Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
37
PENGARUH PANDEMI VIRUS CORONA (COVID-19)
TERHADAP PENDAPATAN PEDAGANG SAYUR DAN BUAH
DI PASAR TRADISIONAL “PAJAK PAGI PASAR V” PADANG
BULAN
Robert Sinaga1)
Melfrianti Romauli Purba2)
1)
Dosen Universitas Quality 2)
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Prima Indonesia
Email : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pandemi Covid-19 terhadap
pendapatan pedagang buah dan sayur di Pasar Tradisional “Pajak Pagi Pasar V” Padang
Bulan Medan. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode analisis deskriptif
kualitatif dengan cara mendeskripsikan dan menginterpretasikan data serta kondisi
ataupun fenomena yang terjadi. Dari penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh hasil
bahwa pedagang buah dan sayur tetap bertahan melakukan usahanya di pasar walaupun
dalam masa pandemi dan jumlah pembeli serta pendapatan yang menurun hingga lebih
dari 50%. Faktor yang mendukung para pedagang tetap melakukan usahanya adalah
kesadaran untuk terus berjuang memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara itu
faktor penghambatnya adalah berkurangnya jumlah pembeli, pendapatan yang semakin
berkurang sampai lebih dari 50% dan kekahwatiran akan terpapar virus.
Kata Kunci : Pendapatan, buah, sayur, pasar tradisional, Covid-19
Abstract
The object of this research was to determine the pandemic Covid-19 impact on the income
of fruits and vegetables traders in the Traditional Market “Pajak Pagi Pasar V Padang
Bulan Medan. The research was conducted using qualitative descriptive analysis methods
by describing and interpreting data as well as the conditions or phenomena. From the
research that has been carried out, it had been obtained that the responden continue their
business in the market during the pandemic, even the number of buyers and incomehad
decrease more than 50%. Factor that made traders continue doing business was the
awareness and struggle to meet the needs of daily life. Meanwhile the inhibitng factors
are the reduction in the number of buyers, income that had been decreased about more
than 50% and worries about being exposed to the virus.
Key words : Income, fruits, vegetables, traditional market, Covid-19
PENDAHULUAN
Pasar Tradisional dan Pandemi
Covid-19
Pasar tradisional saat ini masih
menjadi salah satu pusat kegiatan
ekonomi penting bagi sebagian
masyarakat Indonesia. Berbagai kendala
dan perubahan yang terjadi telah
meminggirkan pasar tradisional yang
telah lama memiliki fungsi redistribusi
produk-produk yang dihasilkan oleh
masyarakat termasuk buah dan sayuran.
Resiko dalam distribusi produk
pertanian diakibatkan oleh adanya
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
38
ketergantungan aktivitas pertanian pada
alam, pengaruh buruk alam telah banyak
mempengaruhi total hasil panen
pertanian. Selain karena faktor alam
(cuaca), faktor harga jual juga menjadi
resiko yang sangat mempengaruhi
pendapatan pedagang yang pada
akhirnya akan mempengaruhi
keuntungan yang diterima. Keberanian
para pedagang untuk menerima resiko
sangat mempengaruhi keberlanjutan
usaha yang dilakukannya.
Ditengah wabah pandemi Covid-
19 yang sedang terjadi di Indonesia,
banyak dampak yang terjadi bagi
perekonomian masyarakat Indonesia,
terutama pedagang di pasar tradisional.
Semenjak beberapa daerah
memberlakukan pembatasan pergerakan
orang, kerumunan sampai ada yang
melakukan karantina parsial sehingga
banyak pedagang yang merugi karena
pembeli sangat jarang bahkan tak ada.
Beberapa pedagang masih mencari
peruntungan berjualan meski dengan
resiko ditertibkan. Hal itu, karena
kehidupan mereka sangat bergantung
kepada pendapatan harian.
Dampak pandemi Covid-19
terhadap masyarakat Sumatera Utara
sangat besar, dari beberapa masyarakat
yang kesulitan bahkan kehilangan mata
pencahariannya untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, lumpuhnya
berbagai akses jalan raya di beberapa
kota di Sumatera Utara terutama di
Medan yang mengalami Zona Merah
(Kirana dkk, 2020).
Sementara pertumbuhan ekonomi
diperkirakan mengalami penurunan dari
5,4% menjadi 2,5%, dan bahkan bisa
menjadi minus 0,4%. Krisis akibat
Covid-19 saat ini terjadi secara simultan,
sehingga akibatnya sangat dirasakan
oleh kelompok rentan yang semakin
terpuruk, diantaranya kelompok usaha
yang membutuhkan keramaian massa,
kelompok pekerja harian lepas,
pedagang kaki lima, para buruh yang
terdampak PHK, petani dan masyarakat
miskin (Eddyono dan Suzanna, 2020).
