PERBEDAAN KECERDASAAN EMOSIONAL PADA SISWA
PENGURUS OSIS DENGAN SISWA BUKAN PENGURUS OSIS
DI SMA 1 SURUH SALATIGA
OLEH
DHITA PRABANDARI
80 2008123
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA SISWA PENGURUS
OSIS DENGAN SISWA BUKAN PENGURUS OSIS
DI SMA 1 SURUH SALATIGA
Dhita Prabandari
Heru Astikasari S. Murti
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan kecerdasan emosional pada
siswa pengurus OSIS dengan siswa bukan pengurus OSIS. Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa pengurus OSIS dan siswa bukan pengurus OSIS. Pengambilan sampel
pengurus OSIS menggunakan sampel jenuh, yaitu semua anggota populasi dijadikan
sampel yaitu sebanyak 30 siswa. Sedangkan untuk sampel bukan pengurus OSIS
menggunakan teknik proportional random sampling. Skala kecerdasan emosional
disusun berdasarkan komponen kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman
(2000) yaitu kemampuan interpersonal, kemampuan intrapersonal, penyesuaian diri,
penanganan stress, dan suasana hati. Teknik analisis menggunakan Uji Independen T
Tes. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
kecerdasan emosional pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS
dengan nilai thitung sebesar 5,586 dengan signifikansi sebesar 0,000, karena nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05), sehingga Ha diterima. Artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosional pada siswa yang pengurus OSIS
dan bukan pengurus OSIS.
Kata kunci : kecerdasan emosional, pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS
ii
Abstract
This study aimed to see whether there are differences in emotional intelligence in
students with student council members are not members of the student council. The
population in this study were students and student council members are not members of
the student council. Sampling council members using saturated sample, ie all members
of the population sampled as many as 30 students. While not a member of the student
council for samples using proportional random sampling technique. Emotional
intelligence scale is based on components of emotional intelligence suggested by
Goleman (2000), namely interpersonal skills, ability intrapersonal, adjustment,
handling stress, and mood. Independent test analysis techniques using T test. The
results showed that there are significant differences between emotional intelligence in
students whose members are not members of the student council and the student council
with tcount of 5.586 with a significance of 0.000, because the significance value less
than 0.05 (0.000 <0.05), so that Ha received , This means that there are significant
differences between emotional intelligence in students whose members are not members
of the student council and the student council.
Keywords: emotional intelligence, student council members and not members of
the student council
1
PENDAHULUAN
Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak
dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya maka untuk menghindari hal-hal
negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya
memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan
emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi
kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri,
berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan
mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada
sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif (Mu’tadin,
2002).
Peranan IQ hanya sekitar 20 % untuk menopang kesuksesan hidup seseorang,
sedangkan 80 % lainnya ditentukan oleh faktor lain, diantaranya kecerdasan emosional.
Beberapa ahli dalam bidang tes kecerdasan menemukan bahwa seseorang yang
memiliki IQ tinggi dapat mengalami kegagalan dalam bidang akademis, karir dan
kehidupan sosial. Banyak orang yang memiliki kecerdasan rata-rata mendapatkan
kesuksesan dalam hidupnya. (Goleman, 2001).
Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam
memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut
seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan
mengatur suasana hati (Goleman,2001).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang
seperti: lingkungan tempat tinggal, orang tua dan keluarga, sekolah dan variasi teman
2
sebaya dan aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Remaja yang tinggal dengan
masyarakat yang sering tawuran, tindak kriminalitas yang tinggi akan mempengaruhi
remaja tersebut dalam pengendalian emosinya. Lingkungan tempat tinggal dimana
remaja itu berada akan membantu remaja tersebut mencapai kematangan emosional.
Pengaruh orang tua dan keluarga juga dapat membantu remaja mencapai kematangan
emosional (Goleman, 2001).
Remaja membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari kelekatan secara
emosional dari orang tua dan keluarga. Sekolah merupakan lembaga yang memiliki
peran penting dalam perkembangan remaja. Perlakuan positif yang diberikan oleh pihak
sekolah khususnya para guru dapat membantu remaja mencapai kematangan emosional.
