PENGARUH EKSTRAK TERIPANG (HOLOTHUROIDEA)
TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS ORGAN
LIMPA DARI MENCIT (MUS MUSCULUS) YANG
TERKONTAMINASI PESTISIDA DIAZINON
SKRIPSI
Oleh:
TRIA AMILIA
135090301111018
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PENGARUH EKSTRAK TERIPANG (HOLOTHUROIDEA)
TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS ORGAN
LIMPA DARI MENCIT (MUS MUSCULUS) YANG
TERKONTAMINASI PESTISIDA DIAZINON
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang Fisika
Oleh:
TRIA AMILIA
135090301111018
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENGARUH EKSTRAK TERIPANG (HOLOTHUROIDEA)
TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS ORGAN
LIMPA DARI MENCIT (MUS MUSCULUS) YANG
TERKONTAMINASI PESTISIDA DIAZINON
SKRIPSI
Oleh:
TRIA AMILIA
135090301111018
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal …………..…….
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang fisika
Pembimbing I
Drs. Unggul Punjung Juswono, M.Sc.
NIP. 196501111990021002
Pembimbing II
Gancang Saroja, S. Si. M. T
NIP. 197711182005011001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Brawijaya
Prof. Dr.rer.nat. Muhammad Nurhuda
NIP. 196409101990021001
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : TRIA AMILIA
Jurusan : FISIKA
Penulis Skripsi berjudul :
“PENGARUH EKSTRAK TERIPANG (HOLOTHUROIDEA)
TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS ORGAN
LIMPA DARI MENCIT (MUS MUSCULUS) YANG
TERKONTAMINASI PESTISIDA DIAZINON”
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari Skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya sendiri
dan tidak menjiplak karya orang lain. Nama-nama yang termaksud di
isi dan tertulis di daftar pustaka digunakan sebagai referensi
pendukung dalam skripsi ini.
2. Apabila di kemudian hari ternyata Skripsi yang saya tulis terbukti
hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala resiko
yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, Agustus 2017
Yang menyatakan,
TRIA AMILIA
NIM. 135090301111018
iv
v
PENGARUH EKSTRAK TERIPANG (HOLOTHUROIDEA)
TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS ORGAN
LIMPA DARI MENCIT (MUS MUSCULUS) YANG
TERKONTAMINASI PESTISIDA DIAZINON
ABSTRAK
Diazinon merupakan salah satu pestisida golongan
organofosfat yang digunakan untuk membasmi berbagai hama.
Diazinon memiliki dampak negatif bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. Penggunaan pestisida dapat meninggalkan residu
pestisida pada produk pertanian yang dapat mengakibatkan
kerusakan sel pada organ limpa. Kerusakan sel limpa dapat
mempengaruhi fungsi kerja dari organ limpa sebagai penghasil
sistem imun. Senyawa yang dapat menghambat kerusakan sel yaitu
antioksidan. Antioksidan yang terkandung dalam teripang yaitu
saponin triterpenoid yang diyakini dapat menghambat adanya radikal
bebas. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh
pemberian antioksidan ekstrak teripang terhadap kerusakan organ
limpa dari mencit yang terkontaminasi pestisida diazinon. Pertama,
mencit diberikan diazinon secara oral selama 2 minggu dengan 5
variasi dosis yaitu 50 mg/1 L aquades hingga 150 mg/1 L aquades.
Setelah diketahui dosis efektif yang dapat merusak organ limpa lalu
dilakukan pemberian antioksidan. Mencit diberikan diazinon dengan
dosis 125 mg/1 L aquades serta ekstrak teripang dengan 5 variasi
dosis yaitu 0,02 ml/kg BB hingga 0,09 ml/kg BB. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa diazinon dapat menyebabkan kerusakan pada
organ limpa serta pemberian antioksidan mampu menurunkan
kerusakan sebesar 41,81% pada organ limpa.
Kata kunci: diazinon, radikal bebas, limpa, antioksidan, ekstrak
teripang dan mencit (Mus musculus)
vi
vii
THE EFFECT OF SEA CUCUMBER (HOLOTHUROIDEA)
EXTRACT ON THE MICROSCOPIC IMAGES OF SPLEEN
OF MICE (MUS MUSCULUS) CONTAMINATED BY
DIAZINON PESTICIDE
ABSTRACT
Diazinon is one of the organophosphate pesticides used for
eradicate a variety of pests. Diazinon has a negative effect on human
health and the environment. The use of pesticides may leave
pesticide residues on agricultural products, which may cause cellular
damage of the spleen. Damage of spleen cells may affect the working
function of the spleen as a producer of immune system cells.
Compounds that may inhibit cellular damage are antioxidants. The
antioxidants contained in sea cucumbers are triterpenoid saponins,
which are believed to be able to inhibit the presence of free radicals.
This research was conducted to analyze the effects of sea cucumber
extract antioxidant treatment on the damage of the spleen of mice
contaminated by diazinon pesticide. First, the mice were orally given
diazinon for 2 weeks with 5 dosage varieties from 50 mg/1 L
distilled water to 150 mg/1 L distilled water. After finding out the
effective dose that can damage the spleen, antioxidant treatment was
then given. The mice were given diazinon with a dose of 125 mg /1
L distilled water as well as sea cucumber extract in 5 dosage varieties
from 0,03 ml/kgBW up to 0,09 mL/kgBW. Research results showed
that diazinon could cause damage to the spleen and that antioxidant
treatment was able to reduce spleen damage by 41.81%.
Keywords: Diazinon pesticide, free radicals, speen, antioxidants, sea
cucumber extract and mice (Mus musculus)
viii
ix
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
diberi kemudahan untuk menyelesaikan tugas akhir ini, yang
berjudul “Pengaruh Ekstrak Teripang (Holothuroidea) Terhadap
Gambaran Mikroskopis Organ Limpa Dari Mencit (Mus musculus)
Yang Terkontaminasi Pestisida Diazinon”. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang
sains Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Brawijaya.
Selama menyelesaikan penyusunan skripsi ini penulis telah
banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang turut membantu, khususnya:
1. Bapak Prof. Dr.rer.nat. Muhammad Nurhuda selaku Ketua
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya.
2. Bapak Drs. Unggul P. Juswono, M.Sc selaku pembimbing
pertama yang telah meluangkan waktu dan pikiran, serta tak
hentinya memberikan arahan, saran, motivasi, kesabaran dan
bimbingan dari awal proses penelitian dan penulisan skripsi
ini.
3. Bapak Gancang Saroja, S.Si. M.T selaku pembimbing kedua,
yang telah memberikan arahan, bertukar ide dan bimbingan
selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Rer. Nat. Abdurrouf, S.Si., M.Si selaku Dosen
Pembimbing Akademik.
5. Seluruh Dosen Jurusan Fisika serta Staff dan Karyawan
jurusan Fisika yang telah memberikan ilmu yang sangat
bermanfaat dan membantu dalam proses perkuliahan.
6. Ibu dan Bapak tercinta, kakak-kakakku yang tersayang dan
seluruh keluarga yang telah memberikan kepercayaan,
motivasi dan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis.
x
7. Teman seperjuangan Ayu, Yara, Silvi dan Wafie yang telah
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
8. Abdul Haris Mashabi yang tiada henti membantu dan
mensupport penulis dalam penyusunan laporan skripsi.
9. Keluarga Besar Jurusan Fisika UB 2013 terimakasih atas
segala bantuan dan supportnya.
10. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini,
penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat
membangun ke arah perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir
kata penulis berharap dengan adanya laporan ini dapat memberikan
pengetahuan dan manfaat kepada pembaca, terutama dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.
Malang, Agustus 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................. i LEMBAR PERNYATAAN .............................................................. iii ABSTRAK ......................................................................................... v ABSTRACT ..................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................... ix DAFTAR ISI ..................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2 1.3 Batasan Masalah ........................................................................... 3 1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 5 2.1 Pestisida ........................................................................................ 5 2.1.1 Pengertian Pestisida ................................................................... 5 2.1.2 Bahaya Pestisida ........................................................................ 6 2.1.3 Diazinon .................................................................................... 6 2.2 Limpa ........................................................................................... 8 2.2.1 Struktur Limpa .......................................................................... 8 2.2.2 Fungsi Limpa ........................................................................... 10 2.2.3 Kerusakan Organ Limpa .......................................................... 11 2.2.4 Sel Limfosit ............................................................................. 12 2.3 Mencit (Mus musculus) .............................................................. 12 2.4 Antioksidan ................................................................................ 14 2.5 Teripang ...................................................................................... 15 2.6 Teripang Sebagai Antioksidan ................................................... 17 BAB III METODOLOGI ................................................................. 19 3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................... 19 3.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 19 3.3 Tahap Penelitian ......................................................................... 19 3.3.1 Persiapan Sampel..................................................................... 20 3.3.2 Persiapan Alat .......................................................................... 23 3.3.3 Pembuatan Preparat ................................................................. 24
xii
3.3.4 Perhitungan Dosis Pestisida Diazinon ..................................... 25 3.3.5 Perhitungan Dosis Eksrak Teripang ........................................ 25 3.4 Analisa Data................................................................................ 25 3.4.1 Cara Membaca Data Dari Preparat .......................................... 25 3.4.2 Perhitungan Persentase Kerusakan dan Perbaikan Sel ............ 26 3.5 Kerangka Kerja ........................................................................... 27 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................... 29 4.1 Hasil Pengamatan ....................................................................... 29 4.2 Pengaruh Dosis Antioksidan Ekstrak Teripang Terhadap
Kerusakan Organ Limpa Dari Mencit Yang Terkontaminasi
Pestisida Diazinon ..................................................................... 37 4.3 Pembahasan ................................................................................ 44 4.3.1 Pengaruh Pestisida Diazinon Pada Organ Limpa Mencit ........ 44 4.3.2 Pembentukan Radikal Bebas Akibat Bahan Aktif Diazinon ... 45 4.3.3 Pengaruh Antioksidan Ekstrak Teripang Terhadap
Kerusakan Sel Organ Limpa Mencit ......................................... 48 BAB V PENUTUP ........................................................................... 51 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 51 5.2 Saran ........................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 53
LAMPIRAN ..................................................................................... 53
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Letak organ limpa manusia ........................................... 8
Gambar 2.2 Anatomi limpa manusia ................................................ 9
Gambar 2.3 Anatomi tubuh mencit ................................................. 10
Gambar 2.4 Mencit (Mus musculus) ............................................... 14
Gambar 2.5 Teripang laut (Holothuroidea) .................................... 16
Gambar 3.1 Diagram alir perlakuan................................................ 20
Gambar 3.2 Pemberian ekstrak teripang ......................................... 22
Gambar 3.3 Rangkaian alat kelompok diazinon negatif (D-) ......... 23
Gambar 3.4 Rangkaian alat kelompok diazinon positif (D+) ......... 23
Gambar 3.5 Diagram alir penelitian................................................ 27
Gambar 4.1 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit
kelompok kontrol negatif (K-) .................................... 30
Gambar 4.2 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit
kelompok diazinon negatif (D-) dosis 50 mg/1 L
aquades ........................................................................ 32
Gambar 4.3 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit
kelompok diazinon negatif (D-) dosis 75 mg/1 L
aquades ........................................................................ 32
Gambar 4.4 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit
kelompok diazinon negatif (D-) dosis 100 mg/1 L
aquades ........................................................................ 33
Gambar 4.5 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit
kelompok diazinon negatif (D-) dosis 125 mg/1 L
aquades ........................................................................ 33
Gambar 4.6 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit
kelompok diazinon negatif (D-) dosis 150 mg/1 L
aquades ........................................................................ 34
Gambar 4.7 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan
0,02 ml/kgBB ............................................................... 35
Gambar 4.8 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan
0,03 ml/kgBB ............................................................... 35
Gambar 4.9 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan
0,05 ml/kgBB ............................................................... 36
xiv
Gambar 4.10 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan
0,07 ml/kgBB ............................................................ 36
Gambar 4.11 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan
0,09 ml/kgBB ............................................................ 37
Gambar 4.12 Grafik hubungan dosis pestisida diazinon dengan
persentase kerusakan limpa mencit ........................... 38
Gambar 4.13 Grafik hubungan dosis pestisida diazinon dengan
persentase sel lisis limpa mencit ................................ 39
Gambar 4.14 Grafik hubungan dosis pestisida diazinon dengan
persentase sel limfosit limpa mencit .......................... 40
Gambar 4.15 Grafik hubungan dosis antioksidan ekstrak teripang
dengan persentase kerusakan limpa mencit ............... 41
Gambar 4.16 Grafik hubungan dosis antioksidan ekstrak teripang
dengan persentase sel lisis limpa mencit ................... 42
Gambar 4.17 Grafik hubungan dosis antioksidan ekstrak teripang
dengan persentase sel limfosit limpa mencit ............. 43
Gambar 4.18 Struktur kimia diazinon ............................................. 45
Gambar 4.19 Oksidasi diazinon ...................................................... 46
Gambar 4.20 Proses atom radikal bebas menjadi stabil .................. 47
Gambar 4.21 Struktur kimia diazoxon berikatan dengan OH
saponin triterpenoid ................................................... 49
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat diazinon ..................................................................... 7
Tabel 2.2 Taksonomi mencit (Mus musculus) ................................. 13
Tabel 2.3 Kandungan zat dan nutrisi teripang beserta fungsinya
bagi kesehatan ................................................................ 17
Tabel 3.1 Pengelompokan mencit berdasarkan perlakuan ............... 21
Tabel 3.2 Variasi dosis pestisida diazinon dan ekstrak teripang ..... 21
Tabel 4.1 Nilai energi ikat ............................................................... 50
xvi
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan kelompok kontrol .................................... 57
Lampiran 2 Perhitungan kelompok D- diazinon dosis 50 mg/1 L
aquades ........................................................................ 58
Lampiran 3 Perhitungan kelompok D- diazinon dosis 75 mg/1 L
aquades ........................................................................ 59
Lampiran 4 Perhitungan kelompok D- diazinon dosis 100 mg/1 L
aquades ........................................................................ 60
Lampiran 5 Perhitungan kelompok D- diazinon dosis 125 mg/1 L
aquades ........................................................................ 61
Lampiran 6 Perhitungan kelompok D- diazinon dosis 150 mg/1 L
aquades ........................................................................ 62
Lampiran 7 Perhitungan kelompok D+ dosis ekstrak teripang
0,02 ml/kgBB ............................................................... 63
Lampiran 8 Perhitungan kelompok D+ dosis ekstrak teripang
0,03 ml/kgBB ............................................................... 64
Lampiran 9 Perhitungan kelompok D+ dosis ekstrak teripang
0,05 ml/kgBB ............................................................... 65
Lampiran 10 Perhitungan kelompok D+ dosis ekstrak teripang
0,07 ml/kgBB ............................................................... 66
Lampiran 11 Perhitungan kelompok D+ dosis ekstrak teripang
0,09 ml/kgBB ............................................................... 67
Lampiran 12 Gambar percobaan .................................................... 68
Lampiran 13 Sertifikat bebas plagiasi ............................................ 69
Lampiran 14 Sertifikat laik etik ...................................................... 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini, penggunaan pestisida di lahan pertanian
meningkat dari tahun ke tahun. Alasan para petani menggunakan
pestisida yaitu agar mendapatkan hasil yang maksimal dalam
produksi pertanian. Pestisida atau pembasmi hama merupakan salah
satu bahan beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia
dan lingkungan. Pestisida dikatakan beracun karena bersifat polutan
dan dapat menyebarkan radikal bebas yang dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh yaitu seperti mutasi gen dan gangguan
susunan saraf pusat. Selain itu, penumpukan residu pestisida yang
masih tertinggal dalam produk pertanian dapat memicu kerusakan
sel, penuaan dini serta munculnya penyakit degeneratif (Soenandar,
2010).
Petani menggunakan pestisida untuk mematikan atau
menghilangkan hama tanaman. Walaupun pestisida mempunyai
manfaat yang cukup besar, namun juga mempunyai dampak negatif
yang dapat dirasakan oleh masyarakat dan lingkungan. Dampak
negatif pestisida pada manusia dapat menimbulkan keracunan akut
yang dapat mengancam jiwa manusia ataupun menimbulkan
beberapa penyakit. Pestisida dapat digunakan secara aman dan
efektif apabila dapat memahami cara menggunakan, memegang dan
menyimpan pestisida sesuai petunjuk yang tertulis dalam tabel dari
pabrik yang memproduksinya (Wudianto, 1999).
Salah satu pestisida yang paling banyak digunakan yaitu
diazinon dari golongan insektisida organofosfat. Jenis insektisida
orgonofosfat berwujud cairan coklat muda yang berbau menyengat
serta dapat larut dalam air. Diazinon ini memiliki sifat toksik atau
racun. Apabila diazinon sudah masuk ke dalam tubuh dan terjadi
kontak maka zat racun ini akan bekerja cepat dan mudah terabsorpsi
dalam tubuh (Ekha, 1993). Racun pestisida memiliki efek merugikan
pada proses biologi, jaringan dan organ. Zat racun ini akan
membentuk radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan pada
organ, salah satunya yaitu limpa.
2
Limpa merupakan salah satu organ yang berperan penting
dalam sistem imun. Limpa mengandung banyak makrofag dan
merupakan tempat pembentukan limfosit aktif dan antibodi yang
berfungsi sebagai imunologi. Adanya kontak erat antara sel-sel ini
pada sirkulasi darah sangat berperan dalam sistem pertahanan tubuh
terhadap mikroorganisme, partikel asing, sel abnormal dan
mengeluarkan eritrosit tua atau abnormal. Peningkatan sistem imun
akan memberikan efek protektif tubuh terhadap antigen yang dapat
merusak sel (Walde, 2002). Apabila radikal bebas di dalam tubuh
terlalu banyak, maka limfosit tidak mampu memeranginya, sehingga
dibutuhkan suatu senyawa yang dapat meredamnya. Suatu senyawa
yang dapat melindungi tubuh dari serangan radikal bebas adalah
antioksidan (Kosasih dkk., 2006).
Antioksidan merupakan senyawa dengan berat molekul kecil
yang dapat bereaksi dengan oksidan sehingga reaksi oksidasi yang
yang dapat merusak biomolekul dapat dihambat (Langseth, 1995).
Salah satu sumber antioksidan hewani dapat diperoleh dari teripang,
karena teripang mengandung senyawa antioksidan yang dapat
meredam radikal bebas berupa saponin glikosida (Fitriani, 2006).
Saponin yang dihasilkan merupakan salah satu bentuk pertahanan
diri bagi teripang secara kimiawi di alam. Selain digunakan sebagai
pertahanan diri dari predator, senyawa ini diyakini memiliki efek
biologis diantaranya yaitu sebagai sitotoksik melawan sel tumor,
aktivitas kekebalan tubuh, hemolisis, anti jamur dan anti kanker
(Zhang dkk., 2006).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak yang
diakibatkan oleh pestisida diazinon di dalam tubuh, khususnya organ
limpa serta diharapkan antioksidan ekstrak teripang mampu
melindungi limpa dari kerusakan akibat pestisida diazinon dengan
melihat gambaran mikroskopis organ limpa dari mencit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka
rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh
pemberian antioksidan ekstrak teripang (Holothuroidea) terhadap
organ limpa dari mencit (Mus musculus) yang terkontaminasi
pestisida diazinon.
3
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini antara lain yaitu penelitian
ini menggunakan hewan coba mencit jantan (Mus musculus) yang
berumur 2-3 bulan dengan massa 20-30 gram. Mencit diberi pestisida
dengan jenis insektisida diazinon serta digunakan antioksidan berupa
ekstrak teripang (Holothuroidea) yang dijual dipasaran dengan
merek dagang tertentu. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisa
secara kimia.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
pemberian antioksidan ekstrak teripang (Holothuroidea) pada organ
limpa dari mencit (Mus musculus) yang terkontaminasi pestisida
diazinon.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai informasi
bagi peneliti dan masyarakat tentang dampak penggunaan bahan
kimia berupa pestisida diazinon terhadap organ limpa manusia serta
memberikan informasi tentang pemanfaatan ekstrak teripang
(Holothuroidea) sebagai antioksidan.
4
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestisida
2.1.1 Pengertian Pestisida
Menurut asal katanya pestisida berasal dari kata pest, yang
berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi, pestisida
merupakan suatu substansi kimia yang digunakan untuk membunuh
atau mengendalikan berbagai hama. Bagi para petani pengertian
hama sangatlah luas, yaitu tumbuhan pengganggu tanaman, tungau,
penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur patogen, virus dan
bakteri, kemudian seperti siput, cacing yang merusak akar
(nematode), burung dan hewan lain yang merugikan tanaman
(Sudarmo, 1991).
Sedangkan pengertian pestisida menurut The United States
Environmental Pesticide Control Act adalah sebagai berikut:
a. Campuran zat yang digunakan khusus untuk mengendalikan,
mencegah dan menangkis gangguan serangga, nematoda,
virus, bakteri, gulma, hewan pengerat dan berbagai hama.
b. Campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan
tanaman ataupun pengeringan tanaman (Djojosumarto,
2008).
Pengendalian hama menggunakan pestisida mempunyai
dampak yang baik di bidang pertanian, kesehatan, ataupun industri.
Meskipun demikian, penggunaan pestisida yang berlebihan dan terus
menerus dapat menimbulkan beberapa pengaruh buruk yang bersifat
negatif baik terhadap manusia, hewan-hewan, ataupun lingkungan
sekitar (Sastroutomo, 1992). Penggunaan pestisida yang berlebihan
tidak hanya dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan
tetapi juga dapat menyebabkan keracunan pada manusia. Kejadian
tentang keracunan pestisida pada manusia telah dilaporkan berlaku di
seluruh dunia. Pada tahun 1975, menurut Badan Kesehatan Sedunia
(WHO) memperkirakan sekitar 500.000 kejadian keracunan telah
berlaku selama setahun di seluruh dunia dengan tingkat kematian
sekitar 17% (Davies, 1975).
6
2.1.2 Bahaya Pestisida
Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menimbulkan
keracunan. Keracunan merupakan akibat dari kontaminasi pestisida
secara langsung. Resiko keracunan akibat penggunaan pestisida
dibagi menjadi dua jenis yaitu keracunan akut dan keracunan kronis.
Keracunan pestisida yang akut dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang dan bahkan meninggal dunia.
Sedangkan keracunan kronis lebih sulit untuk dideteksi karena
efeknya tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan. Akibat yang ditimbulkan oleh
keracunan kronis tidak selalu mudah diprediksi. Beberapa gangguan
kesehatan yang sering diakibatkan oleh pestisida adalah kanker,
fungsi hati dan ginjal, gangguan pernafasan, gangguan syaraf,
keguguran, cacat bayi dan sebagainya (Djojosumarto, 2000).
Menurut data WHO tahun 1990, dampak penggunaan pestisida
ditemukan 25 juta kasus keracunan pestisida akut di seluruh dunia
setiap tahunnya dan akan terus bertambah seiring dengan
meningkatnya penggunaan pestisida (Suwahyono, 2009). Risiko
penggunaan pestisida terhadap lingkungan dapat digolongkan
sebagai berikut (Djojosumarto, 2000):
a. Resiko bagi manusia, hewan, ataupun tumbuhan yang berada
di sekitar lingkungan, atau di sekitar tempat pestisida
digunakan. Drift pestisida, misalnya dapat diterbangkan oleh
angin dan langsung mengenai manusia yang kebetulan lewat
ataupun manusia yang bekerja dilahan pertanian tersebut.
