dalam bentuk
seni syair tingkat tinggi. Sehingga bukan melulu untuk konsumsi otak, tetapi
juga menjadi konsumsi hati dan batin. Karena kisah Nabi disampaikan dalam
bentuk syair yang indah. Dan semua itu bukan termasuk wilayah ibadah formal
(mahdhah) melainkan bidang muamalah. Di mana hukum yang berlaku bahwa
51 Ibid ., hlm 203
38
segala sesuatu asalnya boleh, kecuali bila ada dalil yang secara langsung
melarangnya secara eksplisit.
Kesimpulan sebagai bagian dari umat Islam, barangkali kita ada di
salah satu pihak dari dua pendapat yang berbeda. Kalau pun kita mendukung
salah satunya, tentu saja bukan pada tempatnya untuk menjadikan perbedaan
pandangan ini sebagai bahan baku saling menjelekkan, saling tuding, saling
caci dan saling menghujat.
Perbedaan pandangan tentang hukum merayakan Maulid Nabi SAW.,
suka atau tidak suka, memang telah kita warisi dari zaman dulu. Para
pendahulu kita sudah berbeda pendapat sejak masa yang panjang. Sehingga
bukan masanya lagi buat kita untuk meninggalkan banyak kewajiban hanya
lantaran masih saja meributkan peninggalan perbedaan pendapat di masa lalu.
Sementara di masa sekarang ini, sebagai umat Islam, bukanlah waktu
yang tepat bila kita saling bertarung dengan sesama saudara kita sendiri, hanya
lantaran masalah ini. Sebaliknya, kita justru harus saling membela,
menguatkan, membantu dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbedaan
pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada habisnya. Kalau kita
terjebak untuk terus bertikai.
Menurut catatan sejarah, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
pertama kali diperkenalkan seorang penguasa Dinasti Fatimiyah. Jauh sebelum
Al-Barzanji lahir dan menciptakan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
Langkah ini secara tidak langsung dimaksudkan sebagai sebuah penegasan
kepada khalayak, bahwa dinasti ini betul-betul keturunan Nabi Muhammad
SAW. Setidaknya ada dimensi politis dalam kegiatan tersebut.
Selanjutnya peringatan Maulid menjadi sebuah rutinitas umat Islam di
berbagai belahan dunia. Hal itu terjadi setelah Abu Sa’id al-Kokburi, Gubernur
Irbil, Irak, mempopulerkannya pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin al-
Ayyubi (1138-1193M). Waktu itu tujuan untuk memperkokoh semangat
keagamaan umat Islam umumnya, khususnya mental para tentara menghadapi
39
serangan tentara salib dari Eropa, yang ingin merebut tanah suci Jerusalem dari
tangan kaum muslimin.
Memuliakan keagungan pribadi junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW. Sudah menjadi ketentuan syari’at. Menyambut kegembiraan kelahirannya
merupakan salah satu pertanda rasa terima kasih dan syukur kepada Allah SWT.
sekaligus merupakan bukti tentang keikhlasan menerima hidayah Illahi yang
dibawa Nabi Muhammad SAW.52
Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi
dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan
shalawat Nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan
Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga
dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten.
Sebagian masyarakat muslim Sunni dan Syiah di dunia merayakan
Maulid Nabi. Muslim Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal
sedangkan muslim Syiah merayakannya pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang
juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Imam
Ja'far ash-Shadiq.
Kaum ulama yang berpaham Salafiyah dan Wahhabi, umumnya tidak
merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah
Bid'ah, yaitu kegiatan yang bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru dalam
menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatannya.
Maulid sebagai bagian dari tradisi keagamaan dapat dilihat dari dua
segi, yakni segi historis dan segi sosial kebudayaan. Dari sudut historis, pada
cacatan al Sandubi dalam karyanya Tarikh al- ikhtilaf fi al-Maulid al-Nabawi,
al-Mu’izz li-Dinillah (341-365/953-975), penguasa dari Fatimiyah yang
pertama menetap di Mesir, adalah orang yang pertama yang
52 Al-Hamid al-Husaini, Sekitar Maulid Nabi Muhammad SAW dan Dasar HukumSyari atnya, (Semarang: Toha Putra, 1987), hlm. 82.
40
menyelenggarakan perayaan kelahiran Nabi yang tercatat dalam sejarah
Islam. Kemudian kurun-kurun berikutnya tradisi yang semula dirayakan hanya
oleh sekelompok Sya’i ini juga dilaksanakan oleh kaum Sunni, di mana
khalifah Nur al-Din, penguasa Syiria (511-569/1118-1174) adalah penguasa
pertama yang tercatat merayakan Maulid Nabi. Pelaksanaan secara besar-
besaran dilaksanakan untuk pertama kalinya oleh Raja Mudhaffar Abu Said
al Koukburi bin Zaid al-Din Ali bin Baktakin (549-643/1154-1232) penguasa
Irbil 80 km tenggara mosul Iran yakni pada awal abad ke 7/ke 13.53
Adapun karya-karya mengenai maulid tercatat memiliki keterkaitan
tarekat adalah al-Barzanji, yakni yang diadopsi dari tharekat tertua,
Qadiriyyah, sedangkan kitab maulid al-Diba’i tidak memiliki kaitan dengan
thariqah.54
Namun hampir terdapat kepastian, bahwa munculnya kitab-kitab
Maulid pada abad ke 15M/ ke 9-10H sebagai ekspresi penggugah semangat
kecintaan dan kerinduan pada rasul terilhami dari budaya sufisme. Tentu
saja antara tasawuf dan tarekat dengan kitab-kitab Maulid Nabi serta, serta
tradisi pembacaannya memiliki garis hubungan spiritual yang menjadi titik
tolak bertemunya doktrin tasawuf dengan isi atau kandungan kitab Maulid
tersebut. Antara sufisme dan maulid itu, dihubungkan dengan doktrin cinta
(mahabbah dan al-hubb). Maka disini, posisi kitab Maulid dengan segala
tradisinya menghubungkan antara pembaca dengan yang dicintai yakni Nabi
Muhammad.
Kecintaan kepada Nabi Muhammad ini dalam tradisi Maulid menjadi
inti, sebagai sarana wushuliyyah menuju kecintaan kepada Allah. Sebab di
53 Lihat kajian Nico Kaptein, Perayaan hari sejarah lahir nabi Muhammad SAW, Asal usulsampai abad ke 10/16, terj Lillian D. Tedjasudhana, INIS, Jakarta 1994, hal 10/ ke – 16 terjemah lilianD. Tedjasudhana, INIS, Jakarta 1994, hlm 10-18, 20-23, 27-29, dan hal 41 bandingkan denganMacahasin , Dibaan / Barjanjen dan identitas keagamaan umat, dalam jurnal Theologia, FakUshuluddin IAIN Walisongo, vol 12, no 1 Pebruari, 2001, Hlm 24
54Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik Pengalaman Keagamaan Jamaah Maulid al-Diba Girikusumo, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2003) hlm.64
41
dalamnya terdapat doktrin tentang Nur Muhammad sebagai pusat dan
maksud penciptaan alam dan manusia.55
Belum didapatkan keterangan yang memuaskan mengenai bagaimana
perayaan maulid berikut pembacaan kitab-kitab maulid masuk ke Indonesia.
Namun terdapat indikasi bahwa orang-orang Arab Yaman yang banyak
datang di wilayah ini adalah yang memperkenalkannya, disamping
pendakwah-pendakwah dari Kurdistan. Ini dapat dilihat dalam kenyataan
bahwa sampai saat ini banyak keturunan mereka maupun syaik-syaikh
mereka yang mempertahankan tradisi pembacaan Maulid. Di samping dua
penulis kenamaan Maulid berasal dari Yaman (al-Diba i) dan dari Kurdistan
(al-Barzanji), yang jelas kedua penulis tersebut mendasarkan dirinya sebagai
keturunan rasulullah, sebagaimana terlihat dalam kasidah-kasidahnya.56
Dapat dipahami bahwa tradisi keagaman pembacaan Maulid
merupakan salah satu sarana penyebaran Islam di Indonesia, Islam tidak
mungkin dapat tersebar dan diterima masyarakat luas di Indonesia, jika saja
proses penyebarannya tidak melibatkan tradisi keagamaan tradisi keagamaan.
Yang jelas terdapat fakta yang juat bahwa tradisi pembacaan maulid
meruapakan salah satu ciri kaum muslim tradisional di indonesia.57 Dan
umumnya dilakukan oleh kalangan sufi. Maka dari segi ini dapat diperoleh
kesimpulan sementara bahwa masuknya Perayaan Maulid berikut pembacaan
kitab-kitab maulid bersamaan dengan proses masuknya Islam ke Indonesia
yang dibawa oleh pendakwah yang umumnya merupakan kaum sufi58
55 Mengenai doktrin ini lihat Ahmd Muhammad Yunus Langka, Daqaiq al-Akbar,tt., hlm 2-3lihat juga Abd Rahman al-Diba’i, Maulid al-Diba’i, dalam al-Mawlid Wa Ad iyyah, tt, Surabaya, hlm.169. sedangkan mengenai hadits-hadits yang berkaitan dengan doktrin tersebut lihat Muhammad Nafisal Banjari, Durr al- Nafs, Singapura , 1928 hlm.21-22
56 Bandingkan dengan Machasin, , op. cit., Mengenai klaim penulis sebagai keturunanrasulullah. Dalam kitab maulid al-Barzanji maupun al-Diba’i.
57 Ibid ., hlm 2358Corak dengan kaum tradisional itu tidak lepas pula dari strategi dakwah yang diterapkan
oleh para penyebar Islam mula-mula di Indonesia saat itu yang sebagian besar petani yang tinggal didaerah pedesaan dan tingkat pendidikannya yang sangat rendah, maka pola penyebaran Islampun
42
Hal itu dilakukan karena dasar pandangan ahl al-sunnah wa al-jama’ah,
corak Islam yang mendominasi warna Islam Indonesia, lebih fleksibel dan
toleran dibanding dengan kelompok lain. Mempertahankan tradisi menjadi
sangat penting maknanya dalam kehidupan keagamaan mereka, berdasarkan
pada kaidah ushuliyah al-muhafadzah li al qadim al- shalih, wa al-ahdza min
jadid al ashlah. Inilah kemudian dalam wacana kilmuan disebut sebagai Islam
Tradisional.
Justru karena kemampuan dalam menyesuaikan ajaran Islam dengan
tradisi yang telah mengakar dalam masyarakat inilah, maka kelompok
tradisional Islam berhasil menggalang simpati dari berbagai pihak yang
menjadi kekuatan pedukung. Rozikin Daman memandang bahwa hal inilah
yang mendorong timbulnya kelompok tradisionalisme dan sekaligus menjadi
salah atu faktor pendorong bagi tumbuhnya gerakan tradisionalisme Islam.59
Salah satu sarana efektif penggalangan simpati tersebut adalah
pelestarian tradisi keagamaan yang populer dimasyarakat, termasuk yang
paling penting didalamya adalah peringatan maulid serta pembacaan kitab-
kitab maulid, yang umumnya lebih dikenal sebagi diba’an atau berjanjen.
Ada beberapa faktor pendukung yang menyebabkan kitab-kitab
Maulid sangat populer di Indonesia, serta menjadikannya sebagai tradisi ritual
keagamaan, antara lain:
a. Kenyataan sejarah bahwa proses penyebaran Islam di Indonesia
dimotori oleh Islam Sufistik.
b. Kecenderungan masyarakat pada Islam sufistik, khususnya tharekat,
dimana tharekat memeng memiliki tradisi penghormatan terhadap
disesuaikan dengan kemampuan pemahaman masyarakat. sehingga materi dakwah pada waktu itu lebihdiarahkan keyakinan serta ajaran ibadah yang bersifat pemujaan secara ritual. Selain itu ditopang olehperilaku ibadah dan upacara ritual keagamaan yang dianggap akan makin memperkokoh keimanandan keislaman mereka sangat dianjurkan, seperti tahlilan, yasinan, ziarah kubur, talqin, shadaqahan(kenduri/ kondangan, selamatan) haul upacara yang terkait dengan kematian dan sebagainya .
59 Rozikin Daman, Membidik NU Dilema Percaturan Politik Nu Pasca Khittah, Yogyakarta :Gama Media, 2001).hlm 35
43
rasulullah, wali, syaikh/guru, yang salah satunya adalah pembacaan
riwayat hidup, yang bentuknya ada pada buku-buku maulid dan
manaqib.
c. Nilai sastra dalam kitab–kitab al-maulid, maupun syair- syair yang
memiliki pengaruh psikologis kuat, terhadap parapembacanya apalagi
yang tahu tentang maknanya.
d. Kecenderungan masyarakat (tradisional) pada tradisi mistik, dimana
nilai, nilai tentang syafaat, tawasul, tabaruk, tabarruj sangat lekat
dengan corak keagamaan60
3. Macam-Macam Kitab Maulid Dan Pembacanya
Sebagian Kitab-kitab berkenaan maulid terlalu banyak, dan tertulis
dalam berbagai bentuk penulisan. Yang Masyhur Berkenaan Maulid Di sini
kita tidak akan menyebut semua kitab tersebut, tetapi kita akan menyebutkan
sebagian saja, terutamanya dari pada huffazul hadits, serta para Imam, yang
ada menulis kitab maulid dan terkenal pula karangan mereka ini. Cukuplah
sekian banyak kitab ini menjadi pedoman kita akan keutamaan dan kemuliaan
maulid Nabi ini.
Antara yang mengarang kitab-kitab tersebut adalah:
1) Al-Imam al-Muhaddis al-Hafiz Abdul Rahman bin Ali yang terkenal dengan
Abulfaraj ibnul Jauzi (wafat th 597H/1201M), dan maulidnya yang
masyhur dinamakan Al-Arus . Telah dicetak di Mesir berulang kali.
2) Al-Imam al-Muhaddis al-Musnid al-Hafiz Abulkhattab Umar bin Ali bin
Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dahyatilkalbi (wafat th.
633H/1236M). Beliau mengarang maulid yang hebat yang mempunyai
tahqiq yang begitu berfaedah yang dinamakan At-Tanwir Fi Maulidil
Basyirin Nadzir .
60 Ahmad Anas , op. cit., hlm 72
44
3) Al-Imam Syeikhul Qurra’ Waimamul Qiraat pada zamannya, al-Hafiz al-
Muhaddis al-Musnid al-Jami’ Abulkhair Syamsuddin Muhammad bin
Abdullah al-Juzuri asy-Syafi’e (wafat th 660H/1262M). Maulidnya dalam
bentuk manuskrip berjudul Urfutta rif bilmaulidis syarif .
4) Al-Imam al-Mufti al-Muarrikh al-Muhaddis al-Hafiz ‘Imaduddin Ismail
bin Umar ibn Katsir, penyusun tafsir dan kitab sejarah yang terkenal (wafat
th 774H/1373M). Ibn Katsir telah menyusun satu maulid Nabi yang telah
pun diterbitkan dan ditahqiq oleh Dr Solahuddin al-Munjid. Kemudiannya
maulid ini telah ditanzimkan dan disyarahkan oleh al-’Allamah al-Faqih as-
Sayyid Muhammad bin Salim bin Hafidz, Mufti Tarim, dan diberi
komentar pula oleh al-Marhum al-Muhaddis as-Sayyid Muhammad bin
Alawi al-Maliki, yang telah diterbitkan di Syria pada tahun
1387H/1967M).
5) Al-Imam al-Kabir wal’alim asy-Syahir, Hafizul Islam wa Umdatul Anam,
wa Marja il Muhaddisin al-A lam, al-Hafiz Abdul Rahim ibn Husain bin
Abdul Rahman al-Misri, yang terkenal dengan al-Hafiz al-Iraqi (wafat th
808H/1406M). Maulidnya yang mulia dan hebat, dinamakan Al-Mauridul
Hana dan telah disebutkan oleh ramai huffaz seperti Ibn Fahd dan As-
Suyuthi.
6) Al-Imam al-Muhaddis al-Hafiz Muhammad bin Abi Bakr bin Abdillah al-
Qisi ad-Dimasyqi asy-Syafie, yang terkenal dengan al-Hafiz Ibn Nasiriddin
ad-Dimasyqi (wafat th. 842H/1439M). Beliau merupakan ulama yang
membela Ibn Taymiyah malah menulis kitab bagi menjawab pertuduhan ke
atas Ibn Taimiyah. Beliau telah menulis beberapa kitab maulid, antaranya:
1. Jami ul Atsaar Fi MaulidinNabiyil Mukhtar dalam 3 Jilid
2. Al-Lafdzurra iq Fi Maulid Khairil Khalaiq - berbentuk ringkasan.
3. “Maurid As-Sabiy Fi Maulid Al-Hadi
7) Al-Imam al-Muarrikh al-Kabir wal Hafiz asy-Syahir Muhammad bin
Abdul Rahman al-Qahiri yang terkenal dengan al-Hafiz as-Sakhawi (wafat
45
th 902H/1497M) yang mengarang kitab Addiyaullami dan kitab-kitab lain
yang berfaedah. Beliau telah menyusun maulid Nabi dan dinamakan Al-
Fakhrul Alawi Fi al-Maulid an-Nabawi (Disebutkannya dalam kitab ad-
Diyaullami’, Juzuk 8, halaman 18).
8) Al-Allamah al-Faqih as-Sayyid Ali Zainal Abidin as-Samhudi al-Hasani,
pakar sejarah dari Madinah al-Munawarrah (wafat th 911H/1505M).
Maulidnya yang ringkas (sekitar 30 muka surat) dinamakan Al-Mawarid
Al-Haniyah Fi Maulid Khairil Bariyyah . Kitab ini dalam tulisan khat
nasakh yang cantik dan boleh didapati di perpustakaan-perpustakaan di
Madinah, Mesir dan Turki.
9) Al-Hafiz Wajihuddin Abdul Rahman bin Ali bin Muhammad asy-Syaibani
al-Yamani az-Zabidi asy-Syafie, yang terkenal dengan Ibn Daibai’e. beliau
dilahirkan pada bulan Muharram 866H/1462M, dan meninggal dunia pada
hari Jumaat, 12 Rejab 944H/1537M. Beliau merupakan salah seorang
Imam pada zaman beliau, dan merupakan kemuncak masyaikhul hadits.
Beliau telah meriwayatkan hadits-hadits al-Bukhari lebih seratus kali, dan
membacanya sekali dalam masa enam hari. Beliau telah menyusun maulid
yang amat masyhur dan dibaca di merata dunia (Maulid Dibai). Maulid ini
juga telah di-tahqiq, diberi komentar serta ditakhrijkan haditsnya oleh al-
Marhum al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki.
10) Al-’Allamah al-Faqih al-Hujjah Syihabuddin Ahmad ibn Hajar al-Haitami
(wafat th 974H/1567M). Beliau merupakan mufti Mazhab Syafie di
Makkah al-Mukarramah. Beliau telah mengarang maulid yang sederhana
(71 mukasurat) dengan tulisan khat naskh yang jelas yang boleh didapati di
Mesir dan Turki. Beliau namakannya Itmamun Ni mah Alal Alam
Bimaulid Saiyidi Waladi Adam . Selain itu beliau juga menulis satu lagi
maulid yang ringkas, yang telah diterbitkan di Mesir dengan nama An-
Ni matul Kubra Alal Alam Fi Maulid Saiyidi Waladi Adam .
46
As-Syeikh Ibrahim al-Bajuri pula telah mensyarahkannya dalam bentuk
hasyiah dan dinamakannya : Tuhfatul Basyar ala Maulid Ibn Hajar
11) Al-’Allamah al-Faqih asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad ys-Syarbini al-
Khatib (wafat th. 977H/1569). Maulidnya dalam bentuk manuskrip
sebanyak 50 halaman, dengan tulisan yang kecil tetapi boleh dibaca.
12) Al-’Allamah al-Muhaddits al-Musnid al-Faqih asy-Syaikh Nuruddin Ali
bin Sultan al-Harawi, yang terkenal dengan al-Mulla Ali al-Qari (wafat th
1014H/1605M) yang mensyarahkan kitab al-Misykat. Beliau telah
mengarang maulid dengan judul Al-Maulidurrawi Fil Maulidin Nabawi .
Kitab ini juga telah ditahqiq dan diberi komentar oleh al-Marhum al-
Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, dan dicetak di
Matba’ah As-Sa’adah Mesir tahun 1400H/1980M.
13) Al-’Allamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan bin Abdil
Karim al-Barzanji, Mufti Mazhab As-Syafi’e di Madinah al-Munawarah
(wafat th. 1184H/ 1776M). Beliau merupakan penyusun maulid yang
termasyhur yang digelar Maulid al-Barzanji. Sebahagian ulama
menyatakan nama sebenar kitab ini ialah Aqdul Jauhar Fi Maulidin
Nabiyil Azhar . Maulid ini merupakan maulid yang termasyhur dan paling
luas tersebar di negara-negara Arab dan Islam, di timur dan barat. Malah
dihafal dan dibaca oleh orang Arab dan ‘Ajam pada perhimpunan-
perhimpunan mereka yang berbentuk kemasyarakatan dan keagamaan.
14) Al-’Allamah Abul Barakat Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-’Adawi
yang terkenal dengan ad-Dardir (wafat th 1201H/1787). Maulidnya yang
ringkas telah dicetak di Mesir dan terdapat hasyiah yang luas padanya oleh
Syeikul Islam di Mesir, al-Allamah As-Syeikh Ibrahim bin Muhammad bin
Ahmad al-Baijuri atau al-Bajuri (wafat th 1277H/1861M).
15) Al-’Allamah asy-Syeikh Abdul Hadi Naja al-Abyari Al-Misri (wafat th.
1305H/1888M). Maulidnya yang ringkas dalam bentuk manuskrip.
47
16) Al-Imam al-’Arifbillah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid asy-Syarif
Muhammad bin Ja’far al-Kattani al-Hasani (wafat th. 1345H/1927M).
Maulidnya berjudul (Al-Yumnu Wal-Is ad Bimaulid Kharil Ibad dalam
60 halaman, telah diterbitkan di Maghribi pada tahun 1345H/1927M.
17) Al-’Allamah al-Muhaqqiq asy-Syeikh Yusuf an-Nabhani (wafat th.
1350H/1932M). Maulidnya dalam bentuk susunan bait dinamakan
Jawahirun Nazmul Badi Fi Maulidis Syafi diterbitkan di Beirut
berulangkali.61
a. Kitab-kitab Maulid yang beredar di Indonesia
Kitab maulid yang selama ini beredar luas di masyarakat (sekitar paling
tidak 24 edisi teks) terbatas pada teks-teks Arab serta teks terjemahannya, baik
ke bahasa Indonesia maupun Jawa.
Dalam penelitian berjudul ”Kurdish ulama and their indonesian
students , dalam De Turcicis Aiique Rebus: Commentari Henry Hofman
Dedicati,62 Martin Van Brunessen menemukan teks kitab Maulid al-barzanji
yang terbit di Indonesia dalam edisi yang berbeda-beda yakni:
1). Muhammad Nawani bin Umar al-Jawi al-Bantani (1813-1897M), Madarij
as-Su'ud ila Iktisa' al-Burud (Jalan Naik untuk Dapat Memakai Kain
yang Bagus), komentar dalam bahasa Arab berbagai edisi dan peterbitan.
2). Abu Ahmad Abdul hamid al-Qandali (Kendal), Sabil al-Munji (Jalan bagi
Penyelamat), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan
oleh Menara Kudus,t.t
61 Daikhilullah bin Bakhit al Matharafy, Peringatan Maulid Bid ah atau Sunnah, (Solo:Pustaka Tibyan, 2006).,hlm37
62 Penelitian ini diterjemahkan dalam artikel “ Ulama Kurdi dan Murid Indonesia mereka“dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tharekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Bandung ,cet III, 1999, hlm 88-111 lihat Ahmad Anas, op. cit., hlm 73
48
3). Ahmad Subki Masyhadi (pekalongan), Nur al-Lail ad-Daji wa Miftah
Bab al-Yasar (Cahaya di malam gelap dan kunci pintu kemudahan),
terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Hasan al-
Attas, Pekalongan,t.t
4). Asrari Ahmad, (wonosari Tempuran, Magelang) Munyah al-Martaji al-
Tarjamah Maulid al-Barzanjî (Harapan bagi Pengharap dalam Riwayat
Hidup Nabi Tulisan al-Barzanjî), terjemahan dan komentar dalam bahasa
Jawa, diterbitkan oleh Menara Kudus,t.t
5). Mundzir Nadzii, al-Qaula al-Munji 'ala Ma'ani al-Barzanjî (Ucapan yang
Menyelamatkan dalam Makna-Makna al-Barzanjî), terjemahan dan
komentar bahasa Jawa. diterbitkan oleh Sa'ad bin Nashir bin Nabhan.
Surabaya,t.t
(6) M. Mizan Asrani Muhammad, Badr ad-Daji fi Tarjamah Maulid al-
Barzanjî (Purnama Gelap Gulita dalam Sejarah Nabi yang Ditulis al-
Barzanjî), terjemahan Indonesia diterbitkan oleh Karya Utama,
Surabaya,t.t.63
Kitab maulid karya Imam Nawawi banten merupakan syarah (komentar
yang umumnya bersifat penafsiran) atas kitab Maulid al Iqd al- Jawahir
Syaikh Ja’far al-Barzanji. Sedangkan kitab kedua sampai kitab kelima
merupankan kitab berbahasa Arab dari Maulid al-Barzanji yang diberi
terjemahan berbahasa Jawa secara menggantung (model jenggotan) dengan
huruf Arab pegon. Dan kitab keenam adalah kitab terjemahan secara bebas atas
kitab Maulid al-Barzanji kealam bahasa Indonesia.
63 Ahmad Anas , op. cit., hlm 73
49
Namun disamping enam kitab yang diketemukan dalam penelitian
Bruineseen tersebut,64 ternyata masih banyak edisi kitan al-Diba’i dan al-
Barzanji maupun edisi terjemahannya kedalam bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia yang lain.
Hingga saat ini disamping keenam kitab yang terlah tersebut diatas
dapat disebutkan edisi-edisi kitab yang disebut secara genetik sebagai kitab
”al-Barzanji” yang beredar di Indonesia, yaitu:
1. Majmu at Maulid Syarf Al-Anam (Anonim berbahasa Arab), Thoha
Putra Semarang, tt, 256 halaman. Kitab inilah yang paling populer
dipakai oleh masyarakat awam (terutama generasi tua kelompok
tradisioal) untuk berbagai keperluan dan tradisi keagamaan dan
kemasyarakatan. Sehingga penerbit yang sama mencetaknya dalam
berbagai bentuk (kecil, sedang dan besar) dan beragam edisi. Edisi
yang sama, judul sama, dan jumlah halaman yang sama juga diterbitkan
oleh CV. Menara Kudus, serta penerbit Dahlan Surabaya dengan judul
Majmu at al- Mawalid.
2. Majmu at Mawalid Wa Da iyyah (Anonim, berbahasa Arab),
diterbitkan oleh PT. Karya Toha Putra, Semarang, 1406H, dengan
tebal 278 halaman. Kitab ini menghimpun lima kitab utama yakni:
(Maulid al-Diba i, Al-Barzanji Natsr, Al-Azab Syarf al-Anam dan al-
Barzanji Nadzam), al Asma al-Husna, kitab tauhid Aqidah al- Awam,
kitab Ratib al hadad, talqin mayit, sholat sunnah nishfu Sya’ban, 14
64 Pada kesempatan lain, Bruinessen menyebutkan di Indonesia sekarang setidak- tidaknya ada7 edisi teks ini yang berbeda. Lihat Bruinessen, Kitab Kuning hlm. 211
50
macam doa’ doa untuk berbagai keperluan, al-Tahrim, sholawat
Badriyyah.65
Judul yang sama juga diterbitkan oleh PT Ma’rifat Bandung (t.t, 243
halaman) perbedaan kitab ini dengan Majmu at Syarf al- Anam, hanya
terletak pada susunan bagian satu dengan yang lain. Kitab Majmu
Syaraf al-Anam dimulai dengan kitab Maulid al-Barzanji Natsar (oleh
Syekh al-Barzanji) dan kitab Syaraf al- Anam (karya al-Diba i), sedang
yang kedua biasanya dimulai dengan kitab Maulid al-Diba i dan
sebagainya. Selain itu muatan didalamnya lebih banyak, disamping
memuat semua kitab pada al- Majmu at wa al Da awat.
3. Majmu (dengan membatasi isinya hanya pada Kitab populer yakni
Maulid Natsar, Diba i, al-Ahzab, Mahal al-Qiyam, doa Nisfu Sya ban,
Sholawat Nariyah, Sholawat Munjiyat, dan Sholawat Badriyyah)
diterbitkan oleh PT. Thoha Putra Seemarang, t.t. setebal 120 halaman.
Kitab ini juga diterbitkan oleh pustaka Alawiyyah Semarang t.t dengan
ketebalan 80 halaman)
4. Majmu (berisi kitab Maulid al-Diba i, al-Ahzab, Syaraf al-Anam, dan
Sholawat Badriyyah), penerbit Appollo, Surabaya t.t jumlah halammn
34 halaman.
5. Terjemah Maulid al- Barzanji (Arab dan Indonesia) diterjemahkan
oleh H Abdullah Shonhaji, penerbit Al-Munawar Semarang, t.t tebal
100 halaman. Kitab ini hanya menerjemahkan secara umum
(terjemahan ditaruh dibawah teks) dengan disertai dengan cara
membacanya dalam huruf latin.
65 Hampir semua kitab Majmu at memuat hal-hal tersebut, dimana kitab kumpulan tersebutumum disebut dengan kitab Barzanji Lihat Ahmad Anas, hlm 75
51
6. Maulid al-Barzanji Terjemah Barzanji Disertai Nama untuk Anak Laki
laki dan Perempuan, diterjemahkan oleh DRS. H. Moh Zuhri, penerbit
CV. Toha Putra Semarang, 1992 tebal 149 halaman. Kitab ini berisi
terjemahan dalam bahasa Indonesia pada kolom sebelah kiri, sedang
pada kolom sebelah kanan pada halaman yang sama berisi teks bahasa
Arab beserta cara membacanya dalam huruf latin. Pada akhir buku,
disertai dengan tambahan bab”Tuntunan Islam dalam memberi nama
anak”, ditambah dengan al-Asma ul Husna, nama-nama nabi dan Rasul
serta nama anak ayang baik untuk anak laki-laki dan perempuan. Tentu
ini dimaksudkan bahwa kitab al-Barzanji ini bisa sebagai pedoman
yang dipergunakan dalam acara-acara yang berhubugan dengan
kelahiran anak, sebagaimana umumnya tradisi masyarakat Islam di
Jawa khususnya.
7. Majmu at Maqru atin Yaumiyyah wa Usbuiyyah fi al-Ma had al-
Islami al- Salafi La itan, Muhammad bin Abdaullah faqih, Pon-Pes
langitan, Tuban, t.t tebal 304. kitab ini bisa dibilang eklusif baik secara
penyusunannya maupun struktur susunan didalamnya yang lain
umumnya kitab al-Barzanji. Demikian pula pemakaiannya bersifat
terbatas pada lingkungan pesantren yang memiliki afiliasi dengan
pesantren langitan. Nampaknyaa kitab ini penyusunannya selesai pada
tahun 1992.
8. Samt al-Durar, karya syaikh Ahmad al-Habsyi, t.t, Banjarmasin. Kitab
ini mengacu pada kitab Maulid al-Habsyi yang dipakai secara luas
terutama diwilayah Jawa, Sumatera dan Kalimantan, khususnya pada
tharekat Sammaniyah.66
66 Ibid., hlm 76-78
52
Sedangkan yang khusus mengenai kitab Maulid al-Diba i yang beredar
di Indonesia adalah:
1. Al-Qawl al badi fi Tarjamah al-Maulid al-Dina i, diterjemahkan oleh
Ahmad Fauzan Bin Zain Muhammad Al-Rabbani, al-Munawar
Semarang t.t 64 halaman berupa terjemahan model jeggotan kedalam
Bahasa Jawa secara harfiyyah
2. Qath al-Marba wa Nayl al-Arb, Tarjamah Maulid al Diba wa Maulid
al-Ahzab, penerjemah H. Ahmad Subkhi Mashary, penerbit Hasyim
Puta, Semarang t.t tebal 116 halaman. Terjemah ke dalam bahasa Jawa
secara umum.
3. Yaqulu al-Da i tarjamah al-Maulid al-Diba i oleh KH. Misbah bin
Zain al-Mustafa, penerbit al-Ikhsan Surabaya, t,t tebal 72 halaman.
Terjemahan kedalam bahasa Jawa ini bisa dibilang cukup sistematis,
yakni disamping menerjemahkan secara jenggotan (menggantung ke
bawah teks secara harfiyah) pada setiap alenia juga disertai terjemahan
umum (bebas) dan mudah dicerna masyarakat yang membacanya67
4. Al-Maulid al-Diba i, Diba Arab Latin beserta Terjemahannya
penerjemah Baedlowi Syamsuri, penerbit apollo, Surabaya,t.t setebal
100 halaman. Terjemahan umum kedalam bahasa Indonesia disertai
juga dengan cara membacanya dalam huruf latin. Terjemahan ini cukup
bagus baik gaya maupun kedekatan sastrawinya dengan bahasa asli.
5. Terjemah Maulid ad-Diba iy, oleh Abdullah Shonhaji, Penerbit
Munawar, Semarang tt., tebal 78 haalaman sifat terjemahanya mirip
67 Pola ini umumnya dipakai oleh para ulama tradisional salaf seperti juga dipakai oleh K HBisri Mustofa dari Rembang.
53
dengan yang dilakukan oleh Baedlowi Samsuri hanya terkesan lebih
harfiyyah
6. Maulid Diba dan Terjemahnya, penerjemah Moh. Wahyudi, PT. Indah
Surabaya,1997, tebal 100 halaman. Terjemahan bahasa Indonesia tanpa
disertai cara membacanya. Sifat terjemahnyya pun langsung dan umum
7. Maulid al-Diba i, maulid diba Arab dan Latin berikut Terjemahanya,
oleh H Ainul ghoerry Soechami penerjemah karya Abditama, Surabaya
t.t. tebal 75 halaman. Terjemahan bahasa Indonesia dengan cara
membacanya pada setiap alenia.68
b. Tradisi Pembacaan kitab Maulid
Pembacaan kitab-kitab maulid dilaksanakan dalam suasana yang
dikondisikan secara khusus, terutama pada hari-hari dan momentum yang
dipilih. Misalnya sebagai wirid rutin, dipilihlah malam senin yang dipercaya
sebagai malam hari kelahiran Rasulullah, atau malam Jum’at sebagai hari
agung umat Islam. Demikian pula, pembacaan dilaksanakan secara terus
menerus selama bulan Rabi’ al-Awal sebagai bulan kelahiran rasulullah
terutama pada tanggal 1 sampai12 pada bulan tersebut. Selain itu, kitab
maulid dibacakan saat kelahiran bayi, serta sedala upacara yang dihubungkan
dengan siklus kemanusiaan.69
Kesakralan suasana terbangun oleh alunan pelantun dan pembaca prosa
lirik maulid dan kekhusukan peserta, yang untuk beberapa daerah sering pula
memberikan senggakan berupa lafadz ”Allah” setiap satu kalimat selesai
dibaca. Disamping itu, sakralitas pembacaan maulid juga terjadi pada lagu-
lagu pujian (sholawat) terhadap rasulullah yang dinyanyikan berkali-kali. Pada
kelompok masyarakat tertentu, sering pula disertai dengan iringan musik serta
68 Ibid hlm.,7969 ibid
54
tarian, yang menambah kekhusukan peserta. Hal-hal yang mendatangkan
kekhusyukan itulah yang sering mendatangkan kerinduan pada peserta, untuk
tetap merengkuh pembacaan kitab maulid sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari tradisi keagamaanya.
