Tugas Epidemiologi KLKK
Pengaruh Kondisi Fisik
Terhadap Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
Oleh:
Ria Nurpradiwi
G 601 09 025
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah mengenai
“Pengaruh Kondisi Fisik Terhadap Kesehatan dan Kecelakaan Kerja” ini dengan
tepat waktu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan penulisan Makalah mengenai “Pengaruh Kondisi
Fisik Terhadap Kesehatan dan Kecelakaan Kerja” ini baik keluarga, teman-teman
maupun dosen penanggung jawab mata kuliah Epidemiologi KLKK.
Akhir kata penulis berharap, makalah ini dapat memberikan manfaat berupa
tambahan pengetahuan bagi para pembacanya. Dan saran serta kritik yang
membangun sangat diharapakan guna perbaikan dan kesempurnaan makalah ini
kedepannya.
Palu, Januari 2013
Penyusun,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………….. 1
B. Tujuan……………………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyakit Menular............................................. ...............................................
3
B. Perulangan Gerak............................................................................................
4
C. Suhu Ekstrim.................................................................................................
6
D. Zat-zat Berbahaya............................................................................................
11
E. Serangan Fisik.................................................................................................
13
F. Kebisingan......................................................................................................
14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………....
18
B. Saran……………………………………………………………..................
18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan
dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan
aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin
muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang
bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah,
sehingga tidak mudah capek.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
pekerja di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga
tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah
diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang
diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan
dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis.
Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan
kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita
saksikan. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan
kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya
kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan
kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan
keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan
keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor mental, emosional dan psikologi.,
tetapi juga faktor kondisi fisik dari tenaga kerja.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memberi gambaran mengenai pengaruh kondisi fisik terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Kondisi fisik cenderung mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja
secara langsung, baik dalam jangka waktu singkat maupun jangka waktu yang
lama. Adapun beberapa kondisi fisik yang berpengaruh terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Penyakit menular
2. Perulangan Gerak
3. Suhu Ekstrim
4. Zat-zat Berbahaya
5. Serangan Fisik
6. Kebisingan
A. Penyakit Menular
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab
yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya
terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara
proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat
berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat
Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan
keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor
manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan
Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO
(1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab
multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan
dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat,
mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang
biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli,
bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang
terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah
dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya
akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk
jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit
Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi
pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko
terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek
pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang
infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen,
debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi
B. Perulangan Gerak
Fibrasi (Getaran Mekanik)Terdapat pada beberapa peralatan yang
waktu digunakan menimbulkan getaran, dimana getaran tersebut berakibat
timbulnya resonansi pada alat-alat tubuh sehingga pengaruhnya bersifat
mekanis. Biasanya disalurkan melalui lantai, tempat duduk atau melalui alat
tangan yang digunakan. Misalnya pada saat mengendarai mobil, traktor dan
forklif.
Getaran adalah suatu factor fisik yang bekerja pada manusia dengan
penjalaran (Transmission) dari pada tenaga mekanik yang berasal dari sumber
goyangan (osilattor). Getaran kerja adalah getaran mekanis yang ada ditempat
kerja dan berpengaruh terhadap tenaga kerja. Getaran dihasilkan oleh :
Mesin-mesin diesel, mesin produksi, Kendaraan-kendaraan, Tractor, truk,
bus, tank, Alat-alat kerja tangan ( hand tool ) dengan menggunakan mesin :
jack hammer ( pembuka jalan ), pneumatic hammer ( pabrik besi ), jack lec
drill ( pengebor batu gunung, karang dll )
a. Jenis-jenis getaran kerja
1. Getaran Umum ( Whole body vibration )
Getaran ini berpengaruh terhadap seluruh tubuh, dihantarkan
melalui bagian tubuh tenaga kerja yang menopang seluruh tubuh.
Misalnya : kaki saat berdiri, pantat pada saat duduk, punggung saat
bersandar, lengan saat bersandar. Getaran ini mempunyai frekwensi 5
– 20 Hz.