Remaja yang memiliki variasi teman sebaya dan aktivitas juga dapat membantu remaja
mencapai kematangan emosional. Variasi teman sebaya dapat melatih remaja mengenal
lebih banyak karakter orang lain. Variasi aktivitas dapat melatih remaja menangani
aktivitas yang lebih banyak dengan tingkat kesukaran yang berbeda - beda sehingga
dapat membantu remaja mencapai kematangan emosional (Hurlock, 1998). Kematangan
emosional menurut Menurut Mahoney (2005) dapat diperoleh di dalam kegiatan sekolah
seperti jenis ekstrakurikuler keterlibatan sekolah seperti kegiatan Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS).
OSIS adalah satu-satunya organisasi siswa yang sah di sekolah sebagai wadah
siswa berorganisasi. Anggota OSIS adalah semua siswa yang masih aktif belajar pada
sebuah sekolah. Anggota OSIS ini tidak memerlukan kartu anggota dan keanggotaan
berakhir bila siswa tersebut tidak menjadi siswa lagi di sebuah sekolah. Pengurus OSIS
adalah siswa yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sebagai pengurus,
memiliki struktur dan rincian tugas serta tanggung jawab yang jelas pada setiap jabatan
3
yang dipegang. (Depdikbud Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
Pembinaan Kesiswaan, 1997).
Siswa yang menjadi pengurus OSIS berbeda dengan siswa yang tidak menjadi
anggota OSIS dalam hal variasi aktivitas. Siswa pengurus OSIS memiliki aktivitas yang
lebih banyak karena harus melaksanakan tugas sebagai pengurus OSIS dan biasa
disibukkan dengan adanya berbagai macam rapat seperti: laporan pertanggungjawaban
pengurus OSIS, penyusunan program kerja tahunan OSIS termasuk didalamnya
penyelenggaraan acara hari besar keagamaan, hari kemerdekaan, perpisahan, bakti
sosial dan buku tahunan. Berbeda dengan siswa anggota OSIS yang kegiatannya pada
umumnya hanya pergi dan pulang dari sekolah (Hurlock, 1998).
Siswa yang menjadi pengurus OSIS juga berbeda dengan siswa yang tidak
menjadi anggota OSIS dalam hal variasi teman sebaya. Siswa pengurus OSIS cenderung
memiliki teman sebaya yang lebih bervariasi daripada siswa anggota OSIS. Siswa
pengurus OSIS cenderung memiliki kesempatan yang lebih besar memiliki variasi
teman sebaya yang berasal dari sekolah lain yang se-daerah ataupun se-Indonesia.
Pelatihan kepemimpinan OSIS yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Atas, Departemen Pendidikan Nasional telah memberikan
kesempatan para pengurus OSIS yang tersebar di seluruh Indonesia untuk berkumpul
dan berbagi pengalaman. Pelatihan kepemimpinan OSIS memberikan kesempatan para
pengurus OSIS untuk memperbanyak teman dari berbagai daerah. Para pengurus OSIS
juga dapat mengetahui keanekaragaman budaya serta etnis yang juga mempengaruhi
kultur organisasi sekolah masing - masing (Direktorat Pembinaan SMA, 2007).
Penelitian Deniz (2008) yang dilakukan pada siswa di Turki menunjukkan hasil
bahwa siswa yang mengikuti kegiatan sekolah seperti ekrakurikuler memiliki
4
kompetensi kecerdasan emosional yang baik pada kesadaran diri, kemampuan
mengatasi masalah, dan belajar berperilaku empatik. Hasil ini juga sejalan dengan
penelitian Sinta dkk (2009), yang menyatakan terdapat perbedaan kecerdasan emosi
pada remaja pengurus OSIS dan remaja bukan anggota OSIS,. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruben Yosafat yang mengatakan bahwa hasil
penelitian ini dapat diambil kesimpulan ada perbedaan yang nyata kecerdasaan
emosional antara siswa yang menjadi anggota OSIS dan yang tidak menjadi anggota
OSIS di SMAN 1 Lawang, Malang. Dimana kecerdasaan emosional siswa yang menjadi
anggota OSIS lebih tinggi daripada yang tidak menjadi anggota OSIS,
Siswa anggota OSIS tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan
kepemimpinan OSIS dan ikut dalam forum komunikasi OSIS sehingga pada umumnya
siswa anggota OSIS cenderung memiliki teman yang hanya terbatas pada sekolah yang
sama. Menurut Anas (2004) siswa pengurus OSIS mempunyai kesempatan yang besar
daripada siswa anggota OSIS untuk menjalin hubungan dengan orang lain baik yang
berasal didalam sekolah seperti: seringnya berhubungan dengan kepala sekolah dan para
guru maupun dengan pihak diluar sekolah dalam rangka menyukseskan suatu acara.