Yang juga tidak kalah menarik adalah fenomena saat Srakalan ( mahal
al-qiyam) Suasana yang terbangun sangat sakral. pada saat berdiri untuk
menyanyikan sholawat asraqal badru, setelah imam atau orang yang membaca
prosa lirik sampai cerita kelahiran Nabi, suasananya sangat khusyuk. Hal ini
merupakan ekspresi kegembiraan yang luar bisa atas kelahiran Nabi.
Walaupun hal ini merupakan sesuatu yang sulit diterima pemikiran logis,
namun bagi kalangan pengikut pembacaan dipegang secara kuat. 70
Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani seorang ulama makkah
masa kini yang juga melestarikan tradisi pembacaan maulid, berusaha
memberikan penjelasan yang masuk akal tentang fenomena ini. Bahwa berdiri
pada saat penyebutan kelahiran Nabi tidak dilakukan oleh ulama terdahulu
(kaum salaf). Tapi hal itu tidak berarti dilarang walaupun hukumnya tidak
wajib, tidak sunnah, dan bahkan tidak boleh meyakini dengan kedua hukum
itu. Sikap berdiri diambil sebagai gerakan tubuh untuk mengungkapkan sikap
hotrmat kaum muslimin dan karena kegembiraan dan suka cita (farhah wa
surur) atas kelahiran beliau serta bersyukur kepada allah bahwa ia telah
mengutus nabi yang menerangi kehidupan manusia, bukan kareana belaiu yang
hadir secara fisik pada saat itu jadi niatnya adalah untuk menghormati dan
menghargai kebesaran kedudukannya sebagai rasul.71 Jadi memang pesertalah
yang berusaha menghadirkan nabi dalam dirinya. Jadi memang secara umum
70 Machasin, loc.Cit.71 Lihat Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Bayan wa al ta rif fi Dzikra al Maulid
al Nabawiyay al-syarif tp., ttp 1995, hlm 20-23, juga dalam karya Haul Ihtifal bidzikra al- Maulid al-Nabawy al-Syarif diterjemahkan oleh Drs. K.H.A idhoh Anas, MA dengan judul Bolehkah PerayaanMaulid Nabi saw? tp., Pekalongan, 1999, hlm 18-22.
55
bisa dikatakan kebiasaan itu sebagai bid’ah, namun merupakan bid’ah yang
bisa ditoleransi. Sebab tidak semua bid’ah sesat banyak diantara tradisi baru
yang baik dan tidak melanggar rambu- rambu teologis.
4. Kumpulan Fatwa Ulama Seputar Perayaan Maulid Nabi
A. Imam al Suyuti dalam al Hawi li al Fatawi
Al–Suyuti menulis satu bab khusus dengan judul, Niat baik dalam
memperingati maulid, Pada bagian awalnya ia mengatakan, ada persoalan yang
dinyatakan mengenai peringatan Maulid Nabi SAW.. Pada bulan Rabiul awal,
yakni bagaimanakah hukumya menurut agama, apakah itu baik atau buruk dan
apakah orang yang merayakannya akan mendapat pahala atau tidak.
Jawaban saya sebagai berikut, memperingati maulid yang pada
dasarnya adalah mengumpulkan orang, membacakan al Qur’an, menceritakan
kisah kelahiran Nabi SAW. dan peristiwa-peristiwa yang mengiringi,
kemudian menyajikan makanan dan setelahnya bubar, itu adalah suatu bid’ah
yang baik. Orang yang melakukannya akan beroleh pahala, karena perbuatan
tersebut mengagungkan kedudukan Nabi SAW. dan mengungkapkan
kegembiraan atas kelahirannya yang mulia.72
B. Ibn Taymiah dalam Iqtidha al Shirath al Mustaqim
Ibn Taymiah menyatakan, berkaitan dengan hal baru seperti yang telah
dilakukan oleh masyarakat, baik dalam rangka mengimbangi orang- orang
kristen dalam memperingati kelahiran yesus atau semata menyatakan cinta
kepada Nabi SAW. dan mengagungkannya Allah SWT. barangkali akan
memberi pahala atas mereka karena kecintaannya itu dan ijtihadnya.
Sejauh kepedulian kita mengenai maulid, kita memperingatinya bukan
untuk alasan lain selain apa yang dikatakan oleh Ibn Taymiah, karena cinta dan
keinginan mengagungkan Nabi SAW. semoga Allah melimpahkan pahala
72 Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi, (Jakarta: PTSerambi Ilmu Semesta, 2007). hlm 18
56
kepada kita sesuai dengan cinta dan usaha ini, dan memberkati orang yang
mengatakan janganlah memperdulikan klaim orang kristen tentang Nabi
mereka, kamu dapat memuji-muji Muhammad SAW. dengan cara apa saja
yang kamu inginkan dan dapat melekatkan segala penghargaan pada dirinya
dan segala kebesaran pada kedudukannya karena keistimewaan nya tidak
memiliki batas yang dapat dicapai oleh ungkapan-ungkapan orang yang
memujinya.(Imam Busyiri)73
C. Hafids Ibn hajar al-Hamtsami,
Pada sumber yang sama yang telah disebutkan di awal, imam Suyuti
mengatakan , “ seseorang bertanya kepada Ibn Hajar, mengenai peringatan
Maulid Nabi. Ibn Hajjar menjawab, pada dasarnya memperingati maulid
adalah suatu bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang muslim
yang saleh pada masa tiga abad pertama. Meskipun demikian, peringatan ini
melibatkan hal-hal yang baik maupun kebalikannya. Oleh kareana itu, siapa
yang mencari kebaikannya dan menghindarkan keburukannya maka itu
bid’ah yang baik, sayapun tergerak untuk menelusuri sumbernya pada sumber
yang kuat, yang telah ditegaskan dalam kitab hadits shahih, yaitu Shahih al
bukhari dan shahih muslaim,tatkala rasulullah sampai di Madinah beliau
mendapatkan orang- orang yahudi berpuasa hari asyura. Ketika beliau mencari
tahu mengenai hal itu, mereka mengatakan, hari ini adalah tatkala Allah swt
menenggelamkan Firaun dan menyelamatkan Musa untuk menunjukkan rasa
syukur kepada Allah.
D. Syekh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin
Syekh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin ditanya tentang bagaimana
hukum merayakan maulid Nabi SAW.? Beliau menjawab: Kita berkeyakinan
bahwa tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai rasulullah SAW.,
dan mengagungkan beliau sesuai dengan kedudukan yang diberikan oleh Allah
73 Ibid., hlm 19
57
kepada beliau, dan tidak diragukan lagi bahwa diutusnya beliau dan aku tidak
mengatakan kelahiran beliau karena beliau tidak menjadi rasul kecuali setelah
datangnya wahyu sebagaimana yang dikatakan oleh ahli ilmu bahwa beliau
diutus menjadi Nabi dengan diturunkannya surat Al-'Alaq dan menjadi rasul
dengan turunnya surat Al-Muddatsir diutusnya beliau merupakan kebaikan
bagi seluruh umat manusia secara umum.74 sebagaimana firman-Nya dalam
surat Al-A'raf:158
ö@è%$yg•ƒ r' ¯» tƒÚZ$Z9$#’ÎoTÎ)ãAq ß™u‘«!$#öN à6 ö‹ s9Î)$·èŠÏHsd“Ï% ©!$#¼ çm s9Û• ù=ãB
ÏNºuq» yJ ¡¡9$#ÇÚö‘F{ $#ur(Iwtm» s9Î)žwÎ)uqèd¾Ç‘ósãƒàM‹ ÏJ ムur((#q ãY ÏB$t«sù«!$$Î/Ï& Î!q ß™u‘urÄcÓÉ< ¨Y9$#
Çc’ÍhG W{ $#” Ï% ©!$#ÚÆÏB÷s ル!$$Î/¾Ïm ÏG» yJ Î=Ÿ2urçnq ãèÎ7 ¨?$#uröN à6 ¯=yès9šcr߉tG ôgs?
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamusemua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak adaTuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan danmematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yangummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
Jika demikian maka termasuk dari pengagungan, penghormatan, dan
menjadikan beliau sebagai imam adalah dengan cara kita tidak melampaui apa
yang beliau syariatkan dari berbagai macam ibadah karena beliau SAW.. wafat
dan tidaklah ada kebaikan untuk umatnya kecuali beliau jelaskan serta
menyuruh mereka untuk melakukannya dan tidak ada suatu keburukan pun
kecuali beliau peringatkan umatnya agar meninggalkan dan menjauhinya, oleh
sebab itu kita tidak berhak untuk mendahului beliau dengan merayakan
kelahiran atau diutusnya beliau (padahal beliau sendiri tidak menyuruhnya,
sedangkan perayaan maksudnya adalah bersenang-senang dan riang gembira
74 Fahd Nashir As Sulaiman, Majmu Fatawa wa Rasail Fadhiltisy Syaikh Muhammad binShalih Al Utsaimin,terj Fatwa-fatwa Syaikh Shalih Al-Utsaimin ,: Hasanah Ilmu, Solo 1994 hlm 108 .
58
serta menampakkan pengagungan kepadanya yang ini semua merupakan
ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT., sedangkan kita tidak
diperbolehkan untuk melakukan ibadah kecuali apa yang telah Allah dan
Rasul-Nya syariatkan sedangkan perayaan ini tidak disyariatkan olehnya-
bahkan merupakan perbuatan bid'ah sedangkan Rasulullah SAW. telah
bersabda bahwa :
)("semua bid'ah adalah sesat" dan ini merupakan kata-kata yang umum
sedangkan beliau merupakan orang yang paling fasih dan paling tahu terhadap
apa yang beliau sabdakan oleh karena itu ungkapan ini mencakup semua
macam bid'ah dan seperti yang kita ketahui bahwa kesesatan adalah lawan dari
petunjuk oleh karena itu Imam Nasa'I meriwayatkan dalam hadits lain:
)("dan setiap kesesatan tempatnya di neraka"
Seandainya perayaan maulid Nabi termasuk perkara yang dicintai oleh
Allah dan Rasul-Nya niscaya hal itu telah disyariatkan, dan seandainya
disyariatkan niscaya akan terpelihara (dan sampai kepada kita, pent.)
dikarenakan Allah SWT.. menjamin untuk menjaga agamanya, dan
seandainya hal itu dijaga niscaya para khualafaurrasyidin, sahabat, dan tabi'
tabi'in tidak akan meninggalkannya. Setelah kita ketahui bahwa mereka tidak
melakukannya atau merayakannya maka dikatahuilah bahwa hal itu bukanlah
merupakan bagian dari agama Allah. Dan yang aku nasehatkan bagi saudara-
saudaraku kaum muslimin adalah supaya mereka meninggalkan hal-hal seperti
ini yang tidak diketahui sumbernya baik dari al-Qur’an maupun sunnah Rasul
SAW.. Serta perbuatan para shahabat dan saya nasihatkan supaya mereka
melakukan hal-hal yang jelas-jelas disyari'atkan oleh agama baik ibadah yang
wajib maupun yang sunnah dan hal itu sudah cukup untuk menggapai
kesolehan individu dan masyarakat.
59
Dan jika Anda perhatikan keadaan orang-orang yang suka melakukan
bid'ah seperti ini akan Anda dapati bahwa mereka banyak meninggalkan
sunnah-sunnah Nabi bahkan juga kewajiban-kewajiban agama, terlebih lagi
jika ditambah dengan apa yang terjadi pada perayaan-perayaan tersebut berupa
pengagungan terhadap Nabi SAW. yang bisa menghantarkan kepada
kesyirikan yang mengeluarkan dari agama dimana Rasulullah SAW. sendiri
memerangi manusia karena memberantas kesyirikan ini serta membolehkan
menumpahkan darah atau mengambil harta serta keluarga mereka karenanya.
Kita mendengar pada perayaan-perayaan semacam itu dibacakan
qasidah-qasidah yang isinya dapat mengeluarkan seseorang dari agama Islam
seperti qasidahnya al-Bushairi yang berbunyi:
"Wahai mahluk yang paling mulia siapakah yang akan aku mintaipertolongan ketika terjadinya musibah yang besar dan menyeluruh selainengkau. Jika engkau tidak memegang tanganku pada hari pembalasan (untukmenyelamatkanku) niscaya aku akan binasa. Maka sesungguhnya karenakemurahanmu-lah dunia dan pasangannya (akhirat) itu ada dan termasukbagian dari cakupan ilmu pengetahuan (tentang takdir) yang tercatat denganpena dalam Lauh al Mahfuz.”
Sifat-sifat seperti ini tidaklah pantas kecuali untuk Allah SWT. dan
saya merasa heran terhadap orang-orang yang melantunkan syair ini jika ia
mengetahui maknanya bagaimana ia berani untuk berkata kepada Rasulullah
SAW. dengan mengucapkan: "Maka sesungguhnya karena kemurahanmulah
dunia dan pasangannya (akhirat) itu ada" karena jika dunia dan akhirat
merupakan bagian dari kemurahan atau kedermawanan beliau dan bukan
semuanya maka apa yang tersisa untuk Allah SWT.. maka tidaklah tersisa
sedikitpun untuk Allah SWT.. tidak di dunia maupun diakhirat demikian juga
perkataan "termasuk bagian dari cakupan ilmu pengetahuan (tentang takdir)
yang tercatat dengan pena dalam Lauhul mahfuz" dan ini juga baru sebagian
dari ilmunya maka apa yang tersisa dari ilmu Allah. Wahai saudaraku muslim
jika engkau bertakwa kepada Allah maka tempatkanlah Rasulullah SAW. pada
60
kedudukan yang Allah berikan untuknya.... Beliau adalah hamba Allah dan
Rasul-Nya maka katakanlah bahwa ia adalah hamba dan Rasul-Nya dan
yakinilah tentang beliau seperti yang Allah perintahkan kepadanya untuk
menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia seperti firman-Nya: Al-
Qur’an surat Al-An'am:50
@è%HwãAq è%r&óO ä3 s9“ωZÏãßûÉî !#t“ yz«!$#IwurãN n=ôã r&|=ø‹ tóø9$#IwurãAq è%r&öN ä3 s9’ÎoTÎ)î7n=tB(
÷b Î)ßìÎ7 ¨?r&žwÎ)$tB#Óyrq ュ’n<Î)4ö@è%ö@yd“Èq tG ó¡ o„4‘yJ ôã F{ $#玕ÅÁ t7 ø9$#ur4Ÿxsùr&tbrã• ©3 xÿtG s?ÇÎÉÈ
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaanAllah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula)aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikutikecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orangyang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"
dan surat Jin: 21-22
ö@è%’ÎoTÎ)Iwà7Î=øBr&ö/ ä3 s9#uŽŸÑŸwur#Y‰x©u‘*ö@è%’ÎoTÎ)s9’ÎTuŽ•Ågä†z ÏB«!$#Ó‰tnr&ô s9ury‰É r&
ÏB¾Ïm ÏRrߊ#‰ystG ù=ãBÇËËÈ
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatukemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan".
Katakanlah: "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapatmelindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tiada akan memperolehtempat berlindung selain daripada-Nya".
Bahkan Rasulullah SAW. sendiripun jika Allah menghendaki sesuatu
terhadapnya tidak ada seorangpun yang dapat melindunginya dari Allah. Maka
intinya adalah bahwa perayaan-perayaan maulid Nabi tidaklah hanya terlarang
karena ia merupakan perbuatan bid'ah semata tapi juga karena adanya
kemungkaran-kemungkaran yang bisa menghantarkan seseorang pada
kesyirikan, demikian juga yang sering kita dengar bahwa pada perayaan itu
61
terjadi percampuran antara laki-laki dan perempuan sehingga bertumpuklah
kemungkaran-kemungkaran padanya yang mengharuskan seorang muslim
untuk mengingkarinya dan sudah cukup bagi kita apa-apa yang telah
disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar bisa menggapai keshalehan hati
serta kemakmuran negeri dan hamba.
Oleh karena itu, tempat maulid Nabi sallallahu alaihi wasallam adalah
mekkah. Sedangkan waktu maulid beliau adalah pada hari senin bulan rabiul
awal pada tahun gajah tahun 53SH yang bertepatan dengan bulan April tahun
571 M.
Adapun tanggal kelahiran beliau, maka para ulama berselisih dalam
penentuannya. Dan cukuplah hal ini menjadi tanda dan bukti nyata yang
menunjukkan bahwa Nabi sallallahu alaihi wasallam, para sahabat beliau, dan
para ulama setelah mereka, tidaklah menaruh perhatian besar dalam masalah
hari maulid (kelahiran) Nabi sallallahu alaihi wasallam, karena seandainya hari
maulid beliau adalah perkara yang penting, memiliki keutamaan yang besar,
dan memiliki arti yang mendalam tentang Islam, maka pasti akan ditegaskan
oleh rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam hadits-hadits beliau, sebagai
konsekuensi dari kesempurnaan Islam dan semangat beliau sebagai
konsekuensi sikap amanah mereka dalam menyampaikan ilmu.
Jadi perbedaan pendapat para ulama mengenai tentang kapan tanggal
maulid beliau menunjukkan bahwa tidak ada keterangan yang jelas dari Nabi
SAW. dan tidak pula dari sahabat beliau tentang masalah ini.
a) Perselisihan Pendapat tentang maulid Nabi
Ada beberapa pendapat dalam masalah ini, tapi yang paling mashur
adalah:75
1. Maulid Nabi adalah tanggal 8 rabiul awal.
75 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi, Ibid.,.hlm 186
62
Maulid inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Abdullah bin
Muhammad bin Abdul Wahab sebagaimana yang dhahirnya dikuatkan
oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kitab beliau Sholih As-sirah
An-Nabawiyah hlm. 13. Beliau berkata dalam ta’lik (catatan kaki),
“Adapun waktu kelahiran beliau telah disebutkan tentangnya dan
tentang bulannya oleh beberapa pendapat. Hal ini disebutkan oleh
Ibnu Katsir dalam kitab asal. dan semuanya mualaq, tanpa ada sanad
yang bisa diperiksa dan diukur dalam ukuran ilmu mustholah hadits,
kecuali pendapat yang mengatakan bahwa hal itu (hari kelahiran
Nabi) pada tanggal 8 rabiul awal. Karena tanggal 8 ini telah
diriwayatkan oleh malik dan selainnya dengan sanad yang shohih dari
Muhammad bin Jubair bin Muth im dan beliau adalah seseorang
tabiin yang mula. Dan mungkin karena inilah, pendapat ini dikuatkan
oleh para pakar sejarah dan mereka berpegang padanya. Dan
pendapat ii yang dipastikan oleh al hafidz al kanir muhammad bin
musa al khowarizmy dan juga dikuatkan oleh abul khothob bin
dihyah
2. Maulid Nabi tanggal 9 tabiul awal
Pengarang Nurul ainain fii sirah sayidin mursalin berkata, hal 6
“almarhum Mahmud Basya seorang pakar ilmu falaq menguatkan
bahwa hal itu (hari kelahiran Nabi) adalah, subuh hari senin, tanggal 9
rabiul awal yang bertepatan dengan tanggal 20 april tahun 571
Miladiyah dan juga bertepatan dengan tahun pertama dari peristiwa
gajah”
Syaikh shofiyyur rahman al mubarakfury hafidhohullah berkata
dalam kiatab beliau ar-rahiqul muktum. Hal 54” pimpinan para rasul
dilahirkan dilingkungan bani Hasyim di mekkah pada subuh hari senin
tanggal 9 bulan rabiul awal tahun pertama dari peristiwa perang gajah
dan bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan april tahun 571M.
63
Pendapat inilah yang dukuatkan oleh syaikh Abdullah bin muhammad
bin utsaimin
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid rahimahumullah
berkata ketika menyebutkan tentang Abu Said al- Kaukabury,” dia
mengadakan perayaan tersebut pada malam kesembilan (rabiul awal)
menurut yang dikuatkan oleh para ahli hadits. Bahwa beliau SAW.
dilahirkan pada malam itu (kesembilan) dan beliau wafat pada tanggal
12 rabiul awal menurut kebanyakan ulama.
Syaikh Muhammad bin Utsaimin berkata-setelah menyebutkan
konsekuensi kecintaan kepada Nabi SAW., maka ketika itu, jika bulan
ini (rabiul awal) adalah bulan diutusnya rasul SAW., demikian juga dia
adalah bulan dilahirkannya rasul SAW. berdasarkan pendapat yang
dinyatakan oleh pakar sejarah. Hanya saja tidak diketahui malam
berapa beliau dilahirkan. Pendapat yang paling bagus adalah yang
menyatakan bahwa beliau dilahirkan pada malam ke 9 dari bulan ini
(rabiul awal) bulan malam ke 12. berbeda halnya dengan pendapat yang
terkenal disisi kebanyakan kaum muslimin saat ini. Karena ini (yakin
hari lahirnya beliau pada tanggal 12) tidak memiliki landasan yang
benar dari sisi sejarah. Berdasarkan perhitungan para ahli falak
belakangan, kelahiran beliau adalah pada hari ke 9 dari bulan ini.76
3. Maulid Nabi adalah tanggal 12 rabiul Awal
Muhammad bin Ishaq bin Yasar berkata sebagaimana dalam sirah
nabawiyah (1/58) karya Ibnu Hisyam Rahimahumullah, bahwa
Rasulullah dilahirkan pada hari senin tanggal 12 rabiul awal tahun
gajah.
76 Lihat Majmu al fatawa (7/357) karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin,kumpulan Fahd Nashir bin Ibrahim as Sulaimany
64
Akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh syaikh Abdullah bin Abdul
wahab, dalam kitab beliau Mukhtashor Siratur rasul hal 18 beliau
menyatakan bahwa rasul dilahirkan pada tanggal 8 rabiul awal77
b) Sikap Pro Kontra
Penyelenggaran peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. bukan
tanpa masalah, Sikap pro dan kontra terhadap tradisi ini selalu timbul
sepanjang sejarah. Ulama mazhab Syafi’i secara tegas mengungakapkan
dukungan dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang sah dilakukan.
Tetapi ulama dari mazhab Maliki menolak dengan berbagai argumentasi.
Salah satu sasaran kritik terhadap perayaan Maulid Nabi di
Indonesia, adalah masuknya nilai lain yang justru dianggap akan merusak
makna maulid. Misalnya kegiatan peringatan itu bercampur dengan
upacara-upacara berbau mistik atau tradisi khas budaya Islam Jawa.
Al Quran memang tidak memerintahkan secara eksplisit agar umat
Islam memperingati maulid Nabi Muhammad dengan perayaan atau
seremonial tertentu. Allah dan Rasul-Nya juga tidak memerintahkan umat
Islam setiap tahun memperingati hari Hijrah, hari Isra’ Mi’raj, hari wafat
Nabi dan hari bersejarah lainnya. Namun andaikata peringatan Maulid
Nabi itu diadakan dengan cara Islami dan tujuan positif untuk syiar dan
dakwah agama, tentunya perbuatan itu bukan termasuk bid’ah.78 Sebab
77 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi., , op. cit., hlm.187-18978 Bid’ah dalam agama Islam berarti sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan
maupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat sekarangini. Hukum dari bidaah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahandalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentusyarat dan rukunnya. Maknanya: sesuatu yang dianggap baik yang kebaikannya belum pernah ada yangmenyerupai sebelumnya. Dari makna bahasa seperti itulah pengertian bid’ah diambil oleh para ulama.Secara umum, bid'ah bermakna melawan ajaran asli suatu agama (artinya mencipta sesuatu yang barudan disandarkan pada perkara agama/ibadah). Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisimelampaui batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal inimenyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat. Menuduh Rasulullah Muhammad SAW. menghianatirisalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belumsempurna. Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid'ah dalam perkara ibadah/agama adalahharam atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada
65
yang dapat dikatakan bid’ah menurut kesepakatan ulama hanyalah
melakukan rekayasa dalam ibadah mahdhoh, seperti sholat fardhu, sedang
memperingati Maulid Nabi Muhammad bukan termasuk ibadah Mahdhoh.
Firman Allah:
yx ä. ur•È à)Ry7ø‹ n=tãô ÏBÏä !$t6 /Rr&È@ß™”•9$#$tBàMÎm7 sV çR¾Ïm Î/x8 yŠ#xs èù4x8 uä !% y ur’ÎûÍn É‹» yd
‘, ysø9$#×psà Ïã öq tBur3“t• ø. ÏŒurtûü ÏY ÏB÷s ßJ ù=Ï9ÇÊËÉÈ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialahkisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat IniTelah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagiorang-orang yang beriman.” (QS Hud:120).
Ayat tersebut memberi pengertian bahwa membaca dan
membacakan kisah para Rasul Allah serta mengambil hikmah darinya,
dapat meneguhkan iman. Dengan demikian, mengadakan peringatan
maulid Nabi dengan cara mengungkapkan kembali kisah perjuangannya
termasuk menifastasi mengamalkan firman Allah tadi.
Dalam hubungan ini, kalangan yang sangat anti mengkaji
perjuangan Nabi (peringatan Maulid Nabi), semoga tidak mencaci maki
atau mencela kegiatan tersebut. Sebab pekerjaan lain yang bermanfaat
masih sangat banyak. Daripada saling mengejek sesama seiman, tentu lebih
baik saling mengingatkan akan ancaman musuh Islam yang terus-menerus
menggerogoti umat Islam. sudah tiba saatnya sesama umat Islam dari
perintah dan tidaklah tepat pula penggunaan istilah bid'ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atauagama sebagaimana pandangan orang banyak, namun masih relevan jika dikaitkan dengan hal-hal baruselama itu berupa urusan keduniawian murni misal dulu orang berpergian dengan unta sekarang denganmobil, maka mobil ini adalah bid'ah namun bid'ah secara bahasa bukan definisi bid'ah secara istilahsyariat dan contoh penggunaan sendok makan, mobil, mikrofon, pesawat terbang pada masa kini yangdulunya tidak ada inilah yang hakekatnya bid'ah hasanah. Dan contoh-contoh perkara ini tiada lainmerupakan bagian dari perkara Ijtihadiyah.
66
berbagai aliran menyatukan langkah. Merapatkan barisan, dan berjuang
bahu membahu untuk meraih kemajuan.
Yang dilakukan dalam memperingati maulid Nabi Muhammad
SAW. itu bukan hura-hura, tetapi umat Muslim berkumpul untuk
mendengarkan pembacaan al-Qur’an, membaca kembali kisah-kisah
perjuangan Nabi Muhammad, mukjizatnya, akhlaknya yang mulia dan
seterusnya. Tujuannya antara lain adalah agar umat dapat meneladani sifat-
sifat terpuji Rasulullah tersebut dan mengamalkannya secara nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Sebab pribadi dan kepemimpinan Nabi menjadi
sangat relevan diterapkan pada masa sekarang. Bahkan bila dilaksanakan
sungguh-sungguh oleh semua pribadi Muslim, maka akan membantu
bangsa ini keluar dari keterpurukan.79
5. Argumen Para Penentang dan yang Membolehkan tradisi Maulid
Penetapan bahwa orang-orang yang merayakan maulid menganggapnya
perayaan itu bagian dari agama.80 Sudah menjadi tradisi yang berkembang di
masyarakat Indonesia pada setiap tanggal 12 Rabiul Awwal diadakan sebuah
acara yang bernafaskan Islam. Perayaan ini lebih sering dikenal dengan nama
Maulid Nabi. Sekilas, tidak ada masalah dengan perayaan maulid ini. Namun
di balik itu semua, terdapat sebuah permasalahan agama yang sangat besar
yang telah dilanggar oleh para pelaku perayaan ini. Masalah tersebut adalah
pelanggaran terhadap syariat Alloh dengan melakukan sebuah kebid'ahan.
Beberapa hal yang merupakan pelanggaran syariat terkait dengan perayaan
Maulid ini adalah sebagai berikut.
79http://harapanumat.wordpress.com/2007/05/04/memaknai-maulid-nabi-muhammad-saw/80 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi., op. cit., hlm.201
67
Pertama, perayaan Maulid tidak pernah dilakukan oleh Rosululloh
sholallohu 'alaihi wa sallam semasa hidup beliau. Tidak pernah diriwayatkan
dalam satu hadits yang shahih bahwa beliau merayakan ulang tahun kelahiran
beliau sendiri. Cukuplah hal ini menjadi dasar bagi kita untuk menolak
perayaan maulid ini karena perayaan Maulid ini merupakan bentuk ibadah dan
pendekatan diri pada Alloh yang tidak ada contohnya dari Rosululloh
shollallohu 'alaihi wa sallam. Padahal Rosululloh shollallohu 'alaihi wa
sallam bersabda, "Barangsiapa yang beramal suatu perbuatan yang tidak ada
keterangannya dari kami, maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim) dan sabda
beliau yang lainnya, "Barang siapa mengada-adakan suatu perbuatan dalam
agama kami yang bukan merupakan agama ini, maka amalan itu tertolak."
(HR. Bukhori dan Muslim).
Kedua, setelah wafatnya Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam,
para shahabat maupun para ulama yang memegang teguh sunnah Rosululloh
shollallohu 'alaihi wa sallam seperti imam yang empat (Abu Hanifah, Malik,
Syafii dan Ahmad) dan yang lainnya, tidak pernah merayakannya. Jika
perayaan Maulid Nabi ini merupakan kebaikan dalam agama ini, niscaya para
shahabat sudah terlebih dahulu mendahului kita dalam melakukannya.
Ketiga, perayaan Maulid Nabi ini merupakan bentuk penyerupaan
terhadap orang Nasrani yang juga merayakan kelahiran Nabi Isa 'alaihi salam
yang mereka sebut dengan perayaan Natal. Padahal Rosululloh shollallohu
'alaihi wa sallam telah bersabda, "Barang siapa yang menyerupai suatu kaum,
maka ia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Daud, shohih). Namun, suatu
hal yang sangat memprihatinkan, sebagian kaum muslimin berdalih dengan
adanya peringatan Maulid Nabi Muhammad untuk membenarkan bahkan
mengikuti perayaan Natal kaum Nasrani,.
Keempat, adanya tindakan-tindakan yang mengarah kepada kesyirikan
-bahkan sudah termasuk dalam kesyirikan- pada peringatan maulid ini. Hal ini
dapat dilihat pada beberapa bait syair yang didendangkan dalam peringatan
68
Maulid (Lihat Al-Firqotun Najiyah karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu)
maupun pada prosesi Maulid itu sendiri, seperti berdirinya orang-orang dengan
keyakinan bahwa Rosululloh datang menghadiri perayaan Maulid tersebut.
Kelima, pemborosan harta yang sia-sia yang digunakan untuk perayaan
ini. Karena perayaan ini adalah sebuah kebatilan, maka harta yang digunakan
untuk membiayai kegiatan ini adalah harta yang digunakan secara sia-sia.
Padahal, jika kita memperhatikan kegiatan maulid yang dilakukan di seluruh
nusantara, maka kita dapati bahwa biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
kegiatan ini tidaklah kecil. Alloh Ta'ala berfirman yang artinya, "Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang
miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya." (QS Al Isra: 26, 27)
a. Tradisi Fathimiyyah
Sumber-sumber sejarah menceritakan bahwa, di Mesir ada sekelompok
pendukung Fathimah putri Nabi, mereka disebut Fathimiyyin, mereka lah
pertama kali yang mengadakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad.
Mereka mengadakan peringatan secara besar-besaran, mereka membagi-
bagikan aneka makanan. Di samping memperingati kelahiran Nabi, mereka
juga memperingati hari-hari kelahiran keluarga “ahlul bait” Nabi SAW.
Inilah kenyataan sejarah yang menjadikan sebagian ulama fiqh
menolak mutlak peringatan Maulid Nabi, dan memasukkan katagori bid’ah
dalam urusan agama yang tidak ada dasar hukumnya. Rasulullah SAW. tidak
pernah memperingati hari kelahirannya sepanjang hidupnya, begitu juga para
sahabat dan tabi’in.
69
:“ "
“Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan agama kami yang tidakada dasar hukumnya, maka ia tertolak.” Artinya tidak termasuk dari ajaranIslam.
Para penentang perayaan maulid juga bersandar para praktek perayaan
maulid ketika masa Fathimiyyin yang lebih cenderung berlebihan dalam
menyebarkan ajaran syi’ah. Tujuan dari peringatan ini, sebagaimana yang
dilihat oleh ahli fiqh sekaligus da’i, Abdul Karim Al Hamdan, adalah
penyebaran aqidah syi’ah dengan kedok cinta keluarga Nabi dan disertai
dengan praktek-praktek yang tidak diperbolehkan hukum, seperti berlebihan di
dalam menghormati pemimpin dengan cara-cara sufistik yang sudah menjurus
pada kultus individu, berdo’a kepada selain Allah, bernadzar kepada selain
Allah SWT. Inilah bentuk-bentuk peringatan maulid Nabi semenjak kelompok
Fathimiyyin sampai sekarang, baik di Mesir atau di belahan dunia lainnya.
Dalam sudut pandang yang berbeda, Dr. Muhammad ‘Alawi Al Maliki
Al Husni, seorang ahli fiqh, memandang bolehnya memperingati maulid Nabi
dengan diisi kegiatan yang bertujuan mendengarkan sejarah perjalanan hidup
Nabi SAW. dan memperdengarkan pujian-pujian terhadapnya. Ada kegiatan
memberi makan, menyenangkan dan memberi kegembiraan terhadap umat
Islam. Meskipun ia menekankan tidak adanya pengkhususan peringatan pada
malam hari tertentu, karena itu termasuk katagori bid’ah yang tidak ada
dasarnya dalam agama.81
Riwayat dari Rasulullah SAW., bahwa beliau mengagungkan hari
kelahirannya, beliau bersyukur kepada Allah pada hari itu, atas nikmat
diciptakan dirinya dimuka bumi dengan membawa misi rahamatan lil’alalmin,
81 Sayyid Muahammad bin Alwi Almaliki al Hasani, Wajibkah Memperingati Maulid NabiSaw, (Surabaya :Cahaya Ilmu2007), hlm21
70
mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Ketika Rasulullah
SAW. ditanya tentang sebab beliau berpuasa pada hari Senin dalam setiap
pekan, beliau bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim, ( ). “Itu hari, saya dilahirkan.”
Terkait bahwa para sahabat dan tabi’in tidak melaksanakan maulid, Dr
Al Husni mengatakan, “Apa yang tidak dikerjakan oleh salafus shaleh generasi
awal Islam, tidak otomatis menjadi bid’ah yang tidak boleh dikerjakan. Justru
perlu dikembalikan kepada persoalan aslinya, yaitu sesuatu yang membawa
mashlahat secara syar’i menjadi wajib hukumnya, sebaliknya sesuatu yang
menjerumuskan kepada haram, maka hukumnya haram.”
Menurut padangan Dr. Al Husni, jika memperingati Maulid Nabi
membawa mashlahat secara syar’i, maka hukumnya dianjurkan, karena di
dalamnya ada kegiatan dzikir, sedekah, memuji Rasul, memberi makan fakir-
miskin, dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena membawa manfaat.
Sebagian ulama mengingkari peringatan maulid, karena di dalamnya
bercampur dengan bid’ah dan kemungkaran yang terjadi sebelum abad
Sembilan Hijriyah, dengan bersandar pada hukum asli, yaitu “Menolak
kerusakan lebih di dahulukan dari pada meraih mashalahat.”