2. Getaran Setempat ( Hand arm vibration )
Getaran yang merambat melalui tangan atau lengan dari
operator atal yang bergetar. Getaran ini mempunyai frekwensi 20 –
500 Hz.
b. Pengaruh Getaran Terhadap Tenaga Kerja
1. Getaran Umum ( wbv )
Sesuai dengan tingkatnya dapat dibagi menjadi 3 macam :
1) Mengganggu kenyamanan kerja
2) Mempercepat timbulnya kelelahan kerja
3) Menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja
Gangguan kesehatan yang ditimbulkan Wbv yaitu :
1) Gangguan aliran darah
2) Gangguan syaraf pusat menyebabkan kelemahan degeneratif
syaraf.
3) Gangguan metabolisme/ pencernaan / pertukaran oxygen dalam
paru-paru
4) Gangguan pada otot atau persendian
Gejala yang timbul yaitu pusing, ngantuk, sakit perut, mual,
pegal-pegal, kaki kesemutan. Mesin-mesin yang menghasilkan Wbv
biasanya berkisar antara 1 – 20 Hz Efek terhadap gangguan kesehatan
berlangsung jangka panjang.
1) Pada stadium I
Terjadi gangguan perut : kembung, mual, kolik usus
gangguan penglihatan : mata berkunang – kunang
gangguan syaraf : insomnia, gangguan keseimbangan
2) Pada stadium II
Terjadi gangguan : pada otot / sendi
C. Suhu Ekstrim
a Panas
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak
faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk
mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan
regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme
umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu
tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan
balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah
melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang
disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu
tubuh inti konstan pada 37°C. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari
titik tetap, hipotalamus akan merangsang untuk melakukan serangkaian
mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan
produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu
kembali pada titik tetap. Para pekerja harus dilatih untuk memperhatikan
respon tubuhnya. Bilamana terjadi gejala serangan hawa panas, mereka
harus segera menginformasikan kepada atasannya dan mengambil
tindakan–tindakan memadai secepatnya.
Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan
panas secara mandiri dan tidak tergantung pada suhu lingkungan. Tubuh
manusia memiliki seperangkat sistem yang memungkinkan tubuh
menghasilkan, mendistribusikan, dan mempertahankan suhu tubuh dalam
keadaan konstan. Panas yang dihasilkan tubuh sebenarnya merupakan
produk tambahan proses metabolisme yang utama.
Panas merupakan sumber penting dalam proses produksi maka
tidak menutup kemungkinan pekerja dapat terpapar langsung. Jika
pekerja terpapar dalam jangka waktu yang lama maka pekerja yang
terpapar panas dapat mengalami penyakit akibat kerja yaitu menurunnya
daya tahan tubuh dan berpengaruh terhadap timbulnya gangguan
kesehatan sehingga berpengaruh terhadap produktivtas dan efisiensi
kerja. dan juga harus memperhatikan Nilai Ambang Batas (NAB) yang
mempengaruhi ketahanan tubuh.
b Cuaca Kerja
Dalam Industri atau perusahaan keadaan yang menunjukkan suatu
suhu dan kelembaban lingkungan biasa disebut dengan iklim kerja. Iklim
kerja adalah faktor-faktor termis dalam lingkungan kerja yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia. Manusia mempertahankan suhu
tubuhnya antara 36 – 37º C dengan berbagai cara pertukaran panas baik
melalui konduksi, konveksi, dan radiasi, Walaupun banyak faktor yang
dapat menaikan suhu tubuh tapi mekanisme dalam tubuh,membuat suhu
tetap stabil.
Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan gerak dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu
dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keseimbangan suhu tubuh adalah
suhu panas atau dingin yang berlebihan.Suhu lingkungan dipengaruhi
oleh adanya angin, kelembaban, tekanan udara ruangan, dan suhu udara
luar ruangan. Apabila tubuh tidak dapat beradaptasi dengan suhu ekstrim,
maka akan timbul gangguan kesehatan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keseimbangan suhu tubuh
adalah suhu panas atau dingin yang berlebihan.Suhu lingkungan
dipengaruhi oleh adanya angin, kelembaban, tekanan udara ruangan, dan
suhu udara luar ruangan. Apabila tubuh tidak dapat beradaptasi dengan
suhu ekstrim, maka akan timbul gangguan kesehatan. Berikut adalah
beberapa istilah penting yang berhubungan dengan iklim kerja :
Temperatur suhu kering, t (ºC). Temperatur yang dibaca oleh sensor
suhu kering dan terbuka, namun hasil pembacaan tidak terlalu tepat
karena adanya pengaruh radiasi panas kecuali sensornya mendapat
ventilasi baik.
Temperatur suhu basah, t (ºC) Temperatur yang dibaca oleh sensor
yang telah dibalut dengan kain / kapas basah untuk menghilangakan
pegaruh radiasi yang harus diperhatikan adalah aliran udara yang
melewati sensor minimal 5 m/s.
Kelembaban relative, Q (%). Merupakan perbandingan antara
tekanan parsial uap air yang da didalam udara dan tekanan jenuh uap
air pada temperatur yang sama
c Suhu udara
Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba/rasakan tidak hanya
didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan.
Makin tinggi panas lingkungan semakin besar pula pengaruhnya terhadap
suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan, makin banyak
pula pans tubuh akan hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas
antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan
panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama
pertukaran ini serasi dan seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan,
baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja. Tekanan panas yang
berlebihan akan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan
diperhitungkan. Beban tambahan berupa panas lingkungan dapat
menyebabkan beban fisiologis misalnya kerja jantung menjadi
bertambah. Nilai ambang batas untuk cuaca (iklim) kerja adalah 21º-30ºC
suhu basah. Suhu efektif bagi pekerja di daerah tropis adalah 22º - 27ºC.
Yang dimaksud dengan tempertur efektif adalah suatu beban panas yang
dapat diterima oleh rtubuh dalam ruangan. Temperatur efektif akan
memberikan efek yang nyaman bagi orang yang berada diluar ruangan
Cuaca kerja yang diusahakan dapat mendorong produktifitas antara
lain dengan air conditioning di tempat kerja. Kesalahan-kesalahan sering
dibuat dengan membuat suhu terlalu rendah yang berakibat
keluhankeluhan dan kadang diikuti meningkatnya penyakit pernafasan.
Sebaiknya diperhatikan hal-halsebagaqi berikut:
a. Suhu distel pada 25º-26ºC.
b. Penggunaan AC di tempat kerja perlu disertai pemikiran tentang
keadaan pengaturan suhu di rumah.
c. Bila perbedaan suhu di dalam dan luar lebih 5ºC, perlu adanya suatu
kamar adaptasi.
Contoh: suhu panas dari kompor, preheating furnace, porcelain
furnace, pengecoran
logam, dan lain-lain.
d Kelembaban Udara
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara,
biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau
dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara
temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari
udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat
menerima atau melepaskan panas dari tubunya. Suatu keadaan dengan
temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan
menimbulkan pengurangan panas dari tubuhsecara besar-besaran karena
sistem peguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut 15
jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai
keseimbangan antara panas tubuh dengan suhu disekitarnya.
e Lingkungan kerja dengan tekanan panas
Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces,
peleburan, boiler, oven, tungku pemanas atau bekerja di luar ruangan di
bawah terik matahari dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas
pada lingkungan panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan
reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan
dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh
dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. produksi panas di dalam
tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan, gangguan system
pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dan lain-lain. Selanjutnya
faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh
dengan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi,
panas radiasi dan panas penguapan.
