1
Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Saham Institusi dan
Karakteristik Perusahaan Terhadap Biaya Pengeluaran CSR
Arie Pangestu Gazali, Dwi Hartanti
Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Depok, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan dari biaya pengeluaran Corporate Social Responsbility
dilihat dari variabel ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham institusi, dan karakteristik perusahaan pada
perusahaan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) selama periode pengamatan (2013). Variabel
karakteristik perusahaan terdiri dari ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas .
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Tipe model
regresi yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Total akhir sampel penelitian adalah 99 perusahaan
selama periode 1 tahun. Hasil penelitian uji statistik menunjukkan seluruh variabel independen mempengaruhi
biaya pengeluaran CSR. Pada uji t, variabel independen kepemilikan saham institusi memiliki pengaruh negatif
signifikan, dan profitabilitas memiliki pengaruh positif signifikan terhadap biaya pengeluaran CSR. Sedangkan
ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan,dan leverage tidak berpengaruh terhadap biaya pengeluaran CSR.
Influence of Size of Board Commisioner, Instutional Ownership, and Firm
Characteristics Against CSR Expenditure
Abstract
This reserach define to analyze the determinants of Corporate Social Responsibility expenditure view of
variables board of commisioner, Instutional Ownership, and firm characteristics, all of above mentioned listed on
the Indonesia Stock Exchange during the observation period (2013). variable of firm characteristics consists of
firm size, leverage and profitability.
Data collection method used in this research is purposive sampling method. Type regression model used is
multiple regression analysis. The final total sample is 99 companies over a period of 1 year. Results of the study
showed statistical test all independent variables affecting CSR expenditure. The result of t test showed
independent variable institutional ownership had a significant negative and profitability had a significant positive
effect on CSR expenditure. Whereas board size, firm size, and leverage do not affect the cost of CSR
expenditure.
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
2
Keywords: CSR Expenditures, Firm Characteristics, corporate governance, the Board of Commissioners,
Institutional Ownership
Pendahuluan Konsep Corporate Social Responsbility (CSR) yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan
dan sosial budaya. Hal ini, karena CSR merupakan suatu elemen penting dalam pengelolaan
biaya dan keuntungan kegiatan bisnis pemangku kepentingan (stakeholder). Adapun alasan
penting mengapa harus melakukan CSR yaitu, untuk mendapatkan keuntungan sosial,
mencegah konflik dan persaingan yang terjadi, kesinambungan usaha atau bisnis, pengelolaan
sumber daya alam serta pemberdayaan masyarakat dan sebagai license to operate karena isu
CSR juga merupakan suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis. Semakin meningkatnya praktek CSR perusahaan belakang ini, disebabkan juga oleh semakin
meningkatnya kesadaran perusahaan-perusahaan untuk menjalankan Good Corporate
Governance (GCG), dimana perusahaan diharuskan mengungkapkan segala sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas keuangan ataupun aktivitas non-keuangan perusahaan sebagai
upaya dari keterbukaan perusahaan. Untuk mendukung praktek CG atas pengungkapan
aktivitas keuangan yang sebagaimana diatur dalam OECD (2004), maka dibuatlah dua
standar umum yang dibuat oleh International Organization for Standardization (ISO) sebagai
induk organisasi standarisasi internasional, yang melatar belakangi lahirnya panduan dan
standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on
Social Responsibility dan tentang standar pedoman pelaporan keberlanjutan perusahaan yang
diberi nama Global Reporting Initiative (GRI). Hal ini, dimaksudkan sebagai pedoman yang
mendukung praktek CG yang memiliki lima dasar utama, yaitu transparacy, accountability,
responsbility, independency dan fairness. Di Indonesia, pentingnya pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam BAPEPAM-LK, ISO
26000 dan GRI membuat pemerintah sebagai regulator turut mendukung keharusan tentang
praktek CSR. Dapat dilihat dengan adanya berbagai peraturan terkait kewajiban perusahaan
dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu UUPT No. 40 Tahun 2007,
UUPM No. 25 Tahun 2007 yang mengatur setiap penanaman modal diwajibkan untuk ikut
serta dalam tanggung jawab sosial perusahaan, Peraturan BAPEPAM-LK X.K.6 tentang
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
3
laporan tahunan perusahaan. PP No. 47 tahun 2007 mengenai tanggung jawab sosial dan
lingkungan perusahaan, dan PP No. 27 Tahun 2012 mengenai izin lingkungan. Pada dua dekade belakangan ini, penelitian tentang biaya pengeluaran CSR masih menjadi isu
yang belum tergali dalam dalam accounting-based research. karena belum adanya
pengukuran yang jelas tentang berapa besar biaya pengeluaran CSR yang wajar untuk
dikeluarkan perusahaan dan masih sedikitnya penelitian terhadap biaya pengeluaran CSR.
Kebanyakkan penelitian-penelitian tentang CSR terdahulu memiliki kecenderungan ingin
melihat hubungan kinerja keuangan dan juga tentang pengungkapan.
Penelitian ini akan menguji determinan biaya pengeluaran CSR, khususnya untuk melihat
variabel ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham institusi, ukuran perusahaan, leverage,
dan profitabilitas. Penelitian ini juga mengambil posisi biaya pengeluaran sebagai biaya
perusahaan, dimana supaya perusahaan tidak mengeluarkan secara berlebihan karena akan
menyebabkan adanya moral hazard dari perusahaan, yang sengaja mengeluarkan biaya CSR
secara besar-besaran. Adapun kontribusi penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh CSR
dengan pendekatan biaya pengeluaran CSR dan juga melihat pengaruh dari kontribusi CG
terhadap biaya pengeluaran CSR. Hal ini, dimaksudkan untuk memberikan pengukuran baru
tentang CSR dan juga berguna untuk mengetahui apakah perusahaan telah menjalankan CG
dengan baik, serta mengeluarkan biaya CSR sesuai dengan indikator-indikator yang terkait
dengan operasi perusahaan, sebagaimana yang diatur dalam GRI 4.0 . Peneliti mengambil
konteks indonesia, karena penelitian yang terkait dengan biaya pengeluaran CSR masih jarang
dilakukan di Indonesia. Tinjauan Teoritis Sembiring (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara ukuran
perusahaan, profil perusahaan, dan ukuran dewan komisaris sebagai variabel independen
dalam penelitiannya terhadap pengungkapan sosial, sedangkan leverage dan profitabilitas
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial. Istianingsih (2013) meneliti bukti empiris tentang profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan,
kepemilikan asing, good corporate governance dan profil perusahaan terhadap pangungkapan
CSR di Indonesia. kesimpulan dari penelitiannya bahwa ukuran perusahaan dan profil
perusahaan memiliki dampak yang signifikan, sementara profitabilitas, leverage, good
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
4
corporate governance dan kepemilikan asing tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pengungkapan CSR. Lucyanda dan Siagian (2012) meneliti pengaruh karakteristik perusahaan dan CG terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia. Kesimpulan dari penelitiannya
bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan, earning per share, dan kepedulian
lingkungan memiliki pengaruh signifikan, sementara leverage, jumlah dewan komisaris,
profil perusahaan, umur perusahaan, kepemilikan manajemen, dan peluang pertumbuhan tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Barnea dan Rubin (2010) menganalisis tentang CSR yang dikaitkan dengan pendekatan CSR
rating perusahaan di Amerika Serikat. Penelitiannya dilakukan untuk melihat dampak dari
ownership dan capital structure perusahaan terhadap biaya pengeluaran CSR di perusahaan-
perusahaan publik di Amerika. Pendekatan yang digunakan untuk ownership dan capital
structure adalah kepemilikan saham manajemen, kepemilikan saham institusi dan leverage.
Hasil penelitiannya, kepemilikan saham manajemen, dan leverage memiliki dampak negatif
signifikan, sementara kepemilikan saham institusi tidak memiliki dampak signifikan terhadap
CSR rating. Thomas et al., (2012) meneliti tentang leverage, profitabilitas, kas dari operasi, R&D dan
biaya iklan, ukuran perusahaan dan tata kelola perusahaan terhadap biaya pengeluaran sosial.