Ulama ahli Fiqh dari madzhab Maliki, Tajuddin Al Fakihani juga
membolehkan. Sebagian ada yang malah menganjurkan, seperti Imam
Jalaluddi As Suyuthi dan Ibnu Hajar Al Asqalani, namun mereka mengingkari
praktek-praktek bid’ah. Pendapat mereka ini bersandar pada firman Allah
SWT., { } “Dan ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah.”
71
Sejumlah ulama Al Azhar, terutama Syaikh ‘Athiyyah Shaqr
rahimahullah, telah berfatwa tentang dibolehkannya memperingati maulid
Nabi dengan syarat.
Fatwa itu tertuang sebagai berikut, “Rasulullah SAW. telah
menetapkan bahwa hari di mana beliau dilahirkan memiliki keutamaan
dibanding dengan hari-hari lainnya. Setiap mukmin hendaknya bersungguh-
sungguh dalam meraih keagungan pahala, mengutamakan amal. Itulah alasan
memperingati hari ini. Dan bersyukur kepada Allah SWT. atas pemberian-Nya
yang sangat besar, berupa kelahiran Nabi akhir zaman yang memberi petunjuk
kepada kita menuju syari’at-Nya yang membawa kelestarian. Namun dengan
syarat tidak membuatkan gambar-gambarnya secara khusus. Bahkan dengan
lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. atas apa yang disyariatkan,
mengenalkan manusia keutamaan dan keagungan pribadi Rasul, tidak keluar
dari koridor syariat dan berubah menjadi hal yang diharamkan secara hukum,
seperti ikhthilat atau campur baur laki-laki dan perempuan, cenderung kepada
kegiatan yang tidak ada gunanya dan hura-hura, tidak menghormati baitullah,
dan termasuk yang dikatagorikan bid’ah adalah tawasul terhadap kuburan,
sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan bertentangan dengan adab.
Jika yang dominan adalah kegiatan-kegiatan seperti di atas, maka yang
diutamakan adalah mencegah kerusakan sebagaimana kaidah ushul.
“Mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada meraih maslahat.”
Namun jika hal-hal positif lebih dominan dan manfaat secara syar’i
didapatkan, maka tidak ada larangan memperingati maulid Nabi dengan tetap
mengantisipasi hal-hal negatif sesuai kemampuan.
72
b. Perkataan dan Fatwa para ulama tentang bid’ahnya Perayaan Maulid
Ada tradisi umat Islam di banyak negara, seperti Indonesia, Malaysia,
Brunai, Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya, untuk
senantiasa melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti Peringatan Maulid Nabi
SAW., peringatan Isra' Mi'raj, peringatan Muharram, dan lain-lain. Bagaimana
sebenarnya aktifitas-aktifitas itu? Secara khusus, Nabi Muhammad SAW.
memang tidak pernah menyuruh hal-hal demikian. Karena tidak pernah
menyuruh, maka secara spesial pula, hal ini tidak bisa dikatakan "masyru'"
(disyariatkan), tetapi juga tidak bisa dikatakan berlawanan dengan teologi
agama. Yang perlu kita tekankan dalam memaknai aktifitas-aktifitas itu adalah
"mengingat kembali hari kelahiran beliau atau--peristiwa-peristiwa penting
lainnya dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada
kejadian itu". Misalnya, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Itu bisa kita
jadikan sebagai bentuk "mengingat kembali diutusnya Muhammad SAW."
sebagai Rasul. Jika dengan mengingat saja kita bisa mendapatkan semangat-
semangat khusus dalam beragama, tentu ini akan mendapatkan pahala. Apalagi
jika peringatan itu betul-betul dengan niat "sebagai bentuk rasa cinta kita
kepada Nabi Muhammad SAW.". 82
Dalam Shahih Bukhari diceritakan, sebuah kisah yang menyangkut
tentang Tsuwaibah. Tsuwaibah adalah budak [perempuan] Abu Lahab [paman
Nabi Muhammad [SAW.]. Tsuwaibah memberikan kabar kepada Abu Lahab
tentang kelahiran Muhammad [keponakannya], tepatnya hari Senin tanggal 12
Robiul Awwal tahun Gajah. Abu Lahab bersuka cita sekali dengan kelahiran
beliau. Maka, dengan kegembiraan itu, Abu Lahab membebaskan Tsuwaibah.
Dalam riwayat disebutkan, bahwa setiap hari Senin, di akhirat nanti, siksa Abu
Lahab akan dikurangi karena pada hari itu, hari kelahiran Nabi Muhammad
SAW., Abu Lahab turut bersuka cita. Kepastian akan hal ini tentu kita
82 Hammad abu Muawiyah, op. cit., hlm. 273
73
kembalikan kepada Allah SWT., yang paling berhak tentang urusan akhirat.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. secara seremonial sebagaimana
yang kita lihat sekarang ini, dimulai oleh Imam Shalahuddin Al-Ayyubi,
komandan Perang Salib yang berhasil merebut Jerusalem dari orang-orang
Kristen. Akhirnya, setelah terbukti bahwa kegiatan ini mampu membawa umat
Islam untuk selalu ingat kepada Nabi Muhammad SAW., menambah
ketaqwaan dan keimanan, kegiatan ini pun berkembang ke seluruh wilayah-
wilayah Islam, termasuk Indonesia. Kita tidak perlu merisaukan aktifitas itu.
Aktifitas apapun, jika akan menambah ketaqwaan kita, perlu kita lakukan.
Tentang pendapat Ulama dan Pemerintah Arab Saudi itu, memang
benar, sebagaimana yang kami tulis di atas. Tetapi, jika kita ingin 100% seperti
zaman Nabi Muhammad SAW., apapun yang ada di sekeliling kita, jelas tidak
ada di zaman Nabi. Yang menjadi prinsip kita adalah esensi. Esensi dari suatu
kegiatan itulah yang harus kita utamakan. Nabi Muhammad SAW. bersabda :
'Barang siapa yang melahirkan aktifitas yang baik, maka baginya adalah pahala
dan [juga mendapatkan] pahala orang yang turut melakukannya' (Muslim dll).
Makna 'aktifitas yang baik' --secara sederhananya--adalah aktifitas yang
menjadikan kita bertambah iman kepada Allah SWT. dan Nabi-Nabi-Nya,
termasuk Nabi Muhammad SAW., dan lain-lainnya.
Ibnu Atsir dalam kitabnya "Annihayah fi Gharibil Hadist wal-Atsar"
pada bab Bid'ah dan pada pembahasan hadist Umar tentang Qiyamullail (sholat
malam) Ramadhan "Sebaik-baik bid'ah adalah ini", bahwa bid'ah terbagi
menjadi dua : bid'ah baik dan bid'ah sesat. Bid'ah yang bertentangan dengan
perintah qur'an dan hadist disebut bid'ah sesat, sedangkan bid'ah yang sesuai
dengan ketentuan umum ajaran agama dan mewujudkan tujuan dari syariah itu
sendiri disebut bid'ah hasanah. Ibnu Atsir menukil sebuah hadist Rasulullah
"Barang siapa merintis jalan kebaikan maka ia akan mendapatkan pahalanya
dan pahala orang orang yang menjalankannya dan barang siapa merintis jalan
sesat maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang menjalankannya".
74
Rasulullah juga bersabda "Ikutilah kepada teladan yang diberikan oleh dua
orang sahabatku Abu Bakar dan Umar". Dalam kesempatan lain Rasulullah
juga menyatakan "Setiap yang baru dalam agama adala Bid'ah". Untuk
mensinkronkan dua hadist tersebut adalah dengan pemahaman bahwa setiap
tindakan yang jelas bertentangan dengan ajaran agama disebut "bid'ah".
Izzuddin bin Abdussalam bahkan membuat kategori bid'ah sbb : 1)
wajib seperti meletakkan dasar-dasar ilmu agama dan bahasa Arab yang belum
ada pada zaman Rasulullah. Ini untuk menjaga dan melestarikan ajaran
agama.Seperto kodifikasi al-Qur’an misalnya. 2) Bid'ah yang sunnah seperti
mendirikan madrasah di masjid, atau halaqah-halaqah kajian keagamaan dan
membaca al-Qur’an di dalam masjid. 3) Bid'ah yang haram seperti melagukan
al-Qur’an hingga merubah arti aslinya, 4) Bid'ah Makruh seperti menghias
masjid dengan gambar-gambar 5) Bid'ah yang halal, seperti bid'ah dalam tata
cara pembagian daging Qurban dan lain sebagainya.
Syatibi dalam Muwafawat mengatakan bahwa bid'ah adalah tindakan
yang diklaim mempunyai maslahah namun bertentangan dengan tujuan
syariah. Amalan-amalan yang tidak ada nash dalam syariah, seperti sujud
syukur menurut Imam Malik, berdoa bersama-sama setelah shalat fardlu, atau
seperti puasa disertai dengan tanpa bicara seharian, atau meninggalkan
makanan tertentu, maka ini harus dikaji dengan pertimbangan maslahat dan
mafsadah menurut agama. Manakala ia mendatangkan maslahat dan terpuji
secara agama, ia pun terpuji dan boleh dilaksanakan. Sebaliknya bila ia
menimbulkan mafsadah, tidak boleh dilaksanakan.(2/585)
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa bid'ah terjadi hanya dalam
masalah-masalah ibadah. Namun di sini juga ada kesulitan untuk membedakan
mana amalan yang masuk dalam kategori masalah ibadah dan mana yang
bukan. Memang agak rumit menentukan mana bid'ah yang baik dan tidak baik
dan ini sering menimbulkan percekcokan dan perselisihan antara umat Islam,
bahkan saling mengkafirkan. Selayaknya kita tidak membesar-besarkan
75
masalah seperti ini, karena kebanyakan kembalinya hanya kepada perbedaan
cabang-cabang ajaran (furu'iyah). Kita diperbolehkan berbeda pendapat dalam
masalah cabang agama karena ini masalah ijtihadiyah (hasil ijtihad ulama).
Sikap yang kurang terpuji dalam mensikapi masalah furu'iyah adalah
mengklaim dirinya dan pendapatnya yang paling benar.
M. Luthfi Thomafi berpendapat tentang sifat dan hukum Maulid Nabi,
yakni pertama, malam maulid Rasulullah tidak bisa diketahui secara pasti.
Namun sebagian orang pada zaman sekarang menetapkan maulid beliau itu
adalah pada tanggal sembilan Rabiul awal dan bukan tanggal dua belas. Maka
acara peringatan yang diadakan pada malam tanggal dua belas rabiul awal
adalah tidak akurat dilihat dari segi sejarah. 83
Kedua dilihat dari sisi syariat, hal ii tidak memiliki dasar sama sekali,
sebab andaikata hal itu termasuk syari’at, tentunya Nabi shallallahu alihi
wasalam akan meyelenggarakannya atau menyampaikannya kepada umatnya.
Jika beliau menyelenggarakannya atau menyampaikannya, tentrunya acara
peringatan itu harus dijaga dan dipelihara terus, sebagaimana al-Qur’an yang
dijaga dan dipelihara oleh Allah.
Selagi acara peringatan itu tidak diketahui sebagai bagian dari agama
Allah, maka tidak boleh beribadah dan bertaqarub kepada Allah dengan acara
peringatan itu. Andaikata Allah sudah meletakkan jalan tertentu untuk sampai
kepadanya, yaitu seperti yang telah dibawa Rasulullah salallahu alaihi
wasallam, lalu bagaimana mungkin kita yang sebagai hamba berani lancang
membuat jalan sendiri untuk sampai kepada laah? Ini adalah kejahatan
terhadap hak Allah, yaitu selagi kita membuat syari’at dalam agamanya, yang
termasuk bagian dari agama, sebagaimana hal itu juga termasuk pendustaan
terhadap firman Allah Qs. Al Maidah:(3):
83Fahd Nashir As Sulaiman, op.cit., hlm. 109
76
tPöq u‹ ø9$#àMù=yJ ø. r&öN ä3 s9öN ä3 oYƒ ÏŠàMôJ oÿøCr&uröN ä3 ø‹ n=tæÓÉLyJ ÷èÏR
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku.
Maka dapat kita katakan, bahwa apabila acara peringatan ini dianggap
sebagai kesempurnaan agama, maka ia sudah harus ada sejak sebelum
kewafatan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Apabila ia tidak termasuk
kesempurnaan agama, berarti ia tidak termasuk bagian dari agama Allah.
Orang yang beranggapan bahwa menyelenggarakan acara peringatan sebagai
kesempurnaan agama dan ini telah terjadi sesudah rasulullah sallallahu alaihi
wasallam, berarti hal ini merupakan pendustaan terhadap ayat yang
menyelenggarakan acara peringatan pada saat Maulid beliau bermaksud
hendak mengagungkan beliau, menampakkan kecintaan dan membangkitkan
semangat pada acara peringatan itu.
Ini semua termasuk ibadah. Mencintai rasulullah alalahu alaihi
wasallam adalah ibadah. Bahkan iman tidak bisa menjadi sempurna sehingga
menjadikan Nabi Sallallahu alaihi wasallam yang lebih dicintai manusia
daripada kecintaan terhadap dirinya sendiri, cinta kepada anak, orang tua dan
semua manusia. Mengagungkan beliau, termasuk bagian dari agama. Karena
hal ini akan menciptakan kecondongan terhadap syari’atnya.84
Jadi menyelenggarakan acara peringatan maulid Nabi Sallallahu alaihi
wasallam yang dimaksudkan untuk taqorrub kepada allah dan mengagungkan
beliau, merupakan ibadah. apabila hal itu merupakan ibadah, maka tidak boleh
menciptaklan sesuatu yang baru dalam agama Allah dengan sesuatu yang tidak
termasuk bagian darinya.
Acara peringatan maulid Nabi adalah bid’ah dan diharamkan
disamping itu, kita sering mendengar munculnya berbagai kemungkaran yang
84 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi, op.cit ., hlm 286
77
besar dalam acara peringatan itu, yang tidak ditatapkan syari’at, tidak diterima
perasaan nalar. Mereka melantunkan pantun-pantun yang didalamnya berisi
sanjungan berlebih-lebihan terhadap rasulullah Sallallahu alaihi wasallam,
bahkan mereka menjadikan beliau lebih tinggi daripada Allah, na’udzu billah.
Disamping itu, kita juga seringkali mendengar kebodohan sebagian orang-
orang yang ikut dalam acara peringatan, bahwa apabila membaca kisah maulid
beliau sampai kepada lafadh: wulidal Mustofa (beliau dilahirkan) maka semua
orang berdiri serentak serta mengucapkan:
Sesungguhnya Rasulullah telah datang. Maka kita harus berdiri untuk
mengagungkannya.” Jelas ini adalah suatu kebodohan. Sikap berdiri itupun
bukan merupakan adab. Sebab beliau membenci sikap berdiri yang ditujukan
kepada beliau. Padahal para sahabat adalah orang-orang yang paling mencintai
dan mengagungkan beliau. Tapi merekapun tidak berdiri untuk menyambut
beliau, karena mereka tahu itu merupakan sesuatu yang beliau benci. Kalau
begitu keadaanya saat beliau masih hidup, lalu bagaimana dengan khayalan-
khayalan semacam ini?
Jelas ini merupakan bid’ah yang muncul tiga abad setelah itu, yang
disertai dengan hal-hal mungkar yang merusak dasar agama, ditambah lagi
dengan adanya kumpul-kumpul antara laki-laki dan perempuan serta
kemungkaran-kemungkaran lain.85
Dilihat dari sudut pandang hukum syarak ada dua pendapat yang
bertentangan dalam menangani masalah peringatan maulid Nabi. Pendapat
pertama, yang menentang, mengatakan bahwa maulid Nabi merupakan bid’ah
mazmumah, menyesatkan. Pendapat pertama membangun argumentasinya
melalui pendekatan normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW. itu tidak
ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan
juga Al-Hadis. Syekh Tajudiin Al-Iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah
85 Fahd Nashir As-Sulaiman, op.cit hlm 110
78
yang mewakili pendapat pertama, menyatakan maulid Nabi adalah bid’ah
mazmumah, menyesatkan. Penolakan ini ditulisnya dalam Kitab Maurid Al-
Kalam Ala amal Al-Maulid.
Pendapat kedua, yang menerima dan mendukung, beralasan bahwa
maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah, inovasi yang baik, dan tidak
bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua diwakili oleh Ibnu Hajar Al-
Atsqolani dan As-Suyuti. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid
Nabi adalah bid’ah mahmudah. Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah
SAW., tetapi keberadaannya tidak bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-
Suyuti, keabsahan maulid Nabi Muhammad SAW. bisa dianalogikan dengan
diamnya Rasulullah ketika mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada
hari Asyura sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan Nabi
Musa dari kejaran Fir’aun. maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan
syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW. ke muka bumi. Penuturan ini
dapat dilihat dalam Kitab Al-Ni mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid
Wuld Adam.
Terlepas dari polemik di atas, pelaksanaan maulid Nabi adalah
perbuatan Bid'ah walaupun disinyalir mendatangkan dan memberikan manfaat
kehidupan beragama kaum muslimin secara filosofis, peringatan maulid Nabi
dapat menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah yang kemudian ditunjukkan
dengan mengikuti segala sunahnya dan menumbuhkan kesadaran akan
beragama menuju kesempurnaan takwa, tapi tetap didahului dengan perbuatan
Bid'ah. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan manusia di abad ini,
dengan kecenderungan bergaya hidup konsumeristik, hidonistik, dan
materialistik, punya andil cukup besar terhadap penurunan tingkat kesadaran
seseorang, maka peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang
penting.
Kekhawatiran ini tidak terlalu berlebihan bila kita lihat sabda Nabi:
79
Pada mulanya Islam itu asing dan akan kembali asing dan akan kembaliasing, maka berbahagianlah bagi orang-orang asing, yakni mereka yang telahmenghidupkan sunah Nabi, setelah dirusak orang. Orang yang berpegangteguh dengan sunahku ketika terjadi wabah dekadensi moral, pahalanya samadengan pahala seratus orang yang mati syahid. (HR. Ibnu Abbas)
B. Tinjauan Umum Tentang Kitab Barzanji
1. Biografi Ja’far Al-Barzanji Dan Karya-Karyanya
Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim adalah seorang
khatib Mesjid Nabawi di Madinah yang lahir (1690 M) dan meninggal (1776
M) di Madinah, ia menjadi terkenal karena kumpulan syari’atnya yang
menggambarkan sentralnya kelahiran Nabi Muhammad bagi umat manusia.
Kumpulan cerita tersebut dinamai “cerita tentang kelahiran Nabi”(Qissat Al
Maulid an nabawi) namun menjadi terkenal dengan sebutan Barzanji.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi sebuah upacara
yang kerap dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia. Di beberapa
masyarakat Islam, termasuk Indonesia, Barzanji bersama-sama dengan karya
lain seperti al-Burdah dan Dziba’, sering dibaca dalam upacara keagamaan
tertentu khususnya pada peringatan hari lahirnya Nabi (Maulid Nabi). Dalam
membaca Barzanji dan sejenisnya dimasukkan juga berbagai ritus yang
bercorak gerakan, improvisasi pembacaan dan penyediaan materi-materi
tertentu. Selama bulan Maulid (rabiul awal) bisa saja Barzanji dibaca tiap
malam sebulan penuh, berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah yang lain
dalam suatu lingkungan kelompok muslim.86
Dalam hubungannya dengan keluarga Barzanji, bahwa keluarga Barzinji
merupakan salah satu dari keluarga yang sangat terkemuka di Kurdistan bagian
selatan, sebuah keluarga ulama dan syaikh tarekat Qadiriyah yang mempunyai
pengaruh politik yang sangat besar. Pada tahun 1920-an, Syaikh Mahmud
Barzanji memberontak terhadap Inggris dan menyatakan dirinya sendiri sebagai
86 Prof. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah,Djambatan, Anggota IKAPI, 1992) hlm.168-169.
80
raja Kurdistan. Pada tahun-tahun berikutnya, keluarga tersebut juga menjalankan
peranan penting dalam kehidupan politik Irak. Sebagaimana juga dalam perang
Irak-Iran baru-baru ini, ditemukan seorang anggota keluarga tersebut, Syaikh
Muhammad Najib Barzanji, memimpin kelompok gerilya kecil ciptaan Iran
melawan pemerintah Irak. Anggota keluarga lainnya Ja'far 'Abd Al-Karim
Barzanji , di lain pihak, mencapai posisi yang tinggi dalam pemerintahan Irak;
Dia ketika itu adalah presiden dari Dewan Eksekutif Wilayah Kurdi yang
otonom. Fakta-fakta ini membenarkan persepsi baik pemerintah Irak maupun
Iran bahwa mereka memerlukan karisma keluarga tersebut jika mereka ingin
menanamkan pengaruh di kalangan orang-orang Kurdi.87
Isi kitab Maulid al-Barzanji Natsr memiliki ketebalan berjumlah tujuh
lima halaman dan bentuknya merupakan sebuah karya tulis seni sastra yang
memuat kehidupan Nabi Muhammad SAW.. Karya sastra ini dibaca dalam
berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, termasuk di Indonesia, sebagai
bagian yang menonjol dalam kehidupan beragama tradisional. Dengan
membacanya dapat ditingkatkan iman dan kecintaan kepada Nabi
Muhammad SAW. dan diperoleh banyak manfaat. Kitab ini memuat riwayat
kehidupan Nabi Muhammad SAW. silsilah keturunannya serta kehidupannya
semasa kanak-kanak, remaja, dan pemuda. hingga ia diangkat menjadi rasul.
Al-Barzanji juga mengisahkan sifat Nabi SAW. serta perjuangannya dalam
menyiarkan Islam dan menggambarkan kepribadiannya yang agung untuk
diteladani oleh umat manusia. 88
Kitab 'Iqd al-Jawahir (Kalung Permata) yang lebih terkenal dengan
sebutan a!-Barzanji ditulis oleh Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul
Karim yang lahir (1690) dan meninggal (1766) di Madinah. Nama al
Barzanji dinisbatkan kepada nama penulisnya. yang juga diambil dari tempat
87 Martin Van Bruinessen, 1995, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam diIndonesia, (Bandung: Mizan, 1996 ),hlm. 95
88 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), 1997, Ensiklopedi Hukum Islam, Juz I, (Jakarta:Ikhtiar Baruvan Hoeve), hlm. 199
81
asal keturunannya yakni daerah Barzinj (Kurdistan). Nama tersebut menjadi
populer di dunia Islam pada tahun 1920-an ketika Syekh Mahmud al-
Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang
pada waktu itu menguasai Irak. Kitab al-Barzanji ditulis untuk meningkatkan
kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. dan agar umat Islam meneladani
kepribadiannya, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah al-
Ahzab (33) ayat 21: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.89
Di dalam al-Barzanji dilukiskan riwayat hidup Nabi Muhammad
SAW. dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi serta prosa (nasr) dan
kasidah yang sangat menarik perhatian pembaca/pendengarnya, apalagi yang
memahami arti dan maksudnya. Secara garis besar paparan al-Barzanji dapat
diringkas sebagai berikut.
1). Silsilah Nabi Muhammad SAW. adalah: Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin
Murrah bin Ka'b bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin
Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma'ad bin
Adnan.
2). Pada masa kanak-kanaknya banyak kelihatan hal luar biasa pada diri
Muhammad SAW. misalnya malaikat membelah dadanya dan
mengeluarkan segala kotoran dari dalamnya.
3). Pada masa remajanya, ketika berumur 12 tahun, ia dibawa pamannya
berniaga ke Syam (Suriah). Dalam perjalanan pulang. seorang pendeta
melihat tanda-tanda keNabian pada dirinya.
4). Pada waktu berumur 25 tahun ia melangsungkan pernikahannya dengan
Khadijah binti Khuwailid.
89 Ibid.,
82
5). Pada saat berumur 40 tahun ia diangkat menjadi rasul. Sejak saat itu ia
menyiarkan agama Islam sampai ia berumur 62 tahun dalam dua periode,
yakni Mekah dan Madinah. dan meninggal dunia di Madinah sewaktu
berumur 62 tahun setelah dakwahnya dianggap sempurna oleh Allah
SWT.
Kitab al-Barzanji dalam bahasa aslinya (Arab) dibaca di mana-mana
pada berbagai kesempatan. antara lain pada peringatan maulid Nabi SAW.
(hari lahir). upacara pemberian nama bagi seorang anak/bayi, acara khitanan
(Khitan). upacara pernikahan. upacara memasuki rumah baru. Berbagai
upacara syukuran. dan ritus peralihan lainnya. sebagai sebuah acara ritual
yang dianggap dapat meningkatkan iman dan membawa banyak manfaat.
Dalam acara-acara tersebut al-Barzanji dilagukan dengan bermacam-macam
lagu yaitu:
1). lagu Rekby, dibacakan dengan perlahan-lahan;
2). lagu Hejas. dibacakan dengan menaikkan tekanan suara dari lagu Rekby;
3). lagu Ras, dibacakan dengan tekanan suara yang lebih tinggi dari lagu
Hejas, dengan irama yang beraneka ragam;
4). lagu Husain, dibacakan dengan tekanan suara yang tenang;
5). lagu Nakwan, dibacakan dengan suara tinggi dengan irama yang sama
dengan lagu Ras; dan
6). lagu Masyry, dilagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan
perasaan yang dalam.
Ada yang membacanya secara berkelompok sampai tujuh kelompok
yang bersahut-sahutan, dan ada, pula yang tidak dalam kelompok, tetapi
membacanya secara bergiliran satu per satu dari awal sampai akhir. Kitab al-
Barzanji telah dikomentari oleh ulama Indonesia dalam bahasa Jawa
Indonesia, dan Arab. Mereka antara lain adalah:
83
1). Nawani al-Bantani (1813s-1897), Madarij as-Su'ud ila Iktisa' al-Burud
(Jalan Naik untuk Dapat Memakai Kain yang Bagus), komentar dalam
bahasa Arab dan telah diterbitkan beberapa kali;
2). Abu Ahmad Abdulhamid al-Kandali/Kendal, Sabil al-Munji (Jalan bagi
Penyelamat), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan
oleh Menara Kudus;
3). Ahmad Subki Masyhadi, Nur al-Lail ad-Daji wa Miftah Bab al-Yasar
(Cahaya di malam gelap dan kunci pintu kemudahan), terjemahan dan
komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Hasan al-Attas,
Pekalongan;
4). Asrari Ahmad, Munyat al-Martaji al Tarjamah Maulid al-Barzanji
(Harapan bagi Pengharap dalam Riwayat Hidup Nabi Tulisan al-
Barzanji), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh
MenaraKudus;
5). Mundzir Nadzii, al-Qaula al-Munji 'ala Ma'ani al-Barzanjî (Ucapan yang
Menyelamatkan dalam Makna-Makna al-Barzanjî), terjemahan dan
komentar bahasa Jawa. diterbitkan oleh Sa'ad bin Nashir bin Nabhan.
Surabaya; dan (6) M. Mizan Asrani Muhammad, Badr ad-Daji fi
Tarjamah Maulid al-Barzanjî (Purnama Gelap Gulita dalam Sejarah
Nabi yang Ditulis al-Barzanjî), terjemahan Indonesia diterbitkan oleh
Karya Utama, Surabaya.90
2. Pokok-pokok pembahasan dalam kitab al-Barzanji
Kitab Berzanji atau Barzanji ialah suatu doa-doa, puji-pujian dan
penceritaan riwayat Nabi Muhammad SAW. yang dilafalkan dengan suatu
irama atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitanan, pernikahan
dan maulid Nabi Muhammad SAW. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan
90 Ibid., hlm.200
84
Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa
kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya
juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta
berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.
Pembacaan Barzanji pada umumnya dilakukan di berbagai kesempatan,
sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian sesuatu yang lebih baik.
Misalnya pada saat kelahiran bayi, mencukur rambut bayi (akikah), acara
khitanan, pernikahan, dan upacara lainnya. Di masjid-masjid perkampungan,
biasanya orang-orang duduk bersimpuh melingkar. Lalu seseorang
membacakan Barzanji, yang pada bagian tertentu disahuti oleh jemaah lainnya
secara bersamaan. Di tengah lingkaran terdapat nasi tumpeng dan makanan
kecil lainnya yang dibuat warga setempat secara gotong-royong. Terdapat adat
sebagian masyarakat, dimana pembacaan Berzanji juga dilakukan bersamaan
dengan dipindah-pindahkannya bayi yang baru dicukur selama satu putaran
dalam lingkaran. Sementara baju atau kain orang-orang yang sudah memegang
bayi tersebut, kemudian diberi semprotan atau tetesan minyak wangi atau
olesan bedak.
Pada saat ini, perayaan Maulid dengan Barzanji seperti itu sudah
berkurang, dan umumnya lebih terfokus di pesantren-pesantren kalangan
Nahdlatul Ulama (Nahdliyin). Buku Barzanji tidaklah sukar didapatkan,
bahkan sekarang ini sudah banyak beredar dengan terjemahannya
3. Kajian dan kritik dalam kitab al BarzanjiSedangkan al-Barzanzi adalah sebuah kitab yang menerangkan tentang
kisah (sejarah) lahirnya Rasulullah SAW., keistimewaan oleh keagungan
Rasulullah. Al-Barzanzi juga merupakan sebuah kitab yang dibaca oleh kaum
muslimin dalam memperingati maulid Nabi SAW.. Di antara kitab al-Barzanzi
adalah Natsar, Barzanzi Nadzam dan sebagainya. Kitab ini dikarang oleh Abu
85
Sayyid Zain al-Syayyid Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim bin Sayyid Muhammad
bin Abi Muhammad.91
Beliau lebih terkenal dengan sebutan al-Barzanzi, karena dinisbatkan
tempat tinggalnya. Beliau semakin popular dengan karangan tersebut di seluruh
dunia, juga termasuk Indonesia. Menurut Sidda Osman Noor Muhammad, Sayyid
Ja’far Hasan hidup pada tahun 1690 sampai 1766.
The maulid eulogy by imam as-Sayyid Ja far ibn Hasan ibn Abdal Karim al-
Barzanzi (1690-1766 CE.), Rahmatullah alaih cs popular muslim poetry in praise
of the holy prophet Muhammad SAW..
Dari segi kaidah syair, susunan kata, kalimahnya, irama lagunya, kitab al-
Barzanzi merupakan kitab yang sangat unik dan menarik, karena di seluruh bait-
bait kitab al-Barzanzi hanya ada dua pola akhir kalimah, yaitu pola pertama
diakhiri dengan ta marbuthah, sedangkan pola kedua diakhiri huruf ha yang
disukun.
Dari segi isinya, kitab al-Barzanzi menceritakan tentang Rasulullah SAW..
Bait pertama berisi muqaddimah pengarang dalam menulis kitab al-Barzanzi. Bait
kedua, menceritakan tentang nasab Rasulullah dan keagungannya, dan dilanjutkan
dengan bait ketiga yang menceritakan tentang Nabi Muhammad SAW. dilahirkan.
Irhasy menceritakan kelahiran Rasulullah SAW.. yang ditandai dengan kejadian-
kejadian aneh ketika Nabi lahir, Nabi SAW. diasuh oleh wanita Arab ketika itu,
pengangkatan beliau menjadi Rasul, kisah golongan sahabat yang mau
mengikutinya. Hijrah Rasul ke Madinah dan perjuangan Rasul melawan orang
kafir Quraisy sampai gambaran kondisi fisik Rasulullah yang luar biasa. Dan pada
akhir bait Syaikh al-Barzanzi menceritakan budi pekerti (akhlak) Rasulullah yang
menjadi usawatun hasanah (suri tauladan yang baik).
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia disebutkan bahwa judul kitab
maulid karya al-Barzanji adalah Qishat al maulid al Nabawi. Sedangkan
menurut Azzumardi Azra dan Martin van Brruisnessen berjudul al-iqd al
91 Ahmad Anas , Op cit ., hlm 87
86
jawahir tetapi tidak dijelaskan untuk yang mana keduanya, antara Barzanji
natsar dengan Nadzam.
Di samping tadisi-tradisi bersifat lokal, keseharian masyarakat kita
diwarnai pula oleh tradisi-tradisi yang merupakan bentuk ekspresi dari
penghayatan ajaran agama mayoritas,agama Islam. Salah satunya adalah tradisi
pembacaan Al Barzanji atau syair tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad
SAW, sang pembawa risalah agama tersebut. Tradisi ini menarik untuk
diperbincangkan, dikupas lebih dalam karena meski kaum muslim telah rutin
melakukannya hampir pada setiap moment penting seperti pengajian, syukuran
pernikahan, kelahiran anak, menjelang keberangkatan haji dan sebagainya, di
kalangan ulama masih terus terjadi perbedaan pendapat menyangkut
keabsahannya sebagai suatu ibadah yang disyariatkan.
Perkembangan tradisi Al Barzanji terkait erat dengan seremonial
perayaan hari kelahiran (Maulid) Nabi yang juga masih menjadi kontroversi.
Berdasar catatan Nico Captein, peneliti dari Universitas Leiden, Belanda
dipaparkan bahwa perayaan Maulid Nabi pertama kali diselenggarakan oleh
penguasa muslim Syi’ah dinasti Fatimiyah (909 - 117 M) di Mesir untuk
menegaskan jika dinasti itu benar-benar keturunan Nabi. Bisa dibilang, ada
nuansa politis dibalik perayaannya sehingga kurang direspon khalayak luas.
Perayaan Maulid baru kembali mengemuka ketika tampuk pemerintahan Islam
dipegang Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi pada 580 H/1184 M. Ia
melangsungkan perayaan Maulid dengan mengadakan sayembara penulisan
riwayat dan puji-pujian kepada Nabi SAW. Tujuannya adalah untuk
membangkitkan semangat Jihad (perjuangan) dan Ittihad (persatuan) umat
muslim terutama para tentara yang telah bersiap menghadapi serangan lawan
dalam medan pertempuran fenomenal, Perang Salib.
Dalam kompetisi ini, kitab berjudul Iqd al Jawahir (untaian permata)
karya Syekh Ja`far al-Barzanji tampil sebagai pemenang. Sejak itulah Iqd al
Jawahir mulai getol disosialisasikan pembacaanya ke seluruh penjuru dunia
87
oleh salah seorang gubernur Salahudin yakni Abu Sa`id al-Kokburi, Gubernur
Irbil, Irak. Di Indonesia kitab ini populer dengan sebutan nama pengarangnya
Al Barzanji sebab lidah orang kita agak sulit bila harus mengucapkan sesuai
lafal judul aslinya.
Al Barjanji sendiri merupakan karya tulis berupa puisi yang terbagai
atas 2 bagian yaitu Natsar dan Nazhom. Bagian natsar mencakup 19 sub-
bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi ah pada tiap-
tiap rima akhir. Keseluruhnya merunutkan kisah Nabi Muhammad SAW,
mulai saat-saat menjelang Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala beliau
mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nazhom terdiri dari 16 subbagian
berisi 205 untaian syair penghormatan, puji-pujian akan keteladanan ahlaq
mulia Nabi SAW, dengan olahan irama akhir berbunyi nun.