Siklus aktivitas ekonomi masyarakat
sangat menurun secara drastis, maka
pemerintah harus mengambil kebijakan
strategis yang akseleratif dalam
menangani kesulitan ekonomi yang
menimpa masyarakat (Olaniyi, 2020).
Eksternalitas ekonomi dari Covid-
19 yang paling nyata terlihat saat ini
adalah fenomena banyaknya karyawan
yang dirumahkan, Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK), dan berbagai perusahaan
yang mulai bangkrut. Berdasarkan data
Kementerian Ketenagakerjaan
(Kemnaker) tahun 2020, total pekerja
yang dirumahkan dan kena PHK selama
masa pandemi ini telah mencapai
1.943.916 orang dari 114.340
perusahaan. Situasi tersebut secara
otomatis berdampak pada aspek-aspek
lain, terutama kepada pekerja harian
lepas, pelaku UMKM, usaha rumah
makan, dan usaha-usaha masyarakat
yang bergantung pada keramaian massa.
Terciptta 5,2 juta pengangguran
baru dengan akumulasi para buruh yang
terdampak PHK beserta beberapa usaha-
usaha kecil masyarakat yang bangkrut
(gulung tikar). Situasi ini secara
otomatis pula mempengaruhi daya beli
masyarakat yang menurun secara
signifikan, dimana perputaran uang di
tengah masyarakat menjadi sangat
minim, pada saat yang sama produksi
barang pun sangat terbatas, sehingga
terjadi defisit perdagangan dalam siklus
perekonomian (Kurniawansyah dkk,
2020).
Poin utama dalam kebijakan
distribusi ini pertama ini adalah
diberikan bantuan tunai dan bantuan
bahan pokok, sambil melaksanakan
program kemitraan dengan berbagai
unsur usaha mikro dan makro
masyarakat, yaitu diberikannya insentif
pada UKKM, usaha-usaha rumahan
masyarakat dan pedagang- pedagang
kecil. Pemberian bantuan tersebut saat
ini adalah langkah yang paling konkrit
untuk menguatkan relasi antara
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
39
pemerintah dengan masyarakat di tengah
pandemi Covid-19 ini.
Orientasi terhadap fleksibilitas
ekonomi di tengah pandemi Covid-19
ini bisa dilakukan manakala pemerintah
secara sistematis dan konsisten
melaksanaan tiga konsep kebijakan
strategis yaitu kebijakan alokasi,
kebijakan distribusi, dan kebijakan
stabilisasi. Tiga kebijakan tersebut harus
ditopang dengan formulasi dan strategi
kongkrit yang sesuai dengan kondisi
empirisnya.
Kunci dari penyehatan kembali
kondisi ekonomi nasional adalah
survival di tingkat individu dan entitas
usaha. Oleh karena itu negara harus
mengerahkan segenap upaya, termasuk
dengan memberikan stimulus, agar
rakyatnya tidak collaps semasa krisis,
tetap produktif dan memiliki
penghasilan memadai, serta bisnis dapat
terus berjalan. (Hardiwardoyo, 2020).
Usaha skala besar terdampak
dapat melakukan penghentian sementara
operasi saat Covid-19 melanda dan
kemudian mampu beroperasi kembali
saat keadaan telah normal karena
memiliki kapasitas permodalan dan
akses pembiayaan yang memadai.
Sebaliknya, banyak Usaha skala kecil
dan mikro (UKM) yang lebih retan tidak
mampu bangkit kembali beroperasi saat
keadaan telah normal kerena modalnya
terkikis untuk menutupi biaya hidup
keluarga (aliran pendapatannya macet
selama usaha berhenti beroperasi).
Program Pasar Sehat
Program ini bertujuan untuk
melindungi fungsi pasar tradisional.
Disamping bermanfaat untuk
menyediakan barang-barang kebutuhan
dasar bagi masyarakat, perlindungan
fungsi pasar tradisional juga bermanfaat
untuk menyelematkan aliran pendapatan
bagi produsen, pedagang, jasa
transportasi dan para pekerja yang
terlibat. Status sosial ekonomi dari
pelaku usaha dan pekerja yang terlibat
dalam kegiatan pasar tradisional adalah
kalangan menengah ke bawah.
Program pasar sehat adalah
menata dan melengkapi sarana
pendukung sesuai protokol pencegahan
dan pengendalian penyebaran Covid-19.
Rancangan penataan hendaknya
sederhana, tidak berbiaya mahal, dan
efektif bagi masyarakat pengguna.
Koordinasi rantai pasok ke pasar
tradisional untuk mengatasi berbagai
hambatan yang muncul dilaksanakan
sesuai catatan monitoring dan konsultasi
dengan pelaku kunci, seperti: petani
aneka tanaman, peternak, petani ikan,
nelayan, industri pengolahan, pemasok,
pedagang pengumpul, pedangan
pengecer, dan konsumen (Budastra,
2020).
Ditahun 2020, perekonomian
global tidak bisa diukur dengan hanya
sebatas lingkup ekonomi itu sendiri.