Kas dari operasi, ukuran perusahaan, profitabilitas, R&D dan biaya iklan, dan tatakelola
perusahaan berhubungan positif signifikan. Sedangkan, leverage memiliki hubungan yang
negatif signifikan. Vintila dan Duca (2013) melakukan penelitian di Romania, meneliti tentang biaya CSR yang
dilihat dari hubungan perusahaan terhadap masyarakat, ia menyatakan bahwa profitabilitas
dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap pengungkapan CSR perusahaan. Chauhan dan Amit (2014) yang melakukan penelitian tentang menganalisis dampak dari
hubungan karakteristik perusahaan terhadap biaya pengeluaran CSR di India. Dalam
penelitiannya, mereka menguji beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pada pengeluaran.
Faktor tersebut dimana karakteristik perusahaan diliat dari ukuran perusahaan, penjualan,
profitabilitas, dan leverage. Dari hasil penelitiannya mendapatkan hasil bahwa, ukuran
perusahaan, dan penjualan perusahaan, memiliki dampak yang positif signifikan, lalu
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
5
profitabilitas perusahaan memiliki dampak yang negatif signifikan dan leverage perusahaan
tidak berpengaruh pada biaya pengeluaran CSR. Teori Stakeholder ada dua jenis, yaitu jenis pertama berhubungan dengan model
akuntabilitas. Stakeholder dan organisasi saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat dari
hubungan sosial keduanya yang berbentuk responsibilitas dan akuntabilitas. Oleh karena itu,
dapat dipastikan bahwa suatu organisasi harus memiliki akuntabilitas terhadap
stakeholdernya. Sifat dari akuntabilitas itu ditentukan dengan hubungan antara stakeholder
dan organisasi. Jenis yang kedua dari teori stakeholder yaitu, berhubungan dengan
pandangan Trekers (1983) dalam Achmad (2007) mengenai emprical accountability.
Berdasarkan asumsi stakeholder theory, maka perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari
lingkungan sosial. Perusahaan lebih mengkedepankan kepentingan para stakeholders daripada
shareholders. Perusahaan juga perlu menjaga legitimasi stakeholder serta mendudukkannya
dalam kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung
pencapaian tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going concern (Adam,
2002; dalam Hadi, 2011). Teori agensi pertama kali dikembangkan oleh Jensen dan Mecklin (1976). Teori agensi
sebenernya lebih menjelaskan hubungan antara principal dengan agen di dalam perusahaan.
Jensen dan mecklin (1976) berpendapat bahwa hubungan agensi adalah sebuah kontrak
dimana satu orang atau lebih sebagai principal melibatkan orang lain sebagai agen untuk
melayani kepentingan mereka di dalam sebuah perusahaan, yang melibatkan pendelegasian
otoritas pengambilan keputusan kepada agen tersebut (Herlambang, 2004). Hubungan agensi tidak hanya menggambarkan hubungan antara manajemen perusahaan
dengan pemegang saham perusahaan, melainkan juga antara manajemen perusahaan,
pemegang saham dan stakeholder. Hubungan agensi antara manajemen, dengan pemegang
saham dapat menimbulkan biaya agensi atau agency cost. Biaya agensi adalah biaya yang
harus dikeluarkan oleh pemegang saham untuk mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya
konflik agensi. Semakin besar biaya agensi yang dikeluarkan perusahaan, yaitu seperti biaya
monitoring dari pemegang saham, biaya pendanaan utang oleh manajemen, dan biaya
kesempatan atau oppurtunity cost akibat dari tidak efisiensinya manajemen, maka manajemen
cenderung akan mengurangi biaya perusahaan (Brigham dan Gapenski, 1996). Perusahaan
dengan biaya agensi yang tinggi cenderung memutuskan untuk memonitoring biaya
pengeluaran CSR untuk memaksimalkan keuntungan.
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
6
Teori biaya politik mengimplementasikan suatu cara perusahaan dengan pendekatan politik
dalam pemilihan kebijakan perusahan. Political Cost Hypotesis merupakan bagian dari teori
akuntansi positif (positive accounting theory), yaitu teori yang menjelaskan berbagai faktor
yang mempengaruhi manajemen dalam memilih prosedur akuntansi yang optimal dan
mempunyai tujuan tertentu. Scott (2000) menyatakan bahwa manajer mempunyai
kecenderungan melakukan suatu tindakan yang menurut teori akuntansi positif dinamakan
sebagai tindakan oportunis (opportunistic behavior). tindakan oportunis yang dimaksud dalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi yang
menguntungkan dan memaksimalkan keuntungan perusahaan. Ruihua dan Bansal, (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki aset dengan jumlah
besar atau berukuran besar akan dikenakan standar kinerja yang lebih tinggi dari regulator,
kemudian akan ada pula tekanan yang lebih besar dari masyarakat untuk menjalankan CSR.
Perusahaan yang memiliki jumlah aset yang besar, maka memiliki kemampuan meraih profit
yang tinggi, berdasarkan hal ini, maka biaya politik perusahaan pun bisa menjadi besar guna
mengurangi tekanan dari regulator dan masyarakat, dengan melakukan biaya pengeluaran
CSR (Brancie et al,. 2004) . Dalam teori ini, dinyatakan pula bahwa semakin besar biaya politis yang dihadapi oleh
perusahaan maka semakin besar pula kecenderungan perusahaan menggunakan pilihan
akuntansi yang dapat mengurangi laba, karena perusahaan yang memiliki tingkat aset yang
tinggi , tentu juga dapat menghasilkan laba yang tinggi. Hal ini, dinilai akan mendapat
perhatian yang luas dari kalangan konsumen dan media, kemudian juga dapat menarik
perhatian pemerintah dan regulator, sehingga menyebabkan terjadinya biaya politis,
diantaranya muncul intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai
macam tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya politis. Sekarang ini, guna mengurangi
biaya politis, perusahaan akan lebih memilih kebijakan perusahaan dengan melakukan biaya
pengeluran CSR. biaya pengeluaran CSR, perusahaan dapat dijadikan perusahaan sebagai
sarana perusahaan guna mengurangi biaya politis dengan mendapatkan competitive
advantage, menjaga nama baik perusahaan dan mengurangi tekanan dari masyarakat terhada
perusahaan (Lawton et al., 2013). Slack Resources Theory adalah teori yang menjelaskan tentang hubungan positif dari
sumberdaya keuangan perusahaan dengan CSR. Waddock and Graves (1997) menyatakan
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
7
bahwa ada sebuah indikasi, dimana sebuah perusahaan memiliki sumber daya keuangan yang
lebih baik memungkinkan perusahaan untuk perusahaan berinvestasi pada hal-hal sekunder
seperti CSR. Pada teori ini CSR dipandang sebagai hasil dari peningkatan kinerja keuangan
perusahaan, bukan CSR yang dapat meningkatkan kinerja keuangan. Kraft dan Hage (2001) menyatakan bahwa dengan memiliki sumberdaya keuangan yang
lebih, nilai tersebut selain menunjukkan keberhasilan manajemen, namun sekaligus
memberikan pengaruh terhadap pelayanan masyarakat disekitar perusahaan. Sama dan sejalan
dengan pernyataan Kraft dan Hage (2001), Porter dan kramer (2006); dan Russo dan Fouts
(1997) juga menyatakan bahwa dengan mengimplementasikan CSR dalam memafaatkan
sumberdaya keuangan yang dimiliki perusahaan, perusahaan dapat menambah efisiensi,
reputasi dimata masyarakat, dan kepercayaaan dari masyarakat terhadap perusahaan. Dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari
implementasi kebijakan direksi Coller dan Gregory (1999); dalam Sembiring (2005). Peran
komisaris sebagai fungsi monitoring juga untuk mencegah terjadinya asimetris informasi
antara manajemen dan pemegang saham dikarenakan manajemen lebih banyak mengetahui
informasi perusahaan daripada pemegang saham. Akibat adanya asimetris informasi ini,
dikhawatirkan dapat terjadi moral hazard dimana manajemen dapat membuat keputusan
untuk kepentingannya sendiri tanpa diketahui oleh para pemegang saham. Peran komisaris ini
diharapkan juga akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi
dengan pemegang saham (Widjaya, 2006). Oleh karena itu, dewan komisaris seharusnya