Di samping itu pekerja di lingkungan panas juga dapat
beraklimatisasi untuk mengurangi reaksi tubuh terhadap panas (heat
strain). Pada proses aklimatisasi menyebabkan denyut jantung lebih
rendah dan laju pengeluaran keringat meningkat. Khusus untuk pekerja
yang baru di lingkungan panas diperlukan waktu aklimatisasi selama 1-2
minggu. Jadi, Aklimatisasi terhadap lingkungan panas sangat diperlukan
pada seseorang yang belum terbiasa dengan kondisi tersebut.
f Pengaruh Fisiologis akibat Tekanan Panas
Apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus berlanjut, maka
resiko terjadi gangguan kesehatan juga akan meningkat. Menurut
Grantham (1992) dan Bernard (1996) reaksi fisiologis akibat pemaparan
panas yang berlebihan dapat dimulai dan gangguan fisiologis yang sangat
sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius.
Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat
badan. Menurut hasil penelitian Priatna (1990) bahwa pekerja yang
bekerja selama 8 jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan
dengan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) antara 32,02-33,01°C
menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23%.
Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu
lingkungan panas yang berlebihan dapat di jelaskan sebagai berikut
1. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya
kelelahan, sering melakukan istirahat curian dan lain-lain.
2. Dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang
berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak
cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan
tubuh G 1,5% gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal
dan mulut mulai kering.
3. Heat Rash. Keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal
kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja
perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan
bedak penghilang keringat.
4. Heat Cramps. Merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki)
akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam
natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena
minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.
5. Heat Syncope atau Fainting. Keadaan ini disebabkan karena aliran
darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah di bawa
kepermukaan Wit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan
suhu tinggi.
6. Heat Exhaustion. Keadaan Mil terjadi apabila tubuh kehilangan
terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut
kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya
banyak dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap
suhu udara panas.
D. Zat-zat Berbahaya
Bahan kimia banyak digunakan dalam lingkungan kerja yang dapat
dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu :
1. Industri Kimia, yaitu industri yang mengolah dan menghasilkan bahan-
bahan kimia, diantaranya industri pupuk, asam sulfat, soda, bahan
peledak, pestisida, cat , deterjen, dan lain-lain. Industri kimia dapat
diberi batasan sebagai industri yang ditandai dengan penggunaan proses-
proses yang bertalian dengan perubahan kimiawi atau fisik dalam sifat-
sifat bahan tersebut dan khususnya pada bagian kimiawi dan komposisi
suatu zat.
2. Industri Pengguna Bahan Kimia, yaitu industri yang menggunakan bahan
kimia sebagai bahan pembantu proses, diantaranya industri tekstil, kulit,
kertas, pelapisan listrik, pengolahan logam, obat-obatan dan lain-lain.
3. Laboratorium, yaitu tempat kegiatan untuk uji mutu, penelitian dan
pengembangan serta pendidikan. Kegiatan laboratorium banyak
dipunyai oleh industri, lembaga penelitian dan pengembangan,
perusahaan jasa, rumah sakit dan perguruan tinggi.
Dalam lingkungan kerja tersebut, banyak bahan kimia yang terpakai
tiap harinya sehingga para pekerja terpapar bahaya dari bahan-bahan kimia
itu. Bahaya itu terkadang meningkat dalam kondisi tertentu mengingat sifat
bahan-bahan kimia itu, seperti mudah terbakar, beracun, dan sebagainya.
Dengan demikian, jelas bahwa bekerja dengan bahan-bahan kimia
mengandung risiko bahaya, baik dalam proses, penyimpanan, transportasi,
distribusi, dan penggunaannya. Akan tetapi, betapapun besarnya bahaya
bahan-bahan kimia tersebut, penanganan yang benar akan dapat mengurangi
atau menghilangkan risiko bahaya yang diakibatkannya.
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan
bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan
solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan
dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat
ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan
kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada
umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja
oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif
(asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible
pada daerah yang terpapar.