Pestisida juga dapat meracuni hewan ternak yang masuk ke
kebun yang sudah disemprot pestisida.
b. Bagi lingkungan umum, pestisida dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan baik tanah, air maupun udara dengan
segala macam akibatnya, misalnya kematian nontarget,
penyederhanaan keaneragaman hayati, penyederhanaan rantai
makanan alami, bioakumulasi/biomagnifikasi, dan sebagainya.
2.1.3 Diazinon
Salah satu golongan pestisida yang paling banyak digunakan
yaitu golongan organofosfat. Organofosfat merupakan salah satu
jenis pestisida berdasarkan struktur kimianya. Jenis pestisida ini
mengandung unsur-unsur phosphate, carbon dan hidrogen. Senyawa
7
organofosfat bekerja dengan cara menghambat asetilkolinesterase
yang mengakibatkan terjadinya akumulasi asetilkolin sehingga
terjadi peningkatan aktivitas syaraf (Djojosumarto, 2008). Gejala
keracunan yang ditimbulkan oleh golongan organofosfat yaitu mata
berair, mual, muntah, pusing, berkeringat, mulut berbusa,
penglihatan kabur, timbul gerakan otot-otot tertentu, sesak nafas,
detak jantung menjadi cepat, otot tidak bisa digerakkan dan bahkan
dapat menyebabkan kelumpuhan (Wudianto, 1999).
Bahan aktif yang terkandung dalam golongan organofosfat
adalah malathion, asefat dan diazinon. Diazinon dan Dursband
merupakan pestisida yang paling banyak digunakan di Indonesia.
Diazinon dibuat dari reaksi fosforilat dengan 2 isopropil-4-hidroksil-
6-metil pirimidin, sedangkan Parathion mempunyai rantai yang lebih
kompleks lagi (Ekha, 1988).
Tabel 2.1 Sifat Diazinon (Sudarmo, 1991).
Nama kimia O-O-diethyl-O-(2-isopropyl-4-
methyl-5-pyrimidinyl)
phosphorothioate
Nama umum Diazinon
Nama dagang lain Basudin, Dazzel, Diazide,
Diazital, Diazol, Gardentox,
Kayazinon, Kayazol, Sarolex
dan lain-lain
Rumus bangun
Daya Insektisida
Toksisitas LD50-300 mg/kg dapat terserap
melalui kulit
Formulasi 40% dan 50% WP, 4 EC, 60%
EC, debu, 14% butiran, 5%
aerosol
8
2.2 Limpa
2.2.1 Struktur Limpa
Limpa merupakan kelenjar berwarna ungu tua yang terletak di
sebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri di bawah iga
kesembilan sepuluh dan sebelas. Limpa terdiri atas jalinan struktur
jaringan ikat (Pearce, 2009). Limpa merupakan salah satu organ yang
berperan penting dalam sistem imunitas manusia serta sebagai alat
pertahanan penting terhadap mikroorganisme yang menerobos masuk
sirkulasi. Limpa bereaksi segera terhadap antigen yang terbawa
darah dan merupakan organ pembentuk antibodi yang penting
(Junqueira, 2010). Zat-zat asing yang masuk ke dalam sistem
sirkulasi darah, seperti virus, bakteri, toksin dan sel-sel abnormal
tentunya akan merangsang aktivitas limpa yang memiliki peran
utama sebagai penghasil respon imun yang spesifik (Anderson,
1995).
Gambar 2.1 Letak organ limpa manusia (Singh, 2014)
Secara anatomi, tepi limpa berbentuk pipih untuk organ limpa
yang normal (Junqueira, 2010). Organ limpa manusia dibungkus
oleh suatu kapsula yang terdiri atas dua lapisan. Lapisan dari kapsula
tersebut yaitu yang pertama lapisan jaringan penyokong yang tebal
dan yang kedua lapisan otot halus (Aughey, 2001). Limpa terdiri dari
pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah memiliki warna merah
gelap pada potongan limpa segar dan pulpa putih tersebar didalam
9
pulpa merah yang memiliki warna putih kelabu berbentuk oval
(Geneser, 1994).
Limpa terdiri atas plasma cair yang secara kimiawi sedikit
berbeda dengan plasma darah. Didalamnya mengapung leukosit,
terutama limfosit dan leukosit besar bernukleus satu. Limpa
merupakan organ limfoid yang terbesar. Limpa memiliki ukuran
dengan panjang 5 sampai 6 inci dan lebar 4 inci pada manusia.
Didalam peranannya dalam sistem imun, limpa juga berperan dalam
penimbunan dan pembuangan eritrosit yang aus (worn-out
erythrocytes) dan menyediakan kembali zat besi yang terkandung
dalam hemoglobin eritrosit. Bagian dari organ limpa terdiri dari
(Bevelander dan Judith, 1988):
a. Pulpa merah
Kerangka pulpa merah adalah jaringan retikuler. Ia mengandung
semua jenis sel darah, yang telah masuk kedalamnya, dari ujung-
ujung terbuka arteriola atau melalui dinding sinus. Sejumlah besar
eritrosit yang terdapat disitu, memberikan warna yang merah bagian
dari organ itu, baik dalam spesimen segar maupun spesimen yang
diwarnai.
b. Pulpa putih
Pulpa putih, seperti pulpa merah, mempunyai dasar dari jaringan
retikuler tetapi berbeda daripadanya karena mengandung sejumlah
besar limfosit, maupun monosit dan sel-sel plasma.
Gambar 2.2 Anatomi limpa manusia (encyclopedia, 2005)
10
Gambar 2.3 Anatomi tubuh mencit
2.2.2 Fungsi Limpa
Fungsi utama limpa adalah menyaring darah dan
menyingkirkan sel-sel darah yang abnormal melalui fagositosis.
Limpa juga menyimpan besi dari sel darah yang aus, lalu
dikembalikan ke dalam sirkulasi dan digunakan oleh sumsum tulang
untuk menghasilkan sel darah baru. Reaksi kekebalan dimulai di
limpa dengan pengaktifan reaksi kekebalan oleh sel B dan sel T
sebagai reaksi terhadap antigen dalam darah (Balaban dan James,
2014). Limpa memiliki beberapa fungsi yaitu (Tambayong, 1999):
1. Pembentukan limfosit
2. Penghancuran sel darah merah yang sudah tua dan rusak
3. Penyaringan benda asing atau patogen serta penghancuran
bakteri atau virus
4. Penampungan darah sekitar 150-200 mL
11
Fungsi limpa yaitu memisahkan sel darah merah yang sudah
usang dari sirkulasi. Selain itu limpa juga menghasilkan limfosit dan
bertugas menghancurkan sel darah putih serta trombosit. Limpa juga
bertugas dalam perlindungan terhadap penyakit dan menghasilkan
zat-zat antibodi (Pearce, 2009).
2.2.3 Kerusakan Organ Limpa
Kerusakan pada limpa, sering kali terjadi akibat luka yang
disebabkan pukulan pada sisi kiri perut, bisa mengancam jiwa.
Karena limpa merupakan organ yang rapuh, luka bisa dengan mudah
memecahkannya, menyebabkan pendarahan internal yang serius,
hemorrhaging, kejutan sirkulatori, dan bahkan kematian. Satu-
satunya pengobatan ketika limpa pecah adalah pengambilan melalui
pembedahan dalam prosedur yang disebut splenektomi (Balaban dan
James, 2014). Di dalam limpa diproduksi sel darah putih yang akan
mengisi darah. Limpa terletak tersembunyi dan aman dari
kemungkinan terkena pukulan, tetapi pada penderita penyakit
malaria organ ini bisa membesar sehingga memenuhi rongga perut
(Wibowo, 2005).
Selain itu, kerusakan organ limpa dapat diamati berdasarkan
pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara
makroskopis dilakukan dengan cara melihat bentuk limpa yang
normal atau abnormal. Limpa yang sehat memiliki ukuran
sewajarnya, namun limpa abnormal mengalami pembengkakan
sehingga ukurannya lebih besar. Hal ini disebabkan karena limpa
mengalami splenomegaly. Splenomegaly merupakan pembesaran
limpa akibat proliferasi limfosit pada limpa. Sedangkan secara
mikroskopis, dilakukan pengamatan preparat dengan melihat bentuk
dari sel yang terdapat di dalam limpa. Sel di dalam limpa meliputi sel
normal, sel lisis dan sel limfosit. Sel normal merupakan sel yang
memiliki keteraturan yang baik, berbentuk bulat dan memiliki warna
yang jelas. Sedangkan sel lisis memiliki bentuk yang tidak teratur,
memanjang dan cenderung menggumpal. Selain itu limfosit
merupakan sel yang memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan
dengan sel yang ada disekitarnya. Sel limfosit inilah yang akan
menghasilkan antibodi (Sari, 2016).
12
2.2.4 Sel Limfosit
Morfologi utama dari limfosit yaitu memiliki sel-sel yang
bulat dengan rasio sitoplasma dan nukleus yang tinggi. Pada
mikroskop cahaya, nukleus tampak bulat, tetapi jika menggunakan
perbesaran yang lebih tinggi terlihat bergerigi. Jika diklasifikasi atas
dasar ukuran besarnya, limfosit merupakan suatu populasi heterogen.
Limfosit merupakan sebagian besar dari sel-sel darah putih dan
bagian terbesar sel dalam limpa dan organ limfoid (Bevelander dan
Judith, 1988).
Limfosit terdiri dari dua tipe yaitu limfosit B (sel B) dan
limfosit T (sel T). Limfosit B berubah menjadi plasma yang akan
mengeluarkan antibodi secara tidak langsung menyebabkan destruksi
benda asing. Sel limfosit B hidup dalam jangka waktu yang lama.
Sedangkan limfosit sel T secara langsung menghancurkan sel yang
terinfeksi virus (Field dan William R, 2014).
2.3 Mencit (Mus musculus)
Salah satu hewan percobaan di laboratorium adalah tikus atau
tikus putih. Tetapi karena hewan ini paling kecil diantara berbagai
jenis hewan percobaan lain dan karena banyak galur mencit, baik
inbred maupun outbred yang tidak berwarna putih, jadi hewan ini
dinamakan mencit. Mencit liar atau mencit rumah adalah hewan
yang semarga dengan mencit laboratorium. Mencit laboratorium
biasanya diberi makan-makanan berbentuk pellet tanpa batas (ad
libitum). Banyak faktor lingkungan terutama kualitas makanan
berpengaruh pada kondisi mencit keseluruhan. Faktor-faktor tersebut
sangat mempengaruhi kemampuan mencit mencapai potensi genetik
untuk tumbuh, berkembangbiak, umur ataupun reaksi terhadap
pengobatan dan lain-lain. Oleh karena itu status makanan hewan
yang diberikan dalam percobaan biomedis mempunyai pengaruh
nyata pada kualitas hasil percobaan (Smith dan Soesanto, 1988).
Mencit dapat hidup diberbagai daerah dengan iklim panas,
sedang maupun iklim dingin dan dapat hidup di dalam kandang
maupun di alam bebas seperti hewan liar. Mencit merupakan salah
satu hewan yang paling banyak digunakan dalam laboratorium
sebagai hewan percobaan. Persentase penggunaan hewan coba
mencit sekitar 40-80 %. Keunggulan menggunakan hewan coba
13
mencit dikarenakan siklus hidup mencit relatif pendek,
pemeliharaannya cukup mudah ditangani, berkembangbiak dengan
cepat dan jumlah anak perkelahiran banyak. Seekor mencit setiap
harinya memerlukan minum sekitar 4-8 ml untuk melumasi
makanannya dan sebagai stabilitas suhu tubuh mencit (Malole &
Pramono, 1989).
Tabel 2.2 Taksonomi mencit (Mus musculus) (Arrington, 1972)
Mencit (Mus musculus) termasuk dalam golongan hewan
mamalia pengerat yang memiliki sifat omnivora, sehingga dapat
memakan semua jenis makan. Mencit juga memiliki sifat nokturnal,
yaitu aktivitasnya lebih banyak dilakukan di malam hari daripada di
pagi hari. Mencit dapat hidup baik di tempat yang memiliki
temperatur antara 20-25oC dengan kelembaban 45-55%. Pernapasan
mencit yaitu 140-180 kali/menit dengan denyut jantung 600-650 kali
(Keane, 2011).