Lalu bagaimanakah kondisi pro-kontra Al Barjanji? Pihak yang pro
menganggap pembacaan Al Barzanji adalah refleksi kecintaan umat terhadap
figur Nabi, pemimpin agamanya sekaligus untuk senantiasa mengingatkan kita
supaya meneladani sifat-sifat luhur Nabi Muhammad SAW. Kecintaan pada
Nabi berarti juga kecintaan, ketaatan kepada Allah. Adapun pihak kontra
memandang kitab al-Barjanji hanyalah karya sastra yang walau mungkin
mengambil inspirasi dari 2 sumber hukum haq Islam yakni Al Qur’an dan
hadist tetap saja imajinasi fiktif sang pengarang lebih dominan disuguhkan.
Namun faktanya pembacaan Barjanji di berbagai kesempatan malah jauh
disakralkan, diutamakan ketimbang pembacaan Al Quran. Belum lagi
pembacaan Barjanji sering tanpa diikuti pemahaman arti syair dalam tiap
baitnya.
Wajarlah bila kemudian pihak kontra menghukumi pembacaan Barjanji
juga bacaan sejenis lainya semisal Diba', Burdah, Simthuddurar itu Bid’ah
atau mengada-ada dalam ibadah yang justru sangat jelas dilarang agama.
Sebuah hadist Nabi riwayat Bukhari Muslim menyatakan,”Barang siapa
melakukan amalan tidak sebagaimana sunnahku,maka amalan itu tertolak”.
88
BAB III
TRADISI MAULID NABI SERTA PEMABACAAN KITAB AL- BARZANJI
NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH
DI DESA PEGANDON KABUPATEN KENDAL
A. Gambaran Umum Masyarakat Desa Pegandon Kecamatan Pegandon
Kabupaten Kendal
1. Letak Geografis
Secara administrasi desa Pegandon merupakan bagian wilayah dari
kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal, dan merupakan bagian wilayah dari
Propinsi Jawa Tengah, yang terletak di sebelah selatan dari Ibukota Kabupaten
Kendal. Secara geografis wilayah Desa Pegandon terletak pada ketinggian 19
meter diatas permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata berkisar 218 mm
pertahun dengan suhu rata-rata berkisar 34 C pertahunnya. Secara umum
kondisi topografi Desa Pegandon sangat datar. Desa Pegandon mempunyai
luas wilayah 82,329 Ha. atau 1,28 % dari total keseluruhan luas kecamatan
Pegandon.
Adapun batas-batas wilayah Desa Pegandon ini yaitu:
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tegorejo
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Penanggulan
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Penanggulan.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gubugsari92
Secara geografis desa Pegandon termasuk desa yang maju, merupakan
desa yang cukup strategis, karena terletak di pusat keramaian dan menjadi
pusat pemerintahan wilayah Kecamatan. Wilayah Desa Pegandon terbagi atas
05 RW dan 14 RT. Jarak Desa Pegandon dengan Kecamatan kurang lebih 2
Km, sedangkan jarak dari Kabupaten Kendal yaitu 10 Km.
92 Data Statistik Monografi Desa Pegandon, Januari 2008
89
Tersedianya pasar berskala kecamatan menjadikan perkembangan
pembangunan Desa Pegandon lebih cepat dari desa-desa yang lainnya, serta
dengan jumlah penduduk yang banyak dan setiap hari ada berbagai macam
aktivitas yang terjadi. Mata pencaharian utama desa Pegandon adalah Petani
dan buruh tani dan Pedagang, tapi disamping itu banyak juga yang menjadi
PNS dan wiraswasta dan lain-lainya.93
Luas wilayah desa Pegandon yaitu 81,329 HA, sedangkan penggunaan
lahan desa Pegandon antara lain digunakan sebagai lahan pertanian,
pemukiman, perdagangan, pekarangan, tegalan, pendidikan dan pemakaman.
Penggunaan lahan di desa Pegandon didominasi oleh sawah dan pemukiman,
lahan pertanian. Jenis tanah yang relatif subur dapat dimanfaatkan untuk
menanam berbagai jenis tanaman dengan komoditas utama padi, tembakau,
dan bawang merah.94 Lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel I95
Luas Wilayah Desa Pegandon
No. Keterangan Jumlah
1.
2.
3.
Tanah Sawah dan tegalan
Tanah Pekarangan/pemukiman
Pekuburan dan lain-lain
34,997 Ha
45,675 Ha
654 Ha
Jumlah 81,329 Ha
Sumber: Monografi Desa Pegandon 2008
2. Kondisi Demografi
93 Wawancara dengan Bapak Ahmad Rizal SE, Kepala Desa Pegandon, pada tanggal 2Februari 2008
94 Wawancara dengan Bapak Jambari, Sekertaris Desa Pegandon, pada tanggal 2 Februari 200895 Data Statistik Monografi Desa Pegandon, Januari 2008
90
Jumlah penduduk Desa Pegandon dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan, disebabkan ada banyak angka kelahiran dan sebaliknya kecil
angka kematian. Berdasarkan data demografi Desa Pegandon.
Hingga penulis mengadakan penelitian, Sampai dengan awal tahun
2008 secara keseluruhan jumlah penduduknya mencapai 2.926 jiwa dengan
jumlah penduduk laki-laki berjumlah 1.419 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan 1.507 jiwa. Yang terbagi dalam 946 kepala keluarga. Adapun
perincian berdasarkan usia yaitu : usia 0-15 tahun berjumlah 314 orang, usia
16-30 tahun berjumlah 893 orang, usia 31-45 tahun berjumlah 1056, usia 46-58
tahun berjumlah 423 orang, dan usia 59 tahun ke atas berjumlah 240 tahun.
Jumlah penduduk Desa Pegandon, berdasarkan jenis kelamin dan usia dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel IIJumlah Penduduk desa Pegandon Berdasarkan Jenis Kelamin96
No Jenis Kelamin Jumlah
1
2
Laki-laki
Perempuan
1.419
1.507
Jumlah 2.926
Tabel IIIJumlah Penduduk Berdasarkan Usia97
No Usia Jumlah
1
2
3
4
0-15 tahun
16-30 tahun
31-45 tahun
46-58 tahun
3.14
8.93
1.056
4.23
96 Data Demografi Desa Pegandon 200897 Data Demografi Desa Pegandon 2008
91
5 59 tahun ke atas 2.40
Jumlah 2.926
Sumber: Demografi Desa Pegandon 2008
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk di desa
Pegandon mempunyai kelompok umur produktif, yaitu penduduk yang
berumur 15-58 tahun, kelompok umur yang kurang dari 15 tahun merupakan
kelompok umur yang belum produktif, dalam arti masih menjadi tanggungan
kelompok umur produktif, hal ini merupakan sumber modal dasar
pembangunan sebagai sumber daya manusia masyarakat desa Pegandon,
sedangkan kelompok umur tua yaitu usia lebih dari 59 tahun ternyata mencapai
240 orang dan kebanyakan kelompok ini tenaga yang kurang produktif .
3. Kondisi Sosial Ekonomi dan budaya, Keadaan Sosial Keagamaan
masyarakat dan Pendidikan, serta politik Di Desa Pegandon
a. Kondisi Sosial Ekonomi
Sepanjang pengamatan peneliti, bahwa keadaan sosial
kemasyarakatan Desa Pegandon terlihat cukup baik yaitu mereka memiliki
rasa kebersamaan, solidaritas sosial dan toleransi cukup tinggi karena Desa
Pegandon letaknya pedesaan masih memegang kultur kebersamaan, jiwa
sosial masyarakat masih cukup kuat. Pada umumnya karakteristik
masyarakat desa Pegandon masih lekat dengan budaya gotong royong dan
semangat kekeluargaan.
Masyarakat desa Pegandon termasuk masyarakat yang heterogen,
baik soal agama, pendidikan, ekonomi dan lain-lain. Banyak kegiatan yang
melibatkan seluruh lapisan masyarakat seperti kegiatan ibu-ibu PKK,
posyandu, pengajian, tahlilan, yasinan dan selapanan. Salah satu wujud
kebersamaan masyarakat yaitu apabila salah satu di antara warga desa
mempunyai hajat mereka secara bersama-sama berbondong-bondong untuk
saling membantunya.
92
Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, secara
garis besar dapat dikatakan bahwa toleransi antar umat beragama di Desa
Pegandon sangat mengagumkan. Hal ini bisa dilihat dengan adanya
hubungan sesama umat beragama yang dilandasi saling pengertian, saling
menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya
dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Masyarakat desa Pegandon termasuk masyarakat yang dapat
dikatakan cinta kedamaian, Kehidupan bertetangga dilandasi rasa toleransi
yang tinggi, saling menghargai dan menghormati karena penulis tidak
pernah melihat adanya konflik dengan warga lain yang mengakibatkan
permusuhan. Akan tetapi perlu juga diingat, karena masyarakat yang
heterogen, disini juga masih terdapat penyakit sosial, seperti minum-
minuman keras, judi-togel, yang berkembang dimasyarakat juga sangat
meresahkan, maka upaya masyarakat memang sangat dibutuhkan untuk
menangani dan memberantas penyakit masyarakat tersebut. 98
Sedangkan Kegiatan kesenian di desa Pegandon antara lain
kesenian rebana dan terbang jawa. Kegiatan olah raga yang banyak
digemari di desa Pegandon adalah bulu tangkis dan volley. Semua kegiatan
desa yang berhubungan dengan kepentingan dan keagamaan masyarakat
dimusyawarahkan sehingga semua warga dapat menyumbangkan aspirasi
pemikiran dan tenaga mereka.
TABEL IVPotensi Sumber Daya Sosial99
No. Kelompok Kegiatan
1. Keagamaan Tahlilan, manaqib, mauludan, Istighosah, hafidz,
98 Wawancara dengan Bapak Ahmad Rizal SE, Kepala Desa Pegandon pada tanggal 2Pebruari 2008
99 Profil potensi sumber daya sosial desa Pegandon 2008
93
berjanjen, dibaan, burdahan
2 Remaja IPNU, IPPNU, IRM, IRPT, IRMUS, KT, IRMAS,
FATAYAT, ANSOR
3 Kesenian Rebana, Terbang Jawa
4 Ibu- ibu PKK, Posyandu, Pengajian
5 Bapak-bapak Selapanan
6 Olah raga Volley, Bulu tangkis
Sumber: Profil Desa Pegandon 2008
Di desa Pegandon terdapat kelompok remaja yang bergabung dalam
wadah organisasi yang berbeda-beda yakni remaja IPNU (Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama), IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama), IRM
(Ikatan Remaja Muhammadiyah), ikatan remaja masjid, Fatayat, Anshor
dan Karang taruna.
Hubungan antar remaja IPNU, IPPNU, IRM dan karang taruna
tampaknya tidak dapat lepas dari remaja senior atau para pembina dalam
berorganisasi, sehingga terbentuk suatu organisasi yang harmonis.
Sebagaimana dalam berbagi kesempatan remaja yang usianya lebih tua
umurnya, ia lebih sering membimbing, menasehati kepengurusan baru dan
anggotanya dapat belajar mandiri mengembangkan bakat dan potensi yang
ada, meningkatkan program kerja dan tekun melakukan ibadah,
meningkatkan kegiatan positif. Sebagai generasi muda muslim dan sebagai
remaja di desa Pegandon harus berakhlakul karimah, sopan santun dalam
lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.100
Keadaan perekonomian di Desa Pegandon berdasarkan hasil
penelitian penulis pada umumnya berada pada tarap ekonomi menengah ke
bawah. Pemerintah desa selalu berusaha untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat, yaitu dengan adanya program pinjaman modal untuk pedagang
100 Wawancara dengan Bapak H. Asmuni, Tokoh agama desa Pegandon pada tanggal 5Pebruari 2008
94
kecil dan menengah secara bergulir kepada masyarakat yang
membutuhkan.
Mata pencaharian Penduduk Desa Pegandon sebagian besar adalah
pedagang, buruh tani, buruh industri/bangunan dan PNS. Sebagian besar
penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang karena dianggap lebih
menguntungkan di sepanjang jalan raya Pegandon dan sekitar pemukiman
penduduk banyak terdapat toko, dan warung-warung kecil, sedangkan
pedagang yang menjual kebutuhan sehari-hari seperti sembako
memasarkan dagangannya ke pasar Pegandon.
Jenis pekerjaan lain selain berdagang adalah buruh tani yang
menggarap lahan pertanian milik orang lain dengan komoditas utama padi
dan tembakau. Sebagian penduduk ada yang bekerja sebagai buruh pabrik
dan wiraswasta. Sedangkan tenaga kerja wanita lebih bayak lari keluar
negeri bekerja sebagai TKI.
Klasifikasi penduduk Desa Pegandon Kecamatan Pegandon
Kabupaten Kendal, berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini.
Tabel VKlasifikasi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian101
No. Jenis Pekerjaan Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Karyawan
Wiraswasta
Petani
Buruh tani
Pertukangan
PNS / ABRI
191 Orang
410 Orang
497 Orang
255 Orang
21 Orang
167 Orang
101 Data Demografi desa Pegandon 2008
95
7.
8.
9.
10
Pensiunan
Pedagang
Jasa/ Pengusaha
Lain-lain
38 Orang
780 Orang
24 Orang
543 Orang
Jumlah 2.926 Orang
Sumber: Monografi Desa Pegandon bulan Januari 2008
b. Keadaan Sosial Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat desa Pegandon
diketahui bahwa sebagian besar penduduk adalah lulusan SD dan SMP,
sedangkan lulusan SMU dan Perguruan tinggi hanya sedikit. Tingkat
pendidikan masyarakat mengalami peningkatan antara lain disebabkan
meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang
lebih baik serta ditunjang dengan keberadaan fasilitas pendidikan yang
dapat dikatakan sudah memadai dari TK, SD, SMP, Madrasah Diniyah
hingga SMU. Peningkatan kesadaran untuk mendapatkan pendidikan yang
lebih baik diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia
desa Pegandon sehingga mampu bersaing di pasar tenaga kerja.
Sarana Pendidikan di desa Pegandon meliputi sarana pendidikan
umum dan agama. Adapun sarana pendidikan yang ada dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut :
Tabel VI
Sarana Pendidikan Umum di desa Pegandon102
No Sarana Pendidikan Jumlah
102 Data Monografi desa Pegandon 2008
96
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9
TK
SD NEGERI
MI
SLTP NEGERI
SLTP SWASTA
MTS
SMU NEGERI
SMU SWASTA
MA
2 Buah
1 Buah
-
-
1 Buah
-
1 Buah
-
-
JUMLAH 4 Buah
Kemudian dengan hubungan yang bersifat pendidikan, pihak
remaja berperan sebagai pemberi informasi atau pencetus ide, baik yang
bersifat agama maupun umum, sarana dan prasarana di lingkungannya
masing-masing. Sedangkan warga masyarakat dalam hal ini penerima
informasi, pendukung dan sekaligus menjadi pelaksana, misalnya dalam
bentuk pengajian umum dan penyuluhan keagamaan dan pendidikan.
Pendidikan yang dilaksanakan oleh remaja di desa Pegandon
meliputi pendidikan terhadap remaja, orang tua dan anak-anak. Untuk
pendidikan orang tua diadakan kegiatan istighosah, waqiah yang intinya
adalah membaca surat waqiah bersama-sama, dan dilaksanakan satu bulan
sekali, mengadakan Bahtsul Masail yaitu membahas masalah-masal fiqih,
aqidah, ibadah dan muamalah serta mengadakan kegiatan ziarah dan wisata
takwa setiap tahun sekali. Untuk anak-anak melakukan kegiatan TPQ
(Taman Pendidikan Al-Qur’an) yang sudah didirikan di desa Pegandon,
dan untuk remaja sendiri adanya seminar, diskusi yang diadakan oleh
Karang Taruna.103
103 Wawancara dengan Bapak Abdul Rosid, pada tanggal 6 Pebruari 2008
97
Masyarakat Desa Pegandon apabila dilihat dari tingkat
pendidikannya dapat diketahui dalam tabel sebagai berikut:
TABEL VIIPENDUDUK DESA PEGANDON
BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN TAHUN 2008.104
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8
Tidak sekolah/ Belum sekolah
Tidak tamat SD/
Belum Tamat SD
Tamat SD/sederajat
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat Perguruan Tinggi
Buta Huruf
217
534
398
666
371
285
51
30
JUMLAH 2.926
Sumber : Data Statistik monografi Desa Pegandon tahun 2008.
Dari segi pendidikan, Desa Pegandon Kecamatan Pegandon
Kabupaten Kendal merupakan Desa yang kurang maju, Sebagian penduduk
wilayah Desa Pegandon berpendidikan rendah, hal ini bisa dilihat dari
jumlah penduduk desa Pegandon yang hampir mayoritas kelas ekonomi
menengah kebawah sehingga kemampuan untuk menikmati pendidikan
yang lebih tinggi sampai ke perguruan tinggi peluangnya sangat kecil
karena biaya yang dibutuhkan cukup banyak namun ada dari sebagian
penduduk yang telah memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Terbukti dengan adanya pelajar yang melanjutkan sekolah di kota-kota
besar seperti Semarang, Purwokerto, Solo, Yogyakarta dan lain-lain.
104 Data Demografi desa Pegandon 2008
98
Faktor lainnya yaitu minimnya fasilitas pendidikan yang ada, lebih khusus
lagi mengenai sarana pendidikan yang ada di Desa Pegandon.
Banyaknya terdapat pengangguran pada usia produktif, karena
keterdesakan kebutuhan ekonomi menyebabkan mereka memilih bekerja
menjadi TKI/TKW yang bekerja diluar negeri, dengan permasalahan
tersebut berdampak langsung pada kualitas pendidikan generasi muda.
c. Keadaan Sosial Budaya dan Adat Istiadat
Keadaan masyarakat Pegandon mayoritas muslim. Hal ini
membawa dampak positif terhadap masyarakat. Kehidupan masyarakat
yang religius inilah yang membuat rasa solidaritasnya tinggi sehingga
kegiatan yang bersifat gotong-royong, maupun berorganisasi merupakan
bagian dalam kehidupan masyarakatnya. Karena mayoritas penduduknya
beragama muslim, maka wajar apabila budaya dan tradisi yang ada banyak
yang bersifat Islam. Desa Pegandon mempunyai kesenian yang bersifat
tradisional sebagai peninggalan dari pendahulunya.
Sedangkan kegiatan-kegiatan ritual yang masih membudaya dan
masih dilestarikan di tengah-tengah masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Upacara perkawinan. Sebelum di adakan upacara perkawinan biasanya
terlebih dahulu diadakan upacara peminangan (tukar cincin menurut adat
jawa), yang sebelumnya didahului dengan permintaan dari utusan calon
mempelai laki-laki atau orang tuanya sendiri terhadap calon mempelai
perempuan. Kemudian akan dilanjutkan ke jenjang peresmian perkawinan
yang diisi dengan kegiatan yang Islami seperti Tahlilan, Berjanjen,
Yasinan, manaqiban, yang bertujuan untuk keselamatan kedua mempelai,
dengan dihadiri oleh seluruh sanak keluarga, tetangga maupun para
sesepuh setempat.
2) Upacara anak dalam kandungan. Dalam upacara mi meliputi beberapa
tahap, di antaranya adalah: acara Anak Dalam Kandungan a). Ngupati,
yaitu suatu upacara yang di adakan pada waktu anak dalam kandungan
99
berumur kurang lebih 4 bulan, karena dalam masa 4 bulan ini, menurut
kepercayaan umat Islam malaikat mulai meniupkan roh kepada sang janin.
b) Mitoni atau Tingkepan, yaitu upacara yang di adakan pada waktu anak
dalam kandungan berumur kurang lebih 7 (tujuh) bulan dan upacara ini
dilaksanakan pada waktu malam hari, yang dihadiri oleh sanak keluarga,
tetangga, para sesepuh serta para tokoh agama juga.
3) Upacara Kelahiran Anak (Babaran atau Brokohan) Upacara ini
dilaksanakan ketika sang anak berusia 7 hari dari hari kelahirannya, yaitu
berupa selamatan yang biasa disebut dengan istilah "Brokohan". Upacara
ini diisi dengan pembacaan kitab Al Barjanzi. Kemudian dilanjutkan
dengan acara “Aqikahan” jika anak itu laki-laki maka harus menyembelih
dua ekor kambing sedangkan untuk anak perempuan hanya satu ekor
kambing.
4) Upacara Tudem/anak mulai jalan. Selama anak mulai lahir dan belum bisa
berjalan, setiap hari kelahirannya (selapanan, tigalapan, limalapan.
tujuhlapan dan sembilanlapan) biasanya diadakan selamatan berupa nasi
gungan dan lauk-pauk sekedamya untuk dibagikan kepada tetangga
terdekat. Sedangkan ketika sang anak berusia 7 bulan akan diadakan
selamatan lebih besar lagi.
5) Upacara Khitanan/Tetakan. Upacara ini diadakan terutama bagi anak laki-
laki. Upacara ini biasanya diadakan secara sederhana atau besar-besaran,
tergantung pada kemampuan ekonomi keluarga.
6) Selamatan menurut Penanggalan (Kalender Jawa). Di antara kalender-
kalender umat Islam yang biasanya dilakukan selamatan antara lain: 1
Syura, 10 Syura untuk menghormati Hasan dan Husein cucu Nabi
Muhammad SAW, tanggal 12 Maulud (Robi'ul Awal) untuk merayakan
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tanggal 27 Rajab untuk
memperingati Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW, tanggal 29 Ruwah
(dugderan), 17 Ramadhan (memperingati Nuzul Qur'an), 21, 23, 24, 27
100
dan 29 maleman, 1 Syawal (hari raya Idul Fitri), 7 Syawal (katupatan)
biasanya diramaikan dengan membuat ketupat dan digunakan untuk
selamatan di mushala terdekat, dan begitu juga dibulan 10 Muharam (Hari
Raya Idul Qurban), masyarakat yang dianggap mampu dianjurkan untuk
berkorban.
7) Upacara Penguburan Jenazah. Salah satu dari upacara penguburan jenazah
adalah upacara brobosan, upacara ini dilakukan oleh sanak saudara
terdekat yang tujuannya untuk mengikhlaskan kematiannya. Selanjutnya
acara ini biasanya dilanjutkan dengan Selamatan 7, 40, 100, hari, setelah
kematian.
8) Upacara sedekah bumi. Biasanya upacara tersebut dilaksanakan pada saat
acara-acara tertentu, misalnya ketika ada musibah ataupun bencana.
Upacara ini bertujuan demi kemakmuran keselamatan dan ketentraman
desa, bagi masyarakat sebagai syarat dalam acara ini biasanya warga
masyarakat desa dianjurkan untuk masak-masak makanan dan setelah
magrib disiapkan sebagian untuk selametan di mushala terdekat.
Adat kebiasaan di atas merupakan nilai-nilai yang berasal dari
leluhur yang telah diimplementasikan dalam tata nilai dan laku perbuatan
sekelompok masyarakat tertentu. Akan tetapi dengan perkembangan
zaman, nilai tradisi-tradisi yang berkembang di Desa Pegandon kadang-
kadang diisi dengan kegiatan yang memiliki nilai-nilai keagamaan
sehingga agak kesulitan untuk dibedakan antara nilai budaya dengan nilai
keagamaan. 105.
Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat cukup harmonis, sebab
rasa solidaritas dan kebersamaan pada masyarakat sangat kuat terjalin. Hal
ini bisa dibuktikan ketika ada salah seorang penduduk yang terkena
musibah, baik itu ada keluarga yang meninggal, mereka membantu dengan
105 Wawancara dengan Bapak. Jazuri, Tokoh agama desa Pegandon, tanggal 21 Pebruari 2008.
101
cara mengadakan yasinan, tahlilan bersama-sama di rumah orang yang
terkena musibah. Walaupun tanpa diundang/disuruh, mereka datang
dengan sendirinya. Inilah bukti bahwa masyarakat Pegandon mempunyai
rasa kebersamaan yang terjalin dengan baik.
d. Kondisi Sosial Keagamaan
Penduduk Desa Pegandon yang berjumlah 2.926 jiwa tersebut
mayoritas beragama Islam, untuk mengetahui lebih jelas penganut agama
pada masyarakat Desa Pegandon dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL VIIPENDUDUK DESA PEGANDON
MENURUT AGAMA PADA TAHUN 2008.106
No. Agama Jumlah
1.
2.
3.
4.
5..
Islam
Kristen
Khatolik
Hindu
Budha
2.926 Orang
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Jumlah 2.926 Orang
Sumber data: Data Statistik monografi Desa Pegandon 2008
Kondisi keagamaan masyarakat Desa Pegandon berdasarkan
pemeluk agama tersebut, tercermin pula dalam sarana peribadatan yang
kebanyakan terdiri dari masjid dan mushalla. Untuk mengetahui lebih
lanjut dapat dilihat dalam tabel berikut:
106 Data Monografi desa Pegandon 2008
102
TABEL VIIIJENIS TEMPAT PERIBADATAN
DI DESA PEGANDON TAHUN 2008.107
No. Tempat Ibadah Jumlah
1.
2.
3.
4.
5..
Masjid
Mushola
Gereja
Wihara
Kuil Pura
2 Buah
13 Buah
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Jumlah 15 Buah
Sumber data: Data Statistik monografi Desa Pegandon 2008
Dengan melihat data statistik sebagaimana table di atas, maka dapat
dikatakan bahwa mayoritas penduduk Desa setempat 100% adalah
pemeluk agama Islam, sedangkan umat Kristen, Katolik dan Hindu dan
Budha pada desa Pegandon tidak ada.
Maka dengan melihat sarana peribadatan yang ada, kondisi dan
keadaan dari data yang diperoleh mayoritas beragama Islam, kemungkinan
besar hal ini dipengaruhi oleh beberapa kyai/ulama yang berhasil dalam
menanamkan ajaran Islam, salah satunya yaitu Sunan Abinawa atau
Pangeran Benowo putra Sultan Pajang, Hadiwijaya yang makamnya
terletak di desa Pakuncen, Pegandon, sebagai seorang Ulama yang pertama
kali babad Desa Pegandon dan juga Kyai Jebeng Pegandon yang ceritanya
tersebar di wilayah Pegandon sekarang ini dipercayai bahwa Kyai Jebeng
Pegandon adalah santri atau pengikut Pangeran Benowo.
Dan dituturkan bahwa nama Kyai Jebeng Pegandon yang
sebenarnya adalah Surogondo. Disebut Jebeng Pegandon, karena
merupakan tokoh yang membuka desa dan kemudian dinamakan
107 Data Monografi desa Pegandon 2008
103
Pegandon, beliau meninggal dunia dalam usia muda, artinya belum
berkeluarga, sehingga ada kesulitan untuk mencari asal usulnya. Namun,
pada akhir-akhir ini diketahui bahwa beliau berasal dari daerah keraton
Surakarta. Tanda kebesaran dan kealiman Kyai Jebeng Pegandon ini
kadang-kadang masih dapat dirasakan oleh para penduduk sekitar, sampai
saat ini. 108
Kehidupan keberagamaan di Desa Pegandon boleh dibilang
harmonis, karena masyarakat yang mayoritas memeluk agama Islam
(Muslim) yang telah mewarnai Desa Pegandon sebagai desa Islami dan
sadar akan tanggung jawabnya sebagai umat Islam yaitu dengan
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, terbukti dengan banyaknya
jamiyah-jamiyah dan majelis ta’lim serta kegiatan pengajian-pengajian
umum oleh masyarakat, baik disetiap desa maupun setiap RT mengadakan
yasinan, tahlilan, maulid nabi, yang hampir setiap minggu selalu ada,
semakin menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Kendati demikian secara simbolis ritual keagamaan sampai saat ini
masih sering dilaksanakan secara meriah, baik dalam bentuk pengajian
rutin maupun insidental, sehingga nuansa religius dalam kehidupan sehari-
hari serta nuansa keagamaan tercermin dalam masjid, musholla, lembaga-
lembaga pendidikan Islam, seperti MI, TPQ, TPA, Madrasah Diniah,
Pondok pesantren, kegiatan kelompok pengajian, seperti pengajian
wagenan, selapanan, jam’iyah manakib, jam’iyah yasinan, dan aktifitas
keagamaan yang lain.
Kegiatan keagamaan dapat dikatakan berpusat pada langgar dan
masjid-masjid. Dan para ulama memimpin pengajian di langgar-langgar
108 Ahmad Hammam Rochani., Babad Tanah Kendal, (Semarang: Intermedia Paramadinabekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Kendal, 2003 ) hlm.144
104
dan majelis-majelis dan dari tempat ini pula fatwa diajarkan dan disiarkan
kepada warga masyarakat. Satu hal lagi yang menambah semaraknya
kegiatan keagamaan yaitu terdapat pula pesantren-pesantren di sekitar
wilayah desa Pegandon yaitu di desa Penanggulan dan Tegorejo. disinilah
kader-kader ulama itu dididik berbagai macam ilmu agama, antara lain di
Pon-Pes An-Nuur Kersan Tegorejo, Pon-Pes Roudlotut-Tholibin dan Pon-
Pes Al-Qur’aniah serta Pon-Pes Az-Zahro di desa Penanggulan, serta Pon-
Pes Darussalam di desa Pucangrejo. Selain itu juga terdapat Taman
Pendidikan Al-Quran (TPQ) dan juga Madrasah Diniyah (MADIN).
Hal ini jelas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Pegandon
sangat religius, benar-benar mengamalkan ajaran Islam, dibuktikan dengan
berbagai kegiatan atau aktifitas keagamaan. Dalam kegiatan keagamaan
tersebut semua orang mempunyai kesempatan untuk bisa mengikuti
kegiatan keagamaan. Dari anak-anak, orang dewasa, santri maupun non
santri atau masyarakat Islam abangan.
Pengaruh agama Islam sangat mewarnai terhadap perilaku sosial
masyarakat Pegandon yang lebih berwatak sosial religius. Di samping itu
struktur masyarakat Pegandon yang paternalistik menyebabkan para ulama,
pemuka agama atau tokoh masyarakat memperoleh kedudukan yang tinggi
sebagai panutan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa para ulama dan tokoh
masyarakat turut menentukan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan
dalam bidang keagamaan.
Sebagai sebuah tatanan masyarakat dengan berbagai karakter, tidak
jarang terjadi perselisihan diantara para warga. Jika hal ini terjadi maka
musyawarah dengan mendasarkan pada prinsip kekeluargaan dan
persaudaraan selalu menjadi cara penyelesaian konflik. Musyawarah juga
diterapkan manakala terjadi perubahan kebijakan yang menyangkut
kepentingan anggota masyarakat. Dalam prakteknya, masyarakat lebih
105
cenderung mempercayakan kepada para pemuka agama dan tokoh
masyarakat yang dituakan (sesepuh) sebagai wakil mereka jika ada sebuah
proses musyawarah. Di samping sebagai wakil dalam setiap musyawarah,
para tokoh agama juga sangat memberikan pengaruh terhadap
keberlangsungan kehidupan beragama masyarakat desa Pegandon. 109
Data yang digunakan untuk menggambarkan masalah diatas berasal
dari hasil penelitian penulis mengenai kehidupan sosial dan keagamaan
masyarakat desa Pegandon, Kabupaten Kendal, meminjam istilah atau
klasifikasi yang dikemukakan oleh Clifford Geertz yaitu masyarakat yang
terdiri dari kelompok santri priyayi dan abangan.
Suatu masyarakat yang walaupun seluruhnya beragama Islam
tetapi seolah-olah terbagi menjadi dua, yaitu atas penganut faham
Muhammadiyah dan penganut faham Nahdlatul Ulama. Satu sama lain
menciptakan dua struktur sosial yang berbeda karena perbedaan
pemahaman dan interpretasi atas ajaran-ajaran Islam dan perbedaan ini
digunakan dalam melihat, menginterpretasi dan mengadaptasi satu sama
lain dimana bagian-bagian dari ajaran Islam yang diketahui dijadikan
pegangan dalam menghadapi lingkungan, seolah-olah menciptakan
segmentasi dan batas-batas yang jelas satu sama lain untuk menciptakan
konflik-konflik yang sekaligus dapat mendorong terwujudnya integrasi
dalam masyarakat.
Penulis berpendapat bahwa konflik-konflik tersebut terwujud
sebagai akibat terlihatnya unsur-unsur politik dalam perbedaan-perbedaan
penafsiran ajaran tersebut. Dan pertentangan-pertentangan tersebut pada
hakikatnya terpusat pada persaingan kepemimpinan dalam dan melalui
organisasi yang ada, yang terbentuk dari golongan yang saling
bertentangan itu. Selain itu akan ditunjukkan pula bahwa perwujudan
109 Wawancara dengan Bp. Jazuri, Tokoh agama desa Pegandon, tanggal 2 Maret 2008
106
konflik dan integrasi tersebut tergantung pada hubungan dinamik unsur-
unsur struktur sosial masyarakat yang bersangkutan, yakni identitas sosial,
status dan peran sosial, pengelompokan sosial serta situasi dan arena sosial.
Apabila landasan identitas suatu golongan sosial adalah agama,
sedangkan agama merupakan etos yang memberikan bobot keyakinan kuat
kepada para penganutnya, maka batas-batas dan perbedaan sosial atau
bahkan pertentangan dapat terjadi sebagai akibat dari doktrin-doktrin
agama yang diterjemahkan kedalam kenyataan sosial manusia yang
kompleks. Agama dan kebudayaan bisa dibedakan, tetapi tidak bisa
dipisahkan karena keduanya terdapat pada diri manusia yang sama. Politik
misalnya, seringkali menjadi faktor yang mencampuri perbedaan agama
dan faham agama. 110
Terjadinya aliran-aliran dalam suatu agama dapat ditimbulkan oleh
perbedaan penafsiran ajaran-ajaran tertentu dalam agama yang
bersangkutan, dan perbedaan-perbedaan tersebut dipertegas oleh anggapan
mengenai kebenaran mutlak suatu faham oleh penganutnya. Bertolak dari
segi ini, penulis berpendapat bahwa upaya mengidentifikasi potensi konflik
agama dalam masyarakat kita yang majemuk ini sangat penting, apalagi
kalau upaya tersebut dilandasi oleh hasil penelitian lapangan mengenai
kehidupan keagamaan dalam kenyataan sosial sehari-hari.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan bahwa
masyarakat di desa Pegandon bisa dikatakan mempunyai keyakinan dan
pandangan yang berbeda atas permasalahan keagamaan. Akan tetapi,
bahwa mereka juga sangatlah antusias terhadap faham keagamaan yang
dianutnya dan menjaga kerukunan antara satu dengan yang lain, karena
110 R.S Achmad Fedyani Saifuddin M.A., Konflik Dan Integrasi Perbedaan Faham DalamAgama Islam, (Jakarta: PT Rajawali, 1986 ) hlm.IX-3
107
pada kenyataannya bahwa di desa Pegandon tidak pernah terjadi konflik
yang tajam atas penganut NU dan Muhammadiyah.111
e. Keadaan Sosial Politik
Politik yang dimaksudkan disini adalah pengetahuan dan model-
model pengetahuan yang dimiliki warga masyarakat dalam menentukan
strategi-strategi dalam memperoleh sumber daya dalam masyarakat dan
yang dipandang dalam memperkuat kedudukan mereka dalam menghadapi
lingkungan. Politik ini antara lain terwujud melalui organisasi-organisasi
dalam masyarakat.112
Kecenderungan politik masyarakatnya umumnya masing- masing
organisasi akan melaksanakan kreatifitas sesuai dengan formatnya sendiri,
kenyataan ini terbawa ke persoalan politik. Dalam era reformasi ini jelas
terlihat bahwa massa Muhammadiyah lebih banyak berafiliasi ke PAN dan
massa NU ke PKB, PKNU, atau PNU, meskipun secara historis keduanya
pernah berafiliasi ke PPP. Pada kasus yang terjadi di Kendal termasuk
daerah Pegandon, sebagaimana yang diungkapkan oleh pengurus PDM
Muhammadiyah, perbedaan tersebut justru terlihat sangat tajam.113
Selain itu terdapat perkumpulan-perkumpulan yang bernaung
dibawah organisasi Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama, seperti
pemuda ansor NU, Muslimat NU, Fatayat NU, Perkumpulan membaca
yasin dan tahlil, Pemuda Muhammadiyah, Aisyiah, dan sebagainya.
