PENGARUH SUPLEMENTASI BERBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP
PERFORMA DAN STATUS FISIOLOGIS AYAM BROILER YANG
DIBERI CEKAMAN TEMPERATUR TINGGI
SITI NURJANAH
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Suplementasi
Berbagai Antioksidan Terhadap Performa dan Status Fisiologis Ayam Broiler
yang Diberi Cekaman Temperatur Tinggi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Siti Nurjanah
NIM D24090095
ABSTRAK
SITI NURJANAH. Pengaruh Suplementasi Berbagai Antioksidan Terhadap
Performa dan Status Fisiologis Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Temperatur
Tinggi. Pembimbing TOTO TOHARMAT dan SUMIATI.
Lingkungan temperatur yang tinggi menyebabkan heat stress pada ayam
broiler. Antioksidan merupakan suplemen yang paling efisien yang dapat
mencegah efek negatif dari heat stress. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
pengaruh suplementasi berbagai antioksidan terhadap performa dan status
fisiologis ayam broiler yang diberi cekaman terhadap temperatur tinggi. Sejumlah
48 ekor ayam broiler umur 10 hari dilakukan rancangan acak lengkap dengan 2x3
faktorial, 8 ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan pakan dan faktor kedua
adalah perlakuan temperatur lingkungan. Pakan yang diberikan adalah pakan
komersial tanpa dan disuplementasi antioksidan. Perlakuan lingkunagn yang
digunakan sebagai berikut: temperatur konstan pada 25 ˚C, temperatur bersiklus
pada suhu 25-35-25 ˚C, dan temperatur konstan pada suhu 32 ˚C. Ayam broiler
pada temperatur lingkungan yang tinggi memiliki konsumsi pakan, bobot badan,
dan pertumbuhan bobot badan yang lebih rendah dibandingkan ayam broiler pada
suhu lingkungan normal (P<0.01). Suplementasi antioksidan tidak memberikan
efek terhadap performa dan fiologis ayam broiler. Suplementasi antioksidan
meningkatkan yellowness pada otot dada (P<0.05). Suplementasi antioksidan dan
perlakuan lingkungan tidak mempengaruhi kandungan malondialdehida. Dari
hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa antioksidan tidak terbukti dapat
mencegah efek negatif dari heat stress pada ayam broiler
Kata kunci: antioksidan, ayam broiler, heat stress
ABSTRACT
SITI NURJANAH. Effect of Antioxidants Supplementation on Performance and
Physiological Status of Broiler Chickens Exposed to High Temperature.
Supervised by TOTO TOHARMAT and SUMIATI.
High ambient temperature results in heat stress on broiler chickens.
Antioxidant is the most efficient suplement, which alleviate the negative effects of
heat stress. This study was conducted to determine the effects of antioxidants
suplementation on performance and physiological status of broiler chickens
exposed to high environmental temperature. Ten days-old 48 broilers were
randomly assigned to a 2x3 factorial design to 3 environmental treatments, 2
experimental diets of 8 replication of one birds each. The chickens were fed a
commercial diet with or without mixed antioxidants. The environmental
treatments were as follows: constant temperature at 25 ˚C, cyclic temperature at
25-35-25 ˚C, and constant temperature at 32 ˚C. Chickens in high environmental
temperature had lower (P<0.01) feed intake, body weight, and body weight gain
than in normal temperature. Antioxidants suplementation had no effect on
performances and physiological. Antioxidants suplementation increased
yellowness (P<0.05) of breast muscle. Antioxidants and environmental
treatments did not influence malondialdehyde (MDA) level. These results
suggested that antioxidants did not alleviate the negative effect of heat stress on
broiler chickens.
Keywords: antioxidants, broiler, heat stress
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
PENGARUH SUPLEMENTASI BERBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP
PERFORMA DAN STATUS FISIOLOGIS AYAM BROILER YANG
DIBERI CEKAMAN TEMPERATUR TINGGI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
SITI NURJANAH
Judul Skripsi : Pengaruh Suplementasi Berbagai Antioksidan Terhadap Performa
dan Status Fisiologis Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Terhadap
Lingkungan Temperatur Tinggi
Nama : Siti Nurjanah
NIM : D24090095
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Toto Toharmat, MAgrSc
Pembimbing I
Dr Ir Sumiati, MSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 hingga Maret
2013 ini ialah suplementasi antioksidan pada ayam broiler, dengan judul Pengaruh
Suplementasi Berbagai Antioksidan Terhadap Performa dan Status Fisiologis
Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Temperatur Tinggi.
Antioksidan dapat mengurangi dan mencegah kerugian akibat heat stress
pada ayam broiler. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh suplementasi
berbagai antioksidan terhadap performa dan status fisiologis ayam broiler yang
diberi cekaman terhadap temperatur tinggi. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, namun
demikian semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Siti Nurjanah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1 METODE 2
Bahan 2 Alat 2 Lokasi dan Waktu 2
Prosedur Percobaan 2 Analisis Data 4 Peubah yang Diamati 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Mortalitas 5 Performa 6 Suhu Rektal 7 Bobot Hati dan Dada 8 Lipid Peroksidasi Darah, Hati dan Otot 9 Warna Daging 10
SIMPULAN DAN SARAN 12 Simpulan 12
Saran 12 DAFTAR PUSTAKA 12 LAMPIRAN 16
RIWAYAT HIDUP 21
DAFTAR TABEL
1 Perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 3 2 Mortalitas ayam broiler pada perlakuan temperatur lingkungan 5 3 Rataan performa ayam broiler yang disuplementasi antioksidan 6 4 Suhu rektal ayam broiler sebelum dan sesudah diberi perlakuan
temperatur lingkungan 7 5 Bobot hati dan bobot dada ayam broiler yang telah diberi perlakuan
temperatur lingkungan 8
6 Rataan kadar malondialdehida (MDA) pada plasma, hati, dan otot pada
ayam broiler yang diberikan pakan tanpa dan disuplementasi antioksidan 9
7 Rataan warna otot ayam broiler yang diberi pakan tanpa dan
disuplementasi antioksidan pada temperatur lingkungan normal dan
tinggi 11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil sidik ragam (ANOVA) pertumbuhan bobot badan ayam broiler
yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 16 2 Hasil sidik ragam (ANOVA) konsumsi pakan ayam broiler yang diberi
perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 16 3 Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot badan ayam broiler umur 15 hari 16
4 Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot badan ayam broiler umur 21 hari 16 5 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna redness (a*) otot dada ayam broiler
yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 16 6 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna yellowness (b*) pada otot dada
ayam briler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 17 7 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna lightnes (L*) pada otot dada ayam
broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 17
8 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna redness (a*) pada otot kaki ayam
broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 17 9 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna yellowness (b*) pada otot kaki ayam
broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 17
10 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna lightness (L*) pada otot kaki ayam
broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 17 11 Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot hati ayam broiler yang diberi
perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 18 12 Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot dada ayam broiler yang diberi
perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 18 13 Hasil sidik ragam (ANOVA) kandungan malondialdehida (MDA) hati
ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 18
14 Hasil sidik ragam (ANOVA) kandungan malondialdehida (MDA)
plasma darah ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur
lingkungan 18 15 Hasil sidik ragam (ANOVA) kandungan malondialdehida (MDA) otot
dada ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur
lingkungan 19
16 Hasil sidik ragam (ANOVA) suhu rektal ayam broiler (umur 15 hari)
yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 19 17 Hasil sidik ragam (ANOVA) suhu rektal ayam broiler (umur 21 hari)
yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan 19 18 Uji Chi-Squre mortalitas ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan
temperatur lingkungan 19 19 Foto kandang biotron 20 20 Foto panel kontrol kandang biotron 20 21 Minolta Chroma meter CR-200 20
PENDAHULUAN
Industri peternakan ayam broiler di Indonesia memiliki kemajuan yang
sangat pesat. Menurut data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)
jumlah populasi ayam broiler atau ayam pedaging pada tahun 2011 mencapai 1
milyar ekor. Akan tetapi industri peternakan ayam broiler memiliki masalah
dengan iklim tropis Indonesia. Suhu yang sangat tinggi pada musim kemarau
maupun peralihan musim menyebabkan sebagian besar peternak mengalami
kerugian yang diakibatkan oleh menurunnya performa hingga banyaknya ayam
yang mati (Abidin dan Khatoon 2013).
Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan terjadinya heat stress atau
cekaman panas pada ayam broiler. Heat stress merupakan kondisi kesehatan dan
fisiologis ternak yang terganggu akibat pengaruh dari lingkungan yang sangat
ekstrim (Lesson dan Summers 2001). Suhu maksimum di Indonesia pada siang
hari menurut data Badan Meteorologi dan Geofisika (2012) mencapai 35 ˚C-37 ˚C
dengan kelembapan 70%-80%. Suhu nyaman bagi ayam broiler periode grower
untuk dapat tumbuh dengan baik adalah 24 ˚C (Weaver 2002). Suhu lingkungan
yang tinggi bersamaan dengan kelembapan yang tinggi akan menimbulkan
berbagai gejala stres pada ayam broiler (Daghir 1995). Heat stress dapat
mempengaruhi performa ayam broiler seperti menurunnya efesiensi pakan,
konsumsi pakan, dan pertumbuhan bobot badan. Selanjutnya heat stress dapat
menurunkan kualitas daging serta meningkatkan kandungan malondialdehida
(MDA) sebagai akibat dari stres oksidatif dalam tubuh (Azad et al. 2010b).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat heat
stress diantaranya sistem kandang dan manipulasi nutrisi. Solusi sistem kandang
dengan menambahkan pendingin dinilai kurang efisien karena biayanya yang
cukup mahal. Manipulasi nutrisi dianggap paling tepat dalam mengatasi masalah
heat stress. Suplemen yang sering digunakan dalam mengatasi heat stress adalah
antioksidan. Antioksidan dapat mengurangi dan mencegah akibat dari oksidasi
yang terjadi dalam tubuh ayam broiler ketika mengalami cekaman panas.
Antioksidan adalah molekul atau senyawa yang berperan sebagai penangkal
radikal bebas. Sebagian besar antioksidan merupakan elektron donor yang
bereaksi dengan radikal bebas untuk merubahnya menjadi senyawa yang tidak
berbahaya (Surai 2003).
Jenis antioksidan dapat berasal dari vitamin, mineral, metionina, dan
nutrien mikro lainnya. Penelitian tentang keefektifan antioksidan telah banyak
dilakukan. Penambahan vitamin E (100 ppm) yang berperan sebagai antioksidan
mampu meningkatkan pertumbuhan bobot badan dan konversi pakan (Yuming et
al. 2001). Penambahan vitamin E (250 ppm) dan A (15 000 IU) terbukti efektif
untuk mengatasi heat stress pada broiler yang diberi cekaman panas 32 ˚C (Sahin
et al. 2002).
Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa diantara berbagai
jenis antioksidan terdapat hubungan timbal balik (Hidiroglou et al. 2004;
Levander dan Morris 1970; McDowell 1989). Vitamin E memiliki hubungan
dengan nutrien lain seperti vitamin A, vitamin C, methionina, dan selenium.
Gallo-Torres (1980) menjelaskan bahwa penggunaan seluruh antioksidan lebih
efisien dan efektif dibandingkan hanya menggunakan salah satu jenis antioksidan.
2
Akan tetapi masih sedikit informasi yang menjelaskan keefektifan vitamin E
dengan jenis antioksidan lain untuk menangani heat stress pada ayam broiler.
Disamping itu banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa antioksidan dapat
berubah bentuk menjadi prooksidan yang dapat membahayakan tubuh (Mézes dan
Balogh 2009; Polyakov et al. 2001). Dengan adanya hal tersebut, perlu dilakukan
pengujian terhadap keefektifan antioksidan yang memiliki hubungan timbal balik
satu sama lain serta membuktikan komposisi paling efektif yang digunakan untuk
mengatasi efek negatif heat stress pada ayam broiler.
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh suplementasi berbagai
antioksidan terhadap performa dan status fisiologis ayam broiler yang diberi
cekaman terhadap lingkungan temperatur tinggi.
METODE
Bahan
Penelitian ini menggunakan 48 ekor day old chick (DOC) ayam broiler
strain ROSS, yang berasal dari perusahaan pembibitan Zao (Miyagi, Jepang).
Pakan yang digunakan merupakan pakan komersial yang memiliki kandungan
protein kasar 23%, serat kasar 4%, lemak kasar 5%, kalsium 0.7%, dan Energi
Metabolis 3 050 kkal/kg.
Alat
Jenis kandang yang digunakan adalah kandang electrically-heated
batteries dan kandang biotron. Kandang electrically-heated batteries merupakan
kandang kelompok, sedangkan kandang biotron merupakan kandang individu
(Lampiran 19). Micro climate dapat diatur secara komputerisasi pada kandang
biotron. Alat pengukur warna daging yang digunakan adalah Minolta Chroma
meter CR-200 (Lampiran 21) dan spektofotometer digunakan untuk analisis
kandungan malondialdehida.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga bulan Maret 2013,
di Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Tohoku, Jepang.
Prosedur Percobaan
Hewan Percobaan dan Perlakuan
Ayam broiler ditempatkan di kandang electrically-heated batteries selama
10 hari dengan suhu kandang 30 ˚C-32 ˚C. Pakan dan air minum diberikan ad
libitum. Umur 10 hari, ayam broiler dipindahkan ke kandang biotron dengan suhu
3
kandang 27 ˚C. Adaptasi di kandang biotron dilakukan selama 3 hari. Perlakuan
pakan dilakukan pada ayam broiler umur 13 hari. Selanjutnya, perlakuan
temperatur lingkungan dilakukan pada ayam broiler umur 15 hari.
Gambar 1. Tahapan penelitian
Sejumlah 48 ekor ayam broiler berumur 10 hari dialokasikan ke dalam
rancangan acak lengkap pola 2x3 faktorial, 8 ulangan. Faktor pertama adalah
perlakuan pakan dan faktor kedua adalah perlakuan temperatur lingkungan. Pakan
yang diberikan adalah pakan komersial tanpa (A0) dan disuplementasi dengan
campuran antioksidan yang mengandung vitamin E 250 ppm, vitamin A 15 000
IU, vitamin C 250 ppm, Se 0.2 ppm, dan metionina 0.24% (A1). Perlakuan
cekaman panas yang digunakan sebagai berikut: temperatur konstan pada 25 ˚C
(ET25), temperatur bersiklus pada suhu 25-35-25 ˚C (ETCY), dan temperatur
konstan pada suhu 32 ˚C (ET32). Pada temperatur bersiklus setiap pukul 06.00
diatur suhu 25 ˚C, suhu akan naik secara perlahan sebesar 1 ˚C setiap 40 menit,
setelah mencapai suhu 35 ˚C selama 4 jam, suhu turun secara perlahan sebesar 1
˚C setiap 40 menit hingga mencapai suhu 25 ˚C. Kelembapan yang digunakan
pada kandang dengan suhu konstan adalah 55%. Pada kandang dengan suhu
bersiklus, kelembapan yang digunakan adalah 65% hingga 80%.