Virus Corona (Covid-19) menjadi bukti
bahwa virus yang mengganggu
kesehatan tersebut dapat menimbulkan
ketidakstabilan ekonomi pada suatu
negara bahkan dalam skala global
(Burhanuddin dan Abdi, 2020).
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis hubungan antara
sikap pedagang buah dan sayur
dalam masa pandemi terhadap daya
jual komoditi buah dan sayur.
2. Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan
pedagang buah dan sayuran dalam
masa pandemi covid 19 .
3. Mengetahui faktor penghambat dan
pendukung yang menyebabkan
pedagang buah dan sayuran tetap
bertahan melakukan usahanya
dalam masa pandemi covid 19.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama
5 bulan yaitu bulan Maret sampai Juli
2020, dimulai dari persiapan sampai
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
40
penyusunan proposal penelitian,
penyusunan kuesioner, wawncara ke
lapangan, penulisan laporan hasil
penelitian dan publikasi jurnal. Lokasi
penelitian adalah Pasar Tradisional
“Pajak Pagi Pasar V” Padang Bulan
Medan.
Metode Pengumpulan Data
Data penelitian diperoleh melalui
wawancara secara langsung dengan
responden berdasarkan daftar pertanyaan
yang telah disiapkan dalam bentuk
kuesioner. Wawancara dilakukan
dengan tetap melaksanakan protokol
kesehatan pertama yaitu memakai
masker dan menjaga jarak.
Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan dalam
pengambilan sampel adalah simple
random sampling 15% dari jumlah
populasi yang ada. Jumlah populasi
yang diambil secara acak sebanyak 22
responden pedagang buah dan sayur di
Pasar Tradisional “Pajak Pagi Pasar V”
Padang Bulan. Jumlah responden dipilih
untuk mewakili seluruh populasi
(pedagang kios dalam los pasar).
Konsep Pengukuran Variabel
Adapun variabel-variabel yang
diamati dan diukur dalam penelitian ini
adalah karakteristik dari responden
seperti usia, tingkat pendidikan, jumlah
tanggungan dalam keluarga, jenis
komoditi, lama jam kerja, modal dan
pendapatan.
Metode Analisis Data
Data hasil penelitian disajikan
dalam betuk tabel dan grafik.
Berdasarkan permasalahan dan tujuan
yang ingin dicapai, maka analisis data
yang digunakan adalah secara deskriptif
kualitatif dengan cara mendeskripsikan
fenomena-fenomena yang terjadi yakni
dampak virus corona (Covid-19)
terhadap pendapatan responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Umur Responden
Tabel 1. Kelompok responden berdasarkan kelompok umur
No. Umur (tahun) Responden (orang) Persentase (%)
1 15-30 3 13,64
2 31-40 6 27,27
3 41-50 6 27,27
4 51-60 5 22,73
5 Lainnya 2 9,09
Jumlah 22 100
Sumber : Data Primer, 2020 (diolah)
Pada umumnya, usia produktif
seseorang untuk dapat bekerja pada
bisnis sektor non-formal dengan tidak
mengutamakan latar belakang
pendidikan dimulai dari 15 tahun sampai
40 tahun. Hal ini dilihat dari tingkat
kegesitan dan kegigihan responden
dalam bekerja. Keragaman umur
responden dilihat dan dikaitkan dengan
keputusan responden dalam melakukan
pekerjaannya.
Tabel 1 menunjukkan ada
sebanyak 13,64% responden berusia 15
tahun sampai 30 tahun, 27,27%
responden berusia 31 tahun sampai 40
tahun, 27,27% responden berusia 41
tahun sampai 50 tahun,22,73%
responden berusia 51 tahun sampai 60
tahun dan 9,09% responden berusia
diatas 60 tahun. Data ini
memperlihatkan bahwa responden
didominasi oleh yang berusia 31 sampai
40 tahun dan jumlahnya sama dengan
responden yang berusia 41 sampai 50
tahun yang artinya sebagian besar
responden masuk dalam kategori usia
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
41
produktif yang mendukung mereka
untuk melakukan kegiatan pemasaran
komoditi mereka.
2. Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan
mempengaruhi cara berpikir dalam
analisis, cara pengambilan keputusan
serta cara bertindak. Khususnya dalam
hal kegiatan jual beli di pasar tradisional,
diperlukan kecerdasan dasar dalam hal
perhitungan dasar seperti penjumlahan
dan pengurangan, perkalian dan
pembagian, serta tingkat presisi dalam
penimbangan komoditi yang akan dijual.
Hal ini sangat dibutuhkan untuk
menyikapi strategi yang diambil oleh
pedagang dalam menjual komoditi yang
dimilikinya.
Tabel 2. Tingkat pendidikan responden No Pendidikan terakhir Responden (orang) Persentase (%)
1 Tidak sekolah 1 4,55
2 SD 0 0
3 SMP 2 9,09
4 SMA 17 77,27
5 Lainnya 2 9,09
Jumlah 22 100
Sumber : Data Primer, 2020 (diolah)
Tabel 2 menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan responden bervariasi.