Orientasi kepenganutan faham agama Islam ini juga memasuki dalam
organisasi-organisasi yang bukan berlandaskan keagamaan, seperti karang
111 Wawancara dengan Bapak Junaidi Iskandar, tokoh agama masyarakat desa Pegandon. Padatanggal 29 Pebruari 2008
112 Perbandingan jumlah penganut Muhammadiyah dan NU di Pegandon memang tidak bisadideteksi secara statistik. Namun, jika dilihat dari jumlah cabang organisasi, jumlah pendidikan, danlembaga-lembaga sosial, institusi yang dimiliki oleh NU adalah mayoritas. Dengan demikian secaratidak langsung dapat disebutkan bahwa mayoritas muslim Pegandon adalah penganut NU dan sebagianlagi Muhammadiyah
113 Wawancara dengan Bapak Ahmad Zain, Mantan ketua ranting Muhammadiyah Pegandon.Pada tanggal 29 Pebruari 2008
108
taruna, ternyata beberapa pengurus intinya adalah juga pengurus pemuda
Anshor NU, maupun Ikatan Remaja Muhammadiyah.
4. Fasilitas Sarana dan Prasarana
• Fasilitas Pendidikan
Fasilitas sarana pendidikan di desa Pegandon terbilang cukup memadai
karena dilihat dari faktor fisik bangunan dan tenaga pengajar yang memadai
maka dapat dikatakan sudah memenuhi syarat dan layak dijadikan tempat
media belajar mengajar. Untuk mengetahui jumlah sarana pendidikan yang
ada di Desa Pegandon, maka akan penulis kemukakan dalam tabel berikut:
TABEL IXSARANA PENDIDIKAN DI DESA PEGANDON114
No. Nama Sekolah Jumlah Tempat RT/
RW
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tk Asyiah Bustanul Athfal
Tk Tarbiyatul Athfal Muslimat NU
TPA Jami’ Al Mutaqqin
SDN Pegandon
SMP Muhammadiyah
SMUN Pegandon
Madrasah Diniyah Asysyafi’iyah
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Unit
01/ 02
02/03
01/ 04
03/ 03
03/ 02
01/ 02
02/ 03
Jumlah 7 Unit
. Sumber: Profil Desa Pegandon 2008
Tabel di atas dapat digeneralisasikan bahwa jumlah sarana
pendidikan yang berada di Desa Pegandon dianggap cukup dalam
menampung seluruh warga. Terbukti dengan adanya sarana pendidikan dari
tingkat dasar sampai tingkat menengah atas.
114 Profil potensi sumber daya sosial desa Pegandon 2008
109
• Fasilitas Peribadatan
Untuk kegiatan rohani, desa Pegandon memiliki 13 Musholla yang
terdapat di setiap Rt dan dan 2 buah masjid yang pembangunannya
dilakukan secara swadaya dan gotong royong masyarakat. Tempat ini
menjadi sarana bimbingan kerohanian ritual untuk meningkatkan
keimanan dan amal ibadah kepada tuhan YME.
TABEL XSARANA PERIBADATAN DI DESA PEGANDON
No. Masjid / Mushola Jumlah Tempat
(RT/ RW)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Musholla Roudlotul Iman
Musholla Nurul Taqwa
Musholla Darul Muttaqin
Musholla Bitul Muttaqin
Musholla Nurul Huda
Musholla Baiturrokhim
Musholla Darul Amanah
Musholla Baitus Salam
Musholla Nurul Falakh
Musholla Al Falakh
Musholla Darul falakh
Musholla Nurul Taqwa
Musholla Hurul Huda
Masjid Al Muttaqin
Masjid Al IKHLAS
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
01/ 01
02/ 01
01/ 02
02/ 02
03/ 02
03/ 02
01/ 03
02/ 03
03/ 03
03/ 04
01/ 05
02/ 05
03/ 05
01/ 04
01/ 03
Jumlah 15 unit
Sumber: Profil Desa Pegandon 2008
110
Tiap sarana peribadatan tersebut dikelola dan dipelihara oleh pengurusnya
dan kondisinya saat ini cukup bagus.
• Fasilitas Kesehatan
Sarana kesehatan di desa Pegandon antara lain: Polindes yang dikelola
oleh seorang bidan desa, praktek dokter, balai pengobatan, dukun bayi,
apotik, toko obat dan posyandu yang dikelola oleh PKK dengan
dukungan kader-kader posyandu.
TABEL XISARANA KESEHATAN DI DESA PEGANDON
No. Jenis Jumlah Tempat RT/
RW
1.
2.
3.
4.
5.
6..
Posyandu
Dukun Bayi
Balai Pengobatan
Apotik
Praktik Dokter
Polindes
5 buah
1 buah
1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
Setiap RW
RW 01
RW 04
RW 05
RW 05
RW 03
Jumlah 11 buah
Sumber: Profil Desa Pegandon 2008
• Fasilitas Perekonomian
Sarana Perekonimian di desa Pegandon sudah Cukup lengkap
walaupun jumlahnya tidak banyak. Jenis-jenis sarana kegiatan ekonomi
dapat dilihat pada tabel berikut
111
TABEL XIISARANA KEGIATAN EKONOMI
DI DESA PEGANDON
No. Jenis Tempat RT/ RW
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pertokoan
Warung
Bengkel
Pasar
Toko Bangunan
Wartel
Rental komputer dan warnet
JL. Raya Pegandon
Sekitar Pemukiman Penduduk
JL. Raya Putat
JL. Raya Pegandon
JL. Raya Pegandon dan JL. Raya Putat
RW 03, Rw 04, Rw 05
JL. Raya Putat
Sumber: Profil Desa Pegandon 2008
• Sarana Prasarana Umum
- Jalan
Hubungan Desa Pegandon dengan desa lain dapat dilakukan
beberapa prasarana jalan yang kondisinya lumayan baik. Jalan kecil
atau gang yang berada di tiap RT berupa jalan Paving yang cukup
memadai. Selain jalan paving terdapat juga jalan beraspal yang
kondisinya sudah buruk maupun jalan yang belum permanen.
Lampu penerangan jalan juga masih sangat kurang terutama
sepanjang jalan raya putat.
- Telephone
Jaringan telekomunikasi sudah tersedia tetapi belum dimanfaatkan
oleh masyarakat. Mereka sebagian memanfaatkan wartel serta
telepon genggam
- Air bersih
- Listrik
112
• Transportasi
Desa Pegandon Menggunakan jasa ojek, becak, andong/dokar,
dan angkutan desa untuk transportasi. Jasa transportasi itu hanya
beroperasi hanya sampai pukul 17.30 WIB, lebih dari jam itu hanya ada
ojek yang biayanya relatif mahal. Keberadaan andong dokar dan becak
menimbulkan kesan semrawut dan seringkali menimbulkan kemacetan
di sekitar pasar (pusat perdagangan dan jasa) desa Pegandon. Sarana
transportasi di desa Pegandon didukung dengan keadaan jalan yang
sudah dapat dikatakan cukup memadai. Angkutan desa yang berhenti
sembarangan di sekitar pasar menyebabkan kemacetan di desa
Pegandon.
B. Praktek Peringatan Tradisi Maulid Nabi Serta Pembacaan Kitab al-Barzanzi di
Desa Pegandon Kabupaten Kendal
1. Praktek Nahdlatul Ulama dalam memperingati Tradisi Maulid Nabi serta
Pembacaan kitab al-Barzanji
a) Gambaran Umum Nahdlatul Ulama di desa Pegandon
NU adalah suatu jam iyyah diniyyah Islamiyah (organisasi
keagamaan Islam) wadah bagi para ulama yang didirikan di Surabaya pada
16 rajab 1344H./31 Januari 1926 M, berakidah Islam menurut faham
ahlussunah wal jama’ah dan menganut salah satu madzah empat : Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali.115
Sebelum jam iyyah ini terbentuk, ada beberapa hal yang langsung
maupun tidak langsung diyakini menjadi latar belakang berdirinya NU,
misalnya, gerakan pembaharuan di Mesir dan sebagian timur tengah
lainnya dengan gagasan Pan-Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin
al-Afghani untuk mempersatukan seluruh umat Islam. Sementara di Turki
115 Ahmad Zahro, Tradisi Intlektual NU (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm 15. baca Anggarandasar Nu Bab 1 pasal 3 dan 4 hasil muktamar xx di Kediri 21-27 Nopember 1999.
113
bangkit gerakan nasionalisme yang kemudian meruntuhkan khalifah
usmaniyyah.116
Jika di mesir dan Turki gerakan pembaharuan muncul akibat
kesadaran sosial politik atas ketertinggalan mereka dari barat, di Arab
Saudi tampil gerakan wahabi yang bergulat dengan persoalan internal umat
Islam sendiri, yaitu reformasi faham tauhid dan konservasi hukum yang
menurut mereka tidak dirusak oleh khurafat dan kemusyrikan yang
melanda umat Islam117
Sementara di Indonesia sendiri tumbuh organisasi sosial
kebangsaan dan keagamaan yang bertujuan untuk memajukan kehidupan
umat, seperti Budi Utomo (20 mei 1908), Syarekat Islam (11 Nopember
1912) yang sebelumnya bernama Syarekat dagang Islam (SDI) dan
kemudian disusul Muhammadiyah (18 November 1912)118
Hal-hal tersebut diatas membangkitkan semangat beberapa pemuda
Islam Indonesia untuk membentuk organisasi pendidikan dan dakwah,
seperti Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air, berdiri sekitar tahun
1914) dan taswirul afkar (potret pemikiran, berdiri 1918). Kedua organisasi
ini dirintis bersama oleh Abdul wahab (yang kemudian dikenal dengan
KHA. Wahab Hasbullah) dan Mas Mansur.119
Fase berikutnya adalah masa-masa terjadinya perbedaan dan
perdebatan antara kaum tradisionalis (yang diwakili Abdul wahab dan
kawan-kawan) dengan kaum reformis (dipimpin Achmad Soorkati pendiri
al-Irsyad dan Achmad Dahlan pendiri Muhammadiyah) yang semakin seru
pada awal dekade dua puluhan. Kongres al-Islam tahun 1922 di Cirebon
116 M. Ali Haidar , Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia, Pendekatan Fikih dalam Politik(Jakarta: Gramedia, 1994), hlm 40
117 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan ( Jakarta:Bulan Bintang, 1975) hlm.23-26
118 Haidar, Nahdlatul Ulama , op,cit hlm. 41119 Umar Burhan, hari- hari sekitar lahirnya NU, aula no (1981) hlm.21 lihat Dr. Ahmad
Zahro,Ibid., hlm.16
114
menjadi salah satu panggung perdebatan keras antara kedua kelompok,
dimana tuduhan-tuduhan kafir dan syirik terdengar.120
Tanggapan kaum tradisionalis yang muncul kemudian disebabkan
oleh peristiwa besar yang terjadi setelah tahun 1924, yaitu penghapusan
khilafah oleh Turki dan serbuan kaum Wahabi ke Makkah. Yang penting
bagi kaum tradisionalis Indonesia adalah mempertahankan tata cara ibadah
keagamaan yang dipertanyakan oleh kaum wahabi puritan, yaitu
membangun kuburan, ziarah kubur, membaca doa seperti dalail al Khairat
juga kepercayaan terhadap wali.121
Pada bulan januari 1926, sebelum kongres al–Islam di bandung,
rapat antar organisasi pembaru di Cianjur memutuskan untuk mengirim dua
orang utusan ke Makkah. Dalam kongres al–Islam (februari 1926) gagasan
Abdul Wahab, agar usul-usul kaum tradisiolalis mengenai praktek
keagamaan di bawa delegasi Indonesia, tidak disetujui kaum Reformis.122
Penolakan inilah yang mendorong kaum tradisionalis menempuh
jalan sendiri guna memperjuangkan kepentingan mereka menghadap Raja
Ibn Sa’ud agar melestarikan tradisi keagamaan yang berkembang di
Makkah. Untuk memudahkan tugas tersebut dibentuk komite Hijaz yang
pada 31 januari 1926 (16 Rajab 1344} telah mengadakan rapat dan
memutuskan untuk membentuk suatu organisasi kemasyarakatan Islam
Ahlussunah wal jama’ah, Yaitu Nahdlotoel Oelama (kebangkitan para
Ulama)123
Sebagai suatu Jam’iyyah keagamaan dan organisasi
kemasyarakatan, NU memiliki Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan
upaya memahami dan mengamalkan ajaran Islam, baik yang berhubungan
120 Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942 (Jakarta: LP3ES,1980) hlm247
121 Ibid, hlm.243122 Haidar, Nahdlatul Uama, op. cit., hlm 58123 Noer, Gerakan Modern, op. cit., hlm 244
115
dengan komunikasi Vertikal dengan Allah SWT maupun komunikasi
horisontal dengan sesama manusia.
NU mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber ajaran
Islam yaitu al Qur’an, as sunnah, al-ijama dan al-Qiyas. Dasar paham
keagamaan ini terasa janggal bila dikaitkan dengan aggaran Dasar Nu bab
II pasal 3 yang menegaskan bahwa NU mengikuti salah satu dari madzhab
empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali yang masing-masing telah
menentukan dasar penetapan Hukum yang satu dengan yang lainnya
berbeda dan tidak terbatas pada empat hal diatas. Bila yang dimaksud
dengan keempat sumber tersebut adalah dasar-dasar penetapan hukum
madzab Syafi’I, maka ada benarnya. Lagi pula jika l Qur’an, as sunnah, al
ijma’ dan al qiyas dianggap sebagai sumber tentu kurang tepat, karena
menurut hemat penulis sumber ajaran Islam hanya dua, yaitu Al Qur’an
dan as sunnah-sedangkan al-ijma dan al-qiyas (dapat ditambah al-
istihsan, al-istislah, al-istishab dan sebagainya) adalah metode istimbath
hukum atau dasar penetapan hukum dan bukan sumber hukum itu sendiri.
Dalam memahami dan menafsirkan ajaran Islam dari sumber-
sumbernya, NU mengikuti paham Ahlussunah wal jama’ah dan
menggunakan jalan pendekatan Madzhabiy (bermazhab):
a. Di bidang aqidah, NU mengikuti paham Ahlussunah wal jama’ah yang
dipelopori oleh Abu Hasan al-asy’ari (260-324H./873-935 M) dan Abu
Mansur al-Maturidi (w.333h./ 944M)
b. Di bidang fiqih, NU mengikuti salah satu dari mazhab empat, yaitu
Abu Hanifah An Nu’ man (80-150H/700-767M) Malik bin Anas (93-
179 H./767-820 M. dan Ahmad bin hambal (164-241H./780-855M).
c. Di bidang tasawuf, NU mengikuti antara lain al-Junaid al Baghdadi (w.
297 h) dan Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H/1058-1111M.124
124 Ibid., hlm 19
116
Bentuk lain dari kekokohan NU dalam memperhatikan nilai- nilai
yang terdahulu yang diyakini baik adalah sikap toleran dan kooperatifnya
terhadap tradisi keberagamaan yang telah berkembang di masyarakat,
seperti membaca kitab al-Barzanji dan dziba an (sejarah dan puji-pujian
bagi Nabi SAW) wiridan kolektif antara azan dan iqamat, tahlilan
(membaca kalimah la ilaha illAllah, dirangkai dengan bacaan tertentu) dan
sebagainya, menurut kaum modernis tidak perlu dilestarikan, bahkan
sebagian menganggapnya bid ah yang harus diberantas.125
Sedangkan dasar-dasar sikap kemasyarakatan NU tercakup dalam
nilai-nilai universal berikut ini.
a. Tawasut dan I’tidal
Sikap tengah dan lurus yang berintikan prinsip hidup yang
menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah
kehidupan bersama, dan menghindari segala bentuk pendekatan
yang bersifat tatarruf (ektsrem)
b. Tasamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam
masalah keagamaan (terutama, mengenai hal-hal yang bersifat
furu’/ cabang masalah masalah khilafiyah/ diperselisihkan) ,
kemasyarakatan, maupun kebudayaan.
c. Tawazun
Sikap seimbang dalam berkhidmah (mengabdi) baik kepada
Allah SWT. Yang dikaitkan dengan kehidupan bermasyarakat,
kepada sesama manusia, maupun kepada lingkungan.
Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa
mendatang.
125 Ibid., hlm 23
117
d. Amar ma’ruf nahi munkar
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang
baik dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak dengan
mencegah semua hal-hal yang yang dapat menjerumuskan dan
merendahkan nilai-nilai kehidupan.
Keempat dasar sikap kemasyarakatan tersebut sering mengemuka
dalam wujud interaksi sosial budaya, NU dikenal luwes (fleksibel) dan
memiliki daya terima yang tinggi terhadap banyak bentuk budaya lokal
yang bagi sementara kalangan dianggap mengganggu kemurnian Islam,
seperti ziarah kubur para wali, peringatan haul dan selamatan (doa
bersama dan menyajikan makanan tertentu berkaitan dengan peringatan
kematian seseorang), talqin mayit (memberi pelajaran” khusus kepada
mayat yang baru dikuburkan) pemasangan bedug dan kentongan di
masjid, tingkeban (selamatan untuk mendoakan perempuan yang
sedang hamil sekitar tujuh bulan) dan sebagainya.
Lajnah Bathsul masa’il merupakan forum resmi yang mewakili
kewenangan menjawab segala permasalahan keagamaan yang dihadapi
warga Nahdliyin. Dari sudut pandang hierarki yuridis-praktis, dalam
arti struktur jenjang pengambilan keputusan, Baths al-Masail yang
diadakan oleh PBNU merupakan forum yang mempunyai otoritas
tinggi dan memiliki daya ikat lebih kuat bagi warga NU dalam
memutuskan masalah keagamaan, lajnah Bath al-masail PBNU juga
merupakan lembaga yang menangani masalah keagamaan yang belum
terpecahkan dalam Baths al-masail tingkat wilayah, cabang atau di
pesantren.126
Dalam Struktur Organisasi NU, yang bertugas mengadakan Bath al-
masail adalah lembaga Syuriyah (salah satu bagian dari struktur
126 Wawancara dengan Bapak Sayidi, Ustadz MDA Assyafiiyah Pegandon. Pada tanggal 28Pebruari 2008
118
organisasi NU di semua tingkatan, yang memiliki otoritas paling tinggi)
sedangkan managemen atau kepengurusan lajnah Bath al-masail secara
sederhana hanya ditangani oleh ketua (rais), sekretaris( katib), anggota
( da atau a wan).127
Proses masuknya masalah di Bath al-masail adalah sebagai beikut.
Jika ada permasalahan yang dihadapi oleh anggota masyarakat, maka
mereka mengajukan kepada majlis syuriah NU tingkat cabang
(kabupaten, kota pesantren Besar) guna menyelenggarakan sidang
Bath al-masail yang hasilnya diserahkan kepada Majlis Syuriah NU
tingkat wilayah ( propinsi) untuk kemudian diadakan sidang al-masail
Bath al-masail guna membahas permasalah tertentu yang dianggap
urgen bagi kehidupan umat. Beberapa permasalahan yang belum
tuntas atau masih diperselisihkan, diserahkan kepada majelis syuriah
PBNU pusat) untuk diinventarisasi dan diseleksi berdasarkan sakala
prioritas pembahasanya.
Dalam hal ini Perkembangan NU di desa Pegandon dalam
pengambilan keputusan mengenai pemecahan masalah Bathsul masail
tidak lepas dari PBNU (pusat) dan sebagian besar adalah langsung
merujuk pada kitab-kitab Mu tabarah dari kalangan empat madzhab,
terutama madzhab syafi’i. Mengenai perkembangan masyarakat NU
didesa Pegandon terbilang cukup banyak jumlahnya.
b) Pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi Serta Pembacaan Kitab al-Barzanji
dalam Nahdlatul Ulama
Islam sebagai agama wahyu (agama samawi) yang mempunyai
misi “Rahmatan lil alamin, yang mempunyai tingkat apresiasi
(penghargaan) yang tinggi terhadap “tradisi” masyarakat, selama tradisi
127Wawancara dengan Bapak Nasukha, ketua ranting NU Pegandon. Pada tanggal 29 Pebruari2008
119
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, hal itu
sangat ma qul (logis), mengingat kedudukan Islam sebagai agama global,
yang dakwahnya menyentuh masyarakat dunia tanpa kecuali, sekaligus
sebagai agama yang terakhir (penutup) yang membingkai kehidupan
manusia sampai hari kiamat, dengan segala perkembangan dan kemajuan
dan dinamika peradabannya, termasuk segala bentuk tradisi lokal dan
nasional yang berkembang sepanjang waktu dan di semua tempat.128
Dalam kajian ushul fiqih, masalah tradisi ini (al‘urfu) mendapat
perhatian cukup besar diantara empat mazhab fiqih yang populer (Hanafi
maliki syafi’I dan hambali) dua diantaranya, yaitu mazhab Hanafi dan
Maliki yang luas sekali menggunakan tradisi sebagai landasan/dalil
istimbath dan memandangnya sebagai prinsip dasar pijakan dalam ber
ijtihad, selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan nash yang pasti
(nash qoth i). dalam mazhab syafi’I, tradisi (al urfu) juga diperhatikan
apabila tidak terdapat nash atau dasar-dasar lain berupa ijma’, atau qiyash
yang dapat dijadikan pijakan dalam melakukan ijtihad. Hal yang serupa
juga berlaku pada mazhab hambali. Masalah apresiasi terhadap tradisi
sebagai acuan dan pijakan istimbath.
Sedangkan pengertian al-urfu itu sendiri dalam bahasan ushul fiqh
maupun fiqih ialah: sesuatu yang telah mantap diterima secara nalar, dan
dinilai bik oleh perasaan yang sehat” dalam definisi lain seperti
dikemukakan oleh prof Mustofa Az zarqa dengan singkat” al urfu itu
adalah tradisi mayoritas masyarakat (qaum) dalam bentuk ucapan maupun
perbuatan “selanjutnya dijelaskan, bahwa tidak mungkin terjadi suatu
tradisi dalam masalah apapun, kecuali apabila hal tersebut berlaku secara
berturut turut dalam suatu komunitas di suatu tempat, dimana mayoritas
128 Muhammad Thalhah Hasan, Ahlussunnah Wal Jamaah Dalam Persepsi Tradisi NU,(Jakarta: Lantabora Press 2005)
120
mereka menjaga dan menerima berlakunya hal tersebut. Imam as Syibiti
membagi tradisi itu dalam dua macam yaitu:
1. Tradisi yang berdasarkan syara’, yakni tradisi yang dikuatkan oleh dalil
sar’i atau dinafikannya, baik dalam wujud kewajiban, atau kesunatan
atau melarangnya dalam wujud keharuman atau kemakruhan. Atau
mengizinkan untuk melakukan atau meninggalkan.
2. Tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat tapi syara’129
Ulama-ulama mengekspresikan tradisi ini menggunakan
beberapa alasan atau dalil, antara lain ayat al qur’an dalam surat al a’raf
ayat 199
É‹è{uq øÿyèø9$#ó•ßDù&urÅ$ó• ãèø9$$Î/óÚÌ• ôã r&urÇ tãšúü Î=Îg» pgø:$#
Artinya: Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yangma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Dalam hal ini Nahdlatul ulama sebagai jam’iyyah keagamaan
mempunyai misi dakwah Islam yang bergerak ditengah-tengah lapisan
bawah, lapisan masyarakat tradisional, memilih pendekatan kultural, siap
mengakomodasi tradisi-tradisi lokal dan mengisinya dengan roh dan nilai
nilai keIslaman secara damai, tidak dengan cara penggusuran budaya lokal
dan tidak membuat demarkasi tradisionalis-modern berlawanan. Ulama dan
juru dakwah Nahdliyyin melanjutkan pendekatan yang dirintis oleh
Walisongo, yakni datang merembes masuk secara damai dan perlahan–
lahan tapi pasti.
Maka beberapa tradisi yang berkembang di desa Pengandon, baik
yang bernuansa keagamaan seperti tahlilan, sholawatan/dibaan, yasinan,
istighosahan, manaqiban, sampai ke tradisi yang bernuansa kebudayaan,
129 Ibid., hal 211
121
seperti ziarah kubur, khitanan masal, peringatan hari besar Islam, halal
bihalal, dan lain–lain semua dipandang dan dijadikan media berkomunikasi
dengan warga umat) dan saran pembinaan keberdayaan umat.
Tradisi–tradisi Islam yang sering kali dicap sebagai bid’ah, karena
alasan masalah itu tidak ada pada zaman Rasulullah dan zaman salaf
(angkatan pertama), karena tradisi itu hasil cangkokan tradisi masyarakat
pra Islam di Indonesia, adalah banyak sekali seperti: selametan, upacara-
upacara pernikahan, kematian, kelahiran bayi, membangun rumah dan lain-
lainnya. Ada diantara tradisi- tradisi tersebut yang merupakan hasil
Islamisasi, yakni tradisi tersebut sudah diisi penuh dengan nilai-nilai Islam,
meskipun namanya masih tetap atau sebagian penampilannya belum
berubah penuh, seperti selamatan yang sudah dihilangkan sesajennya,
diganti dengan shodaqoh makanan, diisi dengan membaca ayat- ayat al
Qur’an, dzikir, Sholawat dan doa kepada Allah Swt. Ada juga Tradisi baru
yang berjiwa Islami, seperti peringatan hari maulid Nabi Muhammad
SAW, dengan beraneka ragam macam penampilannya.130
Dilingkungan warga Nahdliyin di desa Pegandon terdapat
beberapa macam sholawatan ini, seperti “dibaan (membaca Sholawat yang
ditulis oleh syaikh Abdurrahman ad dibai, berjanjian (membaca sholawat
karangan syekh al-Barzanji) rotiban dan burdahan atau yang lain lagi. Isi
sholawatan tersebut umumnya terdiri dari;
a. Pujian dan doa penambahan rahmat untuk nabi Muhammad Saw
b. Pernyataan rasa cinta dan kekaguman kepada beliau.
c. Harapan memperoleh Syafaat dan barokah dari beliau.
Semua itu merupakan hal–hal yang diceritakan oleh nabi saw
sendiri, bahwa beliau sangat bergembira karena didatangi oleh malaikat
Jibril yang tiba- tiba memberi kabar gembira.
130 KH. Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisional, (Surabaya: Khalasita, 2004) cet. 1, hlm.56
122
Memang yang cukup lama menjadi polemik diantara ulama, adalah
masalah al Qiyam (berdiri, waktu membaca bagian tertentu dari bacaan
sholawat) syaikh Muhammad Alwi Maliki, mengatakan, bahwa al qiyam
tersebut tidak wajib dan juga tidak sunah, tetapi hal itu merupakan refleksi
kegembiraan dan rasa hormat yang menjadi tradisi masyarakat muslim
pada waktu menyampaikan pujian dan penghormatan kepada nabi
Muhammad Saw.
Al Qur’an sendiri menyatakan, bahwa kehadiran Nabi Muhammad
SAW di dunia ini merupakan nikmat dan anugerah ini dengan segala
kegembiraan dan penghormatan. Disamping itu para ulama ahlussunah
meyakini, bahwa roh Nabi Muhammad SAW itu sampai sekarang masih
selalu berhubungan dengan umatnya, masih mengikuti sikap dan perilaku
umatnya termasuk masih menjawab salam umatnya.
Maka dalam kehidupan alam barzahnya yang sempurna itu, bisa
saja roh beliau bergerak kemana saja termasuk mengunjungi majelis
shalawatan. Tapi yang jelas bukan jasadnya sebagaimana yang diyakini
sebagian orang. Imam Malik juga berkeyakinan bahwa roh orang yang
sudah mati itu masih dapat bergerak lepas kemana-mana. Syekh qayyim
dalam kitab “Ar-ruh” nya juga mengutip pendapat sahabat salman al farisi
yang mengatakan, bahwa arwah orang-orang mukmin di alam barzakh itu
dapat pergi kemana-mana.
Jadi kembali kemasalah al-qiyam tadi pada dasarnya itu tidak lebih
dari masalah tradisi masyarakat dalam mengungkapkan rasa hormat dan
kegembiraan. Dalam masyarakat Indonesia tradisi menghormati orang
yang dimuliakan dengan cara berdiri sudah berlaku sejak sebelum
kedatangan agama Islam sampai sekarang, bukan hanya pada komunitas
muslim saja, tetapi juga pada komunitas lain non-muslim. Dalam
masyarakat modern sekarang, orang-orang biasa berdiri untuk
menyanyikan lagu kebangsaan, atau mengibarkan bendera nasional, atau
123
menghormati pemimpin-pemimpin mereka yang datang di suatu tempat,
tanpa menganggap itu merupakan ritual keagamaan. 131
Dr. Izzat Ali Id Athiyah, mengutip beberapa hadits yang
menunjukkan bahwa para sahabat Nabi saw juga melakukan sikap
hormatnya atau simpati kepada orang lain dengan cara berdiri, antara lain:
a. Siti aisyah r.a. mengatakan, bahwa siti fatimah putri rasulullah saw
apabila masuk ke rumah beliau maka beliau berdiri menjemputnya,
kemudian beliau memegangi tangannya, menciumnya dan
mendudukkannya di tempat duduk beliau. Dan sebaliknya apabila
Rasulullah saw datang ke rumahnya (fatimah r.a) maka ia berdiri,
menjemput beliau, memegangi tangan beliau, mencium beliau dan
mendudukkan beliau di tempat duduknya (dari sunan Abu Dawud dan
at turmudzi)
b. Ka’ab bin Ubay ra berceritera pada waktu ia telah mendapat
pengampunan dari Allah gara-gara absennya dari mengikuti perang
tabuk tanpa ada udzur, maka teman-temannya berbondong–bondong
menyampaikan ucapan selamat, dengan mengucapkan: ikut bergembira
atas penerimaan taubatmu (melalui wahyu) dari Allah. Setelah aku
kaab sampai dimasjid ternyata rasulullah saw berada disitu dan
dikelilingi banyak sahabat, maka tiba-tiba Tholhah bi Ubaidillah ra
berdiri dan cepat-cepat menjabat tanganku dan memberikan ucapan
selamat (HR al Bukhari dan muslim)
Memang ada juga hadits lain yang diartikan bahwa nabi
Muhammad saw kurang menyukai cara berdiri untuk menghormati
orang lain termasuk kepada beliau . seperti riwayat dari abu ummu
rahmah r.a rasulullah keluar
131 Wawancara dengan bapak Munfaat, pada tanggal 28 mei 2008
124
Imam al Qarafi setelah memahami hadits-hadits tersebut
mengatakan, bahwa berdiri untuk menghormati orang lain itu ada
beberapa macam hukumya:
a. Haram, kalau berdiri menghormati orang yang memang suka
dihormati karena kesombongannya. Kecuali kalau ada situasi
darurat.
b. Makruh, kalau berdiri untuk menghormati orang yang tidak suka
diperlakukan demikian, karena alasannya sendiri
c. Mubah/ boleh, kalau dilakukan untuk orang yang tidak
mengharapkannya, tetapi dia layak dihormati.
d. Sunnah, untuk menjemput orang yang datang dari bepergian jauh
sebagai rasa gembira atas kedatangannya. Atau orang yang
banyak berjasa. Atau orang yang sedang tertimpa musibah
sebagai pernyataan duka citanya.
e. Wajib, apabila meninggalkan berdiri tersebut dapat diartikan
sebagai penghinaan atau pelecehan, yang membawa terputusnya
hubungan baik dan menyulut kebencian (al muqotho ah wa al
mudabaroh)
Pendapat ini sejalan dengan fatwa imam Izzudin bin Abdussalam,
imam Nawawi, imam Ibnu Hajar al Asqolani dan lain-lain.
Dalam kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan warga
Nahdliyyin di desa Pegandon, tampak kedua amalan tersebut, yakni
tahlilan dan sholawatan banyak mewarnai kegiatan dan acara-acara sosial
mereka. Seperti dalam acara walimah nikah, khitanan, kematian, kelahiran
bayi, selamatan kehamilan, menempati rumah baru, haul (peringatan hari
wafatnya seseorang) tasyakuran dan lain sebagainya, yang pada akhir-
akhir ini sering kali ditambah dengan mau’idhoh hasanah (nasehat
keagamaan) oleh ulama atau muballigh sesuai dengan maksud acara itu
diselenggarakan.
125
Oleh karenanya tidak aneh apabila dikalangan warga Nahdliyin
banyak sekali jamaah tahlil atau jamaah Sholawat. Sayangnya jamaah-
jamah tersebut umumnya masih terbatas kegiatan membaca dan menghafal
saja, jarang sekali yang memahami makna dan maksudnya, apalagi dalil-
dalil yang mendasarinya. Andaikata dalam waktu yang cukup lama mereka
menjadi anggota jamaah tersebut secara bertahap dididik untuk memahami
artinya, mengetahui maksudnya, dan juga mengerti dan menguasai dasar-
dasar atau dalil-dalil yang menjadi pijakan mereka beramal, maka
kualitasnya akan menjadi lebih afdhol dan lebih bermanfaat.
Dzikir Maulidurrosul SAW Yaitu pembacaan maulid nabi
Muhammad sebagai ungkapan rasa cinta mereka kepada beliau yakni
dengan membaca shalawat dan memperingati hari kelahiran beliau yang
tersusun dalam kitab maulid yang populer yaitu Kitab Maulid al-Barzanji
di mana masyarakat menggunakan sebutan ini untuk menyebut secara
umum kitab-kitan Maulid dan acara Maulud yang membaca kitab al-
Maulud) di susun oleh Syeikh Ja’far bin hasan bin Abd al Karim bin
Muhammad al Berjanji al Kurdi (1130-1180 H / 1690–1766 M), Mufti
Syafi’i Madinah, dan khatib Masjid Nabawi di Madinah. Karya tulisannya
tentang maulid ada dua, yaitu yang di kenal di Indonesia dengan Maulid
Barzanji Natsr dalam bentuk prosa-lirik dan maulid al-Barjanji nazam
dalam bentuk puisi.
Menurut penulis bahwa pertemuan-pertemuan dalam rangka
maulid Nabi itu merupakan media dan momentum yang sangat bagus dan
tepat untuk berdakwah, mengajak manusia kepada jalan Allah. Kesempatan
emas seperti itu hendaknya tidak dilepaskan begitu saja. Hal ini justru
menjadi kewajiban para pendakwah dan ulama untuk lebih mengingatkan
manusia untuk mengenali Nabi Muhammad SAW. Khususnya mengenai
akhlak, keadaan, sikap beliau ketika bergaul dengan masyarakat dan segala
bentuk ibadahnya. Para pendakwah dan ulama hendaklah menasihati
126
umatnya membimbingnya mereka menuju keberuntungan dan kebahagiaan
yang sebenarnya, serta mengingatkan mereka supaya tidak terjerumus ke
dalam bencana, bahaya, bid’ah dan fitnah.
Bagi kaum muslimin, kecintaan kepada Rasulullah SAW, yang
berarti juga kecintaan kepada Allah SWT, merupakan suatu keniscayaan,
melebihi segala-galanya sebagai tanda cinta luar biasa itu, Allah SWT
memerintahkan kepada kaum beriman untuk bershalawat kepada beliau.