Data biologis mencit (Smith, 1988):
Lama hidup : 1-2 tahun, bisa sampai 3 tahun
Lama produksi ekonomis : 9 bulan
Berat dewasa : 20-40 g jantan; 18-35 g betina
Suhu (rektal) : 35-39°C (rata-rata 37,4°C)
Volume darah : 75-80 ml/kg
Sel darah merah : 7,7-12,5 x 106/mm3
Sel darah putih : 6,0-12,6 x 103/mm3
Neutrofil : 12-30%
Limfosit : 55-85%
Monosit : 1-12%
Klasifikasi Mencit (Mus musculus)
Kingdom Animalia
Filum Chordata
Kelas Mamalia
Ordo Rodentia
Famili Muridae
Genus Mus
Spesies Mus musculus
14
Gambar 2.4 Mencit (Mus Musculus) (Akbar, 2010)
Hewan percobaan mencit memiliki berat badan yang hampir
sama dengan mencit liar yaitu pada umur 4 minggu 18-20 gram dan
pada umur 6 minggu atau lebih beratnya 30-40 gram. Mencit dapat
dikandangkan dalam suatu kotak berukuran kotak sepatu. Kotak
kandang mencit dapat terbuat dari beberapa bahan diantaranya
plastik, aluminium atau baja tahan karat (stainless steel) (Yuwono,
1990). Mencit harus memiliki alas tidur yang berkualitas bagus dan
tidak menarik mencit untuk memakannya. Biasanya di daerah tropis
dapat digunakan alas tidur (bedding) dari serbuk gergaji atau sekam
padi (Smith dan Soesanto, 1988).
2.4 Antioksidan
Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak
membahas tentang radikal bebas (free radical) dan antioksidan. Hal
ini terjadi karena sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi
oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Tampaknya, oksigen
merupakan sesuatu yang paradoksal dalam kehidupan. Molekul ini
sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi
pada proses metabolisme dan respirasi. Namun, pada kondisi tertentu
keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai penyakit dan
kondisi degeneratif, seperti aging (penuaan), arthritis dan kanker.
Namun, reaktivitas ini dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang
melengkapi sistem kekebalan tubuh (Musarofah, 2015).
15
Antioksidan merupakan senyawa yang memberikan elektron
atau donor elektron yang memiliki berat molekul kecil tetapi mampu
menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi yaitu dengan cara
mencegah terbentuknya radikal bebas. Antioksidan juga merupakan
senyawa yang mampu menghambat reaksi oksidasi dengan cara
mengikat radikal bebas dan molekul yang reaktif sehingga kerusakan
sel akibat radikal bebas dapat dihambat. Status antioksidan yaitu
sebagai parameter untuk mengukur atau memantau kesehatan
seseorang (Winarsih, 2007). Penggunaan antioksidan dalam sistem
biologis digunakan untuk mengatur kadar radikal bebas agar tidak
terjadi kerusakan di dalam tubuh dan menciptakan sistem perbaikan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel (Milbury dan Richer,
2011).
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau
memperlambat proses oksidasi. Antioksidan bekerja dengan cara
mendonorkan elektronnya pada senyawa yang bersifat oksidan, yaitu
dengan cara pengikatan oksigen dan pelepasan hidrogen. Proses ini
bisa terjadi dimana saja, termasuk di dalam tubuh. Proses oksidasi
sebenarnya penting untuk metabolisme tubuh. Jika molekul yang
dihasilkan di dalam tubuh jumlahnya berlebihan, misalnya akibat
pengaruh gaya hidup tidak sehat seperti merokok, stress, banyak
mengkonsumsi obat, polusi, radiasi dan sebagainya, maka proses itu
justru dapat merusak kesehatan. Diantaranya merusak sel yang
mengoksidasi DNA, sehingga dapat berakibat mutasi gen dan
menimbulkan kanker (Musarofah, 2015).
2.5 Teripang
Teripang telah dikenal dan dimanfaatkan sejak lama oleh Cina.
Sejak Dinasti Ming, teripang telah dijadikan hidangan istimewa pada
perayaan, pesta, dan hari-hari besar serta disebut-sebut pula
mempunyai khasiat pengobatan untuk beberapa penyakit. Kulit
teripang jenis Stichopus japonicas berkhasiat menyembuhkan
penyakit ginjal, paru-paru basah, anemia, anti-inflamasi, dan
mencegah arteriosklerosis serta penuaan jaringan tubuh. Ekstrak
murni dari teripang mempunyai kecenderungan menghasilkan
holotoksin yang efeknya sama dengan antimicyn dengan kadar 6,25-
25 mikrogram/milliliter. Di Indonesia sendiri, teripang telah
dimanfaatkan cukup lama, terutama oleh masyarakat disekitar pantai,
16
sebagai bahan makanan. Untuk konsumsi pasaran internasional
biasanya teripang diperdagangkan dalam bentuk daging dan kulit
kering (Martoyo dkk., 2000).
Di Indonesia tidak semua jenis teripang dapat ditemukan,
beberapa jenis teripang yang dapat dimakan dan mempunyai nilai
ekonomis terbatas pada famili Aspidochiratae dari genus
Holothuriidae, Muelleria, dan Stichopus. Berikut klasifikasi dari
beberapa jenis teripang yang bernilai ekonomis (Martoyo dkk.,
2000):
Filum : Echinodermata
Sub-filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotda
Famili : Holothuriidae
Gambar 2.5 Teripang laut (Holothuroidea) (encyclopedia)
Teripang memiliki kemampuan dalam meregenerasi sel. Oleh
sebab itulah, teripang banyak digunakan sebagai bahan pengobatan
berbagai macam penyakit. Regenerasi sel teripang dapat terlihat
ketika teripang menghindari musuh, habitatnya tercemar, dan terjadi
kenaikan suhu air. Regenerasi ditandai dengan terburainya saluran
pernapasan, saluran pencernaan dan gonat yang keluar dari tubuh
melalui anus dan dinding badan yang terpisah. Selain karena
kemampuan regenerasi selnya, teripang digunakan sebagai obat
karena kandungan zat penting dalam tubuhnya. Berikut kandungan
zat dalam tubuh teripang (Martoyo dkk., 2000).
17
Tabel 2.3 Kandungan zat dan nutrisi teripang dan fungsinya bagi
kesehatan (Martoyo dkk., 2000).
Kandungan Fungsi
Kolagen Menjaga tulang dari kerapuhan
Glycosaminoglycans
(GAGs)
Memulihkan penyakit sendi
Asam lemak
Omega-(EPA dan
DHA)
Menghambat proses penuaan, menurunkan
kolesterol jahat LDL dan VLDL,
memulihkan jaringan tubuh yang rusak,
serta meningkatkan kinerja otak dan mata
Kromium Membantu kerja insulin
Lektin Mampu menggumpalkan sel jahat dan
efektif melawan kanker paru-paru dan
kanker otot
2.6 Teripang Sebagai Antioksidan
Beberapa kandungan senyawa teripang (filum Echinodermata)
telah terbukti secara ilmiah mempunyai sifat antioksidan.
Antioksidan adalah senyawa yang berperan untuk meredam radikal
bebas dan mencegah beberapa penyakit degeneratif yang diakibatkan
oleh radikal bebas yang berlebihan. Lektin merupakan salah satu
senyawa yang terkandung di dalam teripang (Mojica dan Merca,
2005). Teripang dapat digunakan sebagai antitrombotik dan
antikoagulasi, anti kanker dan anti tumor, menurunkan kadar lemak
darah dan kolestrol, imunostimulan, antivirus, antijamur dan
antibakteri serta telah terbukti dapat menyembuhkan luka (Farouk
dkk., 2007).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa teripang
mengandung senyawa saponin glikosida. Senyawa ini mempunyai
struktur yang hampir mirip dengan senyawa aktif dalam ginseng,
ganoderma, dan tumbuhan herbal terkenal lainnya. Dari beberapa
penelitian telah diketahui bahwa senyawa ini bisa berfungsi sebagai
antikanker dan anti-inflamasi (Sendih dan Gunawan, 2006).
18
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
19
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai
dengan bulan Februari 2017, bertempat di Laboratorium Fisiologi
Hewan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu box
plastik sebagai kandang mencit, sonde lambung, masker, pipet tetes,
sarung tangan, seperangkat alat bedah dan mikroskop.
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain yaitu mencit jantan sebanyak 55 ekor dengan kisaran
berat badan 20-30 gram, insektisida diazinon, ekstrak teripang yang
telah dijual dipasaran, pakan mencit berupa pellet, air mineral untuk
minum mencit, sekam kayu sebagai alas tidur mencit, aquades,
formalin dan alkohol.
3.3 Tahap Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama
dilakukan untuk mengetahui kerusakan organ limpa dari mencit
akibat pemberian pestisida diazinon dengan lima variasi dosis.
Setelah diketahui dosis pestisida yang efektif merusak organ maka
dilakukan penelitian untuk tahap kedua. Pada tahap kedua, penelitian
dilakukan untuk mengetahui perbaikan kerusakan organ limpa
mencit yang diakibatkan dari pemberian pestisida diazinon dengan
dosis efektif pada tahap pertama. Pada tahap kedua mencit diberikan
antioksidan ekstrak teripang dengan lima variasi dosis. Berikut
diagram alir dari tahapan penelitian yang akan dilakukan terdapat
pada Gambar 3.1:
20
Gambar 3.1 Diagram alir perlakuan
3.3.1 Persiapan Sampel
a. Persiapan Hewan Coba Mencit
Mencit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 55 ekor.
Mencit dimasukkan ke dalam kandang yang sudah tersedia pakan
mencit berupa pellet, tempat makan, tempat minum beserta sekam
sebagai alas tidur. Kemudian dilakukan tahap aklimatisasi selama 10
hari di laboratorium. Tahap aklimatisasi ini untuk menyesuaikan
kondisi mencit terhadap lingkungan sekitarnya sebelum diberikan
perlakuan. Selanjutnya mencit dibagi menjadi 3 kelompok dengan
masing-masing perlakuan yaitu:
1. Kontrol negatif (K-) : mencit tidak diberi diazinon dan
tidak diberi antioksidan
2. Diazinon negatif (D-) : mencit diberi diazinon dan tidak
diberi antioksidan
3. Diazinon positif (D+) : mencit diberi diazinon dan diberi
antioksidan
Analisa
Pengukuran Jumlah Dosis Pestisida Diazinon dan
Antioksidan Ekstrak Teripang
Perlakuan Terhadap Hewan Uji (pemberian pestisida
diazinon dan pemberian antioksidan ekstrak teripang)
Selesai
Persiapan
sampel
Mulai
21
Tabel 3.1 Pengelompokan mencit berdasarkan perlakuan
Tahap Kelompok
Perlakuan
Pemberian
Diazinon
Ekstrak
Teripang
I Kontrol Negatif (K-) - -
Diazinon Negatif (D-) + -
II Diazinon Positif (D+) + +
Tabel 3.2 Variasi dosis pestisida diazinon dan ekstrak teripang
Kontrol
Negatif (K-)
Tanpa pemberian pestisida diazinon dan
antioksidan ekstrak teripang
Diazinon
Negatif (D-)
1
Pemberian pestisida diazinon dengan dosis
50 mg/1 L aquades
2
Pemberian pestisida diazinon dengan dosis
75 mg/1 L aquades
3
Pemberian pestisida diazinon dengan dosis
100 mg/1 L aquades
4
Pemerian pestisida diazinon dengan dosis
125 mg/1L aquades
5
Pemberian pestisida diazinon dengan dosis
150 mg/1L aquades
Diazinon
Positif (D+)
1
Pemberian pestisida diazinon dengan dosis
125 mg/1 L aquades dan pemberian ekstrak
teripang 0,01714 ml/kg BB
2
Pemberian pestisida diazinon dengan dosis
125 mg/1L aquades dan pemberian ekstrak
teripang 0,03428 ml/kg BB
3
Pemberian pestisida diazinon dengan dosis
125 mg/1L aquades dan pemberian ekstrak
teripang 0,051428 ml/kg BB
4
Pemberian pestisida diazinon dengan dosis
125 mg/1L aquades dan pemberian ekstrak
teripang 0,068571 ml/kg BB
5
Pemberian pestisida diazinon dengan dosis
125 mg/1L aquades dan pemberian ekstrak
teripang 0,08571 ml/kg BB
22
Di dalam satu kandang terdapat 5 ekor mencit untuk masing-
masing perlakuan. Pada kelompok (K-) mencit tidak diberi pestisida
diazinon maupun antioksidan ekstrak teripang. Pada kelompok (D-)
digunakan variasi dosis pestisida diazinon yang diberikan secara oral
selama dua minggu pada mencit. Pada kelompok (D+) digunakan
dosis pestisida diazinon yang paling efektif merusak organ yaitu 125
mg/1 L aquades serta pemberian antioksidan ekstrak teripang dengan
lima variasi dosis. Adapan variasi dosis pestisida diazinon dan dosis
antioksidan ekstrak teripang yang diberikan pada mencit tertera pada
Tabel 3.2.