Anas menambahkan bahwa siswa pengurus OSIS harus memiliki kemampuan
intrapersonal dan interpersonal yang baik.
Bertolak dari latar belakang masalah diatas, peneliti ingin mengetahui
bagaimana perbedaan kecerdasan emosional pada siswa pengurus OSIS dan siswa yang
bukan anggota OSIS.
Adapun permasalahan yang ingin diketahui pada penelitian ini adalah apakah
ada perbedaan kecerdasan emosional pada siswa pengurus OSIS dengan siswa yang
bykan anggota OSIS?
5
TINJAUAN PUSTAKA
Kecerdasan Emosional.
Goleman, (2000) mengidentifikasi kecerdasan emosional sebagai team of an
array of emotional and sosial knowledge and ability that influence our overall ability to
effectively cope with environmental demands.kecerdasan emosional juga dapat diartikan
sebagai kemapuan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energy (Cooper dan
Sawaf,1998).
Supardi (2007) mengartikan kecerdasan emosional sebagai suatu dimensi
kemampuan yang berupa keterampilan emosional dan sosial yang kemudian
membentuk watak dan karakteristik didalamnya terkandung kemampuan-kemampuan
seperti kemampuan mengendalikan sosial, empati,motivasi, semangat kesabaran,
ketekunan dan keterampilan social.
Aspek Kecerdasan Emosi
Sebagai bahan rujukan dan pegangan gambaran kecerdasan emosional yang
dimiliki oleh seseorang. Goleman (2000) mengemukakan tentang aspek kecerdasan
emosional secara spesifik meliputi:
1) Kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan sendiri
2) Pengetahuan diri, yaitu menangani emosi sehingga berdampak positif kepada
pelaksanaan tugas dari guru
6
3) Motivasi, yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menuntun siswa
untuk mengambil inisiatif sehingga bertindak efektif, serta bertahan jika
mengalami kegagalan
4) Empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami
perspektif mereka dan menumbuhkan hubungan saling percaya
5) Ketrampilan social, yaitu menangani emosi dengan baik ketika berhubungan
dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi, mampu berinteraksi
dengan baik, menggunakan ketrampilan sosial untuk bekerja sama dengan siswa
lain
Kelima aspek yang dikemukakan oleh Goleman (2000), yang digunakan untuk
menilai kecerdasan emosi pada siswa anggota OSIS dan bukan anggota OSIS
Perbedaan Kecerdasan Emosional Pada Siswa Pengurus OSIS Dengan Siswa
Bukan Anggota OSIS
Mahoney (2005) menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler keterlibatan
prososial lebih bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan,
mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual untuk menciptakan
lingkungan yang efektif, harmonis terhadap diri sendiri dan terhadap semua pihak.
Kegiatan ini dimaksudkan agar siswa terbiasa berinteraksi dan saling kerjasama dengan
orang lain. Selain itu kegiatan terebut dapat menumbuhkan kecerdasan emosi siswa
karena dengan kegiatan tersebut siswa akan menghargai orang lain, belajar
mengendalikan emosi, berempati dengan orang lain, saling tolong menolong dan
bekerjasama dalam mengerjakan tugas. Hasil penelitian Deniz (2008) yang dilakukan
pada siswa di Turki menunjukkan hasil bahwa siswa yang mengikuti kegiatan sekolah
7
seperti ekrakurikuler memiliki kompetensi kecerdasan emosional yang baik pada
kesadaran diri, kemampuan mengatasi masalah, dan belajar berperilaku empatik
Menurut Mahoney (2005) jenis ekstrakurikuler keterlibatan sekolah seperti
kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) memiliki manfaat meningkatkan
kepribadian dan budi pekerti, meningkatkan kemampuan berorganisasi, pendidikan
politik dan kepemimpinan, meningkatkan keterampilan, kemandirian dan percaya diri,
meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani, serta mampu menghargai dan menjiwai
nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreatifitas. Dari hasil penelitian
Ashron (2009) menyatakan bahwa siswa yang banyak terlibat dalam kegiatan
pemerintahan sekolah mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi dan juga mempunyai
sifat kompetitif.