Tabel 1 Perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
Perlakuan Pakan
A0 A1
Temperatur
lingkungan
ET25 ET25A0 ET25A1
ETCY ETCYA0 ETCYA1
ET32 ET32A0 ET32A1 Keterangan :
ET25A0 = ransum tanpa suplementasi berbagai antioksidan dengan temperatur
konstan pada 25 ˚C; ET25A1 = ransum dengan suplementasi berbagai antioksidan
dengan temperatur konstan pada 25 ˚C; ETCYA0 = ransum tanpa suplementasi
berbagai antioksidan dengan temperatur bersiklus pada suhu 25-35-25˚C;
ETCYA1 = ransum dengan suplementasi berbagai antioksidan dengan temperatur
bersiklus pada suhu 25-35-25 ˚C. ET32A0 = ransum tanpa suplementasi berbagai
antioksidan dengan temperatur konstan pada suhu 32 ˚C; ET32A1 = ransum
dengan suplementasi berbagai antioksidan dengan temperatur konstan pada 25 ˚C.
Pertumbuhan Bobot Badan, Konsumsi Pakan, Konversi Pakan, dan
Mortalitas
Bobot badan dan konsumsi pakan dari setiap ayam broiler diukur setiap
dua hari sekali. Pertumbuhan bobot badan pada setiap ayam broiler dihitung.
Konversi pakan dihitung dari jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan
dibagi dengan pertumbuhan bobot badan. Mortalitas dicatat setiap hari sepanjang
penelitian berlangsung.
1 hari
Perlakuan panas
10 hari 21 hari
Perlakuan pakan Pakan komersial
15 hari
4
Pengukuran Bobot Hati dan Bobot Dada
Pada umur 21 hari, ayam broiler disembelih. Selanjutnya otot pectoralis
superficialis dan hati ditimbang bobotnya.
Pengukuran Suhu Rektal
Suhu rektal diukur menggunakan termometer digital. Pengukuran
dilakukan dengan cara memasukkan termometer ke dalam rektal ayam broiler
hingga angka pada thermometer stabil. Semua ayam broiler diukur suhu rektalnya
sebelum dilakukan perlakuan cekaman panas (15 hari) dan sebelum ayam broiler
disembelih (21 hari).
Pengukuran Warna Daging
Pengukuran warna daging dilakukan setelah ayam disembelih (umur 21
hari) menggunakan Minolta Chroma meter CR-200, sesaat setelah ayam
disembelih. Alat pengukur warna ditempelkan beberapa saat ke permukaan otot
hingga angka stabil. Otot daging yang diukur warnanya pada penelitian ini adalah
otot dada (pectoralis superficialis) dan otot kaki (iliotibialis lateris).
Kandungan Malondialdehida (MDA) pada Darah, Hati, dan Otot Dada
Kandungan peroksidasi lipid yang akan diukur adalah plasma, hati dan
otot dada dengan menggunakan metode Mujahid et al. (2007). Hati, otot dada, dan
plasma diambil segera setelah ayam disembelih. Selanjutnya hati dan otot dada
ditumbuk hingga menjadi serbuk dengan menggunakan nitrogen cair dan
disimpan pada freezer -80 ˚C. Serbuk hati dan otot dada dihomogenkan dengan
buffer (1.15% KCl) menggunakan physcotron. Darah yang diambil segera setelah
ayam disembelih dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 150 µL heparin. Darah
yang telah diambil disentrifuge 3 000 rpm selama 10 menit. Plasma darah diambil
menggunakan micropipette ke dalam tabung affendorf.
Sebanyak 800 µL homogenat/plasma dicampurkan dengan 200 µL SDS
8.1%, 1.5 ml asam asetat 20% (pH 3.5), 50 µL butyl-hydroxyl toluene 0.8%, dan
1.5 ml 2-thiobarbituric acid 0.8%. Setelah divortex, sampel diinkubasi di dalam es
selama 60 menit. Selanjutnya, dipanaskan pada 95 ˚C selama 60 menit di water
bath. Sampel didinginkan beberapa saat dan ditambahkan dengan 1 ml H2O, 5 ml
campuran n-butanol dan pyridine (15:1, v v-1
), dicampur secara sempurna dan
divortex. Berikutnya, setelah dikocok menggunakan shaker selama 10 menit,
sampel disentrifuse pada 3 000 rpm selama 10 menit dan diukur absorbansi
menggunakan spektrofotometer pada 532 nm.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) rancangan
acak lengkap (RAL), 2x3 faktorial, perlakuan pakan merupakan faktor pertama
dan perlakuan lingkungan merupakan faktor kedua (Steel dan Torrie 1980).
Metode Chi-square digunakan untuk menganalisis data mortalitas. Perbedaan
nyata dinyatakan dengan P < 0.05.
5
Perlakuan temperatur bersiklus pada penelitian ini menyebabkan tingkat
mortalitas hingga 87.5%. Sehubungan dengan hal tersebut peubah selain
mortalitas dari perlakuan temperatur bersiklus tidak tersedia, sehingga analisis
sidik ragam hanya dapat dilakukan tanpa temperatur bersiklus.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah mortalitas, pertumbuhan
bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, bobot hati, bobot dada, suhu
rektal, kandungan malondialdehida (MDA) pada darah, hati, dan otot, serta warna
daging pada otot dada dan otot kaki.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mortalitas
Perlakuan temperatur lingkungan meningkatkan mortalitas secara
signifikan (P<0.01), tidak ada interaksi diantara perlakuan pakan dan perlakuan
temperatur lingkungan (Tabel 2). Hampir semua ayam broiler (15 hari) ETCY
mengalami kematian pada hari pertama dilakukannya perlakuan temperatur
lingkungan. Angka mortalitas pada ayam broiler tanpa dan disuplementasi
antioksidan pada temperatur bersiklus adalah 87.5% dan 75% secara berturut-
turut.
Tabel 2 Mortalitas ayam broiler pada perlakuan temperatur lingkungan
Perlakuan Mortalitas (%)a
ET25 A0 0.0b
A1 0.0b
ETCY A0 87.5a
A1 75.0a
ET32 A0 0.0b
A1 0.0b aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 1% (uji ordinal Chi-square).
Hasil penelitian (Azad et al. 2010b) terhadap ayam broiler yang diberikan
suhu bersiklus (32–24–32 ˚C) dengan kelembapan 55% tidak mempengaruhi
mortalitas. Berbeda dengan penelitian ini yang digunakan kelembapan hingga
65%–85% menghasilkan mortalitas yang sangat tinggi pada ayam broiler.
Termoregulasi pada ayam broiler terjadi pada periode starter (1 minggu) yang
sangat rentan terhadap kelembapan yang tinggi. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa faktor kelembapan harus lebih diperhatikan, terutama pada area panas dan
lembap (Lin et al. 2006). Lin et al. (2005) menjelaskan bahwa ayam broiler sangat
sensitif terhadap perubahan kelembapan tinggi, rendah, bahkan suhu
thermoneutral.
Tidak ada mortalitas yang terjadi pada suhu lingkungan tinggi. Hal ini
disebabkan ayam pada ET32 sudah mengalami proses adaptasi terhadap
6
Tabel 3 Rataan performa ayam broiler yang disuplementasi antioksidan
Peubah
Perlakuan Signififikansi
ET25 ET32
A0 A1 A0 A1 A
ET
AxET
BB (15 h, g
ekor-1
)
471±51
454±45
466±50
461±46
TN
TN TN
BB (21 h, g
ekor-1
)
928±57a
895±56a
753±79b
774±66b
TN <0.01 TN
PBB (g ekor-1
) 457±15a
441±29a
288±50b
313±73b
TN <0.01 TN
Konsumsi
pakan (g ekor-
1)
599±34a
556±41a
431±36b
446±70b
TN <0.01 TN
Konversi
pakan
1.31±0.05bc 1.26±0.08c
1.53±0.27a
1.46±0.20ab
TN <0.01 TN
A : Perlakuan pakan
ET: Perlakuan temperatur lingkungan
TN: Tidak nyata
temperatur yang tinggi. Ayam broiler memiliki respon terhadap aklimasi panas,
yang secara otomatis mengatur mekanisme fisiologis untuk mengurangi sistem
kerja metabolisme, menurunkan temperatur untuk mengaktifkan efektor
penghilang panas, dan meningkatkan kapasitas dari sistem evaporasi (Garriga et al.