b. Pestisida yang digunakan
Pestisida yang digunakan dalam penelitian ini adalah pestisida
dengan jenis insektisida diazinon yang dijual dipasaran. Diazinon ini
berupa cairan pekat yang mengandung bahan aktif 600 g/l.
c. Persiapan Ekstrak Teripang
Ekstrak teripang yang diberikan kepada mencit berupa cairan
yang sudah dijual dipasaran. Ekstrak teripang diberikan pada mencit
selama dua minggu dengan cara dicekokkan ke mencit menggunakan
sonde lambung. Dosis ekstrak teripang yang diberikan pada mencit
disesuaikan dengan berat badan mencit.
Gambar 3.2 Pemberian ekstrak teripang
23
3.3.2 Persiapan Alat
Rangkaian alat pada penelitian ini yaitu dimulai dari membuat
cairan diazinon dengan dosis 50 mg/1L aquades, 75 mg/1L aquades,
100 mg/1L aquades, 125 mg/1L aquades dan 150 mg/1L aquades.
Kemudian diazinon tersebut dimasukkan ke dalam tubuh mencit
dengan menggunakan sonde lambung. Antioksidan ekstrak teripang
juga diberikan menggunakan sonde lambung. Dosis antioksidan yang
diberikan yaitu 0,02 ml/kg BB, 0,03 ml/kg BB, 0,05 ml/kg BB, 0,07
ml/kg BB dan 0,09 ml/kg BB.
Gambar 3.3 Rangkaian alat kelompok diazinon negatif (D-)
Keterangan:
1. Diazinon
2. Sonde lambung
3. Mencit
+
Gambar 3.4 Rangkaian alat kelompok diazinon positif (D+)
1 2 3
1 2 3 4
5 5
24
Keterangan:
1. Diazinon
2. Sonde lambung
3. Mencit
4. Sonde lambung
5. Antioksidan
3.3.3 Pembuatan Preparat
a. Mencit dibius dengan menggunakan kloroform dalam botol
anestesi sampai pingsan.
b. Setelah mencit pingsan dilakukan pembedahan secara
vertikal dan diambil organ limpanya dan dipotong sekecil
mungkin tetapi mewakili struktur keseluruhan jaringan.
c. Kemudian difiksasi dengan cara direndam dalam formalin
10% selama lebih dari 24 jam.
d. Setelah preparat siap, selanjutnya dimasukkan kedalam
larutan etanol secara bertingkat etanol 70%, 80%, 90%, 95%
dan 96% selama 30 menit. Khusus untuk etanol 95% dan
96% dilakukan 2 kali perendaman.
e. Preparat kemudian dimasukkan ke dalam xylol selama 3 x
30 menit.
f. Kemudian preparat dipindahkan ke dalam paraffin cair
dalam blok preparat.
g. Setelah dicetak, preparat dipotong dan ditempelkan pada
objek gelas yang telah diberi entelan dan dipanaskan dengan
suhu 2-5oC dibawah titik lebur paraffin (sekitar 40oC)
sampai kering.
h. Setelah kering dimasukkan ke dalam xylol murni selama 5-
10 menit.
i. Ambil preparat dan masukkan ke dalam larutan etanol
berturut-turut 96%, 95%, 90%, 80% dan 70% selama 5-10
menit.
j. Dicuci dengan air kemudian mewarnai hemaktosilin-eosin
selama 1-2 menit.
k. Bilas dengan air, kemudian dikeringkan pada suhu kamar
dan ditutup dengan obyek gelas.
l. Setelah itu diamati di mikroskop dengan pembesaran 1000
kali.
25
3.3.4 Perhitungan Dosis Pestisida Diazinon
Dosis penggunaan pestisida diazinon sebanyak 75 mg/1L
aquades. Berikut dosis bertingkat yang akan digunakan dalam
penelitian ini:
Dosis 1: 50 mg diazinon/1 liter aquades
Dosis 2: 75 mg diazinon /1 liter aquades
Dosis 3: 100 mg diazinon /1 liter aquades
Dosis 4: 125 mg diazinon /1 liter aquades
Dosis 5: 150 mg diazinon /1 liter aquades
3.3.5 Perhitungan Dosis Eksrak Teripang
Dosis ekstrak teripang perhari untuk manusia yaitu tiga sendok
makan tiga kali dalam sehari. Pada penelitian ini dosis dikonversi
terlebih dahulu sesuai dengan berat badan mencit. Maka setelah
dikonversi ke dosis mencit adalah:
Dosis Ekstrak Teripang:
(20ml x 3 kali) x 0,02 𝑘𝑔
70 𝑘𝑔 = 0,01714 ml/kg BB …………………3.1
Maka didapatkan dosis bertingkat ekstrak teripang yaitu:
Dosis 1 = 0,01714 ml/kg BB
Dosis 2 = 0,03428 ml/kg BB
Dosis 3 = 0,051428 ml/kg BB
Dosis 4 = 0,068571 ml/kg BB
Dosis 5 = 0,08571 ml/kg BB
Dalam 500 ml mengandung 125 g ekstrak teripang.
3.4 Analisa Data
3.4.1 Cara Membaca Data Dari Preparat
Preparat yang telah dibuat diletakkan di atas meja mikroskop.
Kemudian mikroskop diatur sehingga objek pada preparat terlihat
jelas. Setelah didapatkan objek dengan bidang pandang yang jelas,
diamati dengan perbesaran 1000 kali. Kemudian dilakukan
26
pengambilan gambar dan dilakukan analisis terhadap objek yaitu
antara lain:
a. Luas sampel (mm x mm)
b. Kerusakan sel dengan melihat bentuk sel
c. Bentuk sel yang sehat
Setelah menganalisis sel pada bagian tersebut, maka mikroskop
digeser pada bagian lain yaitu bagian atas, bawah, kanan, kiri dan
tengah untuk melihat kerusakan sel yang lain.
3.4.2 Perhitungan Persentase Kerusakan dan Perbaikan Sel
Data yang didapatkan dari penelitian ini kemudian diolah
dengan menggunakan microsoft office excel untuk dapat dianalisis.
Perhitungan persentase kerusakan dan perbaikan sel limpa
menggunakan persamaan 3.2 dan 3.3. Berdasarkan perhitungan
dengan persamaan 3.2 dan 3.3 tersebut maka dapat digunakan untuk
menentukan grafik.
% kerusakan sel = 𝛴 𝑠𝑒𝑙 𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘
𝛴 𝑠𝑒𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔 x 100% ……….. 3.2
% perbaikan sel = 𝛴 𝑠𝑒𝑙 𝑏𝑎𝑖𝑘
𝛴 𝑠𝑒𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔 x 100% ……….… 3.3
Data yang diperoleh kemudian diplot menjadi grafik dan
diamati pola yang dihasilkan dari grafik tersebut. Pola yang
dihasilkan dari grafik akan menunjukkan hubungan dari parameter
yang bersangkutan. Pada penelitian ini parameternya adalah dosis
pestisida diazinon, kerusakan organ dan dosis antioksidan ekstrak
teripang. Pada grafik dapat diketahui hubungan dosis pestisida
diazinon dengan kerusakan limpa serta hubungan dosis antioksidan
ekstrak teripang dengan kerusakan organ limpa.
27
3.5 Kerangka Kerja
Gambar dibawah ini merupakan diagram alir dari penelitian.
Gambar 3.5 Diagram alir penelitian
Organ Limpa
Gambar Mikroskopis
Hasil
Preparat
(K-)
Diazinon (-) dan
antioksidan (-)
(D+)
Diazinon (+) dan
antioksidan (+)
Mencit (Mus musculus)
Aklimasi 10 hari
Pembagian kelompok
(D-)
Diazinon (+) dan
antioksidan (-)
Dosis diazinon yang digunakan:
Dosis 1: 50 mg/1 L aquades
Dosis 2: 75 mg/1 L aquades
Dosis 3: 100 mg/1 L aquades
Dosis 4: 125 mg/1 L aquades
Dosis 5: 150 mg/1 L aquades
Dosis diazinon 125 mg/1 L aquades
Dosis ekstrak teripang yang digunakan:
Dosis 1: 0,01714 ml
Dosis 2: 0,03428 ml
Dosis 3: 0,051428 ml
Dosis 4: 0,068571 ml
Dosis 5: 0,08571 ml
28
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
29
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Pada pengamatan ini diperoleh hasil kerusakan untuk setiap
perlakuan. Kerusakan tersebut ditimbulkan oleh pestisida dengan
jenis insektisida yaitu diazinon. Dalam penelitian ini perlakuan
dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama mencit diberikan diazinon
tanpa diberikan treatment dengan antioksidan. Sedangkan pada tahap
kedua mencit diberikan diazinon dan di treatment dengan
antioksidan ekstrak teripang. Kerusakan yang didapat dari perlakuan
tahap pertama tersebut akan diperoleh dosis efektif yang dapat
merusak organ limpa. Setelah diketahui kerusakan efektifnya, maka
dilakukan perlakuan tahap kedua yaitu untuk mengetahui perubahan
organ limpa ketika di treatment dengan antioksidan ekstrak teripang.
Gambaran histologi organ limpa merupakan acuan yang dapat
dijadikan indikasi adanya suatu perubahan keadaan pada organ
limpa. Pengamatan organ limpa mencit secara mikroskopis meliputi
bentuk sel pada organ limpa serta menghitung jumlah sel normal,
lisis dan limfosit baik pada kelompok kontrol maupun kelompok
perlakuan. Organ limpa memiliki tiga bentuk sel yaitu sel normal, sel
lisis dan sel limfosit. Limpa dikatakan sehat apabila memiliki
keteraturan sel yang cukup baik, memiliki jumlah sel normal cukup
banyak dan memiliki sel lisis yang lebih sedikit. Sel normal adalah
sel yang memiliki bentuk bulat dan memiliki warna yang cukup
jelas. Kemudian sel lisis memiliki bentuk yang tidak teratur,
memanjang, warna yang memudar dan bahkan cenderung menyatu
dengan sel lain. Kemudian limpa juga sel limfosit yaitu sel yang
memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan sel-sel yang ada
disekitarnya. Jumlah sel limfosit pada organ limpa tergantung dari
keadaan limpa itu sendiri. Apabila limpa dalam keadaan sehat, maka
jumlah sel limfosit lebih sedikit. Namun, sebaliknya apabila organ
limpa dalam keadaan tidak sehat maka jumlah sel limfosit cukup
banyak. Hal ini dikarenakan pada organ limpa yang tidak sehat akan
semakin banyak benda asing yang masuk sehingga jumlah limfosit
yang cukup banyak berguna untuk memerangi benda asing tersebut.