Salah satu ekspresi kecintaan kepada Rasulullah SAW itu terangkum dalam
sejumlah karya sastra religius yang digubah oleh beberapa ulama’
terkemuka. Dengan untaian bahasa yang sangat indah menggugah, karya-
karya itu selalu dibaca, bahkan dilagukan dengan iringan tetabuhan rebana,
menjelang dan selama Rabi’ul Awwal/Maulid, bulan kelahiran Rasulullah
SAW. Karena berkisah tentang maulid (kelahiran) dan kemuliaan akhlaq
Rasulullah SAW, karya sastra religius itu lazim disebut maulid.
Bagi mereka yang mampu meresapi makna naskah maulid, adegan
ini sungguh mengharukan dan menggetarkan hati. Disaat mahallul qiyam132
itulah para jama’ah majelis maulid menghormati “kehadiran” Rasulullah
SAW. Mereka mengatupkan kedua belah telapak tangan di dada, sementara
ada diantaranya yang mengucurkan air mata, sambil bersama-sama
menyampaikan salam. Ya Nabi Salam Alaika, ya Rasul salam alaika, ya
Habib salam alaika shalawatullah alaika (wahai Nabi, salam padamu,
wahai Rasul, salam padamu wahai kekasih, salam padamu, semoga
shalawat Allah terlimpah atasmu).
Memperingati hari lahir Nabi/ Maulid Nabi sangat lekat dengan
kehidupan warga NU, hari senin, 12 rabiul awal (mulud), sudah dihapal
luar kepala oleh anak- anak warga NU. Acara yang disuguhkan dalam
132 Istilah yang di gunakan dalam pembacaan kitab maulid yakni para jama’ah meyakini bahwaRuh Rasulullah adir dalam majelis tersebut sehingga para jama’ah beranjak berdiri sebagai ungkapanrasa hormat kepada Rasulullah hal ini juga diyakini oleh para jama’ah al Khidmah Jawa Tengah.Sebagaimana dituturkan oleh bapak Nasukha ketua ranting Nu Pegandon
127
peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan diselenggarakan
sampai hari-hari bulan rabi’ as-tsani (bakdo mulud) biasanya, ada yang
hanya mengirim masakan-masalkan spesial untuk dikirim ke beberapa
tetangga kanan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana
dirumah masing- masing ada yang agak besar seperti diselenggarakan
dimushola dan masjid- masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan
secara besar- besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.133
Dari hasil observasi di lapangan dengan didukung hasil wawancara
mendalam tentang pelaksanaan upacara tradisi maulid Nabi serta
pembacaan kitab al-Barzanji, penulis menemukan beberapa variasi
pandangan ataupun tanggapan masyarakat Kecamatan Pegandon tentang
pelaksanaan upacara tradisi tersebut. Variasi pandangan tersebut tentu saja
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah tingkat ekonomi,
pendidikan dan wawasan keislaman mereka. Latar belakang inilah yang
banyak mempengaruhi idealisme maupun pola pikir masyarakat dalam
menilai suatu peristiwa, khususnya tradisi maulid serta pembacaan kitab al-
Barzanji di desa Pegandon.
Jadi, sebetulnya hakekat perayaan maulid Nabi saw itu merupakan
bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi
Muhammad saw ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara
mengumpulkan orang banyak. Kalau diisi dengan pengajian keimanan dan
keIslaman, mengkaji sejarah dan akhlak Nabi SAW untuk diteladani.
pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang
mendapatkan anugrah dari Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT:
ö@è%È@ôÒ xÿÎ/«!$#¾Ïm ÏFuH÷qt• Î/ ury7Ï9ºx‹Î7 sù(#q ãmt• øÿu‹ ù=sùuq èd׎ö•yz$£J ÏiBtbq ãèyJ øgs†ÇÎÑÈ
133 Wawancara dengan bapak K.Muh Rodhi, tokoh agama desa Pegandon, Pada tanggal 28 mei2008
128
Artinya: Katakanlah "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklahdengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalahlebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".
Ayat ini jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira
dengan adanya rahmat Allah. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah
rahmat atau anugerah Tuhan kepada manausia yang tiada taranya.
Sebagaimana firman Allah swt:
!$tBurš•» oY ù=y™ö‘r&žwÎ)Zp tHôqy‘šúü ÏJ n=» yèù=Ïj9ÇÊÉÐÈ
Artinya: dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)rahmat bagi semesta alam.
Sesungguhnya, perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama
dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh rasulullah
SAW. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
“diriwayatkan dari Abu qatadah al Anshori RA bahwasanya RasullullahSAW pernah ditanya tentang puasa senin . maka beliau menjawab .” padahari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku (shahih Muslim(1977)
Betapa rasulullah SAW begitu memulyakan hari kelahirannya.
Beliau bersyukur kepada Allah swt pada hari tersebut atas karunia tuhan
yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan
dengan bentuk puasa.
Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid) nabi
Muhammad termasuk suatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan
maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik barzanji datau dziba’
sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang
merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh syri’at Islam. Sayid
Muhammad alawi al maliki mengatakan :
129
“pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan maulid nabi sawmerupakan suatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasukkebiasaan yang baik yang mengandung banyak kegunaan dan manfaat yangakhirnya kembali kepada umat sendiri dengan berbagai keutamaan(didalamnya). Sebab kebiasaan seperti itu merupakan sarana yang baikuntuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnyatidak boleh terlewatkan. Bahkan menjadi kewajiban para dai dan ulamauntuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah nabi Muhammad saw, danhendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalumelakukan kebaikan dan keberuntungan, dan memperingatkan umat akandatangnya bala’ (ujian) bid’ah, kejahatan dan berbagai fitnah.
Jadi Pada dasarnya berdasarkan pemaparan informan warga
Nahdlatul Ulama di desa Pegandon sangat antusias terhadap tradisi
tersebut, banyaknya sholawat yang diakomodasi dalam kitab maulid ini,
merupakan salah satu daya tarik pokok dari popularitas kitab Maulid al-
Barzanji dan Diba yang lebih disukai oleh masyarakat di sekitar desa
Pegandon, karena disamping lebih ringkas uraian maulidnya, didalamnya
juga banyak terdapat syair- syair sholawat yang integral dengan kitab
maulid al- Barzanji itu sendiri. Didalamnya juga terdapat ajarean tasawuf
paling pokok mengenai doktrin Nur Muhammad. Hal ini mengakibatkan
pembacanya merasa lebih cocok dan pas dalam suasana sufi.
Karya tentang Maulid pada dasarnya bertujuan untuk mengenang
dan merayakan kelahiran Nabi saw. Hanya saja pada perkembangan
kemudian mendapatkan permohonan kepada Allah dalam momen-momen
tertentu. Salah satu momentum populer pembacaan kitab Maulid adalah
saat kelahiran seorang bayi, dengan mengundang ikut membaca maulid
itu. Didalamnya tersirat permohonan agar bayi itu mendapatkan
keberkahan dari sang Nabi134
134Sebagimana dituturkan oleh bapak Muhtadin Abdillah, Ustad MDA Asyafi’iyyahPegandon,wawancara pada tanggal 20 Maret 2008
130
Ini nampaknya pada gajala bahwa sang bayi dikeluarkan pada saat
mahalul qiyam, dimana paragraf mengenai kelahiran Nabi dibacakan. Bayi
dibawa keliling jamaah sambil dilantunkan shalawat asraqal badru. Selain
itu sekaligus juga dilaksanakan upacara pemotongan rambut pertama
secara bergantian oleh jamaah. Selain momentum ini juga dibacakan pada
saat pernikahan dengan harapan agar keluarga terbentuk dapat menurunkan
anak-anak yang shalih. Juga saat akan berangkat haji dengan harapan
menjadi haji Mabrur.
Yang terpenting dari fenomena tersebut adalah bahwa dengan
ritual Maulidan dan Pembacaan kitab al-Barzanji tersebut merupakan
sarana wasilah, atau perantrara agar doanya diterima oleh Allah. sebab
terdapat keyakinan doa akan mudah terkabul apabila dipanjatkan setelah
melakukan perbuatan baik, serta setelah banyak membacakan sholawat
kepada Nabi.
Sehingga yang lebih ditekankan disini bukanlah pada murni
tidaknya foralitas teologis, akan tetapi bagaimana jiwa seseorang
mengalami kepuasan dari kebaragamaannya, sehingga substansi ajaran
tradisi ini dekat dengan fenomena tasawuf. Bagi kalangan pelaksananya,
kedalaman rasa serta komunikasi anatar mereka juga merupakan faktor
pendorong mengapa mereka menyukai tradisi ini. Sehingga arena
pembacaan kitab al-Barzanji sebagaimana juga terjadi di desa Pegandon,
mendatangkan efek- efek positif yang utama adalah pemupukan
persaudaraan (ukhuwah) sertta memunculkan rasa keagamaan jamaah.
Maka wajar jika kemudian tradisi ini menjadi milik muslim
traisional, khususnya Nahdlatul ulama, sebab diluar mereka umumnya
adalah kelompok yang yang mendefinisikan diri sebagai pemurni agama
melalui akar teologis.
Secara psikologis, sebenarnya pelaku keagamaan dalam
melaksanakan syariatnya tersimpan keinginan untuk menikmati sedalam-
131
dalamnya kedamaian dari cara beragamanya. Forum pembacaan kitab
maulid memberikan ruang khusus bagi ekspresi emosi dan psikis para
pesertanya yang tentu saja menjadi seni keagamaan yang tidak terikat pada
formalisme ajaran.
Sedangkan secara dzahiriyah ajang pelaksanaan pembacaan kitab
Maulid menjadi ajang pemupukan kreatifitas, dimana melalui para pelantun
tersebut, kasidahan dan prosa lirik Maulid menjadi sedemikian hidup
untuk dinikmati. Disinilah ruang gerak dan kebebasan berekspresi dalam
seni mendapatkan lahan suburnya. Bahkan fenomena akhir-akhir ini
budaya shalawat telah berkembang manjadi industri musik baru, baik
dalam industri cassete atau VCD maupun dalam bisnis entaimen.
Tentu ini merupakan gejala yang menarik dari perkembangan baru
sholawatan yang muncul serta terambil dari karya- karyta maulid,
disamping mendatangkan kreatifitas menciptakan prosa, syair, atau
sholawat baru yang terilhami dari karya-karya maulid tersebut. Maka tak
heran jika perkembangan baru ini, nampak bahwa generasi dari sebagian
muslim yang dulu menolak, kemudian menjadi menerima, bahkan ikut
serta menjadi pelaku pembacaan Maulid. Tentu fenomena ini bisa dibidik
dari beberapa segi penyebabnya. Bisa jadi karena mereka telah mengalami
kebosanan dengan rutinitas keagamaan yang kering dan formalistis,
sehingga kurang menyentuh kedalaman rasa serta kedamaian batin mereka.
Bisa juga kartena munculnya kesadaran baru untuk menyatukan kotak-
kotak pemisah yang dibuat oleh sejarah, atau bisa juga hanya semata-mata
faktor seni yang mempengaruhinya, untuk ini nampaknya perlu penelitian
lebih lanjut.135
135 Sebagaimana dituturkan oleh Bapak Abdul Majid, ketua cabang Nahdlatul Ulama desaPegandon wawancara pada tanggal 26 Maret 2008
132
2. Praktek Muhammadiyah Dalam Memperingati Tradisi Maulid Nabi
Serta Pembacaan Kitab al-Barzanji
a) Gambaran Umum Muhammadiyah di Desa Pegandon
Muhammadiyah didirikan oleh Ahmad Dahlan tahun 1912.
Organisasi yang lahir di Yogyakarta ini, tumbuh dari semangat pemurnian
(purifikasi) dan pembaharuan (reformasi) Islam di Timur Tengah,
dekadensi tauhid masyarakat Indonesia, penetrasi Barat terhadap Islam,
Kristenisasi umat oleh penjajah dan pendidikan Islam yang statis.136
Pemikiran dakwah Muhammadiyah mencakup beberapa dimensi.
Pertama, dimensi aqidah. Dalam sisi ini Muhammadiyah berusaha
melakukan pemurnian (Purifikasi) tauhid,137 memberantas ritual agama
yang berbau syirik, bid’ah, khurafat dan tahayul. Teologi Muhammadiyah
hampir sama dengan Hanbali dan berorientasi pada ulama salaf, meski
pada dasarnya organisasi ini tidak bermadzhab.138
Kaitannya dengan fungsi akal dalam memahami kekuasaan Allah,
teologi yang dibangunnya merupakan sintesa paham Jabariyah dan
Qodariah.139 Kedua, dimensi tasawuf dan filsafat. Untuk keduanya,
Muhammadiyah tidak mengembangkan secara jauh, namun selalu
berorientasi pada Al qur’an dan Sunah.140 Ketiga, dalam dimensi fiqh.
Muhammadiyah merangkul seluruh sumber hukum Islam, madzhab fiqh
yang ada dan mengakui secara penuh Al Qur’an serta Sunah. Untuk prinsip
ijma, takwil dan qiyas banyak kesamaan dengan Hanbali. Masalah konsep
istihsan condong Abu Hanifah, maslahah mursalah cenderung sama dengan
136 Mustofa Kamal Pasha dan A. Adaby. 2000. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, DalamPerspektif Historis dan Idiologis. Yogyakarta : LPPI, hlm. 71-77
137 Tauhid adalah kepercayaan untuk meyakini keesaan Allah dan menetapkan bahwa sifatAllah SWT itu hanyalah milik Allah belaka, tidak ada yang lain, hanya satu. Baca : Muhammad IbnuAbdul Wahhab. Syarah Kitab , hlm 24.
138 Syafiq A. Mughni. 2001. Nilai-Nilai Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 87.139 G.F Pijper.1985. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950.Tudjiman
(Penerjemah). Jakarta : UII Press, hlm 112.140 Syafiq A. Mughni. Nilai-Nilai , hl m. 195.
133
Imam Malik dan saddu Al Zari’ah sama seperti Imam Syafi’i. 141 Selain
ketiga dimensi tersebut, dalam sisi pendidikan dan amal usaha,
Muhammadiyah juga giat mendakwahkannya. Meski dimensi tersebut
tidak dibahas secara khusus. Menurut Mahmud Yunus, banyak sekolah
tertua dan baru serta unit-unit usaha yang didirikan Muhammadiyah sejak
berdiri sampai sekarang.142
Pokok ajaran tersebut atau tepatnya gerakan pemurnian dan
pembaharuan Islam akhirnya masuk ke Indonesia tahun 1906. Tidak lama
kemudian muncul Muhammadiyah (berdiri 1912), suatu gerakan sosial dan
dakwah Islamiyah puritan yang berusaha gigih mengajak dan menyeru
umat kepangkal Islam semula .143
Usaha pemurnian Islam ini dimulai dari desa Kauman Yogyakarta
oleh Ahmad Dahlan (w.1923). Dalam mewujudkan gerakan dan
dakwahnya Muhammadiyah melakukan perubahan diberbagai bidang.
Dalam bidang sosial dimulai dengan menata kembali pelaksanaan zakat.
Pada lingkungan peribadatan, diawali dengan pembetulan arah kiblat,
penentuan satu Syawal dan teknis bentuk amalannya. Dalam urusan yang
berkaitan dengan tauhid dan fiqh, dilaksanakan pemberantasan syirik,
khurafat, bid’ah dan membuka pintu ijtihad sepanjang zaman.
Menurut Thahir Badrie ada kesamaan dan keterpengaruhan ajaran
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dalam Muhammadiyah khususnya
masalah purifikasi. Gambaran ini memunculkan sebutan bahwa
Muhammadiyah merupakan gerakan kaum Wahhabi. Hanya perlu diingat
apakah semua warga Muhammadiyah sudah merasa dirinya Wahhabiyah
dan predikat itu apa sudah tepat untuk diberikan.
141 Maryadi dan Abdul Aly (Ed.). 2000. Muhammadiyah dalam Kritik. Surakarta : UII Press,hlm 10..
142 Deliar Noer. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942.Jakarta : Pustaka, hlm.172.
143 Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Syarah Kitab , hlm. xvi - xvii.
134
Muhammadiyah sudah identik dengan gerakan Islam yang
berorientasi pada pembaharuan, terutama pembaharuan dalam bidang
aqidah dan tauhid umat. Umat Islam mengamalkan ajaran agamanya
dengan menyertakan hal-hal yang tidak mendapat justifikasi teologisnya
dalam Islam seperti dalam al Qur’an maupun sunnah. Sebagai gerakan
tajdid Muhammadiyah telah disebut sebagai organisasi Islam yang “
memusuhi budaya lokal, walaupun sesungguhnya hal itu tidak seluruhnya
benar. yang “ dimusuhi oleh Muhammadiyah adalah nilai-nilai tersebut
telah hidup dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke
generasi lainnya. Bagi Muhammadiyah, nilai budaya dimungkinkan untuk
diisi dengan nilai-nilai Islam, maka hal itu dipertahankan dengan
modifikasi tertentu agar lebih “ Tauhid”
Dalam soal pembaharuan ini, nampaknya masih menyisakan
banyak persoalan terutama dikalangan Muhammadiyah. Posisinya sebagai
gerakan purifikasi menempatkan Muhammadiyah sebagai gerakan garis
depan untuk memberantas habis seluruh hal yang berbau takhayul bid’ah
dan khurafat. Tetapi usaha tersebut menemui banyak kendala, karena
warga Muhammadiyah sendiri belum sepenuhnya meninggalkan warisan
leluhur mereka.
Bukti dari kondisi demikian, dengan baik digambarkan oleh Abdul
Munir Mulkhan melalui laporan penelitian di kecamatan wuwuhan Jember,
Munir menemukan sesuatu yang baru terutama dikaitkan dengan
Muhammadiyah yang selama ini dianggap sebagai simbol dari gerakan
kembali kepada ajaran Islam murni’ (Islam autientik) atau sebagai gerakan
purifikasi, Mulkhan melihat varian anggota Muhammadiyah terkelompok
dalam empat kategori :
Pertama, Islam Murni (al Ikhlas) Islam Murni tidak mengerjakan
sendiri tapi toleran terhadap praktek TBC (takhayul bid’ah khurafat)
termasuk dalam kiai Ahmad Dahlan. Kedua, Neo tradisionalis (kelompok
135
Muhammadiyah Nahdlatul Ulama). Ketiga, neo sinkretis (kelompok
Muhammadiyah Nasional Dan keempat kelompok marheinis
Muhammadiyah144
Untuk mendapatkan gambaran tentang akar spiritualitas Islam
dalam Muhammadiyah secara organisatoris, tidak terlepas dari sosok sang
pendiri, KH. Ahmad Dahlan yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam
ideologi gerakan Muhammadiyah. Spiritualitas Islam yang telah
dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan senantiasa mengilhami setiap
langkah Muhammadiyah di kemudian hari yang kemudian menjadi
beberapa ideologi gerakan Muhammadiyah. Ideologi gerakan
Muhammadiyah telah dirumuskan melalui keputusan bersama, baik
melalui muktamar maupun melalui sidang tanwir. Berikut ini Pokok-pokok
pikiran Muhammadiyah yang bersifat ideologis, yaitu: Pertama, KH.
Ahmad Dahlan; Kedua, Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
tahun 1951; Ketiga, Kepribadian Muhammadiyah tahun 1961; Keempat,
Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah tahun 1969; dan,
Kelima, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah tahun 2000.
Pada kesempatan lain kiyai Dahlan mengungkapkan bahwa Islam
yang ia perjuangkan ini ialah “Islam Sejati” yang bersumber pada “Qur’an
Suci” yang mudah dimengerti oleh orang yang menggunakan “Akal dan
Hati Suci”, yakni manusia yang tidak terpaut oleh keluhuran duniawi
(Mulkhan, 2003: 7).
Sebagai pendiri Muhammadiyah, pemikiran KH. Ahmad Dahlan
merupakan ruh gerakan Muhammadiyah selanjutnya. Apa yang telah
dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai hasil pemikirannya, dijadikan
sebagai dasar pemikiran para tokoh Muhammadiyah di kemudian hari
dalam mengembangkan organisasi
144 Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni Dalam Masyarakat Petani (Yogyakarta : Bentang,2000)
136
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah ini adalah naskah
yang bisa jadi terlengkap di antara naskah-naskah yang lain sebagai
tuntunan spiritual bagi umat Islam umumnya dan warga Muhammadiyah
khususnya. Untuk lebih jelas baca: Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah145
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah ini memuat
tuntunan kehidupan yang diajarkan dalam Muhammadiyah, sebagai
berikut:
Pertama, untuk Kehidupan Pribadi, yang meliputi Bidang Aqidah
yang berisi tuntunan agar setiap warga Muhammadiyah memiliki prinsip
hidup dan kesadaran imani berupa tauhid kepada Allah SWT yang benar,
ikhlas dan penuh ketundukan sehingga terpancar sebagai ibad al-Rahman,
menjalani kehidupan dengan benar-benar menjadi mu’min, muslim dan
muhsin dan muttaqin yang paripurna. Selain itu setiap warga
Muhammadiyah wajib menjadikan iman dan tauhid sebagai sumber seluruh
kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu
dan tetap menjauhi serta menolak takhayul, bid’ah dan khurafat yang
menodai iman dan tauhid kepada Allah SWT.
Dalam Bidang Akhlak, setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk
meneladani perilaku Nabi dan mempraktekkan akhlak mulia, sehingga
menjadi uswah hasanah, yang diteladani oleh sesama berupa shiddiq,
amanah, tabligh dan fathanah.
Dalam Bidang Ibadah, setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk
senantiasa membersihkan jiwa/hati ke arah terbentuknya pribadi yang
muttaqien dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan diri dari
145 Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah, (Jakarta: PP Muhammadiyah,2003) atau (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2006).
137
jiwa/nafsu yang buruk, sehingga terpancar keribadian yang salih yang
menghadirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya. Setiap
warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdhah dengan sebaik-
baiknya dan menghidup suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai
tuntunan Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu
yang luas dan amal salih yang tulus sehingga tercermin dalam kepribadian
dan tingkah laku yang terpuji.
Kedua, seluruh tuntunan dalam kehidupan pribadi di atas, kemudian
harus tercermin dalam tingkah laku duniawi lainnya, misalnya: Dalam
Bidang Mu’amalah Duniawiyah, Kehidupan dalam Keluarga, Kehidupan
Bermasyarakat, Kehidupan Berorganisasi, Kehidupan dalam Mengelola
Amal Usaha, Kehidupan Dalam Berbisnis, Kehidupan dalam
Mengembangkan profesi, Kehidupan dalam Berbangsa dan Bernegara,
Kehidupan dalam Melestarikan Lingkungan, Kehidupan dalam
Mengemban Ilmu dan Teknologi, dan Kehidupan dalam Seni dan Budaya.
Spiritualitas Islam KH. Ahmad Dahlan dan Ideologi-ideologi
Muhammadiyah secara organisatoris di atas menggambarkan bentuk
spiritualitas Islam dalam Muhammadiyah. Segala aspek kehidupan
dirangkul sedemikian rupa, sehingga tercermin kepribadian Islami yang
meliputi keimanan, keihlasan dan perbuatan ihsan sebagai hamba dan
Khalifah Allah di muka bumi.
Dalam hal ini perkembangan muhammadiyah di desa Pegandon
bisa dikatakan cukup maju terlihat dari banyaknya pengikut organisasi ini,
juga dengan dibangunnya sarana pendidikan menjadikan Muhammadiyah
cukup mendapatkan apresiasi dari masyarakat untuk menjadi anggota
Muhaammadiyah.
b) Pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi Serta Pembacaan Kitab al-Barzanji
Dalam Muhammadiyah
138
Mengenai Pelaksanaan Tradisi Maulid dan pembacaan kitab al-
Barzanji bagi warga Muhammadiyah di desa Pegandon setelah penulis
mengadakan wawancara dengan ketua cabang Muhammadiyah desa
Pegandon, berikut penuturannya, Mumpung masih bulan maulud Nabi,
saya kutipkan pendapat Majlis Tarjih Muhammadiyah soal peringatan
Maulud Nabi. Satu hal yang cukup melegakan saya adalah,
Muhammadiyah mengakui bahwa masalah ini termasuk masalah
ijtihadiyah, sehingga Muhammadiyah sama sekali tidak mengatakan bahwa
merayakan Maulud Nabi itu bid'ah.146
Memang aneh kalau Muhammadiyah mengatakan bid'ah sementara
Muhammadiyah merayakan Milad (hari lahirnya) organisasi itu sendiri.
Saya kira ini angin segar bagi dunia Islam di Indonesia, di mana tuduhan
bid'ah bagi penyelenggara Maulid Nabi sudah berkurang. Dengan
mengakui bahwa ini masalah ijtihadiyah, kita tentu saja bebas berpendapat
tanpa harus takut dicap keluar dari sunnah Rasul ataupun dianggap
mengerjakan bid'ah.
Akan tetapi, anjuran PP Muhammadiyah agar penyelenggaraan
maulud Nabi harus jauh dari hal-hal yang berbau kemusyrikan dan
kemaksiatan merupakan hal yang baik untuk kita perhatikan. Selamat
menyimak, dan selamat mempersiapkan perayaan Maulud Nabi bagi yang
melakukannya.
Dalam buku "Tanya-Jawab Agama jilid IV," Penerbit Suara
Muhammadiyah,1997 memberikan penjelasan mengenai peringatan
MAULUD NABI apakah dibenarkan ataukah termasuk bid'ah?
Sebagaimana dituturkan oleh Ikhwanuddin, Limpung, Batang, Jawa
Tengah
146 Wawancara dengan Ketua Cabang Muhammadiyah Pegandon, Bapak Muhargono padatanggal 10 maret 2008
139
Memperingati hari kelahiran seseorang termasuk kelahiran Nabi
tidak ada tuntunan untuk itu. Artinya yang berupa perbuatan maupun
perintah untuk mengadakannya. Tetapi juga tidak ada nash yang
melarangnya. Karena tidak ada nash yang menyuruh maupun yang
melarang. Maka dapat dimasukkan pada masalah ijtihadiyyah Karena tidak
ada nash maka ijtihad yang dapat dilakukan ialah ijtihad qiyasiy,
maksudnya dengan menggunakan metode qiyas.
Menggunakan metode qiyas haruslah memenuhi rukun qiyas antara
lain ada Ashal, yakni nash yang berupa ayat atau hadits yang menerangkan
hal yang dapat disamakan hukumnya. Dalam suatu kitab "Attambihaat al-
waajibaat liman yashna'ul maulida bilmunkaraat" (Peringatan yang
bersifat wajib bagi orang yang menyelenggarakan maulid dengan hal-hal
yang munkar) yang ditulis oleh almarhum KH. Hasyim Asy'ari, disebutkan
pendapat Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail An Nabhaniy. An Nabhaniy dalam
kitabnya "Al-Anwaar Al Muhammadiyah" menyatakan, bahwa Nabi
dilahirkan di kota Makkah di rumah Muhammad bin Yusuf. dan disusui
oleh Tsuwaibah budak Abu Lahab yang dimerdekakan oleh Abu Lahab
ketika ia merasa senang atas kelahiran Nabi itu. Diceritakan dalam kitab
tersebut, bahwa pernah Abu Lahab bermimpi dalam tidurnya. sesudah mati
dia ditanya: "Bagaimana keadaanmu?" Maka ia menjawab. Bahwa ia
berada di neraka tetapi pada setiap malam Senin mendapat keringanan.
karena ia memerdekakan Tsuwaibah sebagai rasa syukur atas kelahiran
Nabi dan Tsuwaibah yang menyusuinya. Ibnul Jazari menggunakan
qiyasnya. kalau Abu Lahab yang kafir saja mendapat kebaikan karena
merasa senang dihari kelahiran Nabi, tentu orang Islam akan mendapat
balasan dari Allah kalau juga merasa senang di hari kelahirannya itu. Tentu
qiyas ini tidak dapat dijadikan pegangan, karena dasar ashalnya yakni
riwavat itu bukan dasar yang kuat untuk dijadikan ashal pada qiyas. Maka
kalau tidak ada dasarnya dengan qiyas karena tidak dasarnya dalam nash
140
dapat dilakukan ijtihad istishlahi, yakni ijtihad yang didasarkan illah
mashlahah. Karena mashlahah dalam masalah ini tidak ditunjukkan oleh
nash baik yang menyuruh atau melarang, maka dapat digolongkan kepada
mashlahah mursalah.
Ada beberapa hal yang perlu diingat pada penetapan hukum atas
dasar kemaslahatan ini. Kemaslahatan itu harus benar-benar, yang dapat
untuk menjaga lima hal, yakni agama, jiwa, akal dan kehormatan serta
keturunan. Karena ukuran kemaslahatan itu dapat berubah, maka berputar
pada illahnya, dan ketentuannya ialah pada kemaslahatan yang dominan
(rajinah) yakni dapat mendatangkan kebaikan dan menghindari kerusakan.
Sehubungan dengan masalah peringatan maulud Nabi dapat diterangkan
sebagai berikut:
a. Pada suatu masa dimana masyarakat kurang lagi perhatiannya pada
ajaran Nabi dan tuntunan-tuntunannya, mengadakan peringatan Maulud
Nabi dengan cara menyampaikan informasi apa yang perlu mendapat
perhatian dalam rangka mencontoh perbuatan Nabi, hal demikian dapat
dilakukan.
b. Mengadakan peringatan maulid Nabi itu harus jauh dari hal-hal yang
bertentangan dengan ajaran agama sendiri, seperti menjurus kepada
kemusyrikan, menjurus kepada maksiat dan kemunkaran.
c. Kalau peringatan maulid Nabi tidak dapat dihindari dari hal-hal
seperti di atas, kiranya peringatan maulid Nabi tidak perlu diadakan.147
Menurut Penuturan bapak H. Fadhil,148 mengenai perayaan maulid nabi
dan pembacaan kitab al-Barzanji ini sebagai berikut: bahwa memperingati hari
ulang tahun kelahiran seseorang atau organisasi, atau hari kematian termasuk
147 (Diambil dari Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, "Tanya-Jawab Agama IV," PenerbitSuara Muhammadiyah, 1997, h. 271-272)
148 Wawancara dengan H Burhani dan H Fadhil (Ketua Ranting dan Dewan TablighMuhammadiyah desa Pegandon, pada tanggal 28 Maret 2008
141
masalah ijtihadiyah, tidak ada nash yang menunjukkan atau dapat dijadikan
dasar secara langsung dalam menetapkan hukumnya. Demikian pula tidak ada
perbuatan sahabat yang dapat dijadikan teladan atau pedoman. Namun
demikian dasar-dasar umum agama islam terkandung dalam al-qur’an dan as-
sunah dapat dijadikan dasar dalam menetapkan hukumnya. Diantara nash yang
mengandung dasar umum inilah firman Allah SWT. Dalam surat al imran ayat
104.
ä3 tFø9uröN ä3Y ÏiB×p ¨Bé&tbq ãã ô‰tƒ’n<Î)ÎŽö•sƒø:$#tbrã• ãBù' tƒ urÅ$rã• ÷èpRùQ$$Î/tb öq yg÷Ztƒ urÇ tãÌ• s3Y ßJ ø9$#4
y7Í´ ¯» s9'ré&urãN èdšcq ßsÎ=øÿßJ ø9$#ÇÊÉÍÈ
104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyerukepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yangmunkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Ayat diatas menyuruh kita agar menyeru manusia untuk melakukan
perbuatan yang dalam mendekatkan kepada Allah dan mencegah melakukan
perbuatan yang dapat menjauhkan darinya dari hal–hal yang dilarang agama.
Mengenai perayaan sekaten tidak lepas dari peringatan maulid nabi
saw. maulid Nabi sendiri adalah suatu peringatan kelahiran Muhammad saw
dan sudah mentradisi dikalangan umat Islam. Selama hayat Nabi, peringatan
maulid tidak ada. Bahkan sampai 200 tahun sepeninggal Nabi saw. Peringatan
maulid yang pertama diadakan oleh mudzaffar abu said, seorang raja Irbil,
pada awal abad ke III Hijriah, atau lebih dari 200 tahun sepeninggal Nabi saw.
Peringatan maulid waktu itu dimaksudkan untuk menggugah, menggairahkan,
meningkatkan semangat hidup beragama, keagamaannya, dan perlu
mengambil suri tauladan dari kehidupan Nabi saw. Sejak itulah kegiatan
memperingati maulid Nabi itu tumbuh berkembang, sehingga menjadi tradisi
142
yang merata dikalangan umat Islam dengan variasi yang bermacam- macam
sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, tradisi yang ada, kebudayaan
setempat dsb. Bahkan di negara yang banyak umat Islamnya, peringatan
maulid itu dilaksanakan secara resmi oleh pemerintah, misalnya di indonesia
diselenggarakan di istana negara, dan peringatan hari besar lain dilaksanakan
di mesjid Istiqlal.
Sekaten adalah peringatan maulid nabi saw khas jawa, perayaan ini
berasal dari kerajaan demak yang merupakan kerajaan Islam. Karena gamelan
merupakan hal yang digemari masyarakat waktu itu, maka para wali
menggunakan gamelan sebagai sarana untuk mengumpulakan warga
masyarakat. Setelah orang berkumpul di depan masjid, kesempatan ini
digunakan sebagai sarana dakwah.
Mengenai Ritual pembacaan kitab al-Barzanji bagi warga
Muhammadiyah memang dalam perkembangannya masyarakat
muhammadiyah menilai perbuatan itu sebagai bid’ah, hal ini dinyatakan oleh
beberapa responden yang peneliti wawancarai, jadi dalam aktifitas warga
muhammadiyah memang tidak ada anjuran untuk mengadaknnya, mengenai
penjelasan terhadap kitab al-Barzanji dituturkan dalam SM no 1 th ke 67 1987,
diterangkan bahwa Barzanji, manaqiban, Diba’an dan sebagainya itu ada unsur
negatifnya, disitu dijelaskan bahwa barzanji, manaqiban, dan diba an itu
mengandung unsur negatif, antara lain diterangkan dalam buku At Tanbiehatul
Wajibaat, susunan KH Hasyim Asy’arti, tebuireng, jombang berbahasa Arab
yang diterbitkan oleh penerbit Salim bin Nabhan Surabaya, dengan
rekomendasi beberapa ulama Azhar mesir tahun 1936.
Pendapat dan fatwa, diawali dengan uraian, kalau dalam memperingati
maulid Nabi dengan berkumpul dan membaca sejarah dan pujian yang benar
dengan menunjukkan kesyukuran dan kesenangan akan kelahiran nabi
dibarengi dengan pengeluaran sedekah, tidaklah mengapa, tetapi kalau sudah
dicampur dengan pemukulan alat-alat musik yang menjadi gaduh dan nyanyian
143
yang dinyanyikan oleh wanita dan pria diselingi dengan sialan-siulan atau
suara yang melengking, menjadikan perbuatan itu termasuk yang diharamkan.