dapat mengawasi kinerja dewan direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan
kepentingan pemegang saham. Dewan komisaris juga sebagai penentu arah kebijakan di
perusahaan, dengan begitu dewan komisaris juga dapat berperan dalam memonitoring berapa
besarnya biaya yang akan dikeluarkan perusahaan (Lucyanda dan Siagian, 2012). Undang-
undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 108 ayat (1) mengatakan
bahwa dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi
nasihat kepada direksi. Raheja (2003) dalam said et al., (2009) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris
mempunyai hubungan negatif signifikan terhadap pengungkapan CSR. Nuraini dan cahyowati
(2011) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris mempunyai hubungan negatif signifikan
terhadap pengeluaran CSR. Hal ini, didasari dengan teori agensi, adanya perbedaaan
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
8
kepentingan antara pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen akan
menyebabkan semakin besarnya biaya agensi yang dikeluarkan untuk menyelesaikan konflik
agensi (Brigham dan Gapenski, 1996). Untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan
perusahaan, dewan komisaris cenderung mengambil keputusan untuk melakukan fungsi
kontrol terhadap biaya yang dikeluarkan perusahaan, yaitu dengan mengurangi biaya
pengeluaran CSR agar dapat menaikkan nilai perusahaan dimata investor (Nuraini dan
cahyowati, 2011). Sementara, hasil penelitian yang dilakukan oleh Beasly (2000) dan Sembiring (2005)
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif ukuran dewan komisaris terhadap
pengungkapan CSR. penelitian yang dilakukan oleh Nanda (2004) tentang biaya pengeluaran
CSR menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif ukuran dewan komisaris terhadap
biaya CSR. Hal ini, didasari oleh teori stakeholder dimana perusahaan cenderung memiliki
tujuan dan memposisikan diri pada masyarakat dengan memperhatikan segala aspek yang ada
dalam masyarakat maupun lingkungan, guna mendapatkan competitive advantage dan going
concern perusahaan (Wibisono, 2007). Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nofandrilla (2008) dan Lucyanda dan Siagian
(2012) yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap CSR
yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, sebagai elemen CG, ukuran dewan komisaris memiliki fungsi
untuk memonitoring biaya yang dikeluarkan perusahaan dan mencegah manajemen
melakukan asimetri informasi, sehingga keberadaan ukuran dewan komisaris cenderung untuk
mengurangi biaya pengeluaran CSR. Pengembangan hipotesis ini didasari dengan teori
agensi, dimana diakibatkan dari adanya biaya agensi, maka menyebabkan perusahaan
mengurangi biaya pengeluaran CSR guna menjaga stabilitas keuntungan. Pengembangan
hipotesis ini didasari pula dengan posisi CSR sebagai biaya. Oleh karena itu, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Ukuran Dewan Komisaris
berpengaruh negatif terhadap biaya pengeluaran CSR. Menurut Barnea dan Rubin (2010) kepemilikan saham institusi adalah kepemilikan saham
yang dimiliki oleh pihak- pihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan
asuransi, perusahaan investasi, dana pension, perusahaan berbentuk perseroan (PT), dan
institusi lainnya. Peningkatan kepemilikan saham institusi berfungsi untuk lebih
memonitoring operasi perusahaan. Di samping itu, kepemilikan saham institusi juga memiliki
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
9
pengaruh yang cukup kuat dalam pengambilan keputusan (Shleifer dan Vishny, 1986).
Kepemilikan institusi cenderung melihat CSR sebagai biaya karena dapat mengurangi return,
fungsi monitoring dari kepemilikan saham institusi juga untuk mencegah terjadinya asimetris
informasi antara manajemen dan pemegang saham dikarenakan manajemen lebih banyak
mengetahui informasi perusahaan daripada pemegang saham. Akibat adanya asimetris
informasi ini, dikhawatirkan dapat terjadi moral hazard dimana manajemen dapat membuat
keputusan untuk kepentingannya sendiri tanpa diketahui oleh para pemegang saham. Hasil
penelitian Barnea dan Rubin (2010) dan Thomas et al., (2012) menyatakan bahwa
kepemilikan Institusi memiliki hubungan yang negatif terhadap biaya pengeluaran CSR. Hal
ini, dikarenakan dengan mengeluarkan biaya CSR akan dapat mengurangi return yang didapat
dan dapat mengurangi nilai perusahaan. Kepemilikan saham institusi memiliki hubungan
dengan biaya CSR berdasarkan teori agensi, dimana adanya perbedaan kepentingan antara
pemegang saham dan manajemen yang akan menyebabkan adanya biaya agensi. Pemegang
saham cenderung mengurangi biaya yang akan dikeluarkan perusahaan dan mengharapkan
return guna memaksimalkan keuntungan dari penanaman modal (Jensen dan Mecklin, 1976). Hasil lain didapat dari beberapa penelitian yang dinyatakan oleh Rustiarini (2009) dan
Khodadaddi et al., (2010) menyatakan bahwa adanya hubungan positif signifikan antara
kepemilikan saham institusi dengan pengungkapan CSR. Spicer (1978), Hainer (1989) dan
Mahoney dan Roberts (2007) menyatakan bahwa adanya hubungan positif antara kepemilikan
institusi terhadap aktifitas CSR. Woidtke (2002) menyatakan bahwa ada hubungan positif
kepemilikan institusi dan biaya CSR, dengan biaya CSR perusahaan dapat melakukan
kampanye yang dapat mempromosikan perusahaan, menjaga keberlangsungan perusahaan
dalam jangka panjang dan menjalankan GCG. Dalam penelitiannya dinyatakan bahwa dalam
melakukan investasi, kepemilikan saham institusi cenderung untuk memilih berinvestasi di
perusahaan yang melakukan aktivitas CSR, karena selain melihat return juga harus melihat
terhadap resiko perusahaan yang tinggi apabila tidak mengeluarkan biaya CSR. Kepemilikan
saham institusi akan lebih merasa aman, dengan mendukung pengeluaran biaya CSR
perusahaan. Hal ini, dikarenakan dengan mengeluarkan biaya pengeluaran CSR kepemilikan
saham institusi bisa dapat keuntungan yang sama dengan resiko yang jauh lebih rendah
(Hainer, 1989). Biaya pengeluaran CSR yang dikeluarkan memiliki jumlah yang lebih sedikit
daripada perusahaan terkena sangsi dari peraturan dan regulasi. Namun, berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hartzell dan Stark (2003) dan Barnea dan Rubin (2010) yang
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
10
menyatakan bahwa kepemilikan saham institusi tidak berpengaruh terhadap biaya
pengeluaran CSR yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, sebagai elemen CG, kepemilikan saham institusi cenderung
menghrapkan return yang tinggi dari penanaman modal, sehingga kepemilikan saham
institusi cenderung untuk memonitoring biaya yang dikeluarkan perusahaan. Maka,
kepemilikan saham institusi cenderung untuk mengurangi biaya pengeluaran CSR.
Pengembangan hipotesis ini didasari dengan posisi CSR dianggap sebagai biaya. Kemudian,
pengembangan hipotesis ini didasari dengan teori agensi, dimana diakibatkan dari adanya
biaya agensi, maka menyebabkan pemegang saham cenderung mengurangi biaya pengeluaran
CSR guna memaksimalkan return dari penanaman modal. Oleh karena itu, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H2 : Kepemilikan saham instusional
berpengaruh negatif terhadap biaya pengeluaran CSR Size perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan biaya sosial
yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan
besar akan cenderung mengeluarkan biaya pengeluaran CSR lebih banyak daripada
perusahaan kecil (Branco dan Rodrigues, 2008). Secara teoritis perusahaan besar tidak akan
lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan CSR, dengan melakukan
pengeluaran CSR perusahaan akan mendapat keuntungan secara langsung maupun tidak
langsung. Sembiring (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara ukuran
perusahaan terhadap CSR. Hasil penelitian dari Lucyanda dan Siagian (2012) menunjukkan
adanya pengaruh positif signifikan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan CSR.