Sebanyak 4,55% responden tidak
mengikuti sekolah formal, tidak ada
responden yang lulus SD, 9,09% lulus
SMP, 77,27% lulus SMA dan 9,09%
lainnya lulus dengan jenjang pendidikan
diatas SMA. Responden didominasi oleh
lulusan SMA sebanyak 17 orang. Hal ini
juga merupakan modal untuk bekerja
walaupun sektor jual beli di pasar
tradisional termasuk dalam kategori
sektor bisnis non-formal.
Tingkat pendidkan responden
dapat dikaitkan dengan tindakannya
dalam menganalisis dan mengambil
keputusan bagaimana cara untuk bisa
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
namun dengan tetap menjaga kesehatan
dalam masa pandemi Covid-19. Hal ini
sesuai dengan peryataan Hardiwardoyo
(2020) bahwa kunci dari penyehatan
kembali kondisi ekonomi nasional
adalah survival di tingkat individu dan
entitas usaha. Oleh karena itu negara
harus mengerahkan segenap upaya,
termasuk dengan memberikan stimulus,
agar rakyatnya tidak collaps semasa
krisis, tetap produktif dan memiliki
penghasilan memadai, serta bisnis dapat
terus berjalan.
3. Kuantitas Tanggungan Anggota
Keluarga Responden
Tabel 3. Jumlah tanggungan anggota keluarga
No Jumlah tanggungan (anak) Responden (Orang) Persentase (%)
1 0 3 13,64
2 1-3 6 27,27
3 4-6 11 50
4 7-10 2 9,09
5 Lainnya 0 0
Jumlah 22 100
Sumber : Data Primer, 2020 (diolah)
Tabel 3 menunjukkan bahwa
responden yang tidak mempunyai
tanggungan berjumlah 3 orang
(13,64%), responden yang mempunyai 1
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
42
sampai 3 tanggungan berjumlah 6 orang
(27,27%), responden yang mempunyai 4
sampai 6 tanggungan berjumlah 11
orang (50%), dan responden dengan
tanggungan 4 sampai 6 berjumlah 2
orang (9,09%). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa responden paling
banyak memiliki jumlah tanggungan 4
sampai 6 orang. Jumlah tanggungan
dalam keluarga menuntut para
responden untuk tetap melakukan
aktivitas menjual barang dagangannya
meskipun dalam masa pandemi Covid-
19.
4. Jenis Komoditi Yang Dijual
Pada umumnya masyarakat
Indonesia mengkategorikan gizi sehat
dengan konsumsi 4 sehat 5 sempurna.
Konsumsi sayur dan buah masuk dalam
peringkat 3 dan 4. Dan Pasar Tradisional
Pajak Pagi Pasar V Padang Bulan masih
menjual sayur dan buah untuk
pemenuhan kebutuhan konsumen.
Tabel 4. Jenis komoditi yang dijual
No Jenis komoditi Responden (orang) Persentase (%)
1 Sayur 15 68,18
2 Buah 7 31,82
3 Sayur dan Buah 0 0
4 Lainnya 0 0
Jumlah 22 100
Sumber : Data Primer, 2020 (diolah)
Jenis sayuran yang dijual oleh
responden yaitu daun ubi, kacang
panjang, genjer, daun pepaya, sereh,
kentang, wortel, kangkung, bayam hijau,
terong, sawi, bangun-bangun, buncis,
jipang (labu siam), buncis, sawi pahit,
kacang merah, labu, pakis, sawi putih,
kol, tomat, brokoli, jagung muda,
kecombrang, rimbang, pare (peria),
bunga pepaya, bawang prei (bawang
daun), seledri, cabai merah, bawang
merah, bawang putih, dan labu kuning.
Sementara itu jenis buah yang dijual
responden adalah rambutan, ketimun,
salak, belimbing, alpukat, pisang, jeruk,
buah naga, terung belanda, mangga,
jambu biji, semangka, semangka kuning,
sirsak, melon dan markisa.
Tabel 4 menunjukkan bahwa ada
15 orang (68,18%) responden yang
menjual sayur-sayuran dan 7 orang
(31,82%) responden menjual buah-
buahan.
Skala usaha responden berada
pada skala kecil dan menengah dan
untuk memenuhi kebutuhan hidup, para
responden tetap memilih untuk terus
melanjutkan usaha menjual buah dan
sayur walaupun masa pandemi Covid-19
sudah lebih dari 5 bulan. Karena apabila
usaha berhenti maka akan sulit untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarga mereka. Hal ini sesuai dengan
literatur Hardiwardoyo (2020) bahwa
disamping ditentukan oleh jenis sektor,
dampak Covid-19 terhadap keberlanjutan
usaha juga ditentukan oleh skala usaha.