Siswa pengurus OSIS memiliki aktivitas yang lebih banyak karena harus
melaksanakan tugas sebagai pengurus OSIS dan biasa disibukkan dengan adanya
berbagai macam rapat. Siswa anggota OSIS tidak memiliki kesempatan untuk
mengikuti pelatihan kepemimpinan OSIS dan ikut dalam forum komunikasi OSIS
sehingga pada umumnya siswa anggota OSIS cenderung memiliki teman yang hanya
terbatas pada sekolah yang sama.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa siswa pengurus OSIS
cenderung memiliki variasi aktivitas yang lebih banyak karena harus melaksanakan
tugas sebagai pengurus OSIS dan biasa disibukkan dengan adanya berbagai macam
kegiatan. Berbeda dengan siswa anggota OSIS yang kegiatannya pada umumnya hanya
pergi dan pulang dari sekolah. .Variasi aktivitas dan variasi teman sebaya tersebut
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang
8
(Hurlock, 1998) sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa pengurus OSIS akan
memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dari siswa anggota OSIS.
Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang telah penulis paparkan
diatas, maka hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah;
H1 = Ada perbedaan signifikan kecerdasan emosional pada siswa pengurus osis
dengan siswa bukan pengurus OSIS
METODE PENELITIAN
Definisi Operasional
Variabel yang digunakan adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi
merupakan kemampuan kemampuan yang mencakup memantau perasaan diri sendiri
atau orang lain, pengendalian diri, mampu membaca dan menghadapi perasaan orang
lain dengan efektif, menguasai kebiasaan pikiran yang dapat mendorong produktifitas
dan mampu mengelola emosi yang dapat digunakan untuk membimbing pikiran dan
tindakan yang terarah.
Populasi dan Sampel
Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa yang menjadi
pengurus OSIS dan siswa yang bukan pengurus OSIS. Responden penelitian ini asa dua
yaitu pengurus OSIS dan pengurus OSIS. Untuk pengambilan sampel anggota OSIS
menggunakan metode sensus, yaitu semua anggota populasi dijadikan sampel, dengan
ini sebanyak 30 siswa pengurus OSIS dijadikan sebagai sampel. Sedangkan untuk
sampel bukan pengurus OSIS menggunakan teknik proportional random sampling.
9
Dalam proportional random sampling besarnya jumlah sampel yang diambil mengikuti
proporsi besarnya jumlah pengurus dari sub-sub populasi, dengan demikian jumlah
sampel dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000). Jumlah siswa
bukan pengurus OSIS dsebanyak 600 siswa dengan proporsi diambil 20 % sehingga
diperoleh 30 siswa untuk bukan pengurus OSIS.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai peneliti untuk
memperoleh data yang diselidiki. (Suryabrata, 2004). Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu dengan memberikan kuesioner kepada pengurus OSIS dan bukan
pengurus OSIS.
Skala Pengukuran
Skala pengukuran kecerdasan emosi diukur dengan menggunakan skala likert.
Range skor untuk pernyataan yang bersifat favorable adalah 4 (SS), 3 (S), 2 (TS) dan 1
(STS).sedangkan skor untuk pernyataan unfavorable adalah 1 (SS), 2 (S), 3 (TS) dan 4
(TS). Semakin tinggi skor skala kecerdasan emosi yang diperoleh, maka akan
menunjukan semakin tinggi kecerdasan emosinya. Sebaliknya semakin rendah skor
yang diperoleh, maka akan menunjukan semakin rendah kecerdasan emosinya. Dari
hasil penyebaran kuesioner terhadap 60 siswa ( 30 siswa pengurus OSIS dan 30 siswa
bukan pengurus OSIS), diperoleh hasil bahwa sebanyak 50 item kecerdasan emosi
secara keseluruhan tidak ada yang gugur.
Uji Validitas dan Reliabilitas
10
Hasil validitas alat ukur menunjukan hasil nilai item to total correlation yang
lebih besar dari 0,3 dan memiliki pergerakan nilai item to total correlation dari nilai 0,3
sampai dengan 0,60, dan diperoleh nilai sig. yang lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan uji
reliabilitas yang dilakukan dengan program SPSS 16, ternyata kehandalan dari siswa
pengurus OSIS dan siswa bukan pengurus OSIS di SMA negeri I Suruh Salatiga
memiliki nilai alpha sebesar 0,663 yang lebih besar dari 0,6. Dengan demikian, siswa
anggota OSIS dan siswa bukan anggota OSIS di SMA negeri I Suruh Salatiga adalah
reliable atau handal (Ghozali, 2005).
Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kecerdasan
emosional antara siswa pengurus OSIS dengan siswa bukan anggota OSIS di SMA
Negeri 1 Suruh Salatiga dalam penelitian ini menggunakan uji Independen T test.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Uji Homogenitas
Hasil pengujian dengan menggunakan Levene’s test, diperoleh nilai Levene’s
test sebesar 0,095 dengan signifikansi sebesar 0,759 yang lebih besar dari 0,005. Hal ini
menunjukan bahwa varian dari dari dua kelompok yang diteliti adalah homogen.
Uji Normalitas
11
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kilmogrov-Smirnov, untuk
mengetahui nilai signifikansi yang menunjukan normalitas data. Kriteria yang
digunakan yaitu data dikatakan berdistribusi normal jika koefisien Asymp. Sig pada
output sama dan lebih besar dari alpha yang ditentukan yaitu 5%. Hasil olahan
menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,883 yang lebih besar dari 0,05 (5 %) (p > 0,05),
maka dapat disimpulan data dalam penelitian ini normal.
Statistik Deskriptif.
Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kecerdasan
emosi digunakan 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat
rendah,. Untuk mengetahui interval maka digunakan rumus sebagai berikut:
Interval =
Untuk perhitungan diperoleh nilai interval sebagai berikut:
Interval =
= 30
Tabel
Kriteria Skor Kecerdasan Emosi Anggota OSIS
Inerval Kategori Anggota OSIS Bukan Anggota OSIS
F % Mean std F % Mean std
50 ≤ x ≤ 80 Sangat Rendah 0 0.00%
151.03 9.11
0 0.00%
138.27 8.59
80 ≤ x < 110 Rendah 0 0.00% 0 0.00%
110 ≤ x < 140 Sedang 3 10.00% 19 63.33%
140 ≤ x < 170 Tinggi 27 90.00% 11 36.67%
170 ≤ x < 200 Sangat Tinggi 0 0.00% 0 0.00%
Total 30 100.00% 30 100.00%
Hasil analisis deskriptif di atas menunjukan bahwa kecerdasan emosi pada siswa
anggota OSIS cenderung berada pada kategori tinggi dengan nilai rata-rata 151.03.
Sedangkan untuk siswa bukan anggota OSIS cenderung berada pada kategori sedang
dengan nilai rata-rata 138.30
12
Hasil Uji Perbedaan
Berikut disajikan hasil olahan Independen t Test perbedaan kecerdasan emosi
pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS. Hasil uji beda (t-test)
menunjukan nilai thitung sebesar 5,586 dengan signifikansi sebesar 0,001, karena nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05), sehingga Ha diterima. Artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS dan
bukan pengurus OSIS
Tabel
Uji Indepenten T Test
Pembahasan
Hasil analisis data terhadap kecerdasan emosi pada siswa yang anggota OSIS
dan bukan anggota OSIS diperoleh nilai thitung sebesar 5,586 dengan signifikansi sebesar
0,000, karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05), sehingga Ha
diterima. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosi pada
siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS.
Independent Samples Test
.529 .470 5.586 58 .001 12.77 2.286 8.192 17.342
5.586 57.803 .001 12.77 2.286 8.191 17.342
Equal variances assumed
Equal variances not assumed
Kecersasan Emosi F Sig.
Levene's Test for Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference Lower Upper
95% Confidence Interval of the Difference
t-test for Equality of Means
13
Hal ini berarti bahwa siswa pengurus OSIS memiliki tingkat kecerdasan yang
tinggi dibandingkan dengan siswa bukan pengurus OSIS. Hal ini sesuai dengan
pendapat Goleman (2001) yang menyatakan jika kecerdasan emosional adalah
kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam
menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur
keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan
emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati
(Goleman,2001).