Vintila dan Duca (2013) menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan antara ukuran
perusahaan dengan CSR. Chauhan dan Amit (2014) menunjukkan adanya pengaruh positif
signifikan antara ukuran perusahaan dengan biaya pengeluaran CSR. Mengacu kepada penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, penelitian ini
memposisikan CSR sebagai biaya yang mengindikasikan bahwa perusahaan yang memiliki
ukuran aset yang besar mendapat tekanan yang lebih besar dari masyarakat untuk
mengeluarkan lebih banyak biaya sosialnya. Perusahaan dengan biaya pengeluaran CSR yang
tinggi akan lebih cenderung mendapakan legitimasi dan reputasi yang tinggi pula dari
masyarakat (Duca, 2011). Hal ini, didasari dengan political cost theory yang menjelaskan
perusahaan yang memiliki aset dengan jumlah besar atau berukuran besar akan dikenakan
standar kinerja yang lebih tinggi dari regulator, kemudian akan ada pula tekanan yang lebih
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
11
besar dari masyarakat untuk menjalankan CSR. Namun, hal ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Roberts (1992) dan Anggraini (2006) yang menyatakan bahwa
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, perusahaan dengan aset yang tinggi, cenderung akan melakukan
biaya pengeluaran CSR yang tinggi agar dapat mengurangi tekanan dari masyarakat dan juga
agar dapat menjaga reputasi perusahaan. Pengembangan hipotesis ini didasari dengan posisi
CSR dianggap sebagai biaya. Kemudian, pengembangan hipotesis ini didasari oleh political
cost theory. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap biaya pengeluaran CSR Leverage merupakan rasio untuk mengukur besarnya aktiva yang dibiayai oleh utang atau
proporsi total utang terhadap rata-rata ekuitas pemegang saham. Rasio leverage memberikan
gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat resiko
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban. Belkaoui dan Karpik (1989) serta
Cormier dan Magnan (1999) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa leverage
berpengaruh negatif signifikan terhadap pengungkapan CSR. Barnea dan Rubin (2010); dan Thomas et al., (2012) menyatakan bahwa leverage
berpengaruh negatif signifikan terhadap biaya pengeluaran CSR. Semakin tinggi tingkat
leverage, maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan mengurangi biaya yang
dikeluarkan karena perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba yang tinggi. Maka
daripada itu, CSR cenderung diposisikan sebagai biaya oleh perusahaan supaya laba yang di
laporkan tinggi. Oleh karenanya, manajer harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya
pengeluaran CSR (Jensen, 1986). Hal ini, didasari dengan pendekatan finance theory.
Perusahaan dengan leverage tinggi akan cenderung mengurangi pengeluaran biaya untuk
menjaga kestabilitas keuntungan (Zwibel, 1996). Namun berbeda dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Istianingsih (2013). Dari hasil penelitiannya mendapatkan hasil bahwa
leverage perusahaan tidak berpengaruh pada pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan.
Chauhan dan Amit (2014) dari hasil penelitiannya mendapatkan hasil bahwa leverage
perusahaan tidak berpengaruh pada biaya pengeluaran CSR yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, perusahaan dengan leverage yang tinggi cenderung mengurangi
biaya pengeluaran CSR. Pengembangan hipotesis ini didasari dengan posisi CSR dianggap
sebagai biaya. Kemudian, pengembangan hipotesis ini juga didasari oleh finance theory. Oleh
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
12
karena itu, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H4 : Leverage
berpengaruh negatif terhadap biaya pengeluaran CSR Kemampuan manajemen dengan tanggung jawabnya dalam menghasilkan laba harus diiringi
dengan kemampuan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Melalui biaya CSR
perusahaan dapat menginformasikan kepada publik bahwa tidak hanya mencari laba semata,
namun juga peduli kepada lingkungan dan sosialnya (Nurkhin, 2009). Penelitian yang
dilakukan Sudana dan Arlindania (2011) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif
terhadap pengungkapan CSR. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Lucyanda dan Siagian
(2012) dan Vintila dan Duca (2013) menyatakan hasil yang sama. Dalam hal ini, semakin
tinggi profitabilitas perusahaan, maka semakin besar sumber daya keuangan perusahaan yang
dapat digunakan sebagai biaya pengeluaran CSR. Hal ini, didasari dengan pendekatan teori
slack resource, Waddock and Graves (1997) menyatakan bahwa ada sebuah indikasi, dimana
sebuah perusahaan memiliki sumber daya keuangan yang lebih baik memungkinkan
perusahaan untuk perusahaan berinvestasi pada hal-hal sekunder seperti CSR. Walaupun CSR
dianggap sebagai biaya oleh perusahaan, tetapi perusahaan akan dapat keuntungan yang lebih,
seperti dengan memanfaatkan biaya CSR, perusahaan dapat menaikkan reputasi perusahaan
dan brand image suatu produk, dimana hal ini dapat menaikkan penjualan perusahaan. Chauhan dan Amit (2014) menyatakan bahwa profitabilitas perusahaan memiliki dampak
negatif signifikan terhadap biaya pengeluaran CSR. Profitabilitas adalah salah satu yang
menggambarkan kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba. Karena itu profitabilitas
menjadi bagian yang sangat di perhatikan oleh perusahaan guna menaikkan nilai perusahaan
dimata investor, dengan demikian semua biaya-biaya yang dapat mempengaruhi laba
perusahaan akan di monitor lebih efektif salah satu nya adalah biaya pengeluaran CSR yang
akan di batasi. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang berbeda dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Istianingsih (2013) dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa
profitabilitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan CSR. Teoh et
al., (1999) dan Aly et al., (2010) menyatakan bahwa profitabilitas tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap biaya CSR. Berdasarkan uraian diatas, perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi, cenderung memiliki
sumberdaya keuangan yang dapat dimanfaatkan sebagai biaya pengeluaran CSR yang tinggi
agar dapat mengurangi tekanan dari masyarakat dan juga agar dapat menjaga reputasi
perusahaan. Pengembangan hipotesis ini didasari dengan posisi CSR dianggap sebagai biaya.
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
13
Kemudian, pengembangan hipotesis ini juga didasari oleh slack resource theory. Oleh karena
itu, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H5 : Profitabilitas
berpengaruh positif terhadap biaya pengeluaran CSR Metode Penelitian Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh CG dan karakteristik
perusahaan terhadap biaya pengeluaran CSR. Penelitian ini akan menggunakan model regresi
berganda atau Ordinary Least Square (OLS), sebagaimana sesuai dengan penelitian yang
pernah dilakukan oleh chauhan dan Amit (2014) dan dimodifikasi dengan dalam bentuk
ukuran dewan direksi dan kepemilikan saham institusi sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Barnea dan Rubin (2010) dan Lucyanda dan Siagian (2012). Penelitian ini
akan menggunakan model penelitian menjadi sebagai berikut: DCSRit = α0 + α1 BOCit + α2 INSTit+ α3 SIZEit + α4LEVit + α5 ROAit-1+ eit
Dimana:
DCSRit :Corporate Social Responsbility Expenditure perusahaan berdasarkan indikator
sosial pada perusahaan i tahun t
BOCit : Jumlah dewan komisaris pada perusahaan i tahun t
INSTit : Persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh badan pada perusahaan i tahun t-1
SIZEit : Ukuran perusahaan pada perusahaan i tahun t
LEVit : Leverage pada perusahaan i tahun t
ROAit-1 : Profitabilitas pada perusahaan i tahun t-1
: Error term Penelitian ini menggunakan biaya pengeluaran CSR indikator sosial sebagai variabel terikat
(dependen). Dasar penggunaan biaya pengeluaran CSR merujuk pada penelitian yang
dilakukan oleh Chauhan dan Amit (2014) dan Barnea dan Rubin (2010). Biaya-biaya yang
dijadikan sampel diambil dari laporan keuangan tahunan, karena biaya-biaya tersebut dapat
dikategorikan sebagai biaya indikator sosial, sehingga diasumsikan semua informasi
keuangan sudah tersedia dan dapat mencerminkan biaya pengeluaran CSR indikator sosial.
Dimana biaya pengeluaran CSR tersebut diukur merujuk pada indikator sosial yang terdapat
dipanduan GRI versi 4.0 dan Peraturan BAPEPAM-LK. Penelitian ini mendefinisikan biaya
pengeluaran CSR adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan terkait dengan aspek lingkungan
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
14
hidup, praktik ketenagakerjaan, pengembangan sosial dan kemasyarakatan, dan tanggung
jawab atas produk (Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan X.K.6
bagian h). Vintila dan Duca (2013) menyatakan bahwa aktivitas CSR seharusnya berupa
kontribus berupa amal untuk organisasi masyarakat maupun negara yang dapat berupa
penggalangan dan dan donasi. Barnea dan Rubin (2010) dalam penelitiannya yang dilakukan
di Amerika tentang biaya CSR dilihat dari biaya sumbangan, biaya pengembangan, beasiswa,
ketenagakerjaan, biaya pensiun. Kemudian, biaya pengeluaran CSR yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah biaya
donasi, biaya pengembangan produk, biaya informasi produk, biaya pelatihan dan seminar,
biaya sosial dan komunitas, biaya keanggotaan dan kesejahteraan karyawan. Sementara,
pengukuran biaya pengeluaran CSR adalah nilai moneter (rupiah) atas pengeluaran tersebut
secara total yang dibagi dengan total aset atau mendeflasikan biaya pengeluaran CSR dengan
total aset. Hal ini, dilakukan merujuk pada penelitian terdahulu agar memberikan gambaran
secara proporsional tentang pengukuran biaya pengeluaran CSR yang dibandingkan dengan
ukuran perusahaan yang dijadikan sampel penelitian (Dechow dan Dechiev, 2002; Francis et
al., 2004).