30
Hasil pengamatan dari gambaran histologi organ limpa mencit
mengalami perubahan akibat pemberian diazinon, yaitu terlihat
adanya peningkatan jumlah limfosit dan jumlah sel lisis yang cukup
banyak dibandingkan dengan jumlah sel normal. Sedangkan pada
kelompok kontrol terlihat bahwa organ limpa dalam keadaan sehat,
yaitu ditandai dengan jumlah sel normal yang cukup banyak dan
jumlah sel limfosit yang sedikit. Pada Gambar 4.1 merupakan
gambaran mikroskopis dari organ limpa mencit yang tidak diberi
diazinon maupun antioksidan ekstrak teripang.
Gambar 4.1 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
kontrol negatif (K-)
31
Pada Gambar 4.1 merupakan gambaran hasil pengamatan
organ limpa dari mencit kelompok kontrol atau mencit yang tidak
diberi perlakuan dengan menggunakan perbesaran mikroskop 1000x.
Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa keteraturan sel cukup baik
dan bentuk sel limpa mudah diamati antara sel normal, sel lisis dan
sel limfosit. Selain itu ditemukan jumlah sel normal lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah sel lisis dan sel limfosit. Hal ini
menandakan bahwa limpa mencit dalam keadaan sehat. Sel lisis yang
ditemukan tersebut mengindikasikan adanya kerusakan sel, namun
kerusakan tersebut bukan dikarenakan adanya perlakuan terhadap
mencit melainkan karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut
diantaranya yaitu, kondisi lingkungan tempat mencit beradaptasi,
faktor makanan bahkan faktor kesehatan mencit itu sendiri.
Sementara itu, perlakuan terhadap kelompok diazinon negatif
mencit hanya diberikan pestisida diazinon yang dilakukan secara oral
selama 2 minggu. Berdasarkan perlakuan tersebut, organ limpa
mencit mengalami kerusakan. Kerusakan pada dosis 50 mg/1L
aquades didapatkan kerusakan sebesar 61,89 %, dosis 75 mg/1 L
aquades dengan kerusakan sebesar 69,008 %, dosis 100 mg/1 L
aquades kerusakan sebesar 74,56 %, dosis 125 mg/1 L aquades
kerusakan sebesar 77,35 % dan dosis 150 mg/1 L aquades kerusakan
organ limpa sebesar 82,63%. Kerusakan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 4.2 hingga Gambar 4.6. Hasil tersebut ditandai dengan
bentuk sel lisis tidak simetris, memanjang dan cenderung menyatu
sehingga sulit dibedakan antara sel normal, sel lisis dan sel limfosit.
Namun jika diamati dengan seksama dapat dilihat jumlah sel normal
lebih sedikit dari jumlah sel lisis. Semakin banyak sel lisis yang
ditemukan maka jumlah sel limfosit juga akan meningkat. Hal ini
disebabkan karena sel limfosit berperan untuk melawan benda-benda
asing yang masuk ke limpa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
pemberian diazinon mempunyai pengaruh terhadap kerusakan organ
limpa. Kerusakan organ limpa ini disebabkan pemberian dosis
diazinon yang semakin meningkat. Hal ini membuktikan bahwa
bertambahnya dosis diazinon yang semakin meningkat
mengakibatkan kerusakan sel organ limpa.
32
Gambar 4.2 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon negatif (D-) dosis 50 mg/1L aquades
Gambar 4.3 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon negatif (D-) dosis 75 mg/1L aquades
33
Gambar 4.4 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon negatif (D-) dosis 100 mg/1L aquades
Gambar 4.5 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon negatif (D-) dosis 125 mg/1L aquades
34
Gambar 4.6 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon negatif (D-) dosis 150 mg/1L aquades
Pada perlakuan terhadap kelompok diazinon positif (D+)
mencit diberikan pestisida dengan dosis efektif yang telah diketahui
dari kelompok diazinon negatif yaitu 125 mg/1 L aquades. Setelah
diberikan diazinon mencit diberi antioksidan ekstrak teripang secara
oral selama dua minggu. Berdasarkan pengamatan tersebut diperoleh
hasil kerusakan sel semakin berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa
sel mengalami perbaikan yaitu, ditandai dengan jumlah sel normal
yang semakin banyak, memiliki bentuk bulat dan teratur. Kerusakan
tersebut berdasarkan dosis antioksidan yang diberikan yaitu, dosis
0,02 ml/kgBB dengan kerusakan sebesar 71,77%, dosis 0,03
ml/kgBB dengan kerusakan 67,96 %, dosis 0,05 ml/kgBB kerusakan
sebesar 63,33%, dosis 0,07 ml/kgBB kerusakan sebesar 53,06 % dan
dosis 0,09 ml/kgBB didapatkan kerusakan sebesar 35,54 %.
Kerusakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.7 hingga Gambar
4.11. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin meningkat
dosis antioksidan ekstrak teripang yang diberikan, maka semakin
menurun kerusakan organ limpa. Hal ini menunjukkan bahwa
antioksidan mampu meredam radikal bebas yang disebabkan oleh
diazinon.
35
Gambar 4.7 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan 0,02 ml/kgBB
Gambar 4.8 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan 0,03 ml/kgBB
36
Gambar 4.9 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan 0,05 ml/kgBB
Gambar 4.10 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan 0,07 ml/kgBB
37
Gambar 4.11 Gambaran mikroskopis organ limpa mencit kelompok
diazinon positif (D+) pada dosis antioksidan 0,09 ml/kgBB
4.2 Pengaruh Dosis Antioksidan Ekstrak Teripang Terhadap
Kerusakan Organ Limpa Dari Mencit Yang Terkontaminasi
Pestisida Diazinon
Penelitian ini dilakukan untuk tujuan mengetahui adanya
hubungan antara dosis pestisida diazinon dengan kerusakan organ
limpa. Selain itu untuk mengetahui hubungan antara dosis
antioksidan ekstrak teripang dengan kerusakan organ limpa akibat
kontaminasi pestisida diazinon. Hubungan ini dinyatakan dalam
bentuk grafik. Berikut grafik hubungan pemberian pestisida diazinon
dan antioksidan ekstrak teripang terhadap perubahan keadaan organ
limpa dari mencit (Mus musculus).
38
Gambar 4.12 Grafik hubungan dosis pestisida diazinon dengan
persentase kerusakan limpa mencit
Pada Gambar 4.12 menunjukkan grafik hubungan antara dosis
pestisida diazinon dengan persentase kerusakan organ limpa mencit.
Grafik tersebut memiliki persamaan y = -0,001x2 + 0,536x + 37,80
dengan nilai regresi yaitu R2 = 0,994. Pada Gambar 4.12 dapat dilihat
bahwa mencit yang tidak diberikan perlakuan apapun atau yang
berada pada titik 0, persentase kerusakan organ limpa sebesar
37,24%. Sementara ketika mencit diberikan perlakuan yaitu
pemberian pestisida diazinon kerusakan organ limpa semakin
bertambah. Persentase kerusakan paling besar yaitu pada pemberian
diazinon dengan dosis 150 mg/1 L aquades yaitu sebesar 82,63 %.
Namun dosis efektif yang digunakan pada penelitian ini yaitu dosis
125 mg/1 L aquades. Karena pada dosis tersebut kerusakan mulai
cenderung konstan. Kerusakan organ limpa semakin bertambah besar
seiring dengan bertambahnya dosis diazinon yang diberikan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 25 50 75 100 125 150 175
PER
SEN
TASE
KER
USA
KA
N (
%)
DOSIS PESTISIDA DIAZINON (mg/1L aquades)
GRAFIK KERUSAKAN ORGAN LIMPA DARI MENCIT
39
Gambar 4.13 Grafik hubungan dosis pestisida diazinon dengan
persentase sel lisis limpa mencit
Pada Gambar 4.13 menunjukkan grafik yang memiliki
persamaan y = -0,001x2 + 0,463x + 33,91 dengan nilai regresi yaitu
R2 = 0,996. Berdasarkan Gambar 4.13 menunjukkan bahwa
kerusakan sel limpa semakin meningkat dengan bertambahnya dosis
pestisida diazinon yang diberikan. Hal ini ditandai dengan jumlah
persentase sel lisis yang semakin meningkat. Pada keadaan kontrol,
yaitu mencit yang tidak diberi perlakuan apapun memiliki jumlah
persentase sel lisis sebesar 33,52 %. Setelah itu, pada pemberian
dosis pertama yaitu 50 mg/1 L aquades, jumlah sel lisis meningkat
sehingga persentase sel lisis menjadi 54,64 %. Begitu pula pada
dosis berikutnya, persentase sel lisis yang diketahui semakin
bertambah. Kerusakan paling besar yaitu pada dosis 150 mg/1 L
aquades sebesar 74,01 %. Semakin banyak jumlah sel lisis yang
ditemukan artinya kerusakan organ limpa akan semakin besar.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 25 50 75 100 125 150 175
PER
SEN
TASE
SEL
LIS
IS (
%)
DOSIS PESTISIDA DIAZINON (mg/1L aquades)
GRAFIK SEL LISIS ORGAN LIMPA DARI MENCIT
40
Gambar 4.14 Grafik hubungan dosis pestisida diazinon dengan
persentase sel limfosit limpa mencit
Pada Gambar 4.14 terlihat bahwa jumlah limfosit terendah
pada dosis 0, dimana mencit tidak diberikan perlakuan apapun.
Grafik tersebut memiliki persamaan y = -0,000x2 + 0,067x + 3,942
dengan nilai R2 = 0,941. Pada kelompok kontrol atau dosis 0,
persentase sel limfosit sebesar 3,72 %. Sedangkan pada dosis 50
mg/1 L aquades persentase sel limfosit semakin bertambah menjadi
7,25 %. Begitu pula pada dosis yang lebih tinggi, persentase sel
limfosit semakin bertambah. Persentase sel limfosit yang tertinggi
yaitu pada dosis 150 mg/1 L aquades sebesar 8,62 %. Hal ini
menunjukkan bahwa kenaikan dosis pestisida yang diberikan akan
mempengaruhi jumlah limfosit yang ditemukan dalam limpa. Selain
itu, jumlah sel limfosit akan semakin bertambah banyak seiring
dengan bertambahnya jumlah sel lisis. Hal ini disebabkan karena sel
limfosit berguna untuk memerangi sel lisis atau sel rusak pada limpa.
0
2
4
6
8
10
12
0 25 50 75 100 125 150 175
PER
SEN
TASE
SEL
LIM
FOSI
T (%
)
DOSIS PESTISIDA DIAZINON (mg/1L aquades)
GRAFIK SEL LIMFOSIT ORGAN LIMPA DARI MENCIT
41
Gambar 4.15 Grafik hubungan dosis antioksidan ekstrak teripang
dengan persentase kerusakan limpa mencit
Berdasarkan Gambar 4.15 menunjukkan hubungan pemberian
dosis antiokisidan ekstrak teripang terhadap kerusakan organ limpa
yang terkontaminasi pestisida diazinon. Pada titik 0, mencit hanya
diberikan pestisida diazinon dosis 125 mg/1 L aquades. Dosis
pestisida tersebut diperoleh dari kelompok diazinon negatif
sebelumnya yang efektif merusak organ limpa. Kerusakan organ
limpa pada titik 0 sebesar 77,35 %. Namun setelah mencit diberikan
perlakuan dengan pemberian antioksidan ekstrak teripang selama 2
minggu yaitu dosis 0,02 ml/kgBB hingga 0,09 ml/kgBB kerusakan
limpa mengalami perubahan. Persentase kerusakan limpa mengalami
penurunan dibandingkan dengan kelompok tanpa pemberian
antioksidan ekstrak teripang. Kerusakan minimal organ limpa dalam
penelitian ini yaitu sebesar 35,54 % yaitu pada dosis antioksidan
ekstrak teripang dengan dosis 0,09 ml/kgBB. Pada Gambar 4.16
terlihat bahwa penambahan dosis antioksidan ekstrak teripang akan
mengurangi kerusakan pada organ limpa. Hal ini menunjukkan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
PER
SEN
TASE
KER
USA
KA
N (
%)
DOSIS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TERIPANG (ml/kg BB)
GRAFIK KERUSAKAN ORGAN LIMPA DARI MENCIT
42
bahwa antioksidan ekstrak teripang mampu menurunkan persentase
kerusakan yang signifikan pada organ limpa mencit.