2005).
Performa
Bobot badan ayam broiler pada umur 15 hari pada penelitian ini tidak
berbeda nyata (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pada masa adaptasi kandang
(umur 11 hari) dan adaptasi pakan yang disuplementasi berbagai antioksidan
(umur 13 hari) tidak mempengaruhi bobot badan ayam broiler. Berbeda dengan
bobot badan ayam broiler pada umur 21 hari yang telah diberi perlakuan suhu
berbeda nyata pada P<0.01. Tidak terdapat interaksi diantara penambahan
antioksidan dan temperatur lingkungan.
Ayam broiler pada suhu lingkungan tinggi (ET32) memiliki bobot badan,
pertumbuhan bobot badan, dan konsumsi pakan yang lebih rendah dibandingkan
ayam broiler pada suhu lingkungan normal (ET25). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa suhu lingkungan mempengaruhi performa ayam broiler. Hasil ini sesuai
dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa suhu
lingkungan yang tinggi menurunkan performa ayam broiler (Azad et al. 2010a;
Azad et al. 2010b; Stephani et al. 1998; Quinteiro-Filho et al. 2010). Efek negatif
akibat suhu yang ekstrim berhubungan dengan menurunnya absorbsi dan
kecernaan berbagai macam nutrien. Ayam broiler yang diberi cekaman panas
memiliki konsumsi pakan yang lebih rendah dibandingkan ayam broiler yang
berada pada suhu normal (22 ˚C–25 ˚C). Menurunnya konsumsi nutrien dapat
menyebabkan performa yang buruk bagi ternak (Abidin dan Khatoon 2013).
Quinteiro-Filho et al. (2010) menyatakan bahwa heat stress meningkatkan
kandungan kortikosteron yang berperan sebagai kontrol makan pada hipotalamus
yang mengatur konsumsi pakan dan rasa kenyang, sehingga menyebabkan
7
Tabel 4 Suhu rektal ayam broiler sebelum dan sesudah diberi perlakuan
temperatur lingkungan
Peubah
Perlakuan Signififikansi
ET25 ET32
A0 A1 A0 A1 A
ET
AxET
Suhu rektal
(15 h,˚C)
40.84±0.09b
40.97±0.18b
41.31±0.22a
41.27±0.20a
TN <0.001 TN
Suhu rektal
(21 h, ˚C)
40.78±0.34b
40.89±0.21b
42.32±0.31a
42.36±0.33a
TN <0.001 TN
A : Perlakuan pakan
ET: Perlakuan temperatur lingkungan
TN: Tidak nyata
menurunnya konsumsi pakan dan berakibat pada menurunnya pertumbuhan bobot
badan.
Nilai konversi ransum didapatkan dari hasil perbandingan antara ransum
yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan pada kurun waktu tertentu.
Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukkan bahwa untuk meningkatkan
bobot badan persatuan berat membutuhkan pakan yang tinggi. Nilai konversi
ransum pada suhu normal (ET25) dan suhu tinggi (ET32) adalah 1.3 dan 1.5
secara berturut-turut. Nilai konversi tersebut dinilai lebih baik dibandingkan
penelitian sebelumnya yang menghasilkan nilai konversi ransum ayam broiler
yang berada pada suhu ruang 24 ˚C mencapai 1.84 (Kusnadi 2006). Hal ini
diperkirakan karena genetik ayam broiler yang digunakan berbeda (NRC 1994).
Ayam broiler yang diberikan suplementasi antioksidan memiliki performa
yang sedikit lebih baik dibandingkan tanpa disuplementasi antioksidan pada
temperatur tinggi (ET32). Hasil tersebut berbeda dengan performa ayam broiler
yang diberikan suplementasi antioksidan pada temperatur lingkungan dengan suhu
25 ˚C (Tabel 3). Hal ini disebabkan kebutuhan dasar ayam broiler terhadap
antioksidan. Ayam broiler yang diberi cekaman panas lebih membutuhkan
suplementasi antioksidan dibandingkan ayam broiler pada suhu lingkungan
normal. Heat stress menurunkan kadar vitamin A (McDowell 1989), vitamin C
dan vitamin E pada serum (Sahin et al. 2003).
Suhu Rektal
Ayam broiler merupakan hewan homeotermis, yaitu hewan yang mampu
mengendalikan suhu tubuh, namun mekanisme homeotermis tersebut hanya
berfungsi secara efisien pada zona termoneutral (Weaver 2002). Pada saat ayam
broiler berada pada suhu yang ekstrim, ayam broiler terengah-engah (panting),
meminum air lebih banyak, merebahkan sayap, dan sedikit bergerak. Suhu rektal
merupakan salah satu indikator kondisi fisiologi pada ternak sebagai salah satu
respon tubuh terhadap kondisi lingkungan. Suhu rektal ayam broiler setelah diberi
cekaman panas lebih tinggi dibandingkan ayam broiler pada suhu lingkungan
normal secara signifikan, namun tidak terdapat interaksi diantara perlakuan pakan
dan temperatur lingkungnan (Tabel 4).
8
Tabel 5 Bobot hati dan bobot dada ayam broiler yang telah diberi perlakuan
temperatur lingkungan
Parameter
Perlakuan Signififikansi
ET25 ET32
A0 A1 A0 A1 A
ET
AxET
Bobot hati
(%)
2.29±0.22a
2.30±0.31a
1.94±0.24b
2.28±0.82a
TN <0.05 TN
Bobot
dada (%)
5.58±0.44
5.48±0.40
4.94±0.82
5.03±0.56
TN TN TN
A : Perlakuan pakan
ET: Perlakuan temperatur lingkungan
TN: Tidak nyata
Lin et al. (2005) menjelaskan bahwa suhu dan kelembapan mempengaruhi
suhu rektal. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan peningkatan suhu tubuh
yang disebabkan penerimaan panas dari lingkungan lebih besar dibandingkan
dengan kemampuan tubuh untuk membuang panas, sehingga keseimbangan
pelepasan panas tubuh terganggu (Sugito dan Delima 2009). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa suplementasi berbagai antioksidan tidak berpengaruh secara
nyata terhadap suhu rektal ayam broiler. Hal ini disebabkan suhu lingkungan lebih
memiliki peran penting terhadap suhu rektal dibandingkan pengaruh pakan (Abu-
Dieyeh 2006).
Bobot Hati dan Dada
Hati merupakan organ ayam yang terletak diantara gizzard dan empedu
(North 1987). Rataan bobot hati normal ayam broiler berkisar 1.7% - 2.8% dari
bobot badan (Putnam 1991). Bobot hati ayam broiler pada suhu normal, baik yang
disuplemetasi berbagai antioksidan maupun tidak disuplementasi antioksidan
mencapai 2.30±0.31% dan 2.29±0.22% secara berturut-turut. Bobot tersebut
sesuai dengan bobot hati ayam broiler pada kondisi normal. Rangsangan dari luar
seperti suhu lingkungan yang terlalu ekstrim dapat mempengaruhi ukuran hati
(Nabib 1987). Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa temperatur lingkungan
mempengaruhi bobot hati (P<0.05), namun tidak ada interaksi diantara dua faktor
perlakuan. Bobot hati ayam broiler tanpa disuplementasi antioksidan pada ET32
memiliki bobot paling rendah dibandingkan semua perlakuan (Tabel 5).