Banyak pendapat yang mengharamkan peringatan yang dicampur
dengan perbuatan yang dilarang itu, antara lain ulama Malikiyah ialah al
Fakihany dan abu Abdullah al hajj, dari ulama syafiiyah seperti ibnu hajar al
asqalany dan tajuddin As Subkhi dan ulama-ulama lain seperti al al-Qadli Iyadl
dan sebagainya. Kitab yang disusun diatas menunjukkan bentuk dan cara
mengadakan peringatan. Sedangkan untuk mengetahui isi kitab-kitab yang
memuat hal- hal yang menjurus pada pujian-pujian yang berlebihan sehingga
bertentangan dengan isi ayat al qur’an, yang dikemukakan oleh KH Said al
Hamdany dengan judul sorotan terhadap kisah maulid yang untuk lebih
jelasnya dapat diringkas antara ain sebagai berikut:
1. Awal mula dilakukan peringatan Maulid Nabi itu pada masa kerajaan
Fatimiyah pada abad ke 4 hijriah, ada pula yang menerangkan pada
masa raja Al Mudzaffar abi Said di kota Irbil di Iraq tahun 700H
2. kiatab-kitab yang memuat riwayat maulid antara lain at tanwir fi
maulid asssirajil munir, al arus, risalah Ibnu Jabir al Andalusia dan
kitab-kitab yang terkenal di indonesia Syaraful Anam, barzanji, al azab
dan al Diba’i
isi dari kitab-kitab itu memang ada baiknya, uraian yang mengandung
pujian-pujian yang baik bagi rasul, tapi ada yang keterlaluan sehingga
mengurangi nilai isi bahkan kalau tidak dapat dikatakan menghilangkan makna
penghormatan Nabi, karena sangat berlebihan seperti menggambarkan Nabi
bukan lagi sebagai manusia yang telah dimasukkan dalam lingkungan
ketuhanan yang mirip dengan itu.
144
C. TRADISI MAULID NABI SERTA PEMBACAAN KITAB AL–BARZANJI
DALAM DIMENSI TEOLOGIS SOSIO-KULTURAL DAN POLITIS
Meskipun perdebatan mengenai keberadaan dan penerimaan tradisi
Maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji antara para reformis (Muhammadiyah)
dengan ulama tradisionalis (NU) belum memberikan suatu solusi nyata yang bisa
diterima oleh semua pihak, dalam realitasnya tradisi maulid dan pembacaan kitab
al-Barzanji ini terus berjalan. Realitas tersebut secara tidak langsung
mengindikasikan bahwa pada masyarakat muslim awam, pada dasarnya
penerimaan tradisi tersebut tidak perlu diperdebatkan. hal ini berdasarkan bukti
bahwa penerimaan tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji tidak hanya
sebatas penganut NU, melainkan juga sebagian penganut dan simpatisan
Muhammmadiyah149
Warga Muhammadiyah yang secara langsung atau tidak langsung tidak
mau terlibat dalam aktivitas tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji
umumnya adalah mereka yang mempunyai fanatisme organisasi yang tinggi atau
yang menduduki jabatan pengurus organisasi150 kendati demikian, dalam
perkembangan terakhir tidak jarang pengurus Muhammadiyah juga terlibat dalam
aktivitas tradisi maulid maupun pembacaan kitab al-Barzanji meskipun hanya
sebagai partisipan.151
149 Kenyataan tersebut dilihat oleh bapak Khumasi 52 tahun, salah seorang respondensimpatisan Muhammadiyah yang tinggal di desa Pegandon yang merupakan lingkungan penganutMuhammadiyah. Menurut bapak Khumasi di lingkungannya warga Muhammadiyah, terutama pengurustidak pernah menyelenggarakan acara tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji dalam komunitaswarga Muhammadiyah. Namun pada acara tradisi Maulid dan Pembacaan kitab al-Barzanji yang diselenggarakan oleh komunitas warga NU di musholla dan masjid kampungnya, banyak pula wargaMuhammadiyah yang terlibat di dalamnya.
150 Hal ini dinyatakan oleh bapak Nasukha ketua Ranting NU desa Pegandon.151 Bapak Nasukha, salah seorang responden dari organisasi NU. Dalam realitas keseharian ia
melihat bahwa tidak semua orang Muhammadiyah anti tradisi maulid dan pembacaan kitab al barzanji.Diantara mereka dalam realitas masyarakat banyak yang aktif dalam acara tersebut. Mencermatifenomena tersebut, peneliti secara langsung pernah terlibat dalam kegiatan tradisi maulid danpembacaan kitab al-barzanji yang diselenggarakan oleh anggota Muhammadiyah fanatik tinggal di RT01 RW 02 Pegandon, bapak KH Jabir Mas’ud seorang tokoh masyarakat yang dikenal pula sebagaianggota Muhammadiyah.
145
Keterlibatan sebagian warga Muhammadiyah dalam aktivitas tradisi
maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji di lingkungan masing- masing bisa sadar
didasarkan banyak alasan, akan tetapi munculnya fenomena tersebut
mengindikasikan bahwa persoalan penerimaan tradisi Maulid dan Pembacaan
kitab al-Barzanji lambat laun bukan lagi merupakan konflik mendasar pada
masyarakat muslim. Itulah sebabnya, pada penelitian ini dipaparkan berbagai
dimensi tradisi Maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji, seperti dari sisi teologis,
sosio-kultural, dan aspek-aspek lainnya.
C. Dimensi Teologis Maulid Nabi dan Kitab al-Barzanji
Pembahasan tradisi maulid dan pembacaan kitab al Barzanji dari
dimensi teologis tampaknya relevan jika dimulai dari pernyataan apakah
penerimaan tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji di masyarakat
muslim dilandasi oleh pemahaman mengenai kejelasan hukum tentang tradisi
maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji atau hanya sekedar persoalan tradisi.
Masyarakat muslim yang awam tentang kerangka teologis aktivitas tradisi
maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji bisa jadi menyelenggarakan tradisi ini
karena dalam dirinya muncul kegelisahan dan keragu-raguan setelah ada
pernyataan bahwa peringatan tersebut merupakan bid’ah dan dinilai sebagai
perbuatan yang menjurus kepada kesesatan
D. Dimensi Sosio-Kultural Dalam Penyelenggaraan Tradisi Maulid Nabi dan
Pembacaan Kitab al-Barzanji
Maulid sebagai bagian dari tradisi keagamaan dapat dilihat dari dua segi
yakni segi historis dan segi sosio kultural budaya.
Dari sudut historis, pada catatan al Sandubi dalam karyanya Tarikh al
ikhtilaf fi al maulidi al nabawi, al Muiz li al dinillah (341-365/ 953- 975)
penguasa bani Fatimiyah yang pertama menetap di mesir yang pertama
menetap di mesir, adalah orang pertama yang menyelenggarakan perayaan
kelahiran Nabi yang tercatat dalam sejarah Islam. Kemudian kurun-kurun
berikutnya, tradisi yang semula dirayakan hanya oleh kelompok syi i ini juga
146
dilaksanakan oleh kaum sunni, dimana khalifah Nur al-din, penguasa Syiria
(511-569/1118-1174) adalah pengasa yang pertama yang tercatat merayakan
Maulid Nabi. Pelaksanaan maulid secara besar-besaran dilaksanakan untuk
pertama kalinya oleh raja al mudhafar abu said Kokburi bin Zain al din Ali bin
Baktakin (549-630/1154-1232). 152
Adapun mengenai karya-karya mengenai maulid yang tercatat memiliki
keterkaitan dengan tharekat adalah al-Barzanji, yakni yang diadopsi dari
tharekat tertua, qadariyah, sedangkan kitab maulid al- diba i tidak memiliki
kaitan dengan thariqah. Namun hampir terdapat kepastian, bahwa munculnya
kitab- kitab maulid pada abad ke 15 m/ ke 9-10h sebagai ekspresi pengaruh
semangat kecintaan dan kerinduan pada rasul terilhami dari dan sebagai
budaya sufisme.
Ada dua kondisi politik mendasar yang melatar belakangi penulisan
munculnya kitab-kitab Maulid pada abad ke 15, pertama, bahwa abad- abad ke
14 hingga abad ke 16, di berbagai belahan dunia Islam sedang marak dan
berada pada puncak penyebaran tradisi Maulid, yang perintisannya sejak awal
abad ke 12.
Kegiatan maulid mancapai puncak popularitasnya dikalangan
masyarakat sehingga penguasa-penguasa pun kemudian mengakomodasinya
sebagai kegiatan resmi negara, salah satu motifnya adalah kepentingan politik,
penelitian Nico Captain mengenai Maulid di Magrib dan Spanyol
menunjukkan bahwa budaya Maulid telah menyebar ke hampir seluruh dunia
muslim, baik sebagai bentuk budaya baru yang terilhamai kaum sufi, maupun
sebagai pelarian kekecewaan politik, akibat invensi dunia Barat modern ke
berbagai belahan dunia Islam. sehinnga ummat islam memerlukan formula
152 Ahmad Anas, op.cit. hlm 63
147
untuk memunculkan semangat kecintaan kepada Rasulullah, guna memompa
semangat perjuangan Islam. 153
153 Ibid hlm.88
148
BAB IV
ANALISIS KOMPARATIF
A. Peringatan Tradisi Maulid Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
1. Peringatan Maulid Nabi Menurut NU
Dalam hal ini pandangan NU Ketika memasuki bulan Rabiul awal,
umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai cara, baik
dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah.
Pembacaan shalawat, Barzanji dan pengajian-pengajian yang mengisahkan
sejarah Nabi Muhammad SAW menghiasi bulan-bulan itu sebenarnya,
bagaimana hukum merayakan Maulid nabi Muhammad SAW.
Megenai Hukum perayaan maulid Secara historis pandangan NU
mengenai tradisi ini adalah mengutip pernyataan imam Jalaluddin al-Suyuthi
(849h-911) menjawab bahwa perayaan Maulid Nabi SAW boleh dilakukan.
Jadi sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi SAW itu merupakan
bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya nabi Muhammad
SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang
banyak. Lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji
sejarah dan akhlak Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira
itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugrah dari
Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT:
ö@è%È@ôÒ xÿÎ/«!$#¾Ïm ÏFuH÷qt• Î/ ury7Ï9ºx‹Î7 sù(#q ãmt• øÿu‹ ù=sùuq èd׎ö•yz$£J ÏiBtbq ãèyJ øgs†ÇÎÑÈ
Artinya: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu merekabergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yangmereka kumpulkan".
149
Ayat ini jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan
adanya rahmat Allah SWT. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah rahmat
dan anugrah dari Tuhan kepada manusia tiada taranya. Sebagaimana firman
Allah SWT:
!$tBurš•» oY ù=y™ö‘r&žwÎ)ZptHôqy‘šúü ÏJ n=» yèù=Ïj9ÇÊÉÐÈ
Artinya: Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Sesungguhnya, Perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama
dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam oleh Rasulullah SAW.
Dalam sebuah hadist diriwayatkan:
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al- Ansari RA, bahwa Rasulullah SAW pernahditanya tentang puasa senin. Maka beliau menjawab, “ Pada hari itulah akudilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku (Shahih Muslim (1977)
Betapa Rasulullah SAW begitu memulyakan hari kelahirannya. Beliau
bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah
menyebabkan keberadaanyya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan
bentuk puasa.
Pernyataan ini menyiratkan bahwa merayakan hari kelahiran (maulid)
Nabi Muhammad SAW termasuk suatu yang boleh dilakukan. Apalagi
perayaan itu isinya adalah bacaan shalawat, baik Barzanji, atau Diba’, sedekah
dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan
amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh syari’at Islam.
Ketika membaca shalawat Barzanji, orang-orang biasanya
melantunkannya sambil berdiri. Inilah yang dikenal dengan Mahal al-Qiyam.
Bagaimana Hukumnya bila ada sebagian orang mengatakan bahwa berdiri
150
ketika membaca shalawat adalah bid’ah sayyi’ah sebab tidak ada dalil yang
membenarkannya.
Dalam hal ini ditengah acara Dibaan atau berjanjen ada ritual berdiri,
srakalan, orang Jawa menyebutnya, dari kalimat ”asraqal badru alaina”
Dimana kalau sudah sampai disitu semua hadirin dimohon berdiri. Berdiri
karena kehadiran Nabi Muhammad ditengah- tengah majelis. Ada juga yang
menyebutnya sebagai ” marhabanan” dari kata ” marhaban” yang artinya
selamat datang” atas kehadiran nabi kita. Menurut keputusan Muktamar NU
ke-5 1930 di Pekalongfan, berdiri Berjanjen/ Diba’an hukumnya sunnah
termasuk uruf syar’i.154 Demikian pula dalam hal ”berdiri misalnya ketika
membaca Maulid Nabi, walaupun bid’ah hukumnya tidaklah mengapa karena
orang-orang yang melakukanya itu sebagai penghormatan kepada Nabi
Muhammad.
Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan ibadah
yan terpuji. Allah berfirman:
¨b Î)©!$#¼ çm tG x6 Í´ ¯» n=tBurtbq •=|Á ヒn? tãÄcÓÉ< ¨Z9$#4$pkš‰ r' ¯» tƒšúï Ï%©!$#(#q ãZtB#uä(#q •=|¹Ïm ø‹n=tã
(#q ßJ Ïk=y™ur$JŠÎ=ó¡ n@ÇÎÏÈ
Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untukNabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi danucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.s.Al Ahzab 56 )
Jelas sekali ayat ini menyuruh umat Islam untuk membaca shalawat
dimanapun dan kapanpun saja. Dalam pelaksanaannya meski dilakukan dengan
khidmat, sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Tujuan membaca shalawat itu
adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad SAW. Salah satu cara
154 Munawir Abdul ftah,Tradisi Orang- orang Nu, (Yogyakarta , Lkis, cet 1,2006) hlm 302-303
151
mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri. Karena itu boleh hukumnya
berdiri ketika membaca shalawat Nabi SAW.
Sayyid Muhammad Alawi al- Makki al-Maliki menyatakan :
Imam al- barzanji di dalam kitab Maulidnya yang berbetuk prosamenyatakan,” sebagian para Imam ahli Hadits yang mulia itu menganggap baik(Istihsan) berdiri ketika disebutkan sejarah kelahiran Nabi SAW, betapaberuntungnya orang yang mengagungkan Nabi SAW, dan Menjadikan hal itusebagai puncak tujuan hidupnya. Yang dimaksud dengan istihsan di sini adalahjaiz( boleh) dilihat dari aspek perbuataanya itu sendiri serta asal usulnya, dandianjurkan dari sisi tujuan dan dampaknya. Bukan Istihsan dalam pengertianilmu Ushul Fiqih.
Perayaan hari kelahiran (maulid) Nabi baru terjadi pada permualaan
abad ke enam Hijriah. Para sejarawan sepakat pada yang pertama kali
mengadakannya adalah Raja Ibil di Iraq, yang dikenal alim, bertakwa dan
berani, yaitu Raja Muzhaffar Abu Said kukuburi bin Zainuddin Ali Buktikin
(wafat 630H/ 1232M).
Para Ulama dikalangan shufi, fuqoha dan ahli hadits menilai perayaan
maulid ini termasuk bid’ah hasanah, yang dapat memberikan pahala bagi
orang yang melakukannya. Diantara ulama menilai perayaan maulid ini bid’ah
hasanah adalah al-Hafizh Ibn al-Jauzi al-Hambali, al-Hafizh Ibn Dihyah, al-
Hafizh Abu Syamah (guru imam al-Nawawi) al-Hafizh Ibn Katsir, al-Hafizh
Ibn Rajab al-Hambali, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafizh al- Sakhawi, al-Hafizh
al- Shuyuthi dan lain-lain. 155
Tentu saja Pandangan ulama wahabi yang mengikuti Para Jargon tahrif
nushus seperti Ibn Baz, al-Utsaimin, al-Albani dan lain-lainnya dalam
menghukumi maulid, terlalu ceroboh dan berangkat dari paradigma sempit
dalam memahami ajaran agama. Setidaknya ada nilai Positif yang
membenarkan perayaan maulid Nabi. Allah SWT berfirman:
155 Abdullah Syamsul Arifin M.HI, Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai NuMenggugat Sholawat dan dzikir syirik (H. Mahrus Ali), (Surabaya: Khalista 2008) hlm. 103
152
!$tBurš•» oY ù=y™ö‘r&žwÎ)Zp tHôqy‘šúü ÏJ n=» yèù=Ïj9ÇÊÉÐÈ
Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)rahmat bagi semesta alam” (Q.S. al- anbiya’:107).
Dan Rasulullah SAW telah Bersabda:
. )/ ( .Dengan demikian Rasulullah SAW adalah al-rahmat al uzma (rahmat
yang paling agung) bagi umat manusia. Sedangkan Allah SWT telah merestui
kita untuk merayakan lahirnya rahmat itu. Dalam hal ini Allah berfirman:
ö@è%È@ôÒ xÿÎ/«!$#¾Ïm ÏFuH÷qt• Î/ ury7Ï9ºx‹Î7 sù(#q ãmt• øÿu‹ ù=sùuq èd׎ö•yz$£J ÏiBtbq ãèyJ øgs†ÇÎÑÈ
Artinya: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu merekabergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yangmereka kumpulkan".
Ibn Abbas menafsirkan ayat ini dengan . ”dengan karunia Allah ( yaitu
ilmu) dan rahmatnya (yaitu Muhammad) hendaknya dengan itu mereka
bergembira” (Al hafidzal- niyuti, al durar al mantsur, 2/ 308)
Allah SWt berfirman :
yx ä. ur•È à)Ry7ø‹ n=tãô ÏBÏä !$t6 /Rr&È@ß™”•9$#$tBàMÎm7 sV çR¾Ïm Î/x8 yŠ#xs èù4x8 uä !% y ur’ÎûÍn É‹» yd‘, ysø9$#
×p sàÏã öq tBur3“t• ø. ÏŒurtûü ÏY ÏB÷s ßJ ù=Ï9ÇÊËÉÈ
Artinya: Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialahkisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telahdatang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orangyang beriman.
153
Ayat ini menegaskan bahwa penyajian kisah-kisah para rasul dalam al-
qur’an adalah untuk meneguhkan hati dari beliau, melalui penyajian sirah dan
biografi beliau.
Selain dari perayaan maulid nabi adalah mendorong kita untuk
memperbanyak solawat dan salam kepada beliau sesuai dengan firman Allah:
¨b Î)©!$#¼çm tG x6 Í´ ¯» n=tBurtbq •=|Á ヒn? tãÄcÓÉ< ¨Z9$#4$pkš‰ r' ¯» tƒšúï Ï% ©!$#(#q ãZtB#uä(#q •=|¹Ïmø‹ n=tã
(#q ßJ Ïk=y™ur$JŠÎ=ó¡ n@
Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untukNabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi danucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.S Al Ahzab (33) : 56 )156
Dan sesuai dengan kaedah yang telah ditetapkan, bahwa sarana yang
dapat mengantar pada anjuran agama, juga dianjurkan sebagaimana diakui oleh
utsaimin dalam ibda’hlm 18 sehingga perayaan maulid menjadi dianjurkan.
Alllh swt juga berfirman:
tA$s%Ó|¤ŠÏãßûøó$#zN tƒ ó• tB¢O ßg=9$#!$oY / u‘öAÌ“Rr&$oY ø‹ n=tãZo y‰Í¬!$tBz ÏiBÏä !$yJ ¡¡9$#ãbqä3 s?$oY s9#Y‰ŠÏã
$oY Ï9rX{$tRÌ• Åz#uä urZp tƒ#uä ury7ZÏiB($oY ø%ã— ö‘$#ur|MRr&urçŽö•yztûü Ï%Ηº§•9$#ÇÊÊÍÈ
Artinya: Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan Kami turunkanlah kiranyakepada Kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hariraya bagi Kami Yaitu orang-orang yang bersama Kami dan yang datangsesudah Kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah Kami,dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama".
Dari ayat ini, ditegaskan bahwa turunnya hidangan dianggap sebagai
hariraya bagi orang yang bernama isa as dan orang-orang yang datang sesudah
beliau dibumi agar mengeksplorasikan kegembiraan dengnnya.
156 (Q.S al-Ahzab (33) : 56 )
154
Pada Akhirnya, kaum wahabi yang mengharamkan Maulid Nabi tidak
konsisten dengan tesis mereka bahwa semua bid’ah pasti sesat. Pada saat
mereka mengharamkan dan menilai sirik perayaan maulid Nabi SAW, mereka
justru merayakan haul guru mereka, Muhammad bin Abdul Wahab pendiri
ajaran Wahabi, dalam acara tahunan selama satu pecan yang mereka namakan
Usbu al syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (pecan Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab) selama sepekan, secara bergantian, ulama-ulama wahabi
mengupas secara panjang lebar tentang manaqib dan berbagai aspek
menyangkut Muhammad bin Abdul Wahhab, dan kemudian mereka terbitkan
dalam jurnal ilmiah.
Berdasarkan hasil penelitian didesa Pegandon ternyata Memperingati
hari lahir Nabi/ Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga NU, hari
senin, 12 rabiul awal (mulud), sudah dihapal luar kepala oleh anak- anak
warga NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini
amat variatif, dan diselenggarakan sampai hari-hari bulan rabi’ as-tsani (bakdo
mulud) biasanya, ada yang hanya mengirim masakan-masalkan spesial untuk
dikirim ke beberapa tetangga kanan kiri, ada yang menyelenggarakan
upacara sederhana dirumah masing- masing ada yang agak besar seperti
diselenggarakan dimushola dan masjid- masjid, bahkan ada juga yang
menyelenggarakan secara besar- besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.
Dari hasil observasi di lapangan dengan didukung hasil wawancara
mendalam tentang pelaksanaan upacara tradisi maulid Nabi serta pembacaan
kitab al-Barzanji, penulis menemukan beberapa variasi pandangan ataupun
tanggapan masyarakat Kecamatan Pegandon tentang pelaksanaan upacara
tradisi tersebut. Variasi pandangan tersebut tentu saja dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang diantaranya adalah tingkat ekonomi, pendidikan dan
wawasan keislaman mereka. Latar belakang inilah yang banyak mempengaruhi
155
idealisme maupun pola pikir masyarakat dalam menilai suatu peristiwa,
khususnya tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa Pegandon.
2. Peringatan Maulid Nabi Menurut Muhammadiyah
Berdasarkan hasil penelitian temuan di lapangan, bahwa sebenarnya
perayaan Maulid Nabi bukan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh warga
Muhammadiyah di desa Pegandon memang dilandasi karena bagi warga
Muhammadiyah, memperingati hari kelahiran seseorang termasuk kelahiran
Nabi tidak ada tuntunan untuk itu. Artinya yang berupa perbuatan maupun
perintah untuk mengadakannya. Tetapi juga tidak ada nash yang melarangnya.
Karena tidak ada nash yang menyuruh maupun yang melarang. Maka dapat
dimasukkan pada masalah ijtihadiyyah Karena tidak ada nash maka ijtihad
yang dapat dilakukan ialah ijtihad qiyasi, maksudnya dengan menggunakan
metode qiyas.
Menggunakan metode qiyas haruslah memenuhi rukun qiyas antara
lain ada Ashal, yakni nash yang berupa ayat atau hadits yang menerangkan hal
yang dapat disamakan hukumnya. Dalam suatu kitab "Attambihaat al-
waajibaat liman yashna'ul maulida bilmunkaraat" (Peringatan yang bersifat
wajib bagi orang yang menyelenggarakan maulid dengan hal-hal yang munkar)
yang ditulis oleh almarhum KH. Hasyim Asy'ari, disebutkan pendapat Asy-
Syaikh Yusuf bin Ismail An Nabhaniy. An Nabhaniy dalam kitabnya "Al-
Anwaar Al Muhammadiyah" menyatakan, bahwa Nabi dilahirkan di kota
Makkah di rumah Muhammad bin Yusuf. dan disusui oleh Tsuwaibah budak
Abu Lahab yang dimerdekakan oleh Abu Lahab ketika ia merasa senang atas
kelahiran Nabi itu.
Diceritakan dalam kitab tersebut, bahwa pernah Abu Lahab bermimpi
dalam tidurnya. sesudah mati dia ditanya: "Bagaimana keadaanmu?" Maka ia
menjawab. Bahwa ia berada di neraka tetapi pada setiap malam Senin
mendapat keringanan. karena ia memerdekakan Tsuwaibah sebagai rasa syukur
atas kelahiran Nabi dan Tsuwaibah yang menyusuinya. Ibnul Jazari
156
menggunakan qiyasnya. kalau Abu Lahab yang kafir saja mendapat kebaikan
karena merasa senang dihari kelahiran Nabi, tentu orang Islam akan mendapat
balasan dari Allah kalau juga merasa senang di hari kelahirannya itu.
Tentu qiyas ini tidak dapat dijadikan pegangan, karena dasar ashalnya
yakni riwavat itu bukan dasar yang kuat untuk dijadikan ashal pada qiyas.
Maka kalau tidak ada dasarnya dengan qiyas karena tidak dasarnya dalam nash
dapat dilakukan ijtihad istishlahi, yakni ijtihad yang didasarkan illah
mashlahah. Karena mashlahah dalam masalah ini tidak ditunjukkan oleh nash
baik yang menyuruh atau melarang, maka dapat digolongkan kepada
mashlahah mursalah.
Ada beberapa hal yang perlu diingat pada penetapan hukum atas dasar
kemaslahatan ini. Kemaslahatan itu harus benar-benar, yang dapat untuk
menjaga lima hal, yakni agama, jiwa, akal dan kehormatan serta keturunan.
Karena ukuran kemaslahatan itu dapat berubah, maka
berputar pada illahnya, dan ketentuannya ialah pada kemaslahatan yang
dominan (rajinah) yakni dapat mendatangkan kebaikan dan menghindari
kerusakan. Sehubungan dengan masalah peringatan maulud Nabi dapat
diterangkan sebagai berikut:
d. Pada suatu masa dimana masyarakat kurang lagi perhatiannya pada
ajaran Nabi dan tuntunan-tuntunannya, mengadakan peringatan Maulud
Nabi dengan cara menyampaikan informasi apa yang perlu mendapat
perhatian dalam rangka mencontoh perbuatan Nabi, hal demikian dapat
dilakukan.
e. Mengadakan peringatan maulid Nabi itu harus jauh dari hal-hal yang
bertentangan dengan ajaran agama sendiri, seperti menjurus kepada
kemusyrikan, menjurus kepada maksiat dan kemungkaran
157
Kalau peringatan maulid Nabi tidak dapat dihindari dari hal-hal
seperti di atas, kiranya peringatan Maulid Nabi tidak perlu diadakan.157
B. Penerimaan tradisi Pembacaan Kitab al-Barzanji dalam Pandangan
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa Pegandon Kabupaten Kendal
Meskipun secara tradisi, kegiatan pembacaan kitab al-Barzanji sudah
dilakukan hampir di setiap daerah, keberadaan pembacaan kitab al-Barzanji ini
ternyata belum bisa diterima oleh semua lapisan umat Islam. Hal ini didasarkan
kenyataan bahwa masih terdapat pemahaman yang berbeda dalam penerimaan dan
penyelenggaraan tradisi ini. Di satu sisi, sebagian umat Islam berpandangan bahwa
pembacaan kitab al-Barzanji yang memuat bentuk tawasul tidak ada dasarnya.
Begitu pula pelaksanaan tradisi maulid yang dikaitkan dengan hitungan hari atau
hari-hari tertentu dipandang menyalahi syari’ah Islam.
]Sebaliknya, sebagian umat Islam berpandangan bahwa bentuk tawasul
kepada orang yang telah meninggal baik itu kepada Nabi maupun orang-orang
shaleh merupakan salah satu tuntunan Rasulullah. Meskipun kedua pandangan
tersebut diyakini oleh masing-masing kelompok mempunyai dasar hukum, yang
pasti kontrofersi tentang keberadaan tradisi pembacaan kitab al-Barzanji ini tetap
saja terjadi. Masing-masing kelompok masih bersikukuh terhadap pandangannya
sendiri sehingga tidak ada upaya berdialog atau mencari titik temu.
Tampaknya perbedaan tersebut masih saja berlangsung sehingga tidak
jarang karena persoalan tradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji ini
muncul ketidakharmonisan dalam hubungan sosial maupun kemasyarakatan
lainnya. Kontrofersi penerimaan tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji
memang tidak memunculkan satu konflik secara terbuka, terutama antara elit
pimpinan keagamaan. Namun dalam tataran masyarakat bawah, tidak jarang
persoalan tradisi ini justru memicu ketegangan hubungan sosial kemasyarakatan.
157 (Diambil dari Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, "Tanya-Jawab Agama IV," PenerbitSuara Muhammadiyah, 1997, h. 271-272)
158
dalam hal ini, tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji sering kali
diletakkan sebagai identitas organisasi yang kemudian memunculkan ketegangan
dan akhirnya merembet ke persoalan-persoalan lain seperti hubungan sosial dan
politik. Semuanya hanya karena tingginya fanatisme organisasi keagamaan yang
dianut, terutama antara penganut Muhammadiyah dan Nahdlatul ulama (NU)
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu perbedaan pada dua
organisasi keagamaan terbesar di Indonesia tersebut adalah masalah tradisi Bahkan
persoalan tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji tersebut dipandang
sebagai salah satu trade-mark organisasi, meskipun diantara keduanya juga
mempunyai perbedaan-perbedaan yang lain, seperti model pengembangan
pendidikan, tradisi keagamaan, organisasi, kaderisasi, dan model-model da’wah bil
hall. Berdasarkan model tersebut kemudian muncul label yang selama ini dikenal
masyarakat bahwa Muhammadiyah adalah organisasi reformis sementara NU
dipandang berlabel tradisional yang bersendi ahlussunah wal jamaah.
Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi yang bersifat modernis
adalah salah satu organisasi keagamaan yang secara terbuka menentang
pelaksanaan pembacaan kitab al-Barzanji. Menurut Muhammadiyah, pembacaan
kitab al-Barzanji dipandang sebagai salah satu kegiatan yang tidak ada
tuntunannya dan lebih mengarah pada perbuatan bid’ah. Sebaliknya, NU justru
menganjurkan pembacaan kitab al-Barzanji sebagai tradisi keagamaan yang harus
dikembangkan dan dilestarikan..
Dilihat dari konteks tersebut, perbedaan pemahaman tentang bid’ah
memang menjadi tajam. Bahwa kerangka hukum antara bid’ah158 dengan
dianjurkan adalah dua hal yang bertentangan.159 meskipun demikian dalam
158 Pengrtian Bid’ah dalam konteks rumusan hukum islam pada dasarnya sangat beragam.Perbuatan yang tidak pernah dilakukan Rasulullah yang berkaitan dengan kebaikan atas dasar sesuatudan tidak bertentangan dengan kaidah hukum syari’at (berdosa) maka sesuatu dapat dinilai baik dandapat diterima.
159 Pengertian bertentangan sengaja peneliti pakai untuk menggambarkan bahwa perbedaanpandangan tersebut tidak dalam kerangka pertantangan antara halal dan haram, melainkan hanya dalamkerangka interpretasi hukum. Namun interpretasi lebih jauh akhirnya memang menyentuh pada
159
realitasnya tidak sedikit anggota Muhammadiyah yang terlibat dalam aktivitas
tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji.160 Kenyataan ini jelas merupakan
satu kontradiksi dalam tubuh Muhammadiyah antara kebijakan organisasi, disatu
pihak dengan realitas lapangan dipihak lain tidak berjalan dengan baik. Dengan
kata lain, meskipun Muhammadiyah memandang tradisi maulid dan pembacaan
kitab al barzanji sebagai aktivitas bid’ah., tidak semua anggota Muhammadiyah
setuju dengan kebijakan tersebut, meskipun tidak diungkapkan secara terbuka.161
Mencermati perkembangan Muhammadiyah tentu tidak mungki lepas dari
kerangka dan misi Muhmmadiyah yang didirikan. Salah satu nisi utama
didirikannya Muhammadiyah adalah berpangkal dari misi utama didirikannya
Muhammadiyah adalah berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama pada
waktu itu bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Adanya pendirian tersebut
menyebabkan munculnya pemutlakan pendapat ulama dan pemikiran umat Islam
menjadi beku karena hanya mampu bertaklid. Agama Islam dipandang tidak
merupakan warisan yang berjiwa dan hidup karena adanya hal-hal yang merusak
agama seprti bid’ah khurafat dan syirik.
Esensi pokok pengkategorian Barzanji sebagai perbuatan bid’ah dan harus
di tinggalkan, memang bukan terletak pada pelarangan membaca kalimat sholawat,
melainkan pada hal pokok yang menyertai pembacaan kitab al-Barzanji
persoalan amalan yang bermuara pada dosa dan pahala karena bid’ah yang dirumuskan Muhammadiyahdalam aktivitas barzanji bukan bid’ah hasanah, melainkan bid’ah dhalalah (bid’ah sesat).
160 Dalam realitas kehidupan sehari-hari, meskipuan bersifat individual banyak anggotamuhammadiyah terlibat dalam kegaiatan pembacaan kitab al barzanji baik yang rutin ataupuan yangkhusus. Bahkan beberapa responden seperti K.H jabir mas’ud menyatakan ia sendiri memimpinpembacaan kitab al-Barzanji, meskipun teks barzanji yang telah dimodifikasi sendiri.
161 Bapak Ahmad Zain salah seorang anggota Muhammadiyah menyatakan bahwa secarapribadi ia sendiri tidak menentang aktivitas barzanji. Ia sendiri yang sering ikut dalam aktivitaspembacaan kitab al Barzanji. Namun karena majlis tarjih Muhammadiyah belum pernah mengubahfatwa tentag kebid’ahan barzanji, ia sendiri tidak pernah menyekenggarakan pembacaan kitab AlBarznji.
160
Persoalan tersebut tampaknya dijadikan pegangan oleh penganut
Muhammadiyah sampai saat ini. Hal tersebut didasarkan kenyataan bahwa sejak
didirikannya muhammmadiyah tidak pernah ada perubahan kebijakan hukum yag
dikeluarkan oleh Majlis tarjih, meskipun secara riil dikalangan penganut
muhammadiyah terdapat pergeseran pandangan tentang penerimaan aktivitas
pembacaan kitab al-Barzanji.
Himpunan putusan tarjih yang sekarang sudah berjudul buku itu memuat
keputusan-keputusan muktamar tarjih sejak muktamar pertama hingga muktamar-
muktamar berikutnya, yang telah ditanfidzkan oleh PP Muhammadiyah, ia berlaku
sebagai putusan yang merupakan tuntunan pengalaman agama dalam kalangan
muhammadiyah. Apa yang ada dalam HPT itu merupakan hasil kesimpulan yang
dilakukan oleh anggota lajnah tarjih seluruh indonesia dalam muktamar-muktamar
tarjih.
Himpunan putusan Tarjih merupakan wahana untuk mempersatukan
pemahaman agama berdasarkan sumber aslinya, yakni al qur’an dan hadits
dengan demikian, himpunan putusan tarjih bukanlah dalil yang dijadikan dasar
dalam pengalaman agama tetapi tuntutan untuk pengalaman agama yang
berdasarkan pada la qur’an dan sunnnah as sahihah. Dalam HPT dijelaskan, bahwa
agama yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ialah apa yang
diturunkan allah swt dalam al qur’an yang tersebut dalam sunah sahih
D. Persamaan dan Perbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di desa
Pegandon kabupaten Kendal Dalam Menyikapi Peringatan Maulid Nabi
serta pembacaan kitab al-Barzanji dalam tinjauan aqidah Islam
1. Persamaan.
Data-data yang telah penulis kumpulkan atau telusuri, ternyata antara
NU dan Muhammadiyah saling mengakui dan melaksanakan tradisi ini. Hal ini
bisa dilihat dengan adanya dalil yang mereka gunakan sebagai dasar dalam
menanggapi tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-Barzanji tersebut.
161
NU dan Muhammadiyah dalam mengambil suatu hukum di dasarkan
pada al-Qur’an dan Sunnah, begitupun dalam masalah Barzanji. Mengingat
bahwa tidak ada satu hukum yang digali oleh seorang mujtahid kecuali
bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah atau bersumber dari keduaduanya.