= ln (∑ Biaya Society+ Biaya Product Responsbility+ Biaya Labor )
Total Aset Dewan komisaris dalam perusahaan merupakan organ perseroan yang bertugas untuk
melakukan pengawasan secara umum atau secara khusus serta memberikan nasihat kepada
direksi dalam menjalankan perseroan (Widjaya, 2006; dalam sembiring). Ukuran dewan
komisaris adalah jumlah anggota dewan komisaris. Berkaitan dengan ukuran dewan
komisaris, Untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan perusahaan, dewan komisaris
cenderung mengambil keputusan untuk melakukan fungsi kontrol terhadap biaya yang
dikeluarkan perusahaan, yaitu dengan mengurangi biaya pengeluaran CSR agar dapat
menaikkan nilai perusahaan dimata investor (Ryan dan Wiggins, 2004). Dikaitkan dengan
biaya pengeluaran CSR, didasari dengan teori agensi, adanya perbedaaan kepentingan antara
pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen akan menyebabkan semakin
besarnya biaya agensi yang dikeluarkan untuk menyelesaikan konflik agensi. Dengan
mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Lucyanda dan Siagian (2012). Pengukuran ukuran
dewan komisaris perusahaan dilakukan sebagai berikut:
= Ln (∑ dewan komisaris)
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
15
Kepemilikan Saham Institusi diukur berdasarkan kepemilikan badan terhadap suatu
perusahaan. Penelitian ini merujuk pada pengukuran yang dilakukan oleh Barnea dan Rubin
(2010) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusi adalah kepemilikan saham yang
dimiliki oleh pihak- pihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan
asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk perseroan (PT), dan
institusi lainnya. Sebuah institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham, karena mereka
memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan tipe pemegang saham lainnya.
Dengan demikian pengukuran kepemilikan saham institusi perusahaan dilakukan sebagai
berikut:
= X 100%
Ukuran perusahaan diukur berdasarkan total aset yang dimiliki perusahaan yang diperoleh
dari annual report perusahaan. Ukuran perusahaan yang akan diukur dari total aset akan
ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural dengan tujuan untuk menyamakan dengan
variabel lain, karena nilai total aset perusahaan relatif lebih besar dibandingkan dengan
variabel-variabel lain. Dengan mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Chauhan dan Amit
(2014). Pengukuran ukuran perusahaan dilakukan sebagai berikut:
= Ln (nilai buku total aset)
Leverage diukur berdasarkan dari modal perusahaan yang dibiayai dengan hutang atau rasio
yang dihasilkan dari total liabilitas dibagi dengan total aset. Perusahaan tidak selalu harus
menganggap hutang sebagai sesuatu yang buruk. Hutang dapat digunakan sebagai
pengembangan perusahaan dan pembiayaan pembelian aset perusahaan. Namun, apabila
membiayai operasional perusahaan dengan hutang yang besar, dapat menimbulkan masalah
dalam mengembalikan pinjaman hutang. Sebuah perusahaan memiliki resiko tinggi apabila
pada struktur modal perusahaan memiliki leverage yang lebih besar daripada modal
perusahaan. Dengan mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Chauhan dan Amit (2014) dan
Barnea dan Rubin (2010). Pengukuran leverage perusahaan dilakukan sebagai berikut:
= X 100%
Profitabilitas diukur dengan return on asset perusahaan. Profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan agar dapat digunakan untuk menjaga
pertumbuhan jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan. Perusahaan yang memiliki
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
16
tingkat keuntungan yang lebih tinggi seharusnya memiliki tingkat pengungkapan sosial yang
lebih tinggi pula (Hackston dan Milne, 1996). Dengan mengikuti penelitian yang dilakukan
oleh Chauhan dan Amit (2014). Pengukuran profitabilitas perusahaan dilakukan sebagai
berikut:
= X 100%
Hasil Penelitian Pada bagian ini akan dibahas mengenai statistik deskriptif data sampel untuk mengetahui
gambaran sampel yang digunakan dalam penelitian. Analisis statistik deskriptif digunakan
untuk memberi gambaran mengenai karakteristik sampel berdasarkan variabel-variabel
penelitian. Tabel 1. Hasil Statistik Deskriptif
Sebelumnya, telah dilakukan identifikasi terhadap outlier dari setiap variabel. Outliers atau
pengujian pencilan dideteksi dengan rumus mean ± 3 x standar deviasi. penelitian ini terdapat
99 data amatan masing-masing perusahaan di sepanjang tahun pengamatan. Data tersebut
terdiri dari biaya pengeluaran CSR (DCSR) sebagai variabel dependen, lima variabel
independen yang terdiri jumlah dewan komisaris (BOC), kepemilikan saham institusi (INST),
profitabilitas (ROA), ukuran perusahaan (SIZE), dan leverage (LEV).
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
17
Gambar 1. Deskriptif Biaya Pengeluaran CSR
Kesimpulan dari grafik biaya pengeluaran CSR, nilai maksimal dan nilai minimal dari biaya
sosial terkait aspek kemasyarakatan, yaitu biaya donasi dengan nilai maksimal sebesar Rp
316.453.000.000,00 dan nilai minimal sebesar Rp10.443.000,00. Biaya kemasyarakatan yang
kedua, yaitu biaya sosial dan komunitas dengan nilai maksimal Rp 188.855.000.000,00 dan
nilai minimal sebesar Rp 23.551.705,00. Untuk biaya sosial aspek praktik ketenagakerjaan,
yaitu biaya pelatihan dan seminar dengan nilai maksimal sebesar Rp129.343.000.000,00 dan
nilai minimal sebesar 2.400.000,00. Biaya praktik ketenagakerjaan yang kedua, yaitu biaya
keanggotaan dan kesejahteraan karyawan dengan nilai maksimal sebesar Rp
350.823.000.000,00 dan minimal sebesar 2.594.796,00. Sementara untuk biaya sosial aspek
tanggung jawab atas produk, yaitu biaya pengembangan produk dengan nilai maksimal
sebesar Rp135.388.356.694,00 dan biaya minimal sebesar Rp32.461.672,00. Biaya tanggung
jawab atas produk yang kedua, yaitu biaya informasi produk dengan nilai maksimal Rp
984.224.000.000,00 sebesar dan nilai minimal sebesar Rp23.275.000,00. Table 2. Matriks Pearson Correlation Variabel
Uji Pearson correlation digunakan untuk mengetahui tentang derajat keeretan hubungan antar
maing-masing variabel yang dinyatakan dengan koefisien korelasi. Sebenarnya tidak ada
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
18
ketentuan yang tepat mengenai apakah angka korelasi yang tinggi atau rendah. Namun, hal ini
dapat dijadikan pedoman sederhana, bahwa angka korelasi diatas 0,5 menunjukan korelasi
yang cukup kuat, sedangkan dibawah 0,5 menunjukkan tingkat korelasi yang lemah. tentang
derajat keeretan hubungan antar maing-masing variabel yang dinyatakan dengan koefisien
korelasi tergolong lemah. Tabel 2. Hasil Uji Multikolinearitas - Test VIF
Tabel di atas memperlihatkan bahwa semua variabel independen memiliki nilai VIF lebih
kecil dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,1, sehingga tidak terdapat masalah
multikolinieritas. Tabel 3. Uji Heteroskedastisitas : White Test
Hasil output menunjukkan nilai Obs*R-squared adalah sebesar 8.569920 sedangkan nilai
probabilitas (chi-square) adalah 0,1275, yaitu lebih besar daripada α = 0.05. Dengan demikian
terima H0 bahwa data tidak mengandung masalah heteroskedastisitas atau dengan kata lain
bersifat homodekastisitas. Pengujian normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel
dependen dan independen keduanya memiliki distibusi normal atau tidak. Pengujian
normalitas dengan Histogram Normality Test dimana dasar pengambilan kesimpulan dari
hasil pengujian, yaitu jika nilai signifikansi > 0,05 maka data pengujian berdistribusi normal.