Dada merupakan bagian karkas yang paling banyak disukai konsumen
karena serat dagingnya lebih lunak dibandingkan paha atau bagian lainnya. Bobot
dada sering digunakan sebagai salah satu indikator kualitas karkas. Berdasarkan
kedua perlakuan yang dilakukan tidak terdapat perbedaan pada bobot dada ayam
broiler. Bobot dada ayam broiler pada penelitian ini mencapai sekitar 5% dari
bobot badan. Scheuermann et al. (2003) menjelaskan bahwa bobot otot dada
tergantung pada kepadatan myofiber pada otot pectoralis. Dari hasil penelitian,
maka dapat disimpulkan bahwa suhu lingkungan dan suplementasi antioksidan
tidak mempengaruhi kepadatan myofiber pada ayam broiler. Bobot dada
berkorelasi positif dengan bobot badan ayam broiler. Ayam broiler tanpa
9
Tabel 6 Rataan kadar malondialdehida (MDA) pada plasma, hati, dan otot
pada ayam broiler yang diberikan pakan tanpa dan disuplementasi
antioksidan
MDA
Perlakuan Signifikansi
ET25 ET32
A0 A1 A0 A1 A
ET
AxET
Plasma
(nmol/L)
7.63±1.53
7.56±1.14
7.48±1.45
7.10±1.49
TN
TN TN
Otot dada
(nmol/g)
16.60±5.67
14.01±5.55
17.96±4.84
14.60±6.16
TN TN TN
Hati
(nmol/g)
75.72±8.31
76.28±19.91
89.57±22.51
85.29±21.32
TN TN TN
A : Perlakuan pakan
ET: Perlakuan temperatur lingkungan
TN: Tidak nyata
suplementasi antioksidan yang berada pada suhu normal (A0ET25) memiliki nilai
bobot badan dan bobot dada tertinggi, begitu pula ayam broiler tanpa
suplementasi antioksidan yang berada pada suhu tinggi memiliki nilai bobot
badan dan bobot dada terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Resnawati (2004) bahwa bobot dada dipengaruhi oleh bobot
badan dan bobot karkas ayam broiler.
Lipid Peroksidasi Darah, Hati dan Otot
Perlakuan pakan dan perlakuan temperatur lingkungan tidak
mempengaruhi kadar malondialdehida (MDA) pada plasma, hati, dan otot dada
(Tabel 6). Tidak terdapat interaksi diantara perlakuan pakan dan temperatur
lingkungan. Meskipun tidak ada perbedaan yang nyata pada kadar MDA pada
semua perlakuan, kadar MDA pada ayam broiler yang disuplementasi antioksidan
pada temperatur lingkungan tinggi (ET32) lebih rendah dibandingkan dengan
ayam broiler tanpa disuplementasi antioksidan. Kadar MDA pada hati lebih tinggi
dibandingkan pada plasma dan otot dada, hal tersebut membuktikan bahwa hati
merupakan organ tubuh yang paling banyak terjadi proses oksidasi.
Secara normal reactive oxygen species (ROS) diproduksi oleh tubuh dari
berbagai macam mekanisme enzimatik dan nonenzimatik yang beraksi pada sel
dan mitokondria (Fellenberg dan Speisky 2006; Sheu 2006). Heat stress
menyebabkan perubahan metabolik pada oksidasi substrat dan menghasilkan ROS
di mitokondria lebih tinggi dibandingkan kondisi normal (Mujahid et al. 2007).
ROS dihasilkan di dalam sel, seperti superoksida (O2-•), hidrogen peroksida
(H2O2), radikal hydroksil (HO•), radikal alkoxyl (RO
•), radikal peroxyl (ROO
•),
singlet oksigen (1O2), radikal nitrit oksida (NO
•)2, peroxynitrite (ONOO
-)3, dan
radikal semiquinone (Q•-) (Sheu et al. 2006; Sies dan Stahl 1995). Meningkatnya
ROS dalam tubuh menurunkan mekanisme pertahanan dari antioksidan, keadaan
ini membahayakan bagi berbagai zat dalam tubuh, termasuk lemak, protein, dan
inti sel (Walliman 2007).
10
Ketidakseimbangan antara antioksidan dan ROS sebagai prooksidan dalam
tubuh menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Ayam broiler yang diberi cekaman
panas hingga 32 ˚C, tidak terindikasi mengalami stres oksidatif, jika dilihat dari
kandungan malondialdehida yang tidak terdapat perbedaan nyata. Oksidasi lemak
menghasilkan malondialdehida pada tubuh (Adly 2010). Peroksidasi lipid
merupakan indikator yang baik dalam menentukan terjadi kerusakan oksidatif di
tingkat sel pada hewan yang mengalami heat stress (Azad et al. 2010a; Mujahid et
al. 2005). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ayam broiler yang
disuplementasi antioksidan memiliki kadar MDA yang lebih rendah dibandingkan
tanpa disuplementasi antioksidan. Penelitian sebelumnya menghasilkan bahwa
suplementasi vitamin E (150 IU kg-1
) dan selenium (0.1 ppm) (Sodhi et al. 2008)
dan suplementasi vitamin E (250 ppm) dengan vitamin A (15 000 IU) dapat
menurukan kadar MDA ayam broiler (Sahin et al. 2002).
Ketidakefektifan suplementasi berbagai antioksidan dari penelitian ini
dapat disebabkan dari reaksi antioksidan yang berubah menjadi prooksidan atau
radikal bebas di dalam sel (Miller et al. 1996; Mortensen et al. 2001; Penniston
dan Tanumihardjo 2006; Pinchuk et al. 2012; Polyakov et al. 2001). Kadar MDA
pada plasma, hati dan otot dada pada penelitian ini menunjukkan bahwa
suplementasi berbagai antioksidan yang diberikan belum optimum. Keefektifan
antioksidan tidak hanya tergantung reaksi kimia dengan radikal bebas namun juga
tergantung interaksi diantara semua jenis antioksidan (Niki et al. 1995; Tesoriere
et al. 1996; Sies dan Stahl 1995).
Warna Daging
Rataan warna otot ayam broiler yang diberi pakan tanpa dan
disuplementasi antoksidan pada temperatur lingkungan normal dan tinggi
ditampilkan pada Tabel 7. Suplementasi antioksidan mempengaruhi redness (a*)
dan yellowness (b*) pada otot dada dan redness (a*) pada otot kaki. Terdapat
interaksi diantara perlakuan pakan dan temperatur lingkungan pada a* (redness)
dan b* (yellowness) otot dada.
Feng et al. (2008) melaporkan bahwa temperatur tinggi (41.5 ˚C) dapat
meningkatkan nilai L* (linghtness) pada otot dada, namun tidak mempengaruhi
nilai a* (redness) dan b* (yellowness). Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa tingginya temperatur lingkungan meningkatkan terjadinya kemungkinan
daging menjadi PSE (pale, soft, exudative). Menurut Rémignon dan Le Bihan-
Duval (2003) menyatakan bahwa nilai L* pada otot dada berkisar antara 43.1 dan
48.8. Hal tersebut menunjukkan bahwa otot dada ayam broiler yang berada pada
suhu tinggi (32 ˚C) pada penelitian ini memiliki warna yang lebih gelap
dibandingkan warna normal. Nilai L* pada ayam broiler yang disuplementasi
antioksidan dan tanpa disuplementasi antioksidan adalah 42.56±1.20 dan
42.04±1.35 secara berturut-turut. Warna yang lebih gelap disebabkan karena pada
daging terjadi reaksi oksidasi lemak.