Gambar 4.16 Grafik hubungan dosis antioksidan ekstrak teripang
dengan persentase sel lisis limpa mencit
Pada Gambar 4.16 menunjukkan grafik yang memiliki
persamaan y = -4699.x2 + 44,42x + 68,34 dengan nilai regresi yaitu
R2 = 0,987. Pada titik 0, persentase sel lisis sebesar 69,51 % dan
pada perlakuan pertama dengan dosis antioksidan ekstrak teripang
0,02 ml/kgBB persentase sel lisis sebesar 66,15 %. Penurunan
persentase sel lisis pada dosis 0,02 ml/kgBB tidak signifikan karena
dosis yang diberikan merupakan dosis antioksidan ekstrak teripang
paling rendah. Namun persentase sel lisis semakin berkurang pada
pemberian dosis 0,03 ml/kgBB hingga 0,09 ml/kgBB. Persentase sel
lisis paling sedikit yaitu pada dosis 0,09 ml/kgBB sebesar 33,12 %.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar dosis antioksidan ekstrak
teripang yang diberikan maka semakin kecil persentase sel lisis yang
didapatkan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
PER
SEN
TASE
SEL
LIS
IS (
%)
DOSIS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TERIPANG (ml/kg BB)
GRAFIK SEL LISIS ORGAN LIMPA DARI MENCIT
43
Gambar 4.17 Grafik hubungan dosis antioksidan ekstrak teripang
dengan persentase sel limfosit limpa mencit
Pada Gambar 4.17 menunjukkan grafik hubungan antara
dosis antioksidan ekstrak teripang dengan persentase sel limfosit.
Grafik tersebut memiliki persamaan y = 798,5x2 – 129,5x + 7,762
dengan nilai regresi yaitu R2 = 0,985. Pada grafik dapat dilihat
bahwa kenaikan dosis antioksidan ekstrak teripang yang diberikan
akan mempengaruhi jumlah limfosit. Semakin banyak dosis
antioksidan yang diberikan maka persentase sel limfosit akan
semakin berkurang. Pada titik 0, yaitu mencit dengan dosis pestisida
125 mg/1 L aquades tanpa pemberian antioksidan ekstrak teripang
persentase sel limfositnya sebesar 7,84 % dan persentase sel limfosit
terus menurun pada dosis antioksidan yang lainnya. Persentase sel
limfosit paling minimum yaitu pada dosis antioksidan ekstrak
teripang 0,09 ml/kgBB sebesar 2,42 %.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
PER
SEN
TASE
SEL
LIM
FOSI
T (%
)
DOSIS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TERIPANG (ml/kg BB)
GRAFIK SEL LIMFOSIT ORGAN LIMPA DARI MENCIT
44
4.3 Pembahasan
Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian pestisida
diazinon dan pemberian antioksidan ekstrak teripang ini
menunjukkan adanya pengaruh terhadap keadaan dari organ limpa.
Kerusakan dari organ limpa diamati berdasarkan gambaran
mikroskopisnya melalui pengamatan preparat. Pengamatan yang
dilakukan meliputi bentuk dari sel limfosit, sel normal dan sel lisis.
Menurut Sulistyowati (2016), sel normal memiliki bentuk bulat dan
teratur serta memiliki warna yang cukup jelas. Kemudian sel lisis
dapat diamati dari bentuknya yang tidak teratur, memanjang bahkan
sel cenderung menyatu dengan sel yang lainnya. Sedangkan sel
limfosit memiliki ukuran sel yang lebih besar dibandingkan dengan
sel-sel yang ada disekitarnya. Jumlah sel limfosit pada organ limpa
tergantung dari keadaan limpa sendiri.
Kerusakan organ limpa dapat diketahui dari jumlah sel normal,
sel lisis dan sel limfositnya. Jika jumlah sel normal lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah sel lisis dan sel limfosit maka limpa
dalam keadaan sehat. Namun jika jumlah sel lisis dan sel limfosit
lebih banyak dari jumlah sel normal maka limpa mengalami
kerusakan. Semakin banyak sel lisis yang ditemukan maka kerusakan
dari organ limpa semakin besar. Jumlah sel limfosit tergantung dari
banyaknya jumlah sel lisis. Jika sel lisis yang ditemukan cukup
banyak maka jumlah sel limfosit juga akan semakin bertambah. Hal
ini dikarenakan peran sel limfosit yang akan memerangi benda asing
yang masuk ke dalam tubuh (Setyani, 2012). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin besar dosis pestisida diazinon yang
diberikan pada mencit maka kerusakan organ limpa dari mencit juga
akan semakin besar. Namun dengan pemberian antioksidan ekstrak
teripang dapat menurunkan kerusakan dari organ limpa. Kerusakan
organ limpa akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya
dosis antioksidan ekstrak teripang yang diberikan.
4.3.1 Pengaruh Pestisida Diazinon Pada Organ Limpa Mencit
Diazinon merupakan salah satu dari sekian banyak pestisida
yang bersifat toksik dan termasuk jenis insektisida organofosfat.
Insektisida organosfosfat yaitu cairan berwarna coklat muda yang
berbau sangat menyengat dan dapat larut dalam air. Pestisida yang
termasuk dalam golongan organofosfat seperti diazinon 60 EC ini
45
masuk ke dalam tubuh melalui kulit, mulut, saluran pencernaan dan
sistem pernafasan (Ekha, 1993). Jika diazinon masuk melalui
inhalasi maka akan mengganggu sistem pernafasan dan sistem
imunitas. Pestisida tersusun dari unsur kimia yang sangat banyak.
Unsur atau atom yang sering digunakan adalah karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, fosfor, klorin dan sulfur. Pada golongan
organofosfat mengandung unsur-unsur berupa fosfat, carbon dan
hidrogen (Sudarmo, 1991).
Gambar 4.18 Struktur kimia diazinon (Shemer dan Linden, 2006)
Golongan organofosfat terbukti dapat menekan pembentukan
antibodi, mengganggu fagositosis leukosit, dan mengurangi pusat
germinal pada limpa, timus dan kelenjar limfa (Yuantari, 2011).
Senyawa ini mencemari lingkungan kemudian masuk ke dalam tubuh
manusia dan mempengaruhi kekebalan tubuh manusia yang
mengakibatkan imunitas menurun.
4.3.2 Pembentukan Radikal Bebas Akibat Bahan Aktif Diazinon
Diazinon sangat sensitif terhadap suhu tinggi dan oksidasi.
Proses oksidasi diazinon melibatkan enzim monooksidase. Enzim
monooksidase dapat mengaktivasi diazinon membentuk derivatif
P=O (Jumbriah, 2006). Enzim monooksidase terdapat pada banyak
jaringan dan beberapa terdapat dalam plasma darah. Contohnya yaitu
terdapat pada mitokondria, sitosol dan endoplasmik retikulum (Staf
Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 2008). Ketika diazinon masuk ke dalam tubuh dan terjadi
kontak dengan enzim monooksidase, maka diazinon tersebut akan
mengalami oksidasi dan menghasilkan diazoxon. Senyawa diazoxon
jauh lebih toksik dibandingkan dengan diazinon karena adanya
aktivitas anti asetilkolinesterase (Jumbriah, 2006).
46
Gambar 4.19 Oksidasi diazinon (Leland, 1998)
Pestisida golongan organofosfat akan berikatan dengan enzim
dalam darah yang berfungsi sebagai pengatur kerja dari syaraf, yaitu
kolinesterase. Kolinesterase merupakan enzim darah yang diperlukan
agar syaraf dapat berfungsi dengan baik. Terdapat dua tipe
kolinesterase dalam darah, yaitu yang terdapat dalam sel darah merah
dan yang terdapat dalam plasma darah. Apabila kolinesterase terikat,
maka enzim tidak akan dapat melaksanakan tugasnya terutama
mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu, sehingga senantiasa
otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan (Sudarmo, 1988). Ketika
sel darah terganggu maka secara otomatis mengaktifkan limfoblas
dan menghasilkan limfosit. Melalui kerja populasi limfosit, limpa
membersihkan darah yang melaluinya dari mikroorganisme dan
benda asing lainnya serta menyingkirkan sel-sel darah merah yang
telah aus. Ketika organofosfat berikatan dengan enzim dalam darah
dan jaringan tubuh terikat pada protein maka mengakibatkan banyak
sel darah yang rusak sehingga leukosit tidak mampu melawannya.
Apabila antioksidan dalam tubuh tidak mampu menangani
radikal bebas yang terbentuk akibat terhambatnya enzim
kolinesterase, maka radikal bebas ini akan merusak sel-sel dan
menyebabkan terjadinya stres oksidatif (Teimori, 2006). Stres
oksidatif merupakan suatu keadaan dimana jumlah dari radikal bebas
di dalam tubuh cenderung sangat banyak dan bahkan melebihi
kapasitas tubuh untuk menetralkannya sehingga intensitas proses
oksidasi sel-sel tubuh normal menjadi semakin tinggi dan dapat
menimbulkan kerusakan yang lebih banyak (Ide, 2010).
Radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif (ROS) merupakan
molekul yang sifatnya tidak stabil karena memiliki elektron yang
tidak berpasangan. Untuk memperoleh pasangan elektron senyawa
47
ini sangat reaktif dan merusak jaringan (Winarsih, 2007). Elektron
yang tidak memiliki pasangan tersebut cenderung untuk membentuk
pasangan, yaitu dengan cara menarik elektron dari senyawa lain
sehingga terbentuk radikal baru (Suryohudoyo, 1993).
X:H + OH X + HOH
radikal hidroksil radikal baru
Radikal bebas akan menarik elektron makromolekul biologis
yang berada disekitarnya seperti asam nukleat, protein dan DNA.
Jika makromolekul yang teroksidasi tersebut adalah bagian dari
suatu sel, maka dapat mengakibatkan kerusakan pada sel tersebut.
Kerusakan sel disebabkan karena ketidakseimbangan antara
pembentukan ROS (Senyawa Oksigen Reaktif) dan aktivitas
pertahanan antioksidan (Astuti, 2008). Reaktivitas radikal bebas
dapat dihambat dengan antioksidan yang melengkapi sistem
kekebalan tubuh. Antioksidan akan menyumbangkan elektronnya
kepada radikal bebas yaitu elektron dari atom hidrogen dari gugus
hidroksil. Semakin banyak gugus OH dalam antioksidan, maka
aktivitas antiradikalnya akan semakin tinggi (Winarsih, 2007).
Gambar 4.20 Proses atom radikal bebas menjadi stabil
Atom antioksidan memberi satu
elektron ke atom radikal bebas
sehingga atom tersebut stabil
48
4.3.3 Pengaruh Antioksidan Ekstrak Teripang Terhadap
Kerusakan Sel Organ Limpa Mencit
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa antioksidan ekstrak
teripang mampu menurunkan persentase kerusakan sel pada organ
limpa yang diakibatkan oleh pestisida diazinon. Senyawa antioksidan
yang terkandung dalam teripang pasir yaitu vitamin A, C, dan E,
senyawa polifenol dan flavonoid, EPA dan DHA, serta kondroitin
sulfat. Senyawa-senyawa tersebut sangat berpotensi dalam meredam
radikal bebas dalam tubuh. Dari senyawa tersebut yang termasuk
senyawa antiinflamasi adalah EPA, DHA dan kondroitin sulfat.
Ketika terjadi kerusakan sel akibat radikal bebas, kerusakan yang
lebih parah dapat dihindari (Hanapi, 2014).