Tabel di bawah ini menunjukan hasil signifikan 0,249375, sehingga dapat diartikan bahwa
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
19
distribusi data yang digunakan dalam pengujian antara variabel-variabel (BOC, INST, SIZE,
LEV, ROA) biaya pengeluaran CSR adalah normal. Tabel 4. Hasil Uji Normalitas – Histogram Normality Test
Penelitian ini dalam melakukan pengolahan data menggunakan regresi linier berganda,
dengan dilakukan beberapa tahapan dalam mencari hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Dalam pengujian regresi berganda menggunakan hubungan lead-lag
variabel, yaitu melihat efek variabel secara tidak langsung (tidak pada tahun yang sama).
Tabel 5. Ringkasan Uji Regresi Model Utama
Dari tabel hasil regresi di atas dapat diketahui bahwa nilai F- hitung 5.120 > 2,19 F-tabel dan
profitabilitas F-statistik adalah 0.000. Hasil ini menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan
95% (α = 5%), variabel independen (BOC, INST, SIZE, LEV, ROA) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen (DCSR) atau biaya pengeluaran CSR perusahaan.
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
20
Dari tabel hasil regresi di atas dapat diketahui bahwa nilai Adjusted R-squared sebesar
0.1737. Ini menunjukkan bahwa 17,37% variasi dari biaya pengeluaran CSR perusahaan
dapat dijelaskan oleh perubahan yang terjadi pada BOC, INST, SIZE, LEV, ROA. Sementara
sisanya sebesar 82,63% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model. Dengan kata lain,
terdapat hubungan yang cukup kuat antara variable dependen dan variabel independen. Uji t statistik dilakukan untuk mengetahui signifikansi dan seberapa besar pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependennya dengan mengasumsikan variabel independen lain
konstan atau ceteris paribus. Berdasarkan tabel hasil regresi di atas, dapat diketahui bahwa
dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%), variabel INST dan ROA memiliki pengaruh yang
signifikan dan positif terhadap varibel dependen biaya pengeluaran CSR (DCSR). Hal ini
dapat dilihat dari nilai p-value < α. Sementara itu, variabel yang tidak signifikan adalah BOC,
SIZE dan LEV.
Penelitian ini melakukan robustness test sebagai pengujian tambahan untuk memastikan
konsistensi masing-masing variabel atas model yang digunakan. Robustness test yang
dilakukan dalam penelitian ini dengan mengisi sendiri-sendiri vaiabel BOC dan INST sebagai
variabel independen, sementara variabel independen lainnya tetap digunakan. Jumlah sampel
perusahaan yang dipakai dalam robustness test masih sama dengan sebelumnya. Berikut model persamaan untuk uji tambahan:
DCSRit = α0 + α1 BOCit + α2 SIZEit + α3LEVit + α4 ROAit-1+ eit (4.1)
DCSRit = α0 + α1 INSTit+ α2 SIZEit + α3 LEVit + α4 ROAit-1+ eit (4.2)
Berikut ini adalah hasil regresi robustness test, untuk melihat pengaruh dati elemen CG, yaitu
BOC dan INST sesuai model yaitu model (4.1) dan (4.2) berikut ini:
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
21
Tabel 6. Ringkasan Uji Regresi Model Tambah (4.1)
Tabel 7. Ringkasan Uji Regresi Model Tambah (4.2)
Pengujian tambahan dilakukan pada tabel 6, yaitu dengan melakukan pengujian regresi
dengan variabel BOC, SIZE, LEV, dan ROA terhadap DCSR. Hasil dari pengujian tambahan
konsisten dengan model utama, yaitu dapat diketahui bahwa dengan tingkat signifikansi 95%
(α = 5%), ROA memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap varibel dependen
biaya pengeluaran CSR (DCSR). Sementara itu, variabel yang tidak signifikan adalah SIZE
dan LEV. Namun, ada perubahan hasil untuk SIZE, dimana hasilnya menjadi positif
signifikan. Kemudian, nilai Adjusted R-squared yang lebih kecil sebesar 0.1574 dan nilai .
Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa uji tambahan tabel 6 memiliki nilai F-statistik yang lebih
besar dari model utama adalah 5.577 dan profitabilitas F-statistik adalah 0.000. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α = 5%), variabel independen (BOC,
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
22
SIZE, LEV, ROA) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (DCSR)
atau biaya pengeluaran CSR perusahaan. Kesimpulan dari pengujian regresi tambahan tabel 6
ini, memperkuat hasil dari pengujian regresi model utama. Kemudian, dilakukan lagi pengujian tambahan dengan melakukan pengujian regresi dengan
variabel INST, SIZE, LEV, dan ROA terhadap DCSR. Hasil dari pengujian tambahan
konsisten dengan model utama, yaitu berdasarkan hasil uji regresi tambahan pada Tabel 7,
dapat diketahui bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%), variabel INST dan ROA
memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap varibel dependen biaya pengeluaran
CSR (DCSR). Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value < α. Sementara itu, variabel yang tidak
signifikan adalah SIZE dan LEV. Namun, dengan nilai Adjusted R-squared yang lebih kecil
pula daripada nilai Adjusted R-squared pada model utama, yaitu sebesar 0.1710. Dari tabel 7
juga dapat diketahui bahwa uji tambahan tabel 7 memiliki nilai F-statistik yang lebih besar
dari model utama adalah 6.054 dan profitabilitas F-statistik adalah 0.000. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α = 5%), variabel independen (INST,
SIZE, LEV, ROA) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (DCSR)
atau biaya pengeluaran CSR perusahaan. Kesimpulan dari pengujian regresi tambahan tabel 7
ini, memperkuat hasil dari pengujian regresi model utama. Tabel di bawah ini menunjukkan kesimpulan hasil regresi hipotesis yang terdapat pada model
utama dengan model robustness test. Tabel 8. Hasil Hipotesis Model Utama dan Uji Tambahan
Pembahasan H1: Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh negatif terhadap biaya pengeluaran CSR
Dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%), variabel BOC (dengan koefisien -0,0745)
memiliki nilai p-value sebesar 0,1230. Nilai tersebut lebih besar dari 0.05 sehingga variabel
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
23
BOC berada pada daerah tolak H1 yang artinya variabel BOC merupakan variabel yang tidak
mempengaruhi biaya pengeluaran CSR (hipotesis ditolak). Ternyata tinggi atau rendahnya
biaya pengeluaran CSR tidak dipengaruhi oleh ukuran dewan komisaris, karena fungsi
monitoring dewan komisaris terhadap pengeluaran perusahaan tidak berjalan dengan baik.