11
Tabel 7 Rataan warna otot ayam broiler yang diberi pakan tanpa dan
disuplementasi antoksidan pada temperatur lingkungan normal dan
tinggi
Jenis otot
Perlakuan Signifikansi
ET25 ET32
A0 A1 A0 A1 A
ET
AxET
Otot dada
Lightness (L*) 42.53±1.06
43.33±1.42
42.56±1.20
42.04±1.35
TN
TN TN
Redness (a*) 4.88±0.89a
3.58±0.46b
3.74±0.75b
3.96±0.93b
<0.05 TN <0.01
Yellowness
(b*)
2.79±0.86b
3.94±0.83a
2.93±0.90b
2.35±0.80b
<0.05 TN <0.01
Otot kaki
Lightness (L*) 46.10±2.00
46.10±2.15
45.59±1.30
46.79±1.59
TN TN TN
Redness (a*) 6.96±0.98a
6.00±1.13b
5.49±0.92b
5.08±0.42b
<0.05 <0.01 TN
Yellowness
(b*)
4.53±1.57
5.09±1.07
5.08±1.02
4.89±1.22
TN TN TN
A : Perlakuan pakan
ET: Perlakuan temperatur lingkungan
TN: Tidak nyata
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai yellowness otot
dada pada ayam broiler yang diberi suplementasi antioksidan lebih rendah
dibandingkan kontrol (Lohakare et al.2005). Komponen oksidasi lipid pada
jaringan otot merupakan penyebab utama dari menurunnya kualitas daging setelah
penyembelihan. Aktifitas antioksidan mampu mencegah terjadinya oksidasi
mioglobin menjadi metmioglobin sehingga dapat mencegah penurunan kualitas
daging (Guo et al. 2001). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa suplementasi
antioksidan tidak memberikan efek yang menguntungkan untuk warna daging
(Kim et al. 2010; Ryu et al. 2005). Suplementasi antioksidan pada ayam broiler
yang berada pada suhu lingkungan tinggi (32 ˚C) memiliki nilai yellowness yang
lebih rendah dibandingkan perlakuan lain. Namun, nilai yellowness pada ayam
broiler yang disuplementasi antioksidan yang berada pada temperatur lingkungan
normal (25 ˚C) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan ayam broiler tanpa
disuplementasi antioksidan.
Suplementasi antioksidan berpengaruh secara nyata terhadap nilai redness
pada otot dada maupun otot kaki (P<0.05). Terdapat interaksi perlakuan pakan
dan temperatur lingkungan pada nila a* otot dada. Nilai a* pada otot tergantung
pada kandungan pigmen haeminic pada otot (Rémignon dan Le Bihan-Duval
2003). Pada suhu 25 ˚C otot dada dan otot kaki pada ayam broiler yang diberi
suplementasi antioksidan memiliki nilai a* yang lebih rendah dibandingkan pada
ayam tanpa disuplemantasi antioksidan. Akan tetapi, pada suhu tinggi (32 ˚C)
nilai a* pada otot dada maupun otot kaki tidak memiliki perbedaan yang nyata.
Nilai a* pada penelitian Allen et al. (1997) yang mengukur warna otot dada
setelah penyimpanan 2 jam mencapai 1.5-2.9. Nilai tersebut lebih rendah
dibandingkan pada penelitian ini. Otot dada pada penelitian ini memiliki nilai a*
diantara 3.58-4.88. Hal tersebut dapat disebabkan dari lama penyimpanan yang
berbeda pada saat mengukur warna daging.
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suplementasi dari campuran berbagai antioksidan pada penelitian ini tidak
efektif dalam mencegah efek negatif dari heat stress pada ayam broiler. Ayam
broiler pada umur pertumbuhan lebih rentan mengalami kematian terutama pada
suhu yang bersiklus dengan kelembapan yang tinggi.
Saran
Penelitian selanjutnya disarankan untuk menemukan jenis dan komposisi
optimum dalam penggunaan antioksidan untuk mendapatkan performa terbaik
pada ayam broiler. Selain itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengevaluasi respon ayam broiler terhadap suhu bersiklus dengan kelembapan
yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z, Khatoon A. 2013. Heat stress in poultry and the beneficial effect of
ascorbic acid (vitamin C) supplementation during periods of heat stress.
World’s Poult Sci J. 69:135-152.
Abu-Dieyeh ZHM. 2006. Effect of high temperature per se on growth
performance of broilers. Int J Poult Sci. 5(1):19-21.
Adly Amira AM. 2010. Oxidative stress and disease: an update review. Res J
Immunol. 3(2):129-145.
Allen CD, Russel MS, Fletcher DL. 1997. The relationship of broiler breast meat
color and pH to shelf-life and odor development. Poult Sci. 76:1042-1046.
Azad MAK, Kikusato M, Azharul MH, Toyomizu M. 2010a. Effect of chronic
heat stress on performance and oxidative damage in different strains of
chickens. J. Poult. Sci. 47:333-337.
Azad MAK, Kikusato M, Maekawa T, Shirakawa H, Toyomizu M. 2010b.
Metabolic characteristic and oxidative damage to skeletal muscle in broiler
chickens exposed to chronic heat stress. Compar Biochem Physiol. 155:401-
406.
[BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2012. Rata-rata Iklim [Internet].
[diunduh 2012 Sep 05]. Tersedia pada http://iklim.bmg.go.id/normal.asp.
Daghir NJ. 1995. Poultry Production in Hot Climates: Present Status and Future
of the Poultry Industry in Hot Region. Cambridge (US): CABI.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan
dan Kesehatan Hewan 2011. Jakarta (ID): Karya Cemerlang.
Fellenberg MA, Speisky H. 2006. Antioxidants: their effects on broiler oxidative
stress and its meat oxidative stability. World’s Poult Sci J. 62:53-67.
13
Feng J, Zhang M, Zheng S, Xie P, Ma A. 2008. Effects of high temperature on
multiple parameters of broilers in vitro and in vivo. Poult Sci. 87:2133-2139.
Gallo-Torres DC. 1980. Absorption, Blood Transport and Metabolism of Vitamin
E. In: A Comprehensive Treatise. Machlin LJ, editor. New York (US):
Marcel Dekker.
Garriga C, Hunter RR, Amat C, Planas JM, Mitchell MA, Moretó M. 2005. Heat
stress increase apical glucose transport in the chicken jejunum. Anim J
Physiol Reful Integr Comp Physiol. 290:R195-R201.
Guo Y, Tang Q, Yuan J, Jiang Z. 2001. Effects of supplementation with vitamin E
on the performance and the tissue peroxidation of broiler chicks and the
stability of thigh meat against oxidative deterioration. Anim Feed Sci Tech.
89:165-173.
Hidiroglou N, Gilani GS, Long L, Zhao X, Madere R, Cockell K, Belonge B,
Ratnayake WMN, Peace R. 2004. The influence of dietary vitamin E, fat,
and methionine on blood cholesterol profile, homocysteine levels, and
oxidizability of low density lipoprotein in the gerbil. J Nutr Biochem.
15:730-740.
Kim JY, Park WY, Choi IH. 2010. Effects of dietary a-tocopherol, selenium, and
their different combinations on growth performance and meat quality of
broiler chickens. Poutl Sci. 89:603-608.
Kusnadi E. 2006. Suplementasi vitamin C sebagai penangkal cekaman panas pada
ayam broiler. JITV. 2(4):249-253.
Leeson S, JD Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. Ed ke-4. Ontarion (CA) :
University Books, Guelph.
Levander OA, Morris VC. 1970. Interactions of methionine, vitamin E and
antioxidants in selenium toxicity in the rat. J Nutr. 100:1111-1118.
Lin H, Jiao HC, Buyse J, Decuypere E. 2006. Strategies for pereventing heat
stress in poultry. World’s Poult Sci J. 62:71-85.
Lin H, Zhang HF, Jiao HC, Sui SJ, Gu XH, Zhang ZY, Buyse J, Decuypere E.
2005. Thermoregulation responses of broiler chickens to humidity at
difference ambient temperatures one week of age. Poult Sci. 84:1166-1172.
Lohakare JD, Choi JY, Kim JK, Yong JS, Shim YH, Hahn TW, Chae BJ. 2005.
Effects of dietary combinations of vitamin A, E and methionine on growth
performance, meat quality and immunity in commercial broilers Asian-Aust
J Anim Sci. 18(4):316-523.
McDowell LR. 1989. Vitamins in Animal Nutrition: Comparative Aspects to
Human Nutrition. California (US): Academy Pr.