Efek dari bahan kimia beracun terhadap tubuh dapat terjadi dalam
jangka pendek (akut) ataupun jangka panjang (kronis). Efek yang akut
tampak seketika setelah anda keracunan bahan kimia. Efeknya ada yang
ringan, seperti gatal-gatal di hidung atau genggorokan atau berat seperti
kerusakan mata atau pingsan karena menghirup asap beracun. Gangguan
kesehatan dari efek yang kronis timbul bertahun-tahun kemudian. Efek ini
biasanya ditimbulkan oleh kontak dengan bahan berbahaya dalam waktu yang
lama. Efeknya biasanya permanen. Beberapa jenis bahan kimia menyebabkan
efek yang akut dan kronis sekaligus. Contohnya, menghirup udara pelarut
akan menyebabkan kantuk seketika. Jika seseorang menghirup uap pelarut
tersebut dalam waktu yang lama (beberapa tahun) dapat mengakibatkan
rusaknya hati.
E. Serangan Fisik
Pekerjaan apapun akan menimblkan reaksi psikologis bagi yang
melakukan pekerjaan itu. Reaksi ini dapat bersifat positif, misalnya senang,
bergairah dan merasa sejahtera, atau reaksi yang bersifat negatif, misalnya
bosan, acuh, tidak serius, dan sebagainya. Aspek lain dari psikologis kerja
sering menjadi masalah kesehatan kerja adalah stres. Stres terjadi hampir
pada semua pekerja baik tingkat pemimpin maupun pelaksana.
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya
belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa
30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia
gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini
tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas
yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja
yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non
kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut
masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat
teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan
kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilir dan
tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan
kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama
tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat
gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang
berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan.
Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
F. Kebisingan
Kebisingan merupakan bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan
dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan
dalam satuan desibel (dB). Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi
yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan,
meskipun orang-orang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut.
Sedangkan bunyi sendiri adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh
telinga atau kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat
melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat,
gas.
Kebanyakan suara merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara
murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi
yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan
pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi,
yaitu getaran udara atau medium lain, sampai kegendang telinga manusia.
Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari
20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam
kurva responya. Suara diatas 20 kHz disebut ultrasonic dan dibawah 20 Hz
disebut infrasonik.
Kebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan di
kota-kota besar. Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang
kurang baik terhadap kesehatan. Faktor-faktor suara juga ikut mempengaruhi
dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan. Bising adalah bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
Dari WHO tahun 1988 sebagaimana yang disampaikan oleh Ditjen PPM &
PLP, Depkes RI (1995), menyatakan bahwa 8 – 12% penduduk dunia telah
menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk dan diperkirakan angka
tersebut terus akan meningkat, dan pada tahun 2001 diperkirakan 120 juta
penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran .
Lalu lintas jalan merupakan sumber utama kebisingan yang
mengganggu sebagian besar masyarakat perkotaan. Salah satu sumber bising
lalulintas jalan antara lain berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua,
tiga maupun roda empat, dengan sumber penyebab bising antara lain dari
bunyi klakson saat kendaraan ingin mendahului atau minta jalan dan saat
lampu lalulintas tidak berfungsi. Gesekan mekanis antara ban dengan badan
jalan pada saat pengereman mendadak dan kecepatan tinggi; suara knalpot
akibat penekanan pedal gas secara berlebihan atau knalpot imitasi; tabrakan
antara sesama kendaraan; pengecekan perapian di bengkel pemeliharaan; dan
frekuensi mobilitas kendaraan, baik dalam jumlah maupun kecepatan.
Pengaruh buruk kebisingan, didefinisikan sebagai suatu perubahan
morfologi dan fisiologi suatu organisma yang mengakibatkan penurunan
kapasitas fungsional untuk mengatasi adanya stress tambahan atau
peningkatan kerentanan suatu organisma terhadap pengaruh efek faktor
lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat sementara
maupun gangguan jangka panjang terhadap seseorang secara baik secara
fisik, psikologis atau sosial. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa
gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan
komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis, gangguan
mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku permukiman, ketidak nyamanan,
dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari.