Hal ini, tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ryan dan Wiggins (2004) dan Fisman
et al., (2006) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris mempunyai hubungan negatif
signifikan terhadap biaya pengeluaran CSR. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nofandrilla (2008); dan Lucyanda dan Siagian (2012). H2 : Kepemilikan saham instusional berpengaruh negatif terhadap biaya pengeluaran CSR
Dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%), variabel INST memiliki nilai p-value sebesar
0.0331 (lebih kecil dari 0.05) sehingga variabel INST berada di daerah terima H2, maka
disimpulkan kepemilikan saham institusi mempengaruhi biaya pengeluaran CSR yang
dikeluarkan perusahaan dalam tingkat signifikansi 5%. Nilai koefisien variabel ini positif
yaitu sebesar 0,8344, sehingga H2 diatas terbukti positif dan signifikannya variabel INST
menandakan bahwa semakin besar kepemilikan saham institusi, semakin besar intensitas
biaya pengeluaran CSR-nya (hipotesis diterima).mkepemilikan saham institusi cenderung
untuk memilih berinvestasi di perusahaan yang melakukan aktivitas CSR, karena selain
melihat return juga harus melihat terhadap resiko perusahaan yang tinggi apabila tidak
mengeluarkan biaya CSR (Mahoney dan Roberts, 2007). Kepemilikan saham institusi akan
lebih merasa aman, dengan mendukung pengeluaran biaya CSR perusahaan. Hal ini,
dikarenakan dengan mengeluarkan biaya pengeluaran CSR kepemilikan saham institusi bisa
dapat keuntungan yang sama dengan resiko yang jauh lebih rendah (Hainer, 1989). Hasil
penelitian ini didukung dengan pendekatan teori stakeholder yang dikembangkan oleh
Freeman (1984) yang menyatakan bahwa dimana dalam pengambilan keputusan perusahaan
lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. Diharapkan dengan mengeluarkan biaya CSR
perusahaan akan dapat mengurangi tekanan perusahaan, mengkampanyekan perusahaan guna
mendapatkan competitive advantage dan dalam rangka menjalankan GCG (Woidtke, 2002)
perusahaan. Hasil ini didukung oleh penelitian yang melihat kepada aktivitas CSR, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Woidtke (2002), Rustiarini (2009) dan Khodadaddi et al.,
(2010). H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap biaya pengeluaran CSR
Dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%), variabel SIZE memiliki nilai p-value sebesar
0.1723 (lebih besar dari 0.05) sehingga variabel SIZE berada di daerah tolak H3, maka
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
24
disimpulkan tidak mempengaruhi biaya pengeluaran CSR yang dikeluarkan perusahaan dalam
tingkat signifikansi 5% (hipotesis ditolak). Ternyata tinggi dan rendahnya aset yang dimiliki
perushaan tidak mempengaruhi terhadap biaya CSR yang dikeluarkan perusahaan. Hal ini,
disebabkan karena belum adanya kesadaran kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dan
masyarakat. Penelitian ini dudukung oleh penelitian Roberts (1992) dan Anggraini (2006) . H4 : Leverage berpengaruh negatif terhadap biaya pengeluaran CSR
Dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%), variabel LEV memiliki nilai p-value sebesar
0,4329 (lebih besar dari 0.05) sehingga variabel LEV berada didaerah tolak H4, maka
disimpulkan bahwa variabel LEV tidak mempengaruhi biaya pengeluaran CSR yang
dikeluarkan perusahaan dalam tingkat signifikansi 5%. Ini artinya, semakin tinggi leverage
suatu perusahaan tidak berarti semakin tinggi pula dana tanggung jawab sosial perusahaan
yang akan dikeluarkan oleh perusahaan (hipotesis ditolak). Leverage merupakan rasio untuk
mengukur besarnya aktiva yang dibiayai oleh utang atau porsi total utang terhadap rata-rata
ekuitas pemegang saham. Rasio leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal
yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat resiko yang dimiliki perusahaan. Dari hasil
penelitian, dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya leverage tidak mempengaruhi biaya
pengeluaran CSR. Hal ini, disebabkan oleh karena untuk melakukan biaya pengeluaran CSR
tidak tergantung pada tingkat leverage. Hasil penelitian ini yang menyatakalan bahwa
leverage memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap biaya pengeluaran CSR di
dukung oleh penelitian zweibel (1996) dan Chauhan dan Amit (2014) yang menyatakan juga
bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap biaya pengeluaran CSR yang dilakukan
perusahaan. H5 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap biaya pengeluaran CSR
Dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%), variabel ROA (dengan koefisien 5,2992)
memiliki nilai p-value sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0.05) Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05
sehingga variabel ROA berada pada daerah terima H5 dan juga memiliki koefisien positif
5,2992 yang artinya variabel ROA merupakan variabel yang mempengaruhi biaya
pengeluaran CSR secara positif signifikan (hipotesis diterima). Ini artinya, semakin tinggi
Profitabilitas suatu perusahaan berarti semakin tinggi pula biaya pengeluaran CSR yang akan
dikeluarkan oleh perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka semakin besar
sumber daya keuangan yang dimiliki perusahaan, dimana dapat digunakan sebagai biaya
pengeluaran CSR guna menambah nilai perusahaan dimata masyarakat. Melalui biaya
pengeluaran CSR, perusahaan dapat menginformasikan kepada publik bahwa tidak hanya
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
25
mencari laba semata, namun juga peduli kepada lingkungan dan sosialnya (Nurkhin, 2009).
Hal ini sejalan dengan slack resource theory, dimana perusahaan memiliki sumberdaya
keuangan yang dapat dimanfaatkan sebagai biaya pengeluaran CSR. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudana dan Arlindania (2011), Lucyanda dan
Siagian (2012) dan Vintila dan Duca (2013). Kesimpulan Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk menganalisis determinan dari biaya pengeluaran
CSR dilihat dari variabel karakteristik perusahaan dan variabel CG perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013. Penelitian ini juga melihat CSR dari
hubungan lead-lag variabel, yaitu melihat efek CSR secara tidak langsung dan efek yang
dirasakan tidak di tahun yang sama. Penelitian ini ingin membuktikan pada periode tahun
2013, ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham institusi, ukuran perusahaan, leverage
dan profitabilitas perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya pengeluaran CSR.
Penelitian ini melakukan pengujian terhadap 99 perusahaan pada tahun 2013 dalam industri
manufaktur yang tercatat di BEI selama kurun waktu satu tahun. Dari hasil regresi cross section yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa dengan
tingkat kepercayaan 95%, hanya variabel kepemilikan saham institusi dan profitabilitas
perusahaan yang memiliki pengaruh positif signifikan terhadap biaya pengeluaran CSR.
Sedangkan ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan dan leverage tidak berpengaruh
terhadap biaya pengeluaran CSR. Keterbatasan dan Saran Beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini dan saran untuk penelitian sejenis
berikutnya di antaranya adalah:
1. Penelitian ini baru melihat perbedaan biaya pengeluaran CSR indikator sosial pada
industri manufaktur saja. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan sampel dari
industri yang lain atau multi industri.
2. Penelitian ini baru melihat perbedaan biaya pengeluaran CSR indikator sosial hanya satu
tahun waktu pengamatan. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan masa
penelitian lebih dari satu tahun.
3. Belum memasukan alternatif variabel karakteristik perusahaan, seperti umur perusahaan,
pertumbuhan perusahaan, jenis industri dan lainnya yang dapat mempengaruhi biaya
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
26
pengeluaran CSR. Untuk penelitian selanjutnya, dapat memasukan variabel-variabel
tersebut.
4. Belum memasukan alternatif variabel tata kelola perusahaan, seperti kepemilikan saham
manajemen, kepemilikan saham pemerintah, komposisi dewan direksi, kualitas dewan dan
lainnya yang dapat mempengaruhi biaya pengeluaran CSR. Untuk penelitian selanjutnya,
dapat memasukan variabel-variabel tersebut.
5. Belum memasukan aspek ekonomi dan lingkungan dalam melakukan metode pengukuran
biaya pengeluaran CSR. Untuk penelitian selanjutnya, dapat memasukan variabel-variabel
tersebut.
6. Penelitian ini untuk variabel ukuran dewan komisaris menggunakan teori keagenan,
padahal ukuran dewan komisari tidak dapat mengukur monitoring effect, ukuran dewan
komisaris lebih melihat kepada value relevan. Untuk penelitian selanjutnya, dapat meneliti
lebih lanjut tentang hal tersebut.
Daftar Referensi Abiodun, B.Y. (2012). The Impact of Corporate Social Responsibility on Firms’ Profitability in Nigeria.
European Journal of Economics,Finance and Administrative Sciences, Issue 45. Achmad Zaenuddin. (2007). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Praktek Pengungkapan Sosial Dan
Lingkungan Pada Perusahaan Manufaktur Go Publik. Tesis. Universitas Diponegoro. Adams. C.A. (2002). “Internal Organiosational Factors Influencing Corporate Social and Ethical Reporting
Beyond Current Thaorising” Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol 15. No. 2. Agoes, Sukrisno. (2006). Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta:
Salemba Empat. Anggraini. (2006). “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan
Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (studi empiris pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta).” Simposium Nasional Akuntansi 9.
Aliaksandr, Burak. Luis, S.M. (2007). Corporate Social Responsbility and Firm Characteristics in Sweden: Who and What Makes a Firm a Better Corporate Citizen?. Master’s Thesis in Finance Stockholm School of Economics.
Anne, L. T. (2005). Business and Society: Stake Holders, Ethics, Public Policy (International, 11 ed.): Mc Graw Hill.
Ashutosh, Verma. Vijay, Kumar. (2013). An Analysis of CSR Expenditure by Indian Companies. Indian Institute of Forest Management (IIFM), Bhopal.
Beasley, Mark S. (2000). “An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director Composition and Financial Statement Fraud”, The Accounting Review, Vol. 71 No.4 pp 443-465.
Banerjee Sujata, dan Kaushik, Mandal. (2014) Is ‘CSR’ Expenditure or an Investment? Empirical Examination. International Journal of Innovation and Technology, Vol, No.5.
Barnea, amir dan Rubin, Amir. (2010). Corporate Social Responsbility as Conflict Between Shareholders. Journal of Business Ethics, 97, pp 71-96
Brigham, Eugene dan Gapenski.I. C. (1996). Intermediate Financial Management. Fifth Edition. New York. The dryen press.