Mézes M, Balogh K. 2009. Prooxidant mechanisms of selenium toxicity – a
review. Acta Biol Szeged. 53:15-18.
Miller NJ, Sampson J, Candeias LP, Bramley PM, Rice-Evans CA. 1996.
Antioxidant activities of carotenes and xanthophylls. FEBS Lett. 384:240-
242.
Mortensen A, Skibsted LH, Truscott TG. 2001. The interaction of dietary
carotenoids with radical species. Archives Biochem Biophys. 385(1):13-19.
Mujahid A, Pumford NR, Bottje W, Nakagawa K, Miyazawa T, Akiba Y,
Toyomizu M. 2007. Mitochondrial oxidative damage in chicken skeletal
muscle induced by acute heat stress. J Poult Sci. 44:439-445.
14
Mujahid A, Yoshiki Y, Akiba Y, Toyomizu M. 2005. Superoxide radikal
production in chicken skeletal muscle induced by acute heat stress. Poult Sci.
84:307-314.
Nabib R. 1987. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-3. Bogor (ID): IPB Pr.
Niki E, N Noguchi, H Tsuchihashi, N Gotoh. 1995. Interaction among vitamin C,
vitamin E, and β-karoten. Am J Clin Nutr. 62:1322S-1326S.
North MO. 1987. Commercial Chicken Production. Connecticut (US): Springer.
[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry.
Washington DC (US): National Academis Pr.
Penniston KL, Tanumihardjo SA. 2006. The acute and chronic toxic effects of
vitamin A. Am J Clin Nutr. 83:191-201.
Pinchuk I, Shoval H, Dotan Y, Lichtenberg D. 2012. Evaluation of antioxidants:
scope, limitations and relevance of assays. Chem Phys Lipids. 165:638-647.
Putnam PW. 1991. Handbook of Animal Science. San Diego (US): Academy Pr.
Polyakov NE, Leshina TV, Konovalova TA, Kispert LD. 2001. Carotenoids as
scavengers of free radicals in a fenton reaction: antioxidants or pro-
oxidants ?. Free Radical Biol Med. 31(3):398-404.
Quinteiro-Filho WM, Ribeiro A, Ferraz-de-Paula V, Pinheiro ML, Sakai M, Sá
LRM, Ferreira AJP, Palermo-Neto J. 2010. Heat stress impairs performance
parameters, induces intestinal injury, and decrease macrophage activity in
broiler chickens. Poult Sci. 89:1905-1914.
Rémignon H, Le Bihan-Duval E. 2003 Meat quality problem associated with
selection for increased production. Di dalam: Muir WM, Aggrey SE, editor.
Poultry Genetics, Breeding and Biotechnology. London (GB): CABI. hlm
53-66.
Resnawati H. 2004. Bobot potongan karkas dan lemak abdomen ayam ras
pedaging yang diberi ransum mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus
rubellus). Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner [Internet]. 2004 Agust 4-5; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):
Balitnak. hlm 473-477; [diunduh 2012 Des 2]. Tersedia pada:
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pro04-75.pdf
Ryu YC, Rhee MS, Lee KM, Kim BC. 2005. Effects of different levels of dietary
suplemental selenium on performance, lipid oxidation, and color stability of
broiler chicks. Poult Sci. 84:809-815.
Sahin K, Sahin N, Sari M, Gursu MF. 2002. Effects of vitamins E and A
suplementation on lipid peroxidation and concentration of some mineral in
broilers reared under heat stress (32 ˚C). Nutr Research. 22:723-731.
Sahin K, Sahin N, Onderci M, Gursu MF, Issi M. 2003. Vitamin C and E can
alleviate negative effects of heat stress in Japanese quails. Food Agri
Envi.1(2):244-249.
Scheuermann GN, Bilgili SF, Hess JB, Mulvaney DR. 2003. Breast muscle
development in commercial broiler chickens. Poult Sci 82:1648-1658.
Sheu S, Nauduri D, Anders MW. 2006. Targeting antioxidants to mitochondria: a
new therapeutic direction. Bioch et Biophysica Acta. 1762:256-265.
Sies Helmut, Stahl W. 1995. Vitamins E and C, β-karoten, and other carotenoids
as antioxidants. Am J Clin Nutr. 62:1315S-1321S.
15
Sodhi S, Sharma A, Brar APS, Brar RS. 2008. Effect of α-tocopherol and
selenium on antioxidant status, lipid peroxidation and hepatopathy induced
by malathion in chicks. Pesticide Bioch Phys. 90:82-86.
Steel RGD, Torrie JH. 1980. Principles and Procedures of Statistics. Ed ke-2.
New York (US): McGraw-Hill.
Stephanie L, Berrong, Kenneth WW. 1998. Effects of genetic variation on total
plasma protein, body weight gains, and body temperature responses to heat
stress. Poult Sci. 77:379-385.
Surai PF. 2003. Natural Antioxidants in Avian Nutrition and Reproduction.
Nottingham (GB): Nottingham Univ Pr.
Sugito, Delima M. 2009. Dampak cekaman panas terhadap pertambahan bobot
badan, rasio heterofil, limfosit, dan suhu tubuh ayam broiler. JKH. 3(1):216-
224.
Tesoriere L, Bongiorno A, Pintaudi AM, D’Anna R, D’Arpa D, Livrea MA. 1996.
Synergistic interactions between vitamin A and vitamin E against lipid
peroxidation in phosphatidylcholine liposomes. Archives Biochem Biophys.
326(1):57-63.
Walliman T, Tokarsa-Schlattner M, Neumann D, Epand RM, Epand RF, Andres
RH, Widmer HR, Hornemann T, Saks V, Agarkova I et al. 2007. The
Phosphocreatin Circuit: Molecular and Cellular Physiologi of Creatin
Kinases, Sensitivity to Free Radicals, and Enhancement by Creatine
Supplementation. Molecular System Bioenergetics. Weinheim (DE): Willey-
VCH.
Weaver WD Jr. 2002. Poultry housing. Di dalam: Bell DD, Weaver WD Jr, editor.
Commercial Chicken Meat and Egg Production. Ed ke-5. New York (US):
Springer. hlm 101-128.
Yuming G, Qing T, Jiannin Y, Zhirong J. 2001. Effect of suplementation with
vitamin E on the performance and the tissue peroxidation of broiler chicks
and the stability of thigh meat against oxidative deterioration. Anim Feed Sci
Tech. 89:165-173.