Usaha skala besar memiliki ketahanan
opersional yang lebih tinggi
dibandingkan dengan usaha skala kecil
dan mikro (UKM). Dengan kata lain,
UKM adalah lebih retan terhadap
dampak Covid-18, dibandingkan dengan
usaha skala besar. Banyak UKM
terdampak tidak mampu bangkit kembali
beroperasi saat keadaan telah normal
kerena modalnya terkikis untuk
menutupi biaya hidup keluarga (aliran
pendapatannya macet selama usaha
berhenti beroperasi).
5. Lama Waktu Bekerja Sebelum
dan Setelah Pandemi Covid-19
Lama waktu bekerja pekerja
bisnis sektor non-formal terkhususnya
para pedagang di pasar tradisional pada
umumnya mulai dari mempersiapkan
komoditi baik mengangkut barang
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
43
dagangan dari rumah atau gudang,
mempersiapkannya di pasar, proses
berjualan dan sampai kembali pulang ke
rumah. Beberapa responden memiliki
waktu bekerja di pasar mulai dari pukul
3 pagi karena harus mengangkut barang
dagangan dari rumah dan
mempersiapkannya di pasar. Selain itu
para pembeli yang biasanya berbelanja di
pasar pagi merupakan konsumen yang
akan melanjutkan aktivitas sebelum jam
8 pagi sehingga harus sudah
mempersiapkan kebutuhan untuk sarapan
ataupun makan dalam satu hari sebelum
bekerja pada hari tersebut.
Sumber : Data Primer, 2020 (diolah)
Gambar 1. Grafik lama waktu bekerja sebelum dan sesudah pandemi Covid-19
Gambar 1 menunjukkan bahwa
lama waktu bekerja responden di pasar
selama 1 hari sebelum terjadinya
pandemi Covid-19 yaitu tidak ada
responden yang menghabiskan waktu
bekerja 2 sampai 3 jam, ada 1 reponden
yang bekerja selama 4 sampai 5 jam, ada
2 responden yang bekerja selama 6
sampai 7 jam, 16 responden yang
bekerja selama 8 sampai 9 jam dan 3
responden yang bekerja lebih dari 9 jam.
Sementara itu setelah terjadi pandemi
tetap tidak ada responden yang
menghabiskan waktu bekerja 2 sampai 3
jam, ada 1 reponden yang bekerja
selama 4 sampai 5 jam, ada 9 responden
yang bekerja selama 6 sampai 7 jam, 10
responden yang bekerja selama 8 sampai
9 jam dan 3 responden yang bekerja
lebih dari 9 jam.
Hasil penelitian menunjukkan
sebelum terjadi pandemi, dari 22
responden 16 diantaranya menghabiskan
waktu bekerja di pasar selama 8 sampai
9 jam. Sementara setelah pandemi covid
terjadi penurunan jumlah pembeli yang
datang ke pasar tradisional dan kegiatan
jual beli pun menjadi sepi. Namun
perubahan ini membuat responden ada
yang tetap mempertahankan jam
kerjanya namun ada juga yang memilih
untuk pulang lebih awal dan
melanjutkan kegiatan esok harinya.
Lama waktu bekerja responden memang
masih didominasi pada lama bekerja 8
sampai 9 jam namun terjadi penurunan
jumlah responden yang bekerja selama
waktu tersebut, ada beberapa responden
yang memilih untuk pulang lebih awal
karena sepi pembeli.
Pada umumnya responden tetap
memilih untuk bertahan melanjutkan
usahanya demi memnuhi kebutuhan
keluarga. Namun hal ini perlu
ditindaklanjuti dengan tetap mengikuti
protokol kesehatan dari pemerintah.
Agar tetap terwujud pasar yang sehat
terhindar dari wabah virus Corona. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Budastra
(2020) yang mengatakan program pasar
sehat adalah menata dan melengkapi
sarana pendukung sesuai protokol
pencegahan dan pengendalian
penyebaran Covid-19 di 32 pasar
0
5
10
15
20
2-3 4-5 6-7 8-9 10 ≥
Jumlah responden
(orang)
Lama waktu bekerja (jam)
Lama Waktu Bekerja Dalam 1 Hari
Sebelum Pandemi
Setelah Pandemi
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
44
tradisional yang ada. Rancangan
penataan hendaknya sederhana, tidak
berbiaya mahal, dan efektif bagi
masyarakat pengguna. Koordinasi rantai
pasok ke pasar tradisional untuk
mengatasi berbagai hambatan yang
muncul dilaksanakan sesuai catatan
monitoring dan konsultasi dengan
pelaku kunci, seperti: petani aneka
tanaman, peternak, petani ikan, nelayan,
industri pengolahan, pemasok, pedagang
pengumpul, pedangan pengecer dan
konsumen.
6. Jumlah Modal Usaha Responden
Sumber : Data Primer, 2020 (diolah)
Gambar 2. Grafik jumlah modal sebelum dan sesudah pandemi Covid-19
Modal usaha responden
bervariasi antara Rp. 700.000 sampai Rp.
3.000.000. Usaha yang dilakukan
responden termasuk dalam usaha skala
kecil. Gambar 2 menunjukkan sebelum
terjadi pandemi Covid-19 ada 1
responden yang memiliki modal dibawah
Rp. 200.000 dan 21 orang lainnya
memiliki modal usaha lebih besar dari
Rp. 1.000.000. Sementara itu, setelah
terjadinya pandemi Covid-19 terjadi
penurunan modal usaha responden. Dari
Grafik dapat dilihat ada 1 responden
yang memiliki modal dibawah
Rp.200.000, ada 1 responden yang
memiliki modal Rp.300.000 sampai
dengan Rp. 400.000, sebanyak 3
responden yang memiliki modal
Rp.500.000 sampai dengan Rp.
1.000.000 dan 17 responden lainnya
memiliki modal usaha diatas
Rp.1.000.000.
Ada 2 responden yang tidak
berpengaruh pada penurunan modal
usaha dikarenakan komoditi sayuran
yang dijual berasal dari kebun sendiri
dan jumlah yang dibawa sama setiap
harinya. Untuk responden lainnya terjadi
penurunan modal usaha yang bervariasi
antara Rp. 300.000 sampai dengan Rp.
2.500.000. Gambar 3 menunjukkan
terjadi selisih modal usaha yakni terjadi
penurunan modal usaha setelah
terjadinya pandemi Covid-19. Untuk 2
orang responden pedagang sayur tidak
terjadi penurunan modal dikarenakan
komoditi yang dijual berasal dari kebun
sayur yang ditanam sendiri. Sebanyak 3
responden mengalami penurunan modal
21-30%, 6 responden mengalami
penurunan modal 31-40%, 8 responden
mengalami penurunan modal 41-50%
dan 3 orang responden mengalami
penurunan modal lebih besar dari 50%.
0
10
20
30
Jumlahresponden
(orang)
Jumlah modal (Rp)
Jumlah modal usaha
sebelum dan setelah pandemi covid-19
Sebelum PandemiSetelah Pandemi
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
45
Sumber : Data Primer, 2020 (diolah)
Gambar 3. Grafik persentase penurunan modal usaha setelah pandemi Covid-19
Penurunan modal usaha paling
banyak terjadi pada responden yang
sebelum pandemi memiliki modal usaha
lebih dari Rp. 1.000.000 menjadi
dibawah Rp. 1.000.000. Hal ini
disebabkan karena terjadi penurunan
aktivitas transasksi jual beli di pasar
tradisional oleh karena sepi pengunjung.
Konsumen yang biasanya setiap hari
atau dua hari sekali berbelanja sayur dan
buah ke pasar pagi berkurang
intensitasnya untuk berbelanja.
Responden juga mengatakan bahwa
barang dagangan yang biasanya habis
terjual dalam 1 hari, namun setelah
terjadi pandemi barang dapat menumpuk
dan baru akan habis dalam 3 hari. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Kirana dkk
(2020) bahwa dampak pandemi Covid-
19 terhadap masyarakat Sumatera Utara
sangat besar, dari beberapa masyarakat
yang kesulitan bahkan kehilangan mata
pencahariannya untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, lumpuhnya
berbagai akses jalan raya di beberapa
kota di Sumatera Utara terutama di
Medan yang mengalami Zona Merah.
Berkurangnya kegiatan transaksi
jual beli di pasar tradisional menuntut
pemerintah segera mengambil kebijakan
yang tegas demi membantu
perekonomian masyarakat. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Olaniyi (2020)
yang mengatakan gambaran
sederhananya adalah siklus aktivitas
ekonomi masyarakat sangat menurun
secara drastis, maka pemerintah harus
mengambil kebijakan strategis yang
akseleratif dalam menangani kesulitan
ekonomi yang menimpa masyarakat.
Kurniawansyah (2020) juga mengatakan
Poin utama dalam kebijakan distribusi
ini pertama ini adalah diberikan bantuan
tunai dan bantuan bahan pokok, sambil
melaksanakan program kemitraan
dengan berbagai unsur usaha mikro dan
makro masyarakat, yaitu diberikannya
insentif pada UKKM, usaha-usaha
rumahan masyarakat dan pedagang-
pedagang kecil. Pemberian bantuan
tersebut saat ini adalah langkah yang
paling konkrit untuk menguatkan relasi
antara pemerintah dengan masyarakat di
tengah pandemi Covid-19.
0123456789
< 10 11-20 21-30 31-40 41-50 > 50
Jumlah responden
(orang)
Persentase (%)
Persentase Penurunan Modal Usaha
Setelah Pandemi Covid-19
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
46
Sumber : Data Primer, 2020 (diolah)
Gambar 4. Grafik pendapatan sebelum dan sesudah pandemi Covid-19
7. Pendapatan
Gambar 4 menunjukkan setelah
terjadi pandemi terjadi penurunan
pendapatan. Ada 1 responden yang
memiliki pendapatan dibawah
Rp.100.000, sebanyak 11 responden
memiliki pendapatan Rp.100.000 sampai
dengan Rp. 200.000, sebanyak 3
responden memiliki pendapatan
Rp.200.000 sampai dengan Rp. 300.000,
sebanyak 1 responden memiliki
pendapatan Rp.300.000 sampai dengan
Rp. 400.000 dan 5 responden lainnya
memiliki pendapatan lebih besar dari Rp.
400.000.
Hal-hal yang menyebabkan
terjadinya penuruna pendapatan
responden adalah berkurangnya jumlah
pembeli yang datang ke pasar tradisional
untuk berbelanja sayur dan buah. Pemicu
yang menyebabkan semakin
berkurangnya jumlah pembeli yakni
adanya peraturan pemerintah dengan
penerapan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020.
Disamping hal tersebut ada kekhawatiran
dari konsumen terkena dampak wabah
Virus Corona sebab dari data Gugus
Tugas Covid-19 Kota Medan per tanggal
24 Juli 2020 pada Kecamatan Medan
Baru untuk Kelurahan Padang Bulan
terdapat 12 orang ODP , 10 orang OTG,
17 orang suspek yang sudah selesai
diproses, 30 orang PDP yang telah
pulang dan 5 orang PDP yang masih
dirawat. Sementara itu untuk pasien yang
positif terkena Covid-19 terdapat 1 orang
yang meninggal, 12 orang yang sudah
sembuh dan 11 orang yang masih
dirawat.
Penyebab lainnya yang mungkin
juga menjadi alasan terjadinya
penurunan jumlah pengunjung yaitu daya
beli masyarakat yang semakin menurun
oleh karena pemberhentian karyawan
dari perusahaan atau sulitnya kondisi
perekonomian selama pandemi Covid-
19. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kurniawansyah dkk (2020) yang
mengatakan eksternalitas ekonomi dari
Covid-19 yang paling nyata terlihat saat
ini adalah fenomena banyaknya
karyawan yang dirumahkan, Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dan berbagai
perusahaan yang mulai bangkrut. Situasi
tersebut secara otomatis berdampak pada
aspek- aspek lain, terutama kepada
pekerja harian lepas, pelaku UMKM,
usaha rumah makan, dan usaha-usaha
masyarakat yang bergantung pada
keramaian massa. Situasi ini secara
otomatis pula mempengaruhi daya beli
02468
101214
Jumlahresponden
(orang)
Pendapatan (Rp)
Jumlah Pendapatan Sebelum dan Setelah Pandemi
Sebelum pandemi
Setelah pandemi
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
47
masyarakat yang menurun secara
signifikan, dimana perputaran uang di
tengah masyarakat menjadi sangat
minim, pada saat yang sama produksi
barang pun sangat terbatas, sehingga
terjadi defisit perdagangan dalam siklus
perekonomian.
Penurunan pendapatan
responden bervariasi antara Rp. 50.000
sampai dengan Rp. 1.500.000.
Penurunan pendapatan paling kecil
terjadi pada responden dengan modal
usaha yang lebih sedikit. Sebanyak 4
responden mengalami penurunan
pendapatan dibawah Rp. 100.000,
sebanyak 5 responden mengalami
penurunan pendapatan Rp. 100.000
sampai Rp. 200.000, sebanyak 4
responden mengalami penurunan
pendapatan Rp. 400.000 sampai Rp.
500.000, sebanyak 3 responden
mengalami penurunan pendapatan Rp.
500.000 sampai Rp. 700.000, sebanyak
5 responden mengalami penurunan
pendapatan Rp. 700.000 sampai Rp.
1.000.000 dan 1 responden mengalami
penurunan pendapatan Rp. 1.500.000.
Sumber : Data Primer, 2020 (diolah)
Gambar 5. Grafik persentase penurunan pendapatan setelah pandemi Covid-19
Gambar 5 menunjukkan terjadi
selisih pendapatan yakni terjadi
penurunan pendapatan responden setelah
terjadinya pandemi Covid-19. Ada 2
responden mengalami penurunan
pendapatan lebih kecil dari 10%, ada 3
responden mengalami penurunan
pendapatan antara 21 sampai 30%, ada 5
mengalami penurunan pendapatan antara
31 sampai 40%, ada 3 mengalami
penurunan pendapatan antara 41 sampai
50%, sebanyak 8 responden mengalami
penurunan pendapatan antara 41 sampai
50% dan 3 responden lainnya mengalami
penurunan pendapatan lebih dari 50%.
Penurunan pendapatan para
pedagang sayur dan buah tentu
mempengaruhi kehidupan perekonomian
mereka. Dalam masa pandemi Covid-19
pendapatan semakin menurun bahkan
hingga lebih dari 50%. Hal ini tentunya
akan menginterupsi pegerakan ekonomi
akibat menurunnya transaksi jual beli di
pasar tradisional. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Eddyono dan Suzanna
(2020) yang mengatakan krisis akibat
Covid-19 saat ini terjadi secara simultan,
sehingga akibatnya sangat dirasakan
oleh kelompok rentan yang semakin
terpuruk, diantaranya kelompok usaha
yang membutuhkan keramaian massa,
kelompok pekerja harian lepas,
pedagang kaki lima, para buruh yang
terdampak PHK, petani dan masyarakat
miskin. Burhanuddin dan Abdi (2020)
juga mengatakan bahwa ditahun 2020,
perekonomian global tidak bisa diukur
dengan hanya sebatas lingkup ekonomi
itu sendiri. Virus Corona (Covid-19)
menjadi bukti bahwa virus yang
mengganggu kesehatan tersebut dapat
menimbulkan ketidakstabilan ekonomi
pada suatu negara bahkan dalam skala
global.
0
5
10
< 10 11-20 21-30 31-40 41-50 > 50
Jumlah responden
(orang)
Persentase (%)
Persentase Penurunan Pendapatan
Setelah Covid-19
Regionomic/Vol.2/No. 02/Oktober 2020/p-ISSN: proses/ e-ISSN : 2685-6840
48
KESIMPULAN
1. Pedagang sayur dan buah memilih
untuk tetap bertahan melanjutkan
usahanya demi memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari
walaupun daya jual semakin
menurun akibat jumlah pembeli
yang semakin berkurang di masa
pandemi Covid-19.
2. Pendapatan pedagang sangat
dipengaruhi oleh kontinuitas
transaksi jual beli di pasar dan
jumlah pembeli yang datang ke
pasar setiap hari. Pada masa
pandemi covid-19 terjadi penurunan
pendapatan pedagang hingga lebih
dari 50%.
3. Faktor pendukung para pedagang
dalam melakukan usahanya adalah
kesadaran untuk terus berjuang
memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari dan faktor penghambatnya
adalah jumlah pembeli yang
semakin berkurang (sepi).
SARAN
Perlu ada perhatian dan
ketegasan dari pihak yang berwenang
untuk mewajibkan seluruh pedagang
mengikuti protokol kesehatan dari
pemerintah dengan selalu menggunakan
masker dalam melakukan aktivitas
ekonomi di Pasar Tradisional Pajak Pagi
Pasar V Padang Bulan demi mencegah
penyebaran wabah virus Corona.
DAFTAR PUSTAKA
Budastra, I.K. (2020). Dampak Sosial
Ekonomi Covid-19 dan Program
Potensial Untuk Penanganannya :
Studi Kasus di Kabupaten Lombok
Barat. Jurnal Agrimansion. Vol. 20
No.1 April 2020. 48-57
Budi, A., dan Anshari, I.N. 2020.
“Administration Distancing?”,
Pemerintah Daerah Dalam Pandemi
Covid-19. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UGM: UGM Press.
Burhanuddin, C.I., Abdi, M.N. (2020).
Ancaman Krisis Ekonomi Global
dari Dampak Penyebaran Virus
Corona (Covid-19). Jurnal AkMen
STIE Nobel Indonesia. Vol. 17 No.
1 Maret 2020. 90-98.
Eddyono dan Suzanna. (2020). Pandemi
dan Yang Tersingkir: Menakar
Urgensi Kebijakan Inklusif
Penanganan Covid-19. Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM:
UGM Press.
Hardiwardoyo, W. (2020). Kerugian
Ekonomi Nasiona Akibat Pandemi
Covid-19. Journal of Business and
Enterpreunership. Vol. 2 No. 2
April 2020. 83-92.
Hentiani, T.L. (2011). Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Pedagang Informal di
Pasar Sentral Medan. Tesis.
Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Kirana, J., Rajagukguk, K.P., Lubis,
E.L.S. (2020). Analisis Dampak
Covid-19 Pada Masyarakat
Sumatera Utara. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Prodi PGSD. Vol.1 No.
1 Juni 2020. 64-69.
Kurniawansyah, H., Amrullah, M.,
Salahuddin, Muslim, Sri
Nurhidayati. (2020). Konsep
Kebijakan Strategis dalam
Menangani Eksternalitas Ekonomi
Dari Covid-19 Pada Masyarakat
Rentan di Indonesia. Indonesian
Journal of Social Sciences and
Humanities, Vol. 1 No. 2. 130-139.
Olaniyi and Evans. (2020). Socio-
economic Impacts of Novel
Coronavirus: The policy solutions.
BizEcons Quarterly, Strides
Educational Foundation. Vol. 7. 3-
12.
Tim Kerja Kementerian Dalam Negeri.
(2020). Pedoman Umum
Mengahadapi Pandemi Covid-19
Bagi Pemerintah Daerah.
Kementerian dalam Negeri. Jakarta.