Perbedaan dua mean kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS dan
bukan pengurusOSIS dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel
Perbedaan Kecerdasan Emosi Pasa Siswa Pengurus OSIS dan Bukan Pengurus
OSIS
Hasil statistik menujukkan bahwa rata-rata jawaban responden mengenai
kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS lebih besar dari siswa bukan
pengurus OSIS. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosi pada siswa pengurus
OSIS lebih tinggi dari siswa bukan pengurus OSIS, hal ini karena siswa pengurus OSIS
cenderung memiliki variasi aktivitas yang lebih banyak karena harus melaksanakan
tugas sebagai pengurus OSIS dan biasa disibukkan dengan adanya berbagai macam
kegiatan. Berbeda dengan siswa bukan pengurus OSIS yang kegiatannya pada
umumnya hanya pergi dan pulang dari sekolah. .Variasi aktivitas dan variasi teman
sebaya tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan
Group Statistics
30 151.03 9.107 1.663
30 138.27 8.590 1.568
Perbedaan PengurusOSIS
BukaPengurus OSIS
Kecersasan Emosi N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
14
emosional seseorang (Hurlock, 1998) sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa
pengurus OSIS akan memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dari siswa
pengurus OSIS.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosi pada siswa yang
pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS diperoleh nilai thitung sebesar 5,586 dengan
signifikansi sebesar 0,001, karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05),
sehingga Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerdasan
emosi pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS.
Saran
Berdasarkan hasil yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya
keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian ini, maka dari itu peneliti mengajukan
beberapa saran berikut:
1. Saran teoritis
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang
kecerdasan
emosional pada siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler disarankan agar
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seperti
lingkungan keluarga, tempat tinggal, lingkungan sekolah dan kegiatan lain yang diikuti
siswa di luar sekolah.
15
2. Saran Praktis
Para pembina OSIS, guru dan pengurus kegiatan ekstrakulikuler harus
memperhatikan seluruh aspek-aspek yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional
siswa, karena kegiatan ekstrakurikuler jenis apapun sebenarnya dapat meningkatkan
kecerdasan emosional siswa menjadi lebih baik lagi. Dari hasil penelitian, siswa bukan
pengurus OSIS nilai rata-rata lebih rendah dari siswa pengurus OSIS Oleh karena itu,
disarankan kepada pembina OSIS, guru dan pengurus kegiatan ekstrakulikuler untuk
memperbaiki cara pembinaan pada siswa agar tidak hanya mengutamakan kemampuan
membaca dan meulis saja, melainkan meningkatkan kemampuan untuk mengaktualkan
diri, belajar untuk mengungkapkan pendapat, ber kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan emosional siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Afiah, 2014. hubungan antara kecerdasan emosional dan penyesuaian social pada
siswa di Mi Sultan Agung Sleman. Fakultas Psikologi. Universitas Gajah
Mada Yogyakarta
Asrori, 2009. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Interaksi Teman Sebaya Dengan
Penyesuaian Sosial Pada Siswa Kelas VLLL Program Akselerasi di SMP
Negeri 9 Surakarta. Program Studi Psikologi. Universitas Sebelas Maret
16
Surakarta
Azwar, Saifuddin. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Chaplin, J. P. (2008). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Cooper, Robert and Ayman Sawaf, 1998, Executive EQ, Emotional Intelligency in
Business, London: Orion Business Book.
Fahmy, Mustafa. 1992. Penyesuaian Diri. Jakarta : Bulan Bintang
Gerungan, W.A. 1988. Psikologi Sosial. Eresco. Jakarta.
Goleman, D, (2000). Kecerdasan Emosional, Mengapa EI lebih Penting dari pada IQ.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hurlock, E.B., (1994). Psikologi
Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga.
Jakarta
Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta : Andi
Hurlock, Elizabeth B, 1998. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Ichsan , 2013. hubungan kecerdasan emosi dengan penyesuaian sosial peserta didik
SMP Negeri 20 Padang. Fakultas Psikologi. Universitas Diponegoro
Semarang
Sunarto, dan Hartono, B.A. 2002. Perkembangan Perserta Didik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Supriadi. 2007. Educational Leadership. Jurnal Pendidikan
Suryabrata. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Shapiro, Lawrence, E. (1997). Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak.
Jakarta : Gramedia
Surya, M. (1990). Psikologi Perkembangan. Bandung : Publikasi Jurusan PPB FIP
IKIP Bandung.
Willis , 1993. Konsonansi Kognitif Siwsa Terhadap Peran Guru dan Dampaknya
Terhadap Penyesuaian Sosial Siswa di Sekolah. Disertasi Pada PPS UPI
Bandung
Yosafat, R. (2000). Perbedaan Self Efficacy Siswa Yang Menjadi Anggota Osis
Dengan yang Tidak Menjadi Anggota Osis di SMAN 1 Lawang. ISSN: 0853
8050
Yusuf, L.N. (2004). Psikologi Anak dan Remaja. Remaja Rosdakarya. Bandung.