16
Lampiran 1 Hasil sidik ragam (ANOVA) pertumbuhan bobot badan ayam broiler
yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 180.975 1 180.975 0.080 0.779
Perlakuan suhu 175661.463 1 175661.463 78.059 0.000
Pakan * suhu 3459.040 1 3459.040 1.537 0.225
Galat 63010.674 28 2250.381
Total 4736688.910 32
Lampiran 2 Hasil sidik ragam (ANOVA) konsumsi pakan ayam broiler yang
diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 1658.880 1 1658.880 0.739 0.397
Perlakuan suhu 154512.405 1 154512.405 68.809 0.000
Pakan * suhu 6652.811 1 6652.811 2.963 0.096
Galat 62874.912 28 2245.533
Total 8483137.420 32
Lampiran 3 Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot badan ayam broiler umur 15 hari
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 942.865 1 942.865 0.404 0.530
Perlakuan suhu 7.900 1 7.900 0.003 0.954
Pakan * suhu 313.125 1 313.125 0.134 0.717
Galat 65373.579 28 2334.771
Total 6920612.910 32
Lampiran 4 Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot badan ayam broiler umur 21 hari
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 297.680 1 297.680 0.070 0.793
Perlakuan suhu 173313.281 1 173313.281 40.855 0.000
pakan * suhu 5853.620 1 5853.620 1.380 0.250
Galat 118779.648 28 4242.130
Total 2.275E7 32
Lampiran 5 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna redness (a*) otot dada ayam
broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 2.311 1 2.311 3.796 0.061
Perlakuan suhu 1.125 1 1.125 1.848 0.185
Pakan * suhu 4.651 1 4.651 7.640 0.010
Galat 17.048 28 0.609
Total 546.780 32
17
Lampiran 6 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna yellowness (b*) pada otot dada
ayam briler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan .661 1 0.661 0.914 0.347
Perlakuan suhu 4.205 1 4.205 5.811 0.023
Pakan * suhu 5.951 1 5.951 8.224 0.008
Galat 20.263 28 0.724
Total 319.080 32
Lampiran 7 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna lightnes (L*) pada otot dada
ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 0.151 1 0.151 0.094 0.761
Perlakuan suhu 3.125 1 3.125 1.949 0.174
Pakan * suhu 3.511 1 3.511 2.190 0.150
Galat 44.888 28 1.603
Total 58158.080 32
Lampiran 8 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna redness (a*) pada otot kaki ayam
broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 3.781 1 3.781 4.635 0.040
Perlakuan suhu 11.520 1 11.520 14.121 0.001
Pakan * suhu 0.605 1 0.605 0.742 0.396
Galat 22.842 28 0.816
Total 1145.600 32
Lampiran 9 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna yellowness (b*) pada otot kaki
ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 0.281 1 0.281 0.184 0.672
Perlakuan suhu 0.245 1 0.245 0.160 0.692
Pakan * suhu 1.125 1 1.125 0.734 0.399
Galat 42.908 28 1.532
Total 810.920 32
Lampiran 10 Hasil sidik ragam (ANOVA) warna lightness (L*) pada otot kaki
ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 2.880 1 2.880 0.898 0.352
Perlakuan suhu 0.061 1 0.061 0.019 0.891
Pakan * suhu 2.880 1 2.880 0.898 0.352
Galat 89.838 28 3.208
Total 68231.520 32
18
Lampiran 11 Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot hati ayam broiler yang diberi
perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 0.300 1 0.300 3.229 0.083
Perlakuan suhu 0.263 1 0.263 2.826 0.104
Pakan * suhu 0.263 1 0.263 2.826 0.104
Galat 2.604 28 0.093
Total 158.750 32
Lampiran 12 Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot dada ayam broiler yang diberi
perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 0.000 1 0.000 0.001 0.977
Perlakuan suhu 2.365 1 2.365 6.620 0.016
Pakan * suhu 0.090 1 0.090 0.253 0.619
Galat 10.004 28 0.357
Total 895.510 32
Lampiran 13 Hasil sidik ragam (ANOVA) kandungan malondialdehida (MDA)
hati ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur
lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 25.777 1 25.777 0.070 0.793
Perlakuan suhu 975.695 1 975.695 2.665 0.115
Pakan * suhu 44.070 1 44.070 0.120 0.731
Galat 9518.341 26 366.090
Total 212764.590 30
Lampiran 14 Hasil sidik ragam (ANOVA) kandungan malondialdehida (MDA)
plasma darah ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan
temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 0.393 1 0.393 0.198 0.661
Perlakuan suhu 0.586 1 0.586 0.294 0.592
Pakan * suhu 0.129 1 0.129 0.065 0.801
Galat 49.754 25 1.990
Total 1667.050 29
19
Lampiran 15 Hasil sidik ragam (ANOVA) kandungan malondialdehida (MDA)
otot dada ayam broiler yang diberi perlakuan pakan dan temperatur
lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 71.700 1 71.700 2.316 0.139
Perlakuan suhu 7.703 1 7.703 0.249 0.622
Pakan * suhu 1.163 1 1.163 0.038 0.848
Galat 866.744 28 30.955
Total 8932.630 32
Lampiran 16 Hasil sidik ragam (ANOVA) suhu rektal ayam broiler (umur 15
hari) yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 0.038 1 0.038 0.402 0.531
Perlakuan suhu 18.150 1 18.150 193.143 0.0001
Pakan * suhu 0.008 1 0.008 0.083 0.775
Galat 2.631 28 0.094
Total 55373.790 32
Lampiran 17 Hasil sidik ragam (ANOVA) suhu rektal ayam broiler (umur 21
hari) yang diberi perlakuan pakan dan temperatur lingkungan
JK db KT F Sig.
Perlakuan pakan 0.020 1 0.020 0.585 0.451
Perlakuan suhu 1.201 1 1.201 35.128 0.0001
Pakan * suhu 0.061 1 0.061 1.791 0.192
Galat 0.958 28 0.034
Total 54056.960 32
Lampiran 18 Uji Chi-Squre mortalitas ayam broiler yang diberi perlakuan pakan
dan temperatur lingkungan
Nilai db Sig.
Pearson Chi-Square 35.657 2 0.001
Rasio 40.630 2 0.001
N 48
20
Lampiran 19 Foto kandang biotron
Lampiran 20 Foto panel kontrol kandang biotron
Lampiran 21 Minolta Chroma meter CR-200
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung tanggal 11 bulan Juli
tahun 1991. Penulis merupakan anak keempat dari Bapak
Emid Tarmidi dan Ibu Imas Rukmini. Penulis menyelesaikan
sekolah menengah pertama di MTs Persatuan Islam no 31
Banjaran pada tahun 2003-2006 kemudian sekolah menengah
atas di MA Persatuan Islam no 67 Tasikmalaya tahun 2006-
2009 dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada bulan
Juni 2009 Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan melalui jalur Beasiswa Kementerian
Agama. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah
aktif di organisasi UKM Keilmiahan FORCES sebagai Sekretaris Departemen
Service periode 2010-2011 dan sebagai staf Departemen Research and Education
periode 2011-2012, Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi Peternakan
(HIMASITER), dan CSS MoRA IPB sebagai Ketua Departemen KOMINFO
periode 2011-2012. Selain kegiatan keorganisasian, penulis juga sempat
mengikuti kegiatan pertukaran pelajar JYPE (Junior Program in English) di
Tohoku University, Jepang tahun 2012-2013. Penulis menerima dana penelitian
untuk program kreatifitas mahasiswa (PKM-P) yang berjudul “Produksi Prebiotik
dari Kulit Pisang dan Bungkil Inti Sawit Menggunakan Isolat Bakteri Rumen
untuk Menekan Aktivitas Salmonella typhimurium pada Broiler” tahun 2011.
Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Formulasi Ransum
pada tahun ajaran 2013-2014.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
kepada Kementerian Agama RI dan JASSO Scholarship yang telah memberikan
beasiswa selama perkuliahan dan penelitian. Terima kasih penulis sampaikan
kepada Prof Dr Ir Toto Toharmat, MAgrSc sebagai dosen pembimbing akademik
sekaligus dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahan baik di bidang
akademik maupun non akademik. Kepada Dr Ir Sumiati M.Sc selaku dosen
pembimbing skripsi atas saran dan bimbingan selama penulisan skripsi. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Toyomizu Masaaki, Assoc Prof
Motoi Kikusato serta anggota laboratorium Animal Nutrition di Universitas
Tohoku atas bimbingan, bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Selanjutnya
penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Despal, Spt MSc. selaku dosen
pembahas pada seminar hasil yang dilaksanakan pada 20 Juni 2013. Terima kasih
pula penulis ucapkan kepada Dr Ir Asep Sudarman MRur.Sc. dan Ir Niken Ulupi
MS. selaku dosen penguji sidang ujian akhir sarjana pada 14 Februari 2014.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua, kakak, dan
adik atas doa, kasih sayang dan semangat yang diberikan. Tidak lupa kepada
sahabat yang selalu mendukung penulis Widya, Arsy, Rima, Hanum, Gea, dan
Caca. Terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Kostan Aulia, CSS
22
MoRA 46 IPB, INTP 46, PPI Sendai dan KMI Sendai atas saran dan semangat
selama ini.