Kebenaran hukum tersebut tidak boleh disalahkan begitu saja oleh orang
yang tidak mengetahui dasar-dasar pengambilannya. Barang siapa menemukan
pertentangan di dalam hadits-hadits Nabi SAW. atau di dalam pendapat-
pendapat para ulama' yang tidak bisa dijawab, berarti ia kurang wawasannya.
Seandainya ia mengetahui dalil-dalil yang dijadikan sandaran oleh seorang
mujtahid, pasti ia akan memahami hadits-hadits tersebut dari pendapat
mujtahid. Sehingga ada dua martabat/ tingkatan dalam syari’at, yakni ringan
dan berat, karena khitah kepada umat manusia menurut kadar fikiran kepada
dan derajat mereka di dalam Islam, iman dan ihsan.162 Artinya NU dan
Muhammadiyah dalam menggali hukum adalah dari al-Qur'an dan Sunnah.
Hal tersebut berdasarkan pada pemahaman bahwa kedua lembaga
tersebut dalam menetapkan hukum tradisi Maulid Nabi serta pembacaan Kitab
al-Barzanji adalah sebagai ritual bukan merupakan suatu ibadah dan berasal
dari Sunnah Rasul. Bagi NU tidak mempersoalkan Maulid serta Kitab al-
Barzanji dalam pelaksanakannya,. Sedangkan Muhammadiyah yang lebih
cenderung pada penangguhan Maulid serta pembacaaan Kitab al-Barzanji
merupakan perbuatan bid’ah. Inilah persamaan dari keduanya dalam
menetapkan suatu hukum adalah dari al-Qur'an dan Sunnah.
2. Perbedaan.
Masalah khilafiyah bukan hal yang baru terjadi di kalangan para ulama'.
Perbedaan pendapat (ikhtilaf) telah terjadi sejak masa para shahabat.
162 Abil Mawahib Abdul Wahab As-Sya’roni, Al Mizanul Kubra (Perbandingan Madzhabdalam Pertimbangan Hukum Islam), Dunia Ilmu, Surabaya, 1997, hlm. 13 65 66
162
Setelah penulis melihat dari data-data yang ada tentang Barzanji, baik
menurut NU atau pun Muhammadiyah ternyata sama-sama melaksanakan
perayaan itu, meskipun dalam memaknai tradisi Maulid serta pembacaan Kitab
al-Barzanji tersebut berbeda, jelas ada perbedaan kalangan mereka memaknai
tradisi tersebut.
163
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melalui pembahasan dan analisis dari bab I sampai bab IV, maka
ada beberapa hal yang sekiranya perlu penulis tekankan untuk menjadi
kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu :
Persoalan hukum mengenai peringatan tradisi Maulid Nabi serta
pembacaan kitab al-Barzanji pada dasarnya adalah persoalan khilafiyah.
Meskipun demikian, tidak terbantahkan bahwa dalam dimensi penerimaan tradisi
maulid nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji banyak aspek yang menyertainya
seperti aspek teologi, tradisi kultural, bahkan politik. Munculnya dimensi
tersebut ternyata tidak lepas dari munculnya organisasi keagamaan seperti
Muhammadiyah yang dikenal dengan pemikiran reformis dan mempunyai misi
melaksanakan ajaran Islam secara murni dan konsekuen berdasarkan al-qur’an
dan hadits. Hal ini menyebabkan persolan seputar peringatan Maulid Nabi serta
pembacaan kitab al-Barzanji sangat kompleks, apalagi setelah muncul perbedaan
interpretasi teologis tentang penerimaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan
kitab al-Barzanji, terutama antara ulama NU dan Muhammadiyah. Implikasinya,
muncullah dualisme sudut pandang antara menerima serta penolakan terhadap
tradisi ini, terutama pada masyarakat muslim awam penganut atau simpatisan
Muhammadiyah.
Disatu sisi, Muhammadiyah telah memutuskan bahwa tradisi Maulid
Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji termasuk tradisi keagamaan yang
dipandang bid’ah, namun dalam realitasnya tidak sedikit anggota simpatisan
Muhammadiyah yang terlibaat dalam aktivitas tersebut. Meskipun dengan alasan
yang berbeda-beda, keterlibatan sebagai anggota dan simpatisan Muhammadiyah
dalam aktivitas tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji secara
tidak langsung menunjukkan bahwa dalam kalangan Muhammadiyah sendiri
164
masih belum terdapat pemahaman yang yang sama mengenai penerimaan tradisi
Maulid Nabi serta pebacaan kitab al-Barzanji. Sebagian dari mereka memandang
bahwa tradisi tersebut adalah tradisi keagamaan yang sangat diperlukan, baik
kaitannya dengan konteks peningkatan mutu keimanan maupun hubungan
kemasyarakatan. Sementara Muhammadiyah sendiri dipandang belum
mempunyai formula dakwah yang bisa mentradisi seperti peringatan Tradisi
Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji.
Berdasarkan realitas yang ditemukan, banyak masyarakat muslim
berpandangan bahwa pada dasarnya perdebatan mengenai peringatan tradisi
Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji tersebut tidak perlu lagi
diperpanjang. Yang penting adalah bagaimana mencari jalan yang terbaik,
terutama berkaitan dengan kebutuhan umat akan media yang dipandang
representatif, mentradisi, dan mampu memberikan rasa damai, peningkatan
kualitas keimanan, ukhuwah islamiyah dan kerukunan umat.
Banyak warga Muhammadiyah berpandangan bahwa tradisi Maulid
Nabi adalah tradisi yang tidak mungkin hilang dari aktivitas masyarakat muslim.
Ini adalah bentuk realitas, bahkan fenomena peneriman tradisi ini tidak hanya
persoalan khilafiyah, karena itu, yang mereka perlukan adalah bagaimana
mereaktualisasi substansi materi peringatan Maulid Nabi serta tradisi
pembacaan kitab al-Barzanji hingga bersih dari unsur-unsur yang dipandang
negatif. Apalagi kondisi budaya, kondisi ekonomi, pemikiran, dan daya kritis
umat terus berubah. Meskipun tradisi maulid bukan persoalan kontemporer,
warga atau simpatisan Muhammadiyah yang terlibat tradisi Maulid Nabi serta
pembacaan kitab al-Barzanji baik secara terbuka atau secara diam-diam
sebenarnya cukup besar jumlahnya.
Masih terdapat perbedaan pendapat mengenai perayaan Maulid Nabi.
Yang menentang menganggap bahwa mengadakan kumpul kumpul/pesta pesta
pada malam kelahiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga malam
lainnya merupakan suatu perbuatan baru (bid’ah) dalam agama. Sedangakan
165
yang mendukung baeanggapan bahwa yang namanya bid’ah itu hanya terbatas
pada ibadah mahdhah (formal) saja, bukan dalam masalah sosial kemasyarakatan
atau masalah muamalah melainkan bidang syariah. Di mana hukum yang berlaku
bahwa segala sesuatu asalnya boleh, kecuali bila ada dalil yang secara langsung
melarangnya secara eksplisit.
Persamaan menurut NU dan Muhamadiyah adalah: keduanya dalam
pengambilan hukum didasarkan pada al-Qur'an dan sunnah, perbedaan
pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada habisnya. kita justru harus
saling membela, menguatkan, membantu dan mengisi kekurangan masing-
masing. Al Quran memang tidak memerintahkan secara ekspisit agar umat Islam
memperingati Maulid Nabi Muhammad saw setiap tanggal 12 Rabiul Awal
dengan perayaan atau seremonial tertentu. Allah dan RasulNya juga tidak
memerintahkan umat Islam setiap tahun memperingati hari Hijrah, hari Isra’
Mi’raj, hari watat Nabi dan hari-hari bersejarah lainnya. Namun andaikata
peringatan Maulid Nabi itu diadakan dengan cara-cara yang Islami dan dengan
tujuan yang positif untuk syi’ar dan dakwah agama, tentunya perbuatan itu
bukan termasuk bid’ah yang diharamkan.
Yang perlu kita tekankan dalam memaknai aktifitas-aktifitas itu adalah
“mengingat kembali hari kelahiran beliau atau peristiwa-peristiwa penting
lainnya dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada
kejadian itu. Aktifitas apapun, jika akan menambah ketaqwaan kita, perlu kita
lakukan.
Peringatan maulid Nabi pertama kali digagas oleh Shalahuddin Al Ayubi
(1137-1193) ratusan tahun setelah nabi wafat. Nabi Muhammad SAW., semasa
hidupnya tidak pernah menyelenggarakan peringatan hari lahirnya itu. Ide
peringatan maulid nabi itu pada mulanya dimaksudkan untuk membangkitkan
semangat juang umat Islam yang mulai turun menghadapi musuh-musuh Islam
pada perang Salib. Kemudian ulama terkemuka pada saat itu menjelaskan
perjuangan Nabi Muhammad saw. dan segala bentuk rintangan yang dihadapi
166
Nabi dalam menyebarkan dakwah Islam. Usaha ini berhasil membangkitkan
semangat umat dalam menghadapi musuh Islam. Tradisi itu berlangsung secara
turun temurun, hingga generasi kita sekarang. Namun penting diketahui bahwa
peringatan Maulid Nabi itu bukanlah bertujuan mengkultuskan pribadi Nabi,
karena beliau sendiri tidak memperbolehkan melakukan pengkultusan terhadap
beliau. Ucapan sholawat dan salam atas Rasulullah adalah merupakan
pendekatan diri kepada Allah yang paling baik, dan merupakan perbuatan yang
baik.
Isi kitab Maulid al-Barzanji merupaka karya sastra yang dibaca dalam
berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, termasuk di Indonesia, sebagai
bagian yang menonjol dalam kehidupan beragama. Di dalam al- Barzanji
dilukiskan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW dengan bahasa yang indah
dalam bentuk puisi serta prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik perhatian
pembaca/pendengarnya, apalagi yang memahami arti dan maksudnya. Demikian
pula yang ada dalam kitab Diba dan Burdah, sudah ratusan tahun kitab itu
dipakai rupanya belum ada yang menggeser lewat keindahan kalimat-kalimat
yang disusunnya sampai sekarang.
Kitab maulid al-Barzanji mengandung muatan akhlak yang secara
ringkas dapat ditangkap makna yang terkandung di dalamnya. Meskipun
digambarkan secara gelobal namun kitab itu memiliki daya tarik tersendiri.
Relevansi peringatan tradisi Maulid Nabi dalam kitab maulid al-Barjanzi
dengan aqidah adalah bahwa cermin akhlak Rasul yang antara lain ada dalam
kitab al-Barjanji merupakan materi dakwah karena akhlak itu sendiri bagian dari
dinul Islam dan menjadi bagian dari kerangka dakwah Islam. Satu materi
dakwah Islam dalam rangka memanifestasikan. penyempurnaan martabat
manusia serta membuat harmonis tatanan hidup masyarakat, di samping aturan
legal formal yang terkandung dalam syariat, salah satu ajaran etis Islam adalah
akhlak.
B. Saran-Saran
167
1. Kitab Maulid Barjanji mengandung muatan akhlak Rasululullah saw
karena itu lepas dari pro dan kontra maka ada baiknya jika pembacaan
kitab itu jangan hanya dibaca tanpa memahami isinya. Karena itu setiap
pembacaan kitab tersebut disertakan pula pemahaman dan penghayatan
makna atau substansinya
2. Tampaknya perlu penegasan, terutama dari majlis tarjih bahwa, jika
peringatan tradisi maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji
dipandang sebagai bid’ah dan negatif, Muhammadiyah harus menegaskan
aspek-aspek apa saja yang dipandang bid’ah dan tidak memberlakukan
penilaian tersebut dalam aktivitas maulid secara keseluruhan.
3. Modivikasi tradisi maulid seperti apa yang bisa digunakan penganut
Muhammadiyah, sehingga pada warga Muhammadiyah yang melakukan
tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji tidak ada keraguan
di dalam menjalankan aktivitas tersebut.
4. Relevansinya pembacaan Kitab Maulid Barjanji ada dengan aqidah, yaitu
hendaknya pihak yang memimpin setiap pembacaan kitab tersebut
berusaha memberi penerangan tentang butir-butir yang terkandung dari
kitab al-Barjanji, hal ini perlu dilakukan untuk memberikan nilai tambah
dari sekedar membaca tanpa makna.
C. Penutup
Demikianlah skripsi ini kami buat, tentu saja hasilnya masih jauh dari
maksimal dan tentu pula masih terdapat kekhilafan di sana-sini. Untuk itu kritik
dan saran sangat penulis butuhkan guna menyempurnakan penulisan ini lebih
lanjut dan harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi semua pihak pada umumnya. Amin, amin, amin, ya Robbal Alamin.
168
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni dalam masyarakat petani Bentang, Yogyakarta,
2000.
Abd Rahman al-Diba i, Maulid al-Diba i, dalam al-Mawlid Wa Ad iyyah, tt,
Surabaya, t.t
Abdullah Syamsul Arifin M.HI, Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai Nu
Menggugat Sholawat dan dzikir syirik” (H. Mahrus Ali), Khalista Surabaya,
2008
Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), 1997, Ensiklopedi Hukum Islam, Juz I, Ikhtiar Baru
van Hoeve, Jakarta t.t
Abil Mawahib Abdul Wahab As-Sya’roni, Al Mizanul Kubra (Perbandingan Madzhab
dalam Pertimbangan Hukum Islam), Dunia Ilmu, Surabaya, 1997.
Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik Pengalaman Keagamaan Jamaah
Maulid al-Diba Girikusumo, Pustaka Pelajar, Semarang 2003
Ahmad Fawaid Syadzili terj., Ensiklopedi Tematis al-Qur an, PT Kharisma Ilmu,
Jakarta, t.th
Ahmad Hammam Rochani., Babad Tanah Kendal, (Semarang: Intermedia Paramadina
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Kendal,
2003 )
Ahmad Zahro, Tradisi Intlektual NU , LKiS, Yogyakarta 2004.
Anton Baker dan Ahmad Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius,
Yogyakarta, 1990.
al-Suyuthi, Husn al-Maqsid fi 'Amal al-Mawlid , Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1985.
A.Syafi’I Ma’arif dkk., Muhammadiyah dan Nu Reorientasi Wawasan Keislaman,
kerjasama LPPI UMY LKPSM NU dan PP al Muhsin, Yogyakarta, Cet I,
1993.
Al-Hamid al-Husaini, Sekitar Maulid Nabi Muhammad SAW dan Dasar Hukum
Syari atnya, Toha Putra, Semarang, 1987
169
A Idhoh Anas, MA, Haul Ihtifal bidzikra al- Maulid al-Nabawy al-Syarif
diterjemahkan dengan judul Bolehkah Perayaan Maulid Nabi saw? tp.,
Pekalongan, 1999,
Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942, LP3ES, Jakarta 1980
Daikhilullah bin Bakhit al Matharafy, Peringatan Maulid Bid ah atau Sunnah,
Pustaka Tibyan, Solo, 2006
Dadang Kahmadi, Metode Penelitian Agama, Perspektif Ilmu Perbandingan Agama,
Pustaka Setia, Bandung 2000.
Fahd Nashir As Sulaiman, Majmu Fatawa wa Rasail Fadhiltisy Syaikh Muhammad
bin Shalih Al Utsaimin,terj Fatwa-fatwa Syaikh Shalih Al-Utsaimin ,: Hasanah
Ilmu, Solo 1994
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan Bulan
Bintang, Jakarta 1975
______________, Ensiklopedi Islam Indonesia, IAIN Syarif Hidayatullah, Djambatan,
Anggota IKAPI, Jakarta, 1992.
Hasan al Sandubi, Tarikh al-Ihtifal bi al-Mawlid al-Nabawi, Mathba'ah al-Istiqamah,
Kairo, 1948.
Hammad Abu Muawiyah As-Salafi, Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi, Al Maktabah
al-Atsariyah Ma’had Tanwir as-Sunnah, PKG goa-Sulawesi Selatan, 2007
Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah, PP Muhammadiyah, Jakarta
2003 atauSuara Muhammadiyah, Yogyakarta 2006.
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Darul Fikr, Libanon t.th.
Ja’far Murtadha al-‘Amaly, Perayaan Haul dan Hari-hari Besar Islam Bukan Suatu
yang Haram, Pustaka Hidayah, Bandung, 1996.
John W. Best, Research in Education , dalam Sanafiah Faisal dan Mulyadi Guntur
W. (ed.), Metodologi Penelitian dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya,
1982.
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Mandar Maju, Bandung, 1990.
170
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung
Macahasin, Dibaan / Barjanjen dan identitas keagamaan umat, dalam jurnal
Theologia, Fak Ushuluddin IAIN Walisongo , vol 12, no 1 Pebruari, 2001,
Maryadi dan Abdul Aly (Ed.). Muhammadiyah dalam Kritik. UII Press, Surakarta
Martin Van Bruinessen, 1995, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia, Mizan, Bandung 1996
Majalah Suara Muhammadiyah dan Aula. Tim PP Majlis Tarjih "Peringatan Maulid
Nabi" Suara Muhammadiyah (Juli 1993).,
Muhammad An-nawawi al-Bantani, Madarij as-Su ud ila Iktisa al-Burud Matba’ah
Thaha Putra, Semarang, t.th.
Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Bayan wa al ta rif fi Dzikra al Maulid
al Nabawiyay al-syarif tp., ttp 1995.
Moenawar Chalil "Fatwa Oelama jang Haq tentang Bid'ah Maoeloedan" Pembela
Islam.
M. Darori Amin MA, Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000.
Mustofa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Persatuan
Yogyakarta, 1976.
Mustofa Kamal Pasha dan A. Adaby, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Dalam
Perspektif Historis dan Idiologis, LPPI, Yogyakarta, 2000.
Muhammad Thalhah Hasan, Ahlussunnah Wal Jamaah Dalam Persepsi Tradisi NU,
Lantabora Press, Jakarta 2005
Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisional,Khalasita, cet. 1 Surabaya 2004
Mustofa Kamal Pasha dan A. Adaby.. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam,
Dalam Perspektif Historis dan Idiologis. LPPI, Yogyakarta 2000
M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia, Pendekatan Fikih dalam
Politik , Gramedia, Jakarta 1994
Nico Kaptein, Perayaan hari sejarah lahir nabi Muhammad SAW, Asal usul sampai
abad ke 10/16, terj Lillian D. Tedjasudhana, INIS, Jakarta 1994,
171
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,
1991.
Peringatan Maulid Nabi SAW, Agar Tidak Menjadi Tradisi dan Seremoni Belaka.
Hizbut Tahrir Indonesia. Bulletin Al-Islam, hal 1, Edisi 348/Tahun XIV, tahun
2007
Rozikin Daman, Membidik NU Dilema Percaturan Politik NU Pasca Khittah, Gama
Media, Yogyakarta 2001
R.S Achmad Fedyani Saifuddin M.A., Konflik Dan Integrasi Perbedaan Faham Dalam
Agama Islam,PT Rajawali, Jakarta 1986
Sahal Mahfudh., "Nabi Sendiri Sudah Mengisyaratkan Perlunya Peringatan Maulid".
Aula (Oktober 1990) "Maulud Nabi Alih Semangat Zaman Ini", Aula (Oktober
1990). 2002.
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998.
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian,Raja Grafindo Persada, Jakarta 1998.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta, 1990.
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1992.
Syafiq A. Mughni.. Nilai-Nilai Islam. Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2001
Sirajudin Abbas, 40 Masalah Agama 2, Pustaka Tarbiyah, Jakarta 2004.
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi, PT Serambi
Ilmu Semesta, Jakarta 2007
Sayyid Muahammad bin Alwi Almaliki al Hasani, Wajibkah Memperingati Maulid
Nabi Saw, Cahaya Ilmu, Surabaya 2007
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, Majmu’ al fatawa (7/357), Beirut,tt
kumpulan Fahd Nashir bin Ibrahim as Sulaimany
Tudjiman. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950. UII Press,
G.F Pijper.. Jakarta 1985
172
Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, "Tanya-Jawab Agama IV," Penerbit Suara
Muhammadiyah, 1997
Umar Burhan, hari- hari sekitar lahirnya NU, aula no (1981)
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur an dan Terjemahnya,
Departemen Agama RI, CV. Al Waah, Semarang, 1992.
Zainuddin Fananie, Sumber Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-Nu
Perspektif Keberterimaan Tahlil, Muhammadiyah University Press, Surakarta,
2000.
Zulfahmi. "Maulid ke1466" Suara Muhammadiyah (September 1993),
http://ahmadiftahsidik.blogspot.com/2007/03/Maulid-nabi.html, Diakses tanggal 3
Januari 2008.
http://harapanumat.wordpress.com/2007/05/04/memaknai-maulid-nabi-Muhammad-
saw/
http://sunnah.org/ibadaat/tradisi_mawlid.htm “Pesantren dan Tradisi Maulid: Telaah
Atas Kritik Terhadap Tradisi Membaca Kitab Maulid di Pesantren. Oleh DR.
Thoha Hamim. Diakses tanggal 2 Januari 2008
http://WWW. Islamhouse.com/p/6288 Diakses tanggal 8 Januari 2008
http://afrivolities.blogspot.com/2007/04/maulid-nabi-benarkah.html Ahmad Sarwat,
Lc diakses pada tanggal 28 Pebruari 2008
Sumber Lain:
Wawancara dengan Ketua Cabang Muhammadiyah Pegandon, Bapak Muhargono
pada tanggal 10 maret 2008
Wawancara dengan Bapak H. Asmuni, Tokoh agama desa Pegandon pada tanggal 5
Pebruari 2008
Wawancara dengan Bapak Abdul Rosid, pada tanggal 6 Pebruari 2008
Wawancara dengan Bp. Jazuri, Tokoh agama desa Pegandon, tanggal 21 Pebruari
2008.
173
Wawancara dengan H Burhani dan H Fadhil (Ketua Ranting dan dewan tabligh
Muhammadiyah desa Pegandon, pada tanggal 28 Maret 2008
Wawancara dengan Bapak Junaidi Iskandar, tokoh agama masyarakat desa Pegandon.
Pada tanggal 29 Pebruari 2008
Wawancara dengan Bapak Ahmad Zain, Mantan ketua ranting Muhammadiyah
Pegandon. Pada tanggal 29 Pebruari 2008
Wawancara dengan Bapak Ahmad Rizal SE, Kepala Desa Pegandon, pada tanggal 2
Februari 2008
Wawancara dengan Bapak Jambari, Sekertaris Desa Pegandon, pada tanggal 2
Februari 2008
Wawancara dengan Bapak Ahmad Rizal SE, Kepala Desa Pegandon pada tanggal 2
Pebruari 2008
Wawancara dengan bapak Munfaat, pada tanggal 28 mei 2008
Wawancara dengan bapak K.Muh Rodhi, tokoh agama desa Pegandon, Pada tanggal
28 mei 2008
Wawancara dengan Bapak. Jazuri, Tokoh agama desa Pegandon, tanggal 2 Maret
2008
Wawancara dengan Bapak. Muhtadin Abdillah, Ustad MDA Asyafi’iyyah
Pegandon,wawancara pada tanggal 20 Maret 2008
174
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Noor Aula Kamaluddin
Tempat/Tanggal Lahir : Kendal, 25 Juni 1985
Alamat Asal : Jl. K.H Abdul Kudus Rt : 01/ R w : 02 No:14
Desa Pegandon Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal 51357
Telepon : (0294) 388479
Contact Person : 085 225 733 736
Jenjang Pendidikan :
1. Pendidikan Formal
Ø SDN Penanggulan Pegandon lulus tahun 1997
Ø MTS NU 06 Sunan Abinawa Pegandon lulus tahun 2000
Ø SMU NU 01 Al Hidayah Kendal 2 lulus tahun 2003
Ø Fak Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang lulus tahun 2010
2. Pendidikan Non Formal
Ø Pondok Pesantren AN- Nuur Kersan Tegorejo Pegandon Tahun (1999-2003).
Pengalaman Organisasi :
1. Intra Kampus
Ø Ketua UKM JHQ Periode 2005-2006.
Ø Ketua UKM Musik teater Metafisis Periode 2006-2007.
2. Extra Kampus
Ø Departemen bakat dan minat PMII Rayon Ushuluddin Periode 2004-2005.
Ø Departemen Litbang dan Pengkaderan PMII Komisariat Walisongo Periode
2006-2007
Semarang, 16 Juni 2010
Penulis
Noor Aula Kamaluddin
NIM. 034111033
175
Lampiran 1PEDOMAN INTERVIEW
PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA
PEMBACAAN KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON
KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL
(Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah)
1. Bagaimana sebenarnya hukum menyelenggarakan acara peringatan MaulidNabi? Kapan perayaan Maulid Nabi pertama kali diadakan?
2. Banyak dari kalangan para ulama yang mempermasalahkan tentang perayaanMaulid Nabi, baik yang pro maupun kontra terhadap masalah ini, bagaimanasikap saudara terhadap permasalahan tersebut?
3. Umumnya para penentang Maulid mengatakan bahwa semua bentuk perayaanMaulid Nabi yang ada sekarang ini adalah bid’ah sesat. Sehingga haramhukumnya bagi umat Islam untuk menyelenggarakan atau ikutmensukseskannya, bagaimana pendapat saudara menanggapi tentangpernyataan tersebut?
4. Kaum Wahabi menyatakan jihad terhadap segala macam bid’ah yakni semuaupacara atau tata cara ibadah yang dahulu tidak dicontohkan oleh rasulullahatau tidak ada keterangan dari agama. Ibadah menurut kaum Wahabi haruspersis seperti dalam sunnah rasulullah dan tidak dikurangi. Kaum salafiyahatau wahabi, umumnya tidak merayakannya karena menganggap perayaanMaulid Nabi merupakan sebuah bid’ah yaitu kegiatan yang bukan merupakanajaran Nabi Muhammad SAW, mereka berpendapat bahwa kaum muslim yangmerayakannya keliru dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensikegiatannya, bagaimana respon anda?
5. NU dikenal sebagai kelompok konservatif dan Muhammadiyah modernis.Sehingga NU bisa dikatakan memiliki ikatan emosional dengan tradisi-tradisilokal. Sedangkan Muhammadiyah cenderung apatis terhadap tradisi lokal,menurut pendapat Anda bagaimana ?
6. Salah satu bentuk kembali ke salaf yaitu mengagumi Nabi Muhammad Saw.Tapi mengapa dalam tradisi Muslim, hanya kelahiran Nabi yang diperingati,sedangkan hari wafatnya tidak diperingati?
7. Bagaimana bentuk perayaan Maulid Nabi yang dilakukan NU danMuhammadiyah ?
8. Bagaimana sikap warga NU dan Muhammadiyah dalam menyikapi tentangperayaan Maulid Nabi serta Pembacaan Kitab al-Barzanji ? Jika adapersamaan, persamaannya seperti apa, jika terdapat perbedaan, perbedaannyaseperti apa ?
176
9. Kenapa perayaan Maulid Nabi di masyarakat NU itu lebih meriah dan lebihsimbolis ketimbang di masyarakat Muhammadiyah?
10. Kalau banyak berasal dari kultur Syi’ah, apakah masyarakat yang sadar akanberalih ke gaya mencintai Nabi ala Muhammadiyah?
11. Tapi tradisi-tradisi seperti itu mulai menghilang setelah datangnya Wahabismedan modernitas yang berusaha menghilangkan dan menolak tradisi tersebut,Bagaimana sikap anda?
12. Bagaimana kiat Anda dalam mendidik keluarga agar mencintai Nabi danAhlulbaitnya. ?
13. Bagaimana Anda menyikapi realitas keberagaman kultural dengan gayamodernis Muhammadiyah yang sering dinilai tidak respek terhadap tradisi?
14. Bagaimana hakekat tawasul, dan bid’ah menurut NU dan Muhammadiyah?15. Kitab al-Barzanji adalah kitab yang berisi riwayat kelahiran Nabi dalam bentuk
natsar (prosa) dan nazham (puisi), Sejarah dan biogafi Rasulullah yangmenjadi tradisi di lingkungan masyarakat muslim. Apakah saudaramembiasakan diri membacanya ? Itu dibaca tiap kapan? Bagaimana sikap andaketika isi dari kitab itu dinilai berlebihan dalam menyanjung rasululullah?
16. Doktrin yang dikembangkan dalam Islam dalam bidang keagamaan adalahpelaksanaan hukum yang tertuang dalam al Qur’an dan al hadits secara murnidan konsekuen, karena itu persoalan keagamaan yang tercampuri budaya danbukan merupakan tradisi kenabian dipandang menyalahi hukum Islam, Dalammasyarakat ada Peringatan Tradisi Maulid Nabi, pembacaan kitab al-Barzanji,manakiban, khaul dan ritual–ritual grebek maulud dan lain-lainya. Bagaimanasikap saudara terhadap persoalan tersebut ?
17. Di dalam masyarakat Muslim ritual membaca kitab al-Barzanji adalah menjadirutinitas. Bagaimana Tanggapan saudara jika ada yang menganggap tradisitersebut bid ah, khurafat dan takhayul, yang tidak ada pada zaman Rasulullah.Sehingga hal itu dikhawatirkan dapat merusak kemurnian tauhid. Bagaimanayang saudara lakukan ?
18. Bagaimana sikap saudara kalau ada orang yang mengatakan tidak bolehmenjalankannya karena ghuluw dan ithra (berlebih-lebihan)?
19. Menutrut anda perlukah acara peringatan tradisi Maulid Nabi serta pembacaankitab al-Barzanji?
20. Adakah kemungkinan dilakukan modifikasi materi dan pelaksanaan tradisiMaulid dan pembacaan kitab al-Barzanji sehingga unsur-unsur yang dianggapbid ah dan negatif dapat dihilangkan. Bagaimana sikap saudara terhadappersoalan tersebut ?
21. Bagaimana tanggapan saudara tentang adanya suatu jam’iyah Maulid danpengajian-pengajian kitab al- Barzanji dikampung saudara ?
22. Apa yang menjadi sentral perbedaan antara Muhammadiyah dan NU mengenaitradisi Maulid serta Pembacaan kitab al-Barzanji, baik dilihat dari konteksteologi maupun tradisi sosio kultural?
177
23. Sejauh mana pengaruh tradisi Maulid dan Pembacaan kitab al-Barzanji dalamaktivitas massa Muhammadiyah dan NU dan pengikut Islam lainnya?
24. Adakah kemungkinan untuk mereinterpretasikan konsep pelaksanaantradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji terutama dariorganisasi Muhammadiyah dengan warga NU, sehingga tidak lagimenjadi bagian perbedaan prinsip. Bagaimana sikap anda, bila ada orangyang tidak melakukannya?
25. Upaya apa yang perlu dilakukan agar persoalan tradisi Maulid dan pembacaankitab al-Barzanji tidak lagi menjadi isu perbedaan faham dikalangan umatIslam, terutama yang kontra terhadap tradisi ini. Menurut anda bagaimanasikap saudara terhadap persoalan tersebut?
26. Bagaimana sikap saudara bila, pembacaan Barzanji, Diba’i atau al-Burdahdilakukan di berbagai kesempatan upacara-upacara tertentu, misalnya pada saatkelahiran bayi, mencukur rambut bayi (akikah), acara khitanan, pernikahan,dan upacara lainnya ?
27. Apakah saudara sering mengikuti kegiatan tersebut bersama keluarga?Bagaimana sikap saudara bila ada peringatan tradisi maulid disitu jugadimasuki unsur-unsur hiburan didalamnya?
28. Dengan melaksanakan tradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanjiapakah mempengaruhi terhadap aqidah saudara ?
29. Bagaimana sikap saudara apabila dalam suatu lembaga keagamaan khususnyaNU, Muhammmadiyah maupun organisasi lainnya sebagai organisasikeagamaan, beranggapan bahwa kegiatan itu merupakan kegiatan bid ah(mendekati haram) karena itu sebaiknya ditinggalkan. bagaimana sikap anda ?
30. Apakah anda bisa membaca kitab al-Barzanji ?Apakah anda selalu mengikutikegiatan tradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa anda?
31. Bagaimana bila ada pernyataan Peringatan Tradisi maulid serta Pembacaankitab al-Barzanji adalah salah satu sarana untuk dakwah dan menyatukan umatIslam. Bagaimana sikap saudara terhadap pernyataan tersebut ?
32. Apakah desa atau tempat tinggal saudara sering melakukan tradisi tersebut,Apakah saudara termasuk andil didalamnya ?
33. Apakah anda tiap hari atau pada hari tertentu untuk menyempatkan dirimembaca kitab al-Barzanji? Bagaimana sikap saudara bila ada perbedaanprinsip dalam masyarakat mengenai tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji ?
34. Bagaimana sikap saudara bila Peringatan Maulid Nabi Saw. yangdiselenggarakan setiap tahun kehilangan maknanya. Maulid Nabi saw danpembacaan kitab al- Barzanji hanya menjadi tradisi seremonial saja. Menurutanda Relevankah dengan Kondisi Saat ini?
35. Bagaimana sikap saudara dengan pendapat “Apabila bentuk-bentuk keagamaanyang simbolis malah meruncingkan perbedaan antar mazhab. Salah satupenanaman nilai-nilai Islam adalah lewat peringatan-peringatan, dan itu jugamenjadi momentum persatuan umat”, bagaimana tanggapan saudara?
178
36. Apa hikmah dibalik Pelaksanaan Tradisi Maulid serta Pembacaan kitab al-Barzanji?
37. Sejauh mana persamaan dan perbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyahdi desa Pegandon kabupaten Kendal dalam menyikapi Peringatan Maulid Nabiserta Pembacaan kitab al-Barzanji dalam tinjauan aqidah Islam?
38. Peringatan Maulid maupun pembacaan kitab al-Barzanji merupakan salah satubudaya yang berkembang dikalangan masyarakat dan sudah mentradisi. Setiapdaerah memiliki cara-cara tersendiri dalam merayakannya, Bagaimana sikapsaudara dengan acara tersebut ?
39. Bagaimana sebenarnya penerimaan Tradisi Pembacaan kitab al-Barzanji dalampandangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di desa Pegandon kabupatenKendal? apa yang melatar belakangi sikap mereka sehingga sebagian darimereka secara diam-diam juga ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.Bagaimana dengan saudara ?
40. Bagaimana sebenarnya relevansi tradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji terhadap dakwah Islamiyah?apa nilai-nilai yang bisa diambil daritradisi tersebut?
179
Lampiran 2DAFTAR TABEL
1. Tabel I Luas Wilayah desa Pegandon............................................ 87
2. Tabel II Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin.................. 88
3. Tabel III Jumlah Penduduk berdasarkan Usia .................................. 88
4. Tabel IV Potensi Sumber Daya Sosial ............................................. 90
5. Tabel V Klasifikasi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ....... 92
6. Tabel VI Sarana Pendidikan Umum di desa Pegandon..................... 93
7. Tabel VII Penduduk desa Pegandon berdasarkan tingkat Pendidikan 94
8. Tabel VIII Penduduk di desa Pegandon menurut Agama ................... 99
9. Tabel IX Jenis Tempat Peribadatan di desa Pegandon...................... 99
10. Tabel X Sarana Pendidikan di desa Pegandon ................................ 106
11. Tabel XI Sarana Peribadatan di desa Pegandon ............................. 107
12. Tabel XII Sarana Kesehatan didesa Pegandon ................................ 108
13. Tabel XIII Sarana Kegiatan Ekonomi di desa Peganon ...................... 108