Carmelo Reverte. (2008). Determinants Of Corporate Social Responsibility Disclosure Ratings By Spanish Listed Firms, Journal of Business Ethics 88 (2):351 – 366.
Caroline, Flammer. (2013). Does Corporate Social Responsibility Lead to Superior Financial Performance? A Regression Discontinuity Approach. Financial support from MIT’s Undergraduate Research Opportunities Program (UROP) is gratefully acknowledged.
Carroll, A. B. (1991). A three-dimensional conceptual model of corporate social performance. Academy of Management Review, 4, 497–505.
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
27
Chauhan, Swati dan Amit. (2014). A Relational Study of Firm’s Characteristics and CSR Expenditure. Prpcedia Economics and Finance 11 (2014) 23-32. Research Scholar, Indian Institute of Forest Management, Bhopal.
Coller P, Gregory A. (1999). Audit committee activity and agency cost. J Acc and Pub Pol., 18: 311-332. Cowen, S., Ferreri, L. B., & Parker, L. D. (1987). The impact of corporate characteristics on social responsibility
disclosure: a typology and frequency-based analysis. Accounting, Organization and Society, 12 (2), 111-22.
Daniri, Mas Achmad. (2008). Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya dalam konteks Indonesia. Penerbit PT. RAY Indonesia.
Deegan. C, Rankin. M, Tobin. J. (2002). “An Examination of the Corporate Social and Environmental Disclosure BHP from 1983-1997 a Test of Legitimacy Theory” Accounting, Auditing and Accountability, Vol 15, No 3, pp 312-343.
Fisman, R., G. Heal dan V. B. Nair. (2006). A Model of Corporate Philanthropy. Working Paper, The Wharton School, University of Pennsylvania.
Global Reporting Initiative (GRI). (2013). Sustainability Reporting Guidelines. Reporting Principles and Standard Disclousures. Edisi 4.0.
Gray. R, Kouhy. R, Lavers. S. (1995). “Corporate Social and Environmental Report ”Accounting and Auditing Journal , Vol 8, No 2, pp 4777.
Istianingsih, M.S.Ak. (2013). Impact of Firm Characteristics on CSR Disclosure: Evidence from Indonesia Stock Exhcange. Proceedings of 3rd Asia-Pacific Business Research Conference, Kuala Lumpur, Malaysia, ISBN: 978-1-922069-19-1.
Jensen, M. C. and W. H. Meckling. (1976). ‘Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Ownership Structure’, Journal of Financial Economics 3, 305–360.
Jones, M. T. (1999). The institutional determinants of social responsibility. Journal of Business Ethics, 20, 163–179.
Khodadadi, Vali, Soheila Khazami, dan Abbas Aflatooni. (2010). “The Effect of Corporate Governance Structure on The Extent of Voluntary Disclosure in Iran”. Business Intelligence Journal. Juli Vol. 3 No. 2.
Komite Nasional Kebijakan Governace (KNKG). (2006). Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia. Jakarta.
Kotler, P., & Nance, L. (2005). Corporate Social Responsibility: Doing The Most Good for Your Company and Your Cause: John Wiley & Sons Inc.
Lucyanda, J. Dan Siagian, L.G. (2012). The Influence of Company Characteristics Toward Corporate Social Responsibility Disclosure. The 2012 International Conference on Business and Management, Phuket – Thailand.
McGuire, J. B., A. Sundgren, and T. Schneeweis (1988) “Corporate social responsibility and firm financial performance.” Academy of Management Journal, 31 (4): 854- 872.
McWilliams, A., D. S. Siegel and P. M. Wright. (2006). ‘Corporate Social Responsibility: International perspectives’, Journal of Business Strategies 23, 1–8.
M, Zaiaul hoq. Mustatudin, saleh. Mahmud, Zubayer.Dr. K. T. Mahmud. (2010). The Effect of CSR Disclouse on Instutional Ownership. Vol. 4(1). 22-39. University of Malaya.
Morck, R., A. Shleifer and R. Vishny: (1988). ‘Management Ownership and Market Valuation: An Empirical Analysis’, Journal of Financial Economics 20, 293–315.
Nofandrilla. (2008). “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kebijakan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.” Skripsi Mahasiswa S-1 Tidak Dipublikasikan. Surakarta: FE UNS.
Nor Hadi. (2009). Corporate Social Responsibility; kajian theoretical framework, dan perannya dalam riset bidang akuntansi. Jurnal ekonomi dan bisnis vol.4, No. 8.
Nuraini, Nike dan Cahyonowati, Nur. (2011). Pengaruh karakteristik good corporate governance terhadap pengeluaran CSR. Studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di BEI.
O’Donovan, G. (2002). “Environmental Disclosure in the Annual Report : Extending the Aplicability and Predictive Power of Legitimacy Theory”. Accounting Auditing & Accountibility Journal. Vol.15. No.3. pp.334-371.
OECD. (2004). Organisation For Economics Co-operation and Development. Orlitzky, M., Schmidt, F. L., &Rynes, S. L. (2003). Corporate social and financial performance: A meta-
analysis. Organizationstudies, 24(3),pp 403-441. Pinteris, G. (2002), Agency Costs, Ownership Structure and Performance in Argentine Banking, Working Paper,
Department of Economics, University of Illinois. Porter, M. E dan Kremer (2006). Strategy and society: from CSR to creating shared value. New York City: Inner
City Capital Connections (ICCC).
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015
28
Preston, Lee, E dan O’Bannon, Douglas, P. (1997) The Corporate Social – Financial Performance Relationship. A Typology and Analysis Webster University.
Robert K. Elliot. (1992). “Cost of Benefit of Business Information Disclosure” Accounting Horizon. 8. (Des) 80-99.
Rustiarini, Ni Wayan. (2009). “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility”. Universitas Mahasaraswati Depansar.
Ryan, H. dan R. Wiggins (2004). ‘Who is in Whose Pocket? Director Compensation, Board Independence, Barriers to Effective Monitoring’, Journal of Financial Economics 73, 497–524.
Said, Roshima., Yuserrie Hj Zainuddin., dan Hasnah Haron. (2009). “The Relationship between Corporate Social Responsibility and Corporate Governance Characteristics in Malaysian Public Listed Companies”. Social Responsibility Journal. Vol. 5, No. 2, hal. 212-226.
Scott, William R. (2009). Financial Accounting Theory (Fifth Edition). Canada: Pearson Educational, Prentice Hall.
Sembiring. (2005). “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta.” Simposium Nasional Akuntansi 8.
Septiana, R. Amelia dan E. Nur. (2012). Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsbility Terhadap Profitabilitas Perusahaan. Pekbis Jurnal Vol. 4 No. 2, 71-84.
Sudana, I Made dan Arlindania, Putu Ayu. (2011). Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Go-Public di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, Tahun 4, No. 1.
Thomas, Lys. James P, Naughton. Clare Wang. (2012). Signaling Through Corporate Accountability Reporting. The Kellogg School of Management and The Lawrance Revsine Research Fellowship.
Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS). (2010).Buku Panduan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Vintila, Georgeta dan Duca, Florinita. (2013). A Study of The Relationship Between Corporate Social
Responsbility – Financial Performance- Firm Size. The Bucharest University of Economics Studies. Waddock, S. A., and Samuel B. Graves (1997) “The corporate social performancefinancial performance link.”
Strategic Management Journal, 18 (4): 303-319. Weshah, S. R., Dahiyat, A. A., Awwad, M. A., &Hajjat, E. S. (2012). The impact of adopting corporate social
responsibility on corporate financial performance: evidence from Jordanian Banks. Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business, 4(5), pp 34-44.
Wibisono, Yusuf. (2007). Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik: Fascho Publishing. Wocke, Albert dan Moodley, Terence. (2014). Corporate Political Strategy and Liability of foreigness:
Similiarities and difference between local and foreign firm in the south africa.Gorbon Institute Of bussines sains.
World Business Council for Sustainable Development. “Meeting Changing Expectations“. WBCSD’s first report on Corporate Social Responsibility. Geneva - Switzerland.
Zweibel, J. (1996). ‘Dynamic Capital Structure Under Managerial Entrenchment’, American Economic Review 86, 1197–1215.
Peraturan Perundang-undangan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK). Peraturan Menteri Negara BUMN No. : PER-05/MBU/2007. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 mengenai ijin lingkungan. Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2012 tentang CSR perseroaan terbatas. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. www.finance.yahoo.com www.idx.com www.iicg.com
Pengaruh ukuran ..., Arie Pangestu Gazali, FEB UI, 2015