Senyawa yang dihasilkan oleh teripang paling dominan berupa
saponin. Apabila saponin dihidrolisis akan menghasilkan suatu
senyawa triterpenoid dan glikosida (Zhang dkk., 2006). Zat aktif
saponin dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan berperan sebagai
immunostimulator. Saponin mampu mengaktifkan sistem imun
sehingga merangsang organ limpa agar memproduksi limfosit untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Francis dkk., 2002).
Gambar 4.21 Struktur kimia saponin triterpenoid (Soraya, 2011)
49
Saponin triterpenoid merupakan senyawa aktif yang
terkandung dalam teripang yang memiliki aktivitas antitumor (Izzati
dkk., 2011). Saponin triterpenoid mengandung gugus OH yang
dimiliki oleh senyawa antioksidan. Gusus OH inilah yang mampu
menangkap radikal bebas. Oleh karena itu antioksidan membantu
mengubah radikal bebas yang tidak stabil ke dalam bentuk yang
stabil.
Gambar 4.21 Struktur kimia diazoxon berikatan dengan OH-
saponin triterpenoid (Leland, 1998)
Pada suatu gugus hidroksil (OH), satu atom hidrogen terikat
dengan satu atom oksigen yang membentuk ikatan kovalen. Atom
hidrogen dan atom oksigen membentuk ikatan kovalen dengan
menggunakan elektron secara bersama-sama. Gugus hidroksil
bersifat polar karena adanya atom oksigen yang sangat elektronegatif
sehingga gugus hidroksil memiliki kemampuan untuk menarik
elektron ke arah oksigen. Atom hidrogen yang berikatan dengan
atom oksigen mempunyai energi ikat yang lemah, akibatnya atom
hidrogen mudah terlepas. Sehingga atom hidrogen yang terlepas
tersebut memiliki elektron yang tidak berpasangan sehingga akan
berikatan dengan elektron tidak berpasangan milik radikal bebas.
Akibat adanya donor elektron dari atom hidrogen, radikal bebas
menjadi stabil. Selanjutnya terbentuk radikal bebas baru yang relatif
lemah dan tidak membahayakan (Campbell dkk., 2002).
50
Tabel 4.1 Nilai Energi Ikat (Oxtoby, 2001)
Ikatan Energi Ikat
(kJ/mol)
Ikatan Energi Ikat
(kJ/mol)
H – H 433 C – O 350
H – C 415 C = O 741
H – F 565 C – Cl 330
H – Cl 429 N ≡ N 942
H – Br 363 O = O 495
C – C 345 F – F 155
C = C 612 Cl – Cl 240
C – Br 275 I – I 148
C ≡ C 809 Br – Br 190
O – H 464 C ≡ N 891
Pada Tabel 4.1 menunjukkan energi ikat dari suatu unsur.
Untuk pasangan unsur yang sama, dengan ikatan kovalen tunggal
merupakan ikatan yang paling lemah. Energi ikat adalah energi yang
dibutuhkan untuk memutuskan suatu ikatan. Pada ikatan tunggal,
karena elektron milik bersama hanya sepasang maka gaya tarik
menarik inti atom semakin lemah jika dibandingkan dengan ikatan
rangkap dua atau rangkap tiga. Semakin banyak pasangan elektron
milik bersama, maka akan semakin kuat ikatannya (Chang, 2003).
51
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Limpa merupakan organ yang berperan penting dalam sistem
imun. Pada penelitian ini diketahui bahwa pemberian pestisida
diazinon dapat merusak sel pada organ limpa. Dosis efektif yang
dapat merusak organ limpa yaitu pada dosis 125 mg/1 L aquades
dengan kerusakan sebesar 77,35 %. Hal ini ditandai dengan bentuk
dan jumlah dari sel lisis, sel limfosit dan sel normal. Namun ketika
diberikan antioksidan ekstrak teripang kerusakan akibat pestisida
diazinon semakin menurun. Pada dosis 0,09 ml/kg BB kerusakan
organ limpa mengalami penurunan sebesar 41,81 %. Jadi, kerusakan
organ limpa akibat dari pestisida diazinon berbanding terbalik
dengan pemberian antioksidan ekstrak teripang dengan berbagai
dosis.
5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian ini adalah diperlukan penelitian
lebih lanjut dengan menggunakan variasi pestisida jenis lain serta
antioksidan jenis lain.
52
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
53
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang
Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press.
Anderson, P. S. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Arrington, L. R. 1972. Introductory Labolatory Animal. The
Breeding, Care and Management of Experimental Animal
Science. New York: The Interstate Printers and Publishing Inc.
Astuti, S. 2008. Isoflavon kedelai dan potensinya sebagai penangkap
radikal bebas, 13(2), 126–136.
Aughey, E. F. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical
Correlates. London: Iowa State University Press.
Balaban, N. E., & James, E. B. 2014. Seri Ilmu Pengetahuan
Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Indeks.
Bevelander, G., & Judith, R. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Jakarta:
Erlangga.
Campbell, N. A., Reece, J. B., & Mitchell, L. G. 2002. Biologi Jl. 1
Ed. 5. Jakarta: Erlangga.
Chang, R. 2003. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Davies, J. W. 1975. Agromedical Approach to Pesticide
Management. In: A Report on Seminar and Workshop in
Pesticide Management, 116–119.
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida. Yogyakarta:
Kanisius.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida Dan Aplikasinya. Jakarta: PT
Agromedia Pustaka.
Ekha, I. 1988. Dilema Pestisida Tragedi Revolusi Hijau.
Yogyakarta: Kanisius.
Ekha, I. 1993. Dilema Pestisida Tragedi Revolusi Hijau.
Yogyakarta: Kanisius.
Encyclopedia. Echinoderm Animal Phylum. In Britannica.
https://www.britannica.com/animal/sea-cucumber/images-
videos/Sea-cucumber/7310 [Accessed 5 September2016].
Encyclopedia. 2005. Spleen Anatomy. In Britannica.
https://www.britannica.com/science/spleen-anatomy [Accessed
3 September2016].
Farouk, A. E. A., Ghouse, F. A. H., & Ridzwan, B. H. 2007. New
54
Bacterial Species Isolated from Malaysian Sea Cucumbers with
Optimized Secreted Antibacterial Activity. American Journal
of Biochemistry and Biotechnology, 60–65.
Field, A. S., & William R, G. 2014. Lymph Node And Spleen
Cytohistology. New York: Cambridge University Press.
Fitriani, V. 2006. Khasiat Dibalik Resep Datuk, Trubus Online. Edisi
Teripang Untuk Mengatasi Penyakit Maut.
Francis, G., Kerem, Z., Makkar, H. P. S., & Becker, K. 2002. The
biological action of saponins in animal systems : a review,
(May), 587–605. http://doi.org/10.1079/BJN2002725
Geneser, F. 1994. Teks Histologi Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hanapi, Ahmad, dkk. 2014. Penentuan Kapasitas Antioksidan Dan
Kandungan Fenolik Total Ekstrak Kasar Teripang Pasir (
Holothuriascabra ) Dari Pantai Kenjeran Surabaya, 3(1), 76–83.
Ide, P. 2010. Health Secret of Pepino. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Izzati, L., Abdullah, A., & Metode, M. 2011. Aktivitas Antioksidan
dan Komponen Bioaktif Kerang Pisau ( Solen spp ),
16(September), 119–124.
Jumbriah. 2006. Secara Ex Situ Dengan Menggunakan Kompos
Limbah Media Jamur ( Spent Mushroom Compost ). Institut
Pertanian Bogor.
Junqueira, L. . 2010. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Keane, M. T. 2011. Cognitive Psychology 4th ed. Philadelphia:
Taylor & Francis Inc.
Kosasih, E. N., Tony, S., & Hendro, H. 2006. Peran Antioksidan
Pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Kajian Nasional Majalah
Lanjut Usia.
Langseth, L. 1995. Oxidants, Antioxidants and Disease Prevention.
Belgium: ILSI Europe.
Leland, J. E. 1998. Evaluating the Hazard of Land Applying
Composted Diazinon Waste Using Earthworm Biomonitoring.
Thesis submitted to the Faculty of the Virginia Polytechnic
Institute and State University in partial fulfillment of the
requirements for the degree.
Malole, M. B. B., & Pramono, C. S. U. 1989. Penggunaan hewan-
hewan percobaan di Laboratorium. Bogor: Pusat Antar
55
Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Martoyo, J., Nugroho, A., & Tjahyo, W. 2000. Budidaya Teripang.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Milbury, P. E., & Richer, A. C. 2011. Understanding the Antioxidant
Controversy: Scrutinizing the Fountain of Youth. USA:
Greenwood Publishing Group.
Mojica, E. R. E., & Merca, F. E. 2005. Isolation and Parsial
Characterization of a Lectin from the Internal Organsof the Sea
Cucumber (Holothuria scabra Jaeger). International Journal of
Zoological Research, 59–65.
Musarofah. 2015. Tumbuhan Antioksidan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Oxtoby, D. W. 2001. Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.
Pearce, E. C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.
Jakarta: PT Gramedia.
Sari, C. K. 2016. Identifikasi Hubungan Pemberian Antioksidan
Jintan Hitam Terhadap Organ Limpa Dari Mencit Yang
Terpapar Partikel Ultrafine Dari Asap Kendaraan Bermotor.
Universitas Brawijaya.
Sastroutomo, S. S. 1992. Pestisida: Dasar-Dasar dan Dampak
Penggunaannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sendih, S., & Gunawan. 2006. Keajaiban Teripang: Penyembuh
Mujarab dari Laut. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Setyani, N. 2012. Jumlah Limfosit Pada Mencit Yang Diberi
Konsumsi Ekstrak Alkohol Daun Mimba Dan Di Induksi
Ovalbumin. Universitas Jember.
Shemer, H., & Linden, K. G. 2006. Degradation and by-product
formation of diazinon in water during UV and UV / H 2 O 2
treatment, 136, 553–559.
http://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2005.12.028
Singh, V. 2014. Anatomy Abdomen And Lower Limb. India: Reed
Elsevier India Private Limited.
Smith, J. B., & Soesanto, M. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press).
Soenandar, M., Aeni, M. N., & Raharjo, A. 2010. Petunjuk Praktis
Membuat Pestisida Organik. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Soraya, A. S. 2011. Herbalism, Phytochemistry And
56
Ethnopharmacology. USA: CRC Press.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sudarmo, S. 1988. Pestisida Tanaman. Yogyakarta: Kanisius.
Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Yogyakarta: Kanisius.
Sulistyowati, Dian. 2016. Pengaruh Transflutrin Sebagai Bahan
Aktif Obat Nyamuk Semprot One Oush Aerosol Terhadap
Gambaran Mikroskopis Kerusakan Organ Limpa Mencit (Mus
musculus). Universitas Brawijaya.
Suryohudoyo, P. 1993. Oksidan, Antioksidan dan Radikal Bebas.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Unair.
Suwahyono, U. 2009. Biopestisida. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tambayong, J. 1999. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Teimori, F, et al. 2006. Human & Experimental Toxicology.
Alteration of Hepatic Cells Glucose Metabolism as a Non-
Cholinergic Detoxication Mechanism in Counteracting Induced
Oxidative Stress, 25, 697–703.
Walde, S. D. O. 2002. Molecular Target Structures in Alloxan-
induced Diabetes in Mice. Life Sciences.
Wibowo, D. S. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: PT
Grasindo.
Winarsih, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas.
Yogyakarta: Kanisius.
Wudianto, R. 1999. Petunjuk Menggunakan Pestisida. Jakarta:
Swadaya.
Yuantari, M. C. 2011. Dampak Pestisida Organoklorin Terhadap
Kesehatan Manusia Dan Lingkungan Serta
Penanggulangannya, (April), 187–199.
Yuwono, S. 1990. Keadaan Nilai Normal Buku Mencit Strain CBR
Swiss Derived di Pusat Penyakit Menular. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Zhang, Y. S., Yi, H. Y., & Tang, H. F. 2006. Cytotoxsic Sulfated
Triterpene Glycoside From The Sea Cucumber
Pseudocolochirus Violaceus. Chemistry & Biodiversity.