Jenis-jenis kebisingan yang dapat ditemukan di tempat kerja adalah:
a Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin-
mesin yang beroperasi terus menerus misalnya suara generator.
b Kebisingan intermitten, yaitu jenis kebisingan yang ditimbulkan oleh
mesin-mesin yang tidak beroperasi secara terus menerus melainkan
terputus-putus, misalnya mesin gerenda.
c Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin atau
peralatan yang oleh karena penggunaannya terjadi hentakan-hentakan,
misalnya mesin pres dan mesin tumbuk.
Dampak dari kebisingan di lingkungan perumahan terhadap kesehatan
masyarakat antara lain gangguan komunikasi, gangguan psikologis, keluhan
dan tindakan demonstrasi. Sedangkan kebisingan dilingkungan kerja/ industri
dapat berdampak lain keluhan gangguan fisiologis, gangguan psikologis,
gangguan komunikasim gangguan keseimbangan, serta gangguan terhadap
pendengaran (ketulian). Lebih jelasnya lagi adalah :
a Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut
nadi, gangguan metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama
pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
b Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan dalam jangka
waktu lama akan menimbulkan penyakit psikosomatik seperti gastritis,
penyakit jantung koroner dan lain-lain.
c Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ni menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan
mungkin terjadi kesalahan terutama bagi pekerja baru yang belum
berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan
mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja tenaga
kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan
tentunnya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas
kerja.
d Gangguan keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti
kepala pusing, mual, dan lain-lain.
e Gangguan terhadap pendengaran (ketulian)
Diantara sekian banyak ganguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
terhadap pendengaran adalah ganguan yang paling serius karena dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat
bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-
menerus ditempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang
secara menetap atau tuli.
1. Tuli sementara (Temporary treshold Shift = TTS)
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi,
maka akan menyebabkan penurunan daya pendengaran yang bersifat
sementara. Jika melakukan istirahat dengan waktu yang cukup maka
daya pendengarannya akan pulih kembali ke ambang dengar semula
dengan sempurna.
2. Tuli menetap ( Permanenet Treshold Shift = PTS)
Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya PTS
dipebgaruhi oleh faktor-faktor berikut :
1) Tingginya level suara
2) Lama paparan
3) Spektrum suara
4) Temporal patern (bila kebisingan kontinyu maka kemungkinan
terjadi PTS akan lebih besar)
5) Kepekaan individu
6) Pengaruh obat-obatan
Beberapa obat dapat memperberat pengaruh ketulian apabila
diberikan bersamaan dengan kontak suara, misalnya quinine,
aspirin, streptomycin, kansmycin, dan beberapa obat lainnya.
7) Keadaan kesehatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku
pada faktor mental, emosional dan psikologi., tetapi juga faktor kondisi
fisik dari tenaga kerja.
2. Kondisi fisik cenderung mempengaruhi kesehatan dan keselamatan
pekerja secara langsung, baik dalam jangka waktu singkat maupun
jangka waktu yang lama. Adapun beberapa kondisi fisik yang
berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja adalah sebagai
berikut: 1)Penyakit menular, 2)Perulangan Gerak, 3)Suhu Ekstrim,
4)Zat-zat Berbahaya, 5)Serangan Fisik, 6)Kebisingan.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai dalam
mata kuliah Epidemiologi kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja dalam
hal ini yaitu pengaruh kondisi fisik terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
sehingga mahasiswa dapat memberikan informasi dan health education
sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan bekerja sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
http://hadipurnama.wordpress.com/2010/01/22/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-
lingkungan-hidup/
http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/08/makalah-keselamatan-dan-kesehatan-
kerja.html\
http://k3pelakan.blogspot.com/2010/10/getaran.html
http://ppnisardjito.blogspot.com/2012/06/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-
bagi.html
http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/29/bunyi-dan-kebisingan/
http://windicupacupield.blogspot.com/2010/10/2-pengaruh-lingkungan-fisik-
terhadap.html
http://www.sigitsafety.